Gastritis Erosif pada Anak by iknur ^^
Transcript of Gastritis Erosif pada Anak by iknur ^^
BLOK XIV: SISTEM DIGESTIF
REVIEW JURNAL
PERDARAHAN SALURAN CERNA PADA ANAK
GASTRITIS EROSIF
OLEH
IKA NURFITRIA TAUHIDA
H1A 008 011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2010
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
GASTRITIS EROSIF PADA ANAK
Pendahuluan
Perdarahan dapat terjadi di bagian manapun sepanjang saluran cerna, yang dilapisi oleh
area permukaan yang luas dan memiliki vaskularisasi yang tinggi. Perdarahan saluran cerna
merupakan alarm symptom untuk pasien dengan segala usia, dan dapat menyebabkan kepanikan
pada anak-anak dan orangtua mereka. Diagnosis dan penanganan perdarahan saluran cerna yang
dini sangat penting. Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) pada bayi dan anak-
anak termasuk sejumlah kausa, rentang dari kelainan ringan yang membutuhkan sedikit atau
tanpa pengobatan, sampai penyakit berat yang membutuhkan intervensi segera. Sumber utama
perdarahan SCBA pada anak yaitu lesi mukosa dan varises hemoragik, serta infeksi dan obat-
obatan. Sumber tersering yang menyebabkan perdarahan SCBA pada anak bervariasi pada
penelitian-penelitian yang berbeda.1
Perdarahan SCBA (perdarahan dari bagian proksimal ligamen Treitz) umumnya
bermanifestasi sebagai hematemesis, dan/atau melena. Nasogastric tube (NGT) yang terdapat
darah atau bahan material seperti kopi dapat mengkonfirmasi diagnosis klinis. Walaupun begitu,
dapat juga tidak ditemukan pada NGT, jika perdarahan telah berhenti atau berada di atas pylorus.
Insidensi perdarahan SCBA tidak terdokumentasi dengan baik pada anak-anak. Pada salah satu
penelitian prospektif, perdarahan SCBA telah diobservasi sebanyak 63 dari 984 pediatrik di ICU.
Penyebab yang paling umum perdarahan SCBA pada anak bervariasi tergantung dengan usia dan
wilayah geografik. Di negara Barat, laporan kasus yang paling umum adalah ulkus gaster dan
duodenum, esofagitis, gastritis dan varises, sedangkan di India, perdarahan varises lebih
dominan. Pada penelitian di Iran Selatan1, penyebab yang paling umum adalah gastritis erosif
yang sama dengan penelitian lainnya.1
Etiologi
Usia pasien dapat membantu dalam menentukan penyebab perdarahan SCBA, dapat
terlihat pada tabel di bawah ini. Pada tabel tersebut, perdarahan SCBA akibat gastritis dapat
terjadi pada neonatus hingga anak yang berusia 5 tahun, dengan berbagai penyebab.2
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Gastritis reaktif dapat difus atau terlokalisasi di dalam lambung. Perdarahan yang
signifikan dapat terlihat pada gastritis stres hemoragik yang difus, berkaitan dengan trauma,
pembedahan, terbakar, atau masalah medis berat yang membutuhkan rawat inap di unit
perawatan intensif. Kaitan dengan koagulopati tidak umum terjadi. Gastritis reaktif yang
terlokalisasi lebih sering terjadi dan dapat berkaitan dengan obat-obat anti-inflamasi non steroid
(gastropati NSAID), gastritis alkoholik, ingesti kokain, ingesti bahan kaustik, infeksi
Helicobacter pylori, infeksi virus, Crohn disease, vaskulitis (Henoch-Schỗnlein purpura),
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
paparan radiasi, refluks empedu, bezoar, hiatal hernia, prolaps dari gastroesophageal junction,
atau gastropati kongestif (berkaitan dengan hipertensi portal). Gastritis reaktif dapat terjadi
bersamaan dengan lesi erosif duodenal.3
Patofisiologi
Stress-induced gastritis
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Stres yang berkaitan dengan inflamasi mukosa gaster merupakan salah satu kasus
yang umum dilaporkan pada pasien-pasien yang rawat inap di Rumah Sakit. Pada bayi kecil
(infants), syok akibat asfiksia prenatal, traumatik, dan sepsis merupakan beberapa penyebab
dari stress-induced gastritis. Inflamasi gastroduodenal, secara histologis, tampak erosi yang
multipel dari mukosa gaster maupun duodenum, yang terlihat melalui endoskopi.4
Pada kondisi normal, mukosa gaster dapat mentoleransi sekresi asam lambung yang
tinggi dan sekresi ini meningkatkan aliran darah ke mukosa, dimana akan meningkatkan
fungsi faktor defensif. Hal ini menunjukkan bahwa sekresi asam lambung yang tinggi tidak
bisa menginduksi terjadinya ulserasi stres sendiri. Walaupun begitu, jika sawar mukosa
gaster suatu ketika rusak, maka keasaman lambung akan memperparah lesi yang ada. Untuk
itu, walaupun asam lambung berperan penting dalam perkembangan erosi akut gaster, proses
dinamik ini juga dipengaruhi oleh perubahan aliran darah gaster, permeabilitas mukosa,
sekresi mukosa dan keseimbangan asam-basa secara keseluruhan.5
Pada situasi stres tertentu, juga telah ditunjukkan bahwa walaupun tidak ada
hipersekresi dari asam lambung dan keasaman intralumen tidak rendah, lesi pada gaster dapat
terjadi. Kerusakan langsung pada mukosa gaster biasanya akibat dari paparan obat (seperti,
kortikosteroid, NSAIDs), hipersekresi asam lambung dan pepsin atau refluks garam empedu.
Hal ini terjadi ketika motilitas menurun dan pilorus tertutup dengan tidak baik saat terjadi
stres. Di bawah tekanan stres, semua mekanisme ini akan merusak sawar mukosa dan
menginduksi perkembangan lesi.5
Lambung sangat kaya akan vaskularisasi dan sirkulasi limfatik. Ini merupakan salah
satu alasan selama hipotensi, saluran cerna merupakan area pertama yang berkembang
menjadi iskemia. Derajat iskemia apapun akan menginduksi terjadinya perubahan
metabolisme energi dan juga akan menyebabkan tidak berlanjutnya proses difusi balik ion
hidrogen. Hipoksia meningkatkan radikal bebas lokal dalam lambung dan radikal-radikal ini
sebagian menyebabkan kerusakan oksidatif mukosa gaster yang diinduksi oleh stres.
Hipoksia pada fetus atau neonatus dapat menjadi tahap awal terjadinya lesi gaster pada bayi
baru lahir, hingga berkembang menjadi perforasi intestinal. Secara skematik, dapat dilihat
dari skema pada lembar sebelumnya.5
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
NSAIDs and aspirin-related gastritis
Akibat risiko penggunaan aspirin pada penyakit viral (misal, Reye syndrome) dan
berbagai preparasi antpiretik yang tersedia, penggunaan aspirin pada populasi pediatrik telah
berkurang secara signifikan. Namun, baik NSAIDs maupun aspirin dapat menyebabkan
kerusakan gastroduodenal yang signifikan. NSAIDs dan aspirin menyebakan kerusakan pada
mukosa gaster dan duodenum dengan sejumlah mekanisme patofisiologi. Kedua senyawa ini
menyebabkan kerusakan lokal secara langsung. Aspirin menurunkan pH permukaan sel
apikal epitelial gaster dan mengganggu fungsi vital sel. Selain itu, aspirin juga memodulasi
komponen mukus gaster, isi dan kuantitasnya, serta menurunkan sekresi bikarbonat. Di lain
pihak, NSAIDs menginduksi kerusakan gastroduodenal dengan meningkatkan platelet
activating factor, disfungsi platelet, menginhibisi sintesis prostaglandin, meningkatkan
radikal bebas oksigen, meningkatkan pelepasan histamin oleh sel mast dan merusak kapiler
mukosa. Kedua obat ini menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan memperlambat
regenerasi epitel dan meningkatkan risiko untuk perdarahan ulserasi.4
Cow Milk Allergy (CMA)-induced gastritis
Cow Milk Allergy (CMA) masih merupakan masalah utama pada bayi dan anak-anak,
yang dapat melibatkan sistem gastrointestinal, sistem respirasi dan kulit. CMA selalu
merupakan suspek pada bayi dengan muntah dan/atau diare kronis. Keterlibatan saluran
gastrointestinal antar lain esofagitis, gastrits dan duodenitis, yang dapat menyebabkan
hematemesis pada CMA, tetapi hanya tersedia sedikit data pasien CMA dengan
hematemesis.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aanpreung dan Atisook6, gastritis akibat
CMA lebih umum terjadi daripada GERD pada bayi kecil. Gastritis yang diinduksi CMA
merupakan penyebab paling umum perdarahan SCBA pada bayi kecil (infants). Hal ini
terjadi akibat reaksi imunologis terhadap protein susu sapi. Gastritis yang diklasifikasikan
dalam penyakit mixed-IgE dan non-IgE sebagai gastritis eosinofilik alergik. Pada gastritis
eosinofilik alergik, rentang usia dapat terjadi pada neonatus sampai usia dewasa. 50% kasus
memiliki penyakit atopik dan eosinofilia. Patologi menunjukkan tanda infiltrasi eosinofil
pada mukosa dan submukosa gaster, khususnya pada daerah antrum. Gejalanya meliputi
post-prandial vomiting, nyeri abdomen, anoreksia dan hematemesis. Pada penelitien yang
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
dilakukan Aanpreung dan Atisook6, tanda adanya infiltrasi eosinofil tidak ditemukan. Hal ini
memungkinkan gastritis yang diinduksi CMA pada bayi kecil tidak diklasifikasikan sebagai
gastritis eosinofilik. Telah dilaporkan adanya kasus bayi laki-laki berusia 3,5 bulan dengan
hematemesis akibat gastritis erosif disertai adanya riwayat konsumsi whole cow milk. Adanya
infiltrasi eosinofil pada lambung dan menghilangnya gejala setelah memberhentikan
penggunaan susu sapi, mengarahkan ke diagnosis CMA-induced hematemesis.6
Gastritis alkoholik
Penggunaan alkohol merupakan masalah mayor pada usia remaja. Rata-rata usia untuk
konsumsi alkohol pertama kali yaitu 11,9 pada laki-laki dan 12,7 pada perempuan. Peminum
berat telah dilaporkan pada 15% anak-anak kelas delapan, 24% kelas sepuluh, dan 40% pada
siswa perkuliahan.7
Gastritis merupakan inflamasi pada mukosa gaster. Konsumsi alkohol dapat
menyebabkan gastritis hemoragik akut atau erosif melalui iritasi langsung pada mukosa
gaster. Alkohol juga dapat menyebabkan peningkatan produksi gastrin dan penurunan sekresi
pepsin, dimana dapat mengakibatkan iritasi gaster. Walaupun gastritis yang berkaitan dengan
alkohol lebih sering asimtomatik, dapat juga ditemukan nyeri epigastrium atau nyeri abdomen
atas, mual, muntah, dan perdarahan gastrointestinal yang masif atau tersamar.7
Walaupun jarang terjadi, identifikasi dan tatalaksana gastritis alkoholik penting untuk
beberapa alasan: 1) gastritis kronis dan ulkus meningkatkan risiko kanker; 2) gastritis dapat
mengakibatkan life-threatening perdarahan gastrointestinal; dan 3) identifikasi adanya
penggunaan alkohol dapat menentukan intervensi untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas yang berkaitan dengan penggunaan alkohol.7
Gambaran Klinis
Gastritis merupakan inflamasi mukosa gaster. Terdapat banyak penyebab gastrtis;
sebagian besar dikelompokkan menjadi gastritis akut atau kronis. Infeksi kronis oleh H. pylori
dapat menyebabkan atrofi gaster dan metaplasia intestinal. Gastritis akut merupakan inflamasi
mukosa gaster yang bersifat transien. Sebagian besar berhubungan dengan iritan lokal seperti
endotoksin bakter, kafein, alkohol dan aspirin. Berdasarkan keparahan penyakit, respon mukosa
dapat bervariasi dari edema sedang dan hiperemia sampai erosi hemoragik dari mukosa gaster8.
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Gambaran klinis dari gastritis akut, antara lain2,8:
Heartburn atau nyeri tajam pada abdomen
Transient gastric distress sampai terjadi muntah
Pada kondisi yang parah, dapat menyebabkan perdarahan berupa hematemesis.
Perdarahan akibat gastritis terlokalisasi biasanya bermanifestasi sebagai muntahan seperti
kopi.
Gastritis akut biasanya berupa self-limiting disease, penyembuhan dan regenerasi dapat
terjadi dalam beberapa hari.
Walaupun perdarahan SCBA biasanya ditandai oleh hematemesis, motilitas
gastrointestinal pada neonatus dan bayi kecil cukup cepat sehingga perdarahan dapat ditandai
dengan adanya pasase darah merah segar per rektum. Pada pasien-pasien seperti ini, pemeriksaan
aspirasi lambung diperlukan untuk membuktikan adanya sumber perdarahan dari SCBA.2
Gastritis kronis dikarakteristikkan oleh tidak adanya erosi yang terlihat dengan kasat
mata dan adanya perubahan inflamasi kronis secara bertahap menjadi atrofi epitel glandular pada
lambung. Perubahan ini dapat menjadi displastik dan memungkinkan berubah menjadi
karsinoma. H. pylori dan sejumlah faktor lain, seperti penggunaan alkohol dalam jangka waktu
yang lama, merokok dan penggunaan NSAIDs jangka panjang dapat berperan dalam
perkembangan penyakit ini. terdapat empat tipe mayor dari gastritis kronis, yaitu H. pylori
gastritis, gastritis autoimun, gastritis atrofik multifokal dan chemical gastritis. H. pylori gastritis
merupakan penyakit inflamasi kronis pada antrum dan korpus gaster. Penyakit ini merupakan
tipe paling umum dari gastritis kronis non-erosif di Amerika Serikat8.
Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Endoskopi pada SCBA merupakan pilihan diagnostik untuk perdarahan SCBA.
Endoskopi dapat mengidentifikasi sumber perdarahan, menurunkan risiko perdarahan yang
berlanjut, dan menyediakan intervensi terapeutik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dehghani,
et.al.1, penyebab perdarahan SCBA pada setengah dari jumlah pasien adalah erosi dan ulkus
gastroduodenum. Terapi endoskopik telah digunakan pada sejumlah kelompok kecil anak dengan
perdarahan SCBA seperti yang telah dilaporkan pada penelitan-penelitian lainnya juga. Hal ini
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
berarti sebagian besar episod perdarahan SCBA pada anak dapat berhenti secara spontan tanpa
memerlukan intervensi endoskopik atau bedah.1
Penelitian telah menunjukkan bahwa endoskopi dapat menunjukkan sumber dan
penyebab perdarahan pada 85-90% pasien. Keakuratan dagnostik endoskopi SCBA untuk
melokalisasi sumber perdarahan tertinggi saat 12-24 jam pertama setelah episod perdarahan.
Endoskopi juga menyediakan akses ke sumber perdarahan untuk intervensi secara langsung.
Pada sebagian besar kasus, endoskopi dapat dan harus ditunda sampai status klinis pasien telah
stabil. Untuk itu, gangguan koagulasi dan ketidakstabilan hemodinamik harus dikoreksi terlebih
dahulu sebelum dilakukan prosedur endoskopi.9
Radiografi
Pemeriksaan SCBA dengan barium tidak terlalu berguna untuk evaluasi awal pada anak
dengan perdarahan yang tidak aktif. Lesi superfisial mukosa, seperti gastritis dan esofagitis bisa
sulit untuk didiagnosis secara radiologik tapi mudah terlihat melalui endoskopi. Pada 75-90%
pasien, diagnosis dapat ditegakkan dengan endoskopi, sedanggkan kurang dari 50% dengan
radiografi kontras barium. Pemeriksaan radiologik berguna untuk mengidentifikasi adanya
striktur esofagus, malrotasi dari usus atau ulkus yang dalam.9
Radionuclide Studies
Radionuclide studies merupakan metode yang efektif dan tidak invasif untuk menentukan
sumber perdarahan aktif pada saluran cerna untuk pasien yang gagal dengan endoskopi atau
radiografi barium. Metode ini paling akurat ketika perdarahan terjadi subakut atau intermiten.9
Tatalaksana
Tujuan terapi pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal tampak pada tabel di bawah ini.9
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Selama pendekatan diagnosis pada anak dengan perdarahan SCBA, hal yang segera
dilakukan adalah langsung melakukan resusitasi dan mengembalikan kehilangan yang terjadi
dengan mencapai kestabilan hemodinamik. Anamnesis yang cepat harus dilakukan selama
mengevaluasi tanda vital dan membuat akses vena. Pemeriksaan laboratorium yang penting
untuk evaluasi pasien dengan perdarahan SCBA antara lain, terlihat pada tabel di bawah.9
Ketika anak sudah stabil, tatalaksana kemudian harus disesuaikan dengan kondisi spesifik
yang mendasari terjadinya perdarahan SCBA. Sumber perdarahan SCBA dibagi menjadi dua
kategori mayor, dengan masing-masing terapi spesifik.9
1) Gangguan dengan erosi atau ulserasi mukosa (esofagitis, gastritis, duodenitis, ulkus
gaster, ulkus duodenum, Mallory-Weiss tear). Pada kelompok ini, tujuan terapi yaitu
untuk menetralisasi atau mencegah pelepasan asam lambung.
2) Perdarahan varises : tujuan terapi yaitu secara langsung menghentikan perdarahan dan
menurunkan tekanan portal.9
Gastritis termasuk dalam kategori pertama, yaitu lesi mukosa. Tujuan dari terapinya
untuk menetralisasi atau mencegah pelepasan asam lambung, dengan preparat sebagai berikut9:
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Penatalaksanaan sesuai kondisi spesifik pasien sebagai berikut.
Stress-induced gastritis
Bayi dengan simple stress-related gastritis dapat diterapi dengan H2 reseptor antagonist
secara oral atau intravena, seperti ranitidine (6,0 mg/kg/hari BID). Pasien dengan perdarahan
aktif membutuhkan continuous infusion ranitidine (0,1-0,25 mg/kg/jam).2
Agen sitoprotektif seperti sukralfat lebih baik dari placebo untuk mengurangi insidensi
gastritis erosif pada pasien kritis. Di pihak lain, pemberian H2 reseptor antagonist (contohnya,
rantidine) atau proton pump inhibitor (contohnya, omeprazole) juga telah disarankan pada pasien
kritis dengan risiko stress ulcers.4
NSAIDs and aspirin-related gastritis
Tidak diketahui dengan jelas bahwa terapi konjungtif dengan analog prostaglandin
(contohnya, misoprostol) memberikan efek proteksi atau manfaat untuk anak yang harus
menggunakan NSAID karena penyakit yang dideritanya. Penelitian pada orang dewasa, terdapat
lebih banyak bukti yang memuaskan mengenai manfaat pemberian misoprostol pada perawatan
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
jangka panjang pasien dengan gastropati yang diinduksi NSAID. Penelitian kohort pediatrik dari
Kanada menunjukkan bahwa anak-anak dengan artritis yang diberikan misoprostol (2,5
μg/kg/hari) selama terapi NSAID mengurangi gejala pada 82% pasien dengan keluhan
gastrointestinal, sedangkan 18% pasien lainnya mengalami gejala yang rekuren setelah membaik
awalnya. Walaupun begitu, penelitian ini sangat terbatas karena tidak adanya kelompok kontrol
dan hanya retrospektif berdasarkan gejala saja. Sejak kerusakan gastroduodenum dapat
asimtomatik, manfaat sebenarnya dari misoprostol pada penelitian kohort pediatrik bisa tidak
dapat sepenuhnya diketahui.4
Cow Milk Allergy (CMA)-induced gastritis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aanpreung dan Atisook6, kelompok yang
tidak diberikan ranitidine dapat berespon dengan sangat baik hanya dengan mengganti formula
susu untuk anak. H2 blocker atau antasid tidak memiliki peranan pada tatalaksana CMA-induced
hematemesis. Penggunaan formula protein hidrolisat secara ekstensif selalu direkomendasikan
untuk tatalaksana CMA.6
Bayi akan mentolerir secara ekstensif formula susu sapi yang dihidrolisis pada sebagian
besar kasus. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 17-47% anak yang sensitif terhadap
susu sapi juga sensitif terhadap susu kedelai. Susu kedelai tidak direkomendasikan pada
penanganan diet CMA. Namun penelitian lainnya berbanding terbalik dan menyarankan
penggunaan susu kedelai pada anak dengan IgE-mediated CMA. Kurang lebih 86% anak kecil
dengan IgE-mediated CMA akan mentolerir susu kedelai. 50% bayi dengan reaksi non-IgE-
mediated CMA akan bereaksi dengan kedelai dan penggantian dengan formula hidrolisat secara
ekstensif harus dipertimbangkan. Pada tahun 2000, American Academy of Pediatrics telah
mengubah rekomendasi formula kedelai untuk CMA dan menyarankan penggunaan formula
kedelai untuk bayi dengan IgE-mediated symptoms CMA, khususnya setelah berusia 6 bulan.
Karena formula protein hidrolisat mahal, mayoritas pasien yang menerima formula kedelai
berespon dengan sangat baik. Sebagian besar anak akan menghilang sensitivitasnya terhadap
protein susu sapi dalam 3 tahun pertama kehidupan.6
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Dosis Obat pada Anak dengan Perdarahan Saluran Cerna3
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Algoritme Penanganan Awal Pasien dengan Perdarahan SCBA Akut9
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Algoritme Penanganan Segera Pasien dengan Perdarahan SCBA Akut9
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
DAFTAR PUSTAKA
1. Dehghani, M., et.al. Upper Gastrointestinal Bleeding in Children in Southern Iran. Indian
J Pediatr 2009; 76. Available from:
http://www.springerlink.com/content/x55g21224p703204/fulltext.pdf (Accessed
November 22, 2010).
2. Rodgers, B. Consultation with the Specialist: Upper Gastrointestinal Hemorrhage.
American Academy of Pediatrics. Pediatrics in Review 1999; 20, 171. Available from:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/20/5/171 (Accessed November 28,
2010).
3. Boyle, J. Gastrointestinal Bleeding in Infants and Children. American Academy of
Pediatrics. Pediatrics in Review 2008; 29, 39-52. Available from:
http://www.medicine.nevada.edu/residency/lasvegas/pediatrics/documents/
GIBleeding.pdf (Accessed November 22, 2010).
4. Blecker, Mehta & Gold. Pediatrc Gastritis and Peptic Ulcer Disease. Indian J Pediatr
1999; 66, 725-733. Available from:
http://www.springerlink.com/content/g63q7v072l350544/ (Accessed November 25,
2010).
5. Kuusela, A. Stress-induced Gasrtic Lessions in Newborns Treat in Intensive care –
occurrence, risk factors and therapy. University of Teampere, 1999. Available from:
http://www.meduni-graz.at/pharma/PH/pdfs/JA238.pdf (Accessed November 29, 2010).
6. Aanpreung, P. & Atisook, K. Hematemesis in Infants induced by Cow Milk Allergy.
Asian Pacific Journal of Allergy and Immunology 2003; 21, 211-216. Available from:
http://mail.mpscar.com/APJAI2003/December2003/211-216.pdf (Accessed November
29, 2010).
7. Cleary, Klein & Cheng. Alcoholic Gastritis. American Academy of Pediatrics. Pediatrics
in Review 1997; 18, 282. Available from:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/18/8/282 (Accessed November 29,
2010).
8. Tanih, N.F., et.al. An Overview of Pathogenesis and Epidemiology of Helicobacter
pylori Infection. African Journal of Microbiology Research 2010; 4 (6), 426-436.
Review Jurnal “Gastritis” BLOK XIV
Available from: http://www.academicjournals.org/ajmr/PDF/Pdf2010/18Mar/Tanih%20et
%20al.pdf (Accessed November 30, 2010)
9. Arora, NK., et.al. Upper Gastrointestinal Bleeding: Etiology and Management. Indian J
Pediatr 2002; 69, 155-168. Available from:
http://www.springerlink.com/content/d9h3207253562327/fulltext.pdf (Accessed
November 29, 2010).