GAMBARAN SELF CARE BEHAVIOUR PADA PASIEN GAGAL...
Transcript of GAMBARAN SELF CARE BEHAVIOUR PADA PASIEN GAGAL...
GAMBARAN SELF CARE BEHAVIOUR PADA PASIEN GAGAL
JANTUNG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
ASTANTIKA AFRI ANGGRAHENI
J210150062
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
1
GAMBARAN SELF CARE BEHAVIOUR PADA PASIEN GAGAL JANTUNG
Abstrak
Manajemen self care mempunyai peran penting untuk kesuksesan tindakan medis gagal jantung
dan dapat memberi dampak untuk memperbaiki tanda gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup morbiditas dan prognosis. Self Care mencakup tindakan yang tujuannya menjaga
fisik yang stabil, menghindari dari buruknya perilaku dan menemukan gejala awal buruknya
keadaan gagal jantung. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran self care
behavior pada pasien gagal jantung. Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan cross
sectional dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Penelitian dilakukan di RSUD
Sukoharjo dengan jumlah 67 responden. Instrument penelitian yang digunakan adalah Self Care
Heart Failure Index untuk mengetahui kemampuan self care pasien. Untuk mengetahui self care
behavior pasien dengan menghitung mean dari skor yang diisi. Terdapat 3 dimensi yang dinilai
yaitu self care maintenance, self care management dan self care confidence. Hasil yang
didapatkan dari penelitian ini menunjukkan gambaran dari self care behavior diatas nilai rata rata
53,12 sebanyak 53,7% responden mempunyai self care behavior yang baik karena self care
confidence yang baik namun self care maintenance dan self care management masih kurang
baik. Gambaran karakteristik responden lebih banyak responden laki laki (53,7%), rata rata umur
responden diatas 60 tahun,mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah
Dasar (SD).
Kata kunci : Perilaku perawatan diri, Pemeliharaan perawatan diri, Manajemen perawatan diri,
Perawatan Kepercayaan diri, Kuisioner indeks perawatan diri gagal jantung, gagal Jantung.
Abstract
Self care management has an important role for the successful treatment of heart failure and can
have an impact on improving symptoms of heart failure, functional capacity, quality of life and
prognosis. Self Care is an action that aims to maintain physical stability, avoid behavior that can
worsen the condition and detect early symptoms of worsening heart failure. The purpose of this
study was to determine the description of self care behavior in heart failure patients. The research
method used with a cross sectional approach with accidental sampling technique. The study was
conducted at Sukoharjo General Hospital with a total of 67 respondents. The research instrument
used was the Self Care Heart Failure Index to determine the patient's self care ability. To
determine the patient's self care behavior by calculating the mean of the filled score. There are 3
dimensions assessed, namely self care maintenance, self care management and self care
confidence. The results obtained from this study show a picture of self care behavior above the
average value of 53.12 as much as 53.7% of respondents have good self care behavior because
self care confidence is good but self care maintenance and self care management are still not
good. The description of the respondent characteristics is more male respondents (53.7%), the
average age of respondents is over 60 years, the majority of respondents have the last level of
education in Elementary School (SD).
Keywords: Self Care Behaviour, Self Care Maintenance, Self Care Management, Self Care
Confidence, Self Care Heart Failure Index, Heart Failure
2
1. PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan permasalahan kesehatan dengan angka kematian dan kesakitan yang
besar salah satunya Indonesia. Gejalanya adalah sesak napas, penumpukan cairan, kaki
membengkak (PERKI, 2015). Menurut Riskesdas (2013) kejadian penyakit gagal jantung di
seluruh provinsi di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Berdasarkan terdiagnosis
dokter di Jawa Tengah keseluruhan jumlahnya (0,18%). Andrianto (2008) mengatakan jika
resiko kematian akibat gagal jantung terus meningkat setiap tahunnya, penderita datang
memeriksakan ke pelayanan kesehatan karena kambuhnya gagal jantung meskipun pengobatan
rawat jalan sudah dilakukan secara optimal. Kejadian ini membutuhkan perhatian yang lebih
untuk mengurangi tingkat morbiditas penyakit gagal jantung di Indonesia.
Menurut Smeltzer (2013) Gagal jantung disebabkan karena jantung tidak mampu
membawa darah secara efektif untuk kebutuhan metabolik, karena adanya disfungsi bilik jantung
yang biasanya terjadi karena adanya aritmia dan karena kelebihan cairan sehingga menyebabkan
perubahan fungsi jantung. Penderita gagal jantung akan mudah merasa lelah, orthopnea, dan
edema. Hal ini bisa terjadi karena penderita gagal jantung kurang memahami perawatan mandiri
(Self Care).
Rinawati (2013) di dalam penelitiannya mengatakan jika perawatan mandiri sangat
dibutuhkan untuk pasien gagal jantung. Manajemen perawatan diri itu seperti: manajemen obat,
diet, aktifitas fisik, pembatasan cairan dan aktifitas psikososial, jika manajemen perawatan diri
kurang baik maka dapat mempengaruhi angka kekambuhan gagal jantung.
Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2017) di dapatkan hasil jika pengalaman pasien
gagal jantung kongestif dalam melaksanakan perawatan mandiri dapat dilihat dari bagaimana
pasien gagal jantung melakukan diet nutrisi dan garam, membatasi cairan, membatasi aktivitas,
melakukan aktivitas fisik, tidak percaya dengan kondisinya, kepatuhan dalam melaksanakan
pengobatan, ikhlas dan pasrah dalam keadaan sakit. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa
terdapat keterbatasan informasi pengobatan secara benar dan tepat serta keterbatatasan sarana
pelayanan kesehatan terutama di puskesmas.
Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat jika penderita gagal jantung
mengalami kekambuhan karena kurangnya manajemen perawatan diri (Self Care). Hal ini perlu
3
dilakukan pemantauan tentang perawatan mandiri (Self Care) pada penderita gagal jantung untuk
mengurangi resiko kekambuhan dan rehospitalisasi.
Gagal jantung di RSUD Sukoharjo pada tahun 2016 masuk ke dalam 10 prevalensi
penyakit yang ada di RSUD Sukoharjo dan menempati urutan ke 2 kematian terbanyak. Peneliti
melakukan wawancara dengan perawat yang bertugas di poliklinik jantung RSUD Sukoharjo dan
menyatakan jika ada beberapa pasien gagal jantung yang tidak patuh dalam pengobatan seperti
tidak kontrol bulanan dan terjadi serangan sehingga menyebabkan pasien dirawat ulang. Perawat
juga mengatakan jika perawatan mandiri pasien masih belum baik seperti pasien masih salah
waktu untuk minum obat yang diresepkan oleh dokter.
Berdasarkan latar belakang diatas, penting untuk diketahui gambaran self care behavior
pada penderita gagal jantung di RSUD Sukoharjo, karena penderita gagal jantung membutuhkan
manajemen perawatan diri (Self Care) untuk mengatasi gejala yang dialami, dan dari penelitian
sebelumnya menyebutkan jika rehospitalisasi dan kekambuhan pasien gagal jantung dipengaruhi
oleh perawatan mandiri pasien, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang
Self Care Behavior pasien gagal jantung terutama di RSUD Sukoharjo.
2. METODE
Metode penelitian dengan pendekatan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di poliklinik
jantung RSUD Sukoharjo padaa bulan Maret 2019-April 2019. Jumlah sampel 67 responden.
Instrument penelitian yang digunakan adalah kuisioner baku Self Care Heart Failure Index
(SCHFI) yang pernah digunakan untuk penelitian Kawooan (2012) yang sudah diterjemahkan
dan telah dilakukan uji validitas.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran karakteristik pada pasien gagal jantung
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan pengisian kuisioner didapatkan data
karakteristik responden yang sedang memeriksakan diri di poli jantung RSUD Sukoharjo,
karakteristik responden tersebut meliputi:
4
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Karakteristik Frekuensi
(N=67)
Presentase
(%)
Total (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis kelamin
a. Laki laki
b. Perempuan
Pendidikan Terakhir
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
Lama menderita
a. < 1 tahun - 1 tahun
b. 2-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >16 tahun
Riwayat rawat inap
a. Belum Pernah dirawat
b. < 1 tahun terakhir
c. 1 tahun terakhir
d. 2 tahun terakhir
e. 3 tahun terakhir
f. > 4 tahun terahir
Status Fungsional Jantung
a. NYHA 1
b. NYHA 2
c. NYHA 3
d. NYHA 4
Keluarga yang
bertanggung jawab
a. Anak
b. Ayah
c. Cucu
d. Istri
e. Suami
f. Sendiri
36
31
14
26
11
9
7
26
30
8
3
18
17
16
11
1
4
11
38
15
3
25
1
1
25
12
3
53,7
46,3
20,9
38,8
16,4
13,4
10,4
38,8
44,8
11,9
4,5
26,9
25,4
23,9
16,4
1,5
6,0
16,4
56,7
22,4
4,5
37,3
1,5
1,5
37,3
17,9
4,5
100
100
100
100
100
100
5
Dari hasil penelitian menunjukkan jika karakteristik responden di dominasi oleh responden
laki laki. Hal ini menunjukkan jika penyakit gagal jantung di RSUD Sukoharjo lebih banyak
terjadi pada laki laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamzah
(2016) yang menyebutkan jika sebagian besar responden yang menderita gagal jantung di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta berjenis kelamin laki laki. Hal ini juga sejalan dengan teori
yang menyatakan jika jenis kelamin mempengaruhi resiko gagal jantung dan laki laki
mempunyai peluang 2x lebih besar dari perempuan untuk terkena penyakit gagal jantung.
Prevalensi gagal jantung antara laki laki dan perempuan dapat dipengaruhi oleh hormon. Laki
laki lebih sering mengalami gagal jantung karena tidak mempunyai hormon estrogen untuk
proteksi diri, sedangkan perempuan mempunyai hormon estrogen yang berfungsi untuk
melindungi diri dari penyakit degenerative seperti gagal jantung sehingga jarang terjadi pada
perempuan (Budi, 2011).
Karakteristik usia rata rata responden memasuki masa usia lansia dengan usia paling muda
37 tahun dan paling tua 86 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan jika prevalensi penyakit
gagal jantung di RSUD Sukoharjo mempunyai rata rata usia diatas 60 tahun. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Febtrina (2017) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang
menyatakan jika sebagian besar responden penderita gagal jantung memasuki masa usia lanjut.
Hasil Riskesdas (2013) juga menyatakan jika prevalensi gagal jantung meningkat seiring
bertambahnya umur dan paling banyak terjadi pada usia lanjut usia. Hal ini dapat dipengaruhi
karena ukuran jantung orang yang lebih tua cenderung lebih besar dan otot semakin tebal tetapi
kemampuan kompensasi tidak maksimal. Hal yang dapat mempengaruhi usia pada kejadian
gagal jantung juga karena terjadi kekakuan pada pembuluh darah karena adanya penebalan
pembuluh darah arteri dan berkurangnya jaringan elastisitas (Bangsawan, 2013).
Responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar
(SD). Penelitian yang dilakukan oleh Agrina (2011) menyatakan jika responden yang
mempunyai pendidikan tinggi akan mudah memahami informasi yang diberikan dan mempunyai
pengetahuan yang lebih baik daripada responden yang mempunyai pendidikan rendah. Hal ini
juga sejalan dengan teori Notoatmodjo (2010) yang menyatakan jika pendidikan akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin tinggi pemahaman tentang pengobatan dan perawatan gagal
6
jantung. Purnawati (2018) menyatakan jika Pendidikan berpengaruh terhadap daya tangkap dan
kemampuan seseorang dalam memahami pengetahuan tentang gagal jantung, tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap upaya seseorang dalam mendapatkan sarana kesehatan, mencari
pengobatan penyakit, serta mampu memutuskan tindakan yang dijalaninya untuk mengatasi
masalah kesehatan yang dialami.
Kebanyakan responden berjumlah 18 orang belum pernah dirawat di rumah sakit karena
gagal jantung dan 17 responden pernah dirawat ulang di RSUD Sukoharjo karena gagal jantung
pada bulan Januari-Maret 2019. Menurut Smeltzer (2010) pasien gagal jantung dirawat inap
ulang di rumah sakit karena adanya kekambuhan dan kebanyakan pasien dirawat karena tidak
melaksanakan pengobatan yang dianjurkan. Rehospitalisasi atau rawat ulang di rumah sakit
dapat dipengaruhi karena pasien tidak memperhatikan gaya hidup, karena seharusnya pasien
yang dirawat jalan harus mngonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan menghindari
makanan yang dapat memicu terjadinya kondisi yang dapat memperparah kesehatan jantung.
Kebanyakan pasien mengalami rehospitalisasi karena mengabaikan pola makan, aktifitas fisik,
dan kebiasaan merokok (Febtrina, 2017). Rehospitalisasi atau rawat ulang penderita gagal
jantung dapat terjadi karena penderita tidak mampu dalam melakukan perawatan diri serta tidak
rutin melakukan pengobatan yang dianjurkan sehingga terjadi kekambuhan.
Status fungsional NYHA pada responden gagal jantung di RSUD Sukoharjo paling banyak
terdapat NYHA 2. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harigustian (2016)
yang menyatakan jika responden yang memeriksakan diri di poli jantung PKU Muhammadiyah
Gamping Sleman hampir semua responden menderita gagal jantung dengan klasifikasi NYHA 2.
Klasifikasi NYHA 2 menurut PERKI (2015) terdapat batasan aktifitas ringan, tidak terdapat
keluhan saat istirahat namun menimbulkan kelelahan saat beraktifitas sehari hari, dan juga
palpitasi. Prihatiningsih (2018) menyatakan jika status fungsional tidak berpengaruh terhadap
perilaku perawatan diri pasien.
Karakteristik lama menderita pada responden gagal jantung di RSUD Sukoharjo paling
banyak mengalami gagal jantung selama 2-5 tahun. Harigustian (2017) dalam penelitiannya
menyebutkan jika sebagian besar responden yang di teliti menderita gagal jantung selama lebih
dari 1 tahun. Semakin lama seseorang menderita gagal jantung, maka fungsi jantung akan
mengalami penurunan, sehingga terjadi penurunan cardiac output. Wahyudi (2016) dalam
7
penelitiannya menyebutkan jika lama menderita penyakit mempengaruhi proses penyesuaian
kondisi fisik sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri.
Keluarga yang bertanggung jawab merawat responden paling banyak adalah istri dan anak.
Dewi (2018) dalam penelitiannya menyebutkan jika sebagian besar responden yang ditelitinya
tinggal dan dirawat oleh pasangan (suami/istri). Hal ini menunjukkan jika sebagian besar
responden masih memiliki pasangan hidup yang berarti mereka masih mendapat dukungan dari
pasangan. Dukungan keluarga dapat membantu pasien gagal jantung dalam menghadapi masalah
serta dukungan yang diberikan dari keluarga akan menumbuhkan motivasi pasien untuk sembuh
dan rasa percaya diri pasien dalam menghadapi penyakitnya (Tamher, 2012).
3.2 Gambaran Self Care Behaviour pada Pasien Gagal Jantung
Tabel 2. Gambaran self care behaviour pada pasien gagal jantung di RSUD Sukoharjo
No Frekuensi Presentase (%)
1.
2.
Baik
Kurang
Total
36
31
67
53,7
46,3
100
Dari skor rata rata self care behaviour menunjukkan jika kemampuan self care responden
sebagian besar memiliki skor diatas rata rata sehingga mempunyai self care yang baik. Hasil
penelitian ini menunjukkan jika semakin tinggi skor self care maka semakin baik self care
responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasyyati (2018) yang menyatakan jika semakin
baik kemampuan self care pasien gagal jantung maka akan semakin baik kualitas hidupnya.
Burrrai (2016) juga menyatakan semakin tinggi skor yang didapat maka semakin baik pula
kemampuan self care penderita gagal jantung. Self care behaviour sangat diperlukan untuk
pasien gagal jantung. Kemampuan Self care behaviour dapat dipengahi oleh: self care
maintenance, self care management dan self care confidence.
a) self care maintenance
Tabel 3. Gambaran Self Care maintenance pada pasien gagal jantung di RSUD Sukoharjo
No Frekuensi Presentase
(%)
1.
2.
Baik
Kurang
Total
32
35
67
47,8
52,2
100
8
Riegel (2010) menyatakan self care maintenance merupakan kemampuan penderita gagal
jantung mempertahankan stabilitas fisiologis seperti pengobatan, diet rendah garam, aktifitas
fisik, memeriksa berat badan setiap hari, merokok dan tidak mengonsumsi alcohol. Dari hasil
penelitian self care maintenance menunjukkan kemampuan self care maintenance dari 67
responden sejumlah 52,2% memiliki skor dibawah rata rata sehingga memiliki kemampuan self
care maintenance yang kurang. Hal ini dapat dilihat jika kemampuan responden dalam
melakukan pengobatan, diet rendah garam, aktifitas fisik serta monitoring berat badan masih
belum dilakukan dengan baik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan jika salah satu
permasalahan self care behaviour adalah belum terlaksananya self care maintenance. Self care
maintenance merupakan salah satu factor yang mempengaruhi self care behaviour pada
responden penderita gagal jantung di RSUD Sukoharjo.
b) Self care management
Tabel 4. Gambaran Self Care management pada pasien gagal jantung di RSUD Sukoharjo
No Frekuensi Presentase
(%)
1.
2.
Baik
Kurang
Total
33
34
67
49,3
50,7
100
Self care management dari 67 responden menunjukkan 50,7% responden memiliki skor
dibawah rata rata sehingga dapat disimpulkan jika responden penderita gagal jantung di RSUD
Sukoharjo memiliki self care management yang kurang baik. Hasyyati (2018) menyatakan self
care management adalah sikap responden terhadap gejala gagal jantung yang dialami dan dapat
mengenal perubahan yang terjadi seperti edema. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan jika
self care management termasuk salah satu permasalahan self care behaviour responden gagal
jantung di RSUD Sukoharjo dimana responden masih belum bisa merespon dengan baik gejala
gagal jantung yang dirasakan.
c) Self care confidence
Tabel 5. Gambaran Self Care confidence pada pasien gagal jantung di RSUD Sukoharjo
No Frekuensi Presentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Kurang
Total
45
22
67
67,2
32,8
100
9
Self care confidence dari 67 responden menunjukkan 67,2% memiliki skor diatas skor rata
rata sehingga memiliki self care confidence yang baik. Kawooan (2012) menyatakan jika self
care confidence termasuk didalamnya yaitu kepercayaan diri penderita gagal jantung terhadap
perasaan bebas dari gejala, mampu mengikuti pengobatan serta mampu mengevaluasi tindakan.
Self Care Confidence dalam penelitian ini merupakan satu satunya dimensi yang dinilai baik.
Dengan begitu, responden memiliki harapan tinggi untuk bebas dari gejala gagal jantung dan
berharap pengobatan mampu mengatasi gejala.
3.3 Gambaran self care behaviour berdasarkan karakteristik pasien Gagal Jantung
Tabel 6. Gambaran self care behavior berdasarkan karakteristik responden
Hasil Skor total self care behaviour Total
Kurang Baik Baik
1. Jenis Kelamin
a) Laki Laki
b) Perempuan
Total
2. Usia
a) 25-34 tahun
b) 35-44 tahun
c) 45-54 tahun
d) 55-64 tahun
e) 65-74 tahun
f) > 75 tahun
Total
3. NYHA
a) NYHA 1
b) NYHA 2
c) NYHA 3
d) NYHA 4
Total
4. Pendidikan Terakhir
a) Tidak sekolah
b) SD
c) SMP
d) SMA
e) Perguruan Tinggi
Total
13
18
31
0
2
5
7
7
10
31
8
13
8
2
31
9
12
4
3
3
31
23
13
36
1
2
8
10
9
6
36
3
25
7
1
36
5
14
7
6
4
36
67
67
67
67
10
a. Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan jika kemampuan self care
behaviour pasien di poliklinik jantung RSUD Sukoharjo pada pasien laki laki cenderung lebih
baik daripada perempuan. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bidwell, et al (2015) yang menyatakan jika kemampuan self care behaviour pada laki laki
cenderung lebih buruk. Self care yang buruk pada pasien perempuan kemungkinan diakibatkan
oleh gaya hidup yang buruk, perbedaan hormon, variasi pada bagaimana persepsi laki laki dan
perempuan terhadap penyakitnya dan mengatasi gejala serta perbedaan kepedulian masing
masing dalam penerimaaan penyakit.
b. Usia
Dari faktor usia responden menunjukkan jika mayoritas responden secara keseluruhan
mempunyai self care behaviour yang baik. Beker, et al (2014) menyatakan jika pasien gagal
jantung yang berusia muda patuh pada perilaku self care namun pasien yang berusia tua 2 kali
lebih patuh pada self care. Menurut Riegel (2004) usia merupakan faktor prediktor pada self care
karena dengan bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan belajar dan
melakukan aktivitas termasuk kemampuan self care pada pasien gagal jantung sebagai akibat
dari penurunan fungsi sensori.
c. NYHA
Dari faktor NYHA menunjukkan jika mayoritas responden yang paling banyak adalah
NYHA 2 dan mempunyai self care yang baik dibandingkan dengan NYHA lainnya. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Beker, et al (2014) yang menyatakan jika pasien
dengan gejala yang lebih parah (NYHA 3 dan 4) lebih cenderung mematuhi self care.
Banyaknya manifestasi klinis yang dialami dan status fungsional yang buruk akan berdampak
pada rendahnya kemampuan self care.
d. Tingkat Pendidikan
Dari faktor tingkat pendidikan menunjukkan jika mayoritas responden mempunyai tingkat
pendidikan terakhir SD dan mempunyai self care yang baik. Ufara, dkk (2016) juga menyatakan
jika pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan
karena pendidikan merupakan pengalaman untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas
seseorang. Erwinata (2018) menyebutkan jika self management dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan responden karena merupakan tolak ukur untuk dapat menerima informasi melalui
11
edukasi. Prihatiningsih (2018) juga menyebutkan jika tingkat pendidikan yang rendah
mempengaruhi self care maintence karena hal ini sangat berpengaruh pada literasi kesehatan
responden.
3.4 Keterbatasan Penelitian
Terdapat keterbatasan pada saat penelitian yaitu saat peneliti membuat target jumlah
responden dalam sehari, tetapi beberapi kali terdapat ketidaksesuaian jumlah responden
dalam sehari.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik responden pasien gagal jantung terbagi menjadi beberapa karakteristik.
Mayoritas responden berjenis kelamin laki laki, pendidikan terakhir responden mayoritas
berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sebagian besar responden belum pernah dirawat dirawat
karena penyakit gagal jantung, status fungsional gagal jantung paling dominan adalah
NYHA 2.
2) Gambaran self care behaviour pada pasien gagal jantung di RSUD Sukoharjo mayoritas
mempunyai self care behaviour yang baik karena dimensi self care confidence baik, namun
dimensi self care maintenance dan self care management masih kurang baik.
3) Gambaran self care behaviour berdasarkan gambaran karakteristik responden mayoritas
responden laki laki mempunyai self care behaviour yang baik daripada responden
perempuan, responden dengan usia lansia mempunyai self care behaviour yang baik, self
care behaviour responden mayoritas dengan status fungsional NYHA 2 paling baik, dan
status pendidikan terakhir SD responden mayoritas mempunyai self care behavior yang
baik.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan saran bagi:
1) Penderita gagal jantung
12
Penderita gagal jantung sebaiknya lebih aktif mencari informasi terkait perawatan mandiri
gagal jantung dan sering konsultasi dengan petugas kesehatan.
2) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan terkait dengan self care
management dan self care maintenance pada penderita gagal jantung serta perlu dilakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan self care untuk membantu penderita gagal jantung dalam
perawatannya.
3) Masyarakat
Masyarakat sebaiknya lebih peduli dan membantu memberikan informasi terkait perawatan
mandiri pada penderita gagal jantung.
4) Peneliti
Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk melengkapi penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abshire, Martha et al. (2015). Nutritional Interventions in heart failure: A Systemic review of the
literature. Department of Health & Human Services, 21(12). USA.
Agrina, Rini, S., Haritama, R. (2011). Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi dalam
Pemenuhan Diet Hipertensi. Riau: Universitas Riau.
Agustina, A, Afiyanti, Y, Ilmi, B. (2017). Pengalaman Pasien Gagal Jantung Kongestif Dalam
Melaksanakan Perawatan Mandiri. Healthy-Mu Journal, 1(1). Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
Alligood, Tomey. (2010). Nursing Theorists and Their Work. Edisi 7. Missoury: Mosbi.
American Heart Association. (2014). Evaluation and Management of Chronic Heart Failure in
the Adult.
Andrianto. (2008). Nesiritide Intravenaa Suatu Peptida Natriutik Untuk Terapi Gagal Jantung
Akut. Universitas Airlangga Surabaya.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bangsawan, Merah., Purbianto. (2013). Faktor Risiko yang Mempercepat Terjadinya Komplikasi
Gagal Jantung pada Klien Hipertensi. Jurnal Keperawata,. 9(2).
Bidwell, Julie T., Vellone, Ercole., Lyons, Karen S., Agostino, Fabio D., Riegel, Barbara., Vela,
Juarez Raul., Hiatt, Shirin O., Alvaro, Rosaria., Lee, Christopher S. (2015). Determinants
of Heart Failure Self Care Maintenance and Management in Patients and Caregivers: A
Dyadic Analysis. Res Nurs Health, 38(5).
Budi, S. C. (2011). Manajemen Unit Kerja Rekam Medis.Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.
13
Burrai, F., Hasan, W., Fancourt, D., Luppi, M., Somma, S.D. (2016). A randomized controlled
trial of listening to recorded music for heart failure patients.
Butler, J. (2010). The Management of Heart Failure. Practice Nursing, 21(6).
Erwinata, Prinda S. (2018). Hubungan Antara Self Management dengan Kualitas Hidup Pasien
Congestive Heart Failure (CHF) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Febtrina, Rizka., Nurhayati. (2017). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Rawat Ulang
Pasien Gagal Jantung di RSUD Arifin Achmad. Jurnal Ipteks Terapan. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Payung Negeri Pekanbaru.
Hamzah, Rori. (2016). Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Kualitas hidup pada
Penderita Gagal Jantung di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Aisyiyah
Yogyakarta.
Hasyyati S, Armiaty. (2018). Hubungan Perilaku Sehat: Kualitas Tidur dengan Self Care
dengan Kualitas Hidup pasien gagal Jantung Rawat Jalan di Pusat jantung Terpadu
RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Keperawatan Universitas
Hasanuddin.
Ihdaniyati, Atina Inayah., Nur A, Winarsih., (2008). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Mekanisme Koping pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSU Pandan Arang
Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan, 4(1). Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Imaligy, E. (2014). Gagal Jantung Pada Geriatri. CDK-212, 41(1). Bandung.
J. Chung, Christine & Schulze, P.Christine. (2012). Exercise in Patients with Heart Failure.
National Institutes of Health, 39(4). New York.
Mary DiGiulio. (2014). Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Rapha.
Masengi, K.G.D, Ongkowijaya, J, Wantania, F.E. (2016). Hubungan hiperurisemia dengan
kardiomegali pada pasien gagal jantung kongestif. Jurnal e-Clinic (eCl), 4(1). Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Notoadmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Buku Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung. Jakarta.
Prihatiningsih, Dwi., Sudyasih, Tiwi,. (2018). Perawatan Diri pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal
Pendidikan Keperawaatan Indonesia, 4(2). Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Purnawati, Ditha A., Arofiati, Fitri., Relawati, Ambar. (2018). Pengaruh Supportive-Educative
System terhadap Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Jantung. Mutiara Medika: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, 18(2).
14
Renpenning, K and Taylor, S. (2011). Self Care Theory in Nursing. Berlin.
Riegel et al. (2010). An Update on the Self Care of Heart Failure Index. National Institutties
Access, 24(6).
Rinawati. (2013). Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Jantung Dalam Manajemen Perawatan Diri.
Fakultas Ilmu Keperawaatan Universitas Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.
Sadiati. (2014). Home Monitoring For Heart Failure Management. Rumah Sakit Universitas
Airlangga.
Smeltzer S. & Bare G. (2013). Keperawatan medikal bedah Brunner dan Suddarth.
Edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Susila & Suyanto. (2014). Metodologi Penelitian Epideemiologi. Yogyakarta: Bursa Ilmu
Tamher, S., Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ufara, Anisa., Purnamasari, Elly., Usniah. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kejadian Rawat Inap Ulang pada Pasien Gagal Jantung Kongesstif di RSU Kabupaten
Tangerang. Tangerang: FIKes UMT
Wahyudi, Yudisfi D J. (2016). Studi Komparasi Activities of Daily Living Pasca Perawatan
pada Pasien Gagal Jantung Berdasarkan Jenis Penyakit di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Yancy, Clyde W et al. (2017). Get With The Guidelines HF A review- 2017 Focused Update of
the ACC/AHA/HFSA Heart Failure Guidelines. American Heart Association.