FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369061-MK-Nisa Nurlita...
Transcript of FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20369061-MK-Nisa Nurlita...
1
FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dr. Myrna laksman-Huntley NIP/NUP : 196101051990032001
adalah pembimbing dari mahasiswa S1 : Nama : Nisa Nurlita Husna NPM : 0906642771 Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi : Prancis Judul Naskah Ringkas : Kritik terhadap Islamofobia di Prancis dalam Lagu Rap menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk (pilih salah satu dengan memberi tanda silang):
√ Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja.
Tidak dapat diakses di UIANA karena:
Data yang digunakan untuk penulisan berasal dari instansi tertentu yang bersifat konfidensial
Akan ditunda publikasinya mengingat akan atau sedang dalam proses pengajuan Hak Paten/ Hak Cipta
hingga tahun……………………………………………………………………
Akan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Nasional yaitu:
………………………………………………………………………………………………..
yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan…………………
tahun……………
Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Internasional yaitu:
…………………………………………………………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan…………………..
tahun……………
Akan diterbitkan pada Jurnal Program Studi/Departemen/Fakultas di UI yaitu:
…………………………………………………………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan……………...tahun………………….
Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu:
…………………………………………………………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan…………. …. tahun………………….
Akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal Internasional yaitu:
…………………………………………………………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan…………. …..tahun………………….
Depok, 21 Februari, 2014
Dr. Myrna Laksman-Huntley
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
2
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh
Nama : Nisa Nurlita Husna
NPM : 0906642771
Program Studi : Prancis
Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis Karya : Makalah Non Seminar
Judul Karya Ilmiah : Kritik terhadap Islamofobia di Prancis dalam Lagu Rap
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di
lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya ilmiah sivitas akademika
Universitas Indonesia.
Dosen Pembimbing : Dr. Myrna Laksman-Huntley
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 21 Februari 2014
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
3
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
4
KRITIK TERHADAP ISLAMOFOBIA DI PRANCIS
DALAM LAGU RAP
Nisa Nurlita Husna
Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Depok, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai kritik seputar Islamofobia yang terjadi di tengah masyarakat Prancis
dalam lagu rap karya grup IAM yang berjudul Pain au Chocolat. IAM merupakan grup rap asal Prancis
yang kerap mengangkat tema-tema sosial dalam karyanya. Lagu Pain au Chocolat merupakan sebuah
lagu dalam album Art Martiens yang dirilis pada tahun 2013. Lagu ini, menurut anggota IAM, merupakan
respon terhadap sebuah polemik dengan nama yang sama, Pain au Chocolat, yang terjadi di Prancis pada
tahun 2012. Polemik ini berawal dari pidato Jean-François Copé, Presiden Partai UMP, di Draguignan
yang dianggap berbau Islamofobia oleh sejumlah masyarakat. Pidato Copé menyinggung adanya kaitan
antara sebuah tindak kriminalitas yang ia saksikan dengan bulan Ramadhan yang merupakan momen
penting bagi umat muslim. Melalui lagu ini pula, IAM menceritakan adanya ketakutan dan kekhawatiran
oleh sejumlah masyarakat Prancis atas Islam dan umat muslim sesuai dengan apa yang mereka saksikan
dalam kehidupan sosial. IAM juga menguraikan dampak negatif yang terjadi atas perdebatan seputar
agama yang selama beberapa waktu terakhir terus terjadi di Prancis.
Kata kunci: kritik, rap, Islamofobia
Abstract
This essay studies criticisms on Islamophobia that happens in French society in the rap song of group
IAM, entitled Pain au Chocolat. IAM is a French rap group that often brings some social themes in their
works. Pain au Chocolat is a song from the album Art Martiens, released in 2013. This song, according
to IAM’s members, is a response to the polemic with the same name, Pain au Chocolat, which has
occurred in France in 2012. The polemic originated from the speech of Jean-François Copé, the
President of UMP Party, in Draguignan, is considered as Islam phobic statements by some people. In his
speech, Copé mentioned a link between a crime he witnessed and Ramadan (fasting month), an important
moment for Muslims. Through this song, IAM also tells the fear and anxiety of some French people
towards Islam and Muslims that they have seen in social life. Moreover, IAM expresses into words the
negative impacts that may arise from debates regarding religion in France.
Keywords: criticism, rap, islamophobia
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
5
Pendahuluan
Rap adalah suatu ekspresi dalam bentuk ucapan
atau vokal yang digabungkan dengan musik. Rap,
menurut Pieter Remes, merupakan sajak dengan
ritme tertentu, antara tuturan dan lagu (1991: 130).
Lagu rap mulai dikenal dunia melalui rap Afrika
Amerika. Sekitar tahun 1970, rap muncul seiring
degan tren DJ (Disc Jockeys) dan selalu
diasosiasikan dengan budaya hip hop yang lahir di
South Bronx, New York, (Remes, 1991: 130).
Terdapat dua jenis rap, yang pertama adalah rap
Afrosentrisme yaitu rap lebih menekankan pada
kekhasan dan identitas Afrika, dan yang kedua
adalah Gangsta rap yang menggunakan bahasa
yang keras dalam lagunya seperti identitas
gangster (Griffin, 1998: 2).
Di Prancis, rap berkembang sekitar tahun 1980.
André J. M Prévos (1998) menerangkan bahwa
musisi rap Prancis pada umumnya berasal dari
daerah pinggiran Prancis. Daerah pinggiran ini
identik dengan kemiskinan dan pendidikan yang
rendah. Daerah yang dimaksud adalah daerah
banlieue yang mencangkup HLM1. Oleh karena
kondisi masyarakatnya, HLM menjadi simbol hal-
hal negatif, seperti peredaran obat-obatan
terlarang, kenakalan remaja dan kekerasan
(Prévos, 1998: 67).
Bagi musisinya, rap selain sebagai seni juga
merupakan penegas dan pembangun identitas
individu (Kellner, 1999). Demikian juga bagi para
musisi rap Prancis. Lagu rap merupakan sebuah
sarana konstruksi identitas (Lasman, 2010). Diah
K. Lasman menjelaskan dalam tesisnya yang
berjudul Representasi Kaum Muda Imigran di
Prancis dalam Lagu Rap Karya Rohff (2010)
bahwa konstruksi identitas pertama yang terlihat
adalah bentuk lirik lagu-lagu rap. Lagu rap
memiliki diksi serta penulisan yang tidak sesuai
dengan standar ortograf dan gramatikal Prancis.
Cara tersebut dapat diartikan sebagai pemenuhan
atas kebutuhan rima lagu atau sebagai dobrakan
atas kelaziman yang dibentuk oleh sistem. Rap
juga kerap menggunakan bahasa spesial seperti
bahasa slang untuk memisahkan diri dengan
yang lain (Remes, 1991: 139). Dengan kata lain,
tujuan penggunaan bahasa tersebut agar hanya
komunitas tertentu dari mereka yang paham pesan
dalam lagu tersebut.
1 Habitations a Loyer Modere: Hunian dengan
biaya sewa yang rendah
Salah satu grup rap ternama Prancis adalah IAM.
April tahun 2013, grup rap yang telah terbentuk
sejak 1989 ini, kembali mengeluarkan sebuah
album berjudul Art Martiens. Sejumlah lagu
dalam album terbaru IAM ini berisikan kritik
seputar permasalahan sosial. Salah satu lagu
dalam album ini adalah Pain au Chocolat. Lagu
ini sempat ramai dibicarakan oleh berbagai media
massa salah satunya adalah L’Express yang
memberitakan dalam sebuah artikel berjudul Pain
au chocolat: la chanson d'IAM qui tacle Jean-
François Copé yang terbit pada 24 April 2013.
Lagu tersebut terinspirasi dari sebuah polemik
dengan nama yang sama. Polemik tersebut timbul
saat Jean-François Copé, Presiden UMP, dalam
pidatonya di sebuah pertemuan di Draguignan
mengatakan:
« Il est des quartiers où je peux comprendre
l’exaspération de certains de nos compatriotes,
père ou mère de famille rentrant du travail le soir,
apprenant que leur fils s’est fait arracher son
pain au chocolat par des voyous qui lui
expliquent qu’on ne mange pas pendant le
ramadan ».2
‘Terdapat sejumlah daerah yang dapat saya
pahami kekesalan dari beberapa saudara sebangsa
kita. Ayah atau ibu sebuah keluarga pulang kerja
di sore hari, kemudian mengetahui bahwa kue
coklat anak mereka dirampas oleh para
berandalan dengan alasan bahwa mereka tidak
boleh makan selama bulan Ramadhan’
Sejumlah media massa mengabarkan bahwa
pernyataan tersebut disorot oleh CFCM (Conseil
Français du Culte Musulman)3
sebagai
pernyataan yang mengandung rasa benci terhadap
muslim (Le Figaro, 11 Oktober 2012). Pernyataan
Copé juga dimaknai sebagai bentuk Islamofobia
atau ketakutan/kecemasan terhadap masyarakat
muslim. Berawal dari polemik ini, IAM
terinspirasi membuat sebuah lagu Pain au
Chocolat yang berisi kritik terhadap sikap Copé
dan masyarakat. Berdasarkan paparan di atas,
maka muncul masalah bagaimana IAM
menghadirkan kritik mengenai Islamofobia dalam
lirik lagu Pain au Chocolat.
2 Dikutip dari “Présidence de l'UMP: Copé, le
pain au chocolat et le ramadan”, www.lexpress.fr,
6 Oktober 2012. 3Lembaga non-profit yang merupakan wadah bagi
semua umat muslim di Prancis.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
6
IAM Kelompok Musisi Prancis
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, IAM
adalah salah satu grup rap ternama di Prancis.
Pada dasarnya, grup rap ini beraliran
Afrosentrisme. Seth Whidden dalam
penelitiannya yang berjudul French Rap Music
Going Global: IAM, They Were, We Are (2007)
menjelaskan bahwa nama IAM, menurut para
anggotanya, memiliki banyak makna. IAM dapat
diartikan sebagai “Invasion Arrivant Mars”. Mars
di sini mengacu pada Marseille, sebuah kota di
Prancis yang merupakan tempat asal mereka.
IAM juga dapat diartikan “Imperial Asiatic Men”
atau pun “Indépendentistes Autonomes
Marseilles”. Akan tetapi, menurut Akhenaton
selaku pemimpin grup menyampaikan bahwa
makna utama dari nama IAM berasal dari bahasa
Inggris, “I am”. Makna tersebut menekankan
eksistensi mereka sebagai pribadi maupun grup
rap. Lagu mereka berjudul Dangerous dari album
“L’école du micro argent” selalu dikaitkan
dengan nama mereka sehingga menekankan
menjadi “I am dangerous” .
Grup ini dibentuk tahun 1989 oleh Philippe
Fragione (Akhenaton), Geoffroy Mussard
(Shurik’n), Eric Mazel (Khéops), Pascal Perez
(Imhotep) dan François Mendys (Khephren).
Dalam berkarya, IAM membawa ideologi
mengenai Afrika dan lebih spesifik, Mesir kuno.
Hal ini terlihat dari pemilihan nama panggung
dari masing-masing personilnya yang diambil dari
mitologi Mesir. Pemilihan mitologi Mesir oleh
IAM beralasan karena mitologi Mesir merupakan
inspirasi tumbuhnya masyarakat Mediterania
(Whidden, 2007: 1011). Masyarakat Mediterania
sendiri merupakan masyarakat dari negara-negara
yang berbatasan dengan Laut Mediterania, antara
lain Mesir, Libya, Aljazair, Yunani dan negara-
negara di Eropa dan Afrika lainnya. (Climagrimed,
FAO, 2003). Prancis adalah salah satu negara
yang berbatasan dengan laut tersebut, tepatnya di
kota Marseille, kota tempat IAM berasal.
Ideologi dan kepedulian IAM terhadap Afrika
terwujud dalam sebuah lagu berjudul “Les Tam-
Tam de L’Afrique” yang pada tahun 1991
(Whidden, 2007: 1011). Lagu tersebut merupakan
lagu rap Prancis pertama yang mengkritik
mengenai perbudakan di Afrika. Ideologi
mengenai Mesir kuno dan Afrika, menurut
Whidden (2007), memungkinkan IAM terhubung
dengan dunia Arab, yang merupakan ras terbesar
penduduk Afrika bagian Utara. Arab selalu
dikaitkan dengan Islam dan menurut IAM
kecenderungan Islamofobia di tengah bangsa kulit
putih cukup besar. IAM sendiri mengakui, akibat
ulah para muslim fundamentalis, stereotip
mengenai Islam dan muslim menjadi cenderung
negatif, meski tidak semua muslim berlaku tidak
baik. Melalui karya dan ideologinya, IAM ingin
agar Arab dan Islam lebih diterima dan ditoleransi
di tengah masyarakat Prancis.
Perhatian IAM terhadap Arab juga tak terlepas
dari latar belakang sebagian anggota grup yang
berdarah campuran Afrika Utara. Kepedulian
IAM tak sebatas pada Arab dan Islam, IAM ingin
masyarakat Prancis lebih berbaur tanpa
memandang ras dan warna kulit. Melalui tujuh
album yang mereka ciptakan sejak tahun 1991,
tampak jelas kepedulian IAM terhadap
permasalahan sosial di negaranya menggiring
IAM untuk menghasilkan karya yang sesuai
dengan ideologi mereka.
Islamofobia sebagai Bentuk Diskriminasi
terhadap Kaum Muslim
Perilaku diskriminasi menurut U.S EEOC (Equal
Employment Opportunity Commision) dan
Pemerintah Inggris dalam situsnya
Discrimination: Your Rights membagi
diskriminasi menjadi beberapa jenis, antara lain
diskriminasi usia, gender, sex, ras, asal negara dan
agama. Diskriminasi terhadap agama terjadi
dalam beberapa dekade terakhir pada Islam dan
umat muslim. Perilaku tersebut disebut
Islamofobia. Islamofobia adalah sebuah kata,
frase atau istilah baru yang merujuk pada
prasangka atau diskriminasi terhadap Islam atau
muslim (Himawan, 2008: 5). Himawan juga
menambahkan, Islamofobia dapat berupa tindakan
kekerasan secara fisik maupun verbal yang
dilakukan terhadap umat muslim, serta perusakan
properti lembaga-lembaga Islam. Perilaku
Islamofobia menyebar luas setelah adanya tragedi
11 September 2011 atau tragedi 9/11 di Amerika
Serikat, ketika WTC (World Trade Center) dan
pangkalan militer, Pentagon, diserang oleh
sejumlah teroris Islam fundamentalis. Ratusan
nyawa jadi korban tragedi tersebut.
The Runnymed Trust4 mengartikan Islamofobia
sebagai ketakutan berlebih dan kebencian
terhadap Islam dan seluruh muslim (the runnymed
trust, 1997). Islamofobia juga dipandang sebagai
suatu fenomena yang disebabkan karena
4 sebuah lembaga survei Inggris yang bergerak di
bidang etnisitas dan keragaman budaya
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
7
masyarakat muslim tidak dapat sepenuhnya
berpartisipasi dalam masyarakat umum di dunia
barat. The Runnymed Trust kemudian meneliti
adanya dua cara pandang terhadap Islam, yaitu
pandangan terbuka dan tertutup mengenai Islam.
Menurut Runnymed Trust, pandangan terbuka
mengenai Islam berupa rasa hormat kepada Islam
dan umat muslim. Sementara itu, pandangan
tertutup mengenai Islam berbanding terbalik
dengan pandangan terbuka. Terdapat delapan poin
pandangan tertutup terhadap Islam antara lain:
1. Islam dipandang sebagai sebuah blok monolitik,
statis dan tidak responsif terhadap perubahan.
2. Islam dilihat sebagai suatu hal yang terpisah
dan ‘liyan’5. Ia tidak memiliki nilai-nilai yang
sama dengan budaya lain, tidak terpengaruh dan
tidak mempengaruhi mereka.
3. Islam dianggap sebagai inferior dari budaya
Barat. Islam juga dipandang sebagai sesuatu yang
barbar, irasional, primitif, dan seksis.
4. Islam dilihat sebagai sebuah kekerasan,
sesuatu yang bersifat agresif, mengancam,
mendukung terorisme, dan terlibat dalam
bentrokan peradaban.
5. Islam dipandang sebagai sebuah ideologi
politik, yang digunakan untuk keuntungan politik
atau militer.
6. Kritik dari muslim mengenai dunia Barat,
ditolak mentah-mentah.
7. Permusuhan terhadap Islam digunakan untuk
membenarkan praktik diskriminasi terhadap
Muslim dan pengucilan Muslim dari masyarakat
pada umumnya.
8. Permusuhan anti-Muslim dipandang sebagai
sesuatu yang alami dan normal.
Pandangan tertutup terhadap Islam inilah yang
kemudian menimbulkan sikap diskriminasi.
Persepsi bahwa Islam lebih inferior dibanding
budaya Barat juga muncul seiring munculnya
ketakutan tersebut. Bahkan sebagian cenderung
memandang Islam sebagai aliran politik, bukan
agama.
Permasalahan terkait masyarakat muslim juga
terjadi di Prancis. Tidak ada sensus resmi
mengenai ras dan agama di Prancis karena sensus
penduduk Prancis tak pernah menyertakan agama
dan ras individu sesuai dengan hukum Prancis 6
Januari 1978, pasal 8 yang berbunyi: <<Il est
interdit de collecter ou de traiter des données à
caractère personnel qui font apparaître,
directement ou indirectement, les origines
raciales ou ethniques, les opinions politiques,
philosophiques ou religieuses.>>.
5 Yang lain/orang lain
‘Dilarang mengumpulkan atau memproses data
pribadi yang tampak, langsung maupun tak
langsung, rasial atau asal etnik, aliran/ pendapat
politik, filosofi atau agama’(Le Figaro, 5 April
2011).
Akan tetapi, media massa Le Figaro edisi 5 April
2011 memaparkan bahwa INSEE (Institut
national de la statistique et des études
économiques ) dan INED (l'Institut national des
études démographiques) pada tahun 2010
mencatat jumlah muslim di Prancis mencapai
sekitar 2,1 juta jiwa. Sementara, menurut Le
Figaro, le ministère de l'Intérieur (Menteri Dalam
Negeri) Prancis mencatat terdapat sekitar 5
hingga 6 juta jiwa di Prancis. Muslim di Prancis
tergolong dalam kelompok minoritas yang
tumbuh secara cepat (AlSayyad et al, 2002: 147).
Pada tahun 2010, terdapat sekitar 5-6 juta
penduduk muslim di negara ini. Penduduk muslim
ini mayoritas merupakan imigran yang berasal
dari kawasan Afrika Utara. Aljazair menempati
urutan pertama, kemudian diikuti oleh Maroko di
urutan kedua.
Para imigran datang ke Prancis pasca Perang
Dunia II. Mayoritas imigran ini adalah para pria
yang datang dengan motif ekonomi. Kedatangan
imigran pada masa pasca PD II tersebut
membawa dampak sosial yang lebih besar dari
kedatangan imigran sebelumnya karena adanya
perbedaan budaya dan latar belakang sejarah yang
terlalu jauh antara para imigran tersebut dengan
masyarakat Prancis. (Miranda, 2007:1-2). Begitu
pula dengan imigran asal Afrika, khususnya
Afrika Utara, yang memiliki latar belakang
budaya yang jauh berbeda dari masyarakat
Prancis. Imigran Afrika Utara merupakan
masyarakat dengan ras Arab dan mayoritas
memeluk agama Islam. Agama Islam terasa asing
di Prancis yang mayoritas masyarakatnya
merupakan pemeluk agama Katolik. Para imigran
ini kemudian menolak kembali ke negaranya dan
menjalani hidup bersama para keturunannya di
Prancis.
Permasalahan terkait Islam dan muslim muncul
kala Prancis menegakkan hukum sekulernya yang
bagi sebagian masayarakat muslim di Prancis sulit
dipatuhi. Misalnya adalah pelarangan
mengenakan atribut agama yang diatur dalam
hukum. Bagi wanita muslim, mengenakan hijab,
yang merupakan atribut agama, adalah
menjalankan perintah Tuhan sekaligus sebagai
identitasnya. Hal ini jelas bertentangan dengan
hukum di negaranya. Citra buruk terhadap Islam
juga kian menguat dan menyebar di seluruh dunia
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
8
kala peristiwa 9/11 terjadi, tak terkecuali di
Prancis.
Polemik Pain Au Chocolat yang timbul dari
pidato Jean-François Copé ditambah
permasalahan sosial terkait diskriminasi suatu
golongan yang tengah terjadi di negaranya,
membuat IAM bersuara lewat sebuah lagu yang
diberi judul serupa dengan polemik yang
menginspirasinya. IAM melontarkan kritik sosial
dan sindiran terhadap sejumlah pihak melalui lagu
ini. IAM dalam lagu ini menempatkan diri
sebagai golongan minoritas yang kerap merasa
mendapat perlakuan yang berbeda dari
masyarakat Prancis pada umumnya. Untuk
melihat isi kritik dan sindiran tersebut, lirik akan
dibahas secara mendalam.
Jean-François Copé dan Pidatonya yang
Dianggap Berbau Islamofobia
Jean-François Copé saat ini menjabat sebagai
Presiden dari partai UMP (Union pour
Mouvement Populaire). Tahun 2012 silam, dalam
pidato kampanyenya untuk pemilihan presiden
UMP di Draguignan, ia mengatakan:
« Il est des quartiers où je peux comprendre
l’exaspération de certains de nos compatriotes,
père ou mère de famille rentrant du travail le soir,
apprenant que leur fils s’est fait arracher son
pain au chocolat par des voyous qui lui
expliquent qu’on ne mange pas pendant le
ramadan »6.
‘Terdapat sejumlah daerah yang dapat saya
pahami kekesalan dari beberapa saudara sebangsa
kita. Ayah atau ibu sebuah keluarga pulang kerja
di sore hari, kemudian mengetahui bahwa kue
coklat anak mereka dirampas oleh para
berandalan dengan alasan bahwa mereka tidak
boleh makan selama bulan Ramadhan’
Sejumlah media massa seperti Le Figaro pada 11
Oktober 2012 silam memberitakan CCIF dan
CFCM menilai bahwa kalimat tersebut
mengandung kebencian terhadap masyarakat
muslim. Copé dianggap melakukan pencemaran
nama baik umat muslim atas nama bulan
Ramadhan (Magnenet, 2012). Pernyataan Copé
6 Dikutip dari “Présidence de l'UMP: Copé, le
pain au chocolat et le ramadan”, www.lexpress.fr,
6 Oktober 2012.
juga disangkal oleh CCIF7karena tidak terbukti
kebenarannya. Situasi yang digambarkan Copé
adalah perampasan kue coklat oleh berandalan
kepada seorang anak kecil di lingkungan
bermainnya atau sekolah. Sementara menurut
CCIF, bulan Ramadhan beberapa tahun terakhir
jatuh pada libur musim panas sehingga anak-anak
tidak berangkat sekolah. CFCM dikabarkan telah
melayangkan gugatan pada Copé atas
pernyataannya tersebut (Francetvinfo, 10
November 2012). Sementara itu, untuk
melakukan dialog dengan masyarakat terkait isu
perampasan kue coklat, sejumlah relawan CCIF
turun ke jalan dan membagi-bagikan kue coklat di
depan stasiun Saint-Lazare (Francetvinfo, 10
November 2012). Meski demikian, permasalahan
berakhir damai setelah diadakan pertemuan antara
presiden CFCM, Mohammed Moussaoui dan
Jean-François Copé, kemudian CFCM mencabut
gugatan terhadap Copé (Le Figaro, 10 Januari
2013).
Polemik tersebut menarik perhatian IAM yang
lantas dalam karya terbarunya bersuara mengenai
kondisi di negaranya yang tengah sibuk
memperdebatkan masalah agama dan peraturan
negara. Dalam lagu ini IAM beberapa kali secara
tegas menyindir Copé atas pidatonya:
<<- Bonjour Madame
- Bonjour Jean-François ça va ?
- Oui
- Je te sers quoi aujourd'hui ?
- Je voudrais un pain au chocolat s'il vous plait
- Mhmm, tu ne dois pas être au courant mais c'est
assez dangereux d'en manger en ce moment.
- Ah bon ?
- Je te suggère plutôt un croque monsieur ou
vraiment le plus sur, le rouleau à la saucisse pure
porc >>
‘– Selamat pagi, Bu
- Pagi Jean François, apa kabar?
- Baik.
- Kamu mau apa hari ini?
- Saya mau roti coklat
- Mhmm, kamu pasti tidak tahu tapi agak
berbahaya memakannya saat ini
- Oh, ya?
- Saya lebih menyarankan un croque monsieur
atau yang lebih pasti, le rouleau à la saucisse
pure porc’
7 CCIF (Le Collectif Contre l'Islamophobie en
France): Sebuah asosiasi hukum yang bertujuan
untuk melawan diskriminasi, prasangka buruk
serta agresi terhadap muslim oleh pelaku
Islamofobia
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
9
Terkait isu perampasan roti coklat oleh
berandalan pada bulan Ramadhan. Penjual roti
menyarankan pada Jean-François untuk membeli
dua jenis roti tersebut dibanding roti coklat.
Biasanya un croque monsieur diisi dengan daging
babi dan le rouleau à la saucisse pure porc juga
menggunakan sosis dari daging babi. Kedua jenis
roti tersebut sama-sama mengandung daging babi
yang haram atau tidak boleh dimakan oleh umat
Islam, sehingga Jean-François, sang pembeli,
tidak perlu cemas rotinya akan direbut oleh para
berandalan dengan alasan bulan Ramadhan. Lirik
tersebut merupakan sindiran yang dialamatkan
IAM kepada Jean-François Copé. Pemilihan nama
Jean-François untuk pemuda kecil yang tengah
membeli roti diambil dari nama Jean-François
Copé. Hal ini ditujukan untuk mempertegas
sindiran pada Copé.
<< Des couplets maladroits pour terroriser le
petit Jean-François >>
‘Lirik-lirik canggung untuk meneror (menakut-
nakuti) Jean-François kecil.’
Kata-kata ini diulang sebanyak empat kali dalam
lagu untuk menekankan sindiran terhadap Jean-
François atas pidatonya di Draguignan.
Perdebatan Terkait Atribut Agama: Identitas
Umat Muslim vs. Hukum Sekuler Prancis
Sebagai negara yang bersifat laïque8
, Prancis
melarang penggunaan atribut agama dalam ruang
publik. Nesïbe Hïcret Soy dalam artikelnya yang
berjudul Islamophobia Rises in France as Identity,
Economic Crises Meet (2013) menerangkan
bahwa tahun 2004, penggunaan atribut
keagamaan dilarang di sekolah menengah atas di
Prancis, termasuk penutup kepala, sepeti hijab.
Tak lama kemudian, larangan tersebut diperluas
hingga ke universitas. Terhitung April 2011,
Prancis secara resmi melarang penggunaan burqa
di publik. Di bawah peraturan hukum, siapa pun
yang mengenakan burqa akan didenda sebesar
150 euro atau dipaksa mengikuti pendidikan
kewarganegaraan Prancis. Muncul banyak
perdebatan seputar isu ini. Seperti yang
diungkapkan IAM:
<< Il y en a qui se demande toujours ce qu’on
fout là, nos boubous et nos foulards.>>
8 Laïque atau sekuler: pemisahan agama dengan
urusan negara.
‘Selalu ada yang mempertanyakan apa yang kami
lakukan di sana, boubou9 dan jilbab kami’
Menurut IAM, perdebatan seputar burqa atau
hijab telah berdampak negatif pada masyarakat.
IAM mengungkapkan penggunaan boubou
ataupun foulard masih tidak sepenuhnya diterima
masyarakat. Pendapat IAM didasari oleh kondisi
Prancis yang selama beberapa tahun terakhir
mengalami permasalahan antara peraturan negara
yang sekuler dengan fakta bahwa sekitar lima juta
penduduk Prancis adalah umat muslim yang tidak
lepas dari atribut keagamaan sebagai identitasnya,
khususnya wanita muslim (muslimah). Para
wanita muslim menolak menanggalkan atribut
keagamaannya yang berarti menentang peraturan
Negara Prancis. Dampaknya, para pengguna
burqa atau hijab, kesulitan mengakses beberapa
layanan publik, bahkan beberapa melaporkan
perlakuan tidak menyenangkan yang mereka
alami akibat pakaian mereka. Meski tidak seluruh
masyarakat Prancis menolak pengguna hijab atau
burqa, para wanita muslim ini kerap merasa
terasing dari sosial dan sulit mendapatkan
pekerjaan.
Menurut IAM, muncul banyak perdebatan terkait
penggunaan hijab dan burqa di ruang publik.
Mereka juga berpendapat bahwa perdebatan tanpa
hasil tersebut kerap kali hanya menimbulkan
permusuhan antar golongan masyarakat tertentu
di Prancis. Akhenaton, salah satu anggota IAM,
menjelaskan lebih lanjut mengenai lirik ini dalam
sebuah wawancara dengan Le Nouvel Obs pada
19 April 2013 silam: <<On a devrais soucis qu'on
lie à des débats stériles sur le voile ou le minaret.
Alorsque la France se vide de son sang>>
‘Kita harus khawatir bahwa kita terikat dalam
sebuah debat steril (debat tanpa hasil) mengenai
hijab dan menara masjid. Sementara Prancis
kehabisan darah.10
’
Berbagai laporan mengenai beberapa tindak
kekerasan terhadap wanita berhijab menjadi salah
satu contoh permusuhan yang timbul akibat
perdebatan tersebut. Permusuhan sesama warga
Prancis ini yang kemudian menjadi kekhawatiran
bagi IAM.
<<La peur débarque et ses fruits sont gorgés de
violence
S’appliquant à donner de nous une image
detestable>>
9 Sejenis jubah, pakaian tradisional Afrika
10 Prancis dalam masalah besar
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
10
‘Ketakutan muncul dan akibatnya penuh akan
kekerasan.
Berlaku untuk memberikan kami citra yang
menyebalkan.’
Kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik
maupun verbal. Menurut IAM, kekerasan verbal
yang dialamatkan pada umat muslim hampir
mereka terima setiap hari, termasuk dari media
massa.
<< Toujours les mêmes mots qu’on entend, mais
ça passé mieux ce coup là. Banalisé le discours se
durcit, et nous, on encaisse. On sent l’impact de
chaque propos relaté par la presse>>
‘Kami selalu mendengar kata-kata yang sama,
meski saat ini hal tersebut menjadi lebih baik di
sana. Wacana biasa yang menguat, dan kami,
kami menerima. Kami merasakan dampak dari
setiap kata-kata yang dikeluarkan oleh pérs.’
Menurut IAM, mereka selalu mendengar kata-
kata yang sama. Kata-kata yang sama ini tidak
dapat diartikan sebagai hal yang positif.
Perkataan negatif ini merupakan bentuk kekerasan
verbal yang dilakukan oleh pelaku Islamofobia.
Seperti yang diberitakan oleh New York Times
pada 18 Juni 2013 adalah sebuah kasus
penyerangan seorang wanita muslim yang terjadi
pada di Argenteuil. Wanita berusia 21 tahun yang
tengah hamil empat bulan ini diserang dua orang
pria asing, hingga keguguran. Pelaku penyerangan
mengumpat-umpat, melepas paksa hijab sang
wanita kemudian menendang perutnya yang
berakibat ia kehilangan bayi dalam rahimnya.
Prasangka Buruk terhadap Muslim oleh
Masyarakat Prancis
Perdebatan terkait muslim tak hanya sebatas
pelarangan burqa, melainkan tentang stereotip
negatif yang melekat pada Islam atau kaum
muslim:
<<Avant on était des bougnoules, négros, ou
basanés. Maintenant on est tous terroristes et
maîtres artificiers. Et c’est reparti, les gens
deviennent fous, la haine fête son retour>>
‘Sebelumnya kami adalah bougnoules,11
negro,12
atau basané13
. Sekarang kami semua adalah
11
Bougnoule: sebutan untuk orang-orang Afrika
Utara, memiliki konotasi negatif.
(http://oumma.com/Le-Bougnoule-sa-
signification) 12
Negro: kulit hitam 13
Basané: kulit coklat, hitam karena matahari
teroris dan ahli bom. Dan mulai lagi, orang-orang
jadi gila, kebencian merayakan kedatangannya
kembali.’
Potongan lirik tersebut menceritakan, imigran
atau keturunan imigran Afrika sebelumnya adalah
bougnoule, negro, atau basané. Sebutan-sebutan
berkonotasi negatif tersebut diberikan masyarakat
Prancis kulit putih pada imigran atau keturunan
Afrika. Sebutan rasial ini tak lepas dari stereotipe
ras terkait. Tidak dipungkiri, awal kedatangan
para imigran asal Afrika ini adalah untuk mencari
pekerjaan di Prancis, dengan keadaan imigran
yang tidak berpendidikan dan berkeahlian khusus.
Pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan-
pekerjaan kasar yang berat. Sebagian besar dari
mereka adalah para pria yang bekerja sebagai
buruh di sektor-sektor industri (AlSayyad et al,
2002: 131-132). Dalam buku Muslim Euro or
Euro-Muslim karya AlSayyad dan kawan-kawan
(2002) menyatakan bahwa tidak semua imigran
ini mampu berbaur secara politik maupun sosial
dengan masyarakat Prancis. Akibatnya, imigran
Afrika dengan tingkat ekonomi sosial yang
rendah ini cenderung menjadi terlihat berbeda
dari masyarakat Prancis kulit putih. Stereotipe
tersebut masih melekat pada keturunan-keturunan
imigran meski mereka telah secara de facto
merupakan warga negara Prancis. Kini sebutan
buruk kepada para imigran dan keturunannya
telah berganti, tak hanya sekadar dijuluki
masyarakat dengan kesejahteraan yang rendah,
tetapi juga disebut sebagai teroris dan ahli bom.
Julukan ini merujuk pada masayarakat ras Afrika
yang juga mayoritas adalah kaum muslim. Hal ini
berkaitan dengan aksi terorisme yang dilakukan
para muslim radikal yang melakukan tindak
kriminal dengan kerap mengatasnamakan agama.
Pemberitaan media mengenai pemboman yang
dilakukan oleh sejumlah kaum muslim radikal
atas nama terorisme, secara tidak langsung
menumbuhkan pencitraan negatif terhadap umat
muslim ataupun Arab di mata masyarakat Barat.
Sejumlah masyarakat bahkan mengeneralisasikan
bahwa semua orang Arab dan muslim identik
dengan kekerasan atau terorisme. Seperti yang
diungkapkan IAM:
<< Les plus atteints voient des Merah partout. Ils
pensent qu’on est tous armés jusqu’aux dents.
Attendant patiemment, une belle occase pour
verser le sang >>
‘Mereka yang paling terpengaruh melihat Merah
di mana-mana. Mereka pikir kami bersenjata
hingga ke gigi. Menunggu dengan sabar,
kesempatan baik untuk menumpahkan darah’
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
11
Mohammed Merah adalah seorang warga Prancis
keturunan Aljazair. Ia diberitakan sebagai seorang
teroris akibat ulahnya menghabisi tujuh nyawa,
tiga di antaranya adalah anak-anak (BBC News
Europe, 22 Maret 2012). Istilah teroris diberikan
karena aksi pembunuhannya dikaitkan dengan
aliran agama yang dianut oleh Merah.
Peristiwa terkait Merah adalah salah satu tindak
kriminal yang dilakukan oleh seorang muslim.
Dari potongan lirik ini, IAM mengatakan bahwa
satu hal yang dilakukan seorang muslim seperti
Merah membuat para muslim lainnya terlihat
sama seperti Merah, yakni pelaku kriminal yang
mengerikan. Masyarakat lain memandang mereka
(muslim) seolah bersenjata hingga ke gigi dan
selalu menunggu dengan sabar kesempatan untuk
menumpahkan darah, artinya bahwa kaum
muslim dipandang berbahaya dan menyukai
kekerasan. Dari sudut pandang IAM, ketakutan
dan prasangka buruk masyarakat terhadap muslim
akibat sejumlah muslim yang melakukan tindak
kriminal menimbulkan kecurigaan terhadap
semua muslim:
<<Les soupçons nous ciblent souvent, sérieux
c’est saoulant.......
Comme si le mal était grave sur nos visages>>
‘Kecurigaan kerap menarget kami, sungguh ini
menjengkelkan...
seolah keburukan menempel di wajah kami’
<< Comme si les memes tuaient au Darfour et
braquaient les Carrefour. Comme si les types qui
à Bagdad attaquaient. Venaient dans nos rues,
armés carjacker>>
‘Seolah-olah orang-orang yang sama yang
membunuh di Darfour14
dan merampok
Carrefour15
. Seolah-olah orang-orang yang
menyerang di Bagdad. Datang ke jalan (tempat)
kami, perampok mobil bersenjata’
Diskriminasi Muslim dalam Kehidupan Sosial
Pasca tragedi 9/11, stereotip Islam dan Arab
khususnya di negara barat menjadi cenderung
negatif. Ketakutan dan kecemasan masyarakat
terhadap muslim tercermin melalui sikap dalam
kehidupan sosial. IAM melihat beberapa
fenomena tersebut terjadi di negaranya. Salah satu
contoh kasus yang disebutkan IAM adalah
14
Sebuah kawasan di bagian timur Sudan yang
tengah berkonflik sejak tahun 2003. 15
Ritel multinasional milik Prancis
permasalahan ekonomi atau yang menyangkut
pekerjaan:
<< Les mauvais noms sur le CV et voilà le job
qui s’en va>>
“Nama buruk dalam CV dan pekerjaan melayang”
Kritik IAM ini terkait teguran Amnesty
International16
kepada beberapa negara Eropa,
khususnya Prancis (Le Figaro, 25 April 2012),
mengenai diskriminasi muslim di dunia kerja.
Beberapa perusahaan tertentu menolak sesorang
bekerja di tempatnya karena pelamar memiliki
nama yang berbau Islam atau mengenakan atribut
agama. Di Prancis sejak tahun 1960, 1970 dan
awal 1980, para pekerja yang merupakan migran
muslim terkadang dibedakan dengan pekerja
lainnya oleh atasannya (AlSayyad, et al, 2002:
132). Sebuah studi milik David Laitin, Claire
Adida, dan Marie-Anne Valfort yang berjudul Les
Français musulmans sont-ils discriminés dans
leur propre pays? Une étude expérimentale sur le
marché du travail (2010) memaparkan bahwa
seseorang dengan nama berbau Islam memiliki
peluang 2,5 kali lebih kecil untuk mendapatkan
pekerjaan dibanding mereka yang tidak memiliki
nama berbau Islam. Dari 275 CV (Curriculum
Vitae) yang dikirim ke sebuh perusahaan, hanya
8% kandidat muslim yang diterima.
Permasalahan dikriminasi ekonomi atau
pekerjaan terhadap Muslim diteliti oleh Laitin dan
kawan-kawan. Dalam penelitian tersebut
dikemukakan bahwa diskriminasi pekerjaan
terhadap muslim kemungkinan berkaitan erat
dengan sejarah Prancis. Jumlah imigran yang
datang mencari pekerjaan di Prancis sangat
banyak dan beberapa dari mereka justru
menimbulkan masalah bagi Prancis. Laitin
mengungkapkan bahwa imigran non-muslim,
tepatnya imigran umat kristian, datang lebih dulu
ke Prancis. Kebanyakan dari mereka berasal dari
negara-negara tetangga di benua Eropa. Beberapa
tahun setelahnya, imigran muslim, yang
kebanyakan berasal dari negara-negara Afrika
bekas kolonial Prancis, datang mencari ke Prancis.
Hal ini, menurut Laitin, dkk, berpengaruh pada
permasalahan perekonomian mereka. Imigran
Kristian datang terlebih dulu ke Prancis dan
memiliki koneksi kerja yang lebih kuat dibanding
imigran muslim yang datang setelahnya.
16
Sebuah organisasi non-pemerintah yang
bertujuan memperjuangkan hak asasi manusia dan
beranggotakan lebih dari tiga juta orang yang
tersebar di seluruh dunia.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
12
Laitin dan kawan-kawan juga melakukan sebuah
percobaan menggunakan tiga buah CV untuk
melamar pekerjaan. CV pertama dari seorang
kandidat yang diberi nama khas Prancis: Aurélie
Ménard. Dua kandidat berikutnya diberikan nama
keluarga (marga) khas Senegal, yaitu Diouf. Akan
tetapi, mereka dibedakan dari nama depannya.
Kandidat kedua bernama khas Islam: Khadija
Diouf. Sementara kandidat ketiga bernama khas
Kristen: Marie Diouf. Ketiga kandidat tersebut
melamar untuk sebuah pekerjaan dengan posisi
yang menuntut mereka untuk sering berhubungan
dengan pelanggan atau mitra bisnis dan ketiga
kandidat memiliki kriteria yang sama: usia 24
tahun, memiliki tiga tahun pengalaman kerja di
bidang serupa, latar belakang pendidikan yang
sama dan tempat tinggal yang berasal dari kelas
ekonomi yang sama.
Ketiga CV kandidat disebar di beberapa
perusahaan berbeda dengan lamaran terhadap
suatu posisi kerja yang sama. Dua kandidat
melamar suatu perusahaan yang sama. Kandidat
dijadikan berpasangan: Aurélie Ménard dan
Khadija Diouf; Aurélie Ménard dan Marie Diouf.
Marie Diouf dan Khadija Diouf tidak
dipasangkan karena khawatir menimbulkan
kecurigaan dari pihak perusahaan. Hasil dari
percobaan ini adalah pasangan Aurélie Ménard
dan Marie Diouf mendapat lebih banyak respon
positif dibanding pasangan Khadija Diouf.
Respon positif yang dimaksud adalah bahwa
kandidat yang melamar dipanggil oleh pihak
perusahaan untuk seleksi pegawai tahap
berikutnya, sementara respon negatif artinya jika
kandidat tidak mendapat panggilan dari
perusahaan atau secara tegas ditolak. Secara
keseluruhan, kandidat bernama Aurélie Ménard
mendapat lebih banyak respon positif dibanding
Marie Diouf dan Khadija Diouf. Sementara hasil
perbandingan antara dua Diouf adalah Marie
Diouf mendapat 100 respon positif, sementara
nama Khadija Diouf mendapat 38 respon positif,
hampir 2,5 kali lebih rendah dari Marie Diouf.
Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa
muslim rata-rata mendapat penghasil sekitar 400
euro lebih rendah dibanding non-muslim.
Ketidakberdayaan Menghadapi Diskriminasi
Sebagian bentuk permasalahan terkait Islam dan
muslim dapat dikomunikasikan dengan dialog
untuk menemukan jalan keluar terbaik bagi semua
pihak. Meski demikian, IAM melihat adanya
beberapa permasalahan dan reaksi negatif terkait
Islam dan muslim, sulit diuraikan untuk kemudian
ditemukan jalan keluarnya. Dari sudut pandang
IAM, sebagian muslim yang merasa dirugikan tak
mampu berbuat banyak.
<< Qu’est-ce qu’on peut dire ? Qu’est-ce qu’on
peut faire ? Nos ambitions, tant de bouteilles à la
mer, amer.>>
<< Qu’est-ce qu’on peut dire ? Qu’est-ce qu’on
peut faire ? Flirter avec la fille de l’enfer,
amer>>
‘Apa yang dapat kami katakan? Apa yang dapat
kami lakukan? Ambisi kami sebanyak botol di
lautan. Getir.’
‘Apa yang dapat kami katakan? Apa yang dapat
kami lakukan? Berpacaran dengan gadis dari
neraka. Getir.’
<<On devrait écrire quoi ?>>
‘Apa yang harus kami tulis?’
Ketiga baris lirik tersebut tersebut diulang hingga
empat kali dalam lagu. Lirik tersebut seolah
menggambarkan ketidakberdayaan golongan yang
terdiskriminasi. Menurut IAM, beberapa faktor
yang menjadi alasan diskriminasi terkadang
adalah sesuatu yang mereka miliki secara alami
dan tak dapat terlepas dari mereka, seperti warna
kulit atau negara asal mereka:
<<Tout dépend d’une chose qu’on n’a pas
décidée
D’où on vient, qui on est, tous ces faits qu’on ne
peut pas renier>>
‘Semua tergantung dari hal yang tidak kami
putuskan (kehendaki). Dari mana kita berasal,
siapa kita, semua fakta ini adalah sesuatu yang tak
dapat kami sangkal.’
Kebencian dan prasangka buruk masyarakat
terhadap muslim tak lepas dari pandangan negatif
terhadap sejumlah golongan atau ras tertentu yang
diidentikkan dengan Islam. IAM melihat bahwa
kebencian terhadap Islam tidak selalu muncul
akibat reaksi muslim yang cenderung berbeda dari
masyarakat Prancis pada umumnya, contohnya
penggunaan hijab atau burqa. Namun demikian,
ada hal-hal lain yang menimbulkan prasangka
buruk akibat stereotip negatif suatu golongan atau
ras, misalnya pada masyarakat dengan ras Arab
atau campuran Arab. IAM menemukan adanya
ketidakberdayaan golongan atau masyarakat dari
ras ini atas perlakuan diskriminasi yang ia terima
karena perlakuan diskriminasi muncul dari
sesuatu yang tak dapat mereka ubah, seperti
identitas dan tempat asal mereka.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
13
Kesimpulan
Lagu rap bagi para musisinya tak hanya sekadar
seni melainkan sebagai penegasan identitas
individu atau kelompok. Di Prancis, sebagian
besar musisi rap berasal dari keturunan imigran
yang tak luput dari kehidupan keras banlieue dan
stereotip buruk, baik sebagai penghuni banlieue
maupun sebagai masyarakat minoritas. Rap
merupakan sarana aktualisasi diri mereka serta
sebagai media untuk menyalurkan suara terkait
kehidupan sosial. Kritik-kritik seputar kehidupan
sosial kerap disisipkan para musisi rap dalam
karyanya, tak terkecuali IAM. Pain au Chocolat
merupakan satu dari karya-karya IAM lain yang
berisi sindiran dan kritik mengenai permasalah
Islamofobia yang tengah terjadi di negaranya.
Islamofobia menjadi permasalahan tersendiri
khususnya di negara-negara barat, termasuk
Prancis. Hal ini terlihat ironi mengingat Islam saat
ini menempati peringkat kedua sebagai agama
yang paling banyak dianut di Prancis. Prancis tak
dapat memungkiri sekitar 10% dari populasinya
adalah warga negara keturunan Afrika, yang
merupakan bekas kolonial Prancis. Sebagian dari
mereka, khususnya mereka yang berasal dari
Afrika Utara, datang dengan membawa serta
budaya dan keyakinan yang menjadi gaya hidup
mereka, yaitu Islam. Islamofobia di Prancis
berkembang seiring maraknya serangkaian aksi
terorisme yang mengatasnamakan agama Islam.
IAM menemukan beberapa bentuk diskriminasi
terhadap terhadap muslim akibat adanya
Islamofobia ini. IAM merasa beberapa bentuk
diskriminasi hanya berakibat pada perpecahan
antargolongan yang menimbulkan masalah dalam
sesama masyarakat Prancis sendiri. Akan tetapi,
seperti halnya lagu IAM yang lain, meski
memasukkan sejumlah kritik dan sindiran
terhadap permasalahan sosial, IAM, dalam sebuah
wawancara dengan Le Nouvel Obs pada 19 April
2013 lalu, mengaku bahwa mereka memosisikan
diri sebagai pengamat yang menceritakan ulang
apa yang mereka saksikan, tanpa bermaksud
menggurui masyarakat.
Daftar Acuan
AlSayyad, Castell, et al. (2002). Muslim Europe
or Euro-Islam. Maryland: Lexington
Books.
Chartier, Claire. (2013). “Islam, le danger
communautariste”. L’express 27
Novembre 2013.
http://www.lexpress.fr/actualite/societe/rel
igion/islam-le-danger
communautariste_1289891.html#HAiJWJv
Zzzhue1iV.99 diakses tanggal 7 Januari
2014, 13.01 WIB.
Erlanger, Steven (2013). “Muslim Woman Suffers
Miscarriage After Attack in France”. The
New York Times June 18 2013.
http://www.nytimes.com/2013/06/19/worl
d/europe/muslim-woman-suffers-
miscarriage-after-attack-in-france.html,
diakses tanggal 10 Januari 2014, 12.17
WIB.
Government of UK (2013). “Types of
Discrimination”. Discrimination: Your
Rights.
https://www.gov.uk/discrimination-your-
rights/types-of-discrimination, diakses
pada 11 Februari 2014, 16.05 WIB.
Griffin, Monica Denise (1998). The Rap on Rap
Music: The Social Construction of
African-American Identity. Disertasi,
Department of Sociology University of
Virginia.
http://search.proquest.com/docview/30449
2464/fulltextPDF/93E3D4F942B24A08PQ
/1?accountid=17242, diakses pada 18
Februari 2014, 21.07 WIB.
Hidayat, Ferry. (2003). Dampak Diskriminasi
terhadap Peluang Hidup Etnis Tionghoa.
Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia.
Himawan, Eko. (2008). Islamofobia di Amerika
Pasca 11 September 2001, Kasus Kapten
James Yee. Tesis, Program Kajian
Wilayah Amerika Program Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Laitin, David, Adida, Claire and Valfort, Marie-
Anne. (2010). Les Français Musulmans
Sont-ils Discriminés dans Leur Propre
Pays? Une Etude Expérimentale sur Le
Marché du Travail. http://sites.univ-
lyon2.fr/chaire-
egalite/IMG/pdf/testing_religion_RAPPO
RTLAITIN.pdf, diakses pada 30 Desember
2013,12.47 WIB.
Lasman, Diah Kartini. (2010). Representasi
Identitas Kaum Muda Imigran di Prancis
dalam Lagu-lagu Rap karya Rohff . Tesis,
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
14
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.
Magnenet, Jean-Christophe (2012). “Plainte
contre Copé après ses propos sur le pain au
chocolat”. Francetvinfo 11 Octobre 2012.
http://www.francetvinfo.fr/france/plainte-
contre-cope-apres-ses-propos-sur-les-
pains-au-chocolat_154107.html, diakses
pada 11 Februari 2014, 20.31 WIB.
Miranda, Airin. (2007). “Masalah Integrasi di
Prancis”.
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/airin.
miranda/publication/masalahintegrasidipra
ncis-amx.pdf, diakses tanggal 2 Juli 2011,
12.56 WIB.
Monier, Jean-François (2012). “Présidence de
l'UMP: Copé, le pain au chocolat et le
ramadan”. L’Express 6 Octobre 2012.
http://www.lexpress.fr/actualite/politique
/cope-le-pain-au-chocolat-et-le-
ramadan_1171072.html, diakses pada 30
Desember 2013, 10.56 WIB.
Prévos, André J. M (2008). “Hip-hop, rap, and
repression in France and in the United
States”. Popular Music and Society.
http://search.proquest.com/docview/20807
6002/fulltext/142B6AE0662776D5773/2?a
ccountid=17242, diakses pada 2 Januari
2014, 12.23 WIB.
Rahmania, Atika Nur. (1996). Musik Sebagai
Bentuk Komunikasi. Skripsi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
Remes, Pieter (1991). “Rapping: A
Sociolinguistic Study of Oral Tradition in
Black Urban Communities in teh United
States”. Journal of the Anthropological
Society of Oxford Vol XXII.
http://www.isca.ox.ac.uk/fileadmin/ISCA/J
ASO/1991-22-2.pdf#page=33, diakses
pada 5 Februari 2014, 19.36 WIB.
Sokullu, Pelin. (2013) “Islamophobia in Europe”.
http://akademikperspektif.com/2013/11/04/
islamophobia-europe/ , diakses tanggal 29
Desember 2013, 15.02 WIB.
Soy, Nesïbe Hïcret (2013). “Islamophobia Rises
in France as Identity, Economic Crises
Meet “. Today’s Zaman 22 Septembre
2013. www.todayszaman.com/news-
327022-islamophobia-rises-in-france-as-
identity-economic-crises-meet.html,
diakses pada 20 Januari 2014, 09.10 WIB.
The Runnymede Trust. (1997). Islamophobia, A
Challenge of Us All. Commission on
British Muslims and Islamophobia .
www.runnymedetrust.org, diakses tanggal
5 Januari 2014, 13.58 WIB.
Tronche, Jean-Frédéric (2013). “VIDEO. IAM
met ses "Arts Martiens" sur le tapis”. Le
Nouvel Obs 19 Avril 2013.
http://obsession.nouvelobs.com/people/201
30417.OBS6002/video-iam-met-ses-arts-
martiens-sur-le-tapis.html, diakses pada 25
Januari 2013, 19.05 WIB.
U.S Equal Employment Opportunity Commision.
Discrimination by Type.
http://www.eeoc.gov/laws/types, diakses
pada 11 Februari 2014, 15.37 WIB.
Vampouille, Thomas (2011). “France : Comment
est Evalué Le Nombre de Musulmans”. Le
Figaro 5 Avril 2011.
http://www.lefigaro.fr/actualite-
france/2011/04/05/01016-
20110405ARTFIG00599-france-comment-
est-evalue-le-nombre-de-musulmans.php,
diakses pada 17 januari 21.04 WIB.
Whidden,Seth (2007). “French Rap Music Going
Global: IAM, They Were, We are”. The
French Review, Vol. 80, No.5.
www.jstor.org, diakses pada 30 Desember
2013, 14.32 WIB.
Wieviorka, Michel (2004). “The Stakes in The
French Sekulerism Debate”. Dissent,
Summer.
2004.http://literature.proquestlearning.com
/quick/displayProquestPdf.do?PQID=6729
17741, diakses pada 7 Januari 2014, 13.26
WIB.
“About Mediterranean Region”. Climagrimed.
http://www.fao.org/sd/climagrimed/c_2_0
2.html, diakses pada 18 Februari 2014,
20.57 WIB.
“Les Musulmans Victimes de Discrimination au
Travai”. Le Figaro 25 Avril 2012.
http://www.lefigaro.fr/emploi/2012/04/25/
09005-20120425ARTFIG00454-les-
musulmans-victimes-de-discrimination-au-
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
15
travail.php, diakses pada 16 Januari 2014,
12.36 WIB.
“Obituary: Toulouse gunman Mohamed Merah”.
BBC News Europe 22 March 2012.
http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-
17456541, diakses pada 8 Januari 2014,
18.42 WIB.
“«Pain au chocolat» : le CFCM retire sa plainte
contre Copé”. Le Figaro 10 Janvier 2013.
http://www.lefigaro.fr/politique/2013/01/1
0/01002-20130110ARTFIG00001-pain-
au-chocolat-le-cfcm-maintient-sa-
plainte.php, diakses pada 17 Januari 2014,
20.35 WIB.
“Pain au chocolat: plainte contre Copé”. Le
Figaro 11 Octobre 2012.
http://www.lefigaro.fr/flash-
actu/2012/10/11/97001-
20121011FILWWW00771-pain-au-
chocolat-le-cfcm-porte-plainte.php,
diakses pada 17 Januari 2014, 20.45 WIB.
“Pain au Chocolat: La Chanson d’IAM qui Tacle
Jean-François Copé”. L’Express 24 Avril
2013.
http://www.lexpress.fr/culture/musique/pai
n-au-chocolat-la-chanson-d-iam-qui-tacle-
jean-francois-cope_1243875.html" \l
"qJcfsSeKhuwk3Gz7.99, diakses pada 17
Januari 2014, 20.33 WIB.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014