FISIOLOGI RESPIRASI

29
FISIOLOGI RESPIRASI Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) seb sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke pe paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam p sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang ma juga melindungi organ lembut. penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Saluran Pernafasan Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua b yaitu (10) : 1. Zona Konduksi Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membe melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. a. Hidung Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearahfaring berperan sebagai system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konk menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel da yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengen partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron. b. Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagia terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring. c. Trakea Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliari pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang ke dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang te dalam asap rokok. d. Bronki atau bronkioli

Transcript of FISIOLOGI RESPIRASI

FISIOLOGI RESPIRASI Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut. penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Saluran Pernafasan Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (10) :

1. Zona Konduksi Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. a. Hidung Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.

b. Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring. c. Trakea Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok. d. Bronki atau bronkioli

Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosadanselanjutnyadibuang.

FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

Siklus Jantung Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik (atau kontraksi otot) dan diastolik (atau reelaksasi otot). Elektrofisiologi Aktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium, dan kalsium (Na+, K+, dan Ca+) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh, Na+ dan Ca+ terutama merupakan ion ekstrasel, dan K+ terutama merupakan ionintrasel. Perpindahan ion-ion ini melewati membran sel jantung dikendalikan oleh berbagai hal, termasuk difusipasif, sawar yang berganutng pada waktu dan voltase,serta pompa Na+, K+-ATPase. Hasil perpindahan ion antar membran merupakan suatu perbedaan listrik melewati membran sel yang dapat digambarkan sebagai suatu potensial aksi. Potensial aksi yang menggamabarkan muatan listrik bagian luar sel, disebut potensial transmembran. Perubahannya terjadi akibat perpindahan ion digambarkan sebagai fase 0 sampai fase 4. Dua tipe utama potensila aksi yaitu : 1. Potensial Aksi Respon Cepat Rangsangan yang meningktakan potensial transmembran menjadi -65mV disebut sebagai potemsial ambang, berperan dalam memlai depolarisasi. Diperlukan potensial transmembran 65mV untuk mengaktivasi saluran Na+ cepat. Perubahan positif cepat dalm potenial transmembran berhubungan dengan depolarisasi, atau fase 0 potensial transmemran menjadi 0 mV dan menginaktivasi saluran Na+ menjadi menutup tetapi tidak terjadi sebelum voltase menjadi ringan. Setelah depolarisasi terjadirepolarisasi awal membran sel yang digambarkan oleh

fase 1 potensila aksi dengan memperlihatkan kembalinya negativasi sebagai perpindahan K+ ke luar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan kimiawi. Perpindahan Ca++ ke dalam sel tidak terjadi jelas pada fase 2, selama ini terjadi plateu dalam potensial transmembran karena C++ berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik perpindahan K+ ke luar sel. Begitu saluran Ca+ tertutup, K+ terus berpindah ke luar sel. Aksi ini enyebabkan kembalinya negativasi potensial transmembran yaitu fase 3 atau fase repolarisasi akhir. 2. Potensial Aksi Respon Lambat Depolarisasi terjdi lebih lambat, pada sel-sel yang berespon lambat. Tidak terjaid fase 1, fase 2 tidak terlalu jauh dengan fase 3, fase 3 timbul segera setelah fase 0 karen asaluran Ca++ lambat menjadi tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan, sejumlah besar K+ berpindah ke luar sel, menyebabkan potensial membran saat istirahat kembali menjadi -55 hingga -60 mV (fase 4), yaitu titik ketika saluran K+ menjadi kurang permeabel terhadap K+. Ultrastruktur Otot Sarkomer yang merupakan unit kontraktil dasar miokardium tersusun oleh dua mikrofilamen yang saling tumpang tindih : filamen tebal miosin dan filamen tipis aktin. Filamen miosin memiliki jembatan khusus, sedangkan filamen aktin memiliki 3 lapisan : aktin, tropomiosin, dan troponin. Kalsium berperan penting dalam ikatan aktin-miosin. Bila tidak terdapat kalsium, tropomiosin dan troponin melindungi tempat aktif pada filamen aktin, sehingga mencegah ikatan dengan miosin. Hal inimenghasilkan relaksasi otot jantung. Bila terdapat kalsium, efek inhibisi tropomiosin dan troponin dapat dihambat sendiri sehingga tempat aktif pada filamen aktin dapat berikatan dengan jembatan penghubung miosin. Hal ini menyebabkan pemendekan sarkomer dan kontraksi otot jantung. Kalsium yang penting dalam ikatan aktin-miosin tersedia selma stimulasi listrik sel jantung. Kalsiumberpindah melalui tubulus transversa dan perpindahannya ke bagian dalam sel menyebabkan lepasnya sejumlah besar kalsium yang tersimpan dari retikulum sarkoplasma. Fase Siklus Jantung 1. Diastasis Pada awal diastolik, darah mengalir cepat dari atrium, melewati katup mitral, dan ke dalam ventrikel. Dengan mulai setimbangnya tekanan antara atrium dan ventrikel, darah mengalir dari atrium ke ventrikel. 2. Kontraksi atrium Betambah 20-30% pengisian atrium, terjdi kontraksi ventrikel dan katup mitral menutup karena tekanan dalam ventrikel lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat pada atrium. 3. Kontraksi isovolumik Volume intraventrikel tetap konstan karena katup mitral maupun aorta menutup.

4. Pompa ventrikular Tekana dalam ventrikel kiri meningkat melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan, mendorong katup aorta terbuka, dan darah tercurah keluar ventrikel. 5. Relaksasi isovolumik Dengan menutupnya katup aorta dan mitral setelah pompa, volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan. Tekanan dalam ventrikel kiri menurun karena ventrikel mulai berelaksasi. Hal ini menurunkan tekanan ventrikel kiri. 6. Pengisian cepat Sementara tekanan ventirkel menurun, terbentuk tekana ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabkan pembukaan katup mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel. Sehingga terjadi periode pengisisan cepat, dan siklus jantung dimulai lagi.

Curah Jantung Volume darah yang dpompa oleh tiap ventrikel per menit. Curah jantung rata-rata adalah 5L/menit. Namun, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Faktor penentu curah jantung yaitu frekuensi jantung dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa setiap ventrikel per detik.

Aliran Darah ke Perifer Alliran darah melalui perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan ekstrinsik dan intrinsik. Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang terutama adlaah sistem saraf simpatis dan pengaturan instrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jairngan lokal dan sangat penting dalam melakukan pengoptimalisasi aliran darah ke otak dan jantung.

Homeostasis Tubuh Terhadap Ketinggian

Adaptasi Terhadap Ketinggian Adaptasi manusia terhadap ketinggian meliputi relatif sebagian kecil dari populasi dunia, hanya sekitar 25 juta orang (kurang dari 1 % masyarakat di dunia) tinggal di tempat yang tinggi. Beberapa daerah di dunia yang mempunyai ketinggian di atas 3000 m dpl yang dihuni oleh manusia antara lain adalah sebagai berikut : 1. Pegunungan Rocky di Amerika Serikat dan Canada 2. Sierra Madre di Meksiko 3. Pegunungan Andes di Amerika Selatan

4. Pegunungan Pyrenes di antara Prancis dan Spanyol 5. Jajaran Pegunungan Turki Timur, Persia, Afganistan, dan Pakistan 6. Pegunungan Himalaya 7. Dataran Tinggi Tibet dan China Selatan 8. Pegunungan Atlas di Moroko 9. Dataran Tinggi di Ethiopia 10. Pegunungan Tinggi Kalimanjaro di Afrika Timur 11. Dataran Tinggi Basuto di Afrika Selatan 12. Pegunungan Tien Shan di Rusia

Dataran tinggi tibet dan Andes dihuni oleh ras mongoloid. Penelitian antropometrik dan fisiologis menunjukkan bahwa Indian Andes mempunyai dada, paru-paru dan jantung yang besar serta darah dengan rasio korpuskulum darah merah yang tinggi. Penduduk yang mendiami daerah tinggi menunjukkan tiga modal utama dalam adaptasi, yaitu : 1. 2. 3. Perubahan fisiologis jangka pendek Modifikasi selama pertumbuhan dan perkembangan Modifikasi unggun gena Penduduk yang tinggal di pegunungan tinggi menggunakan obat-obatan seperti alkohol dan coca (tanaman yang menghasilkan narkotika kokain). Untuk mengurangi beban psikologisnya. Penduduk pada tempat tinggi membuat penyesuaian anatomis dan fisiologis yang khas, yang memberinya kapasitas untuk dapat bekerja pada udara pegunungan yang tipis. Mereka cenderung mempunyai kaki pendek, tumbuh lebih lambat dan volume thoraks yang besar, dada yang membulat dan tulang sternum yang panjang mengakomodasi paru-paru yang lebih besar di dalam costae dan sternum.

Stress Lingkungan pada Tempat Tinggi Lingkungan dataran tinggi mempunyai kondisi yang berbeda dengan dataran rendah, baik dalam komposisi udara, tekanan oksigen, topografi, cuaca, jenis dan komposisi tanah, habitat, dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan besar aktivitas fisik yang berbeda. Phyle dalam Janatin Hastuti (2005) menyatakan bahwa perbedaan dalam ketinggian mempunyai perbedaan dalam ekologi. Hidup pada tempat tinggi akan menerima stress ekologis yang kompleks, diantaranya sebagai berikut : 1. Hipoksia 2. Barometer rendah

3. Radiasi matahari tinggi 4. Suhu udara dingin 5. Kelembaban udara rendah 6. Angin kencang 7. Nutrisi terbatas 8. Medan yang terjal Dengan bertambahnya ketinggian maka tekanan barometer menurun dan kepadatan udara juga menurun. Lingkungan udara pada tempat tinggi dengan tekanan dan kadar oksigen rendah merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam adaptasi fisik maupun fisiologis manusia yang tinggal di tempat tinggi. Udara yang tipis (tekanan oksigen atmosfer yang rendah) pada tempat tinggi menimbulkan permasalahan lingkungan yang tidak dapat dimodifikasi oleh campur tangan manusia hingga abad ini.

Hipoksia Ketinggian Dari segi fisiologis, stress lingkungan yang paling penting adalah hipoksia. Telah diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi lingkungan pada tempat yang tinggi. Dimana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena pengurangan jumlah molekul oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksiegn yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami adaptasi, cedera atau kematian. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan oksigen yang mencapai jaringan, gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan pusing. Hipoksia pada tempat tinggi merupakn stress yang tidak mudah dimodifikasi oleh manusia dengan respon budaya maupun tingkah laku dan lebih jauh, semua sistem organ dipengaruhi oleh hipoksia. Adaptasi biologis terhadap hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial oksigen di atmosfer, yang secara proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian. Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya, sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91 mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan berkurangnya saturasi oksigen darah

arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin dalam darah tergnatung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli. Manusia sendiri baru mengenal kehidupan di ketinggian yang direkayasa setelah mampunya dibuat pesawat terbang pertama kalinya dengan ketinggian jelajah di atas 10.000 kaki, terutama pesawat militer untuk peperangan. Pada manusia yang mencapai ketinggian lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam waktu singkat, tekanan oksigen intra alveolar (PO2) dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan gangguan memori, serta gangguan fungsi serebri mulai bermanifestasi. Pada ketinggian yang lebih saturasi O2 arteri (Sat O2) menurun dengan cepat dan pada ketinggian 5.000 m (15.000 kaki), individu yang tidak teraklimatisasi mengalami gangguan. Resiko klinis hipoksia akut pada ketinggian di atas 10.000 kaki juga kemudian diketahui terutama pada penerbangan unpressured cabin (kabin tanpa rekayasa udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada yang ringan) : penurunan kemampuan terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut jantung, tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output). Sedangkan jika berlanjut terus akan terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya pandangan sentral dan perifer, termasuk ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang terganggu. Demikian juga kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang kritis setelah terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan berlangsung hilang dan pada tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan dengan henti napas. Seseorang yang belum lama berada pada tempat tinggi akan mengalami adaptasi fisiologis yang merupakan efek permulaan dan respon cepat terhadap hipoksia. Menurut Frisancho (1979) dalam Tutiek Rahayu, efek fisiologis hipoksia sangat kompleks dan bermacammacam, yang meliputi : 1. Fungsi Paru-Paru Efek fisiologis pada paru-paru berupa bertambah besarnya ventilais paru-paru seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Volume respirasi per menit pada ketinggian 5000 m naik sekitar 45-69% daripada di daerah permukaan laut. Menurut hasil penelitian saat ini, kenaikan ventilasi paru-paru disebabkan oleh stimulasi badan varoid dan kemoreseptor lainnya oleh hipoksemia. Sebagai akibat dari kenaikan ventilasi pembuangan karbondioksida juga meningkat, yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik. 2. Fungsi Sirkulasi pada Jantung Dengan bertambahnya hipoksia kecepatan denyut jantung bertambah dari rerata 70 detak per menit menjadi sekitar 105 per menit pada ketinggian 4500 m. Jam-jam pertama setelah tiba pada

ketinggian tertentu, denyut nadi saat istirahatmenurun dan kemudian meningkat, pada ketinggian 2000 m peningkatan adalah 10% dan pada ketinggian 4500 m adalah 50%. 3. Darah Meliputi kenaikan produksi sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin, kenaikan volume darah serta aktivitas erythropoietik. Pada ketinggian 5000 m jumlah sel darah merah naik dari 5 juta menjadi 7 juta per mm3, kenaikan terjadi pada hari ke 7-14 setelah berada pada ketinggian tersebut. Volume darah bertambah dari 40ml/kg menjadi 50 ml/kg pada ketinggian 4540 m selama 1-3 minggu. Kenaikan produksi sel darah merah tersebut disebabkan oleh kenaikan aktivitas erythropoietik 4. Sirkulasi Retinal Setelah 2 jam berada di ketinggian 5330 m diameter arteri dan vena retinal akan naik sekitar seperlimanya. 5. Sensitivitas Cahaya Semakin tinggi tempat semakin besar penurunan sensitivitas cahya. Pada ketinggian diatas 4500 m, dibutuhkan sekitar 2,5 kali intensitas normal pada dpl untuk cahaya agar bisa nampak. 6. Memori dan Pembelajaran Memori akan menurun dengan bertambahnya ketinggian terutama diatas 3660 m. 7. Pendengaran Mempunyai sensitivitas paling rendah terhadap hipoksia. Penurunan ketajaman pendengaran dapat terjadi pada ketinggian lebih dari 6000 m.

8.

Fungsi Motorik Pada ketinggian lebih dari 4500 m dilaporkan terdapat gejala kelemahan dan inkoordinasi muskuler yang belum jelas disebabkan oleh penurunan kapasitas fungsional otot itu sendiri atau ketiadaan stimulasi otot.

9.

Perasa dan Pengecap Berada pad atempat tinggi mempengaruhi pemilihan makanan, pada umumnya lebih suka memilih gula dan keinginan untuk lemak menurun. Rasa manis gula berkurang pada tempat tinggi dan dibutuhkan sekitar dua kali jumlah normal untuk rasa manis yang sama di daerah rendah.

10.

Anoreksia dan Kehilangan Berat Badan Penurunan berat badan disebabkan oleh penurunan konsumsi makanan dan juga oleh kehilangan air badan. Salah satu akibat utama anoreksia adaah ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.

11.

Aktivitas Ginjal

Terjadi kenaikan aktivitas pada korteks dan medulla ginjal, reduksi sekresi aldosteron dan kenaikan kadar renin dalam plasma 12. Fungsi Tiroid Berada pada tempat tinggi menyebabkan penurunan fungsi tiroid serta retensi iodium. 13. Sekresi Testosteron Berada pada ketinggian 4250 m selama 3 hari pertama menyebabkan penurunan sekresi testosteron lebih dari 50% yang disebabkan oleh turunnya Luiteinizing Hormon dalam plasma 14. Fungsi Seksual Meliputi penurunan spermatogenesis, perubahan histologis pada testis, terganggunya seklus estrus dan meningkatnya gangguan menstruasi Toleransi terhadap tempat tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu umur, ketahanan fisik, dan jenis kelamin. Individu yang masih muda lebihbaik dalam melakukan adaptasi daripada yang sudah tua, ini disebabkan karena fungsi metabolisme tubuh pada usia muda masih baik juga mobilisasi air plasma dalam ruang interstitial atau ekstraseluler. Individu dengan ketahanan fisik yang tinggi memberi toleransi terhadap stress hipoksia lebih baik. Perempuan melakukan adaptasi terhadap ketinggian dengan lebih baik daripada laki-laki.

Mekanisme Adaptasi Terhadap Ketinggian 1. a. Adaptasi Biologi Adaptasi Fungsional Setelah efek permulaan dan respon terhadap stress ketinggian, biasanya dicirikan dengan menghilangnya gejala mountain sickness akut terjadi respon adaptasi yang berkembang secara gradual kadang membutuhkan waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun untuk perkembangan yang lengkap. Frisancho (1979) menyebutkan beberapa mekanisme adaptasi fungsional terjadi melalui aklimatisasi berhubungan langsung dengan ketersediaan oksigen dan tekanan oksigen pada jaringan, terjadi melalui modifikasi : a. b. c. d. e. Ventilasi paru-paru. Volume paru-paru dan kapasitas difusi pulmoner. Transport oksigen dalam darah. Difusi oksigen dari darah ke jaringan. Penggunaan oksigen pada tingkat jaringan. Penduduk asli kota pada tempat tinggi beraklimatisasi terhadap tempat tinggi sejak lahir atau selama pertumbuhan mempunyai kapasitas aerobic yang lebih tinggi daripada subjek yang beraklimatisasi pada saat dewasa. Diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat tinggi selama

masa pertumbuhan hampir 25% variabilitas dalam kapasitas aerobic dapat dijelaskan dengan faktor perkembangan dan dengan faktor genetis 20-25 % (Frisancho et al 1995 dalam Tutiek Rahayu). Hubungan antara tingkat aktivitas pekerjaan dan aktivitas aerobic yang lebih besar diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat tinggi sebelum umur 10 tahun daripada setelah umur tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas aerobik normal pada tempat tinggi berhubungan dengan aklimatisasi perkembangan dan fakor genetik tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti aktivitas pekerjaan dan komposisi badan. Kapasitas untuk beradaptasi pada tempat yang tinggi bervariasi pada tiap individu. Beberapa orang tidak pernah beraklimatisasi dengan sukses sementara lainnya dapat menyesuaikan diri tetapi tidak dapat bekerja dengan penuh. Salah satu penyebab stress lingkungan di ketinggian untuk manusia yakni tekanan udara yang rendah yang menjadi faktor keterbatasan signifikan dalam daerah ketinggian.

Gambar 1. Tekanan udara menurun ketika ketinggian meningkat. Presentase oksigen di udara pada ketinggian 2 mil (3,2 km) sama seperti sea level (21%). Namun tekanan udara lebih rendah 30 % pada ketinggian yang lebih jauh disebabkan molekul pada atmosfer lebih jarang sehingga letak molekul-molekul tersebut saling berjauhan. Ketika kita menghirup udara pada sea level, tekanan atmosfer sekitar 1,04 kg per cm2 yang menyebabkan oksigen dengan mudah melewati membrane permeable selektif paru menuju darah. Pada ketinggian tekanan udara yang lebih rendah membuat oksigen sulit untuk memasuki sistem vascular tubuh. Hasilnya berdampak pada hipoksia atau kekurangan oksigen. Ketika kita bepergian ke daerah yang lebih tinggi tubuh kita mulai membentuk respon fisiologis yang efisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut jantung hingga dua kali lipat walapun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian tubuh mulai membentuk respon efisien secara normal yaitu aklimatisasi. Sel darah merah lebih banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan lebih mengembang untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula peningkatan vaskularisasi otot yang memperkuat transfer gas.

Gambar 2. Proses aklimatisasi terhadap tekanan oksigen yang rendah.

Ketika kembali pada level permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses terhadap ketinggian, tubuh akan mempunyai lebih banyak sel darah merah dan kapasitas paru yang lebih besar. Berdasarkan hal ini, Amerika dan beberapa Negara lain sering melatih para atletnya di pegunungan. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat. Pada beberapa minggu tubuh akan kembali pada kondisi normal.

Gambar 3. Kondisi tubuh yang menguat untuk waktu singkat setelah kembali dari ketinggian. b. Adaptasi Biokimia Pada ketinggian didapati terjadinya stress reduktif yang juga mengakibatkan peningkatan produksi radikal bebas oleh sistem transport electron mitokondria terutama pada kompleks I dan III. Pada hipoksia, terjadi penurunan jumlah oksigen yang tersedia untuk direduksi menjadi H2O pada sitokrom oksidase. Terjadilah akumulasi ekuivalen pereduksi yang menginduksi auto oksidasi kompleks mitokondria dan membangkitkan spesies oksigen reaktif. Hipoksia ini dapat menyebabkan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif seperti anion superoksida (O 2-), radikal hidroksil (-OH), dan hydrogen peroksida (H2O2) dari sel parenkim dan endotel vaskuler yang hipoksik. Maka dari itu, sel memiliki mekanisme pertahanan terhadap radikal bebas yakni berupa sistem antioksidan sebagai adaptasi biokimia dengan memiliki enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase. c. Adaptasi Genetik Faktor genetik berperan dalam adaptasi terhadap ketinggian dengan ditemukannya gen yang selektif pada lingkungan hipoksia. Individu dengan alel dominan untuk saturasi oksigen lebih tinggi mempunyai keuntungan selektif pada lingkungan tinggi yang hipoksia. Belum banyak penelitian yang menghubungkan antara faktor genetik dengan ketinggian geografis. Gelvis meneliti manusia yang tinggal di dataran tinggi Tibet untuk mengetahui bagaimana protein melindungi enzim yang berperan dalam mekanisme perlindungan otot dari bahaya oksidatif. Hasil penelitian mereka menyebutkan adanya adaptasi pada tingkat protein yang menyebabkan orang Tibet mampu hidup di ketinggian. Simonson juga menemukan adanya bukti genetik adaptasi orang Tibet di dataran tinggi. Hasil penelitian mereka menunjukkan dengan akurat ternyata DNA orang Tibet tidak sama dengan orang yang hidup di dataran tinggi Tiongkok. Mereka menemukan dua gen yaitu EGLN 1 dan PPARA yang terletak pada kromosom manusia 1 dan 22. Peranan gen tersebut dalam adaptasi di dataran tinggi tidak jelas, baik EGLN1 dan PPARA dapat menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin. Seluruh manusia

mempunyai gen EPAS1, tetapi orang-orang Tibet mempunyai versi gen yang spesial. Melalui proses evolusi yang panjang, individu-individu yang mewarisi jenis gen ini mampu bertahan dan menurunkannya pada anak-anak mereka, sehingga jenis gen spesial ini menjadi sesuatu yang sudah lumrah di seluruh penduduk. Penelitian yang berhubungan dengan ketinggian untuk daerah ATPase6 mtDNA manusia sudah pernah dilakukan oleh Ariningtyas dan Humayanti. Mereka meneliti variasi mutasi pada populasi dataran rendah Cirebon dan dataran tinggi Kuningan. Hasil penelitian mereka belum ditemukannya mutasi spesifik untuk populasi dataran rendah dan dataran tinggi, karena mutasi A8701G dan A8860G yang ditemukan terdapat pada dua populasi yang diteliti. 2. Adaptasi Budaya Adaptasi ini adalah kebiasaan-kebiasaan penduduk untuk menyikapa keadaan alamnya sehingga terbentuk lah kebudayaan-kebudayaan. Dengan kata lain, adaptasi budaya yaitu respon nonbiologis individu atau popilasi untuk memodifikasi atau mengurangi stess lingkungan. Adaptasi budaya merupakan mekanisme penting yang mempermudah adaptasi biologi manusia. Melalui adaptasi budaya manusia dapat bertahan hidup dan mendiami jauh ke kondisi lingkungan yang ekstrim. Manusia adalah hewan yang mempunyai kebudayaan, yang mebuat alat-alat untuk mengeksploitasi lingkungan, mempunyai bahasa untuk berkomunikasi, serta mempunyai

organisasi sosial sebagai alat untuk menghadapi lingkungan. Tidak seperti hewan lain yang mengeksploitasi dan beradaptasi trhadap lingkungan dengan biologi dan raganya, maka manusia melakukannya teruyama dengan budaya, jadi secara ekstrabiologis atau supraorganis. Wujud adaptasi budaya manusia misalnya : a. Konstruksi rumah Konstruksi rumah di dataran tinggi biasanya dibangun dengan tembok yang lebih tebal atau dari kayu untuk menjaga kehangatan suhu ruangan. Ventilasi dan jendela besar, kadang banyak agar sirkulasi udara baik mengingat tekanan oksigen di daerang tinggi relatif kecil. (sumber: adhvara.com) (sumber: denyrendra.net)

Gambar 4 Contoh rumah kayu di dataran tinggi

(sumber: pricearea.com) Gambar 5 Contoh rumah tembok di dataran tinggi a. Penggunaan pakaian pada bermacam-macam iklim Penduduk yang tinggal di daerah tinggi dengan hawa dingin menggunakan pakaian yang tebal untuk menghindari hilangnya pengeluaran panas yang berlebihan dari tubuhnya.

b. Pola tingkah laku tertentu Penduduk di daerah tinggi cenderung lebih sering berjalan kaki jauh daripada yang tinggal di daerah perkotaan sehingga lebih kuat berjalan kaki. c. Pengobatan dari cara primitif sampai cara modern Penggunaan informasi budaya yang dilakukan oleh kelompok sosial dan ditransformasikan melalui pembelajaran pada tiap generasi merupakan salah satu bentuk respon adaptif yang berkembang pesat pada manusia, contoh salah satu aspeknya adalah perkembangan sistem medis. a. Kebiasaan kerja yang menunjukkan adaptasi terhadap stress iklim Kenaikan produksi energi yang menyertai revolusi industri dan pertanian. Budaya dan teknologi mempermudah adaptasi biologi, tetapi juga menciptakan dan terus menciptakan kondisi stress baru yang membutuhkan respon adaptasi baru pula. Suatu modifikasi kondisi lingkungan dapat dihasilkan oleh perubahan yang lainnya, misalnya kemajuan dalam ilmu pengetahuan kedokteran dengan sukses mengurangi kematian bayi dan orang dewasa pada tingkat di mana populasi dunia tumbuh pada kecepatan eksplosif dan meskipun sumber makanan bertambah, tetap akan terjadi kelaparan. Teknologi barat meskipun menaikkan standar hidup juga menciptakan polusi lingkungan yang menjadikan hidup dan kesehatan tidak bagus lagi. Jika proses ini berlangsung terus tanpa kontrol, polusi lingkungan akan menjadi suatu kekuatan selektif lain yang menuntut manusia harus beradaptasi melalui proses biologis atau budaya atau akan mengalami kemusnahan. Adaptasi yang dilakukan manusia pada dunia sekarang mungkin tidak sesuai lagi dengan bentuk pertahanan hidup di dunia pada masa yang akan datang, kecuali manusia belajar untuk menyesuaikan budaya dengan kapasitas biologisnya. Aklimatisasi Terhadap Ketinggian Setelah beberapa waktu tinggal di ketinggian terjadilah penyesuaian dengan iklim lingkungan setempat (aklimatisasi). Ventilasi paru terus meningkat dan juga terjadi peningkatan progresif dari jumlah eritrosit dan Hb dalam beberapa bulan yang akan membantu memulihkan kandungan O2 dan transportasinya. Juga terdapat peningkatan kapilarisasi dan konsentrasi enzym-enzym oksidatif dalam otot-otot yang akan berperan meningkatkan performance. Perubahan-perubahan adaptif ini meningkatkan kemampuan endurance, tetapi tidak akan pernah mencapai nilainya di permukaan laut. Waktu untuk terjadinya aklimatissi penuh tergantung pada ketinggian dan bersifat individual. Diperlukan waktu sekitar 3 minggu untuk beraklimatisasi terhadap ketinggian sedang (2300-2700 m). Walaupun telah diperlukan waktu untuk terjadinya penyesuaian-penyesuaian ini, pada ketinggian 2300 m konsumsi O2 maximal tetap turun 6-7% di bawah nilai yang dapat diperoleh di permukaan laut. Hal ini berarti bahwa proses aklimatisasi

memulihkan 3-4% kemampuan penampilannya. (Ingat: nilai konsumsi O2 max menurun 3% untuk setiap kenaikan 300 m di atas ketinggian 1500 m). Tetapi di atas 6000 m aklimatisasi tidak mungkin dan dengan pemaparan yang lama orang akan mengalami kemunduran, kehilangan berat badan dan kemampuan penampilannya.

Patofisiologi Ketinggian Patofisiologi ketinggian yang dimaksud adalah penyakit fisiologis yang disebabkan oleh stress lingkungan tempat tinggi. Terdapat beberapa penyakit fisiologis pada ketinggian seperti mountain sickness akut dan edema pulmoner. Mountain sickness akut terjadi selama beberapa hari pertama berada pada hipoksia tempat tinggi. Gejalanya umumnya meliputi anoreksia, mual dan muntah, kelelahan fisik dan mental, gangguan tidur dan sakit kepala. Sementara edema pulmoner mempunyai ciri patologis seperti edema yang tersebar luas pada alveoli, penyumbatan ekstensif kapiler dengan bekuan sel darah merah dan konstriksi vaskuler pulmoner. Penyebabnya diduga karena kenaikan tekanan kapiler. Pendakian yang cepat ke ketinggian sedang dan yang lebih tinggi, sering disertai dengan berbagai gejala penyakit, diantaranya sebagai berikut : 1. Penyakit Gunung Akut Ini adalah kondisi yang sering dialami pada 4-72 jam pertama pada ketinggian di atas 2000 m. Hal ini disertai dengan gejala-gejala misalnya sakit kepala, mudah tersinggung, susah tidur, pusing, mual, tak ada nafsu makan dan muntah. Berat gejala-gejala tersebut bagian terbesarnya tergantung pada kecepatan pendakian. Penyakit gunung akut (PGA) dapat diminimalkan bila pendakian dari ketinggian rendah (2000 m) berlangsung lambat meliputi beberapa hari, asupan cairan dan karbohidrat dalam tata-gizi ditingkatkan dan program latihan diatur pada tingkat yang ringan. Biasanya penyakit itu hanya berlangsung untuk 2-3 hari. Acetazolamide (Diamox = sejenis diuretika) terbukti dapat meminimalkan kejadian PGA (Sutton et al. 1979). 2. Udema Paru Pada Ketinggian Tinggi Hal ini adalah kegawatan medis dan memerlukan pertolongan segera dan bila mungkin dievakuasi. Perjalanan waktunya sama dengan PGA. Gejalanya yang menonjol meliputi sesak nafas, batuk, rasa tak nyaman di dada dan sering disertai terbentuknya sputum yang banyak dan berbusa disertai bercak darah. Pertolongan terdiri dari mengistirahatkan penderita dalam posisi tegak (mengurangi udeme paru), memberi O2, frusemide (Lasix - diuretika) dan bila mungkin segera evakuasi. 3. Udema Cerebral Pada Ketinggian Tinggi

Hal ini jarang, tetapi merupakan ancaman maut yang terjadi pada ketinggian lebih dari 4000 m. Gejalanya meliputi sakit kepala yang hebat, disorientasi, halusinasi dan coma, dan pertolongan memerlukan terapi O2, kortikosteroid intravena dan segera evakuasi ke dataran rendah. Sekali lagi, pencegahannya dapat dilakukan dengan memberi waktu untuk aklimatisasi selama pendakian yaitu pendakian harus dilakukan secara lambat. 4. Perdarahan Retina Pada Ketinggian Pada ketinggian di atas 3500 m perdarahan-perdarahan kecil dapat terjadi di retina. Biasanya asymptomatik kecuali bila terjadi di daerah macula lutea maka akan terjadi gangguan penglihatan. Perkiraan bahwa pendaki-pendaki gunung yang terlatih akan mendapat risiko yang lebih sedikit terhadap masalah-masalah ketinggian ternyata tidaklah benar. Bahkan pendakipendaki besar seperti Sir Edmund Hillary (orang pertama yang mencapai puncak Gunung Everest) juga menderita beberapa kegawatan medis oleh ketinggian, yang mengancam maut.

VITAL SIGNTEKANAN DARAH Tekanan Sistol mmHg = 160 Tekanan Diastol mmHg =100

Normal Prehipertensi Hipertensi grade 1 Hipertensi grade 2 DENYUT NADI Normal : 60-100 x/menit Takikardi : >100 x/menit Bradikardi < 60x/menit RESPIRASI Normal : 14 20 x/menit

pada keadaan istirahat 14-18 x/menit Pada bayi bisa : 44 x/menit SUHU

Normal : 36,6-37,2 C Oral : 0,2-0,5 C lebih rendah dari suhu rektal Axilla : 0,5 C lebih rendah dari suhu oral RUMPLE LEED Normal : dalam lingkaran diameter 5cm didapat 0-10 petekie TINGKAT KESADARAN adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). PEMERIKSAAN TANDA TANDA VITAL A. Pemeriksaan Nadi Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses pemompaan jantung. Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau istirahat. Kondisi hipertermia dapat meningkatkan denyut nadi sebanyak 15 20 kali per menit setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius.

Penilaian denyut nadi yang lain adalah takikardia sinus yang ditandai dengan variasi 10 15 denyutan dari menit ke menit dan takikardia supraventrikuler paroksimal ditandai dengan nadi sulit dihitung karena terlalu cepat (lebih dari 200 kali per menit). Bradikardia merupakan frekuensi denyut jantung lebih lambat dari normal. Pemeriksaaan nadi yang lain adalah iramanya, normal atau tidak. Disritmia (aritmia) sinus adalah ketidakteraturan nadi, denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat ekspirasi.

B. Pemeriksaan Tekanan Darah Pemeriksaan tekanan darah indikator penting dalam menilai fungsi kardiovaskuler. Dalam prosesnya perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ; 1. Tolakan Perifer. Merupakan sistem peredaran darah yang memiliki sistem tekanan tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah (pembuluh kapiler dan vena), diantara keduanya terdapat arteriola dan pembuluh otot yang sangat halus. 2. Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang dipompa ke dalam arteria menyebabkan arteria akan lebih menggelembung dan mengakibatkan bertambahnya tekanan darah. Begutu juga sebaliknya. 3. Volume darah. Bertambahnya darah menyebabkan besarnya tekanan pada arteria. 4. Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari perbandingan sel darah dengan plasma.

C.Pemeriksaan Pernapasan Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Menilai frekuensi, irama, kedalaman dan tipe atau pola pernapasan

D. Pemeriksaan suhu Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui metabolisme darah. Keseimbangan suhu harus diatur

dalam pembuangan dan penyimpanannya di dalam tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Pembuangan atau pengeluaran panas dapat terjadi melalui berbagai proses, diantaranya ; 1. Radiasi, yaitu proses penyebaran panas melalui gelombang elektromagnet.

2. Konveksi, yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran antara daerah yang kepadatannya tidak sama seperti dari tubuh pada udara dingin yang bergerak atau pada air kolam renang. 3. Evaporasi, yaitu proses perubahan cairan menjadi uap. 4. Konduksi, yaitu proses pemindahan panas pada objek lain dengan kontak langsung tanpa gerakan yang jelas, seperti bersentuhan dengan permukaan yang dingin dan lain lain.

Tanda-tanda vital berguna dalam mendeteksi atau pemantauan masalah medis, yang berkaitan dengan masalah kesehatan klien. Tekanan Darah / Tensi Tekanan darah, adalah kekuatan yang mendorong darah terhadap dinding arteri, Tekanan ditentukan oleh kekuatan dan jumlah darah yang dipompa, dan ukuran serta fleksibilitas dari arteri, diukur dengan alat pengukur tekanan darah dan stetoskop. Tekanan darah terus-menerus berubah tergantung pada aktivitas, suhu, makanan, keadaan emosi, sikap, keadaan fisik, dan obat-obatan. Dua angka dicatat ketika mengukur tekanan darah. Angka yang lebih tinggi, adalah tekanan sistolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh. Angka yang lebih rendah, adalah tekanan diastolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung beristirahat dan pengisian darah. Baik tekanan sistolik dan diastolik dicatat sebagai mm Hg (milimeter air raksa). Rekaman ini merepresentasikan seberapa tinggi kolom air raksa diangkat oleh tekanan darah.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi, langsung meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (serangan jantung) dan stroke (serangan otak). Dengan tekanan darah tinggi, arteri dapat

mengalami peningkatan resistensi terhadap aliran darah, menyebabkan jantung memompa lebih keras untuk mengedarkan darah. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dari National Institute of Health (NIH), tekanan darah tinggi atau hipertensi bagi orang dewasa didefinisikan sebagai: Tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi dan tekanan diastolik 90 mm Hg atau lebih tinggi. Dalam Pembaruan NHLBI pedoman untuk hipertensi pada tahun 2003, sebuah kategori tekanan darah baru ini ditambahkan disebut prehipertensi yaitu tekanan sistolik 120 mm Hg 139 mm Hg dan tekanan diastolik 80 mm Hg 89 mm Hg

Panduan NHLBI baru sekarang mendefinisikan tekanan darah normal sebagai berikut: tekanan sistolik kurang dari 120 mm Hg dan tekanan diastolik kurang dari 80 mm Hg Namun angka-angka ini harus digunakan sebagai pedoman saja. Sebuah pengukuran tekanan darah tinggi tidak selalu merupakan indikasi dari suatu masalah. membuat diagnosis hipertensi (tekanan darah tinggi) tidak hanya dari pengukuran sekali saja namun perlu melihat beberapa pengukuran tekanan darah selama beberapa hari atau minggu sebelumnya. Denyut Nadi Denyut nadi adalah jumlah denyut jantung, atau berapa kali jantung berdetak per menit. Mengkaji denyut nadi tidak hanya mengukur frekuensi denyut jantung, tetapi juga mengkaji :

irama jantung kekuatan denyut jantung Nadi normal untuk orang dewasa yang sehat berkisar 60-100 denyut per menit. Denyut nadi dapat berfluktuasi dan meningkat pada saat berolahraga, menderita suatu penyakit, cedera, dan emosi. Suhu Tubuh Suhu tubuh normal seseorang bervariasi, tergantung pada jenis kelamin, aktivitas, lingkungan, makanan yang dikonsumsi, gangguan organ, waktu. Suhu tubuh normal, menurut American Medical Association, dapat berkisar antara 97,8 derajat Fahrenheit, atau setara dengan 36,5 derajat Celsius sampai 99 derajat Fahrenheit atau 37,2 derajat Celcius. Suhu tubuh seseorang dapat diambil melalui :

Oral Suhu dapat diambil melalui mulut baik menggunakan termometer kaca klasik atau yang lebih modern termometer digital yang menggunakan probe elektronik untuk mengukur suhu tubuh.

Dubur Suhu yang diambil melalui dubur (menggunakan termometer gelas atau termometer digital) cenderung 0,5-0,7 derajat lebih tinggi daripada ketika diambil oleh mulut.

Aksilaris Temperatur dapat diambil di bawah lengan dengan menggunakan termometer gelas atau termometer digital. Suhu yang diambil oleh rute ini cenderung 0,3-0,4 derajat lebih rendah daripada suhu yang diambil oleh mulut.

Telinga Termometer khusus dengan cepat dapat mengukur suhu gendang telinga, yang mencerminkan suhu inti tubuh (suhu dari organ-organ internal).

Mungkin suhu tubuh abnormal karena demam (suhu tinggi) atau hipotermia (suhu rendah). Demam ditandai ketika suhu tubuh meningkat di atas 37 derajat Celsius secara oral atau 37,7 derajat Celsius melalui dubur, menurut American Medical Association. Hipotermia didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh di bawah 35 derajat Celsius. Tingkat Respirasi Tingkat respirasi atau respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada meningkat. Respirasi dapat meningkat pada saat demam, berolahraga, emosi. Ketika memeriksa pernapasan, adalah penting untuk juga diperhatikan apakah seseorang memiliki kesulitan bernapas. Respirasi normal untuk orang dewasa di kisaran sisa 12-20 kali per menit. STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM RESPIRASI

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

STRUKUTR SISTEM RESPIRASI Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli 3. Alveoli terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru terdiri dari : a. b. c. Saluran nafas bagian bawah Alveoli Sirkulasi paru

6. Rongga Pleura Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan dinding dada Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan

partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke b. c. d. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting Tulang rawan krikoid Selaput/pita suara Epilotis Glotis

b. Trakhea Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti

huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. c. Bronkhi Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus dari : lobus superior dan inferior kiri terdiri carina.

Alveoli Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan

langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli,

saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.

Aliran pertukaran gas Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli endotel kapiler plasma eitrosit. molekul hemoglobin membran dasar

Surfactant Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari. Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

Paru Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.

Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: Otot otot interkostalis Otot otot pektoralis mayor dan minor Otot otot trapezius Otot otot seratus anterior/posterior Kosta- kosta dan kolumna vertebralis Kedua hemi diafragma

Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU 1. 2. 3. Respirasi : pertukaran gas O dan CO Keseimbangan asam basa Keseimbangan cairan

4. 5. 6. 7.

Keseimbangan suhu tubuh Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri

Mekanisme Pernafasan Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada:

1.

Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.

2.

Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai copliance. Ada dua bentuk compliance: Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas (

airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: 50 ml/cm H2O Compliance dapat menurun karena: Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.

3.

Airway resistance (tahanan saluran nafas)

Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas

SIRKULASI PARU a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit

Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg. c. Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu

seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial.

TRANSPOR OKSIGEN 1.Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: Kelarutan fisik dalam plasma Ikatan kimiawi dengan hemoglobin

Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun. 2. Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) Plasma Hemoglobin

REGULASI VENTILASI Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: -Rate impuls -Amplitudo impuls Respirasi rate Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2 PEMERIKSAAN FUNGSI PARU Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis Indikasi klinik: - Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks - Payah jantung kanan dan kiri - Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen - Penyakit-penyakit neuromuskuler - Usia lebih dari 55 tahun. Hipoksia yaitu kondisi simtoma kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh perbedaan ketinggian. Pada kasus yang fatal dapat berakibat koma, bahkan sampai dengan kematian. Namun, bila sudah beberapa waktu, tubuh akan segera dan berangsur-angsur kondisi tubuh normal kembali. Penyebab Di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kesetimbangan yang berperan dalam menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu proses adaptasi yang dilakukan oleh tubuh manusia adalah beradaptasi terhadap perubahan ketinggian yang tiba-tiba. Jika seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta dengan ketinggian 0 km dari permukaan laut (dpl) pergi dengan pesawat terbang ke Mexico City dengan ketinggian 2,3 km dpl, maka setelah tiba di Mexico City akan merasa pusing, mual, atau rasa tidak nyaman lainnya. Oleh karena itu, kasus Hypoxia ini tidak terjadi pada penduduk setempat yang sudah terbiasa hidup di daerah dataran tinggi tersebut dan bagi pendaki gunung diperlukan pos-pos pemberhentian agar tubuh selalu dapat beradaptasi secara baik terus-menerus. Kesetimbangan Pengikatan Oksigen oleh Hemoglobin keadaan tersebut dapat dijelaskan berdasarkan sistem reaksi kesetimbangan pengikatan oksigen oleh hemoglobin: Hb(aq) + O2(aq) HbO2(aq)

HbO2 merupakan oksihaemoglobin yang berperan dalam membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak. Tetapan kesetimbangan dari reaksi tersebut adalah: Kc = [HbO2] / [Hb][O2] Pada ketinggian 3 km, tekanan parsial gas oksigen sekitar 0,14 atm, sedangkan keadaan dari pada permukaan laut yang memiliki tekanan parsial gas oksigen sebesar 0,2 atm. Suatu hal dari kesetimbangan yang akan bergeser menuju arah ke kiri berdasarkan azas Le-Chatelier, dengan berkurangnya gas oksigen berati kesetimbangan akan bergeser ke kiri, dan berakibat kadar HbO2 di dalam darah menurun. Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa mual dan pusing, serta perasaan tidak nyaman pada tubuh. Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Dengan meningkatnya konsentrasi hemoglobin akan menggeser kembali kesetimbangan ke kanan dan HbO2 akan meningkat kembali seperti semula. Penyesuaian dari hal ini yang akan berlangsung kurang lebih 2-3 minggu. Dari penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di dataran tinggi akan memiliki hemoglobin lebih tinggi daripada penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah. Dengan penahanan dan penekanan nafas di bawah perut sambil bergerak menyebabkan keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) pada paru, berlanjut ke darah dan berakhir pada seluruh sel jaringan tubuh, terutama pada sel-sel otot yang aktif. Dengan demikian akan melatih dan merangsang seluruh sel tubuh melalui mekanisme hipoksia agar tetap tegar dalam menghadapi kemiskinan akan oksigen, tidak hanya sel-sel ototnya saja. Sel adalah satuan terkecil dari tubuh manusia. Secara biologis, kehidupan manusia tergantung pada kehidupan sel, dan kesehatan manusia juga tergantung pada kesehatan sel-selnya. Dengan tetap dapat bertaban tegar dalam kemiskinan oksigen, maka tentu saja fungsi sel-sel akan menjadi semakin baik dalam keadaan oksigen normal. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makan sampai 10 hari asalkan masih dapat minum, sedangkan puasa yang biasa dilakukan berkisar 14-18 jam. Demikian pula sel-sel tubuh manusia dapat bertahan tanpa oksigen sekitar 5-8 menit. Dalam latihan Senam Pernafasan Bioenergi NAQS Alif Lam Mim, sel-sel itu dipuasakan dari oksigen selama melakukan jurus yaitu 30-45 detik. Dengan demikian dari sudut Ilmu

Faal dapat dikemukakan bahwa manipulasi oksigen yakni membuat sel-sel tubuh kekurangan akan oksigen adalah cara yang sangat fisiologis untuk merangsang sel-sel tubuh meningkatkan dirinya. Beberapa manfaat langsung yang dapat diperoleh dari mekanisme ini: 1. Bertambahnya jumlah haemoglobin darah. Hal ini bisa ditemukan pada pemukim di pegunungan, dengan suasana oksigen tipis, jumlah Hb mereka lebih tinggi. Penderita anaemia dapat sembuh dengan mekanisme ini. 2. Penelitian dapat menunjukkan bahwa olah raga biasa meningkatkan IgG, IgM dan netrofil yang merupakan sebagian dari elemen-elemen ketahanan tubuh. Tentu saja diharapkan latihan yang secara fisiologis mampu merangsang seluruh sel-sel tubuh dengan mekanisme hipoksianya akan memberikan hasil yang lebih dalam meningkatkan elemenelemen ketahanan tubuh tersebut. Penderita yang mengidap virus hepatitis B tetapi tidak disertai gejala penyakit dan tanpa kelainan pada tes fungsi hatinya dapat menggunakan mekanisme ini sebagai upaya altematif yang sangat fisiologis untuk merangsang sel-sel tubuhnya agar mengadakan perlawanan dan membentuk zat antinya. 3. Latihan hipoksia dalam Senam Pernafasan Bioenergi NAQS Alif Lam Mim juga akan menyebabkan orang menjadi lebih tahan terhadap akibat dari serangan penyakit kardio-vaskular khususnya yang bersifat ischamic. Ischamic artinya ialah kekurangan oksigen bagi sel-sel jaringan yang bersangkutan akibat dari kurangnya pasokan darah. Misalnya ischamic stroke (otak) dan ischamic miokard Jantung). Pada orangorang yang telah berlatih dengan latihan hipoksida tentulah akan mendapat akibat yang lebih ringan karena sel-seinya telah terbiasa dan terlatih terhadap kekurangan oksigen. 4. Melatih sel-sel dengan menghadapkannya pada kemiskinan oksigen tidak mustahil dapat mencegah dan bahkan menyembuhkan penyakit-penyakit keganasan (tumor, kanker), oleh karena sel-sel ganasnya pada umumnya mempunyai tingkat metabolisme yang sangat tinggi sehingga membutuhkan oksigen lebih banyak untuk pertumbuhan ganasnya. Sel-sel demikian lebih peka terhadap kekurangan oksigen sehingga akan lebih dahulu terganggu sampai ke tingkat yang fatal, sementara sel-sel normal belum sampai ke tingkat itu. Sifat rakus sel-sel ganas mengambil lebih banyak zat-zat bagi pertumbuhan ganasnya inilah yang dipergunakan sebagai dasar bagi Kemoterapi keganasan di Kedokteran Barat. Akan tetapi bila cara Kemoterapi ini dibandingkan dengan manipulasi oksigen, jelas bahwa manipulasi oksigen jauh lebih aman dan praktis tanpa resiko, karena memang merupakan cara yang sangat fisiologis sehingga tidak ada resiko overdoses. Bagi mereka yang didiagnosa atau pernah didiagnosa mengidap keganasan, selagi masih mampu bergerak, sangat dianjurkan untuk secepatnya mengikuti senam pernafasan Bioenergi

NAQS Alif Lam Mim ini, sebagai upaya penyembuhan dan pencegahan altenatif, di samping upaya konvensional melalui jalur Ilmu Kedokteran. 5. Dalam tubuh manusia terdapat berrnacam-macam sel sesuai dengan banyaknya macam jaringan yang menyusun tubuh manusia. Semua sel tubuh manusia mempunyai potensi untuk menjadi ganas. Dengan Kemoterapi keganasan maka harus dipilih jenis obat yang paling baik diserap oleh sel-sel ganas itu. Sedangkan dengan hipoksia, manipulasi oksigen, maka semua sel-sel tubuh manusia memerlukan oksigen, sehingga oleh karenanya manipulasi oksigen merupakan cara yang universal dan aman bagi terapi keganasan. Tentu saja untuk itu diperlukan latihan yang lebih intensif yaitu frekuensi latihan lebih banyak serta waktu latihan yang lebih lama. Pada dasamya pertumbuhan ganas itu barns sebanyak mungkin diganggu. 6. Normalnya fungsi sel-sel tubuh dan ketegaran serta ketahanannya dalam menghadapi berbagai keadaan yang kurang menguntungkan merupakan wujud dari derajat kesehatan dan kemampuan fungsionalnya yang lebih tinggi dari tubuh secara keseluruhan. Dengan demikian maka ditinjau dari sudut Fisiologi, senam pernafasan Bioenergi NAQS Alif Lam Mim menghasilkan ketegaran, ketangguhan dan vitalitas sel-sel tubuh yang diperoleh melalui latihan hipoksia anaerobik. Latihan dengan mekanisme hipoksia anaerobik membuat sel-sel tubuh memjadi pandai dan efisien menggunakan oksigen, yang berarti meningkatnya kemampuan fungsional dan kesehatan sel, serta merupakan cara yang sangat fisiologis pula dalam merangsang sel-sel tubuh untuk melakukan penyembuhan bagi dirinya. Pada olah raga kesehatan umumnya adalah latihan untuk membuat sel-sel tubuh mudah dan banyak dapat memperoleh oksigen. Bila kedua latihan tersebut digabungkan, maka manfaatnya bagi kesehatan dan kemampuan fungsional jelas sangat besar.Yang satu pandai mencari oksigen, yang satu lagi pintar dan efisien menggunakan oksigen.