fisiologi anestesi

download fisiologi anestesi

of 48

Transcript of fisiologi anestesi

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    1/48

    9

    TINJAUAN PUSTAKA

    Anestesi

    Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes

    (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti

    tidak, dan Aesthesisberarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan

    rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan

    hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum dilakukan untuk

    mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya

    kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan

    pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidakpeka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan

    diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancar

    (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).

    Perjalanan waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan

    digunakan untuk menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang

    merugikan (nyeri), menginduksi relaksasi otot, dan terutama untuk membantu

    melakukan diagnosis atau proses pembedahan yang aman. Alasan lain penggunaan

    anestesi pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint),

    keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar,

    pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia).

    Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau

    menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan organ tubuh dan

    membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat dicapai

    dengan pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced

    anesthesia, yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan

    agen preanestetikum (McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    2/48

    10

    Preanestesi

    Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum

    dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus,

    mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping

    anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi (Debuf

    1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan preanestetikum

    dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian,

    jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth dan Branson 1995).

    Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine,

    acepromazin, xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropine

    digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik dan mengurangi bradikardia akibat

    anestesi. Acepromazin digunakan sebagai penenang atau tranquilizer. Xylazine,

    medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan

    merelaksasi otot. Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit, seperti

    disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Klasifikasi agen preanestesi yang digunakan pada anestesi umum(Sumber: Warren 1983; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Klasifikasi Anestesi

    Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan

    secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya

    diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui

    Tranquilizer :Promazin,Acepromazin,Chlorpromazin,

    Xylazine,Diazepam,Midazolam,Lorazepam,

    Madetomidin.

    Pelemas otot

    (Muscleparalyzer):Xylazine,

    Diazepam,Midazolam,

    Medetomidin,Lorazepam,

    Curare.

    Antikolinergik :

    Atropine,Scopolamine,Aminopentamid,

    Glikopirolat.

    Narkotik :

    Morpin,Apomorpin,Meperidin,

    Oksimorpin,Etorpin,

    Nalorpin.

    Agen

    Dissosiatif :Penciklidine,Ketamine,

    Tiletamine.

    Preanestesi

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    3/48

    11

    kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan,

    intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4).

    Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al. 2007).

    Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan

    pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat

    penggunaan dengan pemberian secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi.

    2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu dengan

    pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi

    umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan pemberian secara

    injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced anaesthesia) (Adams 2001; McKelvey dan

    Hollingshead 2003).

    Anestesi Lokal

    Anestetikum lokal adalah suatu bahan kimia yang mampu menghambat

    konduksi syaraf perifer tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada syaraf

    tersebut. Mekanisme kerja anestetikum lokal dengan cara menghambat (blok) saluran

    ion sodium (Na) pada syaraf perifer, konduksi atau aksi potensial pada syaraf

    terhambat sehingga respon nyeri secara lokal hilang. Anestetikum lokal mencegah

    proses depolarisasi membran syaraf secara lokal melalui penghambatan saluran ion

    Na, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan neurotransmitter

    acetilkolin dan membran akan tetap dalam keadaan semipermiabel serta tidak terjadi

    perubahan potensial. Keadaan tersebut menyebabkan aliran inpuls yang melewati

    syaraf berhenti, sehingga semua rangsangan tidak sampai ke SSP. Sifat hambatan

    syaraf umumnya bersifat lokal, selektif, dan tergantung pada dosis atau jumlah obat

    yang diberikan (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).

    Sifat sifat yang harus dimiliki oleh obat anestetikum lokal adalah poten,

    artinya efektif dalam dosis rendah, daya penetrasinya baik, mula kerjanya cepat, masa

    kerjanya lama, toksisitas sistemik rendah, tidak mengiritasi jaringan, pengaruhnya

    reversibel, dan mudah dikeluarkan dari tubuh (Adams 2001; Tranquilli et al. 2007).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    4/48

    12

    Penggunaan anestetikum lokal bisa dilakukan dengan meneteskan pada

    permukaan daerah yang akan dianestesi (surface aflication), dengan melakukan

    injeksi secara sub-kutan pada daerah yang akan dianestesi (subdermal, intradermal),

    serta dengan melakukan pemblokiran pada daerah tertentu (field block anestesi).

    Anestetikum yang sering digunakan sebagai anestetikum lokal adalah procaine HCI

    2% - 4%, Lidocaine 0,5 - 2%, Lidocaine 4%, Tetracaine, bupivacaine 0,25% atau

    0,5%, Dibucain, Pehacaine, Lidonest, dan Chlor buthanol dengan dosis pemberian

    secukupnya (Quantum statis, QS). Lidocaine dan bupivacaine dapat diencerkan

    dengan larutan salin (bukan air) untuk menurunkan konsentrasinya. Bupivacaine

    mempunyai onset lebih lambat (20 menit) dan durasi lebih panjang (6 jam)

    dibandingkan lidocaine (onset lebih cepat dan durasi 1-2 jam) (Adams 2001; Sudisma

    2006; Tranquilli et al. 2007).

    Anestesi Regional

    Anestesi regional adalah tindakan menghilangnya nyeri yang dilakukan

    dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal pada lokasi syaraf yang menginervasi

    regio atau daerah tertentu sehingga menyebabkan hambatan konduksi inpuls yang

    reversibel. Anestetikum regional dapat menghilangkan rasa nyeri pada suatu daerah

    atau regio tertentu secera reversibel tanpa disertai hilangnya kesadaran. Mekanisme

    kerja dan jenis anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum lokal, tetapi

    daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhi adalah daerah atau regio tertentu.

    Anestesi regional dibedakan berdasarkan rute pemberiannya, yaitu secara epidural,

    spinal atau intrathekal atau subaraknoid, dan blok pleksus brakhialis (Adams 2001;

    McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Anestesi epidural dihasilkan dengan cara menginjeksikan anestetikum lokal

    diantara duramater dan periosteum dari canalis spinalis (epidural space).

    Anestetikum tidak langsung mengenai medula spinalis, sehingga efek anestesi terjadi

    setelah 15-20 menit pemberian. Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol

    motorik daerah abdominal, pelvis, ekor, dan kaki belakang. Anestesi ini biasanya

    digunakan untuk laparotomi, amputasi ekor, urethrostomi, pembedahan cesar,

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    5/48

    13

    pembedahan daerah pelvis, dan amputasi daeran kaki belakang. Pada hewan kecil

    dilakukan antara tulang lumbar terakhir dan tulang sakral 1. Sedangkan pada hewan

    besar dilakukan antara tulang coccigia 1 dan 2. Anestetikum yang digunakan sama

    dengan anestetikum lokal, seperti lidocaine 2%, bupivacain 0,5%, ropivacain 0,75%

    atau mepivacaine 2% dengan dosis pemberian 1ml/5kg BB. Lidocain menghasilkan

    durasi sekitar 1-2 jam dan bupivacain sekitar 6 jam (McKelvey dan Hollingshead

    2003).

    Spinal atau intrathekal atau subaraknoid anestesi sama dengan anestesi

    epidural tetapi dilakukan melalui duramater dan subaraknoid dimana jarum

    menembus duramater dan subaraknoid sehingga anestetikum masuk ke dalam dan

    langsung mengenai syaraf spinal, menghasilkan anestesi yang segera dan lebih

    cepat. Anestesi ini mengakibatkan resiko berontak dan rasa sakit yang memerlukan

    kesembuhan lebih lama. Anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum

    lokal. Sedangkan blok pleksus brakhialis adalah anestesi regional dengan cara

    menyuntikkan anestetikum lokal di daerah perjalanan fleksus brakhialis yang

    menginervasi daerah kaki depan (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003;

    Sudisma 2006; Tranquilli et al. 2007).

    Anestesi Umum

    Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan

    hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan

    sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan

    sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem

    syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum merupakan

    kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui

    penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan

    hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya

    respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility),

    serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) (McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    6/48

    14

    Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara

    pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya

    kesadaran, mempengaruhi batang otak karena hilangnya kemampuan bergerak, dan

    mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan listrik pada otak. Anestesi

    umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada dosis

    yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga

    atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon

    nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi (immobility), tidak sadar

    (unconsciousness), koma, dan kematian atau dosis berlebih (Tranquilli et al. 2007;

    Miller 2010).

    Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen

    anestesi atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks,

    ketidaksadaran, aman untuk sistem vital (sirkulasi dan respirasi), mudah

    diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan utama dilakukan anestesi

    umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan

    penekanan refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur

    diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik,

    respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam (Wolfensohn dan Lloyd 2000;

    Adams 2001; Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).

    Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui

    gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau

    dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai

    preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia untuk

    mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal.

    Anestetika umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan,

    isofluran, sevofluran, desfluran, dietil eter, nitrous oksida dan xenon. Anestetika

    umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat (tiopental, metoheksital, dan

    pentobarbital), cyclohexamin (ketamine, tiletamin), etomidat, dan propofol

    (McKelvey dan Hollingshead 2003; Garcia et al. 2010).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    7/48

    15

    Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang

    dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan

    yang mudah menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Mekanisme

    kerja anestesi umum inhalasi sangat rumit dan sampai saat ini masih merupakan

    misteri, karena pemberian anestetikum inhalasi melalui pernapasan menuju organ

    sasaran yang jauh adalah suatu hal yang unik. Hiperventilasi akan menaikkan ambilan

    anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus.

    Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam

    menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan

    berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut. Kadar

    alveolus minimal atau minimum alveolar cencentration (MAC) adalah kadar minimal

    zat anestesi dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk

    mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan rangsangan insisi standar.

    Immobilisasi tercapai pada 95% pasien apabila kadar anestetikum dinaikkan di atas

    30% nilai MAC. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial anestetikum dalam alveoli

    sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja anestetikum (Latiefet al.

    2007; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Anestetika umum inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk

    membantu pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil

    klorida, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon.

    Anestetika umum inhalasi yang umum digunakan saat ini adalah N 2

    Nitrous oxide (N

    O, halotan,

    enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Obat obat anestesi yang lain

    ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak dikehendaki. Misalnya, eter mudah

    terbakar dan meledak, menyebabkan sekresi bronkus berlebihan, mual dan muntah,

    kerusakan hati, dan baunya yang sangat merangsang. Kloroform menyebabkan

    aritmia dan kerusakan hati. Metoksifluran menyebabkan kerusakan hati, toksik

    terhadap ginjal, dan mudah terbakar (Latiefet al. 2007; McKelvey dan Hollingshead

    2003; Tranquilli et al. 2007).

    2O) atau dinitrogen monoksida adalah anestesi inhalasi yang

    diperoleh dengan cara memanaskan amonium nitrat (NH4NO3) sampai 240oC. Gas

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    8/48

    16

    ini bersifat anestetikum lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga jarang digunakan

    secara tunggal. Anestetikum yang sering dikombinasikan dengan N2O adalah

    halotan. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, akan cepat keluar mengisi

    alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadi hipoksia difusi. Mengatasi

    hipoksia difusi, biasanya diberikan 100% oksigen selama 5 10 menit. Potensi N2O

    digunakan pada hewan tidak baik, karena mempunyai MAC yang tinggi. MAC N2

    Halotan sering digunakan sebagai induksi anestesi dikombinasikan dengan

    N

    O

    pada manusia mendekati 100%, tetapi pada anjing hampir 200% dan kucing

    mendekati 250% (Latiefet al. 2007; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    2

    Desfluran adalah halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip

    dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestetikum

    lainnya, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus. Potensi desfluran sangat

    rendah (MAC 6,0%), bersifat simpatomimetik, menyebabkan takikardia dan

    O, karena halotan adalah analgesik lemah tetapi sifat anestesinya kuat sehingga

    kombinasi keduanya sangat ideal. Pemeliharaan anestesi dengan halotan biasanya

    digunakan dosis 1-2% pada napas spontan atau dosis 0,5-1% pada napas terkendali,

    dan dapat disesuaikan dengan respon klinis pasien. Nilai MAC halotan adalah

    moderat, potensinya berada diantara metoksifluran dan isofluran, yaitu 0,3 0,75%.

    Halotan mempunyai tekanan uap yang tinggi, sehingga memerlukan ketelitian

    penggunaan vaporizer yang lebih tinggi. Penggunaan vaporizer yang memiliki tingkat

    ketelitian kurang, dapat menyebabkan konsentrasi halotan mencapai 30%, padahal

    konsentrasi normal halotan yang diperlukan untuk anestesi adalah 1-2%, sehingga

    penggunaan halotan memerlukan vaporizer khusus. Halotan menyebabkan

    vasodilatasi cerebral, meningkatkan aliran darah pada otak yang sulit dikendalikan.

    Kelebihan dosis halotan menyebabkan depresi napas, menurunkan tonus simpatik,

    terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, dan depresi

    miokardium. Halotan dimetabolisme 20% di hati secara oksidatif menjadi komponen

    bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Halotan menyebabkan gangguan hati dan

    pasca pemberian sering menyebabkan pasien meninggal (Latief et al. 2007;

    McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    9/48

    17

    hipertensi. Pengaruh depresi nafasnya sama dengan isofluran dan merangsang jalan

    napas atas sehingga tidak dapat digunakan sebagai induksi anestesi.

    Isofluran merupakan halogenasi eter dan secara kimia sangat mirip dengan

    metoksifluran dan sevofluran. Rentang keamanan isofluran lebih lebar dibandingkan

    halotan dan metoksifluran, sehingga sangat umum digunakan pada hewan terutama

    anjing dan kuda walaupun dengan harga yang lebih mahal. Penggunaaan isofluran

    pada dosis anestesi atau subanestesi menurunkan metabolisme otak terhadap oksigen,

    tetapi akan meningkatkan aliran darah di otak dan tekanan intrakranial, sehingga

    menjadi pilihan pada pembedahan otak. Pengaruh terhadap jantung dan curah jantung

    (cardiac output) sangat minimal, sehingga dapat digunakan pada pasien dengan

    kelainan jantung. Potensi isofluran lebih kecil dibandingkan halotan karena

    mempunyai nilai MAC lebih tinggi dibandingkan halotan. Pemeliharaan anestesi

    dengan isofluran biasanya digunakan konsentrasi 1,5 2,5 % isofluran dalam oksigen

    (Latiefet al. 2007; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Anestesi umum injeksi merupakan metode anestesi umum yang dilakukan

    dengan cara menyuntikkan agen anestesi langsung melalui muskulus atau pembuluh

    darah vena. Anestesi injeksi biasanya digunakan untuk induksi pada hewan kecil

    maupun pada hewan besar dan dapat juga digunakan untuk pemeliharaan anestesi.

    Anestetika injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak

    menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksikan, cepat diabsorsi, waktu induksi,

    durasi, dan masa pulih dari anestesi berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki

    indeks terapeutik tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap

    organ tubuh terutama saluran pernapasan dan kardiovaskular, cepat dimetabolisme,

    tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan

    otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotanya. Beberapa anestetika injeksi yang

    sering digunakan pada hewan adalah golongan barbiturat seperti thiopental sodium,

    methoheksital, dan pentobarbital. Golongan lainnya yang juga sering digunakan pada

    hewan adalah golongan cycloheksamin (ketamine dan tiletamin), etomidat, dan

    propofol. (Branderet all. 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    10/48

    18

    Semua golongan barbiturat untuk keperluan anestesi berada dalam bentuk

    garam sodium dan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5 atau 5%. Tiga klas

    golongan barbiturat yang digunakan pada hewan adalah ultrashort-acting

    barbiturates (metoheksital),short-acting barbiturates (tiopental), dan intermediate-

    acting barbiturates (pentobarbital). Sedangkan long-acting barbiturates

    (penobarbital) biasanya digunakan untuk sedatip dan antikonvulsi, bukan untuk

    anestesi. Barbiturat menimbulkan sedasi, hipnosis, dan depresi pernafasan tergantung

    dosis dan kecepatan pemberian serta pengaruh analgesia yang ditimbulkan sedikit.

    Efek utama golongan barbiturat adalah depresi pusat pernafasan, depresi pusat

    vasomotor, dan miokardium sehingga menurunkan curah jantung dan tekanan darah.

    Etomidat berbentuk kristal putih, dapat larut dalam air, etanol, dan propilin

    glikol. Etomidat adalah sedatif hipnotik imidazol yang biasanya digunakan sebagai

    induksi anestesi pada anjing dan kucing. Kombinasi anestetikum dengan etomidat

    menghasilkan relaksasi otot yang baik tetapi tidak menghasilkan analgesia dan

    durasinya sangat singkat seperti propofol, karena metabolisme etomidat sangat cepat.

    Etomidat mempunyai pengaruh yang minimal terhadap fungsi kardiovaskuler seperti

    denyut jantung, curah jantung, dan tekanan darah. Etomidat dapat diberikan secara

    infusi dengan kecepatan dosis 50 -150 /kg/menit.

    Ketamine adalah anestetikum umum injeksi golongan nonbarbiturat, termasuk

    golongan phenilsycloheksamin. Ketamine mempunyai efek analgesia yang sangat

    kuat akan tetapi efek sedasi dan hipnotiknya kurang (tidur ringan). Ketamine

    meningkatkan tekanan darah sistol maupun diastol kira kira 20- 25%, karena adanya

    aktivitas syaraf simpatik meningkat dan depresi baroreseptor. Pemberian anestetikum

    ketamine secara tunggal dosis 10-15 mg/kg berat badan secara intra muskular pada

    anjing menimbulkan kekejangan otot dan hipersalivasi serta durasi kerja anestesi

    yang sangat pendek. Mengatasi kerugian penggunaan anestetikum ketamine secara

    tunggal, ketamine sering dikombinasikan dengan obat lain sebagai preanestesi.

    Propofol adalah anestesi umum injeksi turunan alkil penol (2,6-

    diisopropylphenol), mempunyai pH netral, dan dapat diberikan dalam bentuk emulsi

    minyak dalam air. Walaupun propofol memperlihatkan warna putih seperti susu,

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    11/48

    19

    sangat aman diberikan secara intravena dan dapat diberikan secara berulang-ulang

    atau sebagai alternatif dapat diberikan secara infusi terus-menerus. Propofol

    mempunyai efek analgesia yang sangat ringan akan tetapi efek sedasi dan

    hipnotiknya sangat kuat. Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi,

    apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan. Efek samping utama yang sangat

    dihindari dari propofol adalah penekanan sistem respirasi. Efek samping tersebut

    sangat berkaitan dengan dosis dan kecepatan penyuntikannya, keuntungan

    penggunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen

    anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang

    ditimbulkan (Stawicki 2007).

    Tahapan Anestesi Umum

    Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam

    menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan

    tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis

    anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu:

    preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead

    2003).

    Tahap preanestesi merupakan tahapan yang dilakukan segera sebelum

    dilakukan anestesi, dimana data tentang pasien dikumpulkan, pasien dipuasakan,

    serta dilakukan pemberian preanestetikum. Induksi adalah proses dimana hewan akan

    melewati tahap sadar yang normal atau conscious menuju tahap tidak sadar atau

    unconscious. Agen induksi dapat diberikan secara injeksi atau inhalasi. Apabila agen

    induksi diberikan secara injeksi maka akan diikuti dengan intubasi endotracheal tube

    untuk pemberian anestetikum inhalasi atau gas menggunakan mesin anestesi. Waktu

    minimum periode induksi biasanya 10 menit apabila diberikan secara intramuskular

    (IM) dan sekitar 20 menit apabila diberikan secara subkutan (SC). Tahap induksi

    ditandai dengan gerakan tidak terkoordinasi, gelisah dan diikuti dengan relaksasi

    yang cepat serta kehilangan kesadaran. Idealnya, keadaan gelisah dan tidak tenang

    dihindarkan pada tahap induksi, karena menyebabkan terjadinya aritmia jantung.

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    12/48

    20

    Preanestesi dan induksi anestesi dapat diberikan secara bersamaan, seperti pemberian

    acepromazin, atropine, dan ketamine dicampur dalam satu alat suntik dan diberikan

    secara intravena (IV) pada anjing. (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003;

    Tranquilli et al. 2007).

    Selanjutnya hewan akan memasuki tahap pemeliharaan status teranestesi.

    Pada tahap pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga selama masa tertentu dan

    pada tahap inilah pembedahan atau prosedur medis dapat dilakukan. Tahap

    pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-tanda hilangnya rasa sakit atau analgesia,

    relaksasi otot rangka, berhenti bergerak, dilanjutkan dengan hilangnya refleks

    palpebral, spingter ani longgar, serta respirasi dan kardiovaskuler tertekan secara

    ringan. Begitu mulai memasuki tahap pemeliharaan, respirasi kembali teratur dan

    gerakan tanpa sengaja anggota tubuh berhenti. Bola mata akan bergerak menuju

    ventral, pupil mengalami konstriksi, dan respon pupil sangat ringan. Refleks menelan

    sangat tertekan sehingga endotracheal tube sangat mudah dimasukkan, refleks

    palpebral mulai hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi semakin dalam

    sehingga sangat nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Pada anjing dan kucing,

    kecepatan respirasi kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin dangkal.

    Denyut jantung sangan rendah dan pulsus sangat menurun karena terjadi penurunan

    seluruh tekanan darah. Nilai CRT akan meningkat menjadi 2 atau 3 detik. Semua

    refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi otot secara sempurna serta refleks

    rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan lebih dalam, pasien akan

    menunjukkan respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan dan pada keadaan dosis

    anestetikum berlebih akan menyebabkan respirasi dan jantung berhenti. Dengan

    demikian, pada tahap pemeliharaan sangat diperlukan pemantauan dan pengawasan

    status teranestesi terhadap sistim kardiovaskuler dan respirasi (McKelvey dan

    Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007 ).

    Ketika tahap pemeliharaan berakhir, hewan memasuki tahap pemulihan yang

    menunjukkan konsentrasi anestetikum di dalam otak mulai menurun. Metode atau

    mekanisme bagaimana anestetikum dikeluarkan dari otak dan sistem sirkulasi adalah

    bervariasi tergantung pada anestetikum yang digunakan. Sebagian besar anestetikum

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    13/48

    21

    injeksi dikeluarkan dari darah melalui hati dan dimetabolisme oleh enzim di hati dan

    metabolitnya dikeluarkan melalui sistem urinari. Pada hewan kucing, ketamine tidak

    mengalami metabolisme dan dikeluarkan langsung tanpa perubahan melalui ginjal.

    Kadar anestetikum golongan tiobarbiturat di dalam otak dapat dengan cepat menurun

    karena dengan cepat disebarkan ke jaringan terutama otot dan lemak, sehingga hewan

    akan sadar dan terbangun dengan cepat mendahului ekskresi anestetikum dari dalam

    tubuh hewan. Anestetikum golongan inhalasi akan dikeluarkan dari tubuh pasien

    melalui sistem respirasi, molekul anestetikum akan keluar dari otak memasuki

    peredaran darah, alveoli paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan melalui nafas. Tanda

    tanda adanya aktivitas refleks, ketegangan otot, sensitivitas terhadap nyeri pada

    periode pemulihan dinyatakan sebagai kesadaran kembali (McKelvey dan

    Hollingshead 2003).

    Durasi atau lama waktu kerja anestetikum dan kualitas anestesi dapat dilihat

    dari pengamatan perubahan fisiologis selama stadium teranestesi. Dikenal dua waktu

    induksi pada durasi anestesi. Waktu induksi 1 adalah waktu antara anestetikum

    diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak dapat berdiri. Waktu induksi 2 adalah

    waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak ada refleks pedal

    atau hewan sudah tidak merasakan sakit (stadium operasi). Durasi adalah waktu

    ketika hewan memasuki stadium operasi sampai hewan sadar kembali dan merasakan

    sakit jika daerah disekitar bantalan jari ditekan. Waktu siuman atau recovery adalah

    waktu antara ketika hewan memiliki kemampuan merasakan nyeri bila syaraf

    disekitar jari kaki ditekan atau mengeluarkan suara sampai hewan memiliki

    kemampuan untuk duduk sternal, berdiri atau jalan (Moens dan Fargetton 1990;

    Verstegen dan Petcho 1993; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007) menyatakan

    bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum.

    Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda

    kedalaman anestesi, seperti disajikan pada Tabel 1.

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    14/48

    22

    Tabel 1 Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetikum umum

    Fase/Tahapan

    Indikator

    I II

    III

    Plane 1

    III

    Plane 2

    III

    Plane 3

    III

    Plane 4 IV

    Tingkah

    laku

    Tidak

    terkontrol

    Eksitasi:

    kuat,

    bersuara,anggora

    gerak,

    mengunyahternganga.

    Teranestesi Teranestesi Teranestesi Teranestesi Hampir

    mati

    Respirasi Normal,cepat 20-

    30x/mnt

    Tidakteratur,

    tertahan

    atau hiper-

    ventilasi

    Teratur:12-20x/mnt

    Teratur,dangkal:

    12-16x/mnt

    Dangkal:90x/mnt

    denyut

    jantung>90x/mnt

    Denyut

    jantung60-90/mnt,

    CRTmeningkat,

    Pulse

    lemah

    Denyut

    jantung

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    15/48

    23

    nyeri. Respirasi dan denyut jantung masih normal atau meningkat, dan semua refleks

    masih ada; Stadium 2 atau stadium delirium atau eksitasi adalah stadium yang

    dimulai dari hilangnya kesadaran. Semua refleks masih ada dan bisa muncul

    berlebihan. Hewan masih dapat mengunyah, menelan, dan mulut umumnya

    menganga. Kondisi pupil yang dilatasi tetapi akan berkontriksi apabila ada

    rangsangan sinar. Stadium ini berjalan cepat dan bahkan akan terlewati apabila

    diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan berakhir apabila hewan

    menunjukkan tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan terjadi penurunan refleks;

    Stadium 3 atau stadium pembedahan adalah stadium melakukan tindakan bedah dan

    dibagi menjadi empatplane, yaituplane 1 atau anestesi ringan,plane 2 atau anestesi

    pembedahan, plane 3 atau anestesi dalam, dan plane 4 atau paralisa; dan Stadium 4

    atau stadium terminal (stadium kelebihan dosis).

    Sejarah dan Mekanisme Kerja Anestesi Umum

    Anestetikum pertama kali ditemukan adalah eter oleh William Thomas Green

    Morton pada tahun 1846. Morton memperagakan penggunaan dietil eter untuk

    menghilangkan kesadaran dan rasa nyeri pada pasien yang sedang ditangani untuk

    pembedahan tumor rahang di Massachusetts General Hospital Boston pada tanggal

    16 Oktober 1846 dan berhasil tanpa memperlihatkan gejala kesakitan. Dengan

    ditemukannya eter sebagai anestetikum tahun 1846, pembedahan dapat dilakukan

    tanpa siksaan dan bebas rasa nyeri sehingga mendorong berkembangnya ilmu bedah

    dengan pesat. Kemudian muncul teori mekanisme kerja anestesi oleh Vonbibra dan

    Harles tahun 1847 yang menjelaskan bahwa anestetikum bekerja karena larut pada

    lipid di otak. Dikemudian hari dipertanyakan kembali oleh karena tidak semua bahan

    yang larut pada lemak dapat digunakan sebagai anestetikum. Selanjutnya oleh Hans

    Meyer pada tahun 1899 dan Charles Overton tahun 1901 memperkenalkan teori

    Meyer-Overton. Teori ini menyatakan bahwa potensi anestesi berhubungan dengan

    kelarutan bahan anestetikum pada lemak. Anestetikum akan larut pada lipid dan

    merusak struktur lipid membran syaraf . Dengan demikian, makin mudah suatu bahan

    anestetikum larut dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Namun hal ini hanya

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    16/48

    24

    berlaku untuk anestetikum inhalasi cair atau volatil sedangkan pada anestetikum

    parenteral seperti pentotal pernyataan di atas tidak berlaku. Hipotesis Vonbibra dan

    Harles tahun 1847 dan Meyer-Overton tahun 1901 dimentahkan dengan munculnya

    hipotesis protein membran yang mempengaruhi ion, bahwa membran sel syaraf

    mengandung protein dan anestetikum akan terikat pada protein, selanjutnya akan

    mempengaruhi saluran ion. (Mashour 2006; Pretto 2002; Miller 2010).

    Dalam perkembangan selanjutnya, pemahaman teori saluran ion yang

    dipengaruhi oleh neurostransmiter dan reseptor kini diterima sebagai teori mekanisme

    kerja anestesi umum. Anestetikum akan bekerja mempengaruhi dua jenis reseptor

    yaitu : 1. Reseptor amino butiric acid (GABA) terutama reseptor GABAA

    Gamma-amino butiric acid merupakan neurotransmiter inhibitori utama di

    otak, disintesis dari glutamat dengan bantuan enzim glutamic acid decarboxylase

    (GAD), didegradasi oleh GABA-transaminase. Sekali dilepaskan, GABA berdifusi

    menyeberangi celah sinap untuk berinteraksi dengan reseptornya sehingga

    menimbulkan aksi penghambatan fungsi SSP. Neurotransmiter GABA lepas dari

    ujung syaraf gabanergik, berikatan dengan reseptornya, membuka saluran ion Cl,

    ion Cl masuk ke dalam sel, terjadi hiperpolarisasi sel syaraf , terjadi efek

    penghambatan transmisi syaraf , dan depresi SSP. Reseptor GABA sebagi tempat

    terikatnya GABA terdiri dari dua jenis, yaitu ionotropik (GABA

    yang

    merupakan reseptor inhibitori, dan 2. Reseptor Glutamat yang merupakan reseptor

    eksitatori kususnya pada sub tipe N-methyl D-aspartat (NMDA) (Rudolph dan

    Antkowiak 2004; Cameron 2006; Garcia et al. 2010 ) .

    A) dan metabotropik

    (GABAB). Reseptor GABAA terletak di postsinaptik dan cukup penting karena

    merupakan tempat aksi obat-obat benzodiazepin dan golongan barbiturat. Reseptor

    GABAA terdiri dari lima subtipe (pentamer) 2, 2, dan 1, masing masing subtipe

    mempunyaiN-terminal binding site, terdiri dari 450 asam amino, dan mempunyai 4-

    transmembran (TM) saluran ion. Sampai saat ini telah diketahui ada 19 reseptor

    subunit GABAA, yaitu lebih dari 85% konsentrasinya dalam bentuk kombinasi

    122, 232, dan 31 -32. Reseptor GABAA adalah reseptor komfleks yang

    memiliki beberapa tempat aksi obat, seperti benzodiazepin (BZ), GABA, barbiturat,

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    17/48

    25

    dan neurosteroid (Gambar 2) (Rudolph dan Antkowiak 2004; Cameron 2006; Garcia

    et al. 2010; Miller 2010) .

    Gambar 2. Reseptor GABAA

    terdiri dari lima subtipe (pentamer) 2, 2, dan 1, m asing

    masing subtipe mempunyaiN-terminal binding site, terdiri dari 450 asam amino, 4-transmembran (TM) sebagai saluran ion dan tempat terikatnya anestetika (Sumber:

    Cameron J Weir 2006; Miller 2010) .

    Glutamat merupakan asam amino yang termasuk neurotransmiter eksitatori

    dan berperan penting dalam fungsi sistem syaraf pusat. Reseptor glutamat yang

    teridentifikasi secara farmakologi terdiri dari subtipe reseptorN-methyl D-aspartat

    (NMDA), 5-hydroxy tryptamine (5HT), dan amino hydroxy methyl

    isoxazolepropionate (AMPA). Aktivasi reseptor NMDA akan meningkatkan Ca+

    dan

    Na+

    intrasel dan memicu aksi potensial. Terikatnya neurostransmiter glutamat pada

    reseptor NMDA, menyebabkan aliran ion Ca+

    dan NA+

    ke dalam sel, ion Ca+

    intracellular akan meningkat, terjadi depolarisasi, menyebabkan eksitatori, dan

    memicu konvulsi (Gambar 3) (Cameron 2006; Garcia et al. 2010).

    Reseptor GABAA Komfleks

    BZ = BezodiazepinETOH = Etanol (alkohol)

    GABA = amino butiric acid

    di luar

    sel

    di dalam sel

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    18/48

    26

    Gambar 3. Skema reseptorN-methyl D-aspartat(NMDA) komfleks(Sumber: Uwe Rudolph dan Bernd Antkowiak 2004; Miller 2010) .

    Reseptor GABA dan Glutamat adalah reseptor yang sebagaian besar terletak

    pada otak khususnya di hipotalamus yang merupakan target kerja anestetikum, yaitu

    di daerah tuberomammilary nucleous (TMN). Anestetikum umum akan

    terkonsentrasi untuk meningkatkan aktivitas reseptor GABAA (Cameron 2006;

    Mashour 2006; Pretto 2002; Miller 2010). Konsentrasi rendah isofluran, enfluran,halotan, dan propofol mempengaruhi GABA dan induksi Cl

    -, pada dosis tinggi akan

    secara langsung mempengaruhi reseptor GABAA

    Secara seluler, anestetika bekerja pada sel neuron melalui interaksi dengan

    kanal ion. Membran protein akan diaktivasi oleh rangsangan kimia atau karena

    adanya perubahan sebagai sinyal pada membran sel. Dengan adanya sinyal, terjadi

    aktivasi membran protein, kanal ion akan mempengaruhi elektrik neuron, terjadi

    perpindahan ion pada permukaan membran sel sehingga terjadi perubahan kondisi di

    dalam sel yang sangat negatif atau sangat positif. Kondisi di dalam sel yang sangat

    negatif menyebabkan hiperpolarisasi sel sehingga terjadi inhibitori, sedangkan

    kondisi yang sangat positif menyebabkan depolarisasi sel sehingga terjadi kondisi

    menjadi terbuka (Henschel et al.

    2008).

    Skema subtipe reseptorN-methyl D-aspartat(NMDA)

    ekstraseluler

    Sitoplasma

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    19/48

    27

    eksitatori. Pada umumnya, anestesi umum bekerja dengan cara memperkuat (+)

    sinyal inhibitori atau menghambat (-) sinyal eksitatori. Secara klinis, anestetikum

    mempengaruhi fungsi kanal ion lebih dari satu pada sistem syaraf dan hal ini

    berdampak pada aktivitas neuron dengan drajat berbeda dan daerah berbeda, seperti

    disajikan pada Gambar 4 (Cameron 2006; Garcia et al. 2010).

    Gambar 4 Anestesi umum bekerja dengan cara mempengaruhi aktivitas transmitter-gate ionchanneldengan cara meningkatkan (+) sinyal inhibitori dan/atau menghambat (-)sinyal eksitatori neurotransmiter. GABA= amino butiric acid, NMDA= N-methyl D-aspartat, 5HT3 = 5-hydroxy tryptamine, AMPA = amino hydroxymethyl isoxazolepropionate. (sumber: Cameron J Weir 2006).

    Anestetika umum yang sering digunakan saat ini sebagai induksi dan

    pemeliharaan anestesi ada lima jenis anestetika inhalasi dan lima jenis anestetika

    injeksi intravena. Anestetika inhalasi yaitu N2O, isofluran, sevofluran, desfluran, dan

    xenon. Anestetika intravena yaitu propofol, etomidat, ketamine, metoheksital, dan

    tiopental. Ketamine, N2O, dan xenon bekerja dengan cara menghambat reseptor

    glutamat dengan pengaruh yang sangat kuat menghambat reseptor subtipe NMDA

    dan berpengaruh sangat lemah pada reseptor lain seperti reseptor GABAA. Anestetika

    sisanya bekerja pada reseptor GABAA dengan pengaruh utama meningkatkan fungsi

    reseptor GABAA dan berpengaruh juga pada kanal ion lainnya seperti reseptor glisin,

    Anestesi Umum

    Inhibitori Eksitatori

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    20/48

    28

    reseptor nikotin, reseptor 5HT3, reseptor glutamat, dan pompa ion kalium. Reseptor

    GABAA adalah reseptor inhibitori neurotransmiter yang sebagian besar terletak di

    SSP (Garcia et al. 2010). Dengan demikian anestetikum secara umum bertindak

    sebagai sinyal yang akan merangsang reseptor GABAA

    Anestetika umum injeksi, selain ketamine, bekerja meningkatkan pengaruh

    reseptor GABA

    , menyebabkan hiperpolarisasi

    (inhibitori), mengganggu proses fisiologi dan menimbulkan perubahan klinis seperti

    hipnosis, depresi refleks spinal, dan amnesia (Cameron 2006; Garcia et al. 2010).

    A pada otak khususnya subtipe 3 menyebabkan kehilangan

    kesadaran dan subtipe 2 (50% pada SSP) menyebabkan sedasi. Sedangkan

    anestetikum ketamine, anestetika gas, N2O, Xenon dan sejenisnya bekerja sedikit

    atau lemah pada reseptor GABAA

    atau Glisin, tetapi sangat kuat menghambat pada

    reseptor glutamat subtipe NMDA sehingga akan menutup aliran Ca2+

    Reseptor GABA

    dan membuka

    saluran ion K yang menyebabkan terjadinya analgesik kuat (Miller 2010).

    A adalah reseptor yang ditemukan di SSP dan reseptor inilah

    merupakan target anestesi. Anestetika umum meningkatkan kerja GABA dan

    menginduksi saluran ion Cl. Pada dosis tinggi, anestetika dapat langsung

    mengaktivasi reseptor GABAA, tanpa GABA. Sedangkan anestetika apolar seperti

    xenon atau cyclopropan mempunyai pengaruh yang sedikit atau tidak berpengaruh

    pada reseptor GABAA. Pengaruh fungsional anestetika pada reseptor GABAA

    Franks (2008) dan Miller (2010) menerangkan bahwa anestetikum volatil

    bekerja pada reseptor GABA

    sangat

    tergantung pada komposisi reseptor subunitnya, yaitu subunit , , atau subunit

    (Franks 2008; Miller 2010).

    A subunit pada transmembran (TM)2 dan TM3

    bagian protein Ser270 (S270). Propofol sebagai anestetikum intravena bekerja pada

    reseptor GABAA subunit TM2 dan TM3 bagian N265 (N265). Sedangkan

    anestetika isofluran dan halotan mempunyai ikatan anestetik pada TM1, TM2, TM3,

    dan TM4 bagian M159 yang sangat mempengaruhi tranduksi sinyal. Sedangkan

    isofluran dan xenon lebih banyak menghambat reseptor melalui kompetisi dengan

    glisin ( Gambar 5).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    21/48

    29

    Mascia et al. (2000) menyebutkan bahwa alkohol dan anestetika

    mempengaruhi reseptor glisin dan reseptor GABAA melalui asam amino pada TM2

    dan TM3 dari subunit, yaitu pada reseptor glisin pada S267, A288, dan Ser270

    sedangkan pada reseptor GABAA subunit pada S270, A291, Asn 265, dan Met286.

    Propofol mirip dengan propanethiol bekerja pada reseptor Glisin TM2 1 (S267C),

    pada reseptor GABAA

    TM2 2 (S270C)1, pada TM31 (A288C), pada TM3 2

    (A291C)1, pada TM2 2 (Tyr445). Asam amino pada TM2 adalah tempat terikatnya

    anestetika dan alkohol (Gambar 5) (Mascia et al. 2000; Franks 2008; Miller 2010).

    Gambar 5. Anestetika volatil (isofluran) bekerja pada reseptor GABA Adan anestetika intravena (propofol) bekerja pada reseptor GABA

    subunit A

    (Sumber : Miller 2010).

    subunit .

    Tinjauan Anestetikum Umum

    Ketamine HCl

    Ketamine HCl adalah anestetikum golongan phencyclidine (PCP) dengan

    rumus 2-(0-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanone hydrochloride, golongan

    nonbarbiturat, dan termasuk dissosiatif anestesi, yaitu pada dosis rendah sebagai

    preanestesi dan pada dosis lebih tinggi sebagai anestesi umum. Ketamine HCl

    merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan mempunyai tingkat

    keamanan lebar (Gambar 6) (Sulistia 1987; Adams 2001).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    22/48

    30

    Gambar 6 Struktur kimia ketamine HCl

    Ketamine HCl mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit yang kuat serta

    reaksi anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (Pathaket al.1982; Kul et al. 2001).

    Ketamine menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada

    reseptorN methyl D aspartate (NMDA). Ketamine diklasifikasikan sebagai antagonis

    reseptor NMDA, pada daerah tempat kerja PCP. Afinitas ketamine sangat tinggi pada

    reseptor NMDA, sehingga menghasilkan pengaruh analgesik yang sangat kuat

    (Stawicki 2007). Sebagai antagonis NMDA, ketamine menghambat refleks nosiseptik

    spinal, yaitu menghambat konduksi rasa nyeri ke talamus dan daerah kortek.

    Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamine yang rendah akan

    menghasilkan pengaruh analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008). Ketamine juga

    menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa tempat di otak seperti pada talamus

    dan kortek serebral menjadi tertekan. Ketamine juga memperpanjang kerja GABA

    (gamma amino butyric acid), suatu neurotransmiter penghambat di otak dengan cara

    menghambat pengikatannya di ujung syaraf (Cullen 1997). Reseptor GABA dapat

    merubah permiabilitas ion Cl-

    Adams (2001) menyebutkan bahwa aktivitas ketamine dapat secara langsung

    menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan

    (uptake) catecholamine terutama norepineprin. Ketamine dapat mengubah aktivitas

    dan dapat menyebabkan pelepasan norepineprin pada

    syaraf simpatik (Adams 2001; Rudolph dan Antkoeiak 2004). Pengaruh klinis yang

    ditimbulkan ketamine sangat bervariasi seperti : analgesia, anestesi, halusinasi,

    neurotoksisitas, hipertensi arterial, dan bronkodilatasi. Ketamine juga menimbulkan

    agitasi (kehilangan orientasi, gelisah, dan menangis) yang sering disebut penomenaemergence delirium (Stawicki 2007).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    23/48

    31

    listrik jantung dengan memperpanjang interval PR dan QT, tetapi tidak

    mempengaruhi bentuk gelombang EKG. Ketamine juga dapat menghambat efferen

    vagal (vagolitik) melalui aktivitas pada syaraf pusat. Terhadap sistem

    kardiovaskuler, ketamine menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan

    denyut jantung, peningkatan cardiac output, peningkatan tekanan vena (Cullen 1997),

    peningkatan tekanan arteri, temperatur tubuh, dan peningkatan tekanan intraokuler

    (Haskin 1989).

    Pemberian anestetikum ketamine secara tunggal dosis 10-15 mg/kg berat badan

    secara intra muskular pada anjing menimbulkan kekejangan otot dan hipersalivasi

    serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek. Mengatasi kerugian penggunaan

    anestetikum ketamine secara tunggal, ketamine sering dikombinasikan dengan obat

    lain sebagai preanestesi, misalnya sedatif tranquuilizer golongan penotiazin seperti

    acepromazin atau clorpromazin, sedatif hipnotik golongan 2-adrenoceptor seperti

    xylazine, dan golongan benzodiazepin seperti diazepam atau midazolam yang

    diberikan secara IM atau IV (Bishop 1996). Penggunaan kombinasi xylazine 2

    mg/kgBB lima menit kemudian diikuti dengan ketamine 20 mg/kgBB, menyebabkan

    menurunnya denyut jantung, tekanan darah arteri dan respirasi (Kul et al. 2001).

    Waktu anestesi yang dihasilkan oleh kombinasi anestesi xylazine (2 mg/kgBB) dan

    ketamine (15 mg/kgBB) dalam satu spuit secara intamuskular pada anjing lokal

    sekitar 45 menit (Sudisma et al. 2001). Pemberian xylazine secara tunggal pada

    anjing akan menyebabkan muntah dan penurunan denyut jantung beberapa menit

    setelah pemberian xylazine (Bishop 1996).

    Propofol

    Propofol dapat digunakan secara tunggal pada prosedur anestesi yang singkat

    atau untuk induksi sebelum intubasi dan anestesi inhalasi. Propofol mempunyai pH

    netral dan dapat diberikan dalam bentuk emulsi minyak dalam air dengan konsentrasi

    10 mg/ml. Walaupun propofol memperlihatkan warna putih seperti susu, sangat aman

    diberikan secara intravena. Propofol adalah turunan alkil penol (2,6-

    diisopropylphenol), seperti pada Gambar 7 (McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    24/48

    32

    2,6-diisopropylphenol(C12H18O)

    Gambar 7 Struktur kimia propofol

    Propofol termasuk agen anestetikum intravena short acting hypnotic. Propofol

    menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor

    GABAA (Intelisano et al. 2008). Propofol memperbesar pengaruh GABA yang

    mempunyai fungsi menghambat aksi (inhibitory) sistem syaraf pusat, meningkatkan

    konduksi Cl-

    Propofol mempunyai molekul mirip alkohol, molekulnya akan bekerja dan

    berikatan pada reseptor GABA

    yang menyebabkan hiperpolarisasi sehingga tingkat rangsangan sel

    (excitability) menurunkan, menyebabkan sedasi dan relaksasi (Mihic dan Harris

    1997; Intelisano et al. 2008).

    A pada membran sel syaraf pada otak khususnya

    reseptor GABAA subtipe 3 pada transmembran (TM)2 dan TM3 bagian N265

    (N265) sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan pada reseptor GABAAsubtipe 2 (50% pada SSP) akan menyebabkan sedasi. Subtipe 3 yang terdapat pada

    reseptor GABAA merespon propofol dan etomidat sehingga terjadi depresi

    respiratoris (Henschel et al. 2008). Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan

    kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi arterial, bardikardi,

    depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi

    (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Propofol menyebabkan vasodilatasi pada

    vena dan arteri serta berakibat langsung penurunan tekanan darah dan menyebabkan

    relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Penelitian pada manusia, propofol

    menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata

    (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam

    Mohamadnia et al. 2008).

    http://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Oxygenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Oxygenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Oxygenhttp://en.wikipedia.org/wiki/File:Propofol.svghttp://en.wikipedia.org/wiki/Oxygenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbon
  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    25/48

    33

    Efek samping propofol berhubungan dengan dosis penggunaan dan keuntungan

    penggunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen

    anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang

    ditimbulkan (Dzikiti et al. 2007). Efek samping penggunaaan propofol adalah

    hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007).

    Propofol dapat dilarutkan dalam larutan salin (garam) atau dektrosa 5% dalam

    air untuk digunakan pada anjing. Larutan tersebut lebih akurat dan dapat melindungi

    efek samping terhadap respirasi dan kardiovaskular. Propofol tidak dianjurkan untuk

    dilarutkan dalam konsentrasi yang kurang dari 0,2% (2mg/ml), karena tidak dapat

    bercampur dengan pelarut atau agen lain. Tidak seperti cycloheksamin dan barbiturat,

    propofol dapat diberikan secara berulang-ulang dan injeksi dapat diulang setiap 3-5

    menit atau sesuai dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan status pasien atau

    sebagai alternatif dapat diberikan secara infus terus-menerus. Periode pemulihan

    anestesi dengan propofol sangat cepat dan berjalan dengan lembut, walaupun

    diberikan secara berulang-ulang. Pemulihan anestesi dengan propofol pada anjing

    sekitar 20 menit (McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Dosis propofol yang dibutuhkan pasien dan durasi anestesinya tergantung dari

    preanestetikum yang digunakan. Apabila digunakan dosis 6 mg/kg IV, onset

    anestesinya kurang dari 60 detik dan durasinya sekitar 5-10 menit. Dosis propofol

    yang kecil (0,2-0,4 mg/kg/menit) dapat diberikan pada pasien secara infusi terus-

    menerus dengan pompa injeksi atau tetes IV. Propofol dapat digunakan pada anjing

    dengan dosis pemberian 4mg/kg secara intravena (Bishop 1996). Penggunaan

    propofol pada hewan kecil sebagai induksi digunakan dosis 3-8mg/kg secara

    intravena, sedangkan sebagai pemeliharaan anestesi digunakan dosis 0,5-1mg/kg

    diulang setiap 3-5 menit atau dapat diberikan secara infusi intravena 0,3-

    0,5mg/kg/menit. Metode total intraveous anesthesia (TIVA) menggunakan propofol

    digunakan secara luas pada pasien manusia yang ditangani diluar ruang operasi.

    Propofol yang digunakan pada manusia mempunyai waktu pemulihan yang singkat,

    kadang lebih cepat dari isofluran dan menyebabkan muntah dan mabuk pasca operasi.

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    26/48

    34

    Penggunaan propofol dengan metode TIVA juga dipercaya sebagai anestesi alternatif

    untuk hewan kesayangan terutama anjing (Tsai et al. 2007).

    Induksi anestesi pada anjing dengan propofol (4mg/kg) dan ketamine (2mg/kg)

    secara intravena dalam satu spuit dilanjutkan dengan infusi intravena dengan propofol

    (0,5mg/kg/menit) dan ketamine (0,2mg/kg/menit), menghasilkan anestesi dengan

    hemodinamik yang stabil (Intelisano et al. 2008). Anestesi pada anjing dengan

    kombinasi propofol (4mg/kg) dan ketamine (4mg/kg) secara intravena menghasilkan

    anestesi yang aman dan dapat digunakan sebagai alternatif anestesi untuk prosedur

    pembedahan yang panjang (Muhammad et al. 2009). Kombinasi propofol dengan

    preanestetikum mempunyai rentang keamanan yang lebar pada anjing. Eksitasi dan

    tremor otot jarang terjadi, oleh karena itu diperlukan preanestetikum seperti

    acepromazin(0,1mg/kg IV), pentobarbital (2mg/kg), atau diazepam (0,3-0,5mg/kg

    IV). Propofol sangat aman diberikan pada hewan dengan gangguan hati dan ginjal,

    karena metabolisme propofol sangat cepat. Satu kekurangan propofol adalah

    kelemahan untuk disimpan, karena mengandung minyak kedelai, lesithin, dan gliserol

    sehingga akan mendukung pertumbuhan bakteri. Ampul dan botol harus disimpan

    dengan aseptik dan tidak dianjurkan untuk digunakan setelah dibuka selama 12 jam

    (McKelvey dan Hollingshead 2003; Tsai et al. 2007; BBraun 2009).

    Xylazine

    Xylazine adalah salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulantatau alpha-

    2 adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan medetomidin

    adalah preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk

    menghasilkan sedasi, analgesi, dan pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain

    seperti romifidin sering digunakan pada kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk

    anjing dan kucing (Lemke 2004). Xylazine HCl mempunyai rumus kimia 2(2,6-

    dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro 1,3-thiazine hydrochloride, seperti disajikan

    pada Gambar 8. (Booth et al. 1977; Branderet al. 1991; Bishop 1996).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    27/48

    35

    N-(2,6-dimethylphenyl)-5,6-dihydro-4H-1,3-thiazin-2-amine (C12H16N2S)

    Gambar 8 Struktur kimia xylazine HCl

    Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik

    karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap 2-adrenoseptor sehingga

    menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan

    peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf

    pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor2-adrenoseptor, menyebabkan

    penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin.

    Reseptor 2

    Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis

    yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi

    panjang (Hall and Clarke 1983). Xylazine diinjeksikan secara intramuskular

    menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan

    hilang dalam waktu 24 48 jam (Hall and Clarke 1983; Branderet al. 1991).

    -adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau

    pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui

    penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat

    menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Adams 2001).

    Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi,

    kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan

    akhirnya keadaan teranestesi (Hall dan Clarke 1983). Pada sistem pernafasan,

    xylazine menekan pusat pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang

    bagus melalui imbibisi transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine

    pada anjing menghasilkan efek samping merangsang muntah tetapi dapat

    mengosongkan lambung pada anjing diberi makan sebelum dianestesi.

    http://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbonhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Nitrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Nitrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Sulfurhttp://en.wikipedia.org/wiki/Sulfurhttp://en.wikipedia.org/wiki/Sulfurhttp://en.wikipedia.org/wiki/File:Xylazin.svghttp://en.wikipedia.org/wiki/Sulfurhttp://en.wikipedia.org/wiki/Nitrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogenhttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbon
  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    28/48

    36

    Xylazine biasa digunakan pada kucing, anjing dan kuda sebagai agen sedatif

    untuk keperluan pembedahan minor dan untuk menguasai hewan atau handling.

    Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi bukan saja untuk sedasi dan

    analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi. Xylazine bisa digunakan sendiri

    atau dikombinasikan dengan obat lain seperti benzodiazepin atau opioid untuk

    menghasilkan sedasi. Xylazine juga dapat dikombinasikan dengan anestesi injeksi

    seperti ketamine, tiopental, dan propofol atau anestesi inhalasi seperti halotan dan

    isofluran untuk menghasilkan anestesi yang lebih baik (Lemke 2004). Xylazine

    biasanya digunakan sebagai preanestesi, tetapi pada anjing akan menyebabkan

    muntah sehingga bersifat kontra-indikasi untuk hewan yang menderita obstruksi

    gastro-intestinal. Waktu induksi dari suatu agen anestesi bisa dikurangi sampai 50-

    75% dengan pemberian preanestesi xylazine untuk menghindari overdosis (Bishop

    1996).

    Sebagai preanestesi pada kuda, xylazine dapat diikuti dengan tiopenton,

    metoheksiton atau ketamine. Dengan anestetikum ketamine, penggunaan xylazine

    adalah dosis 1,1 mg/kg berat badan secara intra muskular dan diikuti dengan

    ketamine 2,2 mg/kg berat badan. Pada anjing, xylazine bisa digunakan secara sub-

    kutan atau intra muskular dengan dosis 1-3 mg/kg berat badan (Bishop 1996).

    Xylazine dapat digunakan sebagai preanestetikum pada anjing dengan dosis 0,25-

    2mg/kg secara intramuskular dan dosis 0,2-0,5mg/kg secara intravena (McKelvey

    dan Hollingshead 2003).

    Midazolam

    Midazolam adalah golonganshort-actingbenzodiazepin (Gambar 9) umumnya

    digunakan pada manusia tetapi dapat digunakan pada anjing, kucing, babi, burung,

    dan kuda. Midazolam stabil dalam larutan, sehingga dapat dikombinasikan dengan

    ketamine atau ketamine-larutan salin untuk pemberian secara infus, diabsorbsi

    dengan baik dan tidak mengiritasi jaringan bila diaplikasikan secara intramuskular

    (Lumb dan Jones 1996).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    29/48

    37

    Gambar 9 Struktur kimia midazolam

    Midazolam merupakan golongan Imidazobenzodiazepin yang larut dalam air,

    menghasilkan efek hipnotik, relaksasi otot dan lebih potensial daripada golongan

    benzodiazepine lain seperti diazepam (Plumb 1991; Luna et al. 1992). Golongan

    benzodiazepin memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori

    utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh

    terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor

    benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABAA

    Midazolam dimetabolisme di hati. Produk metabolit utama midazolam adalah

    hidroksimidazolam yang diekresikan melalui hati sebanyak 40-50%,

    ,

    sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007).

    -

    hydroxymidazolam yang terbentuk akan segera terikat dengan asam glukoronat (tidak

    aktif) dan 50-70% dosis midazolam yang diberikan kemudian dieliminasi melalui

    ginjal. Waktu paruh eliminasi midazolam pada manusia 1,5-3 jam (Anonim 2002).

    Midazolam mempunyai waktu paruh singkat dan aktivitas farmakologi yang rendah.

    Waktu paruh midazolam dalam serum dan durasi midazolam pada manusia lebih

    pendek dibandingkan penggunaan diazepam. Waktu paruh eliminasi midazolam pada

    manusia lebih kurang 2 jam sedangkan diazepam mencapai 30 jam (Plumb 1991).

    Midazolam diabsorbsi cepat dengan kesempurnaan absorbsi 91% pasca

    injeksi intramuskular dan rentang bioavailabilitas 31-72% pada pemberian per-oral.

    Onset pasca injeksi midazolam secara intravena sangat cepat karena midazolam

    termasuk zat lipofilik tinggi. Reflekss akan berkurang pada 30-97 detik post

    pemberian midazolam pada manusia. Obat ini memiliki ikatan kuat dengan protein

    (94-97%) dan secara cepat menembus blood brain barrier (Plumb 1991). Menurut

    http://en.wikipedia.org/wiki/File:Midazolam.svg
  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    30/48

    38

    Anonim (2002), ketersediaan hayati midazolam post injeksi intramuskular lebih dari

    90% dan konsentrasi plasma maksimum pada manusia dicapai dalam 30 menit. Ikatan

    protein plasma midazolam adalah 96-98%. Selain menembus blood brain barrier,

    midazolam juga mampu menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin.

    Midazolam dapat digunakan secara sendiri sebagai tranquilizer atau

    dikombinasikan dengan anestetikum umum untuk mencegah hipertonus otot dan

    meningkatkan sedasi. Pada anjing, midazolam diinjeksikan intramuskular atau

    intravena, walau pemberian intravena lebih sering digunakan untuk induksi anestesi

    (Lumb dan Jones 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi untuk mengurangi

    kegelisahan sebelum prosedur pembedahan, sebagai sedatif, hipnotik, dan

    menimbulkan amnesia (Stawicki 2007). Midazolam dapat mencegah hipertonus otot,

    meningkatkan efek sedasi, menghasilkan efek hipnotik, dan lebih potensial

    dibandingkan diazepam (Lumb dan Jones 1996; Muiret al. 2000).

    Midazolam diindikasikan untuk sedasi preoperasi, amnesia, penanganan

    seizures atau status epilepsi, sedasi dan amnesia untuk endoskopi, dan

    dikombinasikan dengan agen anestesi lain sebagai anestesi umum (Stawicki 2007).

    Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi, bradikardi, depresi respirasi,

    kerusakan fungsi motor, dan koma. Overdosis midazolam dapat ditangani dengan

    pemberian flumazenil (Stawicki 2007).

    Midazolam lebih baik dibandingkan dengan diazepam. Midazolam bersifat

    stabil di dalam larutan sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamine atau

    ketamine-larutan saline untuk pemberian secara infus (Plumb 1991; Jacobson dan

    Hartsfield 1993). Midazolam diabsorbsi dengan baik dan tidak mengiritasi jaringan

    bila diaplikasikan intramuskular dan pengaruhnya akan muncul setelah tiga menit

    penyuntikan (Lumb dan Jones 1996). Dosis midazolam yang dianjurkan pada anjing

    100-200 microgram/kgBB intravena, intramuskular atau subkutan (Lumb dan Jones

    1996; Bishop 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi pada anjing dengan

    dosis 0,1-0,2mg/kg (maksimal 10mg) secara intramuskular maupun intravena

    (McKelvey dan Hollingshead 2003). Midazolam juga sering digunakan pada kucing

    dan dikombinasikan dengan ketamine (0,2mg/kg midazolam dan 10mg/kg ketamine

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    31/48

    39

    IM). Penggunaan midazolam untuk preoperasi berkisar 0,066-0,22 mg/kgBB

    intramuskular atau intravena (Plumb 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Atropine

    Atropine adalah prototipe agen menghambat muskarinik atau antimuskarinik

    dan merupakan ekstrak alkaloid dari tumbuhan belladona yang termasuk famili

    potato (Adams 2001). Atropine dan derivat alamiahnya adalah ester alkaloid

    ammonium tersier asam tropat (Katzung 1992). Secara kimia, molekul atropine

    terdiri dari dua komponen yang berikatan melalui ikatan ester. Komponen pertama

    adalah tropine yang merupakan sebuah basa organik dan komponen kedua adalah

    asam tropat (Gambar 10).

    Gambar 10 Struktur kimia atropine

    Atropine merupakan antimuskarinik, digunakan untuk mengurangi salivasi

    dan sekresi bronkial dan melindungi serta mencegah kejadian aritmia disebabkan

    prosedur atau sifat obat-obat anestesi. Sebagai preanestesi, atropine diindikasikan

    pada anjing untuk mencegah sejumlah saliva yang dapat menghalangi jalan nafas.

    Atropine dan hyoscin tidak direkombinasikan untuk preanestesi pada kuda karena

    dapat menyebabkan eksitasi dan medriasis. Atropine mencegah efek samping

    muskarinik dari antikolinesterase, yang digunakan untuk mengembalikan pengaruh

    non-depolarisasi obat-obat neuromuskular blok. Atropine adalah obat yang paling

    umum untuk digunakan sebagai antimuskarinik untuk pengobatan bradikardia.

    Penggunaan atropine pada anjing adalah 30100 mikrograms/Kg BB (Bishop 1996).

    Dosis atropine sulfas sebagai preanestetikum 0,02-0,04 mg/kgBB intramuskular atau

    subkutan (Plumb 1991). Atropine biasa digunakan sebagai preanestetik pada anjing

    dengan dosis 0,02-0,04mg/kg secara subkutan, intramuskular, maupun secara

    http://en.wikipedia.org/wiki/File:Atropine.svg
  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    32/48

    40

    intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemakaian atropine sulfas dosis tinggi

    berakibat peningkatan frekuensi jantung dan tonus vagal perifer dan sentral. Kejadian

    disarithmia jantung dan takhikardi pada pemberian atropine sulfas pernah dilaporkan

    pada anjing (Lumb dan Jones 1996).

    Perubahan Aspek Fisiologi dalam Anestesi

    Pengamatan aspek fisiologi untuk pengawasan suatu anestesi dapat dikatakan

    sempurna apabila seluruh perubahan aspek fisiologi dapat diamati, tetapi perubahan

    aspek fisiologi pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh merupakan

    parameter yang terpenting diamati selama periode anestesi (Adams 2001, Flecknell,

    1987). Kunci efektifitas anestesi dan tingkat keamanan selama periode anestesi

    adalah dilakukannya pengawasan dan pemantauan (monitoring) anestesi yang baik.

    Pemeriksaan cepat dan seksama selama periode anestesi dilakukan terhadap

    kedalaman anestesi, kardiovaskuler dan respirasi, oksigenasi, dan variabel yang lain,

    seperti disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Perubahan fisiologi yang diperiksa selama periode anestesi

    Respirasi : kecepatan, kedalaman, dan sifat (gerak kantong reservoir dan gerakan dada).Warna membrana mukosa dan capillary refill time (CRT).Denyut jantungPulsus : kecepatan dan kekuatanKetegangan rahang, posisi bola mata, dan aktivitas refleks palpebral.Oksigenasi (kecepatan aliran dan tekanan)Temperatur tubuh pasien

    Sumber: McKelvey dan Hollingshead 2003

    Tanda-tanda vital dan refleks harus diperiksa selama hewan teranestesi. Tanda

    vital menunjukkan variabel yang mengindikasikan mekanisme respon keseimbangan

    (homeostasis) hewan terhadap anestesi, seperti denyut jantung, kecepatan respirasi,

    capillary refill time (CRT), dan temperatur. Tanda vital bagi pasien menandakan

    kemampuan pasien untuk mempertahankan fungsi respirasi dan sirkulasi selama

    teranestesi. Tanda vital dapat diamati dengan indera (sentuhan, pendengaran, atau

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    33/48

    41

    penglihatan) atau menggunakan alat seperti mesin EKG atau oximeter. Tanda vital

    yang harus diperiksa selama teranestesi adalah denyut dan ritme jantung, pulsus,

    CRT, warna membrana mukosa, kehilangan darah, kecepatan dan kedalaman

    respirasi, dan temperatur. Tanda vital lain yang juga diperiksa adalah oksigenasi,

    CO2

    , EKG, dan tekanan darah. Sedangkan refleks adalah reaksi tidak sengaja dari

    hewan terhadap rangsangan seperti ditusuk atau dipukul. Refleks memberikan

    informasi terhadap kedalaman anestesi tetapi tidak berhubungan dengan keamanan

    anestesi atau mekanisme homeostasis pasien (McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Sistem Kardiovaskeler

    Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari

    jantung, pembuluh darah dan darah. Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah

    sebagai sistem sirkulasi atau alat transport. Sirkulasi darah akan mengangkut

    substansi penting untuk kesehatan dan kehidupan, seperti oksigen (O2) dan nutrisi

    yang diperlukan oleh setiap sel dalam tubuh. Darah juga membawa karbondioksida

    (CO2

    Denyut jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu

    menit. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi

    kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O

    ) dan hasil sisa metabolisme tubuh dari tiap-tiap sel dan mengirimnya ke paru-

    paru, hati, atau ginjal sebagai tempat untuk pengeluaran (Cunningham 2002). Jantung

    berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk

    menimbulkan tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan.

    Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan mendistribusikan

    darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikan ke jantung (Sherwood

    2001, Cunningham 2002).

    2 dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh,

    membawa limbah metabolisme dan mempertahankan homeostasis seluler.

    Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi dengan

    mempergunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung di rongga dada

    sebelah kiri, atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah

    arteri femoralis atau brachialis. Selain itu, pengukuran frekuensi denyut jantung

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    34/48

    42

    dapat juga dilakukan dengan elektrokardiogram (EKG) (Cunningham 2002, Nelson

    2003).

    Denyut jantung minimal yang masih aman pada anjing teranestesi adalah 60

    kali/menit. Denyut jantung yang lebih rendah menandakan kedalaman anestesi yang

    berlebihan atau ada gangguan. Denyut jantung yang umum pada hewan yang

    teranestesi adalah 60-120 kali per menit (anjing sehat 60-180x/menit). Penurunan

    denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh

    sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung dan fungsi

    miokardiak. Hanya beberapa atestetika yang dapat meningkatkan denyut jantung

    seperti atropine, ketamine, dan tiletamin (McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Selama dalam keadaan teranestesi, jantung dapat diamati dengan

    elektrokardiograf untuk melihat gambaran elektrokardiogram. Elektrokardiogram

    (EKG) adalah suatu rekaman keadaan yang menggambarkan konduksi listrik jantung.

    Rekaman konduksi listrik jantung sangat umum digunakan secara klinis untuk

    mendiagnosa disfungsi listrik jantung. Depolarisasi atrial, depolarisasi ventrikel, dan

    repolarisasi ventrikel akan menyebabkan depleksi voltase yang khas dalam bentuk

    gelombang pada elektrokardiogram. Alat elektrokardiograf dapat digunakan untuk

    melihat gambaran elektrokardiogram dan denyut jantung (Cunningham 2002).

    Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel yang menyebabkan terjadinya eksitasi,

    yaitu selpacemakersebagai sumber bioelektrik jantung dan secara dominan berada di

    nodus SA (Sino-Atrial node), sel konduksi sebagai kawat penghubung arus

    bioelektrik seperti nodus AV (Atrio-Ventricular node), berkas his atau serabut

    purkinje, dan sel otot jantung (miokardium) yang berfungsi untuk kontraksi

    (Cunningham 2002).

    Jantung berdepolarisasi apabila terdapat dua buah kesatuan yang secara

    fungsional terisolasi, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri yang

    dijembatani oleh nodus AV. Jalur gelombang depolarisasi dimulai dari nodus SA

    pada atrium kanan, kemudian menyeberangi atrium dari nodus SA ke atrium kiri.

    Dinding atrium relatif tipis sehingga depolarisasi berjalan terus melalui endokardium

    dan epikardium. Kecepatan depolarisasi ini dipengaruhi oleh rangsangan otonom,

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    35/48

    43

    suhu dan ukuran serabut miokardium. Gelombang depolarisasi menyebabkan atrium

    berkontraksi dan darah akan mengalir ke ventrikel. Kemudian gelombang

    depolarisasi mengalir melalui berkas his dan serabut purkinje yang menyebabkan

    dinding ventrikel berkontraksi dan darah dapat dialirkan keluar ventrikel (Sherwood

    2001, Karim dan Kebo 2002).

    Gelombang EKG ditandai dengan satu seri defleksi atau gelombang, dengan

    perjanjian bahwa suatu potensial positif menghasilkan defleksi ke atas dan suatu

    potensial negatif menghasilkan defleksi ke bawah. Gelomgang P, menunjukkan

    depolarisasi atrium atau kontraksi atrium. Gelombang untuk repolarisasi atrium tidak

    terlihat pada EKG, karena tertutup oleh gelombang Q, R, dan S. Gelombang Q, R,

    dan gelombang S, bersama-sama merupakan komplek QRS. Komplek QRS

    menunjukkan depolarisasi ventrikel atau kontraksi ventrikel. Ketetapan pada komplek

    QRS adalah setiap awal defleksi negatif ditunjukkan oleh Q, setiap defleksi positif

    (dengan atau tanpa didahului oleh Q) ditunjukkan oleh R, dan setiap defleksi negatif

    yang mengikuti R, ditunjukkan oleh S. Gelombang T menunjukkan repolarisasi

    ventrikel. Walaupun depolarisasi dan repolarisasi adalah proses yang bertolak

    belakang, gelombang T dan gelombang R biasanya menunjuk kearah yang sama,

    yang menunjukkan bahwa penyebab aktivasi dan penurunan mengambil jalur yang

    berbeda melalui miokardium. Interval PR atau PQ adalah waktu yang berlalu antara

    permulaan eksitasi atrium dan permulaan eksitasi ventrikel atau penjumlahan dari

    waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan simpul AV. Interval QT bervariasi

    dengan denyut jantung, segmen ini menunjukkan waktu yang diperlukan untuk

    depolarisasi dan repolarisasi ventrikel atau jarak antara permulaan gelombang Q

    sampai akhir gelombang T, sedangkan durasi QRS adalah waktu yang diperlukan

    untuk depolarisasi atau kontraksi ventrikel, seperti disajikan pada Gambar 11

    (Sherwood 2001; Karim dan Kebo 2002; Gay dan Rothenburger 2000).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    36/48

    44

    Gambar 11 Diagram gambaran gelombang elektrokardiogram (EKG).

    Selain EKG, tekanan darah juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan

    pada sistem kardiovaskuler. Tekanan darah arteri sangat dipengaruhi oleh cardiac

    output dan tahanan total perifer, denyut jantung, serta stroke volume. Peningkatan

    stroke volume atau cardiac output akan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan

    tahanan perifer juga akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Jadi penurunan

    denyut jantung, stroke volume atau tahanan perifer secara sendiri-sendiri atau

    dikombinasikan akan menurunkan tekanan darah arteri (Muir et al. 2000;

    Cunningham 2002 ). Nilai normal denyut jantung, elektrokardiogram, dan tekanan

    darah arteri pada anjing disajikan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kriteria elektrokardiogram (EKG) dan tekanan darah normal pada anjing

    Parameter Kisaran Normal pada AnjingDenyut Jantung (denyut per menit) 70 160

    Gelombang P (maximum)(detik dan mv) 0,04 dan 0,4

    Interval PQ(detik) 0,06 0,13

    Interval QRS(detik) 0,04 0,05

    Gelombang R(mv) 3

    Segmen ST(mv) 0,2

    Gelombang T (maximum) 1/3 R

    Interval QT(detik) 0,15 0,25Tekanan sistol/diastol (rata-rata)( mmHg) 100/65(90)-160/100(100)

    Sumber : Nelson 2003

    Denyut jantung, gambaran elektrokardiogram dan tekanan darah arteri adalah

    parameter penting pada sistem kardiovaskuler yang harus diperhatikan sebelum dan

    1= Durasi P

    2= Interval PR3= Durasi QRS

    4= Interval QT

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    37/48

    45

    selama melakukan tindakan anestesi maupun pembedahan (Muir et al. 2000;

    Cunningham 2002 ).

    Capillary Refill Time (CRT)

    Capillary refill time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membrana

    mukosa setelah dilakukan penekanan yang lembut dengan jari. Capillary refill time

    menandakan adanya aliran darah pada jaringan. Penekanan pada membrana mukosa

    akan menekan pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran darah di daerah

    tersebut, apabila penekanan dilepaskan kapiler akan terisi kembali oleh darah dengan

    cepat dan warnanya akan kembali, menandakan bahwa jantung masih mampu untuk

    menghasilkan tekanan darah yang cukup (McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Nilai CRT yang lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh

    darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Hal ini menandakan terjadi

    penurunan tekanan darah akibat pemberian obat, hipotermia, gangguan jantung,

    anestesi yang dalam, atau karena terjadi shock (Cunningham 2002; McKelvey dan

    Hollingshead 2003).

    Warna Membrana Mukosa

    Lokasi yang paling mudah dilakukan untuk pemeriksaan warna membrana

    mukosa adalah daerah gusi. Hewan yang mempunyai gusi berpigmen, di daerah lain

    dapat dilakukan pemeriksaan seperti lidah, konjungtiva bawah, atau daerah

    prepusium dan vulva. Warna membrana mukosa yang pucat menandakan kejadian

    kehilangan darah atau anemia atau karena aliran darah yang lemah akibat hewan

    terlalu lama dianestesi. Warna membrana mukosa yang ungu atau biru adalah kondisi

    yang disebut sianosis, sebagai tanda berhentinya aliran darah atau kekurangan

    oksigen pada jaringan. Sianosis pada hewan selama dianestesi menandakan terjadi

    gangguan respirasi atau terjadi obstruksi saluran respirasi bagian atas dan hewan

    harus segera diselamatkan (Cunningham 2002; McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    38/48

    46

    Tekanan Darah

    Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk

    mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur

    tekanan darah. Beberapa istilah yang digunakan untuk menentukan tekanan darah

    adalah tekanan darah sistol (systolic arterial pressure, SAP), tekanan darah diastol

    (diastolic arterial pressure, DAP), dan tekanan darah rata-rata (mean arterial

    pressure, MAP). Systolic arterial pressure adalah tekanan darah tertinggi yang

    dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan arteri besar.

    Diastolic arterial pressure adalah tekanan darah terendah yang merupakan tekanan

    sisa pada saat jantung berada pada tahap istirahat atau relaksasi sebelum kontraksi

    berikutnya. Mean arterial pressure adalah tekanan rata-rata siklus jantung dan

    merupakan tekanan darah yang paling penting yang berhubungan dengan anestesi,

    karena merupakan indikator paling baik untuk mengetahui aliran darah pada organ

    dalam. Mean arterial pressure dapat diketahui secara langsung pada alat ukur atau

    dengan menghitung menggunakan rumus sebagai berikut :

    (SAP DAP)MAP = DAP +

    3

    Nilai normal SAP pada anjing adalah sekitar 120 mmHg (90-160 mmHg) dan

    nilai normal DAP adalah 80 mmHg (50-90 mmHg) sehingga dapat dikatakan bahwa

    nilai normal SAP/DAP adalah 120/80. Sedangkan nilai MAP normal adalah 90-100

    mmHg, pada hewan yang teranestesi adalah 70-90 mmHg (Cunningham 2002;

    Nelson 2003; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Gambaran Darah

    Pengamatan laboratoris yang diperlukan sebelum dan selama tindakan

    anestesi adalah penghitungan sel darah lengkap (CBC, complete blood cell count).

    Penghitungan sel darah lengkap terdiri dari penentuan PCV (packed cell volume), Hb

    (hemoglobin), TPP (total plasma protein), dan evaluasi blood smear untuk sel darah

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    39/48

    47

    putih (WBC, white blood cell), sel darah merah (RBC, red blood cell), dan platelet.

    Pengamatan tersebut bertujuan untuk melihat status hidrasi dan status hematologi

    volume sel darah merah yang bersirkulasi. Dengan diketahui status hidrasi maka shok

    dan anemia karena kehilangan banyak darah dapat dicegah sedini mungkin pada saat

    operasi (Dodman et al. 1984; McKelvey dan Hollingshead 2003).

    Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan PCV dan Hb menandakan

    kemampuan darah untuk mengirim oksigen ke jaringan. Nilai PCV yang berada

    diatas normal menandakan jumlah relatif sel darah merah meningkat yang terjadi

    pada keadaan kehilangan cairan dan menyebabkan terjadinya dehidrasi. Tingginya

    nilai PCV sangat penting diperhatikan, karena berhubungan dengan hemokonsentrasi

    dan meningkatnya kekentalan darah, yang menyebabkan penurunan curah jantung.

    Apabila nilai PCV rendah, menandakan terjadinya anemia yang disebabkan oleh

    kehilangan darah, hemolisis, atau gangguan produksi sel darah merah, akhirnya akan

    menyebabkan penurunan kapasitas penyediaan oksigen ke jaringan. Nilai PCV di

    bawah 25% pada anjing menandakan bahwa oksigenasi pada jaringan tidak cukup,

    terutama untuk jantung dan anestesi harus ditunda sampai terjadi perbaikan anemia.

    Nilai TPP juga sangat penting seperti nilai PCV, karena peningkatan nilai TPP sama

    dengan peningkatan nilai PCV yang menandakan adanya dehidrasi. Penurunan nilai

    TPP menandakan terjadinya hipoproteinemia yang diakibatkan oleh gangguan ginjal,

    hati, atau gastrointestinal. Sedangkan jumlah sel darah putih menandakan ada

    tidaknya infeksi atau tingkat stres yang terjadi pada hewan. Kondisi terinfeksi dan

    stres akan meningkatkan resiko anestesi. Tabel 4. menunjukkan nilai normal

    gambaran darah anjing (Dodman et al. 1984; McKelvey dan Hollingshead 2003).

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    40/48

    48

    Tabel 4. Kriteria normal pemeriksaan darah pada anjing(Sumber : Wolfensohn dan Lloyd 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003; Foster 2009)

    Parameter

    Kisaran Referensi

    untuk Anjing

    Denyut Jantung (denyut per menit) 70-160

    Hb (g/dl) 14-18

    PCV (%) 35-54

    Red Blood Cell Count (x106 5.6-8.7/l)

    White Blood Cell Count (/l) 6,000-17,000

    Neutrophils(/l) 3,000-12,000

    Lymphocytes(/l) 530-4,800

    Monocytes(/l) 100-1800

    Eosinophils(/l) 0-1,900

    Basophils(/l)

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    41/48

    49

    Tabel 5. Tekanan gas respirasi dan gas darah normal pada anjing (mmHg)(Sumber : Muir 2000; Nelson 2003; McKelvey dan Hollingshead 2003)

    Gas atsmosfer

    (inspirasi)

    alveolar arteri Vena

    O 1602 102 100 40

    CO 0,22 40 40 45

    N 5952 570 572 572

    Kelembaban air 4,8 48 48 48

    Total 760 760 760 705

    End Tidal CO2(CO

    2

    alveolar [5 s/d 10]) 35-46 mmHg (anjing)

    Frekuensi Respirasi 15 (10 30) kali/menit (anjing)

    Respirasi pada hewan akan mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah

    yang sama dengan yang dikeluarkan ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk

    dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan jumlah inspirasi atau

    ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya disebut frekuensi respirasi per menit

    (respiratory rate). Volume tidal dan frekuensi respirasi akan menghasilkan volume

    respirasi per menit (menute volume). Kedalaman respirasi akan mempengaruhi

    ukuran volume tidal. Respirasi yang lebih dangkal akan menurunkan volume tidal

    dan sebaliknya (Muiret al. 2000).

    Pengamatan terhadap frekuensi respirasi dapat dilakukan dengan melekatkan

    sebuah monitor pada katub ekhalasi pada sirkuit anestesi per inhalasi yang dapat

    berdesis pada setiap kali ekhalasi. Metode lain yang dapat digunakan untuk

    mengamati frekuensi respirasi adalah dengan memasukkan sebuah thermistor probe

    ke dalam saluran pernapasan. Pengamatan frekuensi respirasi juga dapat dilakukan

    dengan cara visual dengan memperhatikan gerakan inspirasi dan ekspirasi pada

    tulang iga di bagian dada (Moens dan Fargetton 1990; Cunningham 2002; Nelson

    2003).Dalam keadaan normal, O2 diangkut ke dalam alveoli paru-paru dan CO2

    diangkut dari alveoli paru-paru, sehingga komposisi udara di dalam alveoli paru-paru

    dapat dipertahankan dalam konsentrasi yang konstan. Pertukaran gas di paru-paru

    terjadi dengan melewati membran alveoli dan membran kapiler, yang tebalnya kira-

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    42/48

    50

    kira tidak lebih dari satu mikron, sehingga dapat berlangsung dengan cepat. Keadaan

    udara di dalam pembuluh kapiler paru-paru dan di dalam alveoli paru-paru mendekati

    seimbang, sehingga tekanan gas CO2 dan O2 di dalam darah relatif sama dengan

    tekanan CO2 dan O2

    di dalam alveoli paru-paru (Cunningham 2002).

    Suhu Rektal

    Suhu rektal adalah variabel fisiologis yang paling sederhana dan mudah untuk

    diamati selama anestesi. Suhu rektal adalah parameter paling sederhana untuk diamati

    perubahannya dengan menggunakan alat fisiograf. Panas dalam tubuh berasal dari

    hasil metabolisme di dalam tubuh dan dari luar tubuh. Pada saat energi makanan

    dicerna, panas akan dihasilklan dari keseluruhan tahap proses metabolisme di dalam

    tubuh. Energi yang terdapat didalam makanan dirubah dalam bentuk panas, yang

    disebarkan ke lingkungan dan dipancarkan keseluruh permukaan.

    Hewan akan melawan panas dari lingkungan bila suhu disekitarnya lebih

    besar dari suhu tubuh dan bila terpapar oleh radiasi panas. Hal yang sama juga terjadi

    jika hewan terpapar sinar matahari langsung atau berada dekat dengan benda padat

    yang lebih hangat dari pada suhu tubuhnya. Panas tubuh akan hilang menuju

    lingkungan sekitar melalui pemancaran dari permukaan tubuh menuju objek yang

    lebih dingin. Pemancaran panas terjadi melalui pergerakan udara atau air yang

    menjadi lebih hangat oleh tubuh, melalui penguapan sekresi respirasi, keringat atau

    saliva dan melalui penghantaran pada permukaan yang lebih dingin karena tubuh

    hewan bersentuhan. Panas juga hilang melalui urin dan feses. Banyak sumber panas

    dari metabolisme dalam tubuh, seperti hati, jantung, dan otot berada jauh dari kulit

    sebagai tempat pelepasan atau kehilangan panas, sehingga diperlukan pemindahan

    panas. Jaringan tubuh adalah penghantar panas yang tidak baik, sehingga panas

    dipindahkan terutama oleh pergerakan di dalam sirkulasi. Jantung dan pembuluh

    darah akan memegang peranan yang sangat penting untuk pemindahan panas di

    dalam tubuh (Cunningham 2002).

    Pusat pengaturan seluruh informasi dari berbagai reseptor terjadi di anterior

    hipotalamus. Informasi yang berasal dari reseptor temperatur pusat lebih besar

  • 7/29/2019 fisiologi anestesi

    43/48

    51

    pengaruhnya dari pada informasi yang berasal dari reseptor kulit dan visceral,

    sehingga peningkatan temperatur pusat 0,5o

    Salah satu penyebab hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi

    adalah penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang

    menggunakan pendingin ruangan atau air-conditioningdengan pengaturan suhu yang

    sangat rendah. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit j