Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

24
EVALUASI PASCA HUNI PENGGUNA INTERNAL TERHADAP PERFORMANSI FISIK KAMAR OPERASI DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Objek Penelitian (Manajemen Fisik Kamar Operasi) Evaluasi Pasca Huni : Aspek Teknikal Aspek Perilaku Standar Depkes : 1. Pencahaya an 2. Penghawaa Performansi Fisik : Kelistrikan Lokasi Sirkulasi Udara Obyek empirik Obyek empirik Obyek empirik

Transcript of Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

Page 1: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

EVALUASI PASCA HUNI PENGGUNA INTERNAL TERHADAP PERFORMANSI FISIK KAMAR OPERASI

DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Objek Penelitian(Manajemen Fisik Kamar Operasi)

Evaluasi Pasca Huni :Aspek TeknikalAspek Perilaku

Aspek Fungsional

Standar Depkes :1. Pencahayaan2. Penghawaan3. Kelembaban4. Kebisingan

Performansi Fisik :Kelistrikan

LokasiSirkulasi UdaraPembagian Area

Komponen Ruang

Obyek empirik Obyek empirik Obyek empirik

Page 2: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

1. Landasan Ontologis dalam Penelitian ini

A. Performansi Fisik

Pencahayaan merupakan salah satu pertimbangan dalam kenyamanan dalam

bekerja. Pencahayaan pada ruang operasi maupun pencahayaan lampu operasi

memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu. Switches lampu baik lampu utama

kamar operasi maupun lampu operasi sentral harus terdapat di dinding dalam

kamar operasi. Lampu operasi memiliki kecerahan sampai 80.000 lux. Lampu

kamar operasi harus memiliki kecerahan yang lebih di atas kecerahan lampu

operasi. Hal ini untuk mencapai suatu efek kontras antara medan operasi dan

lingkungan sekitar medan operasi. Dalam pengaturan pencahayaan juga harus

diperhatikan tentang adanya efek glare. Efek glare adalah efek menyilaukan yang

diperoleh ketika suatu cahaya mengenai suatu benda metal atau benda yang sangat

memantulkan cahaya. Efek ini dapat dihindari dengan cara merubah design dari

barang yang menimbulkan glare maupun dengan cara menata ulang peralatan

maupun instrumen yang menghasilkan efek glare jika terkena cahaya. Lampu

operasi harus memiliki batere cadangan yang akan sangat berguna ketika terjadi

mati lampu di tengah-tengah proses operasi. Dua faktor utama di dalam konsep

perencanaan pencahayaan adalah tingkat penyinaran dan pengotrolan silau.

Selain itu unsur luar yang turut mempengaruhi kenyamanan pandangan yang

harus diselesaikan secara teknis adalah wujud objek yang di pandang, latar

belakang objek, dan kondisi fisiologis mata. Pada hakikatnya, konsep

perencanaan pencahayaan adalah pengaturan efek sinar yang sesuai terangnya dan

tidak menyilaukan sehingga kenyamanan dapat terjadi (Hatmoko, 2010).

Selain lighting, penggunaan warna pada ruangan juga dapat mempengaruhi

kondisi gelap terang ruangan, yang kemudian dapat mempengaruhi kondisi psikis

Page 3: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

orang yang ada di dalamnya. Warna-warna hangat seperti orange, dapat

meningkatkan rasa sosial dalam diri seseorang. Warna-warna hangat seperti ini

dapat diterapkan pada ruang-ruang bersama seperti ruang tunggu dan ruang lobby.

Warna juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap waktu, ukuran,

berat dan volume. Pada ruang-ruang bersama penggunaan warna-warna hangat

dapat menjadikan waktu berlangsung lama, sebaliknya warna-warna dingin dapat

menjadikan waktu berlangsung cepat (Hatmoko, 2010).

Adanya pendingin ruangan atau air conditioner di dalam ruang operasi dapat

meningkatkan kenyamanan bagi tenaga medis maupun pasien. Selain berfungsi

sebagai pendingin ruangan, air conditioner juga berfungsi sebagai pengatur

sirkulasi udara di dalam ruang operasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya ventilasi

yang menghubungkan ruang operasi dengan lingkungan luar. Pendingin ruangan

namun memiliki suatu perhatian khusus, yaitu fungsinya sebagai penyaring udara,

maka harus diperhatikan agar udara luar tidak terbawa masuk ke dalam ruang

operasi dan penyaring udara tidak boleh digunakan terlalu lama karena penyaring

udara dapat menjadi tempat yang baik sebagai tempat berkembang biak bakteri

dan penyebaran spora jamur (Rao, 2004).

Untuk mencapai kenyamanan, kesehatan, dan kesegaran dalam ruangan perlu

usaha untuk mendapatkan udara segar dari aliran udara alam maupun buatan.

Untuk mendapatkan udara segar dari alam yaitu memberi bukaan (ventilancy)

pada daerah yang diinginkan, dan untuk udara segar buatan yaitu dengan

menggunakan kipas angin maupun penyejuk ruangan (Tangoro, 2000).

Ventilasi berperan penting dalam kontrol infeksi lingkungan di dalam kamar

operasi. Pada ruangan yang tidak memiliki horizontal laminar airflow maka

Page 4: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

penyalur udara bersih diletakan di langit-langit dan penghisap udara berada di

dekat lantai. Pintu ruang operasi harus selalu dalam keadaan tertutup. Pintu

dibuka hanya ketika tenaga medis, peralatan, maupun pasien akan melewatinya.

Konsep pengolahan dan pengendalian udara atau penghawaan pada ruang pada

hakekatnya terdiri dari tiga hal yaitu :

a. Pengendalian kalor atau panas dan suhu serta penggunaan bahan material

bangunan seperti jenis dan tekstur bangunan, zat pelapis atau cat, orientasi

bangunan terhadap arah sinar matahari dan angin, tata hijau lingkungan

mempengaruhi seberapa besar atau seberapa kecil panas atau kalor yang

diserap atau dikeluarkan untuk menciptakan suhu nyaman bagi pengguna

yaitu berkisar 25-26 derajat selsius.

b. Pengendalian kelembaban udara yang nyaman bagi tubuh adalah sekitar

40-70%. Salah satu strategi untuk mengendalikan kelembaban udara

dalam suatu ruangan yaitu dengan mempercepat proses penguapan. Hal ini

dicapai dengan mengoptimalkan aliran sirkulasi udara atau ventilasi.

Ventilasi diperoleh dengan memanfaatkan perbedaan bagian-bagian

ruangan yang berbeda suhunya, dan karena berbeda tekanan udaranya.

c. Pengendalian pertukaran udara. Kesegaran udara dalam ruang serta

kesehatannya diukur dengan besarnya kadar zat asam (CO2) tidak

melebihi 0,1-0,5 %. Pergantian udara dalam ruang dikatakan baik apabila

untuk ruangan dengan dimensi lima meter kubik per orang, udara dalam

ruang harus diganti lima kali per jam. Semakin kecil rasio ruang per

orang, frekuensi pergantian udara semakin tinggi (Hatmoko, 2010).

Page 5: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

Kebisingan dapat mengganggu kinerja tenaga medis di dalam kamar operasi.

Dengan adanya kebisingan, percakapan yang terjadi antara tenaga medis di dalam

kamar operasi bisa terganggu. Sumber kebisingan bisa dari instrumen-instrumen

yang terdapat dalam kamar operasi maupun orang itu sendiri (Clancy, 2008).

Akustik adalah suatu bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau

berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Bising yang cukup keras di atas 70 desibel

dapat menyebabkan kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit

lambung dan masalah peredaran darah (Doelle, 1980). Sumber kebisingan bisa

berasal dari dalam bangunan (Interior noise/impact noise) dan kebisingan yang

berasal dari luar bangunan (Exterior noise/airborne noise). Impact noise

merupakan kebisingan yang terjadi karena aktivitas yang terjadi di dalam

bangunan itu sendiri, sedangkan airborne noise merupakan kebisingan yang

terjadi karena situasi di luar bangunan (Doelle, 1972).

Faktor kenyamanan terhadap kebisingan adalah tingkat kebisingan yang dapat

diterima dan dapat diatasi oleh elemen interior di dalam melawan airborne noise

dan impact noise, elemen interior seperti dinding atau partisi pada klinik harus

meredam bunyi dengan kekuatan 40-50 desibel (Simha, 1985).

Konsep pengendalian kebisingan ditujukan untuk mengatasi kebisingan dari

dalam bangunan (interior noise/impact noise), dan dari luar bangunan (exterior

noise/airborne noise). Tingkat kebisingan yang diijinkan untuk sebuah pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit yaitu antara 35 sampai 45 desibel, sehingga

penyelesaian pengendalian kebisingan diupayakan melalui elemen interior seperti

dinding atau partisi di mana untuk rumah sakit paling tidak harus dapat meredam

bunyi dengan kekuatan 40 sampai 45 desibel. Konsep yang digunakan untuk

Page 6: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

mengatasi masalah kebisingan adalah mengolah tata letak dan perencanaan

interior, pemilihan material bangunan serta finishing dinding sedemikian rupa

yang dapat mendukung pengendalian kebisingan tersebut. Di sisi lain,

perencanaan tata massa bangunan juga berperan dalam pengendalian kebisingan.

Penggunaan material seperti karpet, baik pada lantai maupun dinding dapat

mereduksi kebisingan sampai 70 persen. Penggunaan plafon yang tepat juga

dapat mereduksi kebisingan terutama dari lantai ke lantai. Kebisingan juga dapat

dihindari dengan tidak menggunakan bahan-bahan logam pada furnitur (Hatmoko,

2010).

Debu dan getaran akan muncul dari aktivitas pengolahan sampah padat

melalui insenerator atau dari generator listrik. Oleh karena itu, salah satu

penyelesaian untuk mencegah kondisi di atas dengan langkah aktif maupun

dengan langkah pasif. Sebagai langkah aktif adalah melakukan pengelolaan dan

pemeliharaan di lokasi yang memungkinkan timbulnya sumber bau. Sedang

langkah pasif adalah melakukan rekayasa bangunan dan tata ruang terbuka dengan

memanfaatkan vegetasi atau tata hijau yang ditanam rapat. Dari tata hijau tersebut

diharapkan mampu mereduksi bau, debu maupun getaran yang mungkin terjadi.

Pada ruang perawatan kadar debu maksimal 150 µg/m3 udara dalam pengukuran

rata-rata 24 jam, selain itu sudut ruang yang menggunakan bentuk konus juga

sangat berpengaruh untuk menghindari debu dan memudahkan sistem kebersihan

dan perawatan dalam ruangan (Hatmoko, 2010).

Pentingnya kaitan fisik rumah sakit juga terlihat dari beberapa dimensi mutu

yang mensyaratkan perlunya manajemen fisik rumah sakit yang baik untuk

mewujudkan dimensi tersebut antara lain :

Page 7: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

a. Physical safe : membutuhkan lingkungan yang secara fisik aman.

b. Tangibles : membutuhkan penampilan fisik yang baik.

c. Accessibility : membutuhkan kondisi fisik yang mempermudah akses

bagi yang membutuhkan.

d. Ammenities : membutuhkan fasilitas fisik yang nyaman.

e. Affordability : membutuhkan sarana fisik yang dapat menunjang

efisiensi pelayanan.

f. Interpersonal relationship : membutuhkan fasilitas fisik yang

memperhatikan hubungan antar manusia baik antara pemberi layanan

dengan pelanggan, maupun antara petugas pemberi layanan.

g. Respect and caring : membutuhkan lingkungan fisik yang

memberikan kesan perlakuan hormat, sopan dan penuh perhatian

(Hatmoko, 2010).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Swenson (1995) mengenai

desain yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan hasilnya antara

lain :

a. Physical comfort : meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang

sesuai, tidak bising, furniture yang nyaman, ada fasilitas telepon, tidak

berbau.

b. Social comfort : meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter

tidak mudah didengar orang yang tidak berkepentingan).

c. Symbolic meaning : seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang

tidak nyaman akan mengesankan merendahkan pasien.

Page 8: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

d. Way finding : orang yang datang ke rumah sakit umumnya dalam

keadaan stress dan panik, bila petunjuk menuju ruang-ruang di rumah

sakit yang kurang jelas dan banyak maka pasien atau keluarga pasien

dapat menuju daerah terlarang atau berbahaya.

B. Evaluasi Pasca Huni

Evaluasi pasca huni didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat

keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada

pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya (Preiser, et.al, 1998).

Hatmoko (2004) menyebutkan evaluasi pasca huni adalah suatu proses

evaluasi fasilitas dengan cara yang sistematik setelah fasilitas tersebut dibangun

dan dihuni dalam suatu kurun waktu tertentu.

Kebanyakan fasilitas kesehatan sekarang berada dalam tahap penghunian dan

pemanfaatan, sehingga sangat diperlukan evaluasi terhadap fasilitas yang ada

sekarang. Tahap evaluasi pasca huni adalah tahap yang sangat perlu untuk

melihat kesesuaian antara apa yang ada sekarang denga pola-pola pemanfaatan

oleh manusia dan perilakunya (Hatmoko, 2004).

Evaluasi pasca huni adalah kegiatan dalam rangka penilaian tingkat

keberhasilan suatu bangunan dalam rangka memberikan kepuasan dan dukungan

kepada penghuni, terutama dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Kegiatan

evaluasi pasca huni dilakukan untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan

dan lingkungan binaan dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni bangunan,

disamping itu juga untuk memberikan masukan dalam merancang bangunan yang

mempunyai fungsi yang sama (Suryadhi,2005)

Page 9: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

Menurut Watson (2004) evaluasi pasca huni bisa dilaksanakan pada setiap

gedung, baik pada gedung yang sudah lama maupun gedung yang baru. Untuk

gedung baru, evaluasi pasca huni lebih banyak ditekankan bagaimana untuk

memberikan sentuhan akhir, karena tentunya masih ada beberapa ketidaksesuaian

antara perencanaan dengan penghunian.

Mayoritas fasilitas kesehatan sekarang berada dalam tahap penghunian dan

pemanfaatannya. Oleh karena itu, sesungguhnya sangat diperlukan evaluasi

terhadap fasilitas yang ada sekarang, yang lazim disebut dengan evaluasi pasca

huni. Tahap evaluasi pasca huni adalah tahap yang sangat perlu untuk melihat

kesesuaian antara apa yang ada sekarang dengan pola-pola pemanfaatan oleh

manusia dan perilakunya. Evaluasi pasca huni adalah suatu proses evaluasi

fasilitas dengan cara yang sistematik setelah fasilitas tersebut dibangun dan dihuni

dalam suatu kurun waktu tertentu (Hatmoko, 2010).

Kegunaan evaluasi pasca huni bagi rumah sakit terbagi dalam tiga jangka

waktu menurut Hatmoko (2010), antara lain :

a. Kegunaan jangka pendek, yaitu meliputi peningkatan dalam hal

identifikasi masalah dan solusi dalam manajemen fasilitas, manajemen

fasilitas yang proaktif terhadap aspirasi pengguna, peningkatan

pemanfaatan ruang dan umpan balik terhadap kinerja bangunan,

peningkatan sikap pengguna melalui keterlibatan dalam proses evaluasi,

pemahaman implikasi kinerja dalam kaitannya dengan ketersediaan

anggaran, serta proses pengambilan keputusan yang lebih rasional dan

objektif.

Page 10: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

b. Kegunaan jangka menengah, yaitu meliputi peningkatan dalam hal

kemampuan pengembangan fasilitas sesuai dengan pertumbuhan

organisasi, penghematan biaya dalam proses pemanfaatan dan

pemeliharaan bangunan serta peningkatan usia bangunan, akuntabilitas

kinerja bangunan oleh semua pengguna.

c. Kegunaan jangka panjang, yaitu meliputi peningkatan dalam hal kinerja

fasilitas dalam jangka panjang, perbaikan basis data, standar, dan kriteria

untuk perancangan fasilitas, serta perbaikan sistem penilaian fasilitas

melalui kuantifikasi.

Menurut Preiser et.al (1998) evaluasi purna huni mempunyai tiga tingkatan

yaitu :

a. Indikatif EPH : Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan dilakukan

dalam waktu yang singkat (tiga jam, maksimal satu hari). Biasanya

evaluator sudah sangat mengenal objek evaluasinya. Perolehan data dari

mempelajari dokumen (blue print, walk-through, Kuesioner,

wawancara).

b. Investigatif EPH : berlangsung lebih lama dan lebih komplek, biasanya

dilakukan setelah ditemukannya isu-isu (saat indikatif EPH), dikerjakan

selama dua sampai empat minggu.

c. Diagnostik EPH: menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil

yang lebih tepat dan akurat, memerlukan waktu beberapa bulan, hasilnya

merupakan evaluasi yang menyeluruh.

Preiser et.al (1998) menyebutkan dalam evaluasi pasca huni yang diukur

adalah kriteria performansi yang meliputi tiga aspek yaitu:

Page 11: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

a. Aspek teknikal : dapat menjadi ciri latar belakang lingkungan pengguna

beraktivitas. Meliputi struktur, sanitasi dan ventilasi, keselamatan

kebakaran, elektrikal, dinding eksterior, finishing interior, atap, akustik,

pencahayaan, dan sistem kontrol lingkungan.

b. Aspek fungsional : meliputi faktor manusia, penyimpanan, komunikasi

dan alur kerja, fleksibilitas, dan perubahan, serta spesialisasi dalam tipe

atau unit bangunan. Organisasi yang menempati gedung mengharapkan

memperoleh kepuasan dari gedung tersebut karena kinerja fungsionalnya.

c. Aspek perilaku : meliputi teritorialitas, privasi dan interaksi, persepsi

lingkungan, citra dan makna, serta kognisi dan orientasi lingkungan.

Page 12: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

2. Landasan Epistemologis dalam Penelitian ini

A. Kerangka Pikir

1. Performansi Fisik

Performansi fisik kamar operasi adalah keadaan kondisi fisik kamar

operasi dari aspek teknikal, aspek fungsional, dan aspek perilaku yang

ditemukan di kamar operasi rumah sakit Panembahan Senopati Bantul.

2. Evaluasi Pasca Huni

Evaluasi pasca huni adalah kegiatan dalam rangka penilaian tingkat

keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan

kepada penghuni, terutama dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang

terdapat di kamar operasi rumah sakit Panembahan Senopati Bantul.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional, jenis data dan analisis

data berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari

performansi fisik kamar operasi, hasil kuesioner evaluasi pasca huni kepada

pengguna internal. Data kuantitatif diperoleh dari pengukuran suhu, pencahayaan,

kebisingan dan kelembaban ruangan.

Standar yang diterapkan Performansi fisik Evaluasi pengguna

Kesenjangan Tingkat kesesuaian

Rekomendasi

Page 13: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

C. Analisis Data

Data yang terkumpul dari kuesioner evaluasi pasca huni ditabulasi, diolah,

dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif menggunakan program SPSS versi

20 yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan kemudian ditarik

kesimpulan. Data yang terkumpul dari alat ukur sudah merupakan suatu hasil

penelitian.

Page 14: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

3. Landasan Aksiologis dalam Penelitian ini

1. Bagi rumah sakit khususnya instalasi bedah sentral

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pihak rumah

sakit dalam rangka memperbaiki instalasi bedah sentral yang sesuai dengan

standar sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dan

dapat mengurangi resiko-resiko yang mungkin terjadi di kamar operasi

2. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan tambahan kajian tentang manajemen fisik rumah sakit

terutama di bagian instalasi bedah sentral atau kamar operasi.

3. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti dalam hal manajemen fisik kamar

operasi.

4. Pandangan Dari Sudut Agama

Manajemen fisik dilihat dari berbagai aspek yang salah satunya adalah aspek

teknikal yang mengandung unsur sanitasi atau kebersihan di dalamnya. Studi

Islam tentang hidup bersih merupakan hal yang sangat urgen bagi manusia karena

bersih identik dengan iman. Hal ini dapat ditemui dalam Al-Quran yang

menyebutkan sebanyak 33 kali tentang kebersihan. Ayat-ayat tersebut mengatur

berbagai aspek kebersihan seperti kebersihan lahir, kebersihan batin, kebersihan

pakaian, kebersihan makanan, kebersihan harta, kebersihan tempat tinggal dan

kebersihan lingkungan.

“Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasullullah

SAW : sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia

Maha Bersih yang menyukai kebersihan. Dia Maha Mulia yang menyukai

Page 15: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah

tempat-tempatmu” (HR. Tirmizi).

5. Pandangan Pribadi

Tumbuhnya persaingan antara rumah sakit yang semakin ketat dan tajam,

maka setiap rumah sakit dituntut untuk meninggikan daya saing dengan berusaha

memberikan kenyamanan ruang terhadap pasien, penunggu maupun pengunjung

rumah sakit. Pasien dan pengunjung lainnya merupakan kelompok pengguna jasa

layanan rumah sakit yang perlu dipertimbangkan, karena merupakan kekuatan di

masa yang akan mendatang. Mereka semakin pemilih dan memperhatikan

keberadaan rumah sakit.

Perubahan tersebut menuntut kemampuan pengelola rumah sakit untuk

berpikir stratejik dengan cara mengembangkan berbagai upaya agar mampu

meningkatkan pendapatan rumah sakit tanpa mengurangi fungsi sosialnya.

Pelayanan rumah sakit yang berorientasi kepada kepuasan pasien dan

keluarganya, profesionalisme petugas, dan tersedianya sarana dan prasarana yang

memadai yang didukung oleh manajemen yang efisien, merupakan kunci pokok

dalam meningkatkan mutu pelayanan, yang pada akhirnya akan meningkatkan

pendapatan rumah sakit.

Pada dasarnya fisik rumah sakit juga berhubungan langsung dengan kualitas

layanan medik. Bangunan yang baik akan memberikan tingkat kenyamanan yang

tinggi dalam pemanfaatannya sehingga memberikan sumbangan pada proses

penyembuhan pasien dan produktivitas pelaku. Bangunan yang baik juga akan

memberikan jaminan bagi terlaksananya prosedur-prosedur pelayanan medik yang

diberikan.

Page 16: Filsafat Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal

DAFTAR PUSTAKA

Clancy, C.M (2008), Designing for Safety : Evidence – Based Design and Hospital. American Journal of Medical Quality.

Doelle, L.L (1972), Environment Acoustics, Montreal : Mc Graw-Hill Inc.

Doelle, L.L (1980), Environment Acoustics, New Delhi : Mc Graw-Hill Inc.

Hatmoko, A.U (2010), Arsitektur Rumah Sakit. Yogyakarta : Global Rancang Selaras.

Miller, R.L, Swensson, E.S (1995), New Direction in Hospital and Healthcare Facility Design, New York : MC Graw-Hill,Inc.

Preiser, W.F.E, Rabinowitz, H.Z., and White, E.T (1998), Post Occupancy Evaluation. New York : Von Nortsrtand Reinhold Company.

Rao, S.K.M (2004), Designing Hospital for Better Infection Control. MJAFI. 60 : 63-66.

Simha, D.A (1985), Building Environment, New Delhi : Mc Graw-Hill Publishing Company Limited.

Suryadhi (2005), Evaluasi Pasca Huni Instalasi Rawat Darurat Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan. Tesis IKM FK UGM.

Tangoro, D (2000), Utilitas Bangunan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal:46,47.

Watson, C.G (2004), Review of Building Quality Using Post Occupancy Evaluation. http://postoccupancyevaluation.com