Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco Johana Lanna Christabella 12.70.0093 a3
-
Upload
james-gomez -
Category
Documents
-
view
24 -
download
1
description
Transcript of Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco Johana Lanna Christabella 12.70.0093 a3
-
Acara II
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR
FERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusunoleh:
Johana Lanna Christabella
12.70.0093
Kelompok: A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
-
1
1. HASIL PENGAMATAN
1.1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kloter A
Dibawah ini terdapat tabel 1. yang merupakan hasil pengamatan lapisan nata de coco
kloter A pada praktikum fermentasi susbstrat cair nata de coco.
Tabel 1. Pengukuran Lapisan Nata de coco pada hari ke-0, ke-7, dan ke-14
Kel Tinggi Media
Awal (cm)
Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata
H0 H7 H14 H0 H7 H14
A1 1,4 0 0,3 0,3 0 21,43 21,43
A2 1,2 0 0,4 0,4 0 33,33 33,33
A3 1,4 0 0,5 0,5 0 35,71 35,71
A4 2 0 0,2 0,6 0 10,00 30,00
A5 1,2 0 0,2 0,3 0 16,60 25,00
Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa tinggi ketebalan nata pada
seluruh kelompok di hari ke 0 masih belum terbentuk. Pada hari ke 7 seluruh kelompok
mengalami pembentukan nata dengan ketebalan berbeda-beda. Nata paling tebal adalah
milik kelompok A3 yaitu 0,5 cm. Sedangkan nata paling tipis adalah milik kelompok
A4 dan A5 yaitu 0,2 cm. Pada kelompok A1, A2, dan A3 tidak mengalami peningkatan
ketebalan setelah hari ke 7, namun kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan
hingga hari ke 14.
-
2
2. PEMBAHASAN
Nata merupakan hasil dari produk fermentasi yang berupa selulosa padat. Tekstur dari
nata ini adalah kenyal, mempunyai warna yang putih dan sedikit transparan, dan
memiliki kandungan air sekitar 98% (Rahman, 1992). Berdasarkan Palungkun (1996),
nata merupakan bahasa Spanyol yang artinya adalah krim. Krim ini dibentuk
oleh Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi.
Dalam praktikum kali ini, bahan baku yang digunakan adalah air kelapa tua yang
digunakan untuk membuat nata de coco. Prades et al (2011) menyatakan bahwa, air
kelapa adalah minuman yang berasa manis dan menyegarkan yang diambil langsung
dari kelapa. Kandungan dari air kelapa adalah mineral yaitu pottasium, zat besi, klorida,
dan sulfur. Selain mineral, juga terdapat gula yaitu sorbitol, glukosa, sukrosa, fruktosa,
xylosa, galaktosa, dan mannosa. Terdapat pula asam amino yang berupa arginin, alanin,
serin, dan sistein. Dari kandungan yang begitu banyak, pada umumnya air kelapa
digunakan sebagai minuman isotonik alami. Disamping itu, kandungan dalam air kelapa
yang cukup lengkap, akan sangat tepat apabila digunakan sebagai media pertumbuhan
Acetobacter xylinum dalam menghasilkan nata de coco. Air kelapa juga memiliki
faktor pertumbuhan, dimana faktor pertumbuhan ini dapat menstimulasi strain bakteri
yang berbeda dan kultur in vitro tanaman.
Menurut Santosa (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Dextrin Concentration and
Carboxy Methyl Cellulose in Making of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de
Coco menjelaskan bahwa nata de coco adalah salah satu bahan pangan yang rendah
kalori dan kaya serat, sehinga berfungsi untuk menjaga kesehatan pencernaan. Oleh
sebab itu, nata de coco sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai makanan dalam
diet sehat.Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat kandungan selulosa yang tinggi
serta kandungan lemak yang rendah dan tidak ada kandungan kolestrol yang
mengganggu kesehatan. Mesomya et al (2006) juga menambahkan berdasarkan jurnal
yang berjudul Effects of health food from cereal and nata de coco on serum lipids in
humanbahwa nata de coco mampu menjaga kestabilan berat badan, selain itu nata de
coco juga dapat membantu pencegahan penyakit kanker usus.
-
3
Nata de coco marupakan komponen selulosa dimana selulosa ini diproduksi selama
proses fermentasi dengan bahan baku air kelapa menggunakan mikroba Acetobacter
xylinum. Berdasarkan Czaja et al (2004) disampaikan bahwa selulosa merupakan
golongan biopolimer yang dapat dihasilkan oleh organisme non-fotosintetik, salah satu
contoh organisme non-fotosintetik adalah Acetobacter yang memiliki kemampuan
mensintesa selulosa. Selulosa ini punya kekuatan mekanik, kristalinitas serta kapasitas
yang tinggi dalam menahan air. Ditambahkan oleh Almeida et al. (2012)
dalamjurnaldengan judul Mineral Consumption by Axetobacterxylinum on Cultivation
Medium on Coconut Water yang menjelaskanbahwakandungan gizi pada air
kelapadapatmemacu Acetobacterdalam memproduksi selulosa,
sehinggapembentukanselulosadapatmenjadisemakin optimal.
Pambayun (2002) menjelaskan bahwa produk nata de coco secara umum sering
dijadikan minuman instan kaya serat, diproses dengan metode pengeringan serta
penambahan komponen dekstrin serta carboxy methyl cellulose (CMC) untuk
menstabilkan produk. Selain air kelapa, dapat digunakan bahan lain untuk membuat
nata. Bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi
persyaratan yaitu, wajib memiliki kandungan gula, protein, serta mineral. Karakteristik
yang berbeda-beda dari bahan baku yang digunakan maka akan menghasilkan nata
dengan karakteristik yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah dengan bahan baku air
kelapa maka akan menghasilkan nata de coco, sari kedelai akan menghasilkan nata de
soya, sari dari buah mangga akan menghasilkan nata de mango, serta sari buah nanas
akan menghasilkan nata de pina. Cara penyimpanan nata de coco dianggap cukup sulit
karena nata de coco memiliki kandungan air yang tinggi. Tingginya kandungan air pada
produk akan membuat produk mudah rusak akibat tumbuhnya mikroorganisme pada
produk.
2.1. Proses Pembuatan Media
Pada praktikum Fermentasi Substrat Cair Nata De Coco ini terdapat beberapa tahapan
dalam pembuatan nata de coco. Persiapan awal yang dilakukan adalah proses
penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring. Hal ini dilakukan untuk
-
4
menghilangkan kotoran yang ada pada air kelapa. Kotoran yang biasanya ada pada air
kelapa adalah ampas kelapa.
Gambar 1. Proses penyaringan air kelapa
Langkah selanjutnya adalah air kelapa diambil 200 ml pada setiap kelompok dan
dilakukan perebusan hingga mendidih. Perebusan dilakukan untuk mematikan seluruh
mikroorganisme dalam air kelapa, sehingga bakteri Acetobacter xylinum yang nantinya
ditambahkan dapat tumbuh secara optimal tanpa mengalami gangguan dari
mikroorganisme kontaminan (Tortoraet al., 1995).
Gambar 2. Proses perebusan air kelapa
-
5
Langkah selanjutnya setelah perebusan adalahpenambahab gula pasir sebanyak 20 gram
untuk menghasilkan air kelapa dengan konsentrasi gula 10 %. Hal yang dilakukan pada
praktikum ini sudah sesuai dengan pernyataan dari Awang (1991), bahwa jumlah gula
optimum yang ditambahkan pada proses pembuatan nata de coco adalah 10%. Tujuan
dari penambahan gula adalah gula akan berperan sebagai substrat untuk Acetobacter
xylinum yang akan menghasilkan selulosa, dimana selulosa akan disebut sebagai nata
de coco. Hal ini juga sudah sesuai dengan yang disampaikan oleh Halibet al. (2012)
dalamjurnal dengan judulPhysicochemical Properties and Characterization of Nata de
coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose yangmenjelaskan bahwa
Acetobacterxylinumadalah bakteri asam asetat yang dapat mengoksidasi alkohol dan
gula.
Gambar 3. Proses penambahan gula
Kemudian dilakukan penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5 %. Pambayun (2002)
juga menjelaskan bahwa tujuan dari penambahan ammonium sulfat adalah untuk
menyediakan sumber nitrogen. Sumber nitrogen lainnya adalah nitrogen organik yaitu
ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik yaitu urea dan ammonium fosfat. Proses
pembuatan nata de coco pada umumnya ditambahkan ammonium fosfat sebagai sumber
nitrogen karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter acesi.
-
6
Gambar 4. Penambahan ammonium sulfat
Tahap berikutnya adalah penambahan asam cuka glasial 95 % hingga pH air kelapa
mencapai 4-5 dan diukur dengan pH meter. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan dari
Hayati (2003) bahwa, pH optimal pembuatan nata berkisar antara 4,3 4,5 dimana pH
diukur saat penamabahan asam asetat glasial. Pambayaun (2002) menambahkan,
Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh pada pH basa. Jika Acetobacter xylinum tidak
dapat tumbuh pada pH basa, maka nata de coco tidak akan terbentuk, sehingga pH dari
media wajib dikontrol agar sesuai dengan pH optimal untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum. Jagannath et al (2008) dalam jurnalnya yang berjudul The effect of pH,
sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial
cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum juga memaparkan bahwa dalam
proses menghasilkan nata yang optima, maka sebaiknya digunakan sukrosa dengan
konsentrasi 10%, ammonium sulfat 0,5%, dengan pH terbaik adalah pH 4.
-
7
Gambar 5. Penambahan asam asetat glasial
Gambar 6. Penyesuaian pH media air kelapa dengan pH meter
Setelah penyesuaian pH media yaitu air kelapa dengan pH meter, maka dilakukan
pemanasan kembali hingga semua campuran larut sempurna.Berdasarkan Palungkun
(1992), dapat terjadi kemungkinan adanya mikroorganisme kontaminan pada media
yang digunakan, oleh sebab itu dilakukan perebusan air kelapa kembali setelah
penambahan semua bahan, dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme
kontaminan tersebut, sehingga Acetobacter xylinum dapat tumbuh secara optimal.
Dengan demikian diharapkan nata de coco dapat dihasilkan dengan kualitas baik.
-
8
Gambar 7. Pemanasan kembali media air kelapa
2.2. Proses Fermentasi
Jika tahap dari persiapan awal telah selesai dilakukan, disiapkan 5 wadah plastik bersih
untuk masing-masing kelompok. Setelah perebusan air kelapa dilakukan, air kelapa
ditunggu hingga suhunya mencapai suhu ruang, kemudian air kelapa sebanyak 250 ml
dimasukkan ke wadah plastik.
Gambar 8. Penuangan air kelapa ke dalam wadah plastik
Langkah selanjutnya, sebanyak 10% starter nata, yaitu 25 mlditambahkan ke dalam
masing-masing wadah. Penambahan starter ini dilakukan secara aseptis kemudian
digojog secara perlahan supaya seluruh starter dapat bercampur secara homogen dengan
media.Hadioetomo (1993) juga menjelaskan hal yang sama bahwa penambahan starter
sebanyak 10% harus dilakukan pada kondisi aeptis untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Pato & Dwiloka (1994) menegaskan bahwa jumlah starter untuk
pembuatan nata berkisar antara 4% hingga 10%.
-
9
Gambar 9. Penambahan bakteri Acetobacter xylinum secara aseptis
Setelah dilakukan penambahan bakteri Acetobacter xylinum ke dalam media secara
aseptis, kemudian dilakukan penutupan dengan kertas coklat. Tujuan dari penutupan
dengan kertas coklat ini menurut Pambayun (2002), adalah untuk menyediakan oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan bakteri aerob yaitu Acetobacter xylinum,
namum oksigen yang masuk tidak bersentuhan langsung dengan permukaan nata.
Fungsi lain dari penggunaan kertas coklat adalah untuk mencegah kontaminasi silang
yang berasal dari lingkungan di sekitar tempat pembuatan nata de coco.
Gambar 10. Penutupan wadah dengan kertas coklat
Media yang berupa air kelapa yang telah ditambah dengan starter kemudian diinkubasi
pada suhu ruang (30C) selama 2 minggu (14 hari). Setiap 7 hari dilakukan
pengamatan pada wadah yang berisi media dan startet. Hal ini sudah sesuai dengan
pernyataan dari Hayati (2003) bahwa, pengontrolan suhu wajib dilakukan, serta suhu
yang tepat untuk pertumbuhan optimum bakteri Acetobacter xylinum adalah 30C.
Fermentasi dilakukan selama 14 hari, dan telah sesuai dengan jurnal dari Santosa et al
(2012) yang berjudul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulose in Making
of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de Coco bahwa waktu fermentasi optimal
pembuatan nata adalah 10 14 hari.
-
10
Gambar 11. Inkubasi pada suhu ruang
Setelah proses fermentasi selesai, maka lapisan nata akan semakin terlihat di permukaan
media. Lapisan nata terletak di permukaan media karena lapisan nata terangkat oleh gas
CO2 (Palungkun, 1992). Berdasarkan Czaja et al. (2004), terdapat 2 metode dalam
menghasilkan selulosa bakteri yaitu dengan kultur stasioner dan kultur teragitasi. Pada
kultur stasioner, membran selulosa akan berkumpul pada bagian permukaan media,
sedangkan pada kultur teragitasi, selulosa bakteri akan disintesa di dalam media dalam
bentuk suspensi berserat, pelet, maupun massa yang tidak beraturan. Dari penjelasan
diatas, dapat diketahui bahwa nata de coco yang dibuat pada praktikum ini
menggunakan sistem kultur stasioner.Budiyanto (2002) menyebutkan bahwa ketika
proses inkubasi dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu, perlu diperhatikan bahwa
media harus diletakkan pada tempat yang statis, yaitu tempat yang tidak terkena
goncangan. Jika nata de coco mengalami goncangan maka akan mengakibatkan lapisan
pada permukaan nata yang terbentuk akan tenggelam ke bagian dasar.
Proses pengamatan nata ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ketebalan dan
persentase lapisannya, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
-
11
Persentase Lapisan Nata = 100%x Awal Media Tinggi
NataKetebalan Tinggi
Gambar 12. Hasil nata de coco
Pada hari ke-0 nata pada seluruh kelompok masih belum terbentuk. Pada hari ke 7,
seluruh kelompok mengalami peningkatan ketebalan dan persentase lapisan nata,
dengan kelompok A3 memiliki lapisan nata paling tebal yaitu 0,5 cm, dan persentase
lapisan paling besar pula yakni 35,71%. Hal ini sesuai dengan teori dari Rahman
(1992), yang mengatakan bahwa lapisan nataakan terbentuk karena terdapat aktivitas
bakteri Acetobacter xylinum yang terdapat pada media yaitu air kelapa.Pada hari ke-14
kelompok A1, A2, dan A3 tidak menunjukkan peningkatan ketebalan maupun
persentase lapisan, sedangkan kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan ketebalan
dan persentase lapisan nata. Lapisan nata paling tebal pada hari ke 14 adalah kelompok
A4 yaitu 0,6 cm dengan presentase nata tertinggi ada pada kelompok A3 yaitu 35,71%.
Peningkatan ketebalan nata tidak terjadi karena menurut Budiyanto (2002), jika saat
proses inkubasi terjadi goncangan pada wadah, maka nata yang terbentuk akan
tenggelam, sehingga akan terpisah strukturnya dari nata yang telah terbentuk pada
proses sebelumnya. Namun, pada kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan,
sehingga hal yang terjadi pada kedua kelompok ini sudah sesuai dengan teori yang
dikatakan oleh Rahman (1992), bahwa aktivitas bakteri Acetobacter xylinum seiring
berjalannya waktu akan membentuk lapisan putih yang menjadi semakin tebal dan
padat.
-
12
Dengan adanya peningkatan ketebalan nata selama proses inkubasi, maka hal ini
mengindikasikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum masih melakukan pemecahan atau
penyederhanaan gula yang terdapat di dalam media air kelapa. Ditambahkan lagi oleh
Anastasia et al (2008), bahwa polisakarida adalah selulosa yang akan membentuk
benang serat dengan struktur jaringan yang kuat dan akan mengalami penambahan
maupun peningkatan ketebalah seiring berjalannya waktu. Disamping itu didapatkan
hasil pada hari ke 14 terlihat tidak terjadi peningkatan ketebalan nata pada kelompok
A1, A2 dan A3. Data yang didapatkan antara hari ke 7 dan hari ke 14 sama, yaitu
ketebalan nata pada A1 hari ke 7 dan ke 14 adalah 0,3 cm, kelompok A2 pada hari ke 7
dna ke 14 adalah 0,4 cm, dan kelompok A5 pada hari ke 7 dan 14 adalah 0,5 cm. Hal ini
dapat terjadi akibat beberapa faktor, yaitu :
pH Fermentasi
Anastasia et al (2008) menyampaikan bahwa jika pH media tidak sesuai dengan pH
optimal pertumbuhan, maka akan mempengaruhi nata yang dihasilkan. Pambayun
(2002)danPato & Dwiloka (1994) menjelaskan pH optimum
untukpertumbuhannataadalah 4.3 4.5. Proses penambahan asam asetat glacial yang
kurang sesuai akan berpengaruh terhadap pH pada media, dan yang akan terjadi jika pH
tidak sesuai maka bakteri Acetobacter xylinum akan bekerja secara berlebihan.
KebersihanAlat
Seluruh alat yang digunakan pada proses pembuatan nata de coco seharus dipastikan
dalam kondisi yang steril, sehingga tidak terjadi kontaminasi yang dapat menghambat
pertumbuhan Acetobacterxylinum(Budiyanto, 2002).
KondisiAseptis
Proses pembuatan nata de coco sebaiknya dilakukan secara aseptis. Pada proses
persiapan media, dimana dilakukan penambahan gula akan memungkinkan terjadinya
kontaminasi oleh yeast (Jagannathet al., 2008). Pada praktikum yang telah dilakukan
ini, proses pembuatan yang tidak aseptis seperti alat-alat yang digunakan yaitu wadah
plastik dapat menjadi sumber kontaminasi dan menyebabkan nata de coco yang
dihasilkan tidak mengalami kenaikan ketebalan.
-
13
-
14
3. KESIMPULAN
Nata merupakan produk hasil fermentasi yang mengandung selulosa, dengan kandungan
air tinggi, dan dapat dibuat dari berbagai macam bahan dengan syarat bahan tersebut
mengandung gula, protein, dan mineral.
Air kelapa cocok untuk pembuatan nata de coco karena mengandung gula, mineral dan
asam amino untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum yang akan mengubah
glukosa menjadi selulosa dan asam asetat
Penambahan gula pasir optimum adalah 10% pada pembuatan natayang berfungsi
sebagai substrat untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum.
Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen
Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk mengatur pH media agar optimum yakni
antara 4 5.
Penambahan starter yang optimum adalah 10 % dari total volume media, dan inkubasi
yang tepat adalah pada suhu 30 C selama 10 14 hari.
Nata de coco pada praktikum ini menggunakan sistem kultur stasioner dimana nata
berkumpul di permukaan medium air kelapa.
Proses pembuatan nata de coco harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari
terjadinya kontaminasi.
Semarang, 7 Juli 2015 Asisten Dosen:
Praktikan, - WulanApriliana
- NiesMayangsari
Johana Lanna Christabella
12.70.0093