Feedbaack Roleplay

5
Pasien dengan kondisi khusus seperti geriatri memerlukan perhatian yang berbeda. Perilaku asertif yang mungkin paling penting untuk membangun interaksi dengan pasien adalah kesediaan sebagai farmasis untuk memulai komunikasi.Mendorong pasien untuk berperilaku asertif juga merupakan keterampilan yang penting untuk meningkatkan komunikasi dengan mereka.Salah satu situasi sulit yang dihadapi dalam praktek farmasi adalah merespon pasien yang marah atau kritis (Beardsley, et al., 2008). Beberapa hal khusus dalam berkomunikasi dengan pasien usia lanjut/ geriatri adalah: fokus pada kemampuan (abilities), bukan pada ketidakmampuan (disabilities) pasien; manfaatkan keluarga/care-giver sebagai narasumber jika pasien tidak dapat berkomunikasi; perhatikan kenyamanan lingkungan agar pasien/keluarga merasa nyaman dan bebas; perhatikan kemungkinan adanya gangguan dalam berkomunikasi karena faktor emosi, kecemasan, kelelahan atau rasa nyeri, harus disesuaikan kecepatan berbicara dan beri waktu yang cukup bagi pasien untuk merespon atau bertanya, gunakanlah kata-kata yang sederhana dan santun, jika perlu gunakanlah alat bantu misalnya gambar-gambar. Apoteker harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menasihati pasien geriatri secara efektif, diantaranya pengetahuan terbaru tentang farmakoterapi geriatri dan penuaan, pengetahuan tentang budaya pasien geriatri dan sikap terhadap kesehatan dan penyakit, dan kesadaran indera pasien atau gangguan kognitif. Apoteker berperan dalam memverifikasi bahwa pasien memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan

description

asa

Transcript of Feedbaack Roleplay

Pasien dengan kondisi khusus seperti geriatri memerlukan perhatian yang berbeda. Perilaku asertif yang mungkin paling penting untuk membangun interaksi dengan pasien adalah kesediaan sebagai farmasis untuk memulai komunikasi.Mendorong pasien untuk berperilaku asertif juga merupakan keterampilan yang penting untuk meningkatkan komunikasi dengan mereka.Salah satu situasi sulit yang dihadapi dalam praktek farmasi adalah merespon pasien yang marah atau kritis (Beardsley, et al., 2008).

Beberapa hal khusus dalam berkomunikasi dengan pasien usia lanjut/ geriatri adalah: fokus pada kemampuan (abilities), bukan pada ketidakmampuan (disabilities) pasien; manfaatkan keluarga/care-giver sebagai narasumber jika pasien tidak dapat berkomunikasi; perhatikan kenyamanan lingkungan agar pasien/keluarga merasa nyaman dan bebas; perhatikan kemungkinan adanya gangguan dalam berkomunikasi karena faktor emosi, kecemasan, kelelahan atau rasa nyeri, harus disesuaikan kecepatan berbicara dan beri waktu yang cukup bagi pasien untuk merespon atau bertanya, gunakanlah kata-kata yang sederhana dan santun, jika perlu gunakanlah alat bantu misalnya gambar-gambar.Apoteker harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menasihati pasien geriatri secara efektif, diantaranya pengetahuan terbaru tentang farmakoterapi geriatri dan penuaan, pengetahuan tentang budaya pasien geriatri dan sikap terhadap kesehatan dan penyakit, dan kesadaran indera pasien atau gangguan kognitif. Apoteker berperan dalam memverifikasi bahwa pasien memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang cukup untuk mengikuti rejimen farmakoterapi dan rencana pemantauan, termasuk informasi penyakit, jika sesuai. Hal tersebut dapat dibantu dengan konseling (McKinley Health Cente, 2005). Pada kasus ini, konseling yang diberikan kepada pasien geriatri sangat penting dilakukan terkait obat-obatan yang diresepkan dan cara penggunaanya terapi non farmakologi yang dapat digunakan sebagai terapi non-farmakologi.

Pada role play, diawali dengan apoteker menyapa dan menanyakan identitas pasien dan keluhan yang dialami oleh pasien, kapan saja keluhan itu terjadi, penyebabnya apa dan apakah sudah pernah diobati atau pergi ke dokter untuk mengkonsultasikan keluhannya. Kemudian, setelah pasien menyerahkan rsep dari dokter, apoteker menanyakan informasi apa saja yang sudah diberikan dokter pada pasien, mengenai aturan pakai, tujuan dari terapi dan cara penggunaanya. Kemudian resep yang diberikan oleh dokter di skrining dan menanyakan apakah pasien geriatri mempunyai alergi pada obat yang di resepkan, alergi terhadap makanan tertentu, riwayat penyakit yang diderita pasien dan apakah sebelumnya pasien sudah pernah menggunakan obat yang diresepkan. Pasien mengatakan bahwa dia pernah menderita hepatitis A satu tahun yang lalu namun sekarang sudah sembuh. Setelah itu, apoteker mengkonfirmasi resepnya kepada dokter. Hasil diskusinya adalah dosis dexamtehason yang diresepkan dikurangi menjadi 0,5g karena pasien pernah memiliki riwayat penyakit hepatitis dan mengingat usia pasien yang sudah lansia maka fungsi organ tbuhnya juga sudah mulai berkurang. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya efek smping seperti hepaotoksik pada pasien. Dan untuk obat ventolin inhalernya tetap sesuai dengan resep. Selanjutnya, apoteker mengkorfimasikan hal ini pada pasein dan juga mengkonfirmasikan harga obatnya.namun, dalam role play apoteker belum mengkonfirmasikan harga obat pada pasien. Setelah itu, apoteker memberikan informasi obat yang diresepkan meliputi cara penggunaan, frekuensi pemakaian, indikasi dan penyimpanan obat serta cara pencucian inhalernya. Apoteker juga memberikan informasi mengenai hal-hal yang harus dihindari dan diperhatikan selama pengobatan. Konseling ditutup dengan memberikan kesempatan kepada geriatri dan suaminya mengulang informasi yang diberikan agar memastikan informasi yang di terima sudah benar dan tidak bias, mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang kurang jelas serta memberikan kartu nama apoteker untuk mempermudah pasien menanyakan sesuatu apabila ada informasi yang kurang jelas.

Hasil feedback dari dosen dan teman-teman atas role play yang dilakukan oleh apoteker adalah secara keseluruhan sudah baik. Penggalian informasi mengenai pasien geriatri sudah lengkap namun lupa untuk menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap obat tertentu diawal konseling serta belum menanyakan hubungan keluarga antara pasien dengan suaminya. Apoteker sudah ramah, mengajak ngobrol dan terbuka dengan persoalan pasien. Suara apoteker juga sudah keras, tegas (ada penekanan pada bagian-bagian tertentu yang penting), intonasinya jelas. Pendekatan apoteker ke pasien dan keluarganya juga sudah bagus. Penyampaian informasi mengenai cara penggunaan obat terutama ventolin inhalernya juga sudah bagus dan lancar. Adanya media cetak mengenai cara penggunaan inhaler yang diberikan oleh apoteker kepada pasien merupakan hal yang baik dan juga dapat membantu pasien memahami cara penggunaannya. Saat pasien berbicara jangan ddipotong kalimatnya dan ketika menanyakan hal-hal yang sudah/belum disampaikan dokter jangan menggunakan kalimat negatif, seperti untuk cara penggunaanya belum diberikan oleh dokter bu? seharusnya kalau untuk cara penggunaanya sudah diberikan juga bu?. Untuk informasi yang diberikan ke pasien juga harus dipilih, ketika hal tersebut memang merupakan hak dan kemampuan apotek untuk memutuskan sesatu demi kebaikan pasien maka tidak perlu ditanyakan ke pasien mengenai kesediannya, seperti ketika memutuskan agar dosis dexamethasonnya diturunkan menjadi 0,5g maka tidak perlu ditanya mengenai kesedian pasien apakah mau diturunkan dosisnya atau tidak. Selain itu, sebelum menyerahkan obat sebaiknya apoteker mengkonfirmasikan harganya pada pasien. Namun dalam role play ini belum dilakukan. Kemudian apoteker juga perlu mengkonfirmasi kepada pasien apakah penyakit hepaitits A yang dideritanya sudah sembuh atau belum. Sehingga hal ini bisa menjadi informasi dan alasan yang menguatkan penurunan dosis dexamethason saat didiskusikan bersama dokter. DAFTAR PUSTAKA

Beradsley et al. (terj. Mohammad Rusdi Hidayat). 2008. Keterampilan Komunikasi Pada Prakter Farmasi. http://www.lyrawati.wordpress.com/2008/07.pdf. Akses 7 Juni 2014.McKinley Health Cente. 2005. Prenatal Care Information and Resources. The Board of Trustees of The University of Illionis. USA.