family health, pengkajian keluarga
-
Upload
alif-fanharnita-briliana -
Category
Documents
-
view
20 -
download
2
description
Transcript of family health, pengkajian keluarga
TUGAS KELOMPOKFAMILY HEALTH AND ILLNESS
PENGKAJIAN KELUARGA DAN ROLE PLAY
Disusun Oleh:Nuril Laili F. 135070207113016Hardika Aurum Pratiwi 135070207113013Komang Sanisca N. 135070200131003Insani Maulidiyah 135070201131009Alif Fanharnita B. 135070207131010Piping Eka D. 135070207131012Alfrida Asyifani A. 135070207131001Azka Qothrunnadaa 135070207131004
KELOMPOK 4 K3LN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2015
RESUMEI. FUNGSI AFEKTIF KELUARGAA. Definisi
Menurut Friedman (1986), definisi fungsi afektif keluarga adalah fungsi internal
keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikosial, saling mengasah dan memberikan cinta
kasih, serta saling menerima dan mendukung. Fungsi afektif ini merupakan sumber
kebahagiaan dalam keluarga. Keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman.
Perhatian diantara anggota keluarga, membina kedewasaan kepribadian anggota keluarga
dan memberikan identitas keluarga.
Friedman (1986) juga mengidentifikasi fungsi afektif keluarga yaitu:
1. Memberikan perlindungan psikologis.
2. Menciptakan rasa aman.
3. Mengadakan interaksi.
4. Mengenal identitas individu
B. Masalah yang Muncul untuk Fungsi Afektif Keluarga yang Berubah
1. Gangguan proses keluarga
Yaitu keadaan dimana sebuah keluarga yang normalnya berfungsi secara efektif
mengalami disfungsi.
Contoh: Keluarga dalam keadaan stress dpt mengabaikan kebutuhan psikologis.
2. Gangguan menjadi orang tua.
Yaitu bila kemampuan dari figur pengasuhan untuk menciptakan lingkungan yang
meingkatkan pertumbuhan dan perkembangan manusia lain yang optimal menjadi
lemah.
Contoh: Keluarga dg ibu yang dominan, ayah yg pasif, tidak memperbolehkan anak LK
pisah dari keluarga.
3. Potensial gangguan menjadi orang tua.
Definisi sama seperti diatas, kecuali bahwa “potensial” ditambahkan pada menjadi
lemah.
Contoh: seorang anak LK kelas 5 yang selalu dikendalikan oleh ibunya, kemungkinan
mengalami masalah ketika mencapai masa remaja .
4. Berkabung yang disfungsional.
Yaitu proses maladaptif yang terjadi bila kesedihan bertambah dalam sehingga orang
tersebut tidak berdaya dan memperlihatkan respon emosional yang berlebihan.
Contoh: Penyangkalan terhadap kematian anggota keluarga.
5. Koping keluarga tidak efektif, melemah
Yaitu bila dukungan, bantuan, kenyamanan atau dorongan keluarga yang melemah bisa
mengubah kompetensi anggota keluarga dalam melakukan tugas adaptif.
Contoh: ibu (pengasuh utama) dirawat di RS selma seminggu karena menjalani operasi.
Suami (ayah) telah berupaya memberikan perhatian dan cinta pada anak-anak tetapi
mereka benci karena ibu jauh dari mereka.
6. koping keluarga tidak efektif, tidak mampu
Yaitu bila perilaku satu anggota keluarga atau lebih yang menjadikan keluarga tidak
mampu beradaptasi secara terapeutik terhadap masalah kesehatan yang ada.
Contoh: di keluarga, suami dan istri (keduanya menikah kembali) memiliki dua orang
anak (satu anak laki2 berumur 10 tahun hasil perkawinan pertama dari suami, seorang
anak perempuan berumur 5 tahun hasil perkawinan pertama dari istri). Anak laki2
tersebut diberi sebutan “pembuatan keributan” dalam keluarga dan diluar rumah
dinamakan demikian. Sedangkan anak perempuan mendapat sebutan “ anak manis”,
perbandingan perbedaan kepribadian anak ini dilakukan bila kedua orang tua marah
kepada anak laki2nya.
7. Potensial terjadinya kekerasan. Performa peran berubah. Harga diri rendah. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
Contoh: masalah ini bisa terjadi pada situasi tertentu dimana kebutuhan psikosossial
anggota keluarga tidak dipenuhi secara adekuat.
II. FUNGSI SOSIALISASI KELUARGAA. Peranan Keluarga Dalam Proses Sosialisasi Anak
Keluarga merupakan media awal dari suatu proses sosialisasi. Begitu seorang bayi
dilahirkan, ia sudah berhubungan dengan kedua orang tuanya, kakak-kakaknya, dan
mungkin dengan saudara dekat lainnya. Sebagai anggota keluarga yang baru dilahirkan, ia
sangat tergantung pada perlindungan dan bantuan anggota-anggota keluarganya. Proses
sosialisasi awal ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap
apa yang diajarkan oleh orang-orang dekat sekitar lingkungan keluarganya, seperti belajar
makan, berbicara, berjalan, hingga belajar bertindak dan berperilaku.
Khairuddin (2002), mengemukakan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar,
yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam
dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya. Dalam proses
sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah
laku dalam masyarakat di mana ia hidup. Markum (1983) juga mengungkapkan bahwa
proses sosialisasi adalah suatu proses di mana seseorang (anak) dituntut untuk bertingkah
laku sesuai dengan norma atau adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya.
Ahmadi (2004), keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalkan
kepada anak. Dalam keluarga, orangtua mengenalkan nilai-nilai kebudayaan kepada anak
dan di sinilah dialami interaksi dan disiplin pertama yang dikenalkan kepadanya dalam
kehidupan sosial. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain
menyebabkan seorang anak menyadari dirinya sebagai individu dan sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial, dalam keluarga anak akan menyesuaikan diri dengan
kehidupan bersama, yaitu saling tolong menolong dan mempelajari adat istiadat yang
berlaku dalam masyarakat. Hal tersebut akan diperkenalkan oleh orang tua yang akhirnya
dimiliki oleh anak. Perkembangan seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh
kondisi situasi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki orangtuanya.
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi individu atau seseorang. Kondisi-kondisi yang menyebabkan pentingnya
peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, ialah:
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face
secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan
seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial
lebih mudah terjadi.
b. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena merupakan buah
cinta kasih hubungan suami isteri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang
tuanya. Motivasi kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan
anak. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa hubungan emosional lebih berarti dan
efektif daripada hubungan intelektual dalam proses sosialisasi.
c. Oleh karena hubungan sosial di dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka orang tua
memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.
Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak
tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman
disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak. Oleh karena itu, orang
tua sangat berperan untuk:
1. Selalu dekat dengan anak-anaknya,
2. Memberi pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa
tertekan,
3. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk,
pantas dan tidak pantas dan sebagainya,
4. Ibu dan ayah dapat membawakan peran sebagai orang tua yang baik serta
menghindarkan perbuatan dan perlakuan buruk serta keliru di hadapan anak-anaknya,
dan
5. Menasihati anak-anaknya jika melakukan kesalahan serta menunjukkan dan
mengarahkan mereka ke jalan yang benar.
Apabila terjadi suatu kondisi yang berlainan dengan hal di atas, maka anak-anak akan
mengalami kekecewaan. kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan-
kepentingannya, sehingga anak merasa diabaikan, hubungan anak dengan orang tua
menjadi jauh, padahal anak sangat memerlukan kasih sayang mereka, dan
2. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak sehingga sang
anak menjadi tertekan jiwanya.
B. Pola Sosialisasi di Lingkungan KeluargaDalam lingkungan keluarga kita mengenal dua macam pola sosialisasi, yaitu pertama,
cara represif (repressive socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak pada
orang tua, Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada
penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan
orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi
perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran
keluarga sebagai significant other.
Kedua, cara partisipasi (participatory socialization) yang mengutamakan adanya
partisipasi dari anak. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola
di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi
adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
1. Sosialisasi represif (repressive socialization) antara lain:
a. Menghukum perilaku yang keliru,
b. Hukuman dan imbalan material
c. Kepatuhan anak.
2. Sosialisasi partisipasi (participatory socialization) antara lain:
a. Otonomi anak
b. Komunikasi sebagai interaksi
c. Komunikasi verbal.
Keseluruhan sistem belajar mengajar berbagai bentuk sosialisasi dalam keluarga bisa
disebut sistem pendidikan keluarga. Sistem pendidikan keluarga dilaksanakan melalui pola
asuh yaitu suatu pola untuk menjaga,merawat, dan membesarkan anak. Pola ini tentu saja
tidak dimaksudkan pola mengasuh anak yang dilakukan oleh perawat atau baby sitter,
seperti yang sering dilakukan oleh kalangan keluarga elit/kaya di kota-kota besar.
Pola mengasuh anak di dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, norma,
dan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tempat keluarga itu tinggal. Jadi,
kepribadian dan pola perilaku yang terdapat pada berbagai masyarakat suku bangsa
sangat beragam coraknya.
C. Tujuan Sosialisasi Dalam KeluargaSecara mendasar terdapat tiga tujuan sosialisasi di dalam keluarga, yakni sebagai
berikut:
a. Penguasaan diri
Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya. Proses mengajar
anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anak untuk memelihara
kebersihan dirinya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk
latihan penguasaan diri. Tuntutan penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik
kepada penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya
terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Tuntutan sosial yang menuntut agar anak
menguasai diri merupakan pelajaran yang berat bagi anak.
b. Nilai-nilai
Bersama-sama dengan proses berlatih penguasaan diri ini kepada anak diajarkan nilai-
nilai. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang
terbentuk pada usia enam tahun. Di dalam perkembangan usia tersebut keluarga
memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih
anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di situ
dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri
agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka disitu
mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan.
c. Peran-peran sosial
Mempelajari peran-peran sosial ini terjadi melalui interaksi sosial dalam keluarga.
Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya
dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan
gambaran tentang dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara
(kakak/adik), sebagai laki-laki/perempuan, dan sebagainya. Proses mempelajari peran-
peran sosial ini kemudian dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah,
perkumpulan-perkumpulan dan lain sebagainya.
III. FUNGSI REPRODUKSI KELUARGAReproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Fungsi yang banyak diharapkan oleh orang dalam membentuk keluarga
adalah memiliki keturunan. Dari keluarga lahir anak-anak, individu-invidu baru. Dengan
demikian keluarga menjalankan fungsi reproduksi. Reproduksi akan menjamin kelangsungan
suatu kelompok sosial. Mendapatkan keturunan dan meneruskan keturunan berkaitan dengan
fungsi reproduksi. Penyaluran aktivitas seksual yang sah diatur dalam lembaga sosial ini.
Namun , berkembangnya teknologi kedokteran saat ini , selain memberikan dampak positif
bagi keluarga berencana, dapat juga menimbulkan masalah yang terpisahnya kepuasan
seksual dengan pembiakan.kehadiran anggota baru dapat dipandang sebagai penunjang atau
malapetaka, bagi masyarakat tani dapat dikatakan menunjang , terutama dalam penyediaan
tenaga kerja. Bagi masyarakat yang kehidupannya baik seperti di Eropa, kehadiran anak
dikeluarga (jumlah anak) lebih dari dua dapat mempengaruhi status sosialnya. Hal ini berkaitan
dengan apa yang disebut teori kapilaritas dalam masalah kependudukan.
Pandangan terhadap punya anak bermacam-macam, ada yang mengharapkan untuk
jaminan bagi orang tua dimasa depan, ada yang bermotivasi agama, ada yang alasan
kesehatan, dan sebagainya. Yang jelas, disuatu negara bila alat kontraseptifnya mudah
diperoleh dan banyak digunakan, ada keengganan untuk memiliki anak, maka angka senggama
sebelum pernikahan menjadi meningkat (William J. Goode,1983).
Peranan dalam melanjutkan keturunan. Apabila fungsi seksualnya tidak berjalan, maka
tidak akan terbentuk keluarga yang normal, dalam arti tidak dapat meneruskan keturunan.
Meskipun dapat ditempuh dengan cara mengadopsi, namun makna yang sesungguhnya akan
tetap lain seperti halnya mereka yang dapat melanjutkan keturunan.
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak. Fungsi biologik orang tua ialah melahirkan
anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini
cenderung mengalami perubahan karena keluarga sekarang cenderung memiliki jumlah anak
yang sedikit. Kecenderungan kepad jumlah anak yang lebih sedikit ini dipengaruhi oleh faktor-
faktor :
Perubahan tempat tinggal keluarga dari desa ke kota.
Makin sulitnya fasilitas perumahan.
Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk tercapainya kemesraan keluarga.
Meningkatnya taraf pendidikan wanita berakibat berkurangnya fertilitanya.
Berubahnya dorongan dari agama agar keluarga mempunyai banyak anak.
Makin banyaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah.
Makin meluasnya pengetahuan dan penggunaan alat-alat kontrasepsi.
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.
Keluarga yang dibangun melalui lembaga suci pernikahan, dimaksudkan untuk melahirkan
keturunan yang sah. Namun saat ini, makin banyak keluarga yang tidak mampu melaksanakan
fungsi ini. Faktor yang mempengaruhidiantaranya adalah gaya hidup tak sehat sehingga
memicu kegagalan pasangan suami-istri mendapatkan keturunan. Di sisi lain, keluarga makin
membatasi jumlah keturunan karena adanya kekhawatiran-kekhawatiran seperti: biaya
persalinan mahal, biaya pendidikan anak mahal, dan malu kalau banyak anak. Terlebih kaum
perempuan, makin banyak yang enggan hamil, melahirkan dan menyusui anak karena sibuk
berkarier atau takut merusak keindahan tubuhnya. Padahal, bila fungsi reproduksi ini diabaikan,
eksistensi keluarga dan bahkan manusia akan terancam. Keluarga merupakan tempat untuk
melegalisasi pengembangan keturunan. Keluarga menjadi institusi yang menjamin legalitas
seorang anak secara hukum dan agama.
DAFTAR PERTANYAAN (PENGKAJIAN)a. Fungsi Afektif
Pola Kebutuhan Keluarga – Respons
1. Apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan-kebutuhan individu-individu lain dalam
keluarga?
2. Apakah orang tua (suami/istri) mampu menggambarkan kebutuhan-kebutuhan psikologis
anggota keluarganya?
3. Apakah setiap anggota keluarga memiliki orang yang dipercaya dalam keluarga untuk
memenuhi kebutuhan psikologisnya?
4. Apakah kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, perbedaan dihormati oleh anggota
keluarga yang lain?
5. Apakah dalam keluarga ada saling menghormati satu sama lain?
6. Apakah keluarga sensitif terhadap persoalan-persoalan setiap individu?
Saling Memperhatikan (Mutual Naturance), Keakraban, dan Identifikasi
1. Sejauh mana anggota keluarga memberikan perhatian satu sama lain?
2. Apakah mereka saling mendukung satu sama lain?
b. Fungsi Sosialisasi
1. Adakah otonom setiap anggota dalam keluarga?. Jelaskan.
2. Adakah saling ketergantungan dalam keluarga?
3. Siapa yang menerima tanggung jawab untuk peran membesarkan anak atau fungsi
sosialisasi?
4. Apakah fungsi ini dipikul bersama?
5. Jika demikian, bagaimana hal ini diatur?
6. Apakah keluarga saat ini mempunyai masalah/resiko dalam mengasuh anak?.
Sebutkan.
c. Fungsi Reproduksi
1. Sebenarnya dari ibu dan bapak, berapa jumlah anak yang diinginkan?
2. Bagaimana merencanakan jumlah anggota keluarga?
3. Metode apa yang digunakan dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga? Seperti
penggunaaan kontrasepsi apa yang dulu pernah digunakan? Dan apakah sekarang
menggunakan kontrasepsi? Apa yang digunakan?
SCRIPT ROLE PLAYPada suatu hari hiduplah seorang istri bernama Nyonya Piping. Dia tinggal bersama tiga
orang anaknya, anak pertama bernama Azka usia 18 tahun, anak kedua bernama Aini usia 16 tahun, anak ketiga bernama Dyah usia 12 tahun. Saat ini Nyonya Piping tinggal juga bersama Ibu mertuanya yang bernama Ibu Sanisca. Suami nyonya piping sedang bekerja berlayar dan belum kembali selama satu tahun.
Saat ini ada mahasiswa keperawatan bernama Nuril yang mendapat tugas untuk melakukan bimbingan keluarga Nyonya piping didampingi perawat senior bernama Hardika. Mereka akan melakukan pengkajian kepada keluarga Nyonya Piping.
Mama : Kak Azka, tolong disapu teras dan halaman rumahnya ya ini sudah kotor, sekalian nanti disiram juga bunganya ya.
Azka : Kok kakak lagi sih ma, itu lho adik-adik sudah besar, Aini tuh ma.
Aini : Kok aku sih Kak? Dyah tuh kak.
Dyah : Kok aku sih, ma, kan aku masih kecil, mama aja mama kan lagi baca majalah.
Azka : Adek Dyah! Kok nyuruh-nyuruh mama sih, adek udah mulai besar, harus belajar bersih-bersih rumah.
Dyah : Yaudah kakak aja yang ngerjain.
Azka : Kamu nih ya Dek susah banget dibilangin.
Dyah : (menangis menghampiri mamanya) mama…………..
Aini : Aduh apa sih ini rame banget?
Mama : Sudah-sudah. Kakak dan adik-adik jangan berantem. Adik sama kakak harusnya rukun, jangan saling menyalahkan. Ingat, papa lagi kerja buat kalian disana.
Aini : Tapi ma, papa kok belum pulang-pulang?
Dyah : Iya ma, kok papa belum pulang-pulang? Kapan pulangnya, kangen….
Azka : Iya kakak juga kangen papa..
Mama : Sabar ya papa pasti pulang kok.
Dyah : Tapi kapan ma? Ini sudah satu tahun.
Mama : Sabar ya nak tunggu saja. Kalian harus saling melengkapi, membantu, dan jangan saling menyalahkan.
Semua anak : Iya ma.
Mama : Yasudah sekarang siapa yang mau bersih-bersih?
Dyah : Aku ma aku ma.
Azka : Yaudah kakak juga bersihin deh
Aini : iya aku juga.
Mama kemudian masuk ke dalam kamar dan mengambil foto papa, lalu duduk dan merenung.
Mama : Mas, kapan pulang? (sambil memegang foto papa)
Tiba-tiba dering handphone mama berbunyi.
Mama : Assalamualaikum, mas!
Papa : Walaikumsalam, ma. Gimana ma? Sehat?
Mama : (sambil menangis)
Papa : Pilek kah ma?
Mama hanya diam dan tersedu-sedu dan suasana menjadi hening
Papa : Kenapa sih, ma?
Mama : Kapan pulang sih mas? Barusan anak-anak nanyain lagi. Kapan pulang sih mas?
Papa : Iya ma, papa juga kangen. Tapi maaf, papa masih ada tugas dinas lima bulan lagi.
Tiba-tiba ada suara seorang wanita yang menanyakan ke pak x ’ “pak mau minum apa?”
Mama : lo mas, siapa itu? *tut tut tut tut tut (tiba tiba telepon mati)
Mama : mas, mas, mas.(dengan raut wajah kesal)
Mertua : masuk kamar “ kamu kenapa sih kok teriak teriak?”
Mama :barusan mas telepon bu, tapi ada suara wanita, dan teleponnya tiba tiba mati.
Mertua :oh jadi kamu nuduh anak saya selingkuh? (raut wajah tegang)
Mama : bukan seperti itu bu, tetapi tadi ada suara seorang wanita yang memanggil mas x
Mertua : kamu itu, suami lagi kerja jauh, kamu malah nuduh seenaknya. Yg percaya gitu lho, dia kerja itu buat kamu.
Mama : terdiam dan tersedu
Aini : ma, ada yang dateng ma. Nyariin mama
Mama : siapa sayang ? iya benar, suruh masuk aja ya.
Aini : loh, mama kenapa ?
Mama : nggak papa sayang, sana suruh masuk dulu ya..
Aini : iya maa..
Perawat :selamat siang ibu, ini benar dengan keluarga ibu x?
Mama : iya benar mbak, ada apa ya?
Perawat : perkenalkan saya dika perawat senior, dan saya nuril mahasiswa keperawatan dari rumah sakit ub, akan melakukan bimbingan keluarga yang meliputi pengkajian, Nanti kita akan melakukan pengkajian kurang lebih 10 menit. bagaimana ibu apakah ibu setuju?
Ibu : iya mbak silahkan.
Ketiga anak Nyonya piping beserta seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu.
Perawat : ibu, adek, dan nenek bagaimana kabarnya hari ini?
Keluarga : iya ini keluarga kami alhamdulillah baik baik saja
Perawat : ibu ini jumlah anggota keluarganya ada berapa?
Ibu : ini ada saya dan 3 orang anak saya, beserta mertua saya, kebetulan ini suami saya masih merantau sudah 1 tahun yang lalu
Perawat : jadi ayahnya anak anak ini sudah lama merantau ya bu, nah bagaimana bu caranya mengatur kebutuhan kebutuhan anggota masing-masing keluarga agar seluruh kebutuhannya dapat terpenuhi?
Ibu :meskipun suami saya merantau, tetapi tiap bulan dia masih memberikan kewajibanya sebagai suami menafkahi saya dan anak anak saya.
Perawat :baik ibu, jadi suami tidak lepas tanggung jawab ya bu, namun bagaimana perasaan (psikologi) anak anak, ibu sendiri dan mertua di tinggal selama 1 tahun terakhir ini bu, bagaimana ibu sebagai penganti peran ayah dalam mengatasi keluhan keluhan dari anak anak yang terkadang merasa kangen, iri dengan teman teman sebaya atau mungkin kesepian?
Ibu :terkadang pasti mereka merasa kangen, saya juga terkadang kangen, namun kami coba untuk mengerti keadaan ini, saya berusaha menenangkan anak anak dan memberikan penjelasan kepada anak anak bahwa papa nya
mereka itu sedang bertugas untuk mencari nafkah, dan kembalinya untuk mereka juga, terkadang saya juga berperan sebagai pengambil keputusan jika terdapat masalah masalah tertentu.
Perawat :jika dalam kondisi jauh dengan suami, lalu adakah seseorang anggota keluarga yang dipercaya dalam memenuhi kebutuhan kasih sayang anak ( psikologi) anak ?
Ibu :ya, ada mbak, yaitu mertua saya sama orang tua saya yang selalu mendukung saya dan membimbing, menyanyangi anak anak saya.
Perawat :oh, iya ibu saya terkesan dengan anggota keluarga ini, tadi saya lihat di luar anak anak sedang menyapu ya bu? Mereka terlihat rukun satu sama lain, nah untuk itu bagaimana ibu menciptakan kerukunan, keharmonisan dan saling menghormati antara anggota keluaraga, apalagi kan ini ada 3 bersaudara cewek semua pula, biasanya kan sering berantem ya bu? Nah bagaimana cara ibu mengatasi perbedaan tersebut?
Ibu : sebagai seorag ibu dan bapak disini, saya menghadapi mereka dengan sabar dan penuh kasih sayang, saya ajak mereka dengan ngomong bak baik, menjelaskan supaya mereka lebih mengerti posisi keluarga kita mengerti, dan alhamdulilah anak anak mengerti, walaupun mereka sering berantem .
Perawat :jadi masih sering berantem ya bu diantara ketiga anak tersebut, lalu apakah ada yg masih suka ngambek ngembek gitu bu? untuk respon dari saudara yang lainnya apabila ngambek bagaimana ibu?
Ibu :jadi berantemnya itu berantem jail. Nanti kalau semisalkan sudah sampai nangis nangis adiknya, saya yang jadi penengah.
Perawat : lalu sejauh mana anggota keluarga memberikan perhatian satu sama lain ibu?
Ibu :semuanya saling menyayangi dan tidak membedaan satu dengan yang lainnya.
Perawat :Apakah mereka saling mendukung satu sama lain
Ibu : iya mbak, semuanya saling mendukung. Isalkan adek ada masalah, biasanya curhat sama kakaknya, dan kakak nya memberikan nasehat yang mendukung dan membangun.
Perawat :Apakah terdapat perasaan akrab dan intim diantara lingkungan hubungan keluarga?
Ibu :iya mbak, kami sangat akrab, tetapi terkadang ada`masalah cekcok gara gara urusan kebersihan rumah]
Perawat :siapa bu yang biasanya mengambil keputusan? Misalkan pada saat anak sakit, siapakah yang memnentukan untuk membawa kerumah sakit?
Ibu : saya mbak, karena memang papanya jauh, mama mertua juga sudah tua. Jadi segala macam keperluan anak, saya yang memnuhi. Dan biasanya saja juga meminta persetujuan ke papanya.
Perawat :nah, ini kan papanya jauh dari anak anak, bagaimana ibu dalam megatur pergaulan anak ibu? Contohnya berinteraksi dengan teman sebaya nya dan menyaring mana mana saja teman teman yang tepat untuk anak ibu?
Ibu :saya berusaaha untuk mempercayai anak saya, saya menanmkan nasehat nasehat tentang apa apa saja yang patut di patuhi atau dilarang, jadi mereka tentunya sudah dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk untuk mereka
Perawat :jadi jika anak anda memiliki masalah dengan temanya seperti bertengkar rebutan pacar, atau apapun itu, apakah ibu memberitahukan pada papanya dan memikul bersama masalah ini? Atau apakah ibu memikul permasalahan itu sendiri?
Ibu :iya biasanya saya telfon papa jika ada masalah masalah yang berkaitan dengan anak anak dan mendiskusikanya dengan suami saya, sehingga kami mampu menentukan keputusan bersama
Perawat :ibu, kan komunikasi jarak jauh dengan suami ibu, nah apakah ibu mengalami masalah dalam mengasuh anak?
Ibu :iya mbak, apalagi kalau mengasuh anak , papanya kan jauh jadi terkadang saya sering merasa kesulitan dan kadang misskomunikasi.
Perawat : Sebenarnya dari ibu dan bapak, berapa jumlah anak yang diinginkan?
Ibu : Yang diinginkan 2 mbak. Cowok cewek tapi dikasihnya 3 cewek semua, ya saya bersyukur banget kok mbak alhamdulillah.
Perawat : Oh gitu, lalu bagaimana merencanakan jumlah anggota keluarga?
Ibu : kami merencanakan bersama-sama mbak, kami rundingkan dengan matang jumlah anggota keluarga.
Perawat : iya bu, lalu metode apa yang digunakan dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga? Seperti penggunaaan kontrasepsi apa yang dulu pernah digunakan? Dan apakah sekarang menggunakan kontrasepsi? Apa yang digunakan?
Ibu : Iya mbak kontrasepsi, dulu kb suntik, sekarang pil kb mbak.
Perawat :baik ibu, terimakasih banyak atas waktunya, mohon maaf telah mengganggu waktunya. Semoga ibu dan keluarga selalu bahagia dan dapat menyelesaikan masalah dengan penuh kekeluargaan ya bu. Terimakasih untuks eluruh keluarga yang bersedia menerima kami.
Ibu :Iya mbak terimakasih banyak.
Keluarga : iya mbak sama-sama terimakasih banyak.
Friedman, Marilyn. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.