EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ...pengobatan antibiotik yang rasional pada pasien ISK...
Transcript of EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ...pengobatan antibiotik yang rasional pada pasien ISK...
EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RS
BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Krispina Priska Adriani
NIM : 138114067
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RS
BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Krispina Priska Adriani
NIM : 138114067
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“All your dreams can come true if we have the courage to pursue
them”
-Walt Disney-
“You Don’t Have to Be Great to Start
But You Have to Start to Be Great”
-Zig Zagler-
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria sebagai sumber kekuatan dan pengharapanku
Papa, Mama, dan Adik serta keluarga tercinta sebagai ungkapan baktiku
Para sahabat dan teman-teman tercinta
Almamaterku Universiras Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat, rahmat, dan cinta kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pasien Infeksi
Saluran Kemih Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta
Tahun 2015” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini telah banyak melibatkan berbagai pihak
yang telah memberi dukungan tenaga, pikiran, dan kasih saying kepada penulis.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Pembimbing utama Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si, Apt., yang telah
bersedia memberikan waktu, tenaga, dukungan, motivasi, semangat, serta
kritik dan saran dalam penyusunan proposal skripsi hingga selesainya
skripsi ini.
3. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc, Apt., dan Ibu Putu Dyana Christasani,
M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
serta arahan dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam
membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5. Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian.
6. Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran UKDW yang telah memberikan
arahan dan izin terkait pembuatan Ethical Clearance pada penulis.
7. Kedua orang tua, Gregorius Agung Prihartanto dan Lusia Ida Ayu
Rusmana Dewi, serta adik Silvia Rosalina yang setia mendukung,
mendoakan, mendampingi, dan memberikan saran kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
8. Tim skripsi De-One, yaitu Tirza Yunita, Wilda Apriliana Datuan, Yohanes
Hastya Ekaristiadi atas perjuangan, kerjasama, dukungan, dan bantuan
selama penelitian berlangsung.
9. Sahabat-sahabat “Wih”, yaitu Sari, Yoke, Tiwi, Ucil, Noni, Pisil, dan
Aven atas kebersamaan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat “Betutu’s Family”, yaitu Gilang, Ajeng, Tirza, Sari,
Cewe, Puspa, Tiwi, Hastya, dan Chandra atas kerjasama dan
kebersamaannya selama perkuliahan dari awal semester hingga akhir
kuliah.
11. Teman-teman FSM B, FKK B, dan semua angkatan 2013 atas
kebersamaannya dalam berbagi pengalaman, suka, dan duka selama
berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan mendukung penulis dalam proses penyusunan penelitian
ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna maka
penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dan dapat
membuat karya ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi khalayak yang
membutuhkan, terutama dalam bidang kefarmasian. Terimakasih.
Yogyakarta, 9 Januari 2017
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
terjadi, khususnya di negara berkembang. Infeksi saluran kemih dapat
mengakibatkan angka morbiditas yang signifikan dimana wanita lebih sering
mengalami infeksi saluran kemih daripada pria. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran peresepan antibiotik serta jumlah penggunaan antibiotik
rasional pada pasien infeksi saluran kemih kelompok dewasa di instalasi rawat
inap RS Bethesda Yogyakarta. Kriteria penggunaan obat rasional meliputi tepat
indikasi pasien, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian,
tepat lama pemberian, dan tepat penilaian kondisi pasien. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif. Data yang
diambil merupakan rekam medis pasien dewasa dengan rentang usia 15-64 tahun
dengan total 195 pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan antibiotik yang
dominan digunakan adalah golongan fluorokuinolon, yaitu levofloxacin sebanyak
29 kasus (14,87%). Terapi antibiotik yang rasional pada terapi infeksi saluran
kemih yaitu 137 kasus (70,3%) dan penggunaan antibiotik irasional yaitu 58 kasus
(29,7%).
Kata kunci: Infeksi Saluran Kemih (ISK), Dewasa, Antibiotik, Rasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Urinary tract infection is one of the infectious diseases that often occur,
especially in developing countries. Urinary tract infections can lead to significant
morbidity which women experience more frequent urinary tract infections than
men. The purpose of this study is to describe the amount of antibiotic prescribing
and rational using of antibiotics in adult inpatient with urinary tract infections in
Bethesda Hospital, Yogyakarta. The criteria for rational drug use include the
precise indication of the patient, the proper drug selection, the right dosage, the
right time intervals of administration, the appropriate duration of administration,
and the patient's precise condition assessment. This study was an observational
study with a descriptive design. The data that was taken is the medical records of
adult patients with the age range from 15 years old until 64 years old with the total
of the patient are 195. The results of this study indicate that the predominant use
of antibiotics is a fluoroquinolon class, it is levofloxacin, 29 cases (14.87%).
Rational antibiotic therapy in the treatment of urinary tract infections, 137 cases
(70.3%) and the irrational use of antibiotics, 58 cases (29.3%).
Keywords : Urinary Tract Infection, Adult, Antibiotics, Rationality
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................. vii
PRAKATA .................................................................................................................. viii
ABSTRAK ................................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xv
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ...................................................................... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Penggunaan Antibiotik ...................................................................... 4
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik .................................................... 6
KESIMPULAN ............................................................................................................ 12
SARAN ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13
LAMPIRAN ................................................................................................................ 16
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................................ 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Antibiotik Monoterapi dan Kombinasi yang Diberikan pada Pasien
ISK Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun
2015 .............................................................................................................. 5
Tabel II. Penggantian Jenis Antibiotik yang Diberikan pada Pasien ISK Dewasa
di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015.................... 6
Tabel III. Ketepatan Dosis pada Pasien ISK Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS
Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 ............................................................... 9
Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian pada Pasien ISK Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 ...................................... 10
Tabel V. Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien pada Pasien ISK Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 ........................ 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien ISK Dewasa di Instalasi Rawat
Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 ................................................ 3
Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISK
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun
2015 ............................................................................................................. 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance............................................................................... 17
Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RS Bethesda Yogyakarta ......................... 18
Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian.......................................................... 19
Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada AAFP (2011 dan 2005) ......................... 20
Lampiran 5. Dosis berdasarkan DIH 24th
ed dan IONI 2014 ................................. 22
Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis.......................................... 23
Lampiran 7. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ................................ 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi dengan keterlibatan
bakteri tersering di komunitas dan hampir 10% orang pernah terkena ISK selama hidupnya
(Rajabnia, 2012). Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang melibatkan
struktur tempat mulai dibentuknya urin (glomerulus) sampai muara saluran urin di meatus
uretra eksterna dan didapatkannya mikroorganisme pada urin yang disertai gejala sebagai
tanda adanya infeksi (Anwar, 2008). Berdasarkan letaknya, ISK terbagi menjadi infeksi
saluran kemih bawah (sistitis) dan infeksi saluran kemih atas (pyelonefritis) (Dipiro et al.,
2015).
ISK merupakan salah satu infeksi bakterial yang paling sering terjadi pada
populasi umum dengan keseluruhan kasus diperkirakan mencapai angka kejadian 18 per
1000 orang per tahun dan merupakan infeksi yang paling sering ditemui pada pasien
dewasa (Puca, 2014). Infeksi saluran kemih (ISK) dapat mengakibatkan angka morbiditas
yang signifikan dimana 50-60% dari wanita akan mengalami ISK setidaknya satu kali
dalam hidup mereka. Pria mempunyai insidensi ISK yang jauh lebih rendah (5 per 10.000
per tahun) (Sumolang et al., 2013).
Obat untuk mengatasi masalah infeksi adalah antimikroba seperti antibiotik.
Pengelolaan pasien dengan ISK meliputi evaluasi awal, pemilihan agen antibakteri dan
durasi terapi, dan evaluasi follow up. Pemilihan agen antimikroba untuk pengobatan ISK
berdasarkan pada tingkat keparahan tanda dan gejala, letak infeksi, dan apakah infeksi
tergolong kompleks atau simpleks (Dipiro et al., 2015).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri
terhadap antibiotik (Permenkes, 2011). Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Hadi et al., 2009).
Resistensi tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan
antibiotik yang bijak (Kemenkes, 2011b). Penggunaan antibiotik secara bijak adalah
penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal,
lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mikroba resisten. Oleh sebab itu, pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya
menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya (Kemenkes, 2015).
Penelitian terkait rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien ISK belum
banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu penelitian evaluasi penggunaan antibiotik pada
pasien ISK di salah satu rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
yang memenuhi kriteria tepat indikasi sebesar 100%, tepat pasien sebesar 100%, tepat obat
90%, dan tepat dosis sebesar 17,5%, penggunaan antibiotik yang rasional sebesar 17,5%
(Puspitosari, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran penggunaan antibiotik untuk
pasien ISK yang meliputi jenis dan golongan antibiotik dan mengidentifikasi jumlah
pengobatan antibiotik yang rasional pada pasien ISK kelompok dewasa dengan
mengevaluasi kesesuaian peresepan antibiotik terapi ISK dengan standar acuan terapi
AAFP (2011 dan 2005) dan Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011a).
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan
rancangan deskriptif. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober-November 2016.
Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data yang tercantum
pada rekam medis (RM) pasien rawat inap RS Bethesda Yogyakarta. Sampel penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien rawat inap di RS Bethesda Yogyakarta
dalam rentang waktu Januari-Desember 2015. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien
usia 15-64 tahun dengan diagnosis utama infeksi saluran kemih tanpa penyakit penyerta
infeksi bakteri lain dan mendapatkan terapi antibiotik selama menjalani rawat inap.
Pengelompokan usia pasien diperoleh dari rentang usia dewasa yang digunakan di RS
Bethesda Yogyakarta pada tahun 2015. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu pasien dengan
diagnosis suspect ISK maupun bukan ISK, pasien rawat inap bukan pada tahun 2015, dan
pasien dengan data rekam medis yang tidak ditemukan. Total sampel penelitian ini
sejumlah 195 rekam medis.
Penelitian ini telah mendapat izin dari RS Bethesda dengan nomor surat
7042/KC.211/2016 dan prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Komisi Etik
Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
dengan nomor surat 245/C.16/FK/2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien ISK Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS
Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Teknik pengambilan sampel rekam medis pasien dilakukan dengan teknik simple
random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak berdasarkan kelompok
subjek dari suatu populasi dimana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi sampel sebuah penelitian. Jumlah sampel data diperoleh dari perhitungan
populasi pasien kelompok dewasa dengan menggunakan rumus Slovin sehingga diperoleh
jumlah sampel yang harus diambil. Jumlah sampel yang harus diambil tersebut kemudian
ditambah ± 10% untuk mengantisipasi kekurangan jumlah sampel karena adanya ekslusi
pasien.
Perhitungan sampel yang harus diambil =
=
= 195 rekam medis
N = populasi, e = batas toleransi kesalahan
Jumlah sampel ± 10% = 195 + (195 x ±10%)
= 232 rekam medis
Pemilihan nomor rekam medis yang akan digunakan pada penelitian ini dipilih
secara random dengan menggunakan program Microsoft Excel sesuai dengan jumlah
501 RM pasien
ISK periode Jan-
Des 2015
Hasil random data
± 10% = 232 RM
pasien
Pengelompokan
usia dewasa = 385
RM pasien
8 RM pasien
tereksklusi
3 diagnosis suspect ISK
2 pasien rawat inap
bukan pada tahun 2015
3 rekam medis tidak
ditemukan
203 RM pasien
memenuhi kriteria
inklusi
Total subjek 195
RM pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
sampel yang telah ditentukan. Data yang diambil terdiri dari nomor rekam medik,
usia/tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar, keluhan utama, kondisi klinis
awal, diagnosis utama, diagnosis akhir, riwayat penyakit, riwayat alergi, pemeriksaan
penunjang, pemeriksaan mikrobiologi, hasil pemeriksaan fisik/tanda vital, hasil
laboratorium, dan catatan penggunaan obat yang meliputi jenis dan golongan obat, rute
pemberian, aturan pakai yang digunakan selama terapi infeksi saluran kemih.
Analisis Data
Data gambaran penggunaan antibiotik pasien ISK yang digunakan dikelompokkan
menjadi jenis dan golongan antibiotik. Analisis gambaran penggunaan antibiotik dilakukan
dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kategori dibagi dengan jumlah seluruh kasus
lalu dikali 100%. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
persentase.
Data terapi antibiotik yang diperoleh dikaji berdasarkan kriteria penggunaan obat
rasional yaitu tepat indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, interval waktu pemberian
obat, lama pemberian, dan penilaian kondisi pasien dengan membandingkan data
penggunaan antibiotik pada literatur. Ke-enam kriteria dipilih berdasarkan kondisi data
yang terdapat pada rekam medis pasien. Literatur yang digunakan adalah Diagnosis and
Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis (AAFP, 2011), Diagnosis and Management of
Acute Pyelonephritis in Adults (AAFP, 2005), Drug Information Handbook 24th
ed (APA,
2015), dan Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011a). Apabila keseluruhan
kriteria penggunaan obat rasional telah terpenuhi artinya terapi antibiotik yang rasional
terpenuhi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISK Dewasa di RS Bethesda Yogyakarta
Jenis dan golongan antibiotik yang digunakan dalam terapi ISK
Pada penelitian ini, diperoleh 5 golongan antibiotik dan 18 jenis antibiotik yang
diresepkan. Profil jenis dan golongan antibiotik yang diberikan selama terapi terbagi dalam
142 kasus (72,82%) penggunaan antibiotik tunggal, 12 kasus (6,15%) penggunaan
antibiotik kombinasi (Tabel I), dan 41 kasus (21,03%) dengan pergantian jenis antibiotik
selama terapi (Tabel II).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Tabel I. Antibiotik Monoterapi dan Kombinasi yang Diberikan pada Pasien ISK
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Antibiotik Jumlah Persentase
(%)
Terapi Tunggal
Golongan Penicillin
Amoxicillin
1
0,51
Golongan Cephalosporin
Cefadroxil
Cefprozil
Cefuroxime
Cefixime
Cefoperazone
Cefotaxime
Ceftazidime
Ceftriaxone
Ceftizoxim
Cefepime
3
2
4
14
6
6
7
27
9
16
1,54
1,03
2,05
7,2
3,08
3,08
3,6
13,85
4,62
8,21
Golongan Fluoroquinolon
Pefloxacin
Ciprofloxacin
Ofloxacin
Levofloxacin
4
1
6
29
2,05
0,51
3,08
14,87
Golongan Aminoglycoside
Amikacin
1
0,51
Golongan Sulfonamid
Cotrimoxazole
6
3,08
Terapi Kombinasi
Gol. Penicillin + Beta lactamase inhibitor
Amoxicillin + Clavulanic acid
Ampicillin + Sulbactam
1
1
0,51
0,51
Gol. Cephalosporin + Beta lactamase inhibitor
Cefoperazone + Sulbactam
5
2,57
Gol. Cephalosporin + Fluoroquinolon
Ceftriaxone + Ofloxacin
Cefotaxime + Pefloxacin
Cefoperazone+Levofloxacin
Pipemidic acid + Levofloxacin + Cefixime
1
1
1
1
0,51
0,51
0,51
051
Gol.Cephalosporin + Cephalosporin
Cefixime + Cefuroxime
1
0,51
Total 154 79,02
Antibiotik monoterapi yang dominan digunakan adalah golongan fluorokuinolon,
yaitu levofloxacin sebanyak 29 kasus (14,87%). Penggunaan ceftriaxone (golongan
cephalosporin) menempati urutan ke-2 setelah levofloxacin dengan jumlah penggunaan
pada 27 kasus (13,85%). Antibiotik kombinasi yang paling dominan digunakan yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
cefoperazone-sulbactam yang merupakan golongan cephalosporin dan beta lactamase
inhibitor sebanyak 5 kasus (2,57%).
Tabel II. Penggantian Jenis Antibiotik yang Diberikan pada Pasien ISK Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Antibiotik Jumlah Persentase
(%)
Penggantian Antibiotik
Cefepime-Amikacin 1 0,51
Ceftriaxone-Cefixime 9 4,62
Cefotaxime-Ofloxacin 1 0,51
Ceftizoxime+Pefloxacin–Cefoperazone+Cefixime 1 0,51
Ceftriaxone-Cefadroxil 1 0,51
Amikacin-Pefloxacin 1 0,51
Cefixime – Cefoperazone+Sulbactam 4 2,05
Ceftriaxone – Cefoperazone+Sulbactam 1 0,51
Ceftizoxime – Cefoperazone+Sulbactam 1 0,51
Cefuroxime-Levofloxacin 1 0,51
Cefepime-Pefloxacin 1 0,51
Ceftazidime-Cefixime 1 0,51
Pipemidic acid-Cefixime 2 1,03
Ceftriaxone-Levofloxacin 4 2,05
Ciprofloxacin-Cefprozil 1 0,51
Cefotaxime-Ampicillin+Sulbactam 1 0,51
Cefadroxil-Cefixime 1 0,51
Cefoperazone-Cefixime 1 0,51
Cefprozil-Levofloxacin 1 0,51
Ceftriaxone-Cefepime 1 0,51
Ceftriaxone-Ciprofloxacin 2 1,03
Cefixime-Levofloxacin 1 0,51
Cefixime-Ciprofloxacin 1 0,51
Ceftizoxime-Pefloxacin 1 0,51
Cefotaxime-Levofloxacin 1 0,51
Total 41 20,98
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Tepat Indikasi Penyakit
Memilih agen antibiotik untuk terapi infeksi jauh lebih rumit daripada
mencocokkan obat untuk penyakit yang telah diketahui atau diduga patogen. Salah satu
penyalahgunaan penggunaan antibiotik adalah pemberian ketika sebenarnya antibiotik
tersebut tidak diperlukan, seperti misalnya pada infeksi virus yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Seleksi awal penggunaan antibiotik hampir selalu empiris dimana
pemilihan antibiotik secara empiris biasanya didasarkan pada informasi yang dikumpulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemilihan agen biasanya dipilih antibiotik
berspektrun luas apabila tidak dilakukan kultur bakteri (Dipiro et al, 2015).
Menurut Kemenkes (2011a), yang dimaksud tepat indikasi penyakit adalah
pemberian agen antibiotik hanya diberikan untuk pasien yang terdiagnosis infeksi bakteri.
Diagnosis infeksi saluran kemih dapat dipastikan dengan melihat diagnosis utama pada
lembar ringkasan pasien masuk dan keluar, hasil pemeriksaan imejing USG abdomen dan
hasil sedimen urine leukosit pada lembar hasil laboratorium pemeriksaan urine. Pada
penelitian ini ketepatan indikasi penggunaan antibiotik menunjukkan hasil 100% yang
berarti seluruh pasien mendapatkan tatalaksana terapi yang tepat sesuai indikasi infeksi
saluran kemih. Penggunaan antibiotik yang sesuai dengan indikasinya dapat mencegah
ataupun menurunkan risiko resistensi antibiotik (Kemenkes, 2011a).
Tepat Pemilihan Obat
Upaya untuk melakukan pemilihan obat secara tepat dapat dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakitnya (Kemenkes, 2011a). Infeksi
saluran kemih sendiri terbagi menjadi ISK atas (pyelonefritis) dan ISK bawah (sistitis).
Letak infeksi saluran kemih dapat dipastikan dengan melihat lembar hasil pemeriksaan
imejing USG abdomen dan hasil sedimen urine leukosit pada lembar hasil laboratorium
pemeriksaan urine. Selain itu, ketepatan pemilihan obat juga disesuaikan dengan bakteri
penginfeksi yang dapat dilihat pada lembar hasil pemeriksaan kultur.
Pada penelitian ini terdapat 2 pasien (1,03%) yang tidak mendapatkan terapi
dengan ketepatan pemilihan antibiotik untuk infeksi saluran kemih. Acuan AAFP (2011)
tidak memberikan pilihan antibiotik golongan aminoglikosida sebagai terapi sistitis.
Amikasin digunakan sebagai terapi infeksi serius pada bakteri basil aerobik gram negatif
yang telah teridentifikasi resisten dengan gentamycin dan tobramycin sehingga dapat
dikatakan pemilihan antibiotik tidak tepat (Hopkins, 2012). Meskipun pemilihannya tidak
tepat, Rossetti (1986) mengatakan bahwa penggunaan amikasin dapat menjadi terapi yang
mengutungkan dan rasional bagi penderita sistitis dengan total keefektivan sebesar 99,3%
namun perlu diperhatikan efek samping yang dapat terjadi pada pasien.
Apabila infeksi saluran kemih diduga disebabkan oleh lebih dari satu
mikroorganisme, penggunaan antibiotik kombinasi dapat memperluas spektrum aktivitas
antimikroba sehingga efek yang dicapai lebih besar daripada penggunaan antibiotik
tunggal. Ketika pasien dirawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
mikroorganisme basil gram negatif dapat tumbuh dalam kultur darah sehingga pasien dapat
terkena infeksi nosokomial. Kombinasi antara agen beta-lactam dengan fluorokuinolon
dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi nosokomial (Leekha, 2011). Kombinasi
sesama golongan cephalosporin dengan generasi yang berbeda dapat diberikan dengan
pertimbangan terkait efektivitasnya terhadap bakteri penginfeksi. Cephalosporin generasi 2
lebih efektif pada infeksi community-acquired sedangkan Cephalosporin generasi 3 lebih
efektif pada infeksi hospital-acquired. Pemberian kombinasi cephalosporin generasi 2 dan
3 diharapkan dapat memberikan efek yang lebih besar daripada pemberian tunggal (Agbor,
2011). Akan tetapi, kombinasi sesame golongan Cephalosporin dengan generasi yang sama
dapat meningkatkan resistensi karena bakteri dapat dengan cepat beradaptasi dengan
lingkungan baru (Sun, 2012).
Terdapat 8 jenis antibiotik (44,4%) yang sudah sesuai dengan standar acuan
Diagnosis and Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis (AAFP, 2011) dan Diagnosis
and Management of Acute Pyelonephritis in Adults (AAFP, 2005) dan 10 jenis antibiotik
(55,6%) yang diresepkan namun tidak termasuk dalam pilihan terapi infeksi saluran kemih.
Dari kesepuluh jenis antibiotik tersebut, 8 diantaranya merupakan antibiotik golongan
cephalosporin dan 2 jenis lainnya merupakan golongan fluoroquinolon.
Menurut acuan Diagnosis and Management of Acute Pyelonephritis in Adults
(AAFP, 2005), terapi empirik untuk penatalaksanaan pyelonefritis akut dapat diberikan
antibiotik golongan fluoroquinolon, amoxicillin-clavulanate, cephalosporin, dan
trimethoptim-sulfamethoxazole sebagai antibiotik alternatif yang dapat diberikan pada
bakteri yang peka. Penggunaan pipemidic acid pada pasien sistitis dan pyelonefritis
menunjukkan eradikasi yang baik sehingga dapat menjadi antibiotik yang efektif dalam
pengobatan infeksi saluran kemih (Kamran et al, 1984).
Tepat Dosis
`Dosis sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang
berlebihan akan sangat beresiko terhadap timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang
terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan oleh suatu
antibiotik (Kemenkes, 2011a). Ketepatan dosis disesuaikan dengan acuan dosis dewasa
pada literatur Diagnosis and Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis (AAFP, 2011),
Diagnosis and Management of Acute Pyelonephritis in Adults (AAFP, 2005), dan IONI
(BPOM, 2014) dengan range dosis yang mengacu pada literatur Drug Information
Handbook 24th
ed (APA, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Tabel III. Ketepatan Dosis pada Pasien ISK Dewasa di Instalasi Rawat Inap RS
Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Ketepatan Dosis Jumlah Pasien
(n = 195)
Persentase
(%)
Dosis kurang 7 3,59
Dosis tepat 168 86,15
Dosis lebih 20 10,26
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel III) menunjukkan bahwa pemberian dosis
antibiotik yang tidak tepat sebesar 13,85% dan dosis antibiotik yang tepat sebesar 86,15%.
Pada penggunaan antibiotik kombinasi, dosis yang digunakan adalah dosis tunggal dari
masing-masing jenis antibiotik kemudian antibiotik kombinasi tersebut diberikan kepada
pasien dalam waktu yang bersamaan.
Menurut Paterson et al. (2016), penggunaan antibiotik dengan dosis yang
berlebihan telah teridentifikasi sebagai penyebab utama terjadinya resistensi. Sedangkan
penggunaan antibiotik dengan dosis yang kurang dapat mengakibatkan efek terapi yang
diharapkan tidak dapat tercapai karena antibiotik tidak mencapai Kadar Hambat Minimum
(KHM) (Lisni et al, 2015). Pengobatan antibiotik secara tepat tergantung pada nilai
parameter dan jenis bakteri yang menginfeksi serta menseleksi dan mengoptimasi dosis
penggunaan antibiotik secara farmakodinamik. Selama pengobatan berlangsung, perlu
dilakukan monitoring untuk melihat apakah antibiotik yang diberikan telah mencapai kadar
terapetik atau belum (Connors et al., 2013).
Tepat Interval Waktu Pemberian
Pemberian antibiotik pada pasien infeksi perlu dilakukan pemantauan interval
waktu pemberian. Interval waktu pemberian merupakan jarak pemberian antibiotik dari
pemberian pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dalam satu hari. Semakin sering
frekuensi penggunaan obat per hari dapat menurunkan ketaatan pasien dalam meminum
obat. Sebaliknya, frekuensi penggunaan obat yang semakin sedikit dapat meningkatkan
ketaatan pasien dalam meminum obat (Kemenkes, 2011a).
Pada penelitian ini ketepatan interval waktu pemberian obat menunjukkan hasil
100% yang berarti seluruh pasien mendapatkan terapi antibiotik sesuai dengan interval
waktu pemberian yang ditetapkan. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan interval waktu
pemberian dapat menurunkan risiko resistensi antibiotik (Humaida, 2014).
Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan infeksi harus selalu
diperhatikan. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan (Kemenkes, 2011a). Dalam praktiknya, durasi
optimal terapi antibiotik tergantung pada sindrom klinis, mikroorganisme penyebab, dan
respon pasien terhadap terapi (Gilbert 2015).
Durasi penggunaan antibiotik pada pasien sistitis yang tepat yaitu 3 – 7 hari
(AAFP, 2011) dan pada pasien pyelonefritis yaitu 7 – 14 hari (AAFP, 2005). Beberapa
studi mengatakan bahwa durasi terapi dengan antibiotik golongan aminoglikosida, beta
laktam, atau fluorokuinolon pada pasien pyelonefritis selama 5 – 7 hari sebanding dengan
7 – 14 hari dalam hal hasil klinis dan bakteriologis (AAFP, 2005).
Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian pada Pasien ISK Dewasa di Instalasi Rawat
Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Ketepatan Lama Pemberian Jumlah Pasien
(n = 195)
Persentase
(%)
Durasi tepat 162 83,08
Durasi tidak tepat 33 16,92
Durasi tidak tepat yang dimaksud adalah lama pemberian yang terlalu cepat
sehingga terapi yang dijalani pasien terlalu singkat maupun lama pemberian yang terlalu
lama. Pada penelitian ini, durasi pemberian antibiotik yang terlalu cepat terjadi pada 28
pasien (84,8%) dan durasi pemberian antibiotik yang terlalu lama terjadi pada 5 pasien
(15,2%). Pemberian yang terlalu singkat dapat terjadi karena kondisi pasien yang telah
membaik ataupun pihak keluarga pasien yang meminta untuk pulang. Pemberian terlalu
lama dapat terjadi karena pasien terdapat komplikasi lain yang mengharuskan pasien
menjalani rawat inap dalam waktu lama sehingga terapi antibiotik diteruskan selama
pasien dirawat.
Tepat Penilaian Kondisi Pasien
Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka diperlukan
pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi, terjadinya
efek samping, kelainan organ (hepar, ginjal), riwayat alergi, atau adanya penyakit lain yang
menyertai (Kemenkes, 2011a). Penilaian kondisi pasien merupakan pemberian antibiotik
yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis pasien yang didukung dengan data hasil
pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan SGOT, SGPT, dan serum kreatinin.
Apabila dosis tidak disesuaikan pada pasien dengan gangguan hepar dan ginjal dapat
menyebabkan akumulasi dan toksisitas dari banyak obat (Fahimi et al., 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Tabel V. Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien pada Pasien ISK Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
Ketepatan Penilaian Kondisi
Pasien
Jumlah Pasien
(n = 195)
Persentase
(%)
Penilaian kondisi pasien tepat 183 93,85
Penilaian kondisi pasien tidak tepat 12 6,15
Pada penelitian ini, terdapat 12 pasien (6,15%) dengan penilaian kondisi pasien
yang tidak tepat yang terdiri dari 11 pasien (91,7%) dengan nilai SGOT dan SGPT tinggi
namun diberikan antibiotik yang dapat menginduksi hepatotoksisitas dan 1 pasien (8,3%)
memiliki alergi antibiotik jenis cefepime dengan reaksi alergi berupa gatal dan kemerahan
namun antibiotik injeksi tetap diberikan secara perlahan oleh dokter. Penggunaan
antibiotik yang tidak sesuai dengan kondisi pasien dapat menyebabkan efek terapi
antibiotik yang diharapkan tidak tercapai (With, 2016).
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang rasional dan terkendali dapat mencegah munculnya
resistensi antibiotik sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi beban biaya
perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan, serta dapat meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit (Kemenkes, 2011b). Pada penelitian ini, penggunaan antibiotik
dapat disebut rasional apabila memenuhi ke-enam kriteria ketepatan yang telah ditetapkan
oleh Kemenkes RI (2011a). Pada penelitian ini diperoleh hasil penggunaan antibiotik
rasional sebanyak 137 kasus (70,3%) dan penggunaan antibiotik irasional sebanyak 58
kasus (29,7%). Sebagian besar kasus penggunaan antibiotik irasional disebabkan oleh tidak
tepatnya lama pemberian antibiotik (durasi).
Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISK Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015
70%
30%
Rasional
Irasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Menurut Kotwani (2011), penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat
disebabkan karena kebiasaan membuat resep, penyimpangan dalam pasokan antibiotik
dalam publik, self-medication, dan kepentingan komersial. Meningkatkan kesadaran akan
resistensi antimikroba dan mempromosikan penggunaan antibiotik secara rasional antara
pasien dan masyarakat umum merupakan kunci untuk memerangi penggunaan antibiotik
yang tidak diperlukan (Sumpradit, 2012).
Kerjasama antar semua pihak, baik rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat,
perusahaan farmasi, dan pemerintah dalam pencegahan resistensi antibiotik perlu
dilakukan (Kemenkes, 2015). Sebagai seorang Apoteker diharapkan pula dapat berperan
aktif dalam memberikan informasi, konseling, dan edukasi kepada pasien secara individual
ataupun kepada masyarakat secara umum terkait penggunaan antibiotik (Kemenkes,
2011b).
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh klinisi dan farmasis untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dan mencegah resistensi antibiotik. Keterbatasan penelitian ini adalah
peneliti tidak dapat melakukan wawancara dengan dokter penulis resep terkait alasan
pemilihan terapi yang diterima pasien.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini diperoleh 5 golongan antibiotik dan 18 jenis antibiotik yang
diresepkan. Antibiotik yang dominan digunakan adalah golongan fluorokuinolon, yaitu
levofloxacin sebanyak 29 kasus (14,87%). Pada penelitian ini ditemukan penggunaan
antibiotik yang rasional sebanyak 137 kasus (70,3%) dan penggunaan antibiotik irasional
sebanyak 58 kasus dengan persentase sebesar 29,7%. Penggunaan antibiotik yang irasional
terjadi karena tidak tepat pemilihan obat (1,03%), tidak tepat dosis (13,85%), tidak tepat
lama pemberian (16,92%), dan tidak tepat penilaian kondisi pasien (6,15%).
SARAN
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan rancangan prospektif untuk dapat
mengkaji keseluruhan kriteria rasionalitas penggunaan antibiotik sehingga penggunaan
obat rasional dapat dikaji secara representatif. Selain itu, dengan rancangan prospektif
peneliti dapat melakukan wawancara dengan dokter penulis resep untuk mengetahui alasan
pemilihan terapi antibiotik yang diterima pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
DAFTAR PUSTAKA
Agbor, V.O., Ma’ori, L., and Opajobi, S.O., 2011. Bacterial Resistance to
Cephalosporins in Clinical Isolates in Jos University Teaching Hospital
(JUTH). New York Science Journal, 4 (9): 46-55.
American Pharmacists Association, 2015. Drug Information Handbook. 24th
Edition. Lexicomp Drug Reference Handbook, USA, pp. 106-1888.
Anwar R., 2008. Bakteri Gram-Positif dari Air Kemih. Majalah Kedokteran
Nusantara, 41 (1): 6-38.
BPOM, 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Colgan, R. and Williams, M., 2011. Diagnosis and Treatment of Acute
Uncomplicated Cystitis. American Academy of Family Physician, Volume
84 (7): 771-776.
Connors, K.P., Kuti, J.L., Nicolau, D.P., 2013. Optimizing Antibiotic
Pharmacodynamics for Clinical Practice. Pharmaceutica Analytica Acta,
(4): 1-8.
Dipiro, J.t., Wells, B.G., Dipiro, C.V., Schwinghammer, T.L., 2015.
Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. McGraw-Hill Education, USA,
pp. 313.
Fahimi, F., Emami, S., and Farokhi, F.R., 2012. The Rate of Antibiotic Dosage
Adjusment in Renal Dysfunction. Iranian Journal of Pharmaceutical
Research, 11 (1): 157-161.
Gilbert, G.L., 2015. Knowing when to stop antibiotic therapy. Marie Bashir
Institute for Infectious Diseases and Biosecurity, 202 (3), pp. 122.
Hadi, U., Duerink, D. O., Lestari, E. S., Nagelkerke, N. J., Keuter, M., Veld, D. H.
I., et al., 2009. Audit of Antibiotic Prescribing in Two Governmental
Teaching Hospitals in Indonesia. Clinical Microbiology and Infection, pp.
66.
Hopkins, J., 2012. Antimicrobial Use Guidelines.
https://www.uwhealth.org/files/uwhealth/docs/antimicrobial/Antimicrobial_
Use_Guidelines_including_all_appendices.pdf diakses pada tanggal 20
Januari 2017.
Humaida, R., 2014. Strategy to Handle Resistance of Antibiotics. J Majority, 3(7),
114-118.
Kamran, M.A.J., Ali, S., Khattak, K.U.N., 1984. Therapeutic Evaluation of
Pipemidic Acid (R-Urexin) in Urinary Tract Infection. A Preliminary
Report. Journal of the Pakistan Medical Association, Vol. 34(8): 235-238.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a, Modul Penggunaan Obat
Rasional, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Jakarta, hal. 3-8.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011b. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta, hal. 1-2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Pedoman Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta, hal. 10-13.
Kotwani, A., Wattal, C., Joshi, P.C., Holloways, K., 2011. Irrational use of antibiotics
and role of the pharmacist: an insight from a qualitative study in New Delhi,
India. Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics, 37:308-312.
Leekha, S., Terrell, C.L., and Edson, R.S., 2011. General Principles of
Antimicrobial Therapy. Mayo Foundation for Medical Education and
Research, Vol. 86(2): 156-167.
Lisni, I. et al., 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Faringitis di
Suatu Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika, 02 (01):
43-52.
Paterson, I.K., Hoyle, A., Ochoa, G., Austin, C.B., Taylor, N.G.H., 2016.
Optimising Antibiotic Usage to Treat Bacterial Infections. Nature,
(6):37853, pp.1.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2406 Tahun 2011. Pedoman
Umum Penggunaan Antibiotik, Jakarta, Menkes.
Puca, E. et al, 2014. Urinary Tract Infection in Adults. Clinical Microbiology:
Open Access, Vol. 3:6, pp. 1.
Puspitosari, E., 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSPAU dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta Tahun 2004. Naskah Publikasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.
Rajabnia, M., Gooran, S., Fazeli, F., Dashipour, A., 2012. Antibiotic resistance
pattern in urinary tract infections in Imam-Ali hospital Zahedan (2010-
2011). Zahedan Journal of Research in Medical Science: Zahedan.
Ramakrishnan, K. and Scheid, D.C., 2005. Diagnosis and Management of Acute
Pyelonephritis in Adults. American Academy of Family Physician, Volume
71 (5): 933-942.
Rossetti, R.S., 1986. Single-shot vs conventional therapy with amikacin for
treatment of uncomplicated urinary tract infection: a multicenter study.
Chemioterapia, 5(6):394-9.
Sumolang, S. A. Ch., Porotu’o, J., dan Soeliongan, S., 2013. Pola Bakteri pada
Penderita Infeksi Saluran Kemih di BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol. 1, No.1, hal. 597.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Sumpradit, N., Chongtrakul, P., Anuwong, K., Pumtong, S., Kongsomboon, K.,
Butdeemee, P. et al, 2012. Antibiotics Smart Use: a workable model for
promoting the rational use of medicines in Thailand. Bull World Health
Organ, Vol. 90:905-913.
With, K.D., et al., 2016. Strategies to Enhance Rational Use of Antibiotics in
Hospital: A Guideline by the German Society for Infectious Diseases.
Infection, 44, 395-439.
World Health Organization, 2014. Antimicrobial Resistance: Global Report on
Surveillance. Geneva: WHO.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Lampiran 1. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RS Bethesda Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian
1. Pola peresepan antibiotik pada kasus infeksi saluran kemih kelompok dewasa
meliputi golongan dan jenis antibiotika. Contoh golongan dan jenis antibiotika
dalam terapi ISK yaitu Cephalosporin (golongan) terbagi dalam Ceftriaxone,
Cefixime (jenis).
2. Rasionalitas penggunaan antibiotik pada penelitian ini akan dievaluasi
berdasarkan kriteria Kemenkes (2011b), yaitu:
a. Tepat indikasi, yaitu antibiotik diberikan apabila pasien telah positif
terdiagnosis infeksi saluran kemih.
b. Tepat pemilihan obat, yaitu antibiotik terapi infeksi dipilih berdasarkan
letak infeksi saluran kemih dan spektrum mikroorganisme penginfeksi.
c. Tepat dosis, yaitu dosis antibiotik yang diberikan merupakan dosis optimal
yang disesuaikan dengan acuan literatur.
d. Tepat interval waktu pemberian, yaitu jarak pemberian antibiotik dari
pemberian pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dalam satu hari yang
disesuaikan dengan acuan literatur.
e. Tepat lama pemberian, yaitu durasi pemberian terapi antibiotik yang
optimal dan disesuaikan dengan acuan literatur.
f. Tepat penilaian kondisi pasien, yaitu antibiotik yang diberikan disesuaikan
dengan keadaan pasien dengan mempertimbangkan usia, berat badan, dan
kondisi fisiologis pasien.
Penggunaan antibiotik dapat dikategorikan rasional apabila ke-enam
kriteria terpenuhi. Bila salah satu dari keenam kriteria di atas tidak terpenuhi
maka penggunaan antibiotik masuk dalam kategori tidak rasional (irasional).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada AAFP (2011 dan 2005)
Pilihan Antibiotik pada Pasien Sistitis
Tingkat Jenis Antibiotik Dosis
First Fosfomycin
Nitrofurantoin
Trimethoprim/sulfamethoxazole
3 g single dose
100 mg tiap 12 jam selama 5 hari
160/800 mg tiap 12 jam selama 3 hari
Second Ciprofloxacin
Ciprofloxacin, extended release
Levofloxacin
Ofloxacin
250 mg tiap 12 jam selama 3 hari
500 mg/hari selama 3 hari
250 mg/hari selama 3 hari
200 mg/hari selama 3 hari atau
400 mg single dose
Third Amoxicillin/clavulanate
Cefdinir
Cefpodoxime
500/125 mg tiap 12 jam selama 7 hari
300 mg tiap 12 jam selama 10 hari
100 mg tiap 12 jam selama 7 hari
Pilihan Antibiotik pada Pasien Pyelonefritis
Jenis Antibiotik Interval Dosis Oral Dosis Intravena
Penicillins
Amoxicillin
Amoxicillin-clavulanate
potassium
Ampicillin-sulbactam
Aztreonam
Imipenem
Piperacillin
Piperacillin-tazobactam
Ticarcillin-clavulanate
Tiap 8-12 jam
Tiap 8-12 jam
Tiap 4-6 jam
Tiap 6-8 jam
Tiap 6 jam
Tiap 6 jam
Tiap 6-8 jam
Tiap 4-6 jam
500
500/125
–
–
–
–
–
–
–
–
150-200 mg/kg
1 – 2 g
0,5 g
3 g
3,375 g/4,5 g
3,1 g
Cephalosporins
Cefotaxime
Ceftriaxone
Cephalexin
Tiap 8-12 jam
Tiap 24 jam
Tiap 6 jam
–
–
500
1 – 2 g
1 – 2 g
–
Fluoroquinolones
Ciprofloxacin
Enoxacin
Gatifloxacin
Levofloxacin
Lomefloxacin
Norfloxacin
Ofloxacin
Tiap 12 jam
Tiap 24 jam
Tiap 24 jam
Tiap 24 jam
Tiap 24 jam
Tiap 12 jam
Tiap 12 jam
500
400
–
250 – 750
400
400
200 – 400
400 mg
–
400 mg
250-750 mg
–
–
400 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Lampiran 4. Lanjutan
Jenis Antibiotik Interval Dosis Oral Dosis Intravena
Aminoglycoside
Amikacin
Gentamicin
Tobramycin
Tiap 12 jam
Tiap 24 jam
Tiap 24 jam
–
–
–
75 mg/kg
5 – 7 mg/kg
5 – 7 mg/kg
Other antibiotics
TMP-SMX
Tiap 12 jam
160/800
8 – 10 mg/kg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Lampiran 5. Dosis berdasarkan DIH 24th
ed dan IONI 2014
No Nama Antibiotik Dosis
Golongan Penicillin
1 Amoxicillin 250-500mg tiap 8 jam atau 500-875mg tiap 12
jam
2 Amoxicillin-clavulanate 875mg tiap 12 jam atau 500mg tiap 8 jam
3 Ampicillin-sulbactam 375-750 mg tiap 12 jam
Golongan Cephalosporin
4 Cefadroxil Sistitis: 1 atau 2 g/hari terbagi tiap 12 jam atau
dosis tunggal tiap 24 jam
Pyelonefritis: 1 g tiap 12 jam
5 Cefprozil 250-500mg tiap 12 jam atau 500 mg tiap 24 jam
6 Cefuroxime Peroral: 250-500mg tiap 12 jam
Intravena: 750mg-1,5g tiap 6-8 jam
7 Cefixime 400mg terbagi tiap 12 jam atau dosis tunggal 24
jam
8 Cefoperazone 2-4g/hari terbagi tiap 12 jam
9 Cefotaxime 1-2g tiap 4-12 jam
10 Ceftazidime 500-2g tiap 8 sampai 12 jam
11 Ceftriaxone 1-2g tiap 24 jam
12 Ceftizoxim 0,5-2g/hari terbagi tiap 6-12 jam
13 Cefepime Sistitis: 0,5-1 g tiap 12 jam selama 7-10 hari
Pyelonefritis: 2 g tiap 12 jam selama 10 hari
Golongan Fluoroquinolon
14 Pipemidic acid 400 mg tiap 12 jam 7-10 hari
15 Pefloxacin 800mg terbagi tiap 12 jam
16 Ciprofloxacin 200mg/100mL tiap 12 jam
17 Ofloxacin 200-400mg tiap 12 jam
18 Levofloxacin Sistitis: 250 mg tiap 24 jam selama 3 hari
Pyelonefritis: mg tiap 24 jam selama 10 hari
atau 750 mg tiap 24 jam selama 5 hari
Golongan Aminoglycoside
19 Amikacin 5-7,5mg/kg/dose tiap 8 jam
Golongan sulfonamide
20 Trimethoprim-
sulfamethoxazole
1-2 double-strength (TMP160:800 SMX) tiap
12-24 jam
Kombinasi Golongan Cephalosporin dan Beta-lactamase inhibitor
21 Cefoperazone-sulbactam 2-4g tiap 12 jam dalam dosis terbagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis
No RM 61
Nama/Sex GMK / L
Umur/Tgl lahir 20 th 8 bl 28 hr / 09-11-1994
BB -
Tgl masuk 7-08-2015
Tgl keluar 11-08-2015
R. rawat VI/II
Keluhan/RPS Badan panas naik turun sejak 4 hari yang lalu
Kondisi klinis awal
GCS = E4 V5 M6 Nafas = 20x/menit
Suhu = 37,7 ⁰C TD = 110/60 mmHg
Nadi = 84x / menit
Diagnosis utama/ICD10 ISK / N 39.0
Diagnosis
sekunder/ICD10
-
Jenis tindakan/ICD10 -
Riwayat penyakit -
Riwayat obat -
Riwayat alergi -
Tanda Vital
8/8 9/8 10/8 11/8
Nadi
(x/menit)
88
84
86
88
92
80
84
80
80
88
84
84
80
Nafas
(x/menit)
22
20
20
20
20
20
18
20
20
20
20
20
20
Suhu
(ᴼC)
37,8
38,6
37,4
38,2
36,4
36,4
36,5
37,4
38,6
36,4
36,6
36,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Lampiran 6. Lanjutan
Obat Parenteral
Obat Dosis Aturan
Pakai
Tanggal
8/8 9/8 10/8 11/8
Cernevit 1x1 fl 16 8 16 16
Obat Non Parenteral
Obat Dosis Aturan
Pakai
Tanggal
8/8 9/8 10/8 11/8
Paracetamol 3-4x1 P, Si, So P,Si,So,M P, Si, So P, Si, So
Biocurliv 2x1 P, So
Clavamox 500 3x1 Si, So P, Si, So
Sarbex 1x1 Dibawa pulang
Hasil Pemeriksaan USG
Hasil Laboratorium
Tanggal: 7/8 Bahan: Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Eosinofil L 0,0 % 2,0-4,0
Segmen H 70,6 % 50,0-70,0
Hematokrit L 37,7 % 40,0-54,0
RDW L 11,30 % 11,50-14,50
MCV L 75,10 fL 80,00-94,00
MCHC H 36,30 g/dL 32,00-36,00
Salmonella
typhi Ig M
H 3,0 Negatif ≤ 2,0
Tanggal: 8/8 Bahan: Urine
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Lekosit gelap 2+: 5-9
sel/LPB
10/8
Kesan: Gambaran sistitis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Lampiran 6. Lanjutan
Resume Pasien Keluar
- Alasan dirawat (diagnosa dan comorbiditas)
ISK
- Ringkasan riwayat & pemeriksaan fisik (yang penting/berhubungan)
Demam
- Hasil laboratorium/PA, rontgen, USG, dll
PDL
Urinalisis: LG 2+
- Terapi/pengobatan
Pamol Sarbex T
Bioculiv Cernevit
Clavamox
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Lampiran 7. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
No Antibiotik
Kriteria Rasionalitas
Pengobatan
Rasional Tepat
Indikasi
Tepat
Pemilihan
Obat
Tepat
Dosis
Tepat
Interval
Waktu
Pemberian
Tepat
Lama
Pemberian
Tepat
Penilaian
Kondisi
Pasien
1 Cefotaxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
2 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
3 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
4 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
5 Cefotaxime 2x1 g √ √ √ √ × √ I
6 Levofloxacin 1x500 mg inj √ √ × (O) √ √ √ I
7 Cefuroxime 2x250 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
8 Levofloxacin 1x500 mg p.o √ √ √ √ × × I
9 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
10 Ofloxacin 2x200 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
11 Cefepime inj 2x1 g,
Amikasin inj 2x500 mg √
√
√
√ √
× (U) √
√
×
√ √
√ I
12 Ceftriaxone inj 2x1 g,
Cefixime 2x1 p.o √ √ √, √ √ √ √ R
13 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ × I
14 Cefadroxil inj 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
15 Levofloxacin 1x500 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
16
Kombinasi
Ceftriaxone inj 2x1g
Ofloxacin p.o 2x200mg
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
R
17 Cefotaxime inj 2x1 g,
Ofloxacin p.o 2x200 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
18 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
19 Cef.sulbactam inj 2x2 g √ √ √ √ √ √ R
20 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
21
Kombinasi
Pefloxacin p.o. 2x400mg
Ceftizoxime inj 2x1g
Kombinasi
Cefoperazone inj 2x1g
Cefixime p.o 2x100mg
√
√
√
√
√
×
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
R
22 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
23 Cotrimoxazole p.o 2x2
(480mg) √ √ √ √ × √ I
24 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
25 Levofloxacin inj 1x500 mg √ √ √ √ × × I
26 Ceftriaxone 2x100 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
27 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefadroxil 2x500 mg p.o √ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
R
28 Cotrimoxazole 2x2 (480 mg)
p.o √ √ √ √ √ √ R
29 Ceftazidim inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
30 Cefoperazon.sulbactam inj
2x1 g √ √ √ √ × √ I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
31 Levofloxacin 1x 500 mg p.o √ √ × (O) √ √ √ I
32 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
33 Cefoperazone-Sulbactam inj
2x1 g √ √ √ √ √ √ R
34 Levofloxacin 1x500 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
35 Cefoperazone inj 3x1 g √ √ × √ √ √ I
36 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
37 Ceftriaxonee inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
38 Amikasin inj 2x500 mg
Pefloxacin 2x400 mg p.o √
√
√
√
× (U)
√ √
√
√
√
√
√ I
39 Levofloxacin 1x500 mg p.o √ √ × (O) √ × √ I
40 Ciprofloxacin 2x500 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
41
Cefixime 2x100 mg p.o
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
42 Cefixime 2x100 mg p.o √ √ √ √ √ √ R
43 Ceftizoxime 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
44 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
45 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ × √ I
46
Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
47 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
48 Cefotaxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
49 Cotrimoxazole 2x2 (480 mg)
p.o √ √ √ √ √ √ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
50
Ceftizoxime inj 2x1 g
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
51 Cefoperazone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
52 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
53 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
54 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
55 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ × I
56
Kombinasi
Pipemidic acid p.o 3x400 mg
Levofloxacin p.o 1x500 mg
Cefixime 2x100 mg
√ √
√
√
× (O)
× (O)
√
√ √
√
√ √
√
√ ×
√
I
57 Cefoperazone p.o 2x1 g √ √ × (U) √ √ √ I
58 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
59 Levofloxacin inj 1x500 mg
Cefuroxime inj 2x750 mg √
√
√
√
√ × (U)
√
√
√
√
×
√ I
60 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
61 Amoxicillin-clavulanate p.o
3x500 mg √ √ √ √ × √ I
62 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
63 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
64 Cefepime inj 2x1 g
Pefloxacin p.o 2x400 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
65 Ceftazidime inj 2x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
66 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
67 Cefadroxil p.o 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
68 Pipemidic acid p.o 2x400 mg
Cefixime 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
69 Cotrimoxazole p.o 2x2
(480mg) √ √ √ √ √ √ R
70 Ceftriaxone inj 1x1 g
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
71 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
72 Ciprofloxacin inj 2x200 mg
Cefprozil p.o 2x500 mgR √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
73
Cefotaxime inj 2x1 g
Ampicillin-sulbactam 3x375
mg
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
74 Cefadroxil p.o 2x500 mg
Cefixime p.o 2x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
75 Levofloxacin 1x500 mg √ √ × (O) √ √ √ I
76 Amikasin inj 2x500 mg √ × √ √ √ √ R
77 Cefoperazone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
78 Ceftriaxone inj 1x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
79 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
80 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
81 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
82 Cefoperazone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
83 Pefloxacin p.o 2x400 mg √ √ √ √ √ √ R
84 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
85 Pefloxacin p.o 2x400 mg √ √ √ √ √ √ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
86 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
87 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
88 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
89 Ceftriaxone inj 2x1g √ √ √ √ √ √ R
90 Cefuroxime p.o 2x250 mg √ √ √ √ √ √ R
91 Ceftriaxone inj 1x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
92 Ceftizoxim inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
93 Ceftizoxim inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
94 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
95
Kombinasi
Cefixime 2x100 mg
Cefuroxime 2x250 mg p.o
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√ R
96 Levofloxacin inj 1x500 mg √ √ × (O) √ √ × I
97 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
98 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefixime 2x100 mg p.o √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
99 Cefotaxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
100 Ofloxacin p.o 2x200 mg √ √ √ √ √ √ R
101 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
102 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
103 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
104 Cefprozil p.o 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
105 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
106 Cefoperazone inj 2x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
107 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ × (O) √ √ √ I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
108 Cefadroxil p.o 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
109 Ceftriaxone inj 1x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
110 Ceftriaxone inj 2x1 g
Levofloxacin inj 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
×
× √
√ I
111 Cefprozil p.o 2x500 mg
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√ √
× (O) √
√ √ ×
√
√ I
112 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
113 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
114 Levofloxacin 1x500 mg p.o √ √ × (O) √ × × I
115 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefepime inj 2x1 g √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
116 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
117 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
118 Cefotaxim inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
119 Levofloxacin inj 1x500 mg
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
× ×
I
120 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
121 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
122 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
123 Cefotaxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
124 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
125 Ceftriaxone inj 2x1 g
Ciprofloxacin p.o 2x500 mg √
√
√
√ √
× (O) √
√
√
√
√
√ I
126 Cefixime p.o 2x100 mg
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
×
√ √
√ I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
127 Cefixime p.o 2x100 mg
Ciprofloxacin p.o 2x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√ √
× √
√ I
128 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
129 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
130
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
Cefixime p.o 2x100mg
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
131 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ × (O) √ × √ I
132 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ × (O) √ √ × I
133 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
134 Cefuroxime inj 2x1 g √ √ × (O) √ √ √ I
135 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
136 Pefloxacin p.o 2x400 mg √ √ √ √ √ √ R
137
Cefixime p.o 2x100 mg
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
√
√
√
√
√
√
√
√ √
× √
√ I
138 Levofloxacin inj 1x500 mg
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
139 Ofloxacin p.o 2x200 mg √ √ √ √ √ √ R
140 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
141 Cefuroxime p.o 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
142 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
143 Cefepime inj 2x1 g √ √ × (U) √ × √ I
144 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
145 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ × I
146 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
147 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
148
Cefixime p.o 2x100 mg
Cefoperazone-sulbactam inj
2x1 g
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
149 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
150
Kombinasi
Cefoperazone inj 2x1 g
Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √
√ ×
√
√
√
√
√
√ I
151 Pipemidic acid p.o 2x400 mg
Cefixime p.o 2x100 mg √ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
R
152 Levofloxacin inj 1x500 mg √ √ × (O) √ √ × I
153 Cefoperazone inj 3x1 g
Levofloxacin inj 1x500 mg √
√
√
√
× (O)
√ √
√
√
√
√
√ I
154 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
155 Cefoperazone-sulbactam inj
2x2 g √ √ √ √ × √ I
156 Ceftizoxime inj 2x1 g
Pefloxacin p.o 2x400 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
157 Ofloxacin p.o 2x400 mg √ √ √ √ × √ I
158 Ampicillin-Sulbactam p.o
2x375 mg √ √ √ √ √ √ R
159 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
160 Cotrimoxazole p.o 2x2 tab
(480 mg) √ √ √ √ √ √ R
161 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
162 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
163
Cefotaxime inj 2x1 g
Levofloxacin inj 1x500 mg
p.o 1x500 mg
√
√
√
√ √
× (O) √
√
×
√ √
√ I
164 Cotrimoxazole p.o 2x2 g (480
mg) √ √ √ √ × √ I
165 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
166
Kombinasi
Cefotaxime inj 2x1 g
Pefloxacin 2x400 mg
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√ R
167 Ofloxacin p.o 2x1/2 (400 mg) √ √ √ √ √ √ R
168 Ceftriaxone inj 2x1 g
Levofloxacin p.o 1x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
169 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
170 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
171 Ofloxacin p.o2x½ (400 mg) √ √ √ √ √ √ R
172 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ × (O) √ √ √ I
173 Cefprozil 2x500 mg √ √ √ √ √ √ R
174 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
175 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ ×(O) √ √ √ I
176 Amoxicillin p.o 2x500 mg √ √ × (O) √ √ √ I
177 Ceftriaxone inj 1x1 g √ √ √ √ √ √ R
178 Ceftazidime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
179 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
180 Pefloxacin p.o 2x400 mg √ √ √ √ √ √ R
181 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ √ √ √ √ R
182 Cefepime inj 2x1 g √ √ × (U) √ × √ I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
183 Cefoperazone-Sulbactam inj
2x1 g √ √ √ √ √ √ R
184 Ceftizoxime inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
185 Ceftriaxone 2x1 g
Cefixime p.o 2x100 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
186 Cefepime 2x1 g √ √ √ √ × √ I
187 Cefixime p.o 2x100 mg √ √ √ √ √ √ R
188 Levofloxacin p.o 1x500 mg √ √ × (O) √ √ √ I
189 Cefoperazone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
190 Ceftriaxone inj 2x1 g
Cefixime p.o 2x200 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
191 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
192 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
193 Cefepime inj 2x1 g √ √ √ √ × √ I
194 Ceftriaxone inj 2x1 g √ √ √ √ √ √ R
195 Ceftriaxone inj 1x1 g
Ciprofloxacin 2x500 mg √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ R
Jumlah 195 194 168 195 162 183 137
Keterangan: O (Overdose), U (Underdose), R (Rasional), I (Irasional)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Krispina Priska Adriani. Lahir
di Semarang, 18 Januari 1995. Penulis merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Gregorius
Agung Prihartanto dan Lusia Ida Ayu Rusmana Dewi.
Penulis telah menempuh pendidikan di TK Kristen Petra
12 Sidoarjo (1999-2001), SDK Untung Suropati 2
Sidoarjo (2001-2005), SD Xaverius 2 Jambi (2005-
2007), SMP Xaverius 1 Jambi (2007-2008), SMP
Xaverius 2 Bandar Lampung (2008-2010), SMA Sedes
Sapientiae (2010-2013), dan pada tahun 2013 penulis
melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis pernah mengikuti kegiatan
kepanitiaan, yaitu panitia donor darah Fakultas Farmasi Sanata Dharma (2014),
PPRtoS (2015), dan Insadha yang merupakan kegiatan inisiasi pada mahasiswa
baru (2015), Pelatihan dan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I & II, dan
Latihan Kepemimpinan I (2014). Pada tahun 2015 penulis lolos PKM-M yang
didanai Dikti dengan judul ”Person to Person KDRT (Knowing, Doing,
Repeating, and Telling)”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI