ESTIMASI TOTAL INVENTORY COST (TIC) PADA...
Transcript of ESTIMASI TOTAL INVENTORY COST (TIC) PADA...
i
ESTIMASI TOTAL INVENTORY COST (TIC) PADA PENGADAAN OBAT
KELOMPOK A DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER
QUANTITY (EOQ) DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA
CITRAUTAMA (SMC) KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016
SKRIPSI
OLEH :
RATNASARI
1112101000027
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H / 2016 M
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
ESTIMASI TOTAL INVENTORY COST (TIC) PADA PENGADAAN OBAT
KELOMPOK A DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC
ORDER QUANTITY (EOQ) DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA
CITRAUTAMA (SMC) KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, __ Desember 2016
OLEH
RATNASARI
1112101000027
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H / 2016
Pembimbing I
Pembimbing II
dr. Yuli Prapancha Satar, MARS Lilis Muchlisoh, SKM, MKM
NIP : 19530730 198011 1 001
ii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Desember 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Penguji I,
Catur Rosidati, SKM, MKM
NIP. 19750210 200801 2 018
Penguji II,
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM
NIP. 19800516 200901 2 005
Penguji III,
Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt
NIP. 19560210 19870320 03
iii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2016
Ratnasari
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Desember 2016
Ratnasari, NIM : 1112101000027
ESTIMASI TOTAL INVENTORY COST (TIC) PADA PENGADAAN OBAT
KELOMPOK A DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC
ORDER QUANTITY (EOQ) DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA
CITRAUTAMA (SMC) KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016
xv + 141 halaman, 18 tabel, 3 bagan, 13 lampiran
ABSTRAK
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bertanggung jawab dalam
menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang
dibutuhkan dan dengan biaya yang terjangkau. Pengelolaan persediaan obat di IFRS
SMC Kabupaten Tasikmalaya masih ditemukan adanya permasalahan seperti
lamanya waktu perputaran obat sehingga secara tidak langsung berdampak pada
besarnya biaya persediaan obat atau Total Inventory Cost (TIC). Salah satu metode
yang dapat meminimumkan total biaya persediaan yaitu metode Economic Order
Quantity (EOQ). Berdasarkan metode Analisis ABC, obat kelompok A merupakan
obat yang memiliki investasi yang tinggi maka diperlukan pengendalian terutama
dalam proses pengadaan supaya tidak terjadi total biaya persediaan yang berlebihan.
Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui estimasi TIC
pada pengadaan obat kelompok A antara dengan metode EOQ dan metode konsumsi
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan
observasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen terkait
penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan metode EOQ pada
pengadaan obat kelompok A memiliki estimasi TIC yang lebih rendah atau lebih
efisien dibandingkan dengan menggunakan metode konsumsi. Adapun presentase
penurunan TIC pada obat kelompok A jika menggunakan metode EOQ yaitu 46%
atau sebesar Rp 6.609.364 dari seluruh nilai TIC pada obat kelompok A dengan
metode konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, untuk efesiensi total biaya
persediaan obat disarankan kepada RS SMC Kabupaten Tasikmalaya untuk
menerapkan metode EOQ dalam menentukan jumlah dan frekuensi pemesanan
khususnya pada obat kelompok A.
Kata Kunci: Efesiensi pengadaan, Total Inventory Cost (TIC), Economic Order
Quantity (EOQ), Rumah sakit
Daftar Bacaan: 39 (1990-2016)
v
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH SERVICE MANAGEMENT
Skripsi, December 2016
Ratnasari, NIM : 1112101000027
ESTIMATION TOTAL INVENTORY COST (TIC) OF DRUG
PROCUREMENT GROUP A BY USING ECONOMIC ORDER QUANTITY
(EOQ) METHOD AT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA (SMC)
HOSPITAL TASIKMALAYA DISTRICT 2016
xv + 141 pages, 18 table, 3 chart, 13 attachments
ABSTRACT
Installation of Hospital Pharmacy is responsible for providing
pharmaceuticals with a sufficient amount of the time required and the cost is
affordable. Management of drug supplies in installation of hospital pharmacy SMC
Tasikmalaya was still found to problems such as the length of time the drug turnover
thus indirectly impact on the cost of drug supply or Total Inventory Cost (TIC). One
method that can minimize the total cost of inventory is Economic Order Quantity
(EOQ) method. Based on ABC Analysis method, the drug group A is a drug that has
a high investment it is necessary to control, especially in the procurement process so
that no total excessive inventory costs.
This type of research is operational research to determine the estimated TIC
of drug procurement group A between EOQ method and the consumption method at
SMC Hospital in Tasikmalaya in 2016. Data used in this study are primary data
obtained from in-depth interviews and observations and secondary data obtained
through a review of documents related to the study.
The results showed that in determining the amount and frequency of ordering
medications A group using the EOQ method has an estimated value of TIC is lower
or more efficient than in the drug group A by using a consumption method. The
percentage of TIC reduction in drug group A if using EOQ method, namely 46% or
Rp 6.609.364 of the entire value of TIC in the drug group A with the consumption
method. Based on these results, for efficient drug procurement suggested to SMC
Hospital Tasikmalaya to implement the Economic Order Quantity (EOQ) in
determining the amount and frequency of booking, especially in the drug group A
Keywords: Efficient of procurement, Total Inventory Cost (TIC), Economic Order
Quantity (EOQ), Hospitals
Reading list: 39 (1990-2016)
vi
RIWAYAT PENULIS
Nama : Ratnasari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 29 September 1993
Alamat : Kp. Ciseda RT 01 RW 02 Ds. Sukaasih Kec.
Singaparna Kab. Tasikmalaya Prov. Jawa barat
Agama : Islam
No. Telp : 085322115060
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
2012 - sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK),
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 - 2012 : SMA Negeri 1 Singaparna
2006 - 2009 : SMP Negeri 1 Singaparna
2000 - 2006 : SD Negeri 1 Cipakat
Pengalaman Organisasi :
2010 - 2011 : Wakil Ketua Palang Merah Remaja SMA
Negeri 1 Singaparna
2011- 2012 : Ketua Palang Merah Remaja SMA Negeri 1
Singaparna
2014 - 2015 : Bendahara Manajemen Pelayanan Kesehatan
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi rabbil ’aalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga melancarkan proses
penyelesaian skripsi yang berjudul “Estimasi Total Inventory Cost (TIC) Pada
Pengadaan Obat Kelompok A Dengan Menggunakan Metode Economic Order
Quantity (EOQ) Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (SMC)
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar;
2. Kedua orang tua tercinta, terutama untuk ibuku yang selalu memberikan doa
yang tak pernah putus, memberikan dukungan yang sangat besar, baik dalam
bentuk moril maupun materil dan selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada
henti kepada penulis. Serta untuk Almarhum bapak yang telah memberikan
izinnya untuk menuntut ilmu di kampus tercinta ini;
3. Kedua kakakku serta kakak iparku yang selalu memberikan dukungan dan kasih
sayangnya. Serta keempat keponakanku yang selalu membuat tersenyum dan
canda tawa disaat jenuh dalam menyelesaikan skipsi ini;
4. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
5. Ibu Fajar Ariyanti. M. Kes. Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan dan arahan dalam
penyusunan skripsi ini;
viii
7. Ibu Lilis Muchlisoh, SKM, MKM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan banyak masukan, perhatian
dan motivasi dalam proses pembuatan skripsi ini;
8. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM., Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM.,
dan Ibu Dr. Delina Hasan M.Kes, Apt selaku dosen penguji 1, 2 dan 3 yang telah
memberikan banyak masukan untuk laporan skripsi ini;
9. Bapak dr. H. Asep Nursyamsi, M.Mkes. selaku Direktur RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian;
10. Seluruh staf dan karyawan di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya, terutama Ibu
Sylvia Octora Dewi, S.Si, Apt selaku ketua instalasi farmasi di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya;
11. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas semangat dan kebersamaan kita selama ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan
berbagai keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya,
penulis menyampaikan terimakasih.
Jakarta, Desember 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................................. v
RIWAYAT PENULIS ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
1.4.1. Tujuan Umum ....................................................................................... 7
1.4.2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
1.5.1. Manfaat Secara Teoritis ........................................................................ 8
1.5.2. Manfaat Secara Aplikatif ...................................................................... 8
1.5.3. Manfaat Secara Metodologi ................................................................. 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 9
x
BAB II ........................................................................................................................ 10
Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 10
2.1. Manajemen Logistik ....................................................................................... 10
2.2. Manajemen Logistik Rumah Sakit ................................................................. 13
2.4.1. Metode EOQ (Economic Order Quantity) ......................................... 21
2.4.2. Efisiensi Pengadaan ............................................................................ 25
2.3. Pendekatan Sistem .......................................................................................... 28
2.4. Kerangka Teori ............................................................................................... 30
BAB III ...................................................................................................................... 33
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ..................................... 33
1.1. Kerangka Konsep ........................................................................................... 33
3.2. Definisi Operasional ....................................................................................... 37
BAB IV ...................................................................................................................... 45
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................. 45
4.1. Desain Penelitian ............................................................................................ 45
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 46
4.3. Informan Penelitian ........................................................................................ 46
4.4. Sumber Data ................................................................................................... 47
4.5. Metode Pengumpulan Data` ........................................................................... 47
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 49
4.7. Triangulasi Data ............................................................................................. 52
BAB V ........................................................................................................................ 55
HASIL PENELITIAN ................................................................................................ 55
5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama .................. 55
5.2. Karakteristik Informan ................................................................................... 58
xi
5.3. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016 ..................................................................................................... 59
5.3.1. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan
Metode Konsumsi yang Biasa Dilakukan Rumah Sakit di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 ................................................. 63
5.3.2. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A Bila
Menggunakan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016 ......................................................................................... 66
5.4. Estimasi Biaya Pemesanan dan Estimasi Biaya Penyimpanan Obat
Kelompok A dengan Metode Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 ............................................................. 85
5.4.1. Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpana Obat Kelompok
A dengan Metode Konsumsi di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016 ......................................................................................... 85
5.4.2. Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpana Obat Kelompok
A Bila Menggunakan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2016 ................................................................... 88
5.5. Estimasi TIC pada Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016 ................................................................................................................ 91
BAB VI ...................................................................................................................... 99
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 99
6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 99
6.2. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016. ............................................................................................................. 100
6.3. Estimasi Biaya Pemesanan dan Estimasi Biaya Penyimpanan Obat
Kelompok A dengan Metode Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 ........................................................... 107
xii
6.4. Estimasi TIC Pada Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Rumah Sakit dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016 ................................................................................................... 110
BAB VII ................................................................................................................... 113
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 113
7.1. Simpulan ....................................................................................................... 113
7.2. Saran ............................................................................................................. 114
7.2.1. Bagi Rumah Sakit ............................................................................. 114
7.2.2. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 115
LAMPIRAN ............................................................................................................. 119
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional ................................................................................. 37
Tabel 4. 1 Validitas Data ...........................................................................................53
Tabel 5. 1 Karakteristik informan ..............................................................................58
Tabel 5. 2 ABC Investasi Obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015 ... 60
Tabel 5. 3 Daftar Obat Kelompok A di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya ............... 60
Tabel 5. 4 Data Jumlah Kebutuhan Obat Kelompok A bulan Oktober – Desember
tahun 2016 di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya ...................................... 62
Tabel 5. 5 Data Perencanaan Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A
bulan Oktober – Desember tahun 2016 di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya ............................................................................................... 64
Tabel 5. 6 Resume Ilustrasi Perhitungan Biaya Pemesanan Obat Kelompok A di
RS SMC Kabupaten Tasikmalaya ............................................................. 75
Tabel 5. 7 Daftar Biaya Penyimpanan Obat Kelompok A di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya ............................................................................................... 77
Tabel 5. 8 Laporan Pemakaian Obat Kelompok A di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2015........................................................................... 79
Tabel 5. 9 Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A Berdasarkan
Metode EOQ .............................................................................................. 81
Tabel 5. 10 Perbedaan Jumlah Pemesanan dan Frekuensi Pemesanan antara
Metode Konsumsi RS SMC dan Metode EOQ ......................................... 83
Tabel 5. 11 Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Obat Kelompok
A Berdasarkan Metode Konsumsi selama bulan Oktober-Desember
tahun 2016 ................................................................................................. 86
Tabel 5. 12 Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Obat Kelompok
A Berdasarkan Metode EOQ selama bulan Oktober-Desember tahun
2016 ........................................................................................................... 89
Tabel 5. 13 Perbandingan Metode Konsumsi dan Metode EOQ pada Obat
Kelompok A .............................................................................................. 91
Tabel 5. 14 Estimasi TIC Obat Kelompok A Berdasarkan Metode Konsumsi
selama bulan Oktober-Desember tahun 2016 ............................................ 92
xiv
Tabel 5. 15 Estimasi TIC Obat Kelompok A Berdasarkan Metode EOQ selama
bulan Oktober-Desember tahun 2016 ........................................................ 94
Tabel 5. 16 Estimasi Perbandingan TIC Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi Dan Metode EOQ ..................................................................... 96
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Siklus Logistik ......................................................................................... 11
Bagan 2. 2 Kerangka Teori ........................................................................................ 32
Bagan 3. 1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Inform Concern..................................................................................... 120
Lampiran 2 Identitas Informan................................................................................. 121
Lampiran 3 Pedoman Wawancara ........................................................................... 122
Lampiran 4 Pedoman Observasi .............................................................................. 125
Lampiran 5 Pedoman Telaah Dokumen ................................................................... 126
Lampiran 6 Lembar Kerja ........................................................................................ 127
Lampiran 7 Struktur Organisasi RS SMC Kabupaten Tasikmalaya ........................ 128
Lampiran 8 Matriks Hasil Wawancara .................................................................... 130
Lampiran 9 Hasil Observasi ..................................................................................... 138
Lampiran 10 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan ........................................ 139
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data ...................................... 140
Lampiran 12 Surat Pemberian Izin Penelitian ......................................................... 141
Lampiran 13 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .................................. 142
xv
DAFTAR SINGKATAN
ABC : Aktivity Based Costing
ATK : Alat Tulis Kantor
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
EOQ : Economic Order Quantity
Faskes : Fasilitas Kesehatan
HPS : Harga Perkiraan Sementara
IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah
Kasie : Kepala Seksi
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
PPK : Pejabat Pembuat Komitmen
RS SMC : Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDM : Sumber Daya Manusia
SLJJ : Sambungan Langsung Jarak Jauh
SOP : Standar Operasional dan Prosedur
SP : Surat Pemesanan
TIC : Total Inventory Cost
VEN : Vital Esensial Non-Esensial
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sangat pesat. Hal ini berhubungan
erat dengan meningkatnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan,
meningkatnya biaya rawat inap dan rawat jalan, kurangnya tenaga profesional,
teknologi baru, dan obat-obatan baru akan terus berlanjut dan membuat total
biaya pelayanan kesehatan, baik rawat inap maupun rawat jalan terus
meningkat (Aptel dkk,(2009).
Dalam (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014) Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sebagai
organisasi yang padat karya dan padat modal, rumah sakit memerlukan
manajemen yang baik agar dapat mengatur semua komponen yang terdapat
didalamnya sehingga terjadi kesinergisan satu sama lainnya. Salah satu
manajemen yang terdapat pada suatu rumah sakit yang memegang peran
penting dalam kelangsungan proses pelayanan yaitu manajemen logistik.
Manajemen logistik menurut Aditama (2003) merupakan suatu ilmu
pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta
2
penghapusan material atau alat-alat. Adapun tujuan manajemen logistik ini
yaitu tersedianya obat dan alat medis sesuai macamnya, jumlahnya, serta baik
mutunya. Menurut Ainy (2012) manajemen logistik menjadi sangat penting
karena sekitar 50% investasi rumah sakit adalah barang-barang medis dan non
medis yang terkait dengan hampir keseluruhan bagian/instalasi/unit di rumah
sakit, dimana fungsi logistik yang baik dapat menyediakan suplai barang dan
mem-back up kegiatan-kegiatan dirumah sakit.
Salah satu unit di rumah sakit yang menerapkan manajemen logistik
yaitu Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Dalam (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit,) menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari
90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi
(obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan habis pakai alat kesehatan,
alat kedokteran dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi (Suciati dkk,(2006). Mengingat
besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga
merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di RS,
maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat
dan penuh tanggung jawab.
3
Pengelolaan persediaan obat atau sistem manajemen persediaan obat
merupakan suatu proses yang bersifat kontinyu atau siklus logistik. Siklus
tersebut terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan,
monitoring dan evaluasi. Tujuan utama pengelolaan perbekalan farmasi yang
efektif dan efisien adalah tersedianya kebutuhan perbekalan farmasi di rumah
sakit dengan menjaga biaya serendah mungkin (Nugroho, 2012).
Pengadaan obat merupakan bagian dari siklus logistik. Pengadaan
merupakan segala kegiatan dan usaha untuk menambah dan memenuhi
kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan
menciptakan sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada (Ria, 2012).
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu (Zuliani, 2008).
Adapun permasalahan yang terjadi pada proses pengadaan yaitu seperti
pemesanan obat yang terlalu sedikit. Pemesanan obat yang terlalu sedikit
menyebabkan tersedianya obat di rumah sakit tersebut sedikit pula.
Ketersediaan obat yang terlampau sedikit memperbesar kemungkinan
terjadinya stockout. Stockout adalah ketika permintaan suatu barang atau obat
tidak dapat terpenuhi karena tidak tersedianya obat tersebut. Hal ini
memungkinkan terjadinya pembelian obat di luar rumah sakit yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi pendapatan rumah sakit (Nugroho, 2012).
Selain itu, dalam Nugroho (2012) pemesanan obat yang terlampau
banyak juga akan menimbulkan kerugian tersendiri. Biaya yang di keluarkan
untuk menyimpan obat di gudang akan meningkat dengan banyaknya obat
4
yang dipesan. Resiko terjadi kadaluarsa akibat tidak terpakainya obat juga
tinggi. Selain itu, dilihat dari segi ekonomi terlalu banyak modal yang
disimpan dalam bentuk barang menyebabkan perputaran uang berjalan dengan
lambat. Akibatnya, rumah sakit kehilangan kesempatan untuk berinvestasi
dalam bentuk lain.
Perencanaan pengadaan obat jika tidak menggunakan metode yang
tepat maka akan berdampak pada tidak efisiensinya biaya rumah sakit. Salah
satu metode yang digunakan untuk perencanaan pengandaan obat yaitu metode
EOQ (Ecomomic Order Quantity). Metode ini merupakan perhitungan jumlah
pemesanan barang yang optimal. Dalam penelitian Onanuga (2010)
menyebutkan bahwa sebuah perusahaan di negara tersebut dengan
menggunakan metode EOQ dalam proses perencanaan pengadaan
menyebabkan biaya perusahaan lebih efisiensi dari pada metode tradisional.
Selanjutnya, dalam penelitian Suryoningrat dkk (2014) menyebutkan
bahwa penerapan metode EOQ dalam perencanaan pengadaan gabungan obat
pareto dan VEN di IFRS PKU Muhammadiyah mampu menghasilkan total
biaya yang lebih rendah dibanding dengan metode yang diterapkan
berdasarkan kebijakan IFRS PKU Muhammadiyah Bantul. Selain itu, dalam
penelitian Ria (2012) menyebutkan bahwa pengadaan barang di Rumah Sakit
Pertamina Jaya dengan metode EOQ, biaya persediaan EOQ lebih efisien dan
dapat mencegah kekosongan barang meskipun terdapat perbedaan jumlah
pemesanan barang serta frekuensi pembelian.
Rumah Sakit SMC merupakan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten Tasikmalaya Tipe C yang berdiri pada tanggal 22 Februari 2011
5
sesuai dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya
No.445/Kep.61–Diskes/2011 dan ijin operasionalnya diatur dengan SK Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya No.445/Kep.65A–Diskes/2011
dengan visi yaitu menjadi rumah sakit pilihan pertama dan pusat rujukan
pelayanan kesehatan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. Salah
satu unit yang menerapkan manajemen logistik di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya yaitu unit instalasi farmasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di IFRS SMC
Kabupaten Tasikmalaya didapatkan bahwa pada proses perencanaan
pengadaan obat menggunakan metode konsumsi. Pengadaan obat dilakukan
berdasarkan checklist barang pada gudang, yang apabila akan habis baru
dilakukan pemesanan sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada
pemakaian sebelumnya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan
melakukan metode ABC terdapat 25 obat yang termasuk kelompok A. Obat
kelompok A ini merupakan obat yang memiliki tingkat pemakaian dan
investasinya tinggi dengan persen kumulatifnya 0-70%. Obat kelompok A ini
juga sangat diperlukan pengendalian terutama dalam proses pengadaan supaya
tidak terjadi total biaya persediaan yang berlebihan.
Selain itu, berdasarkan data Stok Opname bulan Januari 2016 terdapat
32 obat kosong pada tanggal 30 Januari 2016. Selain itu dari data tersebut juga
diketahui bahwa pada stok obat yang kosong terjadi lamanya waktu perputaran
obat tersebut. Lamanya waktu perputaran terjadi pada obat kelompok A seperti
Efedrin HCL Tablet 25 mg, Isofluran dan Manitol 100g/500ml Infus. Seperti
pada obat Efedrin HCL Tablet 25 mg ada pemasukan pada bulan Oktober 2015
6
sebesar 150. Pada bulan November obat tersebut baru terpakai dan habis pada
bulan Januari 2016. Hal tersebut menimbulkan besarnya biaya penyimpanan
yang akan dikeluarkan oleh barang tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk menggambarkan
mengenai estimasi Total Inventory Cost (TIC) pengadaan obat kelompok A di
gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 antara dengan metode
konsumsi yang biasa dilakukan oleh rumah sakit dan dengan metode EOQ.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,
mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan
dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di
RS, maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara
cermat dan penuh tanggung jawab. Salah satunya yaitu pengelolaan persediaan
obat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan ditemukan bahwa
pengelolaan persediaan obat di IFRS SMC masih ditemukan adanya
permasalahan-permasalahan yaitu adanya kekosongan stok obat dan lamanya
waktu perputaran yang terjadi sehingga secara tidak langsung berdampak pada
besarnya biaya penyimpanan obat.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Estimasi Total Inventory Cost (TIC) Pada
Pengadaan Obat Kelompok A Dengan Menggunakan Metode Economic Order
Quantity (EOQ) Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (SMC)
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”.
7
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan penelitian di atas, adapun beberapa pertanyaan
penelitian selanjutnya yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana jenis, jumlah dan frekuensi pengadaan obat kelompok A
dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan bila
menggunakan metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016?
b. Bagaimana estimasi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan obat pada
pengadaan obat kelompok A dengan metode konsumsi biasa yang
dilakukan rumah sakit saat ini dan bila menggunakan metode EOQ di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016?
c. Bagaimana estimasi TIC pada pengadaan obat kelompok A dengan metode
konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan bila menggunakan
metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya estimasi TIC pada pengadaan obat kelompok A
dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan
bila dilakukan metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016.
8
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya jenis, jumlah dan frekuensi pengadaan obat
kelompok A dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah
sakit saat ini dan bila menggunakan metode EOQ di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.
b. Diketahuinya estimasi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
obat pada pengadaan obat kelompok A dengan metode konsumsi
biasa yang dilakukan rumah sakit saat ini dan bila menggunakan
metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.
c. Diketahuinya estimasi TIC pada pengadaan obat kelompok A
dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini
dan bila menggunakan metode EOQ di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2016.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
peningkatan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai referensi
untuk penelitian selanjtnya terkait manajemen pengadaan obat di rumah
sakit.
1.5.2. Manfaat Secara Aplikatif
Hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan pengambilan
keputusan untuk pengembangan dan pengelolaan obat selanjutnya di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya.
9
1.5.3. Manfaat Secara Metodologi
Hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut kepada yang berminat untuk mengembangkan
penelitian dalam lingkup yang sama.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai estimasi TIC pada pengadaan obat kelompok A
antara dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan
bila dilakukan metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2016. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian Operational Research. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
adalah data primer dan data sekunder.
10
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Manajemen Logistik
Menurut Hasibuan (2008) manajemen merupakan ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sedangkan Menurut Siagian (2003) logistik adalah keseluruhan bahan, barang,
alat dan sarana yang diperlukan dan dipergunakan oleh suatu organsasi dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.
Menurut Aditama (2003) manajemen logistik merupakan suatu ilmu
pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan
kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta
penghapusan material/alat-alat.
Selain itu, menurut Bowersox (2004) manajemen logistik dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan yang strategis terhadap
pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para
pemasok, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan.
Tujuan manajemen logistik erat kaitannya dengan ketepatan dalam
penyampaian barang ataupun material material lainnya. Ketepatan itu meliputi
ketepatan waktu, keadaan, lokasi, dan biaya.
11
Tujuan manajemen logistik menurut Adiatma (2003) dapat diuraikan
dalam tiga tujuan, yaitu:
a. Tujuan Operasional
Adalah agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan
mutu yang memadai.
b. Tujuan Keuangan
Meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat terlaksana
dengan biaya yang serendah-rendahnya.
c. Tujuan Pengamanan
Agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan
tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai
persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.
Fungsi logistik merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan
saling berkaitan satu sama lainnya serta saling mendukung satu sama lainnya.
Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik.
Fungsi logistik menurut Subagya (1996) yaitu sebagai berikut :
Bagan 2. 1 Siklus Logistik
Sumber: Subagya (1996)
Perencanaan dan Penentuan
Kebutuhan
Penganggaran
Pengadaan
Penghapusan
Pemeliharaan
Penyimpanan dan
Penyaluran
Pengendalian
12
a. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan
Perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran-sasaran,
pedoman-pedoman, pengukuran penyelenggaraan bidang logistik.
Sementara penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi
perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempenagruhi penentuan
kebutuhan harus diperhitungkan.
b. Fungsi penganggaran
Penganggaran terdiri dari segala kegiatan dan usaha untuk merumuskan
perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata
uang dan jumlah biaya dengan memperlihatkan pengarahan dan pembatasan
yang berlaku terhadapnya.
c. Fungsi pengadaan
Pengadaan merupakan segala kegiatan dan usaha untuk menambah dan
memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku
dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada.
d. Fungsi penyimpanan dan penyaluran
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan
pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam
ruang penyimpanan. Pendistribusian merupakan pelaksanaan penerimaan,
suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan penyelenggaraan
dan pengaturan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu
dari tempat penyimpanan ke tempat pemakainya.
13
e. Fungsi pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan suatu usaha atau proses kegiatan untuk
mempertahankan suatu kondisi teknis dan daya guna suatu alat produksi
atau fasilitas kerja dengan merawat, memperbaiki, merehabilitasi dan
menyempurnakan.
f. Fungsi penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha pembebasan barang dari
pertanggungjawaban sesuai peraturan atau perundang-undangan yang
berlaku.
g. Fungsi pengendalian
Pengendalian merupakan fungsi-fungsi yang mengatur dan mengarahkan
pelaksanaan dari suatu rencana, program proyek dan kegiatan, baik dengan
peraturan dalam bentuk tata laksana yaitu: manual, standar, kriteria, norma,
instruksi dan lain sebagainya ataupun melalui tindakan turun tangan untuk
memungkinkan optimasi dalam penyelenggaraan suatu rencana, program
dan kegiatan oleh unsur dan unit pelaksana.
2.2. Manajemen Logistik Rumah Sakit
Logistik Rumah Sakit dapat diartikan sebagai proses pengelolaan yang
strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang jadi dari pemasok di dalam sarana dan fasilitas rumah sakit dan sampai
kepada para pemakai jasa pelayanan rumah sakit (Alhamidy, 2006).
14
Adapun rumusan logistik secara mudahnya merupakan kegiatan yang
menyangkut segi (Lumenta, 1990):
a. Perencanaan dan Pengembangan, pengadaan, penyimpanan, pemindahan,
penyaluran, pemeliharaan, dan penghapusan alat- alat perlengkapan.
b. Pemindahan, pengadaan atau pembuatan, penyelenggaraan, pemeliharaan
dan penghapusan fasilitas-fasilitas.
c. Pengusahaan atau pemberian pelayanan.
Dalam ruang lingkup Rumah Sakit istilah logistik merupakan subsistem
dan menjadi lebih sempit yakni (Lumenta, 1990):
a. Suatu proses pengelolaan secara strategis terhadap pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan bahan serta
barang yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
b. Bagian dari rumah sakit yang menyediakan barang dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan operasional rumah sakit dalam jumlah, kualitas
dan pada waktu yang tepat sesuai kebutuhan dengan harga yang efisien.
Beberapa kepentingan rumah sakit dalam melakukan kegiatan logistik
yang perlu mendapat perhatian yakni (Alhamidy, 2006):
a. Operasional: barang harus tetap tersedia dan bahan dalam jumlah yang tetap
dan kualitas yang memadai pada saat diperlukan.
b. Keuangan: mengupayakan biaya operasional dengan efisien dan efektif.
Nilai persediaan yang sesungguhnya tercermin dalam sistem akutansi.
c. Keamanan: penyediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan,
penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar.
15
Tujuan manajemen logistik rumah sakit dapat diuraikan dalam tiga
tujuan pokok, yaitu (Lumenta, 1990):
a. Tujuan operasional: agar tersedia barang atau material dalam jumlah yang
tepat dan kwalitas yang memadai pada waktu yang dibutuhkan.
b. Tujuan keuangan: agar tujuan operasional tercapai dengan biaya terendah.
c. Tujuan kebutuhan: agar persediaan tidak terganggu oleh pencurian,
kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak dan nilai persediaan
dinyatakan dengan benar pada buku-buku bagian keuangan atau akuntansi.
Dalam manajemen logistik rumah sakit terdapat tiga kelompok dasar
persediaan (Lumenta, 1990):
a. Persediaan barang-barang farmasi
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam
operasi perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, yang
kemudian dijual kembali. Diantara tiga kelompok persediaan barang rumah
sakit, persediaan barang farmasi merupakan pos yang biasanya
membutuhkan biaya rutin terbesar, meliputi:
1. Persediaan obat
Dalam manajemen persediaan obat rumah sakit merupakan kaharusan
untuk memperhatikan angka cakupan pasien, kecepatan konsumsi obat-
obatan dan tinggi rendahnya kebutuhan.
2. Persediaan bahan kimia
Bahan kimia dibutuhkan untuk kegiatan operasional unit produksi
farmasi,unit penunjang medis laboratorium, rontgen, dan beberapa
kegiatan non medis.
16
3. Persediaan gas medis
Dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pelayanan dikamar operasi, ICU,
ICCU, kamar bersalin ruang perawatan dan UGD.
4. Peralatan kesehatan
Terdiri dari peralatan perawatan dan peralatan kedokteran
yangdikelompokan dalam peralatan yang bersifat tahan lama.
b. Persediaan bahan-bahan makanan
Persediaan bahan makanan tidak dikelola dengan masa penyimpanan yang
lama, dikarenakan daya tahan bahan makanan tersebut berhubungan dengan
tingkat kandungan gizinya, kecuali minuman dan bahan kering.
c. Persediaan bahan-bahan logistik
Persediaan logistik terdiri dari beberapa kelompok seperti: bahan tekstil,
bahan teknik, barang rumah tangga, barang inventaris dan barang alat tulis
kantor (ATK).
Menurut Rangkuti (2004), terdapat tiga fungsi persediaan, yaitu :
1. Fungsi decoupling yaitu persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat
memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Dalam hal
ini, persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan
sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu
pengiriman.
2. Fungsi economic lot sizing yaitu persediaan yang perlu mempertimbangkan
penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan perunit
menjadi lebih murah dan sebagainya.
17
3. Fungsi antisipasi yaitu apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan
yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data
masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat
mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). Di samping itu,
perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu
pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam
hal ini perusahaan-perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut
persediaan pengaman (safety stock/inventories).
Dalam manajemen persediaan, barang-barang dapat dibagi menurut
beberapa sudut pandang/pendekatan, yang antara lain dapat disampaikan
sebagai berikut (Rangkuti, 2004):
1. Menurut jenis
a. Barang umum (general materials), barang jenis ini biasanya cukup
banyak, pemakainnya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif
lebih kecil. Dan penentuan kebutuhannya relatif gampang.
b. Suku cadang (spare parts), barang jenis ini macamnya sangat banyak,
harganya biasanya lebih mahal, pemakaiannya tergantung dari peralatan,
dan penentuan kebutuhannya lebih sulit.
2. Menurut harga
a. Barang berharga tinggi (high value items), barang ini biasanya berjumlah
sekitar hanya 10% dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya
mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, dan oleh sebab itu
memerlukan tingkat pengawasan yang tinggi.
18
b. Barang berharga menengah (medium value items), barang ini biasanya
berjumlah kira-kira 20% dari jumlah item persediaan, dan jumlah
nilainya juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga
memerlukan tingkat pengawasan cukup saja.
c. Barang berharga rendah (low value items), berlawanan dengan barang
berharga tinggi, jenis barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70% dari
seluruh pos persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10% saja
dari seluruh nilai barang persediaan, sehingga hanya menerlukan tingkat
pengawasan rendah.
3. Menurut frekuensi penggunaan.
a. Barang yang cepat pemakaiannya atau pergerakannya (fast moving
items), barang ini frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun lebih dari
sekian bulan tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis
ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang lebih
sering.
b. Barang lambat pemakaian atau pergerakannya (slow moving items),
barang yang frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun kurang dari sekian
bulan tertentu, misalnya dibawah 4 bulan, sehingga barang jenis ini
memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak
sering.
4. Menurut tujuan penggunaan
a. Barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi (MRO materials), barang
ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan pemeliharaan,
19
perbaikan, atau reparasi dan operasi dan kalau pada suatu saat persediaan
habis, operasi masih dapat berjalan sementara.
b. Barang program (program materials), barang yang sifatnya juga habis
pakai, jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi/kegiatan
perusahaan yang bersangkutan. Dan kalau pada suatu saat persediaan
habis, kegiatan peusahaan akan langsung berhenti.
5. Menurut jenis anggaran.
a. Barang Operasi (operating materials), barang yang digunakan untuk
keperluan operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan
apabila digunakan sebagai biaya, dan proses persetujuan anggarannya
biasanya lebih cepat dan sederhana.
b. Barang investasi (capital materials), barang yang biasanya berbentuk
peralatan dan digunakan untuk penambahan, perluasan, dan
pembangunan proyek, atau sebagai asset perusahaan, dianggarkan dalam
anggaran investasi, bukan dalam anggaran operasi, dan dibukukan dalam
akun aset perusahaan, sedangkan biayanya dihitung dengan metode
penyusutan sesuai dengan metode perhitungan yang telah ditentukan, dan
proses persetujuan anggarannya biasanya lebih sulit dan lama.
6. Menurut cara pembukuan perusahaan.
a. Barang persediaan (stock items), jenis barang yang setibanya barang
tersebut dari proses pembelian, dibukukan dalam akun “persediaan
barang perusahaan” dan barangnya sendiri disimpan digudang
persediaan. Setelah barang tersebut digunakan oleh suatu bagian, baru
20
dibebankan pada akun bagian yang bersangkutan. Penggunaan barang ini
berulang-ulang, sehingga memang perlu disediakan digudang.
b. Barang dibebankan langsung (direct charged materials), jenis barang
yang setelah dibeli langsung dikirimkan dan dibebankan kebagian yang
akan menggunakan. Barang jenis ini memang biasanya tidak disediakan
dalam persediaan, karena jarang sekali digunakan.
7. Menurut hubungannya dengan produksi
a. Barang langsung (direct materials), jenis barang yang langsung
digunakan dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir.
Jadi bahan mentah, bahan penolong, barang setengah jadi, dan barang
komoditas (barang jadi) termasuk dalam kategori ini.
b. Barang tidak langsung (indirect materials), jenis barang yang tidak ada
hubungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk
memelihara mesin dan fasilitas yang digunakan dalam proses produksi.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang suku cadang, barang
umum dan barang proyek.
Untuk dapat mengetahui besarnya persediaan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan :
1. Besarnya persediaan pengaman (safety stock) menurut Rangkuti (2004)
persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan/barang
(stock out). Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan
pengaman, yaitu:
21
a. Penggunaan bahan baku rata-rata. Hal ini perlu diperhatikan karena
ketika kita mengadakan pemesanan pengganti maka pemenuhan
permintaan dari langganan sebelum barang yang dipesan datang harus
dapat dipenuhi dari stock yang ada atau yang disimpan.
b. Faktor waktu. Lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan
bahan-bahan yang dipesan sampai pada bahan diterima digudang
pesediaan.
c. Biaya-biaya yang digunakan
2.4.1. Metode EOQ (Economic Order Quantity)
Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu
metode dalam manajemen persediaan yang klasik dan sederhana.
Perumusan metode EOQ pertama kali ditemukan oleh FW Harris pada
tahun 1915, tetapi metode ini sering disebut EOQ Wilson Karena
metode ini dikembangkan oleh seorang peneliti bernama Wilson pada
tahun 1934. Metode ini digunakan untuk menghitung minimalisasi total
biaya persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik equlibrium
kurva biaya simpan dan biaya pesan (Divianto, 2011).
EOQ adalah metode yang digunakan untuk menentukan
kuantitas pengadaan persediaan yang meminimumkan biaya langsung
penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan (Bowersox,
2004).
22
Beberapa asumsi yang dibuat untuk mendukung model ini
adalah (Alhamidy, 2006):
1. Demand atau kebutuhan diketahui dan konstan.
2. Lead time yaitu waktu tunggu yang diperlukan sejak saat pemesanan
dilakukan sampai dengan barang tiba juga diketahui dengan konstan.
3. Pemesanan diterima sekaligus.
4. Quantity discount tidak dimungkinkan.
5. Variabel cost hanya terdiri dari set up cost dan holding/carrying cost
6. Stock outs/shortage dapat dihindari jika pesanan datang tepat waktu.
Tujuan mengetahui besarnya jumlah pemesanan adalah untuk
memaksimalkan perbedaan antara pendapatan dengan biaya yang
berkaitan dengan pengelolaan persediaan (Ria, 2012).
Menurut Rangkutti (1996) ada 3 unsur biaya yang harus
dipertimbangkan yaitu :
1. Semua biaya yang berkaitan dengan penyimpanan
Merupakan biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan adanya
persediaan yang meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan
perusahaan akibat adanya sejumlah persediaan. Singkatnya adalah
biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan menyimpan persediaan.
Biaya penyimpanan ini terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi
secara langsung dengan kuantutas persediaan, biaya penyimpanan
per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan
semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi.
23
Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan antara lain:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan,
pendingin ruangan , dan sebagainya)
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternative
pendapatan atas dana yang di investasikan dalam persediaan
c. Biaya keusangan
d. Biaya perhitungan fisik
e. Biaya asuransi persediaan
f. Biaya pajak persediaan
g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya
Biaya penyimpanan persediaan ditentukan sebagai suatu presentase
dari biaya atau harga barang perunitnya dalam satu tahun.
2. Semua biaya yang berkaitan dengan pemesanan barang
Merupakan biaya-biaya yang terjadi karena memesan atau
mengadakan barang. Artinya biaya-biaya yang dikeluarkan
berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari
penjual sejak dari pemesanan (order) dibuat dan dikirim dan
diserahkan serta diinfeksi di gudang atau daerah pengolahan. Biaya
ini berhubungan dengan pemesanan, tetapi sifatnya konstan dimana
besar biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau
banyaknya barang yang dipesan.
24
Biaya-biaya yang termasuk biaya pemesanan yaitu :
a. Biaya proses pesanan dan biaya ekspedisi
b. Upah
c. Biaya telepon
d. Biaya pengeluaran surat-menyurat
e. Biaya pengepakan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
3. Semua biaya yang berkaitan dengan kehilangan barang
Merupakan biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan kehabisan
barang. Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat
persediaan, biaya kekurangan barang adalah yang palig sulit
diperkirakan, biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi
adanya permintaan barang. Biaya-biaya yang termasuk biaya yang
kekurangan bahan adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan penjual
b. Kehilangan pelanggan
c. Biaya pemesanan khusus
d. Biaya ekspedisi
e. Selisih harga
f. Terganggunya operasi
Besarnya jumlah pemesanan yang optimal (optimum order
point) merupakan fungsi dari ketiga unsur biaya tersebut di atas,
ditambah dengan tingkat penggunaannya (Ria, 2012).
25
EOQ mengalami pengembangan yang dapat disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan dari perusahaan. Berikut ini jenis metode EOQ
menurut Rangkuti (2007) :
1. EOQ model dengan adanya kebutuhan tetap
2. EOQ model dengan adanya Stock out
3. EOQ model dengan adanya kapasitas lebih
4. EOQ model dengan adanya masa tenggang
5. EOQ model dengan adanya kebutuhan tidak tetap
6. EOQ model dengan adanya potongan harga
7. EOQ model dengan adanya asumsi aliran kontinyu
Disini peneliti menggunakan metode model dengan adanya
kebutuhan tetap. Dalam perhitungan sederhana, pengadaan barang
dengan menggunakan metode EOQ dapat menggunakan rumus :
√
S = Biaya pemesanan tiap kali pesan
D = Jumlah kebutuhan periode tertentu
H = Biaya penyimpanan periode tertentu
2.4.2. Efisiensi Pengadaan
Menurut Susantun (2000) efisiensi merupakan perbandingan
antara output dan input, berkaitan dengan tercapainya output
maksimum dengan sejumlah input. Jika rasio output besar maka
26
efisiensi dikatakan semakin tinggi. Selain itu, dapat dikatakan bahwa
efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output.
Sedangkan menurut filsafat administrasi dalam Ria (2012)
efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan
hasilnya. Menurut definisi ini efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu
kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut. Kedua unsur ini masing-
masing dapat dijadikan pangkal untuk mengembangkan pengertian
efisiensi yaitu:
a. Unsur kegiatan, dimana suatu kegiatan dianggap mewujudkan
efisiensi kalau suatu hasil tertentu tercapai dengan kegiatan terkecil.
Unsur kegiatan terdiri dari 5 subunsur yaitu pikiran, tenaga, bahan,
waktu, dan ruang
b. Unsur hasil suatu kegiatan dianggap mewujudkan efisiensi kalau
dengan suatu kegiatan tertentu mencapai hasil yang terbesar. Unsur
hasil terdiri dari 2 subunsur yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu
(kualitas)
Menurut Pudjaningsih (1996) efisiensi pengadaan dapat dilihat
dari nilai TIC (Total Inventory Costs), ITOR (Iventory Turn Over
Ratio) dan nilai likuiditas. Selain itu, efisiensi pengadaan menurut
Rangkuti (2004) dapat dilihat dari perhitungan total biaya persediaan/
Total Inventory Costs (TIC) yang dihitung berdasarkan pemesanan
(ordering costs) ditambah dengan biaya penyimpanan (holding cost).
27
Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
TIC per periode = k.D/Q + h.Q/2
k = biaya pemesanan per pesanan
D = permintaan (demand) per periode
Q = jumlah barang/produk yang dipesan per pemesanan
h = biaya penyimpanan
Q/2 = rata-rata persediaan (units)
Untuk menentukan efisiensi total persediaan menurut Handoko
(2000) yaitu sebagai berikut :
TICr = Total biaya persediaan riil (perusahaan)
TICo = Total biaya persediaan menurut EOQ
Adapun untuk pengertian efisiensi total biaya persedian itu
sendiri adalah metode yang memiliki nilai TIC yang lebih rendah atau
dari pada nilai TIC pada metode yang lainnya (Handoko, 2000).
Sedangkan inefisiensi menurut Assauri (2004) adalah pemesanan yang
kurang produktif dan tidak efisien (pemborosan). Adapun sebab-sebab
adanya inefisiensi menurut Assauri (2004) adalah:
a. Adanya keterlambatan aliran atau jalannya bahan-bahan atau akan
dikerjakan dalam proses produksi.
b. Sering di handlenya hasil-hasil proses tambahan (by product) dan
barang-barang sisa (scraf) secara tidak efisien, sehingga
membutuhkan waktu yang tidak banyak dan biaya yang besar dalam
proses pemindahan
28
c. Sering dibutuhkannya waktu yang lama untuk memindahkan bahan-
bahan atau barang-barang ditempat pengiriman, penerimaan dan
pemeriksaan atau pengecekan yang disebabkan karena tempat-
tempat tersebut tidak diatur dengan baik.
d. Adanya pemborosan dalam menghandle bahan-bahan dibagian
pemeliharaan yang disebabkan karena kurangnya pengawasan
langsung dalam menyusun barang-barang dan memindahkan bahan.
2.3. Pendekatan Sistem
Sedangkan menurut Azwar (1996) pendekatan sistem merupakan cara
sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari masalah
atau keadaan yang sedang dihadapi.
Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang
saling berhubungan dan mempengaruhi. Bagian dan elemen yang dimaksud
dapat diuraikan sebagai berikut (Azwar, 1996) :
1. Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
Apabila tenaga dan sarana tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan.
2. Proses
Proses (proccess) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi masukan.
Menurut Quick (1997) proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar
29
bahan yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang
akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode
pengadaan, memilih supplier atau rekanan, membuat syarat kontrak kerja,
memonitor pengiriman barang, menerima barang dan memeriksa,
melakukan pembayaran serta menyimpan yang kemudian dan terakhir
didistribusikan.
Pada umumnya ada 4 (empat) metode pengadaan (Quick, 1997):
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua pemborong yang terdaftar dan
sesuai kriteria yang ditentukan.
b. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup, hanya dilakukan
pada pemborong tertentu yang sudah termasuk dalam daftar dan
mempunyai riwayat pekerjaan yang baik.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila jenis barang tidak
urgent, tidak banyak, biasanya untuk jenis barang tertentu.
d. Penunjukan langsung atau pengadaan langsung, pembelian dalam jumlah
kecil dan perlu segera tersedia, relatif agak mahal.
3. Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Umpan Balik
Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem
tersebut.
30
5. Outcome
Outcome adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6. Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi. mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
2.4. Kerangka Teori
Menurut Azwar (1996) pendekatan sistem merupakan cara sistematis
dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari masalah atau keadaan
yang sedang dihadapi.
Menurut Quick (1997) secara umum siklus pengelolaan obat di rumah
sakit akan mencakup tahap seleksi kebutuhan obat, tahap pengadaan, tahap
distribusi dan tahap penggunaan yang disusun berdasarkan pengalaman tahun-
tahun yang lalu dan perkiraan yang akan datang, kesemuanya dapat berjalan
dengan baik dengan adanya dukungan dari pihak manajemen yaitu sumber
daya manusia, dana, kebikan/ SOP dan sistem informasi manajemen .
Menurut Quick (1997) proses pengadaan dimulai membuat perencanaan
dan penentuan kebutuhan, menentukan berapa jumlah yang harus dipesan dan
berapa lama waktu selang antara pesanan pertama dengan pesanan berikutnya
yang mendatangkan biaya yang paling minimal yaitu dengan melakukan
perhitungan EOQ, Safety stock, dan Reorder point. Selanjutnya dilakukan
prosedur penerimaan, pembayaran, dan frekuensi pengadaan.
31
Menurut Pudjaningsih (1996) tujuan pengadaaan obat di rumah sakit
adalah agar jenis obat yang diperlukan di rumah sakit selalu tersedia setiap
waktu, dalam jumlah yang cukup, kualitas yang terjamin, harga yang sesuai,
pemasok yang tepat dan biaya pengadaan yang tepat untuk mendukung
efisiensi biaya rumah sakit dan mendukung pelayangan yang bermutu di rumah
sakit.
32
Bagan 2. 2 Kerangka Teori
(Azwar (1996), Quick (1997) dan Pudjaningsih (1997))
Input
SDM
Dokumen
SOP
Kebijakan
Anggaran/ dana
Biaya belanja
Penggunaan
Informasi
Proses
Proses pengadaan
Perencanaan
Metode Pengadaan
EOQ
Safety stock
Reorder point
Pembayaran
Prosedur
Frekuensi
Output
Efisiensi
Pengadaan
Tepat kualitas
Tepat harga
Tepat jenis
Tepat pemasok
Tepat jumlah
Tepat waktu
Tepat biaya
Outcome
Efisiensi Biaya
Lingkungan
33
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.1. Kerangka Konsep
Dalam kerangka konsep, peneliti menggunakan pendekatan sistem yang
terdiri dari input, proses, output dan outcome. Menurut Azwar (1996)
pendekatan sistem merupakan cara sistematis dan logis dalam membahas dan
mencari pemecahan dari masalah atau keadaan yang sedang dihadapi. Input
dan outcome dalam penelitian ini tidak diteliti dikarenakan penelitian ini lebih
difokuskan pada proses dan estimasi output yang dihasilkan rumah sakit yang
berdasarkan tujuan umum penelitian yaitu untuk mengetahui estimasi efisiesnsi
pengadaan obat kelompok A berdasarkan TIC antara dengan metode konsumsi
yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan bila dilakukan metode EOQ di
gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
Proses pengadaan dalam penelitian ini hanya melihat bagaimana
perhitungan pengadaan yang biasa dilakukan oleh rumah sakit yaitu dengan
metode konsumsi dan juga dilihat bagaimana perhitungan pengadaan jika
menggunakan metode EOQ terhadap obat kelompok A. Selanjutnya dilihat
juga berapa besaran biaya penyimpanan dan biaya pemesanan dengan
perhitungan pengadaan jika menggunakan metode EOQ terhadap obat
kelompok A.
34
Dalam melakukan metode EOQ untuk menentukan jumlah pembelian
yang perlu diperhatikan adalah biaya variabel dari penyedia persediaan. Biaya
variabel terdiri dari biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi
pemesanan (procurement cost) dan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan
besarnya penyimpanan (storage cost). Procurement cost terdiri dari biaya
selama proses persiapan, biaya pengiriman pesanan, biaya penerimaan barang
yang dipesan, biaya-biaya proses pembayaran sedangkan storage cost terdiri
dari biaya penggunaan atau sewa ruang gudang, biaya pemeliharaan material
untuk kemungkinan rusak, biaya asuransi, biaya pajak dan lain-lain.
Output dalam penelitian ini terdapat dua yaitu output pertama
merupakan hasil dari jumlah dan frekuensi pengadaan yang biasa dilakukan
rumah sakit. Sedangkan output kedua yaitu hasil dari jumlah dan frekuensi
pengadaan bila dilakukan perhitungan EOQ. Masing-masing output tersebut
akan dilihat dan dibandingkan nilai TICnya. Dikatakan efisien yaitu apabila
perhitungan pengadaan yang memiliki nilai TIC lebih kecil dari perhitungan
pengadaan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, dengan segala keterbatasan yang ada, peneliti
membatasi variabel yang akan dijadikan bahan penelitian.
35
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
Proses Pengadaan
Input
SDM
Anggaran/ dana
Dokumen
SOP/
Kebijakan
Biaya
belanja
Penggunaan
Informasi
Obat Kelompok A
Metode Konsumsi RS
Jumlah pemesanan
Frekuensi pemesanan
Biaya penyimpanan
Biaya pemesanan
Metode EOQ
Jumlah pemesanan
Frekuensi pemesanan
Biaya penyimpanan
Biaya pemesanan
Jumlah dan frekuensi
pengadaan dengan
metode konsumsi RS
TIC
Jumlah dan frekuensi
pengadaan dengan
metode EOQ
Output
36
Adapun variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Obat kelompok A
2. Metode konsumsi terhadap obat kelompok A
3. Metode EOQ terhadap obat kelompok A
4. Jumlah pemesanan
5. Frekuensi pemesanan
6. Biaya penyimpanan
7. Biaya pemesanan
8. Jumlah dan frekuensi pengadaan dengan metode konsumsi
9. Jumlah dan frekuensi pengadaan dengan metode EOQ
10. TIC (Total Inventory Cost)
37
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
Obat kelompok A Obat-obatan yang
memiliki nilai
investasi tinggi
berdasarkan
metode ABC
investasi
1. Menghitung
70% nilai
investasi obat
dari nilai
investasi seluruh
obat
berdasarkan data
pemakaian obat
dan daftar harga
obat.
2. Obervasi
1. Data
pemakaian
obat tahun
2015
2. Data daftar
harga obat
tahun 2015
3. Pedoman
Observasi
Informasi mengenai jenis
dan harga obat-obatan
yang memiliki nilai
investasi tinggi (70%)
berdasarkan metode
ABC investasi
Metode konsumsi
terhadap obat
kelompok A
Perhitungan jumlah
dan frekuensi
pengadaan obat
1. Wawancara
mendalam
2. Telaah dokumen
1. Pedoman
wawancara
mendalam
1. Kepala
Instalasi
Farmasi
1. Kepala
Seksi
Penunjang
Informasi mengenai
perhitungan jumlah dan
frekuensi pengadaan
38
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
yang biasa dipakai
oleh rumah sakit
dalam satu kali
pemesanan yang
didasarka pada
pemakaian obat
sebelumnya.
3. Observasi 2. Pedoman
telaah
dokumen
3. Pedoman
observasi
2. Pejabat
Pengadaan
Medis
2. Kepala
Bagian
Keuangan
obat yang biasa
dilakukan rumah sakit
dalam satu kali
pemesanan
Metode EOQ
terhadap obat
kelompok A
Perhitungan untuk
menentukan
kuantitas
pengadaan
persediaan yang
meminimumkan
biaya langsung
penyimpanan
persediaan dan
1. Wawancara
mendalam
2. Observasi
3. Perhitungan
EOQ
√
S = Biaya
pemesanan tiap
1. Biaya
pemesanan
tiap kali pesan
2. Data jumlah
kebutuhan
periode
tertentu
3. Biaya
penyimpanan
1. Kepala
Instalasi
Farmasi
2. Pejabat
Pengadaan
1. Kepala
Seksi
Penunjang
Medis
2. Kepala
Bagian
Keuangan
Informasi mengenai
perhitungan jumlah
pengadaan obat bila
menggunakan metode
EOQ dalam satu kali
pemesanan
39
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
biaya pemesanan
persediaan
(Bowersox, 2004).
kali pesan
D = Jumlah
kebutuhan
periode tertentu
H = Biaya
penyimpanan
periode tertentu
periode
tertentu
Jumlah
pemesanan
Jumlah setiap item
obat yang dipesan
dalam sekali
pemesanan
1. Menghitung
setiap item obat
obat yang
dipesan dalam
sekali
pemesanan
berdasarkan
perhitungan
yang biasa
1. Pedoman
Telaah
dokumen
2. Biaya
pemesanan
tiap kali
pesan
3. Data jumlah
kebutuhan
Informasi jumlah setiap
item obat yang dipesan
dalam sekali pemesanan
40
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
digunakan
rumah sakit
2. Menghitung
dengan
perhitungan
EOQ
periode
tertentu
4. Biaya
penyimpanan
periode
tertentu
dokumen
Frekuensi
pemesanan
Jumlah pemesanan
yang dilakukan
dalam satu periode
perencanaan
pengadaam
Menghitung jumlah
kebutuhan jumlah
per periode dibagi
dengan jumlah obat
setiap satu kali
pemesanan
1. Data
kebutuhan
jumlah obat
per periode
2. Data jumlah
pemesanan
obat setiap
satu kali
pemesanan
Informasi jumlah
pemesanan yang
dilakukan dalam satu
periode perencanaan
pengadaan
41
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
Biaya
penyimpanan
Biaya yang
ditimbulkan untuk
menyimpan setiap
jenis obat
kelompok A
Menghitung biaya
penyimpanan
setiap jenis obat
dikali jumlah obat
setiap kali pesan
selanjutnya dibagi
dua
1. Biaya
penyimpanan
setiap jenis
obat
2. Data jumlah
obat setiap
satu kali
pemesanan
Informasi biaya yang
ditimbulkan untuk
menyimpan setiap jenis
obat kelompok A
Biaya pemesanan Biaya yang timbul
pada setiap
pemesanan obat
kelompok A
Menghitung biaya
pemesanan per
order dikali jumlah
kebutuhan per
periode selanjutnya
dibagi jumlah obat
setiap kali
pemesanan
1. Biaya
pemesanan
per order
2. Data
kebutuhan per
periode
3. Data jumlah
obat setiap
1. Informasi biaya yang
timbul pada setiap
pemesanan obat
kelompok A
42
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
kali
pemesanan
Jumlah dan
frekuensi
pengadaan
dengan metode
konsumsi RS
Jumlah setiap satu
kali pemesanan
obat dan frekuensi
pemesanan
berdasarkan
metode konsumsi
yang biasa
dilakukan rumah
sakit.
Metode rumah
sakit
Data perencanaan
jumlah dan
frekuensi
pengadaan obat
Informasi mengenai
jumlah setiap satu kali
pemesanan dan frekuensi
pemesanan berdasarkan
metode konsumsi yang
biasa dilakukan rumah
sakit.
Jumlah dan
frekuensi
pengadaan
dengan metode
EOQ
Jumlah setiap satu
kali pemesanan
obat dan frekuensi
pemesanan
berdasarkan
Metode EOQ 1. Biaya
pemesanan
tiap kali
pesan
2. Data jumlah
Informasi mengenai
jumlah setiap satu kali
pemesanan obat dan
frekuensi pemesanan
berdasarkan metode
43
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
metode EOQ kebutuhan
periode
tertentu
3. Biaya
penyimpanan
periode
tertentu
EOQ
TIC (Total
Inventory Cost)
Nilai besarnya total
biaya persediaan
obat dalam satu
kurun waktu
tertentu
Menjumlahkan
biaya penyimpanan
dan biaya
pemesanan obat
dalam satu kurun
waktu tertentu.
1. Biaya
pemesanan
per order
2. Data
kebutuhan
per periode
3. Data jumlah
obat yang
dipesan per
Informasi mengenai
estimasi efisiensi
pengadaan, dikatakan
efisien apabila nilai TIC
pada suatu metode satu
lebih kecil dari pada
metode yang lainnya.
44
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Informan
Hasil Ukur
Kunci Pendukung
pemesanan
4. Biaya
penyimpanan
45
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian operational
research. Operational research menurut Duarsa dkk (2012) adalah penelitian
yang bertujuan memberikan solusi terhadap masalah-masalah operasional
dalam pelaksanaan program atau kegiatan yang hasilnya dipergunakan untuk
membantu pemecahan masalah tersebut dengan tetap menggunakan metode
ilmiah. Operational research didasarkan kepada permasalahan yang ditemukan
di lapangan yang memang memerlukan penelitian untuk memecahkannya.
Menurut Duarsa dkk (2012) terdapat dua jenis operational research
yaitu penelitian observasional (tidak ada manipulasi variabel bebas) dan
penelitian eksperimental (diikuti tindakan/intervensi variabel bebas). Pada
penelitian ini menggunakan operational research dengan penelitian
obsevasional karena penelitian ini tidak dilakukan uji coba hanya
menggambarkan hasil akhir dari perhitungan terkait estimasi TIC pada
pengadaan obat kelompok A antara dengan menggunakan perhitungan yang
biasa dilakukan rumah sakit dan jika dilakukan metode EOQdi RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.
46
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya yang
berlokasi di Jalan Raya Singaparna Tasikmalaya. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli sampai Oktober 2016.
4.3. Informan Penelitian
Metode pemilihan informan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya
orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau
mungkin dia merupakan penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi obyek dan situasi yang diteliti. Pemilihan informan tidak didasari
pada kuantitas melainkan didasarkan pada kualitas informan atas masalah yang
diteliti dan informan penelitian secara langsung ditentukan oleh peneliti sesuai
dengan kriteria pemilihan informan, yaitu :
a. Kesesuaian (appropriatness)
Pemilihan informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
berkaitan dengan pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
b. Kecukupan (adequacy)
Data yang diperoleh dari sampel dapat menggambarkan seluruh fenomena
yang berkaitan dengan topik penelitian, hingga peneliti mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dengan lengkap dan jelas.
Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk
mengetahui gambaran proses perencanaan pengadaan obat di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya kepada 4 informan, yaitu sebagai berikut :
47
1. Kepala Instalasi Farmasi sebagai penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
2. Kepala Seksi Pelayanan Penunjang Medik yang bertanggung jawab atas
instalasi farmasi sebagai salah satu penunjang medis di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya.
3. Kepala Bagian Keuangan untuk mengetahui keterlibatannya dalam
penganggaran untuk pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
4. Pejabat Pengadaan untuk mengetahui keterlibatannya dalam proses
pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
4.4. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Data Primer
Data primer adalah pengambilan data yang diperoleh langsung oleh
peneliti dengan cara melakukan wawancara dan observasi di lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didasarkan atas laporan-laporan atau
catatan-catatan lembaga terkait yang menerbitkan informasi atau data yang
dibutuhkan.
4.5. Metode Pengumpulan Data`
Metode pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh melalui :
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan kepada Kepala Intalasi Farmasi, Kepala
Seksi Penunjang Pelayanan Medik, Kepala Bagian Keuangan dan Pejabat
48
Pengadaan yang terkait dengan proses perhitungan perencanaan pengadaan
obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan pedoman
wawancara.
b. Observasi
Observasi merupakan pengamatan secara langsung proses perhitungan
pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan
pedoman observasi (check list).
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen berasal dari laporan-laporan atau catatan-catatan yang
ada di gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya dengan pedoman telaah
dokumen. Tujuannya untuk mengetahui nilai TIC dari jumlah pengadaan
obat dengan metode konsumsi dan dari jumlah pengadaan obat dengan
metode EOQ. Adapun dokumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Laporan pemakaian obat di Gudang IFRS SMC Kabupaten
Tasikmalaya selama tahun 2015
2. Data harga obat per satuan item obat tahun 2015
3. Data harga obat per satuan item obat tahun 2016
4. Laporan penerimaan obat gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya
bulan Juli sampai September 2016
5. Laporan pengeluaran obat gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya
bulan Juli sampai September 2016
6. Laporan Stock Opname obat gudang IFRS SMC Kabupaten
Tasikmalaya bulan Juli sampai September 2016
49
7. Data pembelian obat bulan Juli sampai September 2016
8. Laporan Perencanaan Kebutuhan Obat di Gudang IFRS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Oktober sampai Desember 2016
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknis analisis data dengan model analisis interaktif (Miles & Huberman,
1994). Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan
selama proses penelitian dilaksanakan. Metode ini terdiri dari empat tahapan,
yaitu:
1) Pengumpulan
Pada tahap ini peneliti turun ke lapangan untuk mengumpulkan
data-data dengan menggunakan metode wawancara mendalam, observasi
dan telaah dokumen. Untuk data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara
mendalam dan observasi, sedangkan untuk data kuantitatif diperoleh dari
hasil telaah dokumen dan wawancara mendalam terkait besaran komponen
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan obat. Pada saat mengumpulkan
data peneliti membawa pedoman wawancara pedoman observasi dan
pedoman telaah dokumen. Untuk data wawancara mendalam direkam di
dalam sebuah voice recorder.
2) Reduksi Data
Pada tahap ini untuk data kualitatif yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam dalam bentuk rekaman suara dipindahkan ke dalam
bentuk transkrip wawancara lengkap untuk setiap informan. Selanjutnya
transkrip dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diteliti. Data
50
yang terdapat dalam transkrip tidak semuanya digunakan dalam penelitian,
untuk itu dilakukan reduksi untuk menghilangkan data-data yang tidak
berhubungan dengan variabel penelitian. Transkrip dan matriks wawancara
merupakan pedoman untuk menyajikan hasil penelitian dan dengan
menambahkan data-data hasil observasi dan telaah dokumen.
Sedangkan untuk data kuantitatif yang diperoleh hasil telaah
dokumen maka akan dilakukan perhitungan EOQ, perhitungan biaya
pemesanan, perhitungan biaya penyimpanan dan perhitungan TIC pada
seluruh obat kelompok A.
1. Metode EOQ(Economic Order Quantity)
a. Dihitung pemakaian tahunan setiap jenis obat.
b. Dihitung biaya pemesanan per order
c. Dihitung biaya penyimpanan per satuan obat di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya untuk tiap jenis obat kelompok A
d. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
√
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya penyetelan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
51
2. Perhitungan Biaya Pemesanan
a. Dihitung kebutuhan obat selama 3 bulan
b. Dihitung biaya pemesanan per order
c. Dihitung jumlah obat setiap kali pemesanan
d. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan sebagai
berikut :
3. Perhitungan Biaya Penyimpanan
a. Dihitung biaya penyimpanan per satuan obat
b. Dihitung jumlah obat setiap kali pemesanan
c. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan sebagai
berikut :
4. Perhitungan TIC (Total Inventory Cost)
a. Dihitung biaya pemesanan untuk setiap pesanan
b. Dihitung permintaan kebutuhan obat
c. Dihitung jumlah pemesanan obat setiap pesanan
d. Dihitung biaya penyimpanan
e. Dihitung rata-rata persediaan
f. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
(
) (
)
Keterangan:
k = biaya pemesanan per pesanan
52
D = permintaan (demand) per tahun
Q = jumlah barang/produk yang dipesan per pemesanan
h = biaya penyimpanan
q/2 = rata-rata persediaan (units)
3) Penyajian Data
Pada tahap ini data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara
mendalam disajikan dalam bentuk kutipan hasil wawancara. Sedangkan
data kuantitatif yang diperoleh dari hasil perhitungan akan disajikan dalam
bentuk tabel yang selanjutnya akan dibandingkan nilai TICnya.
4) Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus
menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki
lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk
menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu
mencari pola tema, hubungan persamaan, hipotetsis dan selanjutnya
dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang masih bersifat tentatif.
4.7. Triangulasi Data
Untuk menjaga validitas data dan menguji hasil penelitian kualitatif,
peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan triangulasi, yang terdiri
dari (Hadi, 2000):
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono,
2012). Triangulasi sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan dan
53
melakukan pemeriksaan terhadap hasil wawancara dengan menanyakan
pertanyaan yang sama kepada beberapa informan yang berbeda.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode berarti peneliti menggunakan metode pengumpulan
untuk mendapatkan data yang sama dari metode yang berbeda (Sugiyono,
2012). Triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan data hasil
wawancara mendalam dengan observasi maupun telaah dokumen.
Berikut merupakan tabel validitas data terkait variabel yang akan
diteliti:
Tabel 4. 1 Validitas Data 1
Variabel
Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawancara Observasi Telaah
Dokumen
Informan
kunci
Informan
pendukung
Obat kelompok A - √ √ - -
Metode konsumsi
terhadap obat
kelompok A
√ √ √ √ √
Metode EOQ
terhadap obat
kelompok A
√ √ √ √ √
Jumlah pemesanan - √ √ - -
Frekuensi
pemesanan
- √ √ - -
Biaya penyimpanan - - √ - -
Biaya pemesanan - - √ - -
54
Variabel
Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawancara Observasi Telaah
Dokumen
Informan
kunci
Informan
pendukung
Jumlah dan frekuensi
pengadaan dengan
metode konsumsi
- √ √ - -
Jumlah dan frekuensi
pengadaan dengan
metode EOQ
- √ √ - -
TIC (Total Inventory
Cost)
- - √ - -
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Rumah sakit SMC Kabupaten Tasikmalaya adalahh Rumah Sakit yang
berdiri tanggal 22 Februari 2011 sesuai dengan SK Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Tasikmalaya NO. 445/Kep.61-Diskes/2011 dan ijin operasionalnya
diatur dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya No.
445/Kep.65A-Diskes/2011 Tanggal 25 Februari 2011. Rumah sakit SMC
Kabupaten Tasikmalaya beralamat di Jalan Raya Rancamaya Singaparna
Kabupaten Tasikmalaya.
Rumah Sakit SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah rumah sakit umum
daerah tipe C milik pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sesuai dengan
(Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 04 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 03 Tahun
2011 Tentang Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya).
1. Visi, Misi, Motto dan Tujuan RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
a. Visi
“RS SMC Kabupaten Tasikmalaya menjadi pilihan pertama dan
pusat rujukan pelayanan kesehatan masyarakat kabupaten tasikmalaya
tahun 2016”
b. Misi
1) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang prima, merata dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
56
2) Meningkatkan kemudahan akses pelayanan
3) Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional sesuai standar
pelayanan
4) Meningkatkan pelaksanaan manajemen administrasi yang efektif dan
efisien.
c. Motto
Kesembuhan anda adalah kebahagiaan kami.
d. Tujuan
Adapun tujuan dari RS SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah
sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu dan aman (zerro accident) bagi masyarakat
kabupaten tasikmalaya
2) Tujuan Khusus
a. Tersedianya sarana dan prasarana yang komprehensif dan
modern, ditunjang oleh SDM yang handal dan profesional
b. Menjadikan rumah sakit yang berkualitas serta terjangkau oleh
lapisan masyarakat
2. Tugas dan Fungsi RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tugas pokok RS SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah
memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu, terpadu dan
menyeluruh serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
57
Adapun fungsi Rumah Sakit SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah
pelaksanan pelayanan medik, pelaksanaan pelayanan penunjang medik,
pelaksanaan rehabilitasi medik, pelaksanaan asuhan keperawatan,
pelaksanaan sistem rujukan, pelaksanaan administrasi keuangan, dang
tempat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang
kesehatan.
3. Ketenagakerjaan di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Ketenagaan di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan
statusnya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan tenaga sukarelawan.
Berdasarkan latar belakang pendidikan dan golongan profesi ketenagaan
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari medis,
paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan umum. Jumlah SDM
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 115 PNS dan 319 pekerja
kontrak.
Adapun jumlah SDM yang telibat dalam proses pengadaan di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya hanya terdapat 1 orang. Jumlah kebutuhan
SDM di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya ini masih
sangat kurang, terutama dalam penyediaan tenaga medis. Dengan kondisi
demikian, ada beberapa pegawai yang bekerja rangkap di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
58
4. Fasilitas Kesehatan RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Bangunan RS SMC Kabupaten Tasikmalaya berdiri diatas lahan
seluas 30.000 m2 terdiri dari 4 bangunan (A,B,C,D). Bangunan dan
ruangan yang tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Tasikmalaya pada saat ini terdiri dari :
1) Gedung A merupakan bangunan bagian depan terdiri dari 2 lantai
seluas ± 300 m2 yaitu poli anak, ruang rekam medik, gudang barang.
2) Gedung B merupakan gedung utama, dan bagian depan, terdiri dari 2
lantai, seluas ± 650 m2 Lantai 1 mencakup ruangan: ruang tunggu,
ruang pendaftaran, apotek, rawat inap umum, poli gigi, poliklinik
bedah, poliklinik kulit dan kelamin, poli kebidanan, ruang EKG,
ruang USG. Lantai 2 mencakup ruangan: kantor.
3) Gedung C merupakan gedung IGD dan gedung rawat inap anak.
4) Gedung D terdiri dari lantai 1 dan lantai 2. Lantai 1 terdapat gedung
ponek, gedung bedah, gudang farmasi dan lantai 2 terdapat gedung
rawat inap kelas.
5.2. Karakteristik Informan
Informan pada penelitian ini dilakukan dengan karakteristik sebagai
berikut :
Tabel 5. 1 Karakteristik informan
Kode
Informan
Jabatan/
Pekerjaan
Umur Pendidikan
Terakhir
Lama
Kerja
1 Kepala Instalasi
Farmasi
34 tahun S1 Farmasi Apt 3 tahun
2 Kepala Seksi 46 tahun S2 Manajemen 5 tahun
59
Kode
Informan
Jabatan/
Pekerjaan
Umur Pendidikan
Terakhir
Lama
Kerja
Pelayanan
Penunjang Medik
Rumah Sakit
3 Kepala Bagian
Keuangan
44 tahun S2 Akutansi 5 tahun
4 Pejabat Pengadaan 39 tahun D3 Analis
Kesehatan
5 tahun
Informan diatas dikarenakan mereka berhubungan dengan proses
perencanaan pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
Pemilihan Kepala Instalasi Farmasi dikarenakan yang bertanggung
jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan Kepala Seksi
Pelayanan Penunjang Medik yang bertanggung jawab penuh atas instalasi
farmasi sebagai salah satu penunjang medik. Peneliti melakukan wawancara
mendalam kepada Kepala Bagian Keuangan untuk mengetahui keterlibatannya
dalam penganggaran untuk pengadaan obat. Selanjutnya melakukan
wawancara mendalam kepada Pejabat Pengadaan untuk mengetahui
keterlibatannya dalam proses pengadaan obat.
5.3. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016
Dalam menentukan jumlah dan frekuensi pengadaan obat di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya peneliti hanya menggunakan obat kelompok A dari
hasil perhitungan ABC investasi obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
60
Tahun 2015. Berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan nilai ABC investasi
obat, yaitu sebagai berikut:
Tabel 5. 2 ABC Investasi Obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2015
Kelompok
Obat
Nilai investasi Persentase
Investasi Obat
Total Item
Obat
Persentase
Total Obat
A Rp 5.422.004.561 70% 25 6%
B Rp 1.579.201.602 20% 65 15%
C Rp 783.072.444 10% 332 79%
Total Rp 7.784.278.607 100% 422 100%
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai investasi obat
terbesar yaitu pada obat kelompok A, dimana 70% dari seluruh investasi rumah
sakit yaitu sebesar Rp 5.422.004.561 pada obat kelompok A. Sedangkan
jumlah item obat paling banyak yaitu pada obat kelompok C dengan persentase
79% dari seluruh jumlah item obat atau sebesar 332 item obat. Berikut
merupakan daftar nama item obat yang termasuk kedalam obat kelompok A di
RS SMC Kabupaten Tasikmalaya:
Tabel 5. 3 Daftar Obat Kelompok A di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
No Nama Obat Satuan Harga
1 Lantus Pen Rp 85.000
2 Paracetamol infus Botol Rp 28.999
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 45.600
4 Pantoprazole inj Vial Rp 35.750
5 KTM Inj Ampul Rp 110.000
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 5.200
61
No Nama Obat Satuan Harga
7 Isofluran Botol Rp 269.984
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 38.496
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 9.652
10 Futrolit Botol Rp 35.748
11 Ringer Asetat 500 ml Iinfusion Botol Rp 9.000
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 103.950
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 16.000
14 Adalat Oros Tablet Rp 3.500
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 9.100
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 13.000
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 61.600
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 9.900
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 49.500
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 4.699
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 209.000
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 60.001
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 2.200
24 Leucogen Vial Rp 374.990
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 10.560
Sumber: Laporan SOP bulan Juni di gudang IF RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa terdapat 25 item obat yang
termasuk obat kelompok A, dimana obat yang paling tinggi harganya yaitu
Leucogen dengan harga Rp 374.990. Sedangkan obat yang paling rendah
harganya yaitu Aqua Pro Injek 25 ml dengan harga Rp 2.200.
62
Berdasarkan hasil telaah dokumen, jumlah kebutuhan obat kelompok A
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya untuk 3 bulan yaitu bulan Oktober sampai
Desember 2016 dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5. 4 Data Jumlah Kebutuhan Obat Kelompok A bulan
Oktober – Desember tahun 2016 di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya
No Nama Obat Satuan Jumlah Kebutuhan
3 bulan
1 Lantus Pen 326
2 Paracetamol infus Botol 2965
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial 587
4 Pantoprazole inj Vial 1622
5 KTM Inj Ampul 80
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol 6980
7 Isofluran Botol 36
8 Cefaperazon 1000 mg Vial 690
9 Ceftriaxone injeksi Vial 3840
10 Futrolit Botol 918
11 Ringer Asetat 500 ml Iinfusion Botol 2960
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul 304
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial 542
14 Adalat Oros Tablet 6300
15 Cefotaxim Injeksi Vial 3122
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol 986
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol 140
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol 1350
63
No Nama Obat Satuan Jumlah Kebutuhan
3 bulan
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet 68
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol 2354
21 Imipenem Injeksi Ampul 97
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol 124
23 Aqua pro injek 25ml Botol 7920
24 Leucogen Vial 15
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet 660
Sumber: Laporan Perencanaan Kebutuhan Obat di Gudang IFRS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Oktober-Desember 2016
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa setiap obat memiliki jumlah
kebutuhan yang berbeda-beda. Obat kelompok A yang memiliki jumlah
kebutuhan untuk bulan Oktober sampai Desember terbanyak yaitu Aqua Pro
Injek 25 ml 7920 botol, sedangkan yang paling sedikit yaitu Leucogen 15 vial.
5.3.1. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan
Metode Konsumsi yang Biasa Dilakukan Rumah Sakit di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016
Dalam penentuan jumlah obat untuk setiap pemesanan dan
frekuensi pemesanan obat berdasarkan hasil observasi dan hasil
wawancara mendalam yaitu disesuaikan dengan kebutuhan yang
didasarkan pada pemakaian sebelumnya dan disesuaikan dengan
tersedianya dana, berikut kutipan wawancaranya:
“Kalo jumlah pemesanan ya disesuaikan dengan kebutuhan dan
budgetnya rumah sakit, jika budgetnya kurang ya dibagi beberapa
termin pengiriman, tapi kalau budgetnya ada untuk kebutuhan 3
bulan ya kita pesennya untuk 3 bulan juga, tapi kalau disini sih
64
biasanya kebanyakan dibagi menjadi 2 sampai 6 termin
pengiriman.”(1)
“Ya disesuain dengan budget, kalau budgetnya cukup ya disesuain
dengan permintaannya berapa, kalau ga cukup dibagi beberapa
kali pengiriman.”(2)
“Saya sih cuma nerima aja berapa jumlah obat yang akan dipesan,
itukan udah disesuain dengan kebutuhan dan budget kita makanya
udah di tandatangin PPK.”(4)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, perencanaan jumlah
pemesanan dan frekuensi pembelian obat kelompok A untuk bulan
Oktober sampai Desember 2016 dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5. 5 Data Perencanaan Jumlah dan Frekuensi Pengadaan
Obat Kelompok A bulan Oktober – Desember tahun 2016 di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya
No Nama Obat Satuan Jumlah Per
Pemesanan
Frekuensi
Pembelian
Per 3 Bulan
1 Lantus Pen 109 3
2 Paracetamol infus Botol 494 6
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial 196 3
4 Pantoprazole inj Vial 270 6
5 KTM Inj Ampul 40 2
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol 1163 6
7 Isofluran Botol 18 2
8 Cefaperazon 1000 mg Vial 115 6
9 Ceftriaxone injeksi Vial 640 6
10 Futrolit Botol 153 6
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol 493 6
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul 51 6
65
No Nama Obat Satuan Jumlah Per
Pemesanan
Frekuensi
Pembelian
Per 3 Bulan
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial 271 2
14 Adalat Oros Tablet 1050 6
15 Cefotaxim Injeksi Vial 520 6
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol 329 3
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol 70 2
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol 450 3
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet 68 1
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol 785 3
21 Imipenem Injeksi Ampul 16 6
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol 62 2
23 Aqua pro injek 25ml Botol 2640 3
24 Leucogen Vial 15 1
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet 330 2
Sumber: Laporan Perencanaan Kebutuhan Obat di Gudang IFRS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Oktober-Desember 2016
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa setiap obat memiliki
jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan yang berbeda-beda.
Jumlah pemesanan yang paling banyak yaitu pada Aqua Pro Injek 25
ml sebesar 2640 botol dengan frekuensi pemesanan yaitu 3 kali
pemesanan. Sedangkan jumlah pemesanan yang paling sedikit yaitu
pada Leucogen sebesar 15 vial dengan frekuensi pemesanan yaitu 1 kali
pemesanan.
66
5.3.2. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A Bila
Menggunakan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, dalam perhitungan
jumlah dan frekuensi pengadaan obat di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya tidak pernah menggunakan metode EOQ, berikut kutipan
wawancaranya:
“Selama ini belum pernah ya, mungkin kalau dari hasil penelitian
EOQ benar-benar mengefisiensikan biaya, kedepannya bisa
diajukan untuk menjadi program.”(1)
“Apaya EOQ? Setau saya belum pernah yaa, ”(2)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah metode yang
digunakan untuk menentukan kuantitas pengadaan persediaan yang
meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
pemesanan persediaan. EOQ adalah jumlah pembelian bahan pada
setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. EOQ dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
√
S = Biaya pemesanan tiap kali pesan
D = Jumlah kebutuhan periode tertentu
H = Biaya penyimpanan periode tertentu
67
Dalam menentukan jumlah EOQ suatu obat di butuhkan
perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
1. Biaya pemesanan
Untuk menghitung biaya pemesanan terdapat komponen-
komponen yang diperlukan dalam biaya pemesanan, yaitu sebagai
berikut:
a. Biaya Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam melakukan kegiatan pemesanan dan pengadaan
logistik obat SDM sangat berperan penting. Di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya SDM yang berperan dalam proses
pengadaan hanya terdapat 1 orang yaitu pejabat pengadaan.
Tetapi berdasarkan hasil wawancara mendalam, untuk proses
pengadaan obat dibantu oleh kepala instalasi farmasi yang
juga bertugas untuk berhubungan dengan distributor sekaligus
bertugas mengetahui berapa jumlah obat dan jenis obat yang
dipesan, berikut kutipan wawancaranya:
“Tidak mencukupi, karena pejabat pengadaannya non
farmasi dan hanya satu orang, jadi saya ikut
diperbantukan untuk memesan obat.”(1)
Untuk upah staf yang bertugas dalam proses pemesanan
obat berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan
1 yaitu Rp. 4.000.000 dan informan 4 yaitu Rp. 3.000.000,
selain itu diketahui juga bahwa pekerjaan untuk melakukan
pemesanan obat untuk informan 1 diestimasikan sebesar 50%
dari seluruh beban pekerjaannya perbulan dan untuk informan
68
4 diestimasikan sebesar 75% dari seluruh beban pekerjaannya
perbulan, berikut kutipan wawancaranya:
“Gaji saya sebulan ya sekitar 4 juta, kalo beban pekerjaan
saya untuk pengadaan doang ya sekitar 50 persen karena
saya tidak hanya mengadakan obat tapi kan membuat
perencanaan juga”(1)
“Sebulan ya sekitar 3 juta, untuk pengadaan ya sekitar 75
persenanlah”(4)
Perhitungan upah SDM untuk pemesanan obat dimana
hari kerja dihitung sesuai dengan peraturan yang berlaku di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya selama 6 hari perminggu dan
dalam sehari melakukan pekerjaan selama 8 jam, berikut
perinciannya:
K. Instalasi Farmasi
( ) ( )
Pejabat Pengadaan
( ) ( )
( ) ( )
Selanjutnya dari hasil wawancara mendalam diketahui
bahwa rata-rata pemesanan ke satu distributor melalui telepon
membutuhkan waktu sekitar 3 menit sedangkan untuk
membuat surat pesanan membutuhkan waktu sekitar 4 sampai
5 menit, berikut kutipan wawancaranya:
69
“Kalo nelepon sih rata-rata 3 menitan ya, kalo membuat
surat SPnya sekitar 5 menitan ya.”(1)
“Menelepon distributor sih tergantung kadang 3 menit
kadang lebih,untuk membuat surat SP ya sekitar 4 sampai
5 menit. ”(4)
Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang
diketahui bahwa pemesanan ke satu distributor melalui telepon
membutuhkan waktu sekitar 3 menit sedangkan untuk
membuat surat pesanan membutuhkan waktu sekitar 5 menit.
Berdasarkan hal ini, peneliti dalam menentukan waktu untuk
pemesanan melalui telepon yaitu 3 menit dan waktu untuk
membuat surat pesanan yaitu 5 menit.
Berikut upah untuk memesan obat:
Berikut upah untuk pembuatan surat pesanan:
Maka upah yang dikeluarkan untuk biaya pemesanan:
Jadi, upah yang dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan sekali pesan yaitu sebesar Rp 2.960.
b. Biaya Telepon
Untuk melakukan pemesanan dikenakan biaya telepon
sedangkan untuk biaya internet tidak dihitung karena dalam
proses pemesanan obat, rumah sakit diasumsikan tidak
menggunakan internet yang didapatkan dari hasil wawancara
70
mendalam sebelumnya terkait proses pengadaan obat. Biaya
telepon ini di gunakan untuk memesan ke para distributor.
Distributor tempat pemesanan obat rata-rata terdapat di daerah
Bandung sehingga untuk tarif telepon mengikuti tarif telkom
SLJJ. Tarif telkom SLJJ tahun 2016 adalah Rp 250 permenit
(www.telkom.co.id), sedangkan rata-rata waktu yang
diperlukan untuk setiap kali pemesanan melalui telepon yaitu 3
menit. Maka perhitungan biaya telepon untuk pemesanan obat
yaitu sebagai berikut:
( )
Jadi biaya telepon yang dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan sekali pesan yaitu sebesar Rp 750.
c. Biaya ATK
Berdasarkan hasil wawancara mendalam ATK yang
digunakan untuk setiap pemesanan obat terdiri dari 4 sampai 5
lembar kertas dan pita printer, berikut kutipan wawancaranya:
“Untuk pemesanan yaa ada SP terdiri paling banyak 4
sampai 5 lembar, apalagi ya itu aja.”(1)
“Ya terdiri dari SP rata-rata selama ini SP nya 4 lembar.
”(4)
Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang
diketahui bahwa ATK yang digunakan untuk setiap pemesanan
obat terdiri dari 4 lembar kertas dan pita printer Berdasarkan
hal ini, peneliti dalam menentukan ATK yang digunakan
untuk setiap pemesanan obat terdiri dari 4 lembar kertas dan
pita printer.
71
Dalam melakukan pemesanan obat, biaya yang
dikeluarkan untuk ATK dibagi menjadi 2 yaitu kertas dan pita
printer. Untuk perhitungannya yaitu sebagai berikut:
1) Kertas
Dalam melakukan sekali pemesanan, kertas yang
dibutuhkan sebanyak 4 lembar kertas. Harga kertas yang
berlaku di temmpat tersebut sejumlah Rp 100 perlembar
maka perhitungannya:
( )
2) Pita printer
Dalam melakukan pemesanan digunakan 1 buah printer.
Untuk 1 buah printer maka dibutuhkan 1 buah pita printer.
Diketahui berdasarkan hasil wawancara memdalam, dalam
sebulan staf membutuhkan 1 buah pita printer dengan
estimasi penggunaannya sekitar 70% digunakan untuk
pemesanan dan dalam satu bulan dapat melakukan rata-
rata 105 kali pemesanan, berikut kutipan wawancaranya:
“Printer ini dipake buat pemesanan ya sekitar 70
persen sisanya buat pembuatan laporan, tintanya
untuk 1 bulan biasanya kurang lebih 1. ”(4)
Untuk harga sebuah pita printer yang berlaku di tempat
tersebut yaitu sebesar Rp 42.000, maka perhitungan
pemakaian pita printer yaitu:
72
( )
( )
Jadi, biaya ATK yang dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan sekali pesan yaitu sebesar Rp 680.
d. Biaya Listrik Komputer dan Printer
1) Komputer
Dalam melakukan pembuatan surat pemesanan
tidak terlepas dari biaya yang dikeluarkan untuk
pemakaian komputer dan listrik. Untuk melakukan
pemesanan di butuhkan 1 buah komputer dengan tenaga
listrik 250 watt. Berdasarkan hasil wawancara
mendalam, komputer digunakan selama 8 jam sehari dan
untuk pembuatan surat pemesanan komputer digunakan
selama 4 sampai 5 menit untuk setiap satu kali
pemesanan, berikut kutipan wawancaranya:
“Kalo nelepon sih rata-rata 3 menitan ya, kalo
membuat surat SPnya sekitar 5 menitan ya.”(1)
“Menelepon distributor sih tergantung kadang 3
menit kadang lebih,untuk membuat surat SP ya
sekitar 4 sampai 5 menit. ”(4)
73
Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang
diketahui untuk membuat surat pesanan dengan
menggunakan membutuhkan waktu sekitar 5 menit.
Berdasarkan hal ini, peneliti dalam menentukan waktu
pemakaian komputer untuk membuat surat pesanan yaitu
5 menit.
Untuk tarif per KWh yang berlaku menurut PLN
Indonesia tahun 2016 yaitu sebesar Rp 1.460, maka
untuk perhitungan biaya listrik komputer yaitu sebagai
berikut:
( )
2) Printer
Untuk melakukan pencetakan surat pemesanan
maka dibutuhkan printer. Berdasarkan hasil wawancara
mendalam, terdapat 1 printer yang digunakan untuk
menunjang pemesanan obat dengan tenaga listrik sebesar
80 watt dengan estimasi penggunaannya sekitar 70%
digunakan untuk pemesanan dan dalam satu bulan dapat
melakukan rata-rata 105 kali pemesanan, berikut kutipan
wawancaranya:
74
“kalo perhari ya di rata-ratain untuk pemesanan ke
distributor itu kerang lebih 5 kali deh, untuk
penggunaan printer ya sekitar 70 persenanlah. ”(4)
Maka untuk perhitungan biaya listrik printer yaitu
sebagai berikut:
( )
Jadi, biaya listrik yang dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan sekali pesan yaitu sebesar Rp 180.
75
Tabel 5. 6 Resume Ilustrasi Perhitungan Biaya Pemesanan Obat Kelompok A di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
No Komponen Biaya Pemesanan
1 SDM
Gaji
Beban Kerja Untuk Pengadaan Jumlah
Beban
Kerja
Per Bulan
(24 hari)
Per Hari
(8 jam)
Per Jam
(60 menit)
Per Menit
Upah
K. Instalasi
Farmasi
Pejabat
Pengadaan
Rp 4.000.000
Rp 3.000.000
50 %
75 %
Rp 2.000.000
Rp 2.250.000
Rp 83.333
Rp 93.750
Rp 10.417
Rp 11.719
Rp 175
Rp 195
Rp 370 x 8 menit
(3 mnt memesan
5 mnt pembuatan SP)
Rp 2.960
2 Telepon Waktu yang diperlukan per pemesanan Tarif per menit Jumlah
3 menit Rp 250 Rp 750
3 ATK Harga per satuan Beban Kerja Per Bulan Pemakaian Jumlah
Kertas
Pita printer
Rp 100
Rp 42.000
-
70 %
-
Rp 29.400
4 lembar
105 pemesanan
Rp 400
Rp 280
4 Listrik Tenaga
Listrik
Per Hari
(8 jam)
Per Hari (Rp
1.460/KWh)
Per Bulan
(24 hari)
Beban
Kerja
Per Hari
(8 jam)
Per Jam
(60 menit)
Pemakaian Jumlah
Komputer
Printer
250 watt
80 watt
2 KWh
0,64 KWh
Rp 2.920
Rp 934
-
Rp 22.416
-
70 %
Rp 365
-
Rp 6
-
5 menit
105
Rp 30
Rp 150
Total Rp 4.300
Sumber: Hasil pengolahan data primer
76
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa untuk
melakukan satu kali pemesanan obat di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya ke satu distributor dikenakan biaya pemesanan
sebesar Rp 4.300 namun biaya pemesanan ini sifatnya tetap
dimana besarnya pemesanan tidak ditentukan dari jumlah obat,
nilai obat dan jenis obat yang akan di pesan. Sehingga setiap
pemesanan yang dilakukan untuk melakukan pengadaan obat
adalah sebesar Rp 4.300.
2. Biaya Penyimpanan
Untuk melakukan perhitungan biaya persediaan obat
dibutuhkan perhitungan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan
ini adalah biaya yang dikeluarkan atau biaya-biaya yang diperlukan
berkenaan dengan adanya persediaan yang meliputi seluruh
pengeluaran yang dikeluarkan rumah sakit akibat adanya sejumlah
persediaan. Singkatnya adalah biaya-biaya yang terjadi karena
rumah sakit menyimpan persediaan. Biaya penyimpanan ini terdiri
atas biaya yang bervariasi secara langsung sesuai dengan kuantitas
persediaan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Kasie
Pelayanan Penunjang Medik dan Kepala Instalasi Farmasi
diketahui bahwa untuk perhitungan biaya penyimpanan obat di RS
SCM Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebesar 20% dari harga setiap
jenis obat, berikut kutipan wawancaranya:
“Oh biaya pemeliharaan gedung ya itu kita ambil 20 persen
dari harga obat itu sendiri.”(1)
77
“Dari perdanya nya itu rumah sakit dapat menaikan harga
obat setinggi-tingginya 25% dari harga obat dan itu di
peruntukan pemeliharaan gudangnya, biaya AC, biaya
penyusutan gudang, kalau disini 20% ya tidak nyampe 25%
karena itu setinggi-tingginya.”(2)
Selain itu, berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui
bahwa untuk biaya penyimpanan obat di RS SMC Kabupaten
Tasikmaya yaitu sebesar 20% dari harga setiap obat. Maka untuk
perhitungan biaya penyimpanan, peneliti menggunakan
perhitungan 20% dari setiap harga masing-masing obat.
Tabel 5. 7 Daftar Biaya Penyimpanan Obat Kelompok A di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya
No Nama Obat Satuan Harga Biaya
Penyimpanan
1 Lantus Pen Rp 85.000 Rp 17.000
2 Paracetamol infus Botol Rp 28.999 Rp 5.800
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 45.600 Rp 9.120
4 Pantoprazole inj Vial Rp 35.750 Rp 7.150
5 KTM Inj Ampul Rp 10.000 Rp 22.000
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 5.200 Rp 1.040
7 Isofluran Botol Rp 69.984 Rp 53.997
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 38.496 Rp 7.699
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 9.652 Rp 1.930
10 Futrolit Botol Rp 35.748 Rp 7.150
11 Ringer Asetat 500 ml Iinfusion Botol Rp 9.000 Rp 1.800
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 103.950 Rp 20.790
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 16.000 Rp 3.200
14 Adalat Oros Tablet Rp 3.500 Rp 700
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 9.100 Rp 1.820
78
No Nama Obat Satuan Harga Biaya
Penyimpanan
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 13.000 Rp 2.600
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 61.600 Rp 12.320
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 9.900 Rp 1.980
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 49.500 Rp 9.900
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 4.699 Rp 940
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 209.000 Rp 41.800
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 60.001 Rp 12.000
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 2.200 Rp 440
24 Leucogen Vial Rp 374.990 Rp 74.998
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 10.560 Rp 2.112
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa setiap obat
memiliki nilai biaya penyimpanan yang berbeda-beda, sesuai
dengan besar biaya harga barang itu sendiri. Untuk perhitungan
biaya penyimpanan sama dengan semua item obat yang termasuk
pada obat kelompok A. Semakin tinggi harga satuan semakin tinggi
pula biaya yang dikeluarkan untuk biaya penyimpanannya.
Selain biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, untuk metode
EOQdiperlukan juga data pemakaian obat kelompok A selama satu
tahun. Berdasarkan hasil telaah dokumen, pemakaian obat kelompok A
selama tahun 2015 yaitu sebagai berikut:
79
Tabel 5. 8 Laporan Pemakaian Obat Kelompok A di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015
No Nama Obat Satuan Jumlah Pemakaian
Per Tahun
1 Lantus Pen 13490
2 Paracetamol infus Botol 32766
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial 12670
4 Pantoprazole inj Vial 14548
5 KTM Inj Ampul 1862
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol 36247
7 Isofluran Botol 594
8 Cefaperazon 1000 mg Vial 3998
9 Ceftriaxone injeksi Vial 14990
10 Futrolit Botol 3465
11 Ringer Asetat 500 ml Iinfusion Botol 12222
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul 1008
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial 6498
14 Adalat Oros Tablet 28092
15 Cefotaxim Injeksi Vial 10625
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol 7016
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol 1370
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol 8449
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet 1527
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol 15384
21 Imipenem Injeksi Ampul 338
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol 1135
80
No Nama Obat Satuan Jumlah Pemakaian
Per Tahun
23 Aqua pro injek 25ml Botol 34010
24 Leucogen Vial 187
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet 4421
Sumber: Laporan Pemakaian Obat Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pemakaian obat
terbanyak pada obat kelompok A tahun 2015 yaitu Aqua Pro Injek 25
ml sebesar 34010 botol. Sedangkan pemakaian obat yang paling sedikit
pada obat kelompok A tahun 2015 yaitu Leucogen sebesar 187 vial.
Berdasarkan data yang telah didapatkan yaitu terkait biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan jumlah obat selama satu tahun,
maka untuk metode EOQuntuk obat kelompok A seperti Lantus adalah
sebagai berikut:
Diketahui:
S (biaya pemesanan) = Rp 4.300
H (biaya penyimpanan) = Rp 17.000
D (jumlah pemakaian per tahun) = 13490 pen
Maka √
√
pen
Dan untuk frekuensi pembeliannya adalah sebagai berikut:
Jadi, jumlah EOQ pada Lantus yaitu sebesar 83 pen dengan
frekuensi pemesanan 4 kali. Metode EOQdan frekuensi pembeliatnya
sama untuk semua obat kelompok A, sehingga hasil metode EOQuntuk
81
jumlah pemesanan dan frekuensi pembelian obat kelompok A dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 5. 9 Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A
Berdasarkan Metode EOQ
No Nama Obat Satuan EOQ
Frekuensi
Pembelian
Per 3 Bulan
1 Lantus Pen 83 4
2 Paracetamol infus Botol 220 13
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial 109 5
4 Pantoprazole inj Vial 132 12
5 KTM Inj Ampul 27 3
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol 547 13
7 Isofluran Botol 10 4
8 Cefaperazon 1000 mg Vial 67 10
9 Ceftriaxone injeksi Vial 258 15
10 Futrolit Botol 65 14
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol 242 12
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul 20 15
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial 132 4
14 Adalat Oros Tablet 587 11
15 Cefotaxim Injeksi Vial 224 14
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol 152 6
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol 31 5
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol 192 7
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet 36 2
82
No Nama Obat Satuan EOQ
Frekuensi
Pembelian
Per 3 Bulan
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol 375 6
21 Imipenem Injeksi Ampul 8 12
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol 29 4
23 Aqua pro injek 25ml Botol 815 10
24 Leucogen Vial 5 3
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet 134 5
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa setiap obat memiliki
jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan yang berbeda-beda.
Jumlah pemesanan yang paling banyak yaitu pada Aqua Pro Injek 25
ml sebesar 815 botol dengan frekuensi pemesanan yaitu 10 kali
pemesanan. Sedangkan jumlah pemesanan yang paling sedikit yaitu
pada Leucogen sebesar 5 vial dengan frekuensi pemesanan yaitu 3 kali
pemesanan.
Adapun perbedaan jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan obat
kelompok A dengan metode konsumsi dan dengan menggunakan metode EOQ
dapat dilihat pada tabel berikut:
83
Tabel 5. 10 Perbedaan Jumlah Pemesanan dan Frekuensi Pemesanan
antara Metode Konsumsi RS SMC dan Metode EOQ
No Nama Obat
Jumlah
Pemesanan
(RS SMC)
Frekuensi
Pembelian
(RS SMC)
Jumlah
Pemesanan
(EOQ)
Frekuensi
Pembelian
(EOQ)
1 Lantus 109 3 83 4
2 Paracetamol infus 494 6 220 13
3 Cefaperazon Sulbactam
1gr Serbuk Inj
196 3 109 5
4 Pantoprazole inj 270 6 132 12
5 KTM Inj 40 2 27 3
6 Ringer Laktat larutan
Infus Steril
1163 6 547 13
7 Isofluran 18 2 10 4
8 Cefaperazon 1000 mg 115 6 67 10
9 Ceftriaxone injeksi 640 6 258 15
10 Futrolit 153 6 65 14
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
493 6 242 12
12 Azitromycine 500 mg
Injeksi
51 6 20 15
13 Ceftazidime injek 1
gram
271 2 132 4
14 Adalat Oros 1050 6 587 11
15 Cefotaxim Injeksi 520 6 224 14
16 Ciprofloxacin
200mg/100ml Infusion
329 3 152 6
17 Aminofluid 500 ml Inf 70 2 31 5
18 Metronidazole
500mg/100ml Infusion
450 3 192 7
19 Efedrin HCL Tablet 25 68 1 36 2
84
No Nama Obat
Jumlah
Pemesanan
(RS SMC)
Frekuensi
Pembelian
(RS SMC)
Jumlah
Pemesanan
(EOQ)
Frekuensi
Pembelian
(EOQ)
mg
20 Natrium Klorida 0,9%
Steril Infusion
785 3 375 6
21 Imipenem Injeksi 16 6 8 12
22 Manitol 100g/500ml
Infus
62 2 29 4
23 Aqua pro injek 25ml 2640 3 815 10
24 Leucogen 15 1 5 3
25 Citicoline 1000 mg Tab 330 2 134 5
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah
pemesanan obat kelompok A dengan menggunakan metode konsumsi dan
dengan menggunakan metode EOQ. Begitu juga dengan frekuensi pemesanan
terdapat perbedaan antara dengan menggunakan metode konsumsi dan dengan
menggunakan metode EOQ. Seperti pada Citicoline 1000 mg Tab menurut
metode konsumsi jumlah setiap satu kali pemesanan adalah sebesar 330 tablet
dengan frekuensi pemesanan sebanyak 2 kali pemesanan. Sedangkan
Citicoline 1000 mg Tab menurut metode konsumsi jumlah setiap satu kali
pemesanan adalah sebesar 134 tablet dengan frekuensi pemesanan sebanyak 5
kali pemesanan.
85
5.4. Estimasi Biaya Pemesanan dan Estimasi Biaya Penyimpanan Obat
Kelompok A dengan Metode Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016
5.4.1. Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpana Obat Kelompok
A dengan Metode Konsumsi di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2016
Berdasarkan data yang telah didapatkan, untuk menentukan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan antara dengan metode rumah
sakit dan dengan metode EOQ menggunakan rumus menurut Rangkuti
(2004). Untuk perhitungan estimasi biaya pemesanan pada metode
konsumsi saat ini adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Lantus selama 3 bulan = 326 pen
Biaya pemesanan per order = Rp 4.300
Biaya penyimpanan per satuan obat = Rp 17.000
Jumlah obat setiap kali pemesanan = 109 pen
Jadi, estimasi biaya pemesanan pada metode konsumsi yaitu
sebesar Rp 12.900.
Untuk perhitungan estimasi biaya penyimpanan pada metode
konsumsi saat ini adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Lantus selama 3 bulan = 326 pen
Biaya pemesanan per order = Rp 4.300
86
Biaya penyimpanan per satuan obat = Rp 17.000
Jumlah obat setiap kali pemesanan = 109 pen
Jadi, estimasi biaya penyimpanan pada metode konsumsi yaitu
sebesar Rp 923.667
Untuk perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan
berdasarkan metode konsumsi sama untuk semua obat kelompok A,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 11 Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Obat
Kelompok A Berdasarkan Metode Konsumsi selama bulan Oktober-
Desember tahun 2016
No Nama Obat Satuan Biaya
Pemesanan
Biaya
Penyimpanan
1 Lantus Pen Rp 12.900 Rp 923.667
2 Paracetamol infus Botol Rp 25.800 Rp 1.433.034
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 12.900 Rp 892.240
4 Pantoprazole inj Vial Rp 25.800 Rp 966.442
5 KTM Inj Ampul Rp 8.600 Rp 440.000
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 25.800 Rp 604.933
7 Isofluran Botol Rp 8.600 Rp 485.971
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 25.800 Rp 442.704
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 25.800 Rp 617.728
10 Futrolit Botol Rp 25.800 Rp 546.944
11 Ringer Asetat 500 ml Botol Rp 25.800 Rp 444.000
87
No Nama Obat Satuan Biaya
Pemesanan
Biaya
Penyimpanan
Iinfusion
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 25.800 Rp 526.680
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 8.600 Rp 433.600
14 Adalat Oros Tablet Rp 25.800 Rp 367.500
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 25.800 Rp 473.503
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 12.900 Rp 427.267
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 8.600 Rp 431.200
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 12.900 Rp 445.500
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 4.300 Rp 336.600
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 12.900 Rp 368.715
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 25.800 Rp 337.883
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 8.600 Rp 372.006
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 12.900 Rp 580.800
24 Leucogen Vial Rp 4.300 Rp 562.485
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 8.600 Rp 348.480
Total Rp 421.400 Rp 13.809.883
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya pemesanan
obat kelompok A pada metode konsumsi adalah sebesar Rp 421.400
dan biaya penyimpanannya sebesar Rp 13.809.883.
88
5.4.2. Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpana Obat Kelompok
A Bila Menggunakan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2016
Untuk perhitungan estimasi biaya pemesanan pada metode
EOQadalah sebagai berikut:
Kebutuhan Lantus selama 3 bulan = 326 pen
Biaya pemesanan per order = Rp 4.300
Biaya penyimpanan per satuan obat = Rp 17.000
Jumlah obat setiap kali pemesanan = 83 pen
Jadi, estimasi biaya pemesanan pada metode EOQ yaitu sebesar
Rp 16.969.
Untuk perhitungan estimasi biaya penyimpanan pada metode
EOQadalah sebagai berikut:
Kebutuhan Lantus selama 3 bulan = 326 pen
Biaya pemesanan per order = Rp 4.300
Biaya penyimpanan per satuan obat = Rp 17.000
Jumlah obat setiap kali pemesanan = 83 pen
89
Jadi, estimasi biaya penyimpanan pada metode EOQyaitu
sebesar Rp 702.182.
Untuk perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan
berdasarkan metode EOQsama untuk semua obat kelompok A,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 12 Estimasi Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan
Obat Kelompok A Berdasarkan Metode EOQ selama bulan
Oktober-Desember tahun 2016
No Nama Obat Satuan Biaya
Pemesanan
Biaya
penyimpanan
1 Lantus Pen Rp 16.969 Rp 702.182
2 Paracetamol infus Botol Rp 57.841 Rp 639.201
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 23.092 Rp 498.431
4 Pantoprazole inj Vial Rp 52.726 Rp 472.905
5 KTM Inj Ampul Rp 12.751 Rp 296.770
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 54.822 Rp 284.690
7 Isofluran Botol Rp 15.915 Rp 262.601
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 44.399 Rp 257.255
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 63.896 Rp 249.427
10 Futrolit Botol Rp 61.144 Rp 230.787
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol Rp 52.672 Rp 217.484
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 64.016 Rp 212.264
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 17.636 Rp 211.439
14 Adalat Oros Tablet Rp 46.112 Rp 205.617
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 59.913 Rp 203.901
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 27.832 Rp 198.039
90
No Nama Obat Satuan Biaya
Pemesanan
Biaya
penyimpanan
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 19.467 Rp 190.496
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 30.303 Rp 189.651
19
Efedrin HCL Tablet 25 mg
Tablet Rp
8.028
Rp 180.284
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 26.978 Rp 176.308
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 50.017 Rp 174.287
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 18.696 Rp 171.124
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 41.770 Rp 179.370
24 Leucogen Vial Rp 13.929 Rp 173.646
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 21.152 Rp 141.686
Total Rp 902.075 Rp 6.719.843
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya pemesanan
obat kelompok A pada metode EOQadalah sebesar Rp 902.075 dan
biaya penyimpanannya sebesar Rp 6.719.843.
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang ada pada tabel diatas
menyatakan bahwa biaya tersebut adalah estimasi biaya yang akan dikeluarkan
dalam periode tertentu yang di mana dalam hal ini selama 3 bulan di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan estimasi
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan obat kelompok A dengan metode konsumsi
dan dengan menggunakan perhitungan EOQ. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat
pada tabel berikut:
91
Tabel 5. 13 Perbandingan Metode Konsumsi dan Metode EOQ pada Obat
Kelompok A
Biaya Metode Konsumsi Metode EOQ
Biaya Pemesanan Rp 421.400 Rp 902.075
Biaya Penyimpanan Rp 13.809.883 Rp 6.719.843
Total Rp 14.231.283 Rp 7.621.919
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel 6.2 diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara
biaya pemesanan dengan menggunakan metode rumah sakit dan biaya pemesanan
dengan menggunakan metode EOQ. Begitu juga dengan biaya penyimpanan dengan
menggunakan metode rumah sakit dan biaya penyimpanan dengan metode EOQ
terdapat perbedaan. Biaya pemesanan terbesar yaitu dengan menggunakan metode
EOQ sebesar Rp 902.075. Sedangkan biaya penyimpanan terbesar yaitu dengan
menggunakan metode rumah sakit sebesar Rp 13.809.883.
5.5. Estimasi TIC pada Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016
Berkaitan dengan indikator efisiensi pengadaan menurut Rangkuti
(2004) dapat dilihat dari perhitungan total biaya persediaan/ Total Inventory
Costs (TIC). Berikut rumus perhitungannya:
Keterangan:
k = biaya pemesanan per pesanan
D = permintaan (demand) per periode
Q = jumlah obat yang dipesan per pemesanan
92
h = biaya penyimpanan
Q/2= rata-rata persediaan
Perhitungan TIC yang menggunakan metode konsumsi pada Lantus
yaitu sebagai berikut:
Diketahui:
k (biaya pemesanan) = Rp 4.300
D (permintaan (demand) per periode) = 326 pen
Q (jumlah obat yang dipesan per pemesanan) = 109 pen
h (biaya penyimpanan) = Rp 17.000
Jadi, perhitungan Lantus dengan menggunakan metode rumah sakit
memiliki TIC sebesar Rp 936.567. Untuk perhitungan TIC berdasarkan metode
konsumsi sama untuk semua obat kelompok A, sehingga didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 5. 14 Estimasi TIC Obat Kelompok A Berdasarkan Metode
Konsumsi selama bulan Oktober-Desember tahun 2016
No Nama Obat Satuan TIC
1 Lantus Pen Rp 936.567
2 Paracetamol infus Botol Rp 1.458.834
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 905.140
4 Pantoprazole inj Vial Rp 992.242
5 KTM Inj Ampul Rp 448.600
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 630.733
7 Isofluran Botol Rp 494.571
93
No Nama Obat Satuan TIC
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 468.504
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 643.528
10 Futrolit Botol Rp 572.744
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol Rp 469.800
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 552.480
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 442.200
14 Adalat Oros Tablet Rp 393.300
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 499.303
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 440.167
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 439.800
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 458.400
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 340.900
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 381.615
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 363.683
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 380.606
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 593.700
24 Leucogen Vial Rp 566.785
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 357.080
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa estimasi TIC yang paling
tinggi pada obat kelompok A dengan metode konsumsi yaitu Paracetamol infus
sebesar Rp 1.458.834. Sedangkan estimasi TIC yang paling rendah yaitu
Efedrin HCL Tablet 25 mg sebesar Rp 340.900.
Sedangkan perhitungan TIC yang menggunakan metode EOQ pada
Lantus yaitu sebagai berikut:
94
Diketahui:
k (biaya pemesanan) = Rp 4.300
D (permintaan (demand) per periode) = 326 pen
Q (jumlah obat yang dipesan per pemesanan) = 83 pen
h (biaya penyimpanan) = Rp 17.000
Jadi, perhitungan Lantus dengan menggunakan metode EOQ memiliki
TIC sebesar Rp 719.151. Untuk perhitungan TIC berdasarkan metode
EOQsama untuk semua obat kelompok A, sehingga didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 5. 15 Estimasi TIC Obat Kelompok A Berdasarkan Metode EOQ
selama bulan Oktober-Desember tahun 2016
No Nama Obat Satuan TIC
1 Lantus Pen Rp 719.151
2 Paracetamol infus Botol Rp 697.042
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 521.523
4 Pantoprazole inj Vial Rp 525.631
5 KTM Inj Ampul Rp 309.521
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 339.512
7 Isofluran Botol Rp 278.516
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 301.653
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 313.323
10 Futrolit Botol Rp 291.931
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol Rp 270.155
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 276.280
95
No Nama Obat Satuan TIC
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 229.075
14 Adalat Oros Tablet Rp 251.730
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 263.814
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 225.871
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 209.962
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 219.954
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 188.312
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 203.286
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 224.305
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 189.820
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 221.140
24 Leucogen Vial Rp 187.575
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 162.838
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa estimasi TIC yang paling
tinggi pada obat kelompok A dengan metode EOQyaitu Lantus sebesar Rp
719.151. Sedangkan estimasi TIC yang paling rendah yaitu Citicoline 1000 mg
Tab sebesar Rp 162.838.
Selanjunya dilakukan perbandingan TIC antara metode konsumsi dan
metode EOQ yaitu sebagai berikut:
96
Tabel 5. 16 Estimasi Perbandingan TIC Obat Kelompok A dengan Metode Konsumsi Dan Metode EOQ
No Nama Obat Satuan TIC Konsumsi TIC EOQ Selisih Persentase
Efisiensi
1 Lantus Pen Rp 936.567 Rp 719.151 Rp 217.416 23%
2 Paracetamol infus Botol Rp 1.458.834 Rp 697.042 Rp 761.792 52%
3 Cefaperazon Sulbactam 1gr
Serbuk Inj
Vial Rp 905.140 Rp 521.523 Rp 383.617 42%
4 Pantoprazole inj Vial Rp 992.242 Rp 525.631 Rp 466.611 47%
5 KTM Inj Ampul Rp 448.600 Rp 309.521 Rp 139.079 31%
6 Ringer Laktat larutan Infus
Steril
Botol Rp 630.733 Rp 339.512 Rp 291.221 46%
7 Isofluran Botol Rp 494.571 Rp 278.516 Rp 216.055 44%
8 Cefaperazon 1000 mg Vial Rp 468.504 Rp 301.653 Rp 166.851 36%
9 Ceftriaxone injeksi Vial Rp 643.528 Rp 313.323 Rp 330.205 51%
10 Futrolit Botol Rp 572.744 Rp 291.931 Rp 280.814 49%
11 Ringer Asetat 500 ml
Iinfusion
Botol Rp 469.800 Rp 270.155 Rp 199.645 42%
12 Azitromycine 500 mg Injeksi Ampul Rp 552.480 Rp 276.280 Rp 276.200 50%
13 Ceftazidime injek 1 gram Vial Rp 442.200 Rp 229.075 Rp 213.125 48%
97
No Nama Obat Satuan TIC Konsumsi TIC EOQ Selisih Persentase
Efisiensi
14 Adalat Oros Tablet Rp 393.300 Rp 251.730 Rp 141.570 36%
15 Cefotaxim Injeksi Vial Rp 499.303 Rp 263.814 Rp 235.489 47%
16 Ciprofloxacin 200mg/100ml
Infusion
Botol Rp 440.167 Rp 225.871 Rp 214.296 49%
17 Aminofluid 500 ml Inf Botol Rp 439.800 Rp 209.962 Rp 229.838 52%
18 Metronidazole 500mg/100ml
Infusion
Botol Rp 458.400 Rp 219.954 Rp 238.446 52%
19 Efedrin HCL Tablet 25 mg Tablet Rp 340.900 Rp 188.312 Rp 152.588 45%
20 Natrium Klorida 0,9% Steril
Infusion
Botol Rp 381.615 Rp 203.286 Rp 178.329 47%
21 Imipenem Injeksi Ampul Rp 363.683 Rp 224.305 Rp 139.379 38%
22 Manitol 100g/500ml Infus Botol Rp 380.606 Rp 189.820 Rp 190.787 50%
23 Aqua pro injek 25ml Botol Rp 593.700 Rp 221.140 Rp 372.560 63%
24 Leucogen Vial Rp 566.785 Rp 187.575 Rp 379.210 67%
25 Citicoline 1000 mg Tab Tablet Rp 357.080 Rp 162.838 Rp 194.242 54%
Total Rp 14.231.283 Rp 7.621.919 Rp 6.609.364 46%
Sumber: Hasil pengolahan data RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
98
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada obat kelompok A
dengan menggunakan metode EOQ memiliki estimasi nilai TIC yang lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan metode konsumsi. Adapun presentase
penurunan nilai TIC obat kelompok A jika menggunakan metode EOQ yaitu 46%
atau sebesar Rp 6.609.364 dari seluruh nilai TIC pada obat kelompok A yang akan
dikeluarkan oleh rumah sakit yaitu sebesar Rp 14.231.283.
99
BAB VI
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya
maka bab ini ditujukan untuk membahas hasil penelitian tersebut. Pada pembahasan
akan dibagi menjadi empat bagian yaitu menjelaskan keterbatasan penelitian,
pembahasan mengenai jenis, jumlah dan frekuensi pengadaan obat kelompok A
dengan dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan bila
dilakukan metode EOQ, selanjutnya mengenai estimasi biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan
bila dilakukan metode EOQ dan terakhir mengenai estimasi TIC pada pengadaan
obat kelompok A antara dengan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit
saat ini dan bila dilakukan metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016.
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengalami beberapa keterbatasan, berikut
paparannya :
1. Keterbatasan waktu penelitian terkait pengambilan data yang hanya
melihat estimasi nilai TIC untuk tiga bulan saja atau trisemester ke empat.
2. Pemahaman informan terkait metode perencanaan pengadaan masih
kurang dan masih ada informan yang bekerja tidak sesuai dengan
bidangnya, sehingga pada saat wawancara informan kesulitan untuk
menjelaskan apa yang dibutuhkan dalam penelitian. Selain itu, untuk
100
menjawab pertanyaan dalam wawancara mendalam, banyak informan yang
menggunakan asumsi-asumsi dan estimasi untuk menentukan jumlah
besaran nilai dalam menentukan komponen dari biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan yang digunakan dalam perhitungan persediaan.
3. Kesulitan dalam pengumpulan data sekunder yaitu terkendalanya data dari
laporan-laporan yang pencatatan masih terjadi kesalahan sehingga
kesulitan proses pengolahan data karena belum ada sistem informasi yang
terintegrasi. Selain itu, tidak semua data yang menunjang penelitian ini
dapat diperoleh di tempat penelitian karena adanya data yang belum
pernah disusun atau didokumentasikan secara sistematik.
4. Dalam penelitian ini hanya menggunakan dua metode yang di uji yaitu
metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit saat ini dan metode
EOQ.
6.2. Jumlah dan Frekuensi Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode
Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2016.
Dalam menentukan jumlah dan frekuensi pengadaan obat di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya peneliti hanya memilih obat kelompok A berdasarkan
hasil dari perhitungan ABC investasi obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Tahun 2015. Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan semata-mata
untuk mengurutkan jumlah pemakaian dan nilai investasinya, kemudian
mengelompokkan jenis barang dalam suatu upaya mengetahui jenis pergerakan
obat yang meliputi berbagai jenis, banyak jumlah serta pola kebutuhan yang
berbeda-beda (Assauri, 2004).
101
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI (2008)
klasifikasi persediaan berdasarkan pemakaian dan investasi dibagi atas 3
bagian, yaitu kelompok A, B dan C. Kelompok A adalah bagian yang sangat
tinggi yang dimana kelompok dengan nilai persediaan tertinggi 70% atau lebih
dari total dari total keseluruhan persediaan dan kelompok kedua yaitu
kelompok B yang dimana mendapat 20% dari perhitungan total persediaan
yang ada dan untuk kelompok C yaitu sebesar kurang lebih 10% dari total
keseluruhan.
Menurut Heizer dan Render (2010) analisis ABC adalah untuk
memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang
paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan. Tidaklah realistis
jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan
barang yang sangat mahal. Adapun persediaan obat berdasarkan ABC investasi
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:
1. Kelompok A
Persediaan obat yang tergolong kelompok A di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 25 (6%) jenis obat dengan pemakaian
anggaran 70 % dari total investasi obat di SR SMC Kabupaten
Tasikmalaya. Menurut Heizer dan Render (2010) obat kelompok A
merupakan barang dengan jumlah fisik kecil dengan nilai investasi yang
besar, sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih
ketat, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih
sering.
102
2. Kelompok B
Persediaan obat yang tergolong kelompok B di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 65 (15%) jenis obat dengan pemakaian
anggaran 20 % dari total investasi obat di SR SMC Kabupaten
Tasikmalaya. Menurut Heizer dan Render (2010) obat kelompok B
merupakan barang dengan jumlah fisik dan nilai investasi yang sedang,
sehingga obat yang tergolong kelompok B memerlukan perhatian yang
cukup penting setelah kelompok A.
3. Kelompok C
Persediaan obat yang tergolong kelompok C di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 332 (79%) jenis obat dengan pemakaian
anggaran 10 % dari total investasi obat di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya. Menurut Heizer dan Render (2010) obat kelompok C
merupakan barang dengan jumlah fisik yang besar namun nilai investasi
yang kecil. Sehingga obat yang tergolong kelompok C tidak memerlukan
pengendalian ketat seperti kelompok A dan B.
Pada tabel 5.2 diketahui bahwa jumlah investasi obat kelompok A pada
tahun 2015 yaitu sebesar 70% dari total investasi obat di rumah sakit sebesar
Rp 7.784.278.607. dengan jumlah presentase item obat sebesar 6% atau 25
item obat. Dengan investasi yang sangat tinggi pada obat kelompok A, maka
diperlukan pengawasan dan pengendalian yang baik. Dalam penelitian yang
dilakukan Nugroho (2012) yang dimaksud obat kelompok A adalah kelompok
obat yang menggunakan anggaran rumah sakit yang paling banyak sehingga
harus dikendalikan secara ketat yaitu dengan membuat laporan penggunaan
103
secara rinci agar dapat dilakukan monitoring secara terus menerus supaya tidak
terjadi kebocoran biaya.
Setelah diketahui item obat yang termasuk kedalam kelompok A, maka
obat tersebut akan dilihat bagaimana jumlah pemesanan dan frekuensi
pemesanan berdasarkan metode konsumsi dan berdasarkan metode EOQ.
Dalam penentuan jumlah dan frekuensi pemesanan obat kelompok A
berdasarkan hasil wawancara mendalam di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
yaitu disesuaikan dengan kebutuhan yang didasarkan pada pemakaian
sebelumnya dan disesuaikan dengan tersedianya dana. Selanjutnya berdasarkan
hasil telaah dokumen dapat dilihat pada tabel 5.5 yaitu terkait data perencanaan
jumlah dan frekuensi pengadaan obat kelompok A bulan Oktober sampai
Desember tahun 2016 di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan tabel
5.5 tersebut diketahui bahwa jumlah dan frekuensi pengadaan setiap jenis obat
kelompok A berbeda-beda, hal ini dikarenakan oleh kebutuhan setiap jenis obat
kelompok A yang bebeda-beda dan dipengaruhi oleh ketersediaan dana di
rumah sakit.
Metode EOQ adalah metode yang digunakan untuk menentukan
kuantitas pengadaan persediaan yang meminimumkan biaya langsung
penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan (Bowersox, 2004).
Menurut Bowersox (2004) dalam melakukan metode EOQ diperlukan
perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Selain itu menurut
Mardiyanto (2009) ada dua macam biaya yang perlu dipertimbangkan dalam
model EOQ adalah biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
104
Biaya pemesanan menurut Rangkuti (1996) adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan
dari penjual sejak dari pemesanan (order) dibuat dan dikirim dan diserahkan
serta diinfeksi di gudang atau daerah pengolahan. Untuk biaya pemesanan
sendiri di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tidak memiliki perhitungan secara
terperinci namun berdasarkan teori menurut Rangkuti (1996) bahwa biaya
pemesanan di pengaruhi oleh upah yang dikerjakan oleh staf, biaya telepon,
biaya listrik, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pencetakan surat
pemesanan, biaya ekspedisi dan biaya pengiriman ke gudang. Dikarenakan
tidak adanya perhitungan maka peneliti melakukan perhitungan berdasarkan
teori yang ada berdasarkan komponen-komponen tersebut dan disesuaikan
dengan keadaan di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya terkait proses
pengadaannya yang dapat dilihat pada tabel 5.6.
Dari tabel 5.6 tersebut diketahui bahwa biaya pemesanan obat di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari upah staf pemesanan, biaya telepon,
biaya listrik dan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pencetakan surat
pemesanan. Untuk biaya ekspedisi tidak dihitung karena tidak ada biaya yang
dikeluarkan oleh rumah sakit untuk kegiatan itu, pihak distributor obat secara
langsung mengirimkan obat yang telah di pesan ke rumah sakit. Total biaya
yang dikeluarkan RS SMC Kabupaten Tasikmalaya untuk setiap pemesanan
obat yaitu sebesar Rp 4.300. Untuk biaya yang dikeluarkan untuk setiap
pemesanan obat tersebut masih dianggap normal karena disesuaikan dengan
keadaan yang ada di bagian pengadaan obat. Namun, kisaran biaya yang
diperhitungkan oleh peneliti sebagian besar dari perhitungan estimasi yang
105
peneliti dapat dari hasil wawancara mendalam pada staf yang melakukan
pemesanan dan pembelian obat.
Pada perhitungan biaya pemesanan selalu tetap untuk perhitungan
setiap item obat yang ada dikarenakan dalam proses pemesanan tidak
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah obat yang dipesan tetapi lebih diperhatikan
kepada banyaknya komponen yang mempengaruhi proses pemesanan tersebut
seperti besarnya tenaga yang dikeluarkan atau sumber daya yang digunakan.
Sedangkan biaya pemesanan dipengaruhi oleh frekuensi pemesanan yang
dibutuhkan dalam satu periode.
Biaya penyimpanan merupakan biaya-biaya yang diperlukan berkenaan
dengan adanya persediaan yang meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan
perusahaan akibat adanya sejumlah persediaan (Rangkuti, 1996). Biaya
penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penyimpanan
obat. Biaya penyimpanan ditentukan dari besarnya nilai yang terkandung pada
obat tersebut. Menurut Rangkuti (1996) bahwa yang termasuk biaya
penyimpanan adalah biaya seperti fasilitas penyimpanan (penyusutan gedung
dan peralatan), biaya asuransi gedung, biaya keusangan dan biaya lainnya yang
mempengaruhi penyimpanan barang itu sendiri.
Untuk perhitungan biaya penyimpanan tidak sama dengan biaya
pemesanan obat. Menurut Ria (2012) biaya penyimpanan akan berubah atau
tidak tetap karena dipengaruhi oleh nilai obat atau harga obat itu sendiri. Biaya
penyimpanan menurut Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari harga unit
barang. Namun, seperti yang telah dijelaskan peneliti sebelumnya untuk biaya
106
penyimpanan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya dari hasil wawancara
mendalam yaitu sebesar 20% dari harga obat itu sendiri.
Seperti pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa obat Azitromycine 500 mg
Injeksi dengan harga Rp 103.950 memiliki biaya penyimpanan sebesar Rp
20.790, sedangkan pada Ringer Laktat larutan Infus Steril dengan harga Rp
5.200 memiliki biaya penyimpanan sebesar Rp 1.040. Dari perhitungan
tersebut dapat dijelaskan bahwa besarnya biaya penyimpanan tidaklah sama
untuk semua obat. Semakin tinggi nilai obat tersebut maka semakin tinggi juga
biaya penyimpanan yang akan dikeluarkan begitu juga sebaliknya, semakin
rendah nilai obat tersebut maka maka semakin rendah juga biaya penyimpanan
yang akan dikeluarkan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan
jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan obat kelompok A dengan metode
konsumsi dan dengan menggunakan perhitungan EOQ. Dapat dilihat pada tabel
5.10 menunjukan bahwa terdapat perbedaan jumlah pemesanan obat kelompok
A dengan menggunakan metode konsumsi dan dengan menggunakan metode
EOQ. Begitu juga dengan frekuensi pemesanan terdapat perbedaan antara
dengan menggunakan metode konsumsi dan dengan menggunakan metode
EOQ. Dalam metode konsumsi jumlah pemesanan sangatlah banyak dan
frekuensi pemesanan yang tidak terlalu sering dibandingan dengan hasil
perhitungan dengan metode EOQ. Dengan metode EOQ jumlah pemesanan
menjadi sedikit dan frekuensi pemesanan yang menjadi lebih sering. Hal ini
disebabkan karena dalam metode EOQ mempertimbangkan biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan. Sedangkan dengan metode konsumsi
107
rumah sakit tidak mempertimbangkan biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan tetapi lebih didasarkan pada pemakaian sebelumnya dimana jumlah
prekuinsi pemesanan ditentukan dengan melihat data pemakaian sebelumnya
dengan mempertimbangkan dana yang tersedia.
Jumlah obat yang harus dibeli untuk setiap kali pemesanan dengan
metode EOQ memang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pemesanan
berdasarkan metode konsumsi. Namun, untuk frekuensi pemesanan dengan
metode rumah sakit lebih sedikit dibandingkan dengan metode EOQ. Frekuensi
pemesanan yang lebih sedikit akan menekan biaya pemesanan yang harus
dikeluarkan oleh rumah sakit, sedangkan jumlah pemesanan yang lebih sedikit
akan menekan biaya penyimpanan obat yang harus dikeluarkan oleh rumah
sakit.
6.3. Estimasi Biaya Pemesanan dan Estimasi Biaya Penyimpanan Obat
Kelompok A dengan Metode Konsumsi dan Metode EOQ di RS SMC
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) estimasi adalah
perkiraan, penilaian atau pendapat. Estimasi adalah suatu metode dimana kita
dapat memperkirakan nilai dari suatu populasi dengan menggunakan nilai dari
sampel. Biaya pemesanan adalah biaya yang diperlukan untuk memesan atau
membeli suatu barang. Sedangkan biaya penyimpanan merupakan biaya yang
diperlukan akibat adanya penyimpana barang.
Dalam penelitian ini telah dijelaskan bahwa estimasi biaya pemesanan
dan estimasi biaya penyimpanan yang digunakan pada obat kelompok A di RS
SMC Kabupaten Tasikmalaya adalah untuk trisemester keempat atau untuk
108
estimasi biaya pemesanan dan estimasi biaya penyimpanan yang akan
dikeluarkan oleh rumah sakit pada bulan Oktober sampai Desember 2016
terdapat pada tabel 5.13. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa
terdapat perbedaan antara biaya pemesanan dengan menggunakan metode
konsumsi dan biaya pemesanan dengan menggunakan metode EOQ. Begitu
juga dengan biaya penyimpanan dengan menggunakan metode konsumsi dan
biaya penyimpanan dengan metode EOQ terdapat perbedaan. Biaya pemesanan
terbesar yaitu dengan menggunakan metode EOQ. Sedangkan biaya
penyimpanan terbesar yaitu dengan menggunakan metode rumah sakit.
Berdasarkan metode EOQ frekuensi pemesanan lebih sering dilakukan
sehingga hal tersebut berdampak pada besarnya biaya pemesasan yang
dikeluarkan. Sedangkan bedasarkan metode konsumsi pemesanan tidak sering
dilakukan maka biaya pemesanan yang akan dikeluarkan pada metode
konsumsi lebih rendah dari pada dengan metode EOQ. Semakin tinggi
frekuensi pemesanan yang dilakukan maka semakin tinggi pula jumlah biaya
yang dikeluarkan untuk pemesanan. Sama seperti penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ayuningtias (2009) bahwa dengan melakukan konsep seperti
itu untuk meminimalkan biaya pemesanan per periode adalah dengan memesan
persediaan sekaligus sehingga frekuensi pemesanan menjadi lebih kecil, tetapi
disisi lain jika kita memesan lebih banyak, perlu dipertimbangkan adanya biaya
yang muncul seperi biaya penyimpanan. Seperti obat kelompok A di IFRS
SMC Kabupaten Tasikmalaya yang perlu pengawasan dan pengendalian yang
baik terutama terkait biaya penyimpanannya dikarenakan memiliki nilai
109
investasi obat yang besar sehingga membutuhkan biaya penyimpanan yang
besar pula.
Besarnya biaya penyimpanan juga dipengaruhi oleh banyaknya obat
yang akan disimpan, semakin banyak obat yang akan disimpan maka semakin
besar juga biaya penyimpanan yang akan dikeluarkan. Jika semakin sedikit
obat yang akan disimpan maka semakin rendah juga biaya penyimpanan yang
akan dikeluarkan. Seperti dalam penelitian Ria (2012) menjelaskan bahwa
biaya penyimpanan dan biaya pemesanan selalu berbanding terbalik, dimana
biaya pemesanan bersifat konstan atau tetap sedangkan biaya penyimpanan
bersifat tidak tetap karena dipengaruhi oleh harga obat dan banyaknya obat
yang disimpan.
Selanjutnya dapat dijelaskan juga bahwa jika menggunakan metode
konsumsi maka biaya pemesanan yang akan dikeluarkan lebih kecil
dibandingkan dengan biaya penyimpanannya. Hal tersebut dikarenakan biaya
pemesanan yang bersifat konstan atau tetap, dimana seberapa banyak jumlah
obat yang dipesan kepada satu distributor akan tetap. Tetapi pada biaya yang
akan dikeluarkan untuk penyimpanannya bersifat tidak konstan atau tidak tetap
karena biaya penyimpanan dipengaruhi oleh jumlah obat yang dipesan dan
harga obat itu sendiri.
Untuk perhitungan dengan metode EOQ dapat dilihat pada tabel 6.2
bahwa biaya yang akan dikeluarkan untuk biaya penyimpanan akan lebih kecil.
Hal tersebut dikarenakan besarnya penyimpanan tergantung dari besarnya
biaya harga obat itu sendiri sehingga semakin kecil jumlah barang yang di
pesan maka akan memperkecil biaya penyimpanan yang akan dikeluarkan.
110
Dilihat dari segi efisiensi, dengan metode EOQ lebih efisien dalam jumlah
pemesanan dan lebih ekonomis dalam pengeluaran biaya penyimpanan namun
untuk efisiensi biaya pemesanan maka metode konsumsi yang dilakukan rumah
sakit lebih efisien.
Ini adalah alasan mengapa dalam menentukan besarnya jumlah
pemesanan diperlukan pertimbangan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
agar didapatkan jumlah pemesanan dan frekuensi pembelian yang efektif dan
efesien. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode EOQ.
6.4. Estimasi TIC Pada Pengadaan Obat Kelompok A dengan Metode Rumah
Sakit dan Metode EOQ di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016
Menurut Pudjaningsih (1996) efisiensi pengadaan dapat dilihat dari
nilai TIC (Total Inventory Costs), ITOR (Iventory Turn Over Ratio) dan nilai
likuiditas. Total Inventory Costs (TIC) merupakan salah satu faktor untuk
menghitung efisiensi pengadaan yang dihitung berdasarkan biaya pemesanan
(ordering costs) ditambah dengan biaya penyimpanan (holding cost)
(Rangkuti, 2004).
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada obat kelompok A
dengan menggunakan metode EOQ memiliki estimasi nilai TIC yang lebih
rendah atau secara teori cenderung lebih efisien dibandingkan dengan
menggunakan metode konsumsi. Adapun presentase penurunan TIC yang
diperoleh jika menggunakan metode EOQ yaitu 46% atau sebesar Rp
6.609.364 dari seluruh nilai TIC pada obat kelompok A yang akan dikeluarkan
oleh rumah sakit yaitu sebesar Rp 14.231.283.
111
Dari hal tersebut dapat dijelaskan dengan metode EOQ dapat
menghasilkan tingkat persediaan yang seminimum mungkin dengan biaya
rendah. Dengan menggunakan metode EOQ, suatu rumah sakit akan mampu
menghemat biaya persediaan karena adanya efisiensi persediaan obat di rumah
sakit yang bersangkutan. Sedangkan dengan metode konsumsi menghasilkan
TIC yang lebih tinggi dari pada metode EOQ. Meskipun dalam biaya
pemesanan metode konsumsi lebih rendah dari pada metode EOQ, tetapi
berdasarkan perhitungan TIC, TIC dengan metode konsumsi lebih tinggi
dengan metode EOQ. Hal ini dikarenakan biaya pemesanan pada metode
konsumsi lebih tinggi dari pada dengan metode EOQ.
Seperti dalam penelitian Suryoningrat dkk (2014) menyebutkan bahwa
penerapan metode EOQ dalam perencanaan pengadaan gabungan obat pareto
dan VEN di IFRS PKU Muhammadiyah mampu menghasilkan total biaya yang
lebih rendah dibanding dengan metode yang diterapkan berdasarkan kebijakan
IFRS PKU Muhammadiyah Bantul. Selain itu, dalam penelitian Ria (2012)
menyebutkan bahwa pengadaan barang di Rumah Sakit Pertamina Jaya dengan
metode EOQ, biaya persediaan EOQ lebih efisien dan dapat mencegah
kekosongan barang meskipun terdapat perbedaan jumlah pemesanan barang
serta frekuensi pembelian. Dengan menggunakan metode EOQ, jumlah barang
yang di pesan lebih sedikit dan frekuensi pembelian akan lebih sering.
Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Nadia (2011)
menyebutkan bahwa metode EOQ dalam menentukan jumlah optimal dapat
meningkatkan efisiensi pada persediaan obat antibiotik sebesar Rp.
149.818.987 selama satu tahun di gudang medik Rumah Sakit Puri Cinere.
112
Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan Nugroho (2012) menyebutkan
bahwa total biaya persediaan obat antibiotik kelompok A mengalami
pengurangan mencapai 23% dibandingkan dengan total biaya persediaan
dengan menggunakan cara rumah sakit di RSUD Dokter Soudarso.
Selanjutnya dengan adanya penerapan metode EOQ, rumah sakit akan
mampu mengurangi biaya penyimpanan, penghematan ruang, baik untuk
ruangan gudang dan ruangan kerja, menyelesaikan masalah–masalah dari
persediaan yang menumpuk sehingga mengurangi risiko yang dapat timbul
karena persediaan yang ada di gudang. Dengan adanya kuantitas pembelian
optimal juga biaya-biaya persediaan akan dapat ditekan menjadi serendah-
rendahnya sehingga efisiensi persediaan bahan baku di perusahaan dapat
terlaksana dengan baik.
Selain itu, menurut Rngkuti (2004) perlu diperhatikan juga bahwa
dengan metode EOQ memiliki banyak keterbatasan dan kondisi-kondisi yang
harus dipenuhi, misalnya tentang perubahan harga. Hal tersebut dikarenakan
metode EOQ ini tidak memperhitungkan tentang perubahan harga yang
kemungkinan terjadi, maka hendaknya rumah sakit juga memperhatikan faktor
perubahan harga dalam menentukan pembelian persediaan obat. Selain itu
dalam penggunaan metode EOQ terdapat beberapa asumsi yang harus
dipenuhi, antara lain permintaan akan jumlah kebutuhan obat, harga per item
obat, biaya penyimpanan per item obat per tahun, biaya pemesanan, waktu
antara pemesanan dilakukan sampai dengan obat diterima seharusnya konstan,
dan ketersedian obat di distributor.
113
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Perhitungan metode EOQ pada obat kelompok A memiliki estimasi nilai
TIC yang lebih rendah atau secara teori cenderung lebih efisien
dibandingkan dengan menggunakan metode konsumsi yang biasa
dilakukan rumah sakit.
2. Jumlah pemesanan obat kelompok A dengan menggunakan metode
konsumsi memiliki rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan
menggunakan metode EOQ, sedangkan frekuensi pemesanan obat
kelompok A dengan menggunakan metode konsumsi rata-rata tidak terlalu
sering dilakukan pemesanan dibandingkan dengan menggunakan metode
EOQ.
3. Estimasi biaya pemesanan obat kelompok A dengan menggunakan metode
konsumsi lebih rendah dibandingkan dengan metode EOQ dan estimasi
untuk biaya penyimpanannya obat kelompok A dengan menggunakan
metode EOQ lebih rendah atau lebih efisien dibandingkan dengan metode
konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit.
114
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit sebaiknya menerapkan metode EOQ dalam
perencanaan pengadaan obat karena hasil dari estimasi perhitungan
TIC, TIC dengan metode EOQ cenderung lebih efisien dari pada
penggunaan metode konsumsi yang biasa dilakukan rumah sakit rumah
sakit.
7.2.2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut dengan menggunakan metode epidemiologi dan metode
kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi pada
pengadaan obat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.
115
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y. (2003). Manajem Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Universitas
Indonesia. Hal: 73.
Ainy, Q. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Barang
di Gudang Sentral Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan kita Jakarta
Tahun 2012. Jakarta: Unipersitas Indonesia. Hal: 3.
Alhamidy, F. (2006). Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering
Berdasarkan Metode EOQ Pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani
Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. Hal: 13-25.
Aptel, Oliviel, M. P., & H. P. (2009). Improving Activities of Logistics Departemen
in Hospital: Comparasion of french and U.S Hospital. Volume 7, No 2, p.1.
Assauri, S. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Unversitas Indonesia. Hal: 101-105.
Ayuningtias, D. F. (2009). Analisis Biaya Persediaan Obat di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Kanker Dharmais. Depok: Universitas Indonesia. Hal: 85.
Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Jakarta:
Binarupa Aksara. Hal: 167.
Bowersox, D. (2004). Manajemen Logistik Integrasi Sistem-Sistem Manajemen Fisik
dan Material. Jakarta: Bumi aksara. Hal 214-221.
Divianto. (2011). Tinjauan Atas Planning, Replenishment (Skenario) dan Activities
Inventory Control. Jurnal pada Universitas Negri Sriwijaya Palembang.
Volume 1, No 1, p.91.
Farmalkes. (2015). Farmalkes, Kementrian Kesehatan RI. Dipetik November 12,
2016, dari Pertemuan Rutin & Rapat Evaluasi Penggunaan E-katalog
Direktorat Bina Obat Publik dengan Industri Farmasi dan Distributor:
http://binfar.kemkes.go.id/2016/06/pertemuan-rutin-rapat-evaluasi-
116
penggunaan-e-katalog-direktorat-bina-obat-publik-dengan-industri-farmasi-
dan-distributor/#.WCkWiaIprIU
Hadi, S. (2000). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Hal: 99-101.
Handoko, T. (2000). Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Hal: 165-168.
Hasibuan, M. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hal: 24.
Heizer, J., & Render, B. (2010). Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat. Hal:
73.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit.
Lumenta, N. (1990). Manajemen Logistic Rumah Sakit; Konsep dan Prinsip
Manajemen Rumah Sakit. Depkes RI: Dirjen Yanmed. Hal: 67.
Mardiyanto, H. (2009). Intisari Manajemen Keuangan . Jakarta: Grasindo. Hal: 56.
Miles, M., & Huberman, A. (1994). Qualitative data analysis: An expanded
sourcebook. New York: SAGE Publications. Hal: 203.
Nadia, F. (2011). Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang
Medik Rumah Sakit Puri Cinere Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia.
hal: 98.
Nugroho, A. (2012). Cost Effectivness Analysis Pengadaan Obat Antibiotik
Kelompok A Dengan Cara RSUD Dokter Soedarso Pontianak Dan Metode
EOQ Di RSUD RSUD Dokter Soedarso Pontianak . Depok: Universitas
Indonesia. Hal: 89-111
Onanuga. (2010). Dynamics of Inventory Cost Optimization - A Review of Theory
and Evidence. Research Journal of Finance and Accounting, Vol 5. No 22. p
1.
117
Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 04 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 03 Tahun
2011 Tentang Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014. Hal: 4
Pudjaningsih, D. (1996). Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat,
Magister Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Hal: 66
Quick. (1997). Managing Drug Supply, Second Edition. Kumarian Press book on
International Development. Hal: 263-271
Rangkuti, F. (1996). Manajemen Persediaan. Jakarta: PT Raja Gravindo. Hal: 113-
115.
Rangkuti, F. (2004). Manajemen Persediaan Edisi Kedua. Jakarta : Rajawali Press.
Halaman 84-90.
Rangkuti, F. (2007). Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT
Raja Grapindo Persada. Hal: 55.
RI, D. B. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.Hal:
10.
Ria, R. E. (2012). Analisis Pengadaan Barang Umum Dengan Metode EOQ Pada
Bagian Logistik Rumah Sakit Pertamina Jaya. Depok: Universitas Indonesia.
Hal: 73-76.
Siagian, S. (2003). Teori dan Praktek Kepeminpinan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal:
141.
Subagya, H. (1996). Manajemen Logistik. Jakarta: Toko Gunung Agung. Hal: 63-81.
Suciati, Adisasmito, & Wiku. (2006). Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan,
V(90) Hal: 19-26.
118
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal: 118.
Suryoningrat, D. (2014). Analisis Pengadaan Obat Berbasis Pareto Dan VEN
Dengan Metode EOQ Terhadap efisiensi Biaya di Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Bantul. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Hal: xv.
Susantun. (2000). Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan Efisiensi
Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.5 No. 2, hal 149 – 161.
Zuliani, E. (2008). Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik dengan Analisis ABC
Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebu Tahun 2008. Universitas Indonesia:
Depok. Hal: 3.
119
LAMPIRAN
120
Lampiran 1 Inform Concern
“Estimasi Total Inventory Cost (TIC) Pada Pengadaan Obat Kelompok A
Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Di Rumah Sakit Singaparna
Medika Citrautama (SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya Ratnasari, mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang
berjudul “Estimasi Total Inventory Cost (TIC) Pada Pengadaan Obat Kelompok A
Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Di Rumah Sakit Singaparna
Medika Citrautama (SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”.
Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan
keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan
keterangan yang diberikan nantinya akan dijadikan bahan masukan untuk
perencanaan pengadaan obat selanjutnya di gudang IFRS SMC Kabupaten
Tasikmalaya. Peneliti juga memohon untuk merekam pembicaraan selama proses
wawancara berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan isi informasi yang
diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Peneliti,
Ratnasari
121
Lampiran 2 Identitas Informan
Nama Informan :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan/Pekerjaan :
Lama Kerja :
Hari/Tanggal Wawancara :
Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul
“Estimasi Total Inventory Cost (TIC) Pada Pengadaan Obat Kelompok A Dengan
Metode Economic Order Quantity (EOQ) Di Rumah Sakit Singaparna Medika
Citrautama (SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”.
Tasikmalaya, __________ 2016
(……………………………….)
122
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Untuk Kepala Instalasi Farmasi
Pertanyaan :
1) Jelaskan tanggung jawab anda dalam hal Manajemen Logistik obat!
2) Jelaskan peran dan wewenang anda dalam Manajemen Logostik obat!
3) Bagaimana perencanaan pengadaan obat yang dilakukan di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
4) Bagaimana prosedur pengadaan obat yang dilakukan di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
5) Menurut anda apa yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan dan
pengadaan obat?
6) Bagaimana jumlah dan frekuensi pemesanan yang dilakukan rumah sakit saat
ini?
7) Menurut anda apakah SDM yang terkait dengan proses pengadaan telah
mencukupi?
8) Apakah selama ini dalam perencanaan pengadaaan obat menggunakan metode
EOQ?
9) Bagaimana komponen biaya SDM yang berkaitan dengan pemesanan obat?
10) Bagaimana komponen biaya telepon yang berkaitan dengan pemesanan obat?
11) Bagaimana komponen biaya ATK yang berkaitan dengan pemesanan obat?
12) Bagaimana komponen biaya listrik yang berkaitan dengan pemesanan obat?
13) Bagaimana komponen biaya yang berkaitan dengan penyimpanan obat?
Untuk Kepala Seksi Penunjang Medis
Pertanyaan :
1) Jelaskan tanggung jawab anda dalam hal Manajemen Logistik obat!
2) Jelaskan peran dan wewenang anda dalam Manajemen Logostik obat!
3) Bagaimana perencanaan pengadaan obat yang dilakukan di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
4) Bagaimana prosedur pengadaan obat yang dilakukan di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
123
5) Bagaimana jumlah dan frekuensi pemesanan yang dilakukan rumah sakit saat
ini?
6) Menurut anda apakah SDM yang terkait dengan proses pengadaan telah
mencukupi?
7) Bagaimana pendapat anda mengenai proses pembayaran yang dilakukan dengan
metode Pengadaan yang saat ini dilakukan?
8) Apakah selama ini dalam perencanaan pengadaaan obat menggunakan metode
EOQ?
9) Bagaimana komponen biaya yang berkaitan dengan penyimpanan obat?
10) Jelaskan apakah ada kecenderungan terjadi penyimpangan dan kebocoran dana
dengan metode Pengadaan saat ini!
Untuk Kepala Bagian Keuangan
Pertanyaan :
1) Jelaskan tanggung jawab anda dalam hal Manajemen Logistik obat!
2) Jelaskan peran dan wewenang anda dalam Manajemen Logistik obat!
3) Bagaimana pendapat anda mengenai proses pembayaran yang dilakukan dengan
metode Pengadaan yang saat ini dilakukan?
4) Bagaimana komponen biaya yang berkaitan dengan penyimpanan obat?
5) Jelaskan apakah ada kecenderungan terjadi penyimpangan dan kebocoran dana
dengan metode Pengadaan saat ini!
Untuk Pejabat Pengadaan
Pertanyaan :
1) Jelaskan tanggung jawab anda dalam hal Manajemen Logistik obat!
2) Jelaskan peran dan wewenang anda dalam Manajemen Logostik obat!
3) Bagaimana prosedur pengadaan obat yang dilakukan di RS SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
4) Bagaimana jumlah dan frekuensi pemesanan yang dilakukan rumah sakit saat
ini?
124
5) Menurut anda apakah SDM yang terkait dengan proses pengadaan telah
mencukupi?
6) Bagaimana komponen biaya SDM yang berkaitan dengan pemesanan obat?
7) Bagaimana komponen biaya telepon yang berkaitan dengan pemesanan obat?
8) Bagaimana komponen biaya ATK yang berkaitan dengan pemesanan obat?
9) Bagaimana komponen biaya listrik yang berkaitan dengan pemesanan obat?
10) Bagaimana komponen biaya yang berkaitan dengan penyimpanan obat?
125
Lampiran 4 Pedoman Observasi
Daftar Checklist
No Kegiatan yang diobservasi Ada Tidak ada
1 Perhitungan Pengadaan obat berdasarkan rumah sakit
a. Analisi ABC
b. Prosedur kerja perencanaan
c. Metode perencanaan
d. Laporan pemakaian barang tahun
sebelumnya
e. Laporan pemakaian bulan berjalan
f. Laporan stock opname bulan berjalan
g. Laporan persediaan over stock
h. Prosedur kerja pengadaan
i. Metode perencanaan pengadaan
j. Metode EOQ
k. Biaya Pemesanan
l. Biaya Penyimpanan
m. Laporan frekuensi pengadaan
n. Laporan biaya pengadaan
2 Komponen Pemesanan
a. Pemesanan lewat telepon ...........menit
b. Pembuatan SP ...........menit
c. Kertas ...........lembar
126
Lampiran 5 Pedoman Telaah Dokumen
1. Laporan pemakaian obat di Gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya selama
tahun 2015
2. Data harga obat per satuan item obat tahun 2015
3. Data harga obat per satuan item obat tahun 2016
4. Laporan penerimaan obat gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya bulan Juli
sampai September 2016
5. Laporan pengeluaran obat gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya bulan Juli
sampai September 2016
6. Laporan Stock Opname obat gudang IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya bulan
Juli sampai September 2016
7. Data pembelian obat bulan Juli sampai September 2016
8. Laporan Perencanaan Kebutuhan Obat di Gudang IFRS SMC Kabupaten
Tasikmalaya Oktober sampai Desember 2016
127
Lampiran 6 Lembar Kerja
Lembar Kerja Perhitungan EOQ
No Nama Obat Satuan
Biaya
Pemesanan
(S)
Jumlah
Kebutuhan
(D)
Biaya
Penyimpanan
(H)
EOQ
(√
)
Frekuensi
Pengadaan
(
)
Lembar Kerja Perhitungan TIC
No Nama Obat Harga
Satuan Kebutuhan
Jumlah
Pemesanan
Biaya Pemesanan
Per Pesanan
Biaya
Penyimpanan
Rata-Rata Nilai
Persediaan TIC (Rp)
Lembar Kerja Perbedaan TIC antara dengan Metode konsumsi dan bila menggunakan perhitungan EOQ
No Nama Obat Satuan TIC dengan Metode
konsumsi (Rp)
TIC dengan Metode
EOQ(RP) Selisih (Rp)
Presentase
Efisiensi (Rp)
128
Lampiran 7 Struktur Organisasi RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
BIDANG KEPERAWATAN
KASI RAWAT INAP
KASI RAWAT JALAN
KASI SARANA DAN
PRASARANA
BIDANG KEMEDIKAN
KASI PELAYANAN MEDIK
KASI PELAYANAN
PENJUALAN KLINIK
DIREKTUR
KASUBAG UMUM.
KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT
KASUBAG
PERENCANAAN.
EVALUASI DAN
PELAPORAN
KASUBAG
KEUANGAN DAN
ASSET
BAGIAN TU
KJF INSTALASI
KASI PELAYANAN
PENUNJANG NON KLINIK
INSTALASI KJF
Sumber: Profil RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015
129
Lampiran 7 Struktur Organisasi IFRS SMC Kabupaten Tasikmalaya
Evaluasi
SIE Penunjang
SIE Pelayanan & Pengembangan. Fraklin
Perencanaan
Produksi
Gudang
Distribusi
SIE Perbekalan
Adm. Pegawai & Pelaporan IFRS
Kesekretariatan
Ka. Instalasi Farmasi
Koord. Pelayanan Farmasi Depo rawat inap, depo rawat
jalan, depo IGD
PIO
Pengemb. Farklin
Sumber: Profil RS SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015
130
Lampiran 8 Matriks Hasil Wawancara
No. Pertanyaan Jawaban
1 Jelaskan tanggung
jawab anda dalam
hal manajemen
logistik obat!
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
Tanggung jawab dalam hal
perencanaan kebutuhan
obat, selain itu merangkap
menjadi pemeriksa dan
penerima obat, untuk di
logistik pengelolaan obat
dan penangggung jawab
perbekalan kesehatan.
Saya sebagai ppk,
pejabat pembuat
komitmen, saya
merupakan atasan
langsung dari farmasi.
Semua pengelolaan obat
di farmasi baik itu
perencanaan,
penerimaan, distribusi
dan pengadaannya saya
yang tanggung jawab.
Tanggung jawabnya
mengelola keuangan
rumah sakit, yang terkait
manajemen obat
menyediakan dana untuk
pengadaan obat serta
melakukan pembayaran
dengan distributor obat.
Tanggung jawab saya
mengadakan barang,
memilih penyedia itu
dengan melihat hps dan
pertimbangannya e-
katalog.
2 Jelaskan peran dan
wewenang anda
dalam manajemen
logistik obat!
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
Mengelola obat dan
BMHP, melaksanakan
perencanaan, memeriksa
dan menerima barang.
Mengawasi pengelolaan
obat, ikut dalam
perencanaannya ikut,
pengadaanya juga ikut.
Mengelola keuangan
rumah sakit, melakukan
pembanyaran obat yang
sudah diterima.
Wewenangnya saya
memilih penyedia, jadi
saya di tugaskan oleh
ppk untuk mencari
131
barang, ppk memberikan
kebutuhan dan hpsnya,
jadi saya yang mencari
barangnya dan
menentukan
distributornya.
3 Bagaimana
perencanaan
pengadaan obat yang
dilakukan di RS
SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
Informan 1 Informan 2
Perencanaan pengadaan obat kalau disini per 3 bulan
atau triwulan, perencanaan itu disesuaikan dengan
kebutuhan tiap unit yang dilihat dari pola pemakaian 3
bulan berikutnya, setelah di dapatkan jumlah
kebutuhan obat kita juga melihat ada budgetnya
berapa, disesuaikan dengan budget dan disesuaikan
dengan kapasitas gudangnya juga maka pengadaan
dibagi menjadi beberapa termin.
Kita merencanakan kebutuhan obat satu tahun sekali
didapatkan dari kebutuhan tiap unit atau user, dokter
spesialis mengajukan kebutuhan obatnya apa saja,
baru kita rembukin semuanya, baru kita rencanakan,
kebutuhannya berapa untuk satu tahun itu, jadi kita
bikin rencana anggaran pengadaan obat, untuk
perencanaan itu dilakukan satu tahum sekali cuma
dipertengahan tahun itu pasti ada perubahan, ada obat
yang kurang, kita merencanakan anggaran itu untuk
satu tahun tetapi kenyataannya selalu ada anggaran
perubahan.
4 Bagaimana prosedur Informan 1 Informan 2 Informan 4
132
pengadaan obat yang
dilakukan di RS
SMC Kabupaten
Tasikmalaya?
Berdasarkan dari laporan
kebutuhan tiap unit selanjutnya
laporan tersebut di lanjutkan ke
PPK, sementara itu saya membuat
hps selanjutnya dilakukan
perbandingan harga dengan melihat
e-katalog juga, setelah itu dipilihlah
distributor obatnya dan dilakukan
pengadaan oleh pejabat pengadaan,
untuk prosesnya karena
berbenturan dengan program
pemerintah e-purchasing ada
banyak hambatan, jadi seperti ini
karena kita mengenepankan
harganya e-katalog dengan
menggunakan e-purchasing jadi
banyak kejadian pengirimannya itu
terlambat, banyak laporan stok obat
di distributor kosong itu terlambat
Dari unit yang dibutuhkan apa aja,
setelah itu masuk ke PPK,
selanjutnya ke apoteker untuk
membuat hps, harga perkiraan
sementara, dan harga pembanding,
dan kita acuannya e-kataloge, kalau
misalkna oke ke distributornya
dengan melibatkan pejabat
pengadaan, baru pejabat pengadaan
belanja, nanti obat datang masuk ke
gudang kalau sudah diterima nanti
ada pembayaran, untuk
pembayarannya kan ada batas
waktu.
Dari unit ada kebutuhan stok,
mereka laporan ke kepala instalasi
farmasi, selanjunya diketahui oleh
kasie dan kabid kemedikan,
selanjutnya ada laporan pengajuan
pengadaan obat ke pejabat
pengadaan setelah ada perintah
dari PPK maka obat akan
langsung dipesan, untuk sekarang
program e-purchasing itu banyak
perubahan untuk beberapa bulan
kebelakang kita tidak
menggunakan e-purchasing.
133
jadi untuk stok obat di rumah sakit
juga terhambat. Misalkan kita
memesan obat dgn e-puchasing
bulan sekarang, obat datang bulan
berikutnya, tapi untuk rata-rata
bulan-bulan sekarang ada beberapa
item obat yang dipesan secara
manual, tapi mengutamakan
harganya yang e-katalog.
5 Menurut anda apa
yang harus
dipertimbangkan
dalam perencanaan
dan pengadaan obat?
Informan 1 Informan 4
Harus dilihat dulu budgetnya berapa yang diberikan
oleh rumah sakit untuk pengadaan obat, kita lihat
kebutuhan obat tiga bulan sebelumnya dulu baru tiga
bulan, untuk estimasi perencanaannya biasa dihitung
dulu untuk tahun ke depan dilihat dari tahun
sebelumnya pola kebutuhan obat dan BMHP, kemudian
dilihat lagi epidemiologi penyakit pada bulan-bulan
tertentu, dilihat lagi dari pola kebutuhan tiap dokter
spesialis apakah dokternya berubah atau masih tetap,
Harga, distribusinya hari apa ke rumah sakitnya
untuk distributor obat, e-katalog, diutamakan e-
katalog terlebih dahulu, jika tidak ada mencari ke
yang lain dengan menyamakan harga dengan e-
katalog, syukur-syukur lebih rendah dari harga e-
katalog
134
jadi pola penggunaan menjadi obatnya mengikuti.
6 Bagaimana jumlah
dan frekuensi
pemesanan yang
dilakukan rumah
sakit saat ini?
Informan 1 Informan 2 Informan 4
Kalau jumlah pemesanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan
budgetnya rumah sakit, jika
budgetnya kurang dibagi beberapa
termin pengiriman, tapi kalau
budgetnya ada untuk kebutuhan 3
bulan kita pesennya untuk 3 bulan
juga, tapi kalau disini biasanya
kebanyakan dibagi menjadi 2
sampai 6 termin pengiriman.
Ya disesuaikan dengan budget,
kalau budgetnya cukup
disesuaikan dengan
permintaannya berapa, kalau tidak
cukup dibagi beberapa kali
pengiriman.
Saya cuma menerima aja berapa
jumlah obat yang akan dipesan, itu
udah disesuakan dengan kebutuhan
dan budget kita makanya udah di
tandatangin PPK.
7 Menurut anda
apakah SDM yang
terkait dengan proses
pengadaan telah
mencukupi?
Informan 1 Informan 2 Informan 4
Tidak mencukupi, karena pejabat
pengadaannya non farmasi dan
hanya satu orang, jadi saya ikut
diperbantukan untuk memesan
obat.
Belum, kita punya pejabat
pengadaan cuma satu harusnya
kan dua, jadi kita tuh merangkap
dua, ibu juga sekarang sebagai
PPK dan kasie pelayanan
penunjang medik
Kurang, tidak ada orang, untuk
pejabat pengadaan rumah sakit
harusnya jangan satu dibagi untuk
klinik dan non klinik disini cuma
satu hanya saya sendiri.
135
8 Bagaimana pendapat
anda mengenai
proses pembayaran
yang dilakukan
dengan metode
Pengadaan yang saat
ini dilakukan?
Informan 2 Informan 3 Informan 4
Lancar kalau misalkan
keuangannya ada, kalau sekarang
itu ada pasien Jamkesda yang
belum dibayarkan, tapi kalau dari
BPJS lancar.
Untuk metode pembayaran pada
saat ini proses pembayaran tidak
dibayarkan langsung, ada
temponya rata-rata 1 bulanan.
Kita terhambat uang, anggaran
kasnya yang tau hanya dibagian
keuangan kemudian kan kita
nunggu BLUD pemutarannya
berdasarkan pendapatan rumahsakit
jadi kalau jamkesda telat cair BPJS
juga tela pembayaran kesananya
juga telat, sering terjadi obat
pending, menghambat pelayanan
jadi nyarinya pilihan lain yang
punya barang yang dibutuhkan.
9 Apakah selama ini
dalam perencanaan
pengadaaan obat
menggunakan
metode EOQ?
Informan 1 Informan 2
Selama ini belum pernah ya, mungkin kalau dari hasil
penelitian EOQ benar-benar mengefisiensikan biaya,
kedepannya bisa diajukan untuk menjadi program.
Apa ya EOQ? Setau saya belum pernah ya.
10 Bagaimana
komponen biaya
Informan 1 Informan 4
Gaji saya sebulan ya sekitar 4 juta, kalo beban Sebulan ya sekitar 3 juta, untuk pengadaan ya sekitar
136
SDM yang berkaitan
dengan pemesanan
obat?
pekerjaan saya untuk pengadaan doang ya sekitar 50%
karena saya tidak hanya mengadakan obat tapi kan
membuat perencanaan juga.
70%.
11 Bagaimana
komponen biaya
telepon yang
berkaitan dengan
pemesanan obat?
Informan 1 Informan 4
Kalau menelepon rata-rata 3 menitan ya, kalo
membuat surat SPnya sekitar 5 menitan ya.
Menelepon distributor tergantung kadang 3 menit
kadang lebih,untuk membuat surat SP ya sekitar 4
sampai 5 menit.
12 Bagaimana
komponen biaya
ATK yang berkaitan
dengan pemesanan
obat?
Informan 1 Informan 4
Untuk pemesanan ada SP terdiri paling banyak 4
sampai 5 lembar, apalagi ya itu aja.
Ya terdiri dari SP rata-rata selama ini SP nya 4
lembar. Printer ini dipake buat pemesanan sekitar
70% sisanya buat pembuatan laporan, tintanya untuk
1 bulan biasanya kurang lebih 1.
13 Bagaimana
komponen biaya
listrik yang berkaitan
dengan pemesanan
obat?
Informan 1 Informan 4
Komputer satu sama printernya satu, kalau untuk
pemesanan obat bisa tanya langsung ke Pejabat
Pengadaan.
Kalau perhari ya di rata-rata untuk pemesanan ke
distributor itu kurang lebih 5 kali deh, untuk
penggunaan printer ya sekitar 70%.
14 Bagaimana Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
137
komponen biaya
yang berkaitan
dengan penyimpanan
obat?
Oh biaya pemeliharaan
gedung kita ambil 20%
dari harga obat itu sendiri.
Dari perdanya nya rumah
sakit dapat menaikan
harga obat setinggi-
tingginyanya 25% dari
harga obat dan itu di
peruntukan pemeliharaan
gudangnya, biaya AC,
biaya penyusutan
gudang, kalau disini 20%
ya tidak sampai 25%
karena itu
setinggitingginya.
Disini kalau tidaksalah
ada peraturannya untuk
biaya seperti itu.
Kalau itu kurang tau
saya.
15 Jelaskan apakah ada
kecenderungan
terjadi
penyimpangan dan
kebocoran dana
dengan metode
pengadaan saat ini!
Informan 2 Informan 3
Selama ini kalau penyimpanga tidak ada, malah
kekurangan dana, dari pengajuan anggaran yang kita
ajukan ke pihak rumah sakit pada realisasinya tidak
sesuai yang diajukan yang pasti tidak lebih besar
malah lebih kecil dari yang kita ajukan.
Tidak, masih bisa dikendalikan dengan baik.
138
Lampiran 9 Hasil Observasi
Daftar Checklist
No Kegiatan yang diobservasi Ada Tidak ada
1 Perhitungan Pengadaan obat berdasarkan rumah sakit
a. Analisi ABC √
b. Prosedur kerja perencanaan √
c. Metode perencanaan √
d. Laporan pemakaian barang tahun
sebelumnya √
e. Laporan pemakaian bulan berjalan √
f. Laporan stock opname bulan berjalan √
g. Laporan persediaan over stock √
h. Prosedur kerja pengadaan √
i. Metode perencanaan pengadaan √
j. Metode EOQ √
k. Biaya Pemesanan √
l. Biaya Penyimpanan √
m. Laporan frekuensi pengadaan √
n. Laporan biaya pengadaan √
2 Komponen Pemesanan
a. Pemesanan lewat telepon 3 menit
b. Pembuatan SP 5 menit
c. Kertas 4 lembar
139
Lampiran 10 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan
140
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data
141
Lampiran 12 Surat Pemberian Izin Penelitian
142
Lampiran 13 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian