Eka Purnawan Hamka
-
Upload
nuklir-energi-massa-depan -
Category
Documents
-
view
20 -
download
4
Transcript of Eka Purnawan Hamka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Seperti halnya
kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan laju reaksi. Hanya
saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari
permukaan zat. Adsorpsi digunakan untuk menyatakan bahwa zat lain yang
terserap pada zat itu, misalnya karbon aktif dapat menyerap molekul asam asetat
dalam larutannya. Tiap partikel adsorban dikelilingi oleh molekul yang diserap
karena terjadi interaksi tarik-menarik. Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh
zat padat, misalnya CH3COOH oleh karbon aktif, NH3 oleh karbon aktif,
fenolftalein dari larutan asam atau basa oleh karbon aktif, Ag+ atau Cl- oleh AgCl.
C lebih baik menyerap non elektrolit dan makin besar BM semakin baik. Zat
anorganik lebih baik menyerap elektrolit. Adanya pemilihan zat yang diserap
menyebabkan timbulnya adsorpsi negatif. Dalam larutan KCl, H2O diserap oleh
arang darah, hingga konsentrasi naik (Alfian, 2006).
Partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka partikel zat
cair atau gas akan terakumulasi. Fenomena ini juga disebut adsorpsi. Jadi sdsorpsi
terkait dengan penyerapan partikel pada permukaan zat. Partikel koloid sol
memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel pendispersi pada
permukaanya. Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar Karena partikelnya
memberikan sesuatu permukaan yang luas. Sifat ini telah digunakan dalam
berbagai proses seperti penjernihan air.
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik
cairan maupun gas) pada proses adsorpsi. Adsorben yang paling banyak dipakai
untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang. Zat ini banyak dipakai di
pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat
selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan
penyerapan gas oleh zat padat. Ketika pelarut yang mengandung zat terlarut
tersebut kontak dengan adsorben, terjadi perpindahan massa zat terlarut dari
pelarut ke permukaan adsorben, sehingga konsentrasi zat terlarut di dalam cairan
dan di dalam padatan akan berubah terhadap waktu dan posisinya dalam kolom
adsorpsi.
1.2 Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu komponen bergerak dari suatu
fasa menuju permukaan yang lain sehingga terjadi perubahan konsentrasi pada
permukaan. Zat yang diserap disebut adsorbat sedangkan zat yang menyerap
disebut adsorben. Pada umumnya adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). Adsorpsi fisika
disebabkan oleh interaksi antara adsorben dan adsorbat karena adanya gaya tarik
Van der Waals, adsorpsi ini biasanya bersifat reversibel karena terjadi melalui
interaksi yang lemah antara adsorben dan adsorbat, tidak melalui ikatan kovalen.
Panas adsorpsi fisika tidak lebih dari 15-20 kkal/mol atau 63-84 kJ/mol. Adsorpsi
kimia adalah adsorpsi yang melibatkan interaksi yang lebih kuat antara adsorben
dan adsorbat sehingga adsorbat tidak bebas bergerak dari satu bagian ke bagian
yang lain. Proses ini bersifat irreversibel sehingga adsorben harus dipanaskan
pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat. Panas adsorpsi kimia
biasanya lebih besar dari 20-30 kkal/mol atau 84-126 kJ/mol (Parker, 1993 ).
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap,
dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan
oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk
cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi
antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi
tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu)
(Oscik, 1982).
1. Adsorpsi fisika
Berhubungan dengan gaya Van der Waals. Apabila daya tarik menarik
antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara
zat terlarut dengan pelarutnya, maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada
permukaan adsorben. Adsorpsi ini mirip dengan proses kondensasi dan
biasanya terjadi pada temperatur rendah pada proses ini gaya yang menahan
molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama
dengan gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya van der waals) mempunyai
derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, yaitu
sekitar 2.19-21.9 kg/mol. Keseimbangan antara permukaan solid dengan
molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.
2. Adsorpsi Kimia
Yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang
teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh
lebih besar daripada Adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama
dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan
pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi
antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada
permukaan adsorbent akan terbentuk suatu lapisan atau layer, dimana
terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan
selanjutnya oleh batuan adsorbent sehingga efektifitasnya berkurang.
2.2 Kinetika Adsorpsi
Seperti halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan
laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas
sifat penting dari permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu
fluida oleh adsorben dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu
zat dapat diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi
tersebut, dan menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya
pada grafik. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan
adsorpsi dapat didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan
waktu (Raya dkk, 2002). Kecepatan adsorpsi sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal, diantaranya :
Macam adsorben
Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Luas permukaan adsorben
Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Temperatur
Untuk menghitung kinetika adsorpsi umumnya menggunakan model
persamaan kinetika. Berikut ini beberapa model persamaan kinetika yang sering
digunakan dalam menghitung laju kinetika yaitu sebagai berikut :
a. Model kinetika adsorpsi Langmuir
Model kinetika adsorpsi Langmuir ini berdasarkan pada asumsi sebagai
berikut : laju adsorpsi akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul
adsorbat, sifat pelarut dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang
homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer. Proses adsorpsi heterogen
memiliki dua tahap, yaitu : (a) perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke
permukaan adsorben dan (b) adsorpsi pada permukaan adsorben. Tahap pertama
akan bergantung pada sifat pelarut dan adsorbat yang terkontrol (Oscik,1982).
Reaksi yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat diasumsikan sebagai
reaksi bimolekuler antara molekul atau atom adsorbat dan suatu atom dari
permukaan adsorben. Pada reaksi ini akan terbentuk suatu senyawa komplek
teraktifasi antara molekul yang terdapat pada permukaan adsorben dengan
molekul atau atom dari adsorbat.
Dalam adsorpsi ion dalam larutan untuk konsentrasi gas Cg dapat
disetarakan dengan konsentrasi ion dalam larutan CA, sedangkan Cs dapat
disetarakan dengan θ0, jumlah situs yang tidak ditempati oleh adsorbat
(Oscik,1982).
rads = ka θ0 CA
Laju adsorpsi didefinisikan sebagai kecepatan penurunan spesies A (CA) dalam
larutan maka:
rads=d CA
dt=
k aC A
1+KC A
Pada saat adsorbat teradsorpsi secara kuat maka KCA >>1 sehingga
1+KCA~KCA, maka diperoleh persamaan berkut.
rads=d CA
dt=
k aC A
1+KC A
(orde nol)
karena rads hanya bergantung pada ka/K, maka reaksi berorde nol.
Pada saat adsorbat teradsorpsi lemah, maka KCA << 1, sehingga faktor
1+KCA~1, maka diperoleh persamaan berkut.
rads = kaCA (orde satu)
Dalam hal ini reaksi berorde satu, sehingga ka adalah konstanta laju reaksi orde
satu (k1). Secara keseluruhan persamaan lajunya adalah
rads=d CA
dt=
k 1C A
1+KC A
Keterangan:
K : Konstanta keseimbangan adsorpsi (M-1)
k1 : Konstanta laju adsorpsi orde satu pada model Langmuir (menit-1)
rads : Laju adsorpsi (M menit-1)
CA : Konsentrasi A dalam larutan (M)
T : waktu (menit).
2.3 Adsorben
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik
cairan maupun gas) pada proses adsorpsi (Atkins, 1999). Umumnya adsorben
bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertentu. Dalam memilih jenis adsorben pada
proses adsorpsi, disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi.
Adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan
adalah arang. Karbon aktif yang merupakan contoh dari adsorpsi, yang biasanya
dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan
udara (oksigen) yang terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul
yang diserap karena terjadi interaksi tarik menarik. Zat ini banyak dipakai di
pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat
selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan
penyerapan gas oleh zat padat. Beberapa jenis adsorben yang biasa digunakan
yaitu (Effendi, 2006) :
a. Karbon aktif/arang aktif/ norit.
Sejak perang dunia pertama arang aktif produksi dari peruraian kayu sudah
dikenal sebagai adsorben atau penyerap yang afektif sehingga banyak dipakai
sebagai adsorben pada topeng gas Arang aktif adalah bahan berupa karbon bebas
yang masing-masing berikatan secara kovalen atau arang yang telah dibuat dan
diolah secara khusus melalui proses aktifasi, sehingga pori-porinya terbuka dan
dengan demikian mempunyai daya serap yang besar terhadap zat-zat lainnya, baik
dalam fase cair maupun dalam fase gas. Dengan demikian, permukaan arang aktif
bersifat non-polar. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan
kecepatan adsorpsi, dianjurkan menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan.
Karbon aktif ini cocok digunakan untuk mengadsorpsi zat-zat organik. Komposisi
arang aktif terdiri dari silika (SiO2), karbon, kadar air dan kadar debu. Unsur
silika merupakan kadar bahan yang keras dan tidak mudah larut dalam air, maka
khususnya silika yang bersifat sebagai pembersih partikel yang terkandung dalam
air keruh dapat dibersihkan sehingga diperoleh air yang jernih.
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah maupun
mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif yaitu dibuat
melalui proses pembakaran secara karbonisasi (aktifasi) dari semua bahan yang
mengandung unsur karbon dalam tempat tertutup dan dioksidasi/ diaktifkan
dengan udara atau uap untuk menghilangkan hidrokarbon yang akan
menghalangi/ mengganggu penyerapan zat organik Bahan tersebut antar lain
tulang, kayu lunak maupun keras, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa,
ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, dan batubara
(Effendi, 2006).
Pembuatan arang aktif
Secara umum dan sederhana, proses pembuatan arang aktif terdiri dari 3
tahap, yaitu :
1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan
sampai temperatur 170°C.
2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu
diatas 170°C akan menghasilkan CO dan CO2. Pada suhu 275°C,
dekomposisi menghasilkan “tar”, methanol dan hasil samping lainnya.
Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600°C.
3. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan
dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.
Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang
yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Arang aktif mempunyai warna hitam, tidak berasa dan tidak berbau,
berbentuk bubuk dan granular, mempunyai daya serap yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan arang yang belum mengalami proses aktifasi, mempunyai
bentuk amorf yang terdiri dari plat-plat dasar dan disusun oleh atom-atom karbon
C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi yang heksagon. Plat-plat ini
bertumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa-sisa hidrokarbon
yang tertinggal pada permukaan. Dengan menghilangkan hidrokarbon tersebut
melalui proses aktifasi, akan didapatkan suatu arang atau karbon yang membentuk
struktur jaringan yang sangat halus atau porous sehingga permukaan adsorpsi atau
penyerapan yang besar dimana luas permukaan adsorpsi dapat mencapai 300-3500
cm2/gram. Proses pembuatan arang aktif dibagi menjadi 2, yaitu (Widjanarko,
1996).:
1) Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian
dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan dan
dikeringkan serta dipotong-potong. Aktifasi dilakukan pada temperatur
100°C. Arang aktif yang dihasilkan dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan
pada temperatur 300°C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat
dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan
kimia.
2) Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut
digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada
temperatur 1000°C yang disertai pengaliran uap.
Penyerapan Bahan - bahan Terlarut Dengan Arang Aktif
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Untuk menghilangkan
bahan-bahan terlarut dalam air, biasa menggunakan arang aktif dengan mengubah
sifat permukaan partikel karbon melalui proses oksidasi. Partikel ini akan
menyerap bahan-bahan organik dan akan terakomulasi pada bidang
permukaannya. Pada umumnya ion organik dapat diturunkan dengan arang aktif.
Adsorpsi oleh arang aktif akan melepaskan gas, cairan dan zat padat dari
larutan dimana kecepatan reaksi dan kesempurnaan pelepasan tergantung pada
pH, suhu, konsentrasi awal, ukuran molekul, berat molekul dan struktur molekul.
Penyerapan terbesar adalah pada pH rendah. Dalam Laboratorium Manual
disebutkan bahwa pada umumnya kapasitas penyerapan arang aktif akan
meningkat dengan turunnya pH dan suhu air. Pada pH rendah aktifitas dari bahan
larut dengan larutan meningkat sehingga bahan-bahan larut untuk tertahan pada
arang aktif lebih rendah.
Proses adsorpsi arang aktif dapat digambarkan sebagai molekul yang
meninggalkan zat pengencer yang terjadi pada permukaan zat padat melalui ikatan
kimia maupun fisika. Molekul tersebut digunakan sebagai adsorbat dan zat padat
disebut adsorben arang aktif. Adapun adsorpsi yang terjadi pada arang aktif dapat
bersifat :
1. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi berdasarkan ikatan fisika antara zat-zat dengan
arang aktif dalam keadaan suhu rendah dengan penyerapan relative kecil.
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi berdasarkan ikatan kimia antara adsorben (arang
aktif) dengan zat-zat teradsopsi. Dijelaskan pula bahwa bahan dalam larutan
yang bersifat elektrolit akan diserap lebih efektif dalam suasana basa oleh
arang aktif. Sedangkan bahan dalam larutan yang bersifat non elektrolit
penyerapan arang aktif tidak dipengaruhi oleh sifat keasaman atau sifat
kebasaan larutan.
Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap
adsorpsi (Weber, 1972) dan (Sawyer dan McCarty, 1987) yaitu:
Sifat serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorpsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, dan
struktur rantai dari senyawa serapan.
Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur
pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur
proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas senyawa serapan. Jika
pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar
atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.
pH (derajat keasaman)
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan,
yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena
kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut.
Sebaliknya apabila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan penambahan
alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
Waktu singgung
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan.
Selisih ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga
mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa
serapan.
Secara garis besar penyerapan arang aktif terhadap zat yang terlarut
adalah:
1. Zat teradsorpsi berpindah dari larutannya menuju lapisan luar dari
adsorben (arang).
2. Zat teradsorpsi diserap oleh permukaan arang aktif.
3. Zat teradsorpsi akhirnya diserap oleh permukaan dalam atau permukaan
porous arang.
Adapun secara umum faktor yang menyebabkan adanya daya serap dari
arang aktif adalah :
1. Adanya pori-pori mikro yang jumlahnya besar pada arang aktif sehingga
menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan adanya daya serap.
2. Adanya permukaan yang luas (300 – 3500 cm2/gram) pada arang aktif
sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang besar.
Menurut SII No.0258-79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan
seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Spesifikasi karbon aktif
JENIS PERSYARATAN
Bagian yang hilang pada pemanasan 950°C Maks. 15%Air Maks. 10%Abu Maks. 2,5%Bagian yang tidak diperarang Tidak nyataDaya serap terhadap larutan Min. 20%
b. Gel Silika
Merupakan bahan yang terbuat dari add treatment dari larutan sodium
silikat yang dikeringkan. Luas permukaanya 600-800 m2/g dengan diameter pori
antara 20-50Á. Gel silika cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas dehidrat dan
untuk memisahkan hidrokarbon.
c. Alumina Aktif
Alumina aktif cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas kering dan
Liquid. Luas permukaannya 200-500 m2/g dan diameter porinya 20-140Á.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Z, 2006, Merkuri Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungannya, Medan: Universitas Sumatera Utara Repository.
Atkins, P.W, 1999, Kimia Fisika Edisi keempat Jilid 2, Terjemahan Irma I. Kartohadiprodjo, Jakarta: Erlangga.
Effendi, 2006, Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekuler Edisi 2 Cetakan Pertama, Malang: Bayu Media
Oscik, J, 1982, Adsorption, New York: John Wiley and SonsParker, S.P, 1993, Encyclopedia of Chemistry, Second Edition, New York: Mc
Graw-Hill Book Company.Raya, I., Narsito dan Bambang, R, 2002, Kinetika Adsorpsi Ion Logam Aluminium
(III) dan Kromium (III) oleh Biomassa chaetoceros calcitrans yang Terimobilisasi pada Silika Gel, Jurnal Kimia Indonesia.
Sawyer. C.N. dan Mc Carty, P. L, 1987, Chemistry For Engeeneering, 3rd ed, New York: Mc Graw- Hill Book Company
Weber, Jr.W.J, 1977, Physics Chemical Process for Water Quality Control, New York: John Wiley Interscience
Widjanarko, S.B, 1996, Analisa Hasil Pertanian, Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya.