Efektifitas Immunoglobulin Intravena Dalam Pengobatan Guillain Barre Syndrome
Click here to load reader
-
Upload
nor-roudhoh -
Category
Documents
-
view
78 -
download
4
Transcript of Efektifitas Immunoglobulin Intravena Dalam Pengobatan Guillain Barre Syndrome
Efektifitas Immunoglobulin Intravena dalam pengobatan Guillain
Barre Syndrome.
Guillain sindrom adalah sindroma neuropati perifer akut yang menyebabkan degenerasi dari
distal ke proksimal. Paralisis bersifat simetris dan terdapat arefleksia. Jurnal ini meneliti tentang
efektifitas pemberian immunoglobulin intravena yang memang sudah secara umum diberikan
lepada pasien yang didiagnosa dengan GBS. Kepada pasien dengan GBS yang sesuai dengan
kriteria ini kemudian diberikan terapi IVIg dan dilihat hasil dari pengobatan pada kelompok
kasus (20 orang) dibandingkan dengan kelompok kontrol (20 orang).
Pemilihan pasien GBS pada penelitian ini berdasarkan kriteria
Gambaran yang dibututhkan untuk diagnosis.
a. Kelemahan progresif pada ketua tungkai dan tangan
b. Arefleksia
Gambaran yang menguatkan diagnosa
a. Progresi gejala setiap harinya hingga minggu ke empat
b. Gejala yang relative simetris
c. Gejala ringan sensorik
d. Partisipasi dari nervus kranialis , khususnya kelemahan otot wajah bilateral
e. Recovery mulai pada minggu 2-4 setelah progresi menghilang
f. Disfungsi autonom
g. Tidak terdapat demam saat onset
h. Penignkatan protein pada cairan serebrospinal < 10/se/cumm
i. Gambaran perlambatan atau blok konduksi pada EDX
Teknik sampling yang digunakan adalah sampling stratifikasi puposif, pemilihan pasien
dengan indikasi IVIg berdasarkan beratnya penyakit dan status ekonomi, pengobatan yang
diberikan adalah IVIg selama dua minggu., dengan dosis 0,4 g/kgbb/ hari selama 5 hari, follow
up dilakukan setelah 15 hari, 1 bulan dan 3 bulan. Kemudian dilakukan analisa.
Hasilnya adalah terdapat perbaikan yang signifikan pada Guillain Barre Syndrom yang
diobati dengan immunoglobulin IV . pada aspek fungsi respirasi, tonus otot, kekuatan otot,
fungsi autonom dan lamanya tinggal di ICU.
Terdapat perbaikan setelah pengobatan dengan IVIg. Perbaikan tersebut tampak pada
fungsirespirasi, tonus otot, kekuatan otot, fungsi autonom setelah 15, 30, dan 90 hari pengobatan
pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Funsi respirasi diperiksa dengan
menggunakan kapasitas vital paksa (FVC) dan kecepatan respirasi.
Perbaikan pada kekuatan otot setelah 90 hari pengobatan menunjukkan 8 (40%) kasus dan
5 (25%) kontrol mengalami perbaikan ke grade IV bahkan 3 kasus mengalami perbaikan ke
grade V. Artinya terdapat perbaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Tonus otot juga membaik setelah 90 hari pengobatan. Setelah 90 hari, tonus otot pada 8
(40%) kelompok kontrol dan 18 (90%) kelompok kasus menjadi kembali normal.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian IVIg pada kasus GBS sangatlah penting
untuk memberikan outcome yang lebih baik kepada pasien.
Kelemahan pada studi ini adalah jumlah kasus yang sedikit (20 kelompok control dan 20
kelompok kasus) karena ketidakmampuan pasien untuk mendapatkan obat-obatan yang mahal
ini. Maka apotik local dapat didorong untuk memastikan ketersediaan obat ini dengan harga yang
lebih murah.