Case Anestesi Intravena Fix
-
Upload
muhammad-agrifian -
Category
Documents
-
view
77 -
download
4
description
Transcript of Case Anestesi Intravena Fix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan
anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case anastesi yang berjudul
“Anastesi Intravena”. Penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang periode 18 Agustus – 19 September 2014.
Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa tanpa bimbigan dari berbagai pihak
sangatlah banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing dr. Ade Nurkacan Sp. An, dr H.
Sabur Nugraha Sp. An dan dr. Ucu Nurhadiat Sp. An serta smeua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semua kritik dan saran dari para pembaca
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi para pembaca secara
umum.
Karawang, 5 September 2014
Penulis
Muhammad Agrifian & Isnadiah Fitria Maharani
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................1
Daftar Isi....................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.....................................................................................3
BAB II Laporan Kasus................................................................................4
BAB III Laporan Anastesi...........................................................................7
BAB IV Tinjauan Pustaka...........................................................................10
BAB V Analisa Kasus.................................................................................18
BAB VI Kesimpulan...................................................................................19
BAB VII Daftar Pustaka..............................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata yunani yaitu “an” dan
esthesia, dan bersama-sama berarti “hilangnya rasa atau hilangnya sensasi, ahli saraf
memberi makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada
baguan tubuh tertentu(1). Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya
berpotensi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, sesudah
pembedahan.
Obat anestesi intravema adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena baik untuk tujuan hipnotik, analgetik, atau pelumpuh otot. Setelah berada di
dalam vena, obat obatan ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi
darah (sistemik). Obat anestesi yang ideal memiliki sifat : 1) Hipnotik dengan onset cepat
serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah diberi penyuntikan, 2)
analgetik, 3) amnesia, 4) memiliki antagonis, 5) cepat dieliminasi, 6) depresi
kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau minimal, 7) farmakokinetik tidak
dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ.
Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan : 1) Obat yang
terutama digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan barbiturat, eugenol dan
steroid, 2) obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan
seperti pada neuroleptanalgesia, anestesi disosiasi (contohnya : ketamine), sedative
(contohnya : diazepam). Dari bermacam-macam obat obat anestesi intravena, hanya
beberapa saja yang sering digunakan yaitu : barbiturate, ketamine, dan diazepam.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1. Identitas
Nomor Rekam Medis : 55.45.96
Nama lengkap : Ny. Yuni Wulandari
Umur : 20 tahun
Tanggal Lahir : 31 Agustus 1994
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
Alamat : Jalan Paledang RT 12 RW 19 Kel Karawang Kulon Kec
Karawang Barat Kab Karawang Provinsi Jabar
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Ruang rawat/ Kelas : Kota Baru 2 VK/ III
Bagian/ Unit : Unit Instalasi Kesehatan Ibu dan Anak
Dokter DPJP : dr. H.Doddy Sp. OG
Tanggal operasi : 3 September 2014
1.2. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, Ny. Yuni Wulandari pada tanggal 3
September 2014 pukul 07:30 WIB.
Keluhan Utama : Nyeri jahitan perineum
Keluhan Tambahan : Nyeri di sekitar vagina
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien hamil 30 minggu G1P0A0 di rujuk dari bidan ke RSUD Karawang pada
tanggal 31 Agustus 2014 untuk melahirkan. Bayi lahir spontan dengan berat 1.700
gram dan panjang 41 cm. Pada tanggal 1 September 2014, pasien mengeluh nyeri
di tempat jahitan dan juga nyeri di sekitar vagina. Pasien juga mengeluh ada darah
yg sedikit keluar dari vagina sejak 1 hari yang lalu, berwarna merah terang dengan
4
jumlah yang tidak terlalu banyak. Keluar lendir dari vagina disangkal pasien.
Keluhan seperti pusing, demam, sesak, mual muntah di sangkal pasien. BAB dan
BAK pasien juga tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah menjalani operasi/ anestesi apapun sebelumnya. Riwayat
alergi obat-obatan/ makanan tertentu disangkal. Riwayat diabetes mellitus,
hipertensi, asma, penyakit jantung-paru disangkal. Pasien mengaku tidak
meminum obat-obatan tertentu secara rutin dalam jangka panjang.
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi obat/
makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat kematian anggota keluarga di atas meja operasi juga disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan
terlarang.
1.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : TB : 150 cm
BB : 48 kg
BMI : 45/(1,5 x 1,5) = 21,3. Status gizi normal.
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5º C
Pernapasan : 20 x/menit
Status Generalis
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar.
5
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri
tekan (-), perkusi timpani di keempat kuadran abdomen,
bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas dan tidak ada
edema pada keempat ekstremitas.
Genitalia : Vulva vagina tidak ada kelainan
Perdarahan (+) sedikit
1.4. Pemeriksaan Penunjang
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 31 Agustus 2014)
Hematologi
- Hemoglobin : 9,8 g/dL (N= 12,0 - 16,0)
- Leukosit : 24,76 x 103/ul (N= 3,80 - 10,60)
- Trombosit : 344 x 103/ul (N= 150 - 440)
- Hematokrit : 28,5 % (N= 35,0 – 47,0)
- Golongan darah ABO : O
- Rhesus : +
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 1 September 2014)
Hematologi
- Hemoglobin : 10,9 g/dL (N= 12,0 - 16,0)
- Leukosit : 26,45 x 103/ul (N= 3,80 - 10,60)
Pemeriksaan Ultrasonografi
- Terdapat sisa plasenta
1.5. Diagnosis Kerja
- Sisa plasenta
1.6 Kesimpulan
Status fisik pasien : ASA II dengan anemia dan leukositosis
Perencanaan anestesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan kuretase dengan teknik
anestesi intravena.
6
BAB III
LAPORAN ANASTESI
Status anestesi
Diagnosa pre operasi : Sisa plasenta
Jenis operasi : Kuretase
Rencana teknik anestesi : Anestesi Intravena
Status fisik : ASA II
Keadaan selama pembedahan
Lama operasi : 15 menit (Jam 08.55 - 09.10 WIB)
Lama anestesi : 23 menit (Jam 08.50 – 09.13 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi Intravena
Posisi : Litotomi
Infus : Ringer laktat pada tangan kiri
Premedikasi : Miloz (Midazolam) 2 mg
Medikasi : Fentanyl 25 mcg, Propofol 100 mg, Ketamin 30 mg, Induksin 20 IU,
Pospargin 0,2 mg
Cairan Masuk : ± 500 cc Ringer Laktat
Perdarahan : + 300 cc
Persiapan Alat
• Mesin anastesi
• Monitor anastesi
• Sfigmomanometer digital
• Oksimeter/saturasi
7
• Spuit 5 cc, 3cc
• Kanul O2
Persiapan Obat
Pre medikasi: Miloz (midazolam)
Analgetik: Fentanyl, Pethidine
Sedativa: Propofol, Ketamin
Obat emergency: Ephedrine
Obat uterotonik: Induksin dan Pospargin
Monitoring saat operasi
Jam(waktu)
Tindakan Tekanan darah(mmHg)
Nadi(x/menit)
08.45 Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi
Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.
Infus Ringer Laktat terpasang pada tangan kiri
120/80 60
SPO2: 98 %
08.50 Premedikasi dengan Miloz : 3 mg
MedikasiFentanyl 50 mcg
Propofol 100 mg Ketamin 30 mg Pemberian Oksigen 2
liter/menit.
125/85 68
SPO2 : 90 %
08.55 Operasi dimulai 123/80 70
SPO2 : 98 %08.58 Pasien masih dalam
keadaan di operasi Medikasi pemberian
Induksin 20 IU/2 amp
125/80 70
SPO2 : 98 %
8
drip09.05 Pasien masih dalam
keadaan dioperasi Medikasi pemberian
Pospargin 0,2 mg/1 amp intravena
120/80 68
SPO2 : 99 %
09.10 Operasi selesai 120/80 65
SPO2 : 99 %09.13 Operasi selesai
Pemberian oksigen di hentikan
Pasien sadar dan dipindahkan ke Recovery Room
120/80 65
SPO2 : 100 %
Keadaan akhir pembedahan
Tekanan darah : 120/80 mmHg, Nadi : 65 x/m, Saturasi O2 : 100%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi
baikDapat dibangunkan Tak dapat
dibangunkanWarna Merah muda
(pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
Pucat atau kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
Sianosis dengan O2 SaO2 tetap < 90%
Aktivitas 4 ekstremitas bergerak
2 ekstremitas bergerak
Tak ada ekstremitas bergerak
Respirasi Dapat napas dalamBatuk
Napas dangkalSesak napas
Apnu atau obstruksi
Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %
Berubah 20-30 % Berubah > 50 %
Total = 10 Pasien dapat dipindahkan ke ruangan rawat (bangsal)
9
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi TIVA
TIVA merupakan kepanjangan dari total anastesi intravena. Tiva merupakan
tekhnik anastesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anastesi yang
dimasukkan lewat jalur intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias anastesi
yaitu hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot. 1
Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya mencakup 2 komponen anastesi,
akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias anastesi sehingga ketamin dianggap
juga sebagai agen anastesi yang lengkap. 1
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat-obat
anestesi dan yang digunakan di Indonesia hanya beberapa jenis obat saja, seperti
Tiopenton, Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
Kelebihan TIVA adalah :
1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih
akurat dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Tidak membutuhkan alat-alat atau mesin khusus
4. Mudah dilakukan 1
1.2. Indikasi Pemberian TIVA
TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :
1. Obat induksi anastesi umum
2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP 1
1.3. Cara Pemberian
Cara pemberian TIVA :
1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
10
2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
3. Diteteskan lewat infuse 1
1.4. Jenis-jenis Anastesi Intravena
1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa, berbau
belerang, larut dalam air dan alcohol. 2
Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari anastesi regional,
antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi serebral. 4
Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal. 2
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB 4
Efek samping obat :
Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan
konsentrasi otak mencapai puncak apnea
Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian
dihentikan)
Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada
dewasa muda 2
Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren 4
11
Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan) 2
2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai transqualiser, hipnotik, maupun sedative. Selain
itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia. 2
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a. Obat induksi
b. Hipnotik pada balance anastesi
c. Untuk tindakan kardioversi
d. Antikonvulsi
e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
g. Untuk premedikasi2
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic
(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam
dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis
apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan
diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini
digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan
jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan
penarikan alkohol akut dan serangan panic.
12
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4
Efek samping obat :
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan ante
retrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x
diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR
kurang dari 7 pada neonatus. 2
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 µg/kg 4
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salvasi, muntah, rasa asam
13
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 4
3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat
ini sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood
brain barier dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan
ekskresikan lewat ginjal. 2
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual
muntah dari kemoterapi 4
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit,
antiemetic iv 10 mg 4
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi
janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan
sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga
pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan
propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan antikolinergik. 2
Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang. 2
4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya
menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan
tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi
buruk. 2
Dosis
Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po
5-6 mg/kg BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB 4
14
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin
berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. 2
Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan
curah jantung. 2
Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindikasi :
Hipertensi tak terkontrol
Hipertroid
Eklampsia/ pre eklampsia
Gagal jantung
Unstable angina
Infark miokard
Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
TIK tinggi
Perdarahan intraserebral
TIO tinggi
Trauma mata terbuka 2
5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam
dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak
digunakan untuk induks pada pasien jantung.3
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri
yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan
dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. 4
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20
mg setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam 4
Efek samping obat :
15
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,
penundaan pengosongan lambung
Miosis 4
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak
seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan
dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 5
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14
hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang
parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit
kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut6
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi,
rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan,
kejang,
16
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia,
tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau
disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan
memperlama kerja & efek akumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada
depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi
pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB 4
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 4
KURETASE
1.Definisi
Kuretase adalah pembersihan daerah permukaan yang terkena penyakit
dengan menggunakan alat kuret. Tindakan kuretase kebanyakan dilakukan di
bidang obstetri dan ginekologi sehingga kuretase bisa didefmisikan sebagai
17
serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri
dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam
kavum uteri. Tindakan kuretase harus didahului pemeriksaan dalam untuk
menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besar uterus. Tujuan dilakukannya
pemeriksaan ini adalah untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kecelakaan,
misalnya perforasi.
2. Indikasi
a) Abortus incomplete
Abortus incomplete adalah keguguran ketika usia kehamilan < 20 minggu,
dengan didapatkan sisa-sisa kehamilan. Kuretase dalam kasus ini dilakukan
untuk menghentikan perdarahan yang terjadi karena masih adanya sisa
jaringan dalam rahim yang menghambat rahin untuk berkontraksi dengan
baik sehingga pembuluh darah pada lapisan dalam rahim tidak dapat
tertutup.
b) Sisa Plasenta
Retensi sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan
postpartum dini dan perdarahan postpartum lambat. Tertinggalnya sebagian
plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan
ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa
keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
c) Blighted ovum (ketiadaan janin, hanya plasenta yang berkembang )
Kuretase dilakukan untuk menghambat pertumbuhan plasenta yang akan
berkembang menjadi suatu keganasan.
d) Dead conceptus (janin mati pada usia kehamilan <20 minggu)
e) Abortus Mola (tidak ada janin, hanya ada plasenta yang bergelembung-
gelembung)
f) Menometroraghia (perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus
haid). Tindakan kuretase dilakukan untuk menghentikan perdarahan dan
mencari penyebab perdarahan, apakah terjadi karena gangguan hormonal
atau keganasan.
18
3. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Cerukan di dinding rahim
3. Gangguan haid
4. Infeksi
5. Perforasi uterus
6. Mual
7. Pusing
8. Nyeri
SISA PLASENTA
Perdarahan pasca persalinan dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya
sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat8obat uterotonika intravena.
Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta).
Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam
setengah jam (30 menit) setelah janin lahir. sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan
post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Aejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal
dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan
perdarahan postpartum lambat. Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu
bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi
mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
19
Jenis-jenis retensio plasenta
a. Plasenta Adhesiva
Adalah Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena
kontraksi rahim yang kurang kuat untuk melepaskan palasenta. Hal ini terjadi
karena implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta Akreta
Istilah plasenta akkreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi
plasenta dengan perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus.
Sebagai akibat dari infusiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan
fibrinosid yang tidak sempurna (lapisan Nitabuch) vili korialis akan melekat pada
miometrium.
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi
ostiumuteri.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta (plasenta adhessiva),
Plasenta adhesiva : yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta adhesiva merupakan
implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis
2. Kelainan dari plasenta, misalnya Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah
peritoneum (plasenta akreta/perkreta)
20
Plasenta akreta: yang mana villi khorialis menembus lebih kedalam dinding rahim
(miometrium) tetapi belum menembus serosa (sampai kebatas atas lapisan otot
rahim). implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium. Lebih sering terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah operasi
seksio sesarea.
Plasenta inkreta : dimana villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium. implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan
miometrium
Plasenta perkreta : kalau villi khorialis menembus lapisan otot dan men-apai serosa
atau peritoneum dinding rahim dan menembusnya. implantasi jonjot korion
menembus lapisan otot sampai lapisan serosa dinding uterus.
3. Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Penanganan Retensio plasenta atau sisa plasenta
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pas-a persalinan
lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan
Penanganan sebagai berikut :
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV- Line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Bila kadar Hb <8 gr% berikan
transfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr% berikan sulfas Ferosus 600 mg/hari selama
10 hari.
2. Drips oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% (normal
saline) sampai uterus berkontraksi.
21
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pen-egahan
infeksi sekunder.
22
BAB V
ANALISA KASUS
Seorang ibu berusia 20 tahun dirujuk oleh bidan ke RSUD Karawang untuk
melahirkan, usia kehmilan 30 minggu G1P0A0. Bayi lahir spontan dengan berat 1700
gram dan panjang 41 cm. Pada tanggal 1 September, pasien mengeluh nyeri di tempat
jahitan perineum dan selain itu rasa nyeri juga dirasakan di sekitar vagina. Pasien juga
mengeluh ada darah yang keluar dari vagina sejak 1 hari yang lalu. Darah berwarna
merah terang dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
Saat diperiksa didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, keadaan umum tampak
sakit sedang. Tekanan darah, nafas, suhu dan nadinya dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik di dapatkan konjungtiva pasien anemis kanan dan kiri. Keadaan anemis
menurut penulis hal ini dikarenakan bisa dari perdarahan yang dialami pasien post partum
yang disebabkan oleh sisa plasenta. Pemeriksaan vagina tampak vulva tenang dengan
perdarahan sedikit dari vagina hal ini mendukung analisis dari penulis yang menyatakan
pasien mengalami anemia akibat perdarahan. Hal ini juga didukung dengan hasil
pemeriksaan laboratorium yang didapatkan hemoglobin menurun dan leukosit meningkat.
Leukosit pasien mengalami peningkatan yang signifikan hal ini diduga akibat dari sisa
plasenta yang ada dalam rahim pasien yang menyebabkan leukosit meningkat.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi atas indikasi adanya sisa plasenta dan
harus dilakukan tindakan kuretase, ijin operasi didapatkan dari pasien dan disetujui oleh
dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik saat pre-operasi dan
pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA II yaitu dengan
laboratorium abnormal. Menjelang operasi keadaan umum pasien normal, tekanan darah,
nadi, pernapasan dan suhu dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 3 September pukul 08.55 sedangkan anestesi
diberikan pada pukul 08.50 di Instalasi Bedah Sentral RSUD Karawang. Pada pasien
dipilih anestesi intravena karena baik digunakan pada operasi dengan durasi waktu yang
singkat seperti kuret.
Pada pasien diberikan premedikasi yaitu Midazolam (Miloz), merupakan obat pre-
medikasi dan mempunyai efek sedasi agar pasien tenang saat dilakukan kuretase.
Propofol diberikan pada pasien pada kasus ini karena memiliki durasi yang singkat yaitu
5-10 menit dan juga sebagai induksi hipnotik dan sedatif propofol memiliki onset kerja
23
dalam waktu 15- 40 detik4. Fentanyl yang diberikan kepada pasien terutama berfungsi
sebagai analgesia serta memiliki onset kerja yang singkat pada total anestesi intravena
yaitu 30-60 detik dan durasi kerjanya 1-2 jam. Ketamin yang diberikan kepada pasien
juga berfungsi untuk analgesia yang kuat dan juga mempunyai efek sedasi. Sedangkan
medikasi oksitosin dan pospargin diberikan agar uterus pasien pasca kuretase dapat
kontraksi dengan maksimal.
24
BAB VI
KESIMPULAN
Pada pasien dengan operasi yang singkat dan pemberian anestesi umum pada
pasien dengan napas yang spontan maka merupakan suatu indikasi untuk diberikan
anestesia melalui jalur vena, namun dalam pemberian anestesi melalui jalur vena perlu
diperhatikan onset dan durasi obat juga kondisi pasien dan komplikasi obat itu sendiri
Serta agar menjaga agar keadaan pasien perioperatif hingga post operatif dalam
keadaan baik maka perlu dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien pre operatif
Selama periopratif pun sangat diperlukan pengawasan yang ketat terhadap tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu, serta saturasi oksigen.
25
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarjo, Sp. An. Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010
3. Omoigui, S. 2010. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta
4. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care FKUI. Jakarta: 2012.
5. Mangku G, Senapathi Tjokorda GA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta: 2010
6. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan
S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2012 .
26