EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN ...
Transcript of EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN ...
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN
PROPILENGLIKOL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS
DAN STABILITAS SEDIAAN SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH
HIJAU (Camellia sinensis L.): APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lia Natalia Setiomulyo
NIM: 078114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Lia Natalia Setiomulyo
Nomor Mahasiswa : 07 8114 123
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN
PROPILENGLIKOL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS DAN
STABILITAS SEDIAAN SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU
(Camellia sinensis L.): APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 8 Februari 2011
Yang menyatakan
(Lia Natalia Setiomulyo)
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Efek Carbopol 940 sebagai Thickening Agent dan Propilenglikol sebagai
Humectant terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Shampoo Ekstrak Kering
Teh Hijau (Camellia sinensis L.): Aplikasi Desain Faktorial”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).
Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, sarana, dukungan,
semangat, doa, kritik dan saran. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, membimbing, dan memberi masukan, solusi, nasehat
serta semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Terima kasih untuk pengetahuan, pengalaman, dan berbagai hal yang
dibagikan kepada penulis.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik, dan saran
kepada penulis. Terima kasih untuk pengetahuan dan pengalaman yang
vii
dibagikan kepada penulis serta nasehat dan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran dan kritik yang
membangun. Terima kasih untuk pertimbangan dan masukan selama
penyusunan skripsi ini.
5. Christine Patramurti, M.Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan, nasehat, dan semangat selama perkuliahan hingga penyusunan
skripsi ini.
6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segala
bimbingan selama perkuliahan.
7. Ika Nariswari atas kepercayaan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Terima kasih atas waktu yang selalu ada untuk mendengarkan curahan hati
penulis.
8. Fransiska Angesti Nariswari sebagai teman satu tim, atas bantuan dan kerja
samanya.
9. Yunita Dwi Wulansari dan Dinar Mardianti atas waktu, semangat dan
bantuan selama penyusunan skripsi ini.
10. Grace Felicyta Kartika, S.Farm., Sihendra, S.Farm., dan Lia Yumi Yusvita,
S.Farm., atas masukan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Terima
kasih untuk pengalaman yang dibagikan kepada penulis.
viii
11. Teman-teman FST 2007, Kelas C 2007, DPMF 2009-2010, dan KKN XL
kelompok 14. Terima kasih atas kebersamaan yang tidak akan terlupakan dan
suka duka yang pernah kita alami.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 18 Januari 2011
Penulis
Lia Natalia Setiomulyo
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...…………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………. ii ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………..... iii iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. Iv. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................
v
PRAKATA ……………………………………………………………...... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………. ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ix x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xviii
INTISARI ………………………………………………………………… xix
ABSTRACT ……………………………………………………………….. xx
BAB I. PENGANTAR ………………………………………………….... 1
A. Latar Belakang ……………………………………………................... 1
1. Perumusan masalah ………………………………………………... 3
2. Keaslian penelitian ………………………………………................ 3
3. Manfaat penelitian ………………………………………................. 3
B. Tujuan Penelitian ……………………………………………............... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………………………………….. 5
xi
A. Rambut ………………………………………………………...............
1. Tinjauan umum …………………………………………….............
2. Kerusakan rambut ………………………………………….............
5
5
7
B. Teh hijau ....................………………………………………................ 7
1. Morfologi ……………………………………………..……............
2. Kandungan ..……………………………………….…….................
3. Kegunaan …………………………………………..........................
7
8
8
C. Ekstrak Kering ....................................................................................... 9
D. Shampoo ………………………………………………….................... 9
E. Surfaktan ................................................................................................ 11
1. Definisi ………………………………………………….................. 11
2. Jenis-jenis surfaktan …………………………………….................. 11
3. Sodium lauryl sulfate …………………..…..…..…..…................... 12
4. Cocamidopropyl betaine …………………………........................... 13
F. Thickening Agent ……………………………………..…..…............... 14
G. Carbopol 940 ………………………………………………................. 14
H. Humectant ………………………………………….............................. 16
I. Propilenglikol ……………………………………………................... 16
J. Formulasi. ……………………………………………...…...…...….....
1. Natrium klorida ………………………………………....................
2. Asam askorbat ……………………………………..........................
3. Metil paraben ……………………………………............................
17
17
17
18
K. Uji Sifat Fisis ......................................................................................... 19
xii
1. Viskositas ..........................................................................................
2. Busa ...................................................................................................
19
22
L. Desain faktorial …………………………………….............................. 25
M. Landasan teori ……………………………………................................
N. Hipotesis …………………………………….......................................
26
28
BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………… 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………................. 29
B. Variabel Penelitian …………………………………………................. 29
C. Definisi Operasional ………………………………………….............. 30
D. Bahan Penelitian ……………………………………............................ 31
E. Alat Penelitian …………………………………………....................... 32
F. Tata Cara Penelitian …………………………………………............... 32
1. Identifikasi dan verifikasi ekstrak kering teh hijau …....................... 32
2. Pembuatan shampoo …………………………................................. 33
3. Uji sifat fisis shampoo…………….................................................... 35
G. Analisis Hasil ………………………………………………................. 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………..... 38
A. Identifikasi dan Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau ………............... 38
B. Pembuatan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau ……………............... 41
C. Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau .............. 48
D. Efek Carbopol, propilenglikol dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis
dan Stabilitas Shampoo ..........................................................................
54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 72
xiii
A. Kesimpulan …………………………………………………................ 72
B. Saran ………………………………………………………….............. 72
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 73
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 77
BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………… 120
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level …………………………………………….....
25
Tabel II. Identifikasi ekstrak teh hijau …………………………….... 32
Tabel III. Rancangan formula percobaan ……………......................... 34
Tabel IV. Hasil identifikasi ekstrak yang berasal dari PT. Sido
Muncul ……………………………………………..............
39
Tabel V. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo 50
Tabel VI. Hasil pengukuran viskositas sediaan shampoo ……………. 55
Tabel VII. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon viskositas ………........................................
56
Tabel VIII. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
viskositas …................................................................……..
57
Tabel IX. Hasil pengukuran ketahanan busa sediaan shampoo ............ 59
Tabel X. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon ketahanan busa ….......................................
60
Tabel XI. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
ketahanan busa …........................................................……..
61
Tabel XII. Hasil perhitungan % pergeseran viskositas sediaan
shampoo ................................................................................
63
Tabel XIII. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon pergeran viskositas .....................................
64
xv
Tabel XIV. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
pergeseran viskositas …..............................................……..
65
Tabel XV. Hasil perhitungan % perubahan ketahanan busa .................. 67
Tabel XVI. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon perubahan ketahanan busa .........................
68
Tabel XVII. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
perubahan ketahanan busa …......................................……..
69
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi rambut ………………………......…….................. 5
Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut ………………………......…… 6
Gambar 3. Tanaman teh hijau ……................................................…… 8
Gambar 4. Struktur epigalokatekin-3-galat ........……………………… 9
Gambar 5. Struktur sodium lauryl sulfate ………......………………… 13
Gambar 6. Struktur cocamidopropyl betaine ……................................. 13
Gambar 7. Monomer asam akrilat polimer Carbopol …………….....… 15
Gambar 8. Struktur propilenglikol ………………..........................….. 17
Gambar 9. Struktur asam askorbat ………………………...………….. 18
Gambar 10. Struktur metil paraben ………………………….…………. 19
Gambar 11. Aliran Newtonian ……………….......................................... 20
Gambar 12. Aliran plastis …………........................................................ 20
Gambar 13. Aliran pseudoplastis ............................................................. 21
Gambar 14. Aliran dilatan …………....................................................... 21
Gambar 15. Mekanisme elastisitas film ………....................................... 23
Gambar 16. Hasil uji kualitatif dengan KLT ............................................ 40
Gambar 17. Perubahan struktur Carbopol dari coiled menjadi lurus ....... 42
Gambar 18. Mekanisme pembersihan dengan surfaktan anionik ............. 44
Gambar 19. Penghilangan droplet minyak dari substrat .......................... 45
Gambar 20. Spherical micells …………………………………….......... 45
Gambar 21. Mekanisme pembersihan dengan pembentukan misel …..... 45
xvii
Gambar 22. Profil periodik viskositas (X±SD) dari 6 replikasi selama
penyimpanan selama 1 bulan ................................................
51
Gambar 23. Profil periodik ketahanan busa (X±SD) dari 6 replikasi
selama penyimpanan selama 1 bulan ...................................
52
Gambar 24. Diagram pareto respon viskositas ......................................... 56
Gambar 25. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon viskositas ..... 58
Gambar 26. Diagram pareto respon ketahanan busa ................................ 60
Gambar 27. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon ketahanan
busa .......................................................................................
62
Gambar 28. Diagram pareto respon pergeseran viskositas ...................... 64
Gambar 29. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon pergeseran
viskositas ..............................................................................
66
Gambar 30. Diagram pareto respon perubahan ketahanan busa .............. 68
Gambar 31. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon perubahan
ketahanan busa ......................................................................
70
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) …………….....…………………...
77
Lampiran 2. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan reaksi warna 79
Lampiran 3. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) ...........................................
80
Lampiran 4. Laporan hasil uji ................................................................. 81
Lampiran 5. Perhitungan jumlah penambahan ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) dalam sediaan shampoo …............
82
Lampiran 6. Data penimbangan ……...........…………………………... 84
Lampiran 7. Notasi desain faktorial dan percobaan desain faktorial ..... 85
Lampiran 8. Sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) secara periodik ...............................
86
Lampiran 9. Uji normalitas data viskositas, ketahanan busa,
pergeseran viskositas, dan perubahan ketahanan busa .......
94
Lampiran 10. Uji ANOVA two ways dengan Design Expert 7.0.0 ......... 102
Lampiran 11. Analisis statistik sifat fisis secara periodik ........................ 110
Lampiran 12. Foto shampoo ekstrak kering teh hijau .............................. 118
Lampiran 13. Dokumentasi ...................................................................... 118
xix
INTISARI
Sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo dipengaruhi oleh Carbopol 940
sebagai bahan pengental dan propilenglikol sebagai humectant. Carbopol 940
merupakan agen peningkat viskositas yang akan meningkatkan ketahanan busa
sedangkan propilenglikol dapat menurunkan viskositas yang akan menurunkan
ketahanan busa. Kombinasi komposisi yang sesuai antara Carbopol 940 dan
propilenglikol dapat menghasilkan shampoo dengan sifat fisis dan stabilitas yang
baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek Carbopol 940,
propilenglikol, dan interaksinya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo
ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.). Penelitian ini menggunakan
metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol
dan dua level yaitu level tinggi–level rendah. Sifat fisis yang diuji adalah
viskositas dan ketahanan busa, dan stabilitas yang diuji adalah pergeseran
viskositas dan perubahan ketahanan busa. Analisis data secara statistik
menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui signifikansi (p<0,05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam
memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol 940, propilenglikol, dan
interaksinya memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas. Carbopol 940,
propilenglikol, dan interaksinya memberikan efek yang tidak signifikan terhadap
ketahanan busa dan pergeseran viskositas. Propilenglikol memberikan efek yang
signifikan terhadap perubahan ketahanan busa, sedangkan Carbopol 940 dan
interaksinya memberikan efek tidak signifikan terhadap perubahan ketahanan
busa.
Kata kunci: ekstrak kering teh hijau, Carbopol 940, propilenglikol, shampoo, efek,
desain faktorial.
xx
ABSTRACT
Physical and stability characteristics of shampoo are affected by the
using of Carbopol 940 as thickening agent and propyleneglycol as humectant.
Carbopol 940 is a thickening agent which is used to increase the stability of the
foam, otherwise propyleneglycol is used to decrease the viscosity of the foam.
The combination of composition of Carpobol 940 and propyleneglycol can
produce shampoo with proper physical and stability characteristics.
The aim of this research is to know the effects and interactions of
Carpobol 940 and propyleneglycol toward the physical and stability
characteristics of dried green tea extract (Camellia sinensis L.) shampoo.
This experimental research used the factorial design method with two
factors such as Carbopol 940 and propyleneglycol. There are two level in this
method such as high level and low level. There are some physical characteristics
which are evaluated such as viscosity and the resistance of the foam, some
stability characterictics are evaluated such as the alteration of viscosity and
resistance of foam. The data were analyzed statically using Design Expert 7.0.0.
with confidence level 95%, to know the significancy (p<0.05) of every factor and
interaction in contributing to the effect.
The result of this research showed that Carpobol 940, propyleneglycol
and their interactions give significant effect against the viscosity. Carpobol 940,
propyleneglycol and the interaction give insiginificant effect against the resistance
of foam and the alteration of viscosity. Propyleneglycol gives significant effect
toward the resistance of foam, whereas the interaction and Carbopol 940 give
insignificant effect towards the resistance of foam.
Keyword : dried green tea extract, Carbopol 940, propyleneglycol, shampoo,
effect, factorial design
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Rambut yang sehat dan indah termasuk suatu kebutuhan estetika karena
menunjang penampilan seseorang. Setiap orang mendambakan rambut yang sehat,
halus, lembut, indah dan terawat. Rambut yang mengalami kerusakan dapat
menyebabkan kecemasan terhadap penampilan dan berkurangnya kepercayaan
diri seseorang. Kerusakan rambut meliputi rambut rontok, kasar, kusam, kering
dan bercabang.
Teh hijau dan ekstrak teh hijau telah digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit kanker, menurunkan berat badan, menurunkan kadar
kolesterol, dan melindungi kulit dari paparan sinar matahari (Anonim, 2010).
Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) diketahui mengandung senyawa-
senyawa fenolik seperti galokatekin, epigalokatekin, katekin, epikatekin, dan
epigalokatekin-3-galat. Epigalokatekin-3-galat dapat meningkatkan proliferasi dan
mencegah apoptosis human dermal papila cell, sehingga pembentukan rambut
dan siklus pertumbuhan rambut terkontrol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun,
and Kim, 2007). Selain itu, EGCG juga dapat digunakan untuk perawatan
androgenetic alopecia melalui penghambatan 5α-reduktase. Oleh karena itu, teh
hijau dapat dikembangkan menjadi bentuk sediaan perawatan rambut.
Pada penelitian ini dipilih bentuk sediaan shampoo karena merupakan
sediaan perawatan rambut yang paling banyak digunakan dan diharapkan
2
shampoo ekstrak kering teh hijau selain membersihkan rambut, dapat memelihara
pembentukan dan siklus pertumbuhan rambut, melembutkan dan menguatkan
rambut. Liquid shampoo dipilih karena mempunyai variasi penampilan dari
formulasi yang paling baik, nilai ekonomis yang lebih tinggi karena sesuai
keinginan sebagian besar konsumen, dan lebih stabil (Sagarin, 1957).
Dalam formulasi shampoo, perlu diperhatikan sifat fisis dan stabilitas
selama penyimpanan. Sifat fisis yang penting untuk dievaluasi, yaitu viskositas
dan busa. Viskositas berpengaruh terhadap sifat alir sediaan. Shampoo harus
mudah dituang dari kemasan namun tidak mudah mengalir tumpah dari tangan
saat akan digunakan. Selain viskositas, karakteristik busa shampoo juga berperan
penting, shampoo harus mampu menghasilkan busa dalam jumlah optimum dan
stabil sehingga dapat diterima oleh konsumen (Limbani, 2009). Sediaan shampoo
diharapkan stabil selama penyimpanan.
Viskositas shampoo dikontrol melalui penggunaan thickening agent.
Thickening agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbopol 940,
karena efisiensinya sebagai pengental sangat baik, dengan kadar rendah memiliki
viskositas yang relatif tinggi (Allen, 2004).
Pada penelitian ini ditambahkan humectant, yaitu propilenglikol.
Propilenglikol dipilih karena memiliki bobot molekul dan viskositas yang rendah.
Humectant bersifat higroskopis maka akan mengikat air dengan pembentukan
ikatan hidrogen. Propilenglikol dapat menjaga kelembaban kulit kepala dan
rambut. Selain itu, propilenglikol mempengaruhi viskositas sediaan dimana
cenderung menurunkan viskositas (Schmucker, Desai, Desai, and Brand, 2010).
3
Kombinasi Carbopol 940 dan propilenglikol diharapkan dapat memperoleh
konsistensi shampoo yang baik. Viskositas shampoo mempengaruhi jumlah busa
yang terbentuk (Tadros, 2005). Semakin tinggi viskositas shampoo maka busa
yang dihasilkan semakin optimum, namun tahanan untuk mengalir besar pula.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat efek Carbopol 940 dan
propilenglikol terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau.
Signifikansi efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap sifat
fisis dan stabilitas shampoo dianalisis menggunakan ANOVA dengan program
Design Expert 7.0.0 pada taraf kepercayaan 95%.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti: Apakah variasi jumlah Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi
Carbopol 940 dan propilenglikol pada level yang diteliti memberikan efek yang
signifikan terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai efek Carbopol 940
sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai humectant terhadap sifat fisis
dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) belum
pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dalam formulasi shampoo ekstrak kering teh hijau.
4
b. Manfaat metodologis. Memberikan informasi mengenai penggunaan
desain faktorial dalam mengamati efek Carbopol 940 dan propilenglikol terhadap
sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau.
c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efek
Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan
stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau, sehingga menghasilkan shampoo yang
acceptable.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Membuat shampoo dari bahan alam, yaitu ekstrak kering teh hijau,
dengan Carbopol 940 sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai
humectant.
2. Tujuan khusus
Mengetahui efek Carbopol 940 sebagai thickening agent dan
propilenglikol sebagai humectant terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo
ekstrak kering teh hijau.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Rambut
1. Tinjauan umum
Rambut terdiri dari batang rambut dan akar. Batang rambut merupakan
bagian rambut yang ada di luar kulit. Batang rambut tersusun dari 3 lapisan, yaitu
kutikula rambut, korteks rambut, dan medula rambut. Kutikula rambut terdiri dari
sel-sel keratin yang pipih dan saling bertumpuk menyerupai sisik. Korteks rambut
adalah lapisan yang lebih dalam dan terdiri dari sel-sel yang tersusun rapat.
Medula rambut terdiri dari tiga atau empat lapisan sel berbentuk kubus, yang
berisi keratohialin. Sedangkan akar rambut atau folikel rambut terletak dalam
lapisan dermis kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah
yang memberikan nutrisi (Tranggono dan Latifa, 2007).
Gambar 1. Anatomi rambut (Mitsui,1997)
6
Rambut terbentuk dengan proses divisi sel, mitosis, mengelilingi akar
dekat papila. Kepala yang sehat terdiri dari 150.000 rambut dengan ketebalan dan
tipe yang bervariasi. Rambut yang berwarna hitam biasanya lebih tebal.
Pertumbuhan rambut perhari antara 0,4 mm sampai 1 mm (Young, 1972).
Siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu fase anagen
(fase pertumbuhan), fase katagen (fase penghentian pertumbuhan), dan fase
telogen (fase istirahat). Rambut hanya dihasilkan pada fase pertumbuhan. Selama
fase pertumbuhan, kulit papila akan meluas dan matrik rambut membelah aktif,
sehingga rambut bertambah panjang (Mitsui, 1997).
Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut (Mitsui, 1997)
Macam-macam kotoran di rambut, yaitu:
1. sebum, sekresi minyak dari kelenjar sebasea.
2. protein yang timbul dari sel debris dari lapisan stratum corneum kulit kepala
dan protein yang mengandung keringat.
3. polutan atmosfer dan residu dari produk perawatan rambut lainnya (Mottram
and Lees, 2000).
7
2. Kerusakan rambut
Rambut yang mengalami kerusakan menjadi kering, rapuh, tidak elastis,
tidak berkilau, warna rambut akan berubah menjadi kemerahan, bercabang, dan
akhirnya rambut akan patah. Kerusakan rambut dapat disebabkan oleh:
1. kimia: obat keriting rambut, pewarna rambut
2. lingkungan: sinar UV, panas hair dryer
3. fisika: pencucian rambut berlebihan, perendaman rambut, dan blow drying
(Mitsui, 1997).
Kerontokan rambut merupakan salah satu kerusakan rambut yang sering
dialami oleh pria dan wanita. Rambut yang rontok terus menerus, tanpa diimbangi
dengan pertumbuhan rambut baru dapat menyebabkan kebotakan. Androgenetic
alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling umum pada manusia,
terjadi pada 50% pria di atas 40 tahun dan juga wanita. Androgenetic alopecia
terjadi pada pria dan wanita sebagai hasil dari faktor genetik dan hormon.
Ekspresi penuh dari androgenetic alopecia memerlukan androgen dengan
pengurangan ukuran folikel rambut dan diameter batang rambut. Androgen
dimetabolisme dengan 5α-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang memicu
terjadinya kebotakan (Elsner, 2000).
B. Teh Hijau
1. Morfologi
Teh hijau termasuk dalam familia Theaceae. Daun tunggal teh hijau
berbentuk lonjong memanjang dengan pangkal daun runcing, bergerigi. Tangkai
8
daun pendek, panjang 0,2 cm sampai 0,4 cm, panjang daun 6,5 cm sampai 15 cm,
lebar daun 1,5 cm sampai 5 cm (Anonim, 1989).
Gambar 3. Tanaman teh hijau (Anonim, 2009)
2. Kandungan
Teh hijau mengandung epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG),
epigalokatekin (EGC), epigalokatekin-3-galat (EGCG), galokatekin, katekin,
kafeina, teofilina, dan teobromina. Senyawa epigalokatekin-3-galat merupakan
kandungan terbesar di dalam teh hijau (Syah, 2006).
3. Kegunaan
Teh hijau dan ekstrak teh hijau digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit kanker meliputi kanker payudara, kanker perut, dan kanker
kulit. Teh hijau dan ekstrak teh hijau juga telah digunakan untuk
meningkatkan kewaspadaan, menurunkan berat badan, menurunkan kadar
kolesterol, dan melindungi kulit dari paparan sinar matahari (Anonim, 2010).
Epigalokatekin-3-galat (EGCG) dapat merangsang proliferasi dan
menghambat apoptosis human dermal papila cells yang berperan dalam
pembentukan dan siklus pertumbuhan rambut (Kwon et al., 2007). EGCG mampu
menjaga kelangsungan hidup human dermal papila cells dan mempertahankan
siklus pertumbuhan rambut. EGCG juga digunakan dalam perawatan
9
androgenetic alopecia melalui penghambatan selektif aktivitas 5α-reduktase
(Hiipakka, Zhang, Dai, Dai, and Liao, 2002). 5α-reduktase merupakan steroid tipe
II, sebuah enzim intraseluler yang mengkonversi tertosteron menjadi
dihidrotestosteron (DHT). Penghambatan 5α-reduktase menghasilkan penurunan
konsentrasi DHT yang dapat mengurangi terjadinya kebotakan (Elsner, 2000).
Gambar 4. Struktur epigalokatekin-3-galat (Su-no-G, 2007)
C. Ekstrak Kering
Ekstrak kering memiliki konsistensi kering dan mudah dioleskan. Ekstrak
kering dibentuk melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya
menghasilkan ekstrak yang mengandung air tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994).
Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau campuran
etanol-air. Simplisia yang disari dengan air dapat dilakukan dengan infundasi,
dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut organik dapat
dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan soxlet (Direktorat Jenderal Pengawas
Obat dan Makanan, 1995).
D. Shampoo
Shampoo didefinisikan sebagai pengolahan dari surfaktan dalam bentuk
yang cocok, baik cair, padat, maupun serbuk yang ketika digunakan di bawah
10
kondisi khusus akan menghilangkan permukaan minyak, debu, dan sel-sel kulit
mati dari batang rambut dan kulit kepala atau menyehatkan rambut (Sagarin,
1957).
Shampoo perlu menggunakan substansi yang memiliki afinitas terhadap
minyak, yaitu detergent. Detergent mengurangi tegangan permukaan dari air
sehingga air dapat membasahi serabut rambut. Dalam memilih detergent perlu
memperhatikan beberapa hal meliputi: efek detergent terhadap permukaan yang
akan dibersihkan, stabilitas detergent, dan efisiensi detergent (Young, 1972).
Shampoo tersedia dalam berbagai tipe dan bentuk yang diklasifikasikan
berdasarkan penampakan fisik. Bentuk-bentuk shampoo meliputi shampoo cair
jernih, shampoo dalam bentuk krim atau shampoo dalam bentuk gel dan shampoo
kering (Sagarin, 1957).
Shampoo ditujukan untuk membersihkan rambut dan kulit kepala dari
segala macam kotoran dan aman digunakan. Maka dari itu, shampoo harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu:
(1) dapat menghilangkan lemak dan polutan atmosfer dari rambut dan kulit
kepala,
(2) dapat menghilangkan sisa aplikasi perawatan rambut sebelumnya,
(3) menghasilkan busa yang optimum, memuaskan pengguna,
(4) menghasilkan rambut yang mudah disisir,
(5) tidak toksik dan tidak mengiritasi, dan
(6) tidak merusak jaringan mata (Mottram and Lees, 2000).
11
E. Surfaktan
1. Definisi
Surfaktan merupakan senyawa yang jika pada konsentrasi rendah
memiliki sifat untuk teradsorbsi pada permukaan maupun antarmuka dari suatu
sistem dan mampu menurunkan energi bebas permukaan maupun energi bebas
antarmuka (Rosen, 1978).
Surfaktan merupakan komponen penting dalam shampoo, karena
berhubungan dengan kualitas busa yang dihasilkan. Surfaktan berfungsi untuk
membersihkan kotoran yang ada di rambut, baik kotoran yang larut, tidak larut
maupun sebum (Rieger, 1997).
2. Jenis-jenis surfaktan
Surfaktan terdiri dari empat jenis, yaitu :
a. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik yang sering dipakai adalah sodium lauryl sulfate dan triethanol
lauryl sulfate karena memiliki daya pembersih yang kuat bahkan dalam air sadah
sekalipun (Tranggono dan Latifa, 2007). Surfaktan anionik merupakan surfaktan
yang paling sering digunakan (70-75% dari total penggunaan surfaktan).
Surfaktan anionik bervariasi, berdasarkan modifikasi gugus hidrofobik. Muatan
negatif surfaktan berasal dari gugus karboksil. Adanya gugus karboksil
menjadikan surfaktan ini sensitif terhadap kehadiran kation, konsentrasi garam
tinggi dan pH rendah. Contoh surfaktan anionik, yaitu sodium tallow soap,
pottasium stearate, sodium lauryl sulfate, dan triethanolamine lauryl sulfate
(Tranggono dan Latifa, 2007).
12
b. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik memiliki daya pembasah yang kuat namun daya pembersihnya
kurang baik. Surfaktan ini tidak pernah dicampur dengan surfaktan anionik karena
dapat menonaktifkannya (Tranggono dan Latifa, 2007). Surfaktan kationik
memiliki kemampuan pembersihan dan pembusaan yang lebih rendah
dibandingkan surfaktan anionik, tidak kompatibel dengan surfaktan anionik, dan
dapat mengiritasi mata (Wilkinson, 1982).
c. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik memiliki kedua muatan, yaitu anionik dan kationik pada
kepala hidrofiliknya. Bagian negatif biasanya karboksilik dan bagian positif
biasanya amino. Pada suasana basa, fungsi anionik lebih dominan sedangkan pada
suasana asam fungsi kationik lebih dominan (Mottram and Lees, 2000).
d. Surfaktan non ionik
Surfaktan ini bukan komposisi utama dalam shampoo karena hanya menghasilkan
sedikit busa tetapi keberadaaannya penting sebagai co-surfactant, modifikasi
rheologi dan solubilisasi komponen yang insoluble. Contoh surfaktan non ionik,
yaitu fatty acid alkanolamide, fatty amine oxide, dan alkylpolyglucosides
(Tranggono dan Latifa, 2007).
3. Sodium lauryl sulfate
Sodium lauryl sulfate berasal dari sulfatasi campuran yang secara sintetik
disiapkan C-12 atau C-14 asam lemak alkohol. Sodium lauryl sulfate digunakan
secara intensif sebagai pembersih karena kestabilannya yang unggul (Rieger,
1997).
13
Gambar 5. Struktur sodium lauryl sulfate (Rowe, 2009)
Sodium lauryl sulfate tidak larut dalam air dingin, kelarutannya akan
meningkat dengan adanya kenaikan temperatur dan tidak kompatibel dengan
garam dari ion logam polivalen. Sodium lauryl sulfate bila bereaksi dengan
surfaktan kationik, akan kehilangan aktivitasnya dan menimbulkan pengendapan
(Rowe, 2009).
4. Cocamidopropyl betaine
Cocamidopropyl betaine efektif memodifikasi busa, mampu membentuk
komplek dengan molekul surfaktan yang memaksimalkan gaya tarik
intermolekuler dengan surfaktan dan meningkatkan viskositas film (Rieger, 1997).
Gambar 6. Struktur cocamidopropyl betaine (Hunter and Flowler, 1998)
Cocamidopropyl betaine berupa kationik pada suasana asam dan berupa
anionik pada suasana basa. Surfaktan ini lembut dan membersihkan dengan efektif
serta menghasilkan busa yang optimum. Kelebihan cocamidopropyl betaine, yaitu
kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, dan non ionik serta memodifikasi
viskositas. Penggunaan bersama anionik surfaktan akan menurunkan sifat iritatif
pada mata dan meningkatkan viskositas dan kekentalan (Lange, 1999).
14
F. Thickening Agent
Thickening agent meliputi carbomer, polimer selulosa, komponen gum,
dan polietilen glikol. Kekentalan shampoo dapat diperoleh dengan penggunaan
bahan pengental alam dan sintetik. Bahan sintetik lebih sering digunakan karena
mencegah terbentuknya lapisan film dan tidak tertinggal di rambut. Polivinil
alkohol atau polivinil pirolidon termasuk bahan pengental yang sering digunakan
(Sagarin, 1957).
Gel merupakan salah satu thickening agent melalui mekanisme
pengikatan molekul solven ke dalam jaringan polimer, sehingga mengurangi
pergerakan dan menghasilkan viskositas sistem yang lebih tinggi. Gel sering
digunakan dalam produk kosmetik karena memiliki penampilan transparan yang
menarik (Paye, Barel, and Maibach, 2006).
G. Carbopol
Carbopol berasal dari polimer sintesis dengan berat molekul tinggi dari
ikatan silang asam akrilat dengan allyl eter dari sukrosa lain atau allyl eter dari
pentaprythriol. Carbopol homopolimer mengandung tidak kurang dari 56,0% dan
tidak lebih dari 68,0% gugus asam karboksilat, perhitungan berdasarkan zat yang
sudah dikeringkan (Ravissot and Drake, 2000).
Fungsi Carbopol adalah sebagai suspending agent dan atau agen
peningkat viskositas. Carbopol larut dalam air, alkohol, dan gliserin. Gel dengan
15
Carbopol akan lebih kental pada pH 6-11 dan viskositasnya berkurang bila pH
kurang dari 3 atau lebih dari 12. Carbopol bersifat higroskopis (Barry, 1983).
Gambar 7. Monomer asam akrilat polimer Carbopol (Rowe, 2009)
Carbopol digunakan sebagai agen pengemulsi untuk emulsi minyak
dalam air (pada konsentrasi 0,1-0,5%), suspending agent (pada konsentrasi 0,5-
1%), gelling agent (pada konsentrasi 0,5-2%), agen peningkat viskositas dan
sebagai pengikat tablet. Carbopol telah digunakan dalam krim, gel dan salep yang
diaplikasikan pada mata, dubur secara topikal. Selain penggunaannya dalam obat-
obatan, Carbopol juga banyak digunakan dalam kosmetik. Dalam penggunaannya
serbuk basis Carbopol ditaburkan ke air kemudian dilakukan pengadukan.
Pengadukan dilakukan dengan kuat untuk menghindari terbentuknya gumpalan
yang sulit dihilangkan. Setelah dispersi seragam diperoleh, Carbopol dinetralkan
dengan penambahan basa, seperti asam amino, boraks, kalium hidroksida, natrium
bikarbonat, natrium hidroksida dan trietanolamin dalam sistem polar dan
stearylamine dan laurylamine dalam sistem non polar. Sebagai panduan umum,
sekitar 0,4 g natrium hidroksida diperlukan untuk menetralkan 1 g basis Carbopol
(Anonim, 1997).
16
H. Humectant
Humectant merupakan senyawa organik larut dalam air. Humectant dapat
bekerja pada barier lipid. Lipid stratum corneum merupakan hambatan hilangnya
air dari kulit. Lipid stratum corneum berupa kristal padat dan cair, yang
memungkinkan air melalui lipid bilayer. Kristal padat lebih mudah retak sehingga
kulit menjadi kering. Kristal cair lipid bertahan pada kelembaban tinggi, apabila
kelembaban rendah akan terjadi dehidrasi (Leyden and Rawlings, 2002).
Gliserol, polietilenglikol, dan propilenglikol merupakan contoh
humectant, dapat bercampur pada konsentrasi 5% menjadi air suspensi untuk
aplikasi eksternal. Humectant digunakan untuk mencegah produk menjadi kering
setelah diaplikasikan pada kulit. Selain itu, humectant dapat ditambahkan dalam
formulasi emulsi untuk mengurangi penguapan air saat kemasan terbuka maupun
penguapan air setelah digunakan pada kulit (Aulton, 1988).
I. Propilenglikol
Propilenglikol merupakan bahan yang berfungsi sebagai humectant,
pelarut, dan plasticizer. Fungsi lain propilenglikol adalah sebagai pengawet pada
konsentrasi 15-30%, hygroscopic agent, desinfectant, stabilizer, dan pelarut
pengganti yang dapat campur dengan air (Anonim, 1983; Anger, Claude, Rupp
and Lo, 1996).
Propilenglikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab, dapat bercampur dengan
air, kloroform, dan aseton, larut dalam eter dan beberapa minyak essential, tetapi
17
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Direktorat Jenderal Pengawas Obat
dan Makanan, 1995). Propilenglikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila
diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan, atau injeksi intramuskular, dan
telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakaian
propilenglikol secara topikal (Anonim, 1983).
Gambar 8. Struktur propilenglikol (Rowe, 2009)
J. Formulasi
1. Natrium klorida
Natrium klorida berupa bubuk kristal putih atau kristal tak berwarna,
rasanya asin. Kisi kristal adalah struktur berpusat muka kubik. Natrium klorida
padat tidak mengandung kristalisasi air, namun di bawah 00C, garam
memungkinkan untuk mengkristal sebagai suatu dihidrat. Natrium klorida
digunakan untuk memodifikasi obat dalam bentuk sediaan gel dan emulsi.
Natrium klorida dapat digunakan untuk mengontrol ukuran misel dan untuk
menyesuaikan viskositas dispersi polimer dengan mengubah karakter ionik dari
formulasi (Rowe, 2009).
2. Asam askorbat
Asam askorbat berupa serbuk putih untuk cahaya berwarna kuning,
bersifat non higroskopik, tidak berbau, rasa asam tajam dan secara bertahap
menggelapkan warna setelah terpapar cahaya. Asam askorbat digunakan sebagai
18
antioksidan dalam larutan farmasi formulasi pada konsentrasi 0,01-0,1% w/v.
Asam askorbat telah digunakan untuk mengatur pH larutan untuk injeksi dan
terbukti bermanfaat sebagai bahan stabilisasi pada misel yang mengandung
campuran tetrazepam (Rowe, 2009).
Gambar 9. Strukur asam askorbat (Rowe, 2009)
3. Metil paraben
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik,
produk makanan, dan formulasi farmasi. Pada kosmetik, metil paraben adalah
pengawet yang paling sering digunakan. Paraben efektif atas kisaran pH yang luas
dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Paraben paling efektif
terhadap ragi dan kapang. Aktivitas antimikrobial paraben meningkat seiring
dengan rantai panjang gugus alkil meningkat, namun kelarutan dalam air
berkurang (Rowe, 2009).
Keberhasilan pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan
propilenglikol (2-5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi
dengan agen antimikroba lainnya seperti imidurea. Selain itu, aktivitas
antimikroba dapat ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi paraben sebagai
efek sinergis. Oleh karena itu, kombinasi metil-, etil-, propil-, dan butil paraben
sering digunakan bersama (Rowe, 2009).
19
Gambar 10. Struktur metil paraben (Rowe, 2009)
K. Uji Sifat Fisis
1. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas akan makin besar tahanannya. Penggolongan
bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem
Newtonian dan sistem non Newtonian (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993).
Senyawa yang mengikuti sistem Newtonian, contohnya: gliserin, alkohol,
air, kloroform, minyak jarak, dan minyak zaitun. Sistem Newtonian memiliki rate
of shear yang berbanding lurus dengan shearing stress. Semakin besar viskositas
suatu cairan maka semakin besar shearing stress yang diberikan. Persamaannya
sebagai berikut:
Keterangan :
F’ = gaya
A = luas permukaan
η = koefisien viskositas
20
dv = perbedaan kecepatan
dr = perbedaan jarak (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993).
Gambar 11. Aliran Newtonian (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993)
Dispersi heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi,
suspensi cair tidak mengikuti persamaan aliran Newtonian namun mengikuti
sistem non Newtonian. Sistem non Newtonian meliputi tiga aliran, yaitu plastis,
pseudoplastis, dan dilatan. Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-
partikel yang terflokulasi dalam suspensi pekat. Aliran plastis mempunyai ciri
adanya yield value. Yield value disebabkan oleh adanya kontak partikel-partikel
berdekatan (disebabkan oleh gaya Van der Walls) yang harus dipecah sebelum
aliran terjadi (Aulton, 1988).
Gambar 12. Aliran plastis (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993)
21
Aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan,
kurva dimulai dari titik (0,0). Viskositas pada pseudoplastis berkurang dengan
meningkatnya rate of shear. Rheogram lengkung disebabkan karena kerja
shearing . Dengan adanya peningkatan shearing stress, molekul yang tidak
beraturan mulai menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan
akan mengurangi tahanan dan mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada
shearing stress berikutnya (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993).
Gambar 13. Aliran pseudoplastis (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993)
Zat-zat yang memiliki aliran dilatan adalah suspensi-suspensi dengan
presentase zat terdispers tinggi dan partikel-partikel kecil yang mengalami
deflokulasi. Peningkatan rate of shear akan menghambat cairan untuk mengalir
(Aulton, 1988).
Gambar 14. Aliran dilatan (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993)
22
Viskositas merupakan parameter rheologi yang penting dalam sediaan
semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu kontak sediaan pada
kulit (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002). Viskositas sediaan menentukan
lama tinggal sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik.
Semakin tinggi viskositas, maka kontak sediaan pada kulit akan semakin lama.
Viskositas sediaan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bahan baku yang
digunakan secara umum, misalnya polimer yang memiliki tingkat viskositas
tertentu (Donovan and Flanagan, 1996).
2. Busa
a. Definisi. Busa adalah suatu sistem dispers yang terdiri atas gelembung gas
yang dibungkus oleh lapisan cairan. Adanya perbedaaan densitas yang signifikan
antara gelembung gas dan medium, maka sistem akan memisah menjadi dua
lapisan dengan cepat di mana gelembung gas akan naik ke atas. Ketika gelembung
gas dimasukkan di bawah permukaan cairan, maka gelembung itu akan langsung
pecah saat cairan mengalir (drainage) sehingga suatu cairan murni tanpa surfaktan
tidak akan berbusa (Tadros, 2005).
b. Proses terbentuknya busa. Busa dihasilkan ketika udara atau beberapa
gas berada pada permukaan cairan yang membungkus gas tersebut dengan lapisan
film cairan. Busa mempunyai struktur gas menyerupai sarang lebah yang
dindingnya tersusun dari lapisan film cairan dengan sisi-sisi sejajar bidang. Sisi-
sisi film disebut lamela. Busa akan rusak ketika cairan mengalir keluar dari antara
dua permukaan sejajar lamela, yang menyebabkan busa secara progresif menipis
(Rosen, 1978).
23
. Gambar 15. Mekanisme elastisitas film (Rosen, 1978)
Busa umumnya meningkat dengan peningkatan konsentrasi surfaktan di
bawah CMC sampai mendekati CMC, pada daerah tersebut akan menghasilkan
busa yang maksimum. Keefektifan surfaktan bergantung pada kemampuannya
dalam mengurangi tegangan permukaan dari larutan berbusa dan besarnya gaya
kohesi intermolekular (Rosen, 1978).
c. Evaluasi busa. Evaluasi busa dapat dilakukan dengan beberapa metode
sebagai berikut:
1) Sabun sejumlah 2,95 g ditimbang, dihaluskan, dan dilarutkan dalam 800
mL aquadest. Larutan tersebut diambil 500 mL, dituang ke dalam labu, dan
diaduk kuat selama 2 menit dengan pengaduk mekanik elektrik. Pengamatan
tinggi busa dilakukan setelah 5 menit (Edoga, 2009).
2) Ross Milles
Pada evaluasi ini, 200 mL larutan shampoo dituangkan melalui kolom gelas yang
terdiri dari 50 cc larutan yang sama. Setelah beberapa waktu, umumnya lima
menit tinggi busa diukur. Metode ini tidak memberikan hasil tinggi busa dan
volume busa yang akurat (Klein, 2004).
3) Cylinder shake
Metode ini dilakukan dengan menuangkan larutan shampoo dalam sebuah
silinder. Setelah dalam kondisi diam, silinder dibalik berulang kali selama
24
beberapa waktu. Hasil pengukuran ini sangat subyektif, sehingga kurang
reprodusibel (Klein, 2004).
4) Perforated disk
Metode evaluasi ini ditemukan sejak tahun 1958. Evaluasi menggunakan
perforated disk dilakukan dengan meletakkan 200 g larutan shampoo dalam
silinder gelas (diameter 6,3 cm dan panjang 30 cm). Perforated disk digerakkan
naik turun dalam tube dengan laju 30 kali per menit. Hasil dari metode ini
konsisten, namun busa dapat hilang saat evaluasi (Klein, 2004).
5) Moldovanyi-Hungerbubler
Larutan shampoo 500 mL dituangkan dalam labu. Labu dapat dilalui gas nitrogen
dengan laju 17 liter/menit. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 2 liter
busa diukur. Cairan dikeringkan dan labu ditimbang. Maka, densitas busa dapat
terukur (Klein, 2004).
6) Blender foam volume
Pada metode ini 10% larutan shampoo dipersiapkan. Sebanyak 4 g larutan
shampoo tersebut ditambahkan pada 146 g air pada 29oC. Larutan diagitasi selama
10 detik pada blender dengan kecepatan medium. Busa dituang pada silinder 100
mL dan volumenya diukur setelah 3,5 menit (Klein, 2004).
7) Shampoo sejumlah 0,5 g dalam 50 mL aquadest (40oC) diaduk dengan
magnetic stirrer. Larutan dituang ke dalam gelas ukur dan dilakukan penggojogan
20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume busa dilakukan pada menit
ke-0 dan ke-5 (Evren, 2007).
25
L. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah aplikasi persamaan regresi, suatu teknik untuk
memberikan model hubungan antara satu atau lebih variabel bebas dengan
variabel respon. Analisis tersebut menghasilkan persamaan matematika. Desain
faktorial dua faktor dua level menunjukkan ada dua faktor (misal faktor a dan
faktor b) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level
rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat untuk mengetahui faktor yang
dominan berpengaruh secara signifikan terhadap respon tertentu (Bolton, 1990).
Jumlah percobaan pada desain faktorial ditentukan menggunakan rumus
level pangkat faktor. Desain faktorial dua level dan dua faktor memerlukan empat
percobaan (22
= 4, dengan 2 menunjukkan level dan 2 menunjukkan jumlah
faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan 4 adalah formula untuk
percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan
formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990).
Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan. Rancangan
percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan :
Level rendah = -
Level tinggi = +
26
Formula (1) = faktor A level rendah, faktor B level rendah
Formula a = faktor A level tinggi, faktor B level rendah
Formula b = faktor A level rendah, faktor B level tinggi
Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B level tinggi
Persamaan matematika yang diperoleh dari desain faktorial sebagai
berikut:
Y = B0 + B1x1 + B2x2 + B12x1x2
Keterangan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
x1, x2 = level faktor A , level faktor B
B0 = rata-rata hasil semua percobaan
B1, B2, B12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata- rata respon
pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah dibagi dengan jumlah
level (Bolton, 1990).
Desain faktorial memiliki keuntungan, yaitu metode ini memungkinkan
untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar
faktor (Bolton, 1990).
M. Landasan Teori
Rambut merupakan mahkota setiap insan. Rambut dapat mengalami
kerusakan seperti rontok, kasar, kering, berketombe, dan bercabang. Teh hijau dan
ekstrak teh hijau telah digunakan untuk mencegah kanker, menurunkan kolesterol,
27
dan menurunkan berat badan. Ekstrak teh hijau mengandung epigalokatekin-3-
galat yang diketahui dapat mencegah apotosis dan meningkatkan proliferasi
human dermal papilla cell.
Salah satu produk perawatan rambut yang paling sering digunakan adalah
shampoo. Shampoo merupakan sistem surfaktan yang dalam keadaan tertentu
dapat membersihkan kotoran berupa solid maupun liquid serta menyehatkan kulit
kepala dan rambut. Surfaktan anionik menjadi pilihan karena sifat detergensinya
tinggi sedangkan surfaktan non ionik dapat memodifikasi busa.
Dalam memformulasi suatu shampoo, parameter yang dilihat adalah
viskositas dan busa. Shampoo yang mudah dituang tetapi tidak mudah jatuh bila
diaplikasikan dan menghasilkan busa yang optimum, akan menghasilkan tingkat
penerimaan konsumen yang tinggi. Sifat fisis dan kestabilan shampoo yang baik
dapat dihasilkan melalui variasi kombinasi bahan pengental dan humectant. Selain
itu, humectant diharapkan dapat menjaga kelembaban rambut.
Carbopol 940 adalah bahan pengental yang memiliki viskositas dan
kejernihan yang baik. Propilenglikol merupakan senyawa yang dapat menarik air
sehingga dapat berfungsi sebagai humectant dan tidak iritatif. Carbopol 940 dapat
meningkatkan viskositas sediaan shampoo sedangkan propilenglikol dapat
menurunkan viskositas sediaan shampoo. Kombinasi Carbopol 940 dan
propilenglikol dapat menghasilkan viskositas tertentu yang dapat dituang.
Viskositas medium berpengaruh terhadap ketahanan busa shampoo, semakin
tinggi viskositas medium dapat mencegah busa bergabung sehingga tidak mudah
pecah.
28
Variasi kombinasi Carbopol 940 dan propilenglikol memungkinkan
berpengaruh terhadap viskositas dan ketahanan busa shampoo yang dapat
dievaluasi menggunakan desain faktorial 2 faktor dan 2 level.
N. Hipotesis
Variasi jumlah Carbopol 940, propilenglikol, serta interaksi antara
Carbopol 940 dan propilenglikol memberikan efek yang signifikan tehadap sifat
fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian eksperimental dengan
desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi Carbopol 940
sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai humectant dalam formula
shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), dalam level rendah dan
level tinggi.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan
ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (profil viskositas dan ketahanan busa
secara periodik selama 1 bulan; nilai pergeseran viskositas dan nilai perubahan
ketahanan busa setelah 1 bulan penyimpanan).
3. Variabel pengacau terkendali
Dalam penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan, suhu
pemanasan, kecepatan putar mixer, lama waktu pencampuran, dan lama
penyimpanan shampoo.
30
4. Variabel pengacau tak terkendali
Dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruang untuk
pembuatan dan penyimpanan.
C. Definisi Operasional
1. Shampoo adalah sediaan dalam bentuk setengah cair yang tersusun atas
surfaktan, pengental, air, humectant dan bahan aditif lain yang meliputi
pengatur pH, pengawet, serta pembuatannya sesuai prosedur pembuatan
shampoo pada penelitian ini.
2. Ekstrak kering teh hijau adalah serbuk halus hasil ekstraksi daun teh hijau
yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG), yang diperoleh dari PT.
Sido Muncul.
3. Faktor adalah besaran yang berpengaruh terhadap respon, dalam penelitian ini
menggunakan 2 faktor, yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol.
4. Level adalah tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level, yaitu
level tinggi dan level rendah. Level rendah Carbopol 940 adalah 3 g dan level
tinggi 5 g. Level rendah propilenglikol adalah 20 g dan level tinggi 40 g.
5. Thickening agent adalah agen yang berfungsi meningkatkan viskositas dalam
penelitian ini digunakan Carbopol 940.
6. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada
sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian
humectant yang digunakan adalah propilenglikol.
31
7. Respon adalah besaran yang dapat diamati dan dikuantifikasikan, dalam
penelitian ini respon adalah sifat fisis dan stabilitas shampoo.
8. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam
wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut, yang diukur dengan
menggunakan viscotester seri VT 04 RION-Japan dan dinyatakan dalam
satuan d.Pa.s.
9. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang
selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada
menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah
divortex dan dinyatakan dalam satuan cm.
10. Efek adalah perubahan yang disebabkan variasi faktor dan level.
11. Desain faktorial adalah metode penelitian yang memungkinkan untuk
evaluasi efek dari dua faktor, yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol dan dua
level, yaitu level rendah dan level tinggi.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan meliputi ekstrak kering teh hijau (Camellia
sinensis L.) yang berasal dari PT. Sido Muncul, Carbopol 940 (Pharmaceutical
Grade) distributor PT. Agung Jaya Yogyakarta, sodium lauryl sulfate
(Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco Chemica Yogyakarta,
cocamidopropyl betaine (Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco Chemica
Yogyakarta, natrium hidroksida (Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco
Chemica Yogyakarta, asam askorbat (Pharmaceutical Grade) distributor PT.
32
Brataco Chemica Yogyakarta, nipagin (Pharmaceutical Grade) distributor PT.
Brataco Chemica Yogyakarta, natrium klorida (Pharmaceutical Grade) distributor
PT. Brataco Chemica Yogyakarta, propilenglikol (Pharmaceutical Grade)
distributor PT. Brataco Chemica Yogyakarta, dan aqua demineralisata.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany,
neraca Mettler-Toledo PL 300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate
Cenco, termometer, mixer Sharp EMH-15L(W), pH meter Merck, vortex Cenco,
tabung berskala, viscotester seri VT 04 RION-Japan.
F. Tata Cara Penelitian
1. Identifikasi dan verifikasi ekstrak kering teh hijau
Identifikasi ekstrak dilakukan dengan menggunakan reaksi warna sesuai
prosedur yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia V. Perlakuan terhadap
ekstrak kering teh hijau dari PT. Sido Muncul dan hasil positifnya adalah sebagai
berikut:
Tabel II. Identifikasi ekstrak teh hijau (Camellia sinensis L.)
Perlakuan Hasil Positif
2 mg serbuk daun+ 5 tetes asam sulfat P Berwarna kuning
2 mg serbuk daun + 5 tetes asam sulfat 10 N Berwarna kuning
2 mg serbuk daun + 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5 % b/v Berwarna kuning hijau
2 mg serbuk daun + 5 tetes larutan kalium hidroksida P 5 % b/v Berwarna coklat
2 mg serbuk daun + 5 tetes larutan asam klorida P Berwarna kuning
2 mg serbuk daun + 5 tetes larutan amonia (25%) P Berwarna coklat
2 mg serbuk daun + 5 tetes larutan asam asetat encer P Berwarna kuning coklat
33
Hasil perlakuan dibandingkan dengan hasil positif ekstrak teh hijau (Camellia
sinensis L.) yang terdapat dalam tabel II.
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan warna bercak dan nilai Rf
ekstrak kering teh hijau dengan standar epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang
terdapat pada hasil uji Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
Universitas Gadjah Mada.
2. Pembuatan shampoo
a. Formula. Formula shampoo ekstrak kering teh hijau sebagai berikut:
A Carbopol 940 x %
Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0
B Sodium lauryl sulfate 10,0 g
Nipagin 0,1 g
C Cocamidopropyl betaine 10,0 g
Natrium klorida 25%b/v 8,0 g
D Ekstrak kering teh hijau 2,2 g
Asam askorbat 0,1 %b/v q.s pH 6,0
Propilenglikol y %
Essence green tea q.s
Aqua demineralisata ad 100,0 g
34
Rancangan percobaan
Tabel III. Rancangan formula percobaan
F1 F a F b F ab
Carbopol 940 3 5 3 5
NaOH 20% b/v qs. pH 7 qs. pH 7 qs. pH 7 qs. pH 7
Sodium lauryl sulfate 40 40 40 40
Nipagin 0,4 0,4 0,4 0,4
Cocamidopropyl betaine 40 40 40 40
Natrium klorida 25% b/v 32 32 32 32
Ekstrak kering teh hijau 2,2 2,2 2,2 2,2
Asam askorbat 0,1 % b/v qs. pH 6 qs. pH 6 qs. pH 6 qs. pH 6
Propilenglikol 20 20 40 40
Essence green tea qs qs qs qs
Aqua demineralisata 242,5 242,5 242,5 242,5
b. Pembuatan natrium hidroksida 20% b/v. Natrium hidroksida ditimbang
kurang lebih seksama 20 g kemudian dilarutkan sampai 100 mL aqua
demineralisata
c. Pembuatan natrium klorida 25% b/v. Natrium klorida ditimbang kurang
lebih seksama 50 g kemudian dilarutkan sampai 200 mL aqua demineralisata.
d. Pembuatan asam askorbat 0,1 % b/v. Asam askorbat ditimbang kurang
lebih seksama 0,1 g kemudian dilarutkan sampai 100 mL aqua demineralisata.
e. Cara kerja pembuatan formula. Pembuatan formula dilakukan sebagai
berikut:
1) Pengembangan Carbopol 940
Carbopol 940 dikembangkan dalam setengah bagian aqua demineralisata selama
24 jam (bagian A).
35
2) Bagian B: Setengah bagian aqua demineralisata dalam beaker gelas
dipanaskan kemudian sodium lauryl sulfate dimasukkan dan diaduk hingga larut.
Nipagin ditambahkan dan diaduk hingga larut.
3) Bagian C: Ekstrak teh hijau dilarutkan dalam asam askorbat dan diaduk
hingga larut (campuran 1). Campuran 1 dimasukkan ke dalam propilenglikol
(campuran 2).
4) Bagian D: Larutan sodium lauryl sulfate dimasukkan ke dalam mucilago
dan diaduk dengan kecepatan putar mixer 1 selama 5 menit. Natrium klorida 25%
b/v ditambahkan dan dilanjutkan pengadukan selama 5 menit. Cocamidopropyl
betaine ditambahkan dan diaduk selama 5 menit lalu ditambahkan campuran 2
kemudian dilanjutkan lagi pengadukan selama 3 menit. Essence green tea
ditambahkan dan dilanjutkan pengadukan selama 2 menit.
3. Uji sifat fisis shampoo
a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan ke dalam wadah dan
dipasang pada viscotester. Sistem didiamkan 5 menit agar sediaan punya
kesempatan untuk menstabilkan diri terlebih dahulu. Alat dinyalakan dan
mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester serta mencatat viskositas
yang terukur.
b. Uji ketahanan busa. Shampoo ditimbang sebanyak 0,5 g dan dilarutkan
dalam 50 mL air. 10 mL larutan shampoo diambil dan dimasukkan ke tabung
reaksi berskala ukuran 25 mL. Bagian atas tabung reaksi ditutup dan divortex
selama 2 menit. Tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5 dicatat. Selisih tinggi
busa menit ke-0 dan ke-5 dihitung sebagai nilai ketahanan busa (Kartika, 2010).
36
G. Analisis Hasil
Data hasil standarisasi dan kandungan senyawa aktif mengacu pada
Certificate of Analysis (CoA). Data identifikasi ekstrak berupa warna yang
terbentuk setelah ekstrak direaksikan dengan larutan tertentu. Warna yang
terbentuk dibandingkan dengan hasil positif ekstrak teh hijau dalam Materia
Medika Indonesia V. Data verifikasi ekstrak berupa warna bercak dan nilai Rf
berdasarkan hasil uji dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas
Gadjah Mada.
Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data viskositas dan
ketahanan busa; viskositas, dan ketahanan busa secara periodik; % pergeseran
viskositas dan % perubahan ketahanan busa selama 1 bulan penyimpanan. Dengan
metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek Carbopol 940, propilenglikol
dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak
kering teh hijau.
Analisis data viskositas dan ketahanan busa secarta periodik
menggunakan uji Repeated Measure ANOVA apabila data normal dan uji
Friedman-Uji Wilcoxon apabila data tidak normal. Dari hasil analisis akan
diperoleh nilai probability value (p). Apabila nilai p kurang dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan antara pengukuran dan jika p
lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
diantara pengukuran.
Analisis data viskositas 48 jam, ketahanan busa 48 jam, pergeseran
viskositas, dan perubahan ketahanan busa menggunakan Design Expert 7.0.0
37
dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan
menghasilkan nilai p. Apabila nilai p kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap respon.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau
Ekstrak kering teh hijau dalam penelitian ini berasal dari PT. Sido
Muncul. Hasil standarisasi dan kadar senyawa aktif mengacu pada Certificate of
Analysis (CoA). Identifikasi ekstrak menggunakan reaksi warna berdasarkan
Materia Medika Indonesia (MMI) dan verifikasi menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
Identifikasi ekstrak bertujuan untuk mengetahui bahwa ekstrak yang akan
digunakan dalam penelitian merupakan ekstrak kering teh hijau. Ekstrak
direaksikan dengan larutan tertentu dan mengamati warna yang terjadi. Apabila
warna yang terjadi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam MMI, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak merupakan ekstrak teh hijau. Hasil identifikasi ekstrak
yang berasal dari PT. Sido Muncul dapat dilihat pada tabel IV.
39
Tabel IV. Hasil identifikasi ekstrak yang berasal dari PT. Sido Muncul
Reaksi
Hasil positif (+)
ekstrak teh hijau
(Camellia sinensis L)
Hasil percobaan Kesimpulan
2 mg serbuk daun+ 5 tetes
asam sulfat P Berwarna kuning Berwarna kuning +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
asam sulfat 10 N Bewarna kuning Berwarna kuning +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan besi (III) klorida P 5
% b/v
Berwarna kuning
hijau
Berwarna kuning
hijau +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan kaliun hidroksida P
5 % b/v
Berwarna coklat Berwarna coklat +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan asam klorida P Berwarna kuning Berwarna kuning +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan amonia (25%) P Berwarna coklat Berwarna coklat +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan asam asetat encer P
Berwarna kuning
coklat
Berwarna kuning
coklat +
Berdasarkan hasil di atas (Tabel IV), ekstrak yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis L.) karena
penggunaan reagen tertentu memberikan hasil warna yang sama dengan ketentuan
identifikasi teh hijau dalam MMI.
Verifikasi ekstrak menggunakan uji kualitatif secara KLT. Uji kualitatif
ekstrak kering teh hijau bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak kering teh
hijau mengandung senyawa epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang diinginkan
dalam penelitian ini. Uji kualitatif dengan KLT menggunakan fase diam silika gel
GF 254 dan fase gerak kloroform-asam asetat-asam formiat-isopropanol. Reagen
penyemprot yang digunakan, yaitu vanilin asam klorida. Uji kualitatif dengan
KLT dilakukan dengan membandingkan warna bercak dan nilai Rf antara baku
EGCG dengan sampel ekstrak kering teh hijau. Warna bercak dan nilai Rf yang
40
identik menunjukkan bahwa ekstrak kering teh hijau mengandung EGCG. Warna
bercak diamati pada UV 254 nm, UV 365 nm, dan visibel untuk mengetahui dan
membandingkan warna bercak sampel dan baku pada masing-masing
pengamatan.
Gambar 16. Hasil uji kualitatif dengan KLT
Pada gambar 16, totolan paling kiri pada plat KLT adalah totolan baku
EGCG dan totolan sebelah kanan pada plat KLT merupakan totolan sampel
ekstrak teh hijau. Berdasarkan bukti hasil uji tersebut, ekstrak kering teh hijau
positif mengandung EGCG karena warna bercak nilai Rf antara baku dan sampel
identik.
Certificate of Analysis (CoA) menunjukkan bahwa ekstrak kering teh
hijau mengandung EGCG sebesar 8,4% b/b. Kadar EGCG adalah 8,4 g dalam
setiap 100 g ekstrak. Berdasarkan penelitian (Kwon et al., 2007) EGCG dapat
menghambat apoptosis dan merangsang proliferasi human dermal papilla cells.
41
Human dermal papilla cells memegang peranan penting dalam pembentukan
rambut dan siklus pertumbuhan rambut. Pada penelitian ini, jumlah ekstrak kering
teh hijau yang digunakan yaitu 2,2 g.
B. Pembuatan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau
Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sediaan shampoo yang
bertujuan untuk membersihkan rambut dari kotoran yang berupa minyak, partikel
yang larut maupun tidak larut. Pada pembuatan shampoo ini ditambahkan ekstrak
kering teh hijau. Ekstrak kering teh hijau menjadi pilihan karena berdasarkan
penelitian, ekstrak kering teh hijau memiliki banyak manfaat antara lain
antioksidan, antibakteri, menginduksi perpanjangan folikel rambut, dan
mengurangi iritasi dari bahan kimia, namun ekstrak kering teh hijau memiliki sifat
mudah teroksidasi sehingga warnanya menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi untuk menghasilkan shampoo ekstrak kering teh hijau yang
acceptable.
Dalam membuat sediaan shampoo, kontrol viskositas merupakan hal
yang penting, karena semakin tinggi viskositas maka busa yang dihasilkan akan
bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Tadros, 2005), namun apabila
viskositas terlalu tinggi maka sediaan akan sulit dikeluarkan dari wadah sehingga
mengurangi acceptabilitas pengguna. Carbopol 940 merupakan bahan pengental
dan propilenglikol merupakan humectant. Carbopol 940 diharapkan dapat
menghasilkan viskositas tertentu dan propilenglikol sering digunakan secara
42
bersamaan untuk menurunkan viskositas sediaan. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat efek kedua faktor terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dua faktor
dua level. Desain formula yang dibuat berjumlah empat yaitu formula 1 (level
rendah Carbopol 940 dan level rendah propilenglikol), formula a (level tinggi
Carbopol 940 level rendah propilenglikol), formula b (level rendah Carbopol 940
dan level tinggi propilenglikol), dan formula ab (level tinggi Carbopol 940 dan
level tinggi propilenglikol).
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan dengan fungsi yang berbeda-
beda sesuai rentang jumlah yang digunakan. Carbopol 940 berfungsi sebagai
bahan pengental karena memiliki bobot molekul dan viskositas yang tinggi.
Carbopol 940 merupakan polimer sintetik yang mudah mengembang dalam air.
Dengan adanya air, struktur Carbopol yang semula berbentuk coil akan berubah
menjadi lurus (Gambar 17).
Gambar 17. Perubahan struktur Carbopol dari coiled menjadi lurus
(Anonim, 2001)
Carbopol dikembangkan selama 24 jam dengan tujuan memberikan
waktu yang optimum untuk Carbopol mengembang. Carbopol yang telah
mengembang, bersifat asam dengan pH antara 2,5-3,5 dan viskositasnya rendah.
43
Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menggunakan basa tertentu.
Penetralan akan menghasilkan tolak menolak pada gugus COO- Carbopol
sehingga strukturnya menjadi lebih rigid dan viskositasnya meningkat (Osborne,
1990). Carbopol memiliki viskositas optimum saat pH 6,5-7.
Natrium hidroksida dipilih sebagai penetral karena penggunaan natrium
hidroksida memberikan penampilan yang lebih jernih (Kartika, 2010).
Penggunaaan basa seperti natrium hidroksida pada kasus tertentu berpengaruh
pada kejernihan Carbopol (Anonim, 1997).
Sediaan shampoo berfungsi untuk membersihkan, maka surfaktan
merupakan komponen terpenting untuk memenuhi efek detergensi yang
diharapkan. Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sodium lauryl
sulfate (SLS) dan cocamidopropyl betaine. Penggunaan kombinasi dua surfaktan
ini bertujuan untuk efektifitas mekanisme detergensi dan optimalisasi busa yang
dihasilkan. SLS merupakan surfaktan anionik yang memiliki sifat detergensi
tinggi namun dapat mengiritasi maka penggunaannya terbatas. SLS memiliki nilai
detergensi tinggi karena nilai HLB SLS tinggi. Nilai HLB yang tinggi
menunjukkan bahwa surfaktan bersifat hidrofil sehingga mudah dibilas dengan air
(Liebermann, 1996). Cocamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoterik
yang sering digunakan secara bersamaan dengan surfaktan anionik. Kelebihan
cocamidopropyl betaine yaitu tidak mengiritasi, dapat mempertahankan busa yang
terbentuk, dan memberikan efek lembut (Mottram and Lees, 2000). Oleh karena
itu, untuk memperoleh efek detergensi dan busa yang optimal digunakan
cocamidopropyl betaine.
44
Sediaan shampoo berfungsi untuk membersihkan kotoran yang terdapat
pada substrat (kulit kepala dan rambut). Kotoran tersebut dalam bentuk solid dan
liquid yang larut air (bersifat hidrofil) maupun yang tidak larut air (bersifat
hidrofob). Kotoran yang bersifat hidrofob lebih sulit dibersihkan, dibandingkan
kotoran yang bersifat hidrofil.
Shampoo mengandung surfaktan anionik, yang mempengaruhi electrical
double layer. Surfaktan akan meningkatkan potensial elektrik pada Stern layer
(zeta potensial). Peningkatan zeta potensial akan menurunkan adhesi antara
kotoran dan substrat, sehingga kotoran dapat dihilangkan dari substrat (Rosen,
1978).
Gambar 18. Mekanisme pembersihan dengan surfaktan anionik (Rieger, 1997)
Pada gambar di atas, substrat bermuatan positif dan kotoran bermuatan
negatif sehingga bekerja gaya adhesi. Adanya surfaktan anionik akan kontak
dengan substrat dan memindahkan kotoran. Kontak area surfaktan dan substrat
yang optimal akan melepaskan kotoran dari substrat.
Kotoran dalam bentuk liquid membentuk lapisan tipis pada permukaan
substrat. Air membasahi kotoran dan membentuknya menjadi droplet. Surfaktan
adsorbsi pada permukaan droplet-substrat, kemudian menurunkan sudut kontak
45
antara droplet dan substrat, sehingga akhirnya droplet dapat terlepas. Bila sudut
kontak lebih dari 90o maka kotoran liquid dapat terlepas secara spontan dari
substrat (Rosen, 1978).
Gambar 19. Penghilangan droplet minyak dari substrat (Rosen, 1978)
Selain itu, surfaktan dapat membentuk misel yang kemudian mengalami
solubilisasi, sehingga kotoran akan hilang.
Gambar 20 . Spherical micells (Lange, 1999)
Gambar 21. Mekanisme pembersihan melalui pembentukan misel (Mottram and
Lees, 2000)
46
Bagian kepala bersifat hidrofil akan mengarah pada sistem yang polar dan bagian
ekor bersifat hidrofob akan mengarah pada sistem yang non polar. Kotoran yang
berupa minyak maka bagian ekor surfaktan akan mengikat minyak tersebut dan
membentuk spherical micells yang akan mengalami solubilisasi dalam air.
Natrium klorida merupakan garam yang dapat mengubah karakter ionik
sediaan sehingga mempengaruhi viskositas sediaan (Rowe, 2009). Viskositas
sediaan terpengaruh karena Carbopol 940 yang telah dinetralkan akan membentuk
gugus COONa. Gugus COONa dalam air akan terdisosiasi menjadi COO- dan Na
+
sesuai dengan persamaan reaksi (1).
COONa COO- + Na
+ (1)
Natrium klorida dalam air akan terdisosisasi menjadi Na+ dan Cl
-.
Semakin meningkatnya konsentrasi Na+ dalam sediaan, maka reaksi akan bergeser
ke kiri, Carbopol 940 akan berada pada bentuk molekulnya, sehingga gaya tolak-
menolak berkurang dan terjadi penurunan viskositas.
Penggunaan natrium klorida bertujuan untuk memperoleh konsistensi
shampoo yang diinginkan. Air yang digunakan dalam pembuatan shampoo
merupakan aqua demineralisata. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan adanya
pengaruh muatan-muatan yang dapat mempengaruhi viskositas sediaan.
Sediaan shampoo mengandung banyak komponen air, yang
memungkinkan ditumbuhi oleh mikroorganisme maupun jamur. Oleh karena itu,
perlu digunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan, yaitu metil
paraben. Paraben memiliki luas spektrum antimikrobia yang luas dan efektif
dalam kisaran pH yang luas (Rowe, 2009). Semakin panjang alkil, efektifitas
47
sebagai pengawet meningkat namun kelarutannya berkurang. Bila dibandingkan
dengan propil paraben, kelarutan pada fase air akan lebih besar metil paraben.
Propilenglikol dalam formula berfungsi sebagai humectant. Humectant akan
menarik air dari lingkungan atau akan berikatan dengan air. Pada umumnya,
humectant mempunyai banyak gugus hidroksi sehingga dapat berikatan dengan
air. Penggunaan humectant bertujuan untuk menjaga kelembaban kulit kepala dan
rambut sehingga rambut tidak kering. Propilenglikol dipilih karena memiliki
bobot molekul dan viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan gliserol
(Sagarin, 1957).
Ekstrak kering teh hijau memiliki sifat mudah teroksidasi, yang
menyebabkan timbulnya browning. Reaksi browning merupakan proses
pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat
(Padmadisastra dkk, 2003). Oleh karena itu, perlu ditambahkan antioksidan.
Antioksidan yang digunakan adalah asam askorbat. Asam askorbat selain sebagai
antioksidan juga digunakan untuk mengatur pH sediaan shampoo. pH yang
diinginkan yaitu sekitar 5-6 agar sesuai dengan pH rambut dan kulit kepala
sehingga tidak mengiritasi.
Selama penyimpanan, sediaan akan mengalami perubahan akibat
degradasi secara fisika, kimia, maupun biologi. Degradasi fisika disebabkan oleh
suhu, cahaya, dan kelembaban; degradasi kimia disebabkan oleh perubahan pH
sediaan dan terurainya bahan penyusun; sedangkan degradasi biologi dapat
disebabkan adanya mikroorganisme yang menguraikan sediaan. Oleh karena itu,
dalam pembuatan sediaan shampoo perlu menjaga stabilitas.
48
Stabilitas sediaan shampoo diusahakan dengan mencegah teroksidasinya
ekstrak kering teh hijau, mempertahankan konsistensi selama penyimpanan, dan
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Stabilitas sediaan shampoo dijaga
melalui formulasi dan pengemasannya. Dari sisi formulasi, sediaan shampoo
ditambahkan asam askorbat sebagai antioksidan dan menjaga pH agar cenderung
asam tetapi tidak mengiritasi kulit kepala dan rambut. Carbopol 940,
propilenglikol, dan natrium klorida digunakan untuk memodifikasi viskositas agar
didapatkan konsistensi shampoo yang diinginkan dan mempertahankan
konsistensi tersebut. Selain itu, bahan pengawet digunakan dalam formula untuk
mencegah tumbuhnya mikroorganisme, yang akan merusak sediaan melalui
degradasi biologi. Dari sisi pengemasan, sediaan shampoo dikemas dalam wadah
yang dapat melindungi dari paparan cahaya.
C. Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau
Sifat fisis yang dievaluasi dalam penelitian ini yaitu viskositas dan
ketahanan busa, sedangkan parameter stabilitas dievaluasi dengan pergeseran
viskositas dan perubahan ketahanan busa selama 1 bulan penyimpanan.
Viskositas menggambarkan hambatan suatu cairan untuk mengalir.
Cairan yang memiliki viskositas tinggi, hambatan untuk mengalir akan tinggi.
Viskositas merupakan salah satu faktor penting untuk dievaluasi dalam formulasi
shampoo karena viskositas mempengaruhi kemudahan sediaan untuk mengalir,
saat proses filling ke dalam wadah maupun saat dituang bila shampoo akan
digunakan. Apabila viskositas terlalu rendah maka shampoo akan sangat mudah
49
mengalir sehingga mengaplikasikannya menjadi lebih sulit, sedangkan apabila
viskositas terlalu tinggi maka shampoo akan sulit mengalir sehingga akan lebih
sulit dituangkan. Oleh karena itu, evaluasi parameter sifat fisis viskositas perlu
dilakukan.
Viskositas diukur menggunakan viscotester RION VT-04 dengan rotor
nomor 2. Pengukuran viskositas dilakukan setelah pendiaman dalam waktu
tertentu, hal ini bertujuan untuk memberikan waktu sediaan untuk menata diri
kembali setelah mengalami proses penuangan. Penuangan sediaan shampoo ke
viscotester memberikan suatu gaya geser yang dapat mempengaruhi nilai
viskositas. Nilai viskositas dilihat pada skala yang terdapat pada alat dengan
satuan d.Pa.s. Viskositas diukur selama 1 bulan penyimpanan, untuk mengetahui
perubahan viskositas selama penyimpanan yang dapat menggambarkan stabilitas
sediaan selama penyimpanan.
Ketahanan busa merupakan parameter untuk mengukur jumlah busa yang
masih bertahan dalam jangka waktu tertentu. Parameter ketahanan busa menjadi
penting untuk dievaluasi karena salah satu persyaratan shampoo adalah
menghasilkan busa yang optimum dan tahan selama jangka waktu tertentu saat
penggunaan demi tercapainya kepuasan pengguna (Mottram and Lees, 2000).
Menurut Kartika (2010) pengukuran tinggi busa akan lebih sensitif bila
menggunakan skala tinggi dengan interval 0,1 cm. Pada penelitian ini, ketahanan
busa diukur dengan menggunakan tabung berskala dengan interval 0,1 cm dan
vortex dengan jangka waktu pengukuran selama 5 menit. Nilai ketahanan busa
50
diperoleh dengan mengurangkan tinggi busa pada menit ke-5 dengan tinggi busa
pada menit ke-0.
Stabilitas sediaan shampoo terlihat dalam % pergeseran viskositas dan %
perubahan busa. Persen pergeseran viskositas adalah parameter yang
menunjukkan selisih viskositas setelah satu bulan penyimpanan dengan viskositas
awal sediaan dibuat. Semakin kecil persen pergeseran viskositas maka semakin
stabil sediaan tersebut. Persen perubahan ketahanan busa adalah parameter yang
menunjukkan selisih ketahanan busa setelah satu bulan penyimpanan dengan
ketahanan busa awal sediaan dibuat.
Hasil sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel V. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo
Viskositas
Ketahanan
Busa
% Pergeseran
Viskositas
% Perubahan
Ketahanan Busa
F1 23.83±0,75 0,67±0,34 16,16±3,57 48,07±15,04
Fa 33,00±1,90 0,57±0,35 13,28 ± 3,70 59,445±31,44
Fb 14,50±0,84 0,83±0,22 17,59±8,36 18,17±3,84
Fab 21,00±0,89 0,80±0,14 17,56 ± 9,45 23,54±19,55
Berdasarkan tabel di atas (tabel V), viskositas terbesar adalah pada formula a
(level tinggi Carbopol 940 dan level rendah propilenglikol) dan viskositas terkecil
pada formula b (level rendah Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol).
Ketahanan busa terbesar oleh formula a (level tinggi Carbopol 940 dan level
rendah propilenglikol) dan ketahanan busa terendah oleh formula b (level rendah
Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol). Pergeseran viskositas terbesar
adalah pada formula b (level rendah Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol)
51
dan pergeseran viskositas terkecil pada formula a (level tinggi Carbopol 940 dan
level rendah propilenglikol). Perubahan ketahanan busa terbesar oleh formula a
(level tinggi Carbopol 940 dan level rendah propilenglikol) dan perubahan busa
terkecil oleh formula b (level rendah Carbopol 940 dan level tinggi
propilenglikol).
Selama 1 bulan penyimpanan dilakukan pengukuran viskositas dan
ketahanan busa secara periodik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
sifat fisis sediaan shampoo secara periodik. Pengukuran dilakukan pada hari ke-2,
ke-7, ke 15, ke-21, dan 1 bulan. Analisis perbedaan sifat fisis antara lima kali
pengukuran menggunakan uji statistik.
Gambar 22. Profil periodik viskositas (X±SD) dari 6 replikasi selama penyimpanan
1 bulan
52
Gambar 23. Profil periodik ketahanan busa (X±SD) dari 6 replikasi selama
penyimpanan 1 bulan
Profil periodik viskositas dan ketahanan busa dapat memberikan
informasi waktu, dimana sediaan shampoo telah mengalami perbedaan viskositas
maupun ketahanan busa dengan viskositas maupun ketahanan busa awal sediaan
dibuat. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah
sampel besar (lebih dari 50). Data dikatakan normal apabila nilai p<0,05. Pada
penelitian, data viskositas dan ketahanan busa memiliki distribusi yang tidak
normal, karena nilai p>0,05. Analisa statistik ada tidaknya perbedaan sifat fisis
pada hari ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan terhadap sifat fisis hari ke-2
menggunakan Uji Friedman. Uji Friedman digunakan bila distribusi data tidak
normal, lebih dari dua kelompok berpasangan. Pada penelitian, sediaan shampoo
yang diukur secara periodik adalah sediaan shampoo yang sama sehingga
memenuhi kategori berpasangan. Selain itu, pengukuran dilakukan lima kali,
maka data yang dihasilkan pun lebih dari dua kelompok. Oleh karena itu, analisa
statistik menggunakan uji Friedman. Apabila terdapat perbedaan antara kelompok
53
maka dilanjutkan dengan analisis Post Hoc yang bertujuan untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan.
Berdasarkan hasil uji Friedman, viskositas keempat formula pada hari
ke-2, ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan terdapat perbedaan bermakna (p<0,05).
Viskositas hari ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan dibandingkan terhadap viskositas
hari ke-2 dengan menggunakan uji Wilxocon. Formula 1, b, dan ab mengalami
perbedaan yang bermakna antara viskositas hari ke-2 dengan hari ke-15, ke-21,
dan 1 bulan, sedangkan formula a mengalami perbedaan yang bermakna antara
viskositas hari ke-2 dengan hari ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan terjadi perubahan viskositas sehingga
sediaan mengalami ketidakstabilan. Formula a selama penyimpanan 1 minggu
telah mengalami perubahan viskositas yang bermakna, sedangkan formula 1, b,
dan ab mengalami perubahan bermakna mulai hari ke-15.
Hasil statistik uji periodik ketahanan busa formula 1, formula b, formula
ab pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan tidak ada perbedaan; sedangkan
ketahanan busa formula a pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21, dan 1 bulan
mengalami perbedaan bermakna. Ketahanan busa formula a hari ke-7, ke-15, ke-
21, dan 1 bulan dibandingkan terhadap ketahanan busa hari ke-2 dengan
menggunakan uji Wilxocon. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon, hanya terdapat
perbedaan bermakna pada ketahanan busa 2 hari dengan 1 bulan. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa tidak terjadi perubahan ketahanan busa selama
penyimpanan kecuali pada formula a setelah 1 bulan penyimpanan.
54
D. Efek Carbopol, Propilenglikol dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan
Stabilitas Shampoo
Penelitian ini menggunakan model desain faktorial dua faktor pada dua
level, yaitu tinggi dan rendah. Desain formula pada rancangan desain faktorial,
memiliki bobot bahan-bahan yang sama kecuali bobot faktor yang diteliti,
sehingga bobot total tiap formula berbeda. Hal ini bertujuan untuk menjamin
perbedaan respon yang muncul hanya dikarenakan perbedaan komposisi kedua
faktor dalam level tinggi maupun rendah.
Data sifat fisis sediaan shampoo diolah menggunakan program Design
expert 7.0.0, akan menghasilkan efek Carbopol 940, propilenglikol, dan
interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo serta
persamaan desain faktorial untuk tiap-tiap respon. Signifikansi faktor dianalisis
menggunakan uji statistik ANOVA, dengan tingkat signifikansi p<0,05.
Persamaan desain faktorial dapat memprediksikan respon dengan
memasukkan faktor ke dalam persamaan apabila persamaan tersebut signifikan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui signifikansinya.
Desain faktorial memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-
masing faktor maupun efek interaksinya. Nilai efek yang paling besar
menunjukkan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap respon, demikian
sebaliknya. Besar nilai efek dilihat sebagai harga mutlak, tanda positif negatif
menunjukkan pengaruhnya terhadap respon. Efek faktor terhadap respon positif
berarti bahwa faktor meningkatkan respon, sedangkan efek faktor terhadap respon
negatif berarti bahwa faktor menurunkan respon.
55
1. Viskositas
Viskositas dapat menggambarkan kestabilan suatu sediaan shampoo.
Viskositas merupakan tahanan suatu fluida untuk mengalir, sehingga viskositas
berhubungan dengan sifat alir sediaan. Sifat alir suatu sediaan shampoo yang
stabil tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Sediaan shampoo
mengikuti tipe aliran non Newtonian yaitu aliran pseudoplastis. Sediaan yang
bersifat pseudoplastis, adanya peningkatan shearing stress menyebabkan
molekul-molekul yang secara normal bergerak acak mulai saling menata diri,
mengikuti arah aliran, dan menurunkan tahanan dari sediaan. Sifat alir sediaan
shampoo berpengaruh terhadap pemasukan ke dalam wadah saat produksi dan
pengeluaran dari wadah ketika akan digunakan.
Hasil pengukuran respon viskositas yang diperoleh, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel VI. Hasil pengukuran viskositas sediaan shampoo
Formula 1 a b ab
Viskositas 23.83±0,75 33,00±1,90 14,50±0,84 21,00±0,89
Hasil pengukuran respon viskositas tertinggi ditunjukkan oleh formula a
(Carbopol 940 level tinggi dan propilenglikol level rendah), sedangkan viskositas
terendah formula b (Carbopol 940 level rendah dan propilenglikol level tinggi).
Hal ini menunjukkan bahwa Carbopol 940 merupakan bahan pengental sehingga
level tinggi akan menghasilkan viskositas yang paling tinggi, sedangkan
propilenglikol memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat menurunkan
viskositas sediaan shampoo.
56
Nilai efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi keduanya terhadap
respon viskositas terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel VII. Efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap respon
viskositas
Efek
Sum
Square % Kontribusi
A-Carbopol 940 7,83 368,17 33,78
B-Propilenglikol -10,67 682,67 62,64
AB -1,33 10,67 0,98
Gambar 24. Diagram pareto respon viskositas
Efek yang paling besar ditunjukkan oleh propilenglikol, dengan nilai efek
|-10,67| dan % kontribusi 62,64. Hal ini menunjukkan bahwa propilenglikol
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan respon viskositas.
Nilai efek tersebut bernilai negatif, maka propilenglikol memberikan efek
penurunan viskositas. Hal ini sesuai dengan teori bahwa propilenglikol
menyebabkan penurunan viskositas sehingga dapat digunakan untuk formulasi
shampoo dengan viskositas rendah (Schmucker, Desai, Desai, and Brand, 2010).
57
Penurunan viskositas ini diduga karena selama penyimpanan terjadi kompetisi air
antara propilenglikol dan Carbopol 940. Kompetisi air dapat terjadi karena
propilenglikol memiliki banyak gugus hidroksi, yang akan menarik air melalui
pembentukan ikatan hidrogen. Kompetisi air dapat menyebabkan terjadinya
dehidrasi Carbopol 940 sehingga mengalami penurunan viskositas. Sediaan
shampoo memiliki pH 5-6, Carbopol 940 cenderung berada dalam bentuk
molekulnya, sehingga viskositasnya sediaan akan mengalami penurunan.
Carbopol 940 memberikan efek meningkatkan viskositas. Carbopol 940 berfungsi
sebagai bahan pengental sehingga akan meningkatkan viskositas sediaan
shampoo.
Tabel VIII. Analisis variansi (Partial sum of square-Type III) respon viskositas
Source Sum of
square df
Mean
Square F value Prob>F
Model 1061,50 3 353,83 249,76 < 0.0001 significant
A-Carbopol 940 368,17 1 368,17 259,88 < 0.0001
B-Propilenglikol 682,67 1 682,67 481,88 < 0.0001
AB 10,67 1 10,67 7,53 0.0125
Pure Error 28,33 20 1,42
Cor Total 1089,83 23
Persamaan desain faktorial untuk respon viskositas adalah:
Y = 15,41667 + 5,91667A – 0,26667B – 0,066667AB
Nilai probabilitas yang diperoleh <0,0001 (Tabel VIII), berarti bahwa persamaan
tersebut valid, sehingga dapat digunakan untuk menentukan respon viskositas
dengan memasukkan faktor ke dalam persamaan.
58
Pada gambar 25, garis hitam merupakan level rendah dan garis merah
merupakan level tinggi masing-masing faktor. Peningkatan Carbopol 940 akan
meningkatkan viskositas, baik dalam level rendah maupun level tinggi
propilenglikol. Pada gambar 25b, semakin meningkatnya propilenglikol maka
viskositas akan menurun, baik pada level tinggi maupun rendah Carbopol 940.
Gambar 25a
Gambar 25b
Gambar 25. Grafik hubungan efek Carbopol 940 terhadap respon viskositas (a)
Grafik hubungan efek propilenglikol terhadap respon viskositas (b)
59
Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa faktor berpengaruh
signifikan terhadap respon viskositas dengan nilai p<0,05. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Carbopol 940 dan propilenglikol mempengaruhi respon
viskositas.
2. Ketahanan busa
Ketahanan busa merupakan perubahan volume busa dalam rentang waktu
tertentu. Semakin kecil perubahan volume busa dapat dikatakan bahwa ketahanan
busa tinggi. Sediaan shampoo harus menghasilkan busa yang optimum dan tahan
dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi acceptabilitas pengguna.
Ketahanan busa yang tinggi dapat diperoleh melalui peningkatan
ketebalan permukaan busa. Permukaan busa yang tebal tidak mudah mengalami
thinning akibat gaya gravitasi maupun tekanan cairan. Ketebalan permukaan busa
dihasilkan melalui crosslink molekul surfaktan pada permukaan busa dengan
pembentukan ikatan hidrogen.
Respon ketahanan busa yang diperoleh dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel IX. Hasil pengukuran ketahanan busa sediaan shampoo
Formula 1 a b Ab
Ketahanan Busa 0,67±0,34 0,57±0,35 0,83±0,22 0,80±0,14
Ketahanan busa tertinggi ditunjukkan oleh formula a (level tinggi Carbopol 940
dan level rendah propilenglikol), sedangkan ketahanan busa terendah ditunjukkan
oleh formula b (level rendah Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol).
Ketahanan busa tertinggi ditunjukkan oleh formula a yang memiliki viskositas
60
tertinggi dan ketahanan busa terendah ditunjukkan oleh formula b yang memiliki
viskositas terendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa busa akan lebih tahan lama
apabila viskositas mediumnya tinggi karena dapat menghalangi bergabungnya
busa menjadi lebih besar dan mudah pecah.
Respon ketahanan busa paling dipengaruhi propilenglikol dengan nilai
efek 0,20 dan % kontribusi 13,38. Propilenglikol memberikan efek meningkatkan
ketahanan busa (Tabel X).
Tabel X. Efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap respon
ketahanan busa
Efek Sum Square
%
Kontribusi
A-Carbopol 940 -0,067 0,027 1,49
B-Propilenglikol 0,20 0,24 13,38
AB 0,033 6,667E-003 0,37
Gambar 26. Diagram pareto respon ketahanan busa
Persamaan desain faktorial untuk respon ketahanan busa adalah
Y = 0,75000 - 0,083333A + 3,33333E-003B + 1,66667E-003AB
Hasil uji statistik dengan ANOVA menghasilkan nilai probabilitas 0,0692. Nilai
probabilitas > 0,05 (Tabel XI) menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak
61
valid, sehingga tidak dapat untuk menentukan respon ketahanan busa dengan
memasukkan faktor ke dalam persamaan.
Tabel XI. Analisis variansi (Partial sum of square-Type III) respon ketahanan busa
Source Sum of
square df
Mean
Square
F
value Prob>F
Model 0,27 3 0,091 1,2 0,3357 not significant
A-Carbopol 940 0,027 1 0,027 0,35 0,5603
B-Propilenglikol 0,24 1 0,24 3,16 0,0908
AB 6,667E-003 1 6,667E-003 0,088 0,7702
Pure Error 1,52 20 0,076
Cor Total 1,79 23
Garis hitam merupakan level rendah, sedangkan garis merah merupakan
level tinggi. Hubungan efek faktor terhadap respon ketahanan busa menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi Carbopol 940 pada level rendah dan level
tinggi propilenglikol akan terjadi penurunan ketahanan busa. Pada gambar 27b,
peningkatan level propilenglikol pada level tinggi Carbopol 940 akan
meningkatkan ketahanan busa, demikian juga pada level rendah Carbopol 940
akan meningkatkan ketahanan busa.
62
Gambar 27a
Gambar 27b
Gambar 27. Grafik hubungan efek faktor Carbopol 940 terhadap respon ketahanan
busa (a) Grafik hubungan efek faktor propilenglikol terhadap respon ketahanan
busa (b)
Berdasarkan uji statistik menggunakan ANOVA, faktor berpengaruh
tidak signifikan terhadap respon ketahanan busa karena nilai probabilitas > 0,05.
Persamaan yang dihasilkan tidak valid sehingga tidak dapat digunakan untuk
memprediksi respon.
Pada penelitian ini respon ketahanan busa menghasilkan model yang
tidak signifikan sedangkan respon viskositas menghasilkan model yang
63
signifikan. Viskositas medium berhubungan dengan ketahanan busa. Semakin
tinggi viskositas medium, maka ketahanan busa akan semakin tinggi pula (Tadros,
2005). Respon ketahanan busa menghasilkan model yang tidak signifikan, hal ini
dapat terjadi karena pengaruh metode pengukuran busa yang kurang akurat.
Pengukuran ketahanan busa menggunakan parameter tinggi busa. Kelemahan
metode ini, yaitu kurang spesifik karena tidak hanya mengukur busa saja. Namun,
udara yang terjebak dapat terukur, sehingga respon yang didapat kurang akurat.
3. Pergeseran viskositas
Stabilitas selama penyimpanan sediaan shampoo perlu diperhatikan,
karena selama penyimpanan sediaan dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar yang
dapat mengubah konsistensi dan penampilan visual sediaan shampoo.
Hasil perhitungan % pergeseran viskositas masing-masing formula dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel XII. Hasil perhitungan persen pergeseran viskositas sediaan shampoo
Formula 1 A b ab
% Pergeseran
Viskositas 16,16±3,57 13,28 ± 3,70 17,59±8,36 17,56 ± 9,45
Persen pergeseran viskositas terbesar ditunjukkan oleh formula b (level rendah
Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol) dan pergeseran viskositas terkecil
ditunjukkan oleh formula a (level tinggi Carbopol 940 dan level rendah
propilenglikol).
Respon pergeseran viskositas paling dipengaruhi oleh propilenglikol
dengan nilai efek 2,85 dan % kontribusi 4,86 (Tabel XIII). Carbopol 940
memberikan efek menurunkan pergeseran viskositas, sedangkan propilenglikol
64
memberikan efek meningkatkan pergeseran viskositas. Viskositas sediaan
shampoo cenderung mengalami peningkatan setelah penyimpanan selama 1 bulan.
Tabel XIII. Efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap respon
pergeseran viskositas
Efek Sum Square
%
Kontribusi
A-Carbopol 940 -1,45 12,62 1,26
B-Propilenglikol 2,85 48,73 4,86
AB 1,42 12,16 1,21
Gambar 28. Diagram pareto respon pergeseran viskositas
Persamaan desain faktorial untuk respon pergeseran viskositas yaitu:
Y = 23,31500 – 2,86000A – 0,14217B + 0,071167AB
Nilai probabilitas yang diperoleh 0,6684. Nilai probabilitas lebih besar dari 0,05,
sehingga tidak signifikan. Oleh karena itu, persamaan yang dihasilkan tidak valid
sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi respon pergeseran viskositas.
Pergeseran viskositas tidak disebabkan oleh faktor, sehingga lebih
menguntungkan penggunaan level rendah masing-masing faktor.
65
Tabel XIV. Analisis variansi (Partial sum of square-Type III) respon pergeseran
viskositas
Source Sum of
square df
Mean
Square F value Prob>F
Model 73,51 3 24,50 0,53 0.6684 not significant
A-Carbopol 940 12,62 1 12,62 0,27 0.6079
B-Propilenglikol 48,73 1 48,73 1,05 0.3178
AB 12,16 1 12,16 0,26 0.6145
Pure Error 928,64 20 46,43
Cor Total 1002,14 23
Hubungan efek peningkatan faktor terhadap respon pergeseran viskositas terlihat
pada gambar di bawah ini. Garis hitam merupakan level rendah sedangkan garis
merah merupakan level tinggi masing-masing faktor. Pada gambar 29a,
peningkatan konsentrasi Carbopol 940 pada level rendah propilenglikol
menurunkan pergeseran viskositas, namun pada level tinggi propilenglikol
meningkatkan pergeseran viskositas meskipun tidak tajam. Pada gambar 29b,
semakin tinggi konsentrasi propilenglikol pada level tinggi Carbopol akan terjadi
peningkatan pergeseran viskositas, demikian halnya pada level rendah Carbopol,
akan terjadi peningkatan pergeseran viskositas meskipun kurang tajam.
66
Gambar 29a
Gambar 29b
Gambar 29. Grafik hubungan efek faktor Carbopol 940 terhadap respon
pergeseran viskositas (a) Grafik hubungan efek faktor propilenglikol terhadap
respon pergeseran viskositas (b)
Berdasarkan hasil uji statistik dengan ANOVA, faktor tidak berpengaruh
signifikan terhadap respon pergeseran viskositas, karena nilai probabilitas > 0,05.
Persamaan yang dihasilkan bukan merupakan persamaan yang valid sehingga
tidak dapat digunakan untuk memprediksi respon pergeseran viskositas.
67
4. Perubahan ketahanan busa
Evaluasi perubahan ketahanan busa bertujuan untuk mengetahui
kestabilan volume busa yang dihasilkan setelah disimpan dalam jangka waktu
tertentu. Sediaan shampoo yang stabil, akan menghasilkan ketahanan busa yang
sama apabila dibandingkan dengan ketahanan busa saat awal sediaan shampoo
dibuat.
Hasil perhitungan perubahan ketahanan busa setelah penyimpanan satu
bulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel XV. Hasil perhitungan persen perubahan ketahanan busa
Formula 1 a b ab
% Perubahan
Ketahanan Busa 48,07±15,04 59,445±31,44 18,17±3,84 23,54±19,55
Persen perubahan ketahanan busa paling besar ditunjukkan oleh formula
a (level tinggi Carbopol 940 dan level rendah propilenglikol) sedangkan persen
perubahan ketahanan busa terkecil ditunjukkan oleh formula b (level rendah
Carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol). Ketahanan busa dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor meliputi viskositas medium, elastisitas permukaan busa, dan
ketebalan permukaan busa.
Nilai efek faktor terhadap perubahan ketahanan busa dapat dilihat pada
tabel XVI.
68
Tabel XVI. Efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap
respon perubahan ketahanan busa
Efek
Sum
Square % Kontribusi
A-Carbopol 940 8,53 436,05 2,89
B-Propilenglikol -33,06 6556,46 43,43
AB -2,85 48,79 0,32
Gambar 30. Diagram pareto respon perubahan ketahanan busa
Perubahan ketahanan busa dalam penelitian ini menunjukkan bahwa busa menjadi
semakin tahan lama setelah penyimpanan selama satu bulan. Respon perubahan
ketahanan busa paling dipengaruhi oleh propilenglikol dengan nilai efek -32,91.
Propilenglikol menurunkan % perubahan ketahanan busa maka menyebabkan
ketahanan busa selama penyimpanan mengalami penurunan. Hal ini dapat
disebabkan karena propilenglikol menurunkan viskositas medium. Semakin
rendah viskositas medium akan memungkinkan pergerakan busa yang
mengakibatkan busa kecil bergabung menjadi lebih besar yang mudah pecah dan
tidak tahan lama. Carbopol 940 memberikan efek meningkatkan perubahan
69
ketahanan busa maka dalam penelitian ini menyebabkan ketahanan busa setelah
penyimpanan mengalami penaikan. Hal ini disebabkan karena Carbopol 940
menaikkan viskositas medium. Viskositas medium yang tinggi mencegah
bergabungnya busa menjadi lebih besar sehingga lebih tahan lama.
Persamaan desain faktorial yang diperoleh yaitu:
Y = 51,89500 + 8,69167A – 1,04458B – 0,15017AB
Berdasarkan hasil uji statistik, nilai probabilitas yang didapat 0,0052 , nilai
probabilitas kurang dari 0,05 maka faktor berpengaruh signifikan. Persamaan
yang diperoleh valid, sehingga dapat untuk memprediksi respon yang didapat
dengan memasukkan faktor dalam persamaan.
Tabel XVII. Analisis variansi (Partial sum of square-Type III) respon perubahan
ketahanan busa
Source Sum of
square df
Mean
Square F value Prob>F
Model 7041,31 3 2347,10 5,83 0.0050 significant
A-Carbopol 940 436,05 1 436,05 1,08 0.3105
B-Propilenglikol 6556,46 1 6556,46 16,28 0.0006
AB 48,79 1 48,79 0,12 0.7314
Pure Error 8055,36 20 402,77
Cor Total 15096,67 23
Hubungan efek peningkatan faktor terhadap respon perubahan ketahanan
busa terlihat pada gambar 31.
70
Gambar 31a
Gambar 31b
Gambar 31. Grafik hubungan efek faktor Carbopol 940 terhadap respon perubahan
ketahanan busa (a) Grafik hubungan efek faktor propilenglikol terhadap respon
perubahan ketahanan busa (b)
Berdasarkan gambar 31a, peningkatan konsentrasi Carbopol 940 pada level
rendah propilenglikol terjadi peningkatan perubahan ketahanan busa, demikian
juga pada level tinggi propilenglikol. Pada gambar 31b, peningkatan konsentrasi
propilenglikol pada level rendah maupun level tinggi Carbopol 940 akan terjadi
penurunan perubahan ketahanan busa.
71
Berdasarkan hasil uji statistik dengan ANOVA, faktor berpengaruh
signifikan terhadap respon perubahan ketahanan busa, karena nilai probabilitas
kurang dari 0,05. Persamaan yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi
respon perubahan ketahanan busa.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Carbopol 940, propilenglikol dan interaksi keduanya memberikan efek
yang signifikan terhadap viskositas sebagai parameter sifat fisis. Carbopol 940,
propilen glikol dan interaksi keduanya memberikan efek yang tidak signifikan
terhadap ketahanan busa sebagai parameter sifat fisis dan % pergeseran viskositas
setelah 1 bulan penyimpanan sebagai parameter stabilitas. Propilenglikol
memberikan efek yang signifikan sedangkan Carbopol 940 dan interaksi
keduanya memberikan efek yang tidak signifikan terhadap % perubahan
ketahanan busa sebagai parameter stabilitas.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diiberikan adalah: perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi dan
validasi metode pengukuran ketahanan busa.
73
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 2004, The Art Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding, American Pharmaceutical Association, Washington
D.C, pp 308-310.
Anger, Claude B., Rupp, D., and Lo, P., 1996, Preservation of Dispersed System,
in Banker, Gilbert S., Lieberman, H.A., and Rieger, martin M.,
Pharmaceutical of Dosage Form: Disperse System Vol 1, 2nd ed,
Marcell Dekker Inc., New York, pp 389.
Anonim, 1983, Handbook of Pharmaceutical Excipient, American Pharmaceutical
Association, Washington DC, pp 241-242.
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Depkes RI, Jakarta, pp 486-
489.
Anonim, 1997, Featured Excipient Carbopols (Carbomers), International Journal
of Pharmaceutical Compounding, 1 (4), 265-266.
Anonim, 2001, Neutralizing Carbopol and Pemulen Polymers in Aqueous and
Hydroalcoholic Systems, www.lubrizol.com, diakses tanggal 28
Agustus 2010.
Anonim, 2009, Teh Hijau, http://www.kapanlagi.com, diakses tanggal 20 April
2010.
Anonim, 2010, Green tea, http:// nccam.nih.gov, diakses tanggal 3 Mei 2010.
Aulton, M.E., 1988, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, 2nd
edition., Churchill Livingstone, London, pp 18-37.
Barry, B. W., 1983, Dermatological Formulation, Marcel Dekker Inc., New York,
pp. 300-304.
Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistic: Practical and Clinical Application,
2nd ed., Marcel Dekker Inc, New York, pp. 308-320.
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia,
Jilid IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp 6.
Donovan, M. D., Flanagan, D. R., 1996, Bioavailability of Disperse Dosage
Forms, in Libermann, H.A., Lachman, L., Schwartz, J.B., (Eds),
Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System Vol.2, 2nd ed.,
Marcell Dekker Inc., New York, pp. 316.
74
Edoga, M. O., 2009, Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft
Soap (Part 1): Qualitative Analysis, Journal of Engineering and Applied
Sciences Vol.4 No. 2, 110-112.
Elsner, P., Howard I.M., 2000, Cosmeceuticals, Marcel dekker Inc, New York,
pp. 59-65.
Evren, S., Gedik, G., Colbourn, E., dan Türkoglu, M., 2007, Artificial Neural
Network Modeling and Optimization of Shampoo Formulations,
Marmara University, Istanbul
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology,
www.pharmtech.com, pp. 84-102.
Hiipaka, R.A., Zhang, H.Z., Dai, W., Dai, Q., Liao, S., 2002, Structure-activity
relationship for inhibition of human 5α-reductases by polyphenols,
Biochem. Pharmacol.63, 1165-1176.
Hunter, and Flowler, 1998, Safety to Human Skin of Cocamidopropyl Betaine: A
Mild Surfactant for Personal-Care Products, 235-239,
www.spingerlink.com, diakses tanggal 28 Agustus 2010.
Kartika, G.F., 2010, Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940 sebagai
Bahan Pengental terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan
Shampoo, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Klein, K., 2004, Evaluating Shampoo Foam, Cosmetics & Toiletries Magazines,
119 (10), 32-35.
Kwon, O.S., Han, J.H., Yoo, H.G., Chung, J.H., Cho, K.H., Eun, H.C., and Kim,
K.H., 2007, Human Hair Growth Enhancement in vitro by green tea
Epigallocathechin-3-gallate (EGCG), 551-555,
www.sciencedirect.com, diakses tanggal 28 Juli 2010.
Lange, 1999, Surfactants A Practical Handbook, Hanser Gardner Publications,
Inc., Cincinnati, pp. 3-5.
Leyden, J.J. , and Rawlings, A.V., 2002, Skin Moistuzation, Marcell dekker Inc,
New York, pp. 245-248.
Liebermann, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical Dosage
Forms : Disperse System, 2nd edition, pp. 151-153.
75
Limbani, M, Dabhi, M.R, Raval, M.K. dan Sheth, N.R, 2009, Clear Shampoo : an
Important Formulation Aspect with Consideration of Toxicity of
Commonly Used Shampoo Ingredients, Saurashtra University, India.
Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1993, Dasar-Dasar Farmasi Fisik
dalam Ilmu Farmasetik, penerjemah Yoshita, Cetakan 1, UI Press,
Jakarta, hal 1143-1183.
Mitsui, 1997, New Cosmetic Science, Elsevier, Netherland, pp. 49-51.
Mottram, and Lees, 2000, Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps, Kluwer
Academic Publishers, Great Britain, pp.289-306.
Osborne, D.W., dan Amann, A.H., 1990, Topical drug Delivery Formulations,
Marcel Dekker Inc., New York, pp. 381-384.
Padmadisastra, Sidik, dan Azizah, S., 2003, Formulasi Sediaan Cair Gel Lidah
Buaya (Aloe vera Linn.) sebagai Minuman Kesehatan, Laporan
Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung.
Paye, M., Barel, A.O., and Maibach, H.I., 2006, Handbook of Cosmetics Science
and Technology, Taylor and Francis Group, New York, pp. 110-111.
Ravissot, G., Drake, C., 2000, Pharmaceutical Products-from Tablets to Topicals.
Application for Cross-linked Acrylic Acid Polymers, in Karsa, D. R.,
Stephenson, R. A., (Eds), Excipients and Delivery Systems for
Pharmaceutical Formulations, The Royal Society of Chemistry,
United Kingdom
Rieger, D. L., 1997, Surfactants in Cosmetics, Marcel Dekker Inc, New York, pp.
358-362.
Rosen, M.J., 1978, Surfactants and Interfacial Phenomena, 3rd ed, John Willey &
Sons, Inc, New Jersey, pp. 1-3.
Rowe, R.C., Shekey P.J. dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipient,s 6th Ed, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association, United Kingdom, pp. 110,327,441-442.
Sagarin, 1957, Cosmetics Science and Technology, Interscience Publisher Ltd,
London, pp. 381-382.
Schmucker H., Desai C., Desai D., and Brand J., 2010, Optimizing Surfactant
Systems Thickened With An Easy Dispersing Acrylic Crosspolymer
Using A Statistical Design, www.lubrizol.com, diakses tanggal 28
Agustus 2010.
76
Syah, dan Andi, N.A., 2006, Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau, PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta, hal 1,5.
Tadros, T. F., 2005, Applied Surfactans : Principles and Applications, Willey-
VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, pp. 259-263.
Tranggono, R. I., dan Latifa, F., 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 34, 69.
Young, A., 1972, Practical Cosmetic Science, 2nd ed, Mills and Boon Limited,
London, pp. 93-95.
Voigt, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Universitas Gajah Mada Press,
Yogyakarta, hal 28-35, 109, 127.
Wilkinson, J.B. and Moore, R. J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th ed, Longman
Group Ltd, London, pp. 437-439.
77
LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau (Camellia
sinensis L.)
78
79
Lampiran 2. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan reaksi warna
80
Lampiran 3. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan kromatografi
lapis tipis (KLT)
TLC PROFILE Sample number : 112-01-001-6235
Sample detail : Ekstrak Kering Teh Hijau
Analysis : Epigallocatechin gallate Adsorbent : Silika Gel GF254 Mobile Phase : Chloroform-Asam Asetat-Asam Formiat-Iso Propanol (16-2-2-8)
Detection : Vanillin Asam Chlorida Solvent front run up to : 8.5 cm UV 254 nm UV 365 nm Visibel Skala Rf
P : Comparator Epigallocatechin gallate
S : Sample Ekstrak Teh Hijau
Warna spot Epigallocatechin gallate di visibel : violet
Rf Epigallocatechin gallate : 0,38
Ref. : Anonim, 1978, Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography, E.Merck, Darmstadt. P.102
81
Lampiran 4. Laporan hasil uji
82
Lampiran 5. Perhitungan jumlah penambahan ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) dalam sediaan shampoo
EGCG memberikan efek proliferasi dan antiapoptosis pada konsentrasi 0,1 µM
terhadap 10 folikel rambut (Kwon et al., 2007)
Rambut manusia umumnya tersusun atas 100.000 folikel rambut (Mitsui, 1997)
Oleh karena itu, konsentrasi EGCG yang dibutuhkan pada rambut manusia
sejumlah:
x 100.000 folikel = 1000 µM = 10-3
M
10-3
M =
=
=
BM EGCG = 458,37
dalam 1 mL
10-6
mol =
m = 10-6
mol x 458,37
= 4,5837 x 10-4
g
Jadi, dalam 1 mL terdapat 4,5837 x 10-4
g EGCG
Jumlah ekstrak kering teh hijau dalam sediaan shampoo
Kandungan EGCG pada Certificate of Analysis = 8,40% (b/b)
= = 5,4568 x 10-3
g/mL
83
Pembuatan shampoo 400 mL, maka:
5,4568 x 10-3
g/ ml x 400 mL = 2,1827 g 2,2 g
Jadi jumlah ekstrak kering teh hijau dalam sediaan shampoo 2,2 g.
84
Lampiran 6. Data penimbangan
Pembuatan NaOH 20%
20 g NaOH dalam 100 mL aqua demineralisata
Pembuatan NaCl 25%
50 g NaCl dalam 200 mL aqua demineralisata
Pembuatan Asam Askorbat 0,1%
0,1 g asam askorbat dalam 100 mL aqua demineralisata
F1 Fa Fb Fab
Carbopol 940 3 5 3 5
NaOH 20% b/v qs. pH 7 qs. pH 7 qs. pH 7 qs. pH 7
Sodium Lauril Sulfat 40 40 40 40
Nipagin 0,4 0,4 0,4 0,4
Cocamidopropil betain 40 40 40 40
Natrium klorida 25% b/v 32 32 32 32
Ekstrak kering teh hijau 2,2 2,2 2,2 2,2
Asam askorbat 0,1 %b/v qs. pH 6 qs. pH 6 qs. pH 6 qs. pH 6
Propilenglikol 20 20 40 40
Perfume qs qs qs qs
Aqua demineralisata 242,5 242,5 242,5 242,5
85
Lampiran 7. Notasi desain faktorial dan percobaan desain faktorial
1. Notasi desain faktorial
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan :
Faktor A = Carbopol 940
Faktor B = Propilenglikol
Level rendah = -
Level tinggi = +
2. Percobaan desain faktorial
Formula Carbopol 940 Propilenglikol
1 3 20
a 5 20
b 3 40
ab 5 40
86
Lampiran 8. Sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L) secara periodik
1. Viskositas
a. Formula 1
Replikasi Viskositas (d.Pa.s)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 23 24 26 26 27
2 25 25 26 27 28
3 24 25 27 27 28
4 24 24 26 26 27
5 23 23 25 26 28
6 24 26 27 27 28
x ± SD 23.83±0,75 24,50±1,05 26,17±0,75 26,50 ±0,55 27,67 ±0,52
b. Formula a
Replikasi Viskositas (d.Pa.s)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 35 35 37 38 38
2 35 36 37 37 38
3 32 33 35 36 37
4 30 32 33 33 35
5 33 34 36 36 38
6 33 36 36 37 38
x ± SD 33,00±1,90 34,33±1,63 35,67±1,50 36,17±1,72 37,33±1,21
87
c. Formula b
Replikasi Viskositas (d.Pa.s)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 15 15 16 17 17
2 15 15 15 16 16
3 13 15 15 16 17
4 15 16 16 17 18
5 14 15 16 16 17
6 15 15 17 17 17
x ± SD 14,50±0,84 15,17±0,41 15,83±0,75 16,50±0,55 17,00±0,63
d. Formula ab
Replikasi Viskositas (d.Pa.s)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 21 22 22 23 24
2 22 22 23 23 23
3 20 20 21 23 23
4 21 21 21 22 24
5 20 21 22 24 26
6 22 22 24 25 28
x ± SD 21,00±0,89 21,33±0,82 22,16±1,17 23,33±1,03 24,67±1,97
88
2. Ketahanan busa
a. Formula 1
Replikasi Ketahanan Busa (cm)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 0,5 0,3 0,4 0,4 0,3
2 0,3 0,4 0,2 0,5 0,5
3 0,9 0,6 0,4 0,2 0,4
4 0,4 0,2 0,4 0,5 0,3
5 0,7 0,4 0,2 0,3 0,4
6 1,2 0,7 0,4 0,6 0,5
x ± SD 0,67±0,34 0,43±0,19 0,33±0,10 0,42±0,15 0,40±0,09
b. Formula a
Replikasi Ketahanan Busa (cm)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 0,4 0,2 0,2 0,5 0,2
2 1 0,5 0,7 0,3 0,2
3 0,3 0,6 0,5 0,2 0,1
4 0,2 0,2 0,3 0,5 0,2
5 0,5 0,3 0,2 0,2 0,1
6 1 0,7 0,6 0,3 0,2
x ± SD 0,57±0,35 0,42±0,21 0,42±0,21 0,33±0,14 0,17±0,05
89
c. Formula b
Replikasi Ketahanan Busa (cm)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 1 0,7 0,9 0,8 0,8
2 0,9 0,9 0,8 0,7 0,7
3 0,5 0,4 0,5 0,5 0,4
4 0,8 0,9 1 0,8 0,7
5 1,1 1 0,8 0,9 0,9
6 0,7 0,8 0,7 0,6 0,6
x ± SD 0,83±0,22 0,78±0,21 0,78±0,17 0,72±0,15 0,68±0.17
d. Formula ab
Replikasi Ketahanan Busa (cm)
48 jam 7 hari 15 hari 21 hari 1 bulan
1 1 0,9 1 1 0,8
2 0,7 0,9 1 0,8 0,6
3 0,9 0,5 0,6 0,7 0,5
4 0,8 0,8 0,7 0,6 0,4
5 0,6 0,7 0,6 0,5 0,6
6 0,8 1 0,8 0,5 0,7
x ± SD 0.80±0,14 0,80±0,18 0,78±0,18 0,68±0,19 0,60±0,14
90
3. Pergeseran viskositas
a. Formula 1
Replikasi
Viskositas
(d.Pa.s) Pergeseran Viskositas (%) 48 jam 1 bulan
1 23 27 17,39
2 25 28 12,00
3 24 28 16,67
4 24 27 12,50
5 23 28 21,74
6 24 28 16,67
x ± SD 16,16±3,57
b. Formula a
Replikasi
Viskositas
(d.Pa.s) Pergeseran Viskositas (%)
48 jam 1 bulan
1 35 38 8,57
2 35 38 8,57
3 32 37 15,62
4 30 35 16,67
5 33 38 15,15
6 33 38 15,15
x ± SD 13,28±3,70
91
c. Formula b
Replikasi
Viskositas
(d.Pa.s) Pergeseran Viskositas (%)
48 jam 1 bulan
1 15 17 13,33
2 15 16 6,67
3 13 17 30,77
4 15 18 20,00
5 14 17 21,43
6 15 17 13,33
x ± SD 17,59±8,36
d. Formula ab
Replikasi
Viskositas
(d.Pa.s) Pergeseran Viskositas (%)
48 jam 1 bulan
1 21 24 14,28
2 22 23 4,54
3 20 23 15,00
4 21 24 14,28
5 20 26 30,00
6 22 28 27,27
x ± SD 17,56±9,45
92
4. Perubahan ketahanan busa
Formula 1
Replikasi Ketahanan Busa Perubahan Ketahanan
Busa (%) 48 jam 1 bulan
1 0,5 0,3 40
2 0,3 0, 5 66,67
3 0,9 0,4 55,55
4 0,4 0,3 25
5 0,7 0,4 42,86
6 1,2 0,5 58,33
x±SD 48,07±15,04
Formula a
Replikasi Ketahanan Busa Perubahan Ketahanan
Busa (%) 48 jam 1 bulan
1 0,4 0,2 50
2 1 0,2 80
3 0,3 0,1 66,67
4 0,2 0,2 0
5 0,5 0,1 80
6 1 0,2 80
x±SD 59,445±31,44
93
Formula b
Replikasi Ketahanan Busa Perubahan Ketahanan
Busa (%) 48 jam 1 bulan
1 1 0,8 20
2 0,9 0,7 22,22
3 0,5 0,4 20
4 0,8 0,7 12,5
5 1,1 0,9 18,18
6 0,7 0,6 14,28
x±SD 18,17±3,84
Formula ab
Replikasi Ketahanan Busa Perubahan Ketahanan
Busa (%) 48 jam 1 bulan
1 1 0,8 20
2 0,7 0,6 14,28
3 0,9 0,5 44,44
4 0,8 0,4 50,00
5 0,6 0,6 0
6 0,8 0,7 12,50
x±SD 23,54±19,55
94
Lampiran 9. Uji normalitas data viskositas, ketahanan busa, pergeseran
viskositas dan perubahan ketahanan busa
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan program SPSS dan
Design Expert 7.0.0. Uji normalitas data dengan program SPSS menggunakan uji
Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan 50) dan uji
Kolmogorov-Smirnov untuk sampel yang besar (lebih dari 50).
Uji normalitas data dengan Design Expert 7.0.0 dengan menggunakan
parameter-parameter seperti normal plot residuals, residual vs predicted, dan box-
cox plot for power transform yang terdapat pada bagian diagnostics. Pada normal
plot residuals, data dikatakan normal apabila distribusi data berada disekitar garis
lurus sedangkan data yang tidak normal, diplotkan seperti kurva berbentuk huruf
“S”. Pada residual vs predicted, distribusi data normal bila plot yang diperoleh
titik-titiknya tersebar dan memiliki range yang konstan sedangkan distribusi data
yang tidak normal akan membentuk pola megaphone “<”. Box-cox plot for power
transform menunjukkan transformasi yang direkomendasikan apabila data tidak
normal. Apabila data normal maka tidak ada rekomendasi transformasi data
(none).
95
1. Viskositas 48 jam
Uji normalitas dengan SPSS 16.0
Uji Normalitas dengan Design Expert 7.0.0
Design-Expert® SoftwareViskositas
Color points by value ofViskositas:
35
13
Internally Studentized Residuals
No
rma
l % P
rob
ab
ility
Normal Plot of Residuals
-2.76 -1.61 -0.46 0.69 1.84
1
5
10
20
30
50
70
80
90
95
99
96
Design-Expert® SoftwareViskositas
Color points by value ofViskositas:
35
13
2
33
2
3
22
22
4444
2
2
2
2
2
2
Predicted
Inte
rna
lly S
tud
en
tize
d R
esi
du
als
Residuals vs. Predicted
-3.00
-1.50
0.00
1.50
3.00
14.50 19.13 23.75 28.38 33.00
Design-Expert® SoftwareViskositas
LambdaCurrent = 1Best = 0.13Low C.I. = -0.75High C.I. = 1.03
Recommend transform:None (Lambda = 1)
Lambda
Ln
(Re
sid
ua
lSS
)
Box-Cox Plot for Power Transforms
3.17
3.62
4.07
4.51
4.96
-3 -2 -1 0 1 2 3
2. Ketahanan busa 48 jam
Uji normalitas dengan SPSS 16.0
97
Uji Normalitas dengan Design Expert 7.0.0
Design-Expert® SoftwareKetahanan Busa
Color points by value ofKetahanan Busa:
1.2
0.2
Internally Studentized Residuals
No
rma
l % P
rob
ab
ility
Normal Plot of Residuals
-1.46 -0.56 0.33 1.23 2.12
1
5
10
20
30
50
70
80
90
95
99
Design-Expert® SoftwareKetahanan Busa
Color points by value ofKetahanan Busa:
1.2
0.222
22
Predicted
Inte
rna
lly S
tud
en
tize
d R
esi
du
als
Residuals vs. Predicted
-3.00
-1.50
0.00
1.50
3.00
0.57 0.63 0.70 0.77 0.83
98
Design-Expert® SoftwareKetahanan Busa
LambdaCurrent = 1Best = 0.8Low C.I. = -0.17High C.I. = 1.92
Recommend transform:None (Lambda = 1)
Lambda
Ln
(Re
sid
ua
lSS
)
Box-Cox Plot for Power Transforms
0.41
1.27
2.12
2.97
3.83
-3 -2 -1 0 1 2 3
3. Pergeseran Viskositas
Uji normalitas dengan SPSS 16.0
Uji Normalitas dengan Design Expert 7.0.0
Design-Expert® SoftwarePergeseran Viskositas
Color points by value ofPergeseran Viskositas:
30.77
4.54
Internally Studentized Residuals
No
rma
l % P
rob
ab
ility
Normal Plot of Residuals
-2.09 -1.04 0.01 1.07 2.12
1
5
10
20
30
50
70
80
90
95
99
99
Design-Expert® SoftwarePergeseran Viskositas
Color points by value ofPergeseran Viskositas:
30.77
4.54
22
22
22
2222
Predicted
Inte
rna
lly S
tud
en
tize
d R
esi
du
als
Residuals vs. Predicted
-3.00
-1.50
0.00
1.50
3.00
13.29 14.36 15.44 16.51 17.59
Design-Expert® SoftwarePergeseran Viskositas
LambdaCurrent = 1Best = 0.56Low C.I. = -0.25High C.I. = 1.43
Recommend transform:None (Lambda = 1)
Lambda
Ln
(Re
sid
ua
lSS
)
Box-Cox Plot for Power Transforms
6.78
7.63
8.48
9.33
10.18
-3 -2 -1 0 1 2 3
4. Perubahan ketahanan busa
Uji Normalitas dengan SPSS 16.0
100
Uji Normalitas dengan Design Expert 7.0.0
Design-Expert® SoftwarePerubahan Ketahanan Busa
Color points by value ofPerubahan Ketahanan Busa:
80
0
Internally Studentized Residuals
No
rma
l % P
rob
ab
ility
Normal Plot of Residuals
-3.24 -2.07 -0.90 0.27 1.44
1
5
10
20
30
50
70
80
90
95
99
Design-Expert® SoftwarePerubahan Ketahanan Busa
Color points by value ofPerubahan Ketahanan Busa:
80
0
333
22
Predicted
Inte
rna
lly S
tud
en
tize
d R
esi
du
als
Residuals vs. Predicted
-3.24
-1.68
-0.12
1.44
3.00
17.86 28.26 38.65 49.05 59.45
101
Design-Expert® SoftwarePerubahan Ketahanan Busa
LambdaCurrent = 1Best = 0.79Low C.I. = 0.39High C.I. = 1.25
Recommend transform:None (Lambda = 1)
k = 0.8(used to makeresponse valuespositive)
Lambda
Ln
(Re
sid
ua
lSS
)
Box-Cox Plot for Power Transforms
8.95
13.08
17.21
21.34
25.47
-3 -2 -1 0 1 2 3
102
Lampiran 10. Uji ANOVA two ways dengan Design Expert 7.0.0
1. Viskositas 48 jam
103
104
2. Ketahanan busa 48 jam
105
106
3. Pergeseran viskositas
107
108
4. Perubahan ketahanan busa
109
110
Lampiran 11. Analisis statistik sifat fisis secara periodik
Viskositas secara periodik
a) Formula 1
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
f1_48jam 1.25
f1_7hari 1.75
f1_15hari 3.33
f1_21hari 3.67
f1_1bulan 5.00
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 23.398
Df 4
Asymp. Sig. .000
a. Friedman Test
Kesimpulan : Paling tidak terdapat perbedaan viskositas yang bermakna pada
pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
111
Wilcoxon Signed Test
Test Statisticsb
f1_7hari -
f1_48jam
f1_15hari -
f1_48jam
f1_21hari -
f1_48jam
f1_1bulan -
f1_48jam
Z -1.633a -2.232
a -2.271
a -2.232
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .102 .026 .023 .026
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara viskositas 15 hari, 21
hari, dan 1 bulan dengan viskositas 48 jam.
b) Formula a
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fa_48jam 1.08
fa_7hari 2.00
fa_15hari 3.17
fa_21hari 3.83
fa_1bulan 4.92
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 22.912
df 4
Asymp. Sig. .000
a. Friedman Test
Kesimpulan : Paling tidak terdapat perbedaan viskositas yang bermakna pada
pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
112
Wilcoxon Signed Test
Test Statisticsb
fa_7hari -
fa_48jam
fa_15hari -
fa_48jam
fa_21hari -
fa_48jam
fa_1bulan -
fa_48jam
Z -2.060a -2.271
a -2.232
a -2.271
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .039 .023 .026 .023
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara viskositas 7 hari, 15
hari, 21 hari, dan 1 bulan dengan viskositas 48 jam.
c) Formula b
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fb_48jam 1.33
fb_7hari 2.00
fb_15hari 2.92
fb_21hari 4.08
fb_1bulan 4.67
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 21.219
df 4
Asymp. Sig. .000
a. Friedman Test
Kesimpulan : Paling tidak terdapat perbedaan viskositas yang bermakna pada
pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
113
Wilcoxon Signed Test
Test Statisticsb
fb_7hari -
fb_48jam
fb_15hari -
fb_48jam
fb_21hari -
fb_48jam
fb_1bulan -
fb_48jam
Z -1.633a -2.070
a -2.264
a -2.214
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .102 .038 .024 .027
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara viskositas 15 hari, 21
hari, dan 1 bulan dengan viskositas 48 jam.
d) Formula ab
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fab_48jam 1.42
fab_7hari 1.83
fab_15hari 2.92
fab_21hari 4.08
fab_1bulan 4.75
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 21.832
df 4
Asymp. Sig. .000
a. Friedman Test
Kesimpulan : Paling tidak terdapat perbedaan viskositas yang bermakna pada
pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
114
Wilcoxon Signed Test
Test Statisticsb
fab_7hari -
fab_48jam
fab_15hari -
fab_48jam
fab_21hari -
fab_48jam
fab_1bulan -
fab_48jam
Z -1.414a -2.070
a -2.214
a -2.232
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .157 .038 .027 .026
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara viskositas 15 hari, 21
hari, dan 1 bulan dengan viskositas 48 jam.
115
Ketahanan busa secara periodik
a) Formula 1
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
f1_48jam 4.25
f1_7hari 2.83
f1_15hari 2.08
f1_21hari 3.17
f1_1bulan 2.67
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 6.491
df 4
Asymp. Sig. .165
a. Friedman Test
Kesimpulan : p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan ketahanan busa yang
bermakna pada pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
b) Formula a
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fa_48jam 4.00
fa_7hari 3.33
fa_15hari 3.25
fa_21hari 3.08
fa_1bulan 1.33
116
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 10.270
df 4
Asymp. Sig. .036
a. Friedman Test
Kesimpulan : Paling tidak terdapat perbedaan ketahanan busa yang bermakna
pada pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
Wilcoxon Signed Test
Test Statisticsb
fa_7hari -
fa_48jam
fa_15hari -
fa_48jam
fa_21hari -
fa_48jam
fa_1bulan -
fa_48jam
Z -1.089a -1.476
a -1.163
a -2.041
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .276 .140 .245 .041
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara ketahanan busa 1 bulan
dengan ketahanan busa 48 jam.
c) Formula b
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fb_48jam 4.08
fb_7hari 3.33
fb_15hari 3.42
fb_21hari 2.42
fb_1bulan 1.75
117
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 8.963
Df 4
Asymp. Sig. .062
a. Friedman Test
Kesimpulan : p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan ketahanan busa yang
bermakna pada pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
d) Formula ab
Uji Friedman
Ranks
Mean Rank
fab_48jam 3.67
fab_7hari 3.67
fab_15hari 3.58
fab_21hari 2.50
fab_1bulan 1.58
Test Statisticsa
N 6
Chi-square 9.211
df 4
Asymp. Sig. .056
a. Friedman Test
Kesimpulan : p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan ketahanan busa yang
bermakna pada pengukuran 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.
118
Lampiran 12. Foto shampoo ekstrak kering teh hijau (Camelia sinensis L.)
Sediaan shampoo formula 1 Sediaan shampoo formula a
Sediaan shampoo formula b Sediaan shampoo formula ab
Lampiran 13. Dokumentasi
Mixer
119
Hotplate Vortex
Viskotester RION VT-04 Viskotester RION VT-04
Viskotester RION VT-04 Tabung berskala
120
BIOGRAFI PENULIS
Penulis memiliki nama lengkap Lia Natalia
Setiomulyo. Penulis lahir di Surakarta pada tanggal 23
Desember 1988 dan merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan Bapak Singgih Utomo Setiomulyo
dan Ibu Setiowati Setiodarmo. Penulis menempuh
pendidikan formal pada tahun 1995-2001 di SD
Kanisius Keprabon II Surakarta, pada tahun 2001-2004
di SMP Pangudi Luhur Bintang Laut Surakarta, dan
pada tahun 2004-2007 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMA Negeri III Surakarta. Pada tahun
2007 penulis mengawali pendidikannya sebagai
mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Selama masa kuliah, penulis
pernah menjadi asisten pada praktikum FTS Solid A dan FTS Semi Solid Liquid,
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul Optimasi
Formula Sediaan Gel Anti Fungi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.),
mengikuti Olimpiade Farmasi II (OFI II). Selain itu, penulis juga terlibat dalam
berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan antara lain panitia bakti sosial
JMKI (2008), divisi advokasi DPMF (periode 2009-2010), dan pengabdian
masyarakat Fakultas Farmasi USD (2010).