file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan ilmu...
Transcript of file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan ilmu...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi, banyak sekali memberikan manfaat dalam semua bidang
kehidupan masyarakat temasuk juga aspek pendidikan. Pendidikan
berkembang secara dinamis, karena melalui usaha pendidikan diharapkan
tujuan pendidikan nasional akan dapat terwujud. Oleh karena itu semua mata
pelajaran disampaikan dengan model pembelajaran dan strategi pendekatan
yang inovatif dan kreatif.
Pada saat ini pemerintah Indonesia melakukan pembangunan di segala
bidang, khususnya dibidang pendidikan, yang diarahkan pada tuntutan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan jaman. Pembaharuan model
mengajar dan memperbaiki model pengajaran merupakan syarat mutlak untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan. Satu inovasi yang menarik mengiringi
perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model
pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011:3). Model mengajar pada dasarnya
adalah cara-cara yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pada
siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa mudah memahami materi yang
diberikan guru. Salah satu komponen belajar yang harus dikuasai oleh
pendidik atau guru adalah kemampuan menggunakan model pembelajaran
dengan baik, sehingga dapat mengkomunikasikan bahan pelajaran guna
terciptanya proses mengajar yang efektif. Dengan semakin pesatnya
1
2
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin kompleks
pula bahan pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa. Dalam hal ini
guru pun dituntut untuk memilih model mana yang digunakan dan sesuai
dengan tujuan bahan ajar yang telah ditetapkan.
Salah satu mata pelajaran yang didapat siswa di sekolah adalah
Matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan
dalam tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap
kritis dan berpikir logis (Martiningsih, 2013: 564). Belajar mata pelajaran
Matematika bisa membantu siswa untuk dapat :
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
Matematika juga merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak,
sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan model yang
tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu,
diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa
untuk mencapai kompetensi dan indikator pembelajaran.
Banyak siswa menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan
mata pelajaran yang sulit dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.
3
Kesulitan itu dapat dilhat dari kegagalan siswa dalam menguasai pelajaran
matematika di sekolah. Berdasarkan penelitian Martiningsih (2013:34),
dilaporkan bahwa kegagalan siswa dalam menguasai pelajaran matematika
disekolah disebabkan kurang baiknya proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru. Pada kenyataannya guru lebih banyak menggunakan model
pembelajaran langsung, karena model ini paling mudah dilaksanakan. Pada
proses pembelajaran dengan model pembelajaran langsung, definisi dan
rumus diberikan, contoh soal diberikan dan dikerjakan sendiri oleh guru,
kemudian langkah-langkah guru diikuti oleh siswa. Siswa meniru cara kerja
dan penyelesaiaan yang dilakukan oleh guru. Pada sisi lain, siswa merasa
cemas mengikuti pelajaran, kurang bersemangat, tidak percaya diri dan
kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.
Selama ini siswa menerima begitu saja pengajaran matematika di
sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa atau untuk apa matematika harus
diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika hanya membuat
pusing siswa dan orangtua karena dianggap sebagai momok yang menakutkan
oleh sebagian siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang Matematika yang
membuat kekhawatiran pada hasil belajar siswa. Faktor lain yang ikut
mempengaruhi adalah rasa bosan pada pelajaran Matematika, hal ini didapat
dari faktor penyampaian materi atau model pembelajaran yang monoton.
Permasalahan yang serupa juga dialami oleh Guru SMP Negeri 3 Waru
ketika peneliti mengadakan observasi di sekolah tersebut. Banyak anak yang
mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran matematika. Hal ini
4
disebabkan ketakutan anak terhadap mata pelajaran matematika, kurangnya
konsentrasi anak dan membosankannya pelajaran. Dari pihak guru juga
mengalami kesulitan, karena selama ini dirasa memakai model pembelajaran
langsung sudah cukup untuk menyampaikan materi.
Gambaran permasalahan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika perlu diperbaiki guna meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Oleh karena itu peneliti mencoba memberikan solusi untuk mengatasi
masalah tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Melihat kondisi rendahnya hasil belajar tersebut upaya dilakukan
peneliti salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Suprijono, 2009: 133). Dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan siswa dapat meningkatkan
aktifitas belajar dan pemahaman konsep melalui kegiatan kooperatif bersama
teman sebaya sehingga hasil belajar atau hasil belajar siswa dapat lebih
optimal. Selain penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berdasarkan pengamatan peneliti terhadap hasil dokumentasi penilaian tahun
lalu, jumlah siswa yang tuntas sangat rendah pada materi Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel (SPLDV). Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
tersebut disampaikan pada kelas VIII semester 1.
Dari latar belakang tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada pembelajaran
5
matematika materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel di kelas VIII F
SMP Negeri 3 Waru.
B. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Penelitian
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan penelitin ini meliputi:
a. Respon siswa
Yang dimaksud respon siswa dalam hal ini adalah pendapat atau
keterangan siswa terhadap pembelajaran proyek dan investigasi
setting kooperatif yang diterapkan di kelas.
b. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar merupakan pencapaian hasil belajar yang
ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang
memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat
penguasaan kompetensi lebih lanjut. (Depdiknas, Buku 3,2004 :16).
2. Pembatasan Masalah Penelitian
Mengingat adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, tidak
memungkinkan untuk meneliti semua masalah yang tidak
didefinisikan.oleh karena itu peneliti hanya membatasi masalah yang
akan diteliti yaitu:
a. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
6
b. Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah pembelajaran
matematika pada materi Sistem Persamaan Linier Dua
varibel(SPLDV) yang disampaika pada kelas VIII semester 1.
c. Siswa yang menjadi objek penelitian adalah siswa kelas VIII F SMP
Negeri 3 Waru.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, petanyaan penelitian yang
dapat dikemukakan peneliti adalah sebagai berikut.
1. Bagaiman respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada materi SPLDV di kelas VIII SMP Negeri 3
Waru?
2. Bagaimana ketuntasan belajar siswa pada penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada materi SPLDV di kelas VIII SMP Negeri 3
Waru?
D. Asumsi
1. Guru melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD sesuai sintaks
2. Siswa menjawab angket tentang respon terhadap penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan sungguh-sungguh tanpa
pengaruh orang lain
3. Siswa mengerjakan soal tes dengan sungguh-sungguh dan hasil pikiran
sendiri
7
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendiskripsikan respon siswa pada penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada materi SPLDV.
2. Mendiskripsikan ketuntasan belajar siswa pada penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi SPLDV.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang model
pembelajaran pada sub materi SPLDV dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Bagi siswa
Memberikan pengalaman belajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD .
3. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan dan memberikan informasi tentamg model
pembelajaran terutama pada mata pelajaran matematika pada materi
SPLDV.
4. Bagi peneliti
8
Sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan proses
pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar siswa yang maksimal dan
pembentukan karakter siswa dalam pembelajaran matematika dan
menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai pembelajaran kooperatif
tipe STAD
G. Batasan Istilah
1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD(Student Teams Achievemennt
Division)menurut Slavin (dalam Nur, 2000: 26) adalah pembelajaran di
mana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasinya, jenis kelamin, dan
suku yang diawali denga penyampean tujuan pembelajaran, penyampean
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
2. Respon Siswa
Respon siswa adalah pendapat atau penilaian siswa terhadap
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Respon siswa ini diukur dengan
mengisi angket setelah kegiatan belajar mengajar
3. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar adalah kemampuan atau keterampilan yang diperoleh
siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akn nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian
belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.”
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karna itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam
diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Kalau tangan
seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak mobil, perubahan
semacam itu tidak dapat digolongkan kedalam perubahan dalam arti
belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang yang berada
dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek
kematangan, pertumbuhan, dan perkemabangan tidak termasuk perubahan
dalam pengertian belajar.
9
10
Para ahli banyak yang mengungkapkan pandangan yang
berbeda tentang belajar Belajar menurut pandangan skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya
hal berikut:
(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons
belajar.
(ii) Respons si pembelajar, dan
(iii) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.
Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.
Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pembelajar yang baik diberi hadiah.
Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan
skinner. Pandangan skinner ini terkenal dengan nama teori skinner. Dalam
menerapkan teori skinner
2. Pengertian Pembelajaran
Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2008: 61) adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Warsita
11
(2008:85) juga menyebutkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha
untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk
membelajarkan peserta didik.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala,2008: 62) pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk
membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sudjana (2010:28)
menyatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya
yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan
interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga
belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan
membelajarkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses kegiatan belajar dan mengajar yang terjadi antara guru dan
siswa dengan suatu rencana dan tatanan konsep untuk membahas suatu
masalah.
3. Pengertian Hasil Belajar
Setelah mengetahui pengertian belajar maka kita akan melihat
pengertian hasil belajar oleh para ahli. Menurut Purwoto (2011:46) hasil
belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan
12
perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan
yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia
mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Sudjana (2010:3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku yang mencakup bidang koknitif, afektif, dan psikomotorik
yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar.Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan atau keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima
perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat memberikan
pengetahuan dalam kehidupan sehari – hari.
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, (Slameto,
2010:54 –72) diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang. Diantara
faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang
antara lain :
1) Faktor Jasmaniah
Faktor – faktor jasmaniah meliputi :
a) Faktor Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya, yang berarti
berpengaruh juga pada hasil belajarnya. Jika kesehatan seseorang
13
terganggu maka ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah
pusing, ngantuk jika badannya lemah. Kurang darah ataupun
gangguan fungsi alat indera yang lain juga akan mengganggu
proses belajar dan hasilnya.
Agar seseorang mendapatkan hasil belajar yang baik, maka
seseorang harus menjaga kesehatan dengan menjaga pola makan,
istirahat, olahraga, rekreasi dan beribadah.
b) Cacat Tubuh
Cacat tubuh sangat mempengaruhi hasil belajar. Biasanya siswa
merasa tergangggu dan harus belajar ekstra agar bisa menyesuaikan
diri dengan siswa lain.
2) Faktor Psikologis
Faktor – faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar :
a) Intelegensi
Intelegensi adalah kecakapan menghadapi dan menyesuaikan diri
kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif. Hal inilah yang
dipakai saat menghadapi persoalan dalam belajar sehingga hasilnya
nanti memuaskan.
b) Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Agar
siswa dapat hasil yang baik, harus diusahakan agar bahan pelajaran
14
selalu menarik perhatian, misalnya disesuaikan dengan hobi atau
kesukaannya.
c) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap
hasil belajar, karena dengan minat yang tinggi siswa mudah untuk
memahami, ataupun berusaha lebih keras untuk bisa memahami.
d) Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih. Jika bahan yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya,
maka hasil belajarnya akan lebih baik karena senang dalam belajar.
e) Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang,
dimana alat – alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan
kecakapan – kecakapan baru. Dengan kematangan yang tepat
dalam belajar, maka hasil yang didapat akan lebih baik lagi.
f) Kesiapan
Menurut Jamies Draver:Preparedness to respond or react, kesiapan
adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini
perlu diperhatikan karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada
kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
15
3) Faktor Kelelahan
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a) Kelelahan Jasmani
Terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan
untuk membaringkan tubuh.
b) Kelelahan Rohani
Dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga
minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan
dapat terjadi karena memikirkan sesuatu yang berat , mengerjakan
sesuatu dengan terpaksa karena tidak sesuai dengan bakat dan
minatnya.
Karena keadaan seperti ini sangat menggaggu dan mempengaruhi
hasil belajar, maka perlu disikapi dengan cara tidur, istirahat,
menggunakan obat – obatan yang bersifat melancarkan peredaran
darah, obat gosok, olah raga, rekreasi, apabila sangat serius bisa
menghubungi dokter atau psikiater agar hasil belajar bisa maksimal.
b. Faktor Eksternal
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut.
Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain:
1) Keadaan lingkungan keluarga
Hasil belajar juga dipengaruhi keadaan lingkungan keluarga
2) Cara orang tua mendidik
16
Dengan kekerasan atau dengan lemah lembut namun tegas dan
membiarkan anaknya mengikuti kemampuannya tidak memaksakan
keinginan orang tua.
3) Relasi antar anggota keluarga
Hubungan antara orang tua dengan anaknya yang baik akan
memberikan hasil yang baik pula dalam belajar.
4) Suasana rumah
Sasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian yang sering
terjaddi didalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana
rumah yang ramai, terlalu banyak angggota keluarga, banyak terjadi
pertengkaran akan mengganggu belajar dan akibatnya membuat hasil
belajar siswa tidak baik. Maka dari itu perlu diciptakan suasana di
rumah yang kondusif untuk belajar yang membuat anak kerasan dan
betah untuk terus belajar dan memperbaiki hasil yang kurang baik.
5) Keadaan ekonomi keluarga
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak
kurang terpenuhi, kesehatan anak terganggun dan kemampuan untuk
belajarnya menurun, dan imbasnya hasil belajarnya juga akan
menurun. Sebaliknya, keadaan keluarga yang kaya raya juga
memiliki resiko. Orang tua cenderung untuk memanjakan anaknya
akibatnya anak kurang memusatkan perhatiannya untuk belajar dan
mendapatkan hasil belajar yang baik. Jadi harus seimbang antara
kebutuhan dan pemasukan dalam keluarga.
17
6) Pengertian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian dari orang tua. Apabila
anak belajar, jangan diganggu dengan tugas – tugas rumah. Bantuan
dari orang tua pada sasat anak mengalami kesulitan juga akan
menambah semangat dan daya juangnya untuk mencapai hasil
belajar yang memuaskan.
7) Latar belakang kebudayaan
Perlu ditanamkan kebiasaan – kebiasaan yang baik dalam belajar
agar mendorong anak dan memberi semangat dalam meraih hasil
belajar yang baik pula.
8) Keadaan lingkungan sekolah
Faktor dari lingkungan sekolah yang mempengaruhi hasil belajar:
a) Metode mengajar
Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi
hasil belajar siswa yang kurang baik pula. Seharusnya guru
mempunyai metode mengajar yang variatif, misalnya dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif, disana siswa
diminta untuk lebih aktif sehingga anak tidak merasa bosan dan
merasa bersemangat terus untuk belajar bersama.
b) Relasi guru dengan siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Apabila
hubungan antara keduanya baik, maka hasil belajar akan baik
18
pula. Disini diharapkan guru berperan lebih banyak untuk
menciptakan suasa yang baik, agar pembelajaran berjalan lancar.
c) Relasi siswa dengan siswa
Siswa mempunyai karakter masing – masing, hal ini
menyebabkan perbedaan dalam berbagai hal. Siswa yang kurang
mampu untuk beradaptasi dengan siswa lain maka akan
mengalami gangguan dalam relasinya dan membuat suasana
menjadi tidak nyaman yang berimbas pada hasil belajarnya juga.
d) Disiplin sekolah
Siswa akan belajar lebih baik apabila siswa berdisiplin di sekolah.
Siswa harus mendapat contoh terlebih dahulu dari semua guru
dan karyawan di lingkungan sekolah.
e) Alat pelajaran
Alat pelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran sangat
mendukung berhasilnya belajar seorang siswa
f) Waktu sekolah
Memilih waktu sekolah yang tepat akan memberikan dampak
yang baik bagi hasil belajar. Waktu yang tepat adalah pagi hari,
dimana otak dan badan siswa masih segar dan dalam kondisi yang
prima untuk mendapatkan pelajaran.
g) Keadaan gedung
Keadaan gedung yang memadai untuk belajar akan memberikan
hasil belajar yang baik. Banyak siswa dalam satu ruangan dan
19
pemandangan juaga banyak memberikan pengaruh bagi hasil
belajar.
h) Tugas rumah
Guru sebaiknya tidak terlalu banyak memberikan tugas rumah,
agar siswa dapat cukup beristirahat dan mempunyai kegiatan
yang lain pula.
9) Keadaan lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi hasil belajar siswa
adalah :
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat akan mengganggu dan
mempengaruhi hasil belajar apabila terlalu banyak dan kurang
mendukung pendidikannya. Bisa dipilih saja kegiatan yang
mendukung, misalnya kerja kelompok, kursus bahasa Inggris,
PKK remaja.
b) Mass media
Kelompok yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, TV,
surat kabar, majalh, buku, komik dan lainnya. Apabila tidak
dikontrol maka akan mempengaruhi hasil belajarnya dan
memungkinkan adanya penyimpangan juga.
20
c) Teman bergaul
Agar hasil belajar baik, maka siswa diarahkan untuk bergaul
dengan teman yang baik pula, misalnya teman sekelas, teman satu
gereja, teman satu masjid, yang memiliki moral yang baik juga.
d) Bentuk kehidupan masyarakat
Memberikan masukan dan dorongan kepada anak untuk bisa
memilah pergaulan dalam masyarakat, agar bisa menyaring
macam – macam perilaku dan tindakan di masyarakat yang
mempengaruhi proses belajar siswa
4. Pengertian Matematika
Matematika adalah ilmu pengetahuan struktur dan hubungan-
hubungannya, simbol-simbol diperlukan, matematika berkenaan dengan
ide-ide abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif
(Hudoyo, 1988: 3).
Menurut Nasution dalam (Sugiarto, 1990: 8), bahwa matematika
dapat dipandang sebagai suatu ide yang dihasilkan oleh ahli-ahli
matematika dan objek penalarannya dapat berupa benda-benda atau
makhluk, atau dapat dibayangkan dalam alam pikiran kita.
Pengertian lain yang dikemukakan oleh Sutrisman dan Tambuan
(1987: 2-3) bahwa matematika adalah pengetahuan tentang kuantitas
ruang, salah satu dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis,
terstruktur dan eksak.
21
Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang pengertian matematika
dapat disimpulkan bahwa matematika adalah merupakan kumpulan ide-ide
yang bersifat abstrak, dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran
yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Proses Belajar Mengajar Matematika
Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar
secara berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama,
seperti yang dinyatakan oleh Hamalik (1993 : 40) mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri siswa
yang nyata serta latihan yang kontinu, perubahan dari tidak tahu menjadi
tahu.
Pendapat serupa dikemukakan Hudoyo (1988 : 107)
mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam
memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga timbul
perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar, seorang mampu
mendemonstrasikan dan keterampilan dimana sebelumnya siswa tidak
dapat melakukannya.
Selanjutnya Anwar (1990 : 98) mengemukakan bahwa belajar
adalah setiap perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan
pendewasaaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi dari
organisme.
22
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses individu siswa dalam interaksinya dengan
lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya proses tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan
tersebut.
Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak
dapat mengetahui jenjang yang lebih tinggi tanpa melalui dasar atau hal-
hal yang merupakan prasyarat dalam kelanjutan program pengajaran
selanjutnya. Untuk mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa
dalam menerima pelajaran, kesiapan yang dimaksud adalah kematangan
intelektual dan pengalaman belajar yang telah dimiliki oleh anak,
sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi siswa.
Hudoyo (1988 : 4) berpendapat bahwa “belajar matematika yang
terputus-putus akan mengganggu proses belajar “. Pendapat serupa
dikemukakan Russeffendi (1988 : 25) bahwa belajar matematika bagi
seorang anak merupakan proses yang kontinu sehingga diperlukan
pengetahuan dan pengertian dasar matematika yang baik pada permukaan
belajar untuk belajar selanjutnya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar
matematika haruslah diawali dengan mempelajari konsep-konsep yang
lebih mendalam dengan menggunakan konsep-konsep sebelumnya atau
dengan kata lain bahwa proses belajar matematika adalah suatu rangkaian
kegiatan belajar mengajar dalam interaksi hubungan timbal balik antara
23
siswa dengan guru yang berlangsung dalam lingkungan yang ada
disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif
dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam proses mengajar matematika
terdapat adanya suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara guru
yang mengajar dan siswa yang belajar. Seperti diungkapkan Usman
(1995 : 5) bahwa proses mengajar dikatakan sukses apabila anak-anak
dapat mengemukakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh
kepercayaan berbagai situasi dalam hidupnya.
Nasution (1985 : 54) berpendapat bahwa proses mengajar adalah
suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan lingkungan
dalam lingkungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga
menimbulkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan pada diri
siswa jadi yang akanmenentukan keberhasilan suatu pross mengajar
adalah pengajar itu sendiri.
6. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif bertukar pikiran dengan
24
sesamanya dalam memahami suatu materi pebelajaran. Slavin dalam
Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok –
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam
Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama
selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa
lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam
perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Johnson (Anita Lie, 2007: 30)
mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur
yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar
individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Lie,
2008: 186). Cooperative learning merujuk pada berbagai macam model
25
pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin,
dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama
lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para
siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan
berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat
itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena
dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas
yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara
terbuka danhubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif
antara anggota kelompok. Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
guru atau Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran
kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pembelajaran kooperatif. Student Team Achievement
26
Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan
empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis
kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja
dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran
matematika. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan
pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang
maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi
Verbalatau teks.Tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD menurut
Nurasman (2006:5) menyatakan bahwa kegiatan bembelajaran
Kooperatif tipe STAD terdiri dari enam fase, diantaranya :
a. Fase I (Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok)
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan
dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-
kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok
heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas
dapat berdasarkan pada. : 1) Kemampuan akademik (pandai, sedang dan
27
rendah) yangdidapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu
diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok
terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.2)Jenis
kelamin, latar belakang sosial, kesenangan, bawaan/sifat
b. Fase II (Penyajian Materi Pelajaran)
Penyajian materi pelajaran ditekankan pada hal berikut :
1) Pendahuluan.
Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa
ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi
pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode
pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai
persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2)Pengembangan.
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari
siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna
bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar
atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih
kekonsep lain.
3) Praktek terkendali.
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara
menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk
28
menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam
memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c. Fase III (Kegiatan kelompok)
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan
untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas
perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan
kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang
dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling
membantu dalam memahami materi pelajaran.
d. Fase IV (Evaluasi)
Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa
yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan
presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara
individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling
membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu
dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
e. Fase V (Penghargaan individu dan kelompok)
Dari hasil penilaian perkembangan maka penghargaan pada prestasi
kelompok diberikan dalam ketingkatan penghargaan atau persyaratan
pemberian penghargaan misalnya bagi kelompok yang mendapat rata-rata
nilai dibawah (79-60) mendapatkan penghargaan ”Great Team”
29
sedangkan bagi kelompok yang mendapatkan rata-rata nilai (55-30)
mendapatkan penghargaan ” Super Team”.
f. Fase VI (Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok)
periode penilaian (2 – 3 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor
evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan
perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.
Materi-materi matematika yang relevan dengan pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah
materi-materi yang hanya untuk memahami fakta-fakta, konsep-konsep
dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggidan juga hapalan,
misalnya bilangan bulat, SPLDV, bilangan jam, dll. Dengan penyajian
materi yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarsiswa.
Keunggulan model pembelajaran kooperatif STAD menurut
Davidson(Nurasman,2006:26):a) Meningkatkan kecakapan individu, b)
Meningkatkan kecakapan kelompok, c)Meningkatkan komitmen dan
percaya diri, d) Menghilangkan prasangka terhadap teman sebaya dan
memahami perbedaan, e) Tidak bersifat kompetitif, f)Tidak memiliki
rasa dendam dan mampu membina hubungan yang hangat, g)
Meningkatkan motivasi belajar dan rasa toleransi serta saling membantu
dan mendukung dalam memecahkan masalah.
30
Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD menurut
Slavin(Nurasman 2006:27),yaitu: a) Siswa yang kurang pandai dan
kurang rajin akan merasa minder berkerja sama dengan teman-teman
yang lebih mampu. b) Terjadi situasi kelas yang gaduh singga siswa tidak
dapat bekerja secara efektif dalam kelompok. c) Pemborosan waktu.
8. Materi SPLDV
Sistem persamaan linier dua variabel merupakan sebuah persamaan
yang memiliki 2 variabel. Misalkan 2x + 3y =5 pada persamaan tersebut
terdapat 2 buah variabel yaitu x dan y. Pada umumnya SPLDV di
gunakan untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan 2 buah
objek misalkan panjang dan lebar,, harga buah apel dan jeruk dan masih
banyak lagi.
Didalam proses penyelesaian sistem persamaan linier 2 variabel
terdapat bebapa cara diantaranya
i. Metode grafik
Untuk menyelesaikan himpunan dari SPLDV dengan metode grafik
langkah –langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut
1) Gambarkan grafik himpunan penyelesaian dari masing-masing
persamaan linier
2) Tentukan titik potong dari grafik –grafiknya
ii. Metode Subtitusi
31
Selain dengan metode grafik SPLDV juga dapat diselesaikan
dengan metode subtitusi yaitu dengan cara menentukan persamaan salah
satu variabelnya terlebih dahulu misalkan x + y = 3 dan 2x + 2y = 8.
Persamaan x + y = 3 dapat diubah menjadi x = 3 –y selanjutkan
subtitusikan nilai x yaitu 3 –y kedalam persamaan 2x + 2y = 8 sehingga
akan mendapatkan himpunan penyelesaian y. Setelah menemukan nilai y
selanjutnya subtitusikan nilai y kedalam salah satu persamaan.
iii. Metode eliminasi
Pada metode eliminasi ini sesuai dengan namanya yaitu eliminasi
atau menghilangkan misalkan pada persamaan 2x + 4y = 10 dan x + y =
2 langkah pertama eliminasi x sehingga
2x + 4y = 10 x1 2x + 4y = 10
x + y = 2 x 2 2x + 2y = 4
2y = 6
y = 3
selanjutnya untuk mencari nilai x maka dengan cara yang sama
seperti di atas akan tetati yang dieliminasi adalah y.
iv. Metode gabungan eliminasi dan subtitusi
Pada proses menggabungkan dua metde ini yang harus dilakukan
adalah melakukan eliminasi terlebih dahulu pada salah satu variabel
32
selanjutnya hasil yang didapat di subtitusikan kedalam salah satu
persamaan.
B. Kajian Penelitian terdahulu
1. Mulyani (2012) telah meneliti tentang Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Tentang Peluang Melalui Metode STAD Siswa Kelas IX A
Akselerasi Semester 1 SMP Negeri 1 Sragen Tahun Pelajaran 2011-2012.
Berdasarkan pengamatan didapatkan Ketuntasan hasil belajar dari kondisi
awal ke siklus pertama ada kenaikan sebesar 10%, sedangkan dari siklus
pertama ke siklus kedua ada kenaikan sebesar 20%. Yang berarti ada
peningkatan hasil belajar matematika tentang peluang melalui metode
STAD.
2. Khusuwariyani (2014),telah melakukan penelitian dengan judul Upaya
Meningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode STAD Sub Pokok
Bahasan Bilangan Bulat Siswa Kelas VIII A Semester 1 SMP Kartika IV-
I (Sikatan) Surabaya Tahun Pelajaran 2013-2014. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata penilaian siswa. Hal
tersebut membuktikan bahwa dengan mempergunakan metode
STADdapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi
bilangan bulat.
C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan
antar konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka
Siswa mempelajari materi SPLDV
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Respon siswa
Angket
Hasil belajar
Tes
Pengumpulan data
Analisis data
Kesimpulan
33
(teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu) dan digunakan sebagai dasar untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diangkat. Kerangka
konseptual diperlukan dalam penelitian ini untuk membantu proses kerja agar
lebih sistematis. Kerangka berfikir pada penelitian ini didasarkan pada
hipotesis penelitian.Kerangka konseptual dapat digambarkan dengan bagan di
bawah ini :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif karena tindakan terhadap subjek sangat diutamakan. Penelitian
kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan
menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh peneliti secara alamiah
(Lexy J. Moleong 2006:5). Sedang menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana
yang dikutip oleh Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain penelitian kualitatif adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk menangkap gejala-gejala secara holistic-
kontekstual (secara menyuluruh dan sesuai dengan konteks apa adanya)
melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung dengan
instrumen kunci peneliti itu sendiri. Ahmad Tanzeh (2000:40)
Dalam penelitian ini peneliti akan mendiskripsikan tentang respon
siswa dan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD . Oleh karena itu
digunakan suatu pendekatan pembelajaran yang memenuhi beberapa
karakteristik penelitian kualitatif. Menurut Moleong karakteristik penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut: 1) penelitian kualitatif dilaksanakan pada
latar alamiah, 2) manusia sebagai instrumen, 3) data dianalisis secara induktif,
34
35
4) hasil penelitian bersifat deskriptif, 5) lebih mementingkan proses dari pada
hasil, 6) adanya permasalahan yang ditentukan oleh batas penelitian, 7)
adanya kriteria khusus yang diperlukan untuk keabsahan data, 8) hasil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama, 9) Menggunakan metode
kualitatif, 10) menggunakan teori dasar, 11) adanya batas yang ditetapkan oleh
focus (Lexy J. Moleong 2006:18).
B. Data dan Sumber Data
1. Data
Berdasarkan sumber SK Menteri P dan K No.0259/U/1977 tanggal
11 Juli 1977 disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang
dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan
informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu
keperluan. (Suharsimi Arikunto2006:92) Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah hasil test siswa, hasil angket, hasil wawancara, hasil
observasi dan hasil pengamatan lapangan.
a. Hasil tes siswa
Hasil tes digunakan untuk mengukur dan melihat peningkatan skor
dan prestasi belajar siswa.
b. Hasil Angket
Hasil angket untuk melihat sejauh mana respons siswa setelah
dilaksanakan penerapan media gambar.
2. Sumber Data
36
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek
darimana data dapat diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Sumber data primer yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Waru yang
berjumlah 136 siswa akan diambil 34 siswa yang akan dijadikan
subyek wawancara dalam penelitian ini.
b. Sumber Data Skunder
1) Responden: kepala sekolah dan guru
2) Dokumentasi: beberapa dokumen dan catatan yan berkaitan
dengan masalah penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Nara sumber (informasi)
Orang memberikan informasi atau disebut juga subyek yang
diteliti karena bukan saja sebagai sumber data melainkan juga perilaku
yang ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan
informasi yang diberikan. Pada penelitian ini nara sumbernya adalah
siswa, guru dan kepala sekolah.
b. Peristiwa atau aktifitas
Dari peristiwa atau aktifitas ini, peneliti bisa mengetahui
dengan diterapkannya media gambar dalam pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
37
c. Tempat atau Lokasi
Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti dapat
secara cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik
kemungkinan kesimpulan, di SMP Negeri 3 Waru.
d. Dokumentasi atau Arsip
Dokumentasi merupakan data tertulis atau benda yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas yakni data-data atau
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Metode Tes
a. Pengertian Metode Tes
Menurut Sudjana (2011:35) menyatakan bahwa ‘’ Tes sebagai alat
penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (Tes lisan), dalam bentuk
tulisan(tes tulis) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan)’’. Tes merupakan
suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa.
Dengan tes guru dapat mengetahui dan menggolongkan tingkat kemampuan
siswa dan dengan tes juga dapat diambil tindakan yang tepat untuk
menangani siswa. Teknik tes ini digunakan untuk mengumpulkan data hasil
belajar siswa.
38
b. Macam – Macam Tes
1) Pengertian tes objektif
Tes objektif adalah tes yang dilakukan dengan menggunakan
ukuran-ukuran yang sudah ditentukan. Contohnya multiple choice
(pilihan ganda). Dalam tes objektif i siswa tinggal memilih beberapa
opsi sesuai dengan pertanyaan yang disediakan. Dari opsi tersebut ada
jawaban breaker, satu jawaban yang mirip dengan jawaban yang benar.
2) Pengertian tes subjektif
Tes subjektif adalah tes yang dilakukan dengan ukuran-ukuran
berdasarkan kategori. Contohnya tes essay atau uraian. Tes uraian
menuntut siswa untuk menjawab soal dengan kemampuan yang ia miliki.
Tidak masalah apakah ia menjawab panjang atau pendek. Penilaian tes
subjektif dilakukan berdasarkan kategori yang ditentukan oleh pembuat
soal. Walaupun jawabannya panjang tapi tidak sesuai dengan kategori
yang ditentukan pembuat soal, maka skornya belum tentu tinggi.
Dalam penelitian ini tes yang digunakanyaitu tes subjektif yaitu berupa
soal uraian sebanyak 5 soal. Sedangkan penggunaan metode tes ini untuk
mengumpulkan data hasil belajar siswa pada pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pelajaran matematika kelas VIII
materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV).
39
2. Metode angket
a. Pengertian Metode Angket
Metode angket digunakan untuk memperoleh data tentang respon siswa
terhadap penerapan pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
b. Macam- Macam Angket
1) Angket tertutup (disebut skala)
misalnya skala sikap, ciri-ciri angket tertutup (skala) adalah sebagai
berikut.Angket terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau bisa juga
pernyataan yang berisi beberapa kemungkinan jawaban untuk dipilih.
Pengolahan dan analisis kuantitaif akan lebih mudah dilakukan pada
hasil angket ini. Peneliti sudah mempunyai asumsi yang kuat bahwa
responden mengetahui materi yang akan disajiakn dalam angket itu.
Peneliti mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai sampel yang
diteliti sehingga peneliti akan dapat mengadakan antisipasi terhadap
jawaban-jawaban yang mungkin diberikan. Mudah dilakukan
pengolahan datanya.
2) Angket terbuka.
Ciri-ciri angket terbuka adalah sebagai berikut.
a. Pertanyaan harus dijawab dengan memberikan penjelasan yang
mungkin singkat dan mungkin panjang.
40
b. Tipe ini digunakan apabila pengetahuan peneliti mengenai sampel
sedikit sekali dan berguna untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam tentang responden atau informasi yang diinginkan
daripadanya.
c. Sukar untuk mengolah dan menganailis hasilnya, yaitu membuat
kalsifikasi jawaban-jawaban.
3) Angket kombinasi.
Ciri-ciri angket kombinasi, adalah sebagai berikut.
a. Disamping jawaban-jawaban yang tersedia, peneliti masih
memberikan kemungkinan untuk mengisi jawaban yang terbuka.
b. Dapat mengurangi kelemahan-kelemahan masing-masing tipe
angket tersebut.
c. Datanya lebih kaya tapi sulit mengolah datanya untuk pertanyaan
dengan jawaban terbuka.
Metode angket ini digunakan untuk mengumpulkan data respon siswa
selama belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV).
Dalam penelitian ini angket yang digunakan adalah angket tertutup.
D. Teknik Analisis Data
Menurut sugiyono (2011:244) analisis data adalah poses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam
kategori, menjabarkan kedalam uni-unit, melakukan sintesa, menyusun
41
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
a. Respon siswa
Untuk memperoleh data espon siswa, pengamat memberikan angket
responsiswa yang diisi oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus:
P = AB
x100%
Keterangan :
P = presentase respon siswa
A = banyak pilihan siswa yang menjawab ya/ tidak
B = jumlah keseluruhan siswa
Respon siswa dikategorikan positif apabila skor rata-rata siswa memilih
jawaban ya ≥ 80%. Dan respon siswa dikategorikan negatif apabila skor
rata-rata siswa memilih jawaban tidak ≤ 80%, (Trianto, 2009:243)
b. Hasil Belajar Siswa
Data tes yang dihasilkan setelah proses pembelajaran dianalisis
untuk mendiskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa. Standar ketuntasan
untuk mata pelajaran matematika yang digunakan di SMP Negeri 3 Waru
adalah sebagai berikut:
42
Berdasarkan kriteria ketuntasan minimum (KKM) di SMP Negeri 3
Waru ketuntasan belajar matematika adalah ≥ 75. Maka siswa dinyatakan
tuntas jika skor ≥75. Siswa dikatakan tidak tuntas jika skor < 75.
Kemudian dari data ketuntasan belajar siswa tersebut dihitung
presentase ketuntasan belajar secara klasikal. Bila ≥ 85% siswa dalam
kelas tersebut tuntas maka ketuntasan belajar secara klasikal tercapai.
Perhitungan untuk menyatakan presentase banyaknya siswa yang tuntas
adalah dengan menggunakan rumus:
P = AB
x100%
Keterangan :
P = presentase siswa yang tuntas
A = banyak siswa yang tuntas
B = jumlah keseluruhan siswa
E. Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
ketentuan pengamat, trianggulasi, dan teman sejawat.
1. Ketentuan Pengamat
Ketentuan pengamat dilakukan dengan cara peneliti mengadakan
pengamatan secara teliti, rinci dan terus menerus selama proses penelitian.
Kegiatan ini dapat diikuti dengan pelaksanaan wawancara secara intensif,
aktif, dalam kegiatan belajar sehingga terhindar dari hal-hal yang telah
43
tidak diinginkan misalnya subyek berpura-pura, berdusta dalam
memberikan jawaban dan lain-lain.
2. Trianggulasi
Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi metode yaitu membandingkan data-data yang terkumpul baik
melalui dokumen, tes, obsevasi, maupun catatan di lapangan mengenai
hasil kegiatan siswa. Disamping itu dilakukan juga diskusi antara peneliti
dengan guru.
3. Teman sejawat
Dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mendiskusikan proses
dan hasil penelitian dengan dosen pembimbing atau mahasiswa yang
sedang atau telah mengadakan penelitian kualitatif. Dengan harapan
peneliti mendapatkan masukan baik dari segi metodologi maupun konteks
peneliti, disamping itu peneliti juga sering diskusi dengan teman pengamat
yang ikut terlibat dalam pengumpulan dan untuk merumuskan pemberian
tindakan selanjutnya.
44
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. TEMUAN PENELITIAN
Setelah pengumpulan data dilakukan sesuai dengan prosedur yang
telah dijelaskan pada bab III, Bahwa penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 3 Waru Sidoarjo kelas VII F yang berjumlah 36 siswa yaitu 15
putra 21 putri. Langkah selanjutnya yaitu penyajian data hasil penelitian
yang diperoleh peneliti dari tes hasil belajar siswa dan respon siswa yaitu
sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tiga kali pertemuan yang dilaksanakan pada:
Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
Pertemuan
ke
Hari dan Tanggal Kegiatan Materi
1 Rabu, 23 Nopember
2015
Pelaksanaan
RPP 1
SPLDV metode
grafik dan eliminasi
2 Jum’at, 25
Nopember 2015
Pelaksanaan
RPP II
SPLDV metode
Subtitusi dan
campuan
45
3 Rabu, 30 Nopember
2015
Evaluasi Evaluasi Hasil
Pembelajaran
2. Respon Siswa
Data skor respon siswa setelah diterapkan kegiatan pembelajaran koopeatif
tipe STAD disajikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.2
TABEL HASIL RESPON SISWA
KELAS VIII F SMP N 3 WARU SIDOARJO
NO PERNYATAAN
PRESENTASE KRITERIA JAWABAN
YA TIDAK
JUMLAH
SISWA
(%) JUMLAH
SISWA
(%)
1. Dalam
menyelesaikan
masalah guru selalu
berfikir terbuka
30 83% 6 17%
2. Materi yang
dijelaskan oleh guru
cepat dimengerti
oleh siswa
29 81% 7 19%
44
46
3. Dalam menjelasakan
guru memberikan
contoh nyata dari
suatu permasalahan
yang dijelaskan
untuk membantu
memahami materi
yang diberikan
30 83% 6 17%
4. Guru membentuk
kelompok-
kelompok kecil
dalam proses
pembelajaran, dan
memberi tugas untuk
diskusi
36 100% 0 0%
5. Guru bersemangat
dalam
menyampaikan
setiap matei
pelajaran
32 89% 4 11%
6. Guru memberitahu
pada siswa cara-cara
belajar yang efektif,
32 89% 4 11%
47
kreatif baik dikelas
maupun di rumah
7. Guru memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
menyampaikan
pertanyaan jika
materi kurang jelas
28 78% 8 22%
8. Guru menggunakan
metode yang
bervariasi dalam
melakukan
pembelajaran
32 89% 4 11%
9. Guru memberi
apresepsi(pertanyaan
) sebelum
pembelajaran dikelas
dimulai
32 89% 4 11%
10. Guru menarik
perhatian siswa
dalam proses belajar
mengajar sehingga
bisa menimbulkan
29 81% 7 19%
48
antusias pada siswa
11. Guru memberikan
penilaian akhir dan
memberi tugas
31 86% 5 14%
Rata-rata 31 86,11% 5 13,89
%
Dari tabel 4.2 presentase respon siswa tersebut menyatakan dalam proses
pembelajaran guru mendapat respon siswa yang menjawab ya sebesar 86,11%
dan yang menjawab tidak sebesar 13,89 %.
3. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar diperoleh dari tes yang dilakukan secara individu. Tes ini
berbentuk uraian dengan soal yang diberikan berupa soal cerita. Tes
dilaksanakan setelah proses pembelajaran dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel (SPLDV). Tes ini digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pemahaman siswa pada materi Sistem Persamaan Linier
Dua Variabel (SPLDV). Penilaian tes dapat ditentukan sesuai dengan
Instrumen penilaian pada RPP yang telah dibuat. Penilaian yang
diperoleh siswa dapat dinyatakan dengan standart ketuntasan sesuai
dengan teknik analisis data pada bab III sebelumnya. Hasil tes dapat
disajikan sebagai berikut.
49
Tabel 4.3Hasil belajar siswa
NO NAMA NILAIKETUNTASAN BELAJAR
TUNTAS TIDAK TUNTAS
1 Adica Bunga Cinta 80 √
2 Akhmar Asyri Amirul I 85 √
3 Amalia Safitri 90 √
4 Anon Zigva Panggalih 80 √
5 Arief Rahmad Wijaya 75 √
6 Aulia Rahma Sari 80 √
7 Azzahra Zulfaninda 85 √
8 Bintang Abiyyu Prasetyo 80 √
9 Digma Laililal-kautsarani 90 √
10 Diva Amalia Putri 95 √
11 Diva Sekar Arum Ma’rifat
85 √
12 Eden Danu Romadhoni 70 √
13 Elang Admadja 85 √
14 Evany Fitrah Maharani 85 √
15 Fandi Dwinata Aditya 85 √
16 Farah Annisa 80 √
17 Harizal Davi Arafi 75 √
50
18 Hasiholan Alexander Siboro
70 √
19 Maria Laurensia Nadia 75 √
20 Maulana Atma Darmanto 80 √
21 Muhammad Abid Rusdi 100 √
22 Muhammad Ardo Kurniawan
95 √
23 Muhammad Fahmi Cahyono
85 √
24 Muhammad Rifqi Setiawan
75 √
25 Nabila Nur Fadhillah 70 √
26 Novila Amirul Fadhillah 75 √
27 Nurani Bintang Sholeilluna
80 √
28 Redemptus Christian Chanda
85 √
29 Rheyna Amelia Putri 80 √
30 Rosalina Aprilianty 80 √
31 Ryan Rendy Trisilah 85 √
32 Sulistya Marta 90 √
33 Syavira Anggi Margaretha
90 √
34 Tharisa Putri Andriani 75 √
35 Verlina Sisti Wijaya 85 √
36 Waviq Nu Azizah 85 √
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa siswa yang mengikuti tes
sebanyak 36 siswa. Dari semua siswa yang mengikuti tes diperoleh siswa
51
tuntas secara individual sebesar 92% sebanyak 33 siswa dan siswa yang
tidak tuntas secara individual sebesar 8% sebanyak 3 siswa.
B. Pembahasan
1. Respon Siswa
Dari Tabel 4.2 persentase respon siswa, bahwa dalam proses
pembelajaran guru mendapat respon siswa yang menjawab “Ya” dengan
rata-ata sebesar 86,11% dan yang menjawab “Tidak” 13,89%. kemudian
berdasarkan teknik analisis sebelumnya respon siswa dikatakan positif jika
rata-rata skor siswa yang memilih jawaban “Ya” ≥ 80%. kemudian
berdasarkan teknik analisis sebelumnya respon siswa dikatakan negatif jika
rata-rata skor siswa yang memilih jawaban negatif < 80%. Karena dalam
perhitungan respon siswa pada pembahasan respon siswa didapat respon
siswa yang menjawab “Ya” dengan rata-rata sebesar 86,11%. maka respon
siswa dikategorikan positif.
2. Hasil Belajar Siswa
Bedasarkan skor ketuntasan nilai pada teknik analisis data pada bab
sebelumnya, bedasarkan Tabel 4.3 maka dari 36 siswa, 33 siswa tuntas (92
%) dan 3 siswa tidak tuntas (8%) dengan demikian ketuntasan belajar
klasikal tercapai.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penelitian yang
dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 3 Waru dikategorikan
positif.
2. Ketuntasan belajar klasikal siswa pada penerapan pembelajaran
kooperatf tipe STAD pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 3 Waru
tercapai.
B. Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diajukan saran-
saran sebagai berikut:
1. Bagi siswa, hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan prestasi
belajar dengan cara lebih aktif dalam belajar baik didalam kelas
maupun diluar kelas.
53
2. Bagi guru, hendaknya lebih memahami metode pembelajaran yang
tepat, sehingga guru dapat menentukan jenis metode pembelajaran
yang tepat untuk menyampaikan materi.
3. Pihak sekolah diharapkan untuk meningkatkan kualitas dari segi siswa
dengan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam belajar dan
meningkatkan kurikulum serta kualitas guru.
4. Bagi peneliti selanjutnya, untuk lebih memantapkan hasil penelitian ini.
Perlu dilakukan penelitian yang sejenis dengan populasi yang lebih luas
dan melibatkan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi prestasi
belajar serta dengan menggunakan metode pembelajaran lain.
52
54
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Budiningsih, Asri. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi. Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Isjoni. 2013. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Martiningsih. 2013. Peningkatan Hasil belajar Himpunan melalui Penggunaan Portal Rumah Belajar. Tangerang: Jurnal Teknodik. Pustekkom. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Riduwan 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Alfabeta
Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
55
Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Yasa , G. A. A. S. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Online Mata Kuliah Micro Teaching dengan Model Borg & Gall pada Program S1 Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Agama Hindu Singaraja. Tesis tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Pembelajaran, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.