DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu,...

125
DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (Studi Kasus di Desa Wonomulyo) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dengan Minat Utama Inovasi Pemerintahan Oleh : Dina Dwi Rahayu 135120600111036 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu,...

Page 1: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

(Studi Kasus di Desa Wonomulyo)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dengan Minat Utama Inovasi Pemerintahan

Oleh :

Dina Dwi Rahayu

135120600111036

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

LEMBAR PERSTUJUAN

DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

(BPD)

(STUDI KASUS DESA WONOMULYO)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Dina Dwi Rahayu

NIM 135120600111036

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

Pembimbing Utama

Ahmad Zaki Fadlur Rohman, S.IP., MA

NIK -

Pembimbing Utama

Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.EcDevst

NIK. 2014058609212001

Page 3: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

LEMBAR PENGESAHAN

DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

(BPD)

(STUDI KASUS DESA WONOMULYO)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Dina Dwi Rahayu

135120600111036

Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Ilmu Politik Pada tanggal 28 Juli 2017

Tim Penguji

Ketua Majelis Penguji

Fathur Rahman, S.IP., MA

NIK. 2011098204291001

Sekretaris Majelis Penguji

Barqah Prantama, S.AP., M.AP

NIK. -

Anggota Majelis Penguji 1

Ahmad Zaki Fadlur Rahman,S.IP., MA

NIK. -

Anggota Majelis Penguji 2

Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.EcDevst

NIK. 2014058609212001

Malang, 30 Agustus 2017

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof.Dr. Unti Ludigdo., SE., M.Si, Ak

NIP.196908141994021001

Page 4: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

PERNYATAAN

Nama : Dina Dwi Rahayu

NIM : 135120600111036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Dinamika Relasi

Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Studi Kasus Desa wonomulyo”

adalah benar- benar karya sendiri. Hal- hal yang bukan merupakan karya saya dalam

skripsi tersebut telah diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam lembar Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya

peroleh dari skripsi tersebut.

Malang,

Yang Memberi Pernyataan,

Dina Dwi Rahayu

135120600111036

Page 5: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis atas rahmat dan nikmat Allah SWT

limpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dinamika

Relasi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Studi Kasus Desa

Wonomulyo”. Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan menempuh gelar Strata 1 (S1)

pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di

Universitas Brawijaya.

Skripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak sempurna, maka dari itu selama

proses penyelesaian penulis telah banyak mendapat masukan. Masukan- masukan yang

penulis terima berupa matiriil ataupun non- materiil yang tanpa hal- hal tersebut karya

ini merupakan sesuatu yang sangat tidak ada artinya. Maka dari itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Tumiran dan Ibu Poniyem sebagai Ibu dan Bapak saya, juga Bapak

Mahmud Kariman dan Ibu Sulaimah sebagai orangtua saya. Beliau adalah

aktor dibalik setiap kesuksesan dari usaha saya yang merupakan donatur

utama atas pendidikan saya sekaligus pendukung utama atas pembangunan

karakter saya.

2. Ahmad Zaki Fadlur Rohman, S.IP, MA, atau Pak Zaki, sebagai dosen

pembimbing utama saya. Pak Zaki merupakan dosen pembimbing yang selalu

bersedia direpotkan atas kesulitan dalam kepenulisan skripsi saya. Tanpa Pak

Zaki skripsi ini mungkin tidak terselesaikan dengan baik dan penulis hanya

sebagai fakir ilmu yang masih membutuhkan banyak masukan dari beliau

3. Ratnaningsih Damayanti, S.IP, M.EcDevst, atau Bu Ratna sebagai dosen

pembimbing kedua saya dalam kepenulisan skripsi ini. Ketlatenan beliau

merupakan semangat saya dalam menulis dan lebih disiplin dalam

kepenulisan. Beliau memberikan masukan atas kekurangan saya dselama

menulis skripsi ini dan akan terus belajar dari kesalahan.

4. Fathur Rahman, S.IP., MA, dan Pak Barqah sebagai dosen yang telah

menyempatkan menjadi dosen penguji yan telah memberi masukan dan

rekomendasi yang sangat bagus untuk kualitas skripsi saya yang semakin baik

5. Almamater kebanggaan saya Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) Rayon Pancasila, FISIP, Universitas Brawijaya secara

khusus dan PMII secara umum sebagai organisasi pergerakan saya yang telah

Page 6: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

memberikan kontribusi besar atas kematangan berfikir saya dan kematangan

emosi saya. Organisasi ini merupakan keluarga kedua saya sebagai rumah

tempat untuk berbagi dan tempat saya untuk kembali mengabdikan ilmu dan

pengetahuan.

6. Teman- teman saya dalam keluarga “Gembong” yang anggotanya terdiri dari

Cahya Andi Purwanto, Acik Mei Prayuni, Bretta Agistasari, Dannis Pristika,

Anindita, Veni Nuritasari dan secara khusus teman sekamar saya Anggun

Melisa yang tela bersedia menjadi teman berbagi dalam keadaan lapar

maupun kenyang. Bersedia berbagi dalam suasana hati senang ataupun sedih.

Mereka merupakan aset besar dalam hidup saya selain keluarga dan saudara-

saya.

7. Teman- teman “Griya Kost Putri Simerah” yang sangat saya sayangi

diantaranya Adiba Yamani, Clara Nellie, Queen Niken El Firdhausy, Pinky

Sandra, dan masih banyak lagi.

8. Keluarga besar Kopi Tuang, sebagai tempat saya dalam mempelajari kopi

sebagai minuman favorit saya lebih dalam lagi. Mereka adalah Mas Can, Mas

Ojik, Mbak Putri, Cak Jon, Cak Tuki, Amir, Ilham, Agung, Erik, Hendro,

Echa, Kak Zaki, Mas Iza, Ekik, dan Dharmo.

9. Keluarga Besar Warung Pasta Malang, yang telah memberikan pengalaman

yang luarbiasa dalam how to manage restoran, memasak, dan menjadi

karyawan yang disiplin juga beretos kerja tinggi.

10. Keluarga Averroes Comunity, yang telah bersedia menampung saya dalam

agenda diskusi. Bersedia menjadi tempat dalam meminjam buku dan mencari

jaringan wifi.

11. Secara khusus kepada Guy Peters yang telah memberikan pemaparan yang

luar biasa dalam buku Institutional Theory in Political Science: The ‘New

Institutionalism’ dan telah memberikan kontribusi besar dalam kualitas kepenulisan

saya pada pembangunan kerangka teoritik skripsi ini. Terimakasih juga saya

sampaikan kepada mas Mahalli yang telah banyak membantu dalam menafsirkan

buku Guy Peter dan dalam proses menulis skripsi ini.

Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan oleh sebab itu, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila terjadi

kesalahan. Saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca adalah sesuatu yang sangat

Page 7: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

penulis harapkan. Semoga skripsi mampu bermanfaat dan memberikan kontribusi

besar dalam reproduksi ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Pemerintahan

secara khusus.

Malang, 29 Agustus 2017

Penulis

Page 8: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

ABSTRAK

Dina Dwi Rahayu, (2017). Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang. Dinamika Relasi Kepala Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) Studi Kasus Desa Wonomulyo. Dosen Pembimbing:

Ahmad Zaki Fadlur Rohman, S.IP, MA, Ratnaningsih Damayanti, S.IP., MecDevst

BPD merupakan lembaga representasi politik masyarakat dalam tatanan pemerintahan

desa. Secara kelembagaan dinamika relasi BPD dan Kepala Desa dipengaruhi dengan

adanya kelembagaan BPDseperti Badan Musyawarah Desapraja, Lembaga

Musyawarah Desa, BPD (Badan Perwakilan Desa), dan BPD (Badan Permusyawaratan

Desa). Sebagai lembaga yang berfungsi sebagai representasi politik masyarakat desa,

pengaruh transformasi kelembagaan terhadap relasi politiknya dengan Kepala desa

sebelumnya tidak pernah dilakukan. Penelitian skripsi ini menggunakan metode studi

kasus dengan pendekatan kualitatif. Fokus dari penelitian ini pada relasi kelembagaan

BPD dan Kepala Desa di Desa Wonomulyo, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten

Malang. Kerangka teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teori

Historical Institutionalism dan konsep relasi eksekutif oleh Hanta Yudha. Penulis

menemukan pola relasi yang terjadi di desa Wonomulyo adalah relasi efektif dan relasi

konfrontatif. Relasi konfrontatif tersebut terjadi karena personal kepala desa dan BPD

di Wonomulyo yang kuat sementara sistem yang institusional diantara keduanya masih

lemah. Relasi konfrontatif juga terjadi karena diantara BPD dan Kepala Desa berasal

dari platform yang berbeda.

Kata kunci : dinamika, relasi, BPD, Kepala Desa

Page 9: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

ABSTRACT

BPD is a public political representation institution in the village governance arrangement.

Institutionally the dynamics of BPD relation and village heade are influenced by the

institution of BPD such as the Badan Musyawarah Desapraja, Lembaga Musyawarah

desa, BPD (Badan Perwakilan Desa), and BPD (Badan Permusyawaratan Desa). As an

institution that serves as a political representation of the village community, the influence

of institutional transformation on its political relations with the previous village head has

never been done. This thesis research using case study method with qualitative approach.

The focus of this research is on the institutional relations of BPD and the Village Head in

Wonomulyo Village, Poncokusumo Sub District, Malang. The theoretical framework that

the author uses in this research is the theory of Historical Institutionalism and the concept

of executive relations by Hanta Yudha. The authors found the pattern of relationships that

occurred in the village of Wonomulyo is an effective relationship and confrontational

relations. The confrontational relationship occurs because the personal head of the village

and BPD in Wonomulyo are strong while the institutional system between them is weak.

Confrontational relations also occur because between the BPD and the Village Head

comes from different platforms.

Keyword: dynamic, relation,BPD, Village Head.

Page 10: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

KATA PENGANTAR........................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI........................................................................................................... x

DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................11

1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................11

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................12

1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................................. 12

1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13

2.1 Studi Terdahulu ............................................................................................13

2.2 Kerangka Teori.............................................................................................18

2.2.1 Teori Historical Institutionalism (Institusional Historis)....................... 18

2.2.2 Konsep Relasi Eksekutif dan Legislatif................................................. 25

2.3 Alur Pikir Penelitian.....................................................................................29

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 31

3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................31

3.2 Fokus dan Lokasi Penelitian ........................................................................37

3.3 Jenis Data dan Sumber Data.........................................................................38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................39

3.4.1 Wawancara ............................................................................................ 39

3.4.2 Dokumentasi .......................................... Error! Bookmark not defined.

3.5 Teknik Analisa Data .....................................................................................43

4.2 Pemerintahan Desa Wonomulyo ..................................................................47

4.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Wonomulyo ......................50

BAB V DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BPD ............................. 54

Page 11: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

5.1 Analisis Historical Institutionalism dalam Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa Wonomulyo ..................................................................................................54

5.1.1 Path dependency Pada Pengaturan dan Transformasi Kelembagaan BPD dalam

Pemerintahan Desa ................................................................................ 55

5.2 Dinamika Relasi Kelembagaan BPD dan Kepala Desa Wonomulyo ..........98

BAB VI ................................................................................................................ 113

PENUTUP........................................................................................................... 113

6.1 Kesimpulan.................................................................................................113

6. 2 Rekomendasi .............................................................................................114

DAFTAR PUTAKA ........................................................................................... 116

LAMPIRAN........................................................................................................ 120

Page 12: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian .................................................................................................. 30 Bagan 2. Bagan Penelitian Kualitatif ........................................................................................ 34

Bagan 3. Teknik Analisis Data Kualitatif Studi Kasus ............................................................. 45 Bagan 4: Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa .......................................... 87 Bagan 5: Critical Juncture Relasi BPD Dan Kepala Desa Melalui UU NO. 22/1999 .............. 93

Bagan 6: Critical Juncture Relasi BPD dan Kepala Desa melalui UU No. 32 Tahun 2014 ..... 97 Bagan 7: Pola Relasi BPD dan Kepala Desa Pasca UU No. 6 Tahun 2014 ............................. 98

Page 13: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas wilayah tanah Poncokusumo ......................................................10

Tabel 2. Penelitian Terdahulu ............................................................................16

Tabel 3. Daftar Informan Penelitian ..................................................................42

Tabel 4. Pola Relasi BPD dan Kepala Desa Wonomulyo .................................110

Page 14: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Gerbang Desa Wonomulyo .................................................................................... 47

Gambar 2: Bapak Kaminto Mantan Ketua BPD Poncokusumo ............................................ 120 Gambar 3: Bapak Yanto Mantan Kepala Desa Poncokusumo .............................................. 120

Gambar 4: Purnomo Edi Anggota BPD ................................................................................. 121 Gambar 5: Bapak Suminto Kepala Dusun Ngrobyong ......................................................... 121 Gambar 6: Bapak Slamet, Sesepuh Desa Wonomulyo .......................................................... 122

Gambar 7: Bapak Yanto, Mantan Ketua BPD Wonomulyo .................................................. 122 Gambar 8: Bapak Khusairi, Direktur LSM Pro Desa ............................................................ 122

Page 15: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Desa telah memberikan

warna baru dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam penelitian ini secara khusus

mengenai penegasan posisi BPD (Badan Perwakilan Desa) yang berganti menjadi Badan

Permusyawaratan Desa. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa yang mempunyai

fungsi mengawasi kinerja kepala desa dalam pelaksanaan sistem check and balances.

Sebelum UU No. 32 Tahun 2004 lahir, BPD keanggotaannya dilipilih melalui pemilihan

langsungseperti kalanya memilih kepala desa. Pada kenyataannya di Desa Wonomulyo

sistem itu membuat BPD adalah lembaga yang dipolitisasi dan membuat fungsi kelembagaan

itu tidak berjalan efektif. Hal tersebut kemudian membuat relasi yang konfrontatif terjadi

diantara dua elit desa ini yang seharusnya secara kelembagaan mereka bersinergi. Kondisi

tersebut membuat evaluasi besar pemerintah yang kemudian setelah UU No.32 tahun 2004

berganti menjadi BPD sebagai Badan Permusyawaratan Desa yang anggotanya dipilih

langsung oleh kepala desa. Dapat diasumsikan bahwa peraturan ini dibuat untuk

menyembuhkan dinamikapersaingan antara kepala desa dan BPD yang sangat menghambat

pembangunan.

Secara sosiologis desa merupakan sebuah gambaran dari suatu kesatuan masyarakat

atau komunitas penduduk yang bertampat tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka

(masyarakat) saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan mereka relatif homogen

serta banyak bergantung pada alam. Komunitas masyarakat di atas kemudian berkembang

menjadi satu kesatuan hukum dimana kepentingan bersama penduduk menurut hukum adat

Page 16: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dilindungi dan dikembangkan, atau suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu

masyarakat yang mengadakan pemerintahan sendiri.1

Dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan sebagai organisasi

kekuasaan. Maksud dari hal tersebut, desa dipahami sebagai organisasi pemerintahan atau

organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur

pemerintahan negara. Dengan sudut pandang ini desa dipilah dalam beberapa unsur penting:

(1) Adanya orang-orang atau kelompok orang; (2)Adanya pihak-pihak yang menjadi

“penguasa” atau pemimpin, (3) Adanya organisasi (badan) penyelenggara kekuasaan, (4)

Adanya tempat atau wilayah yang menjadi teretori penyelenggara kekuasaan; dan (5)Adanya

mekanisme, tata aturan dan nilai, yang menjadi landasan dalam proses pengambilan

keputusan.2

Melalui analisis pendekatan historicalinstitutionalism,penulis akan mengamati

transformasi kelembagaan mulai dari sejarah BPD sebagai bentuk perwakilan masyarakat

dalam pemerintahan desa. Melalalui pengamatan transformasi kelembagaan BPD tersebut

nantinya akan dapat dilihat bagaimana perkembangan kelembagaan BPD dan bagaimana

dinamika relasi diantara keduanya. Dimulai dengan pengamatan yang menggambarkan

perubahan BPD dan perubahan kekuasaan kepala desa sebagai proses politik yang berurutan.

Lembaga wakil masyarakat seperti BPD ini yang secara resmi pada masa orde baru bernama

LMD dimana keanggotanya dipilih oleh kepala desa melalui perwakilan- perwakilan

golongan. Kemudian pascapada UU No. 22 tahun 1999 Lembaga Masyarakat Desa berganti

menjadi Badan Perwakilan Desa dalam prosesnya demokratisasi mulai diterapkan. Adanya

demokratisasi setelah rezim yang represif rupanya belum mampu diterima oleh masyarakat

secara dewasa. Pada masa ini relasi BPD dan Kepala Desa secara umum saling menentukan

1Soetardjo Kartohadikoesoemo, (2002), Desa, Yogyakarta,

2 Pambudi, (2003), Desa Baru Regulasi Baru, hlm 5-6

Page 17: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

sikap oposisi yang kemudian pada tahun 2004 “Perwakilan” pada BPD diganti menjadi

“Permusyawaratan”. Hal ini lah yang kemudian melatarbelakangi penulis menuliskan

“Dinamika” pada judul penelitian.

Pada Orde Lama institusi formal yang memiliki gagasan sama dengan BPD sebagai

perwakilan masyarakat desa dalam pemerintahan desa dikenal sebagai Badan Musyawarah

Desapraja. Pasca orde lama runtuh dan digantikan oleh era Soeharto yang atau orde baru,

lembaga perwakilan masayarakat desa tersebut diganti dengan Lembaga Masyarakat Desa.

Rezim orde baru Soeharto dijalankan berjalan secara sentralistis membuat seluruh lembaga

pemerintahan di Indonesia penuh intervensi. Intervensi tersebut dilakukan dengan

menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, yang secara

legal rasional desa bukan merupakan satuan wilayah namun sebagai wilayah bagian kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah

camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Dimana kekuatan desa disini dilemahkan dan tidak diakui sebagai

wilayah yang otonom.

Kemudian setelah UU No. 5/1979 berjalan selama 19 tahunseiring bergantinya rezim

aturan mengenai pemerintahan desa terjadi perubahan yang subtansial dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Perubahan

itu dibuatdengan alasan bahwa kedua undang-undang yang dijadikan landasan penyelenggara

pemerintahan daerah tersebut sudah tidak mampu lagi menampung dinamika perkembangan

masyarakat. Selain itu, undang-undang tersebut juga sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan

prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang demokratis, efektif dan efisien serta belum

mampu mengakomodasikan keanekaragaman struktur dan kultur yang hidup dan berkembang

Page 18: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

di daerah dalam pelaksanaan pembangunan. UU ini juga merupakan sebagai kran pembuka

arus demokratisasi desa yang seluas- luasnya.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa pemerintahan desa adalah

pelaksana kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang terendah langsung di bawah

pemerintahan kecamatan. Pemerintahan desa terdiri atas, kepala desa, BPD dan perangkat

desa yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri

Nomor 64 Tahun 1999 telah memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam

memberdayakan masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan

tujuan membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui

perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan mengakhiri

sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom (desa otonom ).3Struktur

pemerintahan desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 terdiri atas pemerintahan

desa dan BPD. Dalam konteks ini, pasal 104 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

mencantumkan keberadaan dan pembentukan Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga

legislasi desa, yang berfungsi sebagai pengayom adat istiadat, bersama kepala desa membuat

Peraturan Desa, penyalur aspirasi masyarakat desa, dan pengawas penyelenggaraan

pemerintahan desa.

Dalam skema kelembagaan yang baru, kecamatan tidak lagi membawahi

Pemerintahan Desa. Keberadaan desa berada langsung di bawah kontrol pemerintah

Kabupaten. Selain itu terdapat suatu pemisahan kekuasaan antara eksekutif (kepala desa) dan

legislatif (BPD). Pelaksanaan tugas kepala desa yang selama Orde Baru di luar kontrol

rakyatkini diawasi secara ketat oleh BPD. Kepala desa tidak lagi sebagai pusat kekuasaan di

desa dan pengambilan kebijakan tidak lagi menjadi wewenang mutlak kepala desa, melainkan

3 Sutoro, Desa di Tengah Perubahan, http://www.Ireyogya.org/sutoro/jurnal/desaditengahperubahan.pdf diakses

pada 22 Desember 2016

Page 19: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

beralih kepada BPD, pertanggungjawaban kepala desa diberikan pada BPD, serta BPD

memberikan laporan kepada bupati.

Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk menjadi aktor baru di desa sebagai

lembaga kemasyarakatan dan kekuatan pemerintahan desa, BPD berpeluang secara luas

sebagai roda penggerak masyarakat politik di tingkat desa. Hal ini menandakan perubahan

signifikan dalam struktur dan fungsi kelembagaan desa, bahwa BPD dirancang untuk terlibat

pada everyday life politics desa, dan menciptakan demokratisasi lokal serta merupakan roda

penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Dalam praktiknya, konsep

pemerintahan desa yang diperbarui oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 ini ditemukan adanya

sisa-sisa pola patron-klien di kalangan masyarakat desayang terbentuk pada masa Orde Baru.

Sisa kultur patronase desa ini membuat posisi kepala desa yang sebelumnya tanpa kontrol

merasa kurang siap ketika menghadapi demokratisasi pada masa reformasi yang

menyebabkan adanya gesekan- gesekan politik. Alhasil, banyak prodak- prodak desa yang

seharusnya mampu dilaksanakan oleh kepala desa sebagai kepala pemerintahan untuk

mempercepat pembangunan menjadi terhambat.

Sebuah kebijakan yang bersifat penyeragaman tentang setiap daerah harus

membentuk BPD Telah menimbulkan dilema. Hal ini dikarenakan tidak semua desa siap

dengan adanya pewajiban pembentukan BPD. Dalam sudut pandang lain, dapat ditemukan

banyak kasus BPD hanya dibentuk secara formalitas dan minim fungsi. Aturan perundangan

cenderung melakukan generalisasi terhadap keadaan heterogenitas masayarakat di desa- desa

di Indonesia dan kondisi lokal yang setiap daerah berbeda.

Pada kasus Desa Wonomulyo pada masa pengimplementasian UU No. 22 tahun 1999

BPD dan Kepala Desa tidak mempu menjalankan fungsinya secara profesional. Permasalahan

yang muncul ke permukaan adalah adanya konflik saling menjegal diantara keduanya. BPD

Page 20: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

menjadi lembaga yang dipolitisi mengingat keputusan yang dikeluarkan cenderung

merupakan upaya untuk menggagalkan pemerintahan kepala desa. Hal tersebut dikarenakan

adanya wewenang pada BPD yang menyatakan dapat mengusulkan pemberhentian kepala

desa kepada bupati. Wewenang itu kian membuat BPD adalah lembaga yang overcapacity

dan posisi desa cenderung kepada legislative heavy. Relasi tidak baik antara BPD dan Kepala

Desa ini dikonfirmasi dengan adanya permasalahan antara BPD dan Kepala Desa yang

berdasarkan permasalahan pribadi dari masing- masing individu. Seperti yang diungkapkan

oleh Khusairi;

“Dulu (sebelum UU No. 32 Tahun 2004) antara kepala desa dan BPD terjalin seperti layaknya kayak anak kecil. Mereka berpolitik dengan tidak

dewasa. Ketika berbeda pendapat saling menjatuhkan dan saling mengancam. Karena BPD sendiri merasa dipilih oleh rakyat. Sebenarnya

konsep BPD ini lebih bagus yang dulu karena checks and ballances itu berjalan. Ketika pemerintah desa mulai melenceng ada yang mengingatkan. Cuma ternyata ketika kran demokrasi dibuka, ternyata masyarakat tidak

sepenuhnya siap. Kehidupan desa dimana konflik pribadi sering dicampur adukkan ke dalam kepentingan lembaga untuk menjatuhkan”4

Dalam peneletian Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa, penulis mengambil kasus

empiris di Desa Wonomulyokarena Desa Wonomulyo adalah desa yang menampakkan kasus

ketidak harmonisan BPD dan Kepala Desa di permukaan. Salah satu kasus yang sangat

mencolok terjadi pada tahun 2002 dimana BPD mengajukan perkara sampai kepengadilan.

Meskipun hal tersebut masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan hal ini dapat menjadi

indikasi bahwa fungsi “pengawasan” yang dilaksanakan oleh BPD terlampau kebablasan.

Reformasi merupakan titik balik perpolitikan Desa Wonomulyo. Titik balik tersebut

dapat dilihat melalui dengan semakin ramainya demokrasi desa bersama dengan adanya BPD.

Masyarakat desa lebih lantang menyuarakan ketidaksependapatan mereka dengan penguasa

yang selama ini mereka memilih diam. Cita- cita tentang kemajuan desa tersebut sangat mulia

namun pada kenyataannya “kontrol” yang dilakukasn masyarakat melalui BPD tidak

4 Wawancara pribadi dengan Kusairi dari LSM Pro Desa pada 20 Mei 2017

Page 21: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dilaksanakan dengan obyektif. Bahkan keputusan BPD bukanlah keputusan yang dilandaskan

oleh kepetningan masyarakat, namun berdasarkan keegoisan pribadi. Hal tersebut mendesak

keberadaan BPD ini perlu di evaluasi kemudian lahirlah UU No. 32 tahun 2004 sebagai titik

perubahan BPD signifikan di Wonomulyo selanjutnya.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai upaya

lebih meredakan pertikaian di masyarakat menggantikan Undang-Undang Nomor 22 tahun

1999 secara eksplisit mendegradasi fungsi BPD. Undang-Undang ini disinyalir memberikan

wacana dan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana kualitas

pelayanan masyarakat dapat lebih cepat terwujud. Pada Undang-undang ini Kepala Desa

lebih diwenangkan untuk melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan

secara mandiri sedangkan BPD dari Badan Permusawaratan Desa menjadi panitia dalam

segala musyawarah kepentingan desa. Aturan ini dibuat agar penyelenggaraan Pemerintahan

Desa sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, juga keadilan dan posisi BPD

sejajar dengan Kepala Desa yang dapat diasumsikan keberadaan BPD dan Kepala Desa

dalam pemerintahan adalah partner.

Undang- undang tersebut berdampak membaiknya relasi Kepala Desa dan BPDdi

Wonomulyo, namun pada kenyataannya membaiknya relasi BPD dan Kepala Desa tersebut

diakarenakan fungsi BPD yang telah diamputasi. Keberadaan BPD pada masa itu

menyebabkan BPD hanya sebagai lembaga formalitas dan minim fungsi. Setelah itu, lahirlah

UU No. 6 Tahun 2014 yang membuat paradigma baru BPD adalah lembaga desa bersama

kepala desa. UU ini seperti menjadi perundang- undangan penengah diantara UU No. 32

tahun 2004 dan UU No. 22 tahun 1999 yang mengatur BPD tidak melampaui batas namun

juga tidak sebagai lembaga yang useless. Bentuk penegasan itu terlihat dari BPD sebagai

lembaga desa bersama kepala desa yang kedudukannya sejajar hanya berbeda menurut

fungsi. Maka dari itu, partisipasi masyarakat perlu adanya secara maskimal melalui

Page 22: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

kelembagaan BPD ini namun tetap berelasi baik dengan kepala desa. Relasi dinamis antara

BPD dan Kepala Desa di Wonomulyo ini kemudian yang mendorong penulis untuk

melakukan penelitian tentang dinamika relasi BPD dan Kepala Desa.

Secara umumDesa Wonomulyo terletak di kecamatan Poncokusumo yang merupakan

salah satu diantara tiga puluh tiga (33) kecamatan di Kabupaten Malang. Menurut informasi

dari websiteresmi kecamatan Poncokusumo, secara admisnistratifKecamatan Poncokusumo

terdiri dari 17 desa yang diantaranya Desa Dawuhan, Karanganyar, Sumberejo, Jambesari,

Pandansari, Wonomulyo, Ngadireso, Pajaran, Wonorejo, Argosuko, Karangnongko, Belung,

Wringinanom, Poncokusumo, Ngebruk, Gubugklakah dan Desa Ngadas. Mayoritas

penduduknya berprofesi sebagai petani yang mencapai tujuh puluh persen (70%) dari total

masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kondisi geografis Kecamatan Poncokusumo berupa

hamparan pegunugan dan tanah persawahan.

Page 23: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Tabel 1. Luas wilayah tanah Poncokusumo

Keterangan Luas

Perumahan dan pekarangan 1.810 Ha

Tanah sawah 1.736 Ha

Pertanian tanah kering, ladang dan

tegalan

6.803 Ha

Hutan Negara 9.376 Ha

Hutan rakyat 850 Ha

Lain-lain 57 Ha

Sumber: poncokusumo.malangkab.go.id

Kondisi geografis dan sosiologis Desa Wonomulyojika dideskripsikan secara

sederhana terletak di sebelah selatanKabupaten Malang. Desa ini merupakan desa penyuplai

kebutuhan sayur kubis di pasar sekitar Poncokusumo dan Pasar Induk Gadang. Total

produksi kubis pertahun dariDesa Wonomulyo mencapai 21.000 ton per tahun. Dapat

disimpulkan bahwa bertani manjadi mata pencaharian andalan dan sumberdaya alam sangat

diandalkan untuk menopang kekuatan ekonomi masyarakat. Selain dikarenakan potensi

wilayah memang sangat mendukung dalam sektor pertanian, kondisi mata pencaharian

penduduk tersebut juga dipengaruhi karena latar belakang pendidikan yang masih minim.

Meskipun gambaran secara umum Desa Wonomulyo ini tidak memberikan pemaparan

inklusif tentang BPD di Wonomulyo, namun keterangan tentang Desa Wonomulyo ini

penting adanya untuk memberikan gambaran keadaan Desa lokasi penulis melakukan

penelitian.

Atas pemaparan tentang kondisi desa Desa Wonomulyo yang telah tertulis diatas

melatar belakangi desa tersebut untuk dijadikan lokasi dalam penelitian bertujuan mengetahui

dinamika relasi BPD dan Kepala Desa. Latar belakang terebut diperkuat dengan penelitian

dengan masalah serupa belum pernah di angkat dalam sebuah studi kasus sehingga penelitian

Page 24: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

ini mampu memberikan sumbangan pengetahuan tentang studi komparasi desa. Oleh karena

alasan- alasan itu,dalam penelitian inipenulis mengambil judul “Dinamika Relasi BPD dan

Kepala Desa Studi Kasus Desa Wonomulyo dan Desa Poncokusumo”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh peneliti diatas maka,penelitian

ini adalah upaya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana dinamika relasi BPD dan Kepala

Desa di Desa Wonomulyo?”

1.3 Tujuan Penelitian

Kajian mengenai dinamika relasi kelembagaan BPD dan kepala desa sebenarnya

adalah studi mengenai analisis relasi eksekutif dan legislatif pada skala desa. Selain itu

penelitian ini merupakan penelusuran sejarah transformasi kelembagaan kedua lembaga agar

dapat memberikan pemaparan tentang masalah yang terjadi diantara relasi kedua lembaga

tersebut. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui transformasi kelembagaan BPD dan Kepala Desa.

2. Mengetahui dinamika yang terjadi antara BPD dan Kepala Desa mulai awal

pembentukan BPD dan implikasinya terhadap kelembagaan BPD dan Kepala Desa

3. Mengambarkan dan mendeskirpsikan polarelasi BPD dan Kepala Desa pada Desa

Wonomulyo.

1.4Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh

peneliti dengan dilakukannya penelitian ini ada dua. Yaitu, berupa manfaat akademis dan

manfaat praktis yang meliputi,

Page 25: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

1.4.1 Manfaat Akademis

a) Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai referensi baru mengenai relasi

BPD dan Kepala Desa

b) Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber wawasan

keilmuan baru yang dalam studi dinamika relasi antar kelembagaan desa.

c) Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai dasarataupun bahan

perbandingan bagi peneliti yang akan mengangkat studi tentang dinamika

kelembagaan desa.

1.4.2 Manfaat Praktis

a) Sebagai salah satu bahan referensi ataupun bahan pertimbangan bagi pemerintah

dalam membuat kebijakan terkait hubungan antar kelembagaan di desa sesuai

dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan dan kebutuhan yang dimiliki oleh

masyarakat, bukan hanya berdasarkan perspektif ataupun kebaikan-kebaikan

berdasarkan kacamata yang digunakan oleh pemerintah.

b) Untuk memberikan gambaran yang nyata, baik bagi masyarakat ataupun pemerintah

terkait fenomena hubungan antar kelembagaan.

c) Sebagai bahan acuan ataupun referensi pemerintah desa dalam menjalankan

pemerintahan desa.

Page 26: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam analisis relasi kelembagaan antara BPD dan kepala desa, peneliti

akan menjelaskan tentang penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan, kerangka

konsep, dan alur pikir penelitian. Penelitian terdahulu tersebut penulis gunakan

sebagai salah satu bahan acuan dalam menganalisis kondisi konflik elit desa yang

berhubungan antara BPD dan kepala desa di Wonomulyo dan Poncokusumo

secara lebih riil dan komprehensif. Pemaparan penelitian terdahulu pada bab ini

juga bertujuan untuk membuktikan orisinalitas penelitian yang akan peneliti

lakukan. Selain penelitian terdahulu, hal lain yang dijelaskan dalam bab ini yang

akan dijadikan penulis sebagai kaca mata dasar dalam menganalisis hubungan

BPD dan kepala desa di Wonomulyo dan Poncokusumo adalah kerangka konsep

dan alur pikir penelitian. Alur pikir penelitian dapat digunakan sebagai acuan

berpikir dalam penelitian yang akan mempermudah penulis ataupun pembaca

dalam memahami hasil penelitian.

2.1 Studi Terdahulu

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan mengenai penelitian atau studi

terdahulu yang pernah mengkaji terkait kontestasi elit yang ada di desa. Isu

tentang desa merupakan isu yang sangat menarik namun, padaumumnya isu yang

diangkat dengan objek desa adalah mengenai tata kelola keuangan desa, kinerja

kepala desa, atau mengenai pengelolaan organisasidesa. Sedangkan penelitian

yang mengangkat isu tentang konflik desa secara spesifik mengenai hubungan

BPD dan kepala desa belum banyak dilakukan.

Page 27: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Penelitian tentang hubungan kelembagaan desa dan BPD sebagai referensi

peneliti yang pertama adalah hasil penelitian berjenis skripsi dariAgus Bahrudin

berjudul “Pola Hubungan Pemerintahan Desa dan Parlemen Desa Menuju Good

Governance”.1Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Good Governance. Pada

penelitian ini, Baharudin memaparkan bahwa dinamika pola hubungan

pemerintah desa dan desa parlemen terbentuk berikut kebijakan politik dan

peraturan yang disusun oleh pemerintah. Berdasarkan tata pemerintahan yang baik

perspektif, upaya strategis dalam membangun pola hubungan dan pembaharuan

organisasi pemerintah desa. Pertama, pemerintah desa (bersama dengan kepala

desa dan BPD) harus peka dan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas,

transparansi dan tanggap dalam pemerintahan, kebijakan, keuangan dan pelayanan

publik. Kedua, memperkuat kapasitas (capacity building) pemerintah desa dalam

mengelola kebijakan, keuangan, pembangunan pedesaan dan pelayanan

publik.Ketiga, kapasitas memberdayakan BPD sebagai agen artikulasi

kepentingan, pembuat kebijakan dan kontrol pemerintah ke desa. Keempat,

memperkuat partisipasi warga desa dalam rembug desa melalui desa wadah

MUSRENGBANG. Kelima, membangun kemitraan antara pemerintah desa, BPD

dan. Keenam, Menerapkan "desa membangun"dan"Membangun Desa"yang

terintegrasi dalam perencanaan Pembangunan Desa.

Kemudian penelitian selanjutnya adalah skripsidariStefani Manganang

yang berjudul “Kemitraan Pemerintah Desa dengan BPD dalam Pemerintahan di

1 Agus Bahrudin (2015),“Pola Hubungan Pemerintahan Desa dan Parlemen Desa Menuju Good

Governance”, Semarang: Jurnal Ilmiah UNTAG.

Page 28: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Desa Kalaseyi Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa”.2Penelitian ini

merupakan penelitian dengan metode kualitatif. Stefani dalam penelitian ini

menganalisis pola kemitraan BPD dan Kepala Desa dalam pemerintahan desa

dengan menggunakan teori kemitraan. Pada skripsi ini Stefani memaparkan

bahwa kemitraan BPD dan Kepala Desa di Desa Kalaseyi berjalan tidak baik. Hal

tersebut dikarenakan adanya kendala diantara kedua belah pihak yang berdampak

pada menghambat berjalannya suatu sistem pemerintahan di Desa Kalaseyi.

Kendala- kendala yang dipaparkan oleh Stefanie diantaranya adalah sikap mental,

sosialisasi tentang tugas dan fungsi BPD, ketergantungan terhadap adat istiadat/

tradisi.

Selanjutnya penulis menggunakan referensi penelitian dari tesis karya

Iberamsjah berjudul “Elit desa dalam perubahan politik: kajian kasus

pengambilan keputusan di Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada masa awal penerapan otonomi daerah

2000-2001”.3Sesuai yang tertuliskan dalam judul penelitian ini, metode dalam

penelitian ini merupakan kualitatif studi kasus. Penelitian ini mempunyai tujuan

untuk menjelaskan terjadinya perubahan peran alit desa dalam perubahan politik

yang terjadi sejak penerapan otonomi daerah tahun 2000 di Desa Gede Pangrango.

Penelitian yang penulis gunakan sebagai bahan dalam penelitian BPD dan

Kepala Desa yang terdahulu selanjutnya adalah jurnal penelitian dari Tatik

Rohmawati berjudul “Dinamika Politik Pedesaan dalam Pemilihan Kepala Desa

2 Stefani Manganang,(2013), “Kemitraan Pemerintah Desa dengan BPD dalam Pemerintahan di

Desa Kalaseyi Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa”, Manado: Jurnal Ilmiah Unsrat 3 Iberamsjah,(2002),“Elit desa dalam perubahan politik: kajian kasus pengambilan keputusan di

Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada masa

awal penerapan otonomi daerah 2000-2001”,Jakarta:UI Press

Page 29: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Masin Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah”.4Penelitian ini merupakan

penelitian dengan metode kualitatif. Tatik menganalisa hubungan antar aktor

dalam pemilihan kepala desa Masin dan dinamika yang terjadi diantaranya dengan

menggunakan konsep demokrasi dari Ina E. Slamet. Hasil dalam penelitian yang

telah dipaparkan Tatik adalah bahwa hubungan antar aktor politik di Desa Masin

tidak terjadi dengan ideal karena pemain- pemainnya masih dalam ikatan

persaudaraan. Selain itu Tatik memberikan asumsi bahwa pemilihan kepala desa

yang dimainkan oleh para aktor di desa Masin juga tidak berjalan secara

demokratis karena mengandung adanya proses money politics.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Metode Deskripsi Penelitian

1 Agus Bahrudin (2015)

“Pola Hubungan

Pemerintahan Desa dan

Parlemen Desa Menuju

Good Governance”.

Kualitatif Pada penelitian ini, Baharudin memaparkan

bahwa dinamika pola hubungan pemerintah

desa dan desa parlemen terbentuk

berdasarkan kebijakan politik dan peraturan

yang disusun oleh pemerintah. Berdasarkan

tata pemerintahan yang baik perspektif,

upaya strategis dalam membangun pola

hubungan dan pembaharuan organisasi

pemerintah desa. Pertama, pemerintah desa

(bersama dengan kepala desa dan BPD.

Kedua, memperkuat kapasitas (capacity

building. Ketiga kapasitas memberdayakan

BPD sebagai agen artikulasi kepentingan,

pembuat kebijakan dan kontrol pemerintah ke

desa. Keempat, memperkuat partisipasi

warga desa dalam rembug desa melalui desa

wadah MUSRENGBANG. Kelima,

membangun kemitraan antara pemerintah

desa, BPD dan. Keenam, Menerapkan "desa

membangun "dan" Membangun Desa "yang

terintegrasi dalam perencanaan Pembangunan

4 Tatik Rohmawati,(2004),“Dinamika Politik Pedesaan dalam Pemilihan Kepala Desa Masin

Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah”,Bandung:UNIKOM Press

Page 30: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Desa.

.

2 Stefani Manganang

(2013) “Kemitraan

Pemerintah Desa dengan

BPD dalam Pemerintahan

di Desa Kalaseyi

Kecamatan Mandolang

Kabupaten Minahasa”

Kualitatif Pada skripsi ini Stefani memaparkan bahwa

kemitraan BPD dan Kepala Desa di desa

Kalaseyi berjalan tidak baik. Hal tersebut

dikarenakan adanya kendala diantara kedua

belah pihak yang berdampak pada

menghambat berjalannya suatu sistem

pemerintahan di desa Kalaseyi. Kendala-

kendala yang dipaparkan oleh Stefanie

diantaranya adalah sikap mental, sosialisasi

tentang tugas dan fungsi BPD,

ketergantungan terhadap adat istiadat/ tradis.

3 Iberamsjah (2002) “Elit

desa dalam perubahan

politik: kajian kasus

pengambilan keputusan di

Desa Gede Pangrango,

Kecamatan Kadudampit,

Kabupaten Sukabumi,

Jawa Barat, pada masa

awal penerapan otonomi

daerah 2000-2001”

Kualitatif

Studi

Kasus

Menjelaskan terjadinya perubahan peran alit

desa dalam perubahan politik yang terjadi

sejak penerapan otonomi daerah tahun 2000

di Desa Gede Pangrango.

4 Tatik Rohmawati berjudul

(2004) “Dinamika Politik

Pedesaan dalam

Pemilihan Kepala Desa

Masin Kabupaten Batang

Provinsi Jawa Tengah”.

Kualitatif

Sudi Kaus

Hasil dalam penelitian yang telah dipaparkan

Tatik adalah bahwa hubungan antar aktor

politik di desa Masin tidak terjadi dengan

ideal karena pemain- pemainnya masih dalam

ikatan persaudaraan. Salian itu Tatik

memberikan asumsi bahwa pemilihan kepala

desa yang dimainkan oleh para aktor di desa

Masin juga tidak berjalan secara demokratis

karena mengandung adanya proses money

politics.

Sumber: Hasil Data Olahan Penulis(2017)

Berdasarkan hasil pemaparan tentang penelitian sejenis yang pernah dilakukan,

penulis menyimpulkan bahwa penilitian berjudul “Dinamika Relasi BPD dan

Page 31: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Kepala (Studi Kasus Desa Wonomulyo)” merupakan penelitian yang masih baru.

Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting adanya untuk dilakukan lebih lanjut.

Konflik yang ada di Desa Wonomulyo mengenai relasi BPD dan Kepala Desa

adalah penelitian yang menarik karena pada penelitian tentang konflik desa yang

sebelumnya pernah dilakukan belum ada yang membahas tentang hal yang sama.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Teori Historical Institutionalism (Institusional Historis)

Satu kerangka konseptual yang sangat penting untuk diperhatikan adalah

mengenai bagaimana relasi yang dimaksud? Dalam konteks ini siapa sebenarnya

yang disebut? Hal ini penting sekali untuk membangun kesepahaman dalam

kerangka analisis pada karya ini sehingga tidak mengakibatkan generalisasi yang

berlebihan.

Dalam analisis dinamika relasi BPD dan kepala desa, penulis

mengguankan teori Historical institutionalism yang dikemukakan oleh Guy Peter

(1999). Historical Institutionalism adalah tradisi penelitian yang mengkaji

bagaimana proses dan peristiwa temporal mempengaruhi asal usul transformasi

sebuah institusi yang menata hubungan politik dan ekonomi.5Historical

Institutionalism melihat politik sebagai proses yang terstruktur, yang secara tidak

langsung mengandaikan eksistensi waktu dan ruang sebagai momen.6 Jadi,

institusi politik dalam bentuk apapun, dalam pandangan Historical

Institutionalism, bukanlah sesuatu yang natural keberadaannya.

5Orfeo Fioretos, Tulia G. Falleti, and Adam Sheingate,

Historical Institutionalism in Political Science, The Oxford Handbook of Historical

Institutionalism. hlm 4. 6 Peter A. Hall, Politics as a Process Structured in Space and Time , dalam Orfeo Fioretos, Tulia

G. Falleti, and Adam Sheingate (Eds.),(2016), The Oxford Handbook of Historical

Institutionalism, Oxford: Oxford University Press.

Page 32: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Pertumbuhan historis organisasi tertentu sangat penting dalam

mengidentifikasi tingkat pelembagaan. Sejarah kelembagaan memungkinkan kita

memahami asal mula institusi dan jalur yang telah dikembangkannya (Berman

1983). Setiap institusi memiliki sejarah tersendiri; Garis perkembangannya yang

bergantung pada waktu dan bagaimana sistem sosial berkembang, beroperasi dan

mempengaruhi struktur dan kapasitasnya untuk bertindak (Scott 1995).

Pelembagaan adalah sesuatu yang terjadi pada organisasi dari waktu ke waktu,

yang mencerminkan sejarah khas organisasi sendiri, orang-orang yang telah

berada di dalamnya, kelompok-kelompok yang digabungkan dan kepentingan

pribadi yang telah mereka ciptakan dan bagaimana hal itu dapat diatasi dengan

lingkungan. Perjalanan organisasi seperti BPD sebagai institusi yang mempunyai

otoritas politik juga mengalami beberapa perkembangan dan perubahan. Melalui

historical institutionalism perkembangan yang terjadi dapat dituliskan menjadi

sebuah peristiwa yang runtut.

Institusionalis historis melihat institusi sebagai kontinuitas. Seperti yang

mereka tunjukkan, institusi dimaksudkan untuk menjadi sebuah alat yang dapat

melestarikan suatu kultur atau kebijakan. Penekanan path dependency adalah cara

lain untuk mengatakan bahwa dalam melakukan reformasi suatu lembaga selalu

membutuhkan biaya transaksi yang sangat tinggi, walaupun kondisi yang ekstrim

dapat mengurangi biaya perubahan marjinal. Dapat dikatakan juga jika institusi

tentang pelestarian, maka politik adalah tentang manipulasi dan kepemimpinan

adalah tentang menjungkirbalikkan hambatan.Penulis percaya bahwa pendekatan

historical institusionalism yang komperhensif membantu dalam ekstrapolasi

argumen yang meyakinkan. Pada awalnya, historical institusionalism berfokus

Page 33: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

pada pengembangan kelembagaan dan perubahan yang terdiri dari alat eksogen

analitis (critical juncture dan path dependences).

a. Path dependency

Ide dasar dari Historical Institutionalism adalah bahwa sebuah kebijakan

mulai ditentukan ketika institusi didirikan, atau ketika kebijakan tersebut

diinisiasi, lalu menelusuri seberapa berpengaruh kebijakan itu di masa berikutnya

hingga sekarang. Inilah yang dikenal dengan path dependency; ketika kebijakan

pemerintah atau organisasi mulai dijalankan maka ia akan cenderung tidak

berubah dan seperti pada permulaannya. Meskipun ia sedikit berubah, perubahan

tersebut mensyaratkan kondisi politik yang dapat mendorong perubahan itu

sendiri.7

Dalam banyak hal, Historical Institutionalism memang cenderung sulit

dibedakan dengan teori insititusi lainnya. Contohnya adalah bagaimana Steinmo,

Thelen, dan Longstreth menggunakan Rational Choice Institutionalism dan

membedakan diri mereka dari para Institutionalist yang berasal dari rumpun Ilmu

Ekonomi.Historical institutionalism adalah versi pertama yang muncul dari New

Institutionalism dalam disiplin Ilmu Politik. Sebelumnya, Historical

7 B. Guy Peters,(1999), Institutional Theory in Political Science: The „New Institutionalism‟,

London: Continumm, hlm 63

Page 34: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Institutionalism digunakan untuk melihat keberpengaruhan kondisi ekonomi pada

pembentukan kebijakan.8

Thelen dan Steinmo (1992) memberikan contoh seperti apa itu institusi,

yaitu mulai dari struktur formal pemerintahan hingga lembaga hukum sampai

institusi sosial yang tak berbentuk seperti kelas sosial. Semua komponen aparatus

lembaga ini mereka tempatkan dalam kerangka analisis ilmu politik. Bagi mereka,

yang menarik dari institusi adalah posisinya sebagai penengah antara negara dan

perilaku individu.Pemberian contoh seperti di atas akan lebih mudah dipahami

daripada memberikan karakter denotative untuk mendefinisikan apa itu institusi.

Keluasan definisi ini memperlihatkan bahwa institusi bisa diberi ciri yang sangat

luas, mulai dari bentuk spesifik struktur pemerintahan hingga lingkup struktur

Negara, sampai tertib sosial Negara.

Pierson mendefinisikan jalur ketergantungan dalam dua kategori, yaitu

definisi umum dan khusus. Umumnya, jalan ketergantungan dipahami sebagai apa

yang terjadi pada titik sebelumnya dalam waktu akan mempengaruhi hasil yang

mungkin dari urutan peristiwa yang terjadi. Secara khusus, jalan ketergantungan

didefinisikan sebagai hasil yang meningkat yang berarti bahwa lembaga politik

akan selalu meningkatkan dan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, dan

berdampak tidak hanya inti dari lembaga tetapi juga aspek-aspek lain yang terkait

satu sama lain.9 Jalan plastisitas adalah perubahan kelembagaan yang disebabkan

oleh aturan lembaga. James Mahoney dan Kathleen Thelen menyatakan bahwa

ada empat jenis modal perubahan:

8 Ibid., hlm 64

9 Pierson, Paul. (1996). The New Politics of The Welfare State. World Politics, 48 (2). Hlm 143-

179

Page 35: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

a. perpindahan (munculnya lembaga baru sebagai tantangan untuk

lembaga tua),

b. layering (munculnya aturan baru sebagai jalan aturan lama),

c. drift (perubahan pengaturan yang lebih luas terhadap lembaga internal)

dan

d. konversi (perubahan kelembagaan karena pemindahan strategis).10

Perubahan BPD dari waktu kewaktu merupakan suatu proses yang tidak

terlepaskan dengan proses poltik di dalamnya. Mulai pada zaman pemerintahan

presiden Soekarno dimana lembaga serupa dinamai dengan Lembaga Sosial Desa

yang dilanjutkan dengan Pemerintahan Soeharto yang mengganti istilah Lembaga

Sosial Desa menjadi Lembaga Masyarakat Desa yang mana keberadaannya sarat

akan intervensi. Setelah rezim Soeharto runtuh BPD kemudian diganti lagi

menjadi Badan Perwakilan Desa meskipun bentuk dan kewenangannya

sebenarnya dapat dilihat masih terpengaruh dengan konstruksi Lembaga Sosial

Desa. Kemudian BPD sebagai Badan Perwakilan Desa yang berganti lagi menjadi

Badan permusyawaratan Desa, yang mana banyak pihak mengatakan ini adalah

upaya dalam melemahkan kewenangan BPD. Hal tersebut dapat dimaknai lain

bahwa merupakan suatu upaya untuk mempertahankan lembaga dengan

mengurangi potensi pergerakan politik yang mungkin akan terjadi sehingga BPD

hanya sebagai suatu badan yang dibentuk untuk mewadahkan proses musyawarah.

b. Critical juncture

10

Kuyper, J. (2014) Transformative Pathways To World Government: A Historical Institutionalist

Critique, Cambridge Review of International Affairs, 28(4)

Page 36: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Ketika melihat perubahan institusional, Historical Institutionalism

menggunakan salah satu dari dua sudut pandang, yaitu punctuated equilibria atau

critical junctures.11 Punktuasi dalam ekuilibrium diasumsikan terjadi ketika ada

perubahan besar pada institusi yang setelah itu diikuti dengan periode panjang

ketidakberubahan. Sebagai contoh: Sejak didirikan pada 1979, LMD mengalami

masa panjang ketidakberubahan selama 19 tahun lamanya hingga 1999. Sejak

1999 itu ia menjadi BPD (Badan Perwakilan Desa) dan secara hukum mengalami

desakan perubahan. UU Desa Tahun 1999 ini bisa menjadi penanda ekuilibrium

(titik keseimbangan) dari lembaga legislasi di desa. Cara lain untuk menjelaskna

perubahan oleh historical institutionalism adalah melalui memahamigagasan

critical juncture. Critical juncture bisa dilihat dari bagaimana individu-individu di

dalam institusi tersebut tidak menginginkan adanya perubahan meskipun ada

konstelasi internal politik yang memaksa. Collier dan Collier mendefinisikan

critical juncture sebagai periode perubahan signifikan yang terjadi dengan cara

berbeda di wilayah yang berbeda dan menghasilkan hukum yang berbeda

pula.12Suatu rezim yang besar dan bertahan dalam waktu yang panjang dapat

mengakibatkan adanya stagnansi pada institusi- institusinya. Kecuali Stagnansi ini

dapat berubah jika dalam internal tersebut mampu membentuk kekuatan gerakan

politik secara bersama- sama. Artinya, suatu gerakan politik perubahan pada

stagnansi tersebut tetap tidak akan mampu berubah jika kekuatan- kekuatan

perubahan dibangun secara individu.13Critical Juncture jika dideskripsikan

kedalam sebuah kasus akan seperti meski sudah ada ketentuan baru terkait fungsi

11

Opcit Peters., hal 68-69. 12

B. Guy Peters,(1999), Institutional Theory in Political Science: The „New Institutionalism‟,

London: Continumm, hal. 9-23. 13

Ibid.,

Page 37: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

legislasi desa dari pemerintah pusat, ada kecenderungan yang tetap dan tak

berubah meski ada dorongan secara hukum melalui undang-undang.

Jika kita ingat bahwa kekuatan gagasan publik (public ideas)adalah bagian

sentral institutionalisme historis, maka untuk membentuk perubahan itu harus

seperti apakah gagasan itu dibangun? Reich dalam Peters (1990) menjawab bahwa

suatu institusi pasti mengalami suatu evaluasi yang dijadikan pengalaman dalam

menentukan gagasan instusinya kedepan. Namun Reich menambahkan bahwa

evalusasi pembelajaran itu tidak seharusnya hanya meneliti pada bingkasi isu

kebijakan, tetapi juga terkait pembenahan ulang institusi terkait. Seperti yang

dikemukakan Paul Sabatier (1998) yang membahas titik tengah suatu konflik yang

dialami institusi tersebut sebagai proses politik untuk menyelesaikan proses

politik pada masyarakat. Dalam hal ini dapat dikatakan suatu intitusi sah- sah saja

melakukan beberapa kompromi- kompromi politik jika terjadi pihak yang

bertentangan dengan intitusinya sebagai bentuk mempertahankan eksistensi

intitusi tersebut. Hal ini didasarkan pada definisi Capoccia bahwa critical juncture

dikonsepsikan sebagai momen ketidakpastian struktural yang memungkinkan

adanya perubahan atau inovasi institusi.14

Tititk kritis (critical juncture) adalah jangka waktu tertentu yang memecah

ketergantungan jalan tersebut dan menciptakan yang baru, konsep ini berkaitan

dengan proses pembangunan institusi seperti yang ditunjukan oleh peneliti

14

Giovanni Capoccia, Critical Junctures, dalam Orfeo Fioretos, Tulia G. Falleti, and Adam

Sheingate (Eds.), (2016), The Oxford Handbook of Historical Institutionalism, Oxford: Oxford

University Press. Hlm. 102.

Page 38: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

historical institusionalism.15 Pada perubahan institusi seperti BPD yang

mengalami banyak dinamika dapat dikatakan bahwa yang membuat hal tersebut

terjadi adalah adanya proses politik yang besar. Proses politik tersbut seperti

perubahan rezim misalnya, dimana pada masa Soeharto BPD adalah LMD yang

mempunyai relasi kompromis antara LMD dan Kepala desa. Kemudian pada awal

pergerakan rezim reformasi menuju demokratisasi seluruh sistem politik di desa

juga diadakan perubahan. BPD yang kemudian dipilih langsung oleh rakyat

seperti Kepala Desa. Pada masa ini sperti titik pemecahan status quo kepala desa

yang minim intervensi dari masyarakat yang mana kekuasaannya di desa sering

bersifat tunggal dan monopoli kemudian didistribusikan dengan adanya BPD yang

sama-sama dipilih oleh rakyat.

Peters menjelaskan bahwa sebenarnya Historical Institutionalism tidak

terlalu memperhatikan peranan individu dalam institusi. Menurutnya, ada asumsi

eksplisit yang menyatakan bahwa ketika seseorang masuk dan berpartisipasi

dalam sebuah institusi, berarti ia secara tidak langsung bersedia menerima segala

aturan yang berlaku di dalamnya. Relasi struktur-agensi yang umum dibicarakan

dalam ilmu sosial perlu memberikan pandangan yang berbeda. Semisal dengan

mempertanyakan bagaimana institusi dibentuk oleh individu.16 Dalam hal ini,

sejauh apa ide berperan dalam pembentukan perilaku individu? Institusi yang baik

itu memiliki adaptabilitas dan kemampuan menerjemahan gagasan dasar menjadi

praktik.17

15

Peters, B.G., Jon, Pierre, & Desmond, S. King The Politics of Path Dependency: Political

Conflict in Historical Institutionalism, The Journal Of Politics, hlm 67 16

B. Guy Peters,(1999), Institutional Theory in Political Science: The „New Institutionalism‟,

London: Continumm, hal. Hlm. 71. 17

ibid, Hlm. 73.

Page 39: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

2.2.2 Konsep Relasi Eksekutif dan Legislatif

Kehadiran BPD dalam tatanan pemerintahan Desa adalah upaya

mengenalkan gagasan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif dalam

tatanan pemerintah desa. Seperti penegasan dalam UU no. 6 Tahun 2014 yang

menyebutkan bahwa BPD adalah lembaga desa bersama Kepala Desa dan

kedudukan keduanya dalam pemerintahan desa adalah sejajar. Hanya saja BPD

dan Kepala Desa memiliki fungsi yang berbeda, dimana Kepala Desa sebagai

eksekutif desa dan BPD adalah lembaga pengawas pemerintahan. Untuk

menganalisa pola relasi itu, penulis menggunakan gagasan Relasi Eksekutif dan

Legislatif Hanta Yudha18. Hanta Yudha dalam bukunya berjudul

“Presidensialisme Setengah Hati” mengungkapkan konsep pemisahan kekuasaan

di negara Presidensialisme dengan sistem kepartaian multi partai, akan melahirkan

beberapa kemungkinan pola relasi. Ada beberapa pola kompromi yang akan

muncul dengan adanya kombinasi presidensialisme dengan multipartai.

Diantaranya adalah kompromi eksternal dan kompromi internal.

Potensi kompromi eksternal antara lain; pertama, adanya intervensi parpol

terhadap presiden dan juga akomodasi presiden terhadap kepentingan parpol.19

Dalam kasus BPD dan Kepala Desa, tentu keberadaan partai politik ini tidak ada.

Logika yang dipakai dalam hal ini adalah adanya intervensi kelompok atau

golongan pendukung kepala desa yang akan menyebabkan adanya beberapa

kompromi dengan golongannya. Hal tersebut menyebabkan Kepala Desa tidak

mengeluarkan keputusan secara umum, namun lebih kepada kepentingan

18

Hanta Yudha, (2010) Presidensialisme Setengah Hati, , Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

hlm 235 19

Ibid., hlm236

Page 40: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

golongan. Kedua, munculnya polarisasi koalisi partai di parlemen dan karakter

koalisi yang terbangun cenderung cair dan rapuh.20Ketiga, kontrol parlemen

terhadap pemerintah cenderung berlebihan atau kebablasan (legislative heavy).21

Logika ini dapat digunakan dalam melihat sejauh mana legislatif desa dalam hal

ini adalah BPD menjalankan fungsi pengawasan kepada kepala desa. Kompromi

ini muncul karena ketidak berdayaan Kepala Desa atas BPD dikarenakan peran

BPD dan golongan masyarakat BPD lebih dominan daripada kekuasaan kepala

desa. Hal ini yang kemudian yang dimaksud dalam legislative heavy dimana peran

BPD lebih kuat dibandingkan dengan kepala desa.

Sementara itu ada potensi kompromi internal yang dapat digunakan dalam

menganalisa hubungan antara perangkat desa dan elit desa dalam hal ini BPD dan

Kepala Desa. Meskipun menteri tidak sama dengan kepala desa namun,

pemakaian logika menteri adalah pejabat pembantu tugas presiden dapat

disamakan dengan perangkat desa sebagai pembantu tugas kepala desa.

Kompromi diantara kepala desa yang pertama adalah tereduksinya hak kepala

desa dalam pemilihan perangkat- perangkat desa, dan pejabat vital desa lainnya.

Kedua, perangkat desa yang melaksanakan tugas pemerintahan desa adalah hasil

kolusi beberapa golongan. Ketiga, adanya potensi dualisme loyalitas. Dualisme

loyalitas ini sangat mungkin dilakukan oleh birokrat desa maupun masyarakat

mengingat desa dikuasai oleh dua elit yang bertolak belakang.

Potensi kompromi yang muncul dalam relasi kelembagaan BPD dan

Kepala Desa tersebut akan menghambat efektifitas kinerja masing- masing

20

Ibid., 21

Ibid,

Page 41: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

lembaga. Berdasarkan dimensi institutional akan terdapat empat pola relasi dalam

kelembagaan presidensialisme. Presidensialisme ini namun oleh penulis akan

diadaptasi ke dalam sistem pemerintahan desa. Pola tersebut diantaranya adalah

efektif, akomodatif, kompromistis, reduktif (setengah hati)22

Pertama, relasi efektif adalah kondisi dimana aspek institutional maupun

non institutional maupun non institutionalnya kuat.23Relasi efektif ini dapat

tercipta bila Eksekutif (kepala desa) dan legislatif (BPD) mampu bersinergi dan

ditopang gaya kepemimpinan kepala desa yang kuat pula. Selain ditopang

personalitas Kepala Desa yang kuat, struktur konstitusi pendukung pun juga kuat.

Kontrol parlemen dalam juga berjalan dengan kuat dan sesuai proporsi yang

amanat peundang- undangan yang mengatur. Pada situasi relasi efektif ini,

dinamika pemerintahan akan mengarah pada menguatnya kelembagaan.

Kedua, relasi akomodatif adalah kondisi dimana aspek institutionalnya

kokoh, tetapi aspek non institutionalnya lemah.24Bentuk relasi ini terbentuk bila

terjadi seorang eksekutif yang memiliki personal yang lemah, namun masih

mampu diperkuat dengan adanya konstitusi yang kuat dan kelompok pendukung

yang kuat. kondisi relasi akomodatif ini juga terjadi apabila kontrol parlemen

berjalan proporsional dan sesuai konstitusi. Ikatan diantara kedua belah pihak

jugaterikat dengan baik karena diikat dengan ideologi dan platform yang sama.

Kecenderungan dari relasi ini meskipun akomodatif namun tetap memungkinkan

pemerintahan berjalan secara efektif.

22

Ibid., 23

Ibid., 24

Ibid., hlm237

Page 42: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Ketiga, relasi konfrontatif adalah kondisi ketika aspek institusionalnya

(konstruksi, desain institusi politik dan sistem kepartaian) masih rapuh tetapi

personalitas dan gaya kepemimpinan eksekutif kuat.25Situasi ini adalah situasi

dimana personalitas eksekutif kuat namun tidak didukung dengan desain

institutional yang kuat sedangkan kontrol dari legislatif sangat kuat (legislative

heavy) sehingga mengganggu stabilitas pemerintahan.26 Konfrontasi ini terjadi

dalam relasi BPD dan Kepala Desa bila keduanya berasal dari golongan dan

ideologi serta platform yang berbeda atau mengamokomodasi kepentingan yang

berbeda. Pada relasi ini rentan adanya pemakzulan atas kedudukan eksekutif.

Keempat, relasi reduktif adalah kondisi institutionalnya lemah dan

didukung dengan personal seorang eksekutif juga lemah. Kondisi lemahnya

personal,konstitusi, konstruksi dan sistem yang lemah terhadap eksekutif dan

legislatif ini kemudian membuat kontrol dari legislatif menjadi sangat kuat.

Kondisi ini mirip dengan kondisi kosnfrontatif, bilamana konfrotatatif

menampakkan kondisi eksekutif yang cenderung kuat meskipun konstitusi nya

lemah, namun reduktif ini terjadi karna personal eksekutif juga lemah. Jadi posisi

legislatif sangat dominan (legislatif heavy). Relasi keduanya juga tidak

dilandaskan dengan ikatan ideologi yang kuat.

2.3 Alur Pikir Penelitian

Pada bagian ini penulis akan menggambarkan mengenai bagaimana

penelitian ini akan dilaksanakan? Bagaimana runtutan analisa dari kasus yang

diteliti? Dan bagaimana penulis memberikan pembatasan pemahaman dalam

25

Ibid, 26

Ibid.,

Page 43: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

penelitian ini. Alur pikir ini merupakan gambaran bagaimana penelitian ini

dilakukan. Melalui apa yang digambarkan, penulis mengharapkan apa yang

dimaksudkan oleh penulis dapat diterima secara lebih jelas oleh pembaca.

Gambaran alur pikir tersebut tertulis dalam bagan 2.1 berikut.

Page 44: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

Sumber: Data Olahan Pribadi Penulis(2017)

Page 45: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI
Page 46: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis.

Adapun bagian-bagian tersebut terdiri dari jenis penelitian, fokus dan lokasi penelitian, jenis

data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan sistematika penulisan. Bagian-bagian

tersebut nantinya akan digunakan oleh peneliti dalam menyusun penelitian maupun penulisan

hasil penelitian

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif sendiri dapat diartikan sebagai sebuah penelitian yang mencoba

memahami suatu fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam

laboratorium) dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati.1

Selain itu, penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai sebuah penelitian dengan

pendekatan yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan

induktif serta pada analisis terhadap dinamika antar hubungan yang diamati, dengan

menggunakan logika ilmiah.2 Kemudian Taylor dan Bogdan dalam Lexy J. Moleong3

mengartikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan sebuah peneitian

yang mengamati suatu fenomena yang kompleks secara langsung dan menterjemahkannya

data-data deskriptif ataupun lisan yang didapatkan dengan menggunakan logika ilmiah.

Penelitian kualitatif dilakukan dengan tujuan untuk menggali dan memahami

pemaksanaan akan kebenaran yang berbeda-beda oleh orang yang berbeda-beda. Metode ini

1 Samiaji Sarosa,(2012), “Penelitian Kualitataif : Dasar-Dasar”, Jakarta : PT. Indeks, Hlm. 7.

2 Saifuddin Azwar, (2001) , “Metode Penelitian”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hlm. 5.

3 Lexy J Moleong, (2012), “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : Remaja Rosdakarya, Hlm. 4.

Page 47: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami apa yang terjadi di balik sebuah

fenomena yang sebelumnya belum diketahui kebenarannya sama sekali. Terlebih karena

obyek yang digunakan dalam penelitian kualitatif merupakan obyek yang alamiah (natural

setting), yang masih apa adanya, tidak dimanipulasi sedikitpun oleh peneliti, sehingga kondisi

pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di objek dan setelah meninggalakan objek

relativ sama atau tidak berubah sama sekali.4

Tujuan utama dilakukannya penelitian kualitatif ini adalah untuk mendapatkan data

secara mendalam serta mengandung makna. Dalam hal ini, penelitian kualitatif menganggap

bahwa realitas merupakan hasil dari bentukan pikiran manusia. Yang mana, segala sesuatu

yang melibatkan manusia akan bersifat kompleks dan multi dimensi, terlebih jika didalamnya

melibatkan sekelompok manusia dan interaksinya. Kompeksitas tersebut akan sangat sulit

diukur dan direduksikan dalam angka-angka.5

Hasil akhir yang ingin dicapai oleh penelitian kualitatif adalah peneliti berusaha

memahami kompleksitas fenomena yang diteliti dan kemudian menginterpretasikan dan

melaporkannya sebagai sebuah fenomena yang runtut. Tidak hanya itu, untuk semakin

memperkuat hasil dari penelitiannya, dalam penelitian kualitatif, peneliti juga berusaha

memahami fenomena tersebut tidak hanya dari sudut pandangnya saja, tetapi juga dari sudut

pandang pelaku yang ada di dalamnya. Tujuannya adalah hasil pengamatan tersebut dapat

saling melengkapi dan akhirnya peneliti mampu menjelaskan kompleksitas fenomena yang

diamati tersebut dengan sebenar-benarnya.6 Karena peneliti kualitatif berusaha menyelami

dan memahami secara empatik apa yang dirasakan dan dipersepsikan oleh para pelaku suatu

fenomena.

4 Sugiyono, (2010) , “Memahami Penelitian Kualitatif”, Bandung: Alfabeta, Hlm. 2.

5 Samiaji Sarosa, Op. Cit., Hlm. 9.

6Ibid.

Page 48: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Creswell dalam bukunya yang berjudul “Qualitative Inquiry And Research Design”

mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded theory study,

studi kasus dan etnografi. Salah satu tradisi yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah studi

kasus yang telah lama dipandang sebagai metode penelitian yang “amat lemah”. Para peneliti

yang menggunakan studi kasus dianggap melakukan “keanehan” dalam disiplin akademisnya

karena tingkat ketepatannya (secara kuantitatif), objektivitas dan kekuatan penelitiannya

dinilai tidak memadai.7Walaupun demikian, studi kasustetap dipergunakan secara luas dalam

penelitian ilmu-ilmu sosial, baik dalambidang psikologi, sosiologi, ilmu politik, antropologi,

sejarah dan ekonomimaupun dalam bidang ilmu-ilmu praktis seperti pendidikan, perencanaan

wilayahperkotaan, administrasi umum, ilmu-ilmu manajemen dan lain sebagainya.Bahkan

sering juga diaplikasikan untuk penelitian evaluasi yang menurutsebagian pihak merupakan

bidang metode yang sarat dengan kuantitatifnya.Semuanya ini merupakan suatu fenomena

yang menarik untuk dipertanyakanbahwa apabila studi kasus itu memiliki kelemahan,

mengapa para penelitimenggunakannya.

Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi

kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini:

Bagan 1. Bagan Penelitian Kualitatif

7 Robert K. Yin, (1989), “Case Study Research Design and Methods”.Washington : COSMOS Corporation,

hlm.1

Page 49: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Dari gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah

kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau

fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori,

fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu,

dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup

individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.8 Lebih lanjut Creswell

mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi

“kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh

waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam

pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang

respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti

“menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.9

8 Gambar diambil dari buku John W.Creswell, (1998), “Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing

Among Five Tradition”. London: SAGE Publications, hlm. 37-38 9 Ibid, hlm. 36-37

Sumber: John W.Creswell(1998) “Qualitative Inquiry and Research Design

Page 50: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus digunakan dalam

penelitian ini karena studi kasus merupakan sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang

terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan

data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu

konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari

suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu.10 Dengan perkataan lain, studi kasus

merupakan penelitian dimana dalam penelitian ini menggali fenomena dinamika yang terjadi

pada relasi BPD dan Kepala Desa.

Pada penelitian yang berjudul Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa yang akan

dilakukan oleh penulis ini metode studi kasus penulis digunakan karena penulis ingin

meneliti lebih dalam tentang suatu fenomena tentang relasi BPD dan Kepala Desa yang ada

di Desa Wonomulyo dan Poncokusumo. Metode studi kasus ini penulis gunakan untuk

menganalisis sejauh mana relasi BPD dan Kepala desa yang ada di kedua desa tersebut

terjadi. Pada penelitian ini dengan menggunakan metode studi kasus atau case study penulis

akan menganalisa asal- usul, proses, hingga dampak yang ditimbulkan akibat peristiwa

tersebut sehingga terjadi sebuah fenomena kasus hubungan kedua lembaga yaitu BPD dan

Kepala Desa yang dalam implementasinya mengalami berbagai dinamika.

Selanjutnya Creswell mengungkapkan bahwa dalam penggunaan studi dalam stuatu

kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi atau sebuah program studi dengan

menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-

visual, dokumentasi dan laporan. Konteks kasus dapat “mensituasikan” kasus di dalam

settingnya yang terdiri dari setting fisik maupun setting sosial, sejarah atau setting ekonomi.

Sedangkan fokus di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu

studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan 10

Ibid, hlm. 61

Page 51: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental).

Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya mengacu pada studi kasus

kolektif.11Untuk itu Lincoln Gubamengungkapkan bahwa struktur studi kasus terdiri dari

masalah, konsteks, isudan pelajaran yang dipelajari.12

Menurut Creswell, pendekatan studi kasus lebih disukai untukpenelitian kualitatif.

Seperti yang diungkapkan oleh Patton bahwa kedalamandan detail suatu metode kualitatif

berasal dari sejumlah kecil studi kasus.13 Olehkarena itu penelitian studi kasus membutuhkan

waktu lama yang berbedadengan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Untuk itu dalam penelitian ini,

peneliti mengembangkan penelitian studi kasus yang pertama-tama,mempertimbangan kasus

“Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa” menjadi kasus yang tepat. Kasus tersebut penulis

kolektif kan dengan mengomparasikan kasus Dinamika Relas BPD dan Kepala Desa yang

ada di Desa Wonomulyo dan Poncokusumo.Dalam memilih kasus yang diteliti peneliti

mengkaji dari berbagai aspekseperti beragam perspektif dalam permasalahannya dan

bagaimana prosesnya.

3.2 Fokus dan Lokasi Penelitian

dalam pendekatan studi kasus diperlukan nya batasan kasus yang disebut dengan

fokusan masalah.14 Hal ini dilakukan untuk mengarahkan penelitian, terperinci dan tidak

menyimpang dari konsep awal yang telah dibuat, dengan tujuan tersebut penulis menentukan

fokus penelitian ini berada pada dua aspek besar; pertama, dinamika relasi BPD dan Kepala

Desa. Fusi BPD dan Kepala Desa sejak pra kolonial memunculkan indikasi bahwa Negara

membuat aturan tentang BPD, tidak selalu memeprhatikan historis kelembagaan tersebut.

aspek sejara berdasarkan asumsi tersebut penulis ingin melihat bagaimana relasi BPD dan

11

Ibid, hlm. 61-62 12

Ibid, hlm. 36 13

Michael Quinn Patton, (1991), “How to Use Qualitative Methods in Evaluation”,London: SAGE

Publications, hlm. 23 14

Opcit., hlm 67

Page 52: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Kepala desa. Penelitian ini berfokus pada dinamika yang terjadi pada pola relasi BPD dan

Kepala Desa. Elit desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah elit BPD dan Kepala.

Kasus yang difokuskan pada penelitian ini adalah relasi BPD dan Kepala Desa Wonomulyo

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

Dalam sebuah penelitian, dapat dikatakan bahwa data merupakan salah satu perbekalan

yang sangat penting. Data merupakan segala keterangan (informasi) mengenai semua hal

yang berkaitan dengan tujuan penelitian.15 Sehingga tidak semua informasi atau keterangan

merupakan data. Dapat dikatakan bahwa data hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni

yang hanya berkaitan dengan penelitian. Pengertian yang lain menyatakan bahwa data

merupakan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang dikumpulkan dari suatu populasi

atau bagian populasi yang akan digunakan untuk menerangkan ciri-ciri populasi yang

bersangkutan.16 Sedangkan subyek yang memberikan atau memiliki data tersebut disebut

sebagai informan atau sumber data.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data pimer merupakan data yang diperoleh dari tangan pertama. Artinya data ini

diperoleh langsung oleh peneliti dari subjek penelitian (sumber asli/ informan/ langsung)

dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek

sebagai sumber informasi yang dicari.17 Adapun data primer yang nantinya didapatkan oleh

peneliti dalam penelitian ini adalah data-data yang didapatkan peneliti secara langsung

melalui dokumentasi objek, wawancara dan observasi atau pengamatan langsung di lapangan.

Sedangkan data sekunder, atau yang disebut juga dengan data tangan kedua atau data

yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan asli) yang memiliki

informasi data tersebut. Data ini merupakan data yan diperoleh melalui pihak lain, atau

15

Muhammad Idrus, (2009), “Metode Penelitian Ilmu Sosial”, Jakarta: Erlangga, Hlm. 61. 16

Richard Lungan, (2006), “Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang”, Yogyakarta: Graha Ilmu,Hlm. 13. 17

Saifuddin Azwar, Op. Cit., Hlm. 91.

Page 53: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dengan kata lain data tersebut tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek

penelitiannya.18 Data sekunder yang nantinya akan diperoleh misalnya adalah dokumentasi

yang ada di desa ataupun data-data laporan yang sudah tersedia di lapangan, termasuk

regulasi-regulasi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data.19 Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dan dokumentasi.

Penjelasan lebih lanjut terkait teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah

sebagai berikut :

3.4.1Wawancara

Menurut Black dan Champion dalam Nurul20 wawancara atau interview merupakan

teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik penelitian sosial. Hal ini karena

bentuknya yang berasal dari interaksi verbal anatar peneliti dengan responden. Proses

interaksi dan komunikasi verbal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informai

penting yang diinginkan. Proses pengumpulan informasi ini dilakukan dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Wawancara

sendiri dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung (personal interview) dan secara

tidak langsung (dilakukan melalui telepon).21 Keuntungan dari dilakukannya teknik

pengumpulan data ini adalah jaminan bahwa peneliti mendapatkan informasi selengkap dan

setepat mungkin.

18

Ibid. 19

Sugiyono, Op. Cit., Hlm. 62. 20

Nurul Zuriah, Op. Cit., Hlm. 179 21

Ibnu Subiyanto, (2000), “Metodologi Penelitian : Manajemen dan Akuntansi”, Yogyakarta : UPP AMP

YKPN, Hlm. 66.

Page 54: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Menurut S. Margono dalam Nurul22 wawancara dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu:

a. Wawancara terstruktur, yang mana dalam wawancara ini pertanyaan dan alternative

jawabannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Wawancara ini bertujuan untuk mencari

jawaban dari hipotesis dan pertanyaannya sudah disusun secara ketat. Dalam situasi

ini, seluruh sampel yang representative ditanyai dengan pertanyaan yang sama.

Wawancara dengan metode ini jarang sekali mengadakan pendalaman pertanyaan

yang mengarahkan narasumber untuk tidak berdusta.23 Oleh karena itu, jawaban yang

diperoleh sangat mudah untuk dikelompokan dan dianalisis. Namun, kelemahannya,

pendekatan ini sangat kaku untuk dilakukan, dapat meningkatkan reliabilitas

wawancara, dan dapat menurunkan kemampuan peneliti dalam mendalami suatu

masalah.

b. Wawancara tidak terstruktur, wawancara ini sifatnya lebih informal. Pertanyaan

dapat diajukan secara bebas dan tidak disusun terlebih dahulu, karena disesuaikan

dengan keadaan dan ciri unik dari responden. Cirinya kurang diinterupsi dan abiter.

Wawancara tak terstruktur dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut, yaitu :

bila pewawancara berhubungan dengan orang penting, ingin menanyakan sesuatu

yang sifatnya mendalam pada seorang subjek tertentu, apabila pewawancara ingin

mendapatkan sebuah penemuan dan tertarik untuk mempersoalkan sesuatu yang tidak

normal, tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah satu responden dan

mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan dari responden, termasuk

22

Nurul Zuriah, Op. Cit., Hlm. 180. 23

Nasrowi dan Suwandi, (2008) , “Memahami Penelitian Kualitatif”, Jakarta : Rineka Cipta, Hlm. 130.

Page 55: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

mencoba untuk mengungkapkan pengertian suatu peristiwa, situasi, atau keadaan

tertentu.24

Berdasarkan penjelasan diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode

wawancara tidak terstruktur. Hal ini karena dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti

mencerminkan keadaan –keadaan yang sama dengan keadaan-keadaan dilakukannya

wawancara tidak terstruktur seperti yang sudah di jelaskan diatas. Terlebih karena peneliti

ingin mendapatkan sebuah penemuan dari wawancara mendalam dengan narasumber dan

menjelaskan peristiwa yang terjadi terkait konflik Relasi BPD dan Kepala Desadi Desa

Wonomulyo.

Meskipun metode wawancara yang digunakan oleh peneliti merupakan metode

wawancara tidak terstruktur, namun peneliti tetap menggunakan pedoman-pedoman

pertanyaan, agar tidak ada satupun fakta/ informasi penting yang terlewat dan penelitian yang

dilakukan lebih terarah, namun tetap dikembangkan secara bebas, tetapi arah pembicaraan

tetap tidak boleh melompat jauh dari topic yang sedang dibahas. Adapun beberapa alternative

infornal yang diwawancarai oleh penulis adalah:

24

Ibid, Hlm. 131.

Page 56: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Tabel 1. Daftar Informan Penelitian

No. Nama Jabatan

1. Slamet

Ramin

Kepala Desa Wonomulyo

2. Slamet Sesepuh Desa

3. Nurhasan Sesepuh desa, mantan kepala desa.

4 Suminto Kepala Dusun Ngrobyong

5 Sunari Mantan Kepala Desa

6 Yanto Mantan ketua BPD

7 Khusairi LSM Pro Desa

8 Purnomo

Edi

Anggota BPD

9 Kaminto Sesepuh desa Poncokusumo, mantan ketua BPD

10 Yanto Mantan Kepala Desa Poncokusumo (desa tetangga

Wonomulyo)

Sumber : Data diolah oleh penulis(2017)

Informan yang dipilih oleh peneliti bukan tanpa alasan. Karena peneliti mengaharapkan

sumber-sumber informasi yang terpercaya untuk menambah nilai dalam penelitian ini, maka

peneliti memilih jajaran stakeholder ataupun shareholder dalam relasi BPD dan Kepala Desa

yang terjadi antara BPD dan Kepala Desa. Aktor-aktor ini adalah aktor yangmempunyai

intensitas interaksi yang tinggi secara langsung dengan para elit desa tersebut dan pasti

mengetahui seperti apa pemerintahan desa dilaksanakan dan bagaimana relasi antara BPD

dan Kepala Desa terjadi terjadi.

Page 57: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

3.4.2Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan teknik pengambilan data

yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang sifatnya cenderung merupakan data

sekunder, namun bisa juga merupakan data primer. Dokumen sendiri merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu yang bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen-dokumen inilah yang disebut sebagai data sekunder,

karena didapatkan melalui arsip, bukan secara langsung.25

Menurut Lexy J. Moleong ada dua jenis dokumen yang dapat dijadikan sebagai bahan

studi dalam studi dokumentasi, yaitu dokumentasi pribadi dan dokumen resmi.26 Dokumen

pribadi/ dokumen pribadi dapat berupa buku harian, surat pribadi dan otobiografi.

Dokumentasi pribadi penulis juga dapat digunakan sebagai sumber, yang mana ini dapat

digolongkan sebagai data primer. Dokumen pribadi ini dapat digunakan oleh peneliti untuk

mengetahui tentang situasi sosial di sekitar subyek penelitian. Dokumen resmi terdiri atas

dokumen internal dan dokumen eksternal. Adapun dokumen internal dapat berupa memo,

pengumuman, isntruksi, ataupun aturan suatu lembaga masyarakat. sedangkan dokumen

eksternal dapat berupa majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan di media massa.

Teknik pengumpulan data ini digunakan oleh peneliti agar dapat memperoleh data resmi dari

BPMPD ataupun BUMDesa yang menjadi obyek penelitian penulis.

3.5 Teknik Analisa Data

Stake mengungkapkan empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam

penelitian studi kasus, yaitu:

(1) Pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta

berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang muncul;

25

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Op. Cit., Hlm. 73. 26

Lexy J. Moleong. Op. Cit., Hlm 217.

Page 58: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

(2) Interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna

darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik data

secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih bermakna;

(3) Peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori.

Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2 yang menunjukkan hubungan

antara dua kategori;

(4) Peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data, generalisasi ini

diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus, apakah kasus mereka

sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi kasus. Lebih lanjut Creswell

menambahkan deskripsi kasus sebagai sebuah pandangan yang terinci tentang kasus.

Dalam studi kasus “peristiwa penembakan”, kita dapat menggambarkan peristiwa itu

selama dua minggu, menyoroti pemain utamanya, tempat dan aktivitasnya. Kemudian

mengumpilkan data ke dalam 20 kategori dan memisahkannya ke dalam lima pola. Dalam

bagian akhir dari studi ini kita dapat mengembangkan generalisasi tentang kasus tersebut

dipandang dari berbagai aspek, dibandingkan, dibedakan dengan literatur lainnya yang

membahas tentang kekerasan di kampus.

Bagan 2. Teknik Analisis Data Kualitatif Studi Kasus

Pegumpulan Kategori

Interpretasi Langsung

Membentuk Pola

Generalisasi Naturalistik

Page 59: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Sumber: Crasswel (1991) How to Use Qualitative Methods in Evaluation

Dari paparan di atas dapat diuraikan bahwa “persiapan terbaik” untuk melakukan

analisis studi kasus adalah memiliki suatu strategi analisis. Tanpa strategi yang baik, analisis

studi kasus berlangsung sulit karena peneliti “bermain dengan data” yang banyak dan alat

pengumpul data yang banyak pula. Untuk Robert K. Yin merekomendasikan enam tipe

sumber informasi seperti yang telah dikemukakan pada bagian pengumpulan data. Tipe

analisis dari data ini dapat berupa analisis holistik, yaitu analisis keseluruhan kasus atau

berupa analisis terjalin, yaitu suatu analisis untuk kasus yang spesifik, unik atau ekstrim.27

Lebih lanjut Yin membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola,

yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola

yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa

prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas

internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk

menganalisis

data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan

(3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan

pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.28

Creswell mengemukakan bahwa dalam studi kasus melibatkan pengumpulan data

yang banyak karena peneliti mencoba untuk membangun gambaran yang mendalam dari

suatu kasus. Untuk diperlukan suatu analisis yang baik agar dapat menyusun suatu deskripsi

yang terinci dari kasus yang muncul. Seperti misalnya analisis tema atau isu, yakni analisis

suatu konteks kasus atau setting dimana kasus tersebut dapat menggambarkan dirinya sendiri.

Peneliti mencoba untuk menggambarkan studi ini melalui teknik seperti sebuah kronologi

peristiwa-peristiwa utama yang kemudian diikuti oleh suatu perspektif yang terinci tentang

27

Crasswell, (1991), “How to Use Qualitative Methods in Evaluation”,London: SAGE Publications, hlm 63 28

Robert K. Yin, hlm. 140-150

Page 60: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

beberapa peristiwa. Ketika banyak kasus yang dipilih, peneliti sebaiknya menggunakan

analisis dalam-kasus yang kemudian diikuti oleh sebuah analisis tematis di sepanjang kasus

tersebut yang acapkali disebutanalisis silang kasus untuk menginterpretasi makna dalam

kasus.

Page 61: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI
Page 62: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA WONOMULYO DAN DESA PONCOKUSUMO

Pada bagian ini penulis menjelaskan secara singkat tentang keadaan desa lokasi

penulis melakukan penelitian tentang dinamika relasi kelembagaan BPD dan Kepala Desa

yaitu Desa Wonomulyo, Kabupaten Malang. Secara umum Desa Wonomulyo penulis

jelaskan dalam bab ini. Penjelasan tentang Wonomulyo tersebut diantaranya Desa

Wonomulyo dalam sejarah, pemerintahan Desa Wonomulyo dalam sejarah, dan kondisi

sosial masyarakat Desa Wonomulyo. Aspek sejarah penulis masukkan dalam penjelasan ini

karena hal tersebut mendukung tentang informasi yang penulis gali mengenai transformasi

kelembagaan BPD dan Kepala Desa di Wonomulyo.

Gambar 1: Gerbang Desa Wonomulyo

Sumber: Dokumentasi penulis (2017)

4.2 Pemerintahan Desa Wonomulyo

Sebelum pada akhirnya bergabung menjadi satu desa bersama desa Wates, desa

Ngrobyong merupakan desa yang membentuk satuan hukum sendiri. Satuan hukum sendiri

itu yang membuat desa ini kemudian menjadi satu desa dengan satu pemerintahan yang

mereka laksanakan dan aturannya mereka tetapkan sendiri pula. Sebagai desa tua yang

47

Page 63: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

menjadi cikal bakal Desa Wonomulyo, desa Ngrobyong lebih kaya sejarah. Sejarah

Ngrobyong tersebut juga mampu melengkapi bagaimana proses berdirinya sebuah

pemerintahan desa di desa Ngrobyong yang kemudian menjadi Wonomulyo.

Pemerintahan desa Ngrobyong sebelum mengenal istilah pemilihan kepala desa, desa

ini dipimpin oleh orang yang kuat pada masa itu. Pemimpin desa di desa Ngrobyong

dinamakan Petinggi. Orang kuat ini dimaksudkan orang yang memiliki kapasitas untuk

mengendalikan masyarakat desa yang komunal. Meskipun kondisi sosial masyarakat desanya

masih cenderung sederhana danbelum bercampur oleh budaya- budaya dari luar. Kondisi

itulah yang membuat posisi Petinggi desa menjadi tokoh sentral yang sulit terbantahkan oleh

masyarakat lain. Namun bukan berarti bahwa Petinggi desa pada masa itu bersifat autokratis,

karena meskipun yang ditetapkan sebagai Petinggi adalah masyarkat yang kuat,

penetapannya tetap berjalan berdasarkan musyawarah bersama masyarakat. Seperti yang kita

ketahui bahwa musyawarah mufakat merupakan kerifan lokal bangsa Indonesia yang telah

berlangsung beratus- ratus tahun lamanya.

Masa jabatan seorang Petinggi pada masa itu bersifat tidak mengikat, kepemimpinan

dapat berganti berdasarkan kesadaran individu Petinggi desa tersebut. Kepemimpinan desa

biasanya diturunkan kepada keturunannya karena trah pemimpin telah dianggap mampu

mengalir menurut darah daging. Jadi, anak seorang pemimpin desa pada umumnya telah

memperoleh legitimasi secara instan. Bukan berarti masyarakat desa apatis dengan

pemerintahan desa pada saat itu, jikalau keadaan keturunan pemimpin desa dianggap tidak

mampu meneruskan kepemimpinan maka tokoh desa lain yang dianggap mampu akan

ditetapkan secara musyawarah. Pada masa itu semua keputusan kepemimpinan

Petinggidilaksanakan secara musyawarah.

Page 64: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Meskipun penulis mengungkapkan sebagai pemerintahan desa, namun pemerintahan

desa pada saat itu tidak seperti pemerintahan desa yang terlaksana secara formal seperti yang

kita bayangkan saat ini. Hal itu dikarenakan kuantitas masyarakat desa yang pada saat itu

masih sangat sedikit dan antara warga desa satu dan desa lain mempunyai ikatan emosional

yang sangat kuat. Pemimpin desa menjadi pemerintah tunggal dan tidak pernah mengangkat

perangkat desa lain karena asas gotong royong, musyawarah, dan kepercayaan mampu

menyelesaikan segala permasalahan yang ada di desa.

Setelah kolonial mengenalkan sistem pemilihan umum, barulah kepemimpinan desa

didemokratisasi. Secara substansi pemilihan dilaksanakan pada zaman dahulu sampai saat ini

cenderung sama. Menurut keterangan Slamet sebagai pemuka agama Desa Wonomulyo

sekaligus sesepuh desa,pada masa lampau sistem pemilihan dengan memasuki bilik- bilik

sudah terlaksana. Pelaksanaan pemilihan kepala desa namun dilakukan dengan sederhana,

bilik yang dipergunakan adalah kamar rumah warga yang kemudian bambu sebagai kotak

suara. Teknis pelaksanaannya sangat mirip dengan pemilihan umum pada saat ini penduduk

datang kemudian mengantri untuk memilih. Berbeda dengan saat ini, suara yang digunakan

untuk memilih adalah batang lidi kemudian dimasukkan kedalam kotak suara yang telah

terbuat dari bambu. Jika calon kepala desa lebih dari dua maka, kotak suara dibedakan

menggunakan lembang- lambang sederhana. Lambang yang digunakan seperti buah nanas,

semangka, atau buah yang lain dan dipilih berdasarkan kesepakatan.

Petinggi pertama yang terpilih di desa Ngroboyong pada saat itu adalah mbah Panud.

Istilah memanggil petinggi sebagai mbah adalah suatu bentuk menghormati petinggi sebagai

seorang tokoh yang disegani, meskipun pada saat menjadi Petinggi usianya belum memasuki

Page 65: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

tahap tua. Petinggi setelah mbah Panud yang terpilih kemudian Mbah Tun, Mbah Kamid,

Mbah Syariah kemudian dilanjutkan Mbah Yam.1

Mbah Yam merupakan saksi awal kepemimpinan Desa Wonomulyo sekaligus kepala

desa terakir sebagai desa Ngrobyong. Sedangkan desa Wates pada saat itu dipimpin oleh

mbah Derun. Pada awal masa penggabungan desa Ngrobyong dan Wates menjadi Desa

Wonomulyo, warga kedua desa sepakat bahwa pemilihan Petinggi dilaksanakan. Pelaksanaan

pemilihan kepala desa tersebut dengan menjadikan kedua petinggi desa tersebut sebagai

kandidat dalam pemilihan kepala desa. Setelah dilaksanakan pemilihan kepala desa kemudian

keluar pak Yamin sebagai kepala desa pertama di wilayah administrasi Desa Wonomulyo.

4.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Wonomulyo

Secara umum, Desa Wonomulyo merupakan desa yang mayoritas tanahnya terdiri

dari area persawahan dan perkebunan. Area perkebunan itu kemudian membuat mayoritas

masyarakat Desa Wonomulyo bekerja sebagai petani yang menurut data statistik kecamatan

Poncokusumo mencapai angka 70%.2 Sisanya, mata pencaharian masyarakat Desa

Wonomulyo adalah pedagang sebesar 12%, jasa 15%, dan pegawai negeri sipil atau abdi

negara sebesar 3%.3 Masyarakat Wonomulyo bertani mengingat tanah pertanian sangat subur

di desa ini dan masyarakatnya sangat sedikit yang berminat menjadi masayrakat urban.

Komoditas pertanian yang menjadi andalan masyarakat Desa Wonomulyo adalah

Jagung. Komoditas jagung hasil pertanian Wonomulyo bahkan telah menjalani ikatan

kerjasama bersama PT. Pioneer. Komoditas lain yang menjadi andalan Desa Wonomulyo

diantaranya cabai, tomat, kubis, dan cabai merah.4 Hasil sayuran yang telah dipanen dari

Desa Wonomulyo ini selain dipasarkan di pasar lokal juga dipasarkan di pasar Gadang.

1 Disampaikan oleh Bapak Slamet pada wawancara pribadi

2 Profil Kecamatan Poncokusumo diakses di http://poncokusumo.malangkab.go.id/?page_id=5 pada 9 Juli 2017

pukul 01.18 WIB. 3 Ibid,

4 Ibid,

Page 66: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Melihat kondisi Desa Wonomulyo yang seperti itu, Wonomulyo dapat dikatakan kontributor

besar dalam ketahanan pangan Kabupaten Malang dan sekitarnya.

Sebagai desa dengan karunia kesuburan tanah dan potensi perkebunan yang

melimpah, Desa Wonomulyo juga mengembangkan hasil perekbunan dengan bentuk olahan

lain. Olahan- olahan yang banyak diproduksi masyarakat Desa Wonomulyo diantaranya

adalah sari apel, keripik singkong, dan tahu. Masyarakat yang mempunyai usaha bisinis

olahan makanan dan minuman jadi dari Desa Wonomulyo ini dikelola serius oleh pemerintah

desa dengan mendaftarkan mereka ke departemen kesehatan dan badan produksi obat dan

makanan (POM).

Bahan baku olahan- olahan makanan jadi yang diproduksi oleh UKM Wonomulyo

semuanya berasal dari hasil tanah Desa Wonomulyo. Hal tersebut merupakan upaya

pemerintah desa bersama masyarakat Desa Wonomulyo untuk mengangkat dan

mengembangkan hasil bumi desa mereka. Proses produksi yang dilaksanakan masayakat

meskipun berbentuk usaha rumahan namun sudah dilengkapi oleh alat yang semi modern.

Alat- alat tersebut merupakan hasil hibah pemerintah desa maupun hasil hibah pemerintah

kabupaten. Melalui cara- cara seperti itu, masyarakat desa lebih mampu mandiri dan mampu

memberdayakan sesama tanpa harus melalui proses urbanisasi seperti kultur masyarakat desa

berkembang saat ini.

Hal yang tak kalah penting dalam membahas kondisi sosial masyarakat Desa

Wonomulyo adalah situasi pendidikan dan kesehatan. Wonomulyo merupakan desa yang

masih cenderung rendah dalam angka pendidikan. Pendidikan terakhir mayoritas masyarakat

Desa Wonomulyo tempuh sampai tahun 2017 ini adalah SD (Sekolah Dasar). Angka lulusan

SD sebagai pendidikan terakhir di Desa Wonomulyo mencapai 34%. Hal ini menunjukkan

bahwa pendidikan di Desa Wonomulyo belum sepenuhnya baik. Kondisi pendidikan tersebut

Page 67: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

diperburuk dengan masyarakat desa sisanya yang mencapai angka 28% bahkan tidak

menyelesaikan SD. Lebih sedikit sisanya sebesar 16% adalah lulusan SMP, 7% SMA, 4,7 %

SMK, dan 1,7 sisanya S1. Selain pendidikan, sesuatu yang tidak baik dan memerlukan

perbaikan di Desa Wonomulyo adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan desa yang

membuka praktik secara swasta hanya dalam angka 1 orang yang sangat kurang jika

dibandingkan dengan kebutuhan kesehatan masyarakatnya.

Hal tersebut diatas merupakan kondisi sosial dan ekonomi yang ada di Desa

Wonomulyo. Meskipun desa ini merupakan desa yang masih berkembang dan banyak

kekurangan, namun upaya dari pemerintah desa untuk itu tidak lah sedikit. Upaya- upaya

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terus diupayakan oleh pemerintah Desa

Wonomulyo. Hal tersebut membuat desa ini sangat eksotis dan akan menjadi desa yang

bergeliat dalam membangun ketahanan pangan.

Page 68: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI
Page 69: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB V

DINAMIKARELASI KEPALA DESA DAN BPD

Bab ini merupakan pembahasan mengenai dinamika relasi kelembagaan BPD dan

Kepala Desa Wonomulyo. Melalui metode analisis historical institutionalism penulis akan

menelusuri bagaimana transformasi kelembagaan BPD dan Kepala Desa dan seperti apa

mereka berelasi. Dalam bab ini penulis juga membahas tentang dinamika relasi keduanya

dianalisis menggunakan konsep relasi eksekutif dan legislatif. Bab ini merupakan tubuh dari

tulisan penulis berjudul “Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa” dengan studi kasus Desa

Wonomulyo.

5.1 Analisis Historical Institutionalism dalam Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa

Wonomulyo

Melalui analisis Historical Institutionalism,penulis mengkaji bagaimana proses dan

peristiwa temporal mempengaruhi asal usul transformasi BPDdalam Desa dan memiliki relasi

kepada Kepala Desa.Proses politik pembentukan BPD sebagai proses yang terstruktur, yang

secara tidak langsung mengandaikan eksistensi waktu dan ruang sebagai momen. Jadi,

institusi politik dalam bentuk apapun, dalam pandangan Historical Institutionalism, bukanlah

sesuatu yang natural keberadaannya.

Sebagai bentuk penjelasan kontinuitas pembentukan kelembagaan BPD penulis akan

menjelaskan proses sejarah dari BPD tersebut . Seperti yang peneliti historical

institutionalism lakukan, institusi dimaksudkan untuk menjadi sebuah alat yang dapat

melestarikan suatu kultur atau kebijakan. Penekanan path dependency adalah cara lain untuk

mengatakan bahwa dalam melakukan perubahan dalam sebuah institusi perlu

dilakukanadanya reformasi. Penulis berasumsi bahwa pendekatan historical institusionalism

yang komperhensif membantu dalam ekstrapolasi argumen yang meyakinkan. Historical

54

Page 70: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

institusionalism berfokus pada pengembangan kelembagaan dan perubahan yang terdiri dari

alat eksogen analitis (critical juncture dan path dependences).

5.1.1 Path dependencyPada Pengaturan dan Transformasi Kelembagaan BPD dalam

Pemerintahan Desa

Historical Institutionalismmemiliki gagasan dasar bahwa sebuah kebijakan mulai

ditentukan ketika institusi didirikan, atau ketika kebijakan tersebut diinisiasi, lalu menelusuri

seberapa berpengaruh kebijakan itu di masa berikutnya hingga sekarang. Inilah yang dikenal

dengan path dependency; ketika kebijakan pemerintah atau organisasi mulai dijalankan,

kebijakan tersebut akan cenderung tidak berubah dan seperti pada gagasan awalnya.

Kemunculan institusi publik sebagai otoritas politik pada suatu desa dapat dipahami dengan

memperhatikan sejarah dan perkembangannya. Keberadaan suatu lembaga sarat akan pola

yang sudah tertanam sebagai konstruksi oleh masa lalu. Kemunculan institusi baru dalam

desa dipicu karena perubahan waktu yang kemudian membuat kebutuhan dalam

pemerintahan desapun bertambah. Kenyataan tersebut sudah menjadi ketentuan natural yang

pasti dalam mendorong kemunculan satu lembaga yang memiliki otoritas dengan harapan

mampu mengatasi permasalahan dan persoalan. Lembaga tersebut diekspektasikan mampu

merealisasikan aspirasi masyarakat yang semakin berkembang pula. Berdasarkan yuridis

formal dan informal maka perkembangan BPD di Indonesia dapat ditelusuri melalui

implementasi berbagai produk perundang- perundangan yang mengatur tentang desa mulai

dari masa lampau hingga sampai hari ini.

5.1.1.1 Desa Pada Masa Pra Kolonial

Dalam memahami desa, dapat dimulai dengan memahami periwayatan pembentukan

desa yang menurut Soetardjo1mengemukakan bahwa sebenarnya kata desa ini hanya ada di

Jawa, Madura dan Bali. Di daerah Aceh masyarakat menyebut kesatuan hukum paling bawah

1 Soetardjo Kartohadikoesoemo, (1984), Desa,Jakarta: Balai Pustaka hlm 18-19

Page 71: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

“pedesaan” dengan gampong dan menasah. Berbeda lagi dengan daerah- daerah di

Minangkabau yang menyebut wilayah pedesaan dengan nama nagari, yang mana dilakukan

juga penggabungan- penggabungan wilayah nagari tersebut bernama luha. Pada daerah lain

seperti contoh di daerah Batak dusun digunakan untuk mengenal wilayah perdukuhan.

Sedangkan bentuk wilayah masyarakat hukum yang mirip desa ini dinamakan kuta, uta atau

huta.2 Pendukuhan lain yang merupakan masyarakat pertanian dinamakan banjar atau

jamban. Maka, di wilayah Simelungun, desa sebagai daerah hukum telah terdesak mati.

Desa dapat diartikan sebagai suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu

masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.3Dapat diartikan dalam

mendirikan sebuah desa adanya masyarakat dan wilayah tempat mereka diami merupakan

sesuatu yang mutlak. Alasan- alasan masyarakat tertentu berkumpul dan tinggal bersama

dapat ditelusuri melalui penamaan desa tersebut seperti desa Bonang, yang mana di daerah itu

banyak memproduksi Bonang. Istilah pembentukan desa itu dapat dikategorikan dengan desa

yang berdiri atas dasar bertempat tinggal bersama atau teritoriale rechtgemeenschappen.

Adalagi desa yang berdiri berdasarkan garis keturunan atau genealogische

rechtgemeenschappen. Istilah genealogische rechtgemeenschappen ini banyak ditemui di

daerah Batak dan Sulawesi dimana di Jawa, Bali, dan Madura hampir tidak pernah ada.

Kemudian secara politis desa ini merupakan wilayah yang seharusnya bersifat otonom

yang melakukan pemerintahannya sendiri yang dipimpin oleh seseorang yang berkuasa.

Berkumpulnya orang- orang menjadi suatu masyarakat dengan sendirinya menimbulkan

akibat- akibat lain. Hal ini kemudian membuat masyarakat desa sebenarnya membutuhkan

suatu hukum atau aturan yang mengatur mereka dalam bermasyarakat. Hidup bersama untuk

mengusahakan dan mempertahankan kepentingan bersama dalam masyarakat tentu memiliki

2 Ibid, hlm 19

3 Ibid.

Page 72: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dinamika tersendiri. Agar hal tersebut tetap berjalan dengan baik, adanya persetujuan positif

yang harus disengaja ditetapkan bersama atau aturan yang terjadi karena suatu kelumrahan

atau disebut dengan tata krama.

Pemahaman tentang pola relasi kuasa di desa pada masa pra kolonial imulai dengan

memahami pemahaman kekuasaan oleh masyarakat Jawa itu sendiri. Menurut Bannedict

Anderson budaya Jawa mengonsepsikan kekuasaan sebagai sesuatu yang konkret, homogen,

jumlah keseluruhannya selalu tetap, serta tidak mempersoalkan keabsahan.4 Konsep

kekuasaan dalam kejawen5 ini penting dipahami karena untuk mendasari pemahaman

“keyakinan” yang terdapat pada masyarakat Jawa tentang kekuasaan.

Bagi orang Jawa, kekuasaan itu adalah sesuatu realitas yang benar- benar ada.

Meskipun mereka memahami kekuasaan ini terletak dari luar tubuh mereka tapi mereka tetap

meyakininya. Oleh karena itu, kekuasaan itu dapat terwujud sebagai apapun yang berasal dari

alam seperti terdapat pada batu, pohon, awan, tanah, api, angin. Segalanya dari alam diluar

dirinya dipercaya mampu memiliki suatu kuasa yang hebat. Budaya jawa memahami dengan

mengkonversikan bentuk kekuasaan itu dalam bentuk energi, daya, tenaga atau kekuatan

yang tidak bisa diraba.6 Oleh karena itu kekuasaan juga bersifat misterius, sebab kekuasan

juga mengandung sifat ketuhanan yang dapat menghidupkan alam semesta.

Sebelum Islam dan agama- agama samawi7 masuk ke pedalaman Jawa, sudah ada

orang yang meninggalkan sinkretisme ortodoks untuk menekuni aliran ritual baru, dan

mengagungkan tokoh- tokoh penyelamat.8Pada masa lampau, aturan- aturan yang kemudian

menjadi hukum ini dilegitimasi oleh penguasa, namun mereka tetap tidak mengabaikan

4 Maryam Budiaro, hlm 51-52

5Istilah yang digunakan untuk sesuatu yang kental dengan budaya Jawa

6 Syahbudin Latif, (2000) , Persaingan Calon Kepala Desa di Jawa, Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo hlm

10 7 Agama yang dipercayai sebagai mukjizat yang turun dari langit. Agama ini dipercaya ajaran - ajarannya

merupakan suatu keniscayaan yang turun langsung dari Tuhan. 8Denys Lombard (1996) Nusa Jawa: Silang Budaya Warisan Kerajaan- Kerajaan Konsentris, Jakarta: Gramedia

Pustaka hlm 24

Page 73: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

legitimasi atas nama kepercayaan atau Tuhan. Pengertian tentang Tuhan dan tentang Dia

yang berkuasa atas semesta merupakan sesuatu pemahaman yang fundamental yang

dipahami. Nilai- nilai ketuhanan tersebut yang kemudian membuat suatu keyakinan akan

kebaikan, keadilan, belas kasih yang disampaikan oleh orangtua mereka. Penyampaian ajaran

Tuhan yang diajarkan oleh orang tua pada masa lampau cenderung berbentuk suatu

pengekangan yang kemudian lama kelamaan menjadi mitos atau takhayul yang berkembang

di suatu masyarakat tertentu.

Melalui pemahaman tentang kekuasaan yang bersifat konkret dan berasal dari luar

dirinya itulah yang kemduian kekuasaan merupakan sesuatu yang manifes, terwujud dan ada.

Pemahaman itu disinyalir membentuk sikap masyarakat Jawa yang kemudian membentuk

sikap rakyat yang sangat loyal kepada raja. Hal tersebut dikemukakan sampai menjadi sebuah

pepatah jawa “nderek karsa dalem” yang berarti terserah dengan apa yang dikehendakkan

raja. Sehingga bukan sebuah kekeliruan jika dikatakan bahwa raja- raja Mataram adalah

pembentuk undang- undang, pelaksana undang- undang, dan hakim sekaligus.9 Menurut

Moedjanto kekuasan raja sangat besar itu biasanya dinyatakan dalam istilah “wenang wisesa

ing sanagari”.

Budaya jawa juga memahami Raja yang pada saat itu adalah sebgai wakil Tuhan.

Keyakinan bahwa seorang raja adalah wakil Tuhan yang ada di bumi ini kemudian membuat

kekuasaan raja bersifat absolut. Seperti contoh pada masa kerajaan Mataram dimana Senapati

yang merupakan pendiri kerajaan Mataram adalah keturunan langsung Nabi Adam ke 52.

Klaim tersebut dilakukan jelas merupakan upaya religius agar keberadaannya mendapatkan

sebuah legitimasi yang bersifat spiritual dan legitimasi tertinggi berasal dari Tuhan. Menurut

Moedjanto tindakan itu perlu dilakukan Senapati karena dirinya menyadari bahwa dirinya

9 Syahbudin Latif (2000), “ Persaingan Calon Kepala Desa di Jawa”, Kogjakarta: Media Pressindo hlm 11

Page 74: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

sesunguhnya hanyalah keturunan petani, keturunan kebanyakan rakyat jelata.10 Oleh karena

itu agar dapat diterima banyak orang dirinya membuat cerita seolah- olah dia adalah utusan

pemegang segala kuasa diatas semua kuasa yaitu Tuhan.

Kerajaan Mataram Islam sebagai kerajaan yang mempengaruhi secara tidak lansung

masyarakat Poncokusumo. Pada masa kerajaan Mataram Islam para penguasa lokal (bekel

atau kepala desa) diwajibkan menyerahkan upeti kepada raja sebagai penguasa pusat. Bentuk

upeti ini bisa berupa uang , barang- barang maupun tenaga. Sementara seorang kepala desa

juga memperoleh upeti dari rakyatnya berupa bantuan tenaga kerja untuk kepentingan pribadi

kepala desa, seperti kuduran. Selanjutnya jika seorang raja dikelilingi oleh para patih,

bendahara, sentana, serta punggawa kerajaan. Maka kepala desa pun memiliki pembantu-

pembantu yang dikenal akrab dengan istilah cari, kamituwo, ulu- ulu, kebayan, modin, dan

lain- lainnya.

5.1.1.2 Masa Kolonial

Supaya pemerintahan Belanda dapat menjalankan penarikan pajak yang memperluas

penerapan hukum mereka, kampung- kampung kecil yang sebelumnya berdiri sendiri

dikelompokkan menjadi suatu kepemimpinan yang terpusat.11 Pada tahun 1809 Gubernur

Jendral Daendels sebagai utusan Belanda tertinggi di tanah Jawa memerantahkan agar suatu

wilayah desa yang besar terbagi menjadi 10 rumah tangga, tidak boleh memiliki lebih dari

dua pemimpin, satu Koewu atau Mantri (Sekretaris) dan satu Prentas, Petinggi, atau Loerat

(Kepala Desa).12 Hal tersebut dapat menjadikan gambaran bagaimana pemerintahan Belanda

pada masa itu. Seluruh pejabat desa tersebut dipilih oleh Belanda berdasarkan strata sosial.

Pada masa itu seorang peladang dan petani selamanya tetap menjadi buruh tani yang tenaga

10

Moedjanto, (1987) hlm 26 11

Ibid, 12

Opcit Klein dalam Hans Antlov, hlm 28

Page 75: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

nya diperas yang mempercuram ketidakadilan sosial yang sebenarnya sudah terjadi sejak

masa kerajaan.

Seperti adanya di tiap- tiap negeri yang dijajah oleh bangsa asing, maka di Inondesia

sejak datangnya kekuasaan Belanda timbulah perjuangan antara hukum asli dan hukum

asing.13 Manusia di Indonesia secara khusus di Jawa pra kolonial meskipun tidak pernah

teradministrasi, namun nalurinya dalam hidup bermasyarakat tetap berkehendak meskipun

dengan caranya sendiri. Hal demikian sudah berlangsung selama berabad- abad lamanya.

Sedangkan bangsa Belanda yang memplokamirkan penguasa baru atas tanah Jawa.

Kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus mengikuti tata- cara yang telah ditetapkan

oleh Belanda dimana hukum yang telah mereka tetapkan di negerinya kemudian dibawa ke

tanah Jawa dengan segala represifnya.

Pada masa permulaan waktu Vereenigde Oost Indische Companie(VOC) masih

berkuasa di Jawa mereka hanya menjalin hubungan dengan para reganten (bupati) tidak

langsung dengan pemerintah desa. Barulah oleh Gubernur Jendral Daendels pemerintahan

desa disebutkan dalam surat tentang sataat der N.O.I Bezittingen bahwa “pemerintah desa

terdiri dari distrik- distrik dan desa- desa yang besar di pegang oleh demang atau groot

mantrie dan pemerintahan atas desa- desa yang kurang penting diserahkan kepada mantri

sedang desa- desa yang kecil pemerintahannya diserahkan kepada klein mantrie atau lurah

yang memegang kekuasaan yang tidak berarti”. Dalam surat itu disebutkan juga bahwa

kepala desa berganti setiap setahun sekali. Kemudian Daendels mengeluarkan surat pada 17

November 1808 kepada minister van Koophandel en Koloniel (menteri urusan daerah

jajahan)yang bermaksud ingin merubah pengangkatan seluruh pejabat yang mengepalai

pemerintahan masyarakat terkecil langsung oleh gubernur jendral.

13

Opcit Soetardjo Hadikusumo., hlm 111

Page 76: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Dimulai pada abad 18 bangsa Belanda memaksa bangsa Jawa untuk menanam

kopi.Pertanian kopi ini dilaksanakan oleh para petani yang dibawah pengawasan langsung

pejabat pribumi dan bangsawan. Para petani Jawa dipaksa meladeni kebutuhan pasar bangsa

Eropa. Kopi yang pada umumnya tidak dapat tumbuh di lahan padi, maka penanaman kopi

jauh dari pemukiman dimana hutan yang letaknya tinggi belum dimanfaatkan. Hutan ini

kemudian dibuka menjadi lahan pertanian dan ditanami secara kolektif namun tidak secara

komunal. Tanam paksa ini mendatangkan sukses yan besar karena pertanian kopi adalah

sektor yang paling gemuk dalam pemasukan bangsa Hinda- belanda. Adanya tanam paksa ini

namun juga memberikan sejumlah dampak di kehidupan desa dan pemerintahan di desa.

Tanam paksa membuat kekuasaan para bangsawan lokal dan elit desa semakin

meningkat. Penarikan pajak dan pertanian kopi merupakan tanggung jawab para bangsawan

dan bawahan mereka. Para pejabat desadiberi hak mengontrol pertanian kopi, menarik pajak

dalam bentuk uang maupun barang, dan memerintah penduduk mengikuti kerja paksa. Para

pejabat desa seringkali dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Kepala desa memiliki

penghasilan dari berbagai sumber seperti zakat, pajak tanah, keuntungan kerja paksa, dan

presentasi dari panen kopi. Kepala desa dan bangsawan lokal dinyatakan sebagai wakil

pemerintah kepada seluruh penduduk masyarakat14. Bila terjadi benturan antara pemerintah

dan masyarakat, para pejabat desa seringkali membela kepentingan penguasa dan Belanda.

Hal tersebut membuat para pejabat desa sering terlibat permusuhan dengan penduduk.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa keadaan birokrasi pada saat itu sangat berpihak dan

menyatukan diri dengan para penguasa yang lebih tinggi untuk memepermudah dalam

memperoleh legitimasi kekuasaanya.

Kepemimpinan resmi di tingkat desa seringkali menghadapi banyak kesulitan dalam

menggalang kerjasama antar kampung. Menjalankan kekuasaan desa adalah sama sekali tidak

14

Ibid,

Page 77: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

gampang. Desa hanya merupakan unit administrasi dan peran kepala desa adalah untuk

menjalankan keputusan- keputusan para penguasa yang disalurkan melalui para birokrat

bumiputra.15 Pada umumnya sangat sukar mendirikan mendirikan satu dewan yang mewakili

seluruh desa.16 Setiap kampung yang terdiri dari beberapa rumah tangga mempunyai

wakilnya sendiri- sendiri yang terdiri dari para bumi dibawah bimbingan sesepuh kampung.

Hingga bangsawan dengan kekuatan kekuasaan yang bersumber dari penguasa yang lebih

tinggi. Adalah dewan dan para sesepuh di masing- masing kampung yang merupakan wakil

para penduduk.

Pada masa tradisional dimana institusi publik yang memiliki kapasitas secara politik

menjadi “wakil” masyarakat dalam tatanan pemerintahan desa belum terinstitusi secara

formal. Namun sebagai masyarakat yang komunal wakil dari masyarakat ini tetap dibutuhkan

entah sebagai wakil yang sesungguhnya atau sebagai alat dalam pelegitimasi kekuasaan

penguasa lokal. Dapat di identifikasikan bahwa sesepuh desa dan pada saat itu adalah wakil

masyarakat itu. Meskipun posisinya lebih eksklusif dan cenderung berpatron, namun adanya

dewan desa dapat ditelusuri mulai dari sini hingga terbentuklah aturan formal yang mengatur

perilaku masyarakat yang menjadi institusi itu.

Baru pada masa kolonial di bawah kepemimpinan Raffles diperkenalkanlah sistem

pemilihan umum untuk memilih kepala desa. Pemerintahan Raffles berlangsung selama 15

tahun yang dimulai pada tahun 1811 hingga 1816. Masa tersebut adalah masa peralihan awal

pemerintah dari Belanda ke Inggris. Inggris dibawah kepemimpinan Raffles

kemudianmengadakan penelitian lebih lanjut tentang sifatnya pemerintahan desa yang

hasilnya sangat dikagumi oleh Inggris. Dalam Revenue Instruction yang diterbitkan Inggris

pada tanggal 11 Februari 1814, Inggris menekankan beberapa hal yang sebelumnya telah

15

Van Marle dalam Antlov hlm 31 16

Ibid Van Vollenhoven dalam Antlov

Page 78: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dilakukan di Jawa dan perlu adanya penegasan lebih lanjut.17 Diantaranya kepala desa adalah

kepala pemerintahan yang dipilih berdasarkan kepercayaan penduduk sekitar atau dipilih

secara langsung dan segala upaya Inggris berkomitmen untuk memperkuat sistem itu.

Pada hasil itu kepala desa adalah seseorang yang mengepalai struktur pemerintahan

desa. Selain menjalankan kekuasaan secara adminitratif dan politik dalam sehari- hari kepala

desa juga memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan masyarakat dan adat istiadat

lokal. Selain itu kekuasaan pemerintahan desa juga diwewenangkan kepada dewan, dimana

anggotanya berdasarkan bagian dari lapisan masyarakat yang lain. Inggris menemukan fakta

bahwa kondisi ini yang sebenarnya adalah kearifan lokal desa yang mereka bentuk sendiri

jauh sebelum kolonial ada. Sistem yang sudah cenderung rapi dan dapat mensejahterakan

tersebut itulah yang Inggris anggap perlu untuk lebih ditata dan dikuatkan secara sistem.

Dalam aturan yang bernama reglement op het beter beleid der Justitie yang ditetapkan pada

tanggal yang sama juga mengatur bahwa kepala desa juga sebagai polisi negeri.

Dalam revenue instructionyang disebutkan dalam pasal 14 yang berbunyi sebagai

berikut; “Demikianlah maka kepala desa18 diserahi kewajiban yang berkenaan dengan

pendapatan dalam desanya, dan kewajiban yang dapat ia kerjakan lebh baik dari siapapun

juga, berhubungan dengan pengaruh pribadinya dan pengertiannya tentang keadaan khusus

penduduk desanya”. Adapun kepala desa itu ditaruh di bawah perintah districtshoofd.

Districtshoofd adalah kepala desa yang memakai nama jabatan wedono. Kepala daerah

kordinasi desa yang memakai nama jabatan penatus dikemudian hari namanya diganti

menjadi asisten-wedana dan daerahnya dinamakan onderdistrik. Menurut bentuk asli daerah

yang dinamakan onderdistrik ini adalah wilayah yang sebelumnya dinamakan monco-pat dan

monco-limo desa.

17

Ibid Soetardjo, hlm 185 18

Berlaku juga dengan jabatan tinggi yang dikenal dengan istilah lain seperti bekel, lurah atau lain- lain

tergantung penamaan yang diberikan oleh tiap adat

Page 79: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Setelah kolonial Inggris menyerahkan tanah jajahannya kembali kepada Belanda,

kemudian Belanda memperkuat sistem itu. Meskipun tidak diterapkan secara utuh namun

aturan itu tetap menjadi pegangan Belanda. Salah satu aturan yang menjadi produk Belanda

adalah bahwa penetapan kepala desa harus disahkanoleh “residen”. Untuk menjaga agar

residen tidak berlaku sewenang- wenang maka dibuat lagi aturan jika residen menelok sebuah

pengesahan dengan suatu masalah tertentu, maka maslaah tersebut bisa dilaporkan langsung

kepada gubernur jendral.

Proses pemilihan dilakukan dengan berbagai cara- cara sederhana mulai dari tunjuk

jari hingga proses yang dinamakan wiwinan.19 Proses pemilihan terbuka model ini dibuat

agar para calon pemimpin mengetahui secara nyata kesetiaan rakyatnya. Para rakyatpun tidak

dimungkinkan berhianat atau membelot dalam pemilihan karena ada proses pengawasan yang

disaksikan secara langsung. Sesuai penelusuran kebudayaan Jawa bahwa seorang yang telah

menyatakan dirinya menghamba pada seseorang entah pada raja atau orang kaya mereka akan

sangat loyal. Pada masa kolonial berhasil memenangkan posisi kepala desa adalah suatu

pencapaian yang sangat bergengsi.

Persamaan itu mempunyai kecenderungan bahwa seorang pengusa baik raja ataupun

kepala desa selalu mencari kekuatan legitimasi kedudukannya dengan cara mengaitkan

dirinya secara genealogis dengan pemegang kekuasaan lebih tinggi.20 Pada usaha untuk

memperoleh kekuasaan apa yang diyakini mereka mempunyai kekuatan akan didatangi.

Dalam usaha memperoleh kekuasaan apa yang dilakukan oleh raja- raja dahulu tetap

dilakukan oleh para calon kepala desa. Selain bentuk fisik yang berupa dukungan dari

masyarakat dukungan spiritual tetap mereka percaya sebagai invisible hand yang memiliki

kekuatan diluar kebatasan manusia. Usaha tersebut dapat didapat melalui kegiatan yang

19

Proses penentuan dalam istilah jawa dimana suaranya dilakukan dengan cara rakyat duduk dibelakang calon

pemimpinnya masing-masing mebentukan sebuah barisan. Barisan yang paling panjanglah yang pada akhirnya

akan menang dan menjadi pemimpin desa tersebut selanjutnya. 20

Syahbudin Latif (2000), “Persaingan calon Kepala Desa”, Jogjakarta: Media Pressindo hlm 14

Page 80: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

berbentuk puasa, bersemedi khusyuk hingga tidak tidur (lek- lekan), dan mempersembahkan

berbagai sesaji yang telah dibacakan mantra tertentu. Bentuk sesaji tersebut dapat berupa

makanan atau sesembahan yang diyakini dapat menambah nilai kekhusyukkan akan “ibadah”

yang mereka lakukan.21

Pergantian kepemimpinan melalui pemilihan kepala desa merupakan titik awal nafas

demokratisasi desa dihembuskan namun, dalam implementasinya banyak dinamika yang

terjadi dalam hal memperebutkan kekuasaan. Persaingan dalam pencalonan kepala desa pada

masa itu di Jawa terjadi sangat ketat. Segala upaya dilakukan oleh para calon kepala desa

dalam rangka mengumpulkan partisipan sebagai membesarkan suara. Bahkan kekerasan pun

diupayakan yang kemudian membutuhkan modal yang cukup tinggi. Hal tersebutlah yang

membuat tidak semua orang mampu mencalonkan diri sebagai kepala desa yang membuat

desa kembali dikuasai oleh para elit.

Pada masa kolonial Inggris yang dipimpin Raffles pemilihan kepala desa yang

dilaksanakan secara langsung ini sebenarya adalah upaya untuk membuka peluang seluruh

lapisan masyarakat masuk dalam perpolitikan desa. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa

sebelumnya desa dibawah kekuasaan bangsawan dan birokrat pribumi justru malah menindas

masyarakat umum. Dibawah pembodohan kolonial Belanda, hal tersebut dilakukan demi

mempermudah pengawasan masyarakat yang telah dikuasi pribumi di bawah patron mereka.

Oleh karena itu, pemilihan langsung diterapkan agar kondisi sosial jawa dapat berubah

menjadi lebih sejahtera melalui upaya demokratisasi tersebut. Pejabat desa beserta

birokratnya pun diharapkan berwenang sebagai “wakil” masyarakat.

Mekipun sejak Letnan Gubernur Jendral Raffles pada tahun 1817 telah membuat

kebijakan bahwa desa- desa di utara pula Jawa22 menjalankan hak otonomi penuh dengan

21

Anderson, (1987) hlm 53 22

Atau dalam kondisi saat ini adalah desa desa di Pantai Utara Jawa (Pantura)

Page 81: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

berkuasa memilih kepalanya sendiri. Setelah kekuasaan Ingris jatuh pada Belanda kembali

hal tersebut baru di sahkan menjadi perundang- undangan pemerintah setelah tiga puluh tujuh

tahun (37) kemudian. Perundang- undangan tersebut baru disahkan pada tahun 1854.

Pada pengertian otonomi menurut tradisi hukum tatanegara Eropa, maka desa di

Indonesia sebagai daerah hukum paling tua menjalankan otonomi yang sangat luas. Bahkan

lebih luas dari wilayah hukum diatasnya yang menyusul dikemudian hari baik desa yang

dibentuk secara sukarela maupun desa yang pembentukannya atas paksaan pihak yang lebih

kuat. Meskipun demikian desa di seluruh Indonesia masih berwenang menentukan mati

hidupnya desa mereka sendiri. Berwenang menetapkan wilayah dan batas- batas desa mereka

sendiri. Juga berwenang menetapkan tata pemerintahannya sendiri.

Pada zaman itu Pemerintahan Desa terdiri dari kepala desa yang dibantu oleh parentah

desa.23 Parentah desa ini jika diadaptasi dengan bahasa Indonesia merupakan pemerintah

desa. Hal tersebut diatur dalam undang- undang tahun 1906 yang menatur pemerintahan desa

di Jawa dan Madura. Satu hal yang perlu dimaknai bahwa pemerintah desa yang terjadi pada

sat itu bukan merupakan pemerintah desa yang terstruktur dan terlembaga seperti saat ini.

Mereka tidak lain merupakan para orang- orang desa yang terpandang dan

dianggapberkapasitas dan tentunya mempunyai kekerabatan oleh kepala desa. Parentah desa

ini memiliki status sosial yang tinggi diantara masyarakat desa yang lainnya. Kedudukannya

merupakanwakil dari kepala desa yang tidak mungkin mampu mengatasi persoalan desa

secara individu.

Pada struktur sosial desa, parentah desa memiliki akses- akses istimewa yang tidak

mungkin didapatkan oleh masyarakat biasa. Diantara contoh akses istimewa tersebut salah

satunya adalah adanya sawah yang dikelola secara giliran (comunal) dengan parentah desa

lain. Namun pengaruhnya lebih besar daripada mayarakat yang memiliki hak tanah secara 23

Ibid Soetardjo, hlm 191

Page 82: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

perorangan yang menjadi pertanda tingkat klasifikasi sosial masyarakat di tanah Jawa pada

umumnya. Jumlah parentah desa pada tiap desa berbeda- beda namun biasanya tidak lebih

dari sepuluh anggota. Menjadi anggota parentah desa sebenarnya hanya merupakan suatu

bentuk kebanggaan dan kehormatan atas individu yang menjabatnya. Hal tersebut

dikarenakan untuk bergabung bersama parentah desa ini harus mampu menerima konsekuensi

atas beban tanggung jawab yang tidak berbanding lurus dengan keuntungan yang didapat.

Warga desa penuhadalah warga desa yang mereka mempunyai pekarangan dengan

rumah dan tanah pertanian (sawah). Mereka dikatakan warga desa penuh karena mereka telah

memegang hak dan kewajiban secara penuh. Mereka yang berasal golongan penuh dan

kemudian termasuk keturunannya yang berhak atas tanah tersebut di desa akan disebut

pinitua atau Tetuo Deso. Tetuo deso bisa juga disebut dewan pertimbangan dalam

pemerintahan. Disebut dengan dewan pertimbangan karena meskipun kepala pemerintahan

dipegang oleh seorang kepala desa, kepala desa selalu meminta pertimbangan dalam

mengambil keputusab strategis.

Tetuo Desodalam desa lain juga disebut dewan morokaki ini juga memiliki wewenang

untuk melakukan pengadilan desa. Konflik desa yang telah menjadi hal yang klasik seperti

konflik sengketa pertanahan, pembagian air irigasi adalah hal yang sangat wajar. Anggota

Tetuo Deso ini dipilih berdasarkan mereka yang mempunyai pengalaman dalam urusan tanah,

air dan pertanian. Oleh karena itu mereka dianggap ahli dan berkapasitas pada urusan- urusan

tersebut. Urusan mereka tentang hal- hal tentang tanah, perairan, dan hal- hal yang riskan

sengketa di desapusan sudah dianggap selesai. Jadi mereka dianggap sebagai golongan yang

bisa netral karena sudah tidak memiliki kepentingan yang lain.

Kehadiran dewan morokaki atau tetuo desa ini dapat diasumsikan sebagai adanya

dewan dalam masyarakat yang terinstitusi. Meskipun institusinya masih terinstitusi secara

Page 83: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

tidak formal, namun keberadaan mereka mirip seperti keberadaan BPD sebagai badan

permusyawaratan. Dewan tetuo desa ini berwenang memberi pertimbangan dalam hal

pemerintahan yang kemudian diputuskan dengan permusawarahan atau rapat desa. Hasil

permusyawarahan itu yang kemudian menjadi keputusan tertinggi yang harus dihormati oleh

warga desa.

Penyelenggaraan rapat desa ini dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di

desa. Diantara susunan rapat desa tersebut adalah;24

Pertama : Kepala Desa

Ketua : Tetuo Deso

Ketiga : Parentah Desa

Keempat : Warga Desa

Kelima : Mantan- mantan kepala desa yang turun secara terhormat

Keenam : Orang- orang penting (kyai, guru agama dan lain sebagainya)

Struktur rapat desa ini dapat diperhatikan adalah sebagai suatu majelis yang menjadi

suatu forum tertinggi pada pemerintahan desa. Sebagai desa yang terbentuk secara tradisonal

dan tidak teradministratif sebenarnya telah didasarkan pada proses yang berasaskan

demokrasi. Dapat dikatakan kepala desa sebagai pemegang wewenang dalam melaksanakan

pemerintahan sebagai lembaga eksekutif. Kemudian Tetuo Deso sebagai lembaga yang

memutuskan suatu sengketa atau konflik dapat diartikan sebagai lembaga yudikatif. Undang-

undang yang pada negara demokrasi dilakukan oleh lembaga legislatif, sedangkan di desa

rapat desa adalah legislatif itu.

Jika dianalisis menggunakan sistem pemerintahan desa saat ini, rapat desa ini adalah

lembaga permusyawaratan yang saat ini bernama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

24

Soetardjo Kartihadikoesoemo, (1984), Desa, Jakarta: Balai Pustaka

Page 84: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Meskipun dalam sistem Jawa lampau rapat desa ini tidak terlembagakan, atau tidak dibentuk

suatu lembaga khusus yang berkapasitas dalam mewadai suatau musyawarah, BPD pada

masa itu adalah masyarakat dari berbagai lapisan itu. Tidak adanya suatu lembaga khusus

yang dibentuk untuk menjadi wadah dalam bermusyawarah ini karena kepercayaan mereka

dengan tokoh desa masih sangat tinggi. Sesepuh atau tetuo deso yang dianggap mampu

menjadi penengah dalam segala konflik ini meskipun dapat diartikan sebagai lembaga

peradilan, namun keberadaannya dalam memberi keputusan dan memberi kontrol oleh kepala

desa adalah konkrit. Lalu bagaimana orang desa yang kuno dan tradisional mampu mengenal

prinsip pemisahan kekuasaan seperti yang di kemukakan oleh Montesquiue? Menurut uraian

diatas dapat dikatakan bahwa warga desa di Jawa kuno menggunakan prinsip demokrasi yang

dilandaskan langsung atas kepercayaannya dengan nlai- nilai ketuhanan.

Masa pemerintahan kolonial Belanda, rapat desa diatur dalam Staatsblad tahun 1903

nomor 83.25 Dalam aturan tersebut memberi keharusan kepada kegiatan- kegiatan penting

yang berkenaan dengan rumah tangga desa wajib diadakan rapat desa dan jika yang dibahas

mengenahi perdukuhan diadakan rapat dukuh. Menurut aturan ini pula bahwa seluruh warga

desa berhak hadir dalam rapat desa ini. Oleh karena itu rapat desa ini harus bersifat gratis dan

bebas pungutan apapun agar masyarakat bersedia hadir dan menyampaikan pendapat mereka.

Jadi rapat desa ini berjalan semestinya bukan hanya kepala desa dan parentah desa. Lacuelle

menyampaikan bahwa yang menentukan keputusan sebenarnya bukan kepala desa namun

rapat desa yang telah dihadiri kepala desa sendiri.

Dalam catatan yang disampaikan Laceulle hal ini juga mencegah adanya keputusan

sewenang- wenang (autokratis) yang terjadi pada kepala desa. Ketentuan yang tertuang dalam

25

Ibid Soetardjo Kartohadikoesoemo, hlm 221

Page 85: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Indische Gementee Ordonnantie (IGO).26 Pada kenyataannya aturan IGO ini hanya memutar

usaha untuk memutar balikkan isu tentang sebuah kesewenang- wenangan. Seperti yang telah

disampaikan diatas bahwa sesungguhnya kepala desa itu bukan seorang atau individu yang

kemudian dicetak menjadi seorang yang autokratik, namun kemudian adanya tekanan yang

sangat besar dari Belanda. Tekanan dari Belanda atas penduduk kepada kepala- kepala tidak

hanya kepala desa saja termasuk juga bupati. Tindak tanduk mereka serba diawasi olehaparat

Belanda seperti tentara- tentara dan para polisi. Maka para kepala- kepala itu lambat laun

menjelma menjadi perseorangan yang autokratis terhadap masyarakat dan terhadap

kekuasaan mereka.

Sebagai kesimpulan sederhana kondisi pemerintahan pada masa kolonial pemisahan

kepala desa dari penduduk desa mengakibatkan munculnya kekuasaan yang administratis dan

otoriter.27 Kekuasaan para kepala desa tidak terletak pada kontrol terhadap tanah komunal,

tidak pada penguasaan simbol- simbol sumberdaya yang penting, dan juga tidak pada posisi

sebagai sesepuh desa. Kepala desa tidak lebih sebagai posisi yang hanya merepotkan dirinya

sendiri sebagai orang yang berkewajiban mengurus keperluan- keperluan administratif

penduduk desa. Kepemimpinan lebih bersifat otoriter dari pada moralistik. Lebih pada sistem

administratif dari pada kepentingan komunal, dan didasarkan pada hubungan dengan

penguasa yang lebih tinggi bukannya pada penduduk.

5.1.1.3 Masa Orde Lama

Pasca Indonesia merdeka pada tahun 1945 meskipun desa sudah ada namun,

pengaturan formal yang bersisat konstitutif belum termuat. Pengaturan tentang desa tidak

memperoleh pengaturan secara eksplisit yang membuat desa- desa di Indonesia tidak mampu

mengelola desanya dengan teratur, kecuali pada desa yang sudah mempunyai kesatuan

26

Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO), (1960), pada dasarnya bukanlah dasar dalam pembentukan desa

otonom, kecuali bentuk pengakuan atas entitas khas yang telah ada sebelumnya. Pengaturan inipun bersifat

terbatas bagi wilayah Jawa dan Madura 27

Ibid Antlov., hlm 32

Page 86: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

masyarakat hukum adat yang tumbuh kembangnya jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal

tersebut memberikan konsekuensi UU yang membahas desa menempatkan desa sebagai lokus

otonomi tingkat tiga. UU yang dimaksud UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 1 Tahun

1957 dan UU Nomor 19 Tahun 1965 dengan argumen bahwa desa dan segala entitasnya

adalah bagian dari sendi- sendi negara yang perluasan dan kedinamisan desa dibutuhkan

untuk mengupayakan kemajuan negara yang bersifat umum. Dengan dibentuknya UU Nomor

19 Tahun 1965 Tentang Desa Praja, semua peraturan perundangan yang berlaku sebelumnya

seperti IGOdan IGOB28dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan desa

praja adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak

mengurus rumah tangganya sendiri memiliki penguasa dan mempunyai harta benda sendiri.

Badan musyawarah desa praja adalah sebagai badan perwakilan dari masyarakat desa praja

dan cara pemilihan dan pengangkatan anggotanya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

Tingkat I.29

Sekalipun keinginan untuk meningkatkan desa memperoleh pijakan yang cukup,

namun keadaan sosiologis masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan masih belum

sepenuhnya siap. Terlebih isu komunismeyang menyebabkan konflik antara negara dan

masyarakat yang pada saat itu sangat mengganggu kestabilan secara umum seperti gerakan

30 September Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI). Tidak dipungkiri bahwa konflik

tersebut menghambat upaya terwujudkannya desa sebagai entitas otonom selain daerah

otonom tingkat satu dan dua. Pada akhirnya UU No. 19 Tahun 1965 ditinjau ulang selaras

dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 1966 tentang Penundaan Realisasi

Pembentukan Desa Praja.

28

Inlandse Gemeente Ordonantie Buitengewesteen (IGOB) merupakan revisi dari IGO yang meliputi pengaturan

desa-desa di luar Jawa dan Madura pada tahun 1938. Inilah yang kemudian menjadi dasar dalam konstitusi

dimana negara pada akhirnya mengakui dan menghormati satuan-satuan khusus yang telah ada jauh sebelum

Indonesia terbentuk. 29

Dasril Radjab,(2005), Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:Rineka Cipta, hlm. 144-145

Page 87: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Undang- undang nomor 19 tahun 1965 sebagai bentuk upaya pemerintah dalam

mempercepat terwujudnya daerah tingkat III. Seperi yang termuat dalam pasal satu (1) yang

menjelaskan tentang desapraja, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas- batas

daerahnya, berhak mengrus rumah tangganya sendiri dan mempunyai harta bendanya sendiri.

Jika dianalisis melalui bunyi pasal 1 ini terjelaskan bahwa Soekarno telah menyiapkan desa

sebagai desa yang mampu mengurus rumah tangganya secara otonom. Undang- undang ini

memberikan definisi yang lebih konkret dari apa yang telah ditentukan undang- undang

sebelumnya undang- undang nomor 22 tahun 1948. Pada undang- undang ini desa diberikan

pendefinisan yang lebih jelas tentang hak nya dalam mengatur rumah tangganya sendiri.

Pada masa orde lama, kelengkapan desapraja terdiri atas kepala desapraja, badan

musyawarah desapraja, petugas desapraja, pamong desapraja, panitera desa prajam dan badan

pertimbangan desa praja.30 Sebagai seorang kepala, kepala desa dari masa kolonial ke masa

Soekarno ini tetap merupakan seorang yang berfungsi utama sebagai penyelenggara rumah

tangga desapraja dan merukapan alat pemerintahan pusat. sedangkan badan musyawarah

desapraja merukan perwakilan dari masyarakat desapraja. Badan musyawarah desapraja ini

ditetapkn oleh daerah tingkat II atau pemerintah kabupaten. Dalam pengambilan keputusan,

kepala desa harus mendapat persetujuan dari Badan Musyawarah Desa Praja ini.

Kepala desa diatur menjabat maksimal selama delapan tahun sedangkan Badan

Musyawarah Desa menjabat selama empat tahun. Selama satu masa jabatan kepemimpinan

kepala desa di dampingi oleh dua kali masa jabatan Badan Musyawarah Desa. Keanggotaan

Badan Musyawarah Desa dalam satu kepengurusan tidak boleh lebih dari 25 orang dan

setidaknya merupakan wakil dari dusun- dusun yang ada di desa tersebut. Badan

Musyawarah Desa ini adalah lembaga yang independen jadi diantara keanggotaannya tidak

boleh dari perangkat lain.Perangkat desa lain diantara Kepala Desapraja dan Badan

30

Undang- Undang Nomor 19 tahun 1965

Page 88: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Musyawarah Desa adalah Pamong Desapraja. Pamong Desapraja ini berfungsi sebagai

pembantu Kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Pamong Desapraja ini

adalah kepala- kepala dusun yang mana masa jabatannya sama seperti masa jabatan kepala

desa. Pemilihan Kepaladusun ini sama seperti pda pemilihan kepala desa dimana masa yang

mempunyai hak pilih adalah anggota masyarakat dusun tersebut.

Undang- undang desa yang pada masa Seokarno ini tidak mengatur secara jelas

tentang sistem pemilihan Badan Musyawarah Desa. Menurut redaksional yang termuat dalam

Undang- undang pasal 17 angka lima, Badan Musyawrah Desapraja dipilih secara langsung

oleh masyarakat yang sudah berumur 18 tahun atau masyarakat yang sudah pernah menikah.

Undang- undang ini memberi kesempatan masyarakat untuk memilih perwakilannya secara

langsung, namun hal tersebut disesuaikan juga dengan kondisi sosial masyarakat pada

masing- masing desa. Anggota Badan Musyawarah Desa terpilih kemudian ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah tingkat I.

Hal lain yang diatur pada undang- undang ini adalah mengenai syarat- syarat sesorang

dapat dipilih sebagai anggota BPD. Undang- undang ini memberikan pengaturan secara rinci

tentang hal tersebut. Diantara aturan- aturan itu adalah sekurang- kurangnya berusia 21 tahun,

bertempat tinggal secara pokok pada desapraja yang bersangkutan, cakap menulis dan

membaca dalam huruf latin, tidak terlibat kasus hukum, dan bukan anggota atau mantan

anggota organisasi terlarang.31

Peraturan- peraturang yang termuat dalam UU No. 19 Tahun 1965 ini banyak

mempertegaskan tentang nilai- nilai ke Indonesiaan dan Nasionalisme. Soekarno pada saat itu

memahami benar bahwa desa di Indenesia ribuan jumlahnya dan memiliki keragaman latar

belakang. Maka dari itu, untuk membuat aturan yang bersifat seragam tentu merupakan hal

yang utopis. Maka dari itu, dalam pembuatan peraturan yang menyangkut pemilihan Badan 31

Undang- Undang Nomor 19 tahun 1965

Page 89: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Musyawarah Desapraja pemerintah pusat tidak terlalu memaksa keadaan desa untuk memilih

Badan Musyawarah Desapraja yang terlalu baku. Hal terpenting yang harus ditanamkan dan

ditumbuh di desa pada pasca kemerdekaan adalah tentang semangat cinta tanah air dan

semangat turut memajukan bangsa dengan berkomitmen mengamalkan nilai- nilai Undang-

undang dasar 1945.

Hubungan antara kepala desa dan Badan Musyawarah Desapraja pada zaman

Soekarno ini mengalami relasi akomodatif. Dapat dikatakan akomodatif karena posisi kepala

desa yang masih sangat kuat pada masa rezim ini. Kuatnya posisi kepala desa ini dikarenakan

lemahnya konstruksi dan konstitusi yang mengatur adan Musyawarah Desapraja disisi lain

personal Kepala Desa yang sangat kuat. Kuatnya personal kepala desa ini disebabkan karena

konstruksi masa lalu tentang kepala desa yang sudah ada lamanya sejak sebelum pra kolonial

sehingga seorang kepala desa tentu cenderung berkarakter personal kuat. Selain itu, Badan

Musyawarah Desapraja adalah lembaga baru yang kewenangannya tidak tertuang dan diatur

secara eksplisit yang membuat lembaga ini hanya sebagai formalitas.

Desa, adalah tetap desa sekalipun aturan hukum tata negara dan perundang- undangan

berganti- ganti menurut penguasa pusatnya, namun perubahan itu hanya terjadi di pusat. pada

kenyataannya desa pada masa orde lama adalah tetap desa seperti kalanya zaman dahulu kala.

Meskipun ada yang berubah dalam kondisi desa, yaitu kesempatan untuk memperoleh

pendidikan dan mengikuti berbagai partai politik atau organisasi keagamaan. Pada tatanan

pemerintahan desa, meskipun telah terkenalkan lembaga seperti Badan Musyawarah

Desapraja, oleh masyarakat desa lembaga itu tidak lebih dari sekedarsatu lembaga yang

diberi nama tertentu, tanpa tahu esensi dari itu. Hal itulah yang menyebabkan adanya relasi

antara kepala desa dan Badan Musyawarah Desa tidak mengalami dinamika yang berarti.

Kepala desa tetap penguasa sentral, yang justru perannya lebih kuat karena tidak lagi diberi

aturan memberi sejumlah pungutan pajak.

Page 90: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

5.1.1.4 Masa Orde Baru

Pada masa pemerintahan Soeharto atau yang lebih dikenal era orde baru pemerintah

membentuk undang- undang tentang pemerintahan desa yaitu UU No. 5 tahun 1979. Undang-

undang ini cenderung mengatur desa seperti tatanan pemerintahan nasional. Tatanan

pemerintahan nasional yang dibawa ke desa yang dimaksud adalah pemerintah berusaha

membawa semangat pancasila ke lini desa dengan membentuk suatu lembaga yang bersifat

perwakilan. Lembaga tersebut bernama Lembaga Masyarakat Desa (LMD).

Dalam UU No. 5 Tahun 1979, kedudukan Kepala Desa adalah sebagai kepala

pemerintahan yang menjadi penanggung jawab utama desa pada pejabat pemerintah melalui

camat. Selain itu, kepala desa juga berwewenang melaksanakan pembangunan,

pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan. Dapat digaris bawahi bahwa dalam UU No. 5

Tahun 1979 ini, kepala desa bukan diartikan sebagai kepala pemerintahan desa namun,

sebagai penanggung jawab pemerintahan desa. Bahwa kepala desa dapat juga didefinisikans

sebagai alat penyelenggara pemerintahan yang tidak memiliki fungsi yang superpower

namun dibebani tugas sebagai “penangung jawab”. Kemudian laporan pertanggung jawaban

yang telah dilaksanakan oleh kepala desa wajib di laporkan kepada LMD.

Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1979 menyebutkan bahwa pemerintahan desa terdiri dari

kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD), yang merupakan lembaga musyawarah

atau permufakatan antar elite pemerintahan desa dengan tokoh masyarakat desa.32Hal

demikian disebutkan dalam UU pemerintahan desa pada saat itu yang mengatur keanggotaan

BPD adalah kepala- kepala dusun, pimpinan lembaga- lembaga kemasarakatan, dan pemuka

masyarakat setempat. Meskipun secara tekstual pemerintahan desa ini dibuat sedemokratis

32

Irine H. Gayatri, Demokrasi Lokal (di Desa): Quo Vadis? Diakses di

http://interseksi.org/archive/publications/essays/articles/demokrasi_lokal_quo_vadis.html pada 02 Juni 2017 pk

11.35

Page 91: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

mungkin karena memasukkan unsur masyarakat sebagai representasi pemerintahan namun,

demokrasi itu seolah- olah masih abu- abu. Pada dasarnya semangat yang dibangun oleh

pemerintah masih semangat mengupayakan kekuasaan tidak terdistribusi.

Pada masa rezim Orde Baru yang berkarakter represif secara politik untuk mendukung

„pembangunan ekonomi‟, aktivitas ekonomi desa terseret dalam pusaran modernisasi

sektoral.33 Kebijakan ini memiliki penekanan untuk mempermudah pemerintah pusat dalam

hal “kontrol”. Hubungan antara kepala desa dan LMD pada masa orde baru cenderung stabil

dan tidak mengalamirelasi yang dinamis. Hubungan antara LMD dan kepala desa cenderung

stabil juga dapat diasumsikan karena keanggotaan LMD yang masih bagian dari pilihan

kepala desa. Jadi, pemerintahan desa masih dikuasi oleh elit- elit lokal yang masih dalam

golongan yang sama yang sangat kompromistis.

Adanya LMD sebagai institusi yang menjadi representasi masyarakat dalam

pemerintahan desa menjadi terindikasi tidak efektif. Pemaknaan desa yang hanya sebagai

konsep administratif yang meletakkan desa dibawah struktur kecamatan, telah disebutkan

diatas bahwa desa bukan merupakan kesatuan wilayah. Keberadaan LMD pun seperti hanya

menjadi proyek politik karena meskipunsecara tekstual merupakan wakil dari masyarakat

namun pada kenyataannya lembagaga ini membuat pemerintahan desa hanya dikuasai oleh

elit yang bisa dikatakan “itu itu saja”. Didukung dengan tugas, pokok dan fungsi yang

tertuang pada UU No. 5/1979 yang mengatur bahwa kepala desa dan LMD bertenggung

jawab kepada pejabat supra desa bukan kepada masyarakat. Desa menjadi seperti mesin

birokrasi yang hanya menjadi pemanjangan tangan kekuasaan pemerintahan pusat.

Logika utama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 bertujuan untuk mewujudkan

dua pilar agenda pembangunan ekonomi Orde Baru dan stabilitas nasional yang dapat dicapai

jika pemerintah pusat menguasai sepenuhnya pedesaan. Desain kebijakan ini cenderung 33

Ibid.,

Page 92: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

menggunakan masyarakat lokal sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan

tersebut.34Sehingga untuk mewujudkan agenda pembangunan Negara, sistem yang

berkembang di dalam masyarakat lokal harus disederhanakan dan selaras dengan kepentingan

Negara.35 Masyarakat terstandarisasi melalui penyeragaman bentuk pemerintahan desa

dengan mewajibkan seluruh bentuk pemerintahan terendah harus berbentuk desa serta

memiliki struktur kepala desa dan majelis permusyawaratan desa. 36Undang- undang Nomor

5 tahun1979 secara jelas mendefinisikan sifat desa sebagai tingkat terendah dibawah

kecamatan, sementara sisi lain kebijakan undang-undang tersebut menyatakan bahwa desa

memiliki hak untuk mengelola urusannya sendiri.

Kebijakan administratif batas wilayah sebagaimana yang di atur dalam Undang-.

Penetapan desa menjadi unit pemerintahan terendah atau desa telah membatasi secara

administratif potensi sumberdaya (manusia, alam, sosial), sehingga pada umumnya desa tidak

mampu mengurus dirinya sendiri dan lebih banyak mengandalkan ketergantungan pada

pemerintah.37 Pola ketergantungan ini yang diinginkan oleh kebijakan politik Orde Baru, agar

rakyat bisa dikontrol dan diarahkan. Kebijakan ini secara efektif cenderung merusak struktur

pemerintahan tradisional yang berkembang.38Seiring dengan melanggengnya kekuasaan masa

orde baru, implementasi undang- undang ini juga langgeng selama 19 tahun yang kemudian

digantikan dengan undang- undang No. 22/1999.

5.1.1.5 BPD Pada Awal Reformasi

Kehadiran undang- undnag No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah

memberi warna baru dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Perubahan ini membawa

34

Hans Antlov. (2003). Village Government and Rural Development In Indonesia: The New Democratic

Framework. London: Routledge. Hlm 02 35

Ibid, hlm 03 36

Hans Antlöv, (1999), „The New Rich and Cultural Tensions in Rural Java‟, in Michael Pinches (ed.), Culture

and Privilege in Capitalist Asia, Routledge, London: 188–207 37

Ibid, 38

Ibid,

Page 93: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

paradigma baru dalam memandang demokratisasi desa. Undang- undang ini dianggap

memberikan kontribusi positif dalam kemajuan pemerintahan desa.Secara khusus tentang

kehadiran lembaga baru ditingkat desa sebagai upaya dalam mewujudkan pemerintahan dari

rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Lembaga baru itu salah satunya adalah Badan

Perwakilan Desa (BPD) yang secara tekstual merupakan wakil dari masyarakat yang dipilih

langsung oleh masyarakat pula.

Lahirnya lembaga seperti BPD ini jika dilihat merupakan sebuah bentuk transformasi

LMD yang sebelumnya telah memberikan kesempatan masyarakat untuk melibatkan diri

dalam pemerintahan desa. Perubahan BPD menjadi LMD ini namun bukan sebatas tentang

tekstual nama kelembagaan,tetapi juga tugas dan fungsinya. LMD yang pada masa orde lama

merupakan lembaga yang mewakili masyarakat berdasarkan usul kepala desa, setelah

bertransformasi menjadi BPD kini dipilih langsung oleh masyarakat melalui pemilihan

umum. Hal inilah yang disebut- sebut sebagai upaya konkrit dalam demokratisasi desa.

UU No.22/1999 memberi penegasan bahwa BPD adalah lembaga yang sejajar dengan

kepala desa dan BPD mempunyai hak untuk menetapkan kepala desa. Kepala Desa juga

dapat diberhentikan oleh Bupati atas usul BPD. Meskipun BPD dan Kepala Desa adalah

setara, namun kewenangan BPD yang kian kuat ini membuat BPD seolah- olah adalah

lembaga yang lebih tinggi dari kepala desa. Keberadaan BPD juga sarat akan ketidak

harmonisan dengan Kepala Desa.

Pasca Soeharto dapat diidentifikasi bahwa negara telah membuat sebuah kebijakan

yang merupakan kebijakan berbentuk penyeragaman. Hal tersebut adalah adanya keharusan

desa membentuk lembaga bernama BPD sebagai upaya desentralisasi kekuasaan dan upaya

otonomi desa. Pada kenyataannya kebijakan ini cenderung dipaksakan akrena tidak semua

desa telah siap dengan model demokrasi yang seperti ini. Demokrasi yang dikenalkan oleh

Page 94: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

pemerintah pasca Soeharto adalah demokrasi keterwakilan yang rupanya masyarakat belum

terbiasa dengan hal ini. Masyarakat desa adalah masyarakat yang sudah nyaman

menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah desa atau musyawarah adat.

Relasi yang ada pada masa awal reformasi di Wonomulyo adalah relasi Konfrontatif.

Kondisi konfrontatif tersebut karena adanya personal Kepala Desa yang kuat namun tidak

dibarengi dengan pendukung Kepala Desa yang kuat. Disisi lain, BPD berperan kuat dan

menjalankan fungsinya secara dominan diatas kepala desa. BPD berperan sangat arogan dan

melemahkan Kepala Desa melalui kewenangannya yang dapat mengontrol kepala desa yang

sebenarnya telah salah dipahami.

5.1.1.6 Pengaruh UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2014 terhadap Kelembagaan

BPD

Undang- undang No. 32 tahun 2004 memberikan perubahan signifikan terhadap

kelembagaan BPD. Perubahan itu dapat dilihat mulai dari kata penyusun BPD yang

sebelumnya adalah Badan Perwakilan Desa menjadi Badan Permusyawaratan desa. Badan

permusyawaratan Desa adalah salah satu alat kelengkapan pemerintah desa dalam

menyelenggarakan fungsi pemerintahan. Organ ini mempunyai fungsi pokok untuk

menyelenggarakan agenda musyawarah pada desa. Pada pasal 1 angka 4 dalam UU tentang

Desa menjelaskan bahwa BPD atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan sejenis

merupakan lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintaham dimana anggotanya adalah

wakil dari penduduk desa. Keterwakilan ini dapat diartikan melalui perwakilan seluruh

golongan, wilayah, maupun agama yang dipilih berdasarkan upaya yang demokratis.

Dalam proses masuknya RUU Desa ke meja DPR, Pemerintah telah mengakui bahwa

BPD telah diatur dalam perundang- undangan sebelumnya yaitu UU 32 tahun 2004. Hal

tersebut berkaitan dengan fungsi BPD misalnya, telah diatur dalam pasal 209 UU No. 32

Page 95: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

tahun 2004 yang berbunyi “BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala,

menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat”. Naskah akademik RUU Desa masih

menggunakan istilah Badan Perwakilan Desa yang menjalankan fungsi artikulasi dan

agregasi kepentingan masyarakat desa sebagaimana termuat dalam fungsi legislasi, fungsi

budgeting, dan fungsi controlling. Penyusun naskah akademik tentu mempunyai kecemasan

bahwa BPD jika di degradasi fungsinya akan menjadi sebuah lembaga yang hanya sebagai

pekerjaan sambilan. BPD yang diduduki oleh masyarakat secara sambilan artinya tidak dapat

secara penuh menjalankan amanatnya, maka dari itu naskah akademik itu dibuat agar BPD

tetap mampu dikerjakan masyarakat yang mendudukinya secara penuh.

Hal lain yang diatur dalam UU Desa adalah tentang keanggotaan BPD. Ada

perubahan rumusan UU Desa jika dibandingkan dengan rumusan UU No. 32 Tahun 2004.

Pasal 210 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan anggota BPD adalah wakil dari

penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Kini, di

UU Desa masuk redaksional baru ‟berdasarkan keterwakilan‟, dan rumusan ‟musyawarah dan

mufakat‟ diganti dengan ‟dilakukan secara demokratis‟.Pada UU No.32/2004 tidak mengatur

secara eksplisit mengenai syarat untuk menjadi anggota BPD. Hal itu kemudian dilengkapkan

pada UU Desa secara lebih terperinci.

UU No. 32 Tahun 2014 merupakan titik penyembuhan bagi traumatis masyarakat

desa tentang keberadaan BPD. Dalam wewenang sebelumnya BPD memiliki aturan yang

membuat BPD dapat memberhentikan Kepala Desa. Persaingan politik sangat kental bahkan

hal tersebut bukan lagi permasalahan yang laten namun banyak pula yang muncul ke

permukaan. BPD yang memiliki ketidaksenangan terhadap Kepala Desa dapat menggunakan

wewenang tersebut untuk menggulingkan kekuasaan. Alhasil pemerintahan desa justru

berjalan secara tidak efektif.

Page 96: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Isu gender atau keterwakilan perempuan di desa ini adalah hal yang baru dari

pembahasan BPD. Hal ini tidak lain dikarenakan aktivis perempuan dan pemerhati

perempuan memandang bahwa pemerintahan desa selama ini masih didominasi kaum

maskulin. Arti maskulin tersebut adalah bahwa meskipun desa dikepalai oleh seorang

perempuan, namun mereka masih dalam underbow suami atau kakak mereka yang

sebelumnya menjabat sebagai kepala desa. BPD juga meskipun pada masa orde baru ketika

namanya masih LMD anggotanya sangat banyak yang mencapai dua puluh lima (25) orang,

namun tidak satupun perempuan diangkat. Perempuan dianggap telah mempunyai wadah

perekembangannya sendiri yaitu PKK. Asumsi itu yang kemudian ingin dihilangkan. Aktor

perempuan yang terlibat dalam pembahasan keterwakilan gender ini diantaranya adalah

organisasi Bina Desa.

Untuk menyelenggarakan UU No. 6 Tahun 2014, pemerintah memperkuat dan

memberi penegasan beberapa mekanisme dalam musyawarah- musyawarah desa. Penegasan

tersebut melalui Peraturan Menteri Desa Nomor 5 Tahun 2015. Hal – hal yang dibahas dalam

musyawarah desa adalah isu strategis desa, yang dalam Permen Desa No. 5 Tahun 2015

disebutkan isu strategis tersebut adalah; a) Penataan desa, b) Perencanaan Desa, c) Kerja

sama Desa, d) Rencana investasi yang masuk ke Desa, e) pembentukan BUM Desa, f)

penambahan dan pelepasan aset Desa, dan g)Kejadian luar biasa.39 Mekanisme pengambilan

keputusan desa jika digambarkan dalam sebuah bagan adalah sebagai berikut:

39

Peraturan Menteri Desa Nomor 5 Tahun 2015

Page 97: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Musyawarah desa yang dilaksanakan desa merupakan forum dengan musyawarah dan

hasil mufakat sebagai keputusan tertinggi yang harus dihormati. Musyawarah dilaksanakan

dengan demokratis sebagaimana setiap masyarakat yang hadir memiliki hak suara yang sama.

Pemerintah desa bersama BPD dan Kepala Desa hanya mempersiapkan pembahasan

musyawarah yang akan dalam musyawrah sesuai dengan isu strategis desa. Intervensi Kepala

Desa hanya sebatas pada rencana dan penyusunan rencana muyawarah. Sesuai dengan prinsip

demokrasi apapun hasil forum adalah sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat dengan

mempertimbangkan unsur keterwakilan kelompok yang diakomodir dalam desa.

5.1.2Critical Juncture dalam Dinamika Relasi BPD dan Kepala Desa Wonomulyo

BPD pada keberadaannya mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan itu terjadi

pada struktur kelembagaan maupun nama dari BPD itu sendiri. Hal yang mempengaruhi

perubahan yang terjadi pada BPD salah satunya adalah pergantian suatu rezim. Seiring

Bagan 1: Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa

Kepala Desa

Anggota masyarakat:

Musyawarah desa terencana*

Musywaraha desa mendadak* BPD

(Pimpinan)

Musyawarah desa terencana: telah dipersiapkan

oleh BPD pada tahun anggaran sebelumnya

Musyawarah mendadak dalah musyawarah sesuai

kondisi objektif diadakannya musyaarah desa

Pembahasan

dilaksanakan bersama

masyarakat, bila terjadi

ketidaksepakatan

keputusan didasarkan

suara terbanyak

Sumber: diolah penulis (2017)

Page 98: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dengan perkembangan politik di Indonesia, berubah pula aturan yang mengatur desa dan

mengatur BPD secara lebih khusus. Jika diruntutkan, ide dasar keberadaan BPD ini adalah

pengenalan perwakilan masyarakat kedalam struktur pemerintahan desa yang sebelumnya

logika keterwakilan ini telah dipakai dalam struktur pemerintahan pusat. Runtutan

kelembagaan BPD itu adalah Badan Musyawarah Desapraja era Soekarno, Lembaga

Masyarakat Desa era Soeharto, kemudian berganti menjadi BPD sebagai perwakilan desa,

berlanjut BPD sebagai badan permusyawaratan desa hingga saat ini. Meskipun sebelum

kolonial dan selama masa kolonial desa telah menerapkan sistem keterwakilan menurut cara

mereka sendiri dan tidak terlembaga secara formal.

Menurut penjelasan historical institutionalism, critical junctures adalah peristiwa

besar yang berpengaruh pada keseimbangan politik dan ekonomi yang ada dalam satu atau

banyak masyarakat. Dalam sejarah politik desa Wonomulo, ada beberapa catatan peristiwa

yang dapat dijadikan sebagai tanda titik masa kritis (critical juncture) kelembagaan BPD.

Critical juncture pada perubahan BPD dapat ditandai dengan peristiwa; a) Reformasi yang

melahirkan UU No. 22 Tahun 1999. b) Kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 bahwa BPD bukan

lagi perwakilan melainkan permusyawaratan.

5.1.3.1 Critical juncture pada relasi BPDdan Kepala Desa melalui UU No. 22 tahun 1999

Undang- undang No. Tahun 1999 adalah saksi awal bentuk pemerintahan Desa

Wonomulyo yang digadang- gadang akan lebih maju dan demokratis daripada era

sebelumnya. Undang- undang ini lahir sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat Indonesia

terhadap rezim sentralistis Soeharto. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Soeharto

melanggengkan kekuasaannya selama kurang lebih 30 tahun yang membuat budaya yang

telah diciptakannya dalam kalangan birokrat desa mengakar. Sebelum ada UU No. 22 Tahun

1999 yang mengatur adanya BPD, desa telah mempunyai UU No. 19 tahun 1975 yang

Page 99: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dikeluarkan masa kekuasaan Soeharto. Salah satu produk dari Undang- undang itu adalah

adanya lembaga desa yang bernama Lembaga Masyarakat Desa dengan gagasan yang sama.

Pola relasi BPD dan Kepala desa yang terjadi pada masa orde baru di Wonomulyo

adalah relasi akomodatif. Hal tersebut dikarenakan mengingat LMD adalah anggota

masyarakat perwakilan golongan yang dipilih berdasarkan keputusan kepala desa. LMD dan

Kepala Desa dapat dikatakan merupakan dua lembaga yang berasal dari satu kesepemahaman

dan satu ideologi. Relasi keduanya sangat akomodatif dan malah justru mekanism controlling

tidak dapat berjalan secara efektif. Ketidak efektifan lembaga itu dikarenakan LMD yang

berideologi dan berpaham sama dengan kepala desa menjadi dua lembaga yang kompromis.

Jadi, LMD yang seharusnya merupakan perwakilan masyarakat desa dalam struktur

pemerintahan tidak mampu menjalankan fungsinya dengan benar. Keadaan politik desa

rentan terjadi oligarki kekuasaan. Seperti yang diungkapkan Slamet sebagai sesepuh desa dan

merupakan ahli sejarah Desa Wonomulyo:40

“ Kalau jaman Orde Baru kan Kepala Desa memilih anggota LMD dan

anggota LPMD sendiri. Jadi yang dipilih ya cuma teman- temannya atau golongannya saja. Meskipun ada anggota yang dari luar itu (luar platform

kepala desa) suaranya itu tidak pernah didengar. Jadi keberadaannya seperti tidak pernah dianggap. Itu terjadi pas saya masih remaja hal seperti itulah yang terjadi”

Hal demikian meskipun bukan merupakan sistem demokrasi yang secara tekstual

diterapkan Indonesia, pada kenyataannya tetap terjadi. Kondisi tersebut membuat

kejengahan masyarakat Indonesia kemudian menuntut regulasi baru yang lebih adil dan

merata. Titik perubahan (critical juncture) itu dinamakan masa reformasi yang dapat

ditandai dengan keruntuhan rezim Soeharto.

UU No. 22 tahun 1999 merupakan satu undang- undang yang memberikan kontribusi

besar kepada sejarah BPD Wonomulyo. Pada masa ini lembaga BPD yang memiliki gagasan

40

Wawancara pribadi dengan Slamet sesepuh desa Wonomulyo sekaligus mantan anggota LMD pada 20 Juni

2017 pukul 13.22 WIB

Page 100: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

utama perwakilan masyarakat desa dipilih berdasarkan pemilihan umum. Tata cara pemilihan

ini sama dengan cara pemiliha Kepala Desa. Syarat yang dipakai dalam pencalonan BPD pun

sama seperti syarat pemilihan Kepala Desa. Aturan ini membawa perubahan besar dalam

sejarah perpolitikan Desa Wonomulyo. Perubahan yang terjadi secara signifikan adalah

gagasan wakil masyarakat dalam struktur pemerintahan desa yang sebelumnya dipilih

berdasarkan musyawarah kemudian menurut undang-undang ini dipilih oleh masyarakat

secara langsung. Hal tersebut membuat asumsi baru tentang BPD dan Kepala Desa yang

dapat dikatakan adanya dualisme kekuasaan.

Permasalahan yang penting berikutnya adalah upaya konsolidasi internal BPD agar

lembaga itu mampu maksimal dalam perannya. Pangkal persoalan pada begitu besarnya

kewenangan kekuasaan BPD. Kekuasaan BPD dapat mengusulkan kepada bupati tentang

tindakan pemberhentian Kepala Desa. Di Desa Wonomulyo mendorong politisasi lembaga

BPD oleh ketuanya. Hal tersebut secara psikologis menimbulkan adanya ketidaksenangan

dan memancing rekasi penolakan oleh Kepala Desa. Konflik kemudian berlarut tentang

adanya perbedaan penafsiran peran “pengawasan” yang dimiliki oleh BPD. BPD cenderung

bukan hanya mengawasi namun berlanjut kepada mematai kinerja Kepala Desa.

Di Desa Wonomulyo BPD sedari awal terbentuk nuansa politisasi lembaga sangat

terlihat. Posisi BPD yang mestinya menjadi pelengkap Kepala Desa dalam menjalankan

pemerintahan desa melenceng menjadi “tandingan” Kepala Desa. BPD cenderung

melaksanakan perannya secara over capacity. Masalah tersebut dapat terlihat jelas karena

terkait pelaksanaan program pembangunan adalah kewenangan Kepala Desa, BPD

seharusnya berwenang sebatas memberikan pendapat dan masukan. Pengawasan yang tidak

menyebabkan kerugian desa tidak semestinya kemudian dibesar- besarkan oleh BPD.

Pengecualian jika ada penyelewengan dibidang pelaksanaan peraturan desa dan anggaran

desa. Penelitian di Desa Wonomulyo pada masa pembentukan awal BPD membenarkan

Page 101: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

asumsi bahwa politisasi elit politik BPD telah mengurangi efektifitas lembaga tersebut dalam

menjalankan sebuah fungsi “pengawasan” yang efektif.

Kenyataan di Desa Wonomulyo memberikan pemaparan bahwa BPD adalah lembaga

“perwakilan” yang membawa aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya benar. Pada

kenyataannya BPD memperlihatkan dirinya sebagai lembaga yang bertindak sesuai kemauan

pribadi dan ke egeoisan individu bukan bergerak sebagai wakil dari masyarakat. Fungsi

pengawasan yang dilaksanakan oleh BPD lebih cenderung kepada power struggle dalam

rangka menjatuhkan rival politiknya. Asumsi tersebut semakin kuat ketika konflik diantara

keduannya didasarkan pada konflik yang dilatar belakangi konflik pribadi. Kenaggotaan BPD

yang dipilih langsung membuat suasana persaingan dan rivalitas pada politik Desa

Wonomulyo semakin kental, berlarut- larut dan tidak progresif untuk kemajuan desa.

UU No. 22 Tahun 1999 tentang fungsi BPD dapat dikatakan justru telah memberikan

kontribusi kacau pada tatanan masyarakat desa. Masyarakat desa yang selalu menjunjung

asas kepercayaan, toleransi, musyawarah, harmoni dan keselarasan hilang dan cenderung

membuat masyarakat berlaku secara individu. UU ini memberikan kekuasaan begitu besar

kepada BPD yang membuat desa jatuh kepada titik legislative heavy. BPD memerankan

dirinya sebagai legislatif pada tatanan desa mengikuti logika pemerintahan pusat yang

memiliki keistimewaan politik. Hal tersebut kemudian membawa evaluasi besar pada jajaran

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga Indonesia yang memiliki tugas untuk

membuat undang- undang. Evaluasi itu kemudian melahirkan titik critical juncture kedua

pada perjalanan kelembagaan BPD. Critical juncture kedua yaitu pada masa dikeluarkannya

UU No. 32 Tahun 2004 yang memberikan perubahan signifikan terhadap tugas dan fungsi

pada BPD.

Page 102: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

sumber: diolah penulis (2017)

Permasalahan yang penting berikutnya adalah upaya konsolidasi internal BPD agar

lembaga itu mampu maksimal dalam perannya. Pangkal persoalan pada begitu besarnya

kewenangan kekuasaan BPD. Kekuasaan BPD dapat mengusulkan kepada Bupati tentang

tindakan pemberhentian kepala desa. Di Desa Wonomulyo mendorong politisasi lembaga

BPD oleh ketuanya. Hal tersebut secara psikologis menimbulkan adanya ketidaksenangan

dan memancing rekasi penolakan oleh kepala desa. Menurut analisis kompromi relasi

eksekutif dan legislatif hal ini menimbulkan kompromi internal yang menyebabkan keretakan

terselubung antara BPD dan Kepala Desa. Konflik kemudian berlarut tentang adanya

perbedaan penafsiran peran “pengawasan” yang dimiliki oleh BPD. BPD cenderung bukan

hanya mengawasi namun berlanjut kepada mematai kinerja kades.

Di Desa Wonomulyo BPD sedari awal terbentuk nuansa politisasi lembaga sangat

terlihat. Posisi BPD yang mestinya menjadi pelengkap kepala desa dalam menjalankan

pemerintahan desa melenceng menjadi “tandingan” kepala desa. BPD cenderung

melaksanakan perannya secara Over capacity. Masalah tersebut dapat terlihat jelas karena

terkait pelaksanaan program pembangunan adalah kewenangan Kepala Desa, BPD

seharusnya berwenang sebatas memberikan pendapat dan masukan. Pengawasan yang tidak

BPD

MASYARAKAT DESA

KEPALA

DESA

PEMAKZULAN

PENGAWASAN

Bagan 2: Critical Juncture Relasi BPD Dan Kepala Desa

Melalui UU NO. 22/1999

Page 103: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

menyebabkan kerugian desa tidak semstinya kemudian dibesar- besarkan oleh BPD.

Pengecualian jika ada penyelewengan dibidang pelaksanaan peraturan desa dan anggaran

desa. Penelitian di Desa Wonomulyo pada masa pembentukan awal BPD membenarkan

asumsi bahwa politisasi elit politik BPD telah mengurangi efektifitas lembaga tersebut dalam

menjalankan sebuah fungsi “pengawasan” yang efektif.

Kenyataan di Desa Wonomulyo memberikan pemaparan bahwa BPD adalah lembaga

“perwakilan” yang membawa aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya benar. Pada

kenyataannya BPD memperlihatkan dirinya sebagai lembaga yang bertindak sesuai kemauan

pribadi dan ke egeoisan individu bukan wakil dari masyarakat. Fungsi pengawasan yang

dilaksanakan oleh BPD lebih cenderung kepada power struggle dalam rangka menjatuhkan

rival politiknya. Asumsi tersebut semakin kuat ketika konflik diantara keduannya didasarkan

pada konflik yang dilatar belakangi pribadi. Keanggotaan BPD yang dipilih langsung

membuat suasana persaingan dan rivalitas pada politik Desa Wonomulyo semakin kental,

berlarut- larut dan tidak progressif untuk kemajuan desa.

UU No. 22 Tahun 1999 tentang fungsi BPD dapat dikatakan justru telah memberikan

kontribusi kacau pada tatanan masyarakat desa. Masyarakat desa yang selalu menjunjung

asas kepercayaa, toleransi, musyawarah, harmoni dan keselarasan hilang dan cenderung

membuat masyarakat berlaku secara individu. UU ini memberikan kekuasaan begitu besar

kepada BPD yang membuat desa jatuh kepada titik legislative heavy. BPD memerankan

dirinya sebagai legislatif pada tatanan desa mengikuti logika pemerintahan pusat yang

memiliki keistimewaan politik. Pola dinamika relasi BPD dan Kepala Desa.

5.1.3.2 Critical Juncture pada UU No. 32 Tahun 2004

Setelah UU No. 32 Tahun 2004 keluar, BPD bukan lagi sebagai Badan Perwakilan

Desa melainkan Badan Permusyawaratan Desa. Keanggotaan BPD yang dipilih langsung

Page 104: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

oleh masyarakat dianggap tidak efektif. Demokratisasi yang di upayakan pemerintah pada

masa awal reformasi dianggap berlebihan dan justru tidak efektif. Hal tersebut kemudian

mendorong “reformasi” pada kelembagaan BPD dan kemudian undang- undang ini lahir.

Undang- undang ini dilahirkan tidak lain merupakan satu upaya untuk menjaga stabilitas

politik desa yang berdampak pula kepada Desa Wonomulyo.

Seperti apa yang diungkapkan historical institutionalism bahwa suatu perubahan pada

sebuah institusi adalah sesuatu bentuk upaya dalam mempertahankan gagasan inti pada

institusi tersebut tanpa harus mengganti dengan institusi yang baru. Perubahan kelembagaan

BPD dari perwakilan menjadi permusyawaratan adalah bentuk mengembalikan esensi dari

lembaga yang pada gagasan utamanya adalah perwakilan masyarakat. Keterwakilan

masyarakat sebenarnya telah dikenal masyarakat Desa Wonomulyo namun dalam cara yang

mereka pahami sendiri. Cara itu dilakukan dengan cara musyawarah mufakat melalui forum-

forum desa dimana masyarakat yang dianggap mampu semuanya berhak mengikuti

musyawarah tersebut. Hal inilah yang dipahami masyarakat Desa Wonomulyo sebagai

keterwakilan. Kemudian konsep itu diadaptasi dan dilembagakan menjadi BMD, LMD yang

masing- masing masih berasaskan musyawrah. Setelah itu konsep musyawarah ini diganti

dengan konsep yang lebih demokratis dengan cara adanya lembaga yang dipilih langsung

oleh masyarakat. Pada kenyataannya hal tersebut tidak terlaksana dengan baik di desa. Jadi

perwakilan masyarakat desa tidak harus dipilih langsung oleh masyarakat secara langsung

namun bisa diselesaikan dengan musyawarah. Mengganti BPD menjadi badan

permusyawaratan adlah suatu bentuk menyelamatkan gagasan asli dari BPD itu sendiri.

Perubahan BPD di Desa Wonomulyo itu penting terjadi, karena pada kenyataannya

mampu memberikan dampak signifikan terhadap kondisi politik di desa. Dapat kita

bayangkan jika BPD tetap menjadi lembaga yang berkonfrontasi dengan kepala desa,

lembaga ini nantinya akan bertransformasi sebagai lembaga yang transaksional. Politisasi

Page 105: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

lembaga akan sangat riskan terjadi dan keberadaannya justru menjadi lembaga yang tidak

efektif. Adanya undang- undang No. 32 Tahun 2004 ini sebagai titik penyembuhan kontestasi

dua elit antara BPD dan Kepala Desa di Wonomulyo. Mengabaikan tentang adanya potensi

kompromi yang lain, tapi upaya untuk menyelamatkan eksistensi dan gagasan utama pada

institusi BPD di Wonomulyo cenderung lebih penting.

Setelah adanya perubahan peraturan yang mengatur BPD, pola relasi BPD dan Kepala

Desa Wonomulyo juga mengalami perubahan. Dapat dikatakan bahwa perilaku individu pada

kelembagaan BPD dapat berubah seiring wewenangnya dalam BPD tersebut. Institusi dalam

hal ini BPD mampu mempengaruhi signifikan individu. Perubahan itu juga mampu

menyelamatkan BPD dari fase ketidak berkembangan yang cukup lama. Fase ketidak

berkembangan ini historical institutionalism mengistilahkannya dengan punctuated

aquilibria. Suatu stagnansi yang ada pada BPD yang berjalan secara tidak efektif selama

masa BPD sebagai perwakilan ternyata mampu diatasi dengan sedikit merubah fungsi dari

BPD tersebut.

Sumber: diolah penulis (2017)

Selain merubah nama dan mekanisme pemilihan, BPD juga mengalami perubahan

wewewnangnya. Undang- undang ini memang menyembuhkan relasi konfrontatif antara

BPD KEPALA DESA

MASYARAKAT DESA

Bagan 3: Critical Juncture Relasi BPD dan Kepala Desa

melalui UU No. 32 Tahun 20014

Page 106: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Kepala Desa dan BPD namun pada kenyataannya yang terjadi pada BPD adalah

pengamputasian tugas dan fungsi. Pada pasal 209 hanya terjelaskan bahwa BPD merupakan

penampung dan penyalur aspirasi masyarakat, namun tidak jelas mekanisme pengambilan

keputusan BPD dan relasinya idealnya kepada Kepala Desa. Undan- undang ini hanya

merupakan sebagai bentuk pelemahan demokrasi desa yan sebelumnya telah diupayakan.

Pengimplementasian demokratisasi desa melalui UU No.22 Tahun 1999 tentang BPD sebagai

perwakilan di Desa Wonomulyo memang menghasilkan sebuah kegagalan, namun UU No.

32 tahun 2004 justru melemahkan BPD. Demokrasi desa menjadi demokrasi tekstual dan ini

merupakan bentuk stagnansi BPD yang sama- sama tidak efektifnya. Kemudian keberadaan

BPD ini direvisi pada UU No. 6 tahun 2014. Melalui UU No. 6 tahun 2014 kemudian

melahirkan relasi sebagai berikut:

Sumber: diolah penulis (2017)

Penulis berpendapat bahwa hal tersebut lebih baik, daripada membuat lembaga baru

ditiingkat desa yang pada dasarnya serupa. Pada kenyataan kondisi di Desa Wonomulyo

untuk mengikuti “kemauan” pusat membentuk- membentu lembaga sebenarnya adalah hal

yang sederhana. Pertanyaan yang muncul setelah itu, apakah desa mampu dan sumberdaya

desa bisa? Meskipun maksud dari pengenalan demokrasi secara utuh ke masyarakat adalah

BPD KEPALA

DESA PENGAWASAN

MASYARAKAT DESA

Bagan 4: Pola Relasi BPD dan Kepala Desa Pasca UU

No. 6 Tahun 2014

Page 107: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

cita- cita yang sangat baik, namun kondisi riil di Desa Wonomulyo justru sebaliknya.

Keadaan- keadaan itu akan terselesaikan dengan adanya perubahan besar yang disebut

critical juncture.

5.2 Dinamika Relasi Kelembagaan BPD dan Kepala Desa Wonomulyo

Masa awal reformasi adalah momentum untuk reorganisasi struktur pemerintahan

pusat maupun pemerintahan lokal. Kewenangan yang dahulunya tersentral kemudian

didistibusikan ke daerah sampai tingkat paling lokal. Upaya demokratisasi terus

didengungkan melalui kebijakan di berbagai lini pemerintahan. Demokratisasi pada tingkat

desa seperti yang terjadi pada pemilihan BPD. Pada masa itu BPD merupakan Badan

Perwakilan Desa. Lembaga ini merupakan lembaga yang keanggotaanya dipilih berdasarkan

pemilihan umum seperti kalanya pemilihan kepala desa. Hal tersebut membuat pada awal

reformasi merupakan masa dimana antara kepala desa dan BPD sering terjadi kompetisi

perebutan legitimasi kekuasaan yang membuat relasi diantaranya tidak berjalan harmonis.

Seperti yang terjadi di Desa Wonomulyo bahwa reformasi merupakan suatu titik perubahan

demokrasi yang ada di desa. Konflik diantara masyarakat terjadi dan justru menimbulkan

perpecahan diantara golongan masyarakat.

Pasca rezim Soeharto berakhir, desa menemukan nafas baru dalam berdemokrasi.

Agenda pemerintahan pusat dalam membawa desa menjadi desa yang adil dari rakyat, dan

oleh rakyat. Semangat tersebut terus didengungkan hingga membawa sugesti baru kepada

masyarakat desa bahwa merekalah ujung dari pemerintahan desa sebenarnya. Masyarakat

dibangun kesadaran mereka mampu memberikan perubahan yang konkrit untuk kemajuan

desa. Tidak ada lagi kolusi dan nepotisme diantara pemerintah desa sehingga semua dianggap

mampu dan berkesempatan sama dalam menduduki kursi pemrintahan. Semangat yang

dibawa pemerintahan pada masa itu memberikan perubahan yang signifikan di Desa

Page 108: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Wonomulyo. Pemilihan kepala desa yang pertama setelah rezim Soeharto turun terjadi pada

tahun 2000. Pada masa itu pula pertama kalinya ada prangkat desa lain yang dipilih

berdasarkan pemilihan umum selain kepala desa. Jika pada tahun- tahun sebelumnya

pemilihan kepala desa merupakan arena kontestasi politik lokal yang sentral, maka pada awal

reformasi di Indonesia BPD merupakan sarana kontestasi politik baru.

Pemerintah pada awal reformasi mengeluarkan Undang- undang No. 22 tahun 1999

yang didalamnya mengatur tentang bagaimana pemerintahan desa dijalankan. Dijelaskan

bahwa ada lembaga baru yang bernama Badan Perwakilan Desa (BPD) dimana ketua dari

lembaga tersebut dipilih secara langsung oleh masyarakat. Nama “perwakilan” digunakan

jika dianalisis ini merupakan logic pemisahan kekuasaan pemerintahan pusat dimana ada

eksekutif, dan legislatif. Kepala desa sebagai pelaksana eksekutif, BPD adalah lembaga

legislatif itu. Keberadaan BPD sejajar dengan posisi Kepala Desa ditingkat pemerintahan

desa. Dapat diasumsikan bahwa BPD adalah jabatan elit yang menggiurkan.

Pada tahun 2000 Desa Wonomulyo menyelenggarakan pemilihan kepala desa untuk

pertama kali setelah rezim orde baru resmi dinyatakan runtuh. Akhir masa orde baru terjadi

pada tahun 1998 yang artinya ada kekosongan kekuasaan Desa Wonomulyo selama dua tahun

pada masa itu pemerintahan desa masih diteruskan oleh kepala desa yang sebelumnya

menjabat yaitu Bapak Nurhasim. Pemilihan kepala desa pada saat itu terjadi sangat sengit

diantaranya calonnya adalah Bapak Slamet Ramin, Bapak Yanto, dan Bapak Nurhadi. Pada

saat itu, Bapak Slamet Ramin merupakan kepala desa terpilih. Setelah dua bulan kemudian

pemilihan diadakan namun dalam rangka pemilihan ketua BPD. Pemilihan ketua BPD ini

seperti oase di tengah gurun diantara calon- calon kepala desa yang gagal dalam berupaya

mendapatkan kekuasaan di desa. Pencalonan BPD ini kembali diperebutkan oleh aktor- aktor

yang sama dalam kontestasi pemilihan kepala desa. Pada saat itu, ketua BPD terpilih adalah

Bapak Yanto.

Page 109: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

UU No. 22/1999 merupaka titik dimana logic pemisahan kekuasaan pemerintah pusat

diterapkan desa. Maksud dalam penerapan UU ini adalah adanya trauma mendalam diantara

masyarakat tentang kediktatoran dan sentralistik yang terjadi cukup lama. Trauma ini

membawa semangat bahwa pemerintah bukan lagi dewa yang harus di takuti diantara

masyarakat desa. Siapapun mampu menjadi pemimpin dan siapapun bisa dan mampu

menyampaikan apa yang menjadi kehendak mereka demi kepentingan publik. Semangat-

semangat ini kemudian melahirkan BPD sebagai bentuk “perwakilan”.

Dalam konstelasi politik pedesaan, kepala desa selama ini adalah elit sentral dalam

pemerintahan desa, setelah adanya BPD sebagai “pengontrol” hal tersebut dianggap sebagai

sebuah gangguan. Secara kultural, kepala desa adalah elit tertinggi di desa yang bisa jadi

belum siap dengan keberadaan BPD. Kepala desa sekian lama jika dilihat dalam prosesnya

sejak sebelum masa kolonial yang telah dijelaskan penulis di bagian 5.1 merupakan pejabat

yang tidak pernah mendapat kontrol secara langsung. Asas kepercayaan dari masyarakat

dijunjung tinggi, maka dari itu adanya BPD dianggap sebagai suatu upaya yang merendahkan

tingkat wibawa kepala desa. Kelahiran BPD pada struktur desa tidak lagi menjadikan kepala

desa sebagai penguasa sentral. Hal tersebut kemudian melahirkan pola relasi yang tidak

harmonis.

Pada kasus Desa Wonomulyo dimana Kepala Desa dan BPD berhadapan secara

antagonis. BPD pada fungsi yang termuat dalam UU No. 22/1999 sepertinya telah menjadi

lembaga yang sangat instrumental. Dikatakan sebagai lembaga yang instrumental karena

keberadaannya justru dijadikan alat pertarungan antar elit. Desa Wonomulyo telah

memberikan suatu kasus konkrit tentang adanya rivalitas kekuasaan dan memanfaatkan BPD

sebagai lembaga baru menjadi arena politik.

Page 110: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Sebagaimana yang termuat dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan

daerah bahwa BPD boleh mengusulkan pemberhentian kepala desa jika dianggap tidak sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya. Wewenang ini disebut- sebut sebagai wewenang yang

membuat BPD adalah elit baru diatas kepala desa. Secara struktural kedua lembaga ini

merupakan lembaga yang sejajar namun seorang BPD di Desa Wonomulyo mempunyai

anggapan bahwa dirinya adalah lembaga yang lebih tinggi. Sebagai individu yang menduduki

institusi politik lokal, tentu kedewasaan berpolitik seharusnya mampu diterapkan secara baik.

Pada kenyataannyakeberadaan BPD justru membuat kinerja kepala desa semakin terhambat.

Persaingan politik diantara BPD dan kepala desa pada masa awal reformasi disinyalir

karena pengarus utamaan demokrasi yang kurang siap diterima masyarakat desa. Egoisme

diantara elit politik desa membuat lembaga ini tidak mampu berfungsi seperti yang

seharusnya. Seperti contoh persaingan politik diantara BPD dan kepala desa di Desa

Wonomulyo terjadi pada saat laporan pertanggung jawaban (LPJ). Pada masa ini LPJ

dilakukan oleh kepala desa kepada BPD sebelum akhirnya sampai kepada Bupati. LPJ

merupakan momen dimana kedua elit ini sering menunjukkan ketegangannya sebagai bentuk

tidak sependapat atas kinerja masing- masing lembaga. Hal tersebut telah terkonfirmasi

seperti yang disampaikan oleh bapak Yanto:41

“Dulu saya memang sering tidak sependapat dengan kepala desa. Karena saya hanya membenarkan apa yang salah. Dulu tidak seperti sekarang dimana

kepala desa kalau LPJ nya tidak benar bisa dilakukan revisi. Jadi menurut saya apa yang salah harus dibenarkan dan tidak bisa dibiarkan. Hal itu yang membuat saya dan kepala desa sering terjadi kesalah pahaman”

Kepemimpinan oleh kepala desa Slamet Ramin pada masa- masa jabatannya

mengalami banyak dinamika. Proses pembangunan desa seringkali terhambat karena tidak

mendapat persetujuan oleh BPD. Yanto selaku ketua BPD pada saat itu berasumsi bahwa

BPD hanya memposisikan diri sebagai pihak yang mempunyai kewajiban dalam mengontrol

41

Hasil wawancara dengan Bapak Yanto mantan ketua BPD masa jabatan 2000- 2007 pada 16 Juni 2017 pukul

13.41

Page 111: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

pemerintah yaitu kepala desa. Yanto tidak menerima segala kompromi yang berkaitan dengan

kepentingan kepala desa. BPD pada saat itu memiliki pendapat bahwa keberadaan kepala

desa akan baik jika BPD nya adalah baik. masalah yang timbul antara BPD dan kepala desa

terjadi akibat adanya ketidak cocokan pola komunikasi diantara keduanya.

Pada relasi BPD dan kepala desa di awal reformasi menunjukan adanya sifat

konfrontatif diantara keduanya. Sikap konfrontasi ini jika menurut pandangan masyarakat

merupakan suatu bentuk ketidak dewasaan kedua elit desa tersebut dalam berpolitik. Hal

tersebut dikarenakan masih memasukan ambisi- ambisi pribadi yang dimasukkan kedalam

kepentingan publik.

Relasi tidak harmonis antara kepala desa dan BPD di Desa Wonomulyo disebabkan

karena adanya persaingan dari Yanto sebagai ketua BPD terpilih adalah calon kepala desa

pada pemilihan kepala Desa Wonomulyo yang gagal pada tahun 2000. Runtutan peristiwa

yang menyebablan ketidakharmonisan itu kemudian dimulai dari kegagalan tersebut berusaha

ditebus dengan berupaya memperoleh jabatan ketua BPD mengingat fungsi BPD pada saat itu

sangat menggiurkan. Setelah posisi BPD berhasil direbutkan oleh Yanto sebagai ketua BPD

keresahan Slamet Ramin dimulai. Dalam logika mekanisme pemisahaan kekuasaan, kepala

desa adalah eksekutif dan BPD adalah legislatif, BPD sebagai legislatif menentukan

keberhasilan kepala desa dalam melaksanakan berbagai program dan proses pembangunan.

Maka adalah sesuatu yang berbahaya jika kepala desa dan BPD berhadapan secara

berseberangan.

Kecemasan kepala desa pada saat itu benar saja terjadi, bahwa menjabat sebagai

kepala desa tidak seindah yang diceritakan pada zaman dahulu. Kepala Desa masa jabatan

Slamet ramin adalah masa tersulit yang dihadapi kepala desa sepanjang sejarah Desa

Wonomulyo berdiri. Kepala desa mampu di usulkan pemberhentiannya oleh BPD adalah

Page 112: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

sesuatu yang sangat menakutkan. Persetujuan dari BPD pada setiap laporan pertanggung

jawaban dan setiap usulan program oemerintahan mampu menjatuhkan wibawa kepala desa.

Maka Slamet Ramin sebagai kepala desa terpilih juga mempunyai ego untuk tetap menjadi

sentral kekuasaan. Kepala desa tetap menolak untuk memulai komunikasi harmonis dengan

BPD karena Kepala desa menganggap BPD bukan lembaga yang harus diperlakukan secara

sendiko dawuh. Kepala desa sebagai pemimpin merasa bahwa dirinya merupakan sentral

dalam kekuasaan pemerintahan.

BPD yang dijabat oleh rival kepala desa dalam masa pencalonan dibawa ke ranah

pemerintahan yang lebih panjang selama masa jabatan. Adanya ambisi antara BPD dan

kepala desa yang sama- sama merasa sebagai elit penguasa desa membuat kecenderungan

perbedaan dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh dalam pembangunan beberapa

insfrastruktur desa. BPD memiliki keyakinan bahwa kepala desa tidak boleh bersikap arogan

dalam mengambil keputusan, karena kekuasaannya sekarang terbatas dan apapun itu harus

disetuji oleh BPD. Dalam kasus pembangunan kantor polisi sektor poncokusumo yang

terletak di Desa Wonomulyo. BPD yang dijabat oleh Yanto tidak memberikan persetujuan

kepada Kepala Desa dan ini kemudian membuat relasi diantara keduanya semakin buruk.

Bicara tentang demokratisasi desa berarti bicara tentang kemajuan. Kemajuan sering

didentikan dengan apa yang telah dicapai oleh masyarakat dari “barat”. Kemajuan itu

berbentuk dalam ilmu pengetahuan, kecerdasan berfikir yang melahirkan cara baru dalam

mengorganisir negara. Mampu mengorganisir masyarakat dan wilayahnya lebih baik daripada

sebelumnya. Kemudian pokok persoalnnya adalah apakah memberikan hak otonomi yang

“modern” kepada masyarakat yang selalu hidup dengan tradional di desa desa adalah sesuatu

yang wajar? Kehidupan orang barat telah dikonfrontasikan kedalam kehidupan orang desa

yang masih banyak mengandalkan kebatinan. Maka kalau pemerintah tidak mempunyai

Page 113: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

maksud dalam membinasakan nilai- nilai nasional seperti apa yang telah terjadi di kota- kota

maka demokratisasi tersebut seharusnya tidak diterapkan dengan gegabah.

Desa merupakan entitas penduduk yang erat kaitannya dengan konservatif, dan

semangat persatuan. Aturan yang membawa desa ke dalam demokrasi, segala usaha

kemakmuran, semua didasarkan kepada beban hidup perseorangan. Segala kemajuan diukur

dengan material dan kepentingan kemakmuran atas capaian dirinya sendiri. Semakin lama

akan mendorong manusia di desa kehilangan nilai nasional yang mereka genggam dan

pertahankan hanya karena niat yang sebenarnya baik dan mulia itu.

Pada tahun 2007 Desa Wonomulyo kembali melaksanakan pemilihan kepala desa.

Pemilihan kepala desa itu menunjukkan bahwa BPD berganti pula namun BPD pada masa

pemerintahan desa pada tahun ini bukan lagi sebagai Badan Perwakilan Desa tetapi Badan

Permusyawaratan desa. BPD sebagai panitia musyawarah di desa yang mana keberadaannya

dengan kepala desa sekarang lebih kepada partner dalam menjalankan pemerintahan desa.

Meskipun sebenarnya BPD sebagai Badan Perwakilan menjadikan BPD bukan parter namun,

sepertinya ada evaluasi besar diantara pemerintah pusat dalam menyikapi BPD yang

bertransfromasi menjadi lembaga yang powerfull dan merasa menjadi lembaga yang unggul.

Masyarakat seperti gagal paham dalam mengasumsikan “perwakilan” dalam BPD maka dari

itu dalam upaya menjaga kestabilan masyarakat desa BPD hadir dan bertransfromasi menjadi

badan permusyawaratan.

Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004, BPD kini dipilih berdasarkan rekomendasi

yang dikeluarkan oleh kepala desa yang kemudian disetujui oleh bupati. Hal tersebut adalah

upaya pencegahan adanya dualisme kekuasaan yang ada di desa. BPD diaharapkan mampu

menjadi mitra kepala desa yang dapat menjalan visi dan misi dalam satu frame tanpa tendensi

kepentingan masing- masing golongan. BPD sebagai badan permusyawaratan merupakan

Page 114: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

lembaga yang dipercaya dapat mengkordinasikan masyarakat pada kepentingan musyawarah.

BPD menurut undang- undang ini tidak mampu lagi memberikan usulan pemberhentian

kepala desa

Setelah penerapan undang- undang yang baru ini, Desa Wonomulyo menjalankan

pemerintahannya seperti biasa. BPD pada saat itu di ketuai oleh Suminto dan kepala desa

terpilih adalah Sunari. Keterpilihan Suminto sebagai ketua BPD pada masa itu merupakan

hasil perundingan kepala desa bersama kepala dusun dan perangkat desa lain. Upaya ini dapat

menjadi upaya yang lebih demokratis menurut masyarakat desa dan tidak menimbulkan

persaingan antar golongan diantara masyarakat desa. Meskipun muncul ketakukan pada

bentuk struktur kelembagaan dua elit desa ini menimbulkan pemerintahan kepala desa yang

autokratik, namun pemikiran itu nampaknya harus dihilangkan. Masyarakat nampaknya telah

terlatih percaya dengan kepala desa mereka sejak ratusan tahun yang lalu. Masyarakat justru

tidak menikmati kondisi elit desa terjadi dualisme kekuasaan di desa dan hal tersebut

mempercuram gesekan antar golongan masyarakat desa.

Relasi BPD dan Kepala Desa pada masa pemerintahan Sunari tidak terjadi suatu

masalah yang begitu berarti yang artinya relasi antara kedua lembaga ini berjalan secara

harmonis. Melalui perubahan tugas dan fungsi kelembagaan pada BPD hal tersebut membuat

perubahan signifikan diantara relasi BPD dan Kepala Desa. Sunari selaku kepala desa lebih

nyaman dalam menyelenggarakan pemerintahan karena BPD tidak lagi memposisikan diri

sebagai lembaga yang super power dalam desa.

Pada awal adanya BPD sebagai badan permusyawaratan muncul kecemasa-

kecemasan diantara Sunari selaku Kepala Desa dan tim pendukungnya. Tim pendukung

Sunari merasa bertanggung jawab atas ketahanan kekuasaan pemerintahan desa yang

dilaksanakan oleh Sunari. Kecemasan itu adalah suatu bentuk trauma dengan adanya BPD

Page 115: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

sebagai badan “perwakilan”. Masyarakat desa memiliki trauma akan terjadi gesekan politik

yang serupa pada masa kepimpinan kepala desa sebelumnya yang dapat mengancam

eksistensi kekuasaan Sunari selaku kepala desa terpilih.

Kecemasan yang terjadi diantara masyarakat desa rupanya tidak pernah terjadi lagi

setelah adanya transformasi kelembagaan BPD. Desa telah menemukan kembali jati dirinya

bahwa segala permasalahan terselesaikan dengan jalan musyawarah. UU No. 32 tahun 2004

rupanya telah mampu membawa masyarakat lebih dewasa dalam berpolitik dan menyikapi

masalah yang terjadi di Desa Wonomulyo. Masyarakat desa menilai bahwa setiap

permasalahan tentu dapat didiskusikan, dan hal itu sangat sesuai dengan kearifan lokal

mereka.

Relasi BPD dan Kepala Desa hingga saat ini memasuki tahun 2017 tetap berjalan

secara harmoni. Jika meninjau aspek sejarah desa, desa memang selalu memberikan

kepercayaan yang tinggi kepada pemimpin mereka. Kembali kepada konsep nderek kersa

ndalem. Mereka meyakini bahwa pemimpin yang terpilih juga merupakan suatu bentuk

ketangan panjangan dari Tuhan yang mereka yakini. Mempercayai usaha dan mendukung

upaya yang pemimpin mereka lakukan merupakan suatu benetuk keimanan. Jika ayat- ayat

islam menyatakan bahwa mempercayai pemerintah merupakan uatu bentuk sunnah yang

dapat diartikan sebagai ullil amri’. Begitu pula masyarakat Wonomulyo, sebagai masyarakat

yang menjaga kearifan lokal masyarakat Jawa pada umumnya. Ambisi sering mereka

hilangkan demi kepentingan bersama,itulah orang Jawa. Terlebih pada saat ini tersedia

forum- forum yang dapat secara resmi menyelesaikan permasalahan dan ataupun terjadi

sengketa berkepanjangan. Kultur ini telah penulis jelaskan pada bagian sebelumnya.

Setelah Sunari, Desa Wonomulyo kembali dikuasai Slamet Ramin hingga pada saat

ini. Atas keberhasilan Sunari dalam membina komunikasi diantara masyarakat, BPD dan

Page 116: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

perangkat desa lain, Slamet Ramin memiliki optimisme baru dalam memimpin desa.

Transformasi kelembagaan BPD rupanya telah membawa dampak signifikan terhadap

psikologis dan perilaku politik masayarakat desa. Mereka memaknai sebuah kekuasaan

sebagai proses untuk menyampaikan kehendak masyarakat kedalam berbagai bentuk

kebijakan tanpa ada penghambat yang mengacaukan proses pembangunan. Kompetisi

hanyalah ada pada saat pemilihan kepala desa, ketika ada pihak yang kalah semua harus

mempunyai komitmen untuk tetap mendukung pemerintahan dan saling bahu membahu

dalam mewujudkan kemajuan.

Pasca UU no. 32 dikeluarkan, pemerintah merevisi undang- undang desa lagi dengan

mengeluarkan UU No. 6 tahun 2014. Peran BPD dalam UU No. 32 Tahun 2014 menuju ke

UU No.6/2014 tidak mengalami perubahan signifikan karena perubahan hanya terjadi pada

desa terkait pemisahan desa dan desa adat dan keberadaan desa secara umum. BPD dan

Kepala Desa mampu memposisikan diri sebagai mitra satu sama lain. Desa Wonomulyo pada

akhirnya sampai saat ini mampu menjalankan pemerintahan desa secara normal dan ideal.

Pembangunan- pembangunan desa seperti jalan, pasar, dan infrastruktur lain tidak mengalami

hambatan. Seperti keterangan yang diujarkan pemuka agama Wonomulyo:42

“Sekarang masyarakat desa sudah tidak mau lagi mempermasalahkan hal- hal yang tidak penting, apalagi yang hanya menyangkut kepentingan

golongan saja. Desa yang sudah ada seharusnya dibangun menjadi lebih baik dan lebih maju. Perseorangan yang mempunyai ambisi tidak akan

menjadi pemimpin yang sukses dalam Desa Wonomulyo”

Pola relasi BPD dan Kepala Desa jika dipetakan dalam sebuah tabel adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pola Relasi BPD dan Kepala Desa Wonomulyo

Waktu Relasi BPD dan Kepala Desa

Pra Kolonial - Kepala Desa yang pada saat itu disebut Petinggi

adalah penguasa sentral Desa Wonomulyo. Pemilihan dilaksanakan berdasarkan kekuatan

42

Hasil wawancara dengan Slamet pemuka agama desa Wonomulyo pada tanggal 20 Juni 2017 pada pukul

13.20 WIB.

Page 117: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat dan berdasarkan keturunan.

- Pemerintahan desa dikontrol masyarakat secara

umum. Kepala desa adalah wakil dari masyarakat itu, seluruh kepercayaan disandarkan

kepada kedudukan kepala desa. - Keputusan- keputusan yang bersifat vital yang

menyangkut kepentingan desa dilaksanakan

dengan musyawarah desa.

Kolonial Belanda - Petinggi dipilih berdasarkan pemilihan masyarakat secara umum untuk pertama kalinya

pada tahun 1927. - Masyarakat belum mengenal istilah

keterwakilan, keterwakilan menurut mereka telah termuat dalam agenda musayawarah desa yang dilaksanakan oleh Petinggi bersama

masyarakat.

Pasca Kemerdekaan

(Orde Lama)

- Desa telah diberi otonomi untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan undang- undang

Desapraja. - Kepala desa dipilih berdasarkan pemilihan

langsung oleh masyarakat.

- Masyarakat mengenal istilah keterwakilan pada pemerintah desa bernama Badan Musyawarah

Desapraja. - Keanggotaan Badan Musyawarah Desapraja

berdasarkan musyawarah desa.

- Badan Musyawarah Desapraja adalah bentuk wakil masyarakat dalam pemerintahan desa,

bersama Kepala Desa Badan Musyawarah Desa melaksanakan pemerintahan secara mitra.

Orde Baru - Kepala Desa kembali dikuatkan kinerja dan fungsinya dengan intervensi pemerintah pusat.

- Mengenal Lembaga Masyarakat Desa sebagai lembaga perwakilan masyarakat adalah bentuk

lain dari Badan Musyawarah Desapraja meskipun dalam aturan yuridisnya tidak menyebutkan secara eksplisit tentang itu.

- Lembaga Masyarakat Desa dipilih oleh kepala desa berdasarkan perwakilan golongan yang ada

di desa. - Relasi keduanya sarat akan kolusi dan nepotisme

karena masyarakat desa selain kepala desa tidak

mendapat kesempatan untuk mencampuri urusan pemerintah desa.

Reformasi (masa UU

No.22 tahun 1999)

- Kepala Desa dan BPD dipilih berdasarkan

pilihan langsung dari masyarakat. - BPD terpilih adalah rival politik kepala desa. - Keberadaan BPD dipolitisasi untuk sarana

menjatuhkan kekuasaan Kepala Desa.

Page 118: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

- Musyawarah Desa tidak lagi dilaksanakan dengan khidmat mengingat kepentingan golongan semakin jelas terlihat.

- Keberadaan BPD justru tidak efektif dan menghambat proses pembangunan.

UU No. 32 Tahun

2014

- Kepala desa dipilih oleh masyarakat secara umum sedangkan BPD dipilih berdasarkan

rekomendasi kepala desa. - Undang- undang ini menjadi titik penyembuh

ketegangan hubungan antara BPD dan Kepala

Desa. - Kepala desa dan BPD memiliki relasi yang baik,

pada kenyataannya berkaitan dengan fungsi BPD yang diaputasi.

- Desa adalah wilayah politik heavy executive dan

keberadaan BPD di Wonomulyo hanya sebagai bentuk formalitas.

-

UU No. 6 tahun 2014

tentang desa

- Kepala Desa tetap berdasarkan pemilihan masyarakat secara langsung dan BPD adalah bagian pemerintah desa yang pemilihannya

berdasarkan rekomendasi Kepala Desa. - Secara konstitusi posisi BPD dikuatkan namun

kenyataannya BPD tetap sebagai lembaga formalitas karena kinerjanya tidak maksimal namun relasi keduanya berjalan dengan baik.

Sumber : data diolah penulis (2017)

Page 119: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian terhadap dinamika relasi BPD dan Kepala desa melalui

perubahan- perubahan pengaturan BPD penulis memiliki kesimpulan bahwa:

1. Pada perjalanan kelembagaan BPD di Desa Wonomulyo penulis menemukan

gagasan utama pembentukan BPD ini adalah sebuah keterwakilan masyarakat

pada struktur pemerintahan desa. Konsep keterwakilan ini sebenarnya sudah

diterapkan oleh masyarakat Desa Wonomulyo sejak masa pra kolonial dengan alur

musyawarah mufakat dan kepala desa adalah penguasa sentral desa. Setelah pasca

kemerdekaan Indonesia barulah Indonesia mengenalkan sistem keterwakilan

masyarakat desa berbentuk lembaga formal. Lembaga formal itu memiliki

beberapa kali transformasi yang pertama adalah BMD, LMD, BPD (Badan

Perwakilan Desa), BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Pada dasarnya mekipun

memiliki beberapa kali perubahan dari segi struktur kelembagaan atau penamaan

lembaga, gagasan yang dibawa meskipun telah berganti- ganti rezim tetap sama

yaitu “perwakilan masyarakat desa”

2. Kelembagaan BPD pada perjalanannya mengalami beberapa dinamika terhadap

relasinya dengan kepala desa. Dinamika itu terjadi seperti pada masa awal

pembentukannya di masa Soekarno, BPD yang pada saat itu bernama BMD tidak

memiliki kewenangan yang eksplisit membuat lembaga ini hanya formalitas

menjadikan relasi keduanya baik- baik saja. Selanjutnya pada masa Soeharto

lembaga ini bernama LMD dimana relasi keduanya sangat bernuansa kolusi dan

nepotisme. Dilanjutkan pada fase reformasi, dimana Indonesia mengusung

111

113

Page 120: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

semangat demokrasi secara utuh dengan penuh kegegabahan. Sebagai wujud

demokrasi, BPD dipilih langsung oleh masyarakat yang membuat adanya

pertarungan elit antara kepala desa dan BPD yang bermaksud saling menjatuhkan.

BPD dan Kepala Desa berhadapan secara antagonis dan fungsi BPD justru tidak

berjalan secara efektif. Selanjutnya pada masa UU No. 32 tahun 2004 hingga saat

ini kewenangan BPD dipangkas, tidak dapat mengusulkan pemberhentian kepala

desa membuat BPD tidak lagi bertindak arogan. Pemilihan BPD juga dilaksanakan

dengan musyawarah seperti dahulu yang membuat relasinya dengan Kepala Desa

harmonis.

3. Pola relasi BPD dan Kepala Desa di Wonomulyo secara umum adalah baik namun

karena adanya peraturan yang membuat suatu individu mampu berkuasa secara

berlebihan membuat BPD cenderung bertindak over capacity. Perbedaan pola

relasi ini disebabkan karena kontribusi pergantian rezim yang membuat

perombakan- perombakan pada pemerintahan desa di Wonomulyo.

6. 2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi akademis yang dapat penulis

berikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya yang fokus dan tertarik pada isu relasi

BPD dan Kepala Desa menggunakan pendekatan analisis historical institusionalism

lebih dapat mengidentifikasi secara mendalam asal usul munculnya kelembagaan

tersebut. Hal tersebut penting dalam upaya revitalisasi kelembagaan di era negara

modern tidak selalu didasari dengan kepentingan mengembalikan entitas

masyarakat desa sesuai dengan musyawarah yang merupakan kearifan masyarakat

desa.

Page 121: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

2. Peneliti selanjutnya dapat menganalisis perilaku dan tabi’at hukum formal,

kekuasaan, aktor, sikap dan perilaku politik yang dihasilkan oleh negara dalam

menyikapi demokratisasi desa. Hendaknya peneliti selanjutnya dapat memetakan

per-periode rezim dalam kepentingan kepengaturan yang dihasilkan dan dampak

perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lembaga BPD. Sehingga dapat

menyimpulkan bagaimana relasi BPD dan Kepala Desa seharusnya terjadi dan

kenyataan di lapangan dan apakah relasi tersebut beruhubungan dengan konstitusi

yang mengatur.

3. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan pola relasi yang terjadi diantara BPD

dan Kepala Desa secara lebih rinci atau dapat membandingkan dengan desa lain

yang lebih ideal. Jadi studi relasi BPD dan Kepala Desa dapat dilakukan secara

komparatif.

Page 122: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

DAFTAR PUTAKA

Anonim. (1997). Kumpulan Istilah-istilah Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ilmu-ilmu Sosial

Universitas Indonesia.

Antlov, H. (1999). The New Rich and Cultural Tensions in Rural Java. In M. Pinches (Ed.),

Culture and Privilege in Capitalist Asia (pp. 189-208). London: Routledge.

Antlov, H. (2002). Negara dalam Desa; Patronase Kepemimpinan Lokal. Yogyakarta:

Lappera Pustaka Utama.

Antlöv, H. (2003). Village Government and Local Development in Indonesia: The New

Democratic Framework. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 193-214.

Astuti, T. W. (2015). Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa. Bogor:

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Azwar, S. (2001). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bottomore, T. (2006). Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tanjung Institute.

Creswell, J. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five

Tradition. London: SAGE Publications.

Eko, S. (2010, Juni 1). Desa di Tengah Perubahan. Retrieved Desember 22, 2016, from

HIMACITA: https://himacita.wordpress.com/2010/06/01/desa-di-tengah-perubahan/

Gayatri, I. H. (2007, April 16). Demokrasi Lokal (di Desa): Quo Vadis? Retrieved from The

Interseksi Foundation:

http://interseksi.org/archive/publications/essays/articles/demokrasi_lokal_quo_vadis.ht

ml

Harsono, D. (2012). Pendekatan Baru Memahami Institusi di Indonesia. Retrieved from Staff

Site Universitas Negeri Yogyakarta:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dwi%20Harsono,%20S.Sos.,%20MP

A,%20MA/Artikel%20FISTRANS%202012.pdf

Haryanto. (1990). Elit, Massa dan Konflik. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas-Studi Sosial,

UGM.

Page 123: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.

Jary, D., & Jary, J. (1991). The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York:

HarperPerennial.

Kartohadikoesoemo, S. (2002). Menyoal (kembali) Otonomi Desa. Yogyakarta.

Latif, S. (2000). Persaingan Calon Kepala Desa. Yogjakarta: Media Pressindo.

Lombard, D. (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris

(Jilid III). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Lungan, R. (2006). Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mas'oed, M., & MacAndrews, C. (2001). Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Moleong, L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Patton, M. Q. (1991). How to Use Qualitative Methods in Evaluation. London: SAGE

Publications.

Peter, B. (1999). Institutionalism Theory in Political Sciences: the New Institutionalism.

London: Pinter.

Peters, B. G., Pierre, J., & King, D. S. (2005). The Politics of Path Dependency: Political

Conflict in Historical Institutionalism. The Journal of Politics, 67(4), 1275–1300.

doi:10.1111/j.1468-2508.2005.00360.x

Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta : PT. Indeks.

Steinmo, S. (2014, August 24). Historical Institutionalism and Experimental Methods. APSA

2014 Annual Meeting Paper. Retrieved from https://ssrn.com/abstract=2455247

Subiyanto, I. (2000). Metodologi Penelitian : Manajemen dan Akuntansi. Yogyakarta : UPP

AMP YKPN.

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Usman, H., & Akbar, P. S. (2000). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 124: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI

Yin, R. K. (1989). Case Study Research Design and Methods. Washington : COSMOS

Corporation.

Yudha, H. (2010). Presidensialisme Setengah Hati. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zuriah, N. (2005). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Jakarta

: Bumi Aksara.

Sumber Internet

Dwi Harsono,Memahami Institusi Baru Indonesia bisa diakses

staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/.../Artikel%20FISTRANS%202012.pdf

http://www.Ireyogya.org/sutoro/jurnal/desa ditengah perubahan.Pdf diakses pada 22

Desember 2016

Irine H. Gayatri, Demokrasi Lokal (di Desa): Quo Vadis? Diakses di

http://interseksi.org/archive/publications/essays/articles/demokrasi_lokal_quo_vadis.html

Sumber Wawancara

Hasil wawancara dengan Khusairi Direktur LSM Pro Desa pada 20 Mei 2017

Hasil wawancara dengan Yanto, Mantan Ketua BPD Desa Wonomulyo, pada 14 Juni 2017

Hasil wawancara dengan Sunari, Mantan Kepala Desa Wonomulyo, pada 14 Juni 2017

Hasil wawancara dengan Slamet Ramin, Kepala Desa Wonomulyo, pada 14 Juni 2017

Hasil wawancara dengan Yanto, Mantan Kepala Desa Poncokusumo, pada 14 Juni 2017

Hasil wawancara dengan Kaminto, Mantan Ketua BPD desa Poncokusumo, pada 14 Juni

2017

Hasil wawancara dengan Nurhasim, Mantan Kepala Desa Wonomulyo, pada 14 Juni 2017

Hasil wawancara dengan Slamet, sesepuh Desa Wonomulyo pada 20 Juni 2017

Page 125: DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ...repository.ub.ac.id/5624/1/Rahayu, Dina Dwi.pdf · DINAMIKA RELASI KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) (STUDI