Dinamika Kelompok

16
Dinamika Kelompok Individu Dalam Kelompok Manusia diciptakan dalam fitrah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya sangat tidak mungkin manusia dapat hidup hanya sendiri tetapi dia harus hidup bersama individu lainnya (dengan orang lain) sementara dia tidak kehilangan ciri-ciri diri pribadinya. Ringkasnya, sebagai makhluk sosial, manusia berkembang mencakup dua aspek: Kehidupan sebagai INDIVIDU, Kehidupan dalam Kelompok. Karena itu; “Manusia tidak mungkin tumbuh tanpa kelompok dan kelompok tidak mungkin tumbuh tanpa individu anggotanya”. Perilaku sosial seorang individu ditentukan oleh ‘AKU’nya atau yang lebih dikenal sebagai ‘EGO’nya. Karena itu setiap orang penting untuk mengenali siapa ‘AKU’nya, mengenali siapa dirinya dengan segala Potensi , Kelebihan, dan Kekurangannya. Seorang individu dalam kelompok juga perlu untuk mengenali orang lain: Potensi , Kelebihan, dan Kekurangannya orang lain. Saling menghargai memungkinkan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri. Pengembangan pengenalan diri orang lain dapat dilakukan dengan cara: 1. Melakukan upaya meningkatkan kesadaran bahwa setiap individu dalam suatu kelompok haruslah sebagai pemberi AKSI dan sekaligus sebagai penerima REAKSI, 2. Setiap orang harus mampu memberi dan menerima umpan-balik. Setiap individu dalam kelompok akan mengalami suatu proses perkembangan sebagaimana digambarkan berikut ini. 1 PERTUM BUH AN PRIBADIDALAM KELOM POK H A D A P D IR I BEBA S PILIH BELA DIRI TAH U D IR I D ITER IM A DITO LAK DALAM KELOM POK TIPU D IR I TAH U D IR I TO LAK DIR I CINTA K ARYA DALAM KELOM POK IN V ESTA SI LARI CEM AS

description

pekerjaan kelompok

Transcript of Dinamika Kelompok

Page 1: Dinamika Kelompok

Dinamika Kelompok

Individu Dalam Kelompok

Manusia diciptakan dalam fitrah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya sangat tidak mungkin manusia dapat hidup hanya sendiri tetapi dia harus hidup bersama individu lainnya (dengan orang lain) sementara dia tidak kehilangan ciri-ciri diri pribadinya. Ringkasnya, sebagai makhluk sosial, manusia berkembang mencakup dua aspek:

Kehidupan sebagai INDIVIDU,

Kehidupan dalam Kelompok.

Karena itu; “Manusia tidak mungkin tumbuh tanpa kelompok dan kelompok tidak mungkin tumbuh tanpa individu anggotanya”. Perilaku sosial seorang individu ditentukan oleh ‘AKU’nya atau yang lebih dikenal sebagai ‘EGO’nya. Karena itu setiap orang penting untuk mengenali siapa ‘AKU’nya, mengenali siapa dirinya dengan segala Potensi , Kelebihan, dan Kekurangannya. Seorang individu dalam kelompok juga perlu untuk mengenali orang lain: Potensi , Kelebihan, dan Kekurangannya orang lain. Saling menghargai memungkinkan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri.

Pengembangan pengenalan diri orang lain dapat dilakukan dengan cara:

1. Melakukan upaya meningkatkan kesadaran bahwa setiap individu dalam suatu kelompok haruslah sebagai pemberi AKSI dan sekaligus sebagai penerima REAKSI,

2. Setiap orang harus mampu memberi dan menerima umpan-balik.

Setiap individu dalam kelompok akan mengalami suatu proses perkembangan sebagaimana digambarkan berikut ini.

1

PERTUMBUHAN PRIBADI DALAM KELOMPOK

HADAP DIRI BEBAS PILIH BELA DIRI

TAHU DIRI

DITERIMA DITOLAK DALAM KELOMPOK

TIPU DIRI

TAHU DIRI TOLAK DIRI

CINTA KARYA DALAM KELOMPOK

INVESTASI LARI

CEMAS

Page 2: Dinamika Kelompok

KE

TAH

UI

TID

AK

TA

HU

KETAHUI TIDAK TAHU

TERBUKA BUTA

RAHASIA TIDAK DIKETAHUI

Sesuatu tentang diri saya yang SAYA:

Setiap kali seseorang hendak bergabung dengan orang lain dalam satu kelompok yang masih baru dan bahkan belum cukup dikenalnya, maka dia pertama akan merasa cemas. Kecemasan bersalah dari timbulnya keragu-raguan atas apakah dirinya akan berguna bagi kelompok, apakah dia akan dihargai, apakah kehadirannya akan diterima oleh anggota kelompok yang lain.

Ketika seorang individu mulai berkarya dalam kelompok (memberi usul/pikiran, melakukan sesuatu, menunjukkan sikap tertentu), maka dia akan menerima reaksi. Jika reaksi yang diterima adalah penolakan, maka dia berada pada bebas pilih: hadap diri atau bela diri. Terus-menerus bela diri tanpa mau mencoba introspeksi jika memperoleh reaksi negatif, maka dia lama-kelamaan akan mulai menipu diri dengan menganggap bahwa semua tindakan dan sikapnya adalah yang terbaik sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk menilai negatif. Hal itu dapat berlanjut sampai pada tingkat menolak diri, dimana dia menjadi frustasi dan memutuskan untuk lari (keluar) dari kelompok.

Sementara itu, jika seseorang hadap diri dengan melakukan introspeksi, maka dia akan tahu diri dalam pengertian akan mengetahui dan mengenali berbagai kekurangan dalam dirinya. Selanjutnya dia akan terima diri dalam arti tidak memaksakan kehendak dan bersedia belajar untuk memperbaiki kekurangan. Dengan demikian pada akhirnya dia akan menjadi investasi (modal) dalam kelompok.

Dalam rangka pengenalan diri, ahli psikologi yang bernama Jo dan Harry mengembangkan analisis yang kemudian dikenal sebagai Jo-Harry Window, yang terdiri dari empat bingkai wilayah, yaitu: Daerah BUTA, RAHASIA, TIDAK DIKETAHUI dan TERBUKA.

Yang penting untuk mencapai dinamika kelompok yang baik adalah bahwa setiap orang dalam kelompok harus bersedia membuka tabir: BUTA, RAHASIA dan TIDAK DIKETAHUI untuk memperluas ruang ‘TERBUKA’. Dengan demikian orang

2

Page 3: Dinamika Kelompok

DA

YA P

AD

U

DAYA IKAT

DAYA-PADU TINGGI dan DAYA-IKAT RENDAH

DAYA-PADU TINGGI dan DAYA-IKAT TINGGI

DAYA-PADU RENDAH dan DAYA-IKAT RENDAH

DAYA-PADU RENDAH dan DAYA-IKAT TINGGI

lain akan segera mengetahui kelemahan, kekuatan, potensi masing-masing sesama anggota kelompok.

Bagaimanakah Sebuah Kelompok Bekerja..?

Kelompok kerja dalam pengertian relatif jangka panjang, adalah sekelompok orang yang bekerja bersama secara tetap, teratur dan sesering mungkin untuk mencapai tujuan bersama. Walaupun demikian, sebuah kelompok yang efektif tidak perlu persis seperti pengertian itu. Yang penting adalah adanya KERJASAMA yang bukan sekedar BEKERJA BERSAMA. Hal pokok yang harus dilakukan dalam mengembangkan suatu kelompok yang efektif adalah menciptakan DAYA-IKAT (kohesi) dan DAYA-PADU (integrasi).

Daya-ikat (kohesi):

Anggota-anggota kelompok merasa bahwa dirinya adalah bagian dari yang lain sebagai suatu kesatuan. Kelompok sangat kompak tetapi kurang menyadari tujuan bersama. Terlalu mendewakan kekompakan.

Bahayanya:

Jika kelompok terlalu kompak, tidak ada yang berani berpikiran lain dari apa yang sudah diputuskan oleh kelompok meskipun keputusan tersebut salah. Ini disebut “PIKIRAN KELOMPOK”.

Daya-padu (integrasi):

Terbentuk dari pertemuan-pertemuan para anggota, yang membahas tujuan-tujuan kelompok. Tiap orang berkesempatan menilai apakah tujuan kelompok masih sama dan seiring dengan tujuan pribadinya. Ada integrasi antara tujuan pribadi para anggota dengan tujuan bersama. KELOMPOK terbaik adalah kelompok yang memiliki DAYA-IKAT tinggi dan DAYA-PADU tinggi. Kondisi suatu kelompok berdasarkan kombinasi daya padu dan daya ikat yang dimilikinya dapat dilihat pada gambar berikut.

3

Page 4: Dinamika Kelompok

1. Daya-ikat Rendah – Daya-padu Rendah.

Para anggota kelompok tidak merasa terikat satu sama lain sebagai satu kesatuan. Mereka tidak merasa punya ikatan pribadi dengan tujuan kelompok. (ini kondisi parah).

2. Daya-ikat Rendah – Daya-padu Tinggi

Tiap anggota merasa perlu bekerja bersama setiap saat, meskipun disadari bahwa bekerja sendiri-sendiri juga dapat dilakukan untuk mencapai tujuan kelompok.

3. Daya-ikat Tinggi – Daya-padu TinggiPara anggota memiliki rasa kebersamaan yang tinggi dan sadar bahwa itu semata-mata untuk mencapai tujuan kelompok. (ini kondisi ideal tetapi jarang terjadi)

4. Daya-ikat Tinggi – Daya-padu RendahRasa kebersamaan sangat pekat, tetapi tidak cukup sadar akan tujuan kelompok. (Kondisi paling berbahaya). Kekompakan justeru dapat mengarah ke hal yang merugikan tujuan kelompok.

Mencegah “Pikiran Kelompok”

Kelompok yang baik adalah yang mampu mengelola ketidak cocokan, perbedaan dan konflik. Daripada meredam konflik dan perbedaan, lebih baik mengelola dan menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan daya-cipta dan pembaharuan (inovasi). Tidak mungkin menyeragamkan ciri pribadi semua anggota kelompok.

Kelompok terbaik adalah yag berkomposisi lengkap semua ciri pribadi. Ada Penggerak, ada Pemikir, ada Perasa dan ada pula Penggagasnya; dimana tiap anggota mau mengakui dan menghargai setiap pribadi anggota lainnya. Pikiran Kelompok justeru timbul jika semua anggota berusaha untuk berfikir dan bertindak serba sama.

Kerjasama

Salah satu prinsip pengembangan komunitas menyatakan bahwa semua pihak yang mengambil bagian dalam kegiatan komunitas mempunyai kemampuan, akan membawa konsekuensi pada setiap kegiatan, karena kalau semua pihak dapat menyumbang dalam kegiatan dan kalau banyak pihak yang ikut bekerja ini berarti ada kerjasama.

Bekerjasama tentu tidak sama dengan “sama-sama kerja”. Pemahaman dan keterampilan kerjasama perlu dimiliki oleh setiap pekerja pengembangan komunitas. Bahkan lebih dari itu, setiap pekerja pengembangan komunitas harus berdaya-cipta

4

Page 5: Dinamika Kelompok

agar dapat mengembangkan kerjasama di antara semua pihak agar dapat mengembangkan kerjasama di antara semua pihak yang mengambil bagian dalam program yang sedang dijalankan.

1. Keuntungan yang dapat diperoleh dari bekerjasama

Bila dalam suatu kegiatan selalu dijalin kerjasama di antara semua pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan kegiatan itu. Ini berarti sudah memberi kesempatan kepada seluruh pihak untuk menyumbangkan kemampuannya. Dan dengan sumbangannya tersebut, selain dapat membantu kegiatan juga dapat meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang menyumbang. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari bekerjasama antara lain:

a. Meringankan tugas yang harus dipikul oleh masing-masing pihak,

b. Menghemat tenaga, pikiran dan dana yang biasanya sangat terbatas dalam melaksanakan kegiatan,

c. Dengan dana, tenaga, pikiran yang tersedia, kerjasama dapat menghasilkan lebih banyak,

d. Lebih memberi kemungkinan kepada semua pihak untuk mengembangkan kemampuan dalam rangka menuju terbangunnya kemanusiaannya.

2. Beberapa hal yang dapat mendukung terjadinya kerjasama

Agar terjalin kerjasama yang mantap di antara para anggota suatu kelompok, sehingga lebih mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi, perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mendukung, antara lain:

a. Masing-masing pihak harus sadar dan mengakui kemampuan masing-masing karena adalah mustahil dapat terjalin kerjasama yang mantap jika masih ada pihak yang meragukan kemampuan orang lain di dalam kelompok,

b. Masing-masing pihak yang akan kerjasama harus mengerti dan memahami masalah yang dihadapi,

c. Masing-masing pihak yang bekerjasama harus mampu dan berkesempatan saling berkomunikasi sehingga akan lebih memperluas pandangan terhadap masalah dan menambah kemampuan masing-masing pihak dalam mengatasi masalah itu,

d. Kesadaran dan pengakuan terhadap kemampuan masing-masing harus menimbulkan kepekaan semua pihak dan masing-masing bersedia untuk:

Meminta sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan,

Memberi sesuai dengan kemampuan seperti yang dirasakan oleh pihak lain,

Mengerti kesulitan pihak lain, baik yang ingin dibantu maupun yang akan membantu, atau dengan kata lain ada keterbukaan dari semua pihak,

5

Page 6: Dinamika Kelompok

e. Meskipun semua pihak harus memberi sesuai dengan kemampuan, agar semuanya dapat berdaya-hasil dan berhasil-guna perlu ada pengaturan, yaitu koordinasi yang mantap.

3. Beberapa hal yang dapat mengganggu kerjasama

Untuk menjalin kerjasama yang mantap, perlu ada usaha dari semua pihak yang terlibat dalam kerjasama itu. Bila ada satu atau lebih pihak yang ikut serta dalam kerjasama mempunyai sikap atau tindakan yang kurang menguntungkan akan mempengaruhi kerjasama tersebut.

1. Ada pihak yang selalu bersikap menyerahkan pekerjaan kepada orang lain dan tidak bersedia bertanggung-jawab,

2. Ada pihak yang bersedia menampung semua pekerjaan meskipun jelas tidak mampu mengerjakannya,

3. Tidak bersedia memberikan sebagian dari kemampuannya untuk membantu pihak lain. Dalam pengertian ini termasuk tidak bersedia menyerahkan sebagian dari wewenangnya kepada pihak lain,

4. Lekas puas dengan hasil pekerjaannya sendiri, sehingga tidak memperlihatkan dan tidak menaruh perhatian pada pihak yang masih bekerja,

5. Hanya bersedia memberikan sesuatu yang dirasa tidak lagi diperlukannya, sehingga memberi tidak sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh pihak lain.

6. Tidak bersedia memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi. Hanya merasa harus tekun dengan pekerjaannya sendiri,

7. Menutup diri, dan tidak mengundang pihak lain yang dapat memberi bantuan, misalnya selain berusaha emngerjakan sesuatu dengan sempurna sehingga pihak lain sulit memberi bantuan,

8. Tidak bersedia berkorban, misalnya melakukan penyesuaian atau mengubah kegiatan yang sudah direncanakan, demi mencapai kerjasama dan hasil kegiatan yang lebih baik,

9. Bersikap masa bodoh, sehingga menutup diri untuk minta pendapat dan bantuan pihak lain,

10.Tidak percaya kemampuan pihak lain sehingga tidak bersedia minta bantuan atau pendapat.

Penerapan Kerjasama Dalam Pelaksanaan Suatu Program

Prinsip-prinsip tersebut di atas tentu dapat diterapkan dalam program-program di lapangan. Misalnya bagaimana kerjasama antara pihak-pihak..? Melaksanakan program pemberdayaan, tentu harus dijalin kerjasama yang harmonis antara semua pihak yang ada hubungannya dengan kegiatan itu, tidak hanya dalam perencanaan, tetapi juga dalam pelaksanaan di lapangan.

6

Page 7: Dinamika Kelompok

Jika sekelompok orang bekerja dalam satu tim, dan berkeinginan mewujudkan tim kerja yang benar-benar efektif, maka ada dua hal yang patut diperhatikan dan diusahakan menciptakannya, yakni daya-ikat (kohesi) dan daya-padu (integrasi) tim tersebut. Contoh terbaik tentang hal ini dapat ditemukan dalam tim-tim olahraga. Pada tim olahraga sering ditemukan bahwa para anggotanya merasa sebagai bagian dari yang lain sebagai satu kesatuan, dan biasanya tim olahraga seperti itu mampu meraih prestasi dengan baik. Namun kekompakan tim semacam ini bisa menimbulkan sesuatu yang di luar kewajaran (ekstrim) yang cenderung merusak, yakni apa yang dikenal sebagai “pikiran kelompok”.

Pikiran Kelompok adalah suatu gejala di mana tak seorangpun anggota kelompok berani menolak keputusan bersama yang diambil oleh tim, meskipun keputusan itu tidak disetujui dan jelas salah. Ini terjadi karena pekatnya daya-ikat/kekompakan tim. Dalam contoh tim olahraga tersebut, gejala ini nampak jelas dalam acara-acara “latihan rutin”. Padahal, pertemuan tim yang terlalu sering juga tidak dengan sendirinya menjamin daya-ikat kelompok menjadi tinggi; meskipun juga benar bahwa jika tak pernah ada acara berkumpul dan bertemu bersama seluruh anggota “sebagai suatu kelompok”, maka daya-ikat kelompok juga tak akan pernah tumbuh.

Daya-padu (integrasi) kelompok merupakan hasil dari adanya diskusi yang sering dilakukan di antara sesama anggota tentang tujuan-tujuan mereka masing-masing dalam kaitannya dengan tujuan kelompok secara keseluruhan. Setiap anggota harus memperoleh kesempatan memahami dengan jelas bagaimana tujuan pribadi masing-masing sesuai dengan tujuan kelompok dan mendukung pencapainannya dan sebaliknya. Pertemuan dan diskusi tetap menjadi penting artiya, dan dalam hal ini berlaku kaidah dasar berkelompok: “Tanggungjawab tumbuh karena adanya pelibatan atau pemeransertaan anggota”.

Jika ingin meningkatkan DAYA-IKAT dan sekaligus DAYA-PADU tim, maka rahasianya adalah: adakan pertemuan tim yang teratur (tak perlu terlalu sering) untuk membicarakan tujuan-tujuan bersama yang akan dicapai serta meninjau kembali hasil-hasil kerja yang telah dilakukan. Dan yang paling penting jangan lupa melaksanakan semua keputusan pokok pertemuan yang memang memerlukan tindak-lanjut.

Mengelola “Pikiran Kelompok”

Suatu tim yang efektif adalah tim yang mampu menangani ketidak-cocokan, perbedaan, atau konflik yang terjadi di antara para anggotanya. Konflik dan perbedaan pendapat kadang kala juga dapat menjadi dasar yang baik untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi. Dalam pengertian ini, daripada berusaha meredam konflik dan perbedaan yang mungkin justeru mengendorkan semangat anggota; maka lebih baik memanfaatkan adanya konflik dan perbedaan tersebut untuk merangsang dinamika kelompok.

Telah dibahas adanya ciri-ciri kepribadian dan perbedaan individual pada anggota organisasi. Ada ciri kepribadian orang sebagai “penggerak”, sebagai “pemikir”,

7

Page 8: Dinamika Kelompok

sebagai “perasa” dan ada juga yang berciri sebagai “penghayal”. Tim yang paling efektif adalah tim yang memiliki lengkap keempat ciri kepribadian tersebut di dalam diri seluruh anggotanya di mana setiap orang dengan ciri kepribadiannya masing-masing tetap diakui dan dihargai karena keunikan dan kekhasannya.

Pikiran kelompok terjadi jika semua anggota tim cenderung berfikir dan bertindak serba sama, dimana konflik dan perbedaan-perbedaan dicegah sedemikian rupa “demi atau atas nama tim”. Banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana gejala Pikiran Kelompok dapat menjadi sedemikian kuat sehingga memaksa setiap anggota tim menyangkal apa yang sesungguhnya yang telah mereka perbuat, meskipun mereka tahu dan sadar bahwa hal itu adalah “jalan menuju kehancuran”, semata-mata dilakukan demi “nama baik” dan “kehormatan”, semata-mata dilakukan demi “nama baik” dan “kehormatan” tim !

Untuk mencegahnya, diperlukan kesadaran setiap anggota akan bahaya gejala tersebut, disamping adanya usaha untuk tetap memelihara perbedaan-perbedaan pada tingkat yang wajar.

Membina Daya-Ikat dan Daya-Padu

Daya ikat (kohesi) suatu tim tumbuh dari pengalaman bersama seluruh anggota bekerja sebagai suatu kelompok dalam waktu yang cukup lama. Pengalaman yang cukup lama seperti itu memang akhirnya punya kecenderungan membentuk sikap yang ‘menyesatkan’ (illusif) dengan embel-embel “semangat tim”, nama, lambang-lambang dan kebanggaan-kebanggaan sengaja dibuat dan terkesan mengada-ada. Meskipun banyak tim yang salah kaprah terlalu cepat mendewakan semangat kekompakan tim seperti itu, namun semangat tim tetap dibutuhkan sampai batas tertentu untuk membentuk suatu tim yang efektif.

Daya-ikat rendah berarti bahwa setiap orang dalam tim tidak atau kurang merasa menjadi bagian dari yang lainnya dan merasa tidak perlu setia pada timnya. Sebaliknya, daya-ikat tinggi berarti bahwa setiap orang merasa senang menjadi anggota atau bagian dari yang lain dan sadar benar akan hal itu. Daya-padu (integrasi) suatu tim merupakan perwujudan dari penyatuan semua tujuan-tujuan pribadi anggota yang khas menjadi suatu tujuan tim secara keseluruhan. Daya-padu rendah berarti bahwa setiap anggota dalam tim yang bersangkutan merasa tidak memiliki ikatan dengan tujuan tim dan tidak mutlak harus mendukungnya serta boleh-boleh saja melakukan sesuatu yang sama sekali tak ada hubungannya dengan tujuan tim. Sebaliknya, daya-padu tinggi berarti bahwa setiap anggota merasa terikat dan berkewajiban menunjang keberhasilan dan pencapaian tujuan tim. Kedua dimensi ini membentuk empat tingkat perkembangan yang menunjukan keadaan suatu tim.

Daya-ikat rendah – Daya-padu rendah

Pada tingkat ini, para anggota tim merasa tidak terikat satu sama lain sebagai suatu kesatuan anggota tim, disamping juga tidak memiliki keterikatan mutlak pada tujuan tim. Ini merupakan kondisi yang paling parah dalam suatu tim, sehingga tim tidak

8

Page 9: Dinamika Kelompok

memiliki cukup kekuatan untuk mengerahkan anggotanya dalam rangka menunjang pencapaian tujuan tim.

Daya-ikat tinggi – Daya-padu rendah

Keadaan ini menggambarkan tingkat perkembagnan tim di mana setiap anggota tidak merasakan perlunya bekerja sama setiap saat, meskipun mereka masing-masing menyadari betul bahwa pola kerja mereka secara sendiri-sendiri selama ini adalah dalam rangka menunjang pencapaian tujuan tim. Kalau tim memang tidak terlalu memerlukan adanya rasa kesetiakawanan yang erat, maka keadaan itu tidak menjadi persoalan. Persoalan muncul jika tim membutuhkan suatu suasana kekompakan yang pekat di antara anggotanya.

Daya-ikat tinggi – Daya-padu tinggi

Keadaan ini merupakan kondisi ideal bagi suatu tim, meskipun dalam kenyataannya sulit dan jarang dicapai. Pada tingkat ini, setiap anggota memiliki rasa kebersamaan yang pekat, dan sadar bahwa suasana kekompakan tersebut demi dan dalam rangka menunjang keberhasilan pencapaian tujuan tim.

Daya-ikat rendah – Daya-padu tinggi

Tingkat perkembangan ini merupakan keadaan yang paling gawat dan berbahaya bagi sebuah tim. Penyebabnya, ditinjau dari sudut pandang keorganisasian, rasa kebersamaan yang pekat tanpa kesadaran yang cukup terhadap pentingnya pencapaian tujuan tim, justeru dapat berbalik merugikan tim. Para anggota memang merasa senang berkumpul dan bekerja bersama sebagai suatu kelompok, tapi kekompakan tersebut tanpa mereka sadari dapat saja justeru dimaksudkan untuk tujuan-tujuan yang sama sekali bertentangan dengan tujuan tim. Menghadapi situasi ini, ada dua pilihan:

Membubarkan tim, atau

Berusaha menyadarkan kembali para anggota pada tujuan-tujuan tim.

Sayangnya, berdasarkan pengalaman, pilihan pertamalah yang memang lebih gampang dan banyak dipilih.

Pertemuan Menetapkan Tujuan Tim

Langkah pertama yang harus anda ambil jika ingin membentuk suatu tim kerja dalam suatu organisasi anda adalah mengadakan pertemuan untuk menetapkan tujuan-tujuan tim itu. Secara rinci ada tujuh urutan langkah yang harus ditempuh sebagai berikut :

1. Ajak seluruh anggota tim berkumpul dan sampaikan gagasan pembentukan tim dan tujuan-tujuan yang mesti dicapai. Tekankan pentingnya setiap orang bekerja optimum untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan tanamkan kesadaran

9

Page 10: Dinamika Kelompok

meraka bahwa adalah satu kesatuan kelompok yang saling menunjang satu sama lain.

2. Minta setiap anggota menjawab pertanyaan-pertanyaan :

a. Bagaimana pendapat mereka tentang tujuan-tujuan tim tersebut ..?

b. Apa yang menjadi tujuan-tujua pribadi mereka masing-masing dalam tim tersebut..? Apakah sesuai dan saling menunjang dengan tujuan-tujuan tim ..?

Kemudian, segera tetapkan waktu dan tempat pertemuan berikutnya. Minta setiap orang telah menulis dan membawa jawaban kedua pertanya di atas pada saat pertemuan itu. Tekankan bahwa sebelum pertemuan tersebut, mereka tidak boleh membicarakan satu sama lai jawaban masing-masing.

3. Laksanakan pertemuan tim pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Pusatkan perhatian semua orang pada perumusan tujuan tim berdasarkan jawaban dari setiap anggota. Catat semua jawaban pada panel atau papan tulis di depan ruangan pertemuan dan beri kesempatan atas jawaban yang ada. Sampai tahap ini jangan lakukan pembahasan/perdebatan.

4. Diskusikan dengan seluruh anggota tim semua jawaban yang masuk dan kembangkan jawaban menjadi suatu rumusan tujuan tim yang bisa disepakati bersama. Terapkan gaya kepemimpinan yang tepat pada tingkat anggota selama diskusi berlangsung, sesuai tingkat perkembangan mereka masing-masing.

5. Masih dalam pertemuan yang sama, atau dalam pertemuan berikutnya jika tak ada waktu lagi, bantulah setiap anggota mengaitkan dan menyesuaikan tujuan mereka (jawaban pertanyaan Nomot 2.b) dengan tujuan-tujuan tim yang telah didiskusikan dan dirumuskan tadi. Ini dapat ditempuh dengan meminta setiap anggota membacakan jawaban mereka atas pertanyaan No.2 tersebut secara bergilir. Anggota lainnya memberi tanggapan dan penilaian serta umpan balik : apakah sudah sesuai dengan tujuan tim dan bagaimana cara merumuskannya.

6. Perbanyak rumusan akhir pertemuan, baik rumusan tujuan tim maupun rumusan tujuan-tujuan anggota, lalu edarkan kepada semua anggota yang hadir pada pertemuan.

7. Ulangi proses itu sesuai kebutuhan untuk meninjau kembali dan menjaga tujuan-tujuan tiam tetap aktual, disamping untuk memperkenalkan anggota baru tim (jika ada).

Proses tersebut dapat diubah dan disusun sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata dan kondisi organisasi (tim)

Mengatasi Konflik dalam Tim

Jika suatu tim telah berjalan dan berkembang, biasanya segera timbul persolan-persoalan baru pula. Suatu tim, seperti juga halnya seorang individu, bisa saja merosot efektifitas kerjanya dan gejala kemundurannya mulai tampak kearah suasana aristikrasi dan birokrasi (lihat kembali Daur Hidup Organisasi). pada

10

Page 11: Dinamika Kelompok

saat ini, acara-acara pertemuan mulai disuspi beberapa mata acara acara yang disisipkan dengan maksud terselubung, kecurigaan mulai menggejala, rasa saling percaya mulai goyah dan sumbang-saran mulai jarang bisa disetujui begitu saja.

Kalau gejala Paranoian dan konflik seperti itu mulai mewarnai suatu tim, maka diperlukan tindakan-tindakan drastis untuk mengatasinya. Pengalaman menunjukan bahwa jarang sekali pemimpin resmi atau ketua tim terpilih dapat mengatasi keadaan seperti ini sendiri. Biasanya diperlukan bantuan dari pihak luar atau pihak ketiga, yaitu orang yang memang ahli dalam masalah pembentukan tim kerja, kepemimpinan kelompok, dan fasilitasi pertemuan.

Berdasarkan pendekatan kepemimpinan situasional, jika suatu tim kerja mengalami proses penutunan atau kemunduran dalam kemampuan dan kemauan kerjanya, maka tim tersebut juga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan yang sesuai. Mundur searah dan setingkat, misalnya sampai Tingkat-1 pun harus dihadapi dengan Gaya-1, dan seterusnya. Kalau ternyata itulah yang terjadi, maka bantuan pihak luar yang dibutuhkan adalah dari pihak yang setingkat lebih tinggi dalam struktur organisasi, karena mereka punya wewenang untuk bertindak memerintah (telling). Lain halnya jika kemunduran tim hanya sampai pada Tingkat-3, maka pihak luar yang diperlukan bantuannya mungkin cukup dari tingkat yang sederajat dengan anggota tim, atau bahkan tidak perlu sama sekali. Artinya, cukup dilaksanakan oleh pemimpin atau ketua tim itu sendiri.

Sebagai alat bantu, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam sebuah tim kerja:

1. Pertama-tama, adakan pertemuan selama dua atau tiga hari berturut-turut di suatu tempat yang agak jauh dari tempat kerja sehari-hari tim itu. Pertemuan sebaiknya dipimpin oleh seorang fasilitator dari pihak ke tiga (bukan anggota tim). Pemimpin tim hendaknya cukup siap untuk melimpahkan sebagian besar wewenang kepada Sang Fasilitator dan siap menerima kenyataan duduk sejajar sebagai anggota tim seperti yang lainnya.

2. Selama pertemuan berlangsung, fasilitator akan bersikap sangat mengarahkan (directive) tentang keberlangsungan tim kerja dan akan memulainya dengan suatu diagnosis tentang situasi dan kondisi tim saat itu. Tim, secara psikologis, memerlukan adanya kejelasan tentang apa yang mesti mereka capai dalam waktu dekat dan perhatiannya harus dipusatkan ke arah itu. Ternyata ini tidak sulit dilaksanakan. Caranya: minta setiap anggota tim menyiapkan sehelai kertas. Kemudian masing-masing menuliskan apa yang dipikiran dan harapan mereka terhadap tim pada saat itu:

a. Apakah melanjutkan pekerjaan tim dan mengerjakan lebih banyak hal..?

b. Mengerjakan pekerjaan tim dengan cara yang lain..?; atau

c. Menghentikan pekerjaan sama sekali atau menguranginya..?

Setiap anggota menandatangani kertasnya masing-masing. Kertas ditempelkan pada satu tempat, sehingga setiap orang bisa melihat pikiran dan harapan anggota-anggota yang lain, sebagai perbandingan dan umpan balik bagi dirinya sendiri. Proses refleksi ini bisa dilakukan beberapa kali. Sambil diendapkan,

11

Page 12: Dinamika Kelompok

semua anggota diminta bersepakat untuk menentukan bagaimana bentuk interaksi mereka selama beberapa hari atau minggu berikutnya.

3. Pertemuan pertama ini disusul oleh beberapa pertemuan lagi, dan selama itu Sang Fasilitator akan memonitor perkembangan yang terjadi.

4. Jika ternyata dicapai beberapa kemajuan dan mulai tercipta suasana yang lebih baik, maka pertemuan berikutnya diadakan untuk membicarakan tujuan tim secara keseluruhan. Fasilitator luar masih berperan disini sebagai pemerakarsa dan pemimpin pertemuan.

5. Jika beberapa kesepakatan sudah mulai dicapai tentang tujuan-tujuan tim, maka pertemuan berikutnya diadakan untuk menyusun strategi bersama dalam rangka pencapaian tujuan tersebut serta implikasinya dalam tindakan-tindakan yang harus diambil dalam waktu singkat dan segera. Pada saat itu juga ditegaskan kembali tujuan-tujuan setiap orang yang menunjang tujuan tim, tanggungjawab yang dituntut dari setiap anggota serta dukungan mereka. Prinsipnya, perhatian harus dipusatkan pada upaya yang mengembalikan semangat dan produktivitas kerja tim.

Lima langkah proses untuk mengatasi konflik tim tersebut di atas sudah dicobakan beberapa kali dan ternyata cukup berhasil. Memang proses itu cukup menyita waktu (bisa sampai bulanan) dan memerlukan bantuan pihak luar cukup sering. Karena itu hendaknya digunakan jika konflik yang dihadapi benar-benar gawat dimana sesuatu tindakan harus segera dilakukan untuk mengatasinya. Sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk membantu melakukan proses ini tersedia di dalam maupun dari luar organisasi. Kesulitannya sering teramat sukar menemukan seseorang yang mampu dan bersedia menjalankan peran berat sebagai fasilitator tim, selain masalah kesediaan para anggota tim untuk menerima “campur tangan” dari pihak luar.

12