Dimensi pengukur kemiskinan

16
868 DIMENSI PENGUKURAN KEMISKINAN Oleh : Edi Santosa ABSTRACT There are some methods in the social literature to estimate the level of poverty. Poverty is a latent and still a big problem in many developing countries, including Indonesia. Many theories, concept and approaches have been developed and are being developed to find the most suitable way in describing and estimating poverty, and therefore find ways to eradicate poverty. It is not an easy task, since understanding and definitions of poverty should considerate various aspects. It is hoped that better understanding on this matter can help alleviate poverty acutely suffered by many Indonesians. Keywords : poverty, poverty measure A. PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan masa- lah sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara ber- kembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin “misteri” mengenai kemiskinan ini. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah- tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimen- sional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. B. PEMBAHASAN 1. Konsep Kemiskinan Pengertian atau batasan tentang kemiskinan bukanlah sesuatu hal yang mudah dirumuskan. Kemiskinan sebagai suatu gejala ekonomi sangat berbeda dengan konsep kemiskinan dilihat dari gejala sosial. Ekonomi kemiskinan merupa- kan suatu gejala yang terjadi di sekitar lingkungan penduduk miskin dan biasanya dikaitkan dengan masalah rendahnya pendapatan. Sebaliknya kebudayaan kemiskinan lebih banyak terdapat dalam diri

description

indeks kemiskinan dan pengukuurannya

Transcript of Dimensi pengukur kemiskinan

Page 1: Dimensi pengukur kemiskinan

868

DIMENSI PENGUKURAN KEMISKINAN

Oleh : Edi Santosa

ABSTRACT

There are some methods in the social literature to estimate the level ofpoverty. Poverty is a latent and still a big problem in many developing countries,including Indonesia. Many theories, concept and approaches have beendeveloped and are being developed to find the most suitable way in describingand estimating poverty, and therefore find ways to eradicate poverty. It is not aneasy task, since understanding and definitions of poverty should consideratevarious aspects. It is hoped that better understanding on this matter can helpalleviate poverty acutely suffered by many Indonesians.

Keywords : poverty, poverty measure

A. PENDAHULUANKemiskinan merupakan masa-

lah sosial laten yang senantiasa hadirdi tengah-tengah masyarakat,khususnya di negara-negara ber-kembang. Kemiskinan senantiasamenarik perhatian berbagaikalangan, baik para akademisimaupun para praktisi. Berbagai teori,konsep dan pendekatan pun terusmenerus dikembangkan untukmenyibak tirai dan mungkin “misteri”mengenai kemiskinan ini. Dalamkonteks masyarakat Indonesia,masalah kemiskinan juga merupakanmasalah sosial yang senantiasarelevan untuk dikaji secara terusmenerus. Ini bukan saja karenamasalah kemiskinan telah ada sejaklama, melainkan pula karenamasalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan bahkan kinigejalanya semakin meningkatsejalan dengan krisis multidimen-

sional yang masih dihadapi olehBangsa Indonesia. Meskipunpembahasan kemiskinan pernahmengalami tahap kejenuhan sejakpertengahan 1980-an, upayapengentasan kemiskinan kinisemakin mendesak kembali untukdikaji ulang.

B. PEMBAHASAN1. Konsep Kemiskinan

Pengertian atau batasantentang kemiskinan bukanlahsesuatu hal yang mudah dirumuskan.Kemiskinan sebagai suatu gejalaekonomi sangat berbeda dengankonsep kemiskinan dilihat dari gejalasosial. Ekonomi kemiskinan merupa-kan suatu gejala yang terjadi disekitar lingkungan penduduk miskindan biasanya dikaitkan denganmasalah rendahnya pendapatan.Sebaliknya kebudayaan kemiskinanlebih banyak terdapat dalam diri

Page 2: Dimensi pengukur kemiskinan

869

penduduk miskin itu sendiri seperticara hidup, filosofi, tingkah laku, nilai-nilai tradisional, persepsi, dan sikapsetiap individu yang memilikiperbedaan mendasar tentangpemahaman kehidupan yang diob-sesikan. Segenap gejala kemiskinandi lingkungan kita dengan mudahdapat dikenali seperti: kekurangangizi, busung lapar, buta huruf,lingkungan hidup yang kotor,tingginya angka kematian danrendahnya harapan hidup. Akantetapi untuk mengoperasionalkankonsep kemiskinan tersebut masihdiperlukan beberapa perkiraankuantitatif guna lebih mempertajampermasalahan yang dihadapi.

Kita sering bertanya mengapapenduduk Indonesia masih banyakyang termasuk kategori keluargamiskin (GAKIN)? Apa yang dijadikandasar kebijakan pemerintah dalamprogram pengentasan kemiskinan diperkotaan dan perdesaan, sertamengapa jumlah orang miskincenderung bertambah dan sukardiatasi?. Tentu jawabnya amatberagam karena pemahamanseseorang tentang kondisi sosialekonomi suatu komunitas, baiksecara deskriftif dan preskriftiftentang masalah kemiskinan,bersifat relatif.

2. Definisi KemiskinanPada dasarnya konsep kemis-

kinan dikaitkan dengan perkiraantingkat pendapatan dan kebutuhan.Perkiraan kebutuhan hanya dibatasipada kebutuhan pokok atau kebu-

tuhan dasar minimum sehinggamemungkinkan seseorang dapathidup secara layak. Bila sekiranyatingkat pendapatan tidak dapatmencapai kebutuhan minimum,maka orang atau keluarga tersebutdapat dikatakan miskin. Ini berartidiperlukan suatu tingkat pendapatanminimum sehingga memungkinkanorang atau keluarga tersebut mem-peroleh kebutuhan dasarnya.Dengan perkataan lain, kemiskinandapat diukur dengan memper-bandingkan tingkat pendapatanorang atau keluarga tersebut dengantingkat pendapatan yang dibutuhkanuntuk memperoleh kebutuhan dasarminimum. Dengan demikian tingkatpendapatan minimum akan merupa-kan pembatas antara keadaanmiskin dan tidak miskin atau biasadisebut sebagai garis kemiskinan.Konsep ini dikenal sebagaikemiskinan mutlak (absolut).

Sebaliknya ada pula yangberpendapat, walaupun tingkatpendapatan seseorang atau sebuahkeluarga sudah mampu mencapaitingkat kebutuhan dasar minimumtetapi masih jauh lebih rendahdibandingkan dengan keadaanmasyarakat sekitarnya, maka orangatau keluarga tersebut masih beradadalam keadaan miskin. Hal ini terjadikarena kemiskinan lebih banyakditentukan oleh keadaan lingkungankebudayaan sekitarnya daripadalingkungan orang atau keluarga yangbersangkutan. Konsep ini dikenalsebagai kemiskinan relatif. Ukuranuntuk menentukan tingkat kemiskinan

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 3: Dimensi pengukur kemiskinan

870

paling tidak dapat dilihat daribeberapa hal, sebagai berikut :

3. Kebutuhan MinimumKesulitan utama di dalam

konsep kemiskinan mutlak adalahpenentuan komposisi dan tingkatkebutuhan minimum. Kebutuhanminimum bukan saja dipengaruhioleh adat dan kebiasaan tetapi eratpula hubungannya dengan tingkatpembangunan, iklim dan berbagaifaktor ekonomi lainnya. Namundemikian, tidak pula dapat disangkalbahwa untuk memungkinkan sese-orang dapat hidup secara layakdibutuhkan seperangkat barang-barang dan jasa-jasa, baik untukmemenuhi kebutuhan biologismaupun kebutuhan sosial.

Berbagai komponen telahdipergunakan di dalam mengukurtingkat kehidupan manusia. Sebuahlaporan PBB, Report on Inter-national Definition and Measure-ment of Standards and Level ofLiving (selanjutnya disebut LaporanPBB-I) mengemukakan 12 macamkomponen sebagai dasar untukmemperkirakan kebutuhan dasarmanusia. Komponen-komponen ituterdiri dari kebutuhan langsungmaupun tidak langsung terutamayang berkaitan dengan keadaanlingkungan kehidupan. Komponen-komponen tersebut terdiri darikesehatan, pangan dan gizi,pendidikan, kondisi pekerjaan,situasi kesempatan kerja, konsumsidan tabungan, pengangkutan,perumahan, sandang, rekreasi dan

hiburan, jaminan sosial, dankebebasan manusia. Perangkatkebutuhan dalam Laporan PBB-I inimencakup bidang yang sangat luas.Setelah diadakan berbagai pemba-hasan antar anak organisasi PBB(ILO, WHO, FAO, UNESCO, dansebagainya), komponen-komponenkonsumsi dan tabungan sertapengangkutan tidak dapat dimasuk-kan sebagai pengukur tingkatkehidupan. Sehingga dalam LaporanPBB-II hanya dipergunakan 9komponen.

Kebutuhan dasar sebenarnyadapat dibagi dalam dua golonganbesar. Pertama, kebutuhan dasaryang sangat diperlukan oleh manusiauntuk mempertahankan hidupnya.Kedua, kebutuhan lain-lain yangbersifat lebih tinggi. Berdasarkanpertimbangan tersebut UnitedNations Research Institute forSocial Development (UNRISD)menggolongkan kebutuhan gizi,perumahan, dan kesehatan sebagaikebutuhan fisik primer. Di samping itupendidikan, rekreasi, dan ketena-ngan hidup selaku kebutuhan kultural.Baru setelah kebutuhan ini terpenuhi,kelebihan pendapatan dipergunakanuntuk mencapai kebutuhan lain yanglebih tinggi.

Di samping kebutuhan fisik dankultural, Drewnowski telah memasuk-kan pula komponen-komponensandang, lingkungan sosial, danlingkungan fisik sebagai unsur-unsuryang perlu diperhatikan dalammengukur kualitas kehidupan manu-sia. Ia menganggap gizi, perumahan,

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 4: Dimensi pengukur kemiskinan

871

pelayanan pengobatan, pendidikan,dan sandang sebagai komponenprimer. Atau dengan perkataan lainsebagai perangkat kebutuhan dasaryang sangat diperlukan agarseseorang dapat hidup secara layak.Komponen-komponen lainnya yaituwaktu terluang, ketenangan danlingkungan hidup sebagai komponensekunder atau kebutuhan dasarkedua.

Kebutuhan dasar bukan sajamencakup: kebutuhan orang ataukeluarga tetapi mencakup pulakebutuhan fasilitas-fasilitas ling-kungan kehidupan manusia. Hal inidikemukakan secara jelas olehInternational Labour Organization(United Nations, 1976) sebagaiberikut :

“Basic needs, ... include twoelements. First, they include certainminimum requirements of a familyfor private consumption : adequatefood, shelter and clothing, as wellas certain household equipmentand furniture. Second, they includeessential services provided by andfor the community at large, such assafe drinking water, sanitation,public transport and health,educational and cultural facilities”.

Perkiraan kebutuhan minimumyang dilakukan secara objektifmungkin jauh berbeda denganperkiraan subjektif. Kebutuhanminimum objektif dilakukan secarailmiah dengan memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kelayakankehidupan. Sebaliknya perkiraan

subyektif diperoleh dari polakonsumsi rill penduduk.

Perkiraan kebutuhan gizi mini-mum yang diperlukan seseorangagar dapat hidup secara layak dapatdilakukan secara teknis-ilmiah. Halini sering dilakukan mengingatkebutuhan terhadap perangkatpangan yang memenuhi persyaratankesehatan merupakan kebutuhandasar primer di dalam kehidupanmanusia, sehingga pengertiankemiskinan tidak jarang dikaitkandengan “kekurangan gizi”. Berdasar-kan konsep ini, penduduk miskinadalah mereka yang berada di bawahkebutuhan gizi minimum.

Konsep kemiskinan yang didasarkan atas perkiraan perangkatkebutuhan dasar minimum merupa-kan suatu konsep yang mudahdimengerti. Bila sekiranya posisiseseorang atau keluarga berada dibawah kebutuhan minimum tersebut,maka orang atau keluarga tersebutsudah dapat dikatakan miskin.

Akan tetapi konsep yangsederhana bukanlah berarti konsepyang terbaik. Penentuan garis kemis-kinan berdasarkan kebutuhan mini-mum lebih banyak bersifat rekaan(arbitrary) daripada suatu pertim-bangan obyektif. Tidak mungkinsuatu garis kemiskinan ditentukansecara obyektif mengingat banyaksekali faktor yang mempengaruhinya.Garis kemiskinan ini akan berbedaantara satu tempat dengan tempatlainnya, bahkan antara jenis kelamin.Sehingga tidak ada satu garis

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 5: Dimensi pengukur kemiskinan

872

kemiskinan pun yang dapatdianggap berlaku umum.

Pemilihan perangkat barang-barang dan jasa-jasa yang akandimasukkan dalam komponenkebutuhan dasar sukar sekaliditentukan secara tepat. Walaupunperkiraan kebutuhan gizi minimumdapat dilakukan secara ilmiah,namun kondisi masyarakat belumtentu dapat menerimanya.

Komposisi pangan dipengaruhisekali oleh latar belakang adat,kebudayaan, dan kondisi sosialmasyarakat yang bersangkutan.Variasi yang cukup besar jelasterdapat dalam komposisi pangan.Walaupun telah dianjurkan bagiseorang laki-laki dewasa untukmemakan menu sehat yang terdiridari nasi (500 gr beras), daging (50gr), tempe (75 gr), sayuran (150 gr),dan sepotong pepaya (200 gr) setiapkali makan, belum tentu anjuran inidapat diterima oleh masyarakat.

Perkiraan kebutuhan gizi yangsama sebenarnya dapat “diterjemah-kan” dalam berbagai komposisipangan. Tetapi siapa yang mampumenyusun menu yang demikian itu?Komposisi pangan yang memenuhipersyaratan gizi yang sehat sukardilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga,apalagi ibu-ibu rumah tangga miskin.Di samping itu kebutuhan kaloripenduduk miskin jauh lebih besardibandingkan dengan golonganberpendapatan tinggi, karenamereka biasanya lebih banyaksebagai pekerja kasar dibandingkandengan mereka yang berpendapatan

tinggi. Ini berarti aktivitas fisikmereka lebih besar pula sehinggamembutuhkan jumlah kalori yanglebih banyak. Faktor ini justru kurangmendapat perhatian dalam memper-kirakan tingkat kebutuhan giziminimum.

Konsensus mengenai kompo-sisi kebutuhan dasar akan lebihsukar diperoleh bagi barang-barangyang bukan merupakan bahanpangan. Hal ini jelas terlihat dalammemperkirakan kebutuhan minimummeliputi sandang, papan (peru-mahan), pendidikan, dan kesehatan.Ada yang beranggapan bahwakebutuhan sandang minimumhendaknya diukur dengan pema-kaian tekstil per kapita, atau bagiIndonesia pemakaian kain batik perkapita per tahun. Walaupun pertim-bangan tersebut mempunyai dasaryang cukup kuat tetapi dalam prakteksukar diperhitungkan secara tepat.Kualitas tekstil yang demikian banyakragamnya di samping pengaruh iklimdan adat kebiasaan sangat mem-pengaruhi pemakaian tekstiltersebut. Kriteria kebutuhan peru-mahan juga tidak mudah dilakukan.Hal ini tentu dipengaruhi pula olehjumlah anggota rumah tangga danfaktor-faktor lingkungan lainnya.Adapun kebutuhan papan cukuphanya diperhitungkan kebutuhan saturumah untuk satu keluarga.

Ukuran yang diperlukan untukmenentukan kebutuhan pendidikandan kesehatan minimum masih tetapmerupakan hal yang kontroversial.Bila lamanya pendidikan diper-

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 6: Dimensi pengukur kemiskinan

873

gunakan selaku dasar perkiraankebutuhan minimum, tentu timbulkesukaran di dalam memperkirakanbesarnya biaya yang harusdikeluarkan untuk mencapai tingkatpendidikan minimum tersebut.Kebutuhan kesehatan minimummerupakan suatu hal yang mustahiluntuk diperhitungkan. Hal ini menjadibertambah sukar bila dalamkomposisi kebutuhan minimumtersebut dimasukkan pula komponenlingkungan sosial, lingkungan fisik,kebebasan manusia, dan sebagai-nya. Perkiraan garis kemiskinandengan mempergunakan konsepkebutuhan minimum merupakan pulasuatu konsep yang statis. Perkem-bangan tingkat garis kemiskinanbiasanya disesuaikan menurutindeks kenaikan harga. Ini berartitingkat kehidupan penduduk miskinsama sekali tidak mengalamiperubahan apa-apa, sedangkangolongan penduduk lain telahmengalami kenaikan

a. Kemiskinan RelatifDengan memperhatikan ber-

bagai kelemahan tersebut, konsepkemiskinan ini lebih tepat diper-lakukan secara relatif daripadamutlak. Ini berarti garis kemiskinanditentukan oleh keadaan masyarakatsekitarnya daripada orang ataukeluarga itu sendiri. Suatu gariskemiskinan tidaklah dapat ditentukandalam keadaan vakum, tetapi dilihatdalam hubungannya dengan lingku-ngan masyarakat tertentu dalamwaktu tertentu.

Kemiskinan relatif biasanyadiperkirakan dengan memperhatikangolongan berpendapatan rendah darisuatu pola pembagian pendapatan.Sehingga dapat dikatakan bahwa x%dari suatu pola pembagian penda-patan golongan bawah akan beradadalam posisi kemiskinan. Atau gariskemiskinan tersebut dikaitkandengan nilai-nilai statistik seperti nilairata-rata (mean) atau median.

Berdasarkan konsep kemis-kinan relatif ini garis kemiskinan akanmengalami perubahan bila sekiranyaseluruh tingkat kehidupan masya-rakat mengalami perubahan. Hal inijelas merupakan perbaikan darikonsep kemiskinan mutlak. Tetapikelemahan konsep ini justru terletakpada sifatnya yang dinamis. Secaraimplisit akan terlihat bahwa“kemiskinan akan selalu berada diantara kita”. Dalam setiap waktuakan selalu terdapat x% dari jumlahpenduduk yang dapat dikategorikanselalu miskin. Sehingga berbedadengan konsep kemiskinan mutlak,jumlah orang miskin tidak mungkinhabis sepanjang zaman.

Untuk menghindari hal ini,masalah kemiskinan dapat dilihatdari aspek ketimpangan sosial.Semakin besar ketimpangan antaratingkat kehidupan golongan atas dangolongan bawah akan semakinbesar pula jumlah penduduk yangdapat dikategorikan miskin

Namun demikian, ketimpanganpembagian pendapatan dan kemis-kinan bukanlah merupakan suatu halyang sama walaupun mempunyai

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 7: Dimensi pengukur kemiskinan

874

hubungan yang erat satu samalainnya. Transfer pendapatan darigolongan berpendapatan sedang kegolongan berpendapatan tinggi akanmemperbesar tingkat ketimpangan.Tetapi sebaliknya golongan miskintidak mengalami perubahan apa-apa. Di lain pihak ketimpanganpembagian pendapatan mungkintidak akan mengalami perubahandengan meningkatnya tingkat penda-patan, tetapi tingkat kemiskinan akansemakin menurun. Jadi, keduakonsep ini sukar dimasukkan dalamkategori yang sama.

Dengan demikian definisi apapun yang dipergunakan selaluterdapat kelemahan di dalammerumuskan konsep kemiskinan.Alternatif lain yang dapat ditempuhadalah mempergunakan keduakonsep tersebut secara bersamaandengan memperhatikan perbedaanyang terdapat di antara keduanya.Suatu keluarga dapat saja menga-lami kenaikan tingkat kehidupantetapi tidak mengalami perubahanapa-apa bila dibandingkan dengankeluarga lain. Ini berarti posisikeluarga tersebut tetap tidak berubahdibandingkan dengan masyarakatsekitarnya walaupun garis kemis-kinan telah dapat dilampaui.

b. Kemiskinan Absolut (Perki-raan Garis kemiskinan Mutlak)

Penentuan garis kemiskinanberdasarkan konsep kemiskinanmutlak dapat dilakukan denganmenempuh berbagai cara pende-katan. Di dalam beberapa negara

terdapat perkiraan garis kemiskinanresmi baik untuk merumuskankebijaksanaan kesejahteraan sosialmaupun penyusunan perencanaanpembangunan. Pemakaian gariskemiskinan untuk merumuskankebijaksanaan kesejahteraan sosialterutama terdapat di negara-negaramaju seperti Amerika Serikat,Inggris, Prancis, dan sebagainya.Sebaliknya, usaha-usaha untukmempergunakan konsep gariskemiskinan di dalam perencanaanpembangunan terdapat di negara-negara sedang berkembang.

Baik penentuan garis kemis-kinan resmi maupun perkiraan-perkiraan yang dilakukan para ahli,sebagian besar didasarkan ataskebutuhan gizi minimum ataukomposisi pangan yang dibutuhkanseseorang agar dapat hidup secaralayak. Pendekatan lain yang biasadipergunakan adalah pendekatankebutuhan dasar manusia, dan gariskemiskinan internasional.

3. Garis Kemiskinan ResmiGaris kemiskinan resmi

merupakan garis kemiskinan yangditetapkan oleh pemerintah di dalamusaha-usahanya untuk mengukurtingkat kemiskinan. Dasar perkiraangaris kemiskinan resmi ini berbeda-beda antara satu negara dengannegara lainnya.

Garis kemiskinan resmi diAmerika Serikat semula berasal dariperkiraan komposisi pangan eko-nomis yang disusun oleh DepartemenPertanian dengan maksud untuk

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 8: Dimensi pengukur kemiskinan

875

mengatasi keadaan darurat ataukeadaan sementara bila sekiranyadana yang tersedia tidak mencukupi.Perkiraan garis kemiskinan tersebutdilakukan dengan memperhatikanjumlah anggota keluarga danlapangan pekerjaan (petani danbukan petani). Setiap tahun perki-raan garis kemiskinan ini disesuai-kan dengan perkembangan harga.

Pemakaian garis kemiskinan didalam perencanaan pembangunanmempunyai sifat yang berbeda. Baginegara-negara sedang berkembangmasih terlalu berat untuk menye-lenggarakan program anti kemis-kinan sebagaimana yang terdapat dinegara-negara maju. Walaupun tidakmempunyai pekerjaan, rakyat dinegara maju dapat memperolehtunjangan jaminan sosial daripemerintah. Hal yang demikian ini,tentu sukar dilakukan di negara-negara berkembang karena tingkatpendapatan negara tersebut masihrendah sekali.

a. Kebutuhan BerasMengingat beras merupakan

kebutuhan primer rakyat Asia, makaperkiraan garis kemiskinan tidakjarang pula dilakukan denganmempergunakan ukuran kebutuhanberas atau berasekuivalen. Disamping itu terdapat pula semacamanggapan bahwa perkembanganharga-harga komoditi lainnya akandipengaruhi sekali oleh perkem-bangan harga beras.

Metode perkiraan garis kemis-kinan yang seperti ini telah

dipergunakan pula oleh Sajogyo(2002) di Indonesia. Ia mengemuka-kan besarnya kebutuhan minimumdalam beras-ekuivalen. MenurutSajogyo, kebutuhan minimum rakyatIndonesia adalah sebesar 360 kgdan 240 kg beras-ekuivalen perorang per tahun masing-masinguntuk daerah kota dan daerahpedesaan. Dengan memperhatikanharga beras yang berlaku, diperolehgaris kemiskinan di daerah kotasebesar Rp. 1.800.000 per orang pertahun dan di daerah pedesaansebesar Rp. 1.200.000 per orang pertahun.

Sebagaimana juga halnyadengan ukuran-ukuran lain, perkiraangaris kemiskinan berdasarkankebutuhan berekuivalen mengan-dung pula beberapa kelemahan.Pertama, sukar menentukan kebu-tuhan beras minimum yangdiperlukan seseorang atau suatukeluarga. Kedua, perkembanganharga-harga barang lain belum tentudipengaruhi sepenuhnya oleh per-kembangan harga beras. Ketiga,hubungan antara harga berasdengan harga barang-barang lainnyatidaklah selalu konstan. Keempat,proporsi pengeluaran untuk berasdan kebutuhan lainnya akan berubahsesuai dengan perubahan tingkatpendapatan. Semakin tinggi tingkatpendapatan akan semakin berkurangpula proporsi pengeluaran untukberas.

Namun demikian, tidak puladapat disangkal bahwa metodeperkiraan garis kemiskinan dengan

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 9: Dimensi pengukur kemiskinan

876

mempergunakan perhitungan beras-ekuivalen tersebut mudah dipahamimasyarakat.

b. Belanja PanganProporsi pengeluaran untuk

belanja pangan pada saat tertentuakan berbanding terbalik dengantingkat pendapatan. Bila tingkatpendapatan meningkat, konsumsipangan akan meningkat pula. Tetapipada saat tertentu proporsipengeluaran untuk pangan akanmenurun. Ini berarti pada saatterjadinya titik balik tersebut,pengeluaran terhadap bahan bukan-pangan akan mulai meningkat.Dengan demikian titik balik ini dapatdianggap sebagai garis kemiskinankarena justru pada saat itu kebutuhanminimum terhadap pangan telahterpenuhi.

c. Kebutuhan Gizi MinimumPendekatan kemiskinan

dengan mempergunakan konsepkebutuhan gizi minimum akanmemberikan perkiraan gariskemiskinan yang berbeda denganpendekatan belanja pangan. Seba-gaimana diketahui kebutuhan kaloriakan tergantung sekali dari jeniskelamin, umur, kegiatan, iklim, danfaktor-faktor ekologi lainnya. Sebalik-nya kebutuhan protein dipengaruhioleh berbagai ketegangan-ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, panas, jenis pekerjaan, daninfeksi luka. Kebutuhan protein inidiperhitungkan setelah terpenuhinyakebutuhan kalori minimum. Dengan

memperhatikan faktor-faktor tersebutdapat diperkirakan kebutuhan giziminimum baik secara global maupunsecara nasional. Dalam hal ini paraahli gizi sering berbeda pendapat didalam memperkirakan kebutuhangizi tersebut.

Perbedaan-perbedaan didalam memperkirakan kebutuhangizi minimum ini terdapat juga diIndonesia. Repelita III memper-kirakan kebutuhan kalori minimumper orang per hari sebesar 2.100kalori dan 46 gr protein. Sebaliknya,Sajogyo (2002) beranggapan kebu-tuhan kalori minimum cukup biladapat mencapai 1.900 kalori dan 40gr protein.

Masalah utama di dalammemperkirakan garis kemiskinanberdasarkan kebutuhan gizi mini-mum adalah “menerjemahkan” nilaikalori dan protein tersebut ke dalamnilai pengeluaran per kapita atau perkeluarga. Metode linear program-ming dapat dipergunakan untukmenentukan jumlah pengeluaranminimum agar tercapai tingkat hidupyang sehat. Ini berarti tingkatkebutuhan gizi minimum dapatdicapai dengan biaya yangserendah-rendahnya.

4. Garis Kemiskinan Inter-nasional

Pendekatan garis kemiskinaninternasional di dalam menentukangaris kemiskinan suatu negaramerupakan suatu cara tidak langsungdi dalam mengukur tingkatkemiskinan. Perkiraan semacam ini

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 10: Dimensi pengukur kemiskinan

877

terutama sekali dilakukan untuk studiperbandingan antar negara disamping memperkirakan tingkatkemiskinan global. Namun tidakjarang pula hal ini dilakukan untukmemperkirakan tingkat kemiskinansuatu negara tertentu.

Metode perkiraan gariskemiskinan internasional mulaidiperkenalkan oleh McNamara didalam sidang gabungan Bank Dunia(2002) dan Dana MoneterInternasional di Nairobi dalam tahun1973. Konsep garis kemiskinan inikemudian dipertegas oleh Ahluwaliadengan mempergunakan patokan$75 dan $50. Penyempurnaanperhitungan garis kemiskinan inikemudian dilakukan denganmemperhatikan perkembangan nilaidolar. Perbandingan nilai daya beliuang dolar antar negara dilakukanberdasarkan konsep purchasing-power-parity (PPP) yang jauhberbeda dengan nilai tukar resmi.Walaupun penentuan patokan $75dan $50 diperoleh secara rekaan(arbitrary) tetapi hal ini dilakukandengan memperhatikan pulakebutuhan dasar minimum bagitingkat kehidupan yang layak.

Mengingat studi kemiskinan diIndia telah dilakukan secara intensifsekali, Ahluwalia telah memper-gunakan pula tingkat pendapatangolongan 40% penduduk berpen-dapatan rendah di India selakupatokan garis kemiskinan interna-sional. Berdasarkan. kriteria ini, gariskemiskinan di India (berdasarkanharga konstan 1970) diperkirakan

telah mencapai US$ 80 dalamperhitungan kurs resmi atau US$ 250dalam nilai purchasing power parity(PPP). Garis kemiskinan inilah yangdipergunakan untuk mengukurtingkat kemiskinan negara-negaralain. Ini merupakan batas bawah(lower limit) dari tingkat kemiskinanglobal.

Dengan mempergunakanberbagai perkiraan garis kemiskinanbaik resmi maupun tidak yangdilakukan di tujuh negara maju,OECD (Organization for EconomicCo-operation and Development)telah mencoba pula menyusun suatupatokan garis kemiskinan inter-nasional dengan membandingkangaris kemiskinan masing-masingnegara dengan tingkat pendapatanper kapita yang tersedia (disposableincome) dan besarnya susunananggota keluarga.

Garis kemiskinan internasionalyang disusun oleh OECD ini lebihdikaitkan dengan kondisi negara-negara maju dan belum tentu dapatditerapkan begitu saja di negara-negara berkembang. Perkiraan gariskemiskinan internasional ini akanmemberikan hasil yang “sangatkasar”, dan kurang tepat diperguna-kan pada tingkat nasional.

a. Perkiraan Garis KemiskinanRelatif

Berbeda halnya denganpenentuan garis kemiskinan mutlak,garis kemiskinan relatif dikaitkandengan pola ketimpangan pem-bagian pendapatan atau nilai-nilai

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 11: Dimensi pengukur kemiskinan

878

statistik, seperti nilai rata-rata (mean)dan median. Kedua metode penen-tuan garis kemiskinan ini lebihbersifat dinamis dengan memper-hatikan keadaan masyarakatsekitarnya.

b. Ketimpangan PembagianPendapatan

Dalam menentukan gariskemiskinan berdasarkan konsepketimpangan, perhatian banyakditujukan terhadap proporsi jumlahpenduduk yang berada di bagianbawah dari suatu pola pembagianpendapatan. Bank Dunia (2002)menyarankan patokan kemiskinansebagai golongan 40% pendudukberpendapatan rendah. Sebaliknya,ada ahli-ahli lain yang beranggapanbahwa lebih tepat dipergunakankonsep 20% penduduk miskin.Kriteria penentuan x% golonganpenduduk miskin sangat tergantungpada pertimbangan subyektif.Dengan mempergunakan konsep initidak akan mungkin kemiskinandapat dihapuskan karena akan selaluterdapat x% penduduk miskinbagaimanapun meningkatnya polakehidupan masyarakat.

c. Garis Kemiskinan dan NilaiRata-rata Statistik

Nilai rata-rata sering diper-gunakan selaku dasar penentuangaris kemiskinan. Di dalam studinyamengenai tingkat kemiskinan di Indiadalam tahun 1953/1954-1961/1962,ECAFE (Economic Commission forAsia and the Far East) telah mem-

pergunakan tingkat pendapatan rata-rata selaku garis kemiskinan. Hal initerlihat pula dalam studi Esmara(1999) tentang tingkat kemiskinan diIndonesia. Dengan mempergunakannilai rata-rata selaku gariskemiskinan, sudah dapat diper-kirakan lebih dari seperdua jumlahkeluarga atau penduduk akan beradadi bawah garis kemiskinan. Hal initerjadi karena nilai rata-rata dalamsuatu pola pembagian pendapatanakan selalu lebih besar daripada nilaimedian. Hal ini mengakibatkan pulatingkat kemiskinan tidak dapatdihapuskan di masa mendatang.

Keadaan ini tidak akan terjadibila hanya x bagian saja dari nilairata-rata tersebut yang dipergunakanselaku garis kemiskinan, sehinggadisarankan dipergunakan seperduasaja, sedangkan McNamara (WorldBank, 2002) menyarankan sepertigadari pendapatan nasional per kapitaselaku garis kemiskinan. Gupta(1976) tidak mempergunakankonsep nilai rata-rata selaku dasarpenentuan garis kemiskinan. Tetapila menganjurkan dipergunakannyaseperdua dari nilai median untukmemperkirakan garis kemiskinanWalaupun 50% dari jumlah pendudukberada di bawah median, tetapihanya sebagian kecil saja yang akanberada di bawah seperdua nilaimedian. Pola pembagian penda-patan akan mempengaruhi sekalitingkat kemiskinan berdasarkankonsep ini. Diperkirakan jumlahpenduduk miskin akan jauh lebihbesar bila sekiranya penyebaran

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 12: Dimensi pengukur kemiskinan

879

pola pembagian pendapatan lebihberat ke arah golongan berpen-dapatan rendah. Sebaliknya bilakonsep ini dipergunakan di daerahyang telah maju, penduduk yangsebenarnya sudah kaya mungkintermasuk dalam kategori miskin.Sementara itu golongan pendudukmiskin dapat juga terhitung sebagaigolongan kaya bila sekiranya tingkatnilai median berada dalam posisiyang rendah sekali. Walaupunkonsep ini lebih bersifat dinamistetapi lebih bermanfaat di dalammenentukan posisi penduduk yangberada dalam golongan berpen-dapatan rendah daripada peng-identifikasian garis kemiskinan. Halyang sama terdapat pula di dalampemakaian konsep nilai rata-rata.

d. Skala EkuivalenKebutuhan rumah tangga

sangat tergantung pada jumlahanggota rumah tangga, jeniskelamin, umur, lapangan pekerjaandan berbagai faktor lainnya. Ini berartiperkiraan garis kemiskinan haruspula memperhatikan faktor-faktortersebut.

Di dalam rangka memper-kirakan tingkat kemiskinan, tingkatkebutuhan rumah tangga harusdikonversikan ke dalam unit yang“sama” atau biasa juga disebutsebagai “rumah tangga model” atau“ekuivalen orang dewasa”. Hal inidilakukan karena kebutuhan orangdewasa tidaklah sama dengankebutuhan anak-anak. Demikian pulahalnya kebutuhan orang laki-laki

tidaklah sama dengan kebutuhanorang perempuan. Konversi ini biasadikenal dengan istilah “skalaekuivalen”.

Skala ekuivalen telah diper-gunakan pula dalam surveipengeluaran rumah tangga yangdilakukan di Indonesia dalam tahun1925 dan 1926. Dalam hal ini yangdipergunakan selaku “rumah tanggamodel” adalah sepasang suami-istridengan 3 orang anak, masing-masing berumur 14 tahun(perempuan, Sekolah LanjutanPertama), 12 tahun (laki-laki, SekolahDasar) dan 11 tahun (perempuan,Sekolah Dasar). Seluruh perkiraanpengeluaran-baik untuk panganmaupun bukan pangan-dikonversi-kan ke dalam “rumah tangga model”.Namun demikian, perhitungan inilebih ditujukan untuk memperkirakanpengeluaran rata-rata per bulan didalam rangka menghilangkanpengaruh musim terhadap hasilpenelitian tersebut.

Pada dasarnya data yangdiperlukan untuk memperhitungkannilai skala ekuivalen sangat terbatasbahkan dalam survei yang dilakukandi Indonesia sama sekali tidaktersedia. Jadi, perkiraan kebutuhanrumah tangga dilakukan denganmempergunakan konsep per kapita,atau dengan perkataan lain membagijumlah pendapatan/pengeluaranrumah tangga dengan jumlahanggota rumah tangga. Dengankonsep yang demikian ini bobotmasing-masing anggota rumahtangga akan sama besarnya.

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 13: Dimensi pengukur kemiskinan

880

5. Mengukur Tingkat Kemis-kinan

Perkiraan garis kemiskinanmerupakan refleksi dari suatu konsepkemiskinan. Garis kemiskinan inimerupakan patokan terpenting didalam mengukur tingkat kemiskinan.Pengambilan kebijaksanaan untukmengatasi masalah kemiskinan akanmenentukan pula garis kemiskinanyang akan dipergunakan di dalammemperkirakan tingkat kemiskinan.

Pada dasarnya terdapat duapendekatan di dalam mengukurtingkat kemiskinan. Pertama,memperkirakan jumlah orang yangberada di bawah garis kemiskinan.Ukuran ini disebut sebagai ukuranjumlah orang (head-count measure).Kedua, memperhitungkan jumlahdana yang diperlukan untukmengatasi masalah kemiskinan.Ukuran ini dikenal sebagaikesenjangan kemiskinan (povertygap). Dalam hal ini terdapat berbagaibentuk perkiraan kesenjangankemiskinan seperti persentaseProduk Domestik Bruto yang harusdipergunakan untuk menolongpenduduk miskin, atau rasiokesenjangan kemiskinan denganjumlah pendapatan golonganpenduduk miskin, dan sebagainya.Sen mengemukakan pula suatuukuran yang mengkombinasikanukuran pertama dan kedua.Sementara itu Watts” dan Tabbarangmemperkenalkan konsep ukurankesejahteraan.

a. Ukuran Jumlah OrangUkuran yang paling sederhana

di dalam menentukan tingkatkemiskinan dan paling seringdipergunakan adalah ukuran jumlahorang yang berada di bawah gariskemiskinan. Ukuran ini memper-lihatkan jumlah orang atau keluargayang tingkat pendapatannya belummampu mencapai tingkat kebutuhanminimum. Di samping perkiraanmutlak, ukuran ini biasa juga dinyata-kan secara relatif. Ini berarti ukurantersebut memperlihatkan persentasejumlah penduduk miskin dibanding-kan dengan jumlah pendudukkeseluruhan.

Ukuran jumlah orang di dalammenentukan tingkat kemiskinandiperoleh dari persamaan :

100xnq

K =

Di mana :K = tingkat kemiskinanq = jumlah penduduk miskin atau berada di bawah garis kemis- kinan.n = jumlah penduduk.

Di samping mudah memper-hitungkannya, ukuran ini mempunyaipula beberapa kelemahan selaku alatpengukur tingkat kemiskinan. Setiapkali terjadi perubahan tingkatpendapatan dari golongan pendudukmiskin tidak akan terdapatperubahan dalam tingkat kemiskinansepanjang perubahan tersebut masihbelum melampaui garis kemiskinan.

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 14: Dimensi pengukur kemiskinan

881

Hal ini tentu kurang tepat. Kenaikantingkat pendapatan golonganpenduduk miskin - walaupun masihberada di bawah garis kemiskinan -tentu akan berpengaruh terhadaptingkat kehidupan golonganpenduduk tersebut.

Kemungkinan seseorang atausuatu keluarga untuk melampauigaris kemiskinan akan semakinbesar apabila tingkat pendapatannyaberada di dekat garis kemiskinan.Kenaikan pendapatan yang tidakterlalu tinggi sudah cukup untukmengubah tingkat kemiskinan. Ataudengan perkataan lain posisi orangatau keluarga tersebut telahberpindah dari di bawah menjadi diatas garis kemiskinan. Sebaliknyabagi mereka yang mempunyaitingkat pendapatan yang jauh darigaris kemiskinan, kemungkinanuntuk berpindah tempat menjadilebih kecil.

Dengan demikian, ukuranjumlah orang selaku dasar untukmengukur tingkat kemiskinan samasekali tidak sensitif terhadapperubahan-perubahan tingkat danpola pembagian pendapatan dikalangan penduduk miskin.

b. Ukuran Kesenjangan Kemis-kinan

Berbagai kelemahan yangterdapat di dalam pengukuran tingkatkemiskinan melalui konsep jumlah-orang akan diatasi denganmempergunakan konsep kesenja-ngan kemiskinan (poverty gap).Berbeda halnya dengan ukuran

jumlah orang, perkiraan kesenjangankemiskinan sangat sensitif sekaliterhadap perubahan-perubahantingkat pendapatan golonganpenduduk miskin.

Kesenjangan kemiskinanmerupakan suatu ukuran yangmemperlihatkan perbedaan tingkatpendapatan penduduk miskindengan garis kemiskinan. Perbe-daan ini akan selalu berubah bilaterdapat perubahan dalam tingkatpendapatan walaupun hal ini belummengubah posisi orang yangbersangkutan.

Walaupun jumlah orang ataukeluarga yang berada di bawah gariskemiskinan sama antara duaperiode waktu atau antara dua lokasitetapi kesenjangan kemiskinan diantara keduanya belum tentu sama.Di satu pihak tingkat pendapatangolongan miskin berada jauh dibawah garis kemiskinan tetapi di lainpihak terdapat tingkat pendapatanyang berdekatan dengan gariskemiskinan. Bila dipergunakanukuran jumlah orang, tidak terdapatperbedaan tingkat kemiskinan diantara kedua keadaan tersebut.Sebaliknya ukuran kesenjangankemiskinan pertama akan jauh lebihbesar dibandingkan dengan yangkedua.

Ukuran kesenjangan kemis-kinan ini dilakukan dalam berbagaibentuk tergantung dari tujuan yangingin dicapai dengan ukurantersebut. Di samping perkiraanjumlah dana yang harus disediakanuntuk menghapuskan kemiskinan,

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883

Page 15: Dimensi pengukur kemiskinan

882

tidak jarang pula ukuran inidinyatakan secara relatif perban-dingan antara jumlah kesenjangankemiskinan dengan variabel lainseperti Produk Domestik Bruto,jumlah pendapatan penduduk miskin,jumlah pendapatan penduduk tidakmiskin, jumlah pengeluaranpemerintah, jumlah bantuan luarnegeri, atau nilai ekspor.

C. PENUTUP1. Perkembangan Kemiskinan Di

IndonesiaBerbeda halnya dengan India,

Malaysia, Amerika Serikat, danbeberapa negara Eropa lainnya,Indonesia belum mempergunakankonsep garis kemiskinan resmi.Namun demikian, beberapa tenagapeneliti telah mengadakan berbagaiperkiraan mengenai tingkatkemiskinan di Indonesia baikberdasarkan konsep kemiskinanmutlak maupun kemiskinan relatif.

Perkiraan garis kemiskinannasional berdasarkan pendekatankebutuhan pangan dan pendekatanpengeluaran minimum telahdilakukan oleh beberapa ahli,misalnya oleh Esmara dan Sajogyo.Di samping itu perkiraan gariskemiskinan nasional dan konsepkemiskinan relatif dengan memper-gunakan nilai rata-rata selaku gariskemiskinan telah dilakukan pula olehEsmara (1999).

2. Perkiraan Garis Kemiskinan diIndonesia

Konsumsi beras minimumsebesar 125 kg per orang per tahuntelah dipergunakan oleh Esmaraselaku salah satu alternatif gariskemiskinan di Indonesia. Sebaliknya,Sajogyo mempergunakan konseptingkat pengeluaran ekuivalen berasmasing-masing sebesar 360 kg didaerah kota dan 240 kg di daerahpedesaan. Konsep garis kemiskinanSajogyo ini kemudian diubahmenjadi pita kemiskinan denganmenggunakan tiga tingkat kemis-kinan. Pertama, paling miskin bilasekiranya jumlah pengeluaran yangdiukur dengan ekuivalen beras hanyamencapai 270 kg di daerah kota dan180 kg dl daerah pedesaan. Kedua,miskin sekali bila pengeluaranmencapai 360 kg ekuivalen beras didaerah kota dan 240 kg di daerahpedesaan. Ketiga, miskin bilapengeluaran mencapai 480 kgekuivalen beras di daerah kota dan320 kg di daerah pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA

B. N. Ganguli and Devendra B.Gupta. 1976. Levels of Living inIndia. New Delhi : S. Chand &Company Ltd.

Berbagai Urusan Kemiskinan (Edi Santosa)

Page 16: Dimensi pengukur kemiskinan

883

Esmara, Hendra. 1986. Peren-canaan dan Pembangunan diIndonesia. Jakarta : Gramedia.

Jan Drewnowski. 1974. OnMeasuring and Planning TheQuality of Life. The Hague : Instituteof Social Studies.

USAID. 2002. Ringkasan Eksekutif.Standard Kehidupan di IndonesiaTiga Tahun Setelah Krisis (HasilSurvai Aspek Kehidupan RumahTangga Indonesia). Yogyakarta.

Sajogjo, Pudjiwati. 2002. SosiologiPedesaan Kumpulan Bacaan.Yogyakarta : Gadjah Mada UniversityPress.

United Nations. 1954. Report onDefinition and Measurement ofStandard and Levels of Living. NewYork : United Nations

UNRISD, Jan Drewnowski. & WoldScott. 1966. The Level of LivingIndex. Geneva : United NationsResearch Institute for SocialDevelopment..

World Bank Institute. 2002. Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

----. 1961. International Definitionand Measurement of Levels of Living: An Interim Guide. New York : UnitedNations.

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 3, September 2005 : 868-883