Demam Dengue

35
 2008 Demam Dengue DHF, DSS dan lainnya

Transcript of Demam Dengue

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 1/35

 

2008

Demam DengueDHF, DSS dan lainnya

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 2/35

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot,

dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni,

dan diathesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.

Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai dengan renjatan/syok.

Demam dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis. Asia menempati

urutan pertama dalam jumlah penderita demam dengue tiap tahun. Hal ini mungkin

disebabkan oleh karena curah hujan di Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur 

dan selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus. WHO

memperkirakan lebih dari 500.000 dari 50 juta kasus demam dengue memerlukan

 perawatan di rumah sakit. Lebih dari 40% penduduk dunia hidup di daerah endemis

demam dengue. Indonesia sebagai negara tropis dengan angka kejadian Dengue yang

tinggi, memang memiliki potensi tinggi untuk terjadinya penyebaran wabah Dengue di

masyarakat. Jutaan orang mengalami Dengue dan sebagian besar didominasi oleh anak-

anak.

Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun

1968, tapi konfirmasi virology baru pada tahun 1970. Pada saat ini DBD sudah endemis

di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 3/35

TINJAUAN PUSTAKA

1.  Definisi

Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic

Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia

,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic. Pada DBD terjadi

 perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau

 penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok 

Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok (WHO,

1997). 

2.  Etiologi

DD dan DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe

yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe

yang dominan di Indonesia dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat (WHO,

1997). 

3.  Epidemiologi

Dengue merupakan penyakit virus yang disebarkan secara cepat melalui nyamuk di

dunia. Pada 50 tahun terakhir, insidensinya meningkat 30 kali lipat seiring dengan

meningkatnya ekspansi geografis pada negara negara berkembang, pada decade

terakhir, perkembangan dari kota ke desa. Diestimasikan berkisar 50 juta kasus

dinfeksi dengue terjadi dalam satu tahun (WHO, 2009).

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 4/35

 

Gambar1. Rata rata kejadian demam dengue dan demam berdarah dengue di dunia

(WHO, 2009)

4.  Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue yaitu, mausia, virus, dan vektor perantara. Virus dengur ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk  Aedes aegypti. Nyamuk  Aedes albopticus, Aedes

 polynesiensis dan beberapa spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini namun

merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung

virus dengue pada saat mengigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian

virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic

incubation periode) sebelum dapat ditularkkan kembali kepada manusia pada saat

gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkankepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus

tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,

nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation periode)

sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia yang sedang mengalami

viremia yaitu, 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Hadinegoro,

et al., 2004). 

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 5/35

5.  Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi

 pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi

yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak 

 bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.

Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang

tinggi (Suhendro dkk, 2006).

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal

sebagai berikut :

1.  Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat

dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya

 permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui

endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya

renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33%

dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar 

komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun

 plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a

agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses

inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk 

membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin

yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF.

2.  Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami

metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan

dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia

hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin

vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas

kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi

intravaskular.

3.  Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya

 pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen

akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 6/35

 penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi

akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya

 permeabilitas dinding pembuluh darah (Suhendro dkk, 2006).

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara

hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya

reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1.  Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel

kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2.   Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel,

 bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada

 permukaan sel fogosit mononukleus.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 7/35

3.  Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang

telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah

sel yang terinfeksi.

4.  Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated

intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-

mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut

 berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen

dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta

tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC (Suhendro dkk, 2006).

6.  Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan

gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh

 badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi

 pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar  – kelenjar getah bening, hati

dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit

(Suhendro dkk, 2006).

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan

DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat

anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat

ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi

hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma

merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai

 puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat

menurun sampai lebih dari 30% (Suhendro dkk, 2006).Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan

ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan

 perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila

tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian

(Suhendro dkk, 2006).

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan

fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 8/35

dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa

hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem

retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses

imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh

kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi

(Suhendro dkk, 2006).

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada

awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi

 bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan

memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol (Suhendro dkk, 2006).

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 9/35

 

7.  Klasifikasi

Infeksi dengue memiliki spektrum yang luas dalam presentasi klinis, terkadang

terdapat evolusi klinis dan outcome yang tidak terprediksi. Kasus terbanyak adalah

kasus yang tidak berat dan menyembuh dengan sendirinya, dan proporsi kecil lainnya

 berkembang menjadi kasus yang berat, yang sebagian besar memiliki karakteristik 

kebocoran plasma dengan atupun tanpa perdarahan (WHO, 2009).

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 10/35

Tabel. Manifestasi klinis infeksi virus dengue (WHO, 1997)

Perubahan epidemiologi dari dengue, menyebabkan masalah dengan

klasifikasi WHO yang telah ada sebelumnya. Infeksi firus dengue yang simtomatik 

diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu demam yang tidak terdiferensasi, demam

dengue dan demam berdarah dengue. Sedangkan demam berdarah dengue

diklasifikasikan menjadi 4 derajat keparahan, grade 1, grade 2, grade 3 dan grade 4.

Grade 3 dan 4 didefinisikan sebagai sindrom syok dengue (WHO, 2009).

Spektrum

Klinis Manifestasi Klinis 

DD • Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyerikepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia.• Dapat disertai trombositopenia. • Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

DBD • Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita,mialgia dan nyeri perut.• Uji torniquet positif. • Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura. • Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi,hematemesis, melena, hematuri.• Hepatomegali.• Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal.• Trombositopenia. • Hemokonsentrasi. 

• Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok 

SSD • Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).• Gejala syok :

  Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis.   Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.  Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.

  Akral dingin, capillary refill turun.  Diuresis turun, hingga anuria.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 11/35

 

Gambar 4. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (WHO, 1997)

Penelitian multisenter klinis prospektif oleh WHO mengenai endemik dengue

mengumpulkan bukti terntang criteria klasifikasi dengue menjadi tingkatan keparahan.

Penelitan tersebut menemukan bahwa dengan menggunakan parameter klinis dan atau

laboratories, membedakan secara jelas antara pasien dnegan dengue yang berat dan

dengan dengue yang tidak berat. Secara klinis, pasien dengan dengue yang tidak berat

menjadi 2 grup, yaitu pasien dengan warning sign dan pasien tanpa warning sign

(WHO, 2009).

Gambar 5. Klasifikasi infeksi dengue dan kriteria penegakan diagnosis (WHO, 2009) 

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 12/35

8.  Diagnosis

Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,

kadang-kadang bifasik ( saddle back fever ), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola

mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam

 berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian

menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau

ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga

ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang

dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang

 berkepanjangan, terutama pada dewasa (Hadinegoro & Soegijanto, 2004).

Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai

dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,

hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus

dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue

tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran

 plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites

(Hadinegoro & Soegijanto, 2004).

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan

 perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya

trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,

disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,

tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyerimenelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang

ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium

dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama

 pada bayi (Suhendro, 2006).

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet ( Rumple Leede)

 positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada

 bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 13/35

daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada

fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,

 perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya

membesar dengan variasi dari  just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae

kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit

namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok 

(Suhendro, 2006). 

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

 penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang

 bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan

 perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat

mengalami syok (Suhendro, 2006). 

Gambar 6. Perjalanan penyakit demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

dibawah ini dipenuhi: 

  Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik 

 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 14/35

o  Uji bendung positif 

o  Petekie, ekimosis, atau purpura

o  Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

o  Hematemesis atau melena

  Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

  Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

 berikut:

o  Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur 

dan jenis kelamin

o  Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

o  Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

 perdarahan adalah uji tourniquet.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

 perdarahan lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV Syok berat ( profound shock ), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur (Suhendro, 2006).

LaboratoriumTrombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/µl biasa ditemukan pada

hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan

nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai

dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera

disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal

tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 15/35

diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh

 perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis

relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau

syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis

dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor 

VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai

setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan

 peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa

ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura

 berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok,

efusi pleura dapat ditemukan bilateral (Hadinegoro & Soegijanto, 2004). 

a.  Darah rutin

 –   Hematokrit: Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu

dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya

 perembasan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan Ht secara berkala.

Pada umumya penuruan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.

Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya

dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler 

dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit

dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan Hemokonsentrasi

ditentukan dengan criteria sebagai berikut:

Tabel . Peningkatan hematokrit >20% sesuai umur dan jenis kelamin.

umur Rentang nilai (%) Rerata (%)

2 minggu

3 bulan

6 bulan-6 tahun

7 tahun-12 tahun

Dewasa

Laki-laki

 perempeuan

42-66

31-41

33-42

34-40

42-52

37-47

50

36

37

38

47

42

  Penurunan hematokrit > 20% setelah pemberian cairan.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 16/35

 –   Trombosit : jumlah trombosit biasanya masih normal pada 3 hari pertama,

trombositopeni dengan jumlah trombosit <100.000/µl ditemukan pada hari

ketiga sampai hari kedelapan sakit terjadi sebelum atau bersamaan dengan

 perubahan nilai hematokrit.

 b.  Serologi

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

 pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di

antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode

isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli,

waktu yang lama (lebih dari 1 – 2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh

karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis

molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse

transcriptionpolymerasechain reaction (RT-PCR).

Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih

cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif 

mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya

hasil positif semu.

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi,

yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM

terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang

setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14,

sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.  

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

 pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus

Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa

lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat

dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak 

hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai

hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan

metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 17/35

(88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO

menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk 

 pelayanan primer.

c.  Radiologi

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)

dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada

hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat

ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi

dengan USG.

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3

sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh

ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi

cepat-lemah, tekanan nadi <20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap

sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan

 penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila

terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat

dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran

cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya

terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan

timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan

kembalinya nafsu makan (Hadinegoro & Soegijanto, 2004). 

Penyulit SSD: penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis,

flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yangtidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati (Hadinegoro & Soegijanto, 2004). 

Definisi kasus DD/DBD

A. Secara Laboratoris

1.  Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue): Apabila ditemukan demam

akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut: nyeri kepala, nyeri

 belakang mata, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 18/35

HI ≥1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang 

 pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.

2.  Confirmed  DBD (Pasti DBD): Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai

 berikut deteksi antigen dengue, peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan

serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

B. Secara Klinis

1.  Kasus DBD

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:

•  Uji tourniquet positif 

•  Petekia, ekimosis, atau purpura

•  Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

•  Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia <100.00/µl.

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

•  Peningkatan nilai hematrokrit ≥20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

•  Penurunan nilai hematokrit ≥20 % setelah pemberian cairan yang adekuat. 

•  Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

•  Efusi pleura, asites, hipoproteinemia.

2.  SSD

Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :

•   Nadi cepat, lemah, tekanan nadi <20 mmHg, perfusi perifer menurun.

• 

Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah (Hadinegoro &Soegijanto, 2004).

Diagnosis Serologis

Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi

virus dengue, yaitu: 

1.  Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 19/35

Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai  gold 

 standard . Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a.  Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang

menginfeksi.

 b.  Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi

sero-epidemiologi.

c.  Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau

titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai

 presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi

(recent dengue infection) (Soegijanto, 2006).

2.  Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)

Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur 

 pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi

komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.

3.  Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)

Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.

Biasanya memakai cara yang disebut  Plaque Reduction Neutralization Test 

(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi

nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi

tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun).

Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai

secara rutin.

4.  IgM Elisa (Mac. Elisa)

Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa

adalah singkatan dari  IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandunganIgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a.  Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti

dengan timbulnya IgG.

 b.  Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat

ditentukan diagnosis yang tepat.

c.  Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu

diulang.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 20/35

d.  Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.

e.  Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3

 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula

dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM

tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan

kasus.

f.  Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan

kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan

spesivisitas yang sama dengan uji HI.

5.  IgG Elisa

Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang

untuk uji infeksi dengue seperti  IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG,

 IgM Elisa, IgG Elisa (Hadinegoro & Soegijanto, 2004) 

9.  Diagnosis Banding 

a.  Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,

atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas

disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain

(Sungkar, 2002).

 b.  Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada

DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip

dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangandemam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu

disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri

sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan

DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok (Sungkar,

2002).

c.  Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,

misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 21/35

tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di

samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear 

(pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk 

membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas

terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan

serebrospinalis.

d.  Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat

II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-

hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP

demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai

leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan

 pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat

kembali normal daripada ITP.

e.  Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia

demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.

Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.

 pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan

trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto

toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD

ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma

(Hadinegoro & Soegijanto, 2004).

10.  Tatalaksana

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.

Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah

 pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan

terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak 

demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan

cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada

kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 22/35

apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap

kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun

asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan

meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan

dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau

 bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat

diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi

keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid

sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna

 bagaian atas (lambung/duodenum).2 

1.  Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan

minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan

memberikan obat panas paracetamol 10  – 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang

 jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas salisilat tidak 

dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis.

Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang

menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan

 penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit

hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.

2.  Kasus DBD derajat I & I I Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,

 penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan7, 5, 3, antara lain:

-  BB < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

-  BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

-  BB > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau

oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 23/35

lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma

dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama

kurun waktu 12-24 jam.

Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin,

nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap.

Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus

dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.

Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti

yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan

cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan

kembali dalam waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali

dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit

secara seri ditentukan setiap 6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat

untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang

cukup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara kasar sebagai

 berikut :

(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3

Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti

yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode

kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan

kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam

 jaringan paru yang berakhir dengan edema. Apabila terjadi penurunan hematokrit

dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaanstabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak 

kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 24/35

 –   Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

(1) Kristaloid

•  Ringer Laktat (RL) atau 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat

(D5/RL)

•  Ringer Asetat (RA) atau 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Asetat

(D5/RA)

•   NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau 5% Dekstrose di dalam larutan

normal garam fisiologi (D5/GF)

(2) Koloidal

•  Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)

•  Plasma

 –   Kebutuhan Cairan

Tabel . Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedang

Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg BB per hari

< 7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

> 18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur 

dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan

disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan

rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.Tabel . Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)

> 20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 25/35

3.  Kasus DBD derajat I I I & IV “Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk kasus

kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh

cairan pengganti secara cepat.

Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam

hal ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam

dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya

 perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi.

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit

secara nasal.

Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam

isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5%

Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan

 jumlah 10-20 ml/kg/30 menit atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat

diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x).

Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan

koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam

faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur 

sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga

hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam.

Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk 

 penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan

koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali

yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan

normal garam faali (5% dekstrose ½NSS) dipakai pada awal memperbaiki

keadaan penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali

 boleh diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah

normal. Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda

vital stabil dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 26/35

ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi

urine yang cukup merupakan tanda penyembuhan.

Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi

membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah

membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berlebihan dapat

terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini

hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai

 perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg)

dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama

dengan Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi

Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol

 penangan DBD :

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 27/35

Bagan 2. Tatalaksana kasus tersangka DBD

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak 

terus menerus <7 hari

tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,

 badan lemah/lesu

Ada kedaruratan  Tidak ada kedaruratan 

Tanda syok Periksa uji torniquet

Muntah terus menerus

Kejang Uji torniquet (+)  Uji torniquet (-) 

Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)Muntah darah

Berak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan

<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol

Kontrol tiap hari

Tatalaksana sampai demam hilang

disesuaikan,

(Lihat bagan 3,4,5)

Rawat Inap

(lihat bagan 3)

Rawat Jalan  Nilai tanda klinis &

Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht

Parasetamol bila masih demam

Kontrol tiap hari hari sakit ke-3

sampai demam turun

 periksa Hb, Ht, trombosit tiap

kali

Perhatian untuk orang tua

Pesan bila timbul tanda syok:gelisah, lemah, kaki/tangan

dingin, sakit perut, BAB hitam,

BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik 

Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

(Suhendro, 2006) 

Tersangka DBD 

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 28/35

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

tanpa peningkatan hematokrit

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:

Demam 2-7 hari

Uji torniquet (+) atau

 perdarahan spontan

Laboratorium:

Hematokrit tidak meningkat

Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minumBeri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus

Atau 1 sendok makan tiap 5 menit

Jenis minuman; air putih, teh manis,

Sirup, jus buah, susu, oralit

Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:

Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)

Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam, trombosit

Tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syok 

Palpasi hati setiap hari

Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun

Awasi perdarahan

Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL

Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)

• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 

•  Nafsu makan membaik 

• Secara klinis tampak perbaikan

• Hematokrit stabil

• Tiga hari setelah syok teratasi

•  Jumlah trombosit >50.000/µl

• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

(Suhendro, 2006) 

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 29/35

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5

6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah Gelisah

 Nadi kuat Distress pernafasan

Tek.darah stabil Frek.nadi naik Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik 

(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHg

Ht turun Diuresis </tidak ada

(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan

10-15 ml/kgBB/jam

Perbaikan

5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Perbaikan

Sesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun

3 ml/kgBB/jam Ht naik 

Tek.nadi < 20 mmHg

IVFD stop setelah 24-48 jam

Apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar 

diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBBIndikasi Transfusi pd Anak 

- Syok yang belum teratasi

Perbaikan - Perdarahan masif 

(Suhendro, 2006)

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 30/35

Bagan 5. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD) 

DBD derajat III & IV

1.  Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit

2.  Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) 

Ringer laktat/NaCl 0,9%

20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?Pantau tanda vital tiap 10 menit

Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasiKesadaran membaik Kesadaran menurun

 Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba

Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg

Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis

Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam  15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma 

Tanda perdarahan Dekstran/FFP 

Diuresis

Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis 

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Ht stabil dalam 2x Syok teratasiPemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik 

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar 

10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB

dapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan

setelah syok teratasi

(Suhendro, 2006) 

DBD derajat III & IV

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 31/35

11.  Komplikasi

a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,

cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok cairan diganti dengan

cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi.

Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa

(5%) = 3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila

terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila

terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,

kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),

koreksi asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk 

mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD

ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah dapat

diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgbb/hari +

kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak 

diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi

obat dalam hati.

 b. Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal

akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum

mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai

kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauantetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila

diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi

dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan

untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

c. Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat

 pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 32/35

kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema

 paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi

reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih

(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa

memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai

sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto

roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru

(Soegijanto, 2006).

12.  Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur 

untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring

adalah:

a.   Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30

menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

 b.  Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien

stabil

c.  Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,

 jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah

mencukupi.

d.  Jumlah dan frekuensi diuresis.

e.  Pada DBD syok lakukan Cross match darah, untuk persiapan transfuse darah

apabila diperlukan.

f.  Pasien dapat dipulangkan, apabila:

 –   Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 

 –    Nafsu makan membaik 

 –   Tampak perbaikan secara klinis

 –   Hematokrit stabil

 –   Tiga hari setelah syok teratasi

 –   Jumlah trombosit > 50.000/μl 

 –   Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau

asidosis) 

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 33/35

13.  Pencegahan

Jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah

hujan oleh karena itu puncak jumlah kasus berbeda tiap daerah. Pada umumnya di

Indonesia meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan

April-Mei tiap tahun.

Pencegahan atau pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan

sarangnya dengan melakukan 3M, yaitu

a.  Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali

atau menaburkan bubuk larvasida.

 b.  Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 

c.  Mengubur atau menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 34/35

KESIMPULAN

1.  Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan

atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni, dan

diathesis hemoragik..

2.  Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe

DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang

menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

3.  Penegakkan diagnosis DBD:

a.  Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

 b.  Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:

•  Uji tourniquet positif 

•  Petekia, ekimosis, atau purpura

•  Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

•  Hematemesis atau melena

c.  Trombositopenia <100.00/µl.

d.  Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

•  Peningkatan nilai hematrokrit ≥20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

•  Penurunan nilai hematokrit ≥20 % setelah pemberian cairan yang adekuat. 

•   Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

•  Efusi pleura, asites, hipoproteinemia.

7/16/2019 Demam Dengue

http://slidepdf.com/reader/full/demam-dengue-5633849a1d52d 35/35

DAFTAR PUSTAKA

Hadinegoro, S. & Soegijanto, S., 2004. In: Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di

 Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: DirektoratJenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Soegijanto, S., 2006. In:  Demam Berdarah Dengue . Surabaya: Airlangga University

Press.

Suhendro, 2006. Demam Berdarah Dengue. In:  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 1731-5.

Sungkar, S., 2002. Demam Berdarah Dengue. In:  Pendidikan Kedokteran

 Berkelanjutan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbitan IkatanDokter Indonesia.

WHO. 1997.  Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and 

control , 2nd ed. Geneva, World Health Organization

WHO.2009.  Dengue: Guidelines for Diagnosis, treatment, prevention and control ,

 New ed. Geneva, World Health Organization