DD Obstruktif

15
DIAGNOSIS BANDING OBSTRUKTIF 1. Kolelitiasis dan Kolesistisis Etiologi Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama saat kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.

description

DD Obstruktif

Transcript of DD Obstruktif

DIAGNOSIS BANDING OBSTRUKTIF1. Kolelitiasis dan KolesistisisEtiologiEtiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama saat kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu (Price, 2006)Faktor ResikoBatu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun, wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya batu empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati, pankreatitis, kankaerkandung empedu, dan penyakit reseksi ileum. Faktor resiko lain yaitu obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah (puasa). (Price, 2006)Patogenesisa. Batu KolesterolBatu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat.Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah marbel.Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:1) Fase Supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya larut. Kolesterol, fosfolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 :30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh kolesterol. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif garam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi, dan pemakaian obat tablet KB (estrogen) yang mengakibatkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar kenodeoksikolat rendah, padahal kenodeoksikolat memiliki efek melarutkan batu kolesterol. Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi di ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik), gangguan daya pengosongan primer kandung empedu, dan peradangan dinding kandung empedu yang menyebabkan absorbsi air, garam empedu, dan fosfolipid jauh lebih banyak. (Sjamsuhidajat et al, 2004; Mansjoer, 1999)2) Fase Pembentukan Inti Batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan inti batu.3) Fase Pertumbuhan BatuPertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium (Mansjoer, 1999)b. Batu Bilirubin / Batu PigmenBatu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampi hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi. (Sjamsuhidajat et al, 2004)Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase, yaitu:1) Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh E. Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.(Devid C et al, 1994)2) Pembentukan inti batuPembentukan inti batu selain oleh garam-garam kalsium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. (Devid C et al, 1994)

2. Cholangitis EtiologiBanyak faktor yang dapat menyebabkan obstruksi dari sistem bilier seperti kelainan anatomi atau benda asing dalam saluran empedu. Dalam keadaan ini terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kolangitis akut. Bilamana timbul obstruksi total dapat terjadi supurasi dan penyakit yang lebih serius.Penyebab yang paling sering dari kolangitis akut di USA adalah batu koledokus yang ditemukan pada + 1020% pasien batu kandung empedu.Batu yang terdapat di duktus koledokus adalah batu sekunder yang bermigrasi dari kandung empedu (Shailesh et al, 1993)Penyebab kedua kolangitis akut adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas, karsinoma papila Vateri, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Obstruksi saluran empedu dapat pula disebabkan oleh striktur bilier benigna, pankreatitis kronik atau sebab lain seperti stenosis papiler, hemobili, koledokokel dan ascaris lumbricoides.PatofisiologiAdanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu, kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut, penyebaran ke hati akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan mengakibatkan sepsis. Bakteribili (adanya bakteri disaluran empedu) didapatkan pada 20% pasien dengan kandung empedu normal.(Malet et al, 1996)Walaupun demikian infeksi terjadi pada pasien-pasien dengan striktur pasca bedah atau pada anastomasi koledokoenterik. Lebih dari 80% pasien dengan batu koledokus terinfeksi, sedangkan infeksi lebih jarang pada keganasan (Taylor JW et al, 1979)Kegagalan aliran yang bebas merupakan hal yang amat penting pada patogenesis kolangitis akut. Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai berturut-turut adalah kumankuman aeroba gram (-) enterik E.Coli, Klebsiella, kemudian Streptococcus faecalis dan akhirnya bakteri anaerob seperti Bacteroides fragilis dan Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus, Pseudomonas dan Enterobacter enterococci tidak jarang ditemukan. (Malet et al, 1996)Bacteribili tidak akan menimbulkan kolangitis kecuali bila terdapat kegagalan aliran bilier yang akan memudahkan terjadinya proliferasi kuman pada saluran empedu yang mengalami stagnasi, dan atau tekanan dalam saluran empedu di dalam hati meningkat sedemikian rupa sehingga menyebabkan refluks kuman ke dalam darah dan saluran getah bening. Kombinasi dari stagnasi dan peningkatan tekanan tersebut akan menimbulkan keadaan yang serius pada kolangitis supuratif. (Sjamsuhidajat et al, 2004)Beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia yang dihasilkan oleh produk pemecahan bahteri gram negatif. Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya mengkhelasi endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat timbul bakteremia sistemik pada sepertiga kasus dan pada kasus-kasus yang lanjut, dapat timbul abses hati. (Malet, 1996)Gejala KlinikGejala klinik bervariasi dari yang ringan yang memberikan respons dengan penatalaksanaan konservatif sehingga memungkinkan intervensi aktif sampai bentuk berat yang refrakter terhadap terapi medik dan bisa berakibat fatal. (Connors, 1991; Venu et al, 1991)Hampir selalu pada pasien kolangitis akut didapatkan ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil. Pada sebagian kecil kasus ini batu koledokus tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga bilirubin normal atau sedikit saja meningkat.Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut. Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot (demam, nyeri perut bagian atas atau kanan atas serta ikterus) didapatkan pada 54%.Penatalaksanaan1) pemeriksaan USG abdomen.Adanya pelebaran saluran empedu baik ekstra atau intrahepatik mengkonfirmasikan adanya suatu kolangitis akut.Dari pemeriksaan USG selain adanya pelebaran saluran empedu mungkin dapat pula diketahui adanya penyebab dari obstruksi tersebut misalnya batu saluran empedu, karsinoma caput pankreas, adanya askaris dalam duktus koledokus yang tampak sebagai bayangan 2 buah garis yang pararel, dan sebagainya.2) Pemeriksaan kolangiografi secara langsung baik dengan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) atau PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography) dapat secara lebih rinci mengetahui penyebab obstruksi dan setinggi apa obstruksi tersebut pada saluran empedu misalnya tumor papil, kolangio karsinoma, batu koledokus, dan sebagainya.3) Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, peningkatan yang menyolok dari fosfatase alkali atau GGT, bilirubin biasanya meningkat, sebagian kecil normal atau sedikit meningkat, SGOT/ SGPT dapat meningkat sekali pada obstruksi yang akut.4) Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Melancarkan aliran bilier bisa dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan bilamana memiliki fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan sfingterotomi dilakukan langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha pengeluaran batu empedu gagal, mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara sambil menunggu tindakan yang definitif. (Nurman et al, 1991)5) Pemilihan antibiotikaMikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab adalah E. Coli dan Klebsiella, diikuti oleh Streptococcus faecalis. Pseudomonas aeroginosa lebih jarang ditemukan kecuali pada infeksi iatrogenik, walaupun demikian antibiotika yang dipilih perlu yang dapat mencakup kuman ini. Walaupun kuman anaerob lebih jarang, kemungkinan bahwa kuman ini bertindak sinergis dengan kuman aerob menyebabkan bahwa pada pasien yang sakitnya sangat berat, perlu diikutsertakan antibiotika yang efektif terhadapnya. Tidak ada antibiotika tunggal yang mampu mencakup semua mikroorganisme, walaupun beberapa antibiotika yang baru seperti sefalosporin dan kuinolon memiliki spektrum yang mengesankan. Kombinasi aminoglikosida dan ampisilin pada waktu yang lalu telah direkomendasikan karena dapat mencakup kuman tersebut di atas selain harganya tidak mahal. Kerugian kombinasi adalah bahwa aminoglikosida bersifat nefrotoksik. Generasi ketiga sefalosporin telah dipakai dengan berhasil pada kolangitis akut karena dieksresikan melalui empedu. Terapi tunggal dengan cefoperazon telah terbukti lebih baik daripada kombinasi ampisilin dan tobramisin, juga septasidin. Golongan karbapenem yang baru yakni imipenem yang memiliki spektrum luas juga berpotensi baik. Obat ini diberikan bersama dengan silastatin. Siprofloksasin dari golongan kuinolon telah digunakan pada sepsis bilier dan memiliki spektrum yang luas; obat ini diekskresi melalui ginjal dan juga penetrasi ke empedu. Bilamana dikombinasi dengan metronidasol untuk mencakup flora anaerob, akan sangat efektif. Untuk pencegahan secara oral terhadap kolangitis rekuren dapat dipilih terapi tunggal dengan ampisilin, trimetoprin atau sefalosporin oral seperti sefaleksin (Sjamsuhidajat, 2004)

Dapus :

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 2004. Saluran empedu dan Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 561-79.

Mansjoer, A. et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, FKUI. 510-2.Devid,C., Sabiston, Jr. 1994. Sistem Empedu. Sars MG, L John Cameron, Dalam: Buku Ajar Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC. 121.

Shailesh LTC., Kadakia M.C. 1993 Biliary Tract Emergencies, dari The Medical Clinics of North America. 77: 1015-1036 W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Malet P.F. 1996 Acute Bacterial Cholangitis, dari Liver and Biliary Diseases, Edisi kedua, editor Neil Kaplowitz, hal. 685-687, Williams and Wilkins, Baltimore.

Taylor J.W., Rosenfield A.T., Spiro H.M. 1979 Diagnostic Accuracy of Grey Scale Ultrasonography for the Jaundiced Patients. Arch. Intern. Med 939: 60-63

Connors, P.J., and Carr-Locke, D.L. 1991. Endoscopic Retrograde Cholangiography Findingsand Endoscopic Sphincterotomy for Cholangitis and Pancreatitis, dari Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 27-50, W.B. Saunders, Philadelphia.

Venu R.P., Geenen J.E. 1991 Overview of Endoscopic Sphingterotomy for common bile duct stone, dari Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 326, W.B. Saunders, Philadelphia.

Nurman A., Tjokrosetio N., Lesmana L.A., dkk. 1991 Gambaran klinik dan penatalaksanaan kolangitis akut. Konas V PGI/PEGI, Pertemuan Ilmiah VI PPHI, Medan.