DAFTAR PUSTAKA - abstrak.ta.uns.ac.id · Skripsi: Aspek Kultural dan Nilai-nilai Kearifan Lokal...
Transcript of DAFTAR PUSTAKA - abstrak.ta.uns.ac.id · Skripsi: Aspek Kultural dan Nilai-nilai Kearifan Lokal...
DAFTAR PUSTAKA
Arif, S. S. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatanya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ayu, B. E. 2011. Skripsi: Cerita Rakyat dan Upacara Adat Tradisional Dhugderan
di Kota Semarang (Tinjauan Folklor). Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Brunvard, J. H. 1968. The Study of American Folklore:An The Introduction.
(W.W. Norton & Company)
Damono, S. D. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pengantar Ringkas.
. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain).
Jakarta: Grafiti Pers.
. 1986. Folklor Indonesia (ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain).
Jakarta: Grafiti.
Didipu, H. 2010. Sastra Daerah (Konsep Dasar, Penelitian dan Pengkajiannya ).
Gorontalo: UNG.
Djamaris, E. 1993. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia
Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Endraswara, S. 2011. MetodologiPenelitianSosiologiSastra. Yogyakarta: CAPS.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gaffar, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Gencarella, S. O. 2010. Gramsci, Good Sense, and Critical Folklore
Studies. Journal of Folklore Research.
Guba & Lincoln. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey Bass
Publisher.
Hendarto, H. 1993. Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci: dalam Diskursus
Kemasyarakatan dan Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia.
Kosasih, E. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.
Lanua, R. A. M. 2014. Skripsi: Hegemoni Kekuasaan Dalam Naskah Ketoprak
Lurah Ganjur Karya Trisno Santosa (Sebuah Tinjauan Strukturalisme).
Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja
Rosdakarya.
. . 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Dunia Pustaka.
. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung PT Remaja:
Rosdakarya.
Patria, N. 2009. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Pusat Bahasa. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (edisi
keempat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, N. K. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu. Sosial
Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratri, S. D. P. 2010. Skripsi: Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor
di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi
Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Rusyana, Yus. (1975). Peranan dan Kedudukan Sastra Lisan dalam
Pengembangan Sastra Indonesia (Makalah Seminar). Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Salamini, L. 1981. Theledge & Keagen Pu Sociology of Political Praxis:An
Introduction to Gramsci’s Theory. London: Routledge & Keagen Paul.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, ateori, Metode, Teknik dan Kiat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, A. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sutopo, H. B. 2002. Pengantar Penelitian Kulaitatif Dasar Teoritis dan Praktis.
Surakarta: UNS Press.
Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Surakarta: UNS
Press.
Thoha, M. 2005. Perilaku ORGANISASI (Konsep Dasar dan Aplikasinya).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wellek, R & Warren A. 1956. Theory of Literature. New York: A Harvest Book.
Wijaya, M. A. 2015. Skripsi: Aspek Kultural dan Nilai-nilai Kearifan Lokal
dalam Cerita Rakyat Onggoloco di Dusun Duren, Desa Beji,
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (sebuah tinjauan folklor). Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
SINOPSIS
Ki Ageng Pengging Sepuh, atau Pengaren Handayaningrat, adalah ayah
sekaligus kakak seperguruan Kebo Kanigara, serta ayah Kebo Kenanga, dan Kebo
Amiluhur. Sedangkan Kebo Kenanga adalah ayah Karebet atau Jaka Tingkir yang
kemudian menjadi Sultan Pajang, dan dalam kisah SH Mintardja itu memiliki
ilmu kebal Lembu Sekilan dan Aji Rog-Rog Asem.
Pangeran Handayaningrat menikah dengan Retno Pembayun, puteri sulung
Brawijaya Pamungkas atau Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Dari
perkawinan itu lahir Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Amiluhur. Sumber
lain menyebutkan ia memiliki lima anak, yaitu Retno Pandan Kuning, Retno
Pandansari, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, dan Kebo Sulastri.
Pangeran Handayaningrat merupakan kepala tanah perdikan Pengging dan
dikenal sebagai Ki Ageng Pengging Sepuh setelah ia wafat dan Ki Kebo Kenanga
menggantikannya. Beliau tewas setelah tertusuk keris Sunan Ngudung, ayah
Sunan Kudus, pada perang antara Demak dan Majapahit. Akhirnya Sunan
Ngudung kemudian tewas oleh Adipati Terung.Mungkin karena Ki Ageng
Pengging Sepuh tewas karena racun warangan keris, maka Mahesa Jenar
dikisahkan oleh SH Mintardja sebagai orang yang kebal segala macam racun,
yang paling kuat sekalipun. Itu karena ia telah mendapat sari pati bisa ular
Gundala Seta dari Ki Ageng Sela, sahabatnya.
Ajaran dan tokoh Syekh Siti Jenar juga menjadi sumber kegalauan Sultan
Demak dan para wali, yang bukan saja ajaran itu dianggap menyimpang dari
ajaran baku dan karenanya dituduh menyesatkan, namun ajaran itu juga dianggap
menanam bibit pembangkangan pada legitimasi kekuasaan Kesultanan Demak
Bintoro yang tengah dibangun oleh sultan dan para wali.Karena menjadi murid
Syekh Siti Jenar dan tidak mau tunduk pada kekuasaan Sultan Demak, Kebo
Kenanga dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Demak, sebagaimana dialami oleh
Syekh Siti Jenar. Kisah kematian Kebo Kenanga dan Syekh Siti Jenar dan dialog
yang menyertainya menjadi cerita klasik yang selalu menarik untuk dibaca.
Keputusan Ki Ageng memilih mati dengan memutus tali sukmanya sendiri
(versi lain meminta Sunan Kudus menusuk titik kelemahannya di siku), menjadi
simbol kerelaannya untuk mengalah pada urusan dunia dan tetap memegang teguh
prinsip kesederajatan manusia dengan menolak tunduk kepada sultan, sesuai
ajaran Syekh Siti Jenar.Setelah kematian Ki Ageng Pengging, kekuasaan Demak
tak berlangsung lama dan digantikan Kesultanan Pajang yang didirikan Karebet,
anak Kebo Kenanga. Kesultanan Pajang juga tak berumur panjang dan digantikan
Mataram yang didirikan Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan. Sutawijaya adalah
cucu Ki Ageng Henis atau cucu buyut Ki Ageng Sela yang juga keturunan
langsung Raja Brawijaya V.
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apa yang anda ketahui tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?
2. Dari siapa anda mengetahui Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?
3. Sudah berapa lama anda mengetahui tempat tersebut?
4. Apakah anda masih sering datang ke tempat tersebut?
5. Apa tujuan anda ke Makam Kyai Ageng Pengging?
6. Apakah anda percaya dengan Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging?
7. Apakah masih banyak pendatang yang mendatangi Makam Kyai Ageng
Pengging?
8. Apakah ada pendatang yang datang ke tempat tersebut dengan tujuan
mencari berkah?
9. Jika ada, berhasilkah orang yang datang itu?
10. Apakah ada acara ritual yang khusus diadakan oleh masyarakat setempat?
11. Jika ada, untuk memperingati apakah upacara ritual itu dilaksanakan?
12. Kapan acara ritual tersebut dilaksanakan?
13. Apa saja sesaji/ubarampe yang terdapat dalam ritual tersebut?
14. Apakah anda sering mengikuti upacara ritual tersebut?
15. Apakah tujuan anda mengikuti upacara ritual tersebut?
16. Bagaimana menurut pendapat anda dengan diadakan upacara ritual
tersebut. Apakah upacara ritual itu harus dilaksanakan terus atau tidak,
alasannya mengapa?
REKAMAN 01
Mbok menawi wonten kekiranganipun nggeh mung sak pangertosan kula, sebabe
sing nyritakne niku wonten mriki. Sejarahe enten kalih versi utawi kalih pendapat.
Niku nggeh ingkang kula mangertosi eyang niku wayahipun eyang Brawijaya
kaping V saking Majapahit, lajeng menika kagungan putri. Putri menika
ratnamaipun, putri ingkang bajeng, menika sejarahipun ngeten. Rumiyin
majapahit menika dipun keseser kaliyan tiyang ingkang ngiyak badhe ngreboso,
ngreboso menika badhe njajah badhe merangi brawijaya, mampir keseser terus
lajeng eyang brawijaya menika ngawontenaken sayembara sok sinten sapa
ingkang ngalahke huru hara sing badhe ngawonaken majapahit menika, eyang
brawijaya menika. Niku upami saget ngawonaken, upami putra niku dipun
gathukaken putrinipun. Nek menawi putri menika dipunparingi, dipunaku sedulur
sinara weti. Lajeng eyang prabu sri makurung nglamar menika sayembara menika
lajeng inkang badhe ngreboso menika istilahe nandhingi melawan eyang
brawijaya niku saged dikawonaken kaliyan eyang prabu sri makurung. Lajeng
menika dipunparingi putri nipun ingkang asma retna pembayun.
Hla menika terus lajeng niku tasih wonten majapahit lajeng dipunparingi bumi
pengging terus wonten mriki dipun paringi asma jejuluk prabu sri makurung, nek
saderengipun niki sakjane prabu sri makurung handayaningrat menika setelah
pikantuk putrinipun retno pembayun. Nek asmane sakderenge kula kesupen.
Terus niku terus enten bumi pengging, pengging ing pengging malangan,
pengging sepuh ngoten hle. Nek sing pengging sepuh malangan kidu mriku, nek
pengging nem niku mriki. Terus nika prabu eyang sri makurung menika kagungan
putra 3, asmane ingkang sepindhah menika eyang kebo kanigara, niku nek niki
dalemipun niku ingkang putri wonten tingkir menika. Terus nek makomipun niki
wonten pojok selo wonten, pantaran wonten, watu klir weru nggih wonten. Kebo
kanigara puniki petilasanipun kathah sanget. Anu, mbah rowo, rowo pening nika
nggeh wonten dadose niku.
Terus sing nomer kalih niku eyang ki ageng kebo kenongo. Eyang kebo kenongo
niku dalemipun mriki, nggeh makom mriki. Rumiyin dereng wonten makamipun
ning rumiyin ing kulon kula rumiyin enten wit sawo kecik menika ageng sanget.
Ageng upami dirangkul tiyang sekawan ngoten sok mungkin dereng cekap, niku
estu. Ambruk e niku kenging puting beliung, puting beliung menika tahun 1964
menika. Niku ambruke kalih sekalian niku bareng. Brekk!! Ambruk sing
setunggal rongkat, sing setunggal putus ngoten. Terus eyang mriki, eyang kebo
kenongo niku ingkang peputra namung setunggil, menika mas karebet. Lajeng
inkang nomer tiga niku eyang kebo amiluhur. Niku makomipun niku ten timur.
Makomipun wonten ing malangan, pengging malangan.
Lajeng ketiga-ketigane niku putrane ingkang saged nerusaken wonten riwayat iku
naming eyang kebo kenongo mriki. Yaiku ingkang kagengan putro mas karebet
menika. Niku rikala rumiyin pengging niku lak riwayatipun eyang mriki niku
rumiyin tasih hindu. Hindu lajeng dirawuhipun eyang syekh siti jenar. Niku tukar
ilmu, tukar pengalaman, tukar kawruh kejawen ning mboten wonten dalemipun
ning wonten sanggar pamujan. Sanggar pamujan rumiyin niku nek cara sakniki
vihara ngoten niku hle nek rumiyin sanggar pamujan. Lajeng eyang mriki dipun
rujuk niku supados ngrasuk islam hla lajeng eyang kersa ngrasuk islam. Terus
lajeng eyang, penggenan sanggar pamujan niku dipun damel mesjid. Dadose
mesjid gedong wonten mriki niku sing damel eyang. Mesjid niku rumiyin
semenjak 1964 atau 1965 sakderenge geger pki nika, mesjid niku mpun dados di
rehab menika. Rumiyin mesjidipun joglo. Joglo nggeh saka sekawan usuk e
mubeng kados ruji payung. Tur riyin niku rada gawat. Pas jaman nem-neman kula
nika ingkang tiyang bibar ngusungi lethong apa piye dha mboten purun adus
ngoten niku jane kula mpun sanjang nek umpami mlebu mesjid kudu adus ndase
dicegur nyelem enten blumbang diresiki ngoten hle. Enten sok-sok sing mboten
purun, niku terjadi kala mben, niku bar ngusungi lethong jaran dingge ngobong
bata ngoten nggeh. Niku terjadi diwedeni lah srek pyur, niku diwedeni drijine
gedhe-gedhe sak gedang ngono kae, tangane mpun ageng sanget trus niku do
mlayu kula sanjang “iki mau mesti enek sing rung adus”. “ho.o aku mau rung
adus, wis adem ra wani”.
Mesjid lawas niku wonten cara sak niki nggeh enten sing jaga tiyang sing mboten
katon ngeten hle sebabe niku kan mesjide Gusti Allah, ning malah do nyepelekne.
Sak niki mboten patos gawat. Rumiyin niku pas bongkar wonten selo. Selo niku
cemeng utawi watu krikil cether wonten ing jubin. Cether ngoten niku mboten
purun mlayu, begitu ther langsung mandeg hla terus kula pendhet kula lebetke
nggen kanthong kain putih. Kula centelke wonten sing nggen dingge sholat
griyane etan mesjid etan blumbang nika. Riyin nggene pak Mustahal, niku Pak
Modin desa mriki........
Lajeng eyang mriki istilahe dangu-dangu kiyat, lha diprasangka Demak niku
ajeng ngrebasa niku wani kalih Demak, makane amargi eyang mriki mboten
purun asok glondhong pengareng-areng niku istilahipun pajek ngoten. Lha terus
diprasangka Demak niku badhe wantun nyusun kekuatan ngoten, ning sejatose
eyang mriki mboten. Ora ngepengenke lungguh kursi dadi ratu ngoten niku.
Lajeng sing Demak mrika terus, utusan Sunan Kudus ngapurih nek purun diajak
sowan mrika, nek mboten purun purbawasesa menika kapurih merjaya menika.
Gambar 5. Makam yang berada di dalam bangunan
Gambar 6. Para peziarah
Gambar 7. Area makam di luar bangunan