DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

377
0

Transcript of DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Page 1: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

0

Page 2: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

Pengaruh Suhu Dan Durasi Perawatan Terhadap Kuat Tekan Mortar Geopolimer

Berbahan Dasar Abu Terbang

Horianto¹, Andi Arham Adam² dan Nicodemus Rupang³ 1

Studi Kinerja Angkutan Umum Penumpang Antar Kota Dalam Propinsi

(A.K.D.P) di Sulawesi Tengah

Ali Alhadar 15

Profil Distribusi Kecepatan Vertikal Suatu Aliran Pada Dsaluran Terbuka

Alifi Yunar 27

Hubungan Kerapatan Dengan Kuat Rekat Kayu Kelapa Pada Gaya Kempa Yang

Konstan

Kusnindar. Abd. Chauf 1, dan Agus Rivani

2 40

Algoritma Pemfilteran Untuk Reduksi Noise Pada Citra Menggunakan Logika

Fuzzy

Anita Ahmad Kasim1 dan Agus Harjoko

2 51

Model GPS Pengukuran Pola Arus Pasang Surut Dan Gelombang (Kasus Pantai

Bahari Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat)

Baharuddin; Wihardi Tjaronge2; Arsyad Thaha

3; Farouk Maricar

4 60

Test X-Ray Tomography Permeable Asphalt Pavement Menggunakan Batu

Domato Sebagai Course Aggregate Dengan Bahan Pengikat Bna-Blend Pertamina

Firdaus Chairuddin1, Wihardi Tdaronge

2, Muhammad Ramli

3, Johannes

Patanduk4 75

Eksistensi Ruang Aktivitas Tepian Teluk Pasca Pembangunan Jalan Lingkar

Pantai Teluk Palu (JLPTP)

Muhammad Bakri1, Prof. Nindyo Soewarno

2, Dr. Budi Prayitno

3 89

Mengatasi Rutting Subgrade Melalui Peningkatan Kualitas Subbase

Menggunakan Material Lolioge

Syamsul Arifin1, Mary Selintung

2, Lawalenna Samang

3, Tri Harianto

4 103

Page 3: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

ii

Model Evaluasi Dan Monitoring Pengadaan Barang Dan Jasa Bangunan

Konstruksi Berbasis Mitigasi Di Pesisir Pantai

Tutang Muhtar Kamaludin 118

Buis Beton Berlubang Sebagai Alternatif Sumur Resapan Air Hujan

I Gede Tunas1, Rizaldi Maadji

2, Arody Tanga

3 138

Perencanaan Pondasi Dangkal Dan Pondasi Tiang Bor Dengan Metode Analitis

Dan Metode Elemen Hingga

Astri Rahayu¹, Dini Afrianti² 150

Perbandingan Frekuensi Alami Balok Beton Bertulang Berpenampang I Dengan

Balok Beton Bertulang Berpenampang T Berlubang Memanjang

Muhammad Yusuf Amir 1, Fatmawati Amir2 171

Penerapan Sni 1726 2012 Pada Bangunan Bertingkat Di Kota Palu Dalam Upaya

Mitigasi Bencana Gempa (Studi Kasus Bangunan Rusunawa Ujuna Kota Palu)

I Ketut Sulendra 182

Pengaruh Penambahan Bitumen Asbuton Terhadap Modulus Kekakuan Campuran

Arief Setiawan 193

Pengaruh Komposisi Alkali Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar Geopolimer

Barbahan Dasar Abu Terbang

Medi Tikara1, Andi Arham Adam

2, I Wayan Suarnita

3 215

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Sistem Penjaminan Mutu Pada

Perguruan Tinggi

Nirmalawati 227

Hubungan Kreativitas, Motivasi Dan Karakter Individu Terhadap Kepemimpinan

Penanggung Jawab Teknik (Pjt) Industri Konstruksi Di Indonesia (Studi Kasus:

Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah)

Tilaar, T.A.M.1, Selintung, M.

2, Rahim, M.R.

3, Nurdin, D.

4 241

Penentuan Ketebalan Media Saringan Pada Model Penjernihan Air Limbah

Masyarakat

Saparuddin¹, M. Saleh Pallu², Mary Selintung3 dan Rita Tahir Lopa

4 255

Page 4: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

iii

Kajian Spasial Permukiman Vernakular Pesisir di Kabupaten Kepulauan Selayar

Sulawesi Selatan Studi Kasus : Permukiman Pesisir Desa Appa‘tana

Muhammad Najib1, Ahda Mulyati

2, Arya Ronald

3 265

Studi Karakteristik Lentur Balok Beton Bertulang Beragregat Styrofoam

Yasser 1, Herman Parung

2, M. Wihardi Tjaronge

3, Rudy Djamaluddin

4 276

Aplikasi Model MockWyn-UB untuk Menaksir Indek Kekeringan Akibat Adanya

Perubahan Iklim

I Wayan Sutapa 293

Perubahan Permukaan Air Akibat Adanya Hambatan Pilar Pada Belokan Saluran

M. Galib Ishak1, M. Saleh Pallu

2, M. Arsyad Thaha

3 dan Rita Tahir Lopa

4 306

Pengaruh Penambahan Material Perkerasan Daur Ulang Terhadap Karakteristik

Campuran Beton Aspal Lapis Aus

Novita Pradani1, Ratnasari Ramlan

2 322

Studi potensi sungai salena dusun salena kota palu Sebagai sumber energi

PLTMH

Kennedy.M1,Ridho Hantoro

2,Khairil Anwar

3, Prabowo

4 333

Peran Fakultas Teknik Universitas Tadulako Dalam Peningkatan Sdm

Transportasi

Jurair Patunrangi 352

Penempatan Lokasi Tiang Jaringan Distribusi Primer Menggunakan Geographic

Infomartion System (GIS)

Deny Wiria Nugraha1, Yuli Asmi Rahman2 363

Page 5: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako
Page 6: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

1

PENGARUH SUHU DAN DURASI PERAWATAN TERHADAP KUAT

TEKAN MORTAR GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR ABU TERBANG

Horianto¹, Andi Arham Adam² dan Nicodemus Rupang³

Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRACT

The Purpose of this research is to determine the optimum temperature and

duration of curing which produce acceptable compressive strength of fly ash

based geopolymer mortar. In this research, sodium silicate (Na2SiO3) and sodium

hydroxide (NaOH) were used as alkaline activator. The dosage of activator was

55% and the ratio between sodium silicate and alkali activator is 1 : 2. The

research was conducted by varying the curing temperature of 80, 100 and 120oC

with each curing temperature has a duration of 4, 6 and 20 hours. Compressive

strength test was performed at age of 3, 7, 14 and 28 days on cube specimens

with a size of 50 x 50 x 50 mm with a mass ratio between the sand and fly ash is 1

: 2,75.

The test results showed that the compressive strength of geopolymer mortar

with temperature and duration of curing 120oC and 20 hours produces the highest

compressive strength of 33.1 MPa. The compressive strength is greater than that

produced by normal mortar compressive strength of 27.6 MPa.

Keywords: Geopolymer, Fly ash, Compressive Strength, Temperature, Duration.

PENDAHULUAN

Merujuk pada besarnya sumbangan industri semen terhadap total emisi

karbon dioksida (CO2), maka perlu segera dicarikan solusi yang tepat untuk

meminimalisir gas yang mencemari lingkungan ini. Penggantian sejumlah bagian

semen dalam pembuatan beton, atau secara total menggantinya dengan bahan lain

yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang lebih menjanjikan.

Salah satu alternatif pemecahannya adalah penggunaan limbah abu terbang

(fly Ash). Abu terbang merupakan limbah industri dari Pembangkit Listrik Tenaga

Uap (PLTU) hasil dari sisa pembakaran batu bara yang mengandung silica amorf.

Istilah ‗geopolimer‘ digunakan pertama kali pada tahun 1970 oleh seorang

insinyur dan juga seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits. Geopolimer

sendiri terbentuk dari reaksi kimia aluminium dan silikon sebagai bahan kimia

dasar yang dengan bantuan aktivator alkali akan mengalami proses polimerisasi

Page 7: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

2

anorganik (inorganic polymerization), yang hasilnya sebuah benda padat

menyerupai beton/mortar.

Perawatan (curing) merupakan salah satu tahapan yang sangat penting

dalam proses pembuatan beton/mortar agar kualitas yang direncanakan dapat

tercapai. Pada beton/mortar biasa perawatan dapat dilakukan dengan perendaman

atau memberikan air tambahan untuk proses hidrasi. Perawatan beton/mortar

geopolimer pada suhu kamar akan menyebabkan penundaan pada waktu

pengikatan. Hal ini dapat dihindari dengan perawatan panas menggunakan oven

(Kirschner dan Harmuth, 2004). Selama proses perawatan, beton/mortar

geopolimer mengalami proses polimerisasi. Pada suhu tinggi, proses polimerisasi

menjadi lebih cepat dan beton/mortar geopolimer dapat mencapai 70% dari kuat

tekannya dalam waktu 3 sampai 4 jam pemanasan (Kong dan Sanjayan, 2008

dalam Bakri dkk., 2010). Penurunan kuat tekan geopolimer dapat terjadi dalam

perawatan dengan suhu yang tinggi untuk waktu yang lama (Puertas dkk, 2008

dalam Khale, 2007).

Gambar 1 Pengaruh Waktu Curing terhadap Kuat Tekan Mortar Geopolimer

(Sumber : Ravikumar dkk., 2010)

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa waktu curing memberikan pengaruh

yang signifikan pada kuat tekan mortar geopolimer. Hal ini diduga bahwa waktu

curing yang lebih lama melepaskan molekul air yang lebih banyak pada mortar

geopolimer. Curing yang lebih lama juga akan mempercepat reaksi polimerisasi

dan setting dari mortar tersebut (Ravikumar dkk., 2010).

Page 8: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

3

TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi polimerisasi dapat terjadi karena adanya reaksi antara alkaline

activator (NaOH atau KOH) dengan material yang mengandung silikat atau

alumina yang tinggi yang digunakan sebagai penyeimbang reaksi dengan

menyumbangkan ion positif (kation) dan juga berfungsi untuk mereaktifkan unsur

aluminium dan silika di dalam fly ash.

Pemberian Sodium Silikat (Na2SiO3) pada mortar geopolimer dapat

mempercepat reaksi polimerisasi yang cenderung lambat, sehingga dengan

demikian kekuatan mortar geopolimer dapat meningkat dibandingkan dengan

tanpa adanya penambahan Na2SiO3 (Davidovits, 2008).

Gambar 2 Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Geopolimer

(Sumber : www.geopolymer.org)

Secara keseluruhan proses geopolimerisasi digambarkan dalam empat tahap

yaitu (Xu, dkk. 2001 dalam Song 2007) :

1) Terjadinya penguraian aluminium silikat di dalam alkali aktivator. Ketika

mineral aluminum silikat berada pada pH tinggi (keadaan basa), maka

ikatan yang menghubungkan antara silikat dan aluminium tetrahedral akan

terputus.

2) Unsur aluminum dan silika kompleks yang telah terurai, menyebar dari

permukaan padatan aluminium silikat ke ruang antar partikel.

3) Terbentuklah benda uji menyerupai gel, yang merupakan hasil dari proses

polimerisasi akibat penambahan larutan silika (sodium silikat) dengan

unsur aluminium dan silika kompleks.

Page 9: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

4

4) Bentuk benda uji yang menyerupai gel mulai mengalami pengerasan yang

berkaitan dengan pengeluaran air yang tidak ikut mengalami reaksi kimia

dan terbentuklah geopolimer.

Gambar 3 Ikatan yang terjadi pada semen (kiri) dan ikatan yang terjadi pada

geopolymer (kanan)

(Sumber : www.geopolymer.org).

Gambar 4 Perbandingan Antara Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan

Umur Benda Uji pada Suhu Ruang.

(Sumber: Manjunath dkk., 2011)

Umur benda uji (hari)

Ku

at T

eka

n

(N/m

m2)

Page 10: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

5

Kuat tekan mortar geopolimer pada suhu ruangan secara berkelanjutan

meningkat sesuai dengan umur benda uji, yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Peningkatan kuat tekan ini dapat dikaitkan dengan pembentukan dari alumino

silikat/kalsium silikat hidrat gel secara terus menerus yang merupakan bahan

pengikat dari mortar geopolimer (Manjunath dkk.,2011)

Kondisi perawatan dari geopolimer terdiri dari suhu perawatan dan lama

pemanasan. Efek dari suhu pemanasan pada suhu 30, 60 dan 91oC pada

perkembangan kuat tekan di perlihatkan pada Gambar 5, yang mana menandakan

bahwa keuntungan dari pemanasan pada proses perawatan geopolimer adalah

signifikan. Kondisi perawatan geopolimer terbaik adalah pada suhu 60oC selama

24 jam. (Hardjito, dkk., 2002 dalam Song, 2007)

Gambar 5 Pengaruh dari suhu pemanasan terhadap perkembangan kuat tekan

geopolimer

(Sumber : Hardjito dkk., 2002 dalam Song, 2007)

Tabel 1 Hasil Penelitian Suhu Perawatan terhadap Perkembangan Geopolimer Berbahan Dasar

Abu Terbang

No Variasi Suhu dan Durasi Optimum Referensi

1 30, 60, 91oC selama 24 jam 60oC, 24 jam Hardjito dkk, 2002

2 30, 75oC selama 24 jam 75oC, 24 jam Sindhunata dkk, 2004

3 75, 95oC selama 6 atau 24 jam 95oC, 24 jam Bakharev, 2005c

4 45, 65, 85oC selama 24 jam 85oC, 20 jam Fernandez-Jimenez dan Palomo, 2002

(Sumber : Song, 2007)

METODE PENELITIAN

Bahan dasar (raw material) berupa abu terbang (fly ash) yang diambil dari

PLTU Mpanau. Abu terbang yang digunakan tergolong ke dalam abu terbang

Ku

at T

eka

n p

ad

a u

mu

r 7

ha

ri

(MP

a)

Suhu Perawatan (oC)

Catatan : durasi perawatan selama 24 jam

Page 11: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

6

kelas F yaitu abu terbang dengan kadar kalsium yang rendah. Analisis unsur kimia

yang terdapat dalam abu terbang dapat dilihat pada Tabel 2.

Dalam penelitian ini, Sodium Silikat (Na2SiO3) yang digunakan memiliki

kerapatan sebesar 1.552 g/cc (Na2O = 15.4% dan SiO2 = 32.33%). Dosis aktivator

(Alkali Aktivator/fly ash) yang digunakan adalah sebesar 55% serta perbandingan

antara sodium silikat dan alkali aktivator adalah 1 : 2. Sodium hidroksida yang

digunakan adalah dalam bentuk cairan (liquid) yang dipersiapkan sehari sebelum

dilakukan pencampuran dengan tambahan air.

Tabel 2 Komposisi Kimia dari Binder (% Massa)

Komponen Abu terbang

SiO2 55.540

Fe2O3 23.760

Al2O3 14.020

CaO 2.020

K2O 1.580

SO3 1.300

TiO2 0.920

MnO 0.291

Mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang dalam penelitian ini

menggunakan Water to Solid ratio (W/S) sebesar 0.35. Jumlah air dalam

campuran mortar merupakan penjumlahan dari kandungan air yang berada dalam

sodium silikat, sodium hidroksida dan tambahan air sedangkan jumlah padatan

(solid) merupakan penjumlahan dari berat abu terbang, dan kandungan padatan

dalam sodium silikat dan sodium hidroksida. Perbandingan antara abu terbang dan

pasir yang dipakai adalah 1 : 2.75.

Detail mix yang digunakan diadopsi dari Adam (2009) dan SNI 06-6825-

2002, akan tetapi dalam penelitian ini digunakan kemolaran sodium hidroksida

dan air tambahan yang berbeda. Berikut adalah Tabel 3 jumlah bahan yang

dibutuhkan dalam mix design mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang (per

1 liter campuran).

Alat yang digunakan adalah Hobart mixer dengan kapasitas 5 liter, benda uji

dibuat dalam bentuk 5 cm3, dipadatkan dan digetarkan sesuai dengan prosedur

yang digunakan dalam SNI 06-6825-2002. Benda uji kemudian dioven dengan

variasi suhu perawatan 80o, 100

o dan 120

oC serta durasi masing 4, 6 dan 20 jam

Page 12: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

7

dan juga satu set benda uji yang dibiarkan di ruangan terbuka yang terkena sinar

matahari langsung (kering udara).

Tabel 3 Jumlah Bahan dari Mortar Geopolimer (per litre mix)

Abu

terbang

(Kg)

Pasir

(Kg)

Activator (Kg) Air

Tambahan

(Kg)

Total

(Kg) Na2SiO3

(liquid)

NaOH

(10M)

0.516 1.420 0.142 0.142 0.046 2,265

Benda uji yang sebelum dimasukan ke dalam oven tersebut, setelah dicetak

didiamkan sejenak selama ± 3 jam sebelum dilapisi dengan cling wrap, kemudian

durasi pemanasan telah tercapai maka benda uji di keluarkan dari oven dan

dibiarkan selama ± 6 jam sebelum dilepaskan dari cetakan. Setelah dilepaskan

dari cetakan, benda uji tetap dibiarkan dalam suhu kamar sampai pada hari

pengetesan.

Mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang yang dibiarkan di ruangan

terbuka yang terkena sinar matahari langsung belum dapat dilepaskan dari cetakan

sebelum mencapai umur 3 hari, hal ini disebabkan benda uji belum berubah

menjadi benda padat.

Kuat tekan rata-rata dari mortar geopolimer tersebut diperoleh dari

pengetesan kuat tekan menggunakan mesin uji kuat tekan dengan pengaturan

kecepatan penekanan sebesar 20 MPa/menit. Kuat tekan dari benda uji dites pada

umur 3, 7, 14 dan 28 hari setelah pencampuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Normal dan Mortar Geopolimer dengan

Perawatan Kering Udara

Hasil pengujian kuat tekan pada umur 3 hari untuk mortar normal adalah 15,733

MPa sedangkan untuk mortar geopolimer sangat rendah yaitu 0,867 MPa. Pada

umur 7 hari grafik kuat tekan untuk mortar normal mengalami kenaikan menjadi

21,867 MPa dan untuk mortar geopolimer sebesar 2,133 MPa. Selanjutnya, pada

umur 14 hari grafik kuat tekan untuk mortar normal masih mengalami kenaikan

yang walaupun tidak terlalu besar yaitu 25,867 MPa dan untuk mortar geopolimer

sebesar 8,133 MPa. Setelah itu pada umur 28 hari kuat tekan untuk mortar normal

yaitu sebesar 27,600 MPa dan mortar geopolimer adalah 15,200 MPa.

Page 13: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

8

Gambar 6 Grafik Kuat Tekan Antara Mortar Normal dan Mortar Geopolimer

dengan Perawatan Kering Udara

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 80oC dan Durasi 4,

6 dan 20 jam.

Gambar 7 Grafik Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 80oC dan

Durasi 4, 6 dan 20 Jam

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer suhu 80oC ini, untuk

durasi 4 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar 1,160; 3,160;

6,280; dan 11,750 MPa. Selanjutnya untuk durasi 6 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28

hari masing-masing sebesar 5,040; 6,560; 8,640; dan 12,500 MPa. Setelah itu,

untuk durasi 20 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar

Page 14: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

9

17,120; 19,200; 19,360; 19,400 MPa. Gambar 7 menunjukkan bahwa pada suhu

perawatan 80oC durasi 4 dan 6 jam menghasilkan kuat tekan yang sangat kecil

bila dibandingkan dengan durasi 20 jam. Akan tetapi perkembangan kuat tekan

pada durasi 4 dan 6 jam menunjukkan hasil lebih besar dibandingkan dengan

durasi 20 jam yang cenderung tetap. Hal ini disebabkan karena pada durasi 20 jam

proses polimerisasi diperkirakan telah mencapai titik maksimal sehingga tidak

adanya lagi unsur yang dapat bereaksi yang menyebabkan kuat tekan yang

dihasilkan cenderung tetap.

Pada Gambar 7 juga terihat bahwa laju kenaikan kuat tekan pada durasi 4

dan 6 jam cenderung konstan dan linear apabila dibandingkan dengan kenaikan

kuat tekan pada durasi 20 jam yang cenderung tetap setelah umur 7 hari. Hal ini

dikarenakan pada durasi 4 dan 6 jam dengan suhu 80oC mortar geopolimer tidak

memperoleh pemanasan yang cukup sehingga mengakibatkan kenaikan dari kuat

tekan pada setiap umur mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sedangkan

pada durasi 20 jam dengan suhu 80oC, mortar geopolimer terlihat telah mencapai

kuat tekan yang optimum.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 100oC dan Durasi 4,

6 dan 20 jam.

Gambar 8 Grafik Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 100oC dan

Durasi 4, 6 dan 20 Jam

Page 15: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

10

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer suhu 100oC ini, untuk

durasi 4 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar 11,680;

12,880; 13,240 dan 13,450 MPa. Selanjutnya untuk durasi 6 jam pada umur 3, 7,

14 dan 28 hari masing-masing sebesar 16,280; 16,680; 17,800 dan 18,500 MPa.

Setelah itu, untuk durasi 20 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing

sebesar 20,680; 21,160; 21,360 dan 21,900 MPa.

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada suhu perawatan 100oC durasi 4 dan 6

jam menghasilkan kuat tekan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan durasi 20

jam.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 120oC dan Durasi 4,

6 dan 20 jam.

Gambar 9 Grafik Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Suhu 120oC dan

Durasi 4, 6 dan 20 Jam

Pada Gambar 8 juga menunjukkan bahwa kuat tekan dari mortar

geopolimer telah mencapai kuat optimumnya pada setiap durasi pemanasan yang

ditunjukkan dengan kenaikan kuat tekan dari masing-masing durasi perawatan

yang cenderung tetap, walaupun demikian kuat tekan maksimum dari setiap durasi

perawatan menunjukkan hasil yang berbeda. Semakin lama durasi perawatan dari

mortar geopolimer tersebut maka hasil kuat tekannya semakin besar.

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer suhu 120oC ini, untuk

durasi 4 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar 11,680;

Page 16: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

11

13,200; 13,520 dan 14,300 MPa. Selanjutnya untuk durasi 6 jam pada umur 3, 7,

14 dan 28 hari masing-masing sebesar 16,280; 17,800; 17,920 dan 19,600 MPa.

Setelah itu, untuk durasi 20 jam pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing

sebesar 27,680; 32,160; 33,040 dan 33,100 MPa. Gambar 9 menunjukkan bahwa

pada suhu perawatan 120oC durasi 4 dan 6 jam menghasilkan kuat tekan yang

lebih kecil bila dibandingkan dengan durasi 20 jam. Hal ini juga terlihat

ditunjukkan pada Gambar 8, dimana kuat tekan akan bertambah seiring dengan

bertambahnya durasi pemanasan dari mortar geopolimer, akan tetapi dengan

adanya penambahan suhu juga mengakibatkan hasil kuat tekan maksimal pada

masing-masing durasi pemanasan berbeda, yaitu semakin tinggi suhu pemanasan

maka kuat tekan dari mortar geopolimer tersebut akan semakin besar.

Perbandingan Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer karena Perbedaan Suhu

Perawatan

Gambar 10 Grafik Pengaruh Suhu Perawatan Terhadap Kuat Tekan Mortar

Geopolimer

Gambar 10 di atas memperlihatkan efek dari suhu pemanasan terhadap kuat

tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang dengan menjaga durasi

pemanasan agar tetap konstan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa untuk

durasi pemanasan yang sama, kuat tekan mortar geopolimer akan mengalami

kenaikan seiring dengan bertambahnya suhu pemanasan dari mortar geopolimer.

Untuk pemanasan pada durasi 4 jam laju kenaikan dari kuat tekan mortar

geopolimer terlihat membentuk garis lurus yang artinya mengalami kenaikan kuat

Page 17: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

12

tekan yang konstan. Sedangkan pada durasi 20 jam memperlihatkan kenaikan kuat

tekan yang paling besar yaitu 33,100 MPa dibandingkan dengan durasi 4 dan 6

jam yang masing-masing menghasilkan kuat tekan sebesar 14,300 MPa dan

19,600 MPa.

Perbandingan Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer karena Perbedaan Durasi

Perawatan

Gambar 11 Grafik Pengaruh Durasi Perawatan Terhadap Kuat Tekan Mortar

Geopolimer

Gambar 11 di atas memperlihatkan efek dari durasi pemanasan terhadap

kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang dengan menjaga suhu

pemanasan agar tetap konstan. Hasil pengamatan menujukkan bahwa untuk suhu

perawatan yang sama kuat tekan mortar geopolimer akan mengalami peningkatan

seiring dengan bertambahnya durasi pemanasan. Pada suhu 80oC memperlihatkan

laju kenaikan kuat tekan mortar geopolimer membentuk sebuah garis lurus yang

artinya laju kenaikan dari kuat tekannya konstan, sedangkan pada suhu 100oC dan

suhu 120oC terlihat laju kenaikan dari kuat tekan yang hampir sama yaitu sebesar

37% pada durasi pemanasan 6 jam, akan tetapi setelah dilakukan pemanasan

sampai 20 jam terlihat bahwa kuat persentase kenaikan dari kuat tekan pada suhu

120oC adalah 2 kali lebih besar dibandingkan pada suhu 80

oC dan suhu 100

oC.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

Page 18: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

13

Kombinasi suhu dan durasi perawatan untuk mortar geopolimer berbahan

dasar abu terbang yang memiliki kuat tekan paling tinggi adalah pada suhu

120oC dan durasi selama 20 jam. Pada umur 28 hari, kuat tekan mortar

geopolimer dengan kombinasi tersebut adalah 33,100 MPa.

Pada umur 28 hari persentase kenaikan kuat tekan mortar geopolimer

berbahan dasar abu terbang untuk suhu 120oC durasi 6 dan 20 jam masing-

masing memiliki kenaikan sebesar 37,063% dan 131,469% terhadap durasi

4 jam.

Untuk mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang dengan perawatan

kering udara pada umur 28 hari memiliki kuat tekan lebih rendah yaitu

sebesar 15,200 MPa dibandingkan dengan mortar normal yaitu sebesar

27,600 MPa.

Suhu dan durasi perawatan memiliki pengaruh dalam kuat tekan mortar

geopolimer yang ditunjukan dengan semakin tinggi suhu dan lama durasi

perawatan maka kuat tekan yang dihasilkan akan semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA

Adam AA. 2009. Strength and Durability Properties of Alkali Activated Slag and

Fly Ash-Based Geopolymer Concrete, Thesis, School of Civil,

Enviromental and Chemical Engineering, RMIT University, Melbourne,

Australia.

Badan Standar Nasional, SNI 03-6825-2002. Metode Pengujian Kekuatan Tekan

Mortar Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil, Jakarta

Bakri Mohd. M. Al., Mohammed H., Kamarudin H., Niza I. K. dan Zarina Y.

2010. Review on Fly ash-based Geopolymer Concrete without Portland

Cement. Journal of Engineering and Technology Research Vol. 3(1), PP.

1-4.

Davidovits, J. 2008. Geopolymer Chemistry and applications. Saint-Quentin,

France, Institut Geopolymer.

Khale D, Chaudhary R. 2007. Mechanism of Geopolymerization and Factors

Influencing Its Development. J Mater Sci, 42:729-746

Kirschner A.V., Harmuth H. 2004. Inverstigation of Geopolymer Binders with

Respect to Their Application for Building Materials. Christian Doppler

Page 19: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

14

Laboratory for Building Materials with Optimized Properties at the

Department Of Ceramics, University of Leoben, Leoben, Austria.

Manjunath, G. S., Radhakrishma, Giridhar C., Jadahv Mahesh. 2011. Compressive

Strength Development in Ambient Cured Geo-polymer Mortar.

International Journal of Earth Sciences and Engineering. ISSN 0974-5904,

Volume 04, No. 06 SPL, October 2011, pp. 830-834.

Ravikumar, D., Peethamparan, S., & Neithalath, N. 2010. Structure and Strength

of NaOH Activated Concretes Containing Fly Ash or GGBFS as the Sole

Binder. Cement and Concrete Composites, 32(6), 399-410. Elsevier Ltd.

Song, Xiujiang. 2007. Development and Performance of Class F Fly Ash Based

Geopolymer Concretes against Sulphuric Acid Attack. Thesis, School of

Civil and Environmental Engineering, The University of New South

Wales, Sydney, Australia.

http://www.geopolymer.org/applications/introduction_developments_and_applica

tions_in_geopolymer_2, di akses 19 Februari 2013

Page 20: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

15

STUDI KINERJA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG ANTAR KOTA

DALAM PROPINSI ( A.K.D.P. ) DI SULAWESI TENGAH

Ali Alhadar

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Taduloako

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Angkutan umum penumpang antar kota dalam propinsi adalah angkutan

umum penumpang yang melayani dari ibu kota Kabupaten ke ibu kota

Kabupaten lain yang berasal dari satu Propinsi. Di Sulawesi Tengah terdapat 12 (

Dua belas ) Kabupaten dan 1 (satu ) Kota. Kota Palu merupakan Ibu Kota

Propinsi Sulawesi Tengah adalah terminal induk yang menghubungkan ibu kota

kabupaten di Sulawesi Tengah, masih banyak daerah daerah yang belum

terjangkau oleh angkutan umum terutama di daerah pedesaan dalam kabupaten

sehingga roda ekonomi tidak berjalan lancar, sulit menjangkau pasar, dengan

terpaksa mereka menjual hasil produksi dengan harga murah. Dilain pihak

pengusaha angkutan umum kesulitan dalam menginvestasi armada pada daerah

yang belum terjangkau oleh angkutan umum. Pada penelitian ini mengkaji

tentang daerah daerah yang belum terjangkau oleh angkutan umum dengan kata

lain membuka rute baru dengan tanpa investasi armada dengan cara

memanfaatkan waktu tunggu keberangkatan kembali kerute yang selama ini yang

dilaluinya. Artinya memanfaatkan waktu tunggu diterminal , yang selama ini

menurut pengamatan kami kendaraan banyak menganggur diterminal, pool pool

kendaraan menunggu keberangkatan kembali , hal tersebut perlu dimanfaatkan

untuk melayani rute yang dekat dalam kabupaten yang belum terjangkau oleh

aramada angkutan umum, sehingga pengadaan armada tidak perlukan lagi. Perlu

diketahui bahwa dalam perhitungan Biaya Operasi Kendaraan ( B.O.K. ) salah

komponen yang paling signifikan adalah pengadaan armada, dalam penelitian ini

pengadaan armada menjadi nol sehingga kinerja financial perusahaan akan

meningkat dan waktu operasi kendaraan sangat optimal. Dengan kata lain waktu

menganggur kendaraan diterminal secara ekonomi bisa menghasilkan

pendapatan tambahan yang selama ini nol. Dalam penelitian ini manajemen

operasi kendaraan harus dipisahkan atau diatur tersendiri agar tidak mengganggu

jadwal keberangkatan rute utamnya, Pada penelitian ini dapat membuka lapangan

kerja baru karena manajeman operasi terpisah dengan dengan manajemen operasi

tetapnya.

Kata kunci: Investasi Armada, Rute baru, manajemen operasi, waktu operasi, kineja financial.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angkutan umum adalah sarana yang di butuhkan oleh sebagaian besar

masyrakat kota, tidaklah mungkin suatu kota dapat hidup tanpa angkutan umum.

Page 21: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

16

Perlu di ketahui bahwa sistem transportasi merupakan salah satu komponen atau

aspek yang tak terpisahkan dari aspek atau komponen lainnya yang membentuk

kota sebagai sistem, karena hanya dengan sudut pandang seperti inilah kita dapat

memahami bahwa masalah transportasi yang timbul di suatu kota merupakan

refleksi dari keterkaitan yang kompleks dan intens antara berbagai aspek atau

komponen yang meliputi kultur budaya, social , ekonomi , kependudukkan,pola

aktivitas, tata guna lahan, sarana dan prasarana transportasi, lingkungan,

pemilikan kendaraan dan angkutan umum.

Perlu di ketahui pertumbuhan jumlah kendaraan rata-rata diatas 3%

pertahun. Pertumbuhan lalulintas yang tinggi ini tidak dibarengi dengan

pengembangan jaringan jalan perkotaan yang memadai. Pertumbuhan jalan yang

relative kecil yaitu dibawah 1% pertahunnya. Ketidak seimbangan pertumbuhan

antara jumlah lalulintas dan prasarana jalan yang secara kasat mata dapat dilihat

dengan makin berambahnya titik-titik kemacetan di kota-kota. Ditinjau dari sudut

pandang sistem angkutan umum kondisi diatas sangatlah menyulitkan. Santoso,

(1996).

Di Sulawesi Tengah terdapat 12 Kabupaten dan Kota (terlampir peta),

kota Palu merupakan terminal induk yang menghubungkan seluruh ibukota

Kabupaten.

Di Sulawesi Tengah masih banyak daerah daerah yang belum terjangkau oleh

angkutan umum, terutama didaerah pedesaan, sehingga roda ekonomi tidak

berjalan lancar , sangat sulit menjangkau pasar, dengan terpaksa mereka menjual

dengan harga murah. Dilain pihak pengusaha angkutan kesulitan karena

memerlukan investasi yang cukup besar untuk pengadaan armada angkutan

umum baik penumpang maupun barang.

Dari uraian tersebut timbul pemikiran penulis untuk membuka rute baru

tanpa investasi kendaraan dengan memanfaatkan waktu sisa kendaraan di

terminal sebelum berangkat kembali kerute yang sudah ditetapkan, Hal tersebut

dapat dilakukan dengan mengkaji rute rute yang jauh dan waktu istirahatnya

cukup lama. Misalnya Rute Palu – Luwuk, Palu – Morowali, Palu Buol

Page 22: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

17

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka pokok penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Kesulitan investasi untuk pengadaan armada angkutan dapat diatasi dengan

memanfaatkan waktu luang operasi kendaraan sebelum berangkat kembali

kerute tetapnya.

Banyaknya lokasi lokasi yang belum terjangkau oleh angkutan umum

dapat diatasi dengan memanfaatkan waktu tunggu sebelum melakukan

perjalanan kembali kerute tetapnya, sehingga roda ekonomi akan berputar.

Pembukaan rute baru tidak mengalami kesulitan aramada banyaknya

kendaraan yang menganggur di terminal untuk menunggu keberangakatan

kembili kerute tetapnya. Sehingga jam operasi kendaraan sangat optimal.

Membuka lapangan kerja baru karena manajemen operasi kendaraan harus

di pisahakan dengan manajemen operasi pada rute tetapnya , sehingga

sistem operasi kendaraan memnfaatkan waktu tunggu kendaraan di terminal

bisa berjalan dengan baik.

Maksud Penelitian

Membuka rute baru angkutan umum penumpang dengan optimalisasi

wuktu tunggu armada diterminal sebelum keberangkatan kembali dengan tanpa

investasi kendaaran sehingga kinerja operasi kendaraan akan meninggkat, karena

salah satu kesulitan dalam mengoperasikan rute baru adalah kendaraan dan

komponen yang besar dalam perhitungan biaya operasi kendaraan ( B. O. K. )

adalah investasi kendaran.

Tujuan Penelitian

Melakukan studi kinerja angkutan umum (A.K.D,P.) di Sulawesi Tengah

dalam upaya optimalisasi jam dan hari operasi operasi kendaraan dengan

memanfaatkan waktu tunggu armada diterminal.

Membuka rute baru uuntuk daerah daerah yang belum terjangkau oleh

angkutan umum tanpa investasi kendaraan

Page 23: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

18

Manfaat Penelitian

Kesulitan pengadaan armada untuk pembukaan rute baru yang belum

terjangkau oleh angkutan umum penumpang dapat diatasi dengan optimalisasi

jam operasi kendaraan dengan tanpa investasi kendaraan .

Dengan optimalisasi jam operasi kendaraan banyak daerah daerah yang

belum terjangkau rute kendaraan atau di lewati kendaraan dapat diatasi.

Membuka lapangan kerja baru, baik pengendara dan administrasi operasi

kedaraan, karena harus di pisahkan denagn operasi rute tetapnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Umum

Pada dasarnya pihak yang dapat terlibat dalam semua aspek kegiatan

penyelenggaraan angkutan umum ada dua komponen yaitu :

Pihak Pemerintah ( Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat )

Pihak Swasta.

Keterlibatan pihak pemerintah dalam penyelenggaraan angkutan umum

pada dasarnya sebagai representasi keinginan rakyat yang diwakili oleh

pemerintah sehingga kepentingan masyarakat luas (penumpang) merupakan hal

utama yang harus menjadi perhatian. Dengan demikian ada 2 (dua) kondisi

lingkungan yang menjadi konsideran dalam kebijakan pemerintah, yaitu kondisi

sosial dan kondisi politik.

Bagi pihak swasta keterlibatan dalam penyelenggaraan angkutan umum

pada dasarnya berorientasi ekonomi yaitu berusaha meraih keuntungan ekonomi

sebesar besarnya. Sasaran dari keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan

angkutan umum adalah memaksimalkan keuntungan.

Dari filosofi dasar masing masing yang berbeda tersebut, maka jelas bahwa

makin besar tingkat keterlibatan pemerintah dalam aspek aspek kegiatan

penyelenggaraan angkutan umum maka makin besar pula tingkat pemenuhan

kepentingan masyarakat luas Dan sebaliknya makin besar pula keterlibatan pihak

swasta dalam pemyelenggaraan angkutan umum, maka makin rendah pula tingkat

pemenuhan kepentingan masyarakat luas terhadap angkutan umum.

Page 24: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

19

Bila ditinjau dari dari alokasi dana yang harus disediakan oleh pemerintah,

maka jelas bahwa makin besar keterlibatan pemerintah dalam aspek kegiatan

penyelenggaraan angkutan umum maka makin besar pula alokasi dana yang harus

disediakan pemerintah.

Sebaliknya semakin kecil tingkat keterlibatan pemerintah dalam

penyelenggaraan angkutan umum yang berarti makin besar tingkat keterlibatan

pihak swasta akan semakin kecil alokasi dana yang harus disediakan oleh

pemerintah. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa tingkat keterlibatan yang

tinggi dari pemerintah berarti usaha pemenuhan kepentingan masyarakat akan

semakin besar, untuk itu diperlukan alokasi dana yang tidak sedikit.

Dari uraian tersebut akan jelas bahwa faktor finansial sangat mempengaruhi

tingkat keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan angkutan umum.

Sistem angkutan umum adalah merupakan sistem pelayanan jasa angkutan yang

berfungsi untuk mengumpulkan dan mendistribusikan penumpang yang

mempunyai kebutuhan akan pergerakan. Meskipun para penumpang belum tentu

mempunyai tempat asal yang sama ataupun tujuan yang sama, tetapi pola ataupun

karakteristik pergerakannya adalah sedemikian sehingga memungkinkan suatu

rute sistem angkutan melayani secara baik.

Sistem Pentarifan Angkutan Umum.

Dalam menentukan besar dan struktur tarif faktor yang perlu diperhatikan

ialah besarnya biaya operasi kendaran yang digunakan sebagai alat angkut. Faktor

ini harus diperhatikan karena keuntungan yang diperoleh operator sangat

tergantung kepada besarnya tarif yang ditetapkan dan biaya operasi kendaraan

struktur tarif merupakan cara bagaimana tarif tersebut dibayarkan.

1. Tarif Seragam (Flat Fare).

Tarif seragam adalah tarif yang dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang

dilalui Tarif seragam menawarkan sejumlah keuntungan yang telah dikenal secara

luas terutama kemudahan dalam pengumpulan ongkos didalam kendaraan

Struktur ini memungkinkan transaksi yang cepat, terutama dalam kendaraan yang

ukuran besar dan dioperasikan oleh satu orang dan secara umum pengumpulan

tarifnya sederhana.

Page 25: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

20

Gambar 1. Struktur Permasalahan Sistem Angkutan Umum

2. Tarif Berdasarkan Jarak ( Distance Fare)

Struktur tarif ini sangat bergantung pada jarak yang ditempuh, yakni

penetapan besarnya tarif dilakukan pengalian ongkos tetap perkilometer dengan

panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpangnya Jarak minimum

(tarif minimum) diasumsikan nilainya

3. Tarif Bertahap

Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang

Tahapan ini adalah suatu penggal dari rute yang jaraknya antara satu atau lebih

tempat perhentian sebagai dasar perhitungan dasar tarif untuk itu jaringan

perangkutan dibagi dalam penggal penggal rute yang secara kasar mempunyai

panjang yang sama. Jarak antara kedua titik diatur dengan memperhatikan kondisi

setempat Titik perubahan tahapan haaislah mudah dikenali dan cukup spesifik

Page 26: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

21

Tarif bertahap mencerminkan usaha penggabungan secara wajar keinginan

penumpang dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan waktu

untuk mengumpulkan ongkos

4. Tarif Zona.

Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertah jika

daerah pelayanan perangkutan dibagi kedalam zona zona Pu: kota biasanya

merupakan zona terdalam dan dikelilingi oleh terk yang tersusun sepciti sebuah

sabuk Daerah pelayanan perangkutan ju dapat dibagi kedalam zona zona yang

berdekatan Jika terdapat jal melintang dan melingkar, panjang jalan ini harus

dibatasi dengan membagi kedalam sektor sektor Kerugian akan terjadi bagi

penumpang yang hanya melakukan suatu perjalanan jarak pendek didalam dua

zona. Sebaliknya suatu perjalanan yang panjang dapat menjadi lebih murah

apabila dilakukan dalam sebuah zona dibandingkan dengan perjalanan pendek

yang melintasi batas zona Kerugian ini dapat diimbangi dengan memberlakukan

zona tumpang tindih atau skala tarif yang dapat dipakai untuk dua zona. Seperti

tarif bertahap batas tertinggi tarif dapat ditetapkan dengan tidak membuat

pembagian zona yang terlalu banyak. Pengelompokkan dari beberapa zona juga

mungkin untuk dilakukan.

Biaya Operasi Kendaraan. (B.O.K.)

Biaya operasi kendaraan didefinisikan sebagai biaya yang secara ekonomi

terjadi dengan dioperasikan satu kendaran pada kondisi normal untuk suatu

tujuan. Komponen2 biaya yang diperhitungakan :

Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tidak tetap (Variabel cost)

Biaya lainnya (Overhead)

1. Biaya Tetap (Fixed Coast)

Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan pada saat awal

dioperasikan sistem angkutan umum. Biaya tetap ini tidak terganti pada

bagaimana sistem angkutan ini dioperasikan.

Biaya tetap untuk angkutan umum penumpang terdiri dari (komponen)

biaya yang semuanya dihitung dalam satuan wa tertentu. Biasanya jangka waktu

Page 27: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

22

perhitungan adalah 1 (satu) tah karena sebagaian besar komponen biaya dibayar

setiap tahun. Empat komponen biaya dari biaya tetap adalah :

2. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap bisa juga disebut sebagai biaya variabel (variabel cost),

karena biaya ini sangat bervariasi tergantung hasil diproduksi, seperti waktu

tempuh atau jumlah penumpang atau barang yang diangkut

3. Biaya biaya yang diperhitungkan adalah :

Pemakaian BBM.

Pemakaian Oli Mesin.

Biaya Penggunaan Ban.

Biaya Perawatan Kendaraan.

4. Biaya Overhead.

David Lowe menyatakan bahwa untuk menghitung biaya overhead

beberapa peneliti melakukan 2 (dua) cara :

Menghitung 20 - 25 % dari jumlah biaya tidak tetap dan tetap.

Menghitung biaya overhead secara terperinci, yaitu menghitung biaya

overhead perlu terus dipantau secara berkala oleh pemilik kendaraan.

Aspek Finansial.

Aspek Finansial Dimaksudkan untuk menyelidiki terumi perbandingan

antara pengeluaran dan " Revenue Earnings " proyek

Apakah proyek itu terjamin dananya yang diperlukan

Apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut

Apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial

dapat berdiri sendiri Kadariah, (1986)

Pendapatan.

Dalam pengelolaan penisahaan angkutan umum yang perlu diperhatikan

adalah kelayakan kinerja operasi kendaraan, yaitu dengan menganalisis hal hal

yang berhubungan kemampuan pengoperasian kendaraan dan kesesuaian antara

pendapatan yang akan diterima dari pembayaran tarif penumpang dengan

besarnya biaya yang dikeluarkan.

Page 28: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

23

Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

METODE PENELITIAN

Umum

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literatur dan data

sekunder yang berkaitan dengan penelitian yang akan di lakukan. Kemudian

dilakukan survey lapangan untuk mendapatkan data primer.

Observasi Lapangan dan Survei Pendahuluan

Penetapan Tujuan Penelitian

Data

Pengambilan Data Primer

Data Jenis Kendaraan

Data Lalu Lintas

Data Penumpang

Data Terminal

Data Geometrik

Pengumpulan Data Sekunder

Jumlah Kendaraan AKDP

Jumlah Perusahaan Beroperasi

Peta Jaringan Jalan ( Rute )

Jumlah Penduduk

Kompilasi Data

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

Page 29: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

24

Data primer antara lain jenis kendaraaan, jumlah kendaraan, waktu tempuh,

kecepatan kendaraan, jumlah terminal, jumlah perusahaan yang beroperasi antar

kota dalam propinsi, mengedarkan kuisioner.

Data sekunder antara lain jumlah terminal, jumlah perusahaan yang

beroperasi antar kota dalam propinsi, panjang jalan yang dilalui kendaraan,

mengedarkan kuisioner.

Observasi Lapangan.

Dalam obserevasi lapangan dilakukan dengan melihat langsung serta ikut

naik dalam angkutan umum untuk mengetahui load faktor kendaraan , kecepatan ,

waktu tempuh , terminal , mengetahui perilaku supir, wawancara dengan

penumpang, wawancara dengan pengendara.

Pengumpulan data

1. Data Sekunder

Cara untuk mendapatkan data sekunder adalah dengan menghubungi

instansi terkait seperti Dinas perhubungan, Dinas Kimpraswil, Kantor Statistik .

2. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer yaitu dengan cara survey langsung di

lapangan dan langsung langkah awal adalah dengan mempersiapkan alat-alat dan

keperluan survey dan dibantu oleh beberapa tenaga surveyor.

Alat-alat yang dibutuhkan antara lain:

Stopwatch untuk digunakan menghitung waktu tempuh, kecepatan

kendaraan, kecepatan perjalan, kecepatan gerak, waktu tunggu

Alat penghitung (manual counter) untuk mengetahui jumlah kendaraan,

jenis kendaraan.

Formulir kuisioner untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang

penerapan rencana yang berkaitan dengan penelitian ini.

Formulir data untuk mencatat data di lapangan

Pengambilan data di Lapangan

Sebelum di lakukan pengambilan data di lapangan surveyor diarahkan cara

pengisian formulir dan penggunaan alat dan dilakukan survey pendahuluan untuk

Page 30: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

25

melihat kelemahan-kelemahan dalam pengambilan data dalam rangka

penyempurnaan pada data survey

1. Lama Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 8 Bulan setiap lokasi penelitian yaitu:

2. Kompilasi Data

Kompilasi data adalah data primer dan data sekunder untuk mengetahui data

yang akan digunakan untuk dipilah-pilah yang kemungkinan salah satu sehingga

data tersebut dibuang atau (out layers)

3. Analisis Data

Dari hasil kompilasi data primer data sekunder kemudian diadakan analisis

untuk dapat mengetahui kinerja angkutan Umum Antar Kota Dalam Propinsi

dalam upaya.

Fare Box Ratio

Fare box ratio adalah perbandingan antara pendapatan dan biaya operasi

kendaraan yang terjadi dengan dioperasikannya kendaraan

suatubperusahaan, untuk mengetahui apakah di perlukan subsidi.

Hal hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

Bila fare box ratio kurang dari 1 maka masih perlu subsidi.

Bila fare box ratio sama dengan 1 maka terjadi keseimbangan, tidak perlu subsidi

Bila fare box ratio lebih besara dari 1 maka maka terdapat laba

0 1 2.5

Gambar 3. Fare Boxs Ratio

Diagram proses fare Box Ratio terlihat pada gambar 4 terlampir

Page 31: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

26

DAFTAR PUSTAKA

Angkeara P. 1997. Studi Perkembangan Angkutan Umum Kota Di Kota Madya

Bandung (Thesis Program Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota ITB)

Black J. 1981. Urban Transport Planning. Croom Helm Itd, 2-10 st. John,s Road,

London, SWI

Gray, G, E. et al. 1979. Public Transportation. Prentice-Hall Inca. Simon &

Schuster Company Englewood Cliffs, New Jersey.

Hermawan, R, et al. 1999. Pemberdayaan Angkutan Umum Makalah Seminar

Musda II MTI Jabar.

Kanafani A. 1983. Transportation Demand Analysis, University Of California,

Berkely.

Morlok, E, K. 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Penerbit

Erlangga.

Mudiono R. 1998. Tinjauan Kelayakan Pengoperasian Angkutan Umum Bus

Sedang, (Thesis Program Magister Bidang Khusus Rekayasa Transportasi

ITB).

Napitipulu R. 1999. Analisis Pemilihan Ukuran Angkutan Kota Optimum Pada

Suatu Rute Tertentu ( Kasus : Rute Dipati Ukur – Leuwi Panjang,

Bandung) Jurnal Transportasi FSTPT ITB.

Nasution.H.M.N. 1996. Manajemen Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia.

Purwatmoko H, Permadi E. 1999. Penentuan Nilai Waktu Pengguna Angkutan

Umum Di Kotamadya Bandung, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil ITB

Santoso, I. 1996. Perencanaan Prasarana Angkutan Umum. Pusat Studi

Transportasi & Komunikasi Institut Teknologi Bandung (Seri 002).

Tamin, O, Z. 1998. Pemodelan Optimasi Jumlah Armada dan Tarif Angkutan

Kota Di Kotamadya Bandung. Laporan Akhir Penelitian No. 18685097

DIK-ITB TA 1997/1998.

Tamin, O, Z. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit. ITB

Tamin, O, Z. 2011. Strategi Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum Penerbit.

ITB

Tumewu W, et al. 1999. Laporan Akhir Pengabdian kepada Masyarakat ITB,

Evaluasi Kinerja Operasi Angkutan Taxi di Kota Bandung.

Page 32: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

27

PROFIL DISTRIBUSI KECEPATAN VERTIKAL SUATU ALIRAN PADA

DSALURAN TERBUKA

Alifi Yunar

Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

Email : [email protected]

ABSTRAK

Aliran air pada aliran terbuka terlihat bersamaan berpindah dari hulu ke

hilir. Jika diperhatikan lebih rinci ternyata aliran itu tidaklah bersamaan melainkan

berbeda pada bagian permukaan aliran sampai bagian di atas permukaan dasar.

Ilmu tentang aliran air pada saluran terbuka ini dikaji sepenuhnya pada Hidraulika

sungai atau hidraulika saluran terbuka.

Pendekatan-pendekatan mengenai perbedaan aliran ini telah banyak di

lakukan oleh para peneliti. Dan untuk pendekatan awal dari semua pendekatan

yang ada maka pendekatan matematis yang dapat di lakukan secara praktis.

Penggambaran profil distribusi kecepatan vertikal akan di gunakan diberbagai

penelitian lanjutan seperti penelitian angkutan sediimen dan penelitian tentang

aliran saluran terbuka baik langsung di lapangan atau di laboratorium.

Kata kunci :Hidraulika sungai, SedimenDasar, profil distribusi aliran

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendekatan utama yang sering dilakukan oleh peneliti aliran saluran terbuka

adalah debit aliran, kecepatan aliran dan luas penampang aliran. Pada konsep

debit aliran ini, seakan akan seluruh aliran bergerak bersamaan dari hulu ke hilir.

Vijay P. Singh (2003) menuliskan, Sifat fisika air yang mampu mengadakan

gesekan dengan permukaan yang padat ataupun permukaan yang bergerak,

berakibat pada perubahan kecepatan dibagian permukaan yang bergerak ataupun

permukaan yang keras tersebut.

Secara umum dapat kita lihat bahwa air dapat di hentikan dengan menutup

aliran saluran terbuka. Air akan berhenti mengalir. Tetapi pada kondisi lain jika

pada penutup tersebut terdapat lubang, atau penutupan dilakukan setengah dari

luas penampang air itu sendiri maka air akan berusaha untuk melewati hambatan

tersebut. Jika kondisi ini terjadi di sebagian saja dari badan sungai, maka yang

terjadi adalah proses perlambatan aliran secara umum, dan khusus terjadi

perlambatan aliran di atas permukaan dasar atau di pinggir sungai.

3

Page 33: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

28

Ketika air melewati hambatan yang ada maka kecepatan di sekitar hambatan

tersebut akan berubah. Perubahan tersebut dapat berupa pusaran air atau air akan

melambat dari kecepatan sebelum melampaui hambatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Tentang Hambatan Aliran di Saluran Terbuka

Studi pada aliran saluran terbuka dengan batasan yang padat tidak bergerak,

menghasilkan koefisien kekasaran yang konstan. Setelah koefisien kekasaran di

peroleh maka persaman hambatan aliran pun dapat di rumuskan dengan

memperhitungkan kecepatan, kemiringan dasar, dan kedalaman aliran.

Chang Chun Kiat et al (2004) menuliskan bahwa, pada hidraulika alluvial,

batas aliran selalu bergerak, dan koefisien kekasaran berfariasi. Pada kondisi ini

persamaan hambatan aliran tidak dapat di aplikasikan langsung di lapangan.

Studi berikutnya dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan persamaan

koefisien kekasaran pada permukaan allufial. Hasil yang diperoleh sungguh

berbeda satu dengan yang lainnya.

Prandtl (1926) dalam Alifi Yunar (2005) menuliskan persamaan kecepatan

aliran pada setiap lapisan aliran pada kedalaman tertentu :

(1)

(2)

Dimana : u = Kecepatan pada jarak vertikal y diatas

permukaan dasar

= = kecepatan geser

D = Kedalaman aliran

S = Kemiringan dasar saluran/sungai

y = Kedalaman aliran yang di tinjau

Page 34: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

29

= Viskositas kinematik

= Koefisien kekasaran oleh Schlichting (1935)

Persamaan (1) dan persamaaan (2) dapat di integrasikan untuk

mendapatkan hubungan antara kecepatan aliran rata rata, v dan kecapatan

geser, atau koefisien kekasaran, ks.

Hasil integrasi tersebut dapat memperhitungkan beberapa hal antara lain :

Untuk penampang aliran lingkaran dengan dinding halus, Alifi Yunar

(2005) :

(3)

Untuk penampang persegi empat luas dan dinding halus :

(3)

CT Yang (1996) Untuk penampang lingkaran dengan dinding kasar :

(4)

Untuk penampang penampang persegi empat yang luas dengan dinding

kasar :

(5)

Untuk penampang penampang persegi empat yang luas dengan dinding

kasar :

(6)

.J.J. Peters (2009), mengungkapkan bahwa di dalam teori terdapat lapisan

aliran laminar yang ada pada bagian bawah lapisan aliran turbulen.

Peng Gao dan Athol Graham (2004) menuliskan, pada dasarnya aliran ini tidak

sepenuhnya ada pada sungai sebenarnya, dan akan lebih sulit lagi dalam

Page 35: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

30

pengamatan jika dasar sungai tersebut bergerak dimana pada proses pergerakan

dasar tersebut terdapat angkutan sedimen dasar.

Gambar 1. Teori tentang lapisan aliran di atas permukaan dasar.

METODE PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian maka dilakuka npenyusunan peralatan utama

dan peralatan pendukung lainnya, hal ini dilakukan untuk mempermudah

pekerjaan penelitian yang dapat sewaktu-waktu dicari dan dipergunakan

Alat penelitian utama yang digunakan adalah standard multipurpose tilting

flume yang terdapat pada Laboratorium Hidraulikadan Hidrologi UGM.

Gambar 2. Standard Multi Purpose Tilting Flume

Page 36: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

31

Gambar 3 Tampak atas Flume

Keterangan Gambar :

1. Penyearah arus

2. Rigid bed

3.Rough bed

4. Jarak penelitian dari rough bed

5. Jarak penelitian dan penangkapsedimen

6. Panjang penangkap sedimen

7. Penampungan air

Domain atau daerah yang diteliti adalah sepanjang 44 cm searah aliran dan

selebar 20 cm tegak lurus arah aliran. Standard multi purpose tilting flume

merupakan peralatan utama yang paling dibutuhkan karena dalam flumeinise

muahal yang menyangkut tentang penelitian pola aliran dan gerusan dapat dilihat

dan diketahui.

Flume ini pada bagian dinding dibuat dari fleksiglass dan pada bagian dasar

dibuat dari stainlesstell licin dengan panjang 17 m, tinggi 0.45 m, dan lebar 0.30

m, dan kemiringan dasar saluran dapat diatur hingga maksimum +5%

dankemiringan minimum hingga -1%.

Aliran Dalam Flume

Sebelum mengenai pilar sudah dapat diyakinkan bahwa aliran tersebut

adalah seragam. Tetapi semburan air dari pompa dapat dipastikan akan

mengakibatkan pusaran yang menyebabkan ketidakseragaman aliran. Sehingga

diperlukan adanya perlakuan khusus aliran air sebelum mengenai pilar.

Penyearah arus, dibuat dari susunan pipa paralon yang mempunyai

diameter kecil 2 cm dengan alat ini diharapkan aliran yang mengalir lebih

Page 37: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

32

terarah, tidak terjadi turbulensi akibat datangnya air dari pompa yang kemudian

membentur dinding flume.

Permukaan kasar, dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan

ukuran 30 cm x 100 cm dicetak di atas papan agar diperoleh ikatan yang kuat

sehingga tidak terangkut oleh kondisi aliran yang ada. Permukaan kasar ini

diletakkan pada bagian hulu yang berguna untuk menyeragamkan distribusi aliran

arah vertikal.

Pintu air hilir (tailgate), pada dasarnya alat ini berupa pintu air yang juga

berfungsi sebagai peluap pada bagian ujung hilir flume, namun pada penelitian ini

dapat digunakan sebagai pengatur ketinggian muka air dalamflume. Tail gate ini

digunakan pada awal running dengan cara mengatur tinggi rendahnya bukaan

pintu pada bagian hilir dan pada saatrunning berlangsung tailgate dikunci agar

ketinggian air yang dingin akan tetap terjaga.

Peralatan Pengambilan Data

Merupakan berbagai peralatan yang digunakan untuk mengambil data yang

diperlukan dalam penelitian. Hal umum yang diperlukan adalah peralatan tulis

menulis, papan pencatat kegiatan laboratorium dan komputer sebagai pengolah

data dan penyusunan laporan.

Pencatat waktu (Stopwatch), alat ini digunakan untuk mengukur selang

waktu yang ditetapkan pada pengukuran kedalaman gerusan selama running

berlangsung.

Pengukur tinggi kedalaman tiap titik (Point gauge), alat ini digunakan

untuk mengukur elevasi dasar saluran untuk mendapatkan kontur dari dasar

saluran akibat gerusan yang terjadi disekitar pilar. Daerah yang diukur adalah

daerah disekitar pilar dengan jarak titik yang sudah ditentukan yaitu sejajar aliran,

dan arah melintang aliran

Page 38: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

33

Bagan Alir Penelitian

Persiapan

1. Peralatan utama (standard multi purpose tilting flume)

2. Bahan : Pasir dan air

3. Peralatan tulis-menulis dan pengolah data (laptop)

Debit konstan disiapkan dengan

mengatur aliran dalam flume

sebesar 0,0045 m3/det.

Kedalaman air dari permukaan

dasar, yo = 0,065 m

Pasir di siapkan dengan variasi

kekasaran:

1. Ks = d65 = 0,00054 m 2. Ks = d90 = 0,00088 m 3. Ks = d85 = 0,00076 m 4. Ks = d50 = 0,00043 m

Penyusunan persamaan untuk mengetahui

parameter parameter aliran seperti,

1. Kefisien kekasaran dasar saluran, C . 2. Menghitung kecepatan rata rata, Uo . 3. Menghitung Bilangan Froude, Fr. 4. Menghitung Bilangan Reynolds, Re. 5. Menghitung parameter Partikel. 6. Menghitung Parameter kritik Shields.

7. Menghitung tegangan geser tc,r

8. Menghitung kecepatan kritik butiran u*c,r

9. Menghitung Regim aliran 10. Menghitung kecepatan krtitik aliran

1. Percepatan gravitasi Bumi = 10 m/det

2

2. Kedalaman Normal = 0,0065 m

3. Kemiringan dasar = 10

-4

4. Kecepatan geser aliran = 0,00799 m/det

Membuat grafik dengan menempatkan kecepatan

pada kedlaman tertentu dengan koefisien kekasaran

yang di gunakan

Membagi kedalaman aliran (yo) dalam ruas yang sama.

Dengan menggunakan persamaan :

Untuk menentukan garis lengkung profil distribusi kecepatan vertikal

Penyusunan laporan hasil

penelitian Selesai

Mulai

Page 39: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aliran air dan pergerakan butiran di dalam flume

Debit aliran yang digunakan dalam penelitian adalah sebesar 0.0045 m3/s.

Diperoleh dari pengamatan pergerakan sedimen pada beberapa tempat (tidak

keseluruhan bergerak) dengan ketinggian muka air normal y0= 0.065 m. .Bacaan

pada manometer, h = 10 mm, kemudian dengan membandingkan pembacaan

kalibrasi flume dan dilakukan pula kalibrasi alat sebelum digunakan dengan

menggunakan ember maka diperoleh nilai h = 10 mm = 0.001 m sama dengan

debit yang dialirkan sebesar 4.5 ltr/s = 0.0045 m3/s .Data kalibrasi terdapat pada

lampiran.

Jenis aliran air yang digunakan adalah aliran yang seragam (uniform),

dengan keadaan bahwa permukaan air sama sejajar dengan permukaan dasar, dan

debit yang dialirkan tetap. Kemiringan dasar yang digunakan adalah

0.0001,diketahui dari pembacaan alat pengukur kemiringan pada Multi Purpose

Tilting Flume.

Menghitung parameter-parameter hidraulik

1. Koefisen kekasaran permukaan dasar

sk

12Rln

κ

gC g = 9.81 m2/s

= 0.4

R = P

A A = yo b = 0.065 0.30 = 0..0195m

2

P = b + 2yo=0.30 + 2 0.065 = 0.430 m

R = 430.0

0195.0 = 0.045 m

Ks = 2 d50 = 0.00086 m

0.00086

0.045 12ln

0.4

9.81C

= 45.078 m

1/2/s

Page 40: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

35

2. Menghitung kecepatan rata-rata kecepatan aliran dengan menggunakan

persamaan Uo= Q/A

A

QUA UQ 00 =

)3.0065.0(

0045.0

= 0.23 m/s

Kecepatan yang diperoleh v = U0 = 0.23 m/s

3. Menghitung bilangan Froude :

n

0

yg

UFr

065.081.9

23.0Fr

= 0.28

4. Menghitung bilangan Reynolds :

v

LURe 0

6

10

065.023.0Re

=14950

5. Menghitung parameter partikel :

50

3

1

2d

ν

g1)(sD 00043.0

)(10

81.91)(2.81D

3

1

26-

D* = 11.22 10 < D* 20

6. Menghitung parameter kritikShields (critical Shields parameter) partikel

(d50 = 0.00043 m )

cr = 0.04 D*-0.1

= 0.0314

7. Menghitungreratawaktutegangangeserpermukaan (time-averaged critical

shear stress)

50s

crb,

crdgρρ

τθ

00043.081.900018102

τ0314.0

crb,

crb,τ = 0.0314 1810 9.81 0.00043

= 0.24 N/m

8. Menghitung kecepatan kritik butiran :

50s

crb,

50

2

,

dgρρ

τ

)1( dgs

u cr0314.0

)1( 50

2

,

dgs

u cr

Page 41: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

36

0.0314dg1)(su 50

2

cr,

0.0314dg1)(su 50cr,

= 0.0156 m/s

9. Menghitung regime aliran butiran:

v

ku sc

6

10

00043.0.01560

= 6.708

10. Menghitungkecepatankritik :

g

CuU cr

c81.9

078.450156.0 cU

= 0.062 m/s

Tabel 5.1 Kesimpulan Hasil Perhitungan Aliran dan Butiran

Q (m3/s) yn (m) B (m) R (m) U0 (m/s) Ucr (m/s)

0.0045 0.065 0.3 0.045 0.231 0.062

I g (m2/s) C(m

1/2/s) kg/m

3) Fr

0.0001 9.81 45.078 1000 0.289

0 (N/m) GS skg/m3) d50 (m) cr (N/m) u* (m/s) u*c (m/s)

0.0084 2.81 2810 0.00043 0.0024322 1.81 0.0080 0.031

Pembahasan hasil perhitungan:

- Jenis aliran dalam flume adalah turbulen sub kritik karena :

Fr < 1 dan Re > 2000

- Regim aliran dengan kekasaran permukaan adalah aliran transisi

(transitionalflow) karena :

v

scku = 6.078 5 <v

scku < 70

Penggambaran profil distribusi kecepatan vertikal untuk kedalaman aliran

0,06 m. Dari data hasil perhitungan di atas, maka penggambaran distribusi

kecepatan vertikal, yang di butuhkan adalah :

1. Percepatan grafitasi Bumi = 10 m/det2

Page 42: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

37

Kedalaman Normal = 0,0065 m

2. Kemiringan dasar = 10-4

3. Kecepatan geser aliran = 0,00799 m/det

Hasil perhitungan kecepatan aliran untuk setiap kedalaman aliran disajikan dalam

bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi vertikal kecepatan aliran dalam saluran terbuka (Flume)

Gambar 4. Grafik Distribusi Kecepatan Vertikal Hasil Perhitungan

c = 1,04 c = 1,12 c = 1,09 c = 1,01

i y

0 1,00E-04 0,0356 0,0274 0,0299 0,0392

1 4,16E-03 0,1129 3,01E-04 0,1107 2,80E-04 0,1109 2,86E-04 0,1142 3,11E-04

2 8,21E-03 0,1270 4,87E-04 0,1259 4,80E-04 0,1257 4,80E-04 0,1280 4,91E-04

3 1,23E-02 0,1354 5,32E-04 0,1349 5,29E-04 0,1344 5,28E-04 0,1360 5,35E-04

4 1,63E-02 0,1413 5,61E-04 0,1412 5,60E-04 0,1406 5,58E-04 0,1418 5,63E-04

5 2,04E-02 0,1459 5,82E-04 0,1462 5,83E-04 0,1455 5,80E-04 0,1463 5,84E-04

6 2,44E-02 0,1497 5,99E-04 0,1503 6,01E-04 0,1494 5,98E-04 0,1499 6,01E-04

7 2,85E-02 0,1528 6,13E-04 0,1537 6,16E-04 0,1528 6,13E-04 0,1530 6,14E-04

8 3,26E-02 0,1556 6,26E-04 0,1567 6,29E-04 0,1556 6,25E-04 0,1557 6,26E-04

9 3,66E-02 0,1580 6,36E-04 0,1593 6,41E-04 0,1582 6,37E-04 0,1581 6,36E-04

10 4,07E-02 0,1602 6,45E-04 0,1616 6,51E-04 0,1605 6,46E-04 0,1602 6,45E-04

11 4,47E-02 0,1622 6,54E-04 0,1638 6,60E-04 0,1626 6,55E-04 0,1621 6,54E-04

12 4,88E-02 0,1640 6,62E-04 0,1657 6,68E-04 0,1644 6,63E-04 0,1638 6,61E-04

13 5,28E-02 0,1656 6,69E-04 0,1675 6,76E-04 0,1662 6,71E-04 0,1654 6,68E-04

14 5,69E-02 0,1672 6,75E-04 0,1691 6,83E-04 0,1678 6,77E-04 0,1669 6,74E-04

15 6,09E-02 0,1686 6,81E-04 0,1707 6,89E-04 0,1693 6,84E-04 0,1683 6,80E-04

16 6,50E-02 0,1699 6,87E-04 0,1721 6,95E-04 0,1707 6,89E-04 0,1696 6,85E-04

S u = 0,0096 S u = 0,0096 S u = 0,0096 S u = 0,0096

u1 u2 u3

0,0080Ks = d65 Ks = d90 Ks = d85

u4

Ks = d50

0,00054 0,00088 0,00076 0,00043

U*u1 u2 u3 u4

Page 43: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

38

KESIMPULAN

Penggambaran profil distribusi kecepatan vertikal adalah kegiatan rangkaian

perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui kecepatan aliran pada kedalaman

tertentu. Data awal adalah kegiatan laboratorium untuk mengetahui perermukaan

dasar yang bergerak (pasir) dengan gradasi tertentu dan aliran air dalam flume

dengan debit aliran 0,0045 m3/det. Dalam pengamatan fisik di laboratorium tidak

dapat di lihat dengan kasat mata distribusi aliran tersebut. Tetapi dari hasil

perhitungan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk nilai Ks = d65 = 0,00054 m diperoleh kecepatan pada bagian

permukaan 0,1699 m/det dan kecepatan di dasar 0,0356 m/det.

2. Untuk nilai Ks = d90 = 0,00088 m diperoleh kecepatan pada bagian

permukaan 0,1721m/det dan kecepatan di dasar 0,0274m/det.

3. Untuk nilai Ks = d85 = 0,00076 m diperoleh kecepatan pada bagian

permukaan 0,0299m/det dan kecepatan di dasar 0,1707 m/det.

4. Untuk nilai Ks = d50 = 0,00043 m diperoleh kecepatan pada bagian

permukaan 0,0392 m/det dan kecepatan di dasar 0,1696 m/det .

Hasil diatas menunjukkan bahwa pada tahap pertama tentang penelitian ini

sudah dapat menggambarkan secara detil adanya perbedaan kecepatan antara

bagian permukaaan aliran saluran terbuka dengan pada bagian dasar aliran

tersebut.

Untuk Bahan Diskusi

Penelitian tentang distribusi vertikal kecepatan aliran ini sangat sedikit.

Mengingat banyaknya anggapan dalam memahami aliran saluran terbuka,

distribusi aliran vertikal pada saluran terbuka ini akan mempersempit parameter

aliran dan menghasilkan pendekatan yang lebih sempurna pada liran yang terjadi.

Penelitian lebih lanjut tentang garis distribusi vertikal ini masih berupa garis yang

semi lengkung dan terlihat lebih lurus ketika mendekati permukaan dasar. Dengan

persamaan matematika maka lanjutan penelitian ini adalah membentuk distribusi

vertikal kecepatan aliran dalam saluran terbuka terlihat lebih lengkung.

Page 44: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

39

DAFTAR PUSTAKA

Alifi Yunar. 2005. Karakteristik Gerusan Lokal di Sekitar Pilar Silinder dan Pilar

Segi Empat Ujung Bulat pada kondisi Terjadi Penurunan Dasar Suangai ,

Tesis, UGM, Jogjakarta

Alifi Yunar. 2007. Karakteristik Gerusan Pilar Segi Empat Ujung Bulat Pada

Kondisi Terjadi Penurunan Dasar Sungai dengan Proteksi Tirai ,

SMARTEK, UNTAD, Palu.

Bambang Trihatmojo. 2003. Hidraulika II Beta Offset, Jogjakart

Chang Chun Kiat et al. 2004. Measurement of Bed Load Transport for selected

Small Streams in Malaysia ,International Conference on Managing Rivers

in 21st century, Malaysia

M.Ashiq and J.C.Bathrust.1999. Comparison of Bed Load Sampler and Tracer

data on initation of motion, Journal of Hydraulic Engineering.

Muhammad SalehPallu. 2012. TeoriDasarAngkutanSedimen DI DalamSaluran

Terbuka, CV. TelagaZamzam, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia.

Peng Gao and Athol D. Abrahams. 2004. Bedload Transport in Rough Open

Channel Flow, Departemen geography, State University of New York, NY

1461, USA.

Vijay P Singh. 2003. On The Theories of Hydraulic Geometry. Departement of

Civil and Environmental Engineering Lousiana State University, USA.

Van Rijn LC. 1977. Principles of Sediment Transport in Rivers, Estuaries,Coastal

Seas and Oceans, Oldemarkt, The Netherlands.

CT Yang. 1996. Sediment Transport, Theory and Practice , UCLA, USA,

Hoffmans, G.J.C.M. danVerheij, H.J.1997. Scour Mannual, A.A. Balkema,

Rotterdam, Brookfield.

H.N.C Breussers and AJ Rudkivi. 1991. Scouring, A.A Balkema, Rotterdam.

JJ Pieters. 2009. Hydroeurope, Belgium

Laboratorium Hidraulika-Hidrologi. 2005. Universitas Gajahmada, Jogjakarta

Page 45: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

40

HUBUNGAN KERAPATAN DENGAN KUAT REKAT KAYU KELAPA

PADA GAYA KEMPA YANG KONSTAN

Kusnindar. Abd. Chauf

1, dan Agus Rivani

2

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako

ABSTRAK

Selain mutu kayu, kualitas rekatan lamina pada balok laminasi sangat

ditentukan oleh kuat tarik dan geser sejajar kayu. Jika perekatan yang terjadi tidak

monolit, maka ada kemungkinan terjadi cacat perekatan. Oleh karena itu untuk

aplikasi pada kayu kelapa, perlu dilakukan penentuan keteguahn rekatan kayu,

mengingat angka kerapatan kayu kelapa sangat variatif. Di sisi lain angka

kerapatan kayu berkorelasi positif dengan kuat tarik dan geser sejajar kayu. Untuk

mendukung hal itu dilakukan uji geser rekatan dengan menggunakan UTM

dengan variasi kerapatan pada kondisi kadar air 8,6%, dengan standar ASTM.

Dari hasil uji itu diperoleh fakta bahwa tingkat variasi kerapatan kayu kelapa

relatif besar antara 0,3 – 1,1 gr/cm3, sehingga harus diperhatikan pola penempatan

lamina sesuai dengan daya dukung yang diperlukan. Perekatan optimum tercapai

pada kerapatan 0,8 gr/cm3, dengan intensitas perekatan mencapai 14,75 kN. Di

samping itu terdapat kecenderungan penurunan intensitas perekatan mengikuti

kenaikan nilai kerapatan. Dari sisi visual, diperoleh fakta bahwa kegagalan

perekat 80% terjadi pada kayu dengan kerapatan tinggi, dan 0% pada kerapatan

rendah, dalam hal ini yang mengalami kegagalan adalah kayu yang direkatkan.

Kata Kunci: Kerapatan, Kuat Rekat, Kayu Kelapa, Gaya Kempa

PENDAHULUAN

Inovasi rekayasa konstruksi kayu harus dilakukan melalui diversifikasi

sumber kayu untuk mencapai tataran struktural bangunan. Salah satu yang dapat

dikembangkan adalah kayu kelapa (Cocos nucifera) dengan perkiraan produksi

nasional mencapai 8.815.884 m3/tahun. Selama ini pola pemanfaatan kayu kelapa

masih terbatas pada elemen solid. Balok solid cenderung memiliki keterbatasan

dimensi dan kapasitas. Di sisi lain dengan bobot ±650 kg/m3, dapat dipastikan

penggunaan konstruksi kayu bersifat lebih ringan dan daktail sehingga sangat

menguntungkan bila konstruksi berkapasitas besar dapat dibuat dari material kayu

kelapa yang ringan, terutama untuk ketahanan terhadap gempa. Oleh karena itu

aplikasi teknologi laminasi bisa menjadi solusi.

Masalahnya adalah bahwa aplikasi teknologi laminasi masih terbatas pada

kayu sub tropis dan dikotil. Oleh karena itu penelitian menjadi sangat penting

4

Page 46: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

41

karena akan menghasilkan informasi mengenai kriteria desain balok struktural

laminasi (glue laminated timber) dengan bahan kayu kelapa.

Kadar air kayu kelapa berkorelasi negatif dengan berat jenisnya, dan tidak

ada perbedaan susut tangensial dan radial. Sifat mekanik kayu kelapa pada kondisi

kering udara disajikan dalam Tabel 1 (Romulo, 1997).

Tabel 1. Sifat mekanis kayu kelapa menurut kategori kerapatan

gr/cm3

Lentur Statis (MPa) Tekan // (Mpa) Tekan

(MPa)

MOE MOR Prop E Max Prop

≥ 0,6 11.414 104 61,7 9.747 57 9,0

0,4-0,6 7.116 63 38,4 5.282 38 3,4

0,25-0,4 3.633 33 15,4 2.914 19 1,7

Jika dikategorikan menurut kelompok umur maka pada kondisi kering udara

sifat fisis dan mekanis kayu kelapa disajikan dalam Tabel 2 (Kusnindar, 2006).

Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis kayu kelapa bagian dalam pada w = 15%

Umur

Thn

σtk//

MPa

σtk┴

MPa

σtr//

MPa

τ

MPa

MOR

MPa

MOE

MPa

Ρ

gr/cm3

30 18,80 - 31,01 10,15 48,96 14.478 0,52

50 - 60 49,45 19,63 27,39 4,91 69,932 13.716 0,78

60 - 80 81,79 25,35 146,90 5,01 72,67 14.666 0,78

> 80 119,49 43,54 148,84 6,87 111,86 20.938 0,83

Kapasitas kayu sebagai elemen lentur sangat dipengaruhi oleh kerapatan

kering udaranya, sebagaimana disajikan dalam Gambar 1 (Kusnindar, 2006).

Kekuatan batas balok laminasi lebih tinggi dibanding balok solid (Bakar dkk.,

2004). Daya dukung balok laminasi sangat ditentukan oleh kapasitas tarik lamina

Page 47: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

42

terluar. Mode keruntuhan garis rekatan tergantung pada ketebalan lamina terluar

(Serrano dan Larsen, 1999).

Gambar 1. Hubungan kerapatan dengan kapasitas lentur (Kusnindar, 2006)

Untuk memperoleh kapasitas lentur optimal, dibutuhkan pengempaan

0,3//. Bila desain balok ditujukan untuk optimalisasi MOE, maka diperlukan

pengempaan < 0,3// atau > 0,3// (Kusnindar, 2005). Pemberian tekanan tegak

lurus serat kayu melampaui titik proporsional akan menyebabkan perubahan

bentuk elastis dan cenderung akan terjadi compressive failure (Wardhani dkk

,2006).

Terlepas dari mutu kayu, maka kualitas rekatan lamina sangat ditentukan

oleh kuat tarik sejajar dan kuat geser sejajar kayu. Jika perekatan yang terjadi

tidak monolit, maka ada kemungkinan terjadi cacat perekatan (Kessel dan Martin

H, 2005). Keteguahn rekatan balok dengan tiga lapis adalah 1,6 kali keteguhan

geser balok solid (Noguchi dan Komatsu, 2002).

Peningkatan kekuatan lamina akibat perekatan berkisar 1,06 - 1,68 dengan

kyield = 1,35-1,65 (Serrano dan Larsen, 1999). Garis perekatan yang pejal dan

tipis akan membantu perataan distribusi beban pada lamina (San dkk., 2001).

Bahan dan Metode

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan melalui uji geser rekatan untuk

memperoleh kuat rekat dan modulus geser rekatan pada setiap kategori kerapatan

kayu, uji foto makro untuk visualisasi penetrasi perekat. Bahan dasar penelitian

adalah balok kayu kelapa 6/12 yang diperoleh dari tebangan pohon kelapa berusia

35 – 50 tahun (Gambar 2). Dalam hal ini tegakan yang dipilih adalah yang

Page 48: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

43

tumbuhnya relatif lurus dengan usia tanaman ± 50 Tahun (Usia tidak produktif).

Bentuk dan jumlah benda uji disajikan dalam Tabel 3.

Gambar 2. Tegakan Pohon Kelapa yang Siap Ditebang

Selanjutnya pembuatan sampel uji geser rekatan (Gambar 3). Dimensi dan

bentuk sampel mengikuti ASTM.

Gambar 3. Bentuk dan dimensi sampel uji geser rekatan

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar air dan kerapatan (Gambar 4).

7

9 10

8

Page 49: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

44

Gambar 4. Proses uji kerapatan dan kadar air

Selanjutnya dilakukan uji geser rekatan dengan menggunakan UTM

(Gambar 5)

Gambar 5. Proses uji geser rekatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Kerapatan dan Kadar Air

Berdasarkan hasil uji kerapatan, maka kayu kelapa yang digunakan berada

dalam kisaran kerapatan 0,3 – 1,1 grm/cm3 sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.

Dengan tingkat variasi yang besar itu, maka yang harus diperhatikan adalah

penempatan lamina sesuai dengan daya dukung diperlukan.

Page 50: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

45

Tabel 3. Variasi kerapatan kayu kelapa

N

o

KOD

E

TEBA

L

(cm)

LEBAR

(cm)

TINGGI (cm) BERAT

(gram)

(gr/cm3)

Rata-rata LONG SHORT

1 X6 2,50 5,00 7,03 5,15 46,7 0,3

0,3

2 X1 2,50 5,00 7,03 5,06 47 0,3

3 V3 2,50 5,00 7,05 5,19 48,2 0,3

4 S6 2,50 5,00 6,53 4,67 44,40 0,3

5 S5 2,50 5,00 6,74 4,35 44,20 0,3

1 A3E 2,50 5,00 7,50 4,95 54,60 0,4

0,4

2 A2E 2,50 5,00 7,04 4,92 52,50 0,4

3 W4 2,50 5,00 7,13 5,15 54 0,4

4 V1 2,50 5,00 6,97 4,99 53,1 0,4

5 V4 2,50 5,00 6,63 4,42 49,10 0,4

1 K6 2,50 5,00 6,95 4,97 69,70 0,5

0,5

2 L3 2,50 5,00 7,00 5,02 70,60 0,5

3 K5 2,50 5,00 7,03 4,91 70,60 0,5

4 L4 2,50 5,00 7,03 5,06 73,60 0,5

5 K3 2,50 5,00 6,95 5,07 77,10 0,5

1 C3 2,50 5,00 6,85 4,90 126,50 0,9

0,9

2 C4 2,50 5,00 7,05 4,99 132,30 0,9

3 C1 2,50 5,00 6,87 4,96 130,40 0,9

4 G2' 2,50 5,00 7,09 4,92 135,2 0,9

5 G4' 2,50 5,00 7 4,94 134,7 0,9

1 E2E 2,50 5,00 6,66 4,95 138,50 1,0

1,0

2 JI1 2,50 5,00 6,99 5,05 144 1,0

3 E1 2,50 5,00 6,94 4,93 142,40 1,0

4 E2 2,50 5,00 7,03 4,99 144,90 1,0

5 G3 2,50 5,00 6,90 4,87 142,90 1,0

1 J3'' 2,50 5,00 6,75 4,62 150,00 1,1

1,1

2 N2'' 2,50 5,00 6,69 4,42 147,30 1,1

3 Q2'' 2,50 5,00 6,49 4,54 146,50 1,1

4 B2E 2,50 5,00 6,95 5,01 159,80 1,1

5 J2'' 2,50 5,00 6,68 4,36 147,90 1,1

Dari enam kategori kerapatan tersebut, maka terdapat nilai yang efektif jika

mengacu pada standar nasional Indonesia untuk kayu konstruksi, yaitu kayu

kelapa dengan kerapatan 0,5gr/cm3 sampai dengan 0,9 gr/cm

3

Page 51: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

46

Hasil Uji Geser Rekatan

Selanjutnya dilakukan uji geser rekatan dengan hasil sebagaimana disajikan

dalam tabel 4. Dari tabel 4 diperoleh fakta bahwa setiap kategori kerapatan

memiliki karakteristik mekanik yang berbeda.

No Pmax max

No Pmax max

No

Pmax max No

Pmax max

kN mm kN Mm kN mm kN mm

1 03 4,82 2,64 1 04 5,63 2,06 1 05 3,33 4,64 1 06 12,98 2,54

2 03 4,39 4,11 2 04 8,26 2,31 2 05 7,44 4,91 2 06 10,53 2,08

3 03 5,49 4,17 3 04 1,92 1,74 3 05 8,95 2,83 3 06

4 03 4,32 3,11 4 04 3,99 1,53 4 05 7,26 2,32 4 06

5 03 5,86 4,04 5 04 4,29 1,69 5 05 10,16 2,00 5 06

6 03 6,41 3,86 6 04 4,97 5,58 6 05 8,08 3,53 6 06

7 03 5,33 1,89 7 04 5,17 3,58 7 05 5,91 2,67 7 06

8 03 5,95 3,03 8 04 6,93 2,39 8 05 11,81 4,03 8 06

9 03 9,64 1,78 9 04 5,52 2,49 9 05 9 06

10 03 5,27 3,67 10 04 6,00 3,02 10 05 10 06

No Pmax max

No Pmax max

No Pmax max

No KODE Pmax max

kN mm kN mm kN mm kN mm

1 09 10,53 1,82 1 1 13,90 0,93 1 1.1 9,37 2,36 1 DU 6,65 1,63

2 09 22,07 1,76 2 1 16,36 1,28 2 1.1 13,73 0,92 2 DU 8,40 1,55

3 09 16,36 1,75 3 1 12,50 1,16 3 1.1 15,43 1,01 3 OX 6,72 1,67

4 09 24,18 2,28 4 1 17,46 1,81 4 1.1 10,22 0,78 4 OX 8,66 2,35

5 09 17,68 2,99 5 1 17,79 1,67 5 1.1 6,90 2,04 5 IF 3,80 1,22

6 09 17,41 1,77 6 1 10,50 1,77 6 1.1 7,03 1,30 6 IF 6,72 1,86

7 09 14,02 2,87 7 1 11,44 1,28 7 1.1 5,19 0,84 7 UP 6,74 1,98

8 09 15,29 2,93 8 1 7,47 2,61 8 1.1 8 UP 6,03 3,96

9 09 9,63 2,83 9 1 9,73 5,11 9 1.1 9 VJ 4,12 1,83

10 09 25,12 3,05 10 1 14,63 1,36 10 1.1 10 VJ 7,73 3,04

11 09 11 1 11 1.1 11 MBR 5,53 1,76

12 09 12 1 12 1.1 12 MBR 7,36 5,73

13 09 13 1 13 1.1 13 BBR 6,40 5,60

Selanjutnya berdasarkan Gambar 6 diperoleh fakta bahwa perekatan

optimum tercapai pada kayu dengan kerapatan 0,8 gr/cm3, dengan intensitas

Page 52: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

47

perekatan mencapai 14,75 kN. Di samping itu terdapat kecenderungan penurunan

intensitas perekatan mengikuti kenaikan nilai kerapatan.

Gambar 6. Hubungan kerapatan dengan kuat rekat kayu kelapa

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan mengamati hasil fot makro yang

dilakukan terhadap penetrasi perekat sebagaimana Gambar 7. Dari Gambar 7

terlihat bahwa pada kayu dengan kerapatan rendah jumlah perekat yang masuk ke

dalam substrat lebih banyak dibanding dengan kayu kerapatan tinggi.

kerapatan rendah

kerapatan tinggi

kerapatan 0,8

Gambar 7. Hasil foto makro penetrasi perekat ke dalam substrat

Selanjutnya dari segi kemampuan deformasi, maka terdapat kecenderungan

bahwa semakin tinggi kerapatan, maka deformasi linier yang terjadi semakin

kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan kayu, maka

kekakuannya semakin besar. Kenyataan ini disajikan dalam Gambar 8.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

Pm

ax (

kN)

Kerapatan (gr/cm3)

Page 53: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

48

Gambar 8. Hubungan kerapatan dengan deformasi maksimum glue line

Pada benda uji rekatan yang terdiri dari kombinasi kategori kerapatan

terdapat fakta lain, yaitu bahwa:

1. Pada gabungan kerapatan rendah dan tinggi, kuat rekat cenderung mengikuti

kuat geser bagian dengan kerapatan rendah, dengan beban maksimum 8,6

kN.

2. Lendutan maksimum yang dihasilkan dapat lebih besar dari lendutan

maksimum pada sampel dengan kerapatan seragam.

Gambar 9. Sifat mekanik perekatan dengan dua kategori kerapatan

Page 54: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

49

KESIMPULAN

Tingkat variasi kerapatan kayu kelapa adalah relatif besar antara 0,3 – 1,1

grm/cm3, sehingga harus diperhatikan pola penempatan lamina sesuai dengan

daya dukung diperlukan. Perekatan optimum tercapai pada kayu dengan kerapatan

0,8 gr/cm3, dengan intensitas perekatan mencapai 14,75 kN. Di samping itu

terdapat kecenderungan penurunan intensitas perekatan mengikuti kenaikan nilai

kerapatan. Selanjutnya tingkat kegagalan perekat 80% terjadi pada kepatan tinggi,

dan 0% pada kerapatan rendah. Dalam hal ini yang mengalami kegagalan adalah

justru pada kayu yang direkatkan. Pada benda uji dengan kerapatan kombinasi,

kuat rekat cenderung mengikuti kuat geser bagian dengan kerapatan rendah dan

lendutan maksimum yang dihasilkan lebih besar dari lendutan maksimum pada

sampel dengan kerapatan seragam.

DAFTAR PUSTAKA

Bakar S. A., A. L. Saleh and Z. B. Mohamed, 2004, Factors Affecting Ultimate

Strength Of Solid And Glulam Timber Beams, Jurnal Kejuruteraan

Awam 16(1): 38-47

Blass, H.J., P. Aune, B.S. Choo, R. Gorlacher, D.R., Griffiths., dan G. Steck,

1995, Timber Engineering Step I. Centrum Hout, The Nederland.

Breyer, D.E., K.J. Fridley, dan K.E. Cobeen, 1998, Design of Wood Structures

ASD. McGraw-Hill Inc. New York.

Kessel M. H., dan Guenther M., 2005. Assessment of the load bearing capacity of

defectively glued laminated timber. Institute for Building Engineering and

Timber Structures. TU Braunschweig Germany

Kusnindar A. C., 2005. Karakteristik Mekanik Kayu Kelapa Sebagai Bahan

Konstruksi, Jurnal Smartek, Vol 3. No.1.

Kusnindar A. C., 2006. Pengaruh Proses Laminasi Terhadap Kapasitas Lentur

Balok Kayu. Prosiding Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan di

Sulawesi Tengah. Palu.

Noguchi M. and K. Komatsu, 2005. Design Method of the Knee Joints using

Adhesive for the Wooden Portal Frame Structures. Wood Research

Institute, Kyoto University, Uji, Kyoto, Japan Laboratory of Structural

Function

Page 55: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

50

Prayitno, T.A. 1996. Perekatan Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta.

Sakuna, T., dan C.C. Moredo. 1993. Bonding of selected Tropical Woods—Effects

of Extractivees and Related Properties. Symposium-USDA Forest Service,

and Taiwan Forestry Research Institute. May 25-28, 1993. Taipei.

Serrano, E., and H.J. Larsen. 1999. Numerical Investigation Of The Laminating

Effect In Laminated Beam. Journal of Structural Engineering. 125 (7 ) :

740-745.

Sunday E. E, Louis E. A dan Kenneth E. A, 2007. Determination Of Thermal

Properties Of Cocos Nucifera Trunk For Predicting Temperature

Variation With Its Thickness. Department of Physics, University of Uyo,

Uyo, Nigeria

Wardhani. I. Y., Surjokusumo. S., Hadi. Y. S dan Nugroho. N., 2006,

Performance of Densified Inner-Part of Coconut Wood (Cocos nucifera

Linn). J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. Vol. 4 • No. 2

Page 56: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

51

ALGORITMA PEMFILTERAN UNTUK REDUKSI NOISE PADA

CITRA MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

Anita Ahmad Kasim1 dan Agus Harjoko

2

Jurusan Teknik Elektro Universitas Tadulako, Palu

Jurusan Ilmu Komputer dan Elekronika Instrumentasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected] [email protected]

ABSTRAK

Algoritma pemfilteran digunakan dalam pemrosesan mereduksi noise dari

sebuah citra. Nilai rata-rata (mean) filter biasanya digunakan untuk mereduksi

noise Gausian, tetapi tidak efektif untuk noise impulse misalnya pada noise Salt &

Pepper. Nilai tengah (median) filter baik untuk mereduksi noise impulse tetapi

tidak bekerja baik pada noise Gausian. Berdasarkan ide logika fuzzy, penelitian

ini mengemukakan pemfilteran baru yang disebut filter fuzzy. Filter fuzzy mampu

menangani 2 jenis noise tersebut sampai pada batas tertentu. Filter fuzzy

menggunakan fungsi triangular median center dengan cara mengambil jumlah

nilai deviasi piksel dengan nilai median dan menggantinya piksel noise dengan

output yang seharusnya berdasarkan fungsi keanggotaan fuzzy triangular. Dari

hasil implementasi diperoleh nilai besaran MSE masing-masing citra dengan

filterisasi citra menggunakan filter mean, filter median dan filter terendah ada

pada citra dengan noise Gaussian. Sedangkan pada noise salt & pepper, noise

terduksi baik pada filter fuzzy dan filter median. Terlihat bahwa pemanfaatan

filter fuzzy pada kedua citra dengan masing-masing noise lebih rendah yang

menandakan kualitas perubahan citra dari citra asli dengan noise dengan citra

hasil reduksi noise.

Kata Kunci: citra, filter fuzzy, reduksi noise

ABSTRACT

Filtering algorithm used in processing to reduce noise from an image. The

average value (mean) filter normally used to reduce Gaussian noise, but it is not

effective to the impulse noise such as the Salt & Pepper noise. The mean (median)

filter for reducing the impulse noise but does not work well on Gaussian noise.

Based on the idea of fuzzy logic, this study suggests a new filtering called fuzzy

filter. Fuzzy filter is able to handle the two types of noise to some extent. Using

triangular fuzzy filter function center median by taking the amount of deviation

value of pixels with the median value of pixel noise and replace it with the output

should be based on triangular fuzzy membership functions. From the results of the

implementation of MSE values obtained magnitude of each image by filtering the

image using the mean filter , median filter and the filter is in the image with the

lowest Gaussian noise . While the salt & pepper noise, noise reduced both the

fuzzy filter and median filter. The use of fuzzy filter on the second image

5

Page 57: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

52

indicating lower noise image quality changes from the original image with the

image noise with noise reduction results.

Key Words : image, fuzzy filter, noise reduction

PENDAHULUAN

Algoritma pemfilteran digunakan dalam pemrosesan mereduksi noise dari

sebuah citra. Nilai rata-rata (mean) filter biasanya digunakan untuk mereduksi

noise Gausian, tetapi tidak efektif untuk noise impulse misalnya pada noise Salt &

Pepper. Nilai tengah (median) filter baik untuk mereduksi noise impulse tetapi

tidak bekerja baik pada noise Gausian. Berdasarkan ide logika fuzzy. Penelitian

ini mengemukakan pemfilteran baru yang disebut filter fuzzy. Filter fuzzy mampu

menangani 2 jenis noise tersebut sampai pada batas tertentu. Filter fuzzy

menggunakan fungsi triangular median center dengan cara mengambil jumlah

nilai deviasi piksel dengan nilai median dan menggantinya piksel noise dengan

output yang seharusnya berdasarkan fungsi keanggotaan fuzzy triangular.

Transmisi antarmuka atau interferensi ekternal sebuah citra digital akan

memiliki gangguan yang akan memberi efek dalam analisa sebuah citra. Analisa

sebuah citra akan dapat digunakan dalam proses pengenalan pola citra (Anita dan

Hendra, 2012). Efek ini akan sangat berpengaruh ketika akan dilakukan analisa

lebih dalam pada sebuah citra. Pada proses pengambilan gambar ada beberapa

gangguan yang mungkin terjadi, seperti kamera tidak fokus atau munculnya

bintik-bintik yang bisa jadi disebabkan oleh proses capture yang tidak sempurna.

Setiap gangguan pada citra dinamakan dengan noise.

Untuk menghilangkan noise dilakukan reduksi noise Proses tersebut

dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode tergantung pada kondisi

yang diharapkan pada citra, seperti mempertajam bagian tertentu pada citra,

menghilangkan noise atau gangguan, manipulasi kontras dan skala keabuan, dan

sebagainya.

Noise pada citra tidak hanya terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses

pengambilan citra, tetapi bisa juga disebabkan oleh kotoran-kotoran yang terjadi

pada citra. Berdasarkan bentuk dan karakteristiknya, noise pada citra dibedakan

menjadi beberapa macam yaitu:

Page 58: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

53

1. Gaussian

Noise Gaussian merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal

standard dengan rata-rata 0 dan standard deviasi 1. Efek dari Gaussian noise

muncul titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise.

2. Speckle

Noise speckle merupakan model noise yang memberikan warna hitam pada

titik yang terkena noise.

3. Salt & Pepper

Noise salt & pepper seperti halnya taburan garam, akan memberikan warna

putih pada titik yang terkena noise.

Untuk mereduksi noise digunakan filterisasi diantaranya adalah Filter Mean

dan Filter Median. Filter Mean adalah filter linear dan Filter Median adalah filter

non linear. Mean filter digunakan untuk mereduksi noise Gaussian sehingga tidak

efektif dalam filterisasi noise Salt & Pepper (Noise impulse), sedangkan Median

Filter baik untuk mereduksi noise impulse tetapi tidak bekerja baik pada noise

Gausian (Zhang,dkk,2011).

TINJAUAN PUSTAKA

Logika Fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh ahli Matematika asal

Amerika Richard pada tahun 1965. Logika fuzzy digunakan dalam berbagai

pengolahan citra seperti filterisasi (Zhang,dkk,2011), segmentasi

(Borges,dkk,2011), klasifikasi (Juanjuan,dkk,2012), kompresi (Luan,dkk,2009),

pemrosesan citra (Lu,2011; Zhige, 2008) dan beberapa analisa pengenalan pola

(Lazzerini,dkk,2001; Ting Chou,dkk,2011; Melin,2010). Berdasarkan ide logika

fuzzy, makalah ini mengemukakan pemfilteran baru yang disebut filter fuzzy.

Filter Fuzzy mampu menangani 2 jenis noise tersebut sampai pada batas tertentu.

Algoritma filter fuzzy hampir sama dengan filter mean, tetapi algoritmanya

memiliki koefisien. Filter fuzzy mampu diaplikasikan untuk mengurangi noise

pada noise Gaussian dan noise impulse.

Mean Filter dan Median Filter Untuk Reduksi Noise

Perbaikan kualitas citra adalah proses yang dilakukan untuk mendapatkan

kondisi citra tertentu. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai

Page 59: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

54

metode tergantung kondisi yang diharapkan pada citra, seperti mempertajam

bagian tertentu pada citra, menghilangkan noise atau gangguan, manipulasi

kontras dan skala keabuan, dan sebagainya.

Reduksi Noise Menggunakan Filter Mean

Ada berbagai macam teknik untuk mereduksi noise, salah satunya

menggunakan Filter Mean (Zhang,dkk,2011). Filter Mean efektif digunakan untk

memproses reduksi noise pada noise Gaussian. Misalkan sebuah citra

direpresentasikan dalam sebuah matrik M x N dengan fungsi diskret f(x,y).

Algoritma fungsi Mean akan memproses citra sebagi sebuah titik g(x,y). Proses

satu titik di (x,y) dan ketetanggaan yang dimiliki citra dengan persamaan (1)

sebagai berikut:

(1)

Citra yang melalui proses Filter Mean dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Gambar 1. (a) Citra Asli, (b) Citra dengan Noise Salt & Pepper, (c) Reduksi Noise Filter

Mean, (d)Citra dengan Noise Gaussian, (e) Reduksi Noise Filter Mean

Reduksi Noise Menggunakan Filter Median

Filter Median digunakan untuk mereduksi noise impulse. Filter Median

akan mengganti nilai piksel dengan median dari level intensitas dalam

ketetanggan piksel yang telah dilakukan perangkingan (Zhang,dkk,2011).

Misalkan sebuah citra direpresentasikan dalam matrik M x N dengan fungsi

diskret f(x,y). Proses algoritma filter median dinyatakan dalam fungsi g(x,y).

Setiap titik diproses pada (x,y) baik dengan titik itu sendiri maupun dengan titik

yang berketetanggan seperti pada persamaan (2).

(2)

Citra yang melalui proses Filter Median dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

Page 60: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

55

Gambar 2. (a) Citra Asli, (b) Citra dengan Noise Salt & Pepper, (c) Reduksi Noise Filter Median,

(d) Citra dengan Noise Gaussian, (e) Reduksi Noise Filter Median

METODE PENELITIAN

Fuzzy Filter dapat digunakan untuk mereduksi noise Gaussian dan noise

impulse seperti noise Salt & Pepper. Konsep logika fuzzy digunakan untuk

menghitung variabel koefisien dalam sebuah citra. Adapun metode yang

dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Proses akan dilakukan pada sebuah citra bitmap 8 bit yang

direpresentasikan dalam 3 x 3 matrik ketetanggaan. Filter fuzzy

menggunakan sebuah mask berukuran 3x3, perhitungan dilakukan untuk

menentukan nilai pixel pusat berdasarkan perbedaan 4 pixel tetangganya

(atas, bawah, kanan, dan kiri), dan mengimplementasikan beberapa aturan

fuzzy.

2. Citra bitmap 8 bit direpresentasikan dalam sebuah matrik ketetanggan

seperti digambarkan pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Area Ketetanggaan 3 x 3

B merupakan titik fokus yang memiliki level keabuan B. An (n dari 1 sampai

8) adalah titik yang berdekatan dengan fungsi antara An dan B dalam

‗ketidakjelasan‖ sebuah level keabuan yang baru yaitu C dan akan

menggantikan B.

3. Output filter fuzzy dapat diperoleh memalui persamaan 3 sebagai berikut:

(3)

Page 61: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

56

4. Filter fuzzy dengan fungsi triangular median center adalah filter yang

mengambil jumlah nilai deviasi piksel dengan nilai median dan

menggantinya piksel noise dengan output yang seharusnya berdasarkan

fungsi keanggotaan fuzzy triangular

(4)

5. Kualitas citra diukur dengan menggunakan besaran MSE (Mean Square

Error). MSE adalah rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan

citra hasil pengolahan yang dengan cara membandingkan pixel-pixel pada

posisi yang sama dari dua citra yang berlainan. Secara matematis

ditunjukkan pada persamaan 5 sebagai berikut:

(5)

dimana x y = koordinat pixel pada citra

M = lebar citra (pixel)

s,t = nilai intensitas pixel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa filter yang akan dilakukan pada file citra yang diberi noise. Noise

yang diberikan meliputi noise salt & pepper dan noise Gaussian. Masing-masing

citra yang telah memiliki noise akan direduksi noisenya dengan berbagai filter

yang telah dibahas diatas.

Setiap citra ditambahkan noise Gaussian dan noise salt & pepper. Noise

Gausssian pada setiap citra direduksi menggunakan tiga buah filter yaitu filter

mean, filter median dan filter fuzzy. Ketiga hasil filterisasi di bandingkan untuk

melihat kualitas setiap citra setelah dilakukan reduksi noise menggunakan filter

Page 62: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

57

mean, filter median dan filter fuzzy. Dari hasil implementasi ketiga buah filter,

diperoleh hasil seperti pada gambar 4 berikut:

Gambar 5. (a) Citra Asli, (b) Citra dengan Noise Salt & Pepper, (c) Reduksi Noise Filter Mean,

(d) Reduksi Noise Filter Media, (e) Reduksi Noise Filter Fuzzy, (f)Citra dengan

Noise Gaussian, (g) Reduksi Noise Filter Mean, (h) Reduksi Noise Filter Media, (i)

Reduksi Noise Filter Fuzzy

Hasil perhitungan MSE keseluruhan citra dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1: Nilai rata-rata MSE hasil filterisasi

Page 63: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

58

Dari hasil implementasi diperoleh nilai besaran MSE masing-masing citra

dengan filterisasi citra menggunakan filter mean, filter median dan filter terendah

ada pada citra dengan noise Gaussian. Sedangkan pada noise salt & pepper, noise

terduksi baik pada filter fuzzy dan filter media. Terlihat bahwa pemanfaatan filter

fuzzy pada kedua citra dengan masing-masing noise lebih rendah yang

menandakan kualitas perubahan citra dari citra asli dengan noise dengan citra

hasil reduksi noise.

KESIMPULAN

Dari analisa yang telah dijabarkan dapat disimmpilkan bahwa sistem

logika fuzzy dapat diterapkan pada prose filter citra. Dengan menambahkan

koefisien sebagaimana yang digunakan pada sistem fuzzy aditif, sebuah filter

mampu melakukan filterisasi citra karena koefisien yang digunakan bersifat

relative terhadap semua titik dan dirinya sendiri sehingga mampu beradaptasi

dengan titik-titik yang lain maupun dengan dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anita AK dan Andi Hendra, 2012, Eigen Face Algorithm for Batik Bomba

Recognition, International Symposium Computational Science,

Yogyakarta.

Borges,VRP., Barcelos,CAZ., Guliato, D., Batista, MA., 2011, A Selective Fuzzy

Region Competition Model For Multiphase Image Segmentation, 2011,

23th IEEE International Confrence on Tools With Artificial Intellengence,

hal. 118-125

Guiming, Lu., Yuanzhe,Zhang., 2011, A New Additive Fuzzy System For Image

Processing, 2011, International Conference on Network Computing and

Information Security, hal. 332-334

Hong-qiao,ZHANG., Xin-Jun,MA., WU-Ning, 2011, A New Filter of Image

Based On Fuzzy Logical, International Symposium on Computer Science

and Society, China, hal. 315-272

Juanjuan, ZHAO., Huijun, LU, Yue, LI., Junjie,CHEN., 2012, A Kind of Fuzzy

Decision Tree Based on The Image Emotion Classification,

International Confrence on Computing Measurement, Control and Sensor

Network, hal. 167-170

Page 64: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

59

Lazzerini, Batrice., Marcelloni, Franscesco., 2001, A Fuzzy Approach to 2-D

Shape Recognition, IEEE Transaction on Fuzzy System Vol. 9 No. 1,

February 2001, hal. 5-14

Luong, HV., Kim, Yong-Min., Kook, Byung., Hong Kim, Choel., 2009, Artificial

Intelligences, Networking and Parallel/Distribution Computing, 10th

ACIS

International Confrence on Software Engineering, hal. 510-515

Melin, P., 2010, Interval Type-2 Fuzzy Logic Application in Image Processing

and Pattern Recognition, 2010, IEEE International Confrence on Granular

Computing,hal 728-731

Ting Chou, Yang., Ming Huang,Shih., Hua Wu,Szu., Ferr Yang,Jar., 2011, DWT

and Sub-Pattern PCA for Face Recognition Based on Fuzzy Data Fussion,

2011 International Confrence on Intelligent Computation and Bio

Medical Instrumetation, hal. 296-299.

Zhige, Jia., Xiaoli, Liu., 2008, Modelling Spatial Relationships for Remote

Sensing Image Processing Based on Fuzzy Set Theory, 2008 International

Confrence on Computer Science and Software Engineering, hal. 1101-

1104

Page 65: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

60

MODEL GPS PENGUKURAN POLA ARUS PASANG SURUT DAN

GELOMBANG (KASUS PANTAI BAHARI KECAMATAN POLEWALI

KABUPATEN POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT)

Baharuddin; Wihardi Tjaronge2; Arsyad Thaha

3; Farouk Maricar

4

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

2Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar

Email : [email protected]

ABSTRACT

The research was conducted in August 2012, which took place in the waters

of Beach Cliff of Pantai Bahari, Polewali Sub District, Polewali Mandar District,

west Celebes Province. This study aimed to determine the pattern of tidal currents

and wave characteristics. The method used in this study is a survey method in the

determination of station data retrieval consists of 3 stations and 1 station consists

of 3 sampling points around the coast. Data retrieval research done at low tide and

ebb tide towards the approaching tide. Beaches Bahari a coastal area that has a

relatively narrow beach, sand bersubstrat, located along the coast line along the

coast so there are Bahari vegetation Coconut tree (Cocos nucifera), Fir Tree

(Casuaria equesetifolia). Characteristics include wave height, period and

wavelength at high tide and low tide at station 2 is the largest when compared

with the two other stations. Bahari inshore depth value is average - average 1.52

m - 1.66 m at high tide and 0.86 m - 1.09 m at low tide. Flow patterns that occur

when tidal flow is towards the East, at low tide reverse flow towards the West

with the type of flow is the flow along the coast (Longshore current) type tidal

ebb and flow that happens is a daily mix biased toward a double (Mixed,

dominant semidiurnal) which occurs twice ups and downs twice in one day but

different heights.

Key Note : tides, bahari beach, the current wave.

PENDAHULUAN

Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan

oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, gelombang,

kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena tersebut memberikan kekhasan

karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan terjadinya

kondisi fisik perairan yang berbeda-beda.

Perairan Pantai Bahari terletak di Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali

Mandar Provinsi Sulawesi Barat, merupakan daerah pesisir yang mempunyai

pantai yang relatif sempit, bersubstrat pasir, yang terdapat di sepanjang garis

pantai. Daerah penelitian merupakan salah satu daerah pariwisata, pemukiman

Page 66: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

61

maupun kegiatan lalu lintas kapal dengan kondisi karakteristik arus pasang surut

dan gelombang yang sangat besar.

Perairan Pantai Bahari dipengaruhi oleh pasang surut dan gelombang yang

terjadi dimana salah satu akibat dari gelombang dan pasang surut yang masuk ke

pantai menyebabkan beberapa kerusakan fisik seperti : pengikisan daratan (abrasi)

di perairan pantai ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola arus pasang surut dan

karakteristik gelombang.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012, yang bertempat di

Perairan Pantai Bahari Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar Provinsi

Sulawesi Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

survei yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

langsung diperoleh dari pengukuran di lapangan dan data sekunder adalah data

yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian ini adalah current

drogue, Stopwatch, Meteran, Tali Pemberat, Kompas, Kamera, GPS, Alat Tulis,

Anenometer. Penentuan stasiun dalam pengambilan data terdiri dari 3 stasiun dan

1 stasiun terdiri dari 3 titik sampling di sekitar pantai. Jarak setiap titik sampling

50 m. Titik sampling 1.1, 1.2 dan 1.3 terletak pada jarak 50 m dari garis pantai.

Titik sampling 2.1, 2.2 dan 2.3 terletak pada jarak 100 m dari garis pantai. Titik

sampling 3.1, 3.2 dan 3.3 terletak pada jarak 150 m dari garis pantai.

Pengambilan data penelitian dilakukan pada waktu pasang menjelang surut

dan surut menjelang pasang dengan menggunakan perahu dan pada waktu

pengambilan data perahu dalam keadaan berhenti untuk mengurangi bias dalam

pengambilan data. Adapun pengukuran karakteristik gelombang menggunakan

galah berskala dan stop wacth dan pengukuran gelombang meliputi

Tinggi Gelombang (H)

Tinggi Gelombang adalah nilai yang diperoleh antara jarak vertikal antara

puncak gelombang dengan lembah gelombang, dengan cara memancangkan galah

berskala tersebut ke dalam perairan, kemudian dari galah berskala tersebut dicatat

Page 67: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

62

berapa batas air pada waktu terjadinya lembah gelombang. Setelah itu, dicatat

tinggi air pada saat terjadinya puncak gelombang, jarak vertikal antara tinggi

puncak dan batas lembah adalah tinggi gelombang.

Perioda Gelombang (T)

Perioda gelombang adalah interval waktu yang dibutuhkan oleh partikel air

untuk kembali ke kedudukan semula dengan kedudukan sebelumnya. Perioda

gelombang dengan menancapkan galah berskala, kemudian dihitung waktu antara

puncak gelombang ke puncak berikutnya.

Panjang Gelombang (L)

Panjang gelombang dapat diukur dengan melihat waktu yang dibutuhkan

oleh puncak gelombang berikutnya yang melalui satu titik kemudian dicatat jarak

atau panjang gelombang dari waktu yang diperlukan dua gelombang puncak

tersebut. Maka panjang gelombang dapat ditentukan dengan:

L = g(T) /2

Dimana : g = Gravitasi bumi (9,8 m/dt)

T = Perioda Gelombang

= 3,14

Panjang gelombang adalah Jarak antara dua puncak atau dua lembah

gelombang yang berturut-turut.

Pengambilan data arus bersamaan dengan pengambilan data gelombang.

Adapun pengukuran karakteristik Arus meliputi:

Kecepatan Arus

Untuk pengukuran kecepatan arus menggunakan current drogue dan

stopwatch di stasiun penelitian. Pengamatan ini secara kualitatif dengan

pembacaan selang waktu tertentu masing-masing selama mendekati pasang air

laut dan pada saat surut air laut. Jarak yang diukur dibandingkan dengan waktu

dengan menggunakan rumus :

v = s/t

Dimana : v = Kecepatan arus (m/dt)

Page 68: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

63

t = Waktu (dt)

s = Jarak (m)

Arah Arus

Arah arus ditentukan berdasarkan kompas yang digunakan sejalan dengan

current drouge. Pengukuran kedalaman pada setiap stasiun dengan menurunkan

tali berskala yang diberi pemberat sampai ke dasar perairan dan diusahakan tali

tetap tegang. Kemudian di bantu dengan menggunakan GPS. Hasil yang diperoleh

di masukan ke dalam rumus menurut (Galib, 2005).

Kedalaman = Cosinus a x L

Dimana : L = Panjang tali

a = Sudut yang di bentuk oleh tali dengan bidang tegak

lurus

Data gelombang yang diperoleh antara lain berupa tinggi gelombang,

panjang gelombang, dan perioda gelombang. Selanjutnya data yang diperoleh

disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dibahas secara deskriptif.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa asumsi :

1. Ketelitian peneliti dianggap sama dalam melakukan penelitian

2. Titik sampling dianggap mewakili wilayah yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perairan Pantai Bahari terletak di Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali

Mandar Provinsi Sulawesi Barat terletak pada koordinat 103° 20‘ 07‖ BT sampai

103° 22' 05‖ BT sampai 1° 06‘ 22" LU sampai 1° 05‘ 18‖ LU. Memiliki luas

daerah 870,47 km2, Pantai Bahari merupakan daerah pesisir yang mempunyai

pantai yang relatif sempit, bersubstrat pasir, yang terdapat di sepanjang garis

pantai. Daerah penelitian merupakan salah satu daerah pariwisata, pemukiman

maupun kegiatan lalu lintas kapal dengan kondisi karakteristik gelombang dan

arus pasang surut yang sangat besar.

Vegetasi yang terdapat di sepanjang pantai Bahari adalah pohon Kelapa

(Cocos nucifera), pohon Cemara (Casuaria equesetifolia). Kecamatan Tebing

mempunyai ketinggian 22 m di atas permukaan laut. Curah hujan di kecamatan

Tebing sekitar 238,3 mm/tahun dengan suhu udara pada umumnya dipengaruhi

Page 69: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

64

oleh tinggi rendahnya tempat dan permukaan laut, suhu rata - rata maksimum

antara 33,6 C° dan suhu rata - rata minimumnya 22,5 C°. Sedangkan kelembapan

udara relatif antara 80 - 89 %.

Di sepanjang pantai Bahari (stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3) merupakan

pantai berpasir putih dengan keadaan air yang agak keruh karena dipengaruhi oleh

lumpur. Secara detail, keadaan tiap stasiun dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Stasiun 1, merupakan daerah yang dekat dengan aktifitas masyarakat.

Dengan kedalaman yang relatif kecil dan gelombang yang tidak terlalu besar

dan memiliki kedalaman yang bervariasi dengan rata – rata kedalaman 0,86

m.

2. Stasiun 2, merupakan daerah tempatan pariwisata. Di daerah ini, gelombang

yang terbentuk cukup besar bila dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya

dengan tinggi gelombang mencapai 0,33 m pada saat pasang dan 0,36 m

pada saat surut. Kedalaman mencapai 0,89 m.

3. Stasiun 3 , merupakan daerah yang dekat dengan aktifitas masyarakat, sama

pada stasiun 1. Gelombang di daerah ini tidak terlalu besar, kedalaman

bervariasi dengan rata – rata 1,09 m.

Karakteristik Gelombang

Karakteristik gelombang yang dapat diukur, diamati dan dihitung di setiap

stasiun penelitian meliputi : tinggi gelombang, perioda gelombang, dan panjang

gelombang.

Gelombang adalah pergerakan naik turunnya air dengan arah tegak lurus

terhadap permukaan laut yang membentuk kurva sinusoidal. Gelombang yang

terjadi di laut hampir sebagian besar disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan

mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak – riak, alun/bukit, dan

berubah menjadi apa yang kita sebut dengan gelombang. Selain itu, gelombang di

laut juga dapat disebabkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik menarik

antara Bumi, Bulan dan Matahari (gelombang pasang surut), gempa (tektonik atau

vulkanik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan

oleh gerakan kapal.

Page 70: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

65

Tinggi Gelombang (H)

Tinggi gelombang diperoleh dari pengukuran jarak vertikal setara puncak

gelombang dengan lembah gelombang. Hasil pengukuran tinggi gelombang pada

setiap stasiun sangat bervariatif. Nilai rata-rata tinggi gelombang di perairan

pantai Bahari berdasarkan perhitungan di tiap stasiun dapat dilihat di Tabel 2 dan

grafik tinggi gelombang dapat dilihat pada Gambar 1

Tabel 2. Hasil Pengukuran Tinggi Gelombang (H) di Perairan Pantai Bahari

Tanggal

pengukuran

STASIUN

I II III

pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m)

10- Aug -12 0,20 0,25 0,35 0,36 0,22 0,28

11- Aug -12 0,18 0,21 0,37 0,39 0,27 0,3

12- Aug -12 0,22 0,26 0,31 0,34 0,25 0,27

13- Aug -12 0,23 0,25 0,30 0,32 0,23 0,25

14- Aug -12 0,21 0,23 0,33 0,37 0,21 0,23

15- Aug -12 0,20 0,22 0,31 0,34 0,24 0,30

16- Aug -12 0,24 0,28 0,34 0,38 0,20 0,23

17- Aug -12 0,19 0,20 0,32 0,35 0,21 0,25

18- Aug -12 0,22 0,25 0,35 0,36 0,21 0,23

19- Aug -12 0,24 0,27 0,39 0,39 0,27 0,31

20- Aug -12 0,21 0,22 0,32 0,35 0,25 0,28

21- Aug -12 0,21 0,23 0,31 0,34 0,23 0,27

22- Aug -12 0,20 0,22 0,33 0,37 0,21 0,25

23- Aug -12 0,22 0,25 0,35 0,37 0,24 0,26

24- Aug -12 0,23 0,24 0,30 0,32 0,27 0,32

Rata-rata 0,21 0,24 0,33 0,36 0,23 0,27 Sumber : Data Primer 2012

Berdasarkan tabel dapat diketahui hasil pengukuran terhadap tinggi

gelombang perairan pantai Bahari pada saat pasang berkisar antara 0,21 – 0,33 m

dan pada saat surut berkisar antara 0,24 – 0,36 m. Di stasiun 1, tinggi gelombang

rata- rata adalah 0,21 m pada saat pasang dan rata-rata 0,24 m pada saat surut.

Pada stasiun 2 tinggi gelombang relatif lebih tinggi dibandingkan di stasiun 1 dan

stasiun 3, baik itu pada saat pasang maupun surut, yakni berkisar 0,33 m pada saat

pasang dan antara 0,32-0,39 pada saat surut dengan rata-rata 0,356 m. Pada

stasiun 3 tinggi gelombang rata-rata 0,23 m dan antara 0,23-0,32 m atau rata-rata

0,268 m pada saat surut. Pada gambar 2 dapat dilihat perbandingan tinggi

gelombang antara ketiga stasiun di lokasi penelitian.

Page 71: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

66

Gambar 1. Diagram Tinggi Gelombang di Perairan Pantai Bahari

Periode Gelombang (T)

Periode gelombang adalah waktu yang diperlukan untuk membentuk dua

puncak gelombang atau lembah melalui satu titik tertentu yang saling berurutan.

Hasil pengukuran periode gelombang di perairan pantai Bahari dapat dilihat pada

tabel 3 dan grafik periode gelombang dapat dilihat pada gambar 2.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Periode Gelombang (T) di Perairan Pantai Bahari

Tanggal

pengukuran

STASIUN

I II III

pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m)

10- Aug -12 1,13 0,80 2,07 1,87 1,95 1,72

11- Aug -12 1,04 0,75 2,36 2,03 1,9 1,69

12- Aug -12 1,14 0,83 2,40 2,07 1,84 1,63

13- Aug -12 1,08 0,82 2,30 2,01 1,7 1,54

14- Aug -12 1,03 0,79 2,15 1,93 1,85 1,59

15- Aug -12 0,95 0,72 2,01 1,80 1,82 1,72

16- Aug -12 1,05 0,83 2,04 1,85 1,78 1,68

17- Aug -12 1,90 0,70 2,02 l.,82 1,72 1,63

18- Aug -12 0,93 0,75 2,05 1,89 1,79 1,68

19- Aug -12 1,07 0,87 2,18 1,97 1,91 1,77

20- Aug -12 1,12 0,94 2,27 2.02 1,87 1,74

21- Aug -12 0,95 0,73 2,03 1.86 1,85 1,7

22- Aug -12 0,92 0,70 2,05 1.91 1,9 1,79

23- Aug -12 1,07 0,92 2,25 1.98 1,95 1,83

24- Aug -12 1,11 0,97 2,36 2.12 1,8 1,79

Rata-rata 1,10 0,81 2,17 1,94 1,84 1,70

Sumber : Data Primer 2012

Pengukuran periode gelombang yang dilakukan menunjukkan bahwa

periode gelombang pada saat pasang relatif lebih besar dibandingkan pada saat

Page 72: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

67

surut. Saat pasang berkisar antara 1,10 – 2,17 detik dan antara 0,81 – 1,84 detik

pada saat surut.

Gambar 2. Diagram Periode Gelombang di Perairan Pantai Bahari

Periode gelombang di stasiun 2 lebih lama dibandingkan kedua stasiun

lainnya. Pada stasiun 1 periode gelombang berkisar antara rata – rata 1,10 detik

pada saat pasang dan rata – rata pada 0,81 detik saat surut. Stasiun 2 periode

gelombang terjadi rata – rata 2,17 detik pada saat pasang dan rata – rata 1,94 detik

pada saat surut. Pada stasiun 3 periode gelombang yang rata – rata 1,84 detik pada

saat pasang dan rata – rata 1,70 detik pada saat surut.

Panjang Gelombang (L)

Panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak atau lembah gelombang.

Atau jarak antara satu puncak dengan satu lembah gelombang.

Hasil pengukuran panjang gelombang menunjukkan ukuran panjang

gelombang yang bervariasi karena dipengaruhi hasil pengukuran periode

gelombang, yang berkisar antara 1,98 – 7,37 m pada saat pasang dan 1,03 – 5,90

m pada saat surut. Secara detail panjang gelombang di lokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 4 dan grafik panjang gelombang pada Gambar 3

Tabel 4. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang (L) di Perairan Pantai Bahari

Tanggal

pengukuran

STASIUN

I II III

pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m) pasang (m) surut (m)

10- Aug -12 1,99 1,00 6,69 5,46 5,93 4,62

11- Aug -12 1,69 0,88 8,69 6,43 5,63 4,46

12- Aug -12 2,03 1,08 8,99 6,69 5,28 4,15

13- Aug -12 2,03 1,05 8,26 6,30 4,51 3,70

14- Aug -12 1,66 0,97 7,21 5,81 5,34 3,95

15- Aug -12 1,41 0,81 6,30 5,06 5,17 4,62

Page 73: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

68

16- Aug -12 1,72 1,08 6,49 5,34 4,94 4,40

17- Aug -12 5,63 0,76 6,37 5,17 4,62 4,15

18- Aug -12 1,35 0,88 6,56 5,57 5,00 4,40

19- Aug -12 1,79 1,18 7,42 6,06 5,69 4,89

20- Aug -12 1,96 1,38 8,04 6,37 5,46 4,72

21- Aug -12 1,41 0,83 6,43 5,40 5,34 4,51

22- Aug -12 1,32 0,76 6,56 5,69 5,63 5,00

23- Aug -12 1,79 1,32 7,90 6,12 5,93 5,23

24- Aug -12 1,92 1,47 8,69 7,01 5,06 5,00

rata-rata 1,98 1,03 7,37 5,90 5,30 4,52 Sumber : Data Primer 2012

Panjang gelombang di stasiun 2 lebih tinggi dibanding dengan stasiun 1 dan

stasiun 3. Pada stasiun 2 panjang gelombang pada saat pasang rata – rata 7,37 m

dan pada saat surut rata – rata 5,90 m. Sementara pada stasiun 1 panjang

gelombang rata – rata 1,98 m pada saat pasang dan rata – rata 1,03 m pada saat

surut. Pada stasiun 3 panjang gelombang yang terbentuk rata – rata 5,30 m pada

saat pasang dan pada saat surut berkisar rata – rata 4,52.

Gambar 3. Diagram Panjang Gelombang di Perairan Pantai Bahari

Karakteristik Arus

Pengambilan data arus yang diambil adalah data arus permukaan yang

meliputi pengukuran kecepatan arus dan menentukan arah arus pada saat pasang

dan pada saat surut di perairan pantai Bahari.

Bentuk arus yang terjadi di lokasi penelitian adalah arus perairan pesisir

yang merupakan arus menyusur pantai (Longshore current). Arus ini terjadi

karena gelombang mendekat dan menghantam ke pantai dengan arah yang miring

atau tegak lurus garis pantai. Akibatnya material yang terbawa oleh arus sebagian

tertinggal di pantai, sebagian lagi ikut terbawa kembali seiring dengan aliran balik

arus tersebut. Sehingga ketika material yang tertinggal lebih sedikit dari pada

material yang terangkut, maka terjadi pengikisan daratan atau abrasi.

Page 74: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

69

Kecepatan dan Arah Arus

Arus di perairan pantai Bahari merupakan arus pasang surut yang merambat

dari arah lautan menuju daratan. Hasil pengukuran kecepatan dan arah arus di

perairan pantai Bahari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus di Perairan Pantai Bahari

Stasiun Sub Stasiun

Kecepatan dan Arah Arus

Saat Pasang Saat Surut

Arah Arus

(0)

Kec. Arus

(m/dt)

Arah Arus

(0)

Kec. Arus

(m/dt)

I 50m 55° 0,21 120° 0,18

100m 70° 0,19 140o 0,16

150 m 75° 0,20 145° 0,19

50 m 65° 0,24 135° 0,26

100 m 85° 0,22 150° 0,24

II 150 m 75° 0,19 140° 0,21

50 m 65° 0,22 130° 0,19

100 m 80° 0,20 145° 0,19

III 150 m 70° 0,18 165° 0,15 Sumber : Data Primer 2012

Hasil pengukuran kecepatan dan arah arus di lokasi menunjukkan adanya

kecepatan dan arah arus yang bervariasi di ketiga stasiun dengan 9 sub stasiun,

yaitu 0,18 – 0,24 m/det atau rata – rata 0,21 m/det pada saat air pasang dan antara

0,15 – 0,26 m/det atau rata – rata 0,19 m/det pada saat air surut. Meskipun

kecepatan arus pada saat pasang lebih tinggi daripada kecepatan arus pada saat

surut . Namun tidak dapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap kecepatan

arus di tiga stasiun pada saat surut maupun pada saat pasang. Pada stasiun 1

kecepatan arus di ketiga sub stasiun pada saat pasang terjadi antara 0,19 – 0,21

m/det atau rata – rata 0,20 m/det dengan arah arus berkisar diantara 55 ° dan 75°

ke arah timur dan tenggara sementara kecepatan arus pada saat surut antara 016 –

0,19 m/det atau rata – rata 0,17 m/det dengan arah arus berkisar antara 120° dan

145° ke arah Barat Daya. Tidak berbeda dengan stasiun 1, pada stasiun 2,

kecepatan arus berkisar 0,19 – 0,24 m det atau rata – rata 0,21 m/det pada saat

pada pasang di ketiga stasiun dengan arah arus yang berada dikisaran 65° dan 85°

ke arah Timur dan Tenggara sementara pada pada saat surut , kecepatan arus

bervariasi antara 0,21 – 0, 26 m/det atau rata – rata 0,23 m/det dengan arah arus

diantara 135° dan 150° ke arah Barat Daya. Pada stasiun 3 dengan tiga sub

stasiun, diketahui bahwa kecepatan arus pada saat pasang berada pada nilai 0,18 –

Page 75: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

70

0,22 m/det atau rata – rata 0,20 m/det dan arah arus pada kisaran 65° dan 80°

kearah Timur dan Tenggara. Sementara itu pada saat surut , kecepatan arus yang

diperoleh antara 0,15 – 0,19 m/det atau rata – rata 0,17 m/det dan arah arus antara

130° dan 165° ke arah Barat Laut. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 4. Diagram Kecepatan Arus Tiap Stasiun di Perairan Pantai Bahari

Tinggi dan Tipe Pasang Surut

Kondisi pasang surut menurut Hutabarat dan Evan (1986) disebut dengan

high water dan low water, juga pada saat yang sama akan ditemukan

tinggi/rentang pasang surut (tidak range) yang besar. Kondisi ini terjadi pada saat

bumi, bulan dan matahari membentuk sudut 90 baik pada seperempat bulan awal

maupun akhhir dan pada saat tersebut akan terjadi tinggi pasang rendah yang

disebut pasang perbani (neap tide). Kebalikan dari kondisi ini adalah pada saat

bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus yang akan membangunkan

pasang yang dikenal dengan pasang purnama (spring tide)yang terjadi pada saat

bulan purnama (15 hari bulan) danbulan baru (1 hari bulan).

Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap

harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya

pembangkit pasang surut . Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan

satu kali surut, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut harian

tunggal (diurnal tides) , namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dalam sehari, maka tipe pasang surutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal

tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda

Page 76: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

71

disebut dengan tipe campuran (mixed tide) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi

dua bagian, yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi

tunggal (Duxbury et al, 1992).

Dalam penelitian mengenai tipe pasang surut, peneliti tidak melakukan

pengamatan langsung terhadap pasang surut di lokasi penelitian, namun

berpedoman terhadap tabel pasang surut yang diperoleh dari Dinas Hydro –

oseanografi TNI AL Kabupaten Polewali Mandar.

Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan merupakan salah satu faktor lingkungan perairan yang

berpengaruh terhadap bentuk gelombang saat merambat mendekati pantai.

Pengukuran kedalaman di perairan pantai Bahari dilakukan pada saat pasang dan

surut dengan jarak setiap sub stasiun 50 m mulai dari garis pantai hingga 150 m ke

arah laut. Ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk dasar pantai. Hasil

pengukuran kedalaman laut di perairan pantai Bahari dinyatakan dalam persen

dan dalam bentuk grafik. Lebih jelasnya dilihat pada tabel 6 dan gambar 7

Tabel 6. Kedalaman Perairan di Perairan Pantai Bahari.

Stasiun Sub Stasiun Kedalaman

Pasang (m) Surut (m)

50 m 1,14 0,68

I 100 m 1,57 0,75

150 m 1,86 1,15

50 m 1,21 0,71

II 100 m 1,55 0,86

150 m 1,90 1,12

50 m 1,35 0,84

III 100 m 1,60 1,10

150 m 2,05 1,35 Sumber : Data Primer 2012

Gambar 7. Diagram Kedalaman Perairan Pantai Bahari

Page 77: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

72

KESIMPULAN DAN SARAN

Karakteristik gelombang dan arus pasang surut ketiga stasiun di perairan

pantai Bahari selama penelitian berbeda satu sama lain. Karakteristik gelombang

yang meliputi tinggi, periode dan panjang gelombang pada saat pasang dan surut

di stasiun 2 merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan kedua stasiun

lainnya. Nilai kedalaman perairan pantai Bahari adalah rata – rata 1,52 m – 1,66 m

pada saat pasang dan 0,86 m – 1,09 m pada saat surut.

Kecepatan arus di perairan pantai Bahari lebih cepat pada saat surut

dibanding saat pasang. Pola arus yang terjadi pada waktu pasang adalah arus

menuju ke arah Timur, sebaliknya pada saat surut arus menuju ke arah Barat

dengan tipe arus adalah arus menyusur pantai (Longshore current). Berdasarkan

data pasang surut yang diplot dalam bentuk grafik, menunjukkan bahwa tipe

pasang surut yang terjadi adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda

(Mixed, dominant semidiurnal) yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dalam satu hari namun ketinggian yang berbeda.

Penelitian ini merupakan studi awal yang memberikan informasi mengenai

kondisi gelombang dan arus pasang surut di perairan Bahari, oleh karena itu perlu

untuk diketahui seberapa besar pengaruh gelombang dan arus pasang surut

tersebut terhadap perubahan garis pantai yang meliputi abrasi dan akreasi di

kawasan ini. Sedangkan untuk pemanfaatannya, disarankan untuk diadakan

pengkajian yang lebih intensif lagi mengenai bagaimana usaha pemanfaatan

kawasan ini sebagai lokasi wisata yang diharapkan mampu menjadi sumber

pemasukan bagi masyarakat setempat, mengingat potensinya yang cukup

berpeluang untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2011. Sifat Air Laut. http://www.geocities.com/agus.adut/sifatair laut.htm

(9 April 2009).

Amri, U. 2010. Arus Pasang Surut dan Profil Kawasan Pantai Pulau Labuhan

Bilik Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Universitas Riau. (tidak diterbitkan).

Page 78: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

73

Arief. D., 1980. Pengantar Oseanografi. Hal. 123 – 124 dalam D.H. Kunarso dan

Rugitno (eds0, Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik

Penanggulangannya.

Birowo, S. 1991. Pengantar Oseanografi, hal. 123 – 124. Dalam Status

Pencemaran Laut di Indonesiadan Teknik Pemantauannya. PPPO-LIPI

Jakarta.

Darmadi. 2010. Karakteristik Gelombang dan Arus Pasang Surut di Pelabuhan

Kejawan Cirebon. Laporan Praktikum Oseanografi Fisika. Jurusan Ilmu

Kelautan. Universitas Padjadjaran Bandung.

Diposaptono, S. 2004. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina

Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau – pulau kecil

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Duxbury, A. B, Duxbury A. C, and Sverdrup. K. A., 1992. Fundamental of

Oceanography Fourth Edition. Wm C Brown. Dubuque. 337 page.

Faurika, Y. 2010. Studi Gelombang dan Arus Serta Kemiringan Pantai di

Kelurahan Pasie Nan Tigo Sumatera Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Universitas Riau.

Galib. M., 1999. Oseanografi Fisika. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Riau. 93 hal (tidak diterbitkan).

, 2005. Oseanografi Fisika Deskriptif. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Riau. FAPERIKA Press. 92 hal.

Horikawa. K. 1978. Coastral Engineering an Inrtoduction to Ocean Engineering,

University of Tokyo.

Hutabarat. S dan S. M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi, Universitas

Indonesia. Jakarta. 147 hal.

Idris, F. 2009. Distribusi Suhu dan Salinitas di Perairan Sekitar Muara Sungai

Ungar Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau.

Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Jalaluddin. R. 2005. Hubungan Pasang Surut dengan Gelombang Bono di Perairan

Pantai Teluk Meranti Kecamatan Pelalawan Provinsi Riau. Skripsi Ilmu

Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan (tidak diterbitkan).

Markas Besar, T.N.I. A.L 2007. Hidrografi dan Oseanografi. Spesialisas Navigasi

dan Direksi. Jakarta. (terbatas).

Page 79: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

74

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1988. Oseao. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis.

Diterjemahkan 0leh M. Eidmen, Koesbiono, D.G. Bengen, Hutomo dan

Sukarjo. Gramedia Jakarta 352 hal.

Pardjaman, 2006. Sumberdaya, sifat – sifat oseanologis serta permasalahan

Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi, LON LIPI. Jakarta, hal

83-104.

Rahman H, 2007. Pola Arus dan Tipe Pasang Surut di Perairan Desa Panglima

Raja Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. Hal 6 (tidak diterbitkan).

Rikha. A. 2004. Abrasi dan Sedimentasi Berdasarkan Energi Fluks Gelombang di

Pantai Teluk Pangandaran Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

Skripsi.FAPERIKA UNRI. 54 hal.

Setiana, A. 2000. Oseanografi Kimia Perairan Pesisir. Makalah Pada Kursus

Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan

Holistik (angkatan pertama). PPLH. IPB Bogor. 30 hal. (tidak diterbitkan).

Uktoselya, H. 1991. Beberapa Aspek Fisika Laut dan Perannya Dalam Masalah

Perencanaan Dalam Laporan Seminar Pencemaran Laut Serta Lembaga

Oseanografi Nasional LIPI. Jakarta. 175 hal.

Page 80: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

75

TEST X-RAY TOMOGRAPHY PERMEABLE ASPHALT PAVEMENT

MENGGUNAKAN BATU DOMATO SEBAGAI COURSE AGGREGATE DENGAN

BAHAN PENGIKAT BNA-BLEND PERTAMINA

Firdaus Chairuddin1, Wihardi Tdaronge

2, Muhammad Ramli

3, Johannes Patanduk

4

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Dari

Universitas Atmajaya 2Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar

3Dosen Jurusan Teknik Sipil Unversitas Hasanuddin Makassar

4Dosen Jurusan Teknik Sipil Uiversitas Hasanuddin Makassar

Email : [email protected]

ABSTRAK

Aspal porus merupakan struktur lapisan perkerasan yang mempunyai rongga-

rongga yang membuat air tidak tergenang di permukaan jalan, mengurangi

percikan air dan membuat permukaan jalan tidak licin sehingga mengurangi

kecelakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana pengaruh aspal

porus menggunakan pecahan batu domato dan batu pecah alam dengan bahan

pengikat BNA Blend Pertamina melalui karakteristik pengujian Marshall, Indirect

Tensile Strength (ITS), dan Cantabro. Serta mendapatkan nilai campuran gradasi

agregat kasar dan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang sesuai. Metodologi

Penelitian yang digunakan dalam pengkajian adalah metode eksperimen di

laboratorium. Aspal porus diproduksi sebagian menggunakan jenis agregat kasar

pecahan batu domato dan sebagian agregat langsung dari stone cruser dengan

bitumen yang sama. Komposisi dan variasi aspal yang akan diteliti adalah 100%

BNA Blend Pertamina dengan kadar aspal 7%, 8%, 9%, dan 10%. Selanjutnya

dilakukan observasi untuk mengetahui nilai stabilitas Marshall, nilai uji keausan

(Cantabro Test).dan Indirect Tensile Strength (ITS). Dari hasil penelitian yang

dilakukan mengindikasikan bahwa campuran beraspal porus menunjukan

pengaruh terhadap nilai karakteristik aspal porus khususnya pada gradasi batu

domato 50% tertahan ½‖ dan batu alam 50% tertahan 3/8‖ dimana dari hasil

analisa didapatkan nilai Kadar Aspal Optimum yaitu 9.5%. Berdasarkan hasil

Scanning Electron Microscope (SEM) dapat dilihat secara mikrostruktur dan

kandungan unsur kimia yang terdapat di dalam aspal porus membuktikan bahwa

seluruh unsur-unsur dari senyawa BNA Blend Pertamina dengan batu domato

dapat menyatu dan mengikat dengan baik.

Kata Kunci: Aspal porus, batu domato, marshal test, cantabro test, indirect tensile strenght test.

PENDAHULUAN

Jalan merupakan lintasan dasar dan utama dalam menggerakkan roda

perekonomian Nasional dan daerah, mengingat penting dan srategisnya fungsi

jalan untuk mendorong distribusi barang dan jasa sekaligus mobilitas penduduk.

Dimana ketersediaan jalan memungkinkan masyarakat mendapatkan akses

kemudahan bertransportasi. Untuk itu diperlukan perencanaan struktur perkerasan

7

Page 81: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

76

yang kuat, tahan lama dan mempunyai daya tahan tinggi terhada deformasi yang

terjadi. Kerusakan jalan di Indonesia umumnya disebabkan oleh physical damage

factor yang berlebih, banyaknya arus kendaraan yang lewat sebagai akibat

pertumbuhan jalan kendaraan juga sangat berpengaruh terhadap umur layak

kendaraan. Disamping itu kerusakan jalan banyak diakibatkan oleh fungsi

drainase struktur jalan kurang baik, akibatnya genangan air dipermukaan jalan

meningkat sehingga merusak struktur jalan. (Puslitbang PU, 2011).

Sifat aspal berpori antaranya adalah sifat hidrolik dikarenakan memberi

manfaat mencegah aqua planning pada jalan dengan kondisi basah atau tergenang

air di lapis permukaannya sehingga mengurangi hidroplanning. Selebihnya sifat

aspal berpori karena permukaannya yang kasar tahan selip kendaraan pada kndisi

kecepatan tnggi disamping itu pula aspal berpori mengurangi semprotan air dan

pantulan cahaya di jalan karea fungsi drainasenya baik. (Pagotto. et. al. 2000).

Kapasitas drainase aspal berpori sangat tergantung pada besar kecil ukuran

porositas, sedangkan daya tahan dan kekuatan tergantung pada besar ukuran isi

kekosongan pori yang berbeda, dimana di tentukan bahwa pavement dengan kadar

kekosongan lebih dari 20% itu lebih tahan lama dibanding kondisi kadar

kekosongan kurang dari 20%. (Ruz, et. al, 1990).

Pada aspal berpori yang menggunakan bahan pengikat BNA Blend

Pertamina 100%, curah hujan yang jatuh pada permukaan dengan kemiringan

antara 2% - 3% dengan intensitas 452 mm/jam besarnya rembesan vertikal adalah

100% dan aliran permukaan (surface run off) yaitu 0,05%. (Nur Ali, et.al, 2012).

Pada aspal berpori yang menggunakan bahan pengikat aspal minyak 100%,

curah hujan ang jatuh pada permukaan dengan kemiringan 2%-3% dengan

intensitas 452 mm/jam, besarnya rembesan vertikal adalah 100%, aliran

permukaan 0%, untuk curah hujan sebesar 452 mm/jam yang jatuh dipermukaan

aspal berpori dengan menggunakan aspal minyak sebesar 2% diperoleh rembesan

vertikal sebesar 99,88%. (Diana et.al, 2000).

Aspal berpori di indonesia belum memiliki spesifikasi khusus sehingga

pengukuran terhadap kinerja aspal berpori dilakukan dengan mengacu pada

standar spesifikasi Malaysia, Jepang, Australia, Inggris dan America. Aspal

berpori adalah jenis perkerasan yang menggunakan aggregat halus sebanyak 15%-

Page 82: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

77

30% yang oleh beberapa Negara menggunakan aspal minyak sebagai bahan

pengikat. (Zulkarnain et. al. 2001).

Carr Donald D. dan Rooney L.F (1985) membuat klasifikasi mineral atas

dasar kandungan kalsit dan dolomit serta material non-karabonat dalam batuan.

Jika kandungan kalsit dalam batuan dominan, (MgCO3) yang paling banyak

(>15%) maka batuan tersebut diklasifikasikan sebagai batuan domato.

Batu domato yang mengalami metamorfosa akan berubah penampakannya

dan sifatnya. Itu terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas tinggi, sehingga

batu domato tersebut menghablur, seperti yang dijumpai pada marmer. Air tanah

juga berpengaruh terhadap penghabluran ulang pada permukaan batu domato

sehingga membentuk kalsit.

Gambar 1. Batu Domato

Pada pengujian aspal poros permeability test dengan model test

experimental menunjukkan bahwa hasil test dengan menggunakan aspal minyak

yang di combaind dengan campuran aggregate kasar dan aggregat halus diperoleh

stability 0,15 cm/dt, artinya permeability cukup kuat. (Phil Herington, et all, 1997)

Aspal berpori berbeda dengan aspal padat, dimana aspal poros berpori

sebagian besar terdiri dari aggregat kasar gradasi terbuka (open graded course

aggregat) dan sejumlah kecil pasir serta filler. Rongga-rongga terbentuk dari

tumpukan rangka (skeleton) dimana aggregat kasar dan kadar rongga udara pada

aspal berpori adalah sebesar 10%-25% rongga udara yang bersambung

membentuk drainase dibawah permukaan yang dapat menyebarkan air secara

vertikal dengan cepat kebawah sehingga tidak terjadi genangan air. (Nur. Ali, et.

al. 2005).

Page 83: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

78

Karakteristik konstruksi perkerasan jalan aspal beton banyak dipengaruhi

oleh bahan campuran antara aggregat dan aspal, nampak bahwa variasi

penggunaan aggregat kasar bentuk bulat sebesar 0%, 20%, 40%, 60%,80%

dimana dari test Marshall nampak bahwa nilai kelelehan 522, 86 kg nilai rongga

udara 6, 179% sedangkan agregat kasar bentuk pecah nilai kelelehan 716,22 kg

nilai rongga udara 8,779%. (Siti Nurfaridah et.all, 2008).

Dengan model simulation based ON Competed nampak bahwa unsur

carbonate pada strukture buatan dengan menganalisa mikro struktur lateral rock

strukture pada sistem X – ray Computed nampak bahwa ada korelasi Fluid Flow

dengan model ukuran butir batuan yang digunakan sebagai course aggregat. (Jon

Kaczmacak. et .all, 2010)

METODOLOGI

Desain penelitian

Komposisi campuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu komposisi

campuran menggunakan gradasi terbuka menggunakan agregat kasar pecahan

batu domato lolos saringan 3/4‖ tertahan saringan 1/2‖ dan pecahan batu alam

lolos saringan 1/2‖ tertahan saringan 3/8‖ dengan variasi penambahan agregat

halus 9% dengan komposisi campuran yang menggunakan trial gradations dan

pencampuran aspal dengan BNA Blend Pertamina menggunakan 7%, 8%, 9%,

10% kadar BNA Blend Pertamina.

Pengumpulan data primer dan data sekunder

Metode pengumpulan data digunakan data primer dengan menganalisa hasil

dari penelitian yang dilaksanakan mengadakan kegiatan percobaan di

laboratorium dimana Aspal Porus diproduksi dengan menggunakan jenis agregat

dengan sistem gradasi terbuka (open graded) dan menggunakan Asbuton sebagai

bahan pengikat, sedangkan data sekunder dengan membaca sejumlah buku,

artikel-artikel ilmiah sebagai landasan teori dalam menuju kesempurnaan

penelitian ini.

Page 84: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

79

Metode analisis data

Selanjutnya dilakukan observasi untuk mengetahui nilai Porositas, Stabilitas

(Marshall Test), nilai Uji Keausan (Cantabro Test), dan nilai Kuat Tarik Tak

Langsung (Indirect Tensile Strenght (ITS).

HASIL PENELITIAN

Pengujian sifat fisik agregat

Hasil pengujian sifat diperlihatkan pada Tabel 1 menunjukkan nilai

penyerapan batu domato tertahan saringan ½‖ adalah 6,79% sangat tinggi

disebabkan Karakteristik batu domato mempunyai pori yang besar dibandingkan

pengujian agregat kasar batu alam tertahan saringan 3/8‖ dan karakteristik agregat

halus telah memenuhi syarat spesifikasi untuk digunakan sebagai agregat

campuran beraspal.

Pengujian sifat fisik BNA Blend Pertamina

Hasil pengujian sifat fisik BNA Blend Pertamina pada Tabel 2 menunjukkan

bahwa BNA Blend Pertamina memenuhi syarat spesifikasi untuk digunakan

sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal. Dari hasil pengujian penetrasi

sebelum kehilangan berat dengan nilai 42,1 mm memperlihatkan bahwa BNA

Blend Pertamina merupakan jenis aspal keras, hasil solubility memperlihatkan

bahwa BNA Blend Pertamina mengandung aspal 69,16% sehingga mineral yang

terkandung selain aspal sebesar 30,84%.

Pengujian permeabilitas dan porositas

Pengujian Permeabilitas ini menggunakan benda uji yang sama dengan

benda uji Marshall, menunjukkan bahwa koefisian pereabilitas semakin kecil

dengan semakin bertambahnya kadar BNA Blend Pertamina maka volume rongga

yang berada di dalam benda uji semakin berkurang hal ini disebabkan rongga

yang terisi oleh liquid semakin kecil sehingga waktu untuk mengalirkan air

dipermukaan akan lebih lama. Hasil pengujian menunjukkan nilai terendah

19,40% pada gradasi batu domato 25% tertahan ½‖ dan batu alam 75% tertahan

3/8‖ sedangkan nilai tertinggi 24,63% pada gradasi batu domato 75% tertahan ½‖

dan batu alam 25% tertahan 3/8‖. Fenomena perilaku permeabilitas sangat

dipengaruhi juga dari persentase porositas dalam campuran aspal porus yaitu

Page 85: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

80

minimal 10-1

cm/detik. Dari hasil pengujian porositas, campuran aspal porus telah

memenuhi spesifikasi yang ditentukan yaitu 15% - 25%.

Pengujian stabilitas (Marshall Test)

Proses pengujian Marshall dilakukan sesuai prosedur pengujian yang

mengacu pada SNI 06-2489-1991. Pengujian Marshall ini dilakukan hanya untuk

mengukur stabilitas dan alir (flow), hal ini merupakan salah satu parameter

indikasi nilai kekuatan yang dimiliki oleh suatu campuran dalam hal pemenuhan

kebutuhan berdasarkan parameter perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai stabilitas terendah diperoleh

470,66 kg pada gradasi Batu domato 75 % Tertahan 1/2" dan Batu Alam 25 %

Tertahan 3/8" dengan kadar aspal 7 %. Sedangkan nilai stabilitas tertinggi

diperoleh 837,09 kg pada gradasi pecahan Batu domato 50 % Tertahan 1/2" dan

Batu Alam 50 % Tertahan 3/8" dengan kadar aspal 9 %. Hanya gradasi campuran

angregat kasar 75:25 dengan kadar BNA Blend Pertamina 7 % dengan nilai

stabilitas 470.66 tidak memenuhi standar spesifikasi, sedangkan gradasi campuran

angregat kasar 75:25, 50:50, dan 25:75. Pada semua kadar variasi BNA Blend

Pertamina dapat memenuhi standar minimal spesifikasi yaitu 500 Kg.

Pengujian indirect tensile strenght (ITS Test)

Hasil pengujian Kuat Tarik Tak Langsung (ITS Test) mendapatkan nilai

kuat tarik tak langsung yang terendah 0,087 N/mm² pada gradasi batu domato 75

% Tertahan 1/2" dan batu alam 25 % Tertahan 3/8" sedangkan nilai kuat tarik tak

langsung yang tertinggi 0,166 N/mm² pada gradasi batu domato 50 % Tertahan

1/2" dan batu alam 50 % tertahan 3/8" dengan kadar aspal 9 % memberikan

pengaruh besar terhadap besarnya titik puncak kekuatan gaya tarik dari campuran

aspal porus tersebut.

Pengujian tingkat keausan (Cantabro Test)

Hasil pengujian menunjukkan nilai keausan tertinggi diperoleh 41,21% pada

gradasi pecahan batu domato 75% tertahan saringan 1/2‖ dan batu alam 25%

tertahan saringan 3/8‖ dengan kadar aspal 7%. Sedangkan nilai keausan terendah

diperoleh 10,77% pada gradasi pecahan batu domato 25% tertahan saringan 1/2‖

dan batu alam 75% tertahan saringan 3/8‖ dengan kadar aspal 10%.

Page 86: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

81

Penentuan kadar BNA Blend Pertamina optimum pada gradasi 100%

tertahan saringan 1/2”

Penentuan kadar aspal optimum untuk gradasi agregat 100% tertahan pada

saringan 1/2" tidak dapat ditentukan karena tidak terdapat titik temu antara semua

kriteria, meskipun untuk kriteria permeabilitas, porositas, stabilitas, kelelehan,

kekakuan Marshall dan kuat tarik tak langsung untuk kadar aspal 7% - 10%

memenuhi spesifikasi. Hal ini berarti untuk gradasi agregat 100% tertahan

saringan 1/2‖, kadar aspal yang digunakan pada penelitian ini belum memenuhi

untuk mendapatkan campuran dengan ketahanan yang tinggi.

Pengujian XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron

Microscope) BNA Blend Pertamina

Berdasarkan data pengujian XRD BNA Blend Pertamina menunjukkan

bahwa unsur penyusun BNA Blend Pertamina ini didominasi oleh Karbon (C) dan

Silika (Si). Pada fase intan (diamond), Karbon merupakan penyusun BNA Blend

Pertamina yang terbesar yaitu 68,17%. Selain fase intan, Karbon pada BNA Blend

Pertamina juga berupa hidrokarbon Dimethoxymethane sebanyak 7,9%. BNA

Blend Pertamina mengandung mineral yang terbentuk dari senyawa silicon oxide

(SiO2) pada fase coasite.

Melalui pengujian SEM, ditemukan atom-atom maupun oksida penyusun

BNA Blend Pertamina yang sulit ditemukan melalui analisis dari Pengujian XRD.

BNA Blend Pertamina terdiri dari bitumen dan butiran-butiran mineral yang

tersebar di antara bitumen. Dari hasil pengujian SEM diketahui bahwa dalam

BNA Blend Pertamina ini juga terdapat atom Sulfur (S) sebesar 5,45% yang

membentuk oksida SO4, Aluminium sebesar 8,64%yang membentuk oksida Al2O3

dan Kalsium (Ca) sebesar 3,33%.

Pengujian XRD batu domato

Data pengujian XRD batu domato menunjukkan bahwa batu domato yang

digunakan tersusun atas senyawa-senyawa yang terbentuk dari unsur Kalsium

(Ca), Silika (Si), Aluminium (Al) dan Oksigen (O2). Senyawa ini merupakan

unsur utama yang terdapat dalam semen. Fase terbesar dalam batu domato adalah

fase Tobermorite yaitu senyawa yang berbentuk kristal yang merupakan hasil dari

reaksi hidrasi C3S maupun C2S yang menyusun batu domato sebesar 68,7%. Hasil

Page 87: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

82

dari reaksi hidrasi C3S maupun C2S selain Tobermorite adalah Portlandite (Ca

(OH)2) yang terdapat dalam batu domato sebesar 4,51%.

Fase penyusun batu domato terbesar kedua adalah Anorthite (Ca Al2Si2O8)

sebesar 8,81%. Selain itu terdapat fase Ettringite sebesar 8,71% dan fase Gypsum

(CaSO4.2H2O) sebesar 3,21% serta Quartz (SiO2) sebesar 7,5%.

Foto SEM briket aspal berongga

Pengujian foto SEM briket aspal berongga terlihat bahwa hingga pada

ketelitian 100 μm, seluruh permukaan agregat tertutup oleh aspal, serta dapat

diprediksi ketebalan film atau aspal yang menutupi agregat briket tersebut adalah

sekitar 60 hingga 70 μm.

Hasil foto SEM pada Aspal Porus gambar 1 terlihat mineral tersebut adalah

jenis batu kapur, berwarna putih tulang berasal dari senyawa CaCO3. Aspal porus

tersusun oleh unsur kimia Oksigen (O), Calsium (Ca), Carbon (C), Aluminium

(Al), Silicon (Si), Iron (Fe), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Dari analisa

pengujian aspal porus diatas tersusun oleh beberapa unsur Magnesium (Mg) dan

Oksigen (O) sehingga berubah menjadi Magnesium Oksida (MgO) dimana ikatan

tersebut menjadi filler untuk menahan retakan dari pori yang membuat briket akan

semakin kuat.

Gambar 2. SEM Batu Domato Gambar 3.Permeable Asphalt Favement

Tescan vega 3SB

Spectrum: test

Element unn. C norm. C Atom. C Compound norm. Comp. C Error (3 Sigma)

[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%] [wt.%]

------------------------------------------------------------------------------------------

Oxygen 41.56 42.98 58.53 0.00 15.03

Silicon 10.48 10.83 8.41 SiO2 23.18 1.46

Aluminium 8.06 8.33 6.73 Al2O3 15.74 1.29

Sodium 7.35 7.60 7.21 Na2O 10.25 1.59

Magnesium 4.74 4.90 4.39 MgO 8.12 0.92

Potassium 1.50 1.55 0.86 K2O 1.86 0.26

Calcium 16.39 16.95 9.21 CaO 23.71 1.58

Sulfur 6.64 6.86 4.66 SO3 17.14 0.84

-----------------------------------------------------------------------------------------

Total: 96.71 100.00 100.00

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

10

20

30

40

50

60

cps/eV

O Si Al

Na Mg

K K Ca

Ca S

S

Page 88: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

83

Gambar 5. BNA Blend Pertamina – EDS Tescan

vega3SB

Gambar 4. SEM BNA Blend Pertamina

Spectrum: test

Element unn. C norm. C Atom. C Compound norm. Comp. C Error (3 Sigma) [wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%] [wt.%]

---------------------------------------------------------------------------------------- Oxygen 20.01 40.36 58.46 0.00 9.11 Silicon 1.56 3.15 2.60 SiO2 6.73 0.36 Aluminium 1.68 3.39 2.91 Al2O3 6.40 0.42 Sodium 2.74 5.52 5.57 Na2O 7.45 0.79 Calcium 16.39 33.05 19.11 CaO 46.25 1.68 Sulfur 5.37 10.83 7.83 SO3 27.05 0.76 Magnesium 1.83 3.69 3.52 MgO 6.12 0.50 -----------------------------------------------------------------------------------------

Total: 49.57 100.00 100.00

Gambar 6. Hasil Analisis BNA Blend Pertamina

Gambar 7. Hasil Analisis

Kuantitatif BNA

Blend Pertamina

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

5

10

15

20

25

30

35

40 cps/eV

O Si Al

Na Mg

S S

Ca Ca

K K

Fe Fe

Ti

Ti

20 40 60 80

0

1000

2000

3000

4000

5000

(1 0

4)

(0 0

2)

(1 1

0)

(1 2

0)

(2 1

0)

(1 1

2)

(1 2

2)

0

100

(1 0

4) Calcite, Ca C O3

0

100

(0 0

2) Graphite, C

0

100

(1 1

0) silicon dioxide, cristobalite-alpha HP, syn, Si O2

20 40 60 80 0

100 (1 2

0)

(2 1

0)

(1 1

2)

(1 2

2)

Sillimanite, Al2 ( Si O4 ) O

2-theta (deg)

Inte

nsity (

cps)

PFC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Calcite Graphite

silicon dioxide, cristobalite-alpha HP, syn Sillimanite

Unknown

Wt(%)

Page 89: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

84

PEMBAHASAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin terbuka gradasi suatu

campuran beraspal maka kuat tariknya akan semakin menurun. Di lain sisi, kuat

tariknya akan meningkat jika kadar aspalnya bertambah hingga mencapai kuat

tarik maksimum (pada kadar aspal optimum) karena daya lekat agregatnya

semakin kuat. Akan tetapi jika kadar aspal meningkat, kuat tarik mulai menurun

karena telah melewati kuat tarik maksimum. Pengujian kuat tarik tak langsung

juga mengahasilkan pola retakan yang mengindikasikan retakan yang akan terjadi

di lapangan (Sunarjono, 2007), sedangkan campuran beraspal yang didesain

mempunyai porositas lebih tinggi dibandingkan jenis perkerasan yang lain, sifat

poros diperoleh karena campuran aspal porus menggunakan proporsi agregat

halus lebih sedikit dibanding campuran jenis yang lain. Kandungan rongga pori

dalam jumlah yang besar diharapkan menghasilkan kondisi permukaan agak

kasar, sehingga akan mempunyai tingkat kekesatan yang tinggi. Selain itu pori

yang tinggi diharapkan dapat berfungsi sebagai saluran drainase di dalam

campuran (Djumari., dkk 2009).

Campuran aspal porus merupakan generasi baru dalam perkerasan lentur,

yang membolehkan air meresap ke dalam lapisan atas (wearing course) secara

vertikal dan horizontal. Lapisan ini menggunakan gradasi terbuka (open graded)

yang dihamparkan di atas lapisan aspal yang kedap air. Ketika rongga udara

semakin kecil, maka air yang mengalir ke dalam campuran aspal akan semakin

lambat (Tanan, 2010). Lapisan aspal porus ini secara efektif dapat memberikan

tingkat keselamatan dan kenyamanan terutama diwaktu hujan agar tidak terjadi

genangan-genangan air serta memiliki kekesatan permukaan yang lebih kasar dan

dapat mengurangi kebisingan (Setyawan, 2008).

Dari hasil pengujian ini dilakukan untuk mencari kadar aspal optimum dari

suatu campuran beraspal yang dilakukan dengan beberapa pengujian yaitu

Permeabilitas, Porositas, Stabilitas Marshall, Kelelehan (flow), Hasil Bagi

Marshall, Indeks Kekuatan Sisa, Kuat Tarik Tak Langsung, Cantabro. Dengan

Gradasi Agregat Batu domato 75%; 50%; 25% Tertahan ½‖ dan Batu Alam 25%;

50%; 75% Tertahan 3/8‖ , Agregat Halus 9%. Kemudian BNA Blend Pertamina

7%, 8%, 9%, 10%. (Tjaronge dkk., 2011)

Page 90: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

85

Selanjutnya untuk menetukan Kadar Aspal Optimum (KAO) dilakukan

dengan metoda bar-chart yang merupakan rentang kadar aspal yang memenuhi

semua syarat kriteria campuran beraspal yaitu Permeabilitas, Porositas, Stabilitas

Marshall, Kelelehan (flow), Hasil Bagi Marshall, Indeks Kekuatan Sisa, Kuat

Tarik Tak Langsung, Cantabro ditunjukan seperti pada Gambar 2 Nilai kadar

aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal

maksimum dan minimum yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi,

sehingga diperoleh KAO untuk campuran Aspal Porus yang bergradasi agregat

batu domato 50% tertahan ½‖ dan batu alam 50% tertahan 3/8‖, agregat halus 9%

dan kadar BNA Blend Pertamina 9% - 10% adalah 9.5 %.

Dari hasil pengujian XRD dan SEM dengan benda uji BNA Blend

Pertamina, batu domato dan aspal porus mempunyai data analisa kimia sebagai

berikut. Untuk pengujian XRD dengan benda uji BNA Blend Pertamina

menguraikan fase senyawa bitumen dan mineral yang terdiri dari Oksigen (O),

Karbon (C), Silika (Si), Magnesium (Mg), Sulfur (S) dan Besi (Fe), sedangkan

benda uji batu domato menguraikan unsur-unsur penyusunnya yang tediri dari

Kalsium (Ca), Silika (Si), Aluminium (Al) dan Oksigen (O). Untuk mendukung

hasil pengujian XRD, maka pengujian foto SEM dilakukan agar dapat diuraikan

komposisi briket aspal porus yang merupakan perpaduan antara batu domato dan

BNA Blend Pertamina secara analisis terdapat elemen atom yaitu Oksigen (O),

Karbon (C), Kalsium (Ca), Almunium (Al), Silika (Si), Besi (Fe), Magnesium

(Mg) dan Sulfur (S) yang membentuk ikatan senyawa CaCO3 mineral tersebut

dalah jenis batu kapur berwarna putih tulang yang terbakar pada suhu 825 °C dan

Magnesium Oksida (MgO) dimana ikatan tersebut menjadi filler untuk menahan

retakan dari pori yang membuat briket akan semakin kuat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat

disimpulkan dari hasil pengujian dilakukan seperti Pengujian Permeabilitas,

Porositas, Stabilitas Marshall, Kelelehan (flow), Indeks Kekuatan Sisa (IKS), ITS

test, Cantabro menunjukkan pengaruh terhadap karakteristik aspal porus

khususnya pada gradasi Batu domato 50 % Tertahan 1/2" dan Batu Alam 50 %

Tertahan 3/8" dimana dari hasil analisis dapat dilihat jelas garis hubungan

Page 91: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

86

trendline grafik didapatkan nilai Kadar BNA Blend Pertamina Optimum yaitu

9.5% sedangkan hasil XRD dan SEM membuktikan bahwa seluruh unsur-unsur

dari senyawa BNA Blend Pertamina dengan batu domato dapat menyatu/mengikat

dengan baik. Untuk selanjutnya perlu alat/mesin khusus di dalam pengolahan batu

domato sehingga dapat digunakan dengan jumlah banyak dan perlu dilakukan

penelitian lebih mendalam untuk pengolah BNA Blend Pertamina sehingga dapat

memenuhi spesifikasi yang sesuai, agar dapat dimasukkan kedalam spesifikasi

bina marga.

DAFTAR PUSTAKA

Allex Eduardo Alvarez Lugo, 2009, Improving Mix Design and Construction of

Permeable Friction Course Mixtures. Disserttion Departmen of Civil

Enginering Texas University.

Circular Transportation Research, 2012. Application of Advanced Mode to

Understand Behavior and Performance of Asphalt Mixtures.

Colorado Ready Mixed Concred Association, 2005. Specifiec’s Guide for Pervios

Concrete Pavement Design.

Esmael Ahmadina, Majid Zargar, Mohamed Rehan Karim, Mahrez Abdelaziz,

Payam Shatigh, 2011. Using Waste Plastic Bottles as Additive for Stone

Mastic Asphalt Journal of Material and Design.

Erik Sehlangen, Quantao Liu, Martin Van de Ven, Gerber Van Bochove, Jo Van

Montfort, 2011. Evaluation of The Induction Healing Efect of Poru

Asphalt Concrete Though Four Point Bending Fatique Test.

Felice Givliani, Filippo Merusi, Gioanni Polacco, Sara Filippi, Messimo Paci,

2012. Effectivenees of Sodium Chloride- Based Anti Icing Filter n Asphalt

Mixtures Journal of Construction and Building Materials.

Fazleem Hanim Ahmad Kamar, Jaszline Nor Sarif, 2005. Design of Porus Asphalt

Mixture to Performance Related Criteria.

He Gui Ping, Wong Wing Gun, 2006. Effects of Moisture On Strength and

Permanent Deformation of Foamed Asphalt Mix Incorporating Rap

Materials. Journal of Constraction and Building Materials.

Hao Ying, 2008, Using X-Ray Computed Tomography to Quantity Damage of

Hot-Mix Asphalt in The Dynamic Complex Modulus and Flow Number.

Page 92: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

87

International Tecnology Exchange Program, 2005. Quite Pavement System In

Europe.

Lori Kathryn Schaus, 2007. Porus Asphalt Pavement Design In Proactive Design

for Cold Climate Use Thesis Departmen of Eivil Enginering Waterloo

University.

Meor Othman Hamzah, Mohammad Rosli Mohammad Hasan, Martin Van de

Van, 2011. Permeability Loss In Porus Asphalt due to Binder Creep.

Journal of Construction and Building Materials.

Mohammad Adli Sani, Abi Zzaid Abd Latib, Choy Peng Ng, Nordila Ahmad

Muhammad Y Yusof, Muhammad Anzari Matrani, 2011. Propertis of Coir

Fibre and Kenaf Fibre Modified Asphalt Mixes.

Mohammad Ruzaini Mohammad Yusof, Belinda Marie Balraj, Choy Peng Ng,

2011. Effect of Rubber Size In Reclaimed Rubber Modified Asphalt Mixes.

Matthias A. Haselbaner, Michael Manhart, 2011. Influence of Flow Couditions In

Porus Asphalt On Pollution and Cleaning.

Nur Sabahiah Binti Abdul Sukor, 2005. Evaluation of Laboratory Compactive

Effort On Asphaltic Concrete Mmixes, Thesis. Departement of Civil

Engineering, Technologi of Malaysia University.

Nrachai Tuntiworawit, Chayatan Phromsorn, Direk Lavansiri, 2005. The

Modification of Asphalt With Natural Rubber Latex Proceding of The

Ekstern Asia Society of for Transportation Studies Vol.5.pp.679.694.2005.

Remi M. Candacle, Miched E. Barrett, Randal J. Charbeneay, 2008. Porus

Friction Course In Laboratory Evaluation of Hydraulic Properties Center

For Research In Water Resources, The University of Texas at Austin.

R. Christopher Williams, 2009. Early Permebility Test For Asphalt Acceptance,

Center for Transportation Research and Education Lowa State University.

Storm Water Center University of new Hampshier, 2007. Porus Asphalt Pavement

and Infiltration Beds.

Prithvi. S. Kandhal, Rajib.B.Mallick, 1999. Design of New. Generation Open

Graded Friction Courses.

Page 93: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

88

Verhelst, F.A.D.B, Vervoort and G Marchal (1995). X-Ray Computerized

Tomography Determination of Heterogeneties in Rock Samples.

Wu Shao Peng, Liu Gang, Molian tong, Chen Zheng, Ye Qun Shan, 2006. Effect

of Tiber Types On Relevant Properties of Porus Asphalt, Journal of

Transaction of Non Ferrous Metals Society of China.

Page 94: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

89

EKSISTENSI RUANG AKTIVITAS TEPIAN TELUK PASCA

PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR PANTAI TELUK PALU (JLPTP)

Muhammad Bakri1, Prof. Nindyo Soewarno

2, Dr. Budi Prayitno

3

Program Studi S3 Jurusan Teknik Arsitektur Dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada

Jurusan Teknik Arsitektur Dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada

Jurusan Teknik Arsitektur Dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada

Email: [email protected]/[email protected]

ABSTRACT

Areas of the city as the capital of Palu in Central Sulawesi province have a

very unique landscape format. The existence of rivers, valleys, mountais, hills, sea

(bay), and lake in the north are the diversity of landscape areas of the city. Lives

of the people are occupying the valley area as well as heterogeneous. Of activities

to support the survival of communities, groups, families and individuals

participate to make the region a more competitive atmosphere. Economic growth

and development is likely to lead to the edge of the bay, bringing changes to the

order of life in a region activity. Reorientation due to the construction of the Ring

Road Hammers Gulf Coast (JLPTP) is one of the factors influence the change in

the region. This paper seeks to uncover the existence of a qualitative approach

through case studies. The results will be followed up in other research studies -

advanced in an attempt to find the right formula in formulating development

programs in the region. So the development of the area can still synergize with

development programs launched by the government.

Keywords: Sustainability, Existence, Development

ABSTRAK

Wilayah kota Palu sebagai ibukota propinsi Sulawesi Tengah, mempunyai

format landscape yang sangat unik. Keberadaan sungai, lembah, gunung, bukit,

laut (teluk) serta danau di sebelah Utara menjadi fenomena keragaman bentang

alam wilayah kota. Kehidupan masyarakat yang menempati wilayah lembah juga

demikian heterogen. Macam aktivitas guna menunjang keberlansungan hidup

komunitas, kelompok, keluarga serta individu ikut menjadikan suasana ruang

kawasan semakin kompetitif. Pertumbuhan sektor ekonomi dan pembangunan

yang cenderung mengarah pada tepian teluk, membawa perubahan terhadap

tatanan kehidupan dalam ruang aktivitas kawasan. Reorientasi akibat

pembangunan Jalan Lingkar Pantai Teluk Palu (JLPTP) merupakan salah satu

faktor berpengaruh terhadap perubahan kawasan. Makalah ini berupaya

mengungkap eksistensi ruang melalui pendekatan kualitatif studi kasus. Hasil

penelitian nantinya dapat ditindak lanjuti pada penelitian-peneltian lanjutan

sebagai upaya untuk menemukan formula tepat dalam menyusun program

8

Page 95: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

90

pembangunan pada kawasan. Sehingga pengembangan kawasan tetap dapat

bersinergi dengan program-program pembangunan yang dicanangkan pemerintah.

Kata kunci : Keberlangsungan, Eksistensi, Pembangunan

PENDAHULUAN

Konstitusi Negara UUD 1945, pasal 28H ayat (1) memberikan jaminan

pada Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Namun kenyataan dalam realita keseharian, masih

memamerkan penjara keruangan yang cenderung menjadikan penghuni ruang

sebagai objek penderita. Belum lagi bila menilik pada aturan yang lebih sepesifik

terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia Pasal 3 dan UU No. 23/1997 tentang

pengelolaan lingkungan hidup yang menekankan pada masyarakat berhak atas

lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat.

Kehadiran struktur pemerintahan daerah sebagai perpanjangan tangan pusat,

tentu diharapkan dapat mengejewantahkan amanah undang-undang dalam bentuk

pelaksanaan pembangunan diberbagai sektor. Pembangunan dengan

keberpihakan pada masyarakat harus terus digalakkan. Perencanaan konprehensif

yang digali dari upaya mengedepankan kepentingan masyarakat merupakan

tantangan tersendiri pelaksanaan pembangunan. Apalagi bila kawasan dimaksud

merupakan kawasan dengan karakteristik khusus dan dimanfaatkan oleh berbagai

komunitas/kelompok untuk melangsungkan aktivitasnya. Wilayah penelitian ini

merupakan gambaran kompleksitas pemanfaatan ruang, wilayah tepian pantai

tempat sebagian besar kelompok/komunitas masyarakat melangsungkan

kehidupan.

Sementara dalam Keputusan Presiden No 32 tahun 1990, menegaskan

bahwa, Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting

untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Peraturan lain kemudian yang

harus menjadi perhatian adalah sempadan pantai guna melindungi wilayah pantai

dan kelestarian fungsi pantai. Kondisi ini menjadi menarik untuk menelaah lebih

dalam persoalan-persoalan pelaksanaan pembangunan kawasan, tidah hanya pada

tataran pelaksanaan fisik, namun yang terpenting dalam penelitian ini adalah

Page 96: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

91

menalarkan keberadaan aktivitas kawasan pasca pembangunan Jalan Lingkar

Pantai Teluk Palu (JLPTP).

Lokus wilayah penelitian meliputi dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu

Timur sepanjang pengembangan jalan pada tepian teluk Palu. Lokasi bersentuhan

langsung dengan wilayah perairan teluk dan wilayah kota tentu ikut menanggung

desakan perkembangan wilayah, atas kebutuhan hunian maupun fasilitas-fasilitas

penunjang kehidupan kota. Pembangunan Jalan Lingkar Pantai Teluk Palu

(JLPTP), tanggul penahan ombak, dan perumahan petani garam oleh pemerintah

kota Palu serta propinsi, disamping itu terdapat pula kegiatan pengembang swasta

di bidang perumahan pertokoan dan resto. Kemudian berbagai program kegiatan

masyarakat pembangunan kawasan ditunjang program kerja pemerintahan dan

non pemerintahan, memperlihatkan kompleksitas kehidupan yang dialami

masyarakat guna mempertahankan eksistensi terhadap hak hidup maupun guna

kawasan.

\

Sumber : www.googleearth di olah

Gambar 1. Lokasi Pelaksanaan Penelitian dalam Wilayah Kota Palu

Fasilitas Wisata (resto)

Page 97: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

92

TINJAUAN PUSTAKA

Keberadaan kelompok dalam suatau kawasan dapat diidentifikasi melalui

ciri memiliki sesuatu secara bersama-sama (common ownership), yang saling

bergantung pada satu wilayah, dan mereka saling berinteraksi. Komunitas dan

kelompok masyarakat lainnya dapat dibedakan atas berbagai pola, atas dasar

ukuran, atas dasar level, riil atau tidak riil, bersifat kooperatif (cooperative) atau

kompetitif (competitiv), serta formal atau informal. Komunitas kawasan

merupakan kesatuan hidup yang berada dalam satu wilayah tertentu disebut

sebagai ―community of places’, ciri komunitasnya adalah adanya keharmonisan,

egalitarian, serta sikap saling berbagi nilai dan kehidupan. Keruangan biasanya

terbentuk dari kesatuan manusia dan lingkungan sekitarnya untuk membentuk

suatu kehidupan (Christopher Alexander, 2007).

Mengidentifikasi keberadaan dalam suatu kawasan perlu memahami kohesi

sosial sebab biasanya akan lebih menonjol sebagaimana pendapat (Mitchell, 1994)

yaitu adanya 3 karakteristik kohesi sosial, yaitu (1) komitmen individu untuk

norma dan nilai umum, (2) saling tergantungan yang muncul karena adanya niat

untuk berbagi (shared interest), dan (3) individu yang mengidentifikasi dirinya

dengan grup tertentu. Sehingga tidak terjadi penolakan terhadap kehadiran ruang-

ruang baru dalam kawasan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi

peruntukan ruang, umumnya sangat di pengaruhi kemampuan satu individu atau

kelompok dalam menerapkan suatu jenis penghunian yang sesuai terhadap ruang.

Lingkungan didesain sebagai area beraktivitas oleh penduduk asli secara

unselfconscious, melalui interaksi (hubungan) antara unsur fungsional dengan

aspek human behavioral agar faktor alam dan non alam dapat berinteraksi dengan

seimbang dan mengalir dengan baik (Christopher Alexander, 2007).

Pendekatan yang dilakukan (Brower, 1980), Keberadaan suatu klaim

teritorial yang diartikan sebagai suatu penghunian, dan orang yang mengklaim

disebut dengan penghuni. Penghunian biasanya disertai dengan suatu tampilan

tanda-tanda teritorial, pengumuman keberadaan, sifat dan tingkat klaim teritori.

Jenis-jenis penghunian ini adalah penghunian personal, penghunian komunitas,

penghunian oleh masyarakat, dan penghunian bebas. Dari pendekatan tersebut

Page 98: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

93

terdapat jarak kontrol keruangan masing-masing, berdasar teritori dan aturan

yang berlaku atau kesepakatan dalam sisten keruangan.

Berdasar pustaka diketahui proses-proses terbentuknya eksistensi suatu

kelompok pada suatu kawasan yang dapat di identifikasi dari cirri, hubungan

dengan lingkungan, hubungan aktivitas serta klaim terhadap wilayah tempat

aktivitas baik berupa individu maupun secara berkelompok.

METODE PENELITIAN

Pelakasanaan penelitian dilakukan dengan penggunaan data-data empirik

lapangan dipetakan berdasar ruang dan waktu berlangsungnya aktivitas pada sisi

pengembangan Jalan Lingkar Pantai Teluk Palu (JLTP). Rekaman tersebut

dilakukan menggunakan peta perilaku yang terlebih dahulu telah disipakan

sebelum melakukan survey lapangan. Proses ini dilakukan guna memudahkan

dalam pencatatan penandaan aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan

dalam ruang kawasan.

Sumber : Haryadi (1996) di modifikasi

Gambar 2. Analisis Place Centered Mapping

Guna menjaga keakuratan temuan lapangan, dilanjutkan dengan teknik

layering dalam kurun waktu pengambilan data yang berbeda teknik ini oleh

(Tschumi, Bernard, 1994) dikenalkan sebagai teknik analisis superimpose yang

dilakukan pada Parc de la Villette, Paris. Proses pelaksanaan penelitian ini secara

keseluruhan dengan pendekatan kualitatif dengan teknik studi kasus yang

menetapkan kawasan sebagai kasus tunggal atau single case.

Perilaku/

Aktivitas

Tempat dan waktu

berlangsungnya aktivitas

Place Centered Mapping

Temuan penelitian

berhubungan dengan

eksistensi berdasar

tempat aktivitas

Jenis aktivitas

Page 99: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

94

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan penelitian meliputi empat wilayah kelurahan yaitu wilayah

Kelurahan Talise, wilayah Kelurahan Besusu, wilayah Kelurahan Lere dan

wilayah Kelurahan Silae. Lokasi tersebut berada dalam dua Kecamatan Kota yaitu

Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat dibatasi sungai yang membelah

kota dari arah Selatan.

Kawasan Taman Ria (Kelurahan Silae)

Kawasan Taman Ria yang secara administratif masuk wilayah Kelurahan

Silae dalam proses pembentukannya terbilang tidak ada yang istimewa seperti

wilayah penelitian Talise, Besusu dan Lere. Terbentuknya kawasan ini berdasar

Undang – Undang No.5 tahun 1979, tentang Pemerintahan Desa / Kelurahan yang

ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun 1980 dan

Peraturan Daerah Tingkat I Sulawesi Tangah No.8 Tahun 1981 sampai dengan

1983.

Masyarakat di Kelurahan Silae seperti dengan kawasan lainnya di lokasi

penelitian di dominasi suku asli Kaili. Namun beberapa suku pendatang juga

mewarnai sebab di lokasi terdapat kawasan PERUMNAS. Populasi permukiman

padat hanya terdapat di kawasan tersebut. Mata pencaharian masyarakat Silae

cukup bervariasi yang terdiri dari petani sekitar 138 orang, nelayan sekitar 45

orang, PNS sekitar 980 orang, pedagang sekitar 372 orang, dan profesi lainnya

seperti tukang batu, tukang kayu, buruh bangunan, tukang gali batu, tukang ojek,

tukang becak sekitar 10 orang, sementara usaha produktif yang ada seperti

perbengkelan berjumlah 10 buah, kios berjumlah 33 buah, salon 3 buah, dan usaha

pembuatan batu bata berjumlah 6 buah (Profil Kelurahan Silae 2008).

Pertumbuhan kawasan tepi pantai di Keluraha Silae dan Tipo tergolong

sangat cepat kondisi ini di dukung view yang sangat menarik khususnya ke arah

Teluk dan Kota Palu. Beberapa investor telah membangun fasilitas wisata di

kawasan ruko sebagai tempat usaha. Kemudahan akses pembangunan JLPTP,

menjadi daya tarik sehingga pertumbuhan tepian pantai semakin pesat, baik

bangunan bersifat formal maupun nonformal.

Kawasan yang dulunya merupakan kawasan nelayan dan rekreasi

berenang dan taman bermain untuk anak kini semakin sempit akibat klaim ruang

Page 100: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

95

oleh investor dan PKL. Kondisi tersebut terjadi bukan hanya pada ruang darat

tetapi juga pada ruang laut. Sehingga ruang parkir perahu semakin sempit dan area

tempat rekreasi berupa renang juga semakin tersingkirkan keberadaan PKL di

sepanjang Pantai.

Kawasan Kampung Lere (Kelurahan Lere)

Pada awalnya Lere bernama desa Panggona, di masa pemerintahan Belanda

Panggona kemudian diubah menjadi Lalere. Kondisi geografi wilayah Lere yang

terletak disepanjang pantai mempengaruhi, di mana terdapat banyak tanaman

Lalere (Bahasa Indonesia berarti daun Katang-katang atau Batata Pantai), hingga

sekarang dikenal dengan nama Lere.

Lere merupakan daerah pusat pemerintahan kota Palu pada masa Prakarsa

Magau Palu Jodjokodi pada tahun 1982, kemudian diteruskan oleh keturunan

Magau Palu ke seluruh penjuru Kabupaten Donggala, sebagai Magau/Raja yang

mempunyai kekuasaan mutlak pada saat itu. Sehingga Kampung Lere menjadi

Kota Lama dengan sejarah yang terus dikenang oleh masyarakat Palu.

Masyarakat kelurahan Lere, dominan dengan suku To Kaili atau orang Kaili

asli serta beberapa pendatang dari Bugis dan Jawa berbaur lewat pernikahan

dengan masyarakat setempat. Walaupun terdiri dari berbagai macam suku,

masyarakat kelurahan Lere masih memiliki semangat gotong royong serta

kekeluargaan.

Walaupun telah banyak pengaruh kebudayaan luar, masyarakat kelurahan

Lere masih tetap mempertahankan kebudayaan asli mereka seperti dalam

pelaksanaan upacara-upacara adat. Adapun acara-acara yang sering diadakan di

Kampung Lere yang masih sangat kental dengan budaya / adat yang berlaku

misalnya adalah acara besar keluarga, diantaranya; Acara Pernikahan (Poboti),

Acara Potong rambut anak (Akeka Nongana), Acara Pengkhataman Al-Quran

(Nopatama), Khitanan / Sunatan (Pokeso), serta sebuah acara kebudayaan yang

sangat-sangat jarang dilakukan oleh masyarakat tanah Kaili, yakni Upacara Balia

(Upacara Tolak Bala). Sedangkan dari segi kesenian antara lain Pamonte, Raego.

Alat kesenian yang biasa digunakan sebagai pengiring yaitu gendang, suling dan

gong.

Page 101: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

96

Tingkat perekonomian masyarakat di kelurahan Lere tergolong tingkat

menengah ke bawah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat di

kelurahan Lere, dimana masyarakat yang bermukim di pesisir pantai bekerja

sebagai nelayan yang masih menggunakan alat-alat tradisional untuk mencari

ikan. Kondisi ini berlangsung secara turun temurun yang merupakan warisan dari

nenek moyang To Kaili Kampung Lere

Kegiatan ekonomi lainnya guna menunjang pendapatan yang dilakukan

secara sampingan dan musiman, seperti mencari Nener dan bertambak udang serta

tambak ikan. Sementara sebagian lainnya membuka usaha sampingan dengan

dagang makanan, warung makanan, mendirikan kios seadanya dalam upaya

menambah penghasilan. Beberapa diantaranya mempunyai pekerjaan tetap

sebagai pegawai negeri/swasata.

Kawasan yang berada di pusat kota dan sekaligus pengembangan wisata

teluk, diintervensi perkembangan kota dan pertumbuhan bisnis kawasan tepi teluk

dengan adanya koneksitas akses. Pesona alami yang ditawarkan sebagai kawasan

kampung tua dengan panorama eksotik, mengundang para pemodal untuk

berinvestasi seperti pandiriang hotel, karaoke, kafe dan resto beserta fasilitasnya

penunjangnya.

Perubahan fungsi ruang kawasan juga berpengaruh pada arsitektur rumah

yaitu dari konstruksi kayu menjadi kontruksi beton. Kondisi tersebut mewarnai

ruang dan pola berkehidupan kawasan.

Struktur kelembagaan masyarakat di kelurahan Lere masih mengenal sistem

kekerabatan seperti istilah To Tua untuk orang yang dituakan. Biasanya orang

tersebut dari golongan yang berpengaruh (turunan raja) dan keberadaannya sangat

di hargai oleh masyarakat setempat yang ditandai dengan masih adanya nuansa

kerajaan dari rumah adat Souraja (rumah raja) di kawasan.

Kegiatan investasi oleh pemodal mempersempit ruang kampung,

pembangunan Tanggul, akses JLPTP dan jembatan penghubung kawasan Palu

Timur dan Palu Barat memaju pertumbuhan/perkembangan kawasan.

Kecenderungan mengganti rumah tradisional menjadi rumah dengan konstruksi

beton berkembang sehingga populasi rumah tradisional semakin berkurang.

Program-program pembangunan fisik kawasan seperti drainase tidak mampu

Page 102: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

97

menyelesaikan permasalahan kawasan. Kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya kebersihan pantai dan lingkungan yang masih kurang.

Kawasan Besusu Barat (Kelurahan Besusu)

Kelurahan Besusu Barat terbentuk berdasarkan Undang-Undang tahun 1979

tentang Pemerintahan Daerah/Kelurahan, ditindak lanjuti dengan Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1980 dan Peraturan Daerah Tingkat I Sulawesi

Tengah No. 8 Tahun 1980.

Kawasan termasuk dalam potensi pengembangan perdagangan karena

berada pada pusat kota, terhitung pada tahun 2007, jumlah warung 58 dan

toko/kios sebanyak 264 terdiri atas bangunan permanen dan non permanen. Selain

Kegiatan PKL kawasan juga biasa digunakan sebagai area pentas seni, lomba-

lomba, serta pelaksanaan upacara adat selamatan serta interaksi sosial.

Pembangunan Jalan Lingkar JLPTP oleh pemerintah menyebabkan

masyarakat nelayan kehilangan tempat menambatkan/parkir perahu. Aktivitas

PKL yang menguasai tepian pantai membawa masalah terhadap kebersihan

kawasan sebab sampah yang dihasilkan dibiarkan di lokasi. Sementara sebagian

kawasan pinggir jalan yang dulunya sebagai area pemukiman kini di intervensi

bangunan-bangunan komersial seperti toko dan warung.

Kawasan Kampung Nelayan/Penggaraman (Kelurahan Talise)

Kawasan Kampung Nelayan secara administratif terletak di Kelurahan

Talise. Pada awalnya Talise lebih dikenal dengan nama Kalantaro berada dibawah

Pemerintahan Kampung Besusu. Sekitar tahun 1920-an kalantaro berdiri sendiri

dan berubah nama menjadi Talise diambil dari sebuah pohon ketapang besar yang

dalam bahasa Kaili Talise berarti Ketapang.

Pada Tahun 1920-an itulah mulai terbentuk kampung Talise yang dikepalai

oleh seorang Kepala kampung. Pada tahun 1970-an Kampung Talise berubah

menjadi Desa Talise dibawah Pemerintahan Kepala Desa. Kelurahan Talise baru

terbentuk pada Tahun 1990-an yang dipimpin oleh seorang Lurah dibawah

Pemerintahan Kota

Masyarakat Kelurahan Talise didominasi oleh suku Kaili sebagai penduduk

asli yang turun temurun menempati kawasan. Terdapat juga suku pendatang

Page 103: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

98

diantaranya dari Sulawesi Selatan (Suku Bugis/Makassar, Toraja) dan Jawa.

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu laki- laki 8.068 jiwa,

perempuan 8.244 jiwa, menurut golongan usia.

Pembangunan jalan lingkar dalam, tanggul penahan ombak, dan perumahan

petani garam oleh pemerintah Kota Palu dan Propinsi, disamping itu terdapat pula

kegiatan pengembang swasta di bidang perumahan, pertokoan dan resto.

Untuk kelompok dalam kegiatan ekonomi terdapat kelompok kegiatan

ekonomi Petani Garam, kelompok Nelayan Talise dan Persatuan Jagung Bakar

Talise (PEJABAT) yang meliputi sebagian wilayah Kelurahan Besusu Barat.

Terjadi konflik antara penggunaan ruang di kawasan seperti kegiatan

nelayan, kegiatan rekreasi, kegiatan resto, serta PKL. Ruang parkir nelayan yang

semakin sempit, sebagian kawasan penggaraman dibangun industri dan pertokoan,

kegiatan resto terhadap klaim ruang laut sebagai area privat serta kegiatan PKL

yang tidak terkontrol.

Identifikasi Eksistensi Aktivitas Kawasan

Sejak pengoperasian Jalan Lingkar JLPTP yang mengitari tepian teluk

Palu pada tahun 2006, pertumbuhan aktivitas dilokasi tumbuh semakin beragam.

Perilaku keruangan pada setiap spot kawasan penelitian dalam kurung waktu 24

jam memperlihatkan dinamika pemanfaatan. Secara umum kawasan dapat

dibedakan menjadi dua yaitu pertama, ruang dengan nuansa tradisional dalam

artian masih dikelolah secara tradisional seperti ruang nelayan dan petani garam.

Aktivitas kawasan cenderung berlansung monoton. Kedua, ruang yang

berkembang mengakomodasi aktivitas bersantai,berlibur (berwisata). Ruang ini

mengakomodasi variasi aktivitas mulai dari sekedar duduk, minum, makan,

berkumpul, berjualan, menikmati pemandangan dan bahkan menginap. Kelompok

ruang ini lebih bersifat atraktif dan dinamik.

Fasilitas Wisata (resto)

Page 104: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

99

Sumber : Survey 2012

Gambar 3. Kelompok Aktivitas dan Lokasi Berlangsungnya Aktivitas

Perkembangan kawasan membawa konsekwensi terhadap interaksi perilaku

keruangan. Kolaborasi antara aktivitas perilaku yang kental dengan tradisi dengan

aktivitas berwisata menjadi menarik. Kondisi ini disebabkan adanya interaksi

keruangan dan perilaku dalam lokasi yang sama. Oleh karena itu perlu pemetaan

macam aktivitas, lokasi serta waktu berlangsungnya guna memudahkan

identifikasi yang mengarah pada tujuan penelitian. Berdasar maksud tersebut

maka berikut ini dipetakan macam aktivitas di lokasi yang kemudian

dikelompokkan dalam tabel yang menunjukkan aktivitas, media aktivitas, lokasi,

jenis kegiatan serta waktu berlangsungnya aktivitas.

A

B

CC

D

E

F

G

H

0.00m 600m 1200m 1800m 2400m 3000m 3600m 4200m

600m

1200m

1800m

2400m

3000m

KawasanKampung

Nelayan

Kawasan Kampung Lere

Kawasan BesusuBarat

Kawasan

Taman Ria

meter

skala

S

N

50

10025

Aktivitas Nelayan

Aktivitas Petani Garam

Aktivitas Pelaku Wisata

KETERANGAN :

Page 105: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

100

Sumber : Survey 2012

Gambar 4. Kelompok Pelaku Aktivitas Kawasan

Durasi waktu kelompok aktivitas pada lokasi menunjukkan adanya

kesamaan waktu dan tempat berlangsungnya. Kondisi ini menunjukkan secara

ekplisit bahwa kemungkinan ada interaksi antara aktivitas keruangan baik itu yang

bersifat sinergi maupun yang menimbulkan pertentangan (konflik) terhadap

keberadaan JLPTP. Guna menelaah lebih lanjut aktivitas keruangan yang

berlangsung maka dilakukan pengelompokan aktivitas yang saling berhubungan

atau menyatu dengan kelompok lainnya. Sebab secara umum setting keruangan

kawasan menunjukkan adanya kelompok yang mendominasi. Sementara perilaku

keruangan lainnya menjadi penunjang eksistensi pola dan keruangan yang

diekspresikan dalam macam bentuk aktivitas.

Berdasarkan peta perilaku yang dilakukan ditemukan berbagai aktivitas

pengguna ruang kawasan , melakukan aktivitas dalam kurun waktu masing-

masing sesuai dengan aktivitas kelompok. Terdapat tiga kelompok utama apabila

Page 106: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

101

keseluruhan aktivitas dibagi berdasar pola perilaku terhadap pemanfaatan ruang

kawasan.

Analisis berdasar gambar kemudian dikelompokkan berdasarkan hubungan

memberikan informasi tentang keberadaan/eksistensi ruang-ruang kawasan pasca

pembangunan Jalan Lingkar Pantai Teluk Palu (JLPTP) masih tetap eksis. Bahkan

berdasar analisis keberadaan JLPTP ikut menambah pertumbuhan aktivitas

kawasan serta pendapatan sebagai imbas dari kunjungan dan kemudahan akses.

Ruang berbasis lokalitas yang terbentuk jauh sebelum perencanaan ataupun

pembangunan kawasan, seperti kawasan penggaraman dan kampung Lere tetap

eksis dan melakukan aktivitas keseharian sebagaimana biasanya. Walau beberapa

perubahan struktur ruang kemudian terjadi seperti reorientasi pada akses serta

adanya perubahan pencapaian akses nelayan pada ruang laut dalam konsep ruang

Nakappali (Bakri, 2011).

KESIMPULAN

Penelitian mengungkapkan bahwa pasca pembangunan JLPTP pada tepian

teluk Palu yang diorientasikan untuk pengembangan kawasan wisata teluk dan

kemudahan akses tidak kemudian mengusik keberadaan ruang komunitas/aktivitas

kawasan. Terjadi reorientasi ruang kawasan yang langsung mengakses pada jalan

ditepian teluk. Keberadaan JLTP ikut mengenerik eksistensi aktivitas meruang

dikawasan.

Terdapat tiga kelompok utama yang memperlihatkan eksistensi aktivitas

pada ruang kawasan antara lain ruang aktivitas wisata meliputi aktivitas

pembangunan penunjang wisata, hotel, restoran dan ruang penunjang untuk

menikmati aktivitas berwisata seperti kuliner, berenang, selancar, menyelam atau

hanya sekedar menikmati pemandangan teluk. Sementara duan ruang aktivitas

yang memperlihatkan eksistensinya adalah ruang aktivitas tambak garam dan

ruang aktivitas nelayan.

Sehingga untuk tindak lanjut dari penelitian ini perlu dikaji lebih mendalam

mengenai strategi-strategi perencanaan yang konprehensif terhadap eksitensi

ruang kawasan. Lanjutan penelitian diharapkan menemukan formula yang dapat

mengitegrasikan pelaksanaan pembangunan terhadap eksistensi aktivitas ruang

kawasan

Page 107: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

102

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, C. 2007. Rethinking Technology: A Reader in Architectural Theory,

Christopher Alexander-The Selfconscious Proces, New York: Routledge p.

2007.

Bakri, M. 2011. Local Wisdom ― To Kaili‖ in The Utilization of Coastal Area.

Makassar, Indonesia.

Bakri, M. 2012. "Pasompoa" Layover Space in the Spatial Structure Of

Fisherman in Teluk Palu Concept Of Spatial The Fisherman ’ S Teluk

Palu pp. 425–432.

Brower, S. N. 1980. Human Behavior and Enviromen Advances in Theory and

Research, Theory in Urban Setting. Empironment and Culture, 4, 179–

207.

Haryadi & B.Setiawan, 1996., Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Gajah Mada

Press

Michael J. Hatton, 1999., Community Base Tourism In The Asia Pacific., Apec

publication The Scool of Media Studies of Humber Collage, Toronto

Canada

Tschumi, B. 1994. Event - Cities (Praxis). New York: MIT Press

Page 108: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

103

MENGATASI RUTTING SUBGRADE MELALUI PENINGKATAN

KUALITAS SUBBASE MENGGUNAKAN MATERIAL LOLIOGE

Syamsul Arifin1, Mary Selintung

2, Lawalenna Samang

3, Tri Harianto

4

1 Universitas Tadulako

2 Universitas Hasanuddin

3 Universitas Hasanuddin

4 Universitas Hasanuddin

Email: [email protected]

ABSTRAK

Modus kerusakan deformasi permanen (rutting) pada konstruksi jalan lentur

merupakan persoalan yang dominan terjadi, ditandai bekas roda kendaraan

khususnya di daerah dimana gaya rem yang besar sering terjadi. Menurut M.

Khabiri, (2010) bahwa rutting dengan kedalaman tertentu bisa dialami oleh setiap

lapis perkerasan lentur (lapis permukaan, base, subbase, dan subgrade), yaitu pada

saat stress lebih besar dari strength (bearing capacity) pada lapis tersebut. Artinya

kemampuan konstruksi jalan menahan terjadinya rutting tergantung pada

kemampuan individu setiap lapis perkerasan (Dormon, 1962). Perlindungan

terhadap bahaya stress juga didapat dari strength lapis subbase yang ada di

atasnya (M.Khabiri, 2010). Semakin tinggi kualitas material subbase semakin

besar perlindungan yang diberikan ke subgrade sehingga rutting sulit terjadi.

Salah satu metode untuk meningkatkan kualitas material subbase adalah dengan

menambahkan zat aditif seperti semen, aspal, kapur dan sebagainya (Tensar,

1998). Tujuan penelitian ini adalah mengupayakan konstruksi jalan lentur yang

dibangun di Indonesia tercegah dari kerusakan rutting di atas subgrade dengan

cara meningkatkan kualitas material subbase yang ada di atasnya. Hasil penelitian

yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan kemampuan memikul gaya tekan

vertikal subgrade, melalui pengujian Unconfined Compressive Strength.

Berdasarkan nilai strength subgrade tersebut dan dengan bantuan Kenlayer

Software Program dan model matematika yang dikembangkan oleh Morton

(2004), akan diketahui jumlah repetisi beban yang dapat dipikul oleh konstruksi

jalan.

Kata Kunci: Rutting, Deformasi Permanen, Repetisi beban, Perkerasan Lentur

PENDAHULUAN

Rutting dengan kedalaman tertentu (rutting depth), bisa saja dialami oleh

setiap lapis perkerasan lentur, yaitu pada saat stress (load passages, atau external

forces) lebih besar dari strengh (bearing capacity) material (Khabiri, M, 2010).

Salah satu tugas penting lapis subbase saat beban lalu lintas bekerja adalah

mengurangi compressive strain atau penurunan permukaan akibat gaya tekan di

9

Page 109: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

104

atas subgrade. Gaya tekan ini disinyalir penyebab utama rutting di permukaan

tanah dasar dimana semua lapis konstruksi jalan ditempatkan di atasnya. Telah

menjadi pemahaman umum selama bertahun-tahun untuk mengaitkan deformasi

permanen dengan vertical strain yang begitu besar pada bagian atas permukaan

subgrade. (NCHRP, 2004).

Gambar 1. Deformasi Plastis pada Lapis Permukaan dan Subgrade

Dari keterangan di atas difahami bahwa rutting terjadi jika kualitas

individual material konstruksi jalan tidak memenuhi syarat spesifikasi. Olehnya

itu pemilihan quarry dengan kualitas individual material yang tinggi akan

membantu mencegah terjadinya rutting. Dari latar belakang ini, telah dilakukan

pengujian pendahuluan terhadap material yang diambil dari beberapa quarry

berbeda, yaitu; Sungai Suluri, Desa Walatana Kecamatan Dolo Selatan, Sungai

Wuno, Desa Tulo Kecamatan Dolo, Sungai Matampondo Kecamatan Palu Timur,

dan Sungai Lolioge, Kelurahan Watusampu, Kecamatan Palu Barat, guna memilih

material dengan kualitas terbaik.

Perencanaan konstruksi jalan lentur (Flexible Pavement) memiliki standar

layanan tertentu yang dapat berupa prediksi waktu (umumnya tahun) berapa lama

konstruksi tersebut diharapkan dapat memberi layanan (design life atau life time)

kepada pengguna jalan. Standar layanan juga dapat dalam bentuk prediksi jumlah

Page 110: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

105

repetisi beban (Cumulative load repetition), misalnya berapa juta kali lintasan

kendaraan dengan standar beban tertentu sebelum rutting atau kerusakan bentuk

lain mulai terjadi. Dengan demikian, dapat difahami bahwa material subbase

dengan kualitas yang baik akan memberi kontsribusi positif pada peningkatan

kualitas subgrade, yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan konstruksi jalan

secara keseluruhan. Target khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui sejauh mana peningkatan vertical compressive strength dan

modulus elastisitas subbase pasca stabilisasi dengan kapur, serta efeknya terhadap

strain subgrade dan prediksi peningkatan repetisi beban yang dapat dilayankan

oleh konstruksi jalan (accumulative of load repetition number) secara

keseluruhan. Dengan stabilisasi ini pula diharapkan akan terjadi peningkatan

vertical compressive strength pada permukaan subgrade. Perubahan ini akan

diketahui melalui pengujian Unconfined Compressive Strength. Berdasarkan nilai

strength subgrade tersebut, dengan bantuan Kenlayer Software Program dan

model matematika yang dikembangkan oleh Morton (2004), akan diketahui

jumlah repetisi beban yang dapat dipikul oleh konstruksi jalan.

TINJAUAN PUSTAKA

Deformasi Permanen (Rutting)

Deformasi Plastis adalah jenis kerusakan utama yang ditemui pada

konstruksi perkerasan jalan lentur, khususnya saat temperatur udara meninggi.

Kerusakan jenis ini disebabkan oleh akumulasi deformasi permanen pada seluruh

lapis perkerasan akibat repetisi beban lalu lintas. Lebar dan kedalaman rutting

umumnya disebabkan oleh sifat – sifat struktural lapis perkerasan (termasuk

ketebalan dan kualitas material), beban lalu lintas dan kondisi lingkungan

(L.A.Khateeb et al, 2011). Agregat memainkan performa penting pada campuran

beraspal. Jumlah mineral agregat dalam campuran umumnya berkisar 90 hingga

95% berdasarkan berat dan sekitar 75 hingga 85 persen berdasarkan volume

campuran. Agregat diharapkan menyiapkan batu skeleton yang kuat agar bisa

menahan repetisi beban kendaraan. Saat sekumpulan agregat terbebani oleh gaya

yang cukup besar, maka akan terjadi suatu bidang yang mengalami gaya shear

sebagai akibat adanya partikel agregat yang tergelincir atau bergeser satu sama

lain. Kejadian ini menghasilkan apa yang disebut dengan deformasi permanen

Page 111: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

106

pada konstruksi jalan beraspal. Disepanjang bidang ini shear stress yang bekerja

melabihi shear strength campuran beraspal.

Dormon (1962) adalah peneliti pertama yang mengemukakan kriteria desain

klasik dan compressive strain pada subgrade yang muncul saat temperatur

meninggi. Hal yang istimewa pada kriteria ini adalah dipertahankannya dasar teori

desain mekanis. Ia juga mengemukakan obseravasi penting lainnya, yaitu adanya

kenyataan bahwa hampir seluruh konstruksi jalan beraspal mengalami sejumlah

deformasi permanen setelah setiap aplikasi beban

Gambar 2. Strains akibat repetisi beban

(Dormon, 1962)

Gambar 2 memperlihatkan bagaimana sejumlah penurunan (strain) terjadi

akibat repetisi beban pada material yang selalu berganti setiap saat. Pada awalnya,

material memperlihatkan peningkatan jumlah deformasi permanen (akumulasi

plastic strain). Namun demikian, saat jumlah beban meningkat, akumulasi plastic

strain material cendrung menjadi elastic (recoverable strain). Penomena ini

umumnya terjadi setelah 100 hingga 200 aplikasi beban.

Penggunaan vertical compressive strain untuk mengontrol deformasi

permanen didasarkan kenyataan bahwa plastic strain proporsional terhadap elastic

strain pada material konstruksi jalan. Jadi, dengan mengurangi elastic strain pada

subgrade, elastic strain pada komponen lainnya di atas permukaan subgrade akan

dapat dikontrol. Olehnya itu terjadinya deformasi permanen pada permukaan

lapisan beraspal akan juga dapat dikontrol (Huang, 2004). Research yang

dilakukan Eliot dan Thomson menyimpulkan bahwa shear strength dan kuantitas

rutting tergantung pada granular materials dan material subbase. Dengan

demikian untuk menentukan deformasi permanen material subbase digunakan

Page 112: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

107

parameter yang didapat dari unconfined compressive strength (UCS) berdasarkan

Metode AASHTO-24 (Little, 1999 & Mallela et al, 2004).

Gambar 3. Alat Uji UCS

Dimungkinkan untuk menggunakan ―Software Kenlayer‖ untuk

menentukan nilai compressive strain pada subgrade soil (Daba, 2006). Software

ini telah digunakan oleh peneliti sebelumnya dengan mempertimbangkan

validitasnya dalam pemeriksaan pavement pada kondisi yang berbeda.

Untuk menentukan modulus elastisitas lapis subbase dengan

mempertimbangkan hasil pengujian compressive strength-nya, digunakan rumus-1

di bawah dengan memperbandingkan nilainya dengan compressive strength

material, yaitu sebesar; (SPO, 2007)

Eeq = 550 x fme ………………….. (1)

Dimana:

Eeq = Modulus elastisitas equivalen material (Kg/cm2)

fme = Compressive strength material (Kg/cm2)

Untuk menentukan efek stabilisasi material subbase terhadap strength yang

dihasilkan, akan digunakan EDF (Equivalent Damage Factor), hal mana dapat

dihitung menggunakan rumus-2 (Morton, 2004).

dimana:

NCC = Jumlah repetisi beban yang diijinkan untuk kondisi material subbase

NCD = Jumlah repetisi untuk beban yang diijinkan pada kondisi standar.

Page 113: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

108

EDFC = Equivalent damage factor.

Untuk menghitung jumlah repetisi beban pada kondisi berbeda di lapis

subbase digunakan rumus-3 berikut;

ECX = Compressive strain pada kondisi lapis subbase

Bahan Penstabilisasi Kapur

Menurut Wesley, L.D, (1987), bahwa kapur untuk bahan stabilitas diperoleh

dari hasil pembakaran batu kapur alam (limestone) yang mengandung Calcium

Carbonate (CaCO3) sampai Carbon Dioxide (CO2) yang dikandungnya hilang.

Calcium Oxide (CaO) hasil pembakaran ini dikenal sebagai ―Quick Lime‖

kemudian diberi air dengan segera untuk membentuk Hydrated Lime berupa

Calcium Hydoixide (Ca(OH)2) yang lebih dikenal sebagai ―Slaked Lime‖ berupa

bubuk yang halus. Slaked Lime lebih banyak digunakan untuk keperluan

stabilisasi dari pada Quick Lime karena ia merusak peralatan dan dapat membakar

kulit pekerja. Menurutnya, stabilisasi adalah proses alami atau buatan untuk

membuat tanah lebih kuat dan tahan terhadap perubahan bentuk, perubahan

struktur, perpindahan dan pergeseran yang diakibatkan oleh beban ataupun oleh

perubahan kondisi alam sekitar. Ia menuliskan bahwa, secara garis besar,

stabilisasi dengan kapur akan meningkatkan kekuatan dan kekakuan material

berbutir halus. Bahkan menurutnya, kapur terkadang digunakan untuk

meningkatkan sifat-sifat teknis fraksi halus dari tanah granular.

METODE PENELITIAN

Suchman, E.A (1967) dalam Nasir, M (1999), menyatakan bahwa desain

penelitian adalah ‗semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan

pelaksanaan penelitian‘.

Desain percobaan adalah step – step atau langkah yang utuh dan berurutan

yang dibuat lebih dahulu, sehingga keterangan yang ingin diperoleh dari

percobaan akan mempunyai hubungan yang nyata dengan masalah penelitian.

Akan halnya pengertian metode penelitian dapat dicermati dari uraian Nasir, M,

Page 114: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

109

(1999) bahwa: ―Jika kita membicarakan bagaimana secara berurut suatu penelitian

dilakukan, yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian

dilakukan, maka itu adalah metode penelitian‖.

Gambar 4. Bagan Alur Penelitian

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah

operasionalisasi dari desain penelitian yang lebih bersifat detail, dengan

Studi Pustaka

Pengambilan Material pada 4 quarry; S.Suluri,

S.Wuno, S.Matampondo, dan S.& G. Lolioge

Rumusan

Masalah

Mix Design Campuran, Menggunakan Material

dari Quarry Terbaik

Pemeriksaan Pendahuluan Agregat Untuk Seleksi

Kualitas Terbaik; pengujian berat jenis, penyerapan,

dan abrasi

Lapis Permukaan,

Pemerisaan Aspal,

Pembuatan Gradasi

Campuran Beraspal,Uji

Pemadatan, Uji Marshall,

Penentuan Volumetrik,

Penentuan KAO, Modulus

Elastisitas, Poisson Ratio

Lapis Base,

uji pendahuluan, Uji

Pemadatan, Uji CBR,

Unconfined

Compressive Strength

Test, Modulus

Elastisitas, Poisson

Ratio

Lapis Subbase,

Analisa Saringan,

Batas Atterberg,

Stabilisasi Kapur, uji

Pemadatan, Uji

CBR, Modulus

Elastisitas, Poisson

Ratio

Subgrade,

Analisa Saringan,

AnalisaHidrome ter,

Batas-batas Atterberg,

Uji Pemadatan, Uji

CBR, Modulus

Elastisitas, Poisson

Ratio

Pengumpulan Data

Analisa Data

Kesimpulan dan Rekomendasi

Software Kenlayer, Modulus Elastisitas, Tebal Setiap

lapis, & Poisson Ratio

Subgrade Strain (Rutting Depth) &

Load Repetition Number

Page 115: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

110

menyebutkan alat apa dan prosedur bagaimana setiap item dari langkah kerja

dilakukan. Mengacu pada pemahaman tersebut, desain penelitian didesain seperti

pada Figur-4. Dari bagan penelitian terlihat bahwa penelitian ini dimulai dari

―rumusan masalah‖, diakhiri dengan kesimpulan dan rekomendasi. Bagian bagan

berwarna biru adalah seluruh aktifitas yang merupakan bagian intergral penelitian

yang akan dilakukan dalam rangka mencapai gelar doktor di Fakultas Teknik,

Program Studi S3, Universitas Hasanuddin.

Menurut Nasir, M. (1999), bahwa pengumpulan data tidak lain adalah suatu

proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data

merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada

umumnya, data yang dikumpulkan, digunakan, kecuali untuk penelitian

eksploratif, untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan.

Tabel-1, Spesifikasi Subbase

ASTM-D 2940

No. % Lolos Toleransi

2 ― 100

1 ½ ‖ 90-100 ± 5

No.4 30-60 ± 10

No.200 0 - 12 ± 5

Tabel-2, Perhitungan Berat Tertahan Pada Setiap Nomor Saringan

Saringan

No.

Bukaan

(mm)

Spesifikasi Gradasi % Lolos

(nilai

tengah)

%

tertahan

Berat

Tertahan

(gram) Min Max

2 ― 50.8 100 100 100 0 0

1 ½ ‖ 37.5 90 100 95 5 250

No.4 4.75 30 60 45 50 2500

No.200 0.075 0 12 6 45 2250

5000

Pengumpulan data akan dilakukan dengan ‗Metode Pengamatan Langsung‘,

yaitu dengan pencatatan secara sistematis data – data yang dihasilkan dari seluruh

rangkaian pengujian, sambil mengontrol validitas dan reabilitas data yang

dikumpulkan. Khusus untuk data gradasi, diawali dengan pembuatan tabel untuk

setiap jenis diameter butiran yang diperiksa.

Skenario penelitian dalam rangka mengetahui rutting resistance material

subbase yang telah distabilisasi diawali dengan menyajikan prosentase masing –

Page 116: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

111

masing material yang dicampur. Analisa saringan material subbase akan

dilakukan menggunakan standar ASTM-D 2940, gradasi ideal.

Setelah berat material pada setiap nomor saringan diketahui, selanjutnya

membuat benda uji yg beratnya 5000 gram (atau sesuai berat yg diatur pada

modified compaction method) dengan variasi kadar kapur 0, 2, 4, 6 dan 8%

terhadap berat material subbase.

Tabel-3. Prosentase Setiap Material Untuk Stabilisasi.

Jenis Material Prosentase setiap Material Berat untuk kebutuhan

benda uji (Kg)

Subbase 100 5

Kapur 2 0,1

Air 15 0,75

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa untuk mengetahui efeknya

terhadap strength material lapis subbase, maka dalam penelitian ini direncanakan

untuk mengaplikasi beberapa variasi prosentase kapur (0, 2, 4, 6, dan 8%) dan

juga variasi grading size kapur yaitu tertahan saringan # 100 (0,0375 mm) dan

lolos saringan # 200 (0,075 mm). Dalam hal ini berat material subbase dibuat

konstan. Benda uji akan dibuat dengan ukuran 30×30×30 cm3, dan akan dibiarkan

selama 7 hari pada ruangan lembab.

Batas

Atas Batas

Bawah Grada

si

Ideal

Gambar 5. Dimensi Benda Uji

30 x 30 x 30 cm, dan

Gambaran kondisinya

setelah curing 7 hari.

Gambar 6. Gradasi Material Subbase dan

perbandingannya Dengan

Gradasi Standar Khabiri.M,

(2010)

Page 117: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

112

Tabel-4. Penentuan Compressive Strength Campuran Subbase

Prosentase Kapur Ukuran Butiran Kapur Compressive Strength

Campuran (Kg)

0

Tertahan Saringan # 100

(0,0375 mm)

2

4

6

8

0

Filler, Lolos Saringan #

200

(0,075 mm)

2

4

6

8

Setelah mengetahui nilai compressive strength subbase, selanjutnya

menghitung besarnya modulus elastisitas menggunakan persamaan-1. Hasilnya

akan disajikan seperti pada Tabel-5.

Menentukan subgrade strength capacity dengan menggunakan Program

Software Kenlayer. Model fisik perkerasan di desain dengan ketebalan masing –

masing; 7,5 cm untuk lapis permukaan, 15 cm untuk lapis base, 30 cm untuk

lapis subbase, dan tanah dasar subgrade.

Table 5. Nilai Modulus Elastisitas Lapis Perkerasan

Jenis Lapis

Perkerasan

Tebal Lapis

(cm) Poisson’s Ratio

Modulus Elastisitas

(kg/cm2)

Surface (Asphalt) 7,5 0,35 (contoh saja)

Base (Granular) 15 0,45

Subbase (Stabilized) 30 0,25

Subgrade (soil) - 0,45

Page 118: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

113

Menurut Daba (2006), bahwa untuk menentukan nilai compressive strain

subgrade soil digunakan Software Kenlayer.

Dari uraian di atas, secara umum peta penelitian yang akan dilakukan pasca

studi pendahuluan digambarkan secara skematik seperti pada gambar 8.

Table-6. Penentuan compressive strain subgrade menggunakan software Kenlayer

Ukuran Butiran

Kapur Persen Kapur

Modulus Elastisitas

(kg/cm2)

Subgrade Strain

(Micro Strain)

Tertahan saringan

# 100

(0,0375 mm)

0

Telah diketahui

sebelumnya

2

4

6

8

Filler, Lolos

saringan # 200

(0,075 mm)

0

2

4

6

8

7,5 cm

15 cm

30 cm

Gambar 7. Model Fisik

Lapis Perkerasan Lentur

dengan Ketebalan Masing –

Masing lapis yang akan

diinput ke Kenlayer

Software

Gambar 8. Peta Penelitian

Unconfined Compressive Strength Test

Compressive Strength

Modulus Elasticity

Parameter: Modulus Elasticity,

Layer Thicknesses, Poisson’s Ratio

Subgrade Strain (Rutting

Depth)

Repetion Numbers

Uji

Laboratorium

Model

Matematis

Kenlayer

Software

Model

Matematis

Page 119: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

114

Pada bagian akhir, Load Repetition Capacity konstruksi jalan dihitung

menggunakan persamaan-3. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabel berikut;

Table 7. Akumulasi Repetisi Beban yang Dilayani oleh Konstruksi Jalan

Persen Kapur Subgrade Strain

(Micro Strain)

Akumulasi Repetisi

Beban

0

Telah diketahui sebelumnya

2

4

6

8

0

2

4

6

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana diulas pada latar belakang, bahwa telah diadakan penelitian

pendahuluan di laboratorium terhadap material dari empat quarry berbeda. Jenis

pemeriksaan individual material yang dilakukan terdiri dari pengujian berat jenis,

penyerapan, dan abrasi, yang hasilnya disajikan pada Tabel-8. Terlihat bahwa

material Sungai/Gunung Lolioge memilki kualitas terbaik, ditandai berat jenis

yang paling besar, serta penyerapan dan abrasi paling kecil.

Tabel 8. Hasil Uji Pendahuluan Kualitas Individual Material Beberapa Quarry

No. Sumber Material Jenis

Agregat Berat Jenis

Penyerapan

(%) Abrasi (%)

1 Sungai Suluri Kasar 2.20 1.41

36.79 Halus 2.40 2.17

2 Sungai Wuno Kasar 2.41 0.96

35.58 Halus 2.47 1.57

3 Sungai

Matampondo

Kasar 2.62 0.86 35.86

Halus 2.63 0.88

4 Sungai/Gunung

Lolioge

Kasar 2.77 0.58 20.44

Halus 2.71 0.81

Mengapa kualitas material quarry Lolioge lebih baik dibandingkan material

quarry lainnya diharapkan akan lebih jelas terlhat dengan analisa detil permukaan

sel tiga dimesi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), serta analisa

komposisi unsur yang terkandung dalam material tersebut melalui pengujian EDS

(Energy Dispersive Spectroscopy).

Page 120: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

115

Tabel 9. Daya Dukung Material LPA Beberapa Quarry

No. Sumber Material CBR LPA (%)

1 Sungai Suluri 87.19

2 Sungai Wuno (Tulo) 88.51

3 Sungai Matampondo 90.26

4 Sungai/Gunung Lolioge 96.84

Telah dilakukan pengujian lanjutan terhadap material dari empat quarry di

atas, guna menentukan daya dukung terbesar jika digunakan sebagai LPA. Hasil

pengujiannya disajikan pada Tabel-9. Terlihat bahwa material Lolioge

menunjukkan daya dukung tertinggi dengan nilai CBR 96,84%.

Adapun uji UCS terhadap material subbase yang distabilisasi saat ini dalam

persiapan, dan diharapkan dalam bebrapa pekan kedepan hasilnya sudah dapat

dianalisis.

KESIMPULAN

Dari hasil uji UCS di laboratorium diharapkan akan jelas terlihat pengaruh

stabilisasi beberapa variasi kadar kapur dan variasi besar butiranya terhadap

kemampuan material subbase dalam menurunkan compressive strain pada

permukaan subgrade. Jika hal ini terbukti, berarti bahwa stabilisasi tersebut

berpotensi meningkatkan kapasitas subbase dalam mengatasi rutting pada

permukaan subgrade. Semakin tinggi performa subbase menahan rutting, semakin

besar pula harapan akan akumulasi repetisi beban yang dapat dilayani oleh

konstruksi jalan lentur secara keseluruhan.

Perbedaan nilai modulus elastisitas setiap lapis perkerasan lentur (lapis

permukaan, base, subbase dan subgrade) diperkirakan akan memberi efek

berbeda pada ketahanan konstruksi dalam menahan rutting dan jumlah repetisi

beban kendaraan yang bisa dilayani. Hal ini akan dibuktikan setelah membuat

model fisik konstruksi perkerasan yang dibebani dengan beban vertikal sebagai

Page 121: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

116

refresentasi beban kendaraan. Analisis akan dilakukan menggunakan bantuan

Software Kenlayer.

DAFTAR PUSTAKA

Daba S. Gedafa, (2006), Comparison of Flexible Pavement Performance Using

Kenlayer and HDM-4, Fall Student Conference Midwest Transportation

Consortium November 15, Ames, Iowa,pp .

Dormon, G.B, (1962). The Extension to Practice of a Fundamental Procedure for

the Design of Flexible Pavements. Ann Arbor, Mich., 1st International

Conference on the Structural Design of Asphalt Pavements, ISAP.

Huang, Y.H, (2003). Pavement Analysis and Design. 2nd

Edn, Prentice Hall,

Englewood Cliffs, New Jersey, USA., ISBN-10: 0131424734, pp: 792.

Khabiri.M, (2010), The Effect of Stabilized Subbase Containing Waste

Construction Materials on Reduction of Pavement Rutting Depth, Civil

Engineering group, Vali-Asr University, Rafsanjan, Iran, EJGE, Vol. 15,

Bund. L.

Khateeb, L.A, et al (2011), Rutting Prediction of Flexible Pavements Using Finite

Element Modeling, Jordan Journal of Civil Engineering, Volume 5, No. 2.

Kim, J.R, et al (1991), Rational Test Methods for predicting permanent

deformation in Asphalt Concrete pavement, Final Report, Civil & Mineral

Engineering Department University of Minnesota.

Little D. N., (1999), Evaluation of Structural Properties of Lime Stabilized Soils

and Aggregates, Volume 1: Summary of Findings Prepared for the

National Lime Association, pp 1-97.

Mallela J., Von Quintus H. and Smith K. (2004), Consideration of Lime-Stabilized

Layers in Mechanistic-Empirical Pavement Design, The National Lime

Association, Arlington, Virginia, pp 1-30.

Mochtar, I.S.B, (2004), Bahan Presentase pada ‖Seminar Nasional Tentang

Kerusakan Dini Konstruksi Jalan, Kelongsoran Lereng, dan Strategi

Penanganannya‖, Kerjasama Teknik Sipil ITS, Untad, dan Kimpraswil

Sulteng, Palu.

Morton, B.S, et al (2004), The Effect Of Axle Load Spectra And Tire Inflation

Pressures On Standard Pavement Design Methods, Proceedings Of The

8th Conference On Asphalt Pavements For Southern Africa

September,pp1-15.

Page 122: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

117

Nasir, M, (1999), ―Metode Penelitian‖, Ghalia Indonesia

NCHRP, (2004). Guide for Mechanistic-Empirical Design of New and

Rehabilitated Pavement Structures. Illinois, Urbana: National Cooperative

Highway Research Program, Transportation Research Board (TRB),

National Research Council. Final Document Appendix RR: "Finite

Element Procedures For Flexible Pavement Analysis".

SPO Specifications Providing Office, (2007), Guideline of support Un-Reinforced

Masonry Building against Earthquake, Technical Work Deputy,

Publishing Number 376, Tehran, 2007, pp12.

Tensar (1998), Chemical and Mechanical Stabilization of Subgrades and Flexible

Pavement Sections, Technical Note, Atlanta.

Wesley, L.D, (1987), Mekanika Tanah, Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.

Page 123: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

118

MODEL EVALUASI DAN MONITORING PENGADAAN BARANG DAN

JASA BANGUNAN KONSTRUKSI BERBASIS MITIGASI DI PESISIR

PANTAI

Tutang Muhtar Kamaludin

ABSTRACT

Selection of providers of goods and construction services ortendersisan

importantst agein the process of building constructions ervice activity-based

mitigation. This needs constructiondue to building conditionson the coast have

special characteristics. Procure ment activities and construction servicesis a

starting point to wards the creation of quality development outcomes. Therefore,

the usersandproviders of goods and construction servicesneed to

understandandhave the same perceptionin implementing regulations relating

toprocurementof construction

Researchusing observational methodsto the opinion of the service users and

service providers from all counties and cities in Central Sulawesi relating to

procurement of construction servicesto thecoastalareasespeciallybuilding-based

disaster mitigation.Descriptive statistic alanalysis performed with the program

packageis applied from the decision-making. Monitoring and evaluation ofthe

implementation ofquality standards ofthe road pavementis done bya systemic

approach (input-process-output-outcome-impact) This study evaluated the

performance ofthe application ofquality standardsin the procurement of subjective

reasons (subjective reasoning) andan objective assessmen to facomplex problem.

Data collection techniquest hat are relevantto the nature and type of qualitative

data is the interview(interview) and ora writtenanswerto thequestionnaire(survey

form) addressed to experts(expert).

The resultsare expected to determine the activities or projects are consistent

with the planor program has been established. So that monitoring and evaluation

is necessary to determine whether there source has been used appropriately and

according to plan, whether the activityof the process conducted in accordance

withthe required means, and whether the planned targets or targets tha tcan

beachieved

Keywords: Tender, Evaluation, Monitoring. Beachbuilding

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemilihan penyedia barang dan jasa konstruksi merupakan tahapan yang

penting dalam proses kegiatan pembangunan. Sebab, kegiatan pengadaan barang

dan jasa konstruksi merupakan titik awal menuju terwujudnya hasil pembangunan

yang berkualitas. Oleh karena itu, para pengguna dan penyedia barang dan jasa

Page 124: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

119

konstruksi perlu memahami dan memiliki persepsi yang sama dalam

melaksanakan peraturan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa

konstruksi.

Menurunnya kepedulian dari pengguna jasa terhadap aturan yang berlaku

dan rendahnya sumber daya manusia (SDM) yang memahami berbagai macam

regulasi yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi yang salah

satunya diatur dalam Keppres 80 tahun 2003. Menambah daftar panjang buruknya

manajemen proses pengadaan barang dan jasa.

Dari berbagai macam penyimpangan dan pelanggaran dalam proses

pengadaan barang dan jasa konstruksi tersebut. Mendorong para penyedia jasa

yang merasa dirugikan dan diberlakukan tidak adil oleh pengguna jasa sebagai

pelaksana dalam proses pelelangan untuk melakukan sanggahan.

Namun seringkali penyedia barang dan jasa yang melakukan sanggahan

lebih cenderung ―menyerang‖ terhadap kekurangan dari pemenang atau ke arah

kecurigaan terjadinya KKN (korupsi kolusi nepotisme) antara panitia dengan

peserta pemilihan, dengan tanpa disertai dengan bukti-bukti serta dasar yang kuat,

sehingga materi sanggahan dengan mudah dapat dinyatakan tidak diterima.

Implementasi e-Procurement di lingkungan instansi pemerintah memberikan

tantangan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Kontruksi di Indonesia termasuk

bidang yang mengalami inovasi karena perkembangan teknologi informasi.

Apalagi dengan kebijakan dan regulasi pemerintah yang terus menerus

disempurnakan sehingga hal ini mempengaruhi tata cara dan sistim yang telah

dibentuk.Pengadaan barang/jasa untuk pemerintah adalah salah satu alat untuk

menggerakkan roda perekonomian.Penyerapan anggaran yang diambil dari

APBN/APBD melalui pengadaan barang/jasa ini menjadi faktor yang sangat

penting.Maka, tidak heran bila kegiatan pengadaan barang dan jasa menjadi salah

satu kegiatan pemerintahan yang banyak ‗diburu‘ para pemilik badan usaha.

Persaingan usaha yang tidak sehat (premanisme bad governace),

kolusi,persengkokongkolan antara pengguna jasa dan calon penyedia jasa, antara

sesama calon penyedia jasa, informasi harga dan akses pasar yang terbatas dan

tersekat-sekat (fragmented) melatar belakangi munculnya peraturan tentang

pengadaan secara elektonik, dan saat ini hamper seluruh wilayah Indonesia

Page 125: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

120

termasuk Sulawesi Tengah sudah melaksakan transaksi elektonik dalam hal

pengadaan barang dan jasa dalam bidang konstruksi.

Pada sistim pengadaan barang dan jasa konstruksi di Indonesia telah

diterapkan sistim E-procurement. Pada sistim E-procurement seluruh proses

lelang mulai dari pengumuman, mengajukan penawaran, seleksi, sampai

pengumuman pemenang akan dilakukan secara online melalui situs internet

(website).Pemerintah Indonesia saat ini memang berusaha mewujudkan

pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang

baik (good governance). Kedua hal ini baru bisa tercapai jika penyelenggaraan

pemerintahan didasarkan pada prinsip kepastian hukum, professional, visioner,

efisien, akuntabel, transparan,dan partisipatif.

Untuk mendukung tujuan pemerintah tersebut, keluarnya Perpres No.

70/2012 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, yang

menggantikan Keppres No. 80/2003, pada prinsipnya untuk menciptakan iklim

persaingan yang sehat, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan

APBN/APBD, memerlukan sistem dan prosedur lelang yang lebih sederhana

dengan tetap memperhatikan good governance serta mendukung terciptanya

kepastian aturan.Mengingat sistim lelang di Indonesia mengalami perubahan. Dari

Konvesional, menuju sistim lelang elektronik, perubahan itu terjadi bertahap

karena sistim lelang elektronik memerlukan persyaratan yang berbeda dengan

sistim lelang konvesional. Ada tiga bidang prasyarat yang harus dipenuhi yaitu

hukum, teknis, dan manajemen. Tanpa kesiapan dalam itu, maka lelang

elektronik tidak dapat mencapai tujuannya.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terkait dengan pemberlakuan peraturan standard

pengadaan barang dan jasa untuk bangunan konstruksi berbasis Mitigasi di Pesisir

Pantai, maka rumusan-rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengenalan dan pemahaman pengguna jasa terhadap substansi

standard pengadaan barang dan jasa untuk bangunan konstruksi berbasis

Mitigasi di Pesisir Pantai dengan implementasi proses penerapannya

Page 126: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

121

2. Bagaimana pengenalan dan pemahaman penyedia jasa terhadap substansi

standard pengadaan barang dan jasa untuk bangunan konstruksi berbasis

Mitigasi di Pesisir Pantai dengan implementasi proses penerapannya

3. Apa kendala dan penyimpangan yang sering terjadi dalam implementasi

standar pengadaan barang dan jasa dari mulai proses perencaan dan tahapan

kontrak

4. Bagaimana kerangka berpikir menyusun model dan monitoring dan evaluasi

pemberlakuan regulasi tentang pengadaan barang dan jasa

5. Faktor-faktor apa yang mempertimbangkan dalam tiap subsistem

pemberlakuan standar pengadaan barang dan jasa

6. Variabel-variabel apa yang mempertimbangkan dapat mempengaruhi faktor-

faktor dalam tiap subsistem pemberlakuan pengadaan barang dan jasa.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kendala memahami pengguna jasa terhadap substansi

standard pengadaan barang dan jasa untuk bangunan konstruksi berbasis

Mitigasi di Pesisir Pantai dengan implementasi proses penerapannya;

2. Mengidentifikasi kendala memahami penyedia jasa terhadap substansi

standard pengadaan barang dan jasa untuk bangunan konstruksi berbasis

Mitigasi di Pesisir Pantai dengan implementasi proses penerapannya;

3. Mengidentifikasi kendala dan penyimpangan yang sering terjadi dalam

implementasi standar pengadaan barang dan jasa dari mulai proses

perencaan dan tahapan kontrak;

4. Merumuskan kerangka berpikir menyusun model dan monitoring dan

evaluasi pemberlakuan regulasi tentang pengadaan barang dan jasa;

5. Menganalisis perbandingan tingkat faktor-faktor dalam tiap subsistem

pemberlakuan standar pengadaan barang dan jasa;

6. Menganalisis antar variabel yang mempertimbangkan dapat mempengaruhi

faktor-faktor dalam tiap subsistem pemberlakuan pengadaan barang dan

jasa.

TINJAUAN PUSTAKA

Page 127: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

122

Umum

Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting

dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa

bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana

yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang,

terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil

dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang−Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang

pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan

berkembangnya berbagai industri barang/jasa yang diperlukan dalam

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.(Penjelasan Undang-Undang No. 18 Tahun

1999 tentang Jasa Konstruksi).

Guna mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 18

Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yaitu perusahaan nasional yang mampu

menunjukkan komitmennya pada penyelenggaraan jasa konstruksi dalam bentuk

peningkatan kemampuan personil, teknologi dan permodalan usahanya di

Indonesia, maka perusahaan nasional perlu diberikan kesempatan untuk bersaing

dalam proses pelelangan dengan tetap memperhatikan asas kejujuran dan

keadilan, keseimbangan, keterbukaan, dan kemitraan serta kriteria biaya, mutu,

jadwal serta tidak boleh menimbulkan efek proteksi (non tarif barier) maupun

ketentuan-ketentuan lain yang diatur dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun

1995 tentang Usaha Kecil serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Penjelasan

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa

Konstruksi).

Dalam rangka menghapuskan inefisiensi, monopoli, dan praktek–praktek

korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam kegiatan jasa konstruksi, telah dirumuskan

asas keterbukaan secara lebih rinci dalam pasal-pasal pengaturan yang diharapkan

dapat mewujudkan tertib penyelenggaraan dalam kegiatan jasa konstruksi yang

bernuansa tersedianya kesempatan atau peluang yang adil bagi masyarakat untuk

berperanserta dalam penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, persaingan yang

sehat antar para penyedia jasa, kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dengan

Page 128: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

123

penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan akan

peraturan perundang-undangan. (Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun

2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi).

Yang dimaksud dengan prinsip – prinsip dasar pengadaan jasa pemerintah

adalah hal –hal mendasar yang harus menjadi acuan, pedoman dan harus

dijalankan, dilakuan, serta dapat diwujudkan oleh seluruh pihak (stake holder)

dalam melakukan, mengikuti, mengawasi pengadaan jasa pemerintah sesuai

dengan perannya masing – masing.

Filosofi Prinsip-prinsip Dasar Pengadaan Jasa Pemerintah

Prinsip – prinsip dasar adalah acuan atau pedoman pokok, dalam

penyusunan aturan perundang – undangan, tata cara, prosedur, praktek sehari –

hari dalam pengadaan jasa pemerintah. Dalam hal ini sesuatu yang belum jelas

diatur, pemilihan jalan keluarnya harus berpedoman dan mengacu kepada prinsip

– prinsip dasar.

Dalam prinsip-prinsip dasar pengadaan jasa tersebut terkandung hal-hal

yang berkaitan dengan hakekat, filosofi, etika dan norma pengadaan jasa

pemerintah. Artinya, dalam melaksanakan dan mewujudkan seluruh prinsip-

prinsip dasar tersebut, perlu dipahami esensi, maksud dan tujuan yang

mendasarinya, dan bukan sekedar dijalankan untuk memenuhi persyaratan secara

formal. Namun apabila melaksanakan dan mewujudkannya disertai dengan

pemahaman terhadap hakekat, filosofi dan etika yang mendasari prinsip-prinsip

dasar tersebut, diharapkan tujuan dari diberlakukannya prinsip-prinsip dasar akan

dapat dicapai.

Agar hakekat, esensi, tujuan dan maksud pengadaan jasa tersebut dapat

dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan

pihak penyedia harus berpedoman kepada filosofi dasar pengadaan jasa, tunduk

kepada etika dan norma pengadaan jasa yang berlaku, mengikuti dan memahami

prinsip-prinsip dasar pengadaan jasa, serta menjalankan metoda dan proses

pengadaan jasa yang telah berlaku diatur dalam aturan perundang-undangan yang

berlaku.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapatdinyatakan bahwa filosofi

pengadaan jasa adalah upaya untuk mendapatkan jasa yang diinginkan yang

Page 129: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

124

dilakukan atas dasar pemikiran logis dan sistematis (the system of thougt),

mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses

pengadaan yang baku.

Proses Pengadaan Jasa Konstruksi

Cara pengadaannya juga dapat dilakukan langsung oleh badan usaha yang

bersangkutan, yang biasanya memiliki unit untuk pengadaan

(procurement/logistic unit), dengan cara membeli langsung di pasar, atau dengan

menggunakan jasa pihak kedua, yaitu pemasok (supplier), pemborong

(contractor), dan konsultan. Tata cara hubungan dengan pihak kedua, yang dapat

berupa: pembelian langsung, pelelangan terbuka, pelelangan terbatas, pemilihan

langsung, penunjukkan langsung, bentuk kontrak, cara pembayaran, cara

penyerahan pekerjaan, perawatan dan jaminan, serta lain-lain, sepenuhnya

ditentukan dalam aturan yang telah disepakatidan disetujui oleh manajemen

perusahaan.

Untuk mencapai tujuan pengadaan barang/jasa, yaitu mendapatkan

barang/jasa yang tepat jumlah, tepat waktu, kualitas yang baik, dan harga wajar,

sesuai atau bahkan lebih baik dari yang telah direncanakan, maka perlu

dipertimbangkan keadaan alamiah (nature conditions) dan jenis dari barang/jasa

yang akan dilakukan pengadaannya.

Perbedaan alamiah tersebut, dapat terkait dengan kompleksitas

permasalahannya, siklus serta tahapannya, juga resiko yang akan dihadapi dalam

pelaksanaan pengadaannya. Pengadaan untuk keperluan rutin dan operasional

mungkin tidak diperlukan perencanaan yang teliti dan komplek, karena hampir

tiap perioda tertentu dilakukan. Berbeda dengan pengadaan untuk keperluan

investasi baru, diperlukan perencanaan yang matang dan teliti, terutama untuk

aktivitas yang menyangkut pendanaan yang sangat besar.

Untuk memahami kondisi alamiah (nature conditions) tersebut, biasanya

kita mempertimbangkan 2 (dua) faktor pokok, dalam menentukan cara

pengelolaan (manajemen) pengadaan. Faktor yang pertama adalah harga atau

biaya. Semakin besar biaya yang dipergunakan untuk pengadaan, semakin

komplek permasalahan yang dihadapi, dan semakin diperlukan tingkat manajemen

pengadaan (procurement management) yang lebih canggih (sophisticated).

Page 130: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

125

Sebaliknya, semakin kecil biaya yang dipergunakan untuk pengadaan, semakin

sederhana pula manajemen pengadaan dijalankan.

Faktor kedua adalah resiko, dari pelaksanaan aktivitas pengadaan yang

bersangkutan. Semakin tinggi resiko yang dihadapi, semakin diperlukan

manajemen pengadaan yang canggih. Sebaliknya semakin rendah resiko yang

dihadapi, semakin sederhana manajemen pengadaan yang dipilih.

Penyedia Jasa Konstruksi

Penyedia barang/jasa adalah orang perseorangan atau badan usaha yang

kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa.(Keputusan Presiden No. 80

Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah).

Pengguna barang/jasa, penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait

dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut:

1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk

mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan

barang/jasa;

2. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga

kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa yang seharusnya dirahasiakan

untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa;

3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk

mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat;

4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan

sesuai dengan kesepakatan para pihak;

5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak

yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan

barang/jasa (conflict of interest);

6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran

keuangan Negara dalam pengadaan barang/jasa;

7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi

dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang

secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

Page 131: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

126

Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi

atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui

atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. (Keputusan

Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah).

Pengertian Model dan Evaluasi

Pengertian dari model adalah: a description of observed behaviour,

simplified by ignoring certain details. Models allow complex systems to be

understood and their behaviour predicted within the scope of the model, but may

give incorrect descriptions and predictions for situations outside the realm of

their intended use (Ortuzar& Willimsen, 1994). Dengan kata lain, model adalah

suatu deskripsi dari perilaku yang diobservasi, kemudian disederhanakan dengan

mengabaikan detail tertentu. Pemodelan akan memungkinkan sistem yang

kompleks dapat dipahami dan perilaku sistem tersebut dapat diprediksi

berdasarkan cakupan dari model, tetapi model tersebut tidak dapat menjelaskan

seluruh aspek dari realitas.

Secara spesifik, mendefinisikan model sebagai suatu representasi sederhana

dari dunia nyata atau suatu sistem pengamatan yang menekankan pada elemen-

elemen tertentu atas pertimbangan-pertimbangan kepentingan.Pemodelan suatu

fenomena adalah membangun suatu teori yang menggambarkan dan menjelaskan

fenomena tersebut.Pemodelan dilakukan dengan menuliskan suatu deskripsi

tentang sistem tersebut atau membangun suatu teori dari seluruh fenomena yang

diamati.

Pemodelan dari suatu fenomena alam, baik fisik maupun non-fisik dapat

berbentuk model phisik dan non-phisik.Model fisik merupakan replika dari

kondisi fisik ideal dari suatu entitas, misal model mobil, model rumah, model

gelombang, model mesin, dan model jembatan. Model non-fisik atau model

abstrak atau disebut mental model,biasanya digunakan untuk merepresentasikan

karakteristik dari suatu perilaku atau kejadian, proses, karakteristik, dan sistem

dari suatu fenomena, misal model bangkitan lalu-lintas, model aliran tunai, model

kejadian kecelakaan, dan model pengendalian proyek konstruksi. Struktur model

tersebut dapat ditulis dalam bentuk matematika dan diagram atau gambar-gambar

Page 132: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

127

yang menjelaskan karakteristik hubungan antar elemen atau subsistem dari

sesuatu yang dimodelkan (any systems). Ortuzar & Willimsen (1994)

menyebutkan bahwa model fisik biasanya digunakan untuk keperluan rancangan

(design of structure), sedangkan model abstrakmerepresentasikan suatu teori

tentang sistem yang ditinjau dan bagaimana sistem tersebut bekerja.Mental model

memegang peranan penting dalam memahami dan menginterprestasikan

fenomena alam (dunia nyata) dan model-model analitis. Salah satu bentuk dari

mental model tersebut adalah model logika(logic model) yang digunakan untuk

menyelesaikan pengendalian dan pengembangan sistem prasarana kegiatan, misal

monitoring dan evaluasi terhadap suatu proses yang komplek (sistemik) sehingga

dapat diketahui efisiensi dan efektivitas dari proses tersebut.

Pengertian Monitoring dan Evaluasi

Monitoring adalah kegiatan pengumpulan dan analisis informasi secara

sistematik tentang bagaimana suatu organisasi atau program sedang berjalan.

Monitoring didasarkan pada sasaran yang ditetapkan dan aktivitas yang

direncanakan selama tahapan perencanaan program.

Evaluasi adalah perbandingan dampak aktual program terhadap rencana

strategi yang ditetapkan. Evaluasi akan melihat apa yang telah ditetapkan untuk

dilaksanakan, apa yang telah dicapai dan bagaimana pencapaian tersebut,definisi

monitoring sebagai berikut, " monitoring is an intermittent (regular or irregular)

series of observations in time, carried out to show the extent of compliance with

formulated standars or degree of deviation from an expected norm".Dengan kata

lain, monitoring adalah suatu serial observasi periodik yang dilakukan untuk

menunjukkan tingkat pemenuhan standar yang telah ditetapkan atau observasi

tersebut dilakukan untuk mengetahui derajad penyimpangan dari suatu norma,

standar, pedoman dan manual yang ditetapkan. Istilah monitoring juga dapat

dipahami sebagai upaya sistematis untuk menilai atau mengevaluasi apakah suatu

tujuan atau target dari suatu proses telah tercapai. Selanjutnya, monitoring

dirumuskan sebagai:"The act of overseeing the progress of a research study to

ensure that the rights and well-being of participants are protected, that the data

are accurate, complete and verifiable, and that the conduct of the research is in

compliance with the protocol, with applicable regulatory requirements and with

Page 133: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

128

standars of the field".Artinya dalam konteks monitoring penelitian, kata

monitoring dapat dijelaskan sebagai tindakan mengawasi proses. suatu program

penelitian untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki hak-hak

yang terlindungi, data yang diperoleh akurat, lengkap dan sudah diverifikasi

dengan pihak terkait. Selain itu, monitoring tersebut dilakukan terhadap kaidah

dan persyaratan serta standar yang harus dipenuhi oleh suatu proses penelitian.

Konsep Dasar Monitoring dan Evaluasi

Secara mendasar, monitoring dan evaluasi adalah upaya menentukan apakah

suatu kegiatan atau proyek dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan rencana

atau program yang telah ditetapkan. Secara praktis, monitoring dan evaluasi

diperlukan untuk menentukan apakah sumberdaya telah digunakan secara tepat

dan sesuai rencana, apakah aktivitas dari proses dilakukan sesuai dengan cara-cara

yang disyaratkan, dan apakah sasaran atau target yang direncanakan dapat

tercapai. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi menjadi sangat penting

posisinya dalam implementasi suatu rencana karena beberapa hal, antara lain

untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diimplementasikan dan apa

intervensi yang dibutuhkan untuk meningkatkan dampak dari suatu program

tersebut .

Sistem monitoring dan evaluasi dirancang untuk mencapai berbagai tujuan

(Shapiro, 2004), antara lain: (i) menyediakan informasi untuk semua tingkatan

manajemen; (ii) menunjukkan kinerja dari implementasi program(programme

performance)sebagai bagian dari akuntabilitas; (iii) mengukur hasil(project

outcomes and impacts) terhadap keluaran; dan (iv) membangkitkan pemahaman

yang luas dan mendapatkan pelajaran untuk tindak lanjut dari suatu implementasi

program.

Hal yang mendasar dari monitoring dan evaluasi adalah menfokuskan pada

efisiensi, efektivitas dan dampak (impact) suatu program. Oleh karena itu,

pengembangan monitoring dan evaluasi melibatkan penetapan indikator-indikator

efisiensi, efektivitas dan dampak. Disamping itu, monitoring dan evaluasi

memerlukan suatu sistem untuk mengumpulkan, mencatat dan menganalisis

informasi yang terkait dengan indikator-indikator tersebut. Sedangkan, evaluasi

melibatkan pengkajian apa hasil dan dampak yang dicapai, termasuk

Page 134: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

129

keberlanjutan dari program (Shapiro, 2004). Pertama kali, tujuan monitoring dan

evaluasi harus.

1. Pengembangan Perangkat Lunak

Pengembangan perangkat lunak monitoring dan evaluasi pemberlakuan

standar mutu Pengadaan Penyedia Jasa Konstruksi berbasis Mitigasi dibangun

untuk mengaplikasikan logic model dari sistem hierarki elemen-elemen yang

berpengaruh terhadap kinerja pemberlakuan standar mutu Pengadaan Penyedia

Jasa Konstruksi berbasis Mitigasi berbasis pendekatan sistemik.

Aplikasi Model

Perangkat Lunak

data monitoring kuantitatif kinerja

pengadaan Jasa Konstruksi Studi kasus <—

Gambar 1. Kerangka berpikir pengembangan perangkat lunak model

monitoring dan evaluasi pemberlakuan standar Jasa Konstruksi

Page 135: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

130

Pengembangan perangkat lunak pada prinsipnya terdiri atas: (i) brainware (olah

pikir) yang meliputi logic model, logika kecenderungan pengaruh variabel dan

program aksi tiap variabel; dan (ii)Software(perangkat lunak) yang meliputi

bahasa pemrograman, rancangan basis data dan proses olah data input, rancangan

implementasi antar muka dan eksekusi aplikasi model. Kerangka pengembangan

perangkat lunak tersebut dapat ditunjukkan dalam Gambar 1

METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang berawal dari minat untuk

mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan,

teori, konseptualisasi. Proses penelitian memerlukan pemilihan metode yang

sesuai, proses pengambilan data, pengumpulan dan pengolahan serta analisis data

dan menyusun kesimpulan yang melahirkan gagasan atau teori baru, sehingga

merupakan suatu proses yang tiada henti (Biatna dkk., 2005).

Metode penelitian dilaksanakan berdasarkan observasi terhadap pendapat

para pengguna jasa dan penyedia jasa dari seluruh kabupaten dan kota di Sulawesi

Tengah yang berkaitan dengan bidang pengadaan jasa konstruksi

khusunyabangunan konstruksi berbasis Mitigasi di Pesisir Pantai. Analisis

diskriptif dilakukan dengan statistik yang diaplikasikan dari paket program

pengambilan keputusan. Metodologi penelitian secara garis besar menjelaskan

tiga bagian penting (Nazir, 2004), yaitu: (i) prosedur penelitian, (ii) teknik

penelitian, dan (iii) metode penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, metodologi

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam 7 (tujuh) tahapan

kegiatan

Desain responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

responden tetap karena responden yang dibentuk mengikuti aturan tertentu dan

tidak berubah-ubah selama proses penarikan responden berlangsung. Desain

responden tetap yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode cluster sampling

(responden berkelompok), yaitu teknik memilih sebuah responden dari kelompok

unit-unit yang kecil atau cluster. Teknik cluster sampling yang digunakan adalah

two stage cluster sampling.

Page 136: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

131

Instrumen Penelitian

Monitoring dan evaluasi pemberlakuan standar mutu Pengadaan Penyedia

Jasa Konstruksi berbasis Mitigasi dilakukan dengan pendekatan sistemik (input-

process-output-outcome-impact) sehingga perlu ditetapkan faktor, variabel beserta

indikator dan parameternya dalam tiap bagian-bagian sistem (subsistem)

pemberlakuannya. Faktor dalam penelitian ini dimaksudkan keadaan atau

peristiwa yang mempengaruhi terjadinya sesuatu atau sesuatu yang secara aktif

berkontribusi terhadap suatu penyelesaian, hasil dan proses. Variabel dalam

penelitian ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang memiliki variasi atau sesuatu

yang dapat berubah-ubah yang mencerminkan karakter dari faktor. Indikator yang

dimaksud dalam penelitian ini sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk

mengukur, memberi petunjuk dan keterangan terhadap variabel. Parameter yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran yang membatasi atau tolok ukur

kinerja (performance) variabel.

Penelitian ini mengkaji tentang kinerja pemberlakuan standar mutu

Pengadaan Penyedia Jasa Konstruksi berbasis Mitigasi yang mendasarkan pada

alasan-alasan subyektif(subjective reasoning) dan penilaian obyektif terhadap

suatu permasalahan yang kompleks. Berkaitan dengan hal tersebut, teknik

pengumpulan data yang relevan dengan sifat dan jenis data yang bersifat kualitatif

adalah wawancara(interview)dan atau menjawab tertulis terhadap kuesioner

(formulir survai) yang ditujukan kepada pakar(expert).Instrumen penelitian yang

paling sesuai berupa formulir survai yang berisi pertanyaan-pertanyaan pilihan

yang harus dijawab atau dipilih dengan pertimbangan obyektif dan pengalaman

serta keahlian responden (pakar) eksemplar pada tiap tahapan survai.

Pengumpulan data dengan mengirimkan kuesioner kepada responden

(pakar) memiliki beberapa keuntungan, antara lain: (i) penggunaan kuesioner

melalui komunikasi pos tidak memerlukan enumerator sehingga dapat

mengurangi biaya; (ii) kuesioner yang dikirimkan dapat mencapai responden

(pakar) dalam area yang luas, terutama pada daerah yang anggota populasinya

jarang dan memiliki pelayanan kantor pos yang baik; (iii) pengiriman kuesioner

dengan menggunakan jasa pos dapat mengurangi error dari enumerator; (iv)

kuesioner yang dikirimkan dapat memberikan kesempatan yang lebih fleksibel

Page 137: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

132

bagi responden untuk menjawabya dengan melengkapi data pendukung yang lebih

akurat; (v) responden dapat menjawab pertanyaan yang diajukan secara lebih

jujur, karena responden tidak bertatap muka langsung dengan enumerator.

Selain keuntungan-keuntungan di atas, pengiriman kuesioner juga memiliki

batasan-batasan sebagai berikut: (i) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus

sederhana dan langsung mengenai sasaran; (ii) pertanyaan yang dibuat harus yang

dapat dimengerti oleh responden; (iii) jawaban dari pertanyaan tersebut harus

diterima sebagai suatu jawaban final kecuali akan dilakukan pengecekan ulang;

(iv) penggunaan kuesioner yang dikirimkan biasanya memakan waktu lama untuk

mendapatkan tanggapan responden; (v) jawaban yang diberikan untuk masing-

masing responden tidak lagi independen karena responden sudah dapat membaca

terlebih dahulu terhadap pertanyaan yang diajukan; (vi) tidak ada kesempatan

untuk membuat tambahan terhadap jawaban yang diperoleh berdasarkan

observasi; (vii) responden dapat saja tidak mengembalikan kuesioner.

Pengembalian kuesioner yang terisi lebih besar 40% dari desain responden yang

terkirim dapat diteruskan untuk analisis jika sampel yang terkirim tersebut tidak

terfokus pada satu tempat melainkan tersebar di semua lokasi penarikan jawaban

responden.

METODE ANALISIS DATA

Beberapa metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(i) statistik diskriptif; (ii) analisis faktor; dan (iii) analisis hierarki proses. Analisis

statistik diskriptif untuk menjelaskan profil atau kinerja Pengadaan Penyedia Jasa

Konstruksi berbasis Mitigasi saat ini termasuk bagaimana proses pemberlakuan

standar mutu Pengadaan Penyedia Jasa Konstruksi berbasis Mitigasi serta

menjelaskan persepsi pakar terhadap verifikasi variabel-variabel yang

mempengaruhi faktor-faktor pemberlakuan standar mutu

1. Seleksi dan Pengelompokkan Variabel Pengaruh dengan Pendekatan

Analisis Faktor (factor analysis)

Analisis faktor merupakan salah satu model statistik yang memanfaatkan

hubungan-hubungan korelasi maupun kovariansi pada suatu kelompok variabel

untuk menerangkan kembali atau meringkas kelompok variabel tersebut dalam

Page 138: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

133

beberapa kuantitas acak yang tidak teramati, yang disebut faktor. Factor analysis

mulai dikembangkan oleh Karl Pearson dan Charles Spearman pada awal abad ke-

20 untuk mempelajari inteligensia yang tidak mungkin diamati atau diukur secara

langsung (Johnson & Wichern, 1992). Sebagaimana halnya dengan model-model

statistik yang lain, diperlukan alasan-alasan teoritik yang mendukung seorang

analis untuk melakukan factor analysis. Suatu alasan teoritis diperlukan untuk

memotivasi analis dalam menduga beberapa variabel yang mengukur sebuah

fenomena mendasar yang sama, dengan harapan jumlah data yang tersedia mampu

mendukung dugaan atau pemodelan yang akan dilakukan

Pada dasarnya analisis faktor dilakukan dengan tujuan-tujuan berikut: (i)

meringkas data (data summarization), yaitu mengidentifikasi adanya hubungan

antar variabel dengan melakukan uji korelasi dan dilanjutkan dengan meringkas

beberapa variabel dalam satu faktor sepanjang memungkinkan; (ii) mengurangi

banyaknya variabel (data reduction), yaitu dengan menggunakan faktor yang

dihasilkan dari sejumlah variabel. Variabel-variabel yang difaktorkan umumnya

disyaratkan sebagai variabel kuantitatif berskala interval atau rasio (Hair et al.,

1998; Santoso, 2003; Johnson & Wichern, 1992; Washington et al., 2003).

Dengan mengikuti notasi yang digunakan oleh Washington et al. (2003),

formulasi matematis model faktor dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.

Sebuah model faktor diformulasikan dengan menyatakan variabel-variabel

teramati, X j hingga Xpdi dalam satu set fungsi linier seperti yang ditunjukkan

dalam Persamaan (3.1)

Xi - Ul = I11F1 + I12F2 + ... + llmFm + Si

X2- U2 = /21F1 + /22F2 + ... + hmFm + S2 (3.1) Xp —Up=/p1Fr +lpF2 +.*..+IpmFm +Sp

yang ditunjukkan dalam Persamaan (3.2)

(X—u)px1 =

Lpxm

Fpxm +

Spx1 (3.2)

F merupakan faktor-faktor yang terbentuk dan lj merupakan nilai-nilai

bobot faktor. Suku galat sihanya berasosiasi dengan X,. Sejumlah p galat acak

(random errors)dan m bobot faktor yang terbentuk bersifat tidak teramati dalam

observasi pengumpulan data atau laten. Dengan p buah persamaan dan p + m

buah kuantitas tidak diketahui, nilai kuantitas-kuantitas ini dapat dihitung secara

Page 139: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

134

langsung tanpa memerlukan adanya informasi tambahan. Untuk menghitung

besarnya nilai bobot faktor dan galatnya, beberapa pembatasan digunakan.

Pembatasan ini akan menentukan jenis model faktor yang dihasilkan,

apakahorthogonalataukah oblique.Model faktororthogonalyang mensyaratkan

tidak adanya korelasi antar faktor-faktor yang terbentuk lebih populer dan umum

digunakan karena dapat diinterpretasikan dengan lebih tegas. Model faktor

orthogonal disyaratkan untuk memenuhi hal-hal berikut: F dan S bersifat saling

bebas; E[ F] = 0; Cov[F]=I; E[S] = 0; dan Cov[s]= v,dengan vmerupakan sebuah

matriks diagonal. Nilai bobot faktor berkisar antara 0 dan 1. Sebuah bobot faktor

lj dengan nilai mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel Xibanyak dipengaruhi

oleh faktor Fj. Sebaliknya, nilai bobot faktor yang mendekati 0 menunjukkan

bahwa variabel Xitidak dipengaruhi oleh faktor Fj secara substantif. Jumlah faktor

yang perlu diekstrak dari sekumpulan variabel bergantung pada nilai eigen tiap

faktornya.. Salah satu metode ekstraksi faktor yang umum digunakan adalah

metodeprincipal component.Metode ini mengasumsikan bahwa variabel dapat

dibentuk kembali melalui kombinasi faktor secara tepat linear. Selain itu,

diasumsikan pula bahwa tidak terdapat korelasi antar komponen (faktor), dan

jumlah nilai kebersamaan (commonality)tiap variabel pada seluruh faktor bernilai

1 (satu). Asumsi terakhir mensyaratkan bahwa nilai galat tiap variabel memiliki

nilai harapan nol. Untuk memperjelas hubungan antara variabel dengan faktornya,

matriks faktor perlu dirotasi. Metodevarimaxmerupakan sebuah metode rotasi

yang paling umum digunakan dalam model faktor orthogonal. Metode ini bekerja

dengan prinsip memaksimalkan jumlah variabel yang memiliki bobot faktor tinggi

pada suatu faktor. Interpretasi suatu model faktor bersifat langsung. Variabel-

variabel yang memiliki nilai bobot faktor tinggi pada suatu faktor dianggap

memiliki pengaruh yang tinggi dalam mendeskripsikan faktor tersebut, demikian

pula sebaliknya. Pemeriksaan beberapa variabel yang memiliki nilai bobot faktor

tinggi pada suatu faktor dilakukan untuk mencermati struktur mendasar atau

kesamaan (commonality) antar variabel tersebut. Struktur mendasar yang dimiliki

oleh beberapa variabel berbobot tinggi inilah yang perlu dicari interpretasi

logisnya oleh seorang analis berdasarkan konteks penelitian yang dilakukan.

Page 140: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

135

Metode analisis faktor telah diimplementasikan dalam berbagai program

komputer statistik terkemuka, sepertiStatistical Package for the Social Sciences

(SPSS), Statistica dan SAS.Pada penelitian ini analisis faktor dilakukan dengan

bantuan SPSS versi 18 di bawah sistem operasi Microsoft Windows. Paket

program ini dipilih karena memiliki langkah-langkah pengujian matriks korelasi

antar variabel yang dapat dimonitor sebelum analisis faktor dilakukan atas

sekumpulan variabel tersebut. Pengujian awal atas korelasi antar variabel ini

diperlukan untuk memeriksa tingkat kepatutannya (appropriateness) sebelum

dilanjutkan dengan pemodelan faktor.

PENUTUP

Penelitian diharapkan akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas dan kompetensi SDM Pengguna Jasa dan Penyedia

Jasa yang memahami secara utuh standar Pengadaan Jasa Konstruksi sesuia

dengan ketentuan yang berlaku

b. Adanya perbaikan system dengan pengaturan dan manajamen pengelolaan

yang baik di LPSE untuk mempermudah dan semakin transparannya

pengadaan jasa konstruksi terutama untuk pekerjaan bangunan konstruksi

berbasis Mitigasi di Pesisir Pantai.

c. Melalui penerapan dan regulasi yang standar diharapkan dapat menyatukan

presepsi antara pengguna jasa dan penyedia jasa untuk semakin

menumbuhkan rasa kompetisi yang baik diantara pengguna jasa sehingga

bisa mewujudkan bangunan gedung yang andal.

DAFTAR PUSTAKA

ANDREW R.J. DAINTY1*, MEI-I CHENG1 AND DAVID R. MOORE A

competency-based performance model for construction project

managers'Department of Civil and Building Engineering, Loughborough

University, Loughborough, Leicestershire, LE11 3TU, UK Scott

Sutherland School, The Robert Gordon University, Garthdee Road,

Aberdeen AB10 7QB, UK Received 23 June 2003; accepted 20 December

2003,Construction Management and Economics (OCTOBER 2004) ll, 877-

886

Page 141: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

136

D. A. LANGFORD1*, P. KENNEDY

2, J. CONLIN

1 and N.

MCKENZIE3Comparison of construction costs on motorway projects

using measure and value and alternative tendering initiative contractual

arrangements,'Department of Civil Engineering, Strathclyde University,

Glasgow, UKSchool of the Built and Natural Environment, Glasgow

Caledonian University, Glasgow, UK ^National Roads Directorate,

Scottish Executive, Edinburgh, UKConstruction Management and

Economics (December 2003) 21, 831-840.

Edmond W.M. Lam, Albert P.C. Chan and Daniel W.M. Chan,Benchmarking

design-build procurement systems in construction,Department of Building

and Real Estate, The Hongkong Polytechnic University, Kowloon, People's

Republic of China Benchmarking: An International Journal Vol. 11 No. 3,

2004 pp. 287-302

FARZAD KHOSROWSHAHI1 * and AMIR M. ALANI A model for smoothing

time-series data in construction University of Central England, Faculty of

the Built Environment, Perry Barr, Birmingham B42 2SU, UK 2University

of Portsmouth, Department of Civil Engineering, Lion Gate Building, Lion

Terrace, Portsmouth PO1 3HF, UKReceived 26 April 2002; accepted 17

January 2003 Construction Management and Economics (July 2003) 21,

483-494

Godefroy Beauvallet, Younes Boughzala, and Said Assar,E-Procurement, from

Project to Practice: Empirical Evidence from the French Public Sector,S.

Assar (*)Institut Télécom, Telecom Business School, 9, rue Ch. Fourier,

91011 Evry, France e-mail: [email protected],S. Assar et al. (eds.),

Practical Studies in E-Government: Best Practices 13 from Around the

World, DOI 10.1007/978-1-4419-7533-1_2, © Springer Science+Business

Media, LLC 2011

Inder Singh1 and Devendra Kumar Punia

2EMPLOYEES ADOPTION OF E-

PROCUREMENT SYSTEM: AN EMPIRICAL STUDY Center for Information

Technology in CES, University of Petroleum & Energy Studies,Dehradun

(Uttarakhand), [email protected] of Information

Systems in CMES, University of Petroleum & Energy Studies, Dehradun

(Uttarakhand), India.International Journal of Managing Information

Technology (IJMIT) Vol.3,No.4, November 2011

K. P. Anagnostopoulos, A. P. Vavatsikos DEMOCRITUS,An AHP Model for

Construction Contractor PrequalificationEjux£ipr|aiaKr| 'Epeuva /

Operational Research. An International Journal. Vol.6, No 3 (2006),

pp.136-346

Page 142: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

137

Lampiran Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 12/SE/M/2008. Tentang

Prosedur Pelaksanaan Pelelangan E – Procurement.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Persyaratan

dan Ketentuan Penggunaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Petunjuk

Pengoperasian Layanan Pengadaan Secara Elektronik Nasioanl

Martin Betts, Petter Black,Sharon, Juan Gonzales, ―Toward Secure And Legala E-

Tendering‖,Tean Vol 11 (2006) bats et al pg 89,April2006

Noor Maizura Mohamad Noor and Rosmayati Mohemad,Decision Support for

Web-based Prequalification Tender Management Systemin Construction

Projects,Universiti Malaysia Terengganu Malaysia,ISBN 978-953-7619-

64-0 Hard cover, 406 pages Publisher InTechPublished online 01, January,

2010 Published in print edition January, 2010

Pepres No.70 Tahun 2012, tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Penjelasan UU Republik Indonesia No. 11 tahun 2008, tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Penjelasan UU Republik Indonesia No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 tahun 2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.BP Cipta Karya

Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Tony Ma, The Two-Envelope Tendering For Contractor Selection-South

Australian Expereinces, University Of South Australia

Seri Buku Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Indonesia, Konsolidasi

Keppres 80 Tahun 2003 dan Perubahannya. Ver. 1/.08. 2008.

Page 143: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

138

BUIS BETON BERLUBANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMUR

RESAPAN AIR HUJAN

I Gede Tunas

1, Rizaldi Maadji

2, Arody Tanga

3

1Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu

2Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadyah, Luwuk

3Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu

Email: [email protected]

ABSTRAK

Banjir yang terjadi di kawasan perkotaan umunya berasal dari luapan aliran

sistem drainase permukiman, yang sering menimbulkan kerugian baik sosial

maupun materi. Salah satu penyebabya adalah berkurangnya peresapan (infiltrasi)

aliran ke dalam tanah akibat meningkatnya pembangunan permukiman. Kondisi

ini juga memberikan dampak terhadap berkurangnya ketersediaan (cadangan) air

tanah terutama pada musim kemarau. Salah satu tindakan antisipasi yang dapat

dilakukan adalah membuat sumur resapan di lingkungan permukiman. Sumur

resapan terbuat dari buis beton berlubang pada bagian sisi-sisinya. Pemakaian

konstruksi ini diperkirakan lebih efektif dibandingkan buis beton konvensional.

Sebagai upaya verifikasi, maka perlu dilakukan pengujian mengetahui efisiensi

peresapan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sumur resapan buis beton

berlubang memiliki efisiensi peresapan hingga 48.55 % pada jenis tanah berangka

permeabilitas 0.00282 cm/det dan debit 0.15 liter/det.

Kata kunci: genangan, sumur resapan, buis beton berlubang

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab banjir yang paling konvensional selain hujan ekstrim

adalah ketidakseimbangan siklus hidrologi yang terjadi di alam ini (Hindarko,

2002). Fenomena yang paling nyata dari proses ini adalah jumlah air yang

melimpas dipermukaan (run-off) jauh lebih besar volume yang meresap kedalam

tanah (infiltrasi). Sebagai konsekuensi dari fenomena ini berdampak pada dua hal

yakni berkurangnya cadangan air bawah tanah (aquifer) dan berlebihnya air

dipermukaan (banjir). Arti fisik dari proses ini adalah berkurangnya faktor

tahanan permukaan yang berfungsi untuk memberi kesempatan peresapan air

kedalam tanah, akibat pemanfaatan lahan oleh manusia baik untuk pengembangan

usaha maupun untuk permukiman.

Defisit air pada musim kemarau akibat berkurangnya cadangan air tanah

juga merupakan masalah yang saling terkait dengan banjir/genangan (Asdak,

11

Page 144: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

139

2002). Pengambilan air tanah dangkal secara kontinyu di daerah perkotaan telah

membawa dampak terhadap kesinambungan elevasi muka air tanah dangkal

(Sudjarwadi, 1998). Fluktuasi muka air tanah sangat dirasakan pada musim

penghujan dan musim kemarau. Rentang musim kemarau belakangan ini jauh

lebih panjang dibandingkan musim penghujan. Masalah muncul terutama pada

musim kemarau, hampir sebagian sumur-sumur yang diusahakan secara individu

oleh masyarakat perkotaan mengalami kekeringan terutama pada daerah-daerah

yang berada pada topografi yang lebih tinggi. Dampaknya adalah masyarakat

mengalami kesulitan dalam pemenuhan air bersih, apalagi daerah-daerah tersebut

belum terjangkau oleh PDAM.

Sebagai upaya preventif yang dilakukan melengkapi bangunan pada

kawasan permukiman dengan sumur resapan dalam hal ini menggunakan buis

beton berlubang, yang berfungsi sebagai media peresapan air hujan sehingga air

yang melimpas dipermukaan dapat diminimalkan, artinya peluang untuk

terjadinya luapan/banjir dapat diantisipasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Air Tanah

Salah satu komponen penting dalam siklus hidrologi adalah air tanah

(ground water). Telah diketahui bersama bahwa air tanah merupakan sumber air

tawar terbesar di planet bumi, mencakup kira-kira 30 % dari total air tawar. Akhir-

akhir ini pemanfaatn air tanah telah meningkat dengan pesat, bahkan dibeberapa

tempat tingkat eksploitasinya sudah sampai pada tingkat yang membahayakan

(Suripin, 2002). Air tanah biasanya diambil, baik untuk sumber air bersih maupun

irigasi, melaui sumur terbuka, sumur tabung, spring, atau sumur horizontal.

Kecendrungan memilih air tanah sebagai sumber air bersih, dibandingkan air

permukaan, mempunyai keuntungan sebagai berikut lebih bersih dari bahan

cemaran (polutan) permukaan, tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan,

sehingga lebih murah ditinjau dari segi biaya, kualitasnya lebih seragam dan

bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, atau tumbuhan dan binatang air.

Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan

membuat sumur gali (dug wells) dengan kedalaman lebih rendah dari posisi

Page 145: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

140

permukaan air tanah (Kusnadi, 2003). Jumlah air yang dapat diambil dari sebuah

sumur gali biasanya terbatas, dan yang diambil adalah air tanah dangkal. Untuk

pengambilan yang lebih besar diperlukan luas dan kedalaman yang lebih besar.

Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman lebih dari 5-8 meter dibawah

permukaan tanah. Untuk pengambilan air tanah dengan jumlah yang cukup besar,

misalnya daerah industri, cara yang paling banyak dipakai adalah dengan

membuat sumur dalam (deep wells) yang pada umumnya terbuat dari pipa dan air

yang diambil adalah air tanah dalam (confined aquifer).

Dalam rangka menjaga kelestarian air tanah, maka perlu dijaga

keseimbangan antara pengisisan dan pengambilan. Berakaitan dengan pengelolaan

air tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi dengan cara pengisian air tanah

buatan (artificial recharge) dan pengendalian pengambilan air tanah (Suripin,

2002). Pengisian air tanah buatan secara umum adalah dengan menggunakan

konsep penggenangan. Cara ini umumnya dilakukan dengan penggenangan buatan

dengan sumber air berasal dari sungai, membuat kolam-kolam di sekitar rumah,

pemanfaatan pipa jaring-jaring drainase yang porus guna meresapkan air hujan di

sekitar rumah. Pengisian buatan diakukan melalui permukaan, selanjutnya air

permukaan akan terinfiltrasi dan setelah kapasitas jenuh tercapai maka akan

terjadi perkolasi yang menyebabkan pengisian aquifer. Disisi lain pengendalian

pengambilan air tanah merupakan salah satu usaha yang penting dilakukan.

Pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung

penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air

tanah, makin curam lengkung lengkung permukaan air tanah yang terjadi disekitar

sumur sampai terjadi keseimbangan baru (Sri Harto, 2002). Keseimbangan baru

akan tercapai hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh

air hujan pada daerah resapan.

Sumur Resapan

Kosep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberikan

kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air

untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu

sistem resapan yang dikenal dengan sumur resapan. Sumur resapan ini merupakan

sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air

Page 146: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

141

meresap kedalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan akan

mempunyai waktu yang cukup untuk meresap kedalam tanah, sehingga pengisian

tanah menjadi optimal. Berdasarkan konsep tersebut, maka ukuran atau dimensi

sumur yang diperlukan untuk suatu lahan/kapling sangan tergantung pada

beberapa faktor yaitu luas permukaan penutupan, karakteristik hujan, koefisien

permeabilitas tanah dan tinggi muka air tanah. Ada beberapa metode yang dapat

digunakan untu mendesain sumur resapan diantaranya metode Sunjoto dan

metode PU.

Sunjoto (1998, dalam Suripin, 2004) mengemukakan bahwa volume dan

efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk

ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah, dan dapat dituliskan

dengan:

(1)

dengan: H=tinggi muka air dalam sumur (m), F=faktor geometrik (m),

Q=debit air masuk (m3/det), T=waktu pengaliran (detik), K=koefisien

permeabilitas tanah (m/det) dan R=jari-jari sumur (m).

Departemen Pekerjaan Umum (Hindarko, 2002) telah menyusun standar tata

cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan. Metode

PU menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air hujan yang

diperlukan pada suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan maksimum,

permeabilitas tanah dan luas bidang tanah, yang dirumuskan sebagai berikut:

(2)

Berdasarkan mekanisme pengaliran dari atap, sumur resapan dibedakan

menjadi 2 bagian yakni sumur resapan pada rumah bertalang dan rumah tidak

bertalang. Sumur resapan pada bangunan bertalang dan ada/tanpa saluran

pelimpah air hujang yang dari talang dimasukkan ke saluran keliling bangunan

pada ujungnya diberi koral sehingga kotoran tidak masuk ke sumur resapan lalu

airnya dimasukkan kesumur resapan. Fungsi saluran pelimpah adalah apabila

sumur resapan penuh maka air akan mengalir kesaluran pelimpah. Sedangkan

2

1 R

FKT

eFK

QH

PKDA

AKDAIDH

s

st

Page 147: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

142

Berdasarkan jenis bahan/material yang digunakan sumur resapan dapat dibedakan

menjadi sumur resapan pasangan batu bata, buis beton dan batu kali.

Sumur Resapan Buis Beton Berlubang

Secara tradisional buis beton banyak digunakan untuk sumur resapan air

hujan di sekitar permukiman. Bahan ini banyak digunakan karena dianggap

praktis sehingga tidak banyak menemukan kesulitan saat instalasi di lapangan.

Dengan menggunakan jenis konstruksi ini penggalian tanah sebagai tempat buis

beton dapat dilakukan secara bersama-sama dengan instalasi buis beton, sehingga

kemungkinan terjadinya longsoran pada sisi sumur dapat dihindari (Tunas, I.G.,

dan Tanga, A., 2010). Namun disamping, kemudahan instalasi tersebut,

berdasarkan beberapa pengamatan dilapangan ternyata kinerja sumur resapan ini

relatif kurang efektif untuk meresapkan air hujan. Sisi kedap buis beton ini

menyebabkan air hujan yang masuk ke dalam sumur tidak dapat meresap secara

horisontal dan hanya meresap secara vertikal. Bahkan pada beberapa kasus,

kapasitasnya sering terlampaui lebih awal dari lama hujan.

Sebagai antisipasi dari kelemahan ini, dengan tidak mengurangi tingkat

kepraktisan di lapangan, dimunculkan konsep sumur resapan dengan

menggunakan bahan yang sama (buis beton) tetapi pada semua sisi diberi lubang

pada saat proses pencetakan. Lubang-lubang ditentukan dan diatur sedemikian

rupa pada seluruh sisi buis beton sehingga tidak mengurangi kekuatan sumur

dalam menahan beban vertikal berupa plat penutup dan urugan tanah pada sisi

atas, dan beban horisontal berupa tekanan tanah lateral yang bekerja pada seluruh

sisi sumur. Pada saat proses pencetakan lubang-lubang sumuran ini di buat dengan

menggunakan pipa PVC berukuran 3 inchi.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini bertempat kawasan permukiman di Kelurahan

Birobuli Selatan dan Kelurahan Petobo Kota Palu. Adapun tahapan yang diambil

untuk menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pengumpulan Data dan Penyiapan Gambar Kerja

Page 148: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

143

Pada tahap ini data yang akan dikumpulkan untuk penelitian adalah primer

berupa sampel tanah yang diambil pada beberapa titik menggunakan hand boring

untuk mengetahui angka permeabilitas tanah sebagimana diperlihatkan pada

Gambar 1.

Gambar 1. Posisi pengambilan sampel tanah

Data lain adalah berupa data sekunder berupa data curah hujan untuk

mengetahui hujan tahunan yang terjadi di Kota Palu. Demikian pula pad tahap ini

dilakukan penyiapan gambar kerja/desain untuk pembuatan alat cetakan buis

beton berlubang.

Gambar 2. Gambar desain buis beton berlubang

2. Tahap Desain, Pengujian Model dan Pembuatan Alat Cetakan

Jalan

Kapling 1 Kapling 2 Kapling 3

Ja

lan

Kapling 4 Kapling 5 Kapling 6

Ja

lan

Jalan

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Titik 4 Titik 5 Titik 6

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIOANAL

UNIVERSITAS TADULAKO LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

Kampus Bumi Tadulako Tondo Telp. 0451-429574

PROGRAM IbM

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Perumahan Petobo Permai

Untuk Mengatasi Genangan Air Hujan

PELAKSANA KEGIATAN

G. Tunas, S.T., M.T. Ir. Arody Tanga. MT

NAMA GAMBAR

SKALA GAMBAR

NOMOR DAN JUMLAH LEMBAR

Tampak dan Potongan Buis Beton Berlubang

1 : 10

01/03

TAMPAK DEPAN/SAMPING SKALA 1:10

1.00 m

0.80 m

Lubang Peresapan D8 cm

0.20 m

0.20m

0.20 m

0.20 m

0.35 m 0.35 m 0.15 m 0.15 m

Page 149: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

144

Model sumur resapan buis beton berlubang dibuat dari pipa PVC

berdiameter 3 inch atau setara dengan diameter 7.5 cm dengan panjang 50 cm.

Model sumur yang dibuat di bedakan menjadi 3 macam yakni model sumur

konvensional, model sumur berlubang dan model sumur berlubang dengan tutup

dibawahnya. Jenis pertama dimaksudkan untuk mengetahui kinerja peresapan

sumur tanpa lubang di bagian dinding, jenis kedua dimaksudkan untuk

mengetahui kinerja peresapan lubang dikombinasikan dengan peresapan bagian

bawah, sedangkan jenis ketiga dimaksudkan untuk mengetahui kinerja peresapan

sumur khusus pada bagian lubang.

Gambar 3. Model buis (sumuran) konvensional, berlubang dan berlubang dengan tutup

bawah (a) dan alat cetakan buis beton berlubang (b)

Pembuatan model dilakukan dengan penyekalaan model, artinya model

sumur yang dibuat beserta ukuran dan posisinya sebanding dengan ukuran sumur

(buis) yang sebenarnya. Hal ini juga berarti bahwa dimensi dan posisi lubang pada

model proporsional dengan sumur (buis) yang akan dibuat. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari terjadinya penyimpangan hasil peresapan aliran antara debit

yang diinput pada model dengan debit yang sesungguhnya terjadi di lapangan.

Ketiga model ditunjukkan pada Gambar 3a. Setelah model selesai dibuat,

selanjutnya dilakukan pengujian model dan pembuatan alat cetakan. Bahan

pencetakan buis beton berlubang dibuat dari dari kayu Palapi (salah satu kayu

kelas kuat dan awet I-II di Sulawesi Tengah), dengan ukuran tinggi 80 cm,

diameter luar 1 m dan tebal 8 cm seperti terlihat pada Gambar 3b.

Page 150: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

145

3. Tahap Pencetakan dan Pemasangan Buis Beton Berlubang

Pencetakan buis beton menggunakan bahan/material semen portland

(Semen Tonasa), kerikil dan pasir, dengan tulangan. Perbandingan campuran

adalah 1:2:3 menggunakan tulangan D8 (diameter 8 mm). Hasil cetakan buis

beton diperlihatkan pada Gambar 4a. Selanjutnya Pemasangan buis (Gambar

4b) dilakukan di lokasi pengambilan sampel tanah. Buis yang dipasang di susun

sebanyak 3 (tiga) buah sesuai kebutuhan kedalaman, sehingga kedalaman

penggalian tanah 1.6 m. Teknik pemasangan buis hampir sama dengan

pemasangan sumur dangkal untuk air bersih. Sedikit perbedaan yang dilakukan

adalah pemberian lapisan ijuk pada setiap pertemuan lubang dengan tanah, untuk

menghindari tanah pada dinding masuk ke dalam sumur melalui lubang. Demikian

pula pada bagian bawah diberi lapisan kerikil sebagai pembatas bidang kontak

antara air dan tanah. Pada bagian atas sumuran, di beri lapisan penutup untuk

memberikan perlindungan terhadap kenyamanan dan keindahan pemilik rumah.

Gambar 4. Hasil cetakan buis beton berlubang (a) dan pemasangan buis

di permukiman (b)

4. Tahap Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap efektifitas lubang terhadap

infiltrasi aliran kedalam tanah. Hasil analisis ini juga dibandingkan terhadap hasil

pengujian terhadap kinerja peresapan tanpa menggunakan lubang pada sisi-sisi

sumuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 151: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

146

Permeabilitas Tanah

Pengambilan sampel dan uji mekanika tanah dimaksudkan untuk mengatahui

tingkat kelulusan air pada lokasi dimana buis beton berlubang akan diterapkan, sehingga

pengaruh porositas tanah dapat diketahui. Berdasarkan sampel tanah yang diambil dengan

alat ukur bor, dan diuji di laboratorium menunjukkan bahwa tingkat kelulusan air sebesar

0,00282 cm/dtk, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Sampel tanah yang diambil

berjumlah 6 sampel dengan jarak minimal 30 m. Maing-masing kapling perumahan di

ambil 1 sampel.

Tabel 1. Sampel uji permebilitas (konstan head) sampel tanah

Dimensi Contoh :

Diameter = 6,2 cm, Luas = 30,175 cm² , Tinggi (h) = 1 cm

No.

sampel

Waktu (t)

detik

Volume air (Q)

Cc

Temperatur (T)

1 180 195.00 28

2 180 192.00 28

3 180 189.00 28

4 180 189.50 28

5 180 179.00 28

6 180 178.00 28

Rata-rata 187,08

Pengujian Sumur Resapan

Pengujian model sumur yang dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas

lubang pada dinding buis peresapan, berdasarkan angka parameter porositas tanah

yang telah didapatkan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan debit aliran sebesar

0.15 liter perdetik, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4

yang dilakukan pada Kapling (titik) 1, 2 dan 6

Tabel 2. Hasil uji model sumur pada Titik 1

No.

Sumur

Debit

(liter/detik)

Lama pengisian

sumur penuh

(menit)

Lama

pengosongan

(menit) Keterangan

1 0.15 5.60 6.10 Tanpa lubang

2 0.15 12.40 3.20 Berlubang

3 0.15 6.15

6.35

Berlubang dengan

tutup bawah

Page 152: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

147

Penentuan debit 0.15 liter per detik dilakukan bedasarkan penyekalaan debit

akibat hujan rancangan dengan periode ulang 1 tahun. Artinya bahwa pedoman

pengujian dilakukan berdasarkan debit akibat hujan tahunan. Transformasi hujan

menjadi debit dilakukan dengan Metode Rasional.

Pengujian dilakukan pada saat musim kemarau, dimana kadar dan muka air

tanah rendah. Pengaruah air tanah pada pengujian ini diabaikan, artinya bahwa

sumur ini akan bekerja dengan baik pada saat kadar air tanah belum mencapai titik

jenih. Berdasarkan data uji yang diperlihatkan pada Tabel 2 dapat dianalisis

bahwa terdapat pengaruh lubang terhadap kinerja peresapan sumur. Pengaruh

lubang berdasarkan hasil uji tersebut adalah sebesar 54.84 % (titik 1), 44.49 %

(titik 2) dan 46.32 % (titik 3). Apabila diambil nilai rata-rata ketiga titik tersebut,

pengaruh lubang terhadap pengisian sumur (pencapaian jenuh) adalah 48.55 %.

Tabel 3. Hasil uji model sumur pada Titik 2

No.

Sumur

Debit

(liter/detik)

Lama pengisian

sumur penuh

(menit)

Lama

pengosongan

(menit) Keterangan

1 0.15 6.30 7.25 Tanpa lubang

2 0.15 11.35 4.30 Berlubang

3 0.15 8.55

8.15

Berlubang dengan

tutup bawah

Tabel 4. Hasil uji model sumur pada Titik 6

No.

Sumur

Debit

(liter/detik)

Lama pengisian

sumur penuh

(menit)

Lama

pengosongan

(menit) Keterangan

1 0.15 6.20 6.90 Tanpa lubang

2 0.15 11.55 4.50 Berlubang

3 0.15 7.45

7.55

Berlubang dengan

tutup bawah

Page 153: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

148

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian lapangan maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini :

1) Kondisi tanah di tempat pengujian memiliki angka permeabilitan

kategori sedang, mencapai 0.00282 cm/det.

2) Buis beton berlubang yang diuji sebagai sumur resapan air hujan,

berdasarkan hasil uji lapangan memberikan efisiensi peresapan 48.55 %

dibandingkan dengan buis beton konvensional dengan debit dan kedalaman

yang sama.

3) Buis beton berlubang dapat dijadikan sebagai alternatif sumur resapan air

hujan.

Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan untuk menyempurnakan penelitian ini

adalah perlunya dilakukan variasi debit dan melakukan pengujian pada lokasi lain

dengan jenis tanah yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini

melalui Hibah Program IbM.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Bear, J., 1979, Hydraulics of Groundwater, McGraw-Hill, New York.

Hindarko, 2002, Drainase Kawasan Daerah, Esha, Jakarta.

Hindarko, 2002, Manfaatkan Air Tanah Tanpa Merusak Kelestariannya, Esha,

Jakarta.

http://bplhd.jakarta.go.id/sumur_resapan

Page 154: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

149

Kusnadi, 2003, Teknologi Sumur Resapan, Andi Offset, Yogyakarta.

Sudjarwadi., 1988, Teknik Sumberdaya Air, KMTS UGM, Yogyakarta.

Suripin, 2002, Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air, Andi Offset, Yogyakara

Tunas, I.G., dan Tanga, A., 2010, Laporan Program IBM Perumahan Petobo

Permai Dalam Mengugangi Genangan Air Hujan, LPM UNTAD, Palu.

Page 155: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

150

PERENCANAAN PONDASI DANGKAL DAN PONDASI TIANG BOR

DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA

Astri Rahayu¹, Dini Afrianti²

Universitas Tadulako, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil

Email : [email protected]

ABSTRAK

Di era Globalisasi ini dan menjelang keterbukaan Ekonomi Asean, bangsa

Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dibanding bangsa lainnya dengan

membangun infrastruktur. Bangunan sipil yang ada seharusnya memiliki pondasi

yang kuat dan kokoh. Perhitungan pondasi yang ada selama ini berdasarkan

metode analitis yang didasarkan Daya Dukung Tanah dari Terzaghi. Analisa

kapasitas daya dukung pondasi dangkal dan dalam dapat dikontrol dengan

menggunakan metode elemen hingga untuk mempercepat perhitungan.

Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan perhitungan analitis dan

metode elemen hingga pada pondasi dangkal dan dalam. Perhitungan pondasi

dangkal dengan studi kasus Pembangunan Gedung Bakorluh P2K Provinsi

Sulawesi Tengah yang terdiri dari 2 lantai menggunakan pondasi telapak

berbentuk bujur sangkar dengan dimensi 1,5 x 1,5 m dan kedalaman 2,2 m.

Perhitungan pondasi dalam dengan studi kasus Hotel Coco Best Western Palu

terdiri dari 10 lantai, menggunakan pondasi tiang bor D = 0,4 m dengan

kedalaman 18 m, dimana dilapangan menggunakan pondasi tiang pancang.

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan metode Terzaghi diperoleh

nilai kapasitas daya dukung pondasi telapak, qult = 1632,125 kN/m2, yang

ditujukan untuk menahan beban titik di atasnya, P = 139,819 kN. Hasil

perhitungan penurunan menggunakan menggunakan data (segera) memiliki

nilai penurunan maksimum sebesar 4,50 mm. Berdasarkan analisa menggunakan

Plaxis v. 8.2, penurunan pondasi telapak adalah 24,57 mm dan 24,18 mm pada

kolom A dan B.

Berdasarkan analisa menggunakan Plaxis v. 8.2, pondasi tiang bor tunggal

tidak dapat mendukung beban sebesar P =6526,018 kN sehingga harus digunakan

kelompok tiang bor sebanyak 9 hingga 10 buah, dimana Σ MSF = 8,3 beban P =

700 kN. Jika Faktor keamanaan antara 2,5 hingga 3 maka Kapasitas daya dukung

tanah akan lebih besar.

Kata kunci: Pondasi telapak, Pondasi tiang bor, Plaxis v. 8.2, Kapasitas daya dukung,

Penurunan.

Page 156: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

151

PLANNING SPREAD FOUNDATIONS AND BORE PILE WITH

ANALYTICAL METHOD AND FINITE ELEMENT METHOD.

Astri Rahayu¹, Dini Afrianti²

Tadulako University, Teknik Faculty, Civil Departement

Email : [email protected]

ABSTRACT

In this era of globalization and openness towards the Asean Economic, Indonesian

people have to catch up compared to other nations by building infrastructure.

Existing civil buildings should have a strong and solid foundation. Calculations

exist for this foundation is based on analytical methods that are based on Terzaghi

Bearing Capacity. Analysis of bearing capacity of shallow and deep foundations

can be controlled by using the finite element method to accelerate the

computation.

This paper aims to compare the analytical calculations and finite element

method in shallow and deep foundations. Calculation of shallow foundation with

case studies Building Construction Bakorluh P2K Central Sulawesi province

consisting of 2 floors using square foundation with dimensions of 1.5 x 1.5 m and

a depth of 2.2 m. Calculation of deep foundation with case studies Hotel Best

Western Coco Palu consisted of 10 floors, using bored pile foundation D = 0.4 m

with a depth of 18 m, where in the real location using bore pile foundation.

Based on the analysis conducted by the method of Terzaghi bearing capacity

values obtained square foundation, qult = 1632.125 kN/m2, which is intended to

support point load on it, P = 139.819 kN. Calculations result of immediatelly

settlement using the data reduction using μ is 4.50 mm. Based on analysis using

Plaxis v. 8.2, deformation in the square foundation is 24.57 mm and 24.18 mm

for columns A and B.

Based on analysis using Plaxis v. 8.2, a single bored pile foundation can not

support the load of P = 6526.018 kN so bored pile group should be used as much

as 9 to 10 pieces, where MSF Σ = 8.3 P = 700 kN load. If safety factor between

2.5 to 3 then the bearing capacity will be greater. Keywords: square foundation, bore pile foundation, Plaxis v. 8.2, bearing capacity, settlement.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di era Globalisasi ini dan menjelang keterbukaan Ekonomi Asean, bangsa

Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dibanding bangsa lainnya dengan

membangun infrastruktur. Bangunan teknik sipil meliputi dua bagian utama yaitu

struktur atas (upper structure) dan struktur bawah (sub structure) . Struktur atas

didukung oleh struktur bawah sebagai pondasi yang berinteraksi dengan tanah

Page 157: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

152

untuk menghasilkan kapasitas dukung yang mampu memikul dan memberikan

keamanan pada struktur bagian atas. Struktur bawah sebagai pondasi secara umum

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

Perhitungan pondasi dangkal yang ada selama ini berdasarkan metode

analitis yang didasarkan Daya Dukung Tanah dari Terzaghi. Analisa kapasitas

daya dukung pondasi dangkal dan dalam dapat dikontrol dengan menggunakan

metode finite elemen untuk mempercepat perhitungan.

Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada jenis struktur atas, apakah

termasuk konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga jenis tanahnya. Untuk

konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan permukaan yang cukup baik,

biasanya jenis pondasi dangkal sudah cukup memadai. Tetapi untuk konstruksi

beban berat (high-rise building) biasanya jenis pondasi dalam adalah menjadi

pilihan. Tanah dasar yang baik dan stabil merupakan syarat bagi kemampuan

konstruksi dalam memikul beban. Apabila lapisan tanah pendukung keras, maka

daya dukung tanah tersebut cukup kuat untuk menahan beban yang ada.

Sebagai obyek penelitian adalah Gedung Badan Koordinasi Penyuluhan

Pertanian Perikanan dan Kehutanan (Bakorluh P2K) di Dinas Perkebunan

Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 2 lantai untuk pondasi dangkal, dan Hotel

Coco Best Western sebanyak 10 lantai untuk pondasi dalam. Penyelidikan tanah

dilakukan dengan menggunakan metode statis yaitu penyelidikan sondir yang

bertujuan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat yang

merupakan indikasi dari kekuatan daya dukung lapisan dengan menggunakan

rumus empiris.

Pada penelitian ini perhitungan kapasitas daya dukung yang digunakan

adalah metode Terzaghi dan metode elemen hingga menggunakan program

Plaxis. Dari studi ini akan diperoleh nilai keamanan sehingga dapat diketahui

seberapa jauh perbedaan antara hasil kapasitas daya dukung pondasi berdasarkan

hasil perhitungan beberapa metode.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi

permasalahan pada studi ini yaitu mengenai:

1. Bagaimana kapasitas daya dukung pondasi dangkal dan pondasi dalam?

Page 158: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

153

2. Seberapa besar penurunan yang terjadi pada pondasi?

Batasan Masalah

Uji sifat tanah berdasarkan data tanah yang diperoleh dari hasil penyelidikan

tanah di lapangan.

1. Perhitungan pembebanan menggunakan SAP 2000 v.14

2. Metode Terzaghi

3. Metode numeris, dimana didasarkan pada metode elemen hingga dengan

menggunakan program Plaxis v. 8.2.

4. Penurunan diperhitungkan menggunakan perhitungan penurunan data

(segera).

Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan

1. Menghitung dan menganalisa kembali besarnya daya dukung pondasi

berdasarkan rumus empiris dari metode Terzaghi dan metode elemen hingga

(finite element) menggunakan program Plaxis yang didasarkan pada data

CPT (sondir).

2. Menghitung besarnya penurunan (settlement) yang terjadi dengan

menggunakan rumus empiris dan program Plaxis.

TINJAUAN PUSTAKA

Pondasi

Pondasi terbagi atas pondasi dangkal dan pondasi dalam, pondasi dangkal

didefinisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti

pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit. Pondasi dalam

didefinisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras

atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran

dan pondasi tiang, (Hardiyatmo, 2002).

Stabilitas pondasi ditentukan oleh beberapa faktor :

1. Kapasitas daya dukung tanah (bearing capacity)

Daya dukung tanah ini sangat dipengaruhi oleh :

Page 159: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

154

a) Jenis pondasi yang meliputi bentuk, dimensi, dan kedalaman.

b) Sifat tanah dimana pondasi tersebut diletakkan.

2. Penurunan (settlement)

a) Penurunan seketika (immediate settlement) diakibatkan oleh elastisitas

tanah.

b) Penurunan konsolidasi (consolidation settlement) diakibatkan oleh

peristiwa konsolidasi atau keluarnya air dari ruang pori partikel tanah.

Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kemampuan tanah untuk

mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya

tanpa terjadinya keruntuhan geser. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah

untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat

dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang gesernya.

Daya dukung dipengaruhi oleh nilai kuat geser tanah, dimana hal ini

dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah. Nilai kohesi (c) diperoleh dari

besarnya gaya tarik menarik antara butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap

pergeseran antar partikel tanah disebut sudut geser tanah ( ). Analisa daya

dukung tanah diperlukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung

beban pondasi struktur yang terletak di atasnya.

Metode Analisa Kapasitas Daya Dukung

Analisa Terzaghi yang merupakan perkembangan dari analisis daya dukung

Prandtl dalam Hardiyatmo (2002) untuk bentuk pondasi bujur sangkar, sebagai

berikut :

qult = 1.3 cNc + Df Nq + 0,4 B ....... (2.1)

dimana :

qult = kapasitas daya dukung ultimit (kN/m2)

c = kohesi (kN/m2)

Df = kedalaman pondasi (m)

= berat volume tanah (m)

B = lebar atau diameter pondasi (m)

Page 160: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

155

L = panjang pondasi (m)

Nc, Nq, = faktor daya dukung Terzaghi

. Df = po = tekanan overburden (tekanan vertikal pada dasar pondasi)

= bila terdapat beban merata (qo) maka menjadi ( . Df +

qo) = (po + qo)

Pondasi harus memenuhi dua persyaratan dasar, yaitu :

1. Faktor aman (Fs) terhadap keruntuhan geser dari tanah pendukung harus

memadai, biasanya yang sering dipakai adalah 3.

2. Penurunan pondasi dapat terjadi dalam batas toleransi dan penurunan

sebagian tidak boleh menyebabkan kerusakan serius atau mempengaruhi

fungsi struktur.

Daya dukung izin didefinisikan sebagai tekanan maksimum yang boleh

dikerjakan pada tanah sedemikian rupa sehingga kedua kebutuhan dasar di atas

terpenuhi.

Kapasitas daya dukung untuk pondasi tiang bor ditinjau dari cara

mendukung beban dibedakan menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo 2002), yaitu

tiang dukung ujung (end bearing pile) dimana tiang dipancang hingga mencapai

tanah keras dan tiang gesek (friction pile) dimana kapasitas dukungnya lebih

ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya.

Kapasitas daya dukung tiang bor dapat dihitung dengan beberapa metode

antara lain, Kapasitas daya dukung dari data sondir, Kapasitas daya dukung dari

data parameter tanah ( ɤ dan c ) dan dari hasil N SPT.

Penentuan Daya Dukung Izin

Daya dukung tanah atau pondasi dibedakan menjadi daya dukung ultimit,

qu, dan daya dukung izin, qall, dimana qult merupakan daya dukung ultimit atau

maksimum sedangkan qall merupakan batasan tegangan atau beban yang diizinkan

bekerja pada tanah atau pondasi yang ditinjau. Persamaan yang dipergunakan

dalam perhitungan daya dukung izin:

....... (2.2)

Page 161: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

156

Setelah dilakukan perhitungan daya dukung izin tersebut, langkah

selanjutnya ialah melakukan desain pondasi sehingga nilai daya dukung netto

harus lebih kecil daripada nilai daya dukung izin (q ≤ ).

Penurunan Segera (immediate settlement)

Penurunan segera atau penurunan elastik adalah penurunan yang terjadi

akibat dari deformasi elastik tanah kering, basah atau jenuh air tanpa adanya

perubahan kadar air dalam tanah. Penurunan ini biasanya langsung terjadi setelah

pembebanan dilaksanakan dan perhitungan penurunannya didasarkan pada teori

elastisitas.

..... (2.3)

dengan :

Si = penurunan segera (m)

q = tekanan pada dasar pondasi (kN/m2)

= angka poison

= modulus elastik (kN/m2 )

Ip = faktor pengaruh

L dan B adalah panjang dan lebar pondasi.

Pembebanan

Komponen dari sebuah struktur harus direncanakan untuk menahan beban

yang bekerja padanya tanpa mengalami tegangan dan deformasi yang berlebihan.

Pada struktur gedung beban-beban yang diperhitungkan adalah beban mati, beban

hidup dan beban akibat gempa.

Sulawesi Tengah merupakan wilayah gempa-4 pada pembagian wilayah

untuk Indonesia. Beban yang bekerja pada konstruksi pondasi dibedakan atas

beban vertikal dan beban horizontal.

Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

Metode elemen hingga adalah cara pendekatan solusi analitis struktur secara

numerik dan struktur kontinum dengan derajat kebebasan tak terhingga

Page 162: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

157

disederhanakan dengan diskretisasi kontinum ke dalam elemen-elemen kecil yang

umumnya memiliki geometri lebih sederhana dengan derajat kebebasan tertentu

(berhingga), sehingga lebih mudah dianalsis. Ketelitian perhitungan menggunakan

Finite Element Method (FEM), tergantung pada banyaknya nodal pada elemen,

dengan kata lain semakin banyak nodal maka perhitungan menjadi lebih teliti.

Gambar 1. Elemen hingga versi 2D pada umumnya

(Sumber: Potts Dan Zdravković, 1999)

Program Plaxis

Plaxis merupakan suatu paket program finite element yang khusus

digunakan untuk menghitung deformasi tanah pada konstruksi geoteknik. Analisa

deformasi tanah dasar di bawah pondasi telapak dan tiang bor dapat dilakukan

secara numeris dengan menggunakan software Plaxis versi 8.2. Plaxis merupakan

software yang berdasar pada metode elemen hingga dan merupakan kependekan

dari plane strain dan axi-symmetry (Brinkgreve dan Vermeer, 1998).

Plaxis memberikan beberapa pilihan model konstitutif dalam memecahkan

masalah, yaitu : Mohr-Coulomb model, Hardening Soil model, Soft Soil model dan

Soft Soil Creep model. Adapun program Plaxis yang digunakan untuk analisis

kasus ini adalah versi 8.2 dengan meninjau pada kondisi axi-symmetry dan

menggunakan pemodelan Mohr-Coulomb. Model Mohr-Colomb dipengaruhi oleh

lima parameter tanah yaitu parameter E dan υ mewakili elastisitas tanah, φ dan c

mewakili plastisitas tanah dan ψ sebagai sudut dilatancy.

Nilai kohesi c dan sudut gesek dalam diperoleh dari uji geser seperti uji

triaxial atau diperoleh dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan.

Metode Penelitian

Page 163: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

158

Perhitungan kapasitas daya dukung tanah pada pondasi telapak dan pondasi

tiang bor yang biasanya dihitung dengan metode analitis dapat dikontrol dengan

metode elemen hingga. Pada metode elemen hingga, beban (load) dari bangunan

atas (upper structure) disalurkan melalui pondasi ke tanah disekitarnya.

Kemampuan tanah mendukung beban diatasnya dibuat dalam berbagai pemodelan

tanah, salah satunya adalah model Mohr- Coulomb.

Pada penelitian ini diambil kasus pondasi dangkal pada gedung Bakorluh

Sulawesi Tengah dan pondasi tiang bor pada hotel Coco Best Western Palu.

Pondasi tiang bor tidak dihitung secara analitis akan tetapi langsung diuji

kapasitas dukung dengan elemen hingga.

Tahapan perencanaan

Setelah semua data-data yang dibutuhkan telah lengkap maka selanjutnya ke

proses perhitungan pondasi. Langkah-langkah dalam perhitungan pondasi telapak

adalah sebagai berikut :

1. Menghitung kapasitas daya dukung pondasi

Dalam perhitungan kapasitas daya dukung pondasi, metode yang digunakan

untuk pondasi telapak bujur sangkar dirumuskan:

Analisa Terzaghi (pers. 2.1)

qult = 1.3 cNc + Df Nq + 0,4 B

2. Menghitung tekanan tanah yang terjadi

qytd = P / Luas pondasi

dimana : qytd = Daya dukung tanah yang terjadi (kN/m2)

P = Beban ultimit (kN)

3. Menghitung faktor keamanan

FS = qult / qytd

Faktor aman (FS) terhadap keruntuhan geser dari tanah pendukung harus

memadai, sehingga FS ≥ 3.

4. Menghitung penurunan pondasi

a. Plaxis versi 8

Langkah-langkah analisa pondasi telapak dan pondasi tiang bor

menggunakan Plaxis v. 8.2:

Page 164: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

159

1 m

4 m

4 m

18 m

Penggambaran pondasi

Penentuan material perencanaan

Generate mesh

Tentukan kondisi muka air tanah

Plaxis calculation

Plaxis output

Penurunan Pada Pondasi Telapak

a. Penurunan segera (immediate settlement), si

Dimana: Poisson ratio ( ) = 0,20

Modulus Elastisitas (Es) = 20000 kN/m2

Faktor pengaruh (Ip) = 0,82

Dimensi pondasi (B) = 1,5 m

Tekanan pondasi netto (qn) qn = q – (Df )

Analisa Pondasi Menggunakan Plaxis v. 8.2

a. Gambar potongan 2D dari kasus perencanaan

Pada dasarnya penggambaran potongan 2D dari kasus perencanaan

menggunakan Plaxis v. 8.2, menggunakan sistem koordinat xy. Adapun ukuran

mesh yang digunakan dalam analisa pondasi telapak adalah ukuran mesh kasar

(coarse).. Untuk menggambar potongan 2D kasus, gunakan ikon perintah ―line‖

untuk menentukan batasan-batasan (cluster) material, sedangkan untuk asumsi

penggambaran struktur seperti pondasi digunakan ikon perintah ―plate‖.

-139,819 kN -6525,02 kN

Page 165: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

160

Gambar 2. Pemodelan perencanaan untuk pondasi pada Plaxis v. 8.2

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Untuk penggambaran beban aksial yang berupa beban titik digunakan ikon

perintah ―Point load – load system A‖, , setelah ikon dipilih, kotak dialog ini

akan diperoleh. Langkah selanjutnya adalah memasukan nilai beban aksial yang

bekerja yaitu sebesar -6525,02 kN untuk tiang bor dan -139,819 kN untuk telapak

yang pada Plaxis akan dibulatkan secara otomatis.

b. Tentukan material yang ada pada perencanaan

Untuk menentukan material digunakan ikon perintah ―Material Sets‖,

Gambar 3. Material set

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Gambar 4. Material set untuk Lempung Berlanau, CL (Parameters)

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Untuk parameter elastisitas yaitu Modulus Elastisitas (E) dan Angka

Poisson ( ) dimasukan sesuai dengan data yang ada, begitu juga dengan

parameter kuat geser, kohesi (c) dan sudut gesek ( ), untuk input data kohesi

tanah untuk satu profil Pasir, SW, diambil nilai c = 0,0001 kN/m2. Sementara nilai

Pilihan asumsi penggambaran

material

Material-material untuk pilihan “Soil

& Interfaces”

Page 166: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

161

modulus geser Gref dan Eoed dan nilai kecepatan Vs dan Vp akan dihitung secara

otomatis oleh Plaxis. Setelah pengaturan ini selesai, klik ikon ―Next‖.

Untuk menentukan karakteristik pondasi, click ikon ―Material Set‖, opsi

―plate‖ dipilih, kotak dialog seperti pada gambar 3.5 akan muncul, langkah

selanjutnya adalah memasukan data sesuai dengan data yang diperoleh. Berikut

adalah data input untuk struktur pondasi.

Gambar 5. Material set untuk pondasi

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Pada Gambar 5 juga terlihat nilai ―d‖ yang merupakan ekuivalensi ketebalan

balok, nilai ini secara otomatis dihitung oleh Plaxis. Nilai ini juga dapat dijadikan

nilai pengontrol jika input data dilakukan dengan benar. Nilai ―w‖ adalah ini berat

isi beton yang diambil sebesar 24 kN/m3

sedangkan ― ‖ adalah nilai angka

Poisson beton yang diambil 0,20.

Setelah semua pengaturan material yang digunakan dalam analisa selesai,

hal penting lainnya adalah membatasi daerah analisa. Hal ini dapat dilakukan

dengan opsi ―standard fixities‖ atau ikon, , dimana ikon ini berfungsi untuk

membuat daerah analisa tidak mengalami deformasi, baik secara vertikal maupun

horizontal. Untuk mengaplikasikan pondasi yang telah diset, double klik pada

―Plate‖ yang telah digambar.

c. Generate mesh

Untuk men-generate mesh, klik ikon . Dalam analisa pondasi telapak dan

tiang bor, digunakan tingkat mesh kasar (course) dengan 15 nodal dalam setiap

meshnya.

Page 167: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

162

1 m

4 m

4 m

Gambar 6. Mesh pada material tanah

d. Tentukan kondisi MAT

Setelah proses mesh generation selesai, klik ikon untuk

menentukan kondisi muka air tanah (MAT). Setelah itu untuk meletakkan muka

air tanah klik ikon ―phreatic level‖, , dimana pengaturan muka air tanah

dilakukan dengan cara yang sama dengan cara menggambar cluster. Langkah

berikutnya adalah membangkitkan tekanan air yang dapat dilakukan dengan ikon

―generate water pressure‖, . Setelah itu klik ikon ―initial pore pressure‖, ,

untuk opsi analisa dimana terdapat muka air tanah pada analisa.

Langkah berikutnya adalah membangkitkan tekanan awal yang dapat

dilakukan dengan mengklik ikon, , dan setelah itu klik ikon, , maka akan

diperoleh kotak dialog ―K0 procedure‖ dan nilai M-weight diisi dengan nilai 1

yang menandakan faktor pengali untuk material tanah. Setelah itu klik ikon ―OK‖.

e. Plaxis Calculation

Tahap perhitungan pada Plaxis hanya dapat ditempuh hanya apabila model

telah digambar dengan benar, mesh telah dibangkitkan dan tekanan air tanah telah

dibangkitkan.

1,5 m

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Page 168: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

163

Gambar 7. Plaxis Calculation (General)

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Plaxis Calculation terdiri dari 4 tab utama yaitu General, Parameters,

Multipliers dan Preview. Tab General merupakan tab awal dimana dapat diberikan

penamaan fase (opsional), menentukan fase perhitungan dimulai dari fase mana

dan menentukan jenis perhitungan. Gambar 3.7 menunjukan pengaturan untuk

perhitungan ―struktur‖ . Setelah beban aksial dianalisa, dilakukan perhitungan

untuk menentukan faktor keamanan. Fasilitas yang digunakan adalah jenis

perhitungan Phi/c reduction. Setelah proses perhitungan selesai, fase-fase akan

diberi tanda, tanda centang berwarna hijau menandakan proses perhitungan

berhasil.

Gambar 8. Centang hijau yang menunjukan perhitungan yang berhasil

(Sumber: Plaxis v. 8.2).

Jenis-jenis perhitungan yang disediakan oleh

PLAXIS V 8.2

Click “Parameters” untuk tahap selanjutnya

Fase-fase perhitungan

Tanda centang berwarna hijau menandakan bahwa perhitungan

telah berhasil...!!

Page 169: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

164

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Pondasi Telapak dengan

Menggunakan Parameter Kuat Geser Tanah

a. Ketahui tipe struktur dan beban ultimit (P)

Beban titik yang bekerja di atas pondasi merupakan beban dari atap, pelat

lantai dan balok, yang kemudian disalurkan ke kolom dan ke pondasi. Sehingga

untuk memperoleh nilai beban titik tersebut perlu dilakukan analisa pembebanan

dengan SAP 2000 terlebih dahulu.

Beban titik maksimum yaitu P = -139,819 kN untuk kolom B dan P = -

111,960 kN untuk kolom A pada gedung Bakorluh.

Beban titik maksimum pada hotel Coco Best Western P = -6526,081 kN.

Nilai maksimum ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan perhitungan

kapasitas daya dukung pondasi.

b. Ketahui kondisi tanah: sudut gesek ( ), kohesi (c), berat isi tanah

( ).

Pemodelan kasus perencanaan gedung Bakorluh sbb,

Gambar 9. Pemodelan perencanaan

Gedung Hotel Coco BW Palu, Profilisasi Tanah dianggap seragam dengan

dominasi Pasir berlanau ɤd =19 kN/m³ , Ø = 40˚, c = 0. Panjang Tiang bor = 18 m

D = 0,4 m. (Ponsedo L, 2013)

c. Hitung analisa daya dukung tanah

Analisa daya dukung tanah dengan menggunakan teori Terzaghi dengan

kedalaman muka air tanah 1,2 m di atas dasar pondasi. Kapasitas dukung ultimit

pada keruntuhan geser lokal: , dari tabel Ø -N diperoleh Nc = 25,18; Nq

= 12,75; = 8,35

Page 170: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

165

Pondasi berbentuk bujur sangkar, maka: qult = 1.3 cNc + q Nq + 0,4 B ;

dimana: q = (Df – D) + D

1. Daya dukung ultimit pondasi

qult = 1.3 cNc + q Nq + 0,4 B

= 1,3 (37 x 25,18) + 29,066 x 12,75 + 0,4 (10,055 x 1,50 x 8,35)

= 1632,125 kN/m2

2. Hitung kapasitas pondasi (qytd)

qytd =

=

= 62,142 kN/m2

3. Gunakan faktor keamanan, FS = 3

Fs =

=

= 26,265

4. Periksa apakah FS ≥ 3

26,265 ≥ 3 aman

Sehingga disimpulkan bahwa pondasi telapak dengan dimensi, B = 1,5 m

dan kedalaman, Df = 2,2 m, yang ditempatkan pada tanah yang telah diprofilkan

sebelumnya, mampu menahan beban titik dari konstruksi bangunan atas.

d. Perhitungan Penurunan pada Pondasi Telapak

Perhitungan penurunan segera (immediate settlement), si

Dimana:

Poisson ratio ( ) = 0,20

Modulus Elastisitas (Es) = 20000 kN/m2

Page 171: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

166

Faktor pengaruh (Ip) = 0,82

Dimensi pondasi (B) = 1,5 m

Tekanan pondasi netto (qn)

qn = q – (Df )

= 62,142 – (2,2 17)

= 24,742 kN/m2

Sehingga nilai si dapat dihitung:

= 0,00146 m = 1,461 mm

Dari hasil perhitungan penurunan segera diperoleh nilai penurunan masih

dalam batas kontrol penurunan rata-rata izin.

Tabel 1. Perhitungan daya dukung metode Terzaghi untuk kolom A dan B

Beban kolom A

c (kN/m2) ɣd (kN/m3) Nc Nq Nɣ lapisan 1 lapisan 2 P (kN/m)

B Df Df/B qult qytd

(m) (m) (kN/m2) (kN/m2) data sondir data μ

1.5 1.67 1697.150 49.760 34.107 14.978 0.429

1.2 2.5 2.08 1687.075 77.750 21.699 11.907 1.665

1.0 2.50 1680.358 111.960 15.009 11.274 2.734

1.5 1.47 1632.125 49.760 32.800 12.283 0.730

1.2 2.2 1.83 1622.050 77.750 20.862 10.505 1.906

1.0 2.20 1615.333 111.960 14.428 9.335 2.935

1.5 1 1480.400 49.760 29.751 9.335 1.432

1.2 1.5 1.25 1470.325 77.750 18.911 6.377 2.468

1.0 1.5 1463.608 111.960 13.073 5.125 3.403

Beban kolom B

c (kN/m2) ɣd (kN/m3) Nc Nq Nɣ lapisan 1 lapisan 2 P (kN/m)

B Df Df/B qult qytd

(m) (m) (kN/m2) (kN/m2) data sondir data μ

1.5 1.67 1697.150 62.142 27.311 19.048 1.160

1.2 2.5 2.08 1687.075 97.097 17.375 15.240 2.579

1.0 2.50 1680.358 139.819 12.018 14.449 3.830

1.5 1.47 1632.125 62.142 26.265 15.709 1.461

1.2 2.2 1.83 1622.050 97.097 16.706 13.487 2.820

1.0 2.20 1615.333 139.819 11.553 12.016 4.031

1.5 1 1480.400 62.142 23.823 12.016 2.163

1.2 1.5 1.25 1470.325 97.097 15.143 8.264 3.382

1.0 1.5 1463.608 139.819 10.468 6.661 4.500

139.819

Pondasi bujur sangkar

Keruntuhan geser lokal

37 12.75 8.3517

Parameter tanah

111.960

faktor daya dukung

25.18

qc (kN/m2)

3078.80 7696.41

3078.800 7696.410

penurunan (mm)

Fs

Pondasi bujur sangkar

penurunan (mm)

Fs

Parameter tanah

37 17 12.75 8.35

faktor daya dukung

25.18

qc (kN/m2)

Page 172: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

167

Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung pondasi telapak, dengan variasi

dimensi pondasi 1,0 - 1,5 m dan variasi kedalaman 1,5 - 2,5 m diperoleh nilai

faktor keamanan (Fs) yang memenuhi syarat dimana Fs > 3 untuk setiap tinjauan

beban kolom. Pada lokasi perencanaan, jenis pondasi yang digunakan adalah

pondasi telapak berbentuk bujur sangkar dengan dimensi B = 1,5 m dan

kedalaman 2,2 m.

Penggunaan pondasi telapak pada pembangunan Gedung Bakorluh P2K

Provinsi Sulawesi Tengah layak digunakan dengan lebar pondasi (B) = 1,5 m dan

kedalaman Df = 2,2 m dengan beban kolom B yang merupakan beban maksimum,

karena mampu menahan beban titik.

Analisa Pondasi Menggunakan Plaxis v. 8.2

a. Hasil analisis terhadap struktur pondasi

Simulasi hasil interaksi struktur terhadap tanah

(a) (b)

Gambar 10. Deformasi mesh pada Plaxis Output karena beban aksial

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Gambar 10. (a) menunjukan deformasi mesh yang terjadi karena instalasi

struktur pondasi telapak dan sloof yang diperuntukan untuk menahan beban titik,

P, akibat bangunan atas dimana pondasi telapak A menerima beban sebesar -

111,960 kN dan B menerima beban sebesar -139,819 kN pada kedalaman 2,2 m.

Dari tabel hasil analisa, penurunan yang terjadi pada nodal 1109 adalah

sebesar 24,57 mm dan pada nodal 1479 penurunan yang terjadi adalah sebesar

24,18 mm.

Page 173: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

168

Gambar 11. Analisa perpindahan nodal nomor 1109 dan 1479

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Untuk mengetahui nilai pada masing-masing nomor nodal, klik ikon ―table‖

sehingga akan diperoleh data sebagai berikut:

Gambar 12. Tabel hasil analisa deformasi mesh nodal 1479

(Sumber: Plaxis v. 8.2)

Gambar di atas menunjukkan tabel hasil analisa deformasi mesh pada nodal

nomor 1479. Pada gambar di atas ditunjukkan secara detail letak koordinat nodal

nomor 1479 dan penurunan yang terjadi sebesar -24,18 mm.

Sedangkan pada perhitungan Pondasi tiang bor dengan beban P=-6526,018

kN tidak dapat dikalkulasi karena beban melebihi kemampuan daya dukung tanah.

Ketika beban dikurangi secara bertahap, pada beban P= -700,00 kN tanah dapat

mendukung dengan nilai ΣMSF = 8,3. Sehingga jika dihitung 6526,018 kN/700,00

kN = 9,3. Diperlukan kelompok tiang antara 9 – 10 buah untuk mendukung beban

tersebut. Dilapangan digunakan kelompok tiang pancang berjumlah 9.

24,57 mm 24,18 mm

-111,960 kN -139,819 kN Nodal

nomor 1109

Nodal

nomor 1479

Page 174: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

169

KESIMPULAN

Sesuai dengan hasil penelitian, baik dengan menggunakan parameter kuat

geser tanah maupun dengan menggunakan perangkat lunak dengan dasar logika

elemen hingga, maka disimpulkan bahwa :

1. Hasil perhitungan daya dukung pondasi telapak pada pembangunan Gedung

Bakorluh P2K Provinsi Sulawesi Tengah dengan metode Terzaghi untuk

lebar pondasi B =1,5 m dan kedalaman Df = 2,2 m sebesar 1632,125 kN/m2

mampu menahan beban aksial maksimum sebesar 139,819 kN dimana

faktor keamanan ≥ 3.

2. Pada analisa penurunan maksimum yang terjadi akibat beban aksial yang

diberikan oleh konstruksi bangunan menunjukan bahwa cara empiris dengan

menggunakan Plaxis v. 8.2, menunjukan hasil yang berbeda. Penurunan

maksimum yang diperoleh menggunakan metode Terzaghi untuk lebar

pondasi B = 1,5 m dan kedalaman Df = 2,2 m untuk tinjauan kolom B

sebesar 1,461 mm, sedangkan dari perhitungan Plaxis v. 8.2 mengalami

penurunan sebesar 24,18 mm.

3. Pada perhitungan Pondasi tiang bor dengan beban P=-6526,018 kN tidak

dapat dikalkulasi karena beban melebihi kemampuan daya dukung tanah.

Ketika beban dikurangi secara bertahap, pada beban P= -700,00 kN tanah

dapat mendukung dengan nilai ΣMSF = 8,3. Diperlukan kelompok tiang

antara 9 – 10 buah untuk mendukung beban tersebut.

4. Perhitungan secara analitis dan elemen hingga, keduanya sama

membutuhkan data beban, data material dan bentuk pondasi serta data tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, D, 2011, Perencanaan Pondasi Telapak pada Gedung Badan Koordinasi

Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BAKORLUH P2K)

Propinsi Sulawesi Tengah. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik.

Universitas Tadulako. Palu.

Bowles, J. E, 1986, Analisis dan Desain Pondasi Jilid I. Edisi keempat. Erlangga.

Jakarta.

Bowles, J. E., 1988, Foundation Analysis and Design, Fifth Edition, McGraw-Hill

Inc., USA.

Page 175: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

170

Das, B. M, 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I.

Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta

Das, B. M, 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid II.

Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Das, B. M., 1999, Principles of Foundation Engineering, Fourth edition, PWS

Publishing, California State University Sacramento, USA.

Handoko, Gagak, 2010, Analisis Interaksi Tanah Terhadap Pondasi Tiang Pada

Rumah Susun di Kelurahan Ujuna Dengan Metode Elemen Hingga.

Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Tadulako. Palu.

Hardiyatmo, H.C. 2002, Mekanika Tanah I, Edisi Pertama. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Jumikis, A. R., Soil Mechanics, 1984, Robert E. Krieger Company, Inc., Florida.

Potts, D. M. dan Zdravković, L., 1999, Finite Element Anaysis in Geotechnical

Engineering, Thomas Telford, London.

Ponsedo, L, 2013, Perencanaan Pondasi Tiang Bor pada Pembangunan Hotel

Best Western Coco Palu, Sulawesi Tengah. Jurusan Teknik Sipil.Fakultas

Teknik. Universitas Tadulako.

Sosrodarsono, S., Nakazawa., 1990, Mekanika Tanah & Teknik Pondasi. PT.

Pradnya Paramita. Jakarta.

Terzaghi, K, & Peck, R. B, 1993, Mekanika Tanah dalam Praktik Rekayasa,

Penerbit Erlanga, Jakarta.

SNI–1726–2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung, Jakarta.

SNI–03–2847–2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung, Bandung.

Page 176: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

171

PERBANDINGAN FREKUENSI ALAMI BALOK BETON BERTULANG

BERPENAMPANG I DENGAN BALOK BETON BERTULANG

BERPENAMPANG T BERLUBANG MEMANJANG

Muhammad Yusuf Amir

1), Fatmawati Amir

2)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Palu1)

,

Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako Palu2)

Email: [email protected]

1)

ABSTRAK

Beton bertulang dengan penampang I mengurangi bobot dan kebutuhan

beton, namun pengurangan kekuatannya tidak terlalu besar. Beton bertulang

dengan penampang I pelaksanaannya cukup rumit dan memakan waktu

berdasarkan pengamatan. Oleh karena itu dibuat balok beton dengan penampang

persegi berlubang memanjang (hollow core beam) yang beratnya ekivalen

dengan balok beton penampang I. Diharapkan beton bertulang penampang

persegi berlubang memiliki kekuatan yang tidak berbeda dengan beton bertulang

penampang I tersebut, namun lebih ekonomis dan lebih mudah dilaksanakan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan frekuensi alami

balok beton bertulang persegi berpenampang T berlubang memanjang dengan

balok beton bertulang berpenampang I ekivalennya.

Benda uji yang digunakan 4 (empat) buah dengan bentang 3500 mm, yaitu

masing-masing 1 (satu) balok kontrol (BK) berupa balok tampang T dengan flens

bawah dan 3 (tiga) balok berlubang (BB) berupa balok tampang T berlubang

secara geometri dan material sama dengan tinggi 300 mm, lebar dan tinggi

flens atas 600 mm dan 100 mm untuk lebar badan BK 125 mm BB 200 mm,

sedangkan lebar dan tinggi flens bawah BK 200 mm dan 75 mm. Masing-

masing benda uji diberi beban statik dan dinamik sampai dengan beban leleh

dengan menggunakan mesin penggetar.

Dari hasil analisis penelitian Balok uji BK yang ekuivalen dengan BB baik

material maupun dimensi tidak menjamin memiliki frekuensi alami yang sama

untuk sistem perletakan sendi-rol balok BB memiliki frekuensi alami yang lebih

tinggi dengan peningkatan sebesar 14,061 % sebelum pembebanan dan 12,625

% tahap pembebanan sebelum leleh (yield) dibandingkan BK dan sistem

perletakan sendi-sendi BB memiliki frekuensi alami yang lebih tinggi dengan

peningkatan sebesar 10,145 % sebelum pembebanan dan 2,957 % tahap

pembebanan sebelum yield dibandingkan BK dan ketika pembebanan leleh

(yield) sistem perletakan sendi-rol balok BB mengalami penurunan sebesar -

0,065 % dibandingkan BK begitu pula sistem perletakan sendi- sendi BB

mengalami penurunan sebesar -9,075 % dibandingkan BK. Peningkatan

frekuensi alami Balok BB dibandingkan Balok BK sebelum pembebanan tahap

leleh menunjukkan peningkatan kekakuan pada balok BB dan setelah leleh

mengalami penurunan kekakuan.

Kata kunci : Balok Beton T Berlubang Memanjang, Balok I, Beban Statik, Beban dinamik

13

Page 177: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

172

PENDAHULUAN

Beton bertulang merupakan bahan bangunan yang paling banyak digunakan

pada saat ini. Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam suatu struktur

bangunan, bentuk penampang dari beton bertulang tidak lagi hanya berbentuk

persegi tetapi dengan penampang I mengurangi bobot dan kebutuhan beton,

namun pengurangan kekuatannya tidak terlalu besar. Beton bertulang dengan

penampang I pelaksanaan pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu

lebih lama. Oleh karena itu dibuat bentuk lain dari penampang beton yang

pengurangan bobotnya ekivalen dengan balok beton penampang I, dengan

membuat beton bertulang dengan penampang persegi berlubang memanjang

(hollow core beam). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku frekuensi

alami dan kekakuan pada keadaan layan dan saat runtuh balok tampang T

berlubang memanjang dan balok tampang I. Dari penelitian diharapkan

bermanfaat dalam mempermudah pelaksanaan pemasangan dan pengerjaan

bekisting dan baja tulangan dalam pembuatan balok beton bertulang.

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Mirwan (2008), melakukan Pengujian eksperimental tentang kuat lentur

balok persegi dan balok I. Penampang balok yang diteliti adalah dengan ukuran

(130 X 200) panjang 1300 (Gambar 1).

Gambar 1 Dimensi Tulangan Balok Persegi dan Balok I

Penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan balok I pada bagian

lentur diharapkan dapat menjadi pertimbangan praktisi kedepan mengingat karena

dapat mengurangi berat sendiri struktur. Balok I aman dengan pengurangan luasan

pada daerah tarik sebesar 2,42 %.

Page 178: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

173

Gilang T (2009), melakukan pengujian untuk mengetahui karakteristik

kekuatan hollow core beam RC terhadap lentur dan geser. Hasil pengujian yang

dilakukan terhadap balok 150/300 bentang 2 m balok beton persegi solid

(BS), dan balok beton berlubang memanjang bentang dengan tiga buah lubang

diameter 50,8 mm (BRD). Dari hasil pengujian didapatkan nilai pada beban

ultimit seperti dalam tabel berikut ini (Tabel 1).

Tabel 1 Kuat lentur dan beban ultimit hasil pengujian

Kode Benda Uji Beban Ultimit (kN) Momen Lentur (kNm)

BS 8

4

25,2

BRD 8

8

26,4

% nilai BRD terhadap BS 104,76 % 104,76 %

Saleh, F (2000), melakukan pengujian eksperimental tentang deteksi

kerusakan pada balok beton bertulang non-prismatis dengan pemberian beban

dinamik. Penampang balok non-prismatis yang diteliti adalah dengan ukuran

(230-150 x 100) panjang 3000 mm. Hasil pengujian menunjukkan terjadi

peningkatan kerusakan dan penurunan frekuensi dengan bertambahnya beban

yang diberikan.

Kuat Lentur Balok Berlubang

Jika nilai a diasumsikan di bawah sayap atau pada lubang maka analisa

perhitungan Cc = Cc1 - Cc2 (Gambar 3.1) dimana Cc = Ts, Cc1 adalah gaya tekan

beton solid pada garis a dan Cc2 gaya tekan beton solid pada garis a-w

(Sapramedi, 2005).

Gambar 2. Distribusi tegangan pada balok persegi berlubang

Analisis perhitungannya sebagai berikut:

1. Menghitung gaya tekan Cc1 dengan anggapan balok persegi biasa.

Page 179: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

174

Cc1 = 0,85fc‘.a.b (1)

2. Menghitung gaya tekan Cc2 sebagai gaya tekan yang tidak terpakai.

Cc2 = 0,85fc‘. (a-w).s (2)

3. Menghitung momen nominal yang terjadi.

Mn = Cc1.(d-a/2) + Cc2.{d-0,5.(a+w)} (3)

dengan: fc‘ = kuat tekan beton (MPa), a = tinggi blok tekan ekivalen (mm), b =

lebar balok (mm), w = tebal blok penuh (mm), s = lebar lubang (mm).

Frekuensi Alami

Sistem memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami getaran bebas tanpa

rangsangan luar, yang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut

(Supriyadi, 2002):

dengan: f = frekuensi alami (siklus/s, atau Hz), k = kekakuan struktur (N/m atau

kg/m), m = massa dari struktur (kg.s2/cm)

Pola-pola/mode normal dibedakan berdasarkan perletakan/tumpuan dari

balok, perletakan ini seperti berikut (Biggs, 1964).

a. Perletakan sederhana

b. Perletakan jepit-jepit

c. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan ujung lainnya tertumpu sederhana

d. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan ujung lainya bebas

dengan: ω = frekuensi alami sudut, (rad/s), n = pola/mode ke-1,2,3,…dst, l =

panjang bentang (m), E = modulus elastisitas bahan (N/mm2), I =

Momen Inersia (mm4), m = massa, (kg.s2/cm)

Page 180: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

175

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan digunakan dalam penelitian ini adalah beton jadi produksi PT.

KARYA BETON SUDHIRA, baja tulangan KS berdiameter S13 dan JKS

berdiameter P6 , tripleks dan kayu reng digunakan untuk bekisting serta

polyfoam digunakan sebagai pengisi lubang.

Alat Penelitian

Alat-alat yang dipakai menguji balok uji terdiri dari Loading Frame,

Hydraulic Jack dan Hydraulic Pump, Load cell, Data Logger, LVDT (Linear

Variable Differential Transducer), Mechanical Vibrator, Amplifier Sensor,

Accelerometer dan set komputer dengan Analog Convertor(PCL-812G). Dengan

setting up disajikan pada Gambar 5.

Benda Uji

Benda uji terdiri dari benda uji pendahuluan dan benda uji balok.

Benda uji pendahuluan terdiri: kuat tekan beton dan kuat tarik tulangan. Benda uji

balok terdiri dari 2 jenis yaitu, 1 buah balok I (BK), 3 buah balok berlubang (BB).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan benda uji terdiri dari 4 buah balok dengan ukuran tinggi

300 mm, lebar 200 mm dan panjang 3500 mm (SNI 03-1747-1989 dengan

bentang 7 meter berdimensi 40/60, skala 1 : 2) skala pemodelan yang

digunakan adalah 1 : 2. Benda uji terdiri dari satu buah benda balok kontrol

(BK) berupa balok I dan tiga benda uji berupa balok persegi berlubang (BB1,

BB2, BB3), terlihat Tabel 2

Tabel 2 Spesifikasi benda uji

Kode

Jumlah

Panjang

(mm)

Lflens

(mm)

L web (mm) Tinggi (mm) Tul.Utama Tul.Sengkang

tengah bawah Balok Lubang Atas Bawah

Balok Lentur BK 1 3500 600 125 200 300 125 10D6 4D13 P6-50

BB 3 3500 600 125 200 300 125 10D6 4D13 P6-50

Keterangan : BK : Balok tampang T dengan flens di bawah

BB : Balok tampang T berlubang memanjang

Page 181: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

176

Penulangan benda uji dilakukan dengan memasang tulangan pada sisi

bawah dan atas balok. Pemasangan Strain gauge untuk mengetahui regangan

yang terjadi pada baja tulangan dan beton. Pemasangan dilakukan pada balok

kontrol (BK) dan balok berlubang (BB). Pengujian pendahuluan terdiri dari

pengujian tarik baja ini berdasarkan SNI 07-2052-2002 dan pengujian kuat tekan

beton berdasarkan SNI 03-1974-1990. Pengujian benda uji balok dilakukan

setelah beton berumur 28 hari.

a. Tampang memanjang pengujian statik

b. Tampang memanjang pengujian dinamik

c. Tampang melintang

Gambar 3 Set-up pengujian balok beton

Page 182: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

177

Data pengujian lentur meliputi beban dan lendutan selama pembebanan

berlangsung, besarnya beban pada saat terjadi retak pertama dan beban

maksimum, pola retak dan frekuensi alami.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Pendahuluan

Hasil pengujian 3 silinder beton diperoleh kuat tekan rata-rata sebesar

33,786 MPa. Kuat tarik baja tulangan D13 dan P6 sebesar 428,532 MPa dan

340,179 MPa.

Pengujian Lentur Eksperimen

Pengujian lentur berupa beban, lendutan dan lebar retak dalam Tabel

3. dan Gambar 6.

Tabel 3 Hasil pengujian balok uji lentur

No

Benda

Uji

Kapasitas Beban (kN) Lendutan yang terjadi (mm) Lebar Retak (mm) % kekuatan

(Pmax)

terhadap BK Retak 1 Maks Retak 1 Maks Retak 1

1 BB1 16,9 110,8 1,793 31,4 0,03 2.03

2 BB2 15,9 111,3 1,720 40,307 0,04 2.49

3 BB3 15,6 112,9 0,795 30,48 0,02 3.96

4 BK 16,5 108,6 0,650 77,797 0,08 0

Gambar 4 Hubungan beban dan lendutan benda uji lentur hasil eksperimen

Frekuensi alami tumpuan sendi-roll

Frekuensi alami hasil eksperimen beban dinamikbaik balok kontrol

(BK) dan balok berlubang (BB3) dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 9.

Page 183: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

178

Tabel 4 Frekuensi Hasil Eksperimen Beban Dinamik

Jenis Frekuensi Alami (Hz) Peningkatan(%)

Balok Utuh Balok Crack Balok Yield Balok Utuh Balok Crack Balok yield

Balok Kontrol (BK) 31,250 27,902 26,856

14.061

12,625

-0,065 Balok Berlubang (BB) 35,644 31,424 26,839

Gambar 5 Frekuensi Hasil Eksperimen Beban Dinamik

Frekuensi alami tumpuan sendi-sendi

Frekuensi alami hasil eksperimen beban dinamik baik balok control

(BK) dan balok berlubang (BB3) dapat dilihat pada Tabel 5. dan Gambar 6.

Tabel 5 Frekuensi Hasil Eksperimen Beban Dinami

Jenis

Frekuensi (Hz) Peningkatan (%) Balok Utuh Balok

Crack

Balok

Yield

Balok

Utuh

Balok

Crack

Balok

Yield

Balok Kontrol (BK) 33,692 33,672 29,000 10,145

2,957

-9,075 Balok Berlubang (BB) 37,110 34,668 26,368

Gambar 6 Frekuensi Hasil Eksperimen Beban Dinamik

Page 184: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

179

Perbandingan frekuensi alami hasil eksperimen dan teoritis

Hasil perhitungan secana teoritis dibandingkan dengan frekuensi alami

balok berlubang (BB3) secara eksperimen dapat dilihat pada Tabel 10 dan

Gambar 12.

Tabel 6 Frekuensi Hasil Eksperimen Beban Dinamik

Mode Frekuensi (Hz)

Sendi-Roll (Eksperimen) 35,644

Sendi-Sendi (Eksperimen) 37,110

Tumpuan Sederhana (Teoritis) 38,180

Jepit-Jepit (Teoritis) 57,269

Ujung Jepit dan Lainnya Sederhana (Teoritis) 47,725

Ujung Jepit dan Lainnya Bebas (Teoritis) 19,090

Gambar 7 Frekuensi alami hasil eksperimen dan teoritis

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan pengujian di laboratoriumyang telah dilakukan, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Beban lentur maksimum hasil eksperimen untuk benda uji BK, BB1,

BB2 dan BB3 secara berturut-turut adalah 108,6 kN; 110,8 kN; 111,3

kN dan 112,9 kN. Kenaikan kapasitas lentur balok BB1, BB2, dan

Page 185: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

180

BB3 secara berurutan terhadap BK adalah 2,03%; 2,49% dan 3,96%.

2. Frekuensi alami untuk sistem perletakan sendi-rol balok berlubang

(BB3) memiliki frekuensi alami yang lebih tinggi dengan

peningkatan sebesar 14,061 % dibandingkan balok kontrol (BK).

3. Frekuensi alami untuk sistem perletakan sendi-sendi balok berlubang

(BB3) memiliki frekuensi alami yang lebih tinggi dengan

peningkatan sebesar 10,145 % dibandingkan balok kontrol (BK).

4. Pada saat pembebanan kondisi sebelum yield/crack balok BB

dibandingkan balok BK dengan sistem perletakan sendi rol sebesar 12,145

% sedangkan sistem perletakan sendi-sendi sebesar 2,957 %.

5. Pada saat pembebanan kondisi saat yield balok BB dibandingkan balok

BK dengan sistem perletakan sendi rol sebesar -0,065 % sedangkan sistem

perletakan sendi-sendi sebesar -9,075 %.

6. Hasil eksperimen sistem perletakan sendi-rol relatif aman

dibandingkan sistem perletakan sendi-sendi hal terlihat dari penurunan

frekuensi sebelum yield/crack dan saat yield.

Saran

Berdasarkan pengujian eksperimen dan analisis maka disarankan

penelitian selanjutnya :

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang balok tampang T

berlubang khususnya perilaku balok tampang T berlubang terhadap sumbu

lemah.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang pengujian dinamis

khususnya frekuensi yang cukup tinggi.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut hubungan tegangan-regangan yang

terjadi pada saat awal sampai runtuh balok tampang T berlubang.

4. Perlu adanya pemisahan pengujian statik maupun dinamis baik

balok tampang T dengan flens di bawah maupun balok tampang T

berlubang.

5. Penelitian selanjut tentang pengujian dinamis sebaiknya

memperhatikan kekakuan dari sistem perletakan dalam meredam getaran

dinamis yang diberikan sebelum melakukan pengujian.

Page 186: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

181

6. Penelitian selanjut tentang pengujian dinamis sebaiknya

memperhatikan kekakuan beton masif dalam meredam getaran yang

diberikan sebelum melakukan pengujian.

DAFTAR PUSTAKA

Biggs, J.M., 1964, Structural Dynamics, McCraw-Hill Book company, USA

Gilang, 2009, Perilaku Geser dan Lentur Pada Balok Beton Bertulang

Berlubang Lingkaran. Tugas Akhir, UGM, Yogyakarta

Mirwan, 2008, Perbandingan Kuat Lentur Balok Berpenampang Persegi dengan

Balok Berpenampang, Tugas Akhir, UII, Jogjakarta.

Saleh, Fadillawaty, 2000, Deteksi Lokasi Kerusakan Balok Beton Non-Prismatis

Dengan Perubahan Mode Kelengkungan, Tesis, UGM, Yogyakarta

Sapramedi, W.N., 2005. Analisis Perilaku Geser dan Lentur Pada Balok Beton

Bertulang Berlubang Lingkaran (Hollow Core RC Beam). Tugas Akhir,

UGM, Yogyakarta

SNI 07-2052, 2002. Baja Tulangan Beton.

SNI 03-2847, 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung, Bandung.

SNI 03-1747, 1989. Metode, Tata Cara dan Spesifikasi Pembangunan Jembatan,

Bandung.

Supriyadi, B., dkk, 2002, Pengaruh Beban Hidup Dinamik Pada Struktur Lantai

Gedung Berbentang Panjang, Laporan penelitian Hibah Bersaing IX/2, LP-

UGM. Yogyakarta

Page 187: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

182

PENERAPAN SNI 1726 2012 PADA BANGUNAN BERTINGKAT DI

KOTA PALU DALAM UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA

(Studi Kasus Bangunan Rusunawa Ujuna Kota Palu)

I Ketut Sulendra Dosen Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu

Email: [email protected];

ABSTRAK

Peraturan tentang bagunan gedung yang pernah diterapkan di Indonesia yaitu GBV &

PBI-55, (2) PBI-71, (3) PPTGIUG-83 & SNI Tata Cara Perencanaan Bangunan Gedung Beton

Bertulang tahun 1991, (4)SNI Perencanaan Bangunan Beton Bertulang 2002 & SNI Bangunan

Beton Bertulang Tahan Gempa tahun 2002, (5) SNI 1726 tahun 2012 tentang Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, kelimanya

mempunyai beban rencana gempa dan pendetailan tulangan yang berbeda-beda. Sebagaimana

halnya kota lain yang sedang berkembang, kota Palu terus mengalami peningkatan jumlah

penduduk yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan pemukiman termasuk sarana dan

prasarananya bangunan gedung untuk berbagai fungsional seperti perniagaan, pendidikan,

kesehatan, pemerintahan, hiburan dan fungsional lainnya. Pengesahan Peta Gempa tahun 2010 dan

Penetapan SNI 1726 tahun 2012 tentang ―Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung‖ berimplikasi pada upaya evaluasi pada bangunan

yang telah dibangun sebelum tahun 2012 dan penerapan SNI 1726 tahun 2012 pada bangunan

yang akan dibangun, dalam upaya meminimalisasi jatuhkan korban jiwa dan kerugian material

Penelitian ini akan menyajikan data dan hasil analisis dari penerapan SNI 1726 tahun

2012 yang diterapkan pada bangunan yang telah dibangun sebelum tahun 2012. Hasil analisis

berupa output gaya-gaya dalam struktur bangunan serta dimensi penampangnya beserta

penulangannya. Perbedaan antara gaya-gaya dalam dan penampang serta kebutuhan luas tulangan

antara sebelum dan setelah penerapan SNI 1726 tahun 2012 pada beberapa bangunan bertingkat

rendah di kota Palu ini akan dijadikan dasar dalam upaya perkuatan struktur bangunan tersebut

untuk meminimalisasi dampak kerusakan bangunan akibat bencana gempa.

Hasil analisis terhadap gaya-gaya dalam dan luasan penampang beton serta kebutuhan

tulangan terhadap penerapan SNI 1726 tahun 2012 adalah sebagai berikut : penambahan luas

penampang balok dan kolom serta kebutuhan luas tulangan longitudinal berkisar 25-60%, hal

tersebut berbanding lurus dengan peningkatan gaya-gaya dalam berupa momen lentur, gaya geser

dan gaya aksial.. Hasil ini berimplikasi pada kebutuhan pada upaya evaluasi pada elemen struktur

khususnya pada kolom sebagai elemen penahan beban lateral.Evaluasi dapat berupa perkuatan

struktur. Jika hal ini dilakukan maka jatuhnya korban jiwa dan kerugian material dapat

diminimalisir.

Kata kunci : SNI 1726 2012, beban gempa, gaya dalam bangunan, mitigasi

PENDAHULUAN

Kota Palu sebagai pusat pemerintahan dan telah ditetapkan sebagai

Kawasan Industri Khusus, kedepannya pembangunan kota Palu membutuhkan

fasilitas infrastruktur yang semakin kompleks. Fasilitas-fasilitas tersebut seperti

pemukiman, perniagaan, perkantoran, parawisata, pendidikan dan kesehatan, serta

fasilitas umum untuk pengembangan social dan budaya. Tentunya fasilitas yang

Page 188: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

183

akan dibangun tersebut harus sudah mengadopsi perencanaan terbaru dengan

mempertimbangkan factor keamanan yang lebih besar sesuai Peta Gempa

Indonesia 2010 dan SNI 1726 tahun 2012.

Secara umum peta zonasi gempa yang baru ini cenderung akan memberikan

beban gempa yang lebih besar pada bangunan dibandingkan dengan yang

ditentukan dalam peraturan gempa yang lama tersebut. Tentu saja secara defakto

peta zonasi gempa yang baru tersebut tidak hanya diterapkan bagi bangunan baru

atau bangunan yang akan dirancang tetapi harus diterapkan juga pada bangunan-

bangunan lama atau bangunan yang sudah berdiri. Sementara penerapan peta

zonasi gempa yang baru terhadap bangunan baru biasanya langsung dilakukan

oleh para perencana, penerapannya pada bangunan lama atau pada bangunan yang

sudah berdiri jarang sekali dilakukan dan sampai saat ini tidak jelas aturan

mainnya.

Padahal sebenarnya penerapan peta zonasi gempa yang baru tidak akan

efektif jika hanya diberlakukan pada bangunan baru saja. Hal ini mengingat

bangunan yang sudah ada jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah bangunan yang akan dibangun. Adalah suatu kenyataan bahwa untuk

Indonesia beberapa tahun terakhir ini kejadian gempa sudah bisa dikatakan

fenomenal karena kejadiannya yang cukup sering dalam waktu yang cukup

berdekatan sebagaimana yang telah terjadi antara lain di Nabire, Aceh, Nias,

Yogyakarta, Bengkulu, Tasikmalaya, Padang, dan daerah-daerah lainnya.

Sebelum kejadian gempa Padang pada tanggal 30 September 2009, sebagian besar

bangunan yang runtuh dan rusak adalah bangunan rumah masyarakat yang

digolongkan sebagai bangunan nonengineered, namun hasil evaluasi lapangan

pasca gempa Padang tersebut diketahui bahwa terdapat juga bangunan-bangunan

engineered yang rusak berat dan runtuh dengan jumlah yang cukup banyak.

Termasuk diantaranya adalah bangunan perkantoran, bangunan pendidikan,

bangunan hotel, dan bahkan bangunan rumah sakit yang sebagian besar termasuk

bangunan publik dan bangunan penting atau lifeline facilities. Hal ini tentu saja

menimbulkan pertanyaan serta kekhawatiran tentang keamanan bangunan-

bangunan engineered lain yang ada saat ini terutama yang berada di zonasi gempa

tinggi. Mampukah bangunan-bangunan ini bertahan jika terjadi gempa atau

Page 189: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

184

akankah kejadian seperti di Padang terulang kembali. Apalagi peta zonasi gempa

baru sudah diperkenalkan dengan tingkat ancaman yang cenderung lebih tinggi

dari peta zonasi gempa sebelumnya.

Dari hasil tinjauan lapangan dapat diketahui bahwa sebagian besar

bangungan-bangunan nonengineered dan engineered rusak berat dan runtuh

karena bangunan-bangunan tersebut mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi.

Secara umum kerentanan bangunan ditentukan oleh kekuatan, kekakuan, redaman,

dan daktilitas yang dimiliki [FEMA 172 (1992)] yang secara dominan ditentukan

oleh kualitas bahan, kekuatan yang disediakan, kualitas pendetailan struktur, dan

konfigurasi bangunannya.

Permasalahan gempa bumi dalam bidang konstruksi sangat menekankan

pembangunan yang tahan akan beban gempa tersebut. Dengan merujuk pada suatu

filosofi konstruksi bangunan tahan gempa yakni apabila gempa kecil bangunan

tidak mengalami kerusakan apapun, dan jika gempa sedang komponen non

struktur boleh mengalami kerusakan, tetapi komponen strukturnya tidak boleh

mengalami kerusakan dan apabila gempa kuat, komponen non struktur maupun

komponen strukturnya boleh mengalami kerusakan namun masih sempat memberi

kesempatan pada penghuninya untuk menyelamatkan diri.

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Analisis Wilayah Gempa untuk kota Palu dengan Peta Gempa Tahun 2010

Berikut disajikan analisis wilayah gempa untuk kot Palu sesuai Peta Gempa

tahun 2010.

Lokasi Objek : Kota Palu pada Bangunan Rusunawa Ujuna

Klasifiasi site : Tanah keras, N > 50

Faktor keutamaan gedung, IE : IV dengan koefisien 1,50

Page 190: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

185

Gambar 1 Peta Respons Spektra percepatan Ss untuk wilayah Indonesia

Peta Respons Spektra percepatan 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB) untuk

probabilitas 2% dalam 50 tahun di kota Palu dan sekitarnya.

Gambar 2 Peta Respons Spektra percepatan Ss untuk wilayah kota Palu

Dari peta diperoleh Ss = 2,55 g

Page 191: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

186

Tabel 1 Koefisien Situs, Fa dan Fv

Klasifikasi Site (Sesuai Tabel 3)

SS

Ss ≤ 0.25 Ss = 0.5 Ss= 0.75 Ss = 1.0 Ss ≥ 1.25

Batuan Keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan Batuan

Lunak (SC)

1.2

1.2

1.1

1.0

1.0

Tanah Sedang (SD) 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

Tanah Lunak (SE) 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS

Tabel 2 Nilai Fa untuk tanah sedang (SD) adalah 1.0

Klasifikasi Site (Sesuai Tabel 3)

S1

S1 ≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 =0.4 S1 ≥ 0.5

Batuan Keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan Batuan

Lunak (SC)

1.7

1.6

1.5

1.4

1.3

Tanah Sedang (SD) 2.4 2.0 1.8 1.6 1.5

Tanah Lunak (SE) 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4

Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS

Dari hasil tabel di atas diperoleh nialai Fv untuk tanah sedang (SD) adalah 1.3

Menentukan Spektral Respon Percepatan SDS dan SD1

Koefisien Situs, Fa dan Fv masing-masing utnuk tanah sangat padat dan

batuan lunak adalah 1,0 dan 1,3 maka, nilai SDS dan SD1 :

SDS = 2/3 (Fa x Ss) = 2/3 (1.0 x 2,55) = 1,70

SD1 = 2/3 (Fv x S1) = 2/3 (1,3 x 1,10) = 0,95

Page 192: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

187

Tabel 3 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada

Periode 1 Detik

Dari hasil di atas, Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan nilai SDS

adalah D dan berdasarkan nilai SD1 adalah F. Kesimpulan dari hasil Kategori

Desain Seismik (KDS) diambil yang terbesar adalah F.

1) Desain Respon Spektrum, Sa

a) Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, digunakan grafik dari persamaan :

b) Untuk perioda T0 sampai TS, digunakan grafik dari persamaan: Sa = SDS

c) Untuk perioda lebih besar dari Ts, digunakan grafik dari persamaan:

Dimana : T = Periode Getar Fundamental Struktur sebagai berikut

d) Perkiraan periode fundamental alami, Ta

Nilai Ta untuk gedung dengan tipe struktur rangka beton pemikul momen :

Ta = Ct hnx dimana : hn = ketinggian struktur (m) = 19,52 m

Ct dan x = koefisien (lihat tabel 3. 13)

Ta = Ct x hnx

= 0,0466 x 19,520,9

= 0,676

Page 193: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

188

Tabel 4 Respon Spektrum

Pemodelan Struktur

Gambar 3 Perspektif Bangunan Rusunawa Ujuna

T Sa

(periode) (g)

0 0,680

0,112 1,700

0,559 1,700

1 0,950

1,5 0,633

2 0,475

2,5 0,380

3 0,317

3,5 0,271

4 0,238

4,5 0,211

5 0,190

5,5 0,173

6 0,158

6,5 0,146

7 0,136

7,5 0,127

8 0,119

8,5 0,112

9 0,106

9,5 0,100

10 0,095

Page 194: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

189

Gambar 4 Potongan Memanjang

Gambar 5 Potongan Melintang

Kombinasi Beban-beban

Kombinasi pembebanan yang digunakan:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5Lr

3. 1,2D + 1,6Lr + L

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5Lr

5. 1,2D + 1,0Ex + L

6. 1,2D + 1,0Ey + L

7. 0,9D + 1,0W

8. 0,9D + 1,0Ex

9. 0,9D + 1,0Ey

Page 195: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

190

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tabel 5 Dimensi Sebelum dan Setelah Penerapan SNI 1726 2012

No. Type Balok dan Kolom Dimensi (cm)

Sebelum Setelah

1 Balok Atap 20 x 50 25 x 50

2 Balok Lantai 25 x 50 30 x 50

3 Kolom Utama 30 x 50 40 x 60

4 Kolom Teras 30 x 30 40 x 40

Tabel 6 Momen ultimit kolom yang paling maksimum dari semua kombinasi

Type

Kolom

Pu (kN) Momen (kN.m)

Tumpuan Atas Lapangan Tumpuan Bawah

K 40 x 40 -192,996 -82,1214 -16,7184 117,5511

K 40 x 60 -435,989 -224,543 -77,882 371,332

Tabel 7 Momen ultimit balok yang paling maksimum dari semua kombinasi

Type Balok Momen (kN.m)

Tumpuan Kiri Lapangan Tumpuan Kanan

B 30 x 50 -83,4785 58,5599 -94,0012

B 25 x 50 -45,8002 -19,9157 27,8518

Tabel 8 Penulangan Longitudinal Sebelum dan Setelah Penerapan SNI 1726 2012

No. Type Balok dan Kolom Dimensi Tulangan Utama

Sebelum Setelah

1 Balok Atap 25 x 50 5D19 7D19

2 Balok Lantai 30 x 50 6D19 8D19

3 Kolom Utama 40 x 60 12D19 16D19

4 Kolom Teras 40 x 40 8D19 12D19

Dimensi penampang balok bertambah sekitar 20% sampai 25% serta luas

tulangan longitudinal bertambah 30% sampai 40% akibat konsekuensi penerapan

Peta Gempa 2010 dan SNI 1726 tahun 2012. Sedangkan Dimensi penampang

kolom bertambah sekitar 50% sampai 60% serta luas tulangan longitudinal

bertambah 30% sampai 50% akibat konsekuensi penerapan Peta Gempa 2010 dan

SNI 1726 tahun 2012. Hal ini juga berlaku untuk tulangan geser.

Tabel 9 Perpindahan Lantai Atas dari SKBI 1987, SNI 1726 2002 dan Peta Gempa

2010

Perpindahan Lantai Atas SKBI 1987 SNI 1726 2002 Peta Gempa 2010

1,5 cm 6 cm 9 cm

Perbandingan perpindahan/displacement pada puncak dengan lokasi yang

sama dan bangunan yang sama tetapi berbeda peta gempa, maka untuk bangunan

Page 196: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

191

di atas, displacement berdasarkan peta tahun 2010 lebih besar 6 kali lipat dari peta

gempa tahun 1987. Jika dibandingkan dengan peta gempa tahun 2002

displacement yang terjadi 1,5 kali lipat. Hal ini berbanding lurus dengan

peningkatan gaya-gaya dalam struktur.

Gambar 6 Ilustrasi Bangunan Tahan Gempa Berbasis Kinerja

(Aplied Technology Council-58 )

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa beban gempa yang semakin besar

akan menyebabkan tingkat kerusakan yang semakin besar, perpindahan atap pada

puncak bangunan yang semakin besar juga menyebabkan tingkat kerusakan yang

semakin besar pula. Konsekuensi kerusakan yang semakin besar menyebabkan

biaya perbaikan yang semakin besar pula. Secara umum biaya perbaikan di bawah

60% dari biaya fisi awal bangunan masih ekonomis untuk dilakukan.

Dari hasil analisis dan studi literatur yang telah dilakukan maka penerapan

Peta Gempa tahun 2010 dan SNI 1726 tahun 2012 membawa konsekuensi pada

perencanaan gedung khususnya di kota Palu yaitu bertambahnya biaya kontruksi.

Biaya ini berupa bertambahnya volume pekerjaan baik pekerjaan beton dan berat

besi yang digunakan. Hal itu juga perlu ditambah dengan pelaksanaan dan

pengawasan yang baik selama pekerjaan konstruksi berlangsung.

Diharapkan dengan penerapan peraturan terbaru ini dalam perencanaan

bangunan gedung, dampak kerugian akibat bencana gempa baik kerugian harta

benda dan jatuhnya korban jiwa akibat bangunan yang rusak dan runtuh akibat

gempa dapat diminimalisir.

Page 197: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

192

KESIMPULAN

1. Peta zonasi gempa yang baru telah dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun

2010 yang cenderung akan memberikan gaya gempa atau ancaman yang lebih

besar dibandingkan dengan peta zonasi gempa sebelumnya.

2. Peta zonasi gempa yang baru harus diterapkan tidak hanya untuk bangunan

baru tetapi harus diterapkan juga untuk bangunan lama atau bangunan yang

ada.

3. Sehubungan dengan diterapkannya peta zonasi gempa yang baru maka

bangunan yang ada perlu dievaluasi kerentanannya terhadap gempa.

4. Bangunan yang rentan terhadap gempa khususnya bangunan public seperti

ruko dan rumah susun harus direncanakan dan jika telah dibangun harus

dilakukan evaluasi terhadap beban gempa tahun 2012 dan SNI 176 tahun 2012

tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan

Gedung dan Non Gedung .

DAFTAR ACUAN/PUSTAKA

SNI-03-1727, Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung

SNI-03-2847, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung

PBI-55, Peraturan Beton Indonesia – 1955

PBI-71, Peraturan Beton Indonesia – 1971

SNI Beton 91, ―Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung 1991‖

PPTGIUG 1983,―Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung

1983‖

SNI Gempa 2002, ―Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan

Gedung –SNI 03-1726-2002‖

SNI Beton 2002, ―Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung – SNI

03-

2847-2002‖

SNI 1726 2012, ―Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung – SNI

0

2847-2002‖

Applied Technology Council.(1996). ― ATC 40 -Seismic Evaluation and Retrofit of

Concrete Buildings‖, Redwood City, California, U.S.A.

Page 198: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

193

PENGARUH PENAMBAHAN BITUMEN ASBUTON TERHADAP

MODULUS KEKAKUAN CAMPURAN

Arief Setiawan

ABSTRAK

Suatu campuran dibentuk oleh agregat sebagai tulangan dan aspal sebagai bahan perekat.

Bitumen ekstrak asbuton dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambah pada aspal AC 60/70 agar

kepekaan terhadap temperatur dapat berkurang mengingat iklim tropis di Indonesia yang

memberikan temperatur relatif tinggi. Penambahan bitumen ekstrak asbuton pada campuran

diperlukan pemahaman tentang pengaruhnya terhadap nilai struktural campuran yaitu modulus

kekakuan campuran agregat aspal.

Penelitian dilakukan terhadap gradasi Superpave yaitu agregat dengan ukuran maksimum

nominal (nms) 19 mm. Variasi penambahan bitumen ekstrak asbuton (BEA) sebesar 0% dan 4%

terhadap total kadar aspal AC 60/70, lama pembebanan 87 ms dan variasi temperatur perkerasan

adalah 25C, 35C dan 45C yang disesuaikan dengan kondisi temperatur di Indonesia. Modulus

kekakuan campuran diuji dengan 2 metode yaitu pendekatan empiris metode Brown dan Brunton

(1984) dan pengujian dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Untuk membuktikan

pengaruh temperatur dan penambahan bitumen ekstrak asbuton dilakukan pendekatan statistik

dengan analysis of variance two-factor dengan tingkat signifikansi = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan semakin bertambah BEA dalam campuran akan

meningkatkan nilai modulus kekakuan akan tetapi peningkatan temperatur akan menurunkan

modulus kekakuan campuran. Campuran dengan bahan perekat AC 60/70 dengan penambahan 4%

BEA memiliki modulus kekakuan yang lebih besar daripada campuran tanpa penambahan bitumen

ekstrak asbuton baik dengan pendekatan empiris cara Brown dan Brunton maupun dengan alat

UTM. Pengaruh temperatur dan penambahan bitumen ekstrak asbuton terhadap nilai modulus

kekakuan campuran agregat aspal pada agregat adalah signifikan dengan nilai fhitung = 1500,853

> f0,05 = 3,885 untuk pengaruh temperatur dan fhitung = 75,977 > f0,05 = 4,747 untuk pengaruh

penambahan bitumen ekstrak asbuton.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah pada perkerasan lentur adalah munculnya kerusakan yang

penyebab utamanya berhubungan dengan kualitas bahan pendukungnya, antara

lain aspal dan agregat. Kerusakan akan cepat terjadi jika perkerasan tersebut

mengalami pembebanan secara berlebih (overloading) dari beban yang

direncanakan serta pengaruh lingkungan, antara lain dengan adanya temperatur

perkerasan yang relatif tinggi.

Salah satu cara dalam mengatasi kerusakan jalan yang terjadi lebih awal

adalah dengan memperbaiki kinerja campuran agregat aspal dengan memodifikasi

sifat-sifat fisik aspal khususnya penetrasi dan titik lembek, menggunakan bahan

tambah, sehingga akan mengurangi kepekaan aspal terhadap temperatur. Bahan

tambah yang dapat digunakan adalah bitumen esktrak asbuton.

15

Page 199: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

194

Metode desain struktur perkerasan lentur menuju metode desain analitis,

dimana salah satu input perencanaannya menggunakan nilai modulus kekakuan

campuran. Nilai modulus kekakuan campuran umumnya ditentukan dengan

pendekatan empiris karena untuk mendapatkan nilai modulus kekakuan dari uji

laboratorium memerlukan alat uji secara mekanik yang relatif mahal.

Metode empiris (metode tidak langsung) untuk mencari modulus kekakuan

campuran antara lain metode Brown dan Brunton (1984) sedangkan pengujian

modulus kekakuan campuran secara laboratorium (metode langsung) dengan alat

Universal Testing Machine (UTM).

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengukur modulus kekakuan campuran dengan alat uji UTM untuk agregat

ukuran maksimum nominal 19 mm,

2. Menganalisis modulus kekakuan campuran pendekatan empiris cara Brown

dan Brunton (1984) untuk agregat ukuran maksimum nominal (nms) 19 mm,

Batasan Masalah

Tidak meninjau sifat kimia bahan serta tidak menganalisis secara geologis

jenis batuan. Pengujian sifat fisik bahan secara umum didasarkan pada Standar

Nasional Indonesia (SNI) No.1737-1989-F, sedangkan spesifikasi gradasi

Superpave dari The Asphalt Institute, Superpave Series No.2 (SP-2) (1996).

Gradasi agregat yang digunakan adalah ukuran maksimum nominal 19 mm

dan 25 mm dengan target gradasi dalam batas titik-titik kontrol dan melewati

daerah di bawah penolakan (restricted zone).

Persentase penambahan kadar bitumen ekstrak asbuton yang diteliti yaitu

sebesar 0% atau kadar AC 60/70 sebesar 100% dan 4% atau AC 60/70 sebesar

96%, dari total kadar aspal terhadap campuran.

Pengujian campuran panas agregat aspal dengan prosedur Marshall standar

untuk agregat dengan ukuran maksimum nominal 19 mm dengan persyaratan dan

penentuan kadar aspal optimum secara umum berdasarkan SNI No.1737-1989-F.

Analisis modulus kekakuan aspal dan modulus campuran agregat aspal,

lama pembebanan diasumsikan pada kecepatan rata-rata kendaraan komersil

Page 200: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

195

sebesar 9 km/jam (standing load < 20 km/jam) dengan tebal perkerasan 75 mm

digunakan pendekatan empiris cara Brown dan Brunton (1984) dan uji di

laboratorium dengan alat UTM.

Variasi temperatur uji ditetapkan dari temperatur perkerasan yang diperoleh

berdasarkan data temperatur udara maksimum dan minimum bulanan rata-rata

beberapa kota di Indonesia pada kurun waktu selama 10 tahun yaitu dari tahun

1988 sampai dengan 1998, dengan hasil sebesar 25 C, 35 C dan 45 C.

Pengujian modulus kekakuan campuran agregat aspal dengan alat UTM

dengan batasan antara lain pembebanan berulang didasarkan pada 5 kali

pembebanan, benda uji pada kadar aspal optimum, perkiraan rasio Poisson pada

semua variasi temperatur sebesar 0,40 (untuk asphalt concrete), dan beban

repetisi berkisar 40 % beban runtuh uji tarik tak langsung yang diperkirakan

sebesar 13 % stabilitas Marshall.

TINJAUAN PUSTAKA

Bitumen Ekstrak Asbuton

Bitumen ekstrak asbuton diperoleh dengan memisahkan mineral asbuton

dari asbuton disebut dengan proses ekstraksi kemudian dilanjutkan dengan

merecovery hasil ekstraksi tersebut dengan proses destilasi (Zamhari, et al, 2000).

Akbar (2000), Ahmad (2000), Riyanto dan Nofrianto (2001) menunjukkan

bahwa penambahan bitumen ekstraks asbuton sebesar 4% mampu menurunkan

nilai penetrasi aspal dan menaikkan titik lembek aspal AC 60/70 sehingga

memenuhi spesifikasi AC 40/50.

Agregat Bergradasi Superpave

Siswosoebrotho (1993) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan ukuran dan

gradasi agregat mempunyai tujuan tertentu antara lain, ukuran agregat mempunyai

hubungan dengan tebal penyebaran atau penghamparan dan tebal padat suatu lapis

perkerasan, sedangkan gradasi berhubungan dengan kestabilan.

Superpave menetapkan gradasi dengan 2 (dua) spesifikasi khusus yaitu

target gradasi berada dalam batas titik-titik kontrol (control points) dan

menghindari daerah penolakan (restricted zone) yang meliputi 5 (lima) jenis

gradasi agregat yang dikategorikan dalam ukuran maksimum nominal yaitu 9,50

Page 201: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

196

mm; 12,50 mm; 19,00 mm; 25,00 mm dan 37,50 mm (The Asphalt Insitute,

Superpave Series No.2 (SP-2), 1996).

Kennedy (1996) menyarankan untuk menghasilkan kinerja jalan yang baik

dengan volume yang tinggi dipilih target gradasi yang lewat di bawah daerah

penolakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Giyanto (1993) menunjukkan bahwa gradasi

dengan ukuran maksimum nominal yang semakin besar mempunyai nilai VMA

yang mengecil dengan nilai stabilitas relatif makin besar diikuti dengan

kecenderungan modulus kekakuan yang semakin besar pula.

Modulus Kekakuan

Istilah kekakuan (stiffness) yang dikemukakan oleh Shell Research

Laboratory dalam Yang (1972) adalah ekspresi dari beban per-satuan

deformasinya. Teori kekakuan yang dikemukakan oleh Brown dan Brunton

(1984) menyebutkan bahwa nilai struktural perkerasan dapat dinyatakan dalam

modulus kekakuan campuran agregat aspal. Modulus kekakuan ini digunakan

untuk menyatakan suatu nilai tegangan dibagi regangan pada temperatur dan lama

pembebanan tertentu akibat beban dinamik lalu lintas kendaraan.

Brown dan Brunton juga menyatakan bahwa nilai modulus kekakuan

campuran agregat aspal ditentukan oleh kekakuan bahan perekat (aspal) dan

karakteristik perbandingan agregat (gradasi agregat). Kekakuan bahan perekat

sangat ditentukan oleh lama pembebanan (load time), recovered softening point of

bitumen dan recovered penetration index of bitumen.

Modulus elastis sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan,

perilaku regangan pada setiap lapisan perkerasan saat menerima beban berulang

akan menimbulkan elastic strain, plastic strain keduanya merupakan total strain

dan peak strain. Huang (1993) dalam Dewantoro, et. al (2001) mengemukakan

daerah elastic strain menunjukkan struktur perkerasan akan kembali ke bentuk

semula, namun sebagian akan mengalami deformasi permanen dalam daerah

plastic strain. Hal tersebut berlangsung secara berulang-ulang sehingga terjadi

recoverable strain (regangan yang terjadi sebelum kekuatan maksimum struktur

tercapai) dan total plastic strain. Peak strain adalah regangan yang terjadi saat

kekuatan maksimum struktur tercapai, jika peak strain dilampaui maka struktur

Page 202: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

197

perkerasan akan mengalami failure. Batas peak strain tergantung dari tebal

lapisan dan karakteristik material yang dinyatakan dalam rasio Poisson dan

modulus elastisitas. The Asphalt Insitute dan Shell menggunakan peak strain

dalam penentuan modulus kekakuan campuran.

Cara terbaik untuk menentukan kekakuan campuran agregat aspal adalah

dengan uji dengan alat di laboratorium (direct method) yang terjamin keakuratan

hasilnya, tetapi dapat juga digunakan metode prediksi yang diberikan untuk

respon elastik (Brown dan Brunton, 1984).

Yang (1972) menyatakan bahwa sifat viscous dari bahan perekat aspal

memberikan kontribusi yang besar terhadap sifat elastik dari dari asphaltic

concrete (beton aspal). Modulus elastisitas kemungkinan menurun dari 500.000

psi pada 40F (4,444C) menjadi 4.000 psi pada 100F (37,778C).

LANDASAN TEORI

Pemodelan sistem perkerasan lentur

Secara umum sistem perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan yaitu

lapisan beraspal, material lepas dan lapisan tanah dasar. Sifat fisik masing-msing

lapisan tersebut dapat diwakili oleh besaran modulus kekakuan (E) dan rasio

Poisson (), selain kedua sifat fisik tersebut adalah ketebalan perkerasan (h)

(Gambar 1).

Gambar 1 Pemodelan sistem perkerasan lentur Sumber: Brown dan Brunton (1984)

Penyebaran tegangan yang disebabkan oleh beban roda akan menyebabkan

terjadinya 2 (dua) titik kritis dalam perkerasan tersebut yaitu regangan tarik

horizontal pada lapisan beraspal dan regangan tekan vertikal pada permukaan

tanah dasar (Mulyadi, et. al, 2000).

Catatan: gambar tidak

berskala

Page 203: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

198

Modulus Kekakuan

1. Modulus kekakuan aspal

Brown dan Brunton (1984) menyatakan regangan yang terjadi pada aspal

sangat tergantung pada tegangan, lama pembebanan dan temperatur. Modulus

kekakuan diperoleh dengan membagi tegangan dengan regangannya pada

temperatur dan waktu pembebanan tertentu. Modulus kekakuan aspal dinyatakan

sebagai fungsi dari temperatur dan lama pembebanan, dipresentasikan pada

Gambar 2.

Ullidtz dalam Brown dan Brunton juga menyatakan bahwa secara matematis

hubungan dari sifat-sifat fisik aspal dan lalu lintas seperti titik lembek, temperatur

dan waktu pembebanan adalah sebagai berikut ini.

Sb = 1,157.10 -7

. t - 0,368

. 2,718 - Pir

(SPr-T)5 ….……..........………..…....(1)

dengan :

Sb = modulus kekakuan bitumen, (MPa)

t = lama pembebanan, (detik)

T = temperatur perkerasan, (oC)

PIr = penetrasi indeks recovered

SPr = titik lembek recovered, (oC)

Gambar 2 Kekakuan aspal sebagai fungsi dari waktu dan temperatur

Sumber: Brown dan Brunton (1984)

Perbedaan temperatur pada saat penghamparan akan dilaksanakan dengan

temperatur di laboratorium menjadi suatu pertimbangan dalam pendekatan

persamaan Brown dan Brunton, sehingga recovered properties digunakan dalam

perhitungan modulus kekakuan aspal. Hubungan antara penetrasi awal (Pi)

dengan penetrasi recovered (Pr) adalah sebagai berikut ini.

Pr = 0,65 . Pi ……………………………….…………………….…… (2)

Page 204: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

199

Titik lembek recovered (SPr) dapat dicari dari penetrasi recovered (Pr) dengan

persamaan sebagai berikut ini.

SPr = 98,4 – 26,35 . log Pr ……………….……………………….…….(3)

Indeks Penetrasi recovered (PIr) dapat dicari dari penetrasi recovered (Pr) dan titik

lembek recovered (SPr) dengan persamaan sebagai berikut ini.

PIr = 120,4SPr50.logPr

20.SPr500.log.Pr1951,4

………………..…………….……. (4)

Lama pembebanan (t, detik) tergantung pada tebal perkerasan (h, mm) dan

kecepatan kendaraan komersil rata-rata (V, km/jam) dapat dihitung dengan

persamaan 5 atau persamaan 6.

log t = 5.10-4

.h - 0,2 - 0,94.log V …………...…………………….…….(5)

Untuk tebal perkerasan antara 100 - 350 mm dapat digunakan persamaan sebagai

berikut ini.

t = V

1 ………………………………………………………………….. (6)

Batasan penggunaan prosedur untuk mencari modulus kekakuan aspal cara Brown

dan Brunton adalah 0,01 < t < 0,1 detik, –1 <PIr < +1 dan 20C < (SPr-T) < 60C.

Temperatur perkerasan (T) dapat dicari dengan persamaan yang diturunkan

oleh Witczak (1972) dalam Soedjatmiko (1999) sebagai berikut ini.

MMPT = MMAT 64Z

34

4Z

11

.…………………………….…(7)

dengan :

MMPT = temperatur perkerasan bulanan rata-rata (F)

MMAT = temperatur udara bulanan rata-rata (F)

Z = kedalaman struktur perkerasan (inch)

Temperatur pada kedalaman Z = h/3 (h adalah tebal lapisan aspal) diambil

sebagai temperatur yang mewakili seluruh lapis aspal dan digunakan sebagai basis

perhitungan modulus.

2. Modulus kekakuan campuran agregat aspal

a. Metode Brown dan Brunton (1984)

Brown dan Brunton memberikan persamaan untuk mencari modulus

kekakuan campuran agregat aspal sebagai berikut ini.

Page 205: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

200

Sme = Sb

n

3)n.(VMA

2,5.VMA257,51

.………....................…........…….....(8)

n = 0,83.log

Sb

40.000 ……… ....………..............................………....(9)

dengan:

Sme = kekakuan campuran elastik, (MPa)

VMA = Void in Mineral Aggregate (%)

Persamaan Brown dan Brunton (1984) mendekati kebenaran antara lain jika

nilai minimum modulus kekakuan bitumen untuk kondisi berperilaku elastik

adalah 5 MPa, diatas nilai ini, modulus kekakuan campuran agregat aspal hanya

tergantung pada modulus kekakuan bitumen dan proporsi volumetrik (volumetric

proportion), tetapi di bawah nilai ini, sifat-sifat dari agregat menjadi sangat

menentukan, sedangkan pengaruh dari kekakuan bitumen mengalami penurunan.

Kondisi ini digambarkan pada Gambar 3 dimana modulus kekakuan dari

campuran agregat aspal ditunjukkan sebagai fungsi dari modulus kekakuan

bitumen.

Gambar 3. Hubungan antara modulus kekakuan campuran agregat aspal dan modulus

kekakuan bitumen. Sumber: Brown dan Brunton (1984).

Batasan lain penggunaan prosedur Brown dan Brunton adalah variasi nilai

VMA campuran agregat aspal dari 12 % sampai dengan 30 % dengan volume pori

dalam campuran lebih besar 3%. Prosedur Modulus kekakuan campuran agregat

aspal ini didasarkan pada apa yang didapatkan oleh Shell.

b. Uji modulus berdasarkan tarik tak langsung dengan UTM

Uji modulus tarik tak langsung (indirect tensile modulus test) atau disebut

juga repeated load indirect tensile, Robert et.al (1991), menyatakan bahwa

metode uji ini paling umum digunakan untuk mengukur modulus kekakuan

Page 206: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

201

(stiffness modulus) campuran panas agregat aspal, dimana aturan pengujian serupa

dengan uji tarik tak langsung (indirect tensile test) yang akan menghasilkan

resilient modulus (MR). Pembebanan yang diaplikasikan tidak akan memberikan

kegagalan (runtuh, failure) pada benda uji. ASTM D 4123-82 (Reapproved 1987)

menetapkan beban repetisi sebesar 10%~50% beban runtuh pada uji tarik tak

langsung. Oleh karena itu untuk mengetahui modulus resilien, kekuatan tarik

harus diukur atau diperkirakan terlebih dahulu. Pembebanan umumnya diterapkan

selama 0,1 detik dan kondisi tanpa beban (rest period) selama 0,9 detik, yaitu

benda uji menerima satu beban berulang (one load cycle) per detik, waktu

perulangan beban dapat dilihat pada Gambar 4. Kombinasi lain antara lama

pembebanan dan rest period dapat digunakan (Robert, et al, 1991).

Gambar 4. Diagram Pembebanan dan Respon Regangan terhadap Waktu

Sumber : UTM (1995)

Besaran rasio Poisson diperlukan sebagai data masukan (input) pada UTM.

Yoder dan Witczak (1975) menyatakan bahwa besaran rasio Poisson () adalah

rasio antara regangan lateral (l) dengan regangan aksial (a) oleh beban yang

sejajar sumbu dimana regangan aksial terukur. Rasio Poisson yang digunakan

oleh berbagai agencies disajikan pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Poisson’s ratio yang digunakan oleh berbagai agencies

Bahan Original Shell

Oil Co.

Revised Shell

Oil Co.

The Asphalt

Institute

Kentucky

Highway

Asphalt concrete 0.50 0.35 0.40 0.40

Granular base 0.50 0.35 0.45 0.45

Subgrade 0.50 0.35 0.45 0.45

Sumber: Yoder dan Witzcak (1975)

Alat UTM adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan

pengujian tarik tak langsung beban berulang yang dikembangkan oleh Industrial

Page 207: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

202

Process Controls Limited (IPC) di Australia. Prinsip kerja uji tarik tak langsung

dalam alat ini mengacu pada prosedur ASTM D 4123-82 (1987).

Hasil yang diperoleh dari pengujian modulus uji tarik tak langsung dengan

alat UTM adalah sebagai berikut:

1) modulus resilien elastis (resilient modulus of elasticity),

2) waktu pembebanan (loading time),

3) waktu penambahan pulsa gaya (force pulse rise time),

4) tegangan tarik (tensile stress),

5) puncak pembebanan gaya (peak loading force), dan

6) regangan recoverable total (total recoverable strain).

UTM memberikan persamaan-persamaan sebagai berikut:

St = π.L.D

2.F ………………….…………………………..……………….….. (10)

E = L.H

0,27)F.(R ………………….…….……………..…………..……….. (11)

r = D

H …………………………………………………………...……..….. (12)

dengan:

St = kekuatan tarik (MPa)

E = modulus resilien elastik total (MPa)

L = tinggi sampel (mm)

F = gaya maksimum (beban berulang) (N)

D = diameter sampel (mm)

R = perkiraan nilai rasio Poisson

H = deformasi horisontal recoverable total (mm)

r = regangan recoverable total

HIPOTESIS

Berdasarkan pada tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan landasan teori

yang ada, nilai modulus kekakuan campuran agregat aspal dipengaruhi modulus

kekakuan aspal dan nilai VMA. Penambahan bitumen ekstrak asbuton akan

mempengaruhi sifat fisik aspal khususnya titik lembek dan penetrasinya,

disamping itu aspal sebagai bahan yang bersifat termoplastik akan dipengaruhi

oleh temperatur, kedua hal tersebut akan mempengaruhi modulus kekakuan aspal.

Page 208: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

203

Nilai VMA sangat dipengaruhi oleh volume pori udara dan volume aspal dalam

campuran padat. Temperatur pencampuran dan pemadatan yang diukur pada

viskositas aspal yang sama serta cara pemadatan yang dibuat sama maka besar

kecilnya pori akan tergantung pada sifat fisik agregat. Dengan demikian dapat

diduga bahwa temperatur dan penambahan bitumen ekstrak asbuton akan

mempengaruhi nilai modulus kekakuan campuran agregat aspal.

Penambahan bitumen ekstrak asbuton sebesar 4% diduga akan menurunkan

penetrasi dan menaikkan titik lembek sehingga akan menaikkan nilai modulus

kekakuan campuran agregat aspal baik dengan pendekatan empiris cara Brown

dan Brunton (1984) maupun pengujian dengan UTM.

CARA PENELITIAN

Proses kerja

Bagan alir metodologi penelitian dan bagan alir penelitian di presentasikan

pada Gambar 5 dan Gambar 6. Penentuan kadar aspal optimum dilakukan dengan

cara Marshall masing-masing 3 (tiga) benda uji untuk tiap variasi kadar aspal (4;

4,5; 5; 5,5; dan 6 %), variasi penambahan bitumen ekstrak asbuton (BEA) (0 dan

4%) untuk nms 19 mm dan 25 mm, selanjutnya dilakukan analisis variansi

dwifaktor untuk mengetahui pengaruh variasi kadar aspal dan pengaruh

penambahan BEA terhadap karakteristik Marshall. Untuk pengujian dengan UTM

masing-masing 3 (tiga) benda uji setiap variasi temperatur (25; 35 dan 45C) dan

variasi penambahan BEA (0 dan 4%), selanjutnya dilakukan analisis variansi

dwifaktor untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur dan pengaruh

penambahan BEA terhadap modulus kekakuan campuran.

Kendala Penelitian

Ketajaman mata serta konsentrasi pikiran pada saat penimbangan,

pembacaan arloji pengukur kelelehan dan arloji pengukur stabilitas yang

dilakukan secara manual pada pengujian Marshall sangat dibutuhkan, sehingga

perlu dilakukan dengan cermat agar kesalahan dapat diminimalkan, apabila terjadi

kesalahan maka dilakukan pengulangan pengujian yang akan memperlambat

waktu pengujian berikutnya.

Page 209: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

204

Gambar 5 Bagan alir Metodologi Penelitian

Gambar 6 Bagan alir penelitian

Page 210: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

205

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Hasil pemeriksaan sifat fisik aspal

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal

No Sifat-sifat Spesifikasi

AC 60/70 *)

Kadar penambahan BEA

terhadap AC 60/70 (%)

Satuan

Min Maks 0 2 4

1 Penetrasi 60 79 63,6 50,3 44,5 0,1 mm

2 Titik lembek 48 58 49,8 52,4 54,0 oC

3 Titik nyala 200 - 325 328 330 oC

4 Kehilangan berat - 0,8 0,0285 0,0659 0,04925 % berat

5 Kelarutan 99 - 99,5902 99,5679 99,5805 % berat

6 Daktilitas 100 - >140 >140 >140 cm

7 Berat jenis 1 - 1,0251 1,0344 1,0383 gr/cm3

8 Suhu Pencampuran - - 156 158 173 oC

9 Suhu Pemadatan - - 142 147 163 oC

Setelah kehilangan berat

10 Penetrasi 54 - 79 91,5 91 % asli

11 Daktilitas 50 - >140 >140 >140 cm

12 Titik Lembek - - 53,8 54,2 55,8 oC

13 Indeks Penetrasi (PI) - - -0,67455 -0,60315 -0,51632 -

*) SNI No.1737-1989-F

2. Hasil pemeriksaan agregat

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Agregat

No Sifat-sifat Spesifikasi *) Hasil

Pemeriksaan

Satuan

Min Maks

Agregat Kasar

1 Penyerapan air - 3 1,9835 %

2 Berat jenis bulk 2,5 - 2,620 -

3 Berat jenis semu - - 2,764 -

4 Berat jenis efektif - - 2,692 -

5 Tes abrasi Los Angeles - 40 16,93 %

6 Indeks kepipihan - 25 15,38 %

7 Kelekatan dengan aspal 95 - 95 %

Agregat Halus

1 Penyerapan air - 3 2,417 %

2 Berat jenis bulk 2,5 - 2,598 -

3 Berat jenis semu - - 2,772 -

4 Berat jenis efektif - - 2,685 -

5 Sand equivalent 50 - 64,48 %

Filler

1 Berat jenis - - 2,6505 -

*) SNI No.1737-1989-F

3. Hasil karakteristik Marshall pada kadar aspal optimum

Page 211: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

206

Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Marshall pada Kadar Aspal Optimum untuk nms 19 mm

No Karakteristik dan persyaratan

*)

Standar Rendaman Standar Rendaman

BEA 0% BEA 4%

Kadar Aspal (%)

5,1 5,1 5,2 5,2

1 Kepadatan (gr/cc) 2,327 2,323 2,330 2,323

2 VMA (%) (> 14) 15,73 15,85 15,69 15,96

3 VFWA (%) 70,60 69,93 72,27 70,84

4 VITM (%) (3 – 5) 4,62 4,77 4,35 4,66

5 Stabilitas (kg) (> 550) 1119,9 1038,8 1322,1 1277,0

6 Kelelehan (mm) (2-4) 3,73 4,37 3,8 4,3

7 MQ (kg/mm) (220-350) 300,0 238,9 347,9 294,9

8 Indeks Perendaman (%) (>75) 92,755 96,588

*)SNI No.1737-1989-F

4. Hasil analisis temperatur perkerasan

Tabel 5 Hasil Analisis MMAT dan MMPT pada tebal perkerasan 75 mm.

No Nama Kota MMAT (oC) MMPT (

oC)

Maks. Min. Maks. Min.

1 Banda Aceh 35,00 18,00 45,13 24,72

2 Medan 34,30 21,10 44,29 28,44

3 Padang 32,50 18,70 42,13 25,56

4 Riau 34,60 19,40 44,65 26,40

5 Jambi 33,40 14,00 43,21 19,92

6 Palembang 34,40 20,10 44,41 27,24

7 Bengkulu 32,60 13,40 42,25 19,20

8 Tanjung Karang 35,20 19,10 45,37 26,04

9 Jakarta 34,60 21,00 44,65 28,32

10 Bandung 30,60 14,60 39,85 20,64

11 Semarang 34,30 19,50 44,29 26,52

12 Yogyakarta 34,40 16,00 44,41 22,32

13 Surabaya 35,00 20,10 45,13 27,24

14 Bali 34,20 17,00 44,17 23,52

15 Mataram 36,30 19,10 46,69 26,04

16 Kupang 37,70 19,80 48,37 26,88

17 Dili 33,00 15,60 42,73 21,84

18 Pontianak 33,80 18,80 43,69 25,68

19 Palangkaraya 34,00 20,70 43,93 27,96

20 Banjarmasin 36,20 20,00 46,57 27,12

21 Samarinda 34,00 20,00 43,93 27,12

22 Manado 34,20 18,90 44,17 25,80

23 Palu 35,50 20,70 45,73 27,96

24 Ujung Pandang 34,70 18,50 44,77 25,32

25 Kendari 33,10 17,80 42,85 24,48

26 Ambon 33,80 17,80 43,69 24,48

27 Jayapura 32,30 21,60 41,89 29,04

Rata-rata 34,21 18,57 44,18 25,40

Sumber: Hasil olahan data Badan Meteorologi dan Geofisika (1988-1998)

Berdasarkan hasil analisis MMPT maka temperatur pengujian ditentukan

25C, 35C dan 45C. Penentuan ketiga temperatur tersebut dianggap mewakili

dari seluruh temperatur perkerasan beberapa kota di Indonesia.

Page 212: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

207

5. Hasil analisis modulus kekakuan cara Brown dan Brunton (1984)

Tabel 6 Hasil Analisis Modulus Kekakuan cara Brown dan Brunton (1984)

Temperatur

(C)

nms 19 mm

BEA 0% BEA 4%

25 2157,089 3356,564

35 589,216 1142,612

45 56,246 193,971

6. Hasil pengujian modulus kekakuan dengan alat UTM

Tabel 7 Hasil Pengujian Modulus Kekakuan pada nms 19 mm

Temperatur

(C)

Mean MR (MPa)

0 %BEA 4%BEA

25 6242,500 7247,000

6614,500 6896,500

6495,000 6719,500

Rata-rata 6450,667 6954,333

35 2322,500 3673,000

2225,000 3541,000

2602,000 3412,500

Rata-rata 2383,167 3542,167

45 895,250 1538,500

951,950 1545,000

1163,000 1451,000

Rata-rata 1003,400 1511,500

Pembahasan

1. Pengaruh penambahan BEA terhadap sifat fisik AC 60/70

Gambar 7 Hubungan antara Penambahan BEA pada AC 60/70 dengan Penetrasi, Titik

lembek dan PI.

Page 213: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

208

Penambahan bitumen ekstrak asbuton (BEA) telah merubah sifat fisik AC

60/70 terutama angka penetrasi dan titik lembeknya. Angka penetrasi akan

menurun yang mengindikasikan bahwa aspal menjadi lebih keras dari sebelumnya

sedangkan titik lembek akan naik mengindikasikan bahwa kepekaan aspal

terhadap temperatur menjadi berkurang (nilai PI naik) (Gambar 7). Hal ini

dikarenakan penetrasi BEA yang rendah (4. 0,1 mm) dan titik lembek yang tinggi

(82 C) (berdasarkan hasil penelitian Zamhari et.al, 2000).

Gambar 8 Hubungan kadar BEA dengan Temperatur Pencampuran dan Temperatur

Pemadatan

Penambahan bitumen ekstrak asbuton juga akan menaikkan temperatur

pencampuran dan temperatur pemadatan, hal ini disebabkan aspal minyak relatif

lebih kaku akibat penambahan BEA mengakibatkan kebutuhan pemanasan yang

lebih tinggi untuk mencapai viskositas yang telah ditetapkan untuk proses

pencampuran dan pemadatan.

2. Pengaruh penambahan BEA terhadap nilai VMA

Penambahan bitumen ekstrak asbuton ke dalam AC 60/70 yang digunakan

sebagai bahan perekat tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai

VMA, ditunjukkan dengan nilai fhitung = 1,063 < f0,05 = 7,709 untuk nms 19 mm

dan fhitung = 1,553 < f0,05 = 7,709 untuk nms 25 mm, hal ini dikarenakan

temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan sudah disesuaikan dengan

penambahan kadar bitumen ekstrak asbuton ke dalam AC 60/70.

3. Modulus kekakuan campuran agregat aspal

a. Pendekatan empiris cara Brown dan Brunton (1984)

Page 214: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

209

Tabel 8 Hasil Analisis Parameter Penentuan Modulus Kekakuan Aspal (Sbit)

BEA

(%)

Pen. (Pi)

(0.1 mm)

SP

(C)

Pr

(0.1 mm)

SPr

(C)

PIr t

(detik)

0 63,6 49,8 41,340 55,809 -0,283 0,087

4 44,5 54,0 28,925 59,895 -0,213 0,087

Tabel 9 Penentuan Sbit dan Sm Metode Brown dan Brunton (1984)

Nms (mm) BEA (%) VMA (%) Temperatur(C) Sbit (MPa) Sm(MPa)

19 0 15,73 25 5,936 2157,089

35 0,834 589,216

45 0,032 56,246

4 15,69 25 11,872 3356,564

35 2,194 1142,612

45 0,168 193,971

25 0 15,6 25 5,936 2226,198

35 0,834 611,587

45 0,032 58,895

4 15,39 25 11,872 3594,821

35 2,194 1238,305

45 0,168 213,770

Tabel 9 menunjukkan bahwa batasan metode Brown untuk kondisi elastik

PIr diantara –1 dan +1 serta nilai t berada diantara 0,01 dan 0,1 detik terpenuhi.

Berdasarkan hasil analisis modulus kekakuan campuran (Sm) pada Tabel 10 dapat

dilihat bahwa batasan nilai VMA terletak diantara 12% sampai dengan 30%

terpenuhi, sedangkan batasan nilai Sbit > 5 MPa terpenuhi hanya pada temperatur

25C. Hal ini berarti bahwa pada temperatur 35C dan 45C, aspal sudah tidak

lagi berperilaku elastis.

Tabel 10 Rasio Sm akibat Penambahan 4% BEA terhadap 0% BEA

Temperatur

(C)

Rasio

nms 19 nms 25

25 1,556 1,615

35 1,939 2,025

45 3,449 3,630

Tabel 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka rasio

modulus kekakuan campuran agregat aspal semakin tinggi pula yang berarti

penambahan bitumen akan memberikan hasil yang baik jika temperatur relatif

tinggi.

b. Pengujian dengan UTM

Page 215: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

210

Tabel 11 Rasio Sm akibat Penambahan 4% BEA terhadap 0% BEA

Temperatur (C) Rasio

25 1,078

35 1,486

45 1,506

Tabel 11 memberikan kecenderungan yang sama dengan Tabel 10 yaitu

penambahan bitumen akan memberikan hasil yang baik jika temperatur relatif

tinggi. Berdasarkan anova dwifaktor, temperatur berpengaruh signifikan terhadap

modulus kekakuan campuran agregat aspal, ditunjukkan dengan nilai fhitung =

1500,853 > f0,05 = 3,885, sedangkan penambahan BEA juga memberikan

pengaruh signifikan yang ditunjukkan dengan nilai fhitung = 75,977 > f0,05 = 4,747.

Interaksi antara kedua faktor tersebut juga berpengaruh secara signifikan yang

memberikan nilai fhitung = 6,878 > f0,05 = 3,885.

c. Perbandingan modulus kekakuan campuran antara metode Brown dan

Brunton (1984) dengan pengujian UTM

Perbedaan nilai modulus kekakuan campuran pengujian dengan alat UTM

terhadap pendekatan empiris metode Brown dan Brunton (1984) dengan variasi

terhadap temperatur dipresentasikan pada Gambar 9 sedangkan rasio antara UTM

terhadap Brown dan Brunton (1984) ditunjukkan pada Tabel 14.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

25 35 45

Temperatur (oC)

Mo

du

lus K

ek

aku

an

Ca

mp

ura

n (

MP

a)

UTM_0%BEA

Brown_0%BEA

UTM_4%BEA

Brown_4%BEA

Gambar 9 Hubungan Pengukuran Modulus Kekakuan Campuran antara UTM dan Brown

dan Brunton (1984) terhadap temperatur 25C, 35C dan 45 C dengan lama

pembebanan 87 ms.

Page 216: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

211

Tabel 14 Rasio UTM terhadap Metode Brown dan Brunton

Temperatur (C) 0%BEA 4%BEA

25 2,990 2,072

35 4,045 3,100

45 17,839 7,792

Nilai rasio modulus kekakuan campuran dengan pengujian UTM terhadap

metode Brown dan Brunton lebih besar dari 1 (rasio>1). Hal ini dikarenakan

perbedaan batasan regangan yang digunakan. Alat UTM didasarkan pada

recoverable strain sedangkan metode Brown dan Brunton didasarkan pada peak

strain.

Secara umum rasio perbandingan antara UTM terhadap metode Brown dan

Brunton dapat dikatakan bahwa semakin tinggi temperatur maka rasio yang

diberikan menjadi semakin besar pula yang berarti nilai keduanya semakin besar

perbedaannya. Hal ini dikarenakan selain batasan regangan antara kedua metode

berbeda, juga pada temperatur 35C dan 45C sudah tidak memenuhi batasan

penggunaan dari metode Brown dan Brunton (1984) sehingga akan memperbesar

perbedaan dari nilai modulus kekakuan campuran terhadap pengujian UTM.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan antara lain:

1. Penambahan bitumen ekstrak asbuton sebesar 2% dan 4% terhadap bahan

perekat AC 60/70 dapat menurunkan penetrasi dan menaikkan titik lembek.

2. Penambahan bitumen ekstrak asbuton ke dalam AC 60/70 dapat meningkatkan

viskositas yang mengakibatkan temperatur pencampuran dan temperatur

pemadatan menjadi lebih tinggi.

3. Penambahan bitumen ekstrak asbuton ke dalam AC 60/70 dapat meningkatkan

nilai stabilitas campuran agregat aspal dan Marshall Quotient menjadi lebih

besar. Stabilitas campuran pada kadar aspal optimum konvensional (0% BEA)

meningkat 18,1% untuk nms 19 mm dan 1,3% untuk 25 mm pada

penambahan 4% BEA.

4. Campuran dengan bahan perekat AC 60/70 + 4% BEA pada nms 19 mm

memperlihatkan ketahanan terhadap kerusakan yang diakibatkan air adalah

Page 217: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

212

lebih baik sebagaimana ditunjukkan dengan Indeks Perendaman 92,755%

menjadi 96,588% yang berarti ada kenaikan sebesar 4,1%.

5. Campuran dengan bahan perekat AC 60/70 dengan penambahan 4% BEA

memiliki modulus kekakuan yang lebih besar daripada campuran tanpa

penambahan bitumen ekstrak asbuton baik dengan pendekatan empiris cara

Brown dan Brunton maupun dengan UTM.

6. Modulus kekakuan cara Brown dan Brunton (1984) hanya pada temperatur

25C yang memenuhi batasan untuk kondisi perilaku elastik dari aspal sebagai

bahan perekat.

7. Berdasarkan Analysis of Variance twofactor dengan pengujian satistik f

menyatakan bahwa penambahan Bitumen Ekstrak Asbuton (BEA) akan

memberikan pengaruh signifikan (fhitung = 75,977 > f0.05 = 4,747), dan

temperatur juga memberikan pengaruh signifikan (fhitung = 1500,853 > f0.05 =

3,885) terhadap respon yaitu nilai modulus kekakuan campuran agregat aspal.

8. Hasil pengujian modulus kekakuan campuran agregat aspal dengan alat UTM

tidak memiliki hubungan yang baik dengan pendekatan empiris metode

Brown dan Brunton (1984) karena perbedaan dasar kriteria batas regangan.

Saran-saran

Berdasarkan penelitian ini, beberapa saran yang diusulkan untuk penelitian

selanjutnya adalah sebagai berikut ini.

1. Penambahan bitumen ekstrak asbuton pada aspal keras dengan penetrasi yang

berbeda kemudian dibandingkan dalam hasil akhir penetrasi yang sama antara

aspal keras murni dan akibat penambahan bitumen ekstrak asbuton.

2. Pemadatan benda uji dengan menggunakan gyratory compactor kemudian

dianalisis indeks kemudahan pekerjaan untuk beberapa target gradasi

Superpave.

3. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian Indirect Tensile Static Load

untuk menentukan beban failure dan rasio Poisson suatu target gradasi tertentu

kemudian dilakukan uji Indirect Tensile Stiffness Modulus, dengan demikian

perkiraan atau asumsi dapat dikurangi.

Page 218: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

213

4. Penelitian terhadap fatigue resistance dari campuran yang dibuat dengan

bahan perekat yang mengandung bitumen ekstrak asbuton.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, Road and Paving Materials; Paving Management Technologies,

Annual Book of American Society for Testing and Materials (ASTM)

Standards, Volume 04.03, Section 4 Construction, ASTM.

Anonim, 1987, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan

Raya, SKBI-2.4.26. 1987, UDC: 625.75(02), SNI No. 1737-1989-F,

Yayasan Badan Penerbit PU, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Anonim, 1996, Superpave Mix Design, Superpave Series No.2 (SP-2), Asphalt

Institute.

Anonim, 1993, Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot-Mix

Types, Manual Series No.2 (MS-2), 6th

Edition Asphalt Institute.

Ahmad, N.S., 2000, Ekstrak Bitumen Aspal Buton Mikro sebagai Salah Satu

Alternatif Perbaikan Sifat Aspal Minyak Produksi Pertamina, Tesis S-2,

Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Brown, S.F., dan Brunton, J.M., 1984, An Introduction to the Analytical Design of

Bituminous Pavement, 2th

Edition, University of Nottingham.

Dairi, G., dan James., 1991, Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Pemanfaatan Asbuton sebagai Perkerasan Jalan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, Departemen Pekerjaan Umum,

Bandung.

Dairi, G., dan Arifin, Z., 1993, Studi Karakteristik Beton Aspal Diuji dengan

Static Indirect Tensile, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Prasarana Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Dewantoro, I., Subagio, B.S, dan Karsaman, R.H., 2001, Kajian Nilai Modulus

Elastis Perkerasan Lentur Hasil Pengukuran Alat GH dan UMATTA serta

Perhitungan Metode Shell dan Asphalt Institute, Simposium ke-4 Forum

Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT), Universitas Udayana,

Bali.

Giyanto, N., 1993, Penelitian Pengaruh Variasi Gradasi Agregat Kasar pada

Beton Aspal terhadap Modulus Kekakuan dan Koefisien Kekuatan Relatif,

Page 219: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

214

Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Nasution, A. H., 1994, Pengkajian Modulus Elastisitas Perkerasan Beraspal

Campuran Panas di Laboratorium, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Prasarana Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Kennedy, T.W., 1996, The Bottom Line: Superpave System Works, The Superpave

Asphalt Research Program, The University of Texas at Austin.

K.B. de Vos., 1995, Universal Testing Machine (UTM), Reference Manual,

Industrial Process Controls Ltd, Australia.

Mulyadi, M., Samosir, B., Tarmedi, Sutrisno, Budjang, Suryana, O., dan Herman.,

2000, Pengkajian Kinerja Perkerasan Lentur Secara Analitis, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, Departemen

Kimpraswil, Bandung.

Robert, F.L., Kandhal, P.S., Lee, D.Y., Brown, E.R., dan Kennedy, T.W., 1991,

Hot Mix Asphalt Material, Mixture Design and Construction, Napa

Education Foundation Lanham, Maryland.

Soedjatmiko, A.E.T., 1999, Karakterisasi Modulus Lapis Aspal untuk Kondisi

Klimatik di Indonesia, Tesis S-2, Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya,

Institut Teknologi Bandung, Bandung (tidak dipublikasikan).

Walpole, R.E., dan Myers, R.H., 1993, Probability and Statistics for Engineers

and Scientists, 5th

Edition, Macmillan Publishing Company, a division of

Macmillan, Inc., United States of America.

Yang, N.C., 1972., Design of Functional Pavements, McGraw-Hill, Inc., United

States of America.

Yoder, E.J., dan Witczak, M.W., 1975, Principle of Pavement Design, 2nd

Edition,

John Wiley & Sons Inc., Canada.

Zamhari, K.A., H, Madi., Yamin, A., Lawalata, GM., Aristono, T., Arifin, Z., R,

Tuti., S, Dodi., Paidjo, Firdaus, J., dan S, Bongsu., 2000, Penelitian

Berbagai Campuran Aspal untuk Iklim Tropis di Indonesia, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, Departemen

Kimpraswil, Bandung

Page 220: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

215

PENGARUH KOMPOSISI ALKALI AKTIVATOR TERHADAP KUAT

TEKAN MORTAR GEOPOLIMER BARBAHAN DASAR ABU TERBANG

Medi Tikara1, Andi Arham Adam2, I Wayan Suarnita3 ¹ ²

3 Universitas Tadulako, Palu Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi alkali aktivator yang menghasilkan

kuat tekan optimum untuk mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang. Dalam penelitian ini

digunakan Abu Terbang tipe F dari PLTU Mpanau dan aktivator yang digunakan adalah Sodium

Silikat (Na2SiO3) dan Sodium Hidroksida (NaOH). Benda uji yang dibuat adalah mortar

berbentuk kubus dengan ukuran 50 x50 x 50 mm dengan ratio massa antara abu terbang dengan

pasir adalah 1 : 2,75 dan rasio massa air terhadap solid (w/s) adalah 0,35. Variasi dosis aktivator

yang digunakan adalah 25%, 40% dan 55% dengan perbandingan Sodium Silikat terhadap

Aktivator (W/A) sebesar 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada umur

3, 7, 14 dan 28 hari.

Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa kuat tekan mortar geopolimer yang

paling besar serta kuat tekan yang optimum (sudah bisa digunakan sebagai elemen struktur) adalah

mortar dengan komposisi dosis 55% dan W/A = 0,5 menghasilkan kuat tekan sebesar 24,72MPa.

Kata-kata kunci : Abu terbang, alkal`i aktivator, dosis, geopolimer, kuat tekan

PENDAHULUAN

Seiring dengan maraknya pembangunan fisik, kebutuhan akan beton serta

mortar semakin meningkat, karena pada umumnya beton dan mortar

menggunakan bahan pengikat berupa semen portland. Namun belakangan ini

semen portland mulai mendapatkan sorotan dari kalangan pecinta lingkungan, hal

ini disebabkan oleh industri semen portland menjadi salah satu penyumbang emisi

gas karbon dioksida (CO2) terbesar selain penggunaan BBM.

Penggantian sejumlah bagian semen dalam pembuatan beton dan mortar,

atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan

menjadi solusi yang lebih menjanjikan untuk mengatasi masalah besarnya emisi

gas karbondioksida dari industri semen portland. Salah satu solusi dari

permasalahan tersebut adalah penggunaan limbah abu terbang (fly ash) sebagai

bahan utama pengganti semen. Abu terbang merupakan limbah dari industri

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berupa hasil dari sisa pembakaran batu

bara.

16

Page 221: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

216

Pada tahun 1978 seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits adalah

orang yang memperkenalkan istilah yang disebut Geopolimerisasi, yaitu reaksi

cairan alkali dengan silikon dan aluminium dalam bahan sumber geologi atau

bahan limbah seperti fly ash dan abu sekam padi. Geopolimer sendiri terbentuk

dari rekasi kimia aluminium dan silikon sebagai bahan kimia dasar yang disebut

polimerisasi anorganik (inorganic polymerization) yang hasilnya sebuah benda

padat menyerupai beton atau mortar. Limbah seperti abu terbang, dapat digunakan

sebagai material dasar untuk membuat beton atau mortar geopolimer. Dengan

adanya teknologi geopolimer ini dapat membantu mereduksi limbah abu terbang

sehingga menjadi bahan yang bermanfaat serta memiliki nilai jual. Selain itu

penggunaan abu terbang sebagai bahan dasar beton atau mortar juga dapat

mengurangi kadar karbon dioksida di atmosfer karena dapat mengurangi produksi

semen portland atau bahkan dapat menggantikan produksi semen portland.

TINJAUAN PUSTAKA

Geopolimer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang

disintesiskan dari bahan–bahan produk sampingan seperti fly ash (abu

terbang), abu kulit padi (rice husk ash) dan lain-lain, yang banyak mengandung

silikon dan aluminium (Davidovits, 2008 dalam Prasetio dkk. 2012). Mortar

geopolymer merupakan produk geosintetik dimanaa reaksi pengikatan yang terjadi

adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini unsur aluminium dan

silikat merupakan unsur yang mempunyai peranan penting dalam membuat

ikatan polimer (Davidovits, 1994). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan

digunakan fly ash agar terbentuk ikatan polimer.

Gambar 1 Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton/Mortar Geopolimer (Sumber : www.geopolymer.org)

Page 222: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

217

Gambar 2 Ikatan yang Terjadi pada Beton/Mortar Memen (Kiri) dan Ikatan yang

Terjadi pada Beton/Mortar Geopolymer (Kanan) (Sumber : www.geopolymer.org)

Untuk membuat campuran mortar geopolimer dibutuhkan bahan kimia

berupa larutan sodium silikat (waterglass) dan sodium hidroksida sebagai

aktivator. Sodium silikat dan sodium hidroksida digunakan sebagai alkaline

aktivator (Hardjito dkk, 2004). Sodium silikat atau waterglass mempunyai fungsi

untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Sedangkan sodium hidroksida berfungsi

untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash

sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat.

Gambar 3 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang dengan Suhu

Perawatan 800 C dan Durasi 20 Jam

(Sumber : Adam, 2009)

Page 223: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

218

METODE PENELITIAN

Bahan dasar yang digunakan untuk membuat murtar geopolimer berupa abu

terbang (fly ash) yang diambil dari PLTU Mpanau. Berasarkan hasil pemeriksaan

komposisi kimia dalam fly ash seperti pada Tabel 1 di bawah menunjukkan bahwa

fly ash yang digunakan masuk dalam fly ash kelas F dengan kandungan kalsium

yang rendah.

Dalam penelitian ini aktivator yang digunakan adalah larutan sodium silikat

(waterglass) dan larutan sodium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 10M.

Dengan rasio fly ash : pasir adalah 1:2,75 dengan perbandingan water/solid (w/s)

= 0,35. Dimana wwater/solid (w/s) merupakan perbandingan jumlah berat padatan

yang terkandung dalam fly ash, sodium silikat serta sodium hidroksida dengan

jumlah berat aii yang terkandung dalam sodium silikat, sodium hidroksida serta

air tambahan.

Tabel 1 Kandungan Kimia Abu Terbang yang Digunakan

No Parameter Fly Ash (%)

1 SiO2 55,54

2 Fe2O3 23,76

3 Al2O3 14,02

4 CaO 2,02

5 K2O 1,58

6 SO3 1,3

7 TiO2 0,92

8 MnO 0,291

9 Bahan Lain 0,5559

Total 99,9869

Detail mix serta prosedur yang dipakai dalam melakukan penelitian ini

iadopsi dari Adam (2009) serta SNI 06-6825-2002, dengan menggunakan 2

variasi komposisi aktivator, yaitu :

1. Dosis aktivator : persentase perbandingan massa antara aktivator dengan fly

ash.

2. Waterglass/aktivator (W?A) : perbandingan massa antara sodium silikat atau

waterglass (Na2SiO3) dengan aktivator (Na2SiO3 + NaOH).

Notasi benda uji yang digunakan untuk mortar geopolimer berbahan dasar

abu terbang diberikan pada Gambar 4 berikut :

Page 224: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

219

Gambar 4 Notasi Benda Uji untuk Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang

Dalam penelitian ini, berdasarkan variabel yang ditentukan maka dibuat

variasi dosis aktivator mulai dari 25%, 40% dan 55% dengan rasio

waterglass/aktivator (W/A) antara 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 dangan total 15 variabel

atau percobaan. Untuk perawatan (curing) benda uji dilakukan dengan

memanaskan benda uji yang sudah dibungkus dengan cling wrap dimasukkan

dalam oven pada suhu 1000C selama 20 jam. Kemudian setelah proses perawatan

benda uji selesai lalu benda uji di uji kuat tekan dengan umur mortar 3, 7, 14 dan

28 hari. Berikut adalah tabel mix desain yang menunjukkan variasi dosis dan rasio

waterglass/aktivator dari percobaan yang akan dilakukan.

Tabel 2 Variabel Dosis serta Modulus Aktivator

Aktivator yang

Digunakan

Notasi Variabel

Penelitian

Komposisi Aktivator

Dosis Aktivator (%) Na2SiO3/Aktivator

NaOH N25-0 25 0

N40-0 40 0

N55-0 55 0

NaOH + Na2SiO3 NS25-0,3 25 0,3

NS40-0,3 40 0,3

Tabel 3 Variabel Dosis serta Modulus Aktivator (Lanjutan)

Aktivator yang

Digunakan

Notasi Variabel

Penelitian

Komposisi Aktivator

Dosis Aktivator (%) Na2SiO3/Aktivator

NaOH + Na2SiO3 NS55-0,3 55 0,3

NS25-0,5 25 0,5

NS40-0,5 40 0,5

NS55-0,5 55 0,5

NS25-0,7 25 0,7

NS40-0,7 40 0,7

NS55-0,7 55 0,7

Na2SiO3 NS25-1 25 1

NS40-1 40 1

NS55-1 55 1

NS55-0,5Dosis Aktivator

(W/A) Waterglass /

Alkali Aktivator

* NS = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang

dengan sodium silikat dan sodium hidroksida sebagai

aktivator

* N = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang

dengan sodium hidroksida sebagai aktivator

* S = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang

dengan sodium silikat/waterglass sebagai aktivator

( Fly Ash

AktivatorX 100%)

Page 225: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

220

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil keseluruhan dari pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan

dasar abu terbang serta mortar semen dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah.

Gambar 5 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi Komposisi Alkali

Aktivator dan Mortar Semen

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Dosis Aktivator yang

Berbeda

Hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer dengan dosis aktivator yang

berbeda untuk setiap variasi W/A (waterglass/aktivator) pada mortar umur 28 hari

dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah.

Gambar 6 Hubungan Antara Dosis Aktivator dengan Kuat Tekan Mortar Geopolimer

pada Umur 28 Hari

Page 226: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

221

Dari Gambar 6 di atas dapat dilihat kuat tekan mortar geopolimer pada umur

28 hari dengan 55% kuat tekan dari mortar geopolimer juga semakin bertambah

dan peningkatan yang paling signifikan terjadi pada mortar dengan variasi W/A =

0,5 yaitu 24,72 MPa dimana pada mortar dengan W/A = 0,5 tersebut selain

menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan, peningkatan kuat tekannya

terhadap dosis aktivator juga cenderung konstan atau linier.

Hal ini menunjukkan bahwa dosis dari aktivator memiliki pengaruh yang

cukup signifikan terhadap kuat tekan mortar geopolimer, karena dengan

meningkatkan dosis aktivator berarti juga meningkatkan kadar Na2O yang

terdapat pada sodium hidroksida dan sodium silikat serta meningkatkan kadar

SiO2 yang terdapat pada sodium silikat. Dimana Na2O dan SiO2 tersebut

berpengeruh terhadap reaksi polimerisasi yang terjadi.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Variasi W/A yang

Berbeda

Hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer dengan W/A

(waterglass/aktivator) yang berbeda untuk setiap variasi dosis aktivator pada

mortar umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah.

Gambar 7 Hubungan Antara W/A (Waterglass/Aktivator) dengan Kuat Tekan Mortar

Geopolimer pada Umur 28 Hari

Dari Gambar 7 di atas dapat dilihat kuat tekan mortar geopolimer pada

umur 28 hari dengan W/A = 0,5 menghasilkan kuat tekan hingga 24,72 MPa pada

dosis 55%, dan kuat tekan dari mortar kemudian menurun pada W/A = 0,7 dengan

kuat tekan paling besar adalah 21,84 MPa untuk dosis 55% kemudian kuat tekan

mortar geopolimer semakin menurun hingga 0 MPa untuk dosis 25% dan paling

Page 227: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

222

tinggi 1,93 MPa untuk dosis 40% pada W/A = 1. Sehingga dari gambar 7 di atas

dapat dilihat bahwa rasio W/A yang optimum digunakan adalah W/A = 0,5-0,7

yang menghasilkan kuat tekan optimum.

Hal ini menunjukkan bahwa W/A (waterglass/aktivator) juga

mempengaruhi kuat tekan mortar geopolimer, karena dengan meningkatkan rasio

W/A dari campuran mortar geopolimer berarti sodium silikat yang digunakan

dalam aktivator akan semakin banyak sehingga meningkatkan jumlah SiO2 dalam

aktivator dimana unsur ini mempunyai peranan untuk mempercepat terjadinya

reaksi geopolimerisasi pada unsur silika dan aluminium yang terkandung di dalam

fly ash sehingga menghasilkan ikatan polimerisasi yang kuat. Namun semakin

tinggi rasio W/A yang digunakan dapat mengurangi kuat tekan dari mortar

geopolimer itu sendiri, hal ini terlihat jelas pada Gambar 7 di atas yang

menunjukkan semakin rendah atau tingginya rasio W/A yang digunakan hingga

melewati batas optimum dapat menghasilkan kuat tekan mortar geopolimer yang

rendah.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 25% terhadap Umur

Mortar

Gambar 8 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan Mortar

Geopolimer pada Dosis 25% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis

aktivator 25%, untuk W/A 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari

dapat dilihat pada Gambar 8 di atas. Dari hasil pengujian didapatkan kuat tekan

untuk W/A = 0; 0,3 dan 1 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari semuanya sebesar 0

MPa dan tidak mengalami peningkatan sama sekali. Kemudian untuk W/A = 0,5

0.00 0.00 0.00 0.000.00 0.00 0.00 0.000.00 0.00 0.00 0.100.15 0.15 0.00 0.000.00 0.00 0.00 0.00

15.73

21.87

25.87 27.60

0

5

10

15

20

25

30

0 7 14 21 28 35

Ku

at

Te

ka

n (

MP

a)

Umur (Hari)

N25-0

NS25-0,3

NS25-0,5

NS25-0,7

S25-1

Mortar Semen

Page 228: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

223

pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar 0, 0, 0 dan 0,1 MPa.

Kemudian untukl W/A = 0,7 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing

sebesar 0,15; 0,15; 0 dan 0 MPa. Gambar 4.8 di bawah menunjukkan bahwa pada

dosis aktivator 25% dengan W/A = 0; 0,3; 0,5 dan 1 menghasilkan kuat tekan

yang sangat kecil bila dibandingkan dengan W/A = 0,7 dan hingga 28 hari kuat

tekannya sedikit meningkat. Walaupun kuat tekan yang dihasilkan dengan W/A =

0,7 juga sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 25% tidak

menghasilkan kuat tekan yang baik karena unsur-unsur pereaksi dalam aktivator

seperti Na2O dan SiO2 sangat kurang untuk membentuk reaksi polimerisasi

walaupun dengan suhu perawatan yang cukup tinggi 1000C dan durasi 20 jam.

Pada W/A = 0,7 terdapat sedikit kuat tekan, hal ini disebabkan karena unsur SiO2

yang mencapai batas optimum untuk melakukan reaksi polimerisasi dalam mortar

geopolimer walaupun jumlahnya masih sedikit sehingga sedikit menghasilkan

kuat tekan.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 40% terhadap Umur

Mortar

Gambar 9 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan Mortar

Geopolimer pada Dosis 40% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis

aktivator 40% dengan W/A = 0-1 dapat dilihat pada Gambar 9 di atas. Untuk W/A

= 0 kuat tekan yang dihasilkan justru menurun pada umur 7 hari, yaitu 0,6 MPa

dan naik kembali pada umur 14 dan 28 hari menjadi 1,55 MPa. Kemudian untuk

1.40 0.60 1.45 1.553.92 4.56

5.525.68

12.16 12.1613.76

15.36

17.2816.32

17.3617.44

0.60 0.87 1.071.93

15.73

21.87

25.87 27.60

0

5

10

15

20

25

30

0 7 14 21 28 35

Ku

at

Te

ka

n (

MP

a)

Umur (Hari)

N40-0

NS40-0,3

NS40-0,5

NS40-0,7

S40-1

Mortar Semen

Page 229: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

224

W/A = 0,3 menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan mulai dari umur 3 sampai

28 hari dengan kuat tekan hingga 5,68 MPa, untuk W/A = 0,5 juga menunjukkan

kenaikan yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari dengan

kuat tekan hingga 15,35 MPa, untuk W/A = 0,7 juga menunjukkan kenaikan yang

tidak terlalu signifikan dan pada umur 7 hari kuat tekannya justru menurun hingga

16,32 MPa dan berangsur naik kembali pada umur 14 dan 28 hari dengan kuat

tekan hingga 17,44 MPa, dan untuk W/A = 1 juga menunjukkan menunjukkan

kenaikan yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari dengan

kuat tekan hingga 1,93 MPa.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 40% sudah mulai menghasilkan

kuat tekan yang cukup baik, pertambahan kuat tekan dari mortar geopolimer yang

tidak terlalu signifikan juga menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk reaksi

polimer dalam mortar geopolimer sudah bereaksi secara penuh pada saat

dikeluarkan dari oven dengan suhu 1000C dan durasi 20 jam, sehingga pada umur

3 hari hingga 28 hari tidak menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan.

Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 55% terhadap Umur

Mortar

Gambar 10 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan Mortar

Geopolimer pada Dosis 55% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis

aktivator 55%dengan W/A = 0-1 dapat dilihat pada Gambar 10 di atas. Untuk

W/A = 0 kuat tekan yang dihasilkan justru menurun pada umur 7 sampai 14 hari

hingga 2,67 MPa dan naik kembali pada umur 28 hari menjadi 3,87 MPa.

Kemudian untuk W/A = 0,3 menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan mulai

3.87 3.33 2.67 3.87

12.48 12.48 13.9214.24

21.6820.88

24.0024.72

17.6818.96

20.32

21.84

0.40 0.27 0.270.60

15.73

21.87

25.87 27.60

0

5

10

15

20

25

30

0 7 14 21 28 35

Ku

at T

eka

n (

MP

a)

Umur (Hari)

N55-0

NS55-0,3

NS55-0,5

NS55-0,7

S55-1

Mortar Semen

Page 230: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

225

dari umur 3 sampai 28 hari dengan kuat tekan hingga 14,24 MPa, untuk W/A =

0,5 juga menunjukkan kenaikan yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3

dan justru menurun pada 7 hari sebesar 20,88 MPa dan naik kembali pada umur

28 hari dengan kuat tekan hingga 24,72 MPa, untuk W/A = 0,7 juga menunjukkan

menunjukkan kenaikan yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28

hari dengan kuat tekan hingga 21,84 MPa dan untuk W/A = 1 juga menunjukkan

kenaikan yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 dan justru menurun pada

7-14 hari sebesar 0,27 MPa dan naik kembali pada umur 28 hari dengan kuat

tekan hingga 0,6 MPa.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 55% sudah bisa menghasilkan

kuat tekan yang optimum (dalam hal ini optimum berarti sudah bisa digunakan

sebagai elemen struktural), pertambahan kuat tekan dari mortar geopolimer yang

tidak terlalu signifikan juga menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk reaksi

polimer dalam mortar geopolimer sudah bereaksi secara penuh pada saat

dikeluarkan dari oven dengan suhu 1000C dan durasi 20 jam, sehingga pada umur

3 sampai 28 hari tidak menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu

terbang, komposisi aktivator yang dapat menghasilkan kuat tekan yang

optimum (sudah bisa digunakan untuk bahan konstruksi struktural) adalah

komposisi aktivator dengan dosis aktivator 40% dengan W/A = 0,5-0,7 dan

dosis aktivator 55% dan W/A = 0,3-0,7 dengan kuat tekan mulai dari 14,24

MPa hingga 24,72 MPa.

Dosis aktivator yang baik digunakan untuk menghasilkan kuat tekan mortar

geopolimer yang baik adalah dosis 40% - 55%.

W/A (Waterglass/Aktivator) yang baik digunakan untuk menghasilkan kuat

tekan mortar geopolimer yang optimum adalah W/A = 0,5 – 0,7 dengan syarat

dosis aktivator yang digunakan minimal 40%.

Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu

terbang, dengan hanya menggunakan sodium hidroksida sebagai aktivator

Page 231: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

226

hanya dapat menghasilkan kuat tekan sebesar 3,87 MPa dengan komposisi

dosis aktivator 55% dan W/A = 0.

Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu

terbang, dengan hanya menggunakan sodium silikat sebagai aktivator hanya

dapat menghasilkan kuat tekan sebesar 1,93 MPa dengan komposisi dosis

aktivator 40% dan W/A = 1.

DAFTAR PUSTAKA

Adam A.A. (2009). Strength and Durability Properties of Alkali Activated Slag

and Fly Ash-Based Geopolymer Concrete. Thesis. (Unpublished). RMIT

University. Melbourne, Australia.

Badan Standar Nasional, SNI 03-6825-2002. Metode Pengujian Kekuatan Tekan

Mortar Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil, Jakarta

Davidovits, J. (1994b). Properties of Geopolymer Cements, Proceedings of the 1st

International Conference on Alkaline Cements and Concretes, Kiev State

Technical University, Kiev, Ukraine, pp.131-149

Hardjito, D. and Rangan, B.V. (2004). Influence Of Aggregate On The

Microstructure Of Geopolymer. Curtin University of Technology. Perth,

Australia.

Jaarsveld, v. J.G.S., Deventer, v. J.S.J., and Lukey, G.C. (2002). The

Characterisation Of Source Materials In Fly Ash-Based Geopolymers.

University of Melbourne, Australia.

Pontoh, S. (2009). Analisis Kuat Tekan Beton dengan Aditif Kapur dan Fly Ash

Ex. PLTU MPanau. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas

Tadulako, Palu.

Prasetio, P.P., Kartadinata G., Hardjito D. dan Antoni (2012). Karakteristik

Mortar dan Beton Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Sidoarjo. Skripsi.

Universitas Kristen Petra, Surabaya.

http://www.geopolymer.org/applications/introduction_developments_and_applica

tions_in_geopolymer_2, diakses 16 Februari 2013

http://www.geopolymer.org/chemical structure and applications.htm, diakses 13

Februari 2013

Page 232: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

227

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN SISTEM

PENJAMINAN MUTU PADA PERGURUAN TINGGI

Nirmalawati

Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu

Email : [email protected]

ABSTRAK

Tercapai keefektifan dalam pelaksanaan penjaminan mutu, merupakan salah satu bentuk

keberhasilan perguruan tinggi dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara optimal. Tujuan

dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor kapabilitas kepemimpinan,

komitmen dosen terhadap lembaga, akuntabilitas lembaga, kinerja tim, dan budaya mutu

berpengaruh terhadap keefektifan sistem pelaksanaan penjaminan mutu. Penelitian ini

menggunakan metode pendekatan kuantitatif, bersifat deskriptif-korelasional. Populasi penelitian

semua dosen pada universitas negeri maupun swasta, jumlah sampel penelitian diambil dengan

teknik proporsional random sampling dan menggunakan tabel yang disusun oleh Krejcie dan

Cohran. Pengumpulan data menggunakan teknik penyebaran angket kepada responden. Teknik

analisis data digunakan SEM (Structural Equation Modelling) dan diselesaikan dengan bantuan

software PLS (Partial Least Square). Hasil penelitian menyatakan bahwa (1) gambaran kapabilitas

kepemimpinan, komitmen dosen terhadap lembaga, akuntabilitas lembaga, budaya mutu, dan

kinerja tim pada universitas tersebut keseluruhan berkategori baik; (2) komitmen dosen,

akuntabilitas lembaga, kinerja tim, dan budaya mutu berpengaruh langsung terhadap keefektifan

pelaksanaan penjaminan mutu; sedangkan kapabilitas kepemimpinan tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap keefektifan sistem penjaminan mutu.

Kata kunci: Keefektifan, penjaminan mutu, akuntabilitas

PENDAHULUAN

Proses penjaminan mutu di suatu perguruan tinggi merupakan kegiatan

mandiri, sehingga proses tersebut dirancang, dijalankan dan dikendalikan sendiri

oleh perguruan tinggi tanpa campur tangan dari pemerintah. Adapun landasan

juridis dari penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah (1) Undang-undang Nomor

20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas No 20/2003),

yaitu evaluasi pendidikan yang terdiri dari kegiatan pengendalian, penjaminan dan

penetapan mutu pendidikan; (2) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005,

tentang Standar nasional pendidikan; (3) Rencana Strategis (Renstra) Diknas

2005-2009 yang diarahkan pada aspek, (a) pemerataan dan perluasan akses; (b)

peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; (c) tata kelola, akuntabilitas dan

pencitraan publik; (4) Kerangka strategi pengembangan perguruan tinggi jangka

panjang atau Higher Education Long Term Strategy 2003-2010 (HELTS 2003-

17

Page 233: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

228

2010), tentang ciri mutu pendidikan tinggi nasional dinyatakan secara khusus,

yaitu penjaminan mutu (Quality Assurance).

Adapun proses penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi

dijalankan melalui tahap-tahap yang dirangkai sebagai berikut, (a) perguruan

tinggi menetapkan visi dan misinya, (b) berdasarkan visi dan misi tersebut, setiap

program studi menetapkan visi dan misinya, (c) visi setiap program studi

kemudian dijabarkan oleh program studi terkait menjadi serangkaian standar mutu

pada setiap butir-butir mutu, (d) standar mutu dirumuskan dan ditetapkan dengan

meramu visi perguruan tinggi (secara deduktif) dan kebutuhan stakeholders

(secara induktif), sebagai standar maka rumusannya harus spesifik dan terukur

yaitu mengandung unsur audience, behavior, competence, degree, (e) menetapkan

organisasi dan mekanisme kerja penjaminan mutu, (f) melaksanakan penjaminan

mutu dengan menerapkan manajemen kendali mutu, (e) perguruan tinggi

mengevaluasi dan merevisi standar mutu melalui benchmarking (patok duga)

secara berkelanjutan.

Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan tinggi saat ini sudah menjadi isu

global yang merupakan tuntutan masyarakat pada umumnya. Adapun prospektif

dari pelaksanaan penjaminan mutu adalah memberikan perlindungan kepada

masyarakat agar mendapatkan hasil pendidikan yang sesuai dengan yang

dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan tinggi, memberikan kepuasan kepada

stakeholders dan memberikan peningkatan mutu pendidikan tinggi. Di samping

itu, penjaminan mutu juga memberikan kesempatan dan peluang terjadinya

interaksi antara masyarakat kampus dengan masyarakat luas dalam berbagai

kegiatan terutama kegiatan kekaryaan, melibatkan masyarakat dalam menilai

tugas akhir mahasiswa, memperhatikan masukan dari masyarakat. Sedangkan

kegiatan evaluasi yaitu, akreaditasi yang dilakukan oleh BAN-PT, EPSBED yang

dilakukan oleh Dirjen Dikti, dan Sistem penjaminan mutu yang dilakukan secara

mandiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, diarahkan pada pencapaian

mutu atau kualitas pendidikan tinggi. Kegiatan evaluasi tersebut dapat saling

mendukung dan melengkapi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem penjaminan mutu

perlu diketahui, terutama dalam pengembangan proses internal atau proses

Page 234: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

229

manajemen. Seperti yang dinyatakan oleh Soetopo (2005) bahwa penjaminan

mutu secara internal perguruan tinggi akan tertopang, jika dilaksanakan

pengukuran keefektifan perguruan tingginya dengan memperhatikan proses

internal organisasi di samping produktivitas organisasi dalam penilaiannya.

Sehingga kajian tentang keefektifan sistem penjaminan mutu ditinjau dari sudut

pandang yang menekankan pada pendekatan proses internal atau proses

manajemen dalam pelaksanaan sistem penjaminan mutu. Pendekatan internal

dengan mengukur kemampuan organisasi dan manajemen dalam mengubah

faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan organisasi, antara lain meliputi

faktor kapabilitas kepemimpinan, kinerja tim, akuntabilitas lembaga, komitmen

dosen, dan budaya mutu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa universitas negeri

maupun swasta, maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa universitas

tersebut telah melaksanakan penjaminan mutu yang ditandai dengan telah

memiliki lembaga penjaminan mutu. Tetapi secara umum masih terdapat beberapa

kendala atau kekurangan dalam pelaksanaan penjaminan mutu pada beberapa

universitas tersebut, antara lain (1) kapabilitas kepemimpinan dari para

pemimpinnya masih perlu ditingkatkan, (2) rendahnya komitmen dari para

pimpinan maupun dosen, (3) sikap mental dosen yang kurang suportif dalam

melaksanakan proses pembelajaran atau masih perlu ditingkat kompetensinya, dan

(4) rendahnya kualitas pelayanan terhadap mahasiswa, (5) rencana strategis

(Renstra) atau rencana induk pengembangan (RIP) suatu perguruan tinggi,

sebagian besar disusun hanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi, (6)

rendahnya persentase dosen yang membuat rencana pembelajaran berupa satuan

acara perkuliahan (SAP).

Dengan masih adanya kendala dalam melaksanakan penjaminan mutu, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran faktor-

faktor: kapabilitas kepemimpinan, komitmen dosen terhadap lembaga,

akuntabilitas lembaga, kinerja tim, dan budaya mutu serta bagaimana faktor-faktor

tersebut berpengaruh terhadap keefektifan sistem pelaksanaan penjaminan mutu.

LANDASAN TEORI

Keefektifan Sistim Penjaminan Mutu

Page 235: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

230

Istilah keefektifan (efectiveness) mempunyai banyak pengertian seperti yang

telah diungkapkan oleh para ahli sesuai dengan pandangan dan pendekatan

masing-masing. Kata "efektif‖ berdasarkan beberapa literatur ada yang

mengartikan dengan kesuksesan, kebaikan (goodness), hasil atau produk,

kemanjuran, ketepatan sasaran, melakukan sesuatu yang benar, dan lain-lain.

Keefektifan organisasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu segi

pencapaian tujuan, sistem komunikasi yang berhasil, keberhasilan

kepemimpinan yang diterapkan, proses manajemen dalam organisasi,

produktivitas, proses adaptasi yang terjadi dalam organisasi (Soetopo, 2001).

Robbins (2003) mengemukakan bahwa untuk mengartikan keefektifan organisasi

dapat melalui empat pendekatan, yaitu pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan

sistem, pendekatan konstituensi-strategis, dan pendekatan nilai-nilai bersaing.

Kreitner dan Kinicki (1992) menyebutkan empat pendekatan multidimensional

dalam mengukur kefektifan organisasi yaitu, pendekatan pencapaian tujuan,

tersedianya sumber daya, proses internal dan kepuasan anggota.

Pendapat dari Scheerens (1997) menjelaskan bahwa keefektifan organisasi

dapat ditinjau dari tiga ilmu, yaitu ilmu ekonomi, ilmu organisasi, dan ilmu

pendidikan. Keefektifan sekolah menurut ilmu ekonomi sama dengan hasil proses

produksi dalam suatu organisasi, yaitu proses produksi dapat dikatakan sebagai

perputaran atau perubahan (tranformasi) dari masukan (inputs) ke keluaran

(outputs). Menurut teori organisasi, keefektifan sekolah dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan bermacam-macam kriteria, elemen atau aspek organisasi dari

organisasi yang memiliki dampak pada upaya peningkatan performasi (kinerja).

Menurut teori pendidikan, keefektifan sekolah merupakan hasil secara teknis,

yaitu hasil jangka pendek (output), dan hasil jangka panjang (outcome).

Keefektifan dapat dinyatakan sebagai output, yaitu pencapaian. Sedangkan

efisiensi dapat didefinisikan sebagai tingkat output yang diinginkan dengan biaya

yang mungkin paling rendah. Dengan kata lain, efisiensi adalah keefektifan

dengan persyaratan tambahan bahwa hal ini dicapai dengan cara semurah

mungkin (Scheerens & Bosker, 1997).

Pengertian sistem Penjaminan mutu dari berbagai pendapat para ahli: Ariani

(1999), Hedwig, R. & Polla, G. (2006), Darianto (2006), dan Usman (2006)

Page 236: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

231

menyimpulkan bahwa sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah

manajemen mutu yang memberikan jaminan kepuasan atau keyakinan kepada

stakeholders. Sedangkan Piper (dalam Ekroman, 2002) mendefinisikan bahwa

‖Quality assurance, the total of those mechanism and procedures adopted to

assure a given quality or the continued improvement of quality, which embodies

the planning, defining, encouraging, assessing and control of quality‖. Pendapat

tersebut menyatakan bahwa jaminan mutu merupakan mekanis dan prosedur total,

untuk memberikan keyakinan mutu atau perbaikan mutu berkelanjutan, dengan

perencanaan, definisi, memberi semangat, menilai dan mengontrol kualitas.

Direktur jenderal Pendidikan Tinggi mengemukakan bahwa penjaminan

mutu di perguruan tinggi merupakan strategi untuk meningkatkan kualitas

perguruan tinggi di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Higher Education

long Term Strategy 2003-2010 (HELTS 2003-2010) yang dikeluarkan pada

tanggal 1 April 2003, menguraikan bahwa ‖ Penjaminan mutu pendidikan tinggi

di perguruan tinggi adalah proses penerapan dan pemenuhan standar mutu

pengelolaan dan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga

stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga

penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan‖.

Berdasarkan berbagai sudut pandang tentang keefektifan organisasi yang

telah diuraikan di atas, maka pendekatan yang digunakan untuk mengukur

keefektifan sistem penjaminan mutu adalah pendekatan proses internal atau proses

manajemen dalam organisasi penjaminan mutu. Pendekatan proses internal atau

proses manajemen yang dimaksudkan adalah suatu pendekatan yang digunakan

untuk mengukur keefektifan sistem penjaminan mutu yang berfokus pada cara

yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan tinggi. Adapun

yang diukur adalah kemampuan organisasi dan manajemen penjaminan mutu

dalam mengubah atau mengatur faktor-faktor atau komponen-komponen penentu

keefektifan sistem penjaminan mutu perguruan tinggi.

Rangkuman dari para ahli, antara lain: Hadiwiardjo & Wibisono (2000),

Sallis (1993), Juran, MJ. (1993), dan Soetopo (2005) menyatakan bahwa untuk

mengukur keefektifan sistem penjaminan mutu dengan menggunakan komponen

proses penetapan standar, proses pemenuhan standar dan proses kontrol.

Page 237: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

232

Komponen proses penetapan standar dijabarkan ke dalam indikator-indikator yang

meliputi, perumusan tujuan, pengambilan keputusan. Komponen proses

pemenuhan standar dijabarkan ke dalam indikator-indikator yang meliputi,

kepemimpinan, mekanisme pemenuhan standar, kekuatan motivasi, sistem

komunikasi. Komponen proses kontrol dijabarkan ke dalam indikator-indikator

yang meliputi, evaluasi standar mutu, revisi standar mutu.

Kapabilitas Kepemimpinan

Menurut The New Grolier Webster International Dictionary of the English

Language ―Capable‖ diartikan sebagai memiliki kemampuan (power) cukup,

kompoten, memiliki ketrampilan, atau berkualitas. Menurut Karahasan (2000)

dalam School Leadership Capabilities, menguraikan mengenai arti kapabilitas

sebagai berikut, bahwa kapabilitas kepemimpinan adalah perilaku kepemimpinan

yang meliputi kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, kompetensi, kesanggupan,

kecakapan, yang dimiliki pemimpin dan dikendalikan oleh karakterisitik yang

berhubungan dengan kinerja sehingga dapat mempengaruhi bawahannya untuk

mencapai tujuan. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sifat dan motivasi.

Rangkuman dari berbagai pendapat mengenai pengertian dari kapabilitas

kepemimpinan, bahwa terdapat kesamaan dan perbedaan dalam mengukur

mengenai kapabilitas kepemimpinan dalam pendidikan. Setelah dilakukan

rekapitulasi didapatkan enam karakter pemimpin kapabel, yaitu: (1) pemimpin

memiliki kemampuan memandang masa depan universitas (Rossow, 1990;

Wiratman, 2002; Sagala, 2000; Sallis, 2006; Tampubolon, 2001); (2) pemimpin

memiliki kemampuan profesionalitas pendidikan yang tinggi (Mulyasa, 2002;

Sergiovani & Elliot, 1975; Scheerens, 1992; Foley & Conole, 2003; Tampubolon,

2001); (3) pemimpin lebih memfokuskan pada kegiatan pengajaran (Mulyasa,

2002; Sergiovani & Elliot, 1975; Scheerens, 1992); (4) pemimpin memiliki

kemampuan mengendalikan mutu pengajaran dan memonitoring kemajuan

belajar siswa (Tampubolon, 2001; Mulyasa, 2002; Sergiovani & Elliot, 1975;

Scheerens, 1992; Nasution, 2001; (5) pemimpin memiliki kemampuan mendorong

dan memotivasi tenaga pengajar untuk bekerja keras (Mulyasa, 2002; Sergiovani

& Elliot, 1975; Scheerens, 1992; Tampubolon, 2001); dan (6) pemimpin memiliki

Page 238: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

233

kemampuan memelihara kerjasama (Tampubolon, 2001; Mulyasa, 2002;

Sergiovani & Elliot, 1975; Scheerens, 1992; Foley & Conole, 2003; Nasution,

2001; Sallis, 2006).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapabilitas kepemimpinan adalah

kemampuan yang dimiliki ketua atau pimpinan yang meliputi kemampuan

memandang masa depan universitas, kemampuan dalam menfokuskan pada

kegiatan pengajaran, kemampuan professionalitas pendidikan yang tinggi,

kemampuan mengendalikan dan memonitoring, kemampuan mendorong tenaga

pengajar untuk bekerja keras, dan kemampuan memelihara kerjasama.

Komitmen Organisasi

Komitmen (commitment) diartikan sebagai janji, memenuhi janji, kesediaan,

kepercayaan, dan ada pula yang memandang sebagai suatu sikap perilaku.

Pendapat Glickman (1981) dan Deaux (1988) mengemukakan seseorang

dianggap berkomitmen apabila ia bersedia mengorbankan tenaga dan waktunya

secara relatif lebih banyak dari waktu yang telah ditetapkan baginya, terutama

dalam usaha-usaha peningkatan pekerjaannya. Dengan demikian komitmen

mencakup kepedulian, penggunaan waktu, penggunaan tenaga dan pemberian

perhatian. Steers dan Porter (1983) menyatakan bahwa komitmen dipandang

sebagai suatu sikap, yaitu suatu keadaan individu melibatkan diri dalam organisasi

tertentu sekaligus mendukung tujuan-tujuan dari organisasi tersebut. Sikap dapat

menghasilkan perilaku yang diinginkan. Dalam organisasi sikap bersifat penting

karena mereka akan mempengaruhi perilaku (Stephen P. Robbins, 2003).

Rangkuman pendapat para ahli, antara lain: Stoff (1995),Taylor (1994),

Boone dan Johnson (dalam Usman, 2006), maka dapat disimpulkan bahwa

komitmen adalah kesediaan dan sikap dari seseorang untuk menepati janji sebagai

suatu kekuatan yang bersifat positif maupun negatif dari seseorang untuk

melibatkan diri ke dalam organisasi. Sedangkan pengertian komitmen terhadap

organisasi secara garis besar terdapat dua macam yaitu, pertama adalah afektif,

normatif, dan continuance (berkelanjut) dari anggota organisasi atau pegawai;

kedua adalah sikap anggota organisasi terhadap terhadap organisasi dan kehendak

dari anggota organisasi. Serta variabel-variabel yang mempengaruhi komitmen

Page 239: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

234

dosen terhadap lembaga terdiri adalahi: (1) kepercayaan yang teguh terhadap

universitas; (2) keterlibatan para dosen untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan universitas; dan (3) loyalitas untuk tetap mempertahankan

keanggotaannya di dalam universitas. Juga disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen dosen terhadap lembaga meliputi: (1) faktor personal;

(2) faktor organisasi; dan (3) faktor bukan organisasi, misalnya tersedia / tidaknya

alternatif pekerjaan yang lain.

Sedangkan Dirjen Dikti (2003),menyatakan bahwa sistem penjaminan mutu

agar dapat berjalan secara efektif, apabila memenuhi persyaratan, yaitu komitmen,

perubahan paradigma, sikap mental para pelaku proses pendidikan serta

pengorganisasian penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Para

pelaku proses pendidikan tinggi di suatu perguruan, baik yang memimpin maupun

yang dipimpin harus memiliki komitmen yang tinggi untuk senantiasa menjamin

dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya.

Akuntabilitas Lembaga

Echols & Shadil (1996) menjelaskan mengenai istilah ―akuntabilitas‖ dapat

diterjemahkan sebagai suatu keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan

dapat dimintai pertanggungjawaban. LAN-RI (1997) menyatakan bahwa

akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan atau untuk

menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang atau badan hukum

atau pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki atau

berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Sedangkan

Hamid (1991) dalam artikelnya berjudul ―accountability in the public service‖

menulis: ―accountability can be defined as the obligation to give answer and

explanations, concerning one’s action’s and performance to those with right to

require such answers and explanations‖. Pernyataan di atas mengatakan bahwa

akuntabilitas berarti meminta individu dan organisasi bertanggungjawab atas

kinerja yang diukur seobyektif mungkin.

Rangkuman pengertian akuntabilitas lembaga dari beberapa ahli, antara lain:

Gorton (1976), Neave (1985), Sibley (1992), Maxwell (1994), Newmann (1997),

Craft (1994), McConnell (1981), Soehendro (1996), Jalal & Supriadi (2001),

Page 240: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

235

Sheila Elwood (dalam Mardiasmo, 2002), dan Akdon (2006), disimpulkan bahwa

akuntabilitas lembaga adalah akuntabilitas proses atau pertanggungjawaban proses

penggunaan dan pelaksanaan prosedur-prosedur kerja atau tata kerja serta

instrumen-instrumen kerja yang memadai. Yang meliputi mekanisme perencanaan

prosedur kerja, pelaksanaan prosedur kerja, mekanisme penggunaan instrumen

kerja, dan monitoring kesesuaian.

Budaya Mutu

Istilah Budaya ( Culture) berasal dari kata ― Colere‖ yang artinya segala

daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1994). Secara

umum konsep tentang budaya dipahami secara berbeda-beda dan sampai saat ini

belum ada kesepakatan dalam memahaminya , hal ini disebabkan oleh adanya

kompleksitas dari budaya itu sendiri.

Rangkuman pendapat dari para ahli: Robbins (2003), Gibson,

Ivanichevich,dan Donally (1995), Dobson dan McNay (dalam Warner &

Palfreyman, 1996), Owen (1995), Shein (1992), dan Indrajit & Djokopranoto

(2006), menyatakan bahwa budaya organisasi adalah karkateristik atau gambaran

kepribadian organisasi yang dapat berupa nilai-nilai, sikap, asumsi-asumsi,

keyakinan, harapan, tradisi, norma bersama untuk mengontrol dan mengarahkan

perilaku organisasi. Sedangkan Goetsch & davis (1994) menyatakan bahwa

budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang mengahasilkan suatu lingkungan

yang konduktif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus-menerus.

Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur

dan harapan yang meningkatkan mutu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya mutu adalah karakteristik atau

gambaran kepribadian organisasi yang dapat berupa nilai-nilai, sikap, asumsi-

asumsi, keyakinan, harapan, tradisi, norma bersama yang menghasilkan

lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus-

menerus.

Kinerja Tim

Rifai & Basri (2005) menyimpulkan pengertian kinerja dari berbagai ahli

manajemen yaitu: bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang

Page 241: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

236

atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara

legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Akdon (2006) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja suatu organisasi

dalam rangka mewujudkan tujuan strategik, kepuasan pelanggan dan

kontribusinya terhadap lingkungan strategik. Tika (2005) Stoner (1978),

Bernardin dan Russel (1993),Mahsun (2006), Handoko, Prawiro Suntoro (1999),

Armstrong & Baron (1998) menjelaskan mengenai pengertian performance

diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Sementara itu pernyataan

Robbins (1982) bahwa performansi atau kinerja menunjukkan efektivitas dan

efesiensi dalam melaksanakan tugas.

Memperhatikan uraian di atas, maka dapat disimpulkan tentang kinerja atau

performansi (performance), bahwa kinerja atau performansi dapat diartikan

sebagai prestasi kerja, pelaksanaan atau proses kerja, tingkat pencapaian kerja,

unjuk kerja atau hasil kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam

menetapkan kinerja atau performansi diartikan sebagai proses atau pelaksanaan

kerja.

Hanafiah, dkk (1994) menyatakan bahwa tim adalah kumpulan orang-orang

yang bekerja dalam suatu program yang sama. Tampubolon (2001) menyatakan

bahwa tim kerjasama merupakan suatu strategi yang sangat efisien dan efektif

dalam usaha peningkatan mutu perguruan tinggi secara berkelanjutan. Sallis

(1993) menyatakan bahwa: menunjukkan bahwa tim kerja dalam sebuah

organisasi merupakan komponen penting dari implementasi sistem mutu,

mengingat tim kerja akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan

mengembangkan kemandirian. Berdasarkan tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa tim peningkatan mutu adalah sekelompok orang yang menjadi

kesatuan atau unit dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan berdasarkan

komitmen untuk menciptakan, memelihara dan meningkatkan mutu secara

berkesinambungan.

Kreitner & Kinicki (1997) menyatakan bahwa ada delapan atribut dari tim

yang berkinerja tinggi sebagai berikut, kepemimpinan partisipatif; berbagi

tanggungjawab; kesejajaran tujuan; komunikasi yang tinggi; fokus pada masa

Page 242: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

237

depan; fokus pada tugas; bakat kreatif; respon cepat. Maka ditarik kesimpulan

bahwa penilaian kinerja tim adalah mengukur kemampuan tim dalam proses kerja

atau pelaksanaan tugas. Adapun pengukuran kinerja tim tersebut dalam penelitian

ini menggunakan delapan komponen tim yang berkinerja tinggi, sebagaimana

yang diidentifikasi oleh Kreitner & Kinicki.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian

kuantitatif, rancangan penelitian deskriptif-korelasional. Populasi dalam penelitian

ini adalah semua dosen yang terdaftar pada seluruh universitas negeri dan swasta

di Jawa Timur. Teknik pengambilan sampel menggunakan cara proporsional

random sampling dan besarnya sampel ditentukan berdasarkan tabel sampel yang

disusun oleh Isaac dan Michael, dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%.

Pengumpulan data menggunakan satu jenis instrumen, yaitu kuesioner dan

instrumen dalam penelitian ini telah diuji cobakan dan dinyatakan valid.

Pengujian validitas dan reliablitas instrumen menggunakan bantuan program

komputer SPSS versi 13.0 for windows. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan model SEM (Structural Equation Modelling) dan dengan bantuan

software Partial Least Square (PLS).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kapabilitas

kepemimpinan, komitmen dosen terhadap lembaga, akuntabilitas lembaga, budaya

mutu, dan kinerja tim yang dipersepsi oleh responden dengan kateori rata-rata

baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapabilitas kepemimpinan, komitmen

dosen terhadap lembaga, akuntabilitas lembaga, budaya mutu, dan kinerja tim

pada seluruh universitas telah dilaksanakan dengan baik.

Hasil analisis penelitian menemukan bahwa Kapabilitas kepemimpinan

tidak dapat mempengaruhi secara langsung keefektifan pelaksanaan sistem

penjaminan mutu, namun kapabilitas kepemimpinan hanya dapat mempengaruhi

akuntabilitas lembaga atau mempengaruhi komitmen dosen. Selanjutnya

akuntabilitas lembaga atau komitmen dosen dapat mempengaruhi keefektifan

pelaksanaan sistem penjaminan mutu. Temuan ini sejalan dengan pendapat dari

Page 243: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

238

Arnold & Feldman (1986), yang mengatakan bahwa salah satu penentu komitmen

sebagai perilaku individual dipengaruhi oleh kepemimpinan.

Hasil analisis penelitian berikutnya menunjukkan bahwa ada hubungan

secara langsung antara komitmen dosen dengan keefektifan pelaksanaan sistem

penjaminan mutu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan yang

teguh, keterlibatan para dosen dan loyalitas yang dibangun oleh para dosen di

universitas masing-masing akan diikuti semakin meningkatnya keefektifan sistim

penjaminan mutu. Temuan ini sejalan dengan penelitian Mahsun (2006)

menyatakan bahwa kinerja optimal dapat dicapai dengan memberikan rasa

kepemilikan atas setiap tindakan pada individu-individu atau group, dimana rasa

kepemilikan meningkatkan perilaku, tanggung jawab dan sikap.

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan secara langsung

antara akuntabilitas lembaga dengan keefektifan pelaksanaan sistem penjaminan

mutu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi mekanisme perencanaan

prosedur kerja, pelaksanaan prosedur kerja, mekanisme penggunaan instrumen

kerja, dan monitoring kesesuaian kerja yang dibangun pimpinan universitas akan

diikuti semakin tingginya keefektifan sistim penjaminan mutu.

Hal ini senada dengan pernyataan LAN-RI (1997) bahwa akuntabilitas

adalah mempertanggungjawabkan atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja

dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada

pihak yang memiliki atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

secara langsung antara budaya mutu dengan keefektifan pelaksanaan sistem

penjaminan mutu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik nilai-nilai, sikap,

asumsi-asumsi, keyakinan, harapan, tradisi, norma bersama terhadap mutu akan

diikuti semakin tingginya keefektifan sistim penjaminan mutu.

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan secara langsung

antara kinerja tim dengan keefektifan pelaksanaan sistem penjaminan mutu. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin kuatnya kinerja tim akan diikuti semakin

tingginya keefektifan sistim penjaminan mutu.

Page 244: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

239

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) gambaran

kapabilitas kepemimpinan, komitmen dosen terhadap lembaga, akuntabilitas

lembaga, budaya mutu terhadap keefektifan pelaksanaan sistem penjaminan mutu

memiliki kategori baik; (2) Makin tingginya komitmen dosen diikuti makin

meningkatnya keefektifan sistim penjaminan mutu; (3) Makin meningkatnya

akuntabilitas lembaga diikuti makin efektif sistem penjaminan mutu; (4) Makin

baiknya budaya mutu diikuti makin efektif sistim penjaminan mutu; (5) Makin

kuatnya kinerja tim diikuti makin efektif sistim penjaminan mutu; (6) Makin

baiknya kapabilitas kepemimpinan diikuti makin efektif sistim penjaminan mutu

asalkan disertai peningkatan akuntabilitas lembaga; dan (7) Makin baiknya

kapabilitas kepemimpinan diikuti makin efektif sistim penjaminan mutu asalkan

disertai kuatnya komitmen terhadap lembaga.

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut: (1)

para pimpinan lembaga sertifikasi penjaminan mutu diharapkan memperhatikan

komponen-komponen dalam keefektifan sistem penjaminan mutu; (2) BAN-PT

dalam melaksanakan akreditasinya diharapkan memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi keefektifan sistem penjaminan mutu; (3) Dirjen dikti dan bagi para

tim audit internal maupun eksternal dalam melakukan pengawasan dan

pengendalian diharapkan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

keefektifan sistem penjaminan mutu; (4) Para pimpinan universitas dalam

melaksanakan penjaminan mutu perlu memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi keefektifan sistem penjaminan mutu; (5) Para civitas akademik

dalam melaksanakan penjaminan mutu perlu meningkatkan komitmennya dalam

melaksanakan sistem penjaminan mutu

DAFTAR PUSTAKA

Alma, B. & Hurriyati, R. 2008. Manajemen Corporate & Strategi Pemasaran

Jasa Pendidikan Fokus Pada Mutu & Layanan Prima.Bandung:Alfabeta.

Cohran, W.G. 1974. Sampling Technique. New Delhi: Wiley Easter Preate

Limited.

Diknas. 2003. Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan

Tinggi. Jakarta: Dikti.

Page 245: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

240

Ghozali, I. 2005. Structural Equation Modeling, Teori dan Konsep, & Aplikasi

Dengan Program Lisrel 8.54. Semarang: Badan Penerbi Universitas

Diponegoro.

Goetsch, L. D. & Davis, B. S. 1997. Introduction to Total Quality. New Jersey:

Prentice-Hall Inc.

Hair & Anderson, B., dkk. 2006. Multivariate Data Analysis. Singapore: Pearson

Prentice Hall.

Hedwig, R. & Polla, G. 2007. Model Sistem Penjaminan Mutu & Proses

Penerapannya di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hunt, D. S. & Morgan, M.R. 1994. Organizational Commitment: One of Many

Commitment or Key Mediating Construct. Academy of Management

Journal. Vol. 37.12.

Juran, M. J. & Gryna, M. F. 1993. Quality Planning and Analysis. New York:

McGraw-Hill, Inc.

Karahasan, B. 2000. A Leadership Development Model for Principals, Assistant

Principals and Leading Teachers in Victorian Schools. Victorian:

Department of Education &Training by the Hay Group.

Kuncoro, H. Z. S. 2002. Komitmen Organisasional, (http:// psikologi-komitmen

organisasional., diakses 10 januari 2008).

LAN-RI. 2001. Akuntabilitas and Good Governance. Jakarta: LANRI.

Nirmalawati. 2009. Hubungan antara kapabilitas kepemimpinan, komitmen

dosen, kompetensi dan akuntabilitas lembaga dengan kinerja lembaga

dalam pelaksanaan penjaminan mutu. Disertasi. Malang: Program

Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.

Rossow, L. F. 1990. The Principalship Demensions in Instructional Leadership.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-all, Inc.

Sallis, E. 2006. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page

Education Management Series.

Sukrisno. 2008. Hubungan Antara Responsibilitas Manajemen, Akuntabilitas

Mutu Pelayanan, Budaya Mutu, Pembelajaran Organisasi, Kinerja Tim

Dengan Keefektifan Sistem Penjaminan Mutu Pada Universitas Swasta di

Surabaya. Disertasi. Malang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri

Malang.

Tampupolon, P. D. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu, Paradigma Baru

Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke-21.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Page 246: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

241

HUBUNGAN KREATIVITAS, MOTIVASI DAN KARAKTER INDIVIDU

TERHADAP KEPEMIMPINAN PENANGGUNG JAWAB TEKNIK (PJT)

INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA

(STUDI KASUS: KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH)

Tilaar, T.A.M.1, Selintung, M.2, Rahim, M.R.3, Nurdin, D.4

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin

2Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin

3Professor Jurusan Teknik Areitektur, Universitas Hasanuddin

4Professor Jurusan Ekonomi Manajemen, Universitas Tadulako

email :[email protected]

ABSTRAK

Industri konstruksi berkemampuan menyediakan dan menghasilkan infrastruktur di

Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa industri konstruksi menjadi salah satu sub

sektor ekonomi dan sebagai pembentuk modal tetap kegiatan ekonomi masyarakat (gross fixed

capital formation). Mengelola proyek konstruksi di abad 21 membutuhkan pengetahuan dan gaya

kepemimpinan yang berbeda. Karakter kepemimpinan harus sesuai dengan kebutuhan proyek yang

unik seperti etika, kepercayaan yang diberikan, kejujuran, melaksanakan pekerjaan yang benar dan

adil dan bertanggung jawab. Mengelola proyek yang unik sebagai bagian implementasi ilmu

manajemen dalam manajemen proyek. Praktek manajemen terkait dengan filsafat, karena tanpa

filsafat praktek manajemen adalah robot yang miskin kreativitas dan miskin motivasi serta miskin

inovasi. Untuk proyek yang unik penyelesaian pekerjaan membutuhkan kreativitas. Selain

kreativitas dibutuhkan pula motivasi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik bagi industri

konstruksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis keberhasilan industri

konstruksi khususnya pada hubungan kreativitas, motivasi, karakter individu terhadap

kepemimpinan PJT untuk keberhasilan usaha industri konstruksi. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survey, dengan melakukan pengambilan sampel dari populasi

industri konstruksi skala kecil di kota Palu. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dari

persepsi responden (explanatory perceptional research). Analisis data menggunakan Structural

Equational Modeling (SEM) dengan menggunakan paket program statistik SEM dan Statistical

product and Service Solutions (SPSS). Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

menemukan model kepemimpinan PJT industri konstruksi di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah.

Hasil penelitian ini dapat berkontribusi terhadap materi pembelajaran manajemen konstruksi di

pendidikan keteknikan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat melengkapi dan memperkaya teori

manajemen dalam pengelolaan industri konstruksi dan untuk para praktisi akan bermanfaat dalam

merencanakan pengembangan usaha industri konstruksi dengan tantangan yang demikian

pesatnya.

Kata kunci: kreativitas, motivasi, karakter individu dan kepemimpinan, penanggung jawab

teknik

PENDAHULUAN

Industri konstruksi merupakan salah satu sub sektor bidang perekonomian

yang penting dan strategi di Indonesia. Industri konstruksi ini menyediakan dan

menghasilkan infrastruktur yang menjadi pembentuk modal tetap kegiatan

ekonomi masyarakat (gross fixed capital formation). Salah satu obyek kegiatan

18

Page 247: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

242

industri konstruksi adalah proyek konstruksi. Mengelola proyek konstruksi di

abad 21 membutuhkan pengetahuan dan gaya kepemimpinan yang berbeda, Toor

dan Ofori (2008). Karakter kepemimpinan harus sesuai dengan kebutuhan proyek

yang unik seperti etika, kepercayaan yang diberikan, kejujuran, melaksanakan

pekerjaan yang benar dan adil dan bertanggung jawab, Walker, B. L. & Walker,

D. (2011).

Mengelola proyek yang unik sebagai bagian implementasi ilmu manajemen

dalam manajemen proyek. Praktek manajemen terkait dengan filsafat, karena

tanpa filsafat praktek manajemen adalah robot, yang miskin kreativitas dan miskin

motivasi serta miskin inovasi. Untuk proyek yang unik penyelesaian pekerjaan

membutuhkan kreativitas, Aleinikof A.G. (2002). Selain kreativitas dibutuhkan

pula motivasi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik bagi industri konstruksi

Thwala, W. D., Monese, L. N. (2007) Dengan demikian manajemen digunakan

untuk mengatur orang orang yang memiliki pendidikan dan keahlian yang tinggi.

Jika bekerja sendirian tidak akan menghasilkan produk yang optimal, apabila

beberapa ahli yang memiliki pengetahuan dan keahlian berbeda untuk

mengerjakan satu tujuan, maka kerjanya produktif dan hasilnya optimal, Druker

(2001). Keberhasilan usaha di industri konstruksi ditentukan oleh model

kepemimpinan yang memiliki karakter individu dengan sifat instrumental untuk

keberhasilan usaha, sifat prestatif untuk dapat bekerja lebih baik, sifat keluwesan

dalam hubungan kemitraan, sifat untuk mau bekerja keras, sifat kemampuan diri

dalam bekerja, sifat untuk mau mengambil resiko, sifat yang mampu dalam

mengendalikan diri, sifat inovatif untuk mendapatkan cara baru dalam

penyelesaian pekerjaan dan sifat kemandirian dalam tanggung jawab pribadi.

Apabila diperhatikan laporan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional

(LPJKN) 2012 dalam Natsir dkk. (2012), Tilaar (2013), postur industri konstruksi

seperti berikut ini:

Tabel 1 Struktur Industri Konstruksi

No. Jumlah Industri Konstruksi sesuai

Grade

Nasional Propinsi Sulawesi

Tengah

Kota Palu

1. Grade 2,3 dan 4 160.021 1.212 191

2. Grade 5 21.032 74 31

3. Grade 6 dan 7 1.742 20 13

Sumber: [12] dan [22]

Page 248: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

243

Dengan memperhatikan sedemikian besar jumlah perusahaan industri

konstruksi di Indonesia ataupun di propinsi Sulawesi Tengah dan kota Palu tentu

memiliki sejumlah permasalahan. Masalah di Indonesia setiap tahun adalah

jumlah perusahaan asing disektor konstruksi meningkat, lingkungan usaha di

sektor konstruksi kurang kondusif, terjadi persaingan tidak sehat dan daya saing

rendah Suraji, A. (2013). Dalam ilmu manajemen terdapat beberapa prinsip

esensial yang bersifat filosofis yaitu manajemen adalah soal manusia sehingga

dalam fungsi manajemen memungkinkan manusia didalamnya dapat bekerjasama,

yaitu kekuatan yang ada dalam organisasi yang berbeda keahliannya menjadi satu

sehingga relevan menghadapi tantangan dalam bisnis untuk manajemen bisnis.

Dengan demikian ontology dari praktek manajemen adalah komunikasi dan

tanggungjawab individual yang saling terkait satu sama lain dan tidak terlepaskan.

Para ahli manajemen mengatakan bahwa manajemen adalah bagian dari liberal

arts karena manajemen terkait dengan pengetahuan kebijaksanaan dan

kepemimpinan.

Kepemimpinan yang memiliki ketrampilan atau keahlian bidang teknik

harus mampu memimpin sehingga keberhasilan untuk mengawal tiga constrains

utama yaitu waktu, biaya dan mutu kerja. Industri konstruksi harus memiliki

pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinan dengan baik sehingga dapat

melaksanakan pekerjaan konstruksi atau proyek yang didefinisikan sebagai

pekerjaan yang unik. Pekerjaan unik tersebut menjadi tantangan penanggung

jawab teknik (PJT) untuk mampu menjamin tertibnya pelaksanaan pekerjaan

konstruksi.

Berkaitan dengan studi teoritik dan studi empirik yang peneliti lakukan

maka faktor faktor yang telah menjadi perhatian peneliti adalah faktor kreativitas,

faktor motivasi dan faktor karakter individu yang memiliki hubungan dengan

kepemimpinan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Kepemimpinan industri

konstruksi di Indonesia saat ini membutuhkan perkuatan yang didukung oleh

kepemimpinan PJT yang memiliki kreativitas, sehingga diperoleh ide bermutu

dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Kreativitas memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap kinerja perusahaan dan kinerja karyawan karena

seseorang yang kreatif berkemampuan untuk menghasilkan ide baru dengan

Page 249: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

244

menggabungkan, mengubah atau merekayasa ide ide yang sudah ada dan

menghasilkan produk yang lebih bermutu. Pendapat ahli mengemukakan bahwa

faktor motivasi perlu ada dalam implementasi sistem manajemen konstruksi agar

usaha menjadi sukses, karena dengan motivasi akan dapat menjawab masalah

yang dihadapi. Motivasi dalam karakter individu menjadi penting supaya proses

kerja sesuai visi dan misi perusahaan. Untuk mampu meraih kesuksesan

diperlukan kepemimpinan PJT yang merupakan salah satu dasar praktek yang

baik untuk menjadi industri konstruksi yang berhasil.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi rumusan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kreativitas memiliki hubungan signifikan terhadap kepemimpinan

PJT dan keberhasilan industri konstruksi?

2. Apakah motivasi memiliki hubungan signifikan terhadap kepemimpinan PJT

dan keberhasilan industri konstruksi?

3. Apakah karakter individu memiliki hubungan signifikan terhadap

kepemimpinan PJT dan keberhasilan industri konstruksi?

4. Apakah Kepemimpinan PJT memiliki hubungan signifikan terhadap

keberhasilan industri konstruksi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, kajian masalah, dan rumusan masalah

yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan di lakukannya penelitian ini secara

umum dan secara khusus adalah sebagai berikut:

Tujuan penelitian secara umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk

menguji dan menganalisis keberhasilan industri konstruksi yang ada di kota Palu,

propinsi Sulawesi Tengah dan di Indonesia khususnya pada hubungan kreativitas,

motivasi, karakter individu terhadap kepemimpinan PJT untuk keberhasilan usaha

industri konstruksi.

Tujuan penelitian secara khusus

Page 250: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

245

Tujuan khusus yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk

menguji dan menganalisis: hubungan kreativitas, motivasi, karakter individu

terhadap kepemimpinan PJT dan keberhasilan industri konstruksi serta hubungan

kepemimpinan PJT terhadap keberhasilan industri konstruksi di kota Palu,

propinsi Sulawesi Tengah dan di Indonesia.

Kegunaan Penelitian/Manfaat

Berkaitan dengan tercapainya beberapa tujuan tersebut, maka penelitian ini

di harapkan akan berguna: untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

dalam pendidikan teknik sipil, serta hasil penelitian ini dapat merupakan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

manajemen industri konstruksi khususnya yang berkaitan dengan kepemimpinan

PJT dan keberhasilan industri konstruksi di Indonesia. Bagi perusahaan industri

konstruksi, penelitian ini dapat menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam

pembinaan dan pengembangan industri konstruksi di kota Palu, pemerintah daerah

propinsi Sulawesi Tengah dan di Indonesia. Bagi peneliti berikutnya, hasil

penelitian ini dapat menjadi referensi, terutama dalam bidang manajemen

konstruksi dan manajemen industri konstruksi meliputi kreativitas, motivasi,

karakter individu, kepemimpinan PJT untuk keberhasilan usaha.

Ruang Lingkup/Batasan Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian adalah perusahaan industri konstruksi

yang berada di kota Palu, propinsi Sulawesi Tengah dan terdaftar di asosiasi

badan usaha yang memiliki sertifikat badan usaha (SBU) yang terdaftar di

lembaga pengembangan jasa konstruksi propinsi (LPJKP) Sulawesi Tengah.

Sebagai responden dari populasi adalah penanggung jawab teknik (PJT) dari

sejumlah perusahaan industri konstruksi yang tersebar di kota Palu yang akan

ditentukan jumlahnya sesuai dengan metodologi penelitian yang digunakan.

KAJIAN PUSTAKA

Hubungan Kreativitas dengan Kepemimpinan

Berdasarkan hasil penelitian Okpara,F.O. (2007) bahwa nilai kreativitas dan

inovasi dalam entrepreneur adalah nama baru dalam permainan. Kemudian

Page 251: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

246

kesimpulan lainnya Creativity and Innovation are at the heart of the spirit of

enterprise. Thus the value of creativity and innovation is to provide a gateway for

astute entrepreneurship. Keberhasilan pengusaha adalah kombinasi dari ide

kreativitas dan keputusan yang bernilai tinggi. Prinsip kreativitas yang ditemukan

dalam penelitian Okpora bahwa dalam setiap individu ada kreativitas yang

merupakan fungsi dari keahlian, berpikir kreatif dengan ketrampilan yang dimiliki

serta motivasi. Menurut Sriraman, B. (2004) dalam penelitiannya tentang The

characteristics of mathematical creativity. Tujuan penelitian ini untuk menambah

aturan tentang khayalan, intuisi, interaksi sosial, penggunaan heuristik dan

pentingnya pembuktian dalam proses kreatif model Gestalt yang terdiri atas:

preparing, Incubation, Illumination and Verification. Hasil penelitian yang

diperoleh bahwa model Gestalt oleh Haddamrd masih sesuai untuk diterapkan saat

ini. Hasil penelitian Poernomo, (2006) menemukan bahwa Kreativitas tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manager, hal ini dimaksudkan agar

memberi kebebasan kepada manager untuk meningkatkan kreativitas dan

meningkatkan keahlian sesuai dengan bidang kerja masing masing. Dalam

penelitian ini Poernomo berkesimpulan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi

kreativitas adalah faktor karyawan yang dapat meningkatkan kreativitas.

Hubungan Motivasi dengan Kepemimpinan

Berdasarkan hasil penelitian Marisa, A. dan Yusof, N. (2011) menemukan

bahwa motivasi menjadi sangat penting yang mempengaruhi kinerja industri

konstruksi menjadi sukses. Lebih penting lagi dalam industri konstruksi adalah

kemampuan untuk membentuk tim kerja, memotivasi orang lain, membentuk

struktur organisasi yang kuat serta manajemen proyek yang terkendali. Hasil

penelitian di Pakistan oleh Khan, R.A. et.al. (2009) bahwa hubungan antara

motivasi dan produktivitas sangat signifikan. Bahkan yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah motivasi kerja memberikan kontribusi kunci untuk

mengoptimalkan produktivitas pekerja sesuai dengan penelitian yang ditemukan

oleh Kazaz et.al. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah proses yang

mengaktifkan produktivitas tenaga kerja konstruksi. Hasil penelitian Parkin, A. B.

et. al. (2009) dalam pelaksanaan kerja konstruksi di Turki dengan 370 pekerja

konstruksi sebagai responden, hasilnya adalah faktor pendapatan terdahulu atau

Page 252: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

247

pendapatan dimuka memotivasi pekerja untuk peningkatan tingkat produktivitas.

Penelitian ini memperkuat temuan Vroom dan Deci dan Hollyforde dan Whiddett

dalam Parkin, A. B. et.al. (2009). Hal inilah yang memperkuat teori Hirarki

kebutuhan Maslow yang berkaitan dengan 5 kebutuhan dasar manusia yaitu: 1.

Kebutuhan fisilogis seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal, air, pakaian dan

lain lain, 2. Kebutuhan keselamatan seperti keamanan dari gangguan binatang liar,

penjahat, cuaca yang ekstrim, konflik, dan lain lain, 3. Kebutuhan cinta, kasih

sayang dan rasa memiliki, umumnya hubungan dengan sesame manusia, 4.

Kebutuhan kestabilan yang didasarkan dari evaluasi diri, kepercayaan diri,

kebebasan, pengakuan, penghargaan dan lain lain, 5. Kebutuhan aktuallisasi diri

yaitu individu yang dapat melakukan apa yang diinginkan seperti musisi, penyair,

pelukis dan lain lain.

Hasil penelitian Thawalah W. D. dan Monese L. N. (2007) dengan judul

Motivation as a tool to improve productivity on the construction life, yang

dilakukan di Afrika Selatan dimana industri konstruksi menjadi salah satu industri

yang memberikan peran pertumbuhan ekonomi di Afrika Selatan. Temuan

Thawalah dan Monese intinya mengungkapkan bahwa motivasi memberikan

pengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja untuk keberhasilan usaha dan

pekerja adalah pemain kunci yang harus dimotivasi. Hasil temuan yang

dikemukakan oleh Herzberg dalam Kreitner, R. and Kinicki, A (2005). Temuan

empirik ini menunjukkan bahwa apa yang ditemukan dalam penelitian Schaders

dalam Haris dan Dainty et.al, bahwa pekerja di bidang konstruksi terkait dengan

motivasi bidang konstruksi yang didefinisikan sebagai seperangkat hubungan

independen dan dependen yang menjelaskan arah dan tujuan serta keberhasilan

usaha menjadi tidak sesuai.

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kepemimpinan.

Kepemimpinan dalam pengelolaan proyek di abad 21 harus beradaptasi

dengan lingkungan proyek jika ingin tetap relevan. Dengan demikian akan

diperoleh model model yang berbeda. Pendekatan dan atributnya akan berbeda

pula seperti kepemimpinan autentik yang dikemukakan Walker, B. L. and Walker,

D (2011) Hubungan karakter individu dimaksud adalah yang berkaitan dengan ciri

kepribadian seorang pemimpin. Berdasarkan hasil penelitian Douglas (2006)

Page 253: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

248

dengan judul penelitian: Perseptions Looking at the World Through

Entrepreneurial Lenses menemukan bahwa menjadi ciri individu bahwa optimis

dengan melihat peluang dengan kemampuan untuk memecahkan masalah untuk

memiliki target pendapatan dengan memperhitungkan waktu serta menilai

preferensi konsumen serta berbagai resiko yang terkait dengan usaha yang

dijalankan. Penelitian yang dilakukan oleh Elfving et al. (2009) dengan judul

Toward A Contextual Model of Entrepreneural Intentions menemukan dalam

penelitiannya bahwa Model Intensional Entrepreneur yaitu motivasi dan

keinginan berada pada keinginan tradisional. Dengan demikian dalam berusaha

dapat mengintegrasikan berbagai elemen kognitif pengusaha menjadi lebih

komperhensif dalam prilaku pemimpin. Berdasarkan penelitian Drnovsek et.al.

(2010) yang diunduh dari [email protected] 23 juli 2013 dengan judul

Collective Passion in Entrepreneurial teams mengemukakaan bahwa setiap

individu dalam tim ditempat kerja adalah sebagai pengarah dalam pengambilan

keputusan. Hasil yang diperoleh adalah pengaruh kepemimpinan terjadi lonjakan

cepat dan signifikan memperkuat penelitian Baron dan Cardon et al. bahwa

pemimpin adalah sebagai driver dan pengambil keputusan untuk keberhasilan

usaha. Keberhasilan usaha industri konstruksi di Inggris adalah pada faktor

ketrampilan managerial dan latar belakang pengalaman pemimpin dalam

pengelolaan usaha.

Hubungan Kepemimpinan PJT dan Keberhasilan Usaha

Berdasarkan hasil penelitian Yang, L. R., Wu, K. S. dan Huang, C. F.

(2013) bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan manager, kerjasama tim,

kinerja proyek dan kepuasan pemangku kepentingan mempengaruhi keberhasilan

proyek. Lebih lanjut penelitian Mahardiana, (2011) melakukan penggabungan

antara Model B Mod yaitu Contingency ABC dengan Model Four Primary

Characteristics of Succsessful Entrepreneurs, Barringer and Ireland maka

dikatakan bahwa karakteristik kepribadian wirausaha, motivasi dan komitmen

dalam menjalankan usaha akan mempengaruhi prilaku kepemimpinan seorang

wirausaha menjadi berhasil. Hasil penelitiannya adalah: karakteristik individu

wirausaha berpengatuh positif dan signifikan terhadap kepemimpinan pengusaha

kecil bidang konstruksi yang ada di Sulawesi Tengah, hasil temuan ini

Page 254: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

249

mendukung teori entrepreneur characteristic personality yang dikemukakan oleh

Chell. Kemudian karakteristik kepribadian wirausaha tidak berpengaruh

signifikan terhadap keberhasilan usaha yang dijalankan oleh pengusaha kecil

bidang konstruksi yang ada di Sulawesi Tengah.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di kota Palu propinsi Sulawesi Tengah. Alasan

penetapan kota Palu sebagai lokasi penelitian karena dapat dikatakan bahwa

struktur industri konstruksi di Indonesia, Propinsi Sulawesi Tengah dan kota Palu

memiliki struktur dan jumlah perbandingan yang hampir sama untuk skala

nasional, propinsi dan kota Palu.

Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian dengan penjelasan atau explanatory research.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan

melakukan pengambilan sampel dari populasi yang ada. Metode Survey menurut

Van Dalen dalam Sangaji, E. M. & Sofia (2010) mengemukakan bahwa survey

bertujuan membuktikan atau membenarkan suatu hipotesis. Survey dilakukan

dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama Sanusi

(2011). Penjelasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan

pengaruh antar variabel melalui pengujian hipotesis. Karena penelitian ini

berkaitan dengan prilaku manusia sebagai respons yang sifatnya sederhana

maupun kompleks dalam mempersepsikan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan, dengan demikian penelitian ini, merupakan penelitian penjelasan dari

persepsi responden (explanatory perceptional research).

2. Populasi Penelitian

Populasi adalah kelompok individu atau sebagai obyek pengamatan yang

minimal memiliki persamaan fisik, sehingga kesimpulan penelitian tentang

keseluruhan populasi dapat diperoleh, Sangaji, E. M. & Sofia (2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah industri konstruksi di kota Palu propinsi Sulawesi

Tengah. yaitu: sejumlah 235 Perusahaan yang terdaftar di LPJKP Sulawesi

Page 255: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

250

Tengah tahun 2012. Alasan pengambilan populasi tersebut karena struktur

industri konstruksi di Indonesia, propinsi Sulawesi Tengah dan kota Palu

memiliki kesamaan perbandingannya.

3. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.

Sampel adalah merupakan bagian dari populasi. Survey dalam penelitian ini

hanya sebagian populasi yang dijadikan sampel. Jumlah sampel disesuaikan

dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Alat analisis yang

digunakan adalah Structural Equational Modeling. Mustafa, Eq. Z. dan Wijaya, T

(2012) mengemukakan bahwa tidak ada ukuran sampel yang tepat untuk SEM

dengan bantuan software LISREL 8.30 Jumlah sampel yang diambil berkisar

antara 5 sampai 10 kali lipat dari jumlah indikator. Dalam berbagai penelitian

yang menggunakan SEM sebaiknya jumlah sampel adalah antara 100 sampai 200

sampel

4. Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah secara acak berupa stratified random

sampling (sampel acak distratifikasi). Menurut Sanusi, A. (2011) terdapat tiga

persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal stratifikasi yaitu: Memiliki kriteria

yang jelas yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi

dalam lapisan lapisan. Kriteria dimaksud adalah variabel yang akan diteliti atau

variabel lain yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan

variabel yang akan diteliti. 2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai

criteria yang digunakan untuk menstratifikasi, dan 3. Harus diketahui secara tepat

jumlah elemen dari setiap lapisan dalam populasi tersebut. Populasi industri

konstruksi di kota Palu berjumlah 235 perusahaan dengan 5 strata (grade) dan

jumlah responden penelitian seperti berikut ini: Grade 2 sejumlah 81 Perusahaan,

Grade 3 sejumlah 41 Perusahaan dan Grade 4 sejumlah 68 perusahaan.

5. Prosedur Penelitian

Instrumen

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diisi oleh

responden. Kuesioner berisi sejumlah pernyataan dari indikator yang ada pada

variabel penelitian. Data adalah gambaran variabel yang diteliti dan berfungsi

dalam pembuktian hipotesis sehingga yang penting harus dipenuhi adalah

Page 256: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

251

validitas dan realibilitasnya. Menurut Sanusi, A. (2011), mengemukakan agar data

yang diperoleh mempunyai tingkat akurasi dan konsistensi yang tinggi maka

instrumen yang digunakan harus valid dan reliabel. Suatu instrumen dikatakan

valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Tingkat

validitasnya pada alat ukur sudah harus terjamin. Sebelum kuesioner disampaikan

kepada responden perlu dilakukan uji coba kuesioner yang diberikan kepada 20

orang responden. Maksudnya adalah untuk dapat mengetahui alat ukur tersebut

memiliki kekuatan, untuk dapat mengukur apa yang akan diukur dalam penelitian.

Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

dan kesasihan suatu instrument. Menurut Sanusi, A. (2011) validitas instrumen

penelitian terdiri atas beberapa jenis antara lain, validitas konstruk (construct

validity), validitas isi (content validity), validitas eksternal (external validity) dan

validitas rupa (face validity).

Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas menunjukkan ketetapan suatu alat ukur seperti yang

dkemukakan oleh Walizer dan Wiener dan Mahardiana (2011). Lebih lanjut

dikemukakan bahwa sesuatu alat ukur dikatakan reliabel (dapat diandalkan) jika

kita selalu mendapatkan hasil yang konsisten dari gejala pengukuran yang tidak

berubah yang dilakukan pada waktu yang berbeda.Jadi reliabel memenuhi dua hal

penting dan utama yaitu stabilitas ukuran dan konsistensi internal ukuran. Oleh

Sanusi, A. (2011) mengemukakan bahwa reliabilitas ini mengandung objektivitas

karena hasil pengukuran tidak terpengaruh oleh siapa pengukurnya.

6. Pengambilan data

Pengambilan data dengan menyampaikan kuisioner kepada industri

konstruksi di Kota Palu yang respondennya adalah: setiap perusahaan diwakili

oleh satu orang Penanggung Jawab Teknik (PJT). Rencana pengisian kuisioner

akan disampaikan kepada perusahaan industri konstruksi yang tergabung pada 8

asosiasi perusahaan indusri konstruksi di Kota Palu.

7. Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan model analisis Structural Equational

Modeling (SEM) dengan menggunakan paket program statistik SEM dan

Page 257: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

252

Statistical product and Service Solutions (SPSS). Penggunakan SEM dapat

melakukan pengujian beberapa variabel dependen maupun dengan lainnya secara

bersamaan dengan membuat model struktural. Asumsi asumsi yang harus

dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis

dengan pemodelan SEM adalah: pertama ukuran Sampel minimal 100 dan

maksimal 200 dengan setiap indikatornya perlu dipenuhi minimal lima observasi.

Kedua adalah normalitas dan linieritas dengan asumsi yang paling fundamental

dalam analisis multivarian adalah normalitas, yaitu karena perhitungan suatu

bentuk distribusi data pada suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan

distribusi normal, atau membentuk suatu distribusi normal. Ketiga adalah

multicollinearity yaitu mengharuskan tidak adanya kolerasi yang sempurna atau

besar diantara variabel-variabel independen. Nilai korelasi antara variabel

observed yang tidak diperbolehkan adalah sebesar 0,9 atau lebih. Kemudian

keempat adalah angka ekstrim (outlier) berupa observasi yang muncul dengan

nilai nilai ekstrem baik univariate maupun multivariate yaitu yang muncul karena

kombinasi karakteristik unik yang dimiliki dan nampak jauh berbeda dengan

observasi lain.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah menemukan model

kepemimpinan PJT industri konstruksi skala besar, sedang dan industri konstruksi

skala kecil di kota Palu, propinsi Sulawesi Tengah. Lebih lanjut diharapkan hasil

penelitian ini dapat berkontribusi terhadap materi pembelajaran manajemen

konstruksi di pendidikan keteknikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

melengkapi dan memperkaya teori manajemen dalam pengelolaan industri

konstruksi. Kepada para praktisi, bahwa hasil penelitian ini akan bermanfaat

dalam merencanakan pengembangan usaha industri konstruksi di masa depan

dengan tantangan yang demikian pesatnya.

KESIMPULAN

Menemukan satu kebaharuan berupa model kepemimpinan PJT yang dapat

mendorong dan mengembangkan industri konstruksi di Indonesia dan untuk

keberhasilan menghadapi tantangan era AFTA dan MP3EI serta tantangan dalam

pengembangan ekonomi Indonesia.

Page 258: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

253

DAFTAR PUSTAKA

Aleinikof, A.G. (2002) Mega Creativity Five Steps to Thinking Like a Genius,

Cincinnati, Ohio.

Drnovsek et.al. (2010) yang diunduh dari [email protected] 23 juli 2013

dengan judul Collective Passion in Entrepreneurial teams

Douglas (2006) Entrepreneurship and Management Education: A Case For

Change, Journal of management and Entrepreneurship, Vol. 1 No.2 pp. 1-

17.

Drucker, P. (2001) The Esensial Drucker, Harper Collins Publisher.

Elvings, J., Brannback, M., Carsrud, A. (2009) Toward A Contextual Model of

Entrepreneur Intention

www.springer.com/cda/content.../cda.../9781441904423-c2.pdf?...0... pp.23-

33, Diunduh, 10 Juli 2013.

Khan, R. A., Umer, M., Khan,S. M, (2009). Effect of Basic Motivation Factors

On Construction Workforce Productivity in Pakistan, Procs.Conference

ARCOM, Nottingham England, September 7-9, 2009: 10-14

Kreitner R, Kinicki, A. (2005), Diterjemahkan oleh Early Suwandi, Prilaku

Organisasi, Penerbit Salemba 4 Jakarta.

Mahardiana, L. (2011), Pengaruh Karakteristik Kepribadian Wirausaha, Motivasi

dan Komitmen Pengusaha Terhadap Kepemimpinan dan Keberhasilan

Usaha Kecil Studi Empiris kepada Pengusaha Kecil Bidang Konstruksi di

Sulawesi Tengah, Disertasi tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana

Universitas Airlangga, Surabaya

Marisa, A & Yusof, N. (2011). A Studi on the importance of Motivation among

the Managers in Construction Companies in Medan, World Academy of

Science Engineering and Technology 60, 2011: 2051-2055.

Putri, M. A. dan Budiastuti, D. (2011). Analisa pengaruh Kreativitas dan perilaku

Inovatif Terhadap Kinerja Karyawan:

thesis.binus.ac.id./doc/ringkasanind/2011-2-00014

MN%20Ringka….Diakses 30 Maret 2013.

Mustofa Eq. Z dan Wijaya, T. (2012), Panduan Teknik Statistik SEM & PLS

Dengan SPSS AMOS, Penerbit Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Natsir, Rivai dan Rizal (2012). Team Perumus kerangka Kerja Bagaimana

Merestrukturisasi Industri Konstruksi Nasional, oleh LPJKN Juni, 2012.

Okpara, F.O. (2007). The Value of Creativity and Inovation in Entrepreneurship,

Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability No reproduction or

storage, in part or in full, permitted without prior permission.

([email protected]) Volume III, Issue 2, September

2007, diunduh 4 April 2013

Parkin, A.B., Tutesigensi., Buyukaip, A.I., (2009). Motivation Among

Construction Worker in Turkey. ARJ (Ed) Procs Annual Arcom

Page 259: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

254

Conference, 7-9 Sept 2009Nothingham UK, Association of Researchers in

Construction Management: 105-114.

Poernomo, (2006). Kreativitas dan Kerjasama Tim Berpengaruh Terhadap Kinerja

Manager, Jurnal Ilmu ilmu Eknomi Vo.6 No.2. hal. 102 -108

Suhardi, (2013). The Science Of Motivation, Kitab Motivasi, Penerbit PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta.

Sriraman, B. 2004. The Characteristics of Mathematical Creativity, Journal The

Mathematics Educator, Vol. 14.No.1, pp 19-24.

Sangaji, E. M., Sopiah 2010. Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis dalam

Penelitian, Penerbit Andi Yogyakarta.

Sanusi, A. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis, Penerbit Salemba 4, Jakarta.

Suraji, A. (2013) Analisa dan pilihan Kebijakan Pengembangan Pasar Konstruksi,

materi Forum Konsultasi Pasar Konstruksi Pusat Pembinaan Sumber Daya

Investasi Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum.

Thwala, W. D., Monese, L. N. (2007). Motivation As A Tool To Improve

Productivity On The Construction Site, Literature Review Department of

Quantity Surveying and Construction Management University of

Johannesburg ( [email protected] diunduh 28 Maret 2013).

Tilaar, T.A.M. (2013), Pengaruh Kreativitas, Motivasi dan Entrepreneur

terhadap Keberhasilan Usaha (studi kasus: Kota Palu Propinsi Sulawesi

Tengah), Bahan Presentasi Pelatihan Penanggung Jawab Teknik LPJK

Propinsi Sulawesi Tengah.

Toor,S.U.R., Ofori,G.(2008) Leadership For Future Construction Industry Agenda

for Auntentic Leadership. International Journal of Project Management,

26(6) 620-630.

Walker, B. L. and Walker, D (2011), Authentic Leadership for 21st Century

Project Delivery, International Journal of Project Management 29 (2011)

383-395.

Yang, L. R., Wu, K. S. dan Huang, C. F. (2013), Validation of a Model Measuring

the Efect of a Project Managers Leadership Style on Project Performance,

KSCE Journal of Civil Engineering (2013) 17 (2) 271-280

Page 260: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

255

PENENTUAN KETEBALAN MEDIA SARINGAN PADA MODEL

PENJERNIHAN AIR LIMBAH MASYARAKAT

Saparuddin¹, M. Saleh Pallu², Mary Selintung

3 dan Rita Tahir Lopa

4

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 081341052343, email: [email protected] 2Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 0811444983, email: [email protected] 3Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,:

Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 081241950035, email:[email protected] 4Assosiate Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10,Telp.081381266719, email : [email protected]

ABSTRAK Manusia dalam kehidupannya menggunakan air antara 100 liter sampai dengan 200

liter/orang/hari dan air yang telah digunakan itu dibuang kembali dalam bentuk yang sudah kotor

atau air limbah, pada umumnya masyarakat membuang air limbahnya itu ke badan air yang ada

disekitarnya tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu sehingga sumber-sumber air yang ada

ikut tercemar, untuk itu diperlukan usaha penjernihan air limbah masyarakat sebelum dibuang

kebadan air, tujuan penelitian ini untuk menentukan ketebalan media saringan yang ideal pada

model penjernihan air limbah masyarakat dengan menggunakan metode eksperimen di

laboratorium dengan analisa kualitatif dan kuantitatif, hasil yang diharapkan pada penelitian ini

diketahuinya ketebalan media penyaringan air limbah yang memenuhi standar efluen air limbah.

Kata kunci : Penjernihan air limbah, ketebalan saringan

ABSTRACT

People in their life using water from 100 liters up to 200 liters / person / day and water

that has been used it is thrown back in a form that is dirty or sewage water, in general, people

throw their waste water into water bodies around it without first processing advance so that the

sources of contaminated water that is involved, it is necessary to attempt purification of waste

water before discharge kebadan the water, the purpose of this study to determine the ideal

thickness of the filter media on the model of the wastewater purification using the experimental

method in the laboratory with the analysis of qualitative and quantitative results are expected in

this study knew wastewater filtration media thickness of the wastewater effluent standards

Keywords: Purification of waste water, the thickness of the filter

PENDAHULUAN

Masyarakat perkotaan menggunakan air bersih antara 100 sampai 200 liter/

orang/ hari, tergantung tingkat kesejahteraannya dan air yang telah digunakan itu

akan dibuang kembali dalam bentuk air yang sudah kotor. Air buangan yang

berasal dari masyarakat yang di kenal sebaeragai air limbah, merupakan bekas air

pakai, baik pemakaian rumah tangga maupun pemakaian air lainnya dan telah

tercemar.

Air tercemar atau air limbah domestik (rumah tangga) yang dominan

umumnya banyak mengandung bahan organik dan anorganik dan bersumber dari

255

Page 261: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

256

rumah tinggal, kantor-kantor institusi, fasilitas hotel, tempat hiburan, daerah

komersil dan fasilitas umum lainnya yang digunakan masyarakat untuk

menunjang kegiatan sehari-hari.

Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan

meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air

yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya

maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan

menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada

lingkungan itu, sehingga perlu dilakukan penanganan air limbah yang seksama

dan terpadu baik itu dalam penyaluran maupun pengolahannya.

Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang

berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan

baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya

menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi

menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke

saluran utama atau saluran drainase dan seterusnya ke badan air yang lebih besar

seperti sungai. Jika tingkat kontaminasi air limbah masyarat ini tidak memenuhi

persyaratan baku mutu badan air, maka diperlukan adanya penanganan berupa

pengolahan sebelum dialirkan ke badan air. Pada umumnya pengolahan

dilakukan secara fisik di suatu tempat yang disebut sebagai Bangunan Pengolahan

Air Limbah (BPAL). Pengolahan air limbah dilakunan untuk mengurangi tingkat

perncemaran yang ada pada air limbah dengan jalan penjernihan

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini Berapa besar ketebalan

media saringan yang ideal pada model penyaringan air limbah untuk

mendapatkan standar efluen air limbah yang akan dilepaskan ke badan air.

Tujuan penelitian ini melakukan pengujian untuk mendapatkan ketebalan

media saringan yang ideal pada model penyaringan air limbah sebelum dialirkan

ke badan air.

TINJAUAN PUSTAKA

Air Limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari

rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya

Page 262: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

257

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan

manusia serta menggangu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air

limbah adalah kombiasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah

pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air

tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto, 1997).

Djajadiningrat AH, (1995) Air limbah adalah terkonsentrasinya bahan

pencemar di dalam air dalam suatu periode waktu yang dapat menimbulkan

pengaruh-pengaruh tertentu yang dapat merugikan kesehatan dan lingkungan.

Menteri Negara lingkungan hidup Nomor 112 Tahun 2003, Air limbah

domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman

(real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen, dan

asrama.

Baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur

pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam

air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan.

Baku mutu air limbah domestik sesuai keputusan menteri Negara

lingkungan hidup No. 112 Tahun 2003 seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Baku mutu air limbah domestik

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH - 6 - 9

BOD mg/l 100

TSS mg/l 100

Minyak dan Lemak mg/l 10

Sumber: Kepmen Neg. LH No.12 Tahun 2003

Wayland R H. dan Timothy E, 2002, Perkiraan volume aliran air limbah

selain memperhitungkan banyaknya pemakaian air dalam rumah tangga seperti

mandi, cuci, masak dan lainnya juga dihitung pemakaian air yang digunakan di

luar rumah seperti cuci mobil, irigasi dan sebagainya.

Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah sangat ditentukan dari mana sumber air limbah

tersebut berasal. Tebbutt T.H.Y, 1992, Karena struktur molekul dan sifat listrik

dari konstanta dielektrik yang sangat tinggi dan konduktivitas yang rendah, air

mampu melarutkan berbagai zat, sehingga kimia air alami sangat kompleks.

257

Page 263: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

258

Semua perairan alami mengandung berbagai bahan lain dalam konsentrasi mulai

dari tingkat konsentrasi yang rendah mg/lt pada air hujan, sekitar 35.000 mg / l

dalam air laut. Air limbah biasanya mengandung sebagian besar bahan terlarut

dari proses kotoran tambahan yang datang dari limbah sebelumnya.

Selanjutnya Tebbutt T.H.Y,1992, Dengan demikian, pelepasan metabolisme

manusia sekitar 6 gr klorida setiap hari sehingga dengan konsumsi air dari 150

l/orang hari limbah domestik akan mengandung setidaknya 40 mg klorida.

Limbah mentah khas berisi sekitar 1.000 mg/ padatan dalam larutan dan suspensi

dan dengan demikian sekitar 99,9% air murni. Air laut di sisi lain pada 35.000

mg/l dari kotoran ternyata jauh lebih terkontaminasi dibanding limbah mentah.

Djajadiningrat AH, 1995, air limbah perkotaan mengandung lebih dari 99,9

% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air limbah diantaranya unsur-unsur organik

tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta

mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air limbah

dalam sifat fisik, kimiawi, maupun biologi.

Sugiharto, 1987, Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi

oleh adanya sifat fisik yang mudah dilihat pada air tersebut. Adapun sifat fisik

yang penting pada air adalah zat padat sebagai efek estetika dan kejernihan serta

bau dan warna juga temperatur.

Kodoatie RJ dan Sjarief R, 2009, memberikan karakteristik fisik air limbah

domestik dinyatakan dalam tempertur, warna, bau dan kekeruhan, sifat-sifat

tersebut seperti pada table 2.

Tabel 2 Karakteristik fisik limbah cair domestik

Parameter Penjelasan

Temperatur Suhu dari air limbah biasanya sedikit lebih tinggi dari air minum. Pemperatur ini

dipengaruhi aktifitas mikrobiologi, solubitas dari gas dan viskositas

Warna Air limbah yang baru dibuang biasanya berwarna agak abu-abu. Dalam kondisi

septik air limbah akan berwarna hitam

Bau Air limbah yang baru dibuang biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau

lemak. Dalam kondisi septik akan berbau sulfur dan kurang sedap.

Kekeruhan

Kekeruhan pada air limbah sangat tergantung pada kandungan zat padat

tersuspensi. Pada umumnya air limbah yang kuat mempunyai kekeruhan yang

tinggi.

Sumber: Kodoatie RJ dan Sjarief R, 2009

Page 264: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

259

Chandra Budiman, 2007, mengemukakan karakteristik fisik yang dimiliki

air limbah terdiri dari 99,9 % air, mengandung 0,1 % bahan yang bersifat padat

(suspended solid), volume bahan padat bervariasi antara 100 – 500 mg/l. Apabila

volume bahan padat kurang dari 100 mg/lt, air limbah tersebut disebut lemah,

sedangkan bila bahan padat lebih dari 500 mg/l disebut kuat.

Penyaringan Air

Penyaringan air adalah suatu proses pemisahan zat padat dari air yang

membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk

menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid.

Disamping mereduksi kandungan zat padat, penyaringan air dapat pula mereduksi

kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan bakteri.

Saparuddin, 2010, Pada pengolahan air dengan menggunakan saringan

makin lama penggunaan saringan akan memperlambat penyaringan, begitu pula

ketebalan pasir saringan mempengaruhi kecepatan penyaringan

Pada penyaringan air dengan media berbutir, terdapat tiga penomena proses

yaitu:

a. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi, dan gaya tarik antara

partikel.

b. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining adsorpsi (fisik

– kimia), biologis.

c. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak

menolak.

Media Saringan dan Distribusi Pasir.

Adams, Jr, 1999, Pengelolaan yang paling sederhana ialah pengelolaan

dengan menggunakan pasir dan benda-benda terapung melalui bak penangkap

pasir dan saringan. Benda yang melayang dapat dihilangkan oleh bak pengendap

yang dibuat khusus untuk menghilangkan minyak dan lemak. Lumpur dari bak

pengendap pertama dibuat stabil dalam bak pembusukan lumpur, lumpur menjadi

semakin pekat dan stabil, kemudian dikeringkan dan dibuang.

Djajadiningrat AH, (1995) menetukan ada tiga hal yang perlu diperhatikan

pada system yang digunakan dalam pengolahan air limbah sebagai berikut:

Page 265: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

260

a. Karakteristik air limbah baik limbah cair domestik maupun limbah cair

industri.

b. Assymilative capacity dari badan air penerima, adalah kemampuan badan air

untuk menerima beban yang berupa air limbah tanpa terjadi pencemaran.

Kemampuan badan air untuk menerima air limbah tergantung dari

perbandingan debit air yang ada pada badan air dengan debit air limbah yang

masuk ke badan air dan kadar polutan (bahan pencemar) yang terkandung di

dalamnya. Semakin besar debit badan air dan semakin rendah kadar polutan

yang dikandungnya semakin besar pula assimilative capacity badan air yang

bersangkutan.

c. Peraturan tentang air limbah yang berlaku terhadap badan air yang

bersangkutan. Peraturan ini bergantung dari peruntukan (beneficial use)

badan air yang dimaksud

Media saringan dapat tersusun dari pasir silika alami, anthrasit, atau pasir

garnet. Media ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran, bentuk dan komposisi

kimia. Pemilihan media saringan yang akan digunakan dilakukan dengan analisa

ayakan.

Effective Size (ES) atau ukuran efektif media saringan adalah ukuran

media saringan yang dianggap paling efektif dalam memisahkan kotoran yang

besarnya 10 % dari total kedalaman lapisan media saringan atau 10 % dari fraksi

berat, ini sering dinyatakan sebagai P10 (persentil 10). P10 yang dapat dihitung

dari ratio ukuran rata-rata dan standar deviasinya.

Uniformity Coefficient (UC) atau koefisien keseragaman adalah angka

keseragaman media saringan yang dinyatakan dengan perbandingan antara ukuran

diameter pada 60 % fraksi berat terhadap ukuran.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (01)

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (02)

Hidrolika Saringan

Pada prinsipnya aliran pada media berbutir (saringan pasir) dianggap

sebagai aliran dalam pipa berjumlah banyak, kehilangan tekanan dalam pipa

akibat gesekan aliran mengikuti persamaan Darcy – Weisbach sebagai berikut:

Page 266: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

261

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (03)

Dimana:

hL = Kehilangan tekanan akibat gesekan aliran

L = Panjang atau kedalaman media.

V = Kecepatan aliran.

D = Diameter kanal.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan akhir dalam penelitian ini, maka

jenis studi ini menekankan pada desain model eksperimen yang dilaksanakan di

laboratorium dengam membuat penyaringan air limbah yang akan menghasilkan

air buangan yang memenuhi standar efluen air limbah yang akan dibuang ke

badan air.

Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium dengan menggunakan

pendekatan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif melalui beberapa teknik

analisis statistik dengan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel berpengaruh merupakan variabel yang menentukan kualitas fisik air

limbah yang telah dijernihkan meliputi:

a. Tingkat kekeruhan air limbah yang akan dibuang

b. Debit air limbah yang akan dibuang

c. Material penjernihan dan ketebalannya.

2. Variabel bebas adalah miniatur sungai sebagai model

3. Variabel kontrol adalah kualitas air limbah yang telah melewati model

penjernihan.

Kualitas air limbah yang telah disaring merupakan variabel yang

menentukan kondisi tingkat kekeruhan air limbah yang akan dibuang, kualitas air

limbah yang telah disaring dan tidak memenuhi syarat efluen air limbah,

mengisyaratkan struktur penjernihan air limbah perlu diperbaiki, Model

Penyaringan air limbah sperti gambar 1. Struktur saringan tersusun dari bawak

keatas : ijuk, pasir, dan kerikil seperti pada gambar 2.

Page 267: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

262

Gambar 1 Model penjernihan air limbah

Pasir

Gambar 2 Struktur saringan penjernihan air limbah

Lokasi dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan model desain penelitian, maka rencana pelaksanaan

penelitian ini akan di laksanakan pada Laboratorium

Alat dan Bahan

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka memperoleh gambaran dan data-

data yang mendekati sebenarnya terjadi pada penjernihan air limbah sebelum

dialirkan kebadan air, pemodelan fisik yang akan dilakukan di Laboratorium,

Sepanjang bentang dibuat saringan air limbah yang dihubungkan dengan pipa ke

bak air limbah

Teknik Pengumpulan Data.

Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini disusun

sebagai berikut:

1. Rancangan dan pembuatan alat.

2. Menganalisa tingkat kekeruhan air limbah masyarakat sebelum di jernihkan

3. Mengukur debit air limbah masyarakat yang mengalir ke sungai.

4. Menganalisa tingkat kekeruhan air limbah yang telah dijernihkan.

5. Menganalisa tingkat kekeruhan air sungai yang telah terkontaminasi dengan

air limbah yang telah dijernihkan.

6. Persiapan pelaksanaan pengambilan data, sampai dengan penyusunan tulisan.

Teknik Analisis

IJUK

PASIR

KERIKIL

Pasir

Ijuk

Page 268: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

263

Data penelitian ini terdiri dari variabel berpengaruh berupa tingkat

kekeruhan air limbah masyarakat, variabel bebas berupa ketebalan dan media

penjernihan yang digunakan, dan variabel kontrol berupa tingkat kekeruhan air

limbah masyarakat yang telah dijernihkan.

Penelitian ini menentukan hubungan fungsional antara variabel-variabel

yang ada, maka untuk menentukan hubungan fungsional tersebut maka digunakan

analisa korelasi dan analisa regresi.

Hasil yang diharapkan

Hasil pengujian mengalirkan air limbah dengan debit rata-rata 0,4 l/dt

selama 60 menit, melewati interpal variasi ketebalan saringan masing-masing 4

Cm, 8 Cm, 12 Cm, 16 Cm, dan 20 Cm, dengan tingkat kekeruhan awal dan hasil

saringan seperti data pada tabel 2.

Tabel 2 : Hasil saringan air limbah

Sumber : data primer 2013

Kesimpulan

Menbandingkan olahan kekeruhan awal sebelum melewati saringan dengan

hasil saringan diperoleh hasil bahwa saringan pada model penjernihan air limbah

memberikan penurunan kekeruhan yang beararti, sementara lama penggunaan

saringan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Jr, 1999, Wastewater Treatment Plant Design, CRC Pres LLC,

Washington, D.C.

Page 269: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

264

Chandra Budiman, 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit buku

kedokteran, Jakarta.

Djajadiningrat AH, 1995, Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Waste

Management, PP-PSL Direktorat Jenderal Pendidikan Tingi Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Huisman, L, 1994, Rapid Sand Filtration, Lecture Notes, IHE Delf Netherlands

Kodoatie RJ dan Sjarief R, 2009, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu,

Penerbit Andi, Yogyakarta

Kusnoputranto Haryoto, 1997, Air Limbah dan Ekskreta Manusia, Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Jakarta.

Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 112 Tahun 2003, Baku Mutu Air

Limbah Domestik.

Saparuddin, 2010, Pemanfaatan Air Tanah Dangkal untuk Air Bersih di Kampus

Bumi Bahari Palu, Hal 143 - 152, Smartek, Vol. 8 Fakultas Teknik

Universitas Tadulako

Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Penerbit Universitas

Indonesia (UI Press) Jakarta.

Tebbutt T.H.Y, 1992, Principles of Water Quality Control, Pergamon Press, New

York, Seoul, Tokyo

Wayland R H. dan Timothy E, 2002, Onsite Wastewater Treatment Systems

Manual, Office of Research and Development U.S. Environmental

Protection Agency

Page 270: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

265

KAJIAN SPASIAL PERMUKIMAN VERNAKULAR PESISIR DI

KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR SULAWESI SELATAN STUDI

KASUS : PERMUKIMAN PESISIR DESA APPA’TANA

Muhammad Najib

1, Ahda Mulyati

2, Arya Ronald

3

¹ ² Jurusan Teknik Arsitektur Fak. Teknik Uniersitas Tadulako Palu

² PPS Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fak. Teknik Univ. Gadjah Mada Yogyakarta

³ Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fak. Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan merupakan wilayah dimana sebagian besar

masyarakatnya bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau. Oleh sebab itu masyarakat dengan

mata pencaharian sebagai nelayan membangun permukimannya pada tempat-tempat yang dapat

memberi kehidupan atau sumber mata pencaharian. Penelitian bertujuan mengeksplor spasial

permukiman vernakular pesisir sebagai bentukan masyarakat terhadap lingkungan fisik kawasan.

Metoda yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif-fenomenologi, pengambilan data secara

naturalistik dan teknik analisis indultif (Guba, GE and Lincoln, SY, 1985; Groat and Wang, 2002).

Kawasan pesisir terdiri atas gugusan pulau-pulau dan pesisir pantai yang terbentuk dari

bukit-bukit karang, dimanfaatkan sebagai permukiman dan tempat berladang/bertani. Babaroh

membentuk pagmundah, dan seterusnya kampoh mengelilingi lahan bukit-bukit karang. Oleh

sebab itu bagian depan rumak menghadap ke bukit karang atau jalan sedang bagian belakang

menghadap laut. Perahu-perahu mereka ditambatkan pada sepanjang pantai sebagai ruang atau

akses rumak terhadap laut. Daratan bukit-bukit lainnya berfungsi sebagai kawasan

berladang/bertani terletak bersebelahan dengan kawasan permukiman. Pekerjaan ini akan

dilakukan jika kondisi alam tidak memungkinkan untuk me-laut, karena angin, cuaca, ombak, dan

lain-lain. Bukit karang umumnya merupakan bagian dari lingkungan permukiman sebagai batas

antar desa atau permukiman lainnya. Permukiman membentuk spasial linier dihubungkan oleh

jalan sebagai akses. Bagian barat terletak lahan daratan berupa bukit karang masing-masing

berfungsi sebagai ruang berladang/bertani, serta ruang penunjang kehidupan (fasilitas air bersih,

kuburan, tempat membuat/memperbaiki lopi/bido‘, lepa-lepa, dan lain-lain). Ruang sakral

merupakan hal utama sebagai sumber kekuatan dalam pembentukan spasial permukiman,

berfungsi sebagai Ruang pertahanan terhadap bencana alam.

Kata Kunci : Spasial, Permukiman, Pesisir, Kepulauan.

PENDAHULUAN

Lingkungan permukiman akan berkembang secara alamiah seiring dengan

perjalanan waktu. Berbagai aspek berpengaruh antara lain pengetahuan, teknologi,

peradaban, maupun kebijakan. Hal ini diindikasikan adanya perubahan spasial

permukiman, sebagai proses adaptasi pemukim terhadap lingkungan. Perubahan

spasial dapat tejadi dengan proses yang relatif cepat, tetapi ada yang terjadi dalam

proses yang panjang. Faktor pemicunya dapat berupa pemicu alamiah (bencana

alam) ataupun rekayasa seperti tingkat pendidikan, teknologi, peradaban dan

kebijakan pemerintah. Terciptanya karakter spasial permukiman dapat dibentuk

20

Page 271: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

266

secara visual di dalam lingkungan permukiman, dan oleh perilaku masyarakat

sebagai pelaku. Hal ini masih ditemui di beberapa komunitas lokal di kepulauan

Selayar Sulawesi Selatan dengan keragaman kehidupan budayanya. Kepulauan

Selayar mempunyai garis pantai sepanjang kurang lebih 90 km dan gugusan

pulau-pulau sehingga sebagian masyarakatnya bermukim di kawasan tersebut.

Permukiman masyarakat pesisir terbentuk karena kondisi alam dan geografi

yang sangat rentan terhadap bencana. Mereka membangun rumah tinggal

berbentuk rumah panggung, dimana sebagian atau seluruhnya berada diatas air,

menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di lingkungannya, yaitu kayu,

bambu, daun kelapa, enau, dan lain-lain. Awalnya permukiman dibentuk oleh

pemukim karena kebutuhan akan tempat bernanung dan berlindung. Mereka

memilih tempat bernaung yang dapat memberi keamanan, sehingga pulau-pulau

atau daratan berupa karang yang dapat memberi kehidupan adalah pilihannya.

Kelompok ini terdiri atas beberapa keluarga, membangun rumah tinggal sesuai

pengetahuan lokalnya dengan mengelilingi atau sejajar daratan bukit karang.

Ruang-ruang pesisir hampir terdapat pada semua kawasan, sehingga

berkembang masyarakat pesisir yang mendiami kawasan pesisir dan pulau-pulau.

Umumnya masyarakat tersebut mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan

sehingga membangun rumah tinggal dan permukimannya pada tempat-tempat

dimana mereka dapat menyatu dan hidup dengan tempat yang memberinya

kehidupan. Pada umumnya permukiman tidak direncanakan dengan baik, spontan,

hanya sebagai tempat tinggal bagi keluarga jika mereka pergi me-laut.

Permukiman dibangun sesuai tingkat pengetahuan lokal mereka, tidak mengenal

standar atau norma-norma yang baku, tetapi sesuai kebutuhan pada masa itu.

Masyarakat ini berkembang sesuai budaya lokal yang dimiliki sebagai ciri

khas yang spesifik dalam mengatur kehidupan mereka. Kebiasaan-kebiasaan

inilah yang kemudian berkembang menjadi hukum adat yang mengatur berbagai

aspek kehidupan baik dalam hubungan sosial kemasyarkatan, ritual, kepercayaan,

dan lain-lain. Hal-hal tersebut tercermin dalam wujud kehidupan mereka, baik

pada lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang merupakan karakter,

keunikan dan citra budaya yang khas pada setiap permukiman. Keunikan pada

Page 272: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

267

lingkungan sosial maupun lingkungan fisik mengandung kearifan lokal yang

menjadi daya tarik dan dikembangkan sebagai nilai lokal dari permukiman itu.

Berdasarkan isu-isu tersebut, pertanyaan penelitian : seperti apa spasial

permukiman vernakular pesisir sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan fisik

kawasan khususnya di desa Appa‘tana kepulauan Selayar ?

Gambar 1 Ragam bentuk permukiman masyarakat vernakular pesisir

(Data lapangan, 2010-2013)

Gambar 2 Peta Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan; dan

Letak Kasus Permukiman Pesisir (desa Appa‘tana) Kepulauan Selayar Sulawesi Tengah

(Sumber : RTRW Kab. Kep. Selayar, 2012 dan Google Map, 2012)

Gambar 3 : Kondisi Permukiman Pesisir Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan

(Data Lapangan, 2011 update data 2013)

Page 273: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

268

TINJAUAN PUSTAKA

Vernakular adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini untuk

menyebut bentuk-bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan

termasuk iklim setempat, diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak,

denah, struktur, detail-detail, ornamen, dan lain-lain) (Sumalyo, 1993).

Comparising the dwellings and all other buildings of the people. Related to their

environmental contexts and available researches they are customarily owner or

community-built, utilizing traditional technologies. All forms of vernacular

architecture are built to meet spesific needs, accommodating the values,

economies and ways of life of the cultures that produce them (Oliver, P, 1987 ).

Arsitektur vernakular sering disebut arsitektur kerakyatan. Vernakular

menunjukkan pada sesuatu yang asli, etnik, rakyat, dan arsitektur tradisional.

Bentuk-bentuk arsitektur berupa shelter, indigenous architecture, non-formal

architecture, spontaneous architecture, folk architecture atau traditional

architecture. Cerminan asritektur vernakular dapat dilihat pada dialog manusia

dengan lingkungan, tanggap terhadap lingkungan, keterbatasan material, budaya

dan teknologi serta dalam konteks relasi sosial. Keberadaan bangunan atau

lingkungan selalu terlingkupi faktor lingkungan fisik dan sosial-budaya karena

lahir didalam jejaring kehidupan manusia (Oliver, P, 1987).

Secara umum, ada lima elemen pembentuk suatu permukiman yaitu : alam,

manusia, masyarakat (community), perlindungan (shell) dan jaringan (network).

Kelima unsur akan bekerjasama sehingga membentuk suatu permukiman yang

utuh ( Doxiadis, CA, 1957). Permukiman vernakular mempertimbangkan kondisi-

kondisi fisik yang melingkupinya selain unsur-unsur sosial-ekonomi-budaya-

religi, dan berpengaruh terhadap karakteristiknya. Aspek yang sangat kuat adanya

kebutuhan spesifik pada lingkungan budaya. Struktur sosial mempengaruhi

karakter khusus pada hunian, permukiman, desa dari lingkungan budaya yang

berbeda. Tradisi ritual suatu masyarakat mempengaruhi organisasi spasial di

sebuah desa. Demikian juga tradisi perkawinan, dan tradisi-tradisi lain,

berpengaruh pada tata letak dan pengembangan desa-desa suatu masyarakat. Ciri

spesifik pada sosio-budaya masyarakat akan menghasilkan arsitektur vernakular

(bangunan, permukiman, desa) yang spesifik pula (Oliver, P, 1987).

Page 274: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

269

Lingkungan terbangun oleh hubungan dari relasi-relasi elemen didalamnya

dan memiliki pola tertentu, memiliki struktur tertentu. Relasi yang terbentuk

antara manusia dengan lingkungan fisik secara fundamental bersifat spasial,

dipisahkan dan disatukan di dalam dan oleh ruang. Oleh karena itu, karakteristik,

sosial dan budaya suatu lingkungan tercermin dalam tatanan spasialnya. Ruang

merupakan ruang tiga dimensional yang mengelilingi manusia, relasi antara

elemen-elemen didalamnya membentuk tatanan tertentu dan disebut organisasi

spasial (Rapoport, A, 1977). Aspek spasial sebagai unsur mendalam pada tatanan

ruang, karena space adalah aspek permukaan, sedang spasial adalah struktur

didalamnya, yang mencerminkan karakteristik space (Bacon, E, 1967; Hiller,

1989). Ruang selalu terkait dengan realitas manusia dan kehidupannya, dimana

manusia terhadap artefak-artefak membentuk ‗spasial budaya‘. Spasial budaya

adalah tatanan ruang tertentu yang mengungkapkan tatanan relasi artefak-artefak

berdasarkan prinsip tatanan sosial. Relasi bolak balik antara tatanan sosial dengan

tatanan fisik spasial, mencerminkan bahwa pada momen tertentu tatanan spasial

dipengaruhi oleh tatanan sosial, begitu pula sebaliknya.

Manusia sangat menentukan dan mencerminkan keunikan suatu

permukiman, khususnya pada arsitektur permukiman vernakular. Keunikan akan

terlihat pada cara manusia berperilaku terhadap lingkungan yang menjadi ruang

kehidupan manusia (Madanipour, 1996). Perilaku me-Ruang manusia mempunyai

sistem tertentu, dan berpengaruh terhadap tatanan spasial yang terbentuk sebagai

wadah kehidupannya (Waterson, R, 1990). Perbedaan individu, kelompok dan

masyarakat menghasilkan konsep dan wujud ruang yang berbeda (Rapoport, A,

1969; Haryadi dan Setiawan, 1995, 2006). Bentukan lingkungan merupakan hasil

pikiran dan perilaku manusia. Setiap kelompok etnis memiliki image yang khas

tentang lingkungannya, karena perilaku masing-masing etnis juga khas. Bentukan

lingkungan tidah hanya disebabkan kondisi iklim dan lingkungan yang unik,

tetapi juga perilaku dari etnis itu sendiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode pendekatan kualitatif-fenomenologi,

pengumpulan data secara naturalistik dan teknik analisis secara induktif (Guba,

GE and Lincoln, SY, 1991). Data-data diperoleh melalui wawancara mendalam

Page 275: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

270

pada masyarakat yang bermukim atau yang mengetahui sejarah terbentuknya

permukiman pesisir dan pulau-pulau (Groat, L and D. Wang, 2002). Oleh sebab

itu kajian ini menggunakan berbagai kepustakaan untuk mengetahui konsep

terbentuknya spasial permukiman. Lokus yang menjadi amatan adalah

permukiman pesisir yang tersebar di kepulauan Selayar Sulawesi Selatan terutama

desa Appa‘tana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepulauan Selayar merupakan salah satu pulau yang terpisah dari daratan

propinsi Sulawesi Selatan dengan luas kira-kira 1.357,03 km2 yang membentang

dari utara ke selatan antara pulu Sulawesi dan pulau Takabonerate. Kepulauan ini

terdiri atas 130 (seratus tiga puluh) gugusan pulau, 7 (tujuh) diantaranya kadang

tidak terlihat (tenggelam) pada saat air pasang.

Desa Appa‘tana merupakan salah satu kampoh masyarakat pesisir di

kepulauan Selayar. Masyarakatnya sudah beradaptasi dengan suku Selayar yang

merupakan penduduk asli. Kondisi kampoh terdiri atas batu-batuan, berada di tepi

pantai (laut) yang landai. Sebagaimana kampoh-kampoh lainnya yang dihuni

masyarakat pesisir kepulauan Selayar, desa Appa‘tana sudah berada di daratan

bukit batu. Permukiman ini dihuni oleh suku Bajo yang ada dan tersebar di

Sulawesi Selatan dengan karakteristik tersendiri.

Mata pencaharian penduduk mayoritas nelayan, sehingga mereka

membangun rumak mendekati laut. Penempatan rumak dilakukan sesuai anjuran

Ketua Adat dan pengetahuan lokal yang dimiliki. Rumak tidak menghadap utara-

selatan agar terhindar dari bencana yang diakibatkan oleh alam dan lingkungan.

Perahu dan sampan ditambatkan di pesisir pantai, sehingga pada bagian rumak

terdapat ruang kolong, lego-lego dan pintu yang mudah dicapai jika pulang dari

me-laut. Jalan merupakan orientasi lain dalam kampoh, berfungsi sebagai ruang

sosialisasi, sedang laut merupakan orientasi lain yang sifatnya semi privat. Laut

masih merupakan Ruang sakral bagi pemukim, sehingga pada rumak (rumah)

terdapat ruang yang menghadap ke laut sebagai Ruang kehidupan.

Rumak selain sebagai tempat berlindung, ruang berlangsungnya proses

sosial-budaya, dimana manusia hidup dan berkembang. Sebagai bagian dari

Page 276: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

271

kampoh (kampung), rumak memberikan kenyamanan bagi pemukim sehingga

dapat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Perubahan rumak seiring

tingkat kebutuhan yang juga berubah. Pemukim mayoritas beragama Islam,

sehingga Mesjid atau mushollah sebagai ‗typological view‘ kampoh, berfungsi

sebagai ruang ibadah dan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan keagamaan.

Walaupun mereka telah memeluk agama Islam, sebagaian besar pemukim masih

melakukan tradisi-tradisi menyangkut ‗Ruang Laut‘ sebagai ruang mata

pencaharian. Kegiatan ini biasanya memanfaatkan ruang rumak, jalan dan laut

sebagai ruang utama.

Dalam perkembangan permukim semakin bertambah, sehingga unit-unit

permukiman tumbuh dan berkembang. Kumpulan rumah tinggal membentuk garis

linier mengelilingi bukit karang. Permukiman terdiri atas deretan rumah tinggal

dihubungkan oleh jalan. Unit-unit permukiman membentuk spasial dimana rumah

tinggal (rumak) mengelilingi ruang-ruang publik yaitu jalan, mesjid, sekolah,

balai desa, warung, tempat mandi cuci, dan tempat-tempat bermain.

Gambar 4 Permukiman pesisir kepulauan Selayar dan permukiman desa Appa‘tana (Sumber : Google Map, 2011; update peta 2013)

Interaksi sosial pemukim dilakukan pada teras depan rumah, jalan setapak

dan ruang-ruang publik yang ada di lingkungan permukiman. Interaksi lain

biasanya dilakukan pada saat mereka me‘laut‘ mencari ikan. Laut juga berfungsi

sebagai akses antar unit-unit lingkungan dan tempat bermain bagi anak-anak serta

ruang kehidupan bagi pemukim. Rumah tinggal merupakan ruang privat sehingga

teras depan dan jalan adalah ruang-ruang publik.

Spasial terbentuk karena Kondisi Alam dan Lingkungan

Permukiman masyarakat pesisisr terbentuk karena kondisi alam dan

geografi yang sangat rentan terhadap bencana. Mereka membangun rumah

tinggalnya berbentuk rumah panggung menggunakan bahan-bahan yang mudah

Page 277: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

272

diperoleh di lingkungannya, yaitu kayu, bambu, kelapa, enau, dan lain-lain.

Awalnya permukiman dibentuk oleh pemukim karena kebutuhan akan tempat

bernanung dan berlindung. Mereka memilih tempat bernaung yang dapat memberi

keamanan bersama keluarganya, sehingga pulau-pulau karang dan pesisir pantai

yang berdekatan dengan tempat yang memberi kehidupan adalah pilihannya.

Kelompok ini terdiri atas beberapa keluarga akhirnya membangun rumah tinggal

(rumak) sesuai pengetahuan lokalnya mengelilingi daratan bukit karang ditengah

laut dan mendekati daratan pantai.

Gambar 5 Ruang permukiman yang terbentuk karena kondisi alam dan lingkungan (Hasil Analisis, 2013)

Dalam perkembangannya permukiman semakin bertambah, unit-unit

permukiman tumbuh dan berkembang sepanjang pantai dan mendekati daratan

pantai. Kumpulan rumah tinggal ini membentuk garis linier mengelilingi bukit

karang dan pantai. Permukiman terdiri atas deretan rumah tinggal dihubungkan

oleh jalan. Unit-unit permukiman membentuk spasial dimana rumah tinggal

mengelilingi ruang-ruang publik yaitu jalan, mesjid, sekolah, balai desa, warung,

tempat mandi cuci, dan tempat-tempat bermain. Laut tidak hanya sebagai ruang

kehidupan tetapi juga sebagai ruang bermain. Akses antar unit-unit lingkungan

bagi pemukim menggunakan sampan (lepa-lepa) atau kendaraan bermotor.

Rumah tinggal merupakan ruang privat sehingga teras bagian depan (lego-lego)

dan jalan adalah ruang-ruang publik.

Spasial trbentuk karena Interaksi Sosial Pemukim

Pemukim dalam kehidupan kesehariannya akan melakukan interaksi, baik

dengan pemukim itu sendiri maupun terhadap lingkungannya. Interaksi sosial

umumnya dilakukan pada teras depan rumah, jalan setapak, bale-bale dan ruang-

ruang publik yang ada di lingkungan permukiman. Keadaan ini biasanya ramai

pada sore hari, anak-anak kecil bermain dan ibu-ibu mengobrol sambil mengasuh

Page 278: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

273

anak. Ruang-ruang lain yang dimanfaatkan sebagai ruang interaksi adalah tempat

mandi cuci/mengambil air, yang terdapat pada unit-unit lingkungan. Interaksi

terjadi pada saat mereka mandi, mencuci dan mengambil air bersih untuk

kebutuhan pemukim di masing-masing rumah.

Interaksi lain biasanya dilakukan pada saat mereka me‘laut‘ mencari ikan.

Biasanya mereka melakukan pekerjaan ini secara bersama-sama baik dalam satu

perahu atau berlainan perahu. Mereka akan menuju tempat atau lokasi

berdasarkan naluri dan petunjuk alam dimana akan memperoleh hasil yang

memadai untuk kehidupan keluarganya. Kegiatan itu biasanya dilakukan pada

siang hari dan pulang pada keesokan paginya. Laut tidak hanya sebagai Ruang

mata pencaharian tetapi merupakan ruang bermain bagi anak-anak. Biasanya

mereka melakukannya sambil mencari ikan, sehingga menggunakan sampan

(perahu kecil atau lepa-lepa). Masing-masing anak membawa perahu, jika telah

memperoleh hasil yang diinginkan, meraka lalu berenang sambil bercanda

sebagaimana layaknya anak-anak. Kebiasaan ini dilakukan pada siang atau sore

hari setelah pulang dari sekolah.

Gambar 6 Interaksi sosial yang dilakukan pemukim baik pada saat me-laut, di jalan, tempat

mandi cuci yang dilakukan pada laut, jalan, bale-bale dan teras atau kolong rumah tinggal .

(Hasil Analisis, 2013)

Spasial terbentuk karena Kondisi Fisik Ruang Permukiman

Permukiman terdiri atas sekumpulan rumah, dilengkapi dengan fasilitas

lingkungan antara lain balai desa, mesjid atau mushollah, sekolah, puskesmas

pembantu, tempat mandi cuci, bak air dan jalan atau tetean sebagai akses.

Biasanya antar rumah terdapat ruang yang dimanfaatkan sebagai tempat

memperbaiki sampan (perahu kecil), begitu pula pada ruang-ruang belakang

rumah yang menghadap laut. Pada ruang yang lebih luas dimanfaatkan sebagai

tempat membuat atau memperbaiki perahu yang berukuran lebih besar.

Page 279: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

274

Sebagian besar permukiman menempati pesisir dan daratan pantai,

menyebabkan rumah-rumah berbentuk panggung menggunakan ketinggian tiang

yang bervariasi sesuai ketinggian lahan dan pasang-surut air. Rumah tinggal

mempunyai tiang setinggi ± 2-3 m, sedang pada permukiman pesisir pantai

biasanya mempunyai ketinggian lebih rendah yaitu ± 1,5-2 m. Kolong rumah

biasanya dimanfaatkan sebagai tempat pemeliharaan binatang piaraan atau

menyimpan alat untuk menangkap sumber daya laut. Rumah tinggal dan laut

dihubungkan oleh bagian belakang rumah tinggal yang disebut sebagai lego-lego

atau ruang tambahan. Dalam perkembangannya, jalan sebagai pusat orientasi

sehingga lego-lego pada bagian belakang yang menghadap laut pindah pada

bagian depan rumah. Ruang ini tidak saja sebagai akses ke laut tetapi juga

sebagai ruang istirahat, tempat menyimpan hasil yang diperoleh selama me-laut,

dan alat-alat penangkap ikan.

Gambar 7 Kondisi fisik Ruang permukiman, lego-lego atau ruang depan sebagai akses dan ruang

interaksi pemukim, ruang-ruang antara sebagai tempat membuat dan memperbaiki

lepa-lepa (sampan), lepa (perahu). (Hasil Analisis, 2013)

KESIMPULAN

1. Pembentukan spasial permukiman vernakular pesisir sangat tergantung pada

kondisi fisik permukiman, yang terbentuk oleh pengaruh alam, lingkungan

dan perilaku pemukimnya. Hal ini terjadi sebagai proses adaptasi terhadap

kondisi fisik dan lingkungannya.

Rumah tinggal berbentuk panggung dihubungkan dengan jalan berbahan pasir atau

beton

Mesjid sebagai pusat

lingkungan permukiman

dan Ruang sakral

Tanggul sepanjang pantai sebagai “Ruang Pertahanan”

Page 280: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

275

2. Spasial permukiman membentuk pola sejajar mengikuti garis pantai dan jalan

sebagai arah hadap rumah yang berfungsi sebagai akses dan ruang publik dan

pusat orientasi. Orientasi lain yang bersifat privat yaitu laut sebagai Ruang

Utama sehingga ruang-ruang bagian belakang rumah tinggal menghadap ke

laut. Pusat permukiman adalah mesjid atau mushollah sebagai ruang sakral

dan ruang publik.

3. Kepercayaan terhadap kekuatan alam mempengaruhi penempatan ruang-

ruang sakral sebagai Ruang Pertahanan terhadap bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Bacon, Edmun. 1967 dan 1975. Design of Cities. Thames and Hudson, London.

Doxiadis, CA. 1957. Ekistics An Introduction to The Science of Human

Settlements. Hutchinson, London.

Groat, L and D. Wang. 2020. Architectural Research Methods. John Wiley and

Sons, New York.

Guba, GE and Lincoln, SY. 1985. Naturalistic Inquiry. Sage Publications Inc,

Beverly Hills.

Haryadi dan Setiawan. 1995 dan 2006. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku :

Suatu Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Jakarta.

Hiller, Bill. 1989. The Architecture of The Urban Object dalam Ekistics : The

Problems and Science of Human Settlements. Vol. 56 nr 334/335,

Januari/February-March/April 1989.

Madanipour. 1996. Design of Urban Space : An Inquiry into Sosio-Spatial

Process. John Wiley and Sons, Chichester.

Oliver, Paul.1987. Dwellings The House Across The World. Phaidon Press

Limited, Oxford, UK.

Rapoport, Amos. 1977. Human Aspects of Urban Form : Towards A Nonverbal

Communication Approach to Urban Form and Design. Pergamon Press,

New York.

--------. 1969. House Form and Culture. Prentice Hall, New Jersey.

Waterson, R. 1990. The Living House, An Antropology of Architecture in South

East Asia. Oxford University Press, Singapore.

Page 281: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

276

STUDI KARAKTERISTIK LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BERAGREGAT STYROFOAM

Yasser

1, Herman Parung

2, M. Wihardi Tjaronge

3, Rudy Djamaluddin

4

1 Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

2 3 4 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin,

email : [email protected],

[email protected],

[email protected],

[email protected]

ABSTRAK

Pada umumnya beban lentur yang bekerja pada elemen struktur balok

beton ditahan oleh serat terluar pada daerah tekan sementara daerah tariknya

diabaikan. Oleh karena itu sangat beralasan jika bagian balok beton pada daerah

tarik diminimalkan dengan pengurangan massa beton pada daerah tarik dengan

mengabaikan tegangan tarik beton saat menerima beban statis atau pada daerah

tersebut diisi dengan styrofoam concrete (styrocon). Salah satu upaya untuk

mengefesienkan nilai ekonomis beton dengan mereduksi beton dan menggunakan

styrocon sehingga komponen volume material alam, seperti: pasir tambang,

agregat kasar, dan semen serta berat konstruksi menjadi lebih kecil. Styrofoam

sebagai limbah dapat digunakan sebagai pengisi untuk mengurangi volume beton,

terutama untuk daerah dimana penampang beton tidak bekerja secara mekanik.

Sebagai usaha untuk mempelajari kekuatan lentur balok beton bertulangan luar

dan komposit beragregat styrofoam, maka dilakukan serangkaian pengujian.

Bahan uji berupa balok dengan dimensi 15 cm x 20 cm x 270 cm. Bahan uji

terdiri dari balok normal mutu beton 26.0 MPa dengan tulangan transversal

sebagai bahan uji kontrol dan bahan uji dengan bertulangan luar transversal serta

sistem rangka dan komposit beragregat styrofoam. Pada balok komposit normal-

styrocon dengan variasi kandungan styrofoam. Balok diletakkan pada 2 tumpuan

sederhana dengan pengujian metode pembebanan 2 titik. Hasil menunjukkan

kekuatan lentur balok beton normal 36.7 kN, tetapi pada balok bertulangan luar

transversal menurun 30.6 kN, tetapi balok bertulangan luar sistem rangka relatif

sama 35.8 kN. Namun balok bertulangan luar rentan terhadap korosi dan

kebakaran serta memerlukan perawatan. Oleh karena itu digunakan styrocon pada

bagian terluar dengan kandungan styrofoam sebesar 30%, 40%, dan 50% yang

memiliki kekuatan lentur masing-masing 33.8 kN, 31.0 kN, dan 29.0 kN.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa menggunakan balok beton komposit normal-

styrocon dapat mengefesienkan penggunaan material alam pada balok beton dan

mereduksi berat konstruksi serta memiliki aspek lingkungan dengan

menggunakan limbah buangan.

Kata-kata kunci: Kekuatan lentur, Balok beton berlapis, Styrocon, Tulangan luar, Beban

monotonik.

PENDAHULUAN

Beton masih merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan di

seluruh dunia dan diperkirakan bahwa produksi global tahunan lebih dari 2 miliar 21

Page 282: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

277

meter kubik (Jacobsen, 2006). Terbentuk dari suatu campuran yang mengeras dari

semen, air, agregat halus dan agregat kasar. Sebagai bahan utama penyusun beton

merupakan bahan alam yang semakin berkurang jumlahnya sehingga perlu

peningkatan kajian untuk mengefisienkan material alam yang digunakan pada

desain optimum struktur bangunan, khususnya pada gelagar jembatan. Gambar 1

memperlihatkan implementasi perletakan sendi-rol pada elemen konstruksi.

Gambar 1 Aplikasi sumple beam

Dari berbagai teori yang berkaitan dengan analisis elemen struktur balok

beton, diketahui bahwa bagian yang kekuatannya bekerja secara maksimal dalam

menahan gaya lentur hanya bagian terluarnya saja. Itupun pada bagian beton yang

mengalami tekan, sedangkan bagian beton yang mengalami tarik, kekuatannya

diabaikan (Nawy, 1998). Oleh karena itu tidak efisien apabila bagian inti beton

yang tidak bekerja secara maksimal terbuat dari jenis beton yang sama dengan

yang bekerja secara maksimal.

Melihat ketidakefisien tersebut maka timbulah pemikiran untuk membuat

beton yang terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda (Schaumann, dkk., 2008).

Gambar 2 memperlihatkan balok beton yang terdiri dari beberapa lapisan berbeda.

Dengan ini, kita bisa mengefesienkan desain elemen struktur balok yang terbuat

dari beton dengan cara menggunakan beton normal pada lapisan tertentu

sedangkan bagian lainnya diisi dengan beton ringan styrocon yang menggunakan

styrofoam.

Dengan digunakannya styrocon maka secara total berat beton dan struktur

pun akan menjadi lebih ringan yang secara otomatis akan memperkecil dimensi

struktur, sehingga desain optimal pun bisa dicapai. Namun beton ringan memiliki

kelemahan seperti kekakuan yang lebih rendah serta susut dan rangkak yang lebih

besar. Oleh karena itu material ini cenderung ditempatkan pada posisi didekat

garis netral atau bagian bawah. Dengan diefisienkannya lapisan beton yang

Page 283: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

278

bekerja dalam menahan lentur, secara teoritis, dengan melihat kekurangan dan

kelebihan dari beton normal dan ringan, diharapkan kombinasi dari kedua jenis

beton tersebut menjadi komposit, sehingga masing-masing jenis beton dapat

saling menutupi kekurangan masing-masing.

Gambar 2 Penampang balok beton berlapis

Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang

biasa digunakan sebagai pembungkus barang elektronik sering menjadi sampah

buangan. Gambar 3 memperlihatkan contoh styrofoam. Polystyrene ini dihasilkan

dari styrene (C6H5CH9CH2) yang tidak dapat terurai oleh tanah sehingga

mengurangi kualitas kesuburan lahan, jika dibakar menghasilkan oksida karbon

(COx) yang memicu pemanasan global serta sisa pembakaran menjadi plastik cair

yang mengakibatkan pencemaran tanah dan air. Oleh karena itu perlu teknologi

beton yang berwawasan lingkungan dengan me-reuse limbah tersebut pada

elemen struktur balok untuk me-reduce pencemaran tersebut sehingga

penggunaan beton ringan styrocon pada lapisan inti/ bawah balok berlapis normal-

ringan selain mengurangi berat konstruksi juga memiliki aspek lingkungan.

Gambar 3 Styrofoam

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan material styrofoam pada beton dengan memanfaatkan limbah

dapat menurunkan biaya konstruksi beton, memperlambat timbulnya panas

hidrasi, menurunkan berat jenis beton, dan mengurangi beban gempa yang bekerja

lebih kecil karena berat struktur beton berkurang (Satyarno, 2006; Giri,

Page 284: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

279

dkk.,2008). Yang pada akhirnya eksploitasi material alam seperti pasir, kerikil,

dan semen untuk bahan bangunan dapat dikurangi.

Motivasi untuk menyelidiki kinerja seperti balok berlapis beton normal dan

ringan adalah untuk merancang elemen struktur yang memanfaatkan sifat yang

paling menguntungkan dari dua mutu beton yang berbeda dan mereka dalam satu

penampang. Balok berlapis digunakan dalam aplikasi yang memerlukan kekakuan

lentur yang tinggi dan kekuatan dikombinasikan berat yang rendah (Skjølberg dan

Hansson, 2010; Ness dan Overli, 2011).

Studi penggunaan tulangan sistem rangka pada elemen struktur telah

dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Salmon dan Einea (1995) yang

menggunakan steel trusses untuk mereduksi lendutan pada panel cangkang.

Deshpande dan Fleck (2001) melakukan eksperimental pada balok sandwich, yang

terdiri dari inti truss segitiga face-sheets, yang telah dicetak dengan aluminium-

silikon alloy dan silikon in brass untuk mendapatkan kekakuan efektif

makroskopik dan kekuatan lembaran face-sheets dan inti tetrahedral. Kocher,

dkk. (2002) menyajikan pendekatan teoritis untuk mempelajari beberapa isu yang

berkaitan dengan desain struktur sandwich dengan diperkuat polimer rangka pada

inti berongga dengan menggunakan model analisis sederhana yang

menggambarkan kontribusi untuk mengatasi stabilitas struktur yang berongga

pada inti. Liu dan Lu (2004) meneliti sebuah prosedur optimasi multi-parameter

pada panel sandwich ultralightweight truss-core. Detail konfigurasi dan ukuran

untuk kedua facesheets dan struts individu dalam panel sandwich yang

dioptimalkan. Optimasi meningkatkan kinerja struktural dari setiap panel pada

kasus multiple loading dan meminimalkan berat struktural secara simultan. Kabir

(2005) mengembangkan suatu metode untuk menyelidiki karakteristik mekanik

panel dinding sandwich 3D pada beban geser dan lentur statis, dalam rangka

untuk memahami komponen struktural tersebut.

Secara umum penelitian terkait dengan pemanfaatan limbah syrofoam untuk

digunakan pada elemen struktur balok untuk keperluan efesiensi penggunaaan

material alam pada beton serta penerapan teknologi konstruksi yang berwawasan

lingkungan. Terkait dengan hal tersebut adalah penting untuk memperluas

penggunaan styrofoam untuk menggunakan kembali limbah tersebut. Untuk

Page 285: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

280

melakukan studi aplikasi bahan styrofoam untuk subtitusi material alam, maka

telah dilakukan serangkaian studi analitis dan pengujian eksperimental. Tulisan ini

menyajikan hasil dari studi dimaksud yang terkait dengan kapasitas lentur balok

beton berlapis dengan menggunakan bahan styrofoam.

Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang

biasa digunakan sebagai pembungkus barang-barang elektronik sering menjadi

sampah buangan. Polystyrene ini dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2) yang

tidak dapat terurai oleh tanah sehingga mengurangi kualitas kesuburan lahan, jika

dibakar menghasilkan oksida karbon (COx) yang memicu pemanasan global serta

sisa pembakaran menjadi plastik cair yang dapat mengakibatkan pencemaran

tanah dan air. Oleh karena itu perlu teknologi beton yang berwawasan lingkungan

dengan me-reuse limbah tersebut pada elemen struktur balok untuk me-reduce

pencemaran tersebut. Sehingga penggunaan beton ringan styrocon pada lapisan

inti atau bawah balok berlapis normal-ringan selain mengurangi berat konstruksi

juga memiliki aspek lingkungan.

METODE PENELITIAN

Gambar 4 memperlihatkan bahan uji untuk masing-masing balok normal

(BN), balok bertulangan luar tranversal (BTL), balok bertulangan luar system

rangka (BTR), balok normal-styrocon dengan kandungan styrofoam 30%

(BSC30), balok normal-styrocon dengan kandungan styrofoam 40% (BSC40), dan

balok normal-styrocon dengan kandungan styrofoam 50% (BSC50). Bahan uji BN

dimaksudkan sebagai balok kontrol atau sebagai pembanding sedangkan BTL,

BTR, BSC30, BSC40, dan BSC50 sebagai competitor, balok mana yang

memberikan kekuatan dan efesiensi penggunaam material alam.

(a) Balok BN

(b) Balok BTL

Page 286: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

281

(c) Balok BTR

(d) Balok BSC30

(e) Balok BSC40

(f) Balok BSC50

Gambar 4 Detail bahan uji

Semua bahan uji adalah balok dengan dimensi panjang 270 cm, lebar balok

15 cm, dan tinggi balok 20 cm pada Gambar 5. Balok beton bertulang

direncanakan memiliki tulangan tarik 3 batang tulangan 20 cm dengan tulangan

geser berdiameter 6 mm. Untuk memudahkan perakitan tulangan, maka pada sisi

tekan juga diberi tulangan dengan diameter 6 mm. Bahan beton direncanakan

memilki kuat tekan 25 MPa.

Tabel 1 Karakteristik beton dan baja tulangan

Beton Baja

Parameter Nilai Parameter Nilai

Tegangan Tekan 26.0 MPa fy 458.27 MPa

Tegangan Tarik 3.0 MPa fymax 442.32 MPa

Tegangan Lentur 3.81 MPa εs 0.00253

Modulus Elastisitas 23219 MPa Es 209787 MPa

Proses pengecoran dilakukan sesuai standar yang baku dan dilakukan proses

perawatan beton selama 28 hari sepert pada Gambar 7. Untuk memeriksa sifat-

sifat beton dilakukan pengujian tekan dan uji belah pada bahan uji silinder selain

uji kuat tarik menggunakan bahan uji balok. Secara rinci sifat-sifat beton dan

tulangan baja disajikan pada Tabel 1.

Page 287: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

282

Tabel 2 Spesifikasi expanded polystyrene/styrofoam

Pengujian dilakukan pada balok BN di atas suatu bentang sederhana dengan

membebani balok secara sentries pada 2 titik pembebanan berjarak 525 mm.

Gambar 5 Persiapan dan pengecoran bahan uji balok

Berdasarkan teori lentur beton bertulang (Wight dan MacGregor, 2005),

titik leleh tulangan ditandai dengan terjadinya perubahan kekakuan balok secara

nyata. Oleh karena balok direncanakan dalam kondisi berttulangan lemah (under

reinforcement) maka perubahan kekakuan tersebut akan disebabkan oleh

melelehnya tulangan seperti diilustrasikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Tipikal hubungan beban-lendutan untuk balok bertulangan lemah

Dari hasil pengujian berat volume styrofoam, diperoleh nilai berat volume

styrofoam 22,612 kg/m3 dan nilai faktor gembur sebesar 0,61. Dimana, berat

volume styrofoam diperoleh dari perbandingan berat padat styrofoam 354,8 kg gr

dengan volume padat styrofoam 15690,48 cm3. Dan nilai faktor gembur diperoleh

Page 288: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

283

dari perbandingan antara volume padat 15690,48 cm3 dengan volume gembur

25636,73 cm3. Karakteristik bahan dasar Styrofoam disajikan pada Tabel 2.

Gambar 7 Perawatan bahan uji balok

Gambar 8 Metode pembebanan balok

Pengujian dilakukan dengan metode pembebanan seperti pada Gambar 8,

balok beton bertulang normal (BN). Balok diuji diatas tumpuan sederhana dengan

jarak antara tumpuan 2500 mm. Pembebanan diberikan dalam bentuk

pembebanan 2 titik berjarak 500 mm secara sentries pada tengah bentang.

Pembebanan dilakukan secara bertahap per 1 kN dengan menggunakan jack

hidrolis secara manual. Pengukuran lendutan dilakukan dengan menempatkan 3

buah dial gauge pada titik tengah bentang dan pada titik pembebanan. Pembacaan

beban dasn dial dilakukan pada stiap kenaikan beban 1 kN. Selain itu juga

dilakukan pengamatan terhadap retakan yang terjadi. Retak yang muncul

selanjutnya di sketsa. Untuk mengamati penjalaran retakan, maka dipilih 3 retakan

utama untuk dianalisis.

Estimasi Kapasitas Lentur

Gambar 9. Mengilustrasikan asumsi dasar regangan penampang, tegangan

dan gaya-gaya dalam pada analisis kapsitas lentur. Asumsi tersebut berdasar pada

kondisi penampang bertulangan lemah (ρs<ρsb). Berdasarkan teori lentur beton

bertulang (Wight dan MacGregor, 2005), maka diasumsikan juga pada analisis ini

bahwa terjadi hubungan regangan yang bervariasi linier pada penampang rekatan

Page 289: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

284

yang sempurna antara baja tulangan dengan beton serta regangan beton pada

kondisi hancur adalah 0,003. Selain itu juga diasumsikan bahwa tegangan pada

penampang tekan beton saat kapasitas ultimit adalah segiempat serta tulangan

baja berprilaku elasto-plastis.

Pada suatu kondisi tertentu balok dapat menahan beban yang terjadi hingga

regangan tekan lentur beton maksimum (ε‘c)maks mencapai 0.003 sedangkan

tegangan tarik tulangan mencapai tegangan Ieleh fy. Jika hal itu terjadi, maka nilai

fs = fy dan penampang dinamakan mencapai keseimbangan regangan (penampang

bertulangan seimbang).

Berdasarkan pada asumsi yang telah dikemukakan di atas, dapat dilakukan

pengujian regangan, tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok

yang bekerja menahan momen batas (Mu), yaitu momen yang timbul akibat beban

luar pada saat terjadi kehancuran. Kuat lentur balok beton terjadi karena

berlangsungnya mekanisme tegangan-regangan dalam yang timbul di dalam

balok, pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. Dimana ND

merupakan resultan gaya tekan dalam dan merupakan resultan gaya tekan pada

daerah yang berada diatas garis netral. Sedangkan NT adalah merupakan resultan

gaya tarik dalam dan merupakan seluruh gaya tarik yang direncanakan untuk

daerah yang berada di bawah garis netral. Resultan gaya tekan dalam dan resultan

gaya tarik dalam arah garis kerjanya sejajar, sama besar namun berlawan arah

dengan jarak z sehingga membentuk kopel momen tahanan dalam, dimana nilai

maksimumnya disebut sebagai kuat lentur.

Momen tahanan dalam tersebut akan memikul momen lentur rencana aktual

yang diakibatkan oleh beban luar. Untuk tujuan perencanaan pada kondisi balok

dibebani harus disusun sesuai dengan komposisi dimensi balok beton dan jumlah

luasan tulangan yang dapat menahan momen akibat beban luar. Terlebih dahulu

adalah mengetahui resultan total gaya beton tekan ND, dan letak garis kerja gaya

dihitung terhadap serat tepi tekan terluar, sehingga jarak z dapat dihitung. Nilai

ND dan NT dapat dihitung dengan menyederhanakan bentuk distribusi tegangan

lengkung dirubah dengan bentuk ekivalen yang lebih sederhana, dengan

memanfaatkan nilai intensitas tegangan rata-rata agar nilai dan letak resultan tidak

berubah.

Page 290: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

285

Gambar 9 Model tegangan-regangan

Berdasarkan bentuk empat persegi panjang, intensitas tegangan beton tekan

rata-rata ditentukan sebesar 0,85 f‘c dan diasumsikan bekerja pada daerah tekan

dan penampang balok selebar b dan setinggi a, besarnya dapat ditentukan dengan

persamaan :

a = β1c (1)

Untuk balok underreinforced keruntuhan lentur ditandai dengan melelehnya

tulangan sementara tegangan yang terjadi pada beton kecil (fc< fc‘). Batas elastic

dimana nilai fs=fy. Sehingga momen yang terjadi seperti persamaan berikut:

My = fy.As.jd (2)

Setelah tegangan baja yang terjadi sama dengan tegangan leleh baja maka

hal ini dikatakan balok sudah mengalami lentur daktail. Dalam keadaan lentur

daktail balok mengalami deformasi tanpa terjadinya keruntuhan pada tulangan

tarik.

Dari persamaan keseimbangan gaya Cc+Cs = T, maka:

As.fy = 0,85fc.b.a + As’.fy (3)

atau

a = (As.fy - As’.fy)/( 0,85fc.b) (4)

sedangkan untuk menentukan momen ultimit:

Mu = 0,85.fc.a.b(d-a/2) + As’.fy(d-d’) (5)

Tabel 3 menyajikan hasil estimasi momen ultimit untuk masing-masing

bahan uji dengan menggunakan sifat-sifat material yang disajikan pada Tabel 2.

Momen retak awal diestimasi menggunakan teori lentur elastis (Wight et.al.

2005). Untuk momen ultimit, estimasi dilaksanakan berdasarkan kondisi dimana

Page 291: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

286

terjadi kegagalan tekan pada beton setelah tulangan baja meleleh dengan

menggunakan pers. (5).

Dari Tabel 3 berdasarkan estimasi dapat diketahui bahwa untuk balok

bertulang biasa (BN) memiliki beban ultimit sebesar 28.77 kN. Untuk balok

bertulangan luar relatif sama, namun pada tulangan sistem rangka memperlihatkan

peningkatan. Untuk balok komposit normal-styrofoam menunjukkan kondisi yang

lebih baik dibanding balok bertulangan luar. Sehingga dapat mengefesiensikan

penggunaan material alam serta memanfaatkan kembali limbah tersebut pada

elemen struktur balok.

Tabel 3 Estimasi momen retak awal dan momen ultimit

Kode

Balok

Retak Awal Momen Ultimit Rasio

(x/BN) Mcr(kN.m) Pcr(kN) Mu(kN.m) Pu(kN)

BN 4.28 7.54 14.77 28.77 1.00

BTL 1.21 2.00 12.51 28.77 1.00

BTR 2.82 4.50 14.84 28.90 1.00

BSC30 2.05 3.02 15.09 29.42 1.00

BSC40 1.56 2.01 15.09 29.42 1.02

BSC50 1.22 1.34 15.09 29.42 1.02

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Beban dan Lendutan

Gambar 10 menunjukkan hubungan antara beban dan lendutan dari masing-

masing bahan uji. Pada balok BN, awal pembebanan masih berupa garis lurus

yang memperlihatkan perilaku elastic sampai beban rata-rata 8 kN (working

stage). Sejalan dengan peningkatan beban, hubungan beban dan lendutan lebih

landai dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini terjadi sampai pada beban rata-

rata 32 kN (yielding stage). Pada saat baja tulangan mengalami leleh yang

ditandai dengan peningkatan lendutan yang besar tanpa diikuti dengan

peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban dan lendutan yang jauh

lebih datar dibanding sebelumnya. Hal ini terjadi sampai beban ultimate rata-rata

37 kN (collapse stage).

Page 292: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

287

Gambar 10 Hubungan beban dan lendutan

Pada balok BTL response ultimate lebih rendah dari BN dan relatif bersifat

brittle. Sedangkan pada BTR dengan tulangan system rangka memperlihatkan

peningkatan beban ultimate dibandingkan dengan BTL namun tetap tidak ductile.

Balok BSC30 memperlihatkan kondisi yang lebih daktail dibandingkan dengan

BN dengan penambahan styrofoam sebesar 30 % pada bagian tarik beton,

Sehingga dapat menefesiensikan penggunaan material alam serta memanfaatkan

kembali limbah tersebut pada elemen struktur balok. Balok BSC40 dan BSC50,

kapasitas masing-masing menurun dibandingkan BSC 30.

Tabel 4 Beban retak dan beban ultimit hasil pengujian

Kode Balok

Teoritis Eksperimental Rasio Exp/

Teoritis Pcr Pu Pcr Pu (x/BN)

(kN) (kN) (kN) (kN) exp.

BN(1)

7.54 28.77

8.00 37.50 1.00 1.303

BN(2) 8.00 36.00 1.00 1.251

BN(3) 8.00 36.50 1.00 1.269

BTL(1)

2.00 28.77

2.00 32.30 0.881 1.123

BTL(2) 2.00 31.50 0.859 1.095

BTL(3) 2.00 28.00 0.764 0.973

BTR(1)

4.50 28.90

4.00 36.60 0.998 1.266

BTR(2) 4.00 35.10 0.957 1.215

BTR(3) 4.00 35.60 0.971 1.232

BSC30(1)

3.02 29.42

4.00 34.00 0.927 1.156

BSC30(2) 4.00 33.00 0.900 1.122

BSC30(3) 4.00 34.50 0.941 1.173

BSC40(1)

2.01 29.42

3.00 30.50 0.832 1.037

BSC40(2) 3.00 31.00 0.845 1.054

BSC40(3) 3.00 31.50 0.859 1.071

BSC50(1)

1.34 29.42

2.00 29.00 0.791 0.986

BSC50(2) 2.00 29.00 0.791 0.986

BSC50(3) 2.00 29.00 0.791 0.986

Page 293: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

288

Gambar 11 Tingkat deviasi antara hasil test dengan estimasi teoritis

(a) Bahan uji BN (b) Bahan uji BTL

(c) Bahan uji BTR (d) Bahan Uji BCS 30

(e) Bahan uji BSC40 (f) Bahan uji BSC 50

Gambar 12 Arah rambatan retak

Kapasitas Lentur

Tabel 4 menyajikan ringkasan beban pada saat retak awal dan saat beban

ultimit dari masing-masing balok normal (bahan uji BN), balok bertulang luar

(bahan uji BLT dan BTR), dan balok komposit normal-styroco (bahan uji BSC30,

BSC40, dan BSC40). Secara umum beban ultimit untuk semua bahan uji hasil

pengujian memiliki rasio kesamaan yang cukup baik dibandingkan dengan

estimasi teoritis sebagaimana terlihat pada Gambar 11 yang menunjukkan tingkat

deviasi antara hasil test dengan estimasi teoritis.

Beban ultimit balok BSC50 hasil pengujian yang dicapai pada tingkat beban

29.0 kN. Jika dibandingkan dengan estimasi teoritis dengan menggunakan asumsi

regangan dan tegangan yang dipaparkan di atas, menunjukkan hasil yang cukup

baik dengan rasio kesamaan 98.6 %. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan uji

BSC50 berperilaku sebagaimana diasumsikan pada estimasi teoritis.

Page 294: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

289

Untuk bahan uji BTL memiliki kapasitas lentur yang paling rendah dengan

benda uji lain terhadap bahan uji BN serta berperilaku getas. Balok BTR paling

mendekati kapasitas lentur BN, namun memperlihatkan karakteristik yang tidak

daktail. Kapasitas lentur balok BSC30 juga mendekati balok BN dan

memperlihatkan perilaku yang lebih daktail bahan uji pembanding tersebut, yang

memberikan efesiensi penggunaan material alam, seperti : pasir, kerikil, dan

semen sebesar 30 % pada tension area. Selain itu menggunakan kembali limbah

atau buangan sampah gabus putih pembungkus alat-alat elektronik tersebut.

Bahan uji BSC40 dan BSC50 memiliki beban ultimate yang lebih rendah.

Sehingga kurang memberikan kapasitas lentur dibandingkan bahan uji BN.

Pola Retak dan Pola Kegagalan

(a) Bahan uji BN (b) Bahan uji BTL (c) Bahan Uji BTR

(d) Bahan uji BSC30 (e) Bahan uji BSC40 (f) Bahan uji BSC50

Gambar 13 Pola penjalaran retak

Secara umum pola retak sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12 adalah

merupakan retak lentur yang mulai saat tegangan yang terjadi melebihi tegangan

tarik material beton. Penambahan beban akan menyebabkan menjalarnya rekatan

mengarah ke atas menuju garis netral balok serta munculnya retakan baru.

Balok mengalami keruntuhan pada beban maksimum yang ditandai dengan

melebarnya retak dan melelehnya baja tulangan yang ditandai dengan lendutan

Page 295: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

290

yang besar sampai balok mengalami hancur pada serat tekan. Pada balok beton

bertulang beragregat styrofoam, panjang retak yang terjadi lebih lambat daripada

panjang retak pada balok beton bertulang normal (BN). Monitoring terhadap

penjalaran 3 retak pada masing-masing bahan uji disajikan pada Gambar 13.

Nampak dapat diamati pada balok BN bahwa retak mulai menjalar saat beban

berada pada level sekitar 8 kN. Retakan terus menjalar hingga tercapai beban

ultimate balok. Pada balok bertulangan luar BTL dan BTR dapat diamati retakan

mulai menjalar setelah beban berada pada level yang sedikit lebih tinggi dari

beban retak awal balok BN, namun lebih cepat collapse karena retakan awal

sudah berada pada compression area balok beton tersebut.

Berdasarkan pola retak serta phenomena penjalaran retak seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13, dapat disimpulkan bahwa balok

yang beraggregat styrofoam memberikan keuntungan dan kondisi yang lebih baik,

pada panjang perambatan pola retak yang tidak langsung menuju keatas,

dibandingkan balok normal (BN) serta balok bertulangan luar (BTL dan BTR),

dikarenakan styrocon dengan penambahan expanded polistyerene lebih memiliki

elongation daripada beton normal.

(a) Bahan uji BN (b) Bahan uji BTL (c) Bahan Uji BTR

(d) Bahan uji BSC30 (e) Bahan uji BSC 40 (f) Bahan uji BSC 50

Gambar 14 Keruntuhan pada bahan uji

Gambar 14 memperlihatkan foto-foto bahan uji yang mengalami kerusakan.

Semua benda uji memperlihatkan keruntuhan lentur. Namun pada bahan uji BTR

dengan tulangan sistem rangka memperlihatkan reduksi deflection, tetapi setelah

beton bagian tekan retak langsung mengalami failure. Pada balok normal (BN)

kerusakan juga terjadi sampai bagian upper beton. Sedangkan pada beton

komposit normal-styrocon keruntuhan sampai pada tinggi blok tegangan

Page 296: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

291

segiempat Whitney, disebabkan kuat tarik beton beragregat styrofoam memiliki

kuat tarik yang lebih baik dari beton normal.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengujian dan analisis, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hubungan beban dan lendutan pada balok beton komposit normal-styrocon

dengan penambahan 30% styrofoam memperlihatkan perilaku yang cukup

baik pada daktalitas perpindahan dibandingkan balok beton normal. Selain itu

dapat mengefesiensikan penggunaan material alam, seperti : pasir, kerikil, dan

semen sebesar 30 % pada penampang tarik dan mengurangi berat konstruksi

serta memanfaatkan kembali limbah atau sampah buangan gabus putih

pembungkus alat elektronik.

2. Kapasitas lentur balok beton komposit normal-styrocon dengan penambahan

30% styrofoam, memiliki kemampuan menaham beban ultimit sebesar 34.5

kN, serta penambahan material expanded polistyerene pada tension area

mengakibatkan styrocon memiliki elongation yang lebih dibandingkan beton

normal, sehingga memiliki kelenturan yang lebih baik pula.

3. Pada balok beton komposit normal-styrocon dengan penambahan 30%

styrofoam panjang retak yang terjadi lebih lambat daripada panjang retak pada

balok beton bertulang normal dan balok beton bertulangan luar dimana

perambatan pola retak yang tidak langsung menuju keatas.

4. Hasil pengujian yang dicapai menunjukkan hasil yang cukup baik dengan

rasio kesamaan 98.6% dibandingkan dengan estimasi teoritis, hal ini

mengindikasikan bahwa bahan uji berperilaku sebagaimana diasumsikan pada

estimasi teoritis.

5. Ada potensi kehilangan daya rekatan antara lapisan beton normal dan lapisan

styrocon pada balok beton komposit yang timbul akibat pergeseran

(sliding),terkelupas (bonding), kerutan (wrinkling), dan lekukan (indentation)

pada permukaan kedua lapisan tersebut.

6. Perlu dikembangkan metode perkuatan kemampuan rekatan antara kedua

lapisan beton komposit normal-styrocon tersebut untuk meningkatkan

kekuatan dan kestabilan pada balok beton berlapis tersebut.

Page 297: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

292

DAFTAR PUSTAKA

Despandhe, V. S. and Fleck, N. A. 2001. Collapse of Truss Core Sandwich Beams

in 3-Point Bending. International of Solid and Structures, Pergamon, 38,

6275-6305.

Giri, I. B. D., Sudarsana, I. K., dan Tutarani, N. M. 2008. Kuat Tekan dan

Modulus Elastisitas Beton dengan Penambahan Styrofoam (Styrocon).

Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 12, No. 1, Denpasar.

Jacobsen, S. (2006). Lecture Notes, BM3. Trondheim: NTNU.

Kabir, M. Z. 2005. Structural Performance of 3-D Sandwich Panel Under Shear

and Flexural Loading. Journal of Scientica Iranica, Vol. 12 No. 4, October

2005, 402-408.

Kocher, C., Watson, W., Gomez, M. and Birman, V. 2002. Integrity of Sandwich

Panels ands Beams with Truss-Reinforced Cores. Journal of Aerospace

Engineering, ASCE, Vol. 15, No. 3, July, 111-117.

Liu, J. S. and Lu, T. J. 2004. Multi-Objectif and Multi-Loading Optimization of

Ultraweight Truss Material. International Journal of Solids and Structures,

Elsevier, 41 (2004), 24 September 2004, 619-635.

Nawy, E. G. (1998). Reinforced Concrete A Fundamental Aproach. Third Edition,

Prentice-Hall, Inc.

Nes, L. G. and Overli, J. A. 2011. Composite and Hybrids Investigation of

Material Parameters and Structural Performance of a Concrete Sandwich

Slab Element. fib Symposium PRAQUE, Session 5-6.

Salmon, D. C. and Einea A. 1995. Partially Composites Sandwich Panel

Deflections. Journal of Structural Engineering. ASCE, Vol. 121, No. 4,

April, 778-783.

Satyarno. I. 2006. Ligthweight Styrofoam Concrete for Lighter and More Wall

Ductile. Jurnal HAKI, Yogyakarta.

Schaumann, E., Valle, T. and Keller, T. 2008. Direct Load Transmission in

Sandwich Slabs with Lightweight Concrete Core. Journal of Tailor Made

Concrete Structures-Walraven & Stoelhorst (eds), Taylor & Francis Group,

London, 849-855.

Skjølberg, O. G. and Hansson, A. 2010. Hybrid Concrete Structures :

Experimental Testing and Numerical Simulation of Structural Element.

Department of Structural Engineering, Faculty of Engineering Science and

Technology, NTNU - Norwegian University of Science and Technology.

Wight, J. K. and MacGregor, J. G. (2005). Reinforced Concrete Mechanics and

Design. Sixth Edition, Pearson.

Page 298: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

293

APLIKASI MODEL MOCKWYN-UB UNTUK MENAKSIR INDEK

KEKERINGAN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN IKLIM

I Wayan Sutapa

1

Kandidat Doktor pada Program Doktor Teknik Sipil Universitas Brawijaya, Malang

Dosen Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh perubahan iklim

terhadap indek kekeringan di Daerah Aliran Sungai Bangga. Investigasi dilakukan

dengan menganalisis perbandingan antara defisit air dengan evapotranspirasi

potensial. Defisit air dianalisis dari neraca air dengan metode MockWyn-UB

sebagai pengembangan dari program FJ. Mock. Skenario pengaruh perubahan

iklim didasarkan dari hasil deteksi dan proyeksi perubahan iklim metode

Makesens dimana selama periode pengamatan data historis terjadi penurunan

hujan tahunan sebesar 20% dan kenaikan suhu sekitar 10C. Kesimpulan dari studi

ini adalah: rerata tingkat kekeringan dengan skala kecil terjadi pada bulan

Pebruari sampai Agustus; skala sedang terjadi antara bulan September sampai

Desember dan skala besar terjadi pada bulan Desember. Setelah perubahan iklim,

terjadi peningkatan indek kekeringan antara 15% sampai 60%, dimana tingkat

kekeringan skala sedang terjadi pada bulan Pebruari sampai September dan

tingkat kekeringan skala besar terjadi pada bulan Januari, Oktober sampai

Desember.

Kata kunci: perubahan iklim, MockWyn-UB, indek kekeringan, Sungai Bangga

ABSTRACT This study aimed to investigate the effect of climate change on drought

index in Watershed Bangga. Investigations carried out by analyzing the ratio

between the water deficit of potential evapotranspiration. Water deficit was

analyzed by the method of water balance MockWyn-UB as the development of

programs FJ. Mock. Effects of climate change scenarios based on the results of

the detection and projection of climate change Makesens method whereby

historical data during the observation period the annual rainfall decreased by

20% and increase in temperature of about 10C. Conclusions of this study are: the

average level of small-scale droughts occurred in February and August; scales

occurring between the months of September to December and a large scale took

place in December. After climate change, drought index increased from 15% to

60%, where the rate of scale drought going on in February and September and

the level of large-scale droughts occurred in January, October and December.

Keywords: climate change, MockWyn-UB, drought index, River Bangga

22

Page 299: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

294

PENDAHULUAN

Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi, merupakan

komponen utama bagi semua makhluk hidup, dan merupakan kekuatan utama

yang secara konstan membentuk permukaan bumi. Air juga merupakan faktor

penentu dalam pengaturan iklim di permukaan bumi untuk kebutuhan hidup

manusia (Indarto, 2010). Pengaruh perubahan iklim yang ditandai dengan

terjadinya pergeseran musim yang mengakibatkan kemarau panjang sehingga

terjadi kekeringan yang berpengaruh terhadap sektor pertanian.

Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya air salah satunya

perlu dilakukan analisis neraca air (Nasution dan Djazim Syaifullah, 2005).

Secara umum neraca air menyatakan hubungan antara aliran air yang masuk

dengan aliran air yang keluar pada suatu daerah pada waktu tertentu. Neraca air

tersebut sangat diperlukan untuk mengevaluasi ketersediaan air hujan pada suatu

wilayah, khususnya untuk mengetahui kapan dan seberapa besar surplus dan

defisit air yang terjadi di wilayah yang ditinjau. Dengan hasil analisis neraca air

tersebut dapat dilakukan evaluasi secara tidak langsung terhadap komponen-

komponen neraca air yang tidak diketahui besarnya berdasarkan komponen-

komponen yang diketahui, seperti defisit atau surplus air pada bulan tertentu di

wilayah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh perubahan iklim

terhadap indek kekeringan (drought index) di Daerah Aliran Sungai Bangga.

Investigasi dilakukan dengan menganalisis perbandingan antara defisit air dengan

evapotranspirasi potensial. Defisit air dianalisis dari neraca air dengan metode

MockWyn-UB sebagai pengembangan dari metode FJ. Mock (Mock, F.J., 1973).

Skenario pengaruh perubahan iklim didasarkan dari hasil deteksi dan proyeksi

perubahan iklim metode Makesens, dimana selama periode pengamatan data

historis terjadi penurunan hujan tahunan sebesar 20% dan kenaikan suhu sekitar

10C (I Wayan Sutapa, dkk, 2013).

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekurangan / defisit air

dan kelebihan/surplusnya dari nilai indek kekeringan sehingga dapat digunakan

sebagai pertimbangan dalam pengelolaan air di suatu wilayah. Indek kekeringan

dibagi dalam tiga skala yaitu skala sedikit (tidak ada) dengan batasan nilainya

Page 300: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

295

antar 0 – 16,7 ; skala sedang nilainya antara 16,7 – 33,3dan besar dengan nilai

batas antara 33,3 – 100 (Nasution dan Djazim Syaifullah, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Hidrologi

Model dapat didefinisikan sebagai penyederhanaan/abstraksi dari suatu

fenomena alam yang sangat komplek sebagai representasi dari realitas

sesungguhnya kedalam suatu seri persamaan matematis atau statistik. Misalnya

model fenomena hidrologi. Tujuan dari pembuatan model hidrologi adalah untuk

mempelajari siklus air yang ada di alam dan meramalkan outputnya (Indarto,

2010). Berbagai model dari yang sederhana sampai yang komplek telah

dikembangkan untuk menganalisis dan memprediksi fenomena hidrologi.

Pemilihan terhadap suatu model tergantung kepada jenis informasi apa yang

dibutuhkan dan bagaimana hasil pemodelan akan diterapkan, jumlah dan jenis

asumsi dalam model, jumlah data yang dibutuhkan dan tingkat kompleksitasnya.

Ada berbagai cara untuk mengklasifikasi model. Berdasarkan bentuknya,

ada model fisik, model analog dan model matematis (Indarto, 2010). Model fisik

merupakan reproduksi system riil tetapi dalam ukuran yang lebih kecil, biasanya

berupa prototype. Model analog, prinsipnya menggambarkan suatu system yang

akan dimodelkan dengan mengambil analogi (kemiripan) dari sistem lain.

Misalnya: model aliran air di dalam DAS seperti aliran listrik di dalam suatu

rangkaian elektronik. Model matematis, menyatakan persamaan atau suatu seri

persamaan yang menggambarkan respon dari suatu komponen atau sistem

hidrologi.

Model yang baik adalah model yang mampu menirukan perilaku DAS

sedekat mungkin. Suatu kriteria biasanya digunakan untuk menilai keandalan

suatu model dalam mereproduksi fenomena alam selama proses kalibrasi. Pada

prinsipnya, ada dua macam kriteria, yaitu secara visual (grafis) dan dengan

menggunakan seperangkat hasil analisa statistik (Indarto, 2010). Secara visual

keandalan tersebut diamati dengan melihat koherensi/kemiripan antara output

terukur dan terhitung, misalnya: hasil scatter-plot antara debit terukur & terhitung,

membuat grafik residual selisih antara debit terukur & terhitung dan perbandingan

grafik FDC (Flow duration curve) antara debit terhitung & terukur (Podger, 2004

Page 301: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

296

dalam Indarto, 2010). Secara kuantitatif, keandalan model dalam mereproduksi

kejadian alam dinilai secara statistik dengan berbagai tolok ukur. Satu atau

beberapa fungsi obyektif biasanya digunakan untuk mengukur secara kuantitatif

tingkat kesalahan antara yang terhitung dan terukur. Model IHACRES (Croke et

al., 2004 dalam Indarto, 2010) menggunakan fungsi obyektif yang terdiri dari:

bias, relatif bias, R squared, R2 sqrt, R

2 log, R

2 inv.

Model MockWyn-UB

Model MockWyn-UB merupakan pengembangan dari model neraca air dari

FJ. Mock (I Wayan Sutapa, 2013) dengan memasukan fenomena-fenomena alam

yang terjadi saat ini sebagai hal terbarukan pada penelitian ini seperti perubahan

iklim, intersepsi tajuk, sebaran hujan berdasarkan tata guna lahan, jenis tanah dan

karakteristik tanah.

Model debit yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Hujan yang jatuh ke bumi sebagian diterima daun tumbuh-tumbuhan dan

disimpan pada daun tumbuh-tumbuhan yang disebut interception storage,

selanjutnya air hujan tersebut melalui stomata daun mengalami penguapan

sebagai transpirasi. Sedangkan air hujan yang jatuh ke permukaan sebagian

akan diuapkan kembali ke atmosfer sebagai evaporasi. Pada kondisi nyata di

lapangan sangat sulit membedakan antara evaporasi dan transpirasi jika

tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan karena kedua proses tersebut saling

berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi.

b. Air hujan yang tersimpan pada daun tumbuh-tumbuhan sebagian akan jatuh

ke permukaan tanah secara menetes (drip) dan sebagian mengalir turun ke

tanah merambat melalui batang tumbuhan (throughfall).

c. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah pada kondisi belum jenuh akan

meresap ke lapisan permukaan tanah sebagai infiltrasi. Apabila pada lapisan

permukaan tanah (root zone) terus menerus terjadi penambahan air untuk

mengisi pori-pori tanah, maka lapisan tanah akan mencapai kapasitas lapang

(field capacity). Setelah lapisan tanah permukaan mengalami kondisi jenuh

atau air berlebihan, maka air hujan lebih banyak mengalir di permukaan tanah

menjadi aliran permukaan (direct runoff).

Page 302: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

297

d. Pada lapisan air tanah, sebagian air tanah yang disimpan menjadi simpanan

air tanah (ground water storage) akan mengalir secara kontinyu ke arah

horizontal sebagai aliran dasar (baseflow)

Tangki model MockWyn-UB sebagai pengembangan dari tangki FJ. Mock

disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Tangki model MockWyn-UB

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bangga yang merupakan

anak Sungai Palu yang secara administrative terletak di Kampung Bangga,

Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis

lokasi Daerah Aliran Sungai Bangga terletak antara 010 15‘07‖ LS - 01

021‘30‖ LS

dan 1190 49‘20‖ BT – 119

0 56‘05‖ BT. Luas Daerah Aliran Sungai Bangga adalah

65,90 km2 dan panjang sungai utama 15,50 km. Lokasi penelitian disajikan pada

gambar 1.

Page 303: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

298

Gambar 2 Lokasi penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri

dari: 1) Data hujan harian dari stasiun Bangga Atas dan Bangga Bawah (1993 –

2011); 2) Data klimatologi dari stasiun Bora (1980 – 2011); 3) Peta topografi

skala 1:50.000 ; 4) Peta tata guna lahan/ landuse .

Untuk menginvestigasi pengaruh perubahan iklim terhadap indek

kekeringan diperlukan metode dan langkah-langkah berikut: 1). Deteksi

perubahan iklim; 2) Analisis data hujan; 2). Analisis evapotranspirasi potensial; 3)

Aplikasi model MockWyn-UB untuk tanpa perubahan iklim dan dengan adanya

perubahan iklim; 4) Analisis indeks kekeringan.

Metode perhitungan neraca air MockWyn-UB dilakukan dengan membuat

tabel neraca air dari parameter hidrologi dengan melakukan beberapa perhitungan

empiris. Beberapa persamaan empiris yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Curah hujan

Curah hujan diperhitungkan berdasarkan luas tata guna lahan

PHT = (LHT/LDAS) x PDAS (1)

PKC = (LKC/LDAS) x PDAS (2)

PLT = (LLT/LDAS) x PDAS (3)

2. Curah hujan netto (PNT)

Curah hujan netto didasarkan pada vegetasi tutupan lahan dan intersepsi tajuk

dengan menggunakan hasil penelitian Dunne dan Leopold (Nugroho

Hadisusanto. 2006)

- PNTHT = 0,886P + 0,088 (4)

- PNTKC = 0,925P + 0,333 (5)

Peta Sulawesi Tengah

Page 304: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

299

- PNTLT = PLT (6)

- TPN = PNTHT + PNTKC + PNTLT (7)

3. Evapotranspirasi potensial

Evapotranspirasi potensial untuk tiap bulannya dihitung dengan persamaan

Penman Monteith (Allen G. Richard, 1998)

ETo = )34,01(

)()273(

900408,0

2

2

U

eeUT

Rn as

(8)

4. Evapotranspirasi aktual (ETa)

Evapotranspirasi aktual dibagi dua bagian yaitu:

- Jika TPN > ETo maka ETa = ETo (9)

- Jika TPN < ETo, maka ETa = TPN + ΔSM (10)

5. Selisih antara TPN dengan ETo tiap bulan, S = TPN – Eto (11)

6. Akumulasi hilangnya air potensial (Accumulated Potential Water Loss, APWL)

- Pada bulan-bulan kering atau nilai TPN < ETo, dilakukan dengan cara

menjumlahkan nilai selisih (TPN – ETo) setiap bulannya dengan nilai (TPN –

ETo) bulan sebelumnya.

- Pada bulan-bulan basah (TPN > ETo), maka nilai APWL sama dengan nol

7. Kelembaban tanah (Soil Moisture, SM)

- Pada bulan-bulan basah (TPN > ETo), nilai SM untuk tiap bulannya sama

dengan kapasitas lapang (field capacity)

- Pada bulan-bulan kering atau nilai TPN < Eto, nilai SM dihitung dengan

persamaan : SM = SMC. e-(APWL / SMC)

(12)

8. Perubahan kelembaban tanah tiap bulannya (ΔSM)

9. Water surplus (WS) atau kelebihan air

Kelebihan air terjadi pada bulan-bulan basah (TPN > ETo),diperoleh dengan

Jika SM < SMC, maka WS = 0 dan jika tidak maka WS = S

10. Water Deficit (WD) atau kekurangan air , WD = ETo – ETa (13)

11. Indeks kekeringan, Ia = WD/ETo (14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan indek kekeringan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik

seperti berikut:

Page 305: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

300

Tabel 1 Contoh perhitungan indek kekeringan tahun 1995

Page 306: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Dengan cara yang sama, maka rekapitulasi hasil perhitungan indek

kekeringan untuk periode 1995-2011 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2 Rekapitulasi hasil perhitungan indek kekeringan periode 1995-2011

Page 307: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

302

Gambar 3 Korelasi antara R, ETo dengan Ia, periode 1995-2000

Gambar 4 Korelasi antara R, ETo dengan Ia, periode 2001-2006

Page 308: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 5 Korelasi antara R, ETo dengan Ia, periode 2007-2011

Gambar 6 Korelasi antara R, ETo dengan Ia, rerata bulanan periode 1995-2011

Dari hasil perhitungan pada tabel 2 dan disajikan dalam bentuk grafik pada

gambar 3 sampai gambar 5 dapat dijelaskan bahwa dengan nilai evapotranspirasi

potensial yang hampir sama sepanjang tahun, maka indek kekeringan (Ia) sangat

besar dipengaruhi oleh nilai hujan (R). Pada tahun 1995, 1996 dan 2007 nilai

indek kekeringan relative kecil dibandingkan dengan tahun yang lain. Hal ini

terjadi karena hujan yang terjadi relative lebih besar dari penguapannya. Nilai

indek kekeringan terbesar terjadi pada tahun 2005 (33,65) dan terkecil terjadi pada

Page 309: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

304

tahun 1995. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2005 terjadi kekeringan

yang cukup panjang, sedangkan tahun 1995 hampir tidak terjadi kekeringan

kecuali pada bulan Desember dengan skala kecil.

Korelasi antara hujan, evapotranspirasi dengan indek kekeringan pada

gambar 6 menggambarkan bahwa rerata tingkat kekeringan dengan skala kecil

terjadi pada bulan Pebruari sampai Agustus; skala sedang terjadi antara bulan

September sampai Desember dan skala besar terjadi pada bulan Desember. Hasil

analisis indek kekeringan sebelum perubahan iklim (Ia-1) dan setelah perubahan

iklim (Ia-2) menunjukkan bahwa setelah perubahan iklim, terjadi peningkatan

indek kekeringan antara 15% sampai 60%, dimana tingkat kekeringan sedang

terjadi pada bulan Pebruari sampai September dan tingkat kekeringan besar terjadi

pada bulan Januari, Oktober sampai Desember. Dengan adanya perubahan iklim,

maka terjadi masa kemarau/ kekeringan yang cukup lama dan tidak ada tingkat

kekeringan skala kecil.

KESIMPULAN

Berdasarkan data pengukuran hujan dan iklim (hidroklimatologi) bulanan

dalam periode 1980 sampai 2011 yang neraca airnya dianalisis dengan metode

MockWyn-UB, dapat disimpulkan bahwa rerata tingkat kekeringan dengan skala

kecil terjadi pada bulan Pebruari sampai Agustus; skala sedang terjadi antara

bulan September sampai Desember dan skala besar terjadi pada bulan Desember.

Setelah perubahan iklim, terjadi peningkatan indek kekeringan antara 15% sampai

60%, dimana tingkat kekeringan skala sedang terjadi pada bulan Pebruari sampai

September dan tingkat kekeringan skala besar terjadi pada bulan Januari, Oktober

sampai Desember. Hal ini mengindikasikan terjadi kemarau yang cukup panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Allen G. Richard. 1998. Crop Evapotranspiration-Guidelines for Computing Crop

Water Requirement-FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, Food

Agriculture Organization of the United Nation. Roma.

Indarto. 2010. Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, Edisi Pertama.

Bumi Aksara. Jakarta

Page 310: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

I Wayan Sutapa, Moh. Bisri, Rispiningtati, Lily Montarcih. 2013. Effect of

Climate Change on Water Availability of Bangga River, Central Sulawesi of

Indonesia, J.Basic Appl. Sci. Res. 3 (2):1051-1058

I Wayan Sutapa. 2013. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Pemodelan Debit,

Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang

Mock, F.J. 1973. Water Availability Appraisal, Food Agriculture Organization of

the United Nation. Bogor.

Nasution dan Djazim Syaifullah. 2005. Analisis Spasial Indeks Kekeringan

Daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, Jurnal Air Indonesia (JAI). 1

(2): 235-243.

Nugroho Hadisusanto. 2006. Model Simulasi Hujan-AliranSungai Fungsi

Simpanan Air Tanah Daerah Aliran Sungai Kali Sayang, Disertasi.

Universitas Brawijaya. Malang.

Page 311: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

306

PERUBAHAN PERMUKAAN AIR AKIBAT ADANYA HAMBATAN

PILAR PADA BELOKAN SALURAN

M. Galib Ishak1, M. Saleh Pallu2, M. Arsyad Thaha3 dan Rita Tahir Lopa4

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar

2Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar

3Associate Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Makassar

4 Associate Professor Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar

email: [email protected]

ABSTRAK

Membangun jembatan dengan pilar ditengah sungai yang berbelok-belok mengakibatkan

berubahnya morfologi sungai. Penelitian ini mengkaji pengaruh adanya pilar jembatan yang

berakibat berubahnya penampang melintang permukaan air, perubahan kecepatan, meningkatnya

turbelunsi air, berubahnya topograpi dasar sungai, dan kedalaman gerusan pada pilar.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan metode kualitatif dengan membuat

model saluran di laboratorium. Saluran terbuka dibuat dengan ukuran lebar 0,5 meter dan tinggi

saluran 0,5 meter yang terbuat dari fiberglass, model saluran dibagi menjadi tiga bagian dari hulu

kehilir yaitu; bagian pertama dengan saluran lurus sepanjang 3 m, bagian kedua saluran dengan

belokan 1800 dan jari-jari 0,75 meter, bagian ketiga saluran lurus panjang 2 meter, pada bagian

hilir dibuat alat ukur V-Notch dan pintu yang bisa dirubah ketinggiannya sesuai kebutuhan

penelitian, pilar yang terbuat dari kayu lebar 2 cm dan 3 cm panjang 10 cm, sedimen 2 mm.

Penelitian ini dibatasi pada aliran turbulen subkritis, penelitian dilakukan dengan

menempatkan pilar pada awal belokan, kemudian dipindah-pindahkan setiap interval 600 hingga

akhir belokan, sedang pengukuran permukaan air, distribusi kecepatan, permukaan sedimen, dan

kedalam gerusan pada setiap koordinat penempatan pilar dilaksanakan dengan interval 300 mulai

dari awal belokan hingga akhir belokan.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah; menentukan besaran koefisien

superelevasi sepanjang belokan saluran, mendapatkan perubahan distribusi kecepatan, permukaan

sedimen, dan kedalaman gerusan akibat adanya hambatan pilar, dengan gambar topografi dan

beberapa bilangan tak berdimensi yang akan dianalisis hubungan satu dengan yang lainnya.

Kata kunci: belokan, saluran, pilar, superelevasi

PENDAHULUAN

Bumi yang kita huni terdiri atas lautan dan daratan, hampir semua daratan

terdiri atas daerah aliran sungai, secara umum pengertian daerah aliran sungai

adalah daerah yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung yang mengalirkan

air permukaan, yang kemudian mengalirkan air sampai ke laut.

Definisi sungai secara umum adalah perpaduan antara alur sungai dan aliran

air. Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat

mengalirnya air yang berasal dari hujan atau salju. Badan sungai adalah daerah

yang secara terus menerus bersentuhan oleh air, dilain pihak sungai-sungai yang

Page 312: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

airnya tidak konstan bahkan sampai kering sungai ini biasanya disebut dengan

sungai tadah hujan.

Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air

yang berasal dari air hujan atau bagian yang senantiasa tersentuh oleh aliran air ini

disebut alur sungai. Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya

disebut sungai. Sosrodarsono S, dkk, 1994 [13].

Dihulu pada umumnya sungai mengalir deras oleh karena kemiringan

medannya yang sangat terjal dan aliranya menjeram atau sangat turbulen, sedang

sungai dibagian hilir sudah memasuki dataran rendah yang kemiringan medannya

cukup landai, sehingga kecepatan air menjadi lambat dan sering terjadi

pengendapan sedimen, yang menyebabkan sungai menjadi mudah berpidah-

pindah arus dan berbelok-belok.

Karakteristik yang spesifik pada sebuah belokan sungai, yaitu aliran air di

belokan yang dapat menyebabkan gerusan pada bagian luar belokan, sedang

bagian dalam belokan dalam terjadi endapan. Sungai mempunyai banyak masalah

pada gerusan yang terjadi di bagian luar tikungan sungai, sedang bagian dalam

tikungan terjadi endapan secara terus menerus. Masjedi A., 2007 [2], Mozaffari J,

2011 [11]

Idealnya membangun jembatan pada bagian sungai yang lurus untuk

meminimalkan gerusan pada abutmen dan pilar, namun sering kali ini sulit

dilaksanakan khususnya pada daerah perkotaan, oleh karena adanya gaya

sentrifugal yang terjadi pada aliran sepanjang belokan yang berpengaruh terhadap

naiknya permukaan air pada bagian luar dan penurunan permukaan air pada

bagian dalam belokan kejadian tersebut didefinisikan sebagai superelevasi. Chow

V. T. 1989 [4], Yen C. L., 1971[14] , Duan G. D., 2004 [8], dengan adanya pilar

pada belokan saluran atau sungai akan merubah tinggi permukaan air sebelum

adanya hambatan, oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji permukaan

air sebelum dan sesudah adanya hambatan pilar pada belokan saluran.

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi yang erat hubungannya dengan hambatan pilar

jembatan di belokan sungai, dimana dalam penelitian ini pilar ditempatkan pada

Page 313: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

308

posisi secara berpindah-pindah mulai dari awal belokan saluran model 00, 600,

900, 1200, dan 1800, olehnya itu rumusan-rumusan masalah dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Bagaimana perubahan permukaan air sebelum dan sesudah adanya pilar pada

beberapa koordinat penempatan pilar pada belokan.

b. Bagaiman besarnya gerusan yang terjadi pada setiap koordinat penempatan

pilar pada belokan saluran model.

Tujuan Penelitian

Terkait dengan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka

dalam penelitian ini perlu dilakukan suatu studi dan analisa yang bertujuan untuk :

a. Mendapatkan perubahan besaran seperelevasi permukaan air berdasarkan

koordinat pilar.

b. Menentukan besaran gerusan lokal pada setiap koordinat pilar.

Manfaat Penelitian

Seiring dengan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat yang diharapkan

dari penelitian ini mencakup dalam dua aspek yaitu : Aspek akademis dan aspek

praktis.

Aspek akademis, hasil penelitian yang diharapkan adalah sebagai suatu

kajian akademik yang mengacu pada standar dan kaidah ilmiah, oleh karena itu

penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, harapan

kedepan dapat dijadikan rujukan atau sumber refrensi sebagai suatu landasan

teoritis khususnya yang terkait dengan hambatan pilar pada belokan sungai, juga

dapat merupakan suatu model dibidang teknik sungai dalam upaya pendekatan

terhadap fenomena kejadian yang sebenarnya akibat adanya hambatan pada

belokan sungai yang menyebabkan terjadinya superelevasi, gerusan lokal, dan

perubahan topografi dasar sungai.

Aspek praktis, melalui pemodelan hambatan pada belokan sungai akan

dapat dijadikan sebagai landasan dalam membangun pilar jembatan pada belokan

sungai, dan dapat digunakan oleh para praktisi dibidang teknik sungai untuk

memprediksi besarnya superelevasi, kedalaman gerusan lokal, dan kemiringan

melintang dasar sungai akibat adanya pilar jembatan dengan menggunakan

Page 314: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

bilangan tak berdimensi yang akan dibuat dalam bentuk grafik. Untuk disertasi ini

penulis akan membuat model fisik dengan satu belokan saluran di laboratorium

yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang pengaruh adanya pilar jembatan

pada belokan sungai, dalam kondisi aliran subkritis turbulen.

LANDASAN TEORI

Membicarakan tentang aliran air di sungai, banyak peneliti yang telah

mengungkapkan tentang teori-teori yang terkait dengan hal tersebut; rumus

tentang tahanan aliran Philippe-Gaspard Gauckler (1826-1905) dan Robert

Manning (1816-1897). Giovanni Venturi (1746-1822) mempelajari pengaruh

perubahan penampang pipa dan saluran terhadap tekanan dan profil aliran. Osborn

Reynolds (1842-1912) mengembangkan teknik model fisik gerak sedimen dasar

dan meneliti masalah kavitasi. Selain itu dia juga mengusulkan bilangan tak

berdimensi yang dikenal dengan bilangan Reynolds, dan meneliti kondisi aliran

laminer, turbulen, dan kritis. Daryl B. Simons, 1977 [4].

Pengelompokan Aliran

Pengelompokan aliran berdasarkan gaya kekentalan (viscous forces)

dijabarkan oleh Reynolds (Re),

Re = ………………………………………………………………..……..(1)

NIlai Re untuk saluran terbuka, Re < 500 disebut aliran berlapis (laminer

flow), Re > 2000 disebut aliran bergolak (turbulent flow), 500 < Re < 2000 disebut

aliran transisi. Chow. V. T., 1989 [4]:

Pengelompokan aliran berdasarkan gaya gravitasi dijabarkan Froude (Fr)

dengan suatu bilangan tak berdimensi

………………………………………………………………..……..(2)

Dengan: U = Kecepatan rata-rata aliran, g = Gaya gravitasi, D = Kedalaman

maksimum aliran. bila Fr < 1 aliran sub kritis, bila Fr > 1 aliran super kritis, bila Fr

= 1 aliran kritis.

Gerak Mula Sedimen

Page 315: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

310

Gerak mula partikel sedimen dan kecepatan kritis; air yang mengalir pada

permukaan sedimen menimbulkan gaya pada butiran yang cenderung

menggerakkannya, sedang besarnya gaya tahanan yang ditimbulkan oleh air

mengalir berbeda-beda tergantung dengan ukuran butiran sedimen.

Untuk menentukan gerak mula sedimen, terlebih dahulu dilakukan

pengukuran distribusi ukuran butiran, metode yang paling umum digunakan untuk

menentukan distribusi ukuran butiran secara mekanis dilakukan dengan analisis

saringan. Hasilnya disajikan sebagai berat komulatif yang lolos saringan yang

biasanya disajikan dalam grafik ukuran butiran. Persentase berat dari sedimen

yang lebih kecil atau lebih besar dari ukuran tertentu diplot kegrafik partikel,

ukuran yang biasa digunakan oleh peneliti berbeda-beda: D35, D40, D50, D90,

D85, Dg (diameter rata secara geometrik), Dm (diameter rata-rata). Darly B.

Simons,1977 [12].

Untuk sedimen kasar misalnya pasir, kerikil, gaya tahanan adalah berat

partikel sedimen. Sedimen halus yang mengandung sedikit lumpur atau tanah liat

cenderung bersifat kohesif, tahanannya berdasarkan gaya berat butir secara

individu, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sedimen dengan butiran

halus akan bergerak sebagai satu kesatuan, sedang sedimen kasar yang bersifat

non kohesip bergerak sebagai butiran yang bebas.

Bila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari sedimen atau agregat

dari partikel sedimen non kehesip telah mencapai suatu nilai yang bila ditambah

sedikit saja akan menyebabkan butiran bergerak, yang biasa disebut kondisi kritis,

nilai kondisi kritis tersebut mencapai suatu besaran gaya geser dasar aliran, maka

kecepatan rata-ratanya telah mencapai kritis, pada kondisi aliran seperti ini

berpotensi menggerakkan sedimen.

Beberapa peneliti yang banyak digunakan penelitiaanya dalam hal gerak

mula antara lain Shields (1936), Yalin (1972), Paintal (1971), dalam Leo C. van

Rijn. 1989 [9] bahwa dalam grafik Shields telah dibuat bilangan tak berdimensi

yaitu sumbu tegak adalah parameter gerak sedang pada sumbu horizontal adalah

parameter partikel, dengan menggunakan parameter ini, grafik Shields seperti

pada gambar 1 di bawah ini:

Page 316: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 1. Grafik Shields

Aliran pada Belokan Saluran

Penelitian dengan menitik beratkan pada adanya arus sekunder yang

berhubungan dengan dasar saluran pada belokan sungai yang sangat berpengaruh

terhadap distribusi kecepatan dalam arah vertikal dan arah melintang, yang

menyebabkan tegangan geser dalam melintang dan memanjang pada belokan

Mozaffari J., 2011 [11].

Penelitian ini menggunakan satu set saluran buatan untuk menelusuri

distribusi kecepatan dalam arah melintang dan melintang saluran pada belokan

saluran, dan dilakukan di laboratory of hydraulics departement of EPFL

University in Switzerland, dengan menggunakan sudut belokan 1930, pengambilan

data dilakukan mulai pada Januari 2009 sampai dengan bulan September 2009,

pengukuran kecepatan dengan menggunakan alat ADVP (Acoustic Doppler

Velocimeter Profiler).

Gambar 2 Topograpi aliran untuk debit 63 lt/dt

Page 317: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

312

Tabel 1 Besaran aliran dan dimensi saluran

Q H U u* Sf Re Fr R/B R/H B/H

Lt/dt m m/dt m/dt [-] [-] [-] [-] [-] [-]

63

89

104

0,098

0,12

0,13

0,49

0,54

0,63

0,056

0,063

0,065

0,004

0,0037

0,0043

43000

58000

73000

0,5

0,5

0,56

1,31

1,31

1,31

17

14,1

13

13

10,8

10

Pada gambar 2 menunjukkan perubahan topograpi untuk debit 63 ltr/dt

dengan gerusan maksimum pada bagian luar belokan saluran, dan pada bagian

dalam belokan saluran terjadi pendangkalan, diperlihatkan juga adanya gerusan

pada 6 titik, yang terdalam pada bagian luar belokan di sudut 700, kemiringan

dasar saluran mulai pada sudut 310, dan gerusan mulai menurun setelah sudut

belokan 900.

Dalam usaha untuk melukiskan pengaruh dan besarnya aliran spiral, pada

belokan yang berbeda-beda, dan kondisi aliran yang bermacam-macam, maka

Ahmad Shukry (1950) dalam [5] telah menggunakan istilah yang dinamakan

kekuatan aliran spiral. Kekuatan aliran spiral didefinisikan sebagai rasio

peresentase energi kinetik rata-rata gerakan lateral, terhadap energi kinetik total

aliran, pada penampang yang ditinjau.

Permukaan air pada aliran belokan saluran dirumuskan dengan persamaan

gerak aliran, dengan merumuskan persamaan matematik terhadap permukaan air

dalam arah melintang dan memanjang pada belokan saluran dengan menggunakan

koordinat selinder, secara sederhana superelevasi dinyatakan Yen C. L., 1971 [14]

……………………………………………………………..……(3)

Dengan : Sr=Kemiringan melintang saluran pada belokan, g= gaya gravitasi,

Um = Kecepatan rerata segmen saluran, r = Jari-jari belokan saluran, Cr =

Koefisien superelevasi lokal. Dengan menggunakan data dari dua model belokan

saluran yang telah dilaksanakan penelitiannya di Iowa Institute Hydraulic

Research, dan model tersebut dianggap sebagai mewakili sungai Mississippi dan

Missouri, dimana terdapat dua belokan 900, dengan dimensi hidrolis sebagai

berikut:

Tabel 2 Ukuran Model

Bentuk Penampang Rc B Re Fr Rc/B

Saluran segi empat 28 ft 14 ft 0,7 X105 s.d. 1,6 X10

5 0,3 s.d. 0,7 2

Saluran trapesium 28 ft 6 ft 2,5 X105 s.d. 5,5 X10

5 0,37 s.d. 0,82 4,67

Page 318: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Superlevasi pada potongan melintang saluran dengan mengintegrasikan

persamaan di atas sehingga koefisien superlevasi dapat didefinisikan

……..……………………………………..….(4)

Dengan: = = lebar permukaan air melintang, koefisien superelevasi

berdasar atas pengukuran pada model dan perhitungan dengan analisa numerik

oleh Yen C. L., 1971 [16]. dengan data mulai dari sudut belok 00 sampai dengan

Π/2, hasilnya bahwa koefisien superlevasi (Cs) pada saluran dengan dasar sedimen

lebih besar dibandingkan dengan saluran tanpa sedimen, nilai Cs terbesar pada

belokan 450 nilai Cs>4 sedang yang terkecil pada sudut 90

0 dengan nilai Cs<2

untuk dasar sedimen, sedang nilai Cs untuk dasar tanpa sedimen nilai rata-rata

kurang lebih Cs = 2, sedang Chow V. T [4] dinyatakan secara praktis bahwa

koefisien superelevasi =2,0 untuk saluran dengan dasar tetap sedang untuk

dasar bergerak = 2,2.

Penelitian dilaksanakan pada saluran alamiah di belokan sungai Baldwin

Creek dekat Lander, Wyoming, dimulai pada sungai sepanjang 100 m, kemudian

masuk kesaluran yang berbelok dengan sudut belokan sungai sebesar 1800, Jari-

jari belokan R = 10,7 m, debit 1,96 m3/dt, hasil penelitian menunjukkan bahwa

zona terdalam saluran belum tentu menghasilkan tegangan geser terbesar, karena

berdasar atas pengukuran dimana terdapat air dangkal dengan sedimen pasir

tergerus. Leopold L. B., 1982 [10].

Distribusi kecepatan pada belokan saluran oleh Mozaffari J., 2011 [11] pada

gambar 3 memperlihatkan perbandingan antara hasil perhitungan dengan rumus-

rumus oleh peneliti sebelumnya yaitu Rozovskii (1961), Kikkawa et. al (1976),

Johannesson and Parker (1989) dan Bridge (1992) dengan hasil pengukuran

dengan menggunakan alat ADVP sebagai berikut:

Gambar 3 Pengukuran profil kecepatan pada potongan melintang 180

0, dan Profil

kecepatan beberapa model penelitian untuk debit 63 lt/dt

Page 319: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

314

Penelitian dilakukan model belokan saluran di Laboratorium Mekanika

Fluida Delft University of Technology (DUT), saluran ini sebagai model dari

sungai alamiah, tinggi air h = 0,05 m, lebar W = 0,5 m dan jari-jari R = 4,10 m,

debit 5,2 lt/dt, kecepatan aliran = 0,2 m/dt, belokan saluran 1800. Model ini

merupakan aliran yang dangkal (w/h=10) dan belokan sungai (R/h=80), kecepatan

aliran 5,21 l/dt. BOOIJ Robert. 2003 [3]

Setelah dilakukan perhitungan terhadap dimensi aliran sehingga diperoleh

hasil bahwa bilangan Reynolds sebesar Re= 10.000, dan bilangan Froude sebesar

Fr = 0,02. Penelitian ini difokuskan pada distribusi kecepatan dalam arah 3 D,

dengan menggunakan alat Laser Doppler Velocity (LDP) 3 dimensi hasilnya

menunjukkan bahwa adanya aliran sekunder arah melintang belokan saluran

sebagaimana pada gambar 4.

Gambar 4 Profil vertikal terhadap pengukuran komponen kecepatan

Penelitian yang dilakukan oleh Jennifer G. Duan, 2004 [8]. Simulasi model

terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan antara oleh dua peneliti de Vriend

(1979) dan Rozovskii (1961), membandingkan dengan hasil simulasi model

matematis dengan data pada tabel 3.

Tabel 3 Data geometrik saluran dan parameter aliran yang disimulasi

Peneliti Debit Q( Lebar B (m) Kedalaman H (m) Kecepatan (m/dt) R/B

De Vriend (1979) 0,0671 1,7 0,1953 0,202 3,5

Rozovskii (1961) 0,0123 1,7 0,0530 0,265 1,0

Gambar 5 Model Fisik Penelitian de Vriend,1979 dan Rozovskii (1961)

Page 320: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan kecepatan pada belokan sebelah

dalam sedang pada sebelah luar belokan terjadi kenaikan kecepatan. Akselerasi

terhadap perubahan aliran pada belokan sebelah dalam disebabkan adanya

pergeseran dalam arah melintang aliran terhadap perubahan momentum aliran

sekunder, belokan aliran yang mempunyai jari-jari yang besar dibandingkan

dengan lebar aliran sangat sedikit pengaruhnya terhadap aliran sekunder dalam

arah potongan melintang saluran.

Aliran pada Belokan Saluran dengan Hambatan

Gerusan Lokal disekitar Pilar, Menurut Breusers dan Raudkivi,1991 dalam

Jaji Abdurrosyid, 2011 [7], kedalaman gerusan tergantung dari beberapa variabel,

yaitu karakterisitik fluida, material dasar, aliran dalam saluran dan bentuk pilar

atau abutmen jembatan yang dapat ditulis:

ds = f (ρ, ν, g, d, ρs, , U,) ……………………………………………….…...(5)

Sedang [1] yang mempengaruhi kedalaman gerusan (ds) pada belokan

saluran dengan hambatan pilar merupakan fungsi dari beberapa variabel antara

lain;

……………..………………………..….(6)

Dengan: = kedalaman gerusan, = kerapatan air, = viskositas

kinematik, = kedalaman aliran, = diameter butiran sedimen, = kerapatan

sedimen, = kedalaman rata-rata aliran, = kecepatan aliran, = lebar pilar

yang menghadap arah aliran, = sudut arah aliran, = jarak antara pilar.

Mempelajari kedalaman gerusan di sekitar pilar jembatan di belokan sungai

sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Alireza Masjedi, 2011 [2],

dengan membuat model flume di laboratorium dengan belokan 1800, R/B = 4,7 (R

= jari-jari beloakan, B = Lebar flume), diameter pilar 6 cm, dengan memindah-

mindahkan pilar dari posisi 00,

300, 60

0, 90

0, 120

0, 150

0, dan 180

0, kedalaman air

konstan 12 cm, pasir alam yang seragam D50 = 2 mm dengan faktor keseragaman

1,7 yang digunakan sebagai dasar saluran, debit aliran sebesar 18, 20 ltr/dt,

hasinya menunjukkan bahwa tumbukan air pada pilar yang berbentuk selinder

menimbulkan pusaran air.

Page 321: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

316

Mencermati gambar 6 menunjukkan bahwa gerusan terdalam terjadi pada

posisi pilar 600, kedua terdalam pada posisi pilar 90

0, sedang gerusan pada pilar

yang paling dangkal di posisi pilar 300

Gambar 6 Profil gerusan pada pilar dengan debit 32 ltr/dt

Penelitian lainnya tentang aliran disekitar pilar sebagaimana yang telah

dilakukan Agung Wiyono [1], dengan membuat model fisik di alboratorium, hasil

penelitian ini dibandingkan dengan tiga formula yaitu: yaitu Laursen (1962),

Neill, dan Shen et al. (1969), Colorado State University CSU (1975),

dibandingkan dengan pengukuran dilakukan dengan tiga debit yaitu 7 liter/detik, 9

liter/detik, dan 11 liter/detik dengan hasil bahwa perhitungan dengan

menggunakan lima metode yang berbeda, akan memberikan hasil yang berbeda

antara lain ketidak tepatan metode Laursen 72%, Shen et al. 33,9%, Jain dan

Fischer 23,5%, Neill 15,2%, dan Metode Colorado State University (CSU) 14,4%.

Jadi yang paling mendekati adalah metode CSU.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Peralatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka untuk memperoleh gambaran dan

data-data yang mendekati yang sebenarnya terjadi pada saluran alam, pemodelan

fisik yang akan dilakukan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Tenik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Tadulako.

Saluran terbuka dibuat dengan ukuran lebar 0,5 meter dan tinggi saluran 0,5

meter yang terbuat dari fiberglass, model saluran dibagi menjadi tiga bagian

yaitu; bagian pertama saluran lurus 3 m, bagian kedua saluran belokan 1800 dan

jari-jari 0,75 meter, bagian ketiga saluran lurus 2 meter dimana pada bagian hilir

Page 322: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

dibuat alat ukur debit V-Notch, dan pintu yang bisa dirubah ketinggiannya sesuai

kebutuhan tinggi air, pilar yang digunakan adalah dari pilar dari kayu lebar 2 cm

dan 3 cm panjang 10 cm, material dasar pasir alam maksimum 2 mm (d50), untuk

mengukur permukaan air, permukaan sedimen, kedalaman gerusan lokal dekat

pilar digunakan alat ukur point gauge, sedang untuk mengukur kecepatan air

digunakan current meter, pompa air yang digunakan kapasitas 1300 lt/menit.

Gambar 7 Ukuran model saluran dan gambar tiga dimensi model

Pengukuran debit dilakukan dengan membuat pintu ukur pada saluran

khusus, pada hilir saluran dibuat pintu ukur debit V-Notch, dengan rumus:

……..………………………………………………….(7)

Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk pengambilan data mulai dari awal belokan

hingga akhir belokan dengan interval 300 sampai dengan akhir belokan, sedang

pilar ditempatkan pada awal belokan kemudian dipindahkan setiap interval 600,

adapun ketinggian air di saluran disesuaikan dengan besarnya bilangan Froude

dan bilangan Reynolds yang diinginkan sesuai rencana penelitian, adapun

langkah-langkah kegiatan yang dilakukan sesuai bagan alir.

HASIL Pengukuran tinggi muka air, dan kecepatan dilakukan pada kondisi aliran dengan

bilangan Frouds 0,18-0,26, bilangan Reynolds 10.336-10.798 atau aliran subkritis

turnbulen, hasilnya menujukkan bahwa nilai superelevasi terbesar

Page 323: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

318

pada kondisi tanpa pilar lebih besar dibandingkan dengan aliran dengan

hambatan pilar.

Gambar 8 Bagan Alir Penelitian

Secara umum aliran tanpa pilar nilai Cs terbesar pada belokan 1200 sedang nilai

Cs terkecil pada awal belokan atau 00, sedang aliran dengan pilar nilai Cs terbesar

pada belokan 1500. Nilai Cs tanpa pilar dibandingkan dengan nilai Cs dengan

hambatan pilar menujukkan bahwa lebih besar dibanding pengaliran dengan pilar.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar nomor 8.

Nilai terbesar Cs tanpa pilar = 3,296 pada belokan 1200, sedang nilai terbesar Cs

dengan pilar = 2,429 pada belokan 1500. Sedang terkecil untuk aliran tanpa pilar

Cs = 0,196 pada belokan 00, untuk aliran dengan pilar Cs terkecil pada belokan 0

0

sebesar = -0,375.

Nilai terbesar kedua Cs tanpa pilar = 3,296 pada belokan 1200, sedang nilai

terbesar Cs dengan pilar = 2,429 pada belokan 1500. Sedang terkecil untuk aliran

tanpa pilar Cs = 0,196 pada belokan 00, untuk aliran dengan pilar Cs terkecil pada

belokan 00 sebesar = -0,375

Page 324: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Tabel 4. Koefisien Superelevasi pada Belokan Tanpa Pilar dan Dengan Pilar

Dipasang pada Setiap Interval 300

Gambar 8. Grafik Koefisien Superelevasi pada Belokan Tanpa Pilar dan

Dengan Pilar Dipasang pada Setiap Interval 300

Hasil perhitungan nilai kemiringan permukaan air sesuai hasil

perhitungan yaitu untuk saluran tanpa pilar terbesar pada belokan 1200, sedang

dengan pilar terbesar pada belokan 1500, ini menunjukkan kondisi aliran dengan

pilar merubah nilai Cr, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 9.

Mencermati nilai Cr pada gambar di atas, kemiringan permukaan air dalam arah

melintang saluran untuk kondisi tanpa pilar terjadi penurunan pada sisi dalam

sebesar Cr = 4,341 sedang sisi luar terjadi kenaikan muka air sebesar Cr = 6,428

sehingga total Cr = 10,769 pada belokan 1200, sedang kondisi dengan pilar nilai

juga terjadi penurunan pada sisi dalam sebesar Cr = 6,145 sedang pada sisi luar

terjadi kenaikan nilai Cr = 4,548 sehingga total Cr = 10,693 terjadi pada belokan

1500. Dari kedua kondisi tersebut menujukkan kemiringan terbesar masih pada

kondisi aliran tanpa pilar.

Page 325: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

320

Gambar 9. Permukaan Air Tanpa Pilar dan dengan Pilar

KESIMPULAN

Secara umum penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

menunjukkan, semua peneliti menyatakan bahwa terjadinya peningkatan

permukaan air pada sebelah luar dan penurunan pada bagian dalam aliran.

Koefisien superlevasi menunjukkan bahwa untuk saluran dengan dasar sedimen

menunjukkan nilainya lebih besar dibandingkan dengan saluran tanpa sedimen,

yang nilainya bervariasi mulai dari 2 hingga 4 untuk dasar sedimen, sedang

distribusi kecepatan pada belokan saluran dalam arah vertikal menunjukkan

bahwa nilanya tidak mengikuti rumus logarithmic low.

Bertitik tolak dari data pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan

sebagai berikut: Nilai koefisien superelevasi Cs masih lebih besar pada kondisi

tanpa pilar dibandingkan dengan kondisi pilar ditempatkan pada koordinat

belokan 0, 300, 60

0, 90

0, 120

0, 150

0 dan 180

0 , sedang nilai Cs = 3,296 terbesar

tanpa pilar berada pada belokan 1200, sedang nilai Cs = 2,429 dengan pilar

terbesar pada belokan 1500. Demikian juga dengan kemiringan air menujukkan

hal yang sama. Olehnya itu penelitian yang dapat dikembangkan kedepan adalah

bagaimana perubahan besaran superelevasi pada kondisi pilar secara bergantian

ditempatkan pada titik-titik tertentu.

Page 326: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

DAFTAR PUSTAKA

Agung Wiyono, Indratmo Soekarno, Andi Egon. Perbandingan Beberapa

Formula Perhitungan Gerusan di Sekitar Pilar (Kajian Laboratorium).

Jurnal Teknik Sipil ISSN 0853-2982 Vol 13 No. 1 Januari 2006.

Alireza Masjedi, Hosein kazemi, Elaheh Peymani Foroushani. 2009. Experimental

Study on the Effect of Cylindricad Bridge Pier Position on the Scoring

Depth in the Rivers Bend. 33rd IAHR Congress: Water Engineering for a

Sustainable Environment Copyright 2009 by International Association of

Hydraulic Engineering & Research (IAHR) ISBN: 978-94-90365-01-1.

BOOIJ Robert. 2003. Modeling the Flow in Curved Tidal Channels and Rivers.

International International Conference on Estuaries and Coasts. November

9-11, 2003, Hangzhou, China.

Chow. Ven The., 1989. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics).

Penerbit Erlangga, Bandung.

Daryl B. Simons, Fuat Senturk., 1977. Sediment Transport Technology, Water

Resources Publications Fort Collins Colorado 80522, USA.

Duan J. G., 2004. Simulation of Flow and Mass Dispersion in Meandering

Channels. Journal of Hidrolic Engineering @ ASCE.

Jaji Abdurrosyid, Achmad Karim Fatchan. Januari 2007. Gerusan di Sekitar

Abutmen dan Pengendaliannya Pada Kondisi Ada Angkutan Sedimen untuk

Saluran Berbentuk Majemuk. Dinamika Teknik Sipil, Volume 7, Nomor 1:

20 – 29

Jennifer G. Duan, 2004. Simulation of Flow and Mass Dispersion in Mendering

Channels. Journal of Hydraulic Engineering © ASCE

Leo C. van Rijn. 1989. Handbook Sediment Transport by Currents and Waves.

Delft Hydraulics.

Leopold L. B. 1982. Water Surface Topography in River Channels and

Inplications for Mender Development. Gravel-bed River, Edited by R. D.

Hey, J. C. Bathurst and C. R. Thorne, John Wley & Sons Ltd.

Mozaffari J., Amiri-Tokaldany E., Blanckaert, 2011. Exprimental Investigations

to Determine the Distribution of Longitudinal Velocity in Rivers Bends.

Research Journal of Environmental Sciences 5 (6): 544. 2011 ISSN 1819-

3412 / DOI:10.3923/rjes.2011.544.556 © 2011 Academic Journals Inc.

Simons. Darly B., Sentruk Fuat. 1977. Sediment Transport Technology. Water

Resources Publications, Colorado USA.

Sosrodarsono Suyono, Tominaga Masateru. 1994. Perbaikan dan Pengaturan

Sungai, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.

Yen C. L., dkk, 1971. Water Surface Configuration in Channel Bends. Journal of

the Hydraulics Division. Procedings of the American Sociaty of Civil

Engineers.

Page 327: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

322

PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL PERKERASAN DAUR

ULANG TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN BETON ASPAL

LAPIS AUS

Novita Pradani1, Ratnasari Ramlan

2

1 2

Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako

Jalan Soekarno Hatta Km. 8 Palu 94118

Email: [email protected]

ABSTRAK

Karakteristik campuran beton aspal lapis aus merupakan nilai-nilai yang menunjukkan

kinerja campuran beton aspal. Penambahan material perkerasan daur ulang (RAP), tentunya akan

mempengaruhi kinerja campuran beton aspal lapis aus. Makin tinggi persentase kandungan RAP,

maka kinerja campuran akan semakin menurun. Disisi lain, penggunakan material daur ulang

dapat menekan penggunakan sumber daya, energi dan preservasi kondisi lingkungan. Untuk itulah

diperlukan penelitian guna menemukan komposisi yang tepat antara material daur ulang (RAP)

dan material baru. Dalam penelitian ini persentase material daur ulang (RAP) yang digunakan

adalah sebesar 20% dan 30% terhadap berat total campuran. Dalam menentukan karakteristik

campuran beton aspal lapis aus, diperoleh dari hasil pengujian Marshall. Berdasarkan hasil yang

diperoleh, stabilitas tertinggi diberikan oleh campuran dengan kandungan material daur ulang

30% yaitu rata-rata sebesar 1510,30 kg sedangkan pada campuran dengan 20% kandungan

material daur ulang, rata-rata sebesar 1323,81 kg. Sedangkan nilai Marshall Quetiont (MQ)

tertinggi diperoleh pada campuran dengan 30% material daur ulang yaitu sebesar 413,24 kg/mm.

Dari hasil analisa terlihat bahwa penambahan material daur ulang dapat meningkatkan nilai

stabilitas dan Marshall Quetiont (MQ) dari campuran beton aspal lapis aus. Kata Kunci : material daur ulang, beton aspal, stabilitas, MQ, kelelehan, kepadatan

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan kinerja pelayanan prasarana jalan diperhadapkan pada

beberapa kendala. Salah satunya adalah keterbatasan material di beberapa daerah

di Indonesia dalam hal ini material agregat maupun aspal yang berdampak pada

makin tingginya biaya pembangunan dan rehabilitasi jalan. Berbagai upaya

dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, salah satu cara yang saat ini sedang

dikembangkan adalah pemanfaatan kembali material perkerasan jalan lama

(recycling) sebagai material perkerasan jalan baru.

Namun berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan aplikasi penuh di

lapangan, penggunaan material daur ulang seringkali menemui beberapa kendala

antara lain menurunnya sifat fisik dari material daur ulang, mengingat selama

masa layannya telah menerima beban lalu lintas yang cukup berat. Selain itu

24

Page 328: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

material daur ulang juga memiliki tingkat variabilitas yang cukup tinggi sehingga

dapat berdampak pada perubahan gradasi dan durabilitas dari campuran.

Disamping itu, teknologi daur ulang juga memberikan beberapa manfaat antara

lain untuk mengatasi keterbatasan bahan perkerasan jalan [Sugeng, B.S., 2009]

sehingga teknologi ini bersifat efisien dan efektif serta dapat mengurangi

penggunaan agregat (45-100%) dan aspal baru (60%) sehingga nilai ekonomis

bahan kupasan meningkat, hemat energi, dan geometrik jalan dapat dipertahankan

serta melestarikan sumber daya alam.

Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik dari campuran Laston

Lapis Aus (AC-WC) menggunakan material RAP (recycling).

Campuran yang digunakan pada studi ini adalah campuran Beton Aspal

Lapis Aus (AC-WC) yang menggunakan 20% dan 30% material RAP terhadap

berat total campuran.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkerasan Daur Ulang (Recyling)

Secara umum perkerasan daur ulang (recycling) memanfaatkan kembali

material (agregat dan aspal) perkerasan lama untuk dijadikan sebagai perkerasan

baru yang ditambahkan material baru atau dan bahan peremaja. Material yang

digunakan untuk metoda daur ulang adalah bahan kupasan aspal dan bila

diperlukan ditambahkan aspal dan agregat baru. Bahan kupasan aspal ini

mengandung aspal dan agregat lama. Untuk mencapai hasil yang memadai pada

umumnya aspal dan agregat lama perlu diperbaharui baik sifat-sifatnya maupun

gradasinya. Penurunan sifat material ini hanya diperbolehkan sampai dengan batas

tertentu, apabila terjadi penurunan yang terlalu besar dan signifikan maka material

tersebut tidak dapat digunakan kembali karena akan berpengaruh cukup besar

terhadap hasil campuran yang baru.

Beberapa sifat material RAP yang bisa digunakan sebagai batasan antara

lain agregat masih mempunyai daya tahan cukup baik untuk mempertahankan

gradasi (jumlah, ukuran, bentuk dan komposisi butiran) dan sifat rheologi aspal

(penetrasi atau viskositas) mengalami penurunan, namun hal ini dapat

dikembalikan dengan penambahan bahan peremaja (rejuvenating agent).

Page 329: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

324

Lapis Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC)

Lapis Beton Aspal adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang

mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The

Asphalt Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga

Dept.PU, campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras,

dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

Lapis aus (AC-WC) merupakan lapisan teratas yang langsung bersentuhan dengan

roda kendaraan. Kekuatan dari perkerasan beton aspal lapis aus (AC-WC)

diperoleh melalui struktur agregat yang saling mengunci (interlocking). Struktur

agregat yang saling mengunci ini menghasilkan geseran internal yang tinggi dan

saling melekat bersama oleh lapis tipis aspal perekat diantara butiran agregat.

Perkerasan beton aspal ini cukup peka terhadap variasi kadar aspal dan perubahan

gradasi agregat, hal ini disebabkan karena beton aspal memiliki sifat stabilitas

tinggi dan relatif kaku, yaitu tahan terhadap pelelehan plastis namun cukup peka

terhadap retak. Berdasarkan spesifikasi baru campuran beraspal Kementerian

Pekerjaan Umum 2010, Perkerasan Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) mempunyai

ukuran maksimum agregat dalam campuran adalah 19 mm.

Karakteristik Beton Aspal

Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran Beton Aspal

(Silvia Sukirman, 2003) adalah :

a. Stabilitas

Stabilitas perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima

beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur

maupun bleeding.

Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan volume dan beban lalu lintas

yang menggunakan lapisan perkerasan tersebut. Jadi jalan yang memiliki volume

lalu lintas yang tinggi serta dilalui oleh kendaraan berat menuntut kestabilan yang

lebih besar dibandingkan dengan jalan dengan volume lalu lintas yang rendah.

b. Durabilitas (keawetan/daya tahan)

Page 330: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Durabilitas atau keawetan dari suatu perkerasan lentur merupakan

kemampuan untuk menahan keausan akibat pengaruh suhu, cuaca, air ataupun

keausan akibat gesekan roda kendaraan.

c. Fleksibilitas (Kelenturan)

Fleksibilitas adalah kemampuan dari suatu perkerasan lentur untuk

mengikuti deformasi yang berulang akibat beban lalu lintas tanpa terjadi

keretakan.

d. Tahanan Geser/kekesatan (Skid Resistance)

Tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal memberikan gaya

gesek pada roda kendaraan untuk menghindari terjadinya slip atau tergelincir, baik

di waktu hujan atau basah maupun di waktu kering.

e. Ketahanan terhadap Kelelahan (fatique resistance)

Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan lapis aspal beton

menerima beban berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak dan alur (ruting).

f. Kedap Air (impermeabilitas)

Kedap air atau impermeabilitas adalah kemampuan beton aspal untuk tidak

dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal.

Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan

pengelupasan film/selimut aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa

setelah beton aspal dipadatkan dapat menjadi indikator kekedapan air campuran.

Tingkat impermeabilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat

durabilitasnya.

g. Kemudahan Pelaksanaan (workability)

Kemudahan dalam pelaksanaan adalah kemampuan campuran beton aspal

untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang

memenuhi kepadatan yang diharapkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dititikberatkan pada pengujian laboratorium terhadap kinerja

kelelahan, dimana material yang digunakan dalam penelitian ini adalah material

lama (RAP) dan material baru. Dari kedua material tersebut dilakukan pengujian

mengikuti standar SNI (Standar Nasional Indonesia).

Page 331: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

326

Dalam pengujian campuran terdapat 2 variasi kadar material RAP terhadap

berat total campuran yaitu 20% material RAP dan 30% material RAP. Pengujian

campuran ini dilakukan sesuai dengan standar pengujian campuran beraspal

panas. Untuk mendapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) digunakan

perencanaan dengan Metoda Marshall dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak.

Kadar Aspal Optimum (KAO) diperoleh untuk keenam variasi campuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Material

Aspal yang digunakan dalam campuran ini adalah aspal dengan penetrasi

60/70 dan aspal RAP. Penentuan kandungan aspal pada material RAP perlu

dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengujian yang dapat dilihat pada

Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 1 Kadar Aspal Hasil Ekstraksi dari Reclaimed Asphalt Pavement (RAP)

Sampel Berat (gr) Kadar Aspal (%)

Sampel Agregat Aspal

(1) (2) (3) (4) = (2)-(3) (5)=[(4)/(2)] x100

1 500 475,6 24,4 4,88

2 500 474,6 25,4 5,08

Kadar Aspal Rata-rata 4,98

Sumber : Hasil pengujian

Tabel 2 Pengujian Sifat –Sifat Aspal Hasil Ekstraksi dari RAP

No Jenis Pemeriksaan Hasil Uji Metoda Uji

1 Penetrasi,25°C,100 gr, 5 detik; 0,1 mm 21,6 SNI 06-2456-1991

2 Titik Lembek; °C 57 SNI 06-2434-1991

3 Berat Jenis 1,043 SNI 06-2441-1991

Sumber : Hasil pengujian

Gambar 1 Gradasi Rencana dan Gradasi RAP Campuran AC-WC

Page 332: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Untuk Pengujian selanjutnya dilakukan penambahan aspal lama kedalam

aspal baru (Pen 60/70) diuji untuk (2) dua campuran dengan perbandingan RAP

20% dan material baru 80%; RAP 30% dan material 70%. Hasil pengujian dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengujian Pencampuran Aspal Lama dengan Aspal Baru

No Jenis Pemeriksaan Hasil Uji Metode Pengujian

20% RAP 30% RAP

0%SBS (A1) 0%SBS (B1)

1 Penetrasi,25°C (dmm) 57,2 56,6 SNI06-2456-1991

2 Titik Lembek, °C 51 52 SNI06-2434-1991

3 Berat Jenis 1,0383 1,0396 SNI06-2441-1991

Sumber : Hasil pengujian

Agregat yang digunakan meliputi agregat baru dan agregat dari material

lama (RAP), dilakukan pengujian untuk menentukan apakah agregat tersebut

masih layak untuk digunakan dalam pengujian campuran. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa agregat RAP masih layak digunakan. Namun gradasi

material RAP tidak memenuhi spesifikasi sehingga perlu dilakukan perbaikan

gradasi dengan menambahkan agregat baru seperti pada Gambar 2.

Pengujian Kadar Aspal Optimum

Berdasarkan spesifikasi baru campuran beraspal dengan Kepadatan Mutlak,

dilakukan perencanaan sesuai dengan gradasi agregat yang dipilih, kemudian

untuk masing-masing campuran tersebut dilakukan pengujian Marshall dengan

variasi kadar aspal yang digunakan.

Hasil referensi data Marshall, selanjutnya dilakukan pengujian Kepadatan

Mutlak. Dimana penentuan Kadar Aspal Optimum dilakukan dengan metode

barchart. KAO merupakan rentang kadar aspal yang memenuhi semua syarat

kriteria campuran beraspal, yaitu: VIM Marshall, VIM Refusal, VMA, VFB, stabilitas,

kelelehan dan MQ. Nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) yang didapatkan dari

masing-masing campuran digunakan sebagai kadar aspal dalam perencanaan

Pengujian Kelelahan.

Berdasarkan analisis Marshall dengan metode kepadatan mutlak dihasilkan

Kadar Aspal Optimum (KAO), untuk kandungan 20% RAP yaitu sebesar 5,28%,

sedangkan untuk campuran dengan kandungan 30% RAP sebesar 5,34%.

Page 333: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

328

Pengujian Marshall

Berdasarkan hasil pengujian Marshall, diperoleh paramter-parameter

Marshall berikut:

Tabel 3 Parameter Marshall

Sifat-Sifat Campuran Campuran AC-WC

20% RAP 30% RAP Spesifikasi

KAO Refusal; % 5,28 5,34 -

Berat Isi; t/m3 2,344 2,347 -

V I M Marshall; % 4,91 4,99 -

V I M Refusal; % 2,60 2,55 >2,5 %

V M A; % 15,57 15,83 >15 %

V F A; % 69,38 68,78 >65 %

Stabilitas; Kg 1323,81 1510,30 >800 Kg

Kelelehan; mm 3,57 3,60 >3 mm

Marshall Quotient; Kg/mm 374,18 413,24 >250 Kg/mm

Karakteristik Campuran Beton Aspal Lapis Aus

1) Kepadatan (Berat Isi)

Kepadatan (density) adalah berat campuran yang diukur tiap satuan volume

(The Asphalt Institute, 1983). Kepadatan merupakan tingkat kerapatan campuran

setelah campuran dipadatkan. Kepadatan campuran beraspal meningkat seiring

dengan meningkatnya kadar aspal, hingga mencapai nilai maksimum dan setelah

itu nilainya akan turun, tetapi masing-masing jenis variasi aspal memberikan

perilaku yang berbeda.

Gambar 2 Kepadatan Campuran terhadap Presentase RAP

Page 334: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai kepadatan semakin besar seiring

pertambahan presentase RAP dalam campuran. Hal ini dipengaruhi oleh sifat dari

material RAP sendiri yang sebagian rongga pada agregatnya telah terisi atau

tertutup oleh aspal lama sehingga dengan makin banyaknya material RAP maka

rongga campuran yang dihasilkan juga kecil. Akibatnya setelah penambahan aspal

baru, maka rongga pada campuran dapat langsung terisi oleh aspal baru dan

kepadatan maksimum dapat tercapai lebih awal.

2) Stabilitas

Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengetahui kemampuan

perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap

seperti gelombang, alur, dan bleeding [Silvia Sukirman, 2003]. Faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan kadar aspal.

Selain itu stabilitas juga dipengaruhi oleh gesekan internal partikel agregat,

interlocking, adhesi dan kohesi, dimana gesekan internal dan interlocking

dipengaruhi oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat yang digunakan.

Sedangkan kohesi dan adhesi berkaitan dengan kemampuan daya lekat aspal.

Secara umum, partikel agregat yang lebih berbentuk angular dengan permukaan

lebih kasar akan meningkatkan stabilitas campuran. Sementara sifat kohesi akan

meningkat bila viskositas aspal lebih tinggi atau ketika temperatur campuran

menurun. Oleh karena itu nilai stabilitas menurut Spesifikasi Kementerian PU,

2010 untuk jenis campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) dibatasi minimal 800 kg

dan minimal 1000 kg untuk Laston Modifikasi. Perbandingan nilai stabilitas setiap

campuran disajikan pada Gambar 3

Gambar 3 Stabilitas Campuran terhadap Presentase RAP

Page 335: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

330

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai stabilitas berbanding lurus dengan

penambahan material RAP. Kenaikan nilai stabilitas ini disebabkan karena

penambahan material RAP akan memberikan nilai penetrasi yang semakin rendah

atau lebih keras. Akibatnya campuran menjadi lebih kaku sehingga berkontribusi

terhadap kenaikan nilai stabilitas.

3) Kelelehan (Flow)

Kelelehan (Flow) merupakan parameter empiris yang menjadi indikator

terhadap kelenturan atau perubahan bentuk plastis campuran beraspal yang

diakibatkan oleh beban. Tingkat kelelehan campuran dipengaruhi oleh kadar aspal

dalam campuran, suhu, viskositas aspal dan bentuk partikel agregat. Campuran

yang mempunyai nilai kelelehan relatif rendah pada Kadar Aspal Optimum

biasanya memiliki daya tahan deformasi yang lebih baik. Namun nilai kelelehan

ini harus dibatasi agar tidak terlalu rendah, sebab kelelehan yang rendah membuat

campuran menjadi kaku dan rentan terhadap retak. Untuk itu dalam spesifikasi

Kementerian Pekerjaan Umum, 2010 disyaratkan bahwa kelelehan minimum

untuk campuran AC-WC sebesar 3 mm. Secara umum, kecenderungan nilai

kelelehan akan menurun seiring dengan penambahan prosentase kadar aspal

sampai mencapai suatu nilai minimum. Hal ini dikarenakan penambahan kadar

aspal akan menyelimuti agregat dan menciptakan kekuatan mengunci antar

agregat dan menyebabkan kelelehan menurun. Dengan menambahkan aspal, maka

jumlah aspal yang berlebih tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya yaitu

sebagai perekat dan menyelimuti agregat namun aspal disini lebih berfungsi

sebagai pelumas yang menyebabkan kondisi bleeding pada campuran. Dengan

jumlah aspal yang lebih banyak ini maka campuran menjadi lebih lunak dan

terdeformasi lebih besar.

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa kelelehan akan cenderung meningkat

seiiring penambahan material RAP. Hal ini disebabkan karena kandungan aspal

optimum pada kandungan RAP 30% lebih tinggi dibandingkan pada campuran

dengan presentase 20% RAP.

Page 336: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 4 Kelelehan Campuran terhadap Presentase RAP

4) Marshall Quetiont (MQ)

Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah perbandingan

antara stabilitas dan kelelehan yang juga merupakan indikator terhadap kekakuan

campuran secara empiris. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan

semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut

terhadap keretakan. Namun nilai MQ ini juga tidak boleh terlalu rendah karena hal

tersebut akan menyebabkan campuran rentan terhadap deformasi plastis. Karena

itu maka spesifikasi membatasi nilai MQ untuk campuran AC-WC minimum 250

kg/mm dan 300 kg/mm untuk AC-WC modifikasi. Secara umum kecenderungan

dari hubungan MQ dan kadar aspal adalah bahwa MQ meningkat dengan

peningkatan kadar aspal sampai mencapai nilai MQ maksimum. Hal ini

disebabkan karena kadar aspal berfungsi menjadi perekat antar butiran agregat

yang menciptakan kekuatan dari interlocking agregat. Selanjutnya dengan

meningkatnya kadar aspal maka akan terbentuk ikatan aspal yang membuat

campuran menjadi lebih lunak. Sehingga nilai MQ akan mengalami penurunan

kembali.

Secara umum pada Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan penambahan

RAP, maka campuran yang dihasilkan akan menunjukkan kecenderungan lebih

kaku. Hal ini menjadi mungkin bila melihat nilai stabilitas dan kepadatan

campuran yang juga semakin besar seiring dengan penambahan material RAP.

Page 337: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

332

Gambar 5. MQ Campuran terhadap Presentase RAP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa stabilitas

tertinggi diberikan oleh campuran dengan kandungan material daur ulang 30%

yaitu rata-rata sebesar 1510,30 kg sedangkan pada campuran dengan 20%

kandungan material daur ulang, rata-rata sebesar 1323,81 kg. Sedangkan nilai

Marshall Quetiont (MQ) tertinggi diperoleh pada campuran dengan 30% material

daur ulang yaitu sebesar 413,24 kg/mm. Dari hasil analisa terlihat bahwa

penambahan material daur ulang dapat meningkatkan nilai stabilitas dan Marshall

Quetiont (MQ) dari campuran beton aspal lapis aus.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, (1998) : Standard Spesifications for Transportation Materials and

Methods of Sampling and Testing, Washington D.C.

Asphalt Institute, (1983) : Principles of Construction of Hot Mix Asphalt

Pavement, Manual Series No.22, The Asphalt Institute.

Departemen Pekerjaan Umum, (1999) : Pedoman Perencanaan Campuran

Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak,

No.025/T/BM/1999, Direktorat Jenderal Bina Marga.

Departemen Pekerjaan Umum, (2008) : Kajian dan Pengawasan Uji Coba Skala

Penuh Recyling lapisan Beraspal dengan Campuran Beraspal Panas, Pusat

Penelitian dan Pengembangan.

Page 338: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Kementerian Pekerjaan Umum, (2010) : Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal

Panas.

Shell Bitumen (2003) : The Shell Bitumen Handbook, Shell Bitumen, U.K.

Standar Nasional Indonesia, SNI (2003) : Metoda Pengujian Campuran Beraspal

Panas dengan Alat Marshall, RSNI M-01-2003, Badan Standar Nasional

Indonesia.

Sugeng, B.S. dan Rahman, H. (2010) : Kinerja Fatigue dari Campuran Lapis

Pengikat (AC-BC) yang Memakai Material Hasil Daur Ulang (Recycling)

dan Polimer Neoprene , Jurnal FSTPT, Simposium XIII Forum Studi

Transportasi antar Perguruan Tinggi, Semarang

Sukirman, S., (2003) : Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta.

Sukirman, S., (2006) : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, Institut Teknologi

Nasional, Bandung

Yoder, E.J. And Witczak, M.W. (1975) : Principles of Pavement Design, Second

Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York

Page 339: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

334

STUDI POTENSI SUNGAI SALENA DUSUN SALENA KOTA PALU

SEBAGAI SUMBER ENERGI PLTMH

Kennedy.M1, Ridho Hantoro

2, Khairil Anwar

1, Prabowo

3

1Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu

2 Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya

ABSTRAK

Studi potensi aliran sungai ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengukur besar energi

aliran sungai Salena yang terletak di Dusun Salena Kecamatan Palu Barat Kotamadya Palu

Propinsi Sulawesi Tengah, sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH)

untuk dusun tersebut. Studi dilaksanakan selama 6 bulan melalui pengamatan langsung melalui

pengumpulan data primer dan sekunder. Pengukuran di lakukan pada dua posisi yang berbeda di

sepanjang aliran sungai Salena yang dimaksudkan untuk melihat perbedaan potensi di sepanjang

aliran sungai.

Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar di kedua lokasi,

dimana pada lokasi pertama kecepatan aliran rata-rata sebesar 0,99 m/s, debit rata-rata 0,825 m3/s,

sedangkan pada lokasi ke dua yang terletak lebih rendah, kecepatan aliran rata-rata sebesar 0,813

m/s namun debit ukur rata-rata sebesar 0,17 m3/s, hal ini di sebabkan oleh kerusakan aliran sungai

akibat adanya penambangan galian disekitar sungai pada lokasi kedua sehingga aliran sungai

banyak merembes ke sisi sungai. Posisi sungai yang memiliki kountur dengan lereng yang cukup,

terdapat posisi perletakan turbin dengan head efektif 19 m, sehingga potensi PLTMH berkisar

antara 15 KW hingga 80 KW cukup untuk memenuhi kebutuhan daya listrik Dusun Salena sebesar

10 KW. Dalam pemanfaatannya diperlukan kebijakan dari pemerintah serta kesadaran dari

masyarakat untuk menjaga daerah tangkapan air dengan jalan melestarikan hutan disekitar aliran

sungai demi menjaga debit aliran sungai Salena.

Kata Kunci : Aliran Sungai, PLTMH, Debit, Head, Daya.

PENDAHULUAN

Daerah-daerah terpencil dan perdesaan umumnya tidak terjangkau jaringan

listrik. Dalam kondisi demikian, solusi yang memadai adalah dengan

menyediakan pembangkit listrik setempat seperti generator set (genset) yang

menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

Kondisi geografis Kota Palu Sulawesi Tengah terletak di lembah Palu,

terdiri dari pegunungan dan teluk yang masyarakatnya tersebar hingga ke

punggung. Kota palu dengan posisi yang terletak pada posisi 0°54′S, dan

119°50′E, sesungguhnya memiliki sumber energy terbarukan yang cukup, namun

belum dimanfaatkan secara maksimal, topografi kota Palu yang di kelilingi oleh

pegunungan dan sungai memberikan sumber Tenaga Air yang cukup untuk di

manfaatkan.

Page 340: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Meskipun saat ini pemerintah daerah telah merencanakan pasokan energi

listrik dari PLTA Poso, namun peningkatan kebutuhan akan daya listrik tetap

meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan kota Palu, selain itu masih ada

dusun yang terletak di kaki pegunungan Kota Palu yang masih belum terjangkau

transmisi listrik dari PLN. Dengan adanya energy dari PLTMH maka diharapkan

akan dapat meningkatkan produktifitas dan pendapatan masyarakat pada daerah

yang belum terjangkau jaringan listrik PLN bagi kegiatan-kegiatan yang

mendorong ke arah hidup yang lebih baik, seperti memanfaatkan penerangan

untuk belajar serta kegiatan yang meningkatkan pendapat masyarakat untuk usaha

produktif.

Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka permasalahan

yang muncul adalah sebagai berikut :

- Belum adanya informasi/data potensi awal untuk pengembangan

penyediaan listrik dengan teknologi PLTMH.

- Belumada penelitian skema pengembangan PLTMH secara terpadu yang

berbasis komunitas di Palu Sulawesi Tengah ini dapat dijadikan sebagai

langkah awal yang penting, khususnya untuk merumuskan sistem

penyediaan jasa energi yang efektif, handal dan berkelanjutan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat serta menunjang pertumbuhan ekonomi.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai dengan penelitianini adalah untuk melakukan

identifikasi pontensi atas berbagai sumber energi terbarukan air(PLTMH) yang

tersedia. Hasil dari studi diharapkan akan dapat memberikan gambaran yang

obyektif dan proporsional, bagi para pengambil keputusan, mengenai:

- Mengetahui potensi awal sumberdaya energi terbarukan air (PLTMH)

- Mengetahui status teknis penerapan sistem teknologi PLTMH

- Mendapatkan analisis potensi dampak pemanfaatan PLTMH bagi perekonomian

masyarakat daerah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

- Sebagai langkah awal penyediaan energi terbarukan

Page 341: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

336

- Pemanfaatan potensi lokal daerah untuk penyediaan energi listrik

- Mengurangi ketergantungan pada skema pembangkit listrik yang terpusat

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO

Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik

yang mengunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber

daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketiggian

tertentu dad instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari

istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan

energi listrik.

Biasanya Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air

yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.

Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow

capacity) sedangan beda ketingglan daerah aliran sampai ke instalasi dikenal

dengan istilah head. Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan

teluemahan bebas bisa dikatakan "energi putih". Dikatakan demikian karena

instalasi pembangkit listrik seperti ini mengunakan sumber daya yang telah

disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa alam

memiliki air terjun atau jenis lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan

teknologi sekarang maka energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya

dengan daerah tertentu (tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi

energi listrik,

Mikrohidro hanyalah sebuah istilah. Mikro artinya kecil sedangkan hidro

artinya air. Dalam, prakteknya istilah ini tidak merupakan sesuatu yang baku

namun bisa dibayangkan bahwa Mikrohidro, pasti mengunakan air sebagai

sumber energinya. Yang membedakan antara istilah Mikrohidro dengan

Miniihidro adalah output daya yang dihasilkan. Mikrohidro menghasilkan daya

lebih rendah dari 5 kW hingga 100 kW, sedangkan untuk minihidro daya

keluarannya berkisar antara 100 kW hingga namun dibawah dari 1 MW. Secara

teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi),

turbin dan generator. Pada prinsipnya dalam pemanfaatan energi Air adalah

mengubah energi potensial air karena posisi atau Head nya menjadi energi kinetik

Page 342: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

dan energi mekanik oleh turbin yang pada akhirnya di konversikan menjadi energi

listrik melalui generator.

Air yang mengalir dengan kapasitas debit dan ketinggian tertentu disalurkan

melalui pipa penstok menuju rumah instalasi (rumah turbin) dan menmutar turbin,

dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi energi

mekanik berupa berputamya poros turbin. Poros yang berputar tersebut kemudian

ditransmisikan ke generator dengan menggunakan kopling. Dari generator akan

dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik sebelum

dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara

ringkas proses Mikrohidro

merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi energi listrik. Prinsip dasar :

P= ρ.g.H.η.Q................................. (1)

Dimana :

P= Daya (kW)

ρ= massa jenis air (kg/m3)

g= gravitasi (9.8 m/dt2)

H= ketinggian jatuh, head (m)

η= efisiensi turbin & generator (60%-80%)

Q= debit (m3/dt)

Variable yang paling berpengaruh adalah H dan atau Q, artinya jika salah satu

sudah memiliki potensi yang bagus, maka satu yang lainnya tidak perlu besar

(tetapi harus ada). Sedangkan variable yang lain bersifat konstanta. Efesiensi

turbin, generator dan sistim mekanikal dapat di uraikan dengan menggunakan

perhitungan potensi daya hidrolik :

Ph = Qd x Hnet x g x ηTb x ηGnr xηM......(2)

Dengan :

Ph = Potensi daya hidrolik, kW

Qd = Debit desain, (m3/dt)

Hnet = Head efektif, m

ηTb = Efisiensi turbin PAT 0,70-0,8ηGnr = Efisiensi generator 0,7-0,8

Page 343: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

338

ηM = Efisiensi transmisi mekanik, flat belt, 0.87-0,95

g = konstanta percepatan gravitasi, (9.8 m/dt2)

Net head (Hnet) ditentukan dari pengurangan rugi-rugi gesekan dan

turbulensi dalam head tank, dan penstok (Hloss) terhadap gross head (Hg).

Estimasi efisiensi turbin, efisiensi generator dan efisiensi transmisi mekanik

masing-masing merupakan efisiensi sistem untuk turbin, generator sinkron dan

penggunaan V belt yang diperoleh berdasarkan spesifikasi manufaktur.

Gambar 1 Layout sebuah PLTMH

Pada gambar 1 memanfaatkan sebuah sungai dengan membuat saluran

pembawa ke sebuah titik yang memiliki kontur ketinggian untuk jatuhan air ke

turbin yang ada dalam rumah pembangkit. Turbin yang berputar akan dipasangkan

pada sebuah generator yang akan ikut berputar dan menghasilkan listrik.

Terdapat sebuah peningkatan kebutuhan suplai daya ke daerah-daerah

pedesaan di sejumlah negara, sebagian untuk mendukung industri-industri, dan

sebagian untuk menyediakan penerangan di malam hari. Kemampuan pemerintah

yang terhalang oleh biaya yang tinggi dari perluasan jaringan listrik, sering

membuat Mikro Hidro memberikan sebuah alternatif ekonomi ke dalam jaringan.

Ini karena Skema Mikro Hidro yang mandiri menghemat biaya dari jaringan

transmisi, dan karena skema perluasan jaringan sering memerlukan biaya

peralatan dan pegawai yang mahal. Skema Mikro Hidro dapat didisain dan

dibangun oleh pegawai lokal dan organisasi yang lebih kecil dengan mengikuti

peraturan yang lebih longgar dan menggunakan teknologi lokal seperti untuk

pekerjaan irigasi tradisional atau mesin-mesin buatan lokal. Pendekatan ini

Page 344: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

dikenal sebagai Pendekatan Lokal. Gambar dibawah menunjukkan betapa ada

perbedaan yang berarti antara biaya pembuatan dengan listrik yang dihasilkan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan melalui tahapan sesuai flowchart berikut :

PHASE I

1. Survey & pengumpulan data : - Identifikasi debit potensial DAS,- Geografi, iklim- Potensi PLTMH

2. Survey data kebutuhan energi listrik masyarakat lokal

- Studi kasus sungai di dusun Salena dan Lekatu Kecamatan Palu Barat Kota Palu.

PHASE II

1. Pemetaan dan identifikasi skema

pengembangan PLTMH secara terpadu

yang berbasis komunitas

- Segmentasi masyarakat

- Identifikasi pengembangan

potensi industri kecil

Mulai

- Site survey, pengukuran debit,

kontur ketinggian

- Data sekunder Dinas PU

Pengairan/ Pengelola DAS

-Data sekunder Dinas ESDM

SKEMA MANDIRI ENERGI

- Kebutuhan energi

- Akses energi

- Kemampuan finansial

- Tingkat teknologi

- Transfer pengetahuan

ANALISA

HASIL, KESIMPULAN,

DAN REKOMENDASI

Selesai

Gambar 2 Flowchart penelitian

Phase I : Identifikasi lokasi potensial PLTMH

- Survey literature & pengumpulan data, meliputi Identifikasi debit potensial

DAS, geografi, iklim, dan potensi PLTMH

- Survey data kebutuhan energi listrik untuk masyarakat pada daerah-daerah

pemukiman di sepanjang alur sungai, di fokuskan pada wilayah daerah Kota

Palu dan Sekitarnya Studi kasus sungai di dusun Salena Kecamatan Palu

Barat Kota Palu.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemilihan dusun tersebut antara lain :

Page 345: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

340

- Dusun Salena dan Lekatu terletak kurang lebih 10 Km dari pusat

pemerintahan Kota Palu yang hingga saat ini belum tersentuh jaringan listrik

PLN, di sebabkan lokasi yang terletak dipunggung pegunungan dan tingkat

per ekonomian masyarakat yang masih rendah.

- Tingkat pendidikan masyarakat saat ini sekitar 50% masih berpendidikan

sekolah dasar, sehingga membutuhkan stimulasi untuk merubah kemampuan

ekonomi masyarakatnya menjadi sejahtera.

- Dusun salena dan Lekatu memiliki potensi air sungai dengan debit aliran

yang cukup yang mengalir sepanjang tahun, sehingga memungkinkan untuk

dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), untuk

membantu masyarakat dalam hal penerangan dan memberdayakan

masyarakat dalam peningkatan pendapatannya.

- Dusun Salena dan Lekatu memiliki potensi lahan dan hasil perkebunan yang

memungkinkan untuk dikelola misalnya ketersediaan potensi talas, pisang

dan berbagai komoditi yang memungkinkan untuk dikembangkan.

- Selain hal tersebut, dusun Salena memiliki potensi alam yang memungkinkan

untuk dikembangkan menjadi objek wisata pegunungan, karena letaknya

berada pada celah bukit dan berada pada ketinggian 350m diatas permukaan

laut.

Phase II : Pemetaan dan identifikasi skema pengembangan PLTMH secara

terpadu yang berbasis komunitas

- Segmentasi masyarakat yang dapat memanfaatkan PLTMH sebagai alternatif

penyedia energi listrik.

- Identifikasi pengembangan potensi industri kecil dengan ketersediaan listrik

dari PLTMH.

Kegiatan penelitian pada artikel ini merupakan tahap mula atau pada phase I,

sementara phase II akan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya.

Page 346: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Lokasi

DusunSalena yang merupakan bagian dari Kecamatan Palu Barat, Kota

Palu Propinsi Sulawesi Tengah 000

51‘24,45‖ LU dan 119047‘58,4‖ BT dengan

elevasi 320-495 meter di atas permukaan laut.

Gambar 3. Peta Adminstratif Kota Palu

Gambar 4. Lokasi Dusun Salena Dari Kota Palu

PENGUMPULAN DATA NON TEKNIS

a. Data Kependudukan dan Profil SosialEkonomi

Dusun Salena, Kecamatan Palu Barat, Kotamadya Palu, berjarak ± 10 km

dari pusat kota Palu dan dapat ditempuh dengan kendaraan baik roda dua, maupun

roda empat. Desa tersebut dihuni oleh 102 kepala keluarga yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Masyarakat pada dusun tersebut awalnya adalah

masyarakat yang tidak menetap di suatu lokasi, namun masayarakat berpindah-

Page 347: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

342

pindah tempat di wilayah pegunungan Palu, melihat bahwa mereka melakukan

pembukaan lahan dengan jalan melakukan penebangan hutan, maka pemerintah

Kota Palu mengajak masyrakat tersebut untuk menetap di sebuah lokasi yang

kemudian disepakati terletak di Dusun Salena, oleh karena itu maka

hampirseluruhpenduduknyabekerjasebagaipetanipalawija secara tradisional

dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah.

Jumlah rumah di dusun Salena saat ini terdiri dari 89 rumah, dengan

pemukiman yang terpusat pada satu wilayah. Sarana umum yang terdapat di

dusun Salena adalah 1 buah Mesjid, 1 Buah Balai Adat, 1 Sekolah Dasar dan 1

Puskesmas Pembantu.

Tabel 1 Data informasisosialmasyarakat

Kriteria Lokasi

Jumlah KK 102 kk

Tingkat keseimbangan sosial Islam = 100%

Tingkat homogenitas situasi desa Tidak ada konflik,desa dikelola

baik

Sumberpendapatan dan profilpekerjaan Lain-lain =1,8 %

Berkebun = 98,2 %

Kesadaran dan partisipasigender Belum aktif

Kesadaranuntukberkontribusi berpotensi,

Tidak tertarik swadaya

Kesadaranuntukmembayarlistrik Berpotensi

Kebutuhanpenggunaanperalatanlistrik Penerangan, Radio, TV

Potensiusahaproduktif Ada,dalam pengolahan hasil

pertanian

Pengembangankapasitaslokal Cukup baik

Kapasitaskemampuanpengelolaan PLTMH Kurang

Kemudahanakses pasar Kurang

Page 348: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 5. Kondisi Pemukiman warga dusun Salena

b. Kondisi Elektrifikasi.

Suplai energy listrik dusuniniberasaldarienergi Surya yang di peroleh dari

proyek pemerintah, namun belum merata dan tidak seluruh rumah mendapatkan

panel surya. Saat ini banyak yang telah mengalami kerusakan akibat dari ketidak

pahaman masyarakat untuk merawat komponen sistem

tersebut.Jumlahpenggunaanlistriktiaprumahberkisar24- 50 watt yang

sebagianbesarlistriknyadigunakanuntukmenyalakan 3 buahlampupijar.

Sebuahtelevisi umum yang di letakkan di balai pertemuan masyarakat,

penggunaan listrik terbatas hanya pada malam hari berkisar 8 jam. Melihat hal

tersebut maka daya listrik yang tersedia belummemadai untuk digunakan bagi

upaya peningkatankesejahteraan masyarakat.

Tabel 2. Penggunaan Listrik Pedesaan

Keterangan Jumlah Daya Jumlah

Daya

Penggunaan lampu 3 titik 8 watt 24 watt

Penggunaan Televisi Berwarna 1 unit 45 watt 45 watt

Kebutuhan catu daya tiap rumah 70 watt

Page 349: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

344

Tabel 3 Estimasi Kebutuhan Daya Listrik Dusun Salena

No. Uraian Jumlah Daya Listrik/

Unit

Jumlah Daya

listrik

1 Rumah 89 70 Watt 6,2 KWatt

2 Penerangan Fasilitas

Umum

4 70 watt 2,8 KWatt

3 Penerangan Jalan 20 50 Watt 1 KWatt

Total 10 KWatt

HASIL

a. Potensi Sumber Daya Alam Pendukung

Potensi bahan bangunan lokal di wilayah Dusun Salena, khususnya di

sekitar lokasi identifikasi rencana PLTMH cukup memadai. Bahan bangunan

seperti batu dan pasir banyak terdapat di sekitar Sungai. Kebutuhan kayu

bangunan secara selektif dapat diperoleh dari hutan disekitar wilayah dusun.

Bahan bangunan lainnya seperti semen, besi, bata dapat dibeli di Kecamatan Silae

Kota Palu.

b. Kondisi Topografi

Aliran sungai yang akan digunakan untuk rencana PLTMH berasal dari

Sungai Salena yang bersumber dari sumber mata air yang terdapat di pegunungan

Palu, yang mengalir di antara celah pegunungan dari arah Barat menuju ke arah

Timur dan bermuara di Teluk Palu. Berdasarkan pengamatan lapangan,

kemiringan tanah di sepanjang sungai Salena memiliki relatif cukup terjal

dengan kondisi dasar sungai didominasi oleh batuan keras dan berumput di

sisi sungai.

Lokasi pengamatan dilaksanakan di aliran Sungai Salena

mempertimbangkan kemiringan sungai dan Daerah Aliran Sungai. Pemilihan

lokasi potensial ini dengan mempertimbangkan profil tinggi head dan saluran air

serta debit air aliran sungai yang ada. Pengambilan data potensi daya air

dilakukan dengan menggunakan peralatan bantu :

1. Digital Current meter/ flow meter dan GPS

Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan aliran sungai

2. Altimeter, untuk mengetahui ketiggian posisi. Hal ini penting untung

mengetahui seberapa besar nilai head.

Page 350: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

3. Meteran, digunakan untuk mengukur lebar atau luas basah aliran sungai

Gambar 6 Lokasi Pengamatan Aliran Sungai

c. Data Pengamatan Sungai Salena

Pengambilan data dilakukan sebanyak 5 kali pada bulan yang berbeda, guna

mengetahui kondisi aliran sungai dan diambil pada dua titik di aliran sungai untuk

melihat perbedaan debit aliran di sepanjang alur sungai dengan pertimbangan

lokasi pengalihan aliran menuju bak penampung dan turbin. Untuk mendapatkan

luas penampang aliran sungai, maka tiap lokasi lebar sungai dibagi menjadi 10

titik pengukuran kecepatan dan kedalaman air yang kemudian akan di pergunakan

dalam perhitungan debit aliran.

A. Lokasi I

NO LEBAR SUNGAI (m) Kedalaman sungai (m) Kecepatan (m/s)

1

3

0,25 0,98

2 0,3 0,96

3 0,345 0,99

4 0,42 1

5 0,4 1

6 0,38 0,99

7 0,43 1

8 0,4 1

9 0,37 1

10 0,3 0,98

Rata-rata 0,99

Denganbantuansoftware Autocad, maka di peroleh luas penampang basah (A)

aliran sungai pada lokasi I : 0,98 m2. Berdasarkan kondisi aliran sungai Salena

yang berbatu dan berumput, maka faktor koreksi (Cs) yang dipilih sebesar 0,85

(range 0,6-0,9) maka debit aliran pada lokasi I adalah :

Page 351: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

346

Q = A .Cs. v

= 0,98 m2 x 0,85 x0.99 m/det

= 0,825 m3/det

Gambar7.Luasan basah areasungai Lokasi I

Gambar 8. Foto Lokasi I

B. Lokasi II

Lokasi II berjarak sekitar 600 meter dari lokasi I dan lebih dekat dari

permukiman, data pengamatan rata-rata kecepatan dapat dilihat pada tabel

berikut:

NO Lebar Sungai (m) Kedalaman sungai (m) Kecepatan sungai (m/s)

1

18

0,08 0,66

2 0,095 0,79

3 0,2 0,8

4 0,205 0,85

5 0,21 0,76

6 0,225 0,94

7 0,17 0,89

8 0,16 0,68

9 0,15 0,89

10 0,07 0,76

Rata-rata 0,802

Dengan menggunakan software Autocad di dapatkan luas penampang basah

sungai pada lokasi sungai (A) = 0,254 m2

Page 352: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar9.LuasPenampang Basahsungai Lokasi II

Sehingga debit aliran pada lokasi II:

Q = A .Cs. v

= 0,254 m2x 0,85 x0.802 m/det

= 0,17 m3/det

Gambar 10. Foto Lokasi II

TINGGI JATUH (HEAD)

Kondisi daerah dusun Salena yang terletak di punggung pegunungan Palu

memiliki kontur yang cukup terjal, aliran Sungai Salena yang mengalir di celah

pegunungan memiliki potensi yang cukup baik untuk mendapatkan tinggi jatuh

air yang memadai dalam pemanfaatannya pada PLTMH.

Pemilihan lokasi penempatan bak penenang dan penempatan turbin air,

dengan pertimbangan tinggi jatuh air (head) yang cukup dan tidak jauh dari

pemukiman penduduk Dari pengamatan di lokasi di dapatkan lokasi dengan tinggi

jatuh air 20 meter. Head tersebut merupakan beda ketinggian antara rencana

elevasi muka air di Head bak penenang dengan sumbu turbin yang terletak di

dalam rumah pembangkit. Estimasi tinggi jatuh efektif (Net Head) dengan

mempertimbangkan rugi-rugi aliran pada saluran pembawa dan pipa penstock

direncanakan tinggi jatuh efektif sebesar19 m. Jenis pembangkit yang sesuai dengan

kondisi topografi PLTMH Salena merupakan pembangkit ―Run off River‖ .

Perhitungan daya hidrolik (daya rencana) menggunakan persamaan :

Page 353: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

348

Ph = Q x Hnet x g x ηT x ηG xηtr

Dimana :

Ph : Daya Hidraulik (daya bangkitan) (KW)

Q : Debit (m3/s)

Hnet : Tinggi jatuh netto (m)

g : Gaya graftasi (9,81 m/s2)

ηT : Efesiensi Turbin ( di pilih 70%)

ηG : Efesiensi Generator (di pilih 80%)

ηTr : Efesiensi Transmisi (dipilih 95%)

Tinggi jatuh efektih (Hnet) ditentukan dari pengurangan rugi-rugi gesekan

dan turbulensi dalam head tank, dan penstok (Hloss) terhadap tinggi jatuh air

(Hg). Headloss yang direncanakan berkisar 5%. Estimasi efisiensi turbin,

efisiensi generator dan efisiensi transmisi mekanik masing-masing merupakan

efisiensi sistem untuk turbin, generator sinkron dan penggunaan V belt yang

diperoleh berdasarkan spesifikasi manufaktur. Sehingga estimasi daya yang ada dari

pengukuran untuk kedua lokasi adalah :

Tabel 6. Data perhitungan Daya Hidrolik S. Salena

No. Uraian Simbol satuan Lokasi I Lokasi II

1. Debit Q m3/s 0,825 0,17

2 Tinggi Jatuh H m 20 20

3. Head Efektif He m 19 19

4. Efesiensi Turbin T - 0,7 0,7

5. Efesiensi Generator G - 0,8 0,8

6. Efesiensi Transmisi Tr - 0,95 0,95

Estimasi Daya Bangkitan P KW 81,7232 16,8399

Dari tabel 6, hasil perhitungan daya hidrolik sungai Salena, terlihat

perbedaan yang cukup besar antara lokasi I dan Lokasi II, hal ini di akibatkan oleh

adanya aktifitas galian C, berupa penambangan batu pecah (batu kerikil) di

punggung pegunungan, tidak jauh dari alur sungai pada lokasi II, mengakibatkan

terganggunya alur sungai dan menurunkan kapasitas aliran. Selain hal itu, aktifitas

Page 354: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

penebangan hutan menyebabkan kerusakan daerah tangkapan air hujan

(catchment area) yang berdampak pada debit aliran sungai.

Pengamatan alur sungai Salena, pernah dilaksanakan pada tahun 2007,

dimanajika dibandingkan dengan kondisi sungai pada pengambilan data pada

bulan Agustus-September 2013, perubahan alur sungai Salena terjadi cukup

siginifikan seperti yang di tunjukkan pada gambar berikut ini.

Merujuk dari tingkat kebutuhan daya listrik dusun Salena sebesar 10 KW,

maka potensi Sungai Salena yang tersedia cukup memadai digunakan bagi

PLTMH untuk dusun Salena.

d. MenentukanJenisTurbin

Berdasarkan hasil pengamatan untuk kedua lokasi berkisar 0,17 m3/s hingga

0,85 m3/s dan tinggi jatuh air efektif 19 m, maka menentukanjenisturbin yang

akandigunakandenganmelihatgrafik Turbine Application chart. Pada gambar

11.Maka, jenisturbin yang akandigunakanyaituturbinjenisTurbin aliran silang

(Crossflow) atau dapat juga menngunakan jenis Propeller. Posisi penempatan

pembangkit berjarak 200 m dari pemukiman, sehingga memberikan beberapa

keuntungan antara lain :

Instalasi energy listrik akan relatif lebih pendek.

Perawatan instalasi pembangkit lebih mudah, karena posisi

pembangkit lebih mudah dijangkau.

Mobilitas bahan pembangunan lebih mudah dan efisien, dibandingkan

jika pembangkit di letakkan jauh ke sumber aliran sungai

Gambar 11. Turbine Application Chart

Page 355: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

350

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Sungai Salena layak untuk dimanfaatkan bagi Pembangkit listrik Tenaga

Mikro Hidro (PLTMH) dengan menggunakan jenis pembangkit Diversion

atau run of rifer.

2. Potensi daya hidrolis sunga Salena berkisar antara 15 KW hingga 80 KW.

3. Di butuhkan sosialisasi yang intensif kepada masayarakat guna meningkatkan

kesadaran dalam menjaga dan memelihara kondisi alam sekitar dusun Salena,

khususnya aliran Sungai Salena.

4. Dalam pembangunan PLTMH, harus melibatkan masyarakat sekitar untuk

menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki tinggi, sehingga manfaat

5. PLTMH dapat dirasakan dalam waktu yang lama dan berkelanjutan.

6. Di butuhkan pelatihan baik dari sisi Teknis maupun ekonomis dalam

pengoperasian PLTMH, serta metoda pemanfaatan energi secara efisien untuk

usaha produktif masyarakat Salena.

7. Diperlukan pembinaan dari budaya dan kultur agar dapat mencegah

timbulnya pergesaran nilai akibat dari cepatnya arus informasi.

DAFTAR PUSTAKA

IMIDAP (Integrated Microhydro Development and Application Program),

―BUKU UTAMA PEDOMAN STUDI KELAYAKAN PLTMH‖, Direktorat

Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral, 2008.

BENT SORENSN, ― Renewable Energy Its Physics, Engineering, Use,

Environmental Impacts, Economy and Planning aspects‖, 3rd

ed. , Elsevier

Science , 2004.

Abdul Kadir, ENERGI Sumber Daya,Inovasi, Tenaga Listrik Dan Potensi

Ekonomi, Edisi Ke-2, UI-Press. Jakarta. 1995

FRITZ DIETZEL dan DAKSO SRIYONO, ―Turbin Pompa dan Kompresor‖

Erlangga, Jakarta, 1990.

Page 356: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

C.C. WARNICK, HOWARD A. MAYO, JAMES L. CARSON DAN LEE H.

SHELDON, ―Hydropower Engineering‖, Prentice-Hall,Inc, Englewood Cliffs,

New Jersey, 1984.

ARISMUNANDAR, ―Penggerak Mula Turbin‖, Universitas ITB, Bandung, 1977.

ARISMUNANDAR dan SUSUMUMU KUWAHARA, ―Pembangkitan Dengan

Tenaga Air‖, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid I, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1974.

Page 357: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

352

PERAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO DALAM

PENINGKATAN SDM TRANSPORTASI

Jurair Patunrangi

Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Universitas Tadulako

Email: [email protected]

ABSTRAK

Negara yang maju adalah negara yang memiliki sistim transportasi yang baik,

hal itu dapat dilihat dari sistim pelayanan transportasinya, pelayanan yang baik dapat

diukur dari tersedianya sarana dan prasarana yang memadai sehingga arus pergerakan

barang, orang dan kendaraan (BOK) dapat berjalan aman, lancar, tertib, ekonomis

dan sesuai lingkungan. Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan terhadap sistim

pelayanan transportasi (BOK), terlihat bahwa permasalahan transportasi di Provinsi

Sulawesi Tengah belum begitu akut, namun gejala ke arah sistem pelayanan

transportasi yang buruk sudah mulai terlihat. Untuk mengantisipasi permasalahan

tersebut, dibutuhkan berbagai kajian mendalam untuk mengatasi permasalahan di

masa datang. Peran perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

dalam menjawab tantangan permasalahan transportasi di Sulawesi Tengah, melalui

tridarma perguruan tinggi dengan senantiasa mempersiapkan dan meningkatkan

sumberdaya manusianya.

Kata Kunci: Peran Fakultas Teknik, Sumberdaya Manusia, dan Transportasi.

Latar Belakang

Transportasi adalah pergerakan orang dan barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan berbagai tujuan perjalanan dan menggunakan berbagai moda/alat

angkut yang memungkinkan. Perjalanan dilakukan dengan maksud tertentu, dan

sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan sehingga

mendatangkan manfaat. Diharapkan manfaat tersebut lebih besar dari sumber

daya (terutama biaya) yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan.

Transportasi merupakan salah satu komponen yang mutlak penting bagi

pencapaian tujuan pembangunan masa kini dan masa mendatang. Berbagai studi

telah menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan

pembangunan adalah negara-negara yang memiliki sistem transportasi yang

memadai dalam memenuhi kebutuhan dinamis penduduknya. Namun demikian,

agar pembangunan transportasi nasional lebih efisien, efektif dan memberikan

nilai tambah bagi sektor lain serta tidak menimbulkan berbagai dampak negatif

Page 358: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

bagi masyarakat dan lingkungan, maka perlu disusun dan dirumuskan rencana

pembangunannya. Salah satu bentuk rencana yang penting untuk disusun dan

dirumuskan yakni rencana dalam penelitian dan pengembangan teknologi dan

manajemen transportasi.

Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi merupakan salah satu

tugas penting yang harus dilakukan pemerintah dalam mencapai tujuan

pembangunan nasional. Hal ini karena dengan adanya pengembangan teknologi

dan manajemen transportasi, maka perpindahan dan pergerakan barang, orang dan

kendaraan (BOK) dari satu tempat ke tempat lain dapat berjalan lebih cepat,

efisien, efektif, murah dan sesuai lingkungannya.

Walaupun kemajuan transportasi memiliki korelasi erat dengan

pembangunan peradaban, namun keberhasilannya sangat berkaitan erat dengan

berbagai kompleksitas dari faktor-faktor lainnya, seperti kualitas, biaya dan

tingkat pelayanan sistem transportasi itu sendiri. Tanpa perhatian terhadap faktor-

faktor ini, maka hampir dipastikan kemajuan di bidang transportasi dapat

menimbulkan berbagai biaya sosial (social costs) baik berupa kecelakaan,

kemacetan, kebisingan, dan polusi.

Penelitian dan pengembangan teknologi/ manajemen transportasi tentu

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai tujuan

pembangunan. Melalui penelitian, maka tidak saja dapat diidentifikasi dan

dianalisis faktor-faktor atau komponen (input factors) yang ada dalam

pembangunan sistem transportasi, melainkan juga dapat diungkapkan masalah dan

isu-isu yang terjadi di sektor transportasi.

Hasil identifikasi dan analisis itu selanjutnya berguna untuk merumuskan

kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan teknologi yang diperlukan dan

langkah-langkah yang harus diambil dalam menjawab dinamika kebutuhan

masyarakat di bidang transportasi.

Besarnya tantangan di bidang transportasi tersebut sehingga peran

perguruan tinggi tidak terkecuali Universitas Tadulako (Fakultas Teknik Jurusan

Sipil), dituntut untuk lebih mengembangkan perannya terutama dalam

mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam rangka menjawab

tantangan pembangunan dimasa datang.

Page 359: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

354

Konsep Perencanaan Transportasi Perkotaan

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

perencanaan kota. Rencana kota tanpa mempertimbangkan pola transportasi yang

terjadi akan banyak menimbulkan permasalahan lalu lintas di masa mendatang.

Keterkaitan perencanaan transportasi dan perencanaan kota, maka penetapan suatu

bagian kota menjadi tempat kegiatan tertentu, misalnya kawasan perbelanjaan,

bukanlah sekedar memilih lokasi. Pemilihan lokasi strategis merupakan hal

penting, namun kesesuaian dengan rencana tata guna lahan harus menjadi

landasan pengembangan kawasan selain perkiraan bangkitan/tarikan perjalanan

yang ditimbulkan.

Perencanaan transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang

tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan manusia dan

barang bergerak atau berpindah tempat dengan cepat, aman, nyaman, dan murah.

Perencanaan transportasi merupakan suatu proses yang dinamis dan tanggap

terhadap perubahan tata guna lahan, kondisi ekonomi, dan pola perjalanan. Modal

yang dikeluarkan untuk menerapkan sistem transportasi sangat besar sehingga

perencanaan sistem transportasi yang tidak komprehensif mencakup aspek-aspek

yang akan terlibat di dalamnya seperti: pola tata guna lahan, pola jaringan jalan,

pola penyebaran penduduk, dan pola kebutuhan pergerakan penduduk, akan

menimbulkan permasalahan yang serius terhadap pengembangan kota. Salah satu

cara untuk mencapai sasaran umum dalam perencanaan transportasi adalah

membuat kebijakan atas: (lihat Gambar 1)

1. Sistem Kegiatan; perencanaan tata guna lahan yang baik dapat mengurangi

keperluan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi semakin

mudah.

2 Sistem Jaringan; dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pelayanan

prasarana yang ada seperti pelebaran jalan dan memperluas jaringan jalan

termasuk pembangunan jalan baru.

3. Sistem Pergerakan; dapat dilakukan melalui teknik dan manajemen lalu

lintas serta fasilitas angkutan umum yang baik.

Page 360: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 1. Sistim Transportasi Makro (Sumber: Ofyar Z Tamin)

Urutan pertama konsep yang dapat menyatukan hubungan dasar antara

ketiga sistem tersebut di atas adalah aksesibilitas atau daya hubung. Aksesibilitas

merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan

dalam suatu perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh

aksesibilitas. Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan

atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola

perjalanan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian

mempengaruhi jaringan transportasi yang pada akhirnya akan memberikan

pengaruh pada sistem transportasi secara keseluruhan.

Gambar 2 berikut ini akan memberikan ilustrasi dari hubungan tersebut.

Pada dasarnya tata guna lahan dan sistem transportasi merupakan dua sistem yang

saling mempengaruhi. Pola tata guna lahan harus dibedakan dengan pertumbuhan.

Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi sering kali terjadi perubahan tata

guna lahan, namun hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan transportasi.

Page 361: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

356

Gambar 2. Keterkaitan Antara Faktor-Faktor yang Terkait Dengan

Transportasi Menyebabkan Tingginya Kompleksitas

Permasalahan Perencanaan yang Dihadapi.

(Sumber:Wright, Paul H, 1989)

Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh

tehadap pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna

lahan dapat memainkan peranan yang penting dalam kebijakan dan program

pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi akan

menimbulkan biaya tinggi apabila tidak diatur pengelolaannya dengan baik. Namun

dengan manajemen yang baik pun, perbaikan tingkat pelayanan (level of service)

dari arteri yang ada hanya terjadi sementara. Peningkatan pelayanan akan

berkolerasi dengan peningkatan aktivitas, yang akan pula membangkitkan lalu

lintas lebih banyak. Dan akhirnya akan menurunkan kinerja pelayanan lalu lintas.

Gambar 3 mengilustrasikan permintaan terhadap peningkatan jalan baru dan

dampak yang timbul dalam satu lingkaran yang berkelanjutan.

Rencana tindakan yang perlu dilakukan sebagai solusi permasalahan yang

ditimbulkan akibat pengembangan tata guna lahan dan sistem transportasi di atas,

adalah:

1. Kebijakan pemerintah dengan pengembangan wilayah mikro maupun

makro.

2. Pengembangan sistem transportasi dan penyediaan tingkat pelayanan yang

baik.

3. Peningkatan investasi infrastruktur dalam sektor transportasi dan

peningkatan pendapatan penduduk.

Pola Kegiatan Aksesibilitas

Transportasi

Penataan Lahan

Page 362: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Gambar 3. Lingkaran Setan Problema Transportasi (Stover V.G, 1988).

Proses perencanaan transportasi dikembangkan dari evaluasi terhadap

alternatif rencana tata guna lahan. Proses ini akan memberikan informasi terhadap

kesesuaian tata guna lahan di masa mendatang dan asumsi sistem transportasi

yang akan dikembangkan. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kinerja

aksesibilitas sistem transportasi dan pola tata guna lahan. Syarat aksesibilitas yang

baik adalah kemudahan melakukan perjalanan yang aman, nyaman, cepat dan

tidak mengalami hambatan. Persoalannya aksesibilitas yang baik sering

merugikan aspek lingkungan, bahkan setelah lingkungan dikorbankan pun,

persoalan aksesibilitas tetap ada. Sementara lingkungan yang baik adalah

lingkungan yang tidak banyak terganggu oleh lalu lintas.

Masalah Transportasi di Sulawesi Tengah

Permasalahan sistem transportasi nasional merupakan suatu permasalahan

yang sangat kompleks dan dapat ditinjau dari berbagai perspektif. Dari perspektif

pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, permasalahan yang

dihadapi adalah: (1) regulasi, (2) pemanfaatan dan pengembangan teknologi, serta

(3) manajemen transportasi, untuk memenuhi kebutuhan transportasi nasional

yang aman, nyaman, terjangkau dan ramah lingkungan. Ketiga permasalahan

Peningkatan Jalan

Peningkatan

Aksesibilitas

Peningkatan Lahan Meningkatkan Konflik

Lalu Lintas

Perubahan Tata Guna

Lahan

Meningkatkan

Pembangkit Lalulintas

Tingkat Pelayanan

Buruk

Page 363: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

358

tersebut saling terkait dan dirasakan oleh pelaku transportasi baik pada

transportasi jalan, sungai, danau dan penyeberangan (SDP), laut, dan udara, meski

dalam tingkat yang berbeda.

Masalah transportasi di Sulawesi Tengah serupa dengan kota-kota lainnya

yang sudah lebih maju, meskipun belum akut. Permasalahan itu antara lain;

a. Rute angkutan kota yang telah ditetapkan belum berjalan sesuai harapan,

sehingga evaluasi terhadap jaringan rute angkutan umum tidak dapat

dilakukan seperti; (load factor, waktu tunggu, lama perjalanan, dll),

b. Belum tersedianya rute angkutan barang, sehingga kendaraan dengan

muatan yang melebihi kapasitas daya dukung jalan dapat bergerak secara

bebas di dalam kota yang pada akhirnya akan merusak konstruksi jalan,

c. Penutupan jalan pada saat acara suka maupun duka dengan seenaknya dapat

dilakukan masyarakat tanpa memperdulikan kepentingan pengguna jalan,

hal ini dapat merugikan pengguna jalan seperti: waktu tempuh bertambah

karena harus berputar mencari jalan alternatif, terjadi pemborosan bahan

bakar, tundaan dll,

d. Perlu penetapan fungsi hirarki jalan dalam kota/ibukota kabupaten agar pola

pergerakan dapat berjalan sesuai fungsinya (arteri, kolektor dan lokal),

e. Pembangunan fasilitas penarik pergerakan yang tidak dilengkapi dengan

fasilitas parkir, menyebabkan kendaraan menggunakan sebahagian badan

jalan, hal ini dapat mengurangi kapasitas jalan dan menurunkan kecepatan

pengguna jalan,

f. Sistim perparkiran belum tertata baik, sehingga potensi pendapatan dari

sektor perparkiran belum optimal sebagai sektor pendapatan yang cukup

menjanjikan,

g. Perlu penertiban angkutan feeder (ojek, dokar dan becak), sehingga fungsi

angkutan pra dan pasca perjalanan tidak mengambil alih peran angkutan

umum.

Peran Fakultas Teknik Universitas Tadulako dalam Peningkatan

Kompetensi Sumberdaya Manusia Transportasi

Perguruan tinggi merupakan lembaga yang sangat strategis dalam

mendorong percepatan pembangunan di daerah Sulawesi Tengah, dimana

Page 364: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

perguruan tinggi memiliki keunggulan seperti sumber daya manusia yang

melimpah, kemampuan membuat riset dan kajian, sehingga keberadaan perguruan

tinggi seyogyanya berperan sebagai agen pembangunan (agent of development).

Universitas Tadulako diharapkan dapat mengambil peran tersebut mengingat

Jurusan Sipil memiliki sumber daya manusia yang memadai.

Dengan potensi sumber daya manusia tersebut, sudah sewajarnya bila

Universitas Tadulako mampu mengambil peran dalam pembangunan bukan hanya

dalam skala regional melainkan juga dalam skala nasional. Dalam konteks

pembangunan transportasi di Sulawesi Tengah, beberapa hal yang dapat

diperankan oleh Fakultas Teknik Jurusan Sipil, melalui tridharma perguruan

tinggi antara lain:

1. Pendidikan dan Pengajaran; Membangun sumber daya manusia yang

berkualitas dengan senantiasa meningkatkan peran sebagai lembaga

pendidikan tinggi. Hal ini bermakna sangat strategis karena pembangunan

dewasa ini membutuhkan sumber daya manusia sebagai salah satu variabel

utama yang menentukan keberhasilannya.

2. Penelitian; Membantu mahasiswa dalam melakukan penelitian dalam

rangka mengevaluasi sistim transportasi yang sedang berjalan baik di kota

Palu maupun kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah; Dapat

membantu pemerintah melakukan studi tentang kebijakan transportasi untuk

memudahkan penentuan skala prioritas pembangunan sarana dan prasarana

transportasi berdasarkan kebutuhan daerah; melakukan studi evaluatif untuk

peningkatan efisiensi dan efektivitas.

3. Pengabdian Pada Masyarakat; Membangun kerjasama dengan pemerintah

daerah melalui Kuliah Kerja Profesi dalam mempersiapkan database sarana

dan prasarana transportasi; Dapat membantu pemerintah dalam melakukan

sosialisasi dan pelatihan tentang pentingnya peranan sistim transportasi

yang berjalan dengan baik kepada para pelaku transportasi (pengguna,

operator dan petugas lapangan); Dapat berpartisipasi dalam

mengembangkan pemikiran kepada kelompok swadaya, organisasi dan

lembaga yang peduli terhadap persoalan transportasi.

Page 365: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

360

Penutup

Demikianlah beberapa buah pemikiran yang dapat saya kemukakan, sebagai

insan akademisi saya menaruh harapan besar kepada Universitas Tadulako

(Fakultas Teknik Jurusan Sipil, KDK Transportasi) untuk senantiasa berada di

depan dalam memberikan kontribusi pemikiran dan ikut berperan lebih besar

dalam pembangunan daerah di Sulawesi Tengah khusunya dan skala nasional

pada umumnya. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, Universitas Tadulako

dituntut untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu dan tenaga-tenaga

pembangunan yang trampil dan profesional.

Hanya dengan menyiapkan sumber daya manusia yang bermutu dan tenaga-

tenaga profesional yang berkualitas kita akan mampu menghadapi tantangan masa

depan yang lebih berat, dengan tingkat kompleksitas masalah yang lebih rumit.

Tidak terlalu berlebihan bila tumpuan harapan itu dibebankan masyarakat

Sulawesi Tengah kepada Universitas Tadulako yang sekarang sedang tumbuh

menjadi salah satu universitas terbaik di Sulawesi.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, I., Yani, A., dan Sutiono, E., 1995, Menuju Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan yang Tertib, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.

Bambang dkk, 2004, Referensi Ringkas Bagi Proses Advokasi Pembangunan

Transportasi, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Jakarta

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI, 1999,

Pedoman Perencanaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Utama,

PT. Media Saptakarya, Jakarta.

Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, Dirjen Perhubungan Darat,

Departemen Perhubungan RI, 1998, Pedoman Perencanaan dan

Pengoperasian Fasilitas Parkir, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI, 1997, Manual

Kapasitas Jalan Indonesia, Jakarta.

Patunrangi, J., (2000), Pengaruh Perubahan Sistem Zona Terhadap Tingkat

Akurasi Matriks Asal-Tujuan (MAT) Berdasarkan Informasi Arus Lalu

lintas Jurnal Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB).

Page 366: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Patunrangi, J., (2001), Pengaruh Rute Bebas Angkutan Kota Terhadap

Kehilangan Waktu Perjalanan (Studi Kasus Trayek Terminal Masomba –

Manonda, Jurnal MEKTEK Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu.

Patunrangi, J., (2002) Studi Model Bangkitan Pergerakan Dengan Metode Regresi

(Studi Kasus BTN Palupi Kota Palu). Jurnal MEKTEK Fakultas Teknik

Universitas Tadulako, Palu. Jurnal MEKTEK Fakultas Teknik Universitas

Tadulako, Palu.

Patunrangi, J., 2003, Strategi Penanganan Angkutan Umum Di Kota Palu, Makalah

Presentasi Mencari Solusi Permasalahan Angkutan Umum Perkotaan di

Kota Palu, Dinas Perhubungan Kota Palu.

Patunrangi, J., (2003) Studi Karakteristik dan Model tarikan Pergerakan Fasilitas

Pelayanan Rumah sakit di Kota Palu, Jurnal SMARTEK Fakultas Teknik

Universitas Tadulako, Palu.

Patunrangi, J., (2004) Studi Karakteristik Dan Model Tarikan Pergerakan

Fasilitas Layanan Swalayan Di Kota Palu, Jurnal MEKTEK Fakultas

Teknik Universitas Tadulako, Palu.

Patunrangi, J., (2009), Studi Persepsi Pengguna Angkutan Kota Di Kota Palu,

Jurnal SMARTEK Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu.

Patunrangi, J., (2010), Model Bangkitan Pergerakan Zona Kecamatan Palu Utara,

Kota Palu, Jurnal MEKTEK Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu.

Menteri Perhubungan RI, 1993, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65

tahun 1993 Tentang; Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, Jakarta.

Menteri/Sekretaris Negara RI, 1992, Undang-undang Republik Indonesia No. 14

Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta.

Munawar, Ahmad, 2004. Manajemen Lalu Lintas Perkotaan, Beta Offset,

Jogjakarta.

Morlok, Edward K. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Edisi

III. Erlangga. Jakarta.

Nasution, HMN, 1996, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Oglesby, C.H., Hicks, R.G., 1982, highway Engineering, Fourth Edition, John

Wiley and Sons, Inc, New York.

Pignataro, L,. J,. 1973, Traffic Engineering Theory and Practice, Prentice Hall,

Englewood.

Page 367: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

362

Tamin, O. Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Edisi II. Institut

Teknologi Bandung. Bandung.

Transportation Research Board, National Research Council, 2000, Highway

Capacity Manual, Washington D.C.

Vuchic, V. R., 1981, Urban Transportation System and Technology, Prentice

Hall, New Jersey.

Page 368: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

PENEMPATAN LOKASI TIANG JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER

MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFOMARTION SYSTEM (GIS)

Deny Wiria Nugraha1, Yuli Asmi Rahman

1

1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako

Email : [email protected],

[email protected]

ABSTRACT

In electrical distribution network, problem of demanding achievement of optimum

condition of system operational performance is essential. One of the factors necessary to

consider in the designing of the primary electrical distribution network is cost. Cost is closely

related to length of cable used. It highlights the importance of calculating the minimum

length of cable required in a network. The cable should be not only with as minimal as

possible in length, but also regulated for better arrangement.

Actually, in regulating the cable installation, longer path is more frequently selected. One of

the ways of achieving optimization condition is to use algorithm to determine a minimum

spanning tree of the primary electrical distribution network system. The research was

conducted by designing a graph model of primary electrical distribution network in

appropriate with the data obtained. Based on the graph, each was weighted for distance or

length of network cable by using the ArcView GIS 3.3. The data were then calculated and

simulated by using computer to gain a minimum spanning tree of the primary electrical

distribution network using the Prim’s algorithm.

Key Words : Graph, Minimum Spanning Tree, Prim’s Algorithm, Primary Electrical

Distribution Network

PENDAHULUAN

Banyak permasalahan yang dapat dimodelkan dengan menggunakan graf,

khususnya di bidang teknologi informasi. Salah satunya adalah masalah dalam

pencarian pohon merentang minimum. Termasuk didalamnya adalah mencari

panjang minimum kabel dari suatu penataan jaringan distribusi listrik primer.

Masyarakat konsumen tenaga listrik saat ini selain menuntut kontinuitas

pelayanan daya juga telah makin sadar akan kualitas layanan pasokan tenaga

listrik yaitu kestabilan tegangan dan frekuensi. Di lain pihak produsen tenaga

listrik dipacu untuk mengoperasikan sistem kelistrikan dengan ekonomis untuk

mencapai efisiensi usaha. Salah satu cara dengan mengatur sistem distribusi listrik

dengan baik untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber sampai ke konsumen.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain jaringan distribusi listrik

primer adalah biaya. Biaya berkaitan erat dengan panjang kabel yang digunakan.

Hal ini menyebabkan pentingnya menghitung panjang minimum kabel yang

dibutuhkan dari suatu jaringan. Selain panjang kabel yang dipergunakan

Page 369: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

364

seminimal mungkin, juga perlu dipertimbangkan pengaturan penataan kabel

tersebut. Kenyataannya, dalam mengatur pemasangan kabel, seringkali memilih

jalur yang lebih panjang. Dampak lain yang ditimbulkan jika kabel terlalu panjang

melewati batas maksimum adalah nilai drop tegangan yang melebihi batas

toleransi.

Dalam jaringan distribusi listrik primer, masalah tuntutan pencapaian kondisi

optimum unjuk-kerja sistem adalah sangat penting. Kondisi tersebut dapat dicapai

dengan menentukan pohon merentang minimum (minimum spanning tree) dari

sistem jaringan distribusi listrik primer.Dalam penelitian ini dirancang model

jaringan distribusi listrik primer dalam suatu graf dengan bobot masing-masing

berupa panjang kabel jaringannya. Selanjutnya dihitung dan disimulasikan oleh

program komputer untuk mendapatkan pohon merentang minimum jaringan

distribusi listrik primer dengan menggunakan algoritma Prim. Studi kasus yang

diambil adalah pada jaringan distribusi listrik primer yang ada di wilayah kota

Palu, Sulawesi Tengah.

Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E), ditulis dengan notasi

G = (V, E). Dalam hal ini, V merupakan himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

(vertices atau node) digambarkan dalam titik-titik, dan E adalah himpunan sisi-sisi

(edges atau arcs) digambarkan dalam garis-garis yang menghubungkan sepasang

simpul (Munir, 2009). Dapat dikatakan graf adalah kumpulan dari simpul-simpul

yang dihubungkan oleh sisi-sisi. Graf dapat digambarkan pada gambar 1.

A C

B

e4

e2

e1 e3

Gambar 1. Graf G

Pada gambar graf G diatas, graf terdiri dari himpunan V dan E yaitu:

V = (A, B, C)

E = (e1, e2, e3, e4); bisa ditulis {(A,B),(B,C),(B,C),(A,C)}

Graf berbobot adalah graf yang setiap sisinya diberi sebuah harga. Bobot pada

tiap sisi dapat berbeda-beda bergantung pada masalah yang dimodelkan dengan

graf. Bobot dapat menyatakan jarak antara dua buah tiang listrik, kapasitas, biaya

Page 370: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

perjalanan antara dua buah kota, waktu tempuh pesan (message) dari sebuah simpul

komunikasi ke simpul komunikasi lain, ongkos produksi, dan sebagainya. Untuk

lebih jelasnya, graf berbobot dapat digambarkan pada gambar 2.

a

b

cd

e

10

8

12

911

14

15

Gambar 2. Graf berbobot

Apabila G adalah graf berbobot, maka bobot pohon merentang T dari G

didefinisikan sebagai jumlah bobot semua sisi di T. Pohon merentang yang berbeda

mempunyai bobot yang berbeda pula. Diantara semua pohon merentang dalam graf

G, pohon merentang yang berbobot minimum dinamakan pohon merentang

minimum. Pohon merentang minimum ini mempunyai terapan yang luas dalam

masalah riil (Munir, 2009).

Jika dimisalkan akan dibangun jaringan distribusi listrik primer yang

menghubungkan sejumlah titik tiang di suatu daerah, dalam rancangannya

digambarkan pada gambar 3.

Gambar 3. Contoh graf rancangan jaringan distribusi listrik primer

dan pohon merentang minimum yang terbentuk

Langkah-langkah menghitung total jarak minimum dari suatu graf sebagai

berikut:

a. Dari suatu graf yang terbentuk, perhatikan apakah memenuhi kriteria suatu

pohon merentang.

b. Lakukan pelacakan secara berurutan mulai dari simpul pertama sampai dengan

simpul terakhir.

A

B

E

F

G

HD

C

40

45

15 35

25

30

20

50

14

10

48

A

B

E

F

G

HD

C

15 35

25

30

20

14

10

Page 371: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

366

c. Pada setiap simpulnya perhatikan nilai (bobot) tiap-tiap sisinya.

d. Ambil nilai yang paling kecil artinya jarak terpendek dari setiap sisi simpul.

e. Lanjutkan sampai seluruh simpul tergambar pada pohon merentang.

f. Jumlahkan nilai yang telah dipilih atau jarak minimum yang menghubungkan

simpul-simpul tersebut.

Oleh karena tidak perlu mengurutkan terlebih dahulu, algoritma Prim cocok

untuk pohon dengan jumlah simpul banyak. Algoritma Prim akan selalu berhasil

menemukan pohon merentang minimum tetapi pohon merentang yang dihasilkan

tidak selalu unik. Strategi yang digunakan adalah strategi Greedy dengan

menganggap bahwa pada setiap langkah dari pohon merentangnya adalah

augmented dan dipilih simpul yang nilainya paling kecil dari semua simpul yang

ada (Purwanto, 2008).

Langkah-langkah dalam algoritma Prim adalah sebagai berikut:

a. Buat sebuah pohon yang terdiri dari satu simpul (node), dipilih secara acak dari graf.

b. Buat sebuah himpunan yang berisi semua cabang di graf.

c. Loop sampai semua cabang di dalam himpunan menghubungkan dua simpul di pohon

1). Hapus dari himpunan satu cabang dengan bobot terkecil yang

menghubungkan satu simpul di pohon dengan satu simpul di luar pohon.

2). Hubungkan cabang tersebut ke pohon.

METODE PENELITIAN

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: perangkat keras

(hardware) berupa komputer dengan prosesor Intel Core 2 CPU T5500 1,66 GHz,

memori 2,49 GB RAM, hard disk 320 GB dan monitor 15,4 inchi. Perangkat

lunak (software) berupa sistem operasi Microsoft Windows XP dan program

ArcView GIS versi 3.3.

Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data jaringan distribusi listrik primer

pada PT. PLN (Persero) cabang Palu rayon kota.

b. Instalasi program yang dibutuhkan serta pengaturannya.

c. Melakukan persiapan data yang telah ada sehingga dapat digunakan oleh

program aplikasi.

Page 372: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

Merancang model graf jaringan distribusi listrik primer sesuai dengan data yang

diperoleh, kemudian dari graf tersebut diberi bobot masing-masing berupa jarak

atau panjang kabel dengan menggunakan program ArcView GIS 3.3 .

Gambar 4. Flowchart Penelitian

d. Dengan menggunakan algoritma Prim, ditentukan pohon merentang

minimum dari model graf berbobot pada jaringan distribusi listrik primer,

kemudian dihitung dan disimulasikan oleh program ArcView GIS 3.3 untuk

mendapatkan jumlah total panjang minimum kabel yang digunakan.

e. Melakukan pengujian dan menarik kesimpulan dari hasil pengujian tersebut.

Data yang diperoleh dari lokasi penelitian mengenai jarak atau panjang kabel

jaringan distribusi listrik primer yang menghubungkan titik-titik tiang, gardu

distribusi dan LBS/ABS dimasukkan ke dalam sistem dengan dukungan peta kota

Mulai

Pilih titik Start (Mulai)

Inisialisasi himpunan

F, T, Jarak, Status

Waktu mulai

I =1 sampai banyak titik -1

Seleksi titik terpilih

Masukan titik, garis, jarak

J =1 sampai banyak titik

Titik

terhubung

garis?

Terhubung

dengan titik

terpilih?

Tampung proses

J

Seleksi jarak terkecil

Jarak

terkecil?

Ubah himpunan F, T,

Jarak, Status

Ya

Tidak

Ya

Tidak

I

Ya

A

Tidak

Waktu selesai

Waktu komputasi =

waktu selesai - waktu mulai

Urutan = awal, akhirUrutan pohon

merentang

minimum

Waktu

komputasi

Hasil pohon

merentang

minimum

Selesai

A

Minimum = total(jarak)Jumlah total

panjang

minimum

Page 373: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

368

Palu yang telah dibuat sebelumnya pada program GIS untuk mendapatkan model

graf berbobot yang sesuai dengan kondisi yang ada di lokasi penelitian.

Titik tiang, titik gardu dan titik LBS/ABS distribusi listrik tersebut

dihubungkan dengan garis/kabel sesuai dengan jarak masing-masing yang

kemudian membentuk suatu graf berbobot dengan menggunakan program

ArcView GIS 3.3. Kemudian diproses dengan metode algoritma Prim untuk

mendapatkan hasil berupa pohon merentang minimum dari jaringan distribusi

listrik primer, urutan pohon merentang minimum dan waktu komputasi dalam

pencarian pohon merentang minimum tersebut. Keseluruhan tahapan proses

algoritma Prim dalam mencari pohon merentang minimum pada jaringan

distribusi listrik primer dapat dijelaskan dengan gambar 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi algoritma Prim dengan menggunakan program GIS melalui

beberapa tahapan proses sampai didapatkan pohon merentang minimum jaringan

distribusi listrik primer, informasi jaringan distribusinya, informasi urutan pohon

merentang minimum, informasi jumlah total panjang minimum kabel yang

menghubungkan semua titik tiang, dan informasi waktu komputasi dalam

mendapatkan pohon merentang minimum jaringan distribusi listrik primer serta

grafik hasil pengujian implementasi algoritma Prim.

Gambar 5. Tampilan halaman awal sistem dan tampilan pemilihan titik tiang mulai implementasi

algoritma Prim pada jaringan distribusi listrik primer dengan program GIS

Contoh pengujian sistem menggunakan model graf berbobot dengan jumlah

titik/simpul sebanyak 76 buah dan jumlah sisi sebanyak 83 buah. Model graf

berbobot jaringan distribusi listrik primer yang diuji pada pengujian ini diambil

dari titik-titik tiang yang ada pada penyulang Elang. Titik-titik tiang tersebut

Page 374: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

dihubungkan dengan garis (kabel) yang datanya sesuai dengan jarak/panjang

kabelnya.

Gambar 6. Tampilan hasil proses implementasi algoritma Prim pada jaringan distribusi listrik primer

dengan menggunakan program ArcView GIS 3.3

Penamaan kode titik tiang disesuaikan dengan kode tiang yang telah

terpasang pada penyulang Elang. Model graf berbobot yang dibentuk pada

pengujian ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Model graf berbobot dan pohon merentang minimum jaringan distribusi listrik primer

pada penyulang (feeder) Elang

Penggunaan program ArcView GIS 3.3 pada penelitian ini adalah untuk

menampilkan jaringan distribusi listrik primer sesuai dengan data yang

diperoleh pada PT. PLN (Persero) cabang Palu rayon kota untuk dua

penyulang (feeder) yaitu penyulang Dechu dan penyulang Elang. Program ini

digunakan untuk memodelkan data jaringan distribusi listrik primer ke dalam

graf atau gambar desain jaringan distribusi dengan latar belakang peta kota Palu

yang sesuai dengan kondisi geografis. Graf atau gambar desain jaringan tersebut

berupa titik-titik tiang, gardu dan LBS/ABS yang dihubungkan dengan kabel

Page 375: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

370

jaringan yang masing-masing memiliki jarak/panjang. Data jaringan distribusi

listrik primer ini dapat diolah sehingga memiliki kelengkapan informasi.

Kemudian dengan bantuan pemrograman bahasa script avenue yang ada pada

ArcView GIS 3.3 dan dengan menggunakan metode algoritma Prim, graf jaringan

distribusi listrik primer dapat disimulasikan untuk mendapatkan pohon merentang

minimum dari kabel yang menghubungkan antara titik-titik tiang distribusi listrik

primer, menampilkan jumlah total panjang dan urutan pohon merentang

minimumnya serta waktu komputasi untuk mencari pohon merentang minimum

tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setelah dilakukan serangkaian pengujian dan analisa dalam penelitian ini,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Waktu komputasi algoritma Prim dalam mencari pohon merentang minimum

suatu graf berbobot akan bertambah naik seiring dengan bertambahnya jumlah

titik/simpul dan jumlah sisi graf berbobot tersebut. Sehingga hasil pengujian

implementasi algoritma Prim bersifat kuadratik. Dengan kompleksitas waktu

algoritma Prim tersebut yang bersifat kuadratik dan berbentuk polinomial dalam n,

dengan n adalah ukuran jumlah simpul dan jumlah sisi, maka dapat dibuktikan

juga bahwa algoritma Prim termasuk dalam kategori algoritma yang baik atau

algoritma yang efisien untuk memecahkan masalah pencarian pohon merentang

minimum suatu graf berbobot jaringan distribusi listrik primer.

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

a. Implementasi algoritma Prim dalam mencari pohon merentang minimum pada

jaringan distribusi listrik primer masih perlu dikaji lebih mendalam lagi selain

menggunakan parameter panjang kabel jaringan distribusi listrik sebagai bobot

dari grafnya. Pengembangan selanjutnya dapat menggunakan parameter

lainnya, yaitu nilai arus dan tegangan yang mengalir pada jaringan, kapasitas

daya dan beban listriknya, pengaruh frekuensi, dan rugi-rugi tegangan dan daya

yang ada pada jaringan distribusi listrik primer.

Page 376: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

b. Peta yang digunakan sebagai dasar desain model graf berbobot dalam

pencarian pohon merentang minimum sebaiknya menggunakan peta yang

sesuai dengan topografi suatu wilayah.

Daftar Pustaka

Gloor, P. A., Johnson, D. B., Makedon, F., Metaxas, P., (1993), A Visualization

System for Correctness Proofs of Graph Algorithms,

http://www.wellesley.edu/CS/ pmetaxas/visual_proofs.pdf, Computer

Science Education, [diakses: 19 Maret 2010].

Greenberg, H. J., (1998), Greedy Algorithm for Minimum Spanning

Tree,http://glossary.computing.society.informs.org/notes/spanningtree.pdf,

University of Colorado, Denver, [diakses: 19 Maret 2010].

Kadir, A., (2006), Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik, Universitas Indonesia

Press, Jakarta.

Kristanto, A., (2008), Perancangan Sistem Informasi dan Aplikasinya, Gava

Media, Yogyakarta.

Marsudi, D., (2006), Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Mehta, D. P., Sahni, S., (2005), Handbook of Data Structures and Applications,

Chapman & Hall/CRC Computer and Information Science Series, United

States of America

Munir, R., (2009), Matematika Diskrit, Edisi 3, Informatika, Bandung.

Oetomo, B. S., (2002), Perencanaan dan Pembangunan Sistem Informasi, Andi,

Yogyakarta.

Pop, P. C., Zelina, I., (2004), Heuristic Algorithms for the Generalized Minimum

Spanning Tree Problem, http://emis.library.cornell.edu/

journals/AUA/acta8/Pop_Zelina.pdf, Proceedings of the International

Conference on Theory and Applications of Mathematics and Informatics

(ICTAMI), Thessaloniki, Greece, [diakses: 19 Maret 2010].

Prahasta, E., (2004), Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut Pemrograman

Bahasa Script Avenue, Informatika, Bandung.

Prahasta, E., (2009), Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView, Informatika,

Bandung.

Purbasari, I. Y., (2007), Desain Dan Analisis Algoritma, Edisi 1, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Page 377: DAFTAR ISI - Universitas Tadulako

372

Purwanto, E. B., (2008), Perancangan Dan Analisis Algoritma, Edisi 1, Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Zakaria, T. M., Prijono, A., (2006), Konsep Dan Implementasi Struktur Data,

Informatika, Bandung.