DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · pemerintah Sri Lanka dengan Pemberontak The Liberation Tigers of...
Transcript of DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · pemerintah Sri Lanka dengan Pemberontak The Liberation Tigers of...
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan
Halaman Sampul Dalam ................................................................................. i
Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum........................................................ ii
Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi ...................................................... iii
Halaman Pengesahan Panitia Penguji Skripsi .................................................. iv
Kata Pengantar ................................................................................................. v
Halaman Pernyataan Keaslian.......................................................................... vi
Daftar Isi .................................................................................................. vii
Abstrak .................................................................................................. xiv
Abstract .................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Masalah .......................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 6
1.5.1 Manfaat Teoritis ..................................................... 6
1.5.2 Manfaat Praktis ....................................................... 6
1.6 Orisinalitas Penelitian .............................................................. 7
ii
1.7 Landasan Teoritis ..................................................................... 8
1.7.1 Teori perlindungan hukum Internasional ................. 8
1.7.2 Teori perlindungan terhadap anak ........................... 11
1.7.3 Teori Ius In Bello dan Ius Ad Bellum...................... 12
1.7.4 Teori Common Consent ........................................... 13
1.7.5 Teori Universalitas HAM ........................................ 14
1.8 Metode Penelitian..................................................................... 15
1.8.1 Bahan Hukum ......................................................... 15
1.8.2 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ....................... 16
1.8.3 Teknik Analisis Bahan Hukum ................................ 17
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM HUMANITER DAN
KONFLIK BERSENJATA DI SRI LANKA
2.1 Jenis-jenis Konflik Bersenjata ................................................. 18
2.1.1 Konflik bersenjata Internasional ..................................... 18
2.1.2 Konflik bersenjata Non Internasional ............................. 20
2.2 Prinsip Pembedaan (Distinctive Principle) .............................. 22
2.2.1 Kombatan dan Non Kombatan ........................................ 24
2.2.2 Kombatan dan Penduduk Sipil ........................................ 25
2.2.3 Objek Sipil dan Sasaran Militer ...................................... 26
2.3 Sekilas Tentang Konflik Bersenjata di Sri Lanka .................... 28
2.3.1 Latar Belakang Terjadinya Konflik di Sri Lanka ............ 28
iii
2.3.2 Pihak yang Terlibat dalam Konflik Bersenjata di
Srilanka .......................................................................................... 29
2.3.3 Korban Konflik Bersenjata di Sri Lanka ......................... 30
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP
ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA
3.1 Perlindungan Anak ................................................................... 36
3.2 Perlindungan Terhadap Anak dalam Konflik Bersenjata ......... 40
3.3 Perlindungan Anak dalam Konvensi Jenewa IV 1949 ............. 45
3.4 Konflik Bersenjata ................................................................... 54
3.4.1 Konfrontasi Antara Dua Negara atau Lebih................. 54
3.4.2 Konfrontasi Suatu Negara dengan bukan-Negara ........ 55
3.4.3 Konfrontasi Negara dan suatu pihak pemberontak ...... 56
3.4.4 Konfrotasi antara dua kelompok etnis satu Negara...... 56
BAB IV LEGALITAS PENGGUNAAN TENTARA ANAK DALAM
KONFLIK BERSENJATA DITINJAU DARI PERSPEKTIF
HUKUM HUMANITER
4.1 Legalitas Penggunaan Tentara Anak ........................................ 57
4.2 Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata .................................. 64
iv
4.3 Penggunaan Tentara Anak dalam Konflik
Bersenjata Ditinjau dari Perspektif Hukum
Humaniter ................................................................................. 67
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 80
5.2 Saran ......................................................................................... 81
Daftar Pustaka ................................................................................ 82
v
ABSTRAK
Skripsi berjudul Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Mengenai
Legalitas Penggunaan Tentara Anak dalan Konflik Bersenjata di Srilanka ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum internasional
terhadap anak dalam konflik bersenjata, dan bagaimana legalitas penggunaan
tentara anak dalam konflik bersenjata ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter
Internasional. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normative,
dengan statute approach, yaitu pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum yang dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan yang bersangkutan
dengan isu hukum di bidang hukum humaniter. Dalam penelitian ini digunakan
pendekatan case approach untuk mengetahui apakah penggunaan anak-anak
sebagai tentara perang merupakan perbuatan hukum yang dibenarkan oleh hukum
humaniter internasional dan perlindungan seperti apa yang harusnya diberikan
terhadap anak-anak tersebut.
Menurut hukum humaniter internasional, anak-anak tidak boleh dijadikan
sasaran dalam konflik. Anak-anak tidak dapat direkrut menjadi tentara dan tidak
boleh menjadi objek kekerasan dari pihak yang bersengketa. Hal yang penting
adalah batas umur perekrutan anak dan status anak saat mereka berada di tangan
musuh. Dalam Protokol Tambahan I anak-anak memang tidak ditetapkan
mempunyai hak untuk diperlakukan sebagai tawanan perang, melainkan harus
memperoleh keuntungan perlindungan khusus yang ditetapkan dalam Hukum
Jenewa, terlepas apakah berstatus tawanan perang atau tidak. Legalitas
penggunaan tentara anak dalam konflik bersenjata ditinjau dari perspektif hukum
Humaniter internasional diatur dalam berbagai konvensi internasional, seperti
Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977, Konvensi
Hak Anak dan Protokol Tambahannya, Statuta ICC dan juga Konvensi ILO.
Anak-anak dilindungi oleh instrument umum hak asasi manusia. Mereka berhak
atas perlindungan di bawah instrument hak anak secara langsung ditujukan kepada
mereka.
Kesimpulan penelitian ini adalah Perlindungan Hukum Internasional
terhadap anak dalam konflik bersenjata di Srilanka belum sepenuhnya
diimplementasikan oleh Negara-negara yang terlibat. Legalitas penggunaan
tentara anak dalam konflik bersenjata ditinjau dari perspektif hukum Humaniter
Internasional diatur dalam berbagai konvensi internasional. Disarankan Negara
harus bersikap tegas dalam mengawasi, mengatur, dan melindungi anak-anak dari
praktik perekrutan anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata dan menjatuhkan
sanksi hukum terhadap pelaku dengan seberat-beratnya. Negara perlu melakukan
sosialisasi secara intensif dan komprehensif mengenai pentingnya implementasi
Hukum Humaniter Internasional dan mempertegas komitmen dan kepedulian
seluruh elemen bangsa terhadap perlindungan dan pemajuan nilai-nilai hak asasi
manusia, terutama hak-hak anak.
Kata Kunci : Hukum Humaniter Internasional, Legalitas Tentara Anak,
Konflik Bersenjata
vi
ABSTRACT
Thesis entitled Review of International Humanitarian Law Concerning
Legality of Use of Child Soldiers in Armed Conflict in Sri Lanka aimed to find out
how the international legal protection of children in armed conflict, and how the
legality of the use of child soldiers in armed conflict viewed from the perspective
of international humanitarian law. The research is a normative juridical research,
by statute approach, the approach that is used in legal research conducted by
examining the regulations to do with the legal issues in the field of humanitarian
law. This study used the approach case approach to determine whether the use of
children as soldiers of war is a legal act which is justified by international
humanitarian law and the protection of what should have been given to these
children.
According to international humanitarian law, children should not be
targeted during the conflict. Children must not be recruited into the army and
violence should not be the object of the parties to the dispute. The important thing
is the age limit for child recruitment and status of children when they are in the
hands of the enemy. In Additional protocol I of children is not defined have the
right to be treated as prisoners of war, but must gain special protection stipulated
in the law of Geneva, regardless of whether the status of prisoners of war or not.
The legality of the use of child soldiers in armed conflict viewed from the
perspective of international humanitarian law organized in various international
conventions, such as the 1949 Geneva Conventions and their Additional Protocols
I and II of 1977, the Convention of Right of the Child and its Optional Protocol,
the Statute of the ICC and the ILO Convention. Children are protected by the
general human right instruments. They are entitled to protection under the child
right instrument which is directly addressed to them.
The conclusion of this study is the International Legal Protection of
children in armed conflict in Sri Lanka has not been fully implemented by the
countries involved. The legality of the use of child soldiers in armed conflict
viewed from the perspective of international humanitarian lawstipulated in
international conventions. Suggested the state should be assertive humanitarian
lawstipulated in international conventions. Suggested the state should be assertive
in overseeing, managing, and protecting children from recruitment practices of
children as soldiers in armed conflict and impose legal sanctions against the
perspetrators to the fullset extent. State needs to socialize intensively and
comprehensively about the importance of the implementation of international
humanitarian law and reinforce commitment and care to all elements of the
nation to the protection and promotion of the values of human right, especiallythe
right of children.
Keywords: International Humanitarian Law, Legality of Child Soldiers, Armed
Conflict
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu konflik bersenjata yang terjadi dalam jangka waktu lama yang
banyak menyita perhatian dunia internasional ialah konflik bersenjata antara
pemerintah Sri Lanka dengan Pemberontak The Liberation Tigers of Tamil
Eelam(LTTE) atau yang biasa dikenal dengan pemberontak Macan Tamil.1 Perang
saudara yang dilatarbelakangi dengan adanya kecemburuan etnis Tamil dan
Sinhala ini diawali dengan adanya tragedi Black July pada tahun 1983. Pada tahun
ini pemberontak Macan Tamil resmi mengangkat senjata setelah terbentuk tahun
1979. Sejak tahun 1983 hingga tahun 2009, berbagai upaya damai telah dilakukan
untuk menghentikan konflik etnis ini, tetapi tidak ada yang membuahkan hasil.
Hal ini dikarenakan kedua belah pihak tidak menuruti perjanjian damai yang
mereka buat serta rasa diskriminasi yang telah terlanjur membuat etnis Tamil
menginginkan kemerdekaan.
Konflik antar etnis ini menelan jutaan korban jiwa baik dari penduduk sipil
maupun kombatan serta menelan biaya yang luar biasa besar untuk Negara
berkembang seperti Sri Lanka. Konflik ini juga menyebabkan Sri Lanka sebagai
suatu negara tidak dapat berkembang dengan baik. Keberadaan Sri Lanka dalam
pergaulan dunia Internasional cenderung terhambat karena konflik ini. Pemerintah
Sri Lanka dianggap tidak mampu menghentikan konflik etnis ini dan dianggap
1 http://www.re-tawon.com/2012/02/macan-tamil-pasukan-pemberontak.html diakses pada 26
november 2015
2
gagal memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Dari sekian banyak dampak
negatif yang terjadi akibat konflik antar etnis di Sri Lanka, penulis
menggarisbawahi tingginya angka kematian korban sipil. Dalam tahun pertama
konflik, lebih dari 6500 korban sipil meninggal dunia, sedangkan 14.000 korban
lainnya terluka. Secara keseluruhan, sejak 1983 sekitar 70.000 korban jiwa dari
pihak sipil meninggal dunia.2 Perang saudara yang sudah berlangsung selama
kurang lebih 30 tahun ini juga tercatat sudah menelan biaya sebanyak USD 32
miliar. Tingginya angka kematian korban sipil juga dibarengi dengan besarnya
jumlah korban sipil yang terluka, cacat permanen maupun korban selamat yang
masih hidup dalam pengungsian. Penduduk sipil yang selamat dalam konflik ini
masih harus berhadapan dengan rasa trauma akibat konflik. Mereka juga harus
memulai kehidupan baru di sela-sela bahaya laten konflik yang masih
mengancam.
Lebih dari 250.000 orang anak di dunia di bawah umur 18 tahun telah
mengalami perekrutan menjadi Tentara Anak baik sebagai tentara-tentara
pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Beberapa anak diculik
atau dipaksa untuk menjadi anggota demi mendapatkan makanan dan
perlindungan serta menolong keluarga-keluarga mereka. UNICEF
memperkirakan, sebelum konflik bersenjata merebak seperti sekarang ini,
diperkirakan sekitar 2.500 anak telah terlibat dalam kelompok-kelompok
bersenjata di negara itu. Dalam wawancara dengan surat kabar "Le Figaro",
Menteri Luar Negeri Prancis Philippe Douste-Blazy menyebut penggunaan tentara
2 http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/05/25/64878/Mengakhiri-Konflik-Etnis-
Sri-Lanka diakses pada 26 november 2015
3
anak-anak sebagai "kenyataan pemberontakan, lebih dari sekadar kejahatan
perang, bom waktu, yang mengancam pertumbuhan dan ketenangan di Afrika dan
tempat lain”.
Sebagian besar anak-anak baik anak laki-laki maupun perempuan
diposisikan untuk berada digaris depan pertempuran. Mereka digunakan untuk
misi bunuh diri atau dipaksa untuk melakukan kekejaman melawan keluarga-
keluarga dan tetangga-tetangga mereka sendiri. Menurut UNICEF: “Seorang
tentara anak dapat diartikan sebagai anak laki-laki ataupun perempuan di bawah
18 tahun, baik yang langsung mengambil bagian dalam kontak bersenjata atau
yang tidak langsung terlibat dalam kontak senjata seperti; memasak, penjaga
pintu, menyampaikan pesan, dan siapa saja yang mengiringi kelompok-kelompok
bersenjata yang terlibat dalam suatu konflik. Serta para anak perempuan dan laki-
laki yang direkrut sebagai budak seksual atau direkrut untuk melakukan
perkawinan paksa.
Negara berkewajiban untuk memastikan bahwa perjanjian Hukum
Humaniter Internasional diketahui dan dihormati. Hal ini dicapai oleh negara yang
menciptakan struktur-struktur yang dibutuhkan untuk memastikan penghormatan
lebih besar kepada para korban konflik bersenjata. Apapun motifnya, penggunaan
tentara anak tidak dapat dibenarkan. Karena hal ini bertentangan dengan hukum
international yang diatur dalam protocol tambahan tahun 1977, konvensi hak anak
Tahun 1989 dan Protocol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Larangan
Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Tahun 2000. Lebih jauh lagi, adalah
merupakan suatu kesalahan yang fatal bagi suatu bangsa jika membiarkan anak-
4
anak yang notabene merupakan kunci takdir keberadaan suatu bangsa di masa
depan, tewas sia-sia di medan perang atau cacat lahir dan batinnya. Karena anak-
anak adalah pewaris dan penjamin eksestensi bangsa, maka selama anak-anak
berada dalam keberadaan aman dan tercukupi segala kebutuhannya, maka selama
itu pula bangsa tersebut akan eksis dan lestari.
Ada beberapa kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Pertama, anak yang berada dalam keadaan darurat yaitu pengungsi, anak yang
berada dalam konflik bersenjata; kedua , anak yang mengalami konflik hukum,
yang menyangkut soal administratif pengadilan anak, perenggutan kebebasan
anak, pemulihan kondisi fisik dan psikologis anak; dan ketiga, anak dalam situasi
eksploitasi.3
Fenomena tentara anak menyebabkan berbagai implikasi apabila ditinjau
dari sisi kemanusiaan. Fenomena ini menunjukan bahwa hak-hak anak itu telah di
langgar oleh LTTE (Liberation Tigers of Tamil Eelam/Pembebasan Macan Tamil
Eelam). Hak tersebut dapat dikaitkan dengan hukum internasional karena
merupakan hukum legal yang melindungi dan memperjuangkan hak-hak anak
yang terviolasi. Ketika menjadi tentara anak dalam konflik bersenjata, anak-anak
Tamil kehilangan haknya. Hak-hak ini terutama hak atas kelangsungan hidup (hak
atas kehidupan yang layak dan pelayanan kesehatan), hak untuk berkembang (hak
pendidikan dan waktu luang), serta hak perlindungan. Anak-anak Tamil saat itu
hanya memikirkan bagaimana mereka dapat bertahan hidup dalam kondisi
konflik.
3 Andri Kurniawan, Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Didasarkan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak, Jurnal Dinamika Hukum Vol.
11 No. 2 Mei 2011, Fakultas Hukum Universitas Soedirman, Purwokerto, h. 187.
5
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, perlu pengkajian lebih
mendalam mengenai “TINJAUAN HUKUM HUMANITER
INTERNASIONAL MENGENAI LEGALITAS PENGGUNAAN TENTARA
ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA DI SRILANKA”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum internasional terhadap anak dalam konflik
bersenjata?
2. Bagaimana legalitas penggunaan tentara anak dalam konflik bersenjata
ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter Internasional?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk membatasi pembahasan tidak terlalu luas maka dibatasi ruang
lingkup permasalahan yang akan dikaji, mengenai perlindungan hukum
internasional terhadap anak dalam konflik bersenjata dan legalitas penggunaan
tentara anak dalam konflik bersenjata ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter
Internasional.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan dalam latar belakang dan
identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan baik
tujuan khusus maupun tujuan umum.
6
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis
mengenai perlindungan hukum internasional terhadap anak dalam konflik
bersenjata dan legalitas penggunaan tentara anak dalam konflik bersenjata ditinjau
dari perspektif Hukum Humaniter Internasional.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini
yakni:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perlindungan hukum
internasional terhadap anak dalam konflik bersenjata.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis legalitas penggunaan tentara anak
dalam konflik bersenjata ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter
Internasional.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan hukum, yaitu pengaturan hukum tentang tentara anak dalam Hukum
Humaniter Internasional.
1.5.2 Manfaat Praktis
Di samping manfaat teoritis, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat praktis, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam
7
pengaturan hukum tentang tentara anak dalam persepsi Hukum Humaniter
Internasional. Manfaat praktis tersebut, sebagai berikut:
a. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengetahui dan memahami pengaturan hukum tentang tentara anak dalam
Hukum Humaniter Internasional.
b. Bagi penelitian sendiri, hasil dari penelitian ini dapat menjadi
pengembangan dari materi yang telah diberikan selama ini dan bahan bagi
pengaturan hukum tentang tentara anak dalam Hukum Humaniter
Internasional.
1.6 Orisinalitas Penelitian
No Judul Skripsi/Jurnal Penulis Rumusan Masalah
1 Perekrtutan Tentara
Anak di Negara Situasi
Konflik Bersenjata
(Kasus Perang Sipil
Kolombia).
Andi Nurimanah
Mangopo (2013)
1. Bagaimana perlindungan
hukum humaniter
internasional terhadap anak
dibawah umur yang direkrut
sebagai tentara anak di
negara konflik bersenjata,
dan khususnya praktik
perekrutan tentara anak di
negara Kolombia.?
2 Perlindungan Tentara
Anak Dalam Konflik
Bintang Kinayung
Ingtyas, dkk, (2013)
1.Bagaimana latar belakang
terjadinya konflik bersenjata di
8
Bersenjata Ditinjau dari
Segi Hukum Humaniter
Internasional (Studi
Kasus: Republik
Demokratis Kongo).
Republik Demokratis Kongo?
2.Bagaimana Hukum Humaniter
Internasional mengatur tentang
perlindungan tentara anak dalam
konflik bersenjata di Republik
Demokratis Kongo?
1.7 Landasan Teoritis
Adapun landasan teori yang digunakan dalam uraian adalah:
1.7.1 Teori perlindungan hukum Internasional
Pada dasarnya, tujuan dari Hukum Humaniter adalah untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang menderita atau yang menjadi korban dari
perang, baik mereka yang secara nyata dan aktif dalam pertikaian (kombat),
maupun mereka yang tidak turut serta dalam pertikaian (penduduk sipil)4. Melihat
dari apa yang menjadi tujuan dari salah satu cabang Hukum Internasional ini
adalah menegaskan bahwa setiap terjadi pertikaian bersenjata; baik yang sifatnya
internasional ataupun non internasional, jatuhnya korban jiwa serta keadaan yang
porak poranda tidak dapat dihindarkan. Hukum Humaniter diciptakan hanya untuk
mengatur konflik bersenjata saja. Tidak untuk mengatur bentuk-bentuk lain dari
konflik atau perang, misalnya konflik ekonomi (economical warfare).
4 Haryomataram, 2005. Pengantar Hukum Humaniter, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 3.
9
Hukum Humaniter diciptakan bukan tanpa suatu tujuan yang jelas. Hukum
Humaniter mempunyai tujuan utama yaitu memberi perlindungan terhadap
seluruh korban perang baik yang berasal dari kombatan maupun non kombatan.
Selain itu, tujuan dari hukum ini ialah untuk menjamin hak-hak asasi dari setiap
pihak yang jatuh ke tangan musuh. Selain memberikan perlindungan, hukum
humaniter juga diharapkan mampu memberikan harapan untuk terjadinya
perdamaian antara pihak yang bertikai serta membatasi kekuasaan dari setiap
pihak yang berperang agar tidak terjadi penguasaan total oleh satu pihak di dalam
suatu wilayah pertikaian.
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, terkandung 3 (tiga) asas penting
dalam Hukum Humaniter. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Kepentingan Militer. Asas ini memaparkan bahwa setiap pihak yang
bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menaklukan lawan
atau musuh demi tercapainya keberhasilan perang. Dalam istilah asing, asas
ini disebut juga military necessity.
2. Asas Perikemanusiaan. Asas ini menjelaskan bahwasannya para pihak yang
bersengketa diwajibkan untuk memperhatikan perikemanusiaan. Maksudnya
adalah bahwa setiap pihak yang bertikai dilarang menggunakan kekerasan
dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau
penderitaan yang tidak diinginkan. Dalam istilah asing asas ini disebut
humanity.
3. Asas Kesatria. Asas ini mengandung arti bahwa ketika perang berlangsung,
kejujuran merupakan suatu hal yang sifat nya sangatlah penting. Kejujuran
10
harus diutamakan. Kejujuran yang dimaksud difokuskan pada penggunaan
senjata yang tidak diperkenankan untuk digunakan, tidak dibenarkan
melakukan berbagai ragam tipu muislihat dan tidak dibenarkan juga
melakukan pengkhianatan. Dalam istilah asing asas ini disebut chilvary.
Suatu hukum diciptakan tidak hanya dengan mempertimbangkan tujuan apa yang
hendak dicapai oleh hukum tersebut. Sumber daripada hukum tersebut juga harus
menjadi salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan. Suatu hukum harus
memiliki sumber yang jelas. Jika suatu hukum tidak memiliki sumber hukum
yang jelas, dikhawatirkan hukum tersebut menjadi tidak sah atau tidak memiliki
kekuatan yang mengikat.
Bagi hukum internasional, sumber hukum nya mengacu pada Pasal 38 ayat
(1) Statuta Mahkamah Internasional. Pasal ini menyebutkan bahwa sumber hukum
yang dapat diterapkan antara lain:
1. Perjanjian yang bersifat internasional. Baik itu yang sifatnya umum ataupun
khusus, yang mengandung ketentuan hukum dan ditetapkan sebagai suatu
aturan hukum yang tegas serta diakui oleh tiap-tiap negara peserta;
2. Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang
diterima sebagai hukum;
3. Prinsip-prinsip hukum umum yang oleh diakui bangsa-bangsa yang beradab;
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang sifatnya paling terkemuka
dari berbagai negara, yang dijadikan sebagai sumber tambahan untuk
menetapkan kaidah-kaidah hukum internasional.
11
Sebagaimana telah disebutkan pada halaman sebelumnya, mengenai ruang
lingkup dari hukum humaniter, maka dapat diketahui bahwasannya hukum
humaniter tersebut terdiri dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Hukum Den
Haag mengatur mengenai tata cara serta perlengkapan yang boleh dipakai pada
saat berperang, sedangkan Hukum Jenewa mengatur mengenai bentuk-bentuk
perlindungan terhadap korban perang. Dengan kata lain, kedua hukum inilah yang
menjadi sumber utama dari hukum humaniter intenasional.
1.7.2 Teori perlindungan terhadap anak
Perlindungan terhadap Anak dalam Konflik Bersenjata
Dalam perlindungan umum, anak anak dapat dikategorikan sebagai orang-orang
sipil yang yang tidak mengambil bagian dalam permusuhan. Anak-anak
mendapatkan perlindungan berkenaan dengan penghormatan pribadi, hak
kekeluargaan, kekayaan, dan praktek keagamaan(Pasal 27 Konvensi Jenewa IV
1949). Anak tidak boleh dilakukan tindakan-tindakan yang disebutkan dalam
Pasal 27 sampai Pasal 34 KonvensiJenewa IV sebagai berikut.
1) Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperolehketerangan;
2) Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani;
3) Menjatuhkan hukuman kolektif;
4) Melakukan tindakan intimidasi, terorisme dan perampokan;
5) Melakukan tindakan pembalasan;
6) Menjadikan mereka sebagai sandera;
7) Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atas permusuhan
terhadap orang yang dilindungi.
12
Bilamana terjadi suatu sengketa bersenjata, anak-anak dapat dikategorikan sebagai
makhluk yang terutama sekali mudah diserang.
Perlindungan terhadap anak-anak diatur dalam hukum internasional mengenai
sengketa bersenjata, khususnya Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan 1977
yang meliputi :
1)Hak-hak anak untuk pemeliharaan dan bantuan;
2)Penempatan anak-anak di bawah usia 15 tahun dalam daerah-daerah dan zona
keselamatan (safety zone) dan rumah sakit;
3)Penyatuan kembali keluarga tercerai berai oleh sengketa bersenjata
internasional atau internal;
4)Pemindahan sementara anak-anak berdasarkan alasan keselamatan mereka,
khususnya dari kepungan atau daerah kepungan;
5)Perlindungan lingkungan budaya anak dan pendidikannya;
6)Perlindungan yatim piatu atau anak-anak yang terpisah dari orang tuanya.5
1.7.3 Teori Ius In Bello dan Ius Ad Bellum
Ius in bello merupakan serangkaian hukum yang akan berlaku begitu
peperangan dimulai. Tujuannya adalah untuk mengatur bagaimana perang
dilakukan, tanpa adanya kecurigaan terhadap alasan-alasan bagaimana atau
mengapa perang tersebut dimulai.6 Pengaturan dalam sumber-sumber Hukum
Humaniter, terutama dalam sumber utama yaitu :
a. Konvensi-konvensi den Haag, tahun 1907, disebut hukum den Haag.
5 https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/7922/MjA1MTY=/Perlindungan-hukum-terhadap-
anak-dalam-konflik-bersenjata-internasional-studi-normatif-tentang-implementasi-konvensi-Jenewa-iv-1949-
abstrak.h. 47
6 https://agisardhifhub.wordpress.com/2010/05/06/jus-ad-bellum-jus-in-bello diakses pada 20 mei 2016
13
b. Konvensi-konvensi Jenewa, tahun 1949, disebut dengan hokum jenewa.
c. Protocol-protokol tambahan, tahun 1977
Ius in bello dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war), yang
biasa disebut sebagai Hague Law.
2. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban
perang, yang lazimnya disebut dengan Guneva Law. 7
Teori Ius Ad Bellum merupakan sebutan yang diberikan pada cabang hukum
yang menentukan alasan-alasan yang sah bagi sebuah negara untuk berperang dan
memfokuskan pada kriteria tertentu yang membuat sebuah perang itu dibenarkan.
Sumber hukum modern utama dari jus ad bellum berasal dari Piagam PBB, yang
dalam Pasal 2 mendeklarasikan: “Semua anggota dalam hubungan
internasionalnya akan menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan yang
bertentangan dengan integritas wilayah maupun kemandirian politik negara
manapun, atau dengan cara apapun bersikap tidak konsisten dengan tujuan PBB”.8
1.7.4 Teori Common Consent dalam Hukum Internasional
Hukum internasional tidak terletak pada kehendak sepihak negara-negara,
melainkan pada kehendak besama negara-negara. Teori positivisme dari Hans
Kelsen menyebutkkan adanya persetujuan Negara-Negara yang berdaulat untuk
7 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta . H.27 8 https://agisardhifhub.wordpress.com/2010/05/06/jus-ad-bellum-jus-in-bello diakses pada 20 mei 2016
14
mengikatkan diri pada kaidah-kaidah atau norma hukum Internasional yang terdiri
dari teori common consent 9.
Jika pada suatu waktu ada satu atau beberapa Negara tidak lagi bersedia untuk
tunduk dan terikat pada hukum Internasional, dan bermaksud untuk menarik diri,
maka Negara itu tidak dapat menarik diri secara sepihak, melainkan harus
mendapat persetujuan bersama dari Negara-Negara lainnya. Persetujuan ini juga
merupakan manifestasi dan kehendak bersama Negara-Negara10
.
Jika negara-negara tunduk pada hukum internasional, disebabkan karena
terdapat kehendak bersama dan negara-negara untuk tunduk dan terikat pada
hukum internasional.
1.7.5 Teori Universalitas HAM
Teori Universalitas HAM merupakan sebuah anugerah yang diberikan kepada
Tuhan, hampir seluruh Negara sepakat dengan prinsip Universalitas HAM yaitu :
1. HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas
dari nilai-nilai masyarakat ataupun Negara.
2. Tidak perlu pengakuan dari Dewan ataupun Pejabar manapun.
3. Merupakan pembatasan kewenangan dan yuridiksi Negara
4. Fungsi Negara adalah melindungi hak hak alamiah masyarakat bukan
untuk monarkhi atau sistem kekuasaan.11
9 Negara Hukum.com, Daya Mengikat Hukum Internasional, 28 Juni 2012, URL:
http://www.Negarahukum.com/hukum/daya-mengikat-hukum-Internasional-2.html, diakses pada 21 mei
2016 10 Ibid 11 http://intisarihukum.blogspot.co.id/2010/12/teori-universalisme-ham-dan-teori.html diakses pada 14 juni
2016
15
1.8 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif. Penulisan
yuridis normatif disini dimaksudkan bahwa, permasalahan hukum yang menjadi
objek kajian, yaitu masalah pengaturan hukum tentang tentara anak dalam
persepsi Hukum Humaniter Internasional, dianalisis berdasarkan pada sumber-
sumber berupa konvensi internsional, doktrin-doktrin, teori-teori hukum.
Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penulisan ini adalah
pendekatan “statuta approach”, yaitu pendekatan yang digunakan dalam
penelitian hukum yang dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan yang
bersangkut paut dengan isu hukum di bidang hukum humaniter. Dalam
penelitian ini digunakan pendekatan case approach untuk mengetahui apakah
penggunaan anak-anak sebagai tentara perang merupakan perbuatan hukum yang
dibenarkan oleh hukum humaniter internasional dan perlindungan seperti apa
yang seharusnya diberikan terhadap anak-anak tersebut.
1.8.1 Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini dibagi menjadi
dua, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yang
digunakan adalah The Geneva Convention relative to the Protection of Civilian
Persons in Time of War (Konvensi Jenewa IV), Protocol I (1977) relating to the
Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protokol Tambahan I),
Protocol II (1977) relating to the Protection of Victims of Non International
Armed Conflicts (Protokol Tambahan II), Convention on the Rights of the
16
Child (CRC), Optional Protocol on the Involvement of Children in Armed Conflict
(OPAC).
Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku-buku, jurnal,
dan artikel dalam website, juga berita-berita yang berhubungan dengan
hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia. Sedangkan
bahan hukum tersier yang digunakan dalan penulisan ini adalah kamus hukum.
1.8.2 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam skripsi ini penulis
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka, yaitu
mempelajari dan menganalisis secara sistematis peraturan perundang-undangan
hukum humaniter internasional, buku-buku, majalah-majalah, jurnal, electronic
book dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah
analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis
dan kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan
masalah yang akan dibahas. Data yang diteliti dalam skripsi ini terdiri dari dua
jenis data yaitu:
a. Sumber data primer berupa peraturan perundang-undangan hukum
humaniter internasional
b. Sumber data sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan
informasi yang mendukung penulisan skripsi ini seperti artikel-artikel,
jurnal ilmiah, surat kabar, majalah, electronic book, dan sebagainya.
17
1.8.3 Teknik Analisis
Pada tahap analisis data digunakan analisis data kualitatif yaitu analisis
data yang tidak menggunakan angka, melainkan memberikan gambar-gambaran
dengan kata-kata atau temuan yang lebih mengutamakan kualitas. Pada penelitian
ini, dilakukan dengan mengaitkan data dengan data lainnya, yaitu dengan
mencocokan, membandingkan, mengelompokan dan verifikasi data agar memiliki
nalai yuridis, akademis dan ilmiah. Setelah itu dilakukan penafsiran data untuk
mendapatkan simpulan tentang permasalahan yang dibahas. Tahap terakhir,
keseluruhan hasil analisis disajikan secara diskriptif, yaitu dengan memaparkan
secara lengkap berbagai persoalan yang timbul berkaitan dengan masalah yang
diteliti disertai dengan memperbaiki usulan secara kritis dalam bentuk skripsi.