DAFTAR ISI Halaman Metodologi 2 Analisa Media...

22
1 | Page DAFTAR ISI Halaman Metodologi 2 Penjelasan 2 Pembatasan Penelitian 2-3 Analisa Media 4 Executive Summary 4-7 Analisa Hasil Media Monitoring 8-22 Ringkasan Kompas Koran Sindo Gatra Detik.com Okezone Rakyat Merdeka Online Lampiran-lampiran - Kliping-kliping

Transcript of DAFTAR ISI Halaman Metodologi 2 Analisa Media...

1 | P a g e

DAFTAR ISI

Halaman

Metodologi 2

Penjelasan 2

Pembatasan Penelitian 2-3

Analisa Media 4

Executive Summary 4-7

Analisa Hasil Media Monitoring 8-22

Ringkasan

Kompas

Koran Sindo

Gatra

Detik.com

Okezone

Rakyat Merdeka Online

Lampiran-lampiran

- Kliping-kliping

2 | P a g e

Metodologi

Penjelasan

Penelitian analisis media tentang Wajib Belajar 12 tahun (Wajar 12 Tahun) menggunakan

metodologi kualitatif dengan pendekatan framing analysis. Jenis analisis ini merupakan upaya

untuk membedah cara-cara ideologi media yang mengkontruksi opini khalayak terhadap artikel

menyangkut program Wajib Belajar 12 tahun yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia mewakili pemerintah.

Sebagai referensi, Redi Panuju menyatakan bahwa frame analysis adalah analisis untuk

membongkar ideologi di balik penulisan informasi. Analisis ini mampu membawa strategi

seleksi, penonjolan yang terjadi pada faktanya dalam berita makna yang lebih agar mampu

menarik dan lebih diingat oleh para khalayak. Sehingga mampu menggiring interpretasi sesuai

perspektifnya. Sedangkan framing media menurut Tuchman adalah berita yang

mengorganisasikan realitas setiap hari. Digunakan sebagai media kerja jurnalis yang

mengidentifikasi dan mengklasifikasikan informasi secara tepat dan cepat sehingga mampu

menyampaikan kepada para pembaca. Penyajian beritanya mampu memberikan pengaruh yang

sistematis agar penerima berita dapat mengerti.

Model proses framing yang akan digunakan dari penelitian analisis media tentang Wajib Belajar

12 tahun yakni Frame Setting. Salah satu aspek untuk pengkondisian agenda yang lebih menitik

beratkan pada isu yang lebih penting. Agenda setting pertama yaitu isu tentang Wajar 12 tahun

dan yang kedua transmisi atribut menyangkut isu pendidikan lainnya yang memperoleh perhatian

khusus dalam agenda setting media massa yang diteliti.

Pembatasan Penelitian

Dalam analisis media isu Wajib Belajar 12 tahun, jangka waktu penelitian dilakukan sejak bulan

Juli 2015 hingga Desember 2015. Sedangkan pengambilan data penelitian bersumber pada 5

media cetak nasional (koran dan majalah) serta 4 media online. Adapun media-media tersebut

terdiri dari:

Media Cetak Media Online

Kompas

Koran Sindo,

Republika,

Majalah Tempo dan

Gatra

Detik.com,

Viva.com,

Okezone dan

Rakyat Merdeka Online

Dll

3 | P a g e

Peneliti melakukan media monitoring harian terhadap ke sembilan media di atas. Khusus bagi

media online, peneliti akan mempertimbangkan media online lainnya yang menuliskan berita

tentang Wajar 12 Tahun di luar 4 media online di atas. Hanya saja media online yang diambil

yaitu media online yang sudah dikenal publik dan memiliki badan hokum yang jelas.

Hasil pencarian dari media monitoring menyangkut artikel yang secara langsung maupun tidak

langsung menyinggung soal Wajib Belajar 12 tahun. Sebagai pembanding, peneliti juga

mengumpulkan artikel lain seputar dunia pendidikan yang mendapatkan perhatian besar dari

media. Semua materi tersebut kemudian dikliping menjadi sumber primer dan sekunder untuk di

analisa. Dari segi waktu, media monitoring dilakukan dalam rentang waktu setiap tanggal 26

dalam bulan berjalan hingga 26 bulan berikutnya. Hal ini karena, hasil dari penelitian ini akan

diserahkan kepada user (pengguna) setiap tanggal 27.

Pembatasan penelitian terhadap media-media yang terpilih berdasarkan atas perbedaan

kepemilikan dari setiap media massa di atas. Sehingga pemerataan status kepemilikan bisa

mendorong obyektifitas hasil penelitian lebih akurat dan terjaga. Pemilihan media di atas telah

disetujui dan sesuai dengan kontrak kerjasama yang disepakati oleh Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta dan New Indonesia.

4 | P a g e

Analisa Media

September 2015

Executive Summary

Pemberitaan isu pendidikan (baik yang relevan dengan program Wajib Belajar 12 tahun Wajar

maupun dimensi sekitarnya) selama bulan September 2015 mengalami penurunan, dan kurang

beragam dibanding sebulan sebelumnya. Dari 9 media massa (Kompas, Koran Sindo,

Republika, Majalah Tempo, Gatra, Detik.com, Viva.com, Okezone dan Rakyat Merdeka Online)

yang menjadi sumber data penelitian hanya terdapat 38 artikel yang ditemukan membahas isu

pendidikan yang baik terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan isu Wajar 12

Tahun. Bila dibandingkan bulan sebelumnya jumlah ini menurun karena total artikel pendidikan

pada bulan Agustus sebanyak 45 artikel.

Dari 38 artikel yang terkumpul, terdapat 9 artikel yang membahas program Wajib Belajar 12

Tahun dari sumber data primer yang ada. Sementara data sumber data sekunder (baca: dari

media online lainnya) terdapat 7 artikel. Artikel yang secara langsung membahas Wajar 12 tahun

dikemukakan langsung oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memang

menjadi leading sector bagi sosialisasi dan pelaksanaan program. Kemendikbud mengungkapkan

rencana rehabilitasi gedung sekolah dalam mendukung pelaksanaan kegiatan Wajar 12 Tahun.

Untuk itu, perlu adanya partisipasi masyarakat secara kolektif untuk terlibat dalam program

rehabilitasi ini.

Sementara pihak lain yang mengangkat isu ini berasal dari Education Sector ACDP (Analytical

and Capacity Development Partnership) yang menyelenggarakan forum diskusi sebanyak dua

kali. Diskusi pertama dilakukan pada akhir Agustus (26/8) bertema “Wajib Belajar 12 Tahun

Strategi Percepatan Pendidikan Dasar di Pedesaan dan Daerah Terpencil Penggunaan Bahasa Ibu

sebagai Bahasa Pengantar di Kelas-kelas Awal”di Jakarta. Kompas, Koran Sindo dan Republika

menuliskan artikel terkait kegiatan diskusi ini dengan sudut pemberitaan yang berbeda-beda.

Kegiatan diskusi berikutnya yang diadakan ACDP pada Rabu (23/9) di Jakarta yang mengangkat

tema “Wajib Belajar 12 Tahun Profil Pendidikan Menengah Indonesia dan Transisi Murid ke

Jenjang Pendidikan Menengah”. Kegiatan ini juga menjadi materi artikel oleh beberapa media

online seperti Okezone, CNN, Warta Kota online dan Suara Merdek.com. Masing-masing media

online memiliki kesamaan framing dalam menuliskan hasil kegiatan ini berupa hambatan yang

dihadapi dalam melaksanakan Wajar 12 Tahun di tanah-air.

Agenda setting dari pemberitaan yang terjadi selama bulan September 2015 secara langsung

berpengaruh pada pemberitaan isu Wajib Belajar 12 tahun (Wajar 12 tahun). Dalam kurun 30

hari, praktis tidak ada isu pendidikan yang menjadi headline di media nasional dan lokal. Selama

September 2015, media memberikan fokus pada tiga isu :

5 | P a g e

a. Pelemahan rupiah dan kondisi ekonomi yang masih mengalami kelesuan

b. Bencana asap yang berdampak luas di Kalimantan dan Sumatera

c. Laporan Ibadah Haji

Selain ketiga isu di atas, ada peran kurang maksimalnya Kemendikbud yang merupakan leading

sector dalam menyosialisasikan program Wajar 12 Tahun kepada media dan publik.

Kemendikbud selama bulan September membagi isu pendidikan lainnya seperti RUU Cagar

Budaya, penyelesaian guru honorer, permasalahan seputar perguruan tinggi dsb. Selain itu,

media massa juga masih pasif dan cenderung tidak menempatkan isu Wajar menjadi salah-satu

isu penting dalam newsroom mereka.

Artikel Wajib Belajar 12 tahun periode Agustus 2015 diangkat oleh Kompas, Koran Sindo,

Republika, Okezone dan Viva.com. Ini artinya dari 9 media primer yang diteliti, hanya 5 media

mengupas isu Wajar 12 tahun. Sementara media online sekunder yang mengangkat isu ini yaitu

CNN Indonesia, Viva.com, Sinarharapan online Jawa Pos, Tempo.co, Warta Kota online Suara

Merdeka dan Indopos. Sedangkan majalah Tempo dan Gatra tidak pernah mengangkat isu Wajar

12 Tahun sama sekali pada periode September 2015. Jumlah yang minim tersebut juga

mempengaruhi keberagaman informasi yang disampaikan.

Minimnya keberagaman informasi Wajib Belajar 12 Tahun yang diangkat media massa harus

menjadi perhatian para pemangku kepentingan yang ada. Tidak saja Kemendikbud yang harus

lebih intensif melakukan kampanye publik, namun media massa juga harus memberikan

perhatian lebih terhadap isu ini ke dalam agenda setting mereka. Bila media massa memberikan

perhatian yang besar melalui artikel dan liputan yang dilakukan, maka implementasi Wajar 12

Tahun dapat tersosialisasi lebih baik ke masyarakat.

Adapun komposisi dari jumlah artikel yang mengulas isu Wajar 12 Tahun dan isu pendidikan

lainnya sebagai berikut:

Tabel 1.

Artikel

Jumlah

Wajib Belajar 12 Tahun

16

Pendidikan lainnya

22

Total

38

Diagram 1

6 | P a g e

Tabel 2

Media Jumlah

Kompas 3

Koran Sindo 1

Republika 2

Gatra 0

Majalah Tempo 0

Detik.com 0

Viva.com 1

Okezone.com 2

Sinar Harapan online 1

Jawa Pos 1

Tempo.co 1

Warta Kota Online 1

Suara Merdeka 1

Indo Pos Online 1

Rakyat Merdeka Online.com

0

7 | P a g e

Diagram 2

Jika dilihat dari isi berita, artikel penelitian tentang Wajib Belajar 12 tahun dimasukkan ke dalam

3 kategori tone yaitu positif, netral dan negatif. Selama periode bulan Agustus 2015, table

berikut menjelaskan tentang hal ini:

Tabel 3

Tone Jumlah

Positif 5

Netral 3

Negatif 8

8 | P a g e

Diagram 3

9 | P a g e

Analisa Media Monitoring: Wajib Belajar 12 tahun

I. Kompas

Selama periode September 2015, Kompas hanya mengupas isu Wajib Belajar secara sebanyak

3 artikel di tanggal yang berbeda. Adapun artikel yang menyangkut isu Wajar 12 tahun

sebagai bahasan utama antara lain:

1. Judul: Wajib Belajar 12 Tahun

“Bahasa Ibu” Kurangi Angka Putus Sekolah

Ringkasan:

Penggunaan bahasa ibu sebagai pengantar dalam proses pembelajaran menjadi salah satu

solusi untuk menekan jumlah murid yang putus sekolah. Dari kasus dan pengalaman di

Papua dan Papua Barat, anak-anak di daerah itu tidak bisa mengerti bahasa pengantar,

yakni bahasa Indonesia yang dipakai di kelas. Namun, ketika menggunakan bahasa ibu,

materi ajar lebih mudah dipahami.

Hal itu mengemuka dalam diskusi “Wajib Belajar 12 Tahun Strategi Percepatan

Pendidikan Dasar di Pedesaan dan Daerah Terpencil Penggunaan Bahasa Ibu sebagai

Bahasa Pengantar di Kelas-kelas Awal”yang diselenggarakan Education Sector Analytical

and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia, Rabu (26/8) di Jakarta.

Country Director Summer Institute of Linguistic (SIL) Veni Setiawati menambahkan,

pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu efektif jika digunakan di komunitas yang

memakai satu bahasa ibu dan tanpa bahasa Indonesia.

Sayangnya dalam artikel ini tidak disertakan narasumber dari pihak pemerintah sebagai

cek and balance pernyataan dari narasumber lain yang berasal dari organisasi masyarakat

sipil. Ketidakhadiran perwakilan pemerintah mengakibatkan tidak terjadi konfirmasi atau

verifikasi perihal angka putus sekolah di pedesaan atau daerah terpencil di Indonesia.

2. Judul: Rehabilitasi Sekolah

Ringkasan:

Mulai tahun 2016, pemerintah kembali akan menggerakkan program rehabilitasi sekolah

rusak. Namun kali ini, proses perbaikan atau peningkatan kualitas ruang kelas dan

bangunan sekolah akan menekankan pada partisipasi dari masyarakat. Dengan partisipasi

ini, diharapkan akan timbul rasa ikut memiliki dan menjaga kondisi sekolah.

Seiring dengan rehabilitasi sekolah, pemerintah juga akan mengejar target pemenuhan

program Wajib belajar (Wajar) 12 tahun yang juga tak hanya memperbaiki sekolah, tetapi

juga menambah daya tamping sekolah.

10 | P a g e

Artikel ini ditulis sebagai liputan dari kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,

Anies Baswedan ke Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama, Kamis (3/9). Tulisan ini

juga mengutip narasumber lain dari Komisi X, DPR RI pada saat rapat kerja dengan

Kemendikbud. Pihak DPR RI menagih janji Kemendikbud untuk menyediakan banyak

ruang kelas baru di banyak sekolah di Indonesia. Untuk menjawab hal ini, Anies

Baswedan menyatakan bahwa program Wajar 12 Tahun sudah menjadi komitmen

Presiden Joko Widodo, untuk itu harus didukung tambahan anggaran di tahun depan

sebesar Rp 11 triliun.

3. Judul: Sekolah Swasta Tidak Terkendali

Wajib Belajar 12 Tahun Butuh Layanan Berkualitas

Ringkasan:

Pendirian sekolah swasta di jenjang pendidikan SMA/SMK di sejumlah daerah tidak

terkendali dan standar kualitas pun tidak terjaga. Situasi itu terbentuk sejak era otonomi

daerah dimulai. Saat ini, sekolah menengah swasta lebih banyak dibandingkan dengan

sekolah negeri.

Dari total 12.676 SMA di Indonesia, 55 persen berstatus swasta. Sementara dari total

12.656 SMK di Indonesia, 70 persen berstatus swasta. Akibatnya, banyak sekolah dengan

jumlah murid di kelas bawah standar. Pemerintah sudah menetapkan standar maksimal 36

murid per kelas.

Hal tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad saat diskusi pendidikan

“Wajib Belajar 12 Tahun Profil Pendidikan Menengah Indonesia dan Transisi Murid ke

Jenjang Pendidikan Menengah”yang diselenggarakan Education Sector Analytical and

Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia.

Selain Hamid Muhammad, artikel ini menghadirkan narasumber lain dari ACDP, Totok

Amin Soefijanto yang mengungkapkan tentang tingginya angka putus sekolah dari

pendidikan dasar ke menengah. Indonesia memiliki angka pendaftaran tinggi di jenjang

SMP, tetapi angka partisipasinya turun di SMA/SMK. Secara keseluruhan artikel ini

mengungkapkan kendala yang dihadapi pemerintah dalam pelaksanaan Wajar 12 Tahun.

Untuk mengukur value dari setiap artikel tentang Wajib Belajar 12 Tahun di atas, maka

digunakan indikator Public Relation (PR) Value. Dengan menggunakan PR Value, pihak

pengguna dapat mengetahui seberapa besar nilai setiap artikel dilihat dari perspektif PR. Formula

pengukuran PR Value yang selama ini digunakan yaitu:

Halaman Depan: Ukuran artikel x rate iklan x 8 (tanpa foto/x 10 dengan foto) + 10% PPN.

Halaman Dalam: Ukuran artikel x rate iklan x 3 (tanpa foto/x 5 dengan foto) + 10% PPN

11 | P a g e

Adapun PR Value dari 3 artikel Wajib Belajar 12 Tahun di Kompas sebesar Rp 62.370.000;

Tabel 5

Artikel Value

Artikel 1 13,860,000

Artikel 2 16,632,000

Artikel 3 31,878,000

Total

62,370,000

Selama bulan September 2015, Kompas juga menulis 15 artikel pendidikan yang secara tidak

langsung terkait dengan pelaksanaan Wajar 12 tahun. Artikel pendidikan yang menarik perhatian

Kompas bertema: Tenaga Pendidik (7 artikel), Permasalahan Pendidikan (7) dan fasilitas

pendidikan (1).

Secara garis besar, isu guru yang dikupas menyangkut pemberdayaan tenaga pendidik yang

kualitasnya masih rendah. Sebanyak 3 juta guru akan mengikuti uji kompetensi guru pada

November 2015. Ujian tersebut bermaksud memetakan keadaan guru di Indonesia dan melihat

jarak kemampuan mereka dibandingkan dengan standar kompetensi guru. Secara terpisah, di

sejumlah daerah, guru masih mengeluhkan pembayaran tunjangan profesi guru yang belum

lancar.

Jika dilihat dari tone, ada beberapa artikel bernada negatif yang ditulis Kompas terkait sektor

pendidikan. Beberapa artikel negatif tersebut antara lain berisi survey terhadap Angka Partisipasi

Kasar (APK) di 32 Kabupaten yang masih di bawah 90 persen. Bahkan 10 di antaranya memiliki

APK di bawah 75 persen. Artinya, masih banyak anak SD yang belum menempuh pendidikan

dasar. Hal itu ditambah dengan adanya 300.000 anak putus SD setiap tahun.

Namun dari beberapa artikel yang ditulis, ada juga artikel yang memberikan inspirasi bagi dunia

pendidikan Indonesia, seperti pada artikel yang berjudul “Merawat Seklah Gratis”. Dalam

sekolah gratis, khususnya sekolah swasta gratis memang indah dan memesona. Sekolah swasta

gratis adalah ekspresi budi dan jiwa luhur pengelolanya. Sekolah semacam ini sungguh-sungguh

hanya ditopang oleh empati, panggilan jiwa dan pengabdian yang sempurna. Satu hal yang masih

perlu dipikirkan negara adalah bagaimana agar kebijakan sekolah gratis ini sungguh-sungguh

adil, khususnya terkait kesejahteraan para pendidik sekolah swasta ini. Juga menjamin hidup

sekolah-sekolah swasta berbayar dengan rekan jejak pendidikan yang tulus, humanis, nasionalis

dan berkualitas.

Jika diklasifikasikan ke dalam 3 tone (positif, negatif dan netral), komposisi artikel yang ada

sebagai berikut

12 | P a g e

Tabel 6

Tone Jumlah

Positif 3

Netral 8

Negatif 4

Diagram 6

II. Koran Sindo

Koran Sindo hanya mengangkat isu Wajib Belajar 12 tahun sebanyak 1 kali selama kurun

September 2015. Adapun artikel yang dimaksud sebagai berikut:

1. Judul: Butuh Strategi Baru Terapkan Wajib Belajar 12 Tahun

Ringkasan:

Meskipun demikian, artikel ini juga menyitir informasi dari beberapa narasumber yang

juga hadir dalam seminar tersebut. Masing-masing narasumber memberikan informasi

yang konstruktif terhadap sektor pendidikan yang saat ini coba ditingkatkan kualitasnya

melalui Wajar 12 tahun.

2. Judul: Anggaran Pendidikan 2016, Prioritas Tuntaskan Wajar 12 Tahun Ringkasan:

Ringkasan:

13 | P a g e

Pemerintah diminta menyusun strategi lebih baik untuk mengimplementasikan program

Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun. Kendari telah diterapkan tahun ini, program tersebut

belum berhasil mengikis jumlah siswa yang tak melanjutkan ke jenjang sekolah

menengah. Dari ribuan lulusan SMP, sebagian tidak melanjutkan ke SMP.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, berdasarkan Data Pokok

Pendidikan (Dapodik) yang diperbarui per September 2015, jumlah siswa lulusan SMP

tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 3.084.316. Dai jumlah itu hanya 1.745.456 siswa yang

melanjutkan ke jenjang slenajutnya.

Dari artikel ini, publik dapat melihat bagaimana upaya dari Kemendikbud dan masyarakat

sipil dalam melakukan percepatan program Wajar 12 Tahun di tanah air. Strategi kolektif

ini dimaksudkan untuk mengurangi angka putus sekolah yang tinggi di Indonesia,.

Adapun PR Value dari 2 artikel Wajib Belajar 12 tahun di Koran Sindo sebesar Rp 18.176.400;

angka ini mengalami penurunan cukup segnifikasn dari tahun 2014.

Tabel 7

Artikel Value

Artikel 1

18.176.000

Total

18.176.000

Selain artikel Wajar 12 tahun, Koran Sindo juga menulis 6 artikel pendidikan lainnya selama

periode Agustus 2015. Artikel pendidikan yang menarik perhatian Koran Sindo bertema: Tenaga

Pendidik (3 artikel), Permasalahan Pendidikan (1) dan fasilitas pendidikan (1) dan advertorial

(1).

Sama seperti Kompas, secara garis besar isu guru yang dikupas menyangkut pemberdayaan

tenaga pendidik di tanah air. Pemerintah berjanji akan menaikkan alokasi anggaran sebesar 7,5%

untuk pembayaran tunjangan profesi guru pada tahun depan. Tahun ini anggaran tunjangan

profesi guru berkisar Rp 70 miliar, sedangkan untuk tahun depan naik menjadi Rp 72,6 triliun.

Jika dilihat dari tone, ada satu artikel bernada negatif yang ditulis Koran Sindo yang berjudul

“Kedisiplinan Guru Di Daerah Rendah”. Sedangkan satu artikel positif yang menginspirasi

berjudul “ Indonesia Berkomitmen Majukan Pendidikan”. Tulisan ini memberikan harapan akan

perkembangan sektor pendidikan di Indonesia.

Adapun komposisi artikel yang dimuat Koran Sindo bila dilihat dari tone yaitu:

14 | P a g e

Tabel 8

Tone Jumlah

Positif 2

Netral 0

Negatif 1

Diagram 8

III. Republika

Tidak seperti bulan sebelumnya, Republika mengangkat isu Wajib Belajar 12 tahun sebanyak

2 kali selama kurun September 2015. Sayangnya semua artikel tersebut bernada negatif

terhadap permasalahan dunia pendidikan yang saat ini dihadapi beberapa daerah. Meskipun

tidak dapat digeneralisasi, namun kinerja guru yang ada di daerah tersebut setidaknya

memberikan gambaran kualitas pendidikan yang dimiliki. Adapun artikel yang dimaksud

sebagai berikut:

1. Judul: Guru Daerah Lebih Sering Mangkir

Ringkasan:

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Supranata mengatakan, tingkat kemangkiran

guru daerah terpencil dua kali lebih besar daripada guru nasional. Hal ini diungkapkan

oleh ACDP Indonesia pada 2014.

Semnetara, Country Director Summer Institute of Linguistic (SIL) Veni Setiawati

mengaku menemukan kondisi tersebut di beberapa wilayah, terutama di Papua. “Mereka

memang ada beberapa yang tidak memiliki akses bahasa Indonesia. Bahkan ada yang

15 | P a g e

tidak sama sekali,”jelasnya saat Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat tentang Wajar 12 Tahun

bertema “Strategi Percepatan Pendidikan Dasar di Pedesaan dan Daerah Terpencil.

Dari pernyataan kedua narasumber yang ada dalam artikel ini semakin menunjukkan

betapa beratnya pekerjaan rumah yang harus segera diatasi Pemerintah dalam

melaksanakan dan menyukseskan program Wajib Belajar 12 Tahun, khususnya di daerah

terpencil. Pemerataan kualitas pendidikan sangat bergantung dengan kedisiplinan dan

kualitas tenaga pengajar yang ada.

2. Judul: Lebak Kekurangan 4.000 Guru

Ringkasan:

Kekurangan guru di daerah masih terjadi. Di Kabupaten Lebak, banten, dinas pendidikan

dan kebudayaan mengungkapkan, daerah tersebut masih kekurangan 4.000 guru.

Sebagian besar guru di Lebak sudah memasuki masa pensiun. Kadisdikbud Kabupaten

Lebak Asep Komar Hidayat menjelaskan, mayoritas tenaga pendidik itu diangkat pada

tahun 1970an, Kekurangan tenaga pengajar itu menghambat pelaksanaan program

pendidikan 12 tahun sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010.

Dari artikel ini, publik dapat melihat bagaimana pentingnya regenerasi dari tenaga

pendidik yang lemah di tanah-air. Perlu adanya skema yang jelas dan terarah untuk

mengatasi permasalahan ketersediaan tenaga guru untuk jangka panjang. Mengingat

masalah kurangnya jumlah guru dan rendahnya kualitas yang dimiliki sudah menjadi isu

lama yang dihadapai banyak daerah di Indonesia.

Adapun PR Value dari 2 artikel Wajib Belajar 12 tahun di Republika sebesar Rp 32.670.000;

Tabel 7

Artikel Value

Artikel 1 16,038,000

Artikel 2 16,632,000

Total

32,670,000

Selain artikel Wajar 12 tahun, Republika juga menulis 4 artikel pendidikan lainnya selama

periode September 2015. Artikel pendidikan yang menarik perhatian Republika bertema: Tenaga

Pendidik (2 artikel) dan Permasalahan Pendidikan (2). Seperti halnya isu Wajar 12 Tahun,

Republika mengangkat isu pendidikan lainnya didominasi dengan nada negatif. Misalnya Ribuan

guru honorer perwakilan dari Jawa dan Bali melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR.

16 | P a g e

Massa yang dikoordinasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Konfederasi Serikat

Pekerja Indonesia (KSPI) mulai memenuhi Jalan Gatot Subroto depan pagar DPR RI sejak pukul

09.30 WIB.

Jika dilihat dari tone, hanya ada satu artikel bernada positif yang ditulis Republika berjudul

“Kedisiplinan Guru Di Daerah Rendah”. Sedangkan satu artikel positif yang menginspirasi

berjudul “Pemerintah Siapkan Program Sertifikasi Guru di Daerah”. Tulisan ini memberikan

angina segar bagi tenaga pendidik di Indonesia.

Adapun komposisi artikel yang dimuat Republika bila dilihat dari tone yaitu:

Tabel 8

Tone Jumlah

Positif 1

Netral 0

Negatif 3

Diagram 8

IV. Gatra dan Majalah Tempo

Gatra dan Majalah Temp tidak memuat satu artikel pun terkait isu Wajib Belajar 12 Tahun

selama periode September 2015. Kedua majalah ini lebih cenderung mengangkat isu seputar

politik dan hokum berupa artikel investigasi. Ketiadaan isu pendidikan dan Wajar 12 Tahun

menunjukkan bahwa kedua media massa ini belum menempatkan kedua isu tersebut menjadi isu

17 | P a g e

penting. Bisa juga karena tidak adanya hal atau peristiwa penting yang dianggap memiliki nilai

berita penting yang disediakan oleh Kemendikbud untuk diulas

V. Viva.com

Media online Viva.com hanya menulis satu artikel terkait isu Wajib Belajar 12 Tahun selama

periode September 2015. Satu-satunya artikel yang ada bernada negatif terkait pelaksanaan

program Wajar 12 Tahun. Adapun artikel yang dimaksud yaitu:

1. Judul: Wajib Belajar 12 Tahun, Bisakah Berjalan Lancar?

Umumnya, orangtua akan merasa rugi jika anaknya bersekolah

Ringkasan:

Program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah masih akan menghadapi

berbagai kendala. Salah satu persoalan yang bisa menghambat program wajib belajar 12

tahun itu adalah kesiapan dan kemauan masyarakat untuk mengikuti program tersebut.

Terbukti ada banyak kasus, dimana orangtua siswa tidak mengizinkan anaknya

bersekolah, karena si anak terlanjur menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Sayangnya hingga kini kasus seperti itu masih gampang ditemukan, terlebih di desa

terpencil dan daerah pedalaman.

Pernyataan itu disampaikan Pimpinan Fraksi PPP MPR RI Dr. Eni Marlinawati saat

menjadi narasumber pada acara sosialisasi Empat Pilar MPR yang disiarkan secara

langsung oleh Protiga RRI, pada Selasa 1 September 2015. Bersama Pimpinan Fraksi

PDI Perjuangan MPR RI Drs. Utut Adianto, keduanya membahas tema Wajib Belajar.

Sayangnya artikel ini tidak melakukan check and balance dari pemerintah dan lembaga

lainnya dalam mengkritisi penilaian yang disampaikan oleh anggota DPR RI.

VI. Okezone

Media online Okezone menjadi portal yang paling banyak menulis artikel Wajar 12 Tahun

periode September 2015. Media ini menulis sebanyak 2 artikel, masing-masing bernada positif

dan negatif. Artikel yang bernada positif yaitu:

1. Judul: Kalbar Siap Gelar Wajib Belajar 12 Tahun

Ringkasan:

Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) belum mencapai keberhasilan 100 persen dalam

wajib belajar sembilan tahun. Tetapi, Dinas Pendidikan setempat siap menerapkan

program wajib belajar 12 tahun.

Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Alexius Akim menjelaskan, saat ini mereka baru

mencapai 93 persen dalam program wajib belajar sembilan tahun. Dan dalam dua tahun,

mereka pun akan lepas dari program tersebut.

18 | P a g e

"Tahun ini kami siap masuk wajib belajar 12 tahun. Tergantung bagaimana komitmen

pemerintah pusat, provinsi dan daerah itu sendiri, karena ini menyangkut anggaran," kata

Akim kepada Okezone, Kamis (27/8/2015).

Sedangkan artikel yang bernada negatif, yaitu:

2. Judul: Penyebab Wajib Belajar 12 Tahun Tak Efektif

Ringkasan:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meresmikan wajib belajar 12

tahun sebagai langkah mengurangi angka putus sekolah. Meski demikian, masih banyak

siswa tidak dapat melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.

Education and Knowledge Management Specialist, ACDP Indonesia, Totok Amin

Soefijanto mengungkapkan, faktor ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa siswa

tidak bisa melanjutkan ke pendidikan selanjutnya.

"Menurut data UNICEF faktornya adalah dari kondisi ekonomi. Kemudian juga peluang

dalam bersekolah dan bekerja," ujar Totok dalam diskusi pendidikan di Kemendikbud,

Jakarta, Rabu (23/9/2015).

Selain itu, banyak anak Indonesia lebih suka membantu orangtua mereka dengan bekerja

ketimbang meneruskan sekolah. Anak usia sekolah, misalnya, banyak yang bekerja

sebagai buruh tani. Di sisi lain, absennya para guru di sekolah turut menjadi penyebab

sulitnya implementasi wajib belajar 12 tahun

Dari ke 2 artikel di atas, Okezone dianggap cukup berimbang memberikan informasi perihal

implementasi Wajar 12 Tahun. Masing-masing artikel mencoba mengungkapkan kondisi

sebenarnya yang saat ini terjadi.

VII. Sinar Harapan Online

Sinar Harapan Online menulis artikel pendek terkait Wajib Belajar. Isi artikel yang ditulis berisi

motivasi pentingnya pendidikan bagi rakyat. Adapun artikel yang dimaksud yaitu:

a. Judul: Pendidikan Mengubah Nasib Seseorang

Ringkasan:

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Hamid mengatakan, pendidikan dapat mengubah nasib seseorang.

"Kalian bisa mengubah nasib lewat pendidikan. Pemerintah tahun ini terus mendorong

program wajib belajar 12 tahun," ujar Hamid kepada ratusan pelajar SMP terbuka dan

19 | P a g e

SMP satu atap, saat menutup Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) Nasional, di

Jakarta, Rabu (16/9).

Ia juga mengimbau kepada para pelajar SMP terbuka maupun SMP satu atap agar terus

melanjutkan pendidikan mereka hingga tamat SMA, SMK, atau Madrasah Aliyah (MA).

VIII. Jawa Pos Online

Jawa Pos Online juga menulis satu artikel berjudul “Program Wajib Belajar 12 Tahun Tak

Maksimal, Ini Penyebabnya” . Sayangnya tulisan ini bernada negatif terhadap pelaksanaan Wajar

12 Tahun. Adapun isi artikel yang dimaksud yaitu:

1. Judul: “Program Wajib Belajar 12 Tahun Tak Maksimal, Ini Penyebabnya”

Ringkasan:

Wajib belajar (Wajar) 12 tahun yang dicanangkan pemerintah di era pemerintahan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga saat ini belum berjalan maksimal.

Masalah utamanya terkait politik anggaran yang tidak berpihak pada program tersebut.

“Program wajar 12 tahun sudah lama kami cetuskan. Sayangnya kebijakan ini tidak

berbanding dengan anggaran. Itu sebabnya banyak program yang tidak jalan," kata Dirjen

Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)

Hamid Muhammad, Kamis (24/9).

Meski anggaran terbatas, menurut Hamid, Kemdikbud akan tetap menyerahkan program

pendidikan menengah ke provinsi mulai April hingga Oktober 2016. Jadi masing-masing

kepala daerah bertanggung jawab atas program wajar tersebut.

IX. Indopos Online

Indopos Online memuat informasi yang sama dengan Jawa Pos Online dalam menulis

satu artikel terkait Wajar 12 Tahun. Kesamaan materi informasi ini bisa disebabkan

Indopos merupakan anak usaha dari Jawa Pos Group. Judul artikel yang dipilih Indopos

yaitu “Inilah Penyebab Wajib Belajar 12 Tahun Tak Maksimal”.

a. Judul: “Inilah Penyebab Wajib Belajar 12 Tahun Tak Maksimal”

Ringkasan:

Wajib belajar (Wajar) 12 tahun yang dicanangkan pemerintah di era pemerintahan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga saat ini belum berjalan maksimal.

Masalah utamanya terkait politik anggaran yang tidak berpihak pada program tersebut.

20 | P a g e

“Program wajar 12 tahun sudah lama kami cetuskan. Sayangnya kebijakan ini tidak

berbanding dengan anggaran. Itu sebabnya banyak program yang tidak jalan," kata Dirjen

Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)

Hamid Muhammad, Kamis (24/9).

Meski anggaran terbatas, menurut Hamid, Kemdikbud akan tetap menyerahkan program

pendidikan menengah ke provinsi mulai April hingga Oktober 2016. Jadi masing-masing

kepala daerah bertanggung jawab atas program wajar tersebut.

X. Tempo.co

Tempo.co memuat informasi yang positif berisi penjelasan program Wajar 12 Tahun

yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun artikel

tersebut yaitu:

1. Judul: Wajib Belajar 12 Tahun Dimulai Tahun Ajaran Baru Ini

Ringkasan:

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Hamid Muhammad mengatakan, kegiatan wajib belajar 12 tahun sudah

dimulai tahun ini.

“Tepatnya mulai Juli 2015 pada tahun ajaran baru ini,” katanya dalam acara Wajib

Belajar 12 Tahun ‘Profil Pendidikan Menengah Indonesia dan Transisi Murid ke

Jenjang Pendidikan Menengah’ oleh Education Sector Analytical and Capacity

Development Partnership Indonesia di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, Rabu 23 September 2015.

Hamid mengatakan wajib belajar 12 tahun ini menggunakan dasar Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2014. “Secara tersirat ada di RPJMN

2014,” katanya

XI. Warta Kota Online

Seperti halnya media lainnya, Warta Kota termasuk yang menulis artikel dari liputan

kegiatan yang diadakan oleh ACDP. Hanya saja sudut pemberitaan yang dipilih Warta

Kota Online bernada egatif, yaitu

1. Judul: Hambatan Pencapaian Target Wajib Belajar 12 Tahun

21 | P a g e

Ringkasan:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meningkatkan target wajib belajar menjadi

12 tahun atau setingkat dengan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah

kejuruan (SMK).

Hal ini sesuai dengan program Nawacita presiden Joko Widodo untuk meratakan

mutu pendidikan di Indonesia.

Namun, tujuan pemerintah untuk mencapai target mengalami tantangan dari berbagai

hal.

Konsultan Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership

(ACDP) Indonesia, Totok Amin Soefijanto, mengungkapkan salah satu hambatannya

adalah kendala bagi murid untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi.

XII. Suara Merdeka Online

Media online terakhir yang mengangkat isu Wajar 12 Tahun yaitu Suara Merdeka Online.

Tidak seperti media online lainnya, informasi yang disampaikan oleh Suara Merdeka

bernada netral. Dalam artikel ini disampaikan strategi yang akan dilakukan pemerintah

dalam mendorong pelaksanaan Wajar 12 Tahun. Namun artikel ini juga menggambarkan

permasalahan yang dihadapi sektor pendidikan tanah air yaitu tingginya angka putus

sekolah.

1. Judul: Perlu Strategi Implementasi Wajib Belajar 12 Tahun

Ringkasan:

Sejak 2004 angka partisipasi kasar (APK) di tingkat pendidikan dasar mencapai lebih

dari 100 persen, sementara APK di tingkat sekolah menengah pertama meningkat dari

76,1 persen pada 2001 menjadi 96,9 persen pada 2013. Karena itu, Indonesia

membutuhkan strategi yang baik untuk dapat mengimplementasikan kebijakan wajib

belajar 12 tahun.

Strategi tersebut bertujuan meningkatkan dan memperbaiki ketersediaan layanan

pendidikan, termasuk infrastruktur, peralatan dan sumber daya manusia (SDM). ”Bisa

juga memanfaatkan fasilitas lain. Bahkan, di Papua ada rumah warga yang dijadikan

sebagai tempat belajar,” kata Education and Knowledge Management Specialist,

ACDP Indonesia, Totok Amin di Kemdikbud, Rabu (23/9).

Terkait dengan anak putus sekolah dari pendidikan dasar yang tidak melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, masih menjadi masalah besar. Kendala

tersebut dapat mengancam kesuksesan pencapaian tujuan wajib belajar 12 tahun. Data

nasional menunjukkan, 2,4 persen murid-murid usia sekolah dasar tidak bersekolah.

22 | P a g e

2. Lain-lainnya

Bila diklasifikasikan berdasarkan tema, maka artikel pendidikan periode September 2015 terdiri

atas:

Tabel

Klasifikasi Isu

Tenaga Pendidik 14

Permasalahan Dunia Pendidikan 14

Fasilitas Pendidikan 4

Putus Sekolah 6

Total 38

Diagram