Daftar Isi - bi.go.id filePertemuan Tahunan Perbankan 2008 iii “Dengan perjuangan kita mencapai...
Transcript of Daftar Isi - bi.go.id filePertemuan Tahunan Perbankan 2008 iii “Dengan perjuangan kita mencapai...
iPertemuan Tahunan Perbankan 2008
I. Pengantar 1
II. Kilas Balik Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia 2003 - 2007 7
1. Pencapaian Perekonomian Nasional 7
2. Sumbangan Sektor Keuangan 15
2.1. Menegakkan Tiga Pilar Stabilitas 15
2.2. Inisiatif-Inisiatif Kebijakan Strategis Terkait Tiga Pilar Stabilitas 18
2.2.1. Inisiatif di Bidang Moneter 18
2.2.2. Inisiatif di Bidang Perbankan 21
A. Arsitekur Perbankan Indonesia 22
B. Persiapan Menuju Implementasi Basel II 28
C. Memantapkan Koordinasi Terkait Crisis Resolution 31
2.2.3. Inisiatif di Bidang Sistem Pembayaran 32
2.2.4. Inisiatif di Bidang Sektor Riil 34
III. Tantangan dan Prospek Perekonomian Kedepan 37
1. Tantangan Perekonomian Kedepan 37
1.1. Perubahan di Pasar Keuangan Global 38
1.2. Perubahan di Pasar Barang Dunia 41
1.3. Eksklusi Sosial-Ekonomi 42
1.4. Persistensi Inflasi 46
1.5. Daya Saing Daerah di Era Global dan Otonomi Daerah 50
1.6. Mempertahankan Modal Budaya di Era Global 51
2. Prospek Perekonomian Kedepan 53
IV. Memperkokoh Stabilitas, Mengawal Pembangunan 56
1. Inisiatif-Inisiatif di Bidang Moneter 57
1.1 Pengembangan Pasar Keuangan Domestik 58
1.2 ΩMemperkuat Efektifitas Kebijakan Moneter 59
1.3 Memperkuat Perangkat Analisa Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015 62
Daftar Isi
ii Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
2. Inisiatif-Inisiatif di Bidang Perbankan 63
2.1 Arah kebijakan lanjutan dalam proses penataan kembali struktur
industri perbankan nasional 63
A. Penjajakan Kemungkinan Pendirian Kembali Policy Bank yang
khusus untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek
pembangunan jangka panjang 66
B. Perluasan kesempatan operasional ke arah universal banking bagi
bank-bank yang dinilai mampu dan layak menjalankannya 69
C. Optimalisasi peran perbankan dalam pembiayaan
pembangunan, terutama kepada bank-bank yang telah dimiliki
asing 72
2.2 Arah Pengembangan Industri BPR Sebagai Salah Satu Penopang
Kekuatan Ekonomi Lokal 76
2.3 Langkah-langkah Dalam Upaya Mempercepat Pertumbuhan Perbankan
Syariah 79
3. Inisiatif di Bidang Sistem Pembayaran Nasional 81
4. Inisiatif di Bidang Pemberdayaan Sektor Riil 81
V. Penutup 84
Lampiran
Daftar Istilah 89
Kronologis Event Kronologis Events Terkait dengan Kebijakan Penting di Bidang
Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran selama 2003-2007 98
iiiPertemuan Tahunan Perbankan 2008
“Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!Saat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita
pergunakan dengan sebaik-baiknya, supaya kita dapat menanambibit yang bagus bagi pohon sejarah bangsa kita dimasa datang.
Saat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kitasebagai bangsa untuk berabad-abad lamanya.”
Muhammad Hatta“Sebelas Bulan Merdeka”: Pidato Radio Tanggal 17 Juli 1946
iv Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Halaman ini sengaja dikosongkan
1Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
∆Meretas Jalan Stabilitas,Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆
Pidato Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah,Pada Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
18 Januari 2008
Assalamu«alaikum wr.wb,
Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua,
I. Pengantar
Mengawali perbincangan kita malam ini, saya ingin mengajak seluruhhadirin sekalian untuk bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang dilimpahkanNYA kepada kita semua
sehingga kita dapat bertemu kembali dalam suasana yang sangat baik, di acaraPertemuan Tahunan Perbankan 2008.
Dalam kesempatan yang baik ini, saya, atas nama seluruh anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia, juga ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru 2008.
Semoga di tahun yang baru ini Tuhan selalu membimbing dan memberkati setiapupaya kita dalam memakmurkan negeri.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, malam ini menjadi sangatistimewa bagi saya. Malam ini adalah malam yang ke lima kalinya saya berdiri di
sini, berbicara di hadapan Bapak-Ibu sekalian. 5 tahun berlalu begitu cepat. Tanpa
terasa, tidak sampai 5 bulan dari saat ini, saya akan tiba di penghujung masajabatan saya sebagai Gubernur Bank Indonesia.
2 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Kita bersama-sama telah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Berbagai
ragam keadaan, kejadian dan peristiwa, silih berganti kita hadapi. Ada yang
menggembirakan, ada pula yang mengecewakan, bahkan ada pula yangmemprihatinkan. Kita mahfum bahwa perubahan konstelasi nasional dan global
dalam dasawarsa terakhir yang terasa begitu luas dan mendalam, telah
mengantarkan berbagai tantangan baru di dalam pengelolaan stabilitas ekonomibangsa. Gejolak dan ketidakpastian seakan-akan adalah sebuah dimensi konstan
yang akan terus menerus mengikuti langkah kita, seiring dengan pergeseran dan
perubahan yang terjadi. Namun, bagaimanapun, kita patut bersyukur. Jalinankerjasama dan koordinasi yang erat, dilandasi oleh rasa saling pengertian diantara
kita, telah menjadi elemen yang begitu penting di dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan tugas memelihara kestabilan moneter, perbankan dan sistempembayaran oleh Bank Indonesia.
Untuk itu, sebelum saya memasuki substansi arahan tahunan saya malam
ini, perkenankan saya untuk menyampaikan rasa penghargaan dan terima kasihyang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat perbankan yang telah bekerja
sama dan mendukung langkah-langkah kebijakan Bank Indonesia di dalam
memperkuat ketahanan dan meningkatkan kinerja industri perbankan secarakeseluruhan. Di samping itu, tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih dan
apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran Pemerintah baik di pusat
maupun daerah, DPR, kalangan pengusaha, akademisi, pengamat, media massadan berbagai pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan baik teknis maupun strategis kepada pelaksanaan tugas-
tugas Bank Indonesia.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Sepuluh tahun yang lalu bangsa ini berbaris berbanjar-banjar menuju
terbitnya Indonesia sebagai sang fajar baru masyarakat berdemokrasi di Asia.Mengawali tahun ini, kita sedang melihat terbitnya Indonesia sebagai bintang
ekonomi baru di Asia Raya. Syukur Alhamdulillah kita panjatkan pada Ilahi Robbi.
Negeri ini akhirnya telah menutup pengalaman krisis Asia yang sangat memilukanitu, insya Allah, untuk selamanya.
Jaman baru yang akan lebih baik dari yang lalu telah kita masuki. Kita
bahkan telah mengawalinya dengan pencapaian-pencapaian yang membesarkan
hati di bidang ekonomi. Perekonomian kita sudah melaju dengan menggunakankedua mesinnya √√ mesin stabilitas dan mesin pertumbuhan √√. Tidaklah
3Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
mengherankan jika kemudian banyak penumpang didalamnya dan penonton
diluarnya yang sedang dikejutkan oleh percepatan yang sedang terjadi. Untuk
pertama kalinya sejak krisis Asia, pertumbuhan ekonomi kita telah mencapai diatas6% pertahun. Sementara, dalam 5 tahun terakhir, perkembangan ekonomi makro
kita tetap mantap kendati disana-sini kita hadapi masa-masa yang cukup sulit.
Ketahanan dan stabilitas sistem keuangan juga telah jauh lebih baik dibandingkansebelum krisis Asia. Kita bahkan mencatat bahwa industri perbankan nasional
berhasil melewati dan bahkan menahan dampak gejolak-gejolak yang cukup besar.
Tidaklah berlebihan jika kita kemudian mengatakan bahwa dalam perekonomiannasional sedang tertanam daya tahan yang lebih tangguh.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Indonesia baru di awal Abad 21 ini memiliki banyak harapan dankesempatan yang terbentang dihadapannya. Karenanya, dunia sedang
memperhatikan dengan sangat seksama langkah-langkah kita menuju masa depan
tersebut. Apa-apa yang telah tercapai setelah kita membongkar tatanan lamauntuk kemudian membangun kembali tatanan baru diatasnya, di alam demokrasi
yang sejati ini, bukanlah sesuatu yang dapat dipandang secara sepintas lalu saja.
Kita sedang menyajikan sebuah referensi segar bagi negara-negara di dunia ketigatentang kemampuan alam demokrasi untuk bersanding dengan pencapaian positif
pada kemajuan ekonomi. Bagi perjalanan sejarah negara-kebangsaan kita dan
polity yang melingkupinya, belum pernah sebelumnya kita melewati ruang danwaktu yang sama seperti sekarang.
Di masa-masa awal setelah Proklamasi 1945, kita sempat mengenyam
kehidupan berdemokrasi seperti yang kita miliki saat ini. Periode sejak Proklamasi1945 sampai pertengahan 1950-an mencatat adanya keterbukaan dan demokrasi
politik dalam keseharian bangsa kita. Kehidupan politik yang multi partai
bersanding akrab dengan semangat keadaban yang sangat santun. Hari-hariBangsa kita dipenuhi dengan dialog, perdebatan tentang idealisme kebangsaan,
dan pertukaran pikiran antar intelektual-intelektual kelas satu yang juga elit-elit
politik yang disegani keluasan pandangannya dijamannya. Pada masa itu BangsaIndonesia dan Bapak-Bapak Bangsanya adalah cahaya-cahaya Asia yang kemudian
dicatat oleh tinta emas sejarah sebagai pencetus semangat Asia-Afrika.
Namun, kita juga mencatat bahwa periode keterbukaan, demokrasi, dan
kesantunan tersebut tidak berlangsung lama karena adanya kealpaan dalammerencanakan dan melaksanakan secara sistematis pembangunan ekonomi yang
4 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Kebebasan politik kita dahulukan
diatas pembangunan ekonomi, sehingga kita menjadi negara bebas, terbuka dan
demokratis, namun tanpa perbaikan yang mendasar pada tingkat kesejahteraanrakyat. Kealpaan ini kemudian membawa kita ke dekade 1960-an yang ditandai
oleh kemunduran di berbagai bidang kehidupan sosial, politik dan ekonomi
bangsa.
Pada masa setelah itu, tinta sejarah mencatat gegap gempitanya derap
pembangunan ekonomi di era Orde Baru. Sejak akhir dekade 1970-an kita bergerak
semakin dekat pada makna kemerdekaan sebagai jembatan emas bagipeningkatan taraf hidup dan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat banyak. Pada
dekade selanjutnya sampai pertengahan tahun 1990-an, dunia menyaksikan kiprah
Indonesia sang Macan Asia di percaturan ekonomi-politik Asia Timur. Namun,dalam 3 dekade Orde Baru itu pula kita kurang melihat pentingnya untuk
membangun kembali kehidupan politik yang terbuka dan berdemokrasi. Kealpaan
itu kemudian membawa kita pada krisis ekonomi-politik yang berat, dan nyarismencabut keseluruhan sendi kehidupan kita dari akarnya.
Dalam penjelajahan kita memasuki labirin memori kolektif masa lalu itu,
senantiasa kita temui kontras-kontras mengenai mana yang seharusnya menjadikapten dalam kehidupan negara-kebangsaan kita. ≈Ekonomi sebagai Kapten atauPolitik sebagai Kapten∆ adalah perdebatan warung kopi pelipur lelah yang telah
kita kenal selama ini. Namun, ada yang sangat berbeda dalam 5 tahun terakhirini. Terbersit dalam benak dan perasaan kita bahwa terdapat suatu perubahan
fundamental dalam kehidupan negara-kebangsaan kita, yang tampaknya adalah
sebuah keterlepasan dari masa lalu ƒ a complete break from the past ƒ.
Perbedaan itu adalah adanya sebuah fakta bahwa dalam 5 tahun terakhir dalam 5 tahun terakhir dalam 5 tahun terakhir dalam 5 tahun terakhir dalam 5 tahun terakhir
ini konsolidasi kehidupan politik kita di alam demokrasi yang bebas dan terbuka,ini konsolidasi kehidupan politik kita di alam demokrasi yang bebas dan terbuka,ini konsolidasi kehidupan politik kita di alam demokrasi yang bebas dan terbuka,ini konsolidasi kehidupan politik kita di alam demokrasi yang bebas dan terbuka,ini konsolidasi kehidupan politik kita di alam demokrasi yang bebas dan terbuka,
telah berjalan seiring dengan konsolidasi perekonomian yang semakin mantaptelah berjalan seiring dengan konsolidasi perekonomian yang semakin mantaptelah berjalan seiring dengan konsolidasi perekonomian yang semakin mantaptelah berjalan seiring dengan konsolidasi perekonomian yang semakin mantaptelah berjalan seiring dengan konsolidasi perekonomian yang semakin mantap.
Disatu sisi kita telah kembali hidup dalam suatu tatanan masyarakat demokratisyang bebas dan terbuka. Kita telah pula menerapkan otonomi daerah dan
desentralisasi ekonomi-politik. Kita telah memilih Kepala Negara dan kepala daerah
melalui pemilu langsung, dan kehidupan pers kita yang bebas berkembang sangatpesat. Bersamaan dengan itu pula, ekspansi perekonomian kita terus melaju
dengan stabilitas perekonomian yang tetap terpelihara. Kita bahkan telah
merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi kita tanpa arahan-arahan serta kekangan dari pihak-pihak asing, seperti IMF, yang kepentingannya
belum tentu selaras dengan kepentingan rakyat Indonesia. Periode dimana kita
berada dalam skim Extended Fund Facility sampai dengan berakhirnya Post-
5Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Program Monitoring IMF adalah sebuah periode yang memberatkan bagi Bangsa
Indonesia. Di era tersebut, kita tidak dapat sepenuhnya merumuskan dan
menerapkan kebijakan-kebijakan penyesuaian dengan cakupan dan tempo yangselaras dengan kepentingan dan pemenuhan sebesar-besarnya hajat hidup Rakyat
dan Bangsa Indonesia. Banyak kompromi-kompromi penting yang didesakkan
kepada kita, namun tidak sepenuhnya memberi keuntungan pada kepentingannasional Indonesia dan lebih memberi keuntungan pada pihak-pihak diluar kita.
Tangan di bawah memang selalu tangan yang tidak bermartabat. Kita tidak ingin
era yang merendahkan Rakyat dan Negara-Kebangsaan kita itu berulang lagi.Demokrasi, keterbukaan, kebebasan, dan keberanian untuk mandiri telah
menjadikan kita manusia sebagai manusia adanya, dengan berbagai kesempatan
yang semakin terbuka untuk menggapai kemakmuran secara lebih luas bagiseluruh rakyat Indonesia. Terbuktilah semua yang menjadi keyakinan Bapak-Bapak
Bangsa ini tentang pandangan dan sikap hidup yang tepat yang perlu selalu
menjadi pegangan kita dalam mengisi alam kemerdekaan dan kebebasan yangmereka perjuangkan.
Memang bila kita hanya melihat berbagai angka, untuk sementara, apa
yang telah tecapai secara sekilas tampak tidak terlalu dramatis. Namun, dibalikperkembangan itu ada sesuatu pergeseran yang sangat strategis yang sedang
terjadi. Secara berangsur-angsur kita telah menata kekuatan-kekuatan
kelembagaan yang ada yang memungkinkan kita untuk mengambil langkahyang lebih terencana dan sinambung, serta mengurangi kecenderungan untuk
bertindak secara ad-hoc. Berbagai lembaga-lembaga utama kita, termasuk Bank
Indonesia, telah melakukan langkah-langkah perbaikan secara bertahap yangtentunya harus senantiasa dilanjutkan dan mencakup semua bidang yang esensial.
Bahkan dalam konteks yang hampir sama dengan pandangan Muhammad Hatta
tentang Revolusi Indonesia 1945, kemampuan kita untuk menyandingkandemokrasi dan kesejahteraan dapat menjadi sebuah ∆mata dari rantai panjang
perubahan besar yang mendasar∆ pada kehidupan masyarakat dinegara-negara
sedang membangun lainnya di Asia dan Afrika dimasa-masa yang akan datang.
Oleh karena itu, kita layak dan patut berbangga atas pencapaian yang kita layak dan patut berbangga atas pencapaian yang kita layak dan patut berbangga atas pencapaian yang kita layak dan patut berbangga atas pencapaian yang kita layak dan patut berbangga atas pencapaian yang
luar biasa itu, yang kita peroleh atas inisiatif dan kerja kita sendiri.luar biasa itu, yang kita peroleh atas inisiatif dan kerja kita sendiri.luar biasa itu, yang kita peroleh atas inisiatif dan kerja kita sendiri.luar biasa itu, yang kita peroleh atas inisiatif dan kerja kita sendiri.luar biasa itu, yang kita peroleh atas inisiatif dan kerja kita sendiri. Kita juga
bersyukur kepada Sang Pengatur Jagad karena telah memberi kesempatan yangsangat jarang itu kepada kita. Sebagai salah satu dari sedikit saja negara sedang
membangun yang berdemokrasi dan salah satu pemerintahan rakyat terbesar di
Asia, pantaslah kiranya jika dimasa yang akan datang kita terus berupaya untuklebih mengenali lagi kekuatan-kekuatan dan kemampuan yang kita miliki dalam
6 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
berdikari menentukan pilihan dan mengambil keputusan yang tepat untuk
kepentingan kita sendiri secara demokratis. Adalah suatu keyakinan kita bersama
sejak Proklamasi 1945 bahwa kelestarian dari republik kita akan jauh lebih terjaminapabila kita berdemokrasi, sebagaimana yang ditunjukkan pada periode 5 tahun
terakhir ini.
Kita juga sedang dituntut untuk menggunakan keberhasilan yang telahtercapai saat ini sebagai suatu modal yang amat berharga untuk menata langkah-
langkah kedepan dan menjawab tantangan. Kemerdekaan Bangsa Indonesia di
tahun 1945 hanyalah sebuah sarana bagi perwujudan Kemerdekaan ManusiaIndonesia, demikian yang pernah disampaikan oleh Sutan Sjahrir, dan juga
Soekarno dan Muhammad Hatta, Bapak-Bapak bangsa ini. Namun, 62 tahun
setelah Proklamasi 1945, banyak dari rakyat kita yang masih merindukan suatutatanan yang memerdekakan mereka sebagai manusia, yaitu tatanan negara-
kebangsaan yang menyejahterakan dan mencerdaskan mayoritas dan bukan
sebagian terkecil dari masyarakat. Kerinduan ini adalah tantangan yang sedangdisematkan di pundak kita bersamaan dengan bangkitnya Bangsa Indonesia di
era baru di awal Abad 21 ini.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Memahami peralihan yang sedang kita alami, saya merasakan bahwa
perjalanan memimpin Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang menerima
mandat dari rakyat untuk turut berperan memelihara stabilitas ekonomi bangsa,adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga. Pengalaman yang telah
mengantarkan saya untuk dapat lebih dalam memahami dinamika perekonomian
kita, tantangan yang sedang dan akan dihadapinya, peluang yang dimilikinyadan kekuatan yang membawanya bangkit menuju pencapaian cita-cita
kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan tentu, sebagai anak
bangsa, mandat tersebut adalah sebuah kehormatan dan kesempatan untukmemberikan bakti terbaik saya kepada bangsa, negara dan seluruh rakyat
Indonesia.
Oleh karena itu, malam ini, tiba waktunya bagi saya melakukan refleksi
terhadap apa-apa yang sudah dikerjakan Bank Indonesia dalam 5 tahunkepemimpinan saya. Rasanya bukan suatu yang berlebihan jika saya menjadikan
hal ini sebagai bagian dari bentuk pertanggung jawaban moral saya kepada para
stakeholders Bank Indonesia. Selain itu, malam ini saya juga akan menyampaikanpandangan-pandangan tentang prospek dan tantangan perekonomian kedepan
7Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
dan implikasinya bagi kerja Bank Indonesia. Saya berharap perspektif ke depan
yang akan saya sampaikan dalam pemaparan malam ini, dapat menjadi sebuah
sumbangan pemikiran bagi kita semua dalam menyusun langkah-langkah bersamauntuk meraih masa depan bangsa yang lebih baik.
Terkait dengan hal-hal tersebut, tema pidato saya malam ini adalah:
∆Meretas Jalan Stabilitas, Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆∆Meretas Jalan Stabilitas, Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆∆Meretas Jalan Stabilitas, Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆∆Meretas Jalan Stabilitas, Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆∆Meretas Jalan Stabilitas, Mengawal Pembangunan Ekonomi Negeri∆..... Dalamsistematika penyampaiannya, di bagian awal pidato ini saya akan membuka
kembali lembaran-lembaran catatan kerja saya dan mengajak hadirin sekalian
untuk sejenak mengikuti kilas balik perjalanan Bank Indonesia dalam melaksanakanmisi konstitusionalnya pada kurun 5 tahun terakhir. Beberapa pertanyaan yang
akan menjadi landasan pemaparan saya adalah: Apa saja inisiatif kebijakan yang
telah kami lakukan dan apa yang menjadi konsiderannya? Sejauh mana kemajuanyang telah dicapai dalam implementasinya? Apa yang sudah disumbangkannya
pada keseluruhan proses pembangunan ekonomi di era paska krisis ini?
Pada bagian berikutnya, saya akan mengulas tentang prospek dan
tantangan-tantangan perekonomian kedepan dan langkah-langkah yang perludiambil oleh Bank Indonesia untuk memastikan bahwa lembaga ini tetap menjadi
bagian dari solusi permasalahan perekonomian bangsa. Beberapa dari tantangan-tantangan tersebut bukanlah sesuatu yang baru karena telah dan sedang
berlangsung saat ini. Akan tetapi di masa mendatang, tantangan-tantangan
tersebut akan semakin mengemuka dan bertambah tinggi intensitasnya, sehinggaurgensi untuk mempersiapkan diri di dalam menghadapinya menjadi semakin
menguat.
Akhirnya, sebelum menutup pidato ini saya akan menyampaikan
beberapa pandangan mengenai langkah-langkah lanjutan serta kebijakan-kebijakan yang perlu kita lakukan kedepan, dengan menjadikan tahun 2008 ini
sebagai sebuah momentum baru bagi terwujudnya Bank Indonesia yang lebih
bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
II. Kilas Balik Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia 2003 - 2007
1. Pencapaian Perekonomian Nasional
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Awal tahun 2007 lalu kita baru saja meraih kembali stabilitas makroekonomi paska gejolak harga minyak di akhir 2005 dan dampaknya pada nilai
tukar, inflasi, dan suku bunga sampai pertengahan 2006. Ketika itu, jika saudara-
8 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Tabel 1.Indikator Utama Perekonomian
MakroMakroMakroMakroMakroGDP (% - yoy) 4,38 4,72 5,03 5,68 5,48 6,3Inflasi (% - yoy) 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59
EksternalEksternalEksternalEksternalEksternalEkspor (miliar USD) 59,165 64,109 70,767 86,995 103,514 118,937Impor (miliar USD) 35,652 39,546 50,615 69,462 73,868 86,354Debt to GDP ratio 65,71 57,01 53,40 45,12 35,28 31,3Cadangan Devisa (miliar USD) 32,039 36,296 36,320 34,724 42,586 56,900Nilai tukar 8.950 8.570 8.948 9.713 9.167 9.140
Keuangan PemerintahKeuangan PemerintahKeuangan PemerintahKeuangan PemerintahKeuangan PemerintahPenerimaan (miliar Rp) 298.605 341.396 403.367 495.224 637.796Belanja (miliar Rp) 322.180 376.505 427.177 509.632 670.591Defisit/Surplus APBN (%of PDB) -1,3 -1,7 -1,0 -0,5 -1,0 -1,1
Pasar KeuanganPasar KeuanganPasar KeuanganPasar KeuanganPasar KeuanganYield SUN global (%)** 6.08 4.72 3.71 4.92 5.93 5.89IHSG 425 692 1.000 1.163 1.806 2.746
Indikator 2002 2003 2004 2005 2006 2007*
Ket:* Posisi akhir Desember (estimasi)**Sejak th 2006 menggunakan global bond jatuh tempo 2014
saudara sekalian masih ingat, di tempat ini, saya mengibaratkan bahwa kondisi
perekonomian kita pada tahun 2006 bagaikan sebuah pesawat yang terbang
dengan satu mesin. Di satu sisi, kita telah berhasil membawa kembali kondisiekonomi makro pada lintasan yang seharusnya. Namun, karena masih cukup
beratnya tantangan-tantangan mikro dan struktural dalam perekonomian, maka
laju dan kualitas pertumbuhan ekonomi masih belum seperti yang kita harapkan.Saat itu pertumbuhan kegiatan usaha yang produktif di sektor riil cenderung
sangat lambat.
Di awal tahun 2008 ini, kita patut bersyukur karena telah berhasil menutuptahun 2007 dengan pencapaian-pencapaian yang cukup baik sebagaimana yang
ditunjukkan oleh indikator-indikator utama perekonomian kita (Tabel 1). Terkait
dengan kondisi ini, kalau saya boleh mengatakan dengan analogi yang sama,pesawat perekonomian kita sudah mulai terbang dengan kedua mesinnya. Oleh
karenanya, tidak terlalu mengherankan jika banyak penumpang didalamnya yang
sedang dikejutkan oleh percepatan yang sedang terjadi.
9Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Berbagai pencapaian perekonomian yang dapat kita catat sampai dengan
akhir 2007, secara ringkas akan saya sampaikan sebagai berikut.
Di sisi pertumbuhan ekonomi, untuk pertama kalinya sejak krisis Asia,pertumbuhan ekonomi kita telah mencapai diatas 6% pertahun yaitu 6,3% di
2007. Pertumbuhan ini dicirikan oleh laju yang semakin berimbang antara sisi
permintaan dan penawaran, sebagaimana yang tercermin pada resiliensipengeluaran konsumsi yang diikuti oleh perkembangan menggembirakan pada
investasi. Realisasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sepanjang tahun 2007
tercatat melaju sebesar 8,37%, sementara investasi swasta bertumbuh sebesar7,18% dari tahun lalu. Perkembangan pada investasi ini menyebabkan rasio
investasi terhadap PDB telah meningkat dari sekitar 19.6 % di 2003 ke 23% di
2007 lalu. Selain itu, kita juga melihat bahwa terdapat diversifikasi yang cukupbaik dalam perekonomian, sehingga walaupun sektor manufaktur belum
sepenuhnya pulih, banyak sektor-sektor lain yang berkembang dan menjadi
penopang wealth creation dalam perekonomian kita selama tahun 2007.Diversifikasi ini ditunjukkan oleh ekspansi di sektor-sektor ekstraktif, perdagangan,
telekomunikasi, transportasi, utilitas, konstruksi, dan jasa-jasa. Semua perbaikan-
perbaikan di sektor riil ini telah memberi indikasi awal yang cukup kuat bahwahambatan-hambatan struktural di sisi mikro ekonomi (supply side constraints)sudah mulai membaik.
Dari sisi eksternal, neraca pembayaran Indonesia (NPI) terus membukukansurplus selama 4 tahun berturut-turut. Pada akhir 2007 surplus NPI tercatat sebesar
3,1% dari PDB, sehingga rata-rata surplus NPI kita dalam 3 tahun terakhir adalah
sebesar 2.4% dari PDB. Perkembangan positif pada NPI ini ditopang oleh netaliran modal portofolio ke pasar-pasar keuangan, penanaman modal langsung,
net ekspor, dan net jasa remitansi tenaga kerja migran Indonesia. Dalam kaitan
ini dapat kita cermati bahwa ekspor non migas Indonesia tetap tinggi di tengahekonomi global yang sedikit melambat. Perkembangan ini menunjukkan bahwa
negara tujuan ekspor kita semakin terdiversifikasi sehingga sebagian dampak
pelambatan ekonomi di negara maju pada ekspor dapat dikompensasikan denganekspor ke negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi seperti China dan India.
Kinerja NPI yang sangat baik dalam 4 tahun terakhir ini telah memberi ruang bagi
kita untuk membiayai berbagai keperluan pembangunan, memperkuat diri melaluipenambahan cadangan devisa, dan yang terpenting melalui sumbangan aliran
net remitansi tenaga kerja migran, resiliensi permintaan domestik dalam
perekonomian nasional dapat kita pertahankan. Terkait dengan cadangan devisa,
10 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
dapat saya sampaikan bahwa sampai dengan di akhir 2007, cadangan devisa kita
telah mencapai USD 56.9 milyar, atau setara dengan 5.7 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Cadangan devisa ini meningkat sekitar1,5 kali lipat dari posisi 5 tahun yang lalu.
Kinerja NPI yang kuat juga memberikan peluang pada kita untuk
mempercepat pelunasan utang-utang kepada IMF. Langkah ini ditempuh dengansuatu perhitungan yang matang dalam semangat kemandirian kebijakan publik
dan keyakinan terhadap kinerja perekonomian kedepan. Jatuh tempo pembayaran
yang masih sekitar 3,5 tahun kedepan disepakati untuk kita percepatpembayarannya menjadi 12 Oktober 2006. Dengan demikian, Bangsa Indonesia
tidak lagi harus mengikuti program-program yang ada dalam skim Extended
Fund Facility IMF. Walaupun pelunasan utang kepada IMF ini kita percepat,kondisi pasar keuangan tetap stabil dan cadangan devisa dapat terus meningkat.
Pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang, neraca pembayaran
yang surplus, dan posisi cadangan devisa yang cukup baik telah banyak membantu
upaya memelihara stabilitas nilai rupiah, terutama untuk jangka menengah-panjang. Pada kurun 5 tahun terakhir, diluar tahun 2005 yang diwarnai oleh
gejolak harga minyak dunia, inflasi IHK dan inflasi inti secara rata-rata tercatatsebesar 6.19% dan 6,28% per tahun dibawah laju rata-rata di era pra krisis (1992
√ 2007) yang sebesar 8,21% dan 9,13%. per tahun.
Sementara itu, tanpa memasukkan gejolak nilai tukar di tahun 2005, nilai
tukar rupiah kita dalam 5 tahun terakhir tampak terjaga dalam suatu kisaranyang kondusif bagi pemeliharan keseimbangan internal dan eksternal ekonomi
makro kita. Volatilitas nilai tukar rupiah juga telah jauh lebih rendah dibanding
volatilitasnya pada tahun-tahun awal setelah krisis. Semua ini memberi kepastianyang lebih baik pada para pengusaha baik di sektor riil maupun di sektor keuangan
tentang rata-rata nilai tukar dalam jangka panjang. Sehingga, kita dapat
mengatakan bahwa semua perkembangan positif pada laju inflasi dan pada nilaitukar telah menopang pengelolaan ekspektasi tentang stabilitas ekonomi makro
dan daya saing ekspor dalam jangka-menengah panjang.
Di bidang perbankan, jika kita mencermati kemajuannya setidaknya sejakawal tahun 2004, kita dapat mengatakan bahwa perkembangan indikator-
indikator perbankan saat ini cukup menggembirakan (Tabel 2). Dibandingkan
dengan awal tahun 2004, pertumbuhan total aset perbankan telah meningkatcukup pesat, yaitu sebesar Rp737,85 T (63,7%) menjadi 1.895 T pada bulan
November 2007. Sementara itu, kredit meningkat Rp529,6 T atau lebih dari dua
11Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Kredit (T Rp) 410,3 477,2 595,1 730,2 832,9 1.004,6DPK (T Rp) 835,8 888,6 963,1 1.127,9 1.287,0 1.437,5NPL Gross (%) 8,1 8,2 5,8 8,3 7,0 5,4NPL Nett (%) 2,1 3,0 1,7 4,8 3,6 2,3SB KMK Bank Umum (%)* 18,3 15,1 13,4 16,2 15,1 13,2SB KI Bank Umum (%) * 17,8 15,7 14,1 15,7 15,1 13,3SB KK Bank Umum (%)* 20,2 18,7 16,6 16,8 17,6 16,3Jumlah Bank** 138,0 133,0 131,0 130,0 128,0
Tabel 2.Perkembangan Indikator Utama Perbankan
*) Data Bulan Oktober 2007**) Per tanggal ini terdapat 16 bank yang masih bermodal di bawah Rp, 80 milyar, Dari 16 tersebut, 9 bank diperkirakan bisa mencapaiRp 80 milyar sedangkan 7 bank masih belum jelas,
Indikator Des 2002 Des 2003 Des 2004 Des 2005 Des 2006 Nov 2007
kali lipat dari levelnya di 2004 menjadi Rp 1004,6 T di akhir tahun lalu. Pertumbuhan
kredit tersebut didukung oleh peningkatan DPK sebesar Rp551 T atau sekitar62% dari levelnya di 2004 sehingga pada bulan November 2007 yang lalu DPK
berada pada posisi Rp1.437,5 T. Disepanjang tahun 2007, ditopang olehpenurunan BI rate sejalan dengan terpeliharanya stabilitas ekonomi makro, kredit
telah tumbuh sesuai dengan target yang ditetapkan oleh perbankan pada awal
tahun, dan tercatat bertumbuh sebesar 24,3%. Pertumbuhan kredit tersebutmenandakan bahwa perbankan telah kembali memberi sumbangan yang signifikan
dalam keseluruhan pembiayaan pembangunan nasional.
Satu aspek yang penting untuk dicatat terkait kinerja perbankan sampai
akhir 2007 adalah fakta bahwa stabilitas sistem perbankan kita paska krisis telahjauh lebih baik ketimbang sebelum krisis. Mayoritas bank dalam industri perbankan
saat ini telah mempertahankan kecukupan modalnya pada tingkat yang tinggi,
yaitu CAR rata-rata berkisar pada angka 19,5%. Dalam satu tahun terakhir, totalaset mengalami peningkatan yang cukup tinggi mencapai sekitar 11,9% menjadi
Rp 1.845 T. Dari sisi profitabilitas, ROA perbankan mengalami peningkatan dari
2,6% menjadi 2,8%, yang secara umum diperoleh dari adanya perbaikan efisiensidalam kegiatan operasional perbankan. Sementara itu, tingkat NPL perbankan
mengalami perbaikan yang menggembirakan, yaitu dari 6,98% (gross) dan 3,63%
(net) menjadi masing-masing 5,41% dan 2,29%. Hal ini terutama disebabkanmulai diimplementasikannya PP No. 33 tahun 2006 oleh bank-bank milik
Pemerintah. Kita juga perlu berbesar hati karena perbankan ternyata mampu
12 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Grafik 1.Rating Indonesia
Investment grade
Non Investment grade
AAAAA+AAAA -A+AA -BBB+BBBBBB -BB+BBBB -B+BB -CCC+CCCCCC -CCRSDD
07Des
18Apr
10Okt
31Des
09Jan
27Jan
11Mar
15Mei
29Mar
30Mar
17Apr
02Okt
21Mei
02Nov
23Apr
05Sep
12Mei
08Okt
22Des
26Jul
19921995 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2006
BBB
-
BBB
BB+
BB
SD
BBB
-
B -
CCC+
B
CCC+
CCC
SD
CCC+
SD
B -
CCC+ BB
-
B -
B +B
AAAAA+AAAA -A+AA -BBB+BBBBBB -BB+BBBB -B+BB -CCC+CCCCCC -CCRSDD
menahan berbagai gejolak yang cukup besar dalam perekonomian seperti kenaikan
harga minyak dan dampak turunannya pada nilai tukar, inflasi dan suku bunga,serta dampak menular krisis sub-prime mortgage di AS. Kemampuan dan daya
tahan ini tidak terlepas dari semakin membaiknya kemampuan manajemen risiko
perbankan dan peraturan kehati-hatian yang telah kita terapkan pada perbankannasional.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Kondisi ekonomi makro yang terpelihara dan industri perbankan yangsemakin sehat, kuat dan resilien telah menyumbang pada semakin membesarnya
kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. Kondisi ini
tercermin dari perbaikan rating Indonesia pada laporan lembaga-lembaga ratinginternasional dimana saat ini kita telah semakin mendekati investment grade dan
sedang menuju levelnya sebelum krisis (Grafik 1). Sementara itu, ditopang dengan
cukup baiknya laba korporasi dan ekspektasinya yang terus positif kedepan,kepercayaan investor tersebut juga terlihat pada derasnya aliran ekses likuiditas
global yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sehingga menjadikan IHSG salah
satu indeks yang memiliki kinerja terbaik di dunia (Grafik 2). Beberapa sub-sektoryang menjadi penopang kenaikan IHSG tersebut mengkonfirmasi pula adanya
diversifikasi pada sumber-sumber wealth creation dalam perekonomian.
Pencapaian-pencapaian di atas tentu membesarkan hati kita semua karenaterwujud di tengah berbagai cobaan dan gejolak baik yang bersumber dari dalam
13Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Grafik 2.IHSG dan Komponennya
Indeks3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Indeks
IHSG (RHS)PertanianPertambanganPropertiInfrastruktur
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt
2003 2004 2005 2006 2007
negeri seperti musibah bencana alam yang secara bergantian terus mendera kita,
maupun yang bersumber dari luar negeri seperti gejolak harga minyak dunia dan
krisis sub-prime mortgage. Tidaklah berlebihan jika kemudian kita mengatakanbahwa dalam perekonomian makro nasional kita sedang tertanam daya tahan
yang lebih tangguh.
Kita pun dapat mencermati bahwa pencapaian-pencapaian tersebutmerupakan buah dari kerjasama seluruh elemen pemangku kebijakan publik dalam
memberikan sumbangsih terbaiknya bagi pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan
untuk melakukan konsolidasi fiskal ditahun-tahun awal paska krisis yang kemudiandilanjutkan dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif pada dua tahun terakhir
telah berperan dalam menggerakkan aktivitas perekonomian tanpa menyebabkan
instabilitas harga dan nilai tukar sehingga ekspansi perekonomian tetap terjaga(Grafik 3). Otoritas fiskal juga telah berhasil secara bertahap mengurangi beban
utang luar negeri, dari level diatas 100% pada awal krisis, menjadi sekitar 31%
pada tahun 2007 lalu sehingga makin memperkuat prospek kesinambungan fiskalkita kedepan. Sementara itu, kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM seiring
dengan gejolak harga minyak di tahun 2005 merupakan sebuah langkah yang
telah memperkuat lagi postur fiskal kita dalam jangka menengah-panjang.Kebijakan tersebut telah pula membantu mengurangi ketidakpastian di pasar valas
terkait kenaikan harga minyak di penghujung 2007 lalu.
Sementara itu, dari sisi kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perbaikan
indikator-indikator sosial dan iklim investasi, kita telah melihat pula perkembangan-perkembangan yang cukup berarti. Angka kemiskinan yang diukur melalui
14 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Surplus/Defisit APBN
% PDB
-3,0
-2,5
-2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
-1,5
-2,4
-1,3
-1,7
-1,0
-0,5
-1,0-1,10
-1,7
Konsolidasi Stimulus
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Grafik 3.Konsolidasi Fiskal
persentase orang yang hidup di bawah garis kemiskinan menurun dari 17,75%
pada 2006 menjadi 16,6% pada 2007 atau menurun secara absolut sebanyak
1,88 juta orang. Perbaikan pada angka kemiskinan tersebut dalam banyakaspeknya ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
ekonomi makro. Tidak kalah penting adalah program √program sosial yang
diluncurkan untuk membantu masyarakat miskin bertahan ditengah gejolak danbencana alam.
Menurunnya angka kemiskinan telah pula memperbaiki indikator
pencapaian Indonesia dalam Tujuan-Tujuan Pembangunan Millenium (MilleniumDevelopment Goals, MDGs). Dari delapan MDGs, Indonesia telah mencatat
kemajuan yang cukup berati dalam program pengentasan kemiskinan. Laporan
Bank Dunia (November 2007) menyebutkan bahwa persentase penduduk yanghidup dengan pendapatan kurang dari US$ 1 per hari adalah 8,5%, jauh lebih
rendah daripada target MDGs 2015, yakni 10,3%. Indikator MDGs lainnya yang
juga menunjukkan perbaikan adalah jumlah siswa yang masuk Sekolah Dasar;jumlah kematian anak di bawah 5 tahun; dan akses masyarakat terhadap sarana
air bersih. Dalam kaitan ini, Bank Dunia juga mencatat bahwa hampir di seluruh
aspeknya, pencapaian program-program MDGs Indonesia berjalan sesuai target.
Sementara itu, untuk mendorong kegiatan investasi, pemerintah telahberupaya keras untuk memperbaiki iklim investasi. Pencapaian penting dalam hal
ini adalah penerbitan paket kebijakan ekonomi terpadu (Inpres No. 6 - Juli 2007)
yang isinya mencakup pembaruan dari tiga paket sebelumnya, yaitu paketperbaikan investasi, percepatan infrastruktur, dan reformasi sektor keuangan serta
15Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
paket kebijakan pemberdayaan sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Paket
kebijakan baru tersebut memasukkan juga tentang PP Pelaksanaan Penanaman
Modal dan penyingkatan waktu pengurusan ijin investasi di Indonesia. Disampingitu, perbankan juga telah berpartisipasi aktif dalam menyediakan akses
pembiayaan, ditopang oleh program penjaminan kredit dan skema investasi melalui
mekanisme Public Private Partnership (PPP).
Masih terkait dengan perbaikan iklim investasi, kita dapat pula melihat
pencapaian yang membesarkan hati terkait implementasi Otonomi Daerah. Saat
ini telah mulai bermunculan sekumpulan pemerintahan daerah yang progresifyang kinerja pembangunan daerahnya melebihi yang lain. Success stories ini
ditunjukkan melalui kemampuan birokrasi di daerah-daerah progresif tersebut
untuk menebar manfaat bagi rakyat di daerahnya. Survei yang dilakukan olehKPPOD menunjukkan bahwa pencapaian-pencapaian penting di daerah-daerah
progresif tersebut terkait erat dengan perbaikan iklim investasi secara nasional,
seperti meningkatnya indeks pembangunan manusia, meningkatnya efisiensi dankualitas pelayanan Pemerintah Daerah, terbangunnya jaringan-jaringan
infrastruktur, dan perbaikan pada tata kelola pemerintahan. Ini semua tentu
merupakan sebuah perkembangan positif untuk menyelesaikan hambatan di sisipenawaran pada perekonomian kita dalam jangka panjang. Harapan akan
tercapainya hal-hal tersebut akan jauh lebih besar lagi apabila semua elemen
bangsa dapat memberikan dukungan sepenuhnya. Elemen-elemen bangsatersebut, termasuk pemerintahan daerah yang progresif, akan membentuk sebuah
»critical mass» yang akan mendorong percepatan dan pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas dan berkeseimbangan.
2. Sumbangan Sektor Keuangan
2.1. Menegakkan Tiga Pilar Stabilitas
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Berbagai pencapaian yang baik di tahun 2007 terkait kinerja perekonomiansecara keseluruhan, saya sikapi sebagai buah dari reformasi di berbagai bidang
ekonomi yang telah dilakukan oleh semua pemangku kebijakan ekonomi secara
bersama-sama. Kerjasama antar pemangku kebijakan tersebut didukung pulasecara aktif oleh kerja keras para pelaku ekonomi di dunia usaha dan masyarakat
secara luas. Saya juga perlu mengatakan bahwa kita patut berbangga pada
pencapaian-pencapaian tersebut karena berbagai upaya kebijakan untuk
16 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
1 Polity (latin: politia) adalah kehidupan bermasyarakat yang terorganisasi dan memiliki bentuk pemerintahan yang spesifik.2 UU 23 / 1999 tentang Bank Indonesia, yang selanjutnya di amandemen pada UU 3 / 2004.
percepatan pembangunan ekonomi yang kita lakukan dalam 5 tahun terakhir
berlangsung di tengah alam demokrasi dan kemandirian.
Dengan kebanggaan dan keyakinan yang sama tentang kemampuanbangsa untuk hidup dalam sebuah kesatuan polity yang mandiri dan demokratis,
saya ingin menyampaikan bahwa para pemangku kebijakan publik di sektor
keuangan dan semua pelaku bisnis didalam setiap industrinya telah pula turutmemberi kontribusi nyata dalam membangun semangat kemandirian kebijakan
tersebut dan Bank Indonesia menyambut baik keseluruhan pencapaian
perekonomian yang ada saat ini1 .
Sebagaimana lembaga pemangku kebijakan publik lainnya, Bank Indonesiamemiliki keunikannya tersendiri dalam keseluruhan kontinuum kebijakan publik
di negeri kita. Bank Indonesia adalah salah satu lembaga utama penyedia tigatigatigatigatiga
pilar stabilitas pilar stabilitas pilar stabilitas pilar stabilitas pilar stabilitas yang menjadi penopang dan elemen-elemen penyinambung(elements of continuity) proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tiga
pilar stabilitas tersebut adalah: (a) stabilitas nilai rupiah, (b) industri perbankan
yang sehat dan tangguh sebagai penopang stabilitas sistem keuangan, dan (c)sistem pembayaran modern yang lancar, aman, cepat dan murah untuk
mendukung kegiatan transaksi dalam perekonomian. Seperti kebutuhan manusiaakan udara, keberadaan tiga pilar stabilitas ini senantiasa kita perlukan, oleh
karenanya sangatlah tepat jika Rakyat Indonesia melalui undang-undang tentang
bank sentral yang diratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat telah menggariskannyasebagai mandat konstitusional Bank Indonesia2 .
Menengok kembali perjalanan Bank Indonesia dalam 5 tahun ini, saya
dapat mengatakan bahwa upaya untuk mewujudkan berbagai aspirasi yang
terkandung dalam mandat tadi telah membuahkan hasil-hasil yang sangat pentingyang menjaga momentum kesinambungan pembangunan perekonomian nasional
dan prospeknya kedepan. Hasil-hasil tersebut telah diperoleh dalam semangat
kemandirian pelaksanaan tugas sesuai arah dan pace yang selaras dengankepentingan rakyat kita, tanpa didikte oleh pihak-pihak asing. Oleh karenanya
pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan apresiasi pada jajaran saya di
Bank Indonesia yang dalam 5 tahun terakhir telah memberikan kerjasamaterbaiknya dan menunjukkan kualitasnya sebagai first rate professionals yang
mandiri dalam berpikir, dan senantiasa mengambil keputusan yang mendahulukan
kepentingan masa depan rakyat dan negerinya.
17Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Salah satu sumbangsih sektor keuangan yang merupakan pencapaian
kunci dalam perekonomian kita 5 tahun terakhir adalah tersedianya sebuah sistemtersedianya sebuah sistemtersedianya sebuah sistemtersedianya sebuah sistemtersedianya sebuah sistem
keuangan nasional yang lebih stabil dibanding sebelum krisis yang mendukungkeuangan nasional yang lebih stabil dibanding sebelum krisis yang mendukungkeuangan nasional yang lebih stabil dibanding sebelum krisis yang mendukungkeuangan nasional yang lebih stabil dibanding sebelum krisis yang mendukungkeuangan nasional yang lebih stabil dibanding sebelum krisis yang mendukung
ketahanan perekonomian secara keseluruhanketahanan perekonomian secara keseluruhanketahanan perekonomian secara keseluruhanketahanan perekonomian secara keseluruhanketahanan perekonomian secara keseluruhan. Sistem keuangan yang lebih stabil
tersebut ditunjukkan oleh fakta bahwa sistem keuangan kita telah semakin mampumenahan dan menyerap berbagai gejolak (shocks) baik yang muncul dari
perekonomian global maupun domestik, semakin meningkat efisiensi dan
efektifitasnya dalam mengalokasikan sumber dana melalui intermediasi dan dalammengelola risiko, serta semakin mendalam perannya sebagai penopang lalu lintas
pembayaran. Terwujudnya sistem keuangan yang lebih stabil tersebut telah
ditopang oleh pencapaian-pencapaian pada tiga pilar stabilitas yang menjadielements of continuity dalam proses pembangunan ekonomi nasional. Pencapaian-
pencapaian tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut:
Pertama, meningkatnya kepercayaan pelaku ekonomi domestik dan
internasional terhadap kemampuan otoritas moneter dalam memelihara stabilitasekonomi makro dan menopang keseluruhan kualitas manajemen kebijakan
ekonomi makro nasional.
Kedua, industri perbankan yang semakin efektif dalam menopangkeseluruhan stabilitas sistem keuangan dan upaya percepatan pembangunan
ekonomi nasional, serta semakin siap dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Ketiga, infrastruktur sistem pembayaran yang semakin handal, cepat,akurat, aman, dan efektif dalam menopang dan menurunkan biaya kegiatan
transaksi swasta dan Pemerintah diseluruh pelosok negeri.
Terwujudnya sistem keuangan yang lebih stabil dan bermanfaat, sejalan
dengan semakin kokohnya tiga pilar stabilitas, telah memberi ruang gerak yanglebih lapang bagi para pemangku kebijakan publik di sektor lain dalam
mengimplementasikan berbagai kebijakan mikro-struktural untuk mempercepat
kembalinya keseluruhan dinamika pembangunan ekonomi paska krisis pada gairahaslinya. Dengan ruang gerak yang lebih lapang tersebut, langkah-langkah
perbaikan struktural di sektor riil yang telah dan sedang kita lakukan menjadi
lebih terkelola baik dari segi kompleksitas, arah maupun pace-nya, karena tidakterganggu oleh berbagai persoalan lain yang terkait dengan instabilitas di sistem
moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran.
18 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
3 Terlampir Kronologis Events Terkait dengan Kebijakan Penting di Bidang Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaranselama 2003-2007
2.2. Inisiatif-Inisiatif Kebijakan Strategis Terkait Tiga Pilar Stabilitas
Pencapaian pada tiga pilar stabilitas sebagaimana yang saya sampaikan
tadi, dalam berbagai aspeknya terkait dengan kebijakan-kebijakan strategis yangtelah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, perbankan dan
sistem pembayaran nasional. Inisiatif-inisiatif strategis itu secara ringkas dapat
saya sampaikan berikut ini.3
2.2.1 Inisiatif di Bidang Moneter
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Terkait dengan kebijakan moneter, inisiatif strategis yang telah dilakukan
adalah penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) secara implisit sejak 2003dan secara full-fledged sejak 2005. Langkah ini merupakan sebuah upaya untuk
membuat kebijakan moneter dapat lebih efektif dalam melakukan stabilisasi nilai
rupiah ketika terjadi gejolak di pasar keuangan global, maupun dalam memeliharastabilitas tersebut ketika kondisi sedang tenang. Efektifitas tersebut sangat kita
perlukan di era keterkaitan pasar keuangan global dewasa, terutama karena kita
menganut rejim devisa dengan nilai tukar mengambang bebas. Gejolak yangmuncul dari pasar keuangan global dapat dengan cepat menular ke pasar
keuangan kita walaupun tidak ada penyebab yang muncul dari kondisi
fundamental perekonomian domestik. Efek menular tersebut akan segeratercermin di pasar valas dalam bentuk gejolak nilai tukar yang diujungnya dapat
mempengaruhi inflasi dan keseluruhan pencapaian stabilitas ekonomi makro kita.
Gejolak-gejolak seperti itu tentu perlu kita jaga karena instabilitas pada nilai tukardan inflasi akan memperbesar risiko pasar yang harus ditanggung oleh sistem
keuangan secara keseluruhan.
Sejak penerapannya, saya dapat mengatakan bahwa ITF telah memberikanhasil yang nyata berupa terpeliharanya stabilitas ekonomi makro dalam 5 tahun
terakhir, walaupun terdapat gejolak-gejolak yang cukup besar dalam perekonomian
kita. Seiring dengan diterapkannya ITF, laju inflasi IHK cenderung berada dalamtarget disinflasi yang ditetapkan Bank Indonesia dan Pemerintah secara bersama-
sama. Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung stabil dalam kisaran yang
kondusif bagi perekonomian.
Penerapan full-fledged ITF sejak bulan Juli 2005 ditandai dengan
19Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
digunakannya BI rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter,
menggantikan base money. Pergantian instrumen ini membuat implementasi
kebijakan moneter dapat dipantau secara transparan oleh para pelaku pasarkeuangan, sehingga respon kebijakan moneter dapat lebih cepat dalam
mempengaruhi ekspektasi pelaku pasar ditengah gejolak. Hal ini setidaknya telah
dibuktikan di 2 gejolak penting, yaitu di tahun 2005 terkait gejolak harga BBMdan di pertengahan 2007 terkait gejolak sub-prime mortgage di AS.
Guncangan harga minyak dunia yang sempat menggoyahkan kestabilan
harga di 2005, memang merupakan gejolak yang luar biasa. Dampak langsungnyatelah menyebabkan inflasi IHK mencapai 17,1% di 2005 dan nilai tukar
terdepresiasi secara cukup signifikan. Namun, kombinasi kebijakan ∆one two∆yang sangat cantik saat itu antara langkah-langkah fiskal untuk mengkoreksiekspektasi pasar yang negatif terhadap ketahanan fiskal dalam jangka panjang,
dan kebijakan moneter melalui ITF untuk meredam second round effect gejolak
harga BBM dan depresiasi nilai tukar pada inflasi, telah membawa stabilitasekonomi makro pada track-nya di 2006. Stabilisasi kondisi ekonomi makro paska
gejolak BBM 2005 tersebut telah pula menjaga momentum perekonomian kita
sehingga tetap dapat tumbuh 5,5% di 2006.
Selanjutnya, ditengah krisis sub-prime mortgage tahun lalu, kebijakan BI
rate dalam konteks ITF telah pula membantu kita dalam memelihara ekspektasi
pelaku pasar terhadap stabilitas ekonomi makro dalam jangka menengah panjang.Dengan dukungan lebih lanjut dari cukup tangguhnya industri perbankan dalam
menghadapi risiko pasar, stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan tetap
dapat kita pertahankan walaupun terjadi efek menular yang cukup kuat kala itu.Ini semua telah membantu mempertahankan kelangsungan ekspansi
perekonomian kita di 2007 sehingga kita bisa menembus angka pertumbuhan
ekonomi diatas 6%.
Dalam konteks pemeliharan stabilitas ekonomi makro dalam jangkamenengah-panjang, salah satu keunggulan ITF adalah penetapan BI rate yang
dilakukan dengan terlebih dahulu membuat antisipasi forward looking, terhadap
prospek ekonomi ke depan, baik itu perkembangan harga maupun pertumbuhanekonomi. Ini membantu bank sentral untuk secara bertahap membangun reputasi
dan kredibilitas di pasar atas komitmennya dalam menjaga stabilitas ekonomi
makro. Dengan reputasi dan kredibilitas yang tinggi, biaya yang timbul dalammemelihara stabilitas perekonomian akan semakin murah dan kebijakan akan
lebih efektif mencapai sasarannya.
20 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Dalam kaitan tadi, saya dapat menyampaikan bahwa terpeliharanya
stabilitas ekonomi makro dan melajunya perekonomian yang kini kita rasakan
bersama adalah cermin dari credibility gain dari berbagai kebijakan stabilisasi yangselama ini ditempuh. Credibility gain dalam mengelola ekspektasi masyarakat
tersebut menjadi modal yang amat berharga untuk semakin memperkuat stabilitas
perekonomian dan meningkatkan daya tahan perekonomian terhadap berbagaitantangan di masa depan.
Dalam konteks implementasi ITF untuk memelihara stabilitas ekonomi
makro yang lebih luas, walaupun kita menganut sistem nilai tukar mengambang,smoothing terhadap pergerakan nilai tukar, termasuk melalui penyesuaian
permintaan dan penawaran di pasar valas, masih diperlukan. Upaya untuk
mengurangi volatilitas ini bukan sesuatu yang unik terjadi hanya di kita, tapi jugamerupakan fenomena global. Hampir semua negara yang secara de juremengadopsi sistem nilai tukar mengambang, dalam prakteknya, melakukan upaya
intervensi untuk mengatasi volatilitas nilai tukarnya, baik melalui intervensilangsung di pasar valas maupun dengan menggunakan instrumen operasi pasar
terbuka. Oleh karena itu, pada waktu-waktu tertentu, Bank Indonesia berada di
pasar valas, terutama ketika kondisi pasar valas berpotensi untuk mengalamiketidakseimbangan. Langkah ini telah meredam volatilitas sehingga potensi
destabilisasi nilai tukar terkait kegiatan spekulasi dapat dicegah.
Terkait dengan pemeliharaan stabilitas nilai rupiah, untuk lebihmemantapkan lagi kemampuannya dalam mengatasi gejolak di pasar keuangan,
Bank Indonesia dalam 5 tahun belakangan ini telah secara bertahap memperkuat
posisi cadangan devisa nasional. Langkah ini kami ambil sebagai asuransi bagipemeliharaan stabilitas ekonomi makro kedepan ditengah berbagai ketidakpastian
terkait penyesuaian global imbalances dan semakin meningkatnya cross-bordercapital flows. Meskipun kita menganut rejim nilai tukar mengambang dan rejimdevisa bebas, kita tetap memerlukan first line of defense yang cukup untuk
membantu menyerap gejolak sehingga stabilitas ekonomi makro dapat tetap
terjaga. Dalam pelaksanaan dari kebijakan tersebut, kami pun terus menjaga agarpenambahan biaya penguatan cadangan devisa berupa penambahan outstandingSBI senantiasa terukur. Hasil pencermatan terhadap langkah-langkah serupa oleh
bank sentral di kawasan kita seperti, Bank of Korea, Bank of Thailand dan PeopleBank of China menunjukkan bahwa dengan semakin dinamisnya perekonomian,
maka dalam jangka panjang, penambahan SBI tersebut dapat diturunkan pada
waktunya (Tabel 3).
21Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Tabel 3.Outstanding Surat Utang Bank Sentral di Beberapa Negara
Posisi Surat 593,5 158.390 3.230 207,4Utang Bank Miliar Baht Miliar Won Miliar Renmimbi Triliun Rupiah
% thd PDB 8% 19% 7% 6%
Bank of Thailand Bank of Korea People Bank of China Bank Indonesia
*) Perbandingan «SBI» beberapa bank sentral tahun 2006 (kecuali Thailand tahun 2005)Sumber: CEIC, web site masing-masing bank sentral
Sementara itu, sebagai second line of defense, melalui kerjasama ASEAN+3dalam kerangka Chiang Mai Initiatives, Bank Indonesia mendapat penugasan dari
Pemerintah untuk melakukan kesepakatan bilateral swap arrangements dengan
negara-negara Jepang, Korea dan China. Langkah regional self-help ini merupakansuatu langkah strategis yang diambil oleh para Menteri Keuangan ASEAN bersama
ketiga negara industri di Asia tersebut untuk menjaga stabilitas ekonomi dan
keuangan di kawasan ini. Dari sisi Indonesia, kesepakatan ini dapat dianggapsebagai pendorong untuk menghentikan Post - Program Monitoring yang
dilakukan IMF, demi memastikan bahwa kemandirian kebijakan dapat tetap kitapertahankan.
2.2.2. Inisiatif di Bidang Perbankan
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Selanjutnya dari sisi kebijakan perbankan. Seperti halnya di negara-negarasedang membangun lainnya, sektor perbankan adalah sub-sistem utama dalam
keseluruhan sistem keuangan. Saat ini pangsa aset perbankan kita dalam
keseluruhan sistem keuangan masih berada diatas 80% dari total aset di sistemkeuangan. Oleh karenanya, industri perbankan adalah sebuah industri strategis
yang sangat penting perannya di dalam mendorong dinamika pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi nasional. Fungsi intermediasi yang diemban perbankanhingga saat ini masih sangat dominan sebagai sumber pembiayaan bagi para
pelaku usaha di sektor-sektor produktif.
Belajar dari pengalaman kita di waktu lalu, stabilitas sistem perbankan
merupakan aspek pokok yang harus dapat terus kita pertahankan dalammenjamin kesinambungan pembangunan ekonomi nasional. Kerapuhan yang
ada pada suatu bank dapat dengan cepat meluas mempengaruhi kepercayaan
22 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
masyarakat, baik kepada sistem perbankan sendiri maupun kepada sistem
ekonomi secara keseluruhan. Situasi demikian selanjutnya dapat mengganggu
stabilitas ekonomi makro dan menghambat langkah-langkah kita untukmewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu,
tidak berlebihan kiranya apabila upaya untuk menjaga terpeliharanya stabilitas
sistem perbankan merupakan sebuah prioritas kebijakan yang memerlukankeseriusan dan konsistensi dalam penerapannya.
Secara umum, pencapaian yang menggembirakan di bidang perbankan
sampai akhir tahun 2007 tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan strategis yangterangkum dalam inisiatif-inisiatif untuk mencegah berulangnya krisis perbankan
(crisis prevention) dan inisiatif-inisiatif untuk menyelesaikan krisis bila hal itu
berulang (crisis resolution). Dalam kaitannya dengan yang pertama, dua insitiatifkebijakan strategis yang utama adalah implementasi program Arsitektur PerbankanArsitektur PerbankanArsitektur PerbankanArsitektur PerbankanArsitektur Perbankan
IndonesiaIndonesiaIndonesiaIndonesiaIndonesia sejak 2004 dan persiapan yang telah dilakukan sejak 4 tahun lalu menuju
implementasi Basel IIBasel IIBasel IIBasel IIBasel II di 2008. Sementara itu, dalam kaitannya dengan yang kedua,Bank Indonesia bersama Departemen Keuangan dan instansi terkait lainnya terus
memantapkan inisiatif-inisitatif dalam payung besar Jaring Pengaman SistemJaring Pengaman SistemJaring Pengaman SistemJaring Pengaman SistemJaring Pengaman Sistem
KeuanganKeuanganKeuanganKeuanganKeuangan (JPSK) nasional.
A. Arsitekur Perbankan Indonesia
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Beberapa hari yang lalu adalah ulang tahun ke empat peluncuran program
Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Tidak diragukan lagi bahwa API telahmembuahkan manfaat nyata bagi perekonomian paska krisis. Perbankan nasional
kita saat ini telah menjadi bagian dari solusi masalah pembangunan ekonomi
nasional. Dengan kata lain, industri perbankan sebagai beban pembangunanekonomi nasional sudah menjadi bagian dari masa lalu kita. Penguatan industri
perbankan dalam kerangka API juga memiliki daya dukung lain bagi perekonomian
karena perbankan pada saat ini dapat dikatakan adalah penopang utama stabilitassistem keuangan. Sistem keuangan Indonesia yang sampai saat ini masih
didominasi oleh perbankan semakin menguatkan pandangan bahwa peran
perbankan dalam pencegahan krisis (crisis prevention) dan sekaligus menjagakestabilan ekonomi makro masih relevan.
Melalui keenam pilarnya, API telah melengkapi sektor perbankan dan
juga otoritasnya dengan perangkat-perangkat yang diharapkan menyediakanfondasi yang dalam dan kuat bagi penguatan dan pengembangan perbankan
23Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
selanjutnya. Kita sudah menyadari sejak semula bahwa tantangan yang dihadapi
oleh masing-masing pilar API tidak sama, namun secara umum saya cukup gembira
melihat bahwa perkembangan program API berjalan sesuai rencana dan bahwaindustri perbankan menunjukkan tingkat keseriusan yang tinggi dalam
memberikan dukungan terhadap upaya penguatan kita bersama.
Berikut saya sampaikan beberapa pokok-pokok pencapaian terkait denganpilar-pilar API. Upaya-upaya konsolidasi perbankan yang telah dimulai sejak
diluncurkan dalam kerangka Pilar I APIPilar I APIPilar I APIPilar I APIPilar I API telah tiba pada tingkat persiapan final,
yaitu tahap dimana sebagian bank telah menentukan arah strategis ke depan.Sebagaimana kita ketahui bersama, tahun 2008 ini adalah tahun dimana semua
bank umum telah harus mempunyai modal minimum sebesar Rp80 miliar untuk
dapat mempertahankan statusnya sebagai bank umum yang beroperasi secarapenuh. Dari 128 bank yang ada dalam industri, saat ini semuanya telah memenuhi
ketentuan tersebut. 20 diantaranya masih akan kami tindak lanjuti efektifitas
setoran modalnya melalui pemeriksaan. Namun dengan itikad baik, dapat kitakatakan bahwa saat ini semua bank telah mampu melewati batas minimal
pemenuhan modal minimumnya, dan juga akan mampu memenuhi modal
minimum Rp. 100 milyar pada akhir tahun 2010. Pencapaian tahap ini menjadipenting untuk saya kemukakan, karena setidaknya saat ini ketahanan industri
perbankan dalam menyerap risiko secara umum telah mengalami peningkatan,
yang pada dasarnya merupakan salah satu tujuan antara dari pilar I-API.
Tahun 2008 ini juga adalah tahun dimana bank-bank yang terkena
ketentuan Single Presence Policy telah menetapkan langkah strategis ke depan
terkait dengan kepemilikan lebih dari satu bank di Indonesia. Selanjutnya sayaberharap bahwa pada tahun ini bank-bank tersebut akan dapat merealisasikan
langkah-langkah tersebut sesuai dengan time-line yang diberikan. Dengan semua
itu, di tahun 2010 mendatang kita akan memiliki sektor perbankan yang terdiridari bank-bank yang tidak hanya lebih kuat dalam struktur permodalan, namun
juga lebih terfokus dalam arah dan strateginya. Dalam hal ini perlu saya kemukakan
juga bahwa, pada tahap ini, terdapat berbagai langkah lanjutan yang harus dansedang diambil oleh bank-bank milik pemerintah. Kompleksitas dari isu yang
dihadapi oleh bank-bank menempatkan pemerintah sebagai pemilik untuk
melakukan berbagai penyesuaian strategis yang diperlukan. Tentu hal inimemerlukan waktu. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan yang telah
dikeluarkan, terbuka kemungkinan adanya tambahan waktu bagi bank-bank
dengan kompleksitas masalah yang tinggi untuk menyelesaikan beberapa isuterkait, sehingga manfaat dan nilai tambah yang diperoleh dari pelaksanaan SPP
dapat optimal.
24 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Berbagai dinamika dan kenyataan seperti kondisi ekonomi global maupun
nasional, belum terwujudnya insentif pajak dalam rangka merger, dan perbedaan
kultur antar bank tidak dapat menyurutkan langkah kita untuk melakukankonsolidasi. Bank Indonesia meyakini hal ini akan membawa manfaat yang lebih
besar bagi industri perbankan Indonesia dalam menghadapi tantangan ke depan
di era globalisasi keuangan saat ini. Konsolidasi perbankan akan menciptakanbank-bank dengan kapasitas dan potensi yang lebih besar untuk beroperasi pada
skala yang lebih besar sehingga dapat memasuki pasar-pasar baru yang sebelumnya
seakan-akan off-limits bagi perbankan nasional, misal pasar luar negeri kawasanregional Asia maupun benua lainnya.
Lebih dari itu, bank-bank yang telah menjadi lebih besar dan kuat dari
hasil konsolidasi akan dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi negara,baik dalam bentuk dividen (bagi bank milik pemerintah) maupun penerimaan
pajak (bagi semua bank). Dalam hal ini, perlu kita cermati bahwa berbagai
keringanan pajak yang diterapkan untuk menggulirkan proses konsolidasi tersebutakan dikompensasi secara berlipat oleh penghasilan yang lebih besar yang diterima
oleh negara melalui pajak. Penerimaan negara yang lebih besar tersebut selanjutnya
dapat mendorong terealisasikannya pembangunan berbagai proyek infrastruktur,dan perbankan Indonesia pun dapat lebih berperan mengingat kapasitasnya yang
telah meningkat.
Pilar 2 APIPilar 2 APIPilar 2 APIPilar 2 APIPilar 2 API yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengaturanperbankan telah berhasil mendirikan beberapa Lembaga Riset Perbankan Daerah
(LRPD) di berbagai daerah terpilih. Pada tahap ini LRPD telah didirikan dengan
bekerja sama dengan empat universitas di daerah, yaitu Universitas Andalas diPadang, Universitas Brawijaya di Malang, Universitas Hasanuddin di Makassar,
dan Universitas Sumatera Utara di Medan. Keenambelas hasil riset yang telah
dipublikasikan merupakan studi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masingdaerahnya. Topik riset yang telah dilakukan cukup beragam, dari studi potensi
pendirian bank, perlindungan nasabah, sampai persepsi dan sikap masyarakat
santri terhadap bank syariah. Mengingat besarnya peran UMKM dalam mendorongperekonomian, baik di pusat maupun daerah, rasanya tidak terlalu mengejutkan
bahwa masing-masing LPRD mempunyai riset dengan topik yang terkait dengan
pembiayaan dan pengembangan usaha-usaha mikro dan kecil.
Selanjutnya, untuk mengimbangi dan mengantisipasi meningkatnyakompleksitas dunia perbankan ke depan serta menjawab tuntutan dari
stakeholders akan peningkatan kualitas kinerja BI, telah dilakukan penyempurnaan-
25Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
penyempurnaan dalam fungsi pengawasan sektor perbankan. Program
penyempurnaan tersebut, sebagaimana dicakup dalam Pilar 3 APIPilar 3 APIPilar 3 APIPilar 3 APIPilar 3 API, mempunyai
tujuan menciptakan pengawasan dan pengaturan yang efektif dan denganmengacu pada standar-standar internasional.
Guna meningkatkan efektivitas pengawasan dan pengaturan perbankan,
Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan koordinasidengan lembaga-lembaga pengawas lain, menyempurnakan infrastruktur
pendukung pengawasan bank termasuk melakukan reorganisasi sektor perbankan
di Bank Indonesia, menyempurnakan implementasi sistem pengawasan bankberbasis risiko, serta meningkatkan efektivitas enforcement pengawasan. Bentuk
organisasi pengawasan Bank Indonesia yang baru akan dapat lebih mendukung
implementasi pendekatan pengawasan berdasarkan risiko atau Risk BasedSupervision (RBS). Bentuk organisasi pengawasan Bank Indonesia juga dirancang
untuk mendukung implementasi consolidated supervision sehingga pengawas
dapat melihat permasalahan bank bukan hanya sebagai suatu single entity namunmelihat keterkaitan-keterkaitan yang ada dari kelompok usaha bank itu. Untuk
itu, Bank Indonesia telah membekali tenaga pengawasnya dengan berbagi
pengetahuan melalui program pendidikan yang berkelanjutan bagi pengawasbank.
Sementara itu, Pilar 4 APIPilar 4 APIPilar 4 APIPilar 4 APIPilar 4 API yang mencakup peningkatan kualitas manajemen
dan operasional perbankan telah terus dilakukan melalui sertifikasi bankir dalamkemampuan manajemen risiko yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang
independen. Sertifikasi yang dilakukan berdasar standar-standar yang diakui secara
internasional mempunyai arti penting bagi perbankan Indonesia. Selain merupakanupaya standarisasi kemampuan insan perbankan Indonesia, upaya ini merupakan
salah satu cara kita menjawab kuatnya arus globalisasi. Basel II telah membuat
dunia perbankan semakin konvergen dengan norma-norma global sehinggapenguasaan bidang manajemen risiko oleh SDM perbankan Indonesia yang setara
dengan counterparts-nya di luar menjadi penting.
Peningkatan kemampuan bankir lokal juga menjadi sebuah keharusan
menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Pada saat ini telah lebih dari19,000 sertifikat dari berbagai tingkat yang diberikan kepada bankir yang telah
lulus ujian dan berhak mendapatkannya. Namun di sini perlu saya ingatkan bahwa
sertifikat apapun tidak dapat menjadi pengganti dari seorang bankir yangkompeten dan berintegritas. Sertifikat ini adalah kendaraan bagi bankir untuk
menjadi bankir yang lebih baik dan masing-masing bankir harus senantiasa
26 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
membuktikan dalam dunia profesional mereka bahwa mereka memang patut
mengantonginya.
Masih terkait dengan Pilar 4 API, Bank Indonesia juga telah menetapkanstandar-standar praktek Good Corporate Governance (GCG) melalui Peraturan
Bank Indonesia pada tahun 2006. Karena kondisi bank yang bervariasi, kita selama
ini telah memberikan toleransi dan leniency yang cukup besar bagi bank dalamtahap awal pelaksanaan ketentuan ini. Mulai awal tahun 2008 diharapkan semua
bank telah melaksanakan ketentuan GCG sepenuhnya. Tahun 2008 adalah tahun
tonggak baru transparansi dunia perbankan kepada masyarakat. Pada tahun ini,seluruh bank diwajibkan untuk menyampaikan laporan pelaksanaan GCG yang
bersifat self-assessment. Dengan bentuk transparansi demikian, diharapkan akan
tercipta social control dari masyarakat. Masyarakat dengan mudah akanmengetahui kinerja serta pelaksanaan GCG bank sehingga membantu mereka
menentukan pilihan dalam mempercayakan penyimpanan dan pengelolaan
dananya. Kita harapkan bahwa masyarakat sudah dapat melihat laporan GCGbank pada website masing-masing bank pada pertengahan tahun ini.
Dalam rangka melengkapi infrastruktur perbankan yang telah ada dan
berkontribusi dalam meningkatkan pengelolaan manajemen risiko perbankan,Bank Indonesia sedang melakukan penyempurnaan terhadap Biro Informasi Kredit
(BIK). Upaya ini merupakan bagian dari Pilar 5 APIPilar 5 APIPilar 5 APIPilar 5 APIPilar 5 API. Pembentukan Biro Informasi
Kredit merupakan suatu jawaban atas kebutuhan untuk mengatasi problemasymmetric information yang sering menghambat efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan.
Dari sudut pandang kreditur, BIK diharapkan dapat memperpendek proses
analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit, membantu menurunkan risikokredit bermasalah, serta mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan
konvensional karena kreditur dapat menilai reputasi kredit dari calon debiturnya.
Sedangkan dari sudut pandang debitur, BIK akan dapat mempercepat waktu untukmemperoleh persetujuan kredit. Information sharing akan mengatasi masalah
asymmetric information yang pada gilirannya akan secara signifikan mendorong
peningkatan efisiensi dan efektifitas fungsi intermediasi lembaga keuangan.
Lebih jauh dari itu, keberadaan BIK juga diharapkan pula akan memicu
terjadinya perubahan sikap debitur ke arah yang positif. Dengan monitoring
eksposure kredit secara akurat dan menyeluruh, debitur akan terdorong untuklebih menepati pembayaran hutangnya, sehingga tidak merusak credit historypribadinya.
27Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Selanjutnya, ke depan, dengan semakin tingginya kesadaran mengenai
manfaat dan konsekuensi dari credit history, masyarakat akan terdorong untuk
membangun credit history yang baik sehingga akan memudahkannya kelak ketikaakan mengajukan pinjaman. Praktek semacam ini telah kita banyak lihat di
beberapa negara dimana infrastruktur biro kredit telah cukup lama memasyarakat.
Akhirnya terkait dengan Pilar 6 APIPilar 6 APIPilar 6 APIPilar 6 APIPilar 6 API, program peningkatan perlindungandan pemberdayaan masyarakat telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2005. Dalam
rangka peningkatan perlindungan dan pemberdayaan tersebut, telah dikeluarkan
ketentuan-ketentuan yang mengatur aspek transparansi informasi produk danpenggunaan data pribadi nasabah, mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah,
dan penyediaan alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank.
Ketiga ketentuan tersebut dikeluarkan sebagai tanggapan Bank Indonesia
atas cukup maraknya keluhan dan permasalahan yang dihadapi nasabah dalampemanfaatan produk dan jasa perbankan. Akan tetapi, sejak semula memang
telah disadari bahwa penerbitan ketiga ketentuan di atas tidak dapat menyentuh
akar permasalahan yang sebenarnya, yaitu masih rendahnya tingkat pemahamanmasyarakat mengenai karakteristik produk dan jasa perbankan, terutama yang
terkait dengan risiko dan biaya-biaya yang terdapat didalamnya.
Sebagai jawaban dari keadaan tersebut, Bank Indonesia kemudianmeluncurkan program edukasi masyarakat di bidang perbankan..... Kegiatan ini
diharapkan dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan terkait dengan
perbankan yang selama ini terjadi di masyarakat. Kita juga harapkan program inidapat sekaligus berkontribusi dalam peningkatan kemampuan masyarakat untuk
merencanakan masa depannya dengan lebih baik melalui pemanfaatan produk
dan jasa perbankan secara tepat guna. Kami menginginkan edukasi masyarakatdi bidang perbankan tidak hanya menjadi suatu program yang dibatasi oleh sebuah
jangka waktu, melainkan menjadi suatu gerakan besar berskala nasional.
Jika selama ini fokus Bank Indonesia adalah menciptakan kestabilan sistemperbankan dan keuangan agar masyarakat dapat melakukan kegiatan usaha untuk
memperoleh pendapatan guna mendukung peningkatan taraf hidupnya, maka
akhir-akhir ini kami pun memberi perhatian yang lebih besar terhadap cara-carabagaimana masyarakat seharusnya merencanakan dan mengelola keuangannya.
Edukasi masyarakat tentang produk perbankan juga sejalan dengan upaya financialdeepening yang berarti terbukanya pilihan variasi produk-produk investasi yangsemakin banyak, yang ditawarkan kepada masyarakat. Oleh karena itu,
28 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
pemahaman masyarakat yang baik terkait dengan karakteristik, manfaat, risiko
produk dan jasa perbankan menjadi semakin penting artinya.
Sehubungan dengan hal ini, kami telah meluncurkan sebuah programedukasi dengan slogan ≈Ayo ke Bank∆ yang akan terus bergulir ke tahun 2008
ini. Slogan ini bukanlah sebuah slogan tanpa isi, melainkan merupakan sebuah
komitmen dari masyarakat perbankan untuk mengajak masyarakat berkontribusidalam pembangunan melalui pemahaman dan pemanfaatan produk-produk
perbankan.
B. Persiapan Menuju Implementasi Basel II
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Masih dalam konteks crisis prevention, dalam rangka menjaga kestabilan
dan meningkatkan kekuatan sistem perbankan Indonesia, Bank Indonesia sejak 4
tahun lalu telah menetapkan sebuah strategic policy untuk mengadopsi Basel IImulai tahun 2008 ini dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang paling
sederhana.
Sesuai dengan roadmap implementasi Basel II yang telah disusun, makaprogram kerja yang telah diselesaikan dimaksudkan untuk memberikan fondasi
yang utuh bagi efektifitas penerapan pendekatan (approach) yang dipilih dalam
perhitungan kecukupan modal bank sesuai dengan Basel II. Rangkaian programkerja tersebut meliputi baik Pilar 1 terkait kebutuhan modal minimum, Pilar 2
terkait proses review pengawasan maupun Pilar 3 terkait disiplin pasar yang
aktualisasinya dilakukan melalui diskusi yang intensif oleh Working Group BaselII, termasuk komunikasi dan sosialisasi dengan industri perbankan secara lebih
luas.
Beberapa pokok pencapaian terkait Road Map menuju Basel II adalah
sebagai berikut. Terkait dengan Pilar 1Pilar 1Pilar 1Pilar 1Pilar 1, dalam rangka penyiapan regulasi ke arahpemanfaatan internal model oleh bank dalam menghitung beban modal (capitalcharge) risiko pasar (market risks) telah diterbitkannya ketentuan tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan MemperhitungkanRisiko Pasar.
Untuk risiko kredit, penyiapan regulasinya sudah pula melalui berbagai
diskusi dengan stakeholders, termasuk Pemerintah. Ada beberapa isu pentingdalam Basel II yang memerlukan koordinasi lanjutan antara Bank Indonesia dengan
Pemerintah, antara lain untuk (i) menetapkan definisi yang lebih jelas dan kebijakan
29Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
yang lebih berpihak mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) yang dapat
dipergunakan untuk mendefinisikan debitur retail dan Small Medium Entities (SME),
dan (ii) daftar badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat dukunganPemerintah sehingga dapat digolongkan sebagai Public Sector Entities (PSE). Masih
dalam lingkup risiko kredit, Bank Indonesia juga sudah memulai proses pengakuan
(recognition) terhadap lembaga pemeringkat domestik yaitu PT Pefindo, PTMoody»s Indonesia dan PT Fitch Rating Indonesia dengan mengaplikasikan sejumlah
parameter yang merupakan rincian dari 6 kriteria kelayakan (eligibility criteria)menurut Basel II.
Selanjutnya, proses yang hampir sama juga diterapkan bagi penyiapan
regulasi yang terkait dengan perhitungan beban modal untuk risiko operasional
(operational risk). Penjabaran lanjut dari definisi pendapatan bruto (gross income)dan pos-pos laba/rugi yang diperhitungkan dalam pendapatan bruto juga sudah
didiskusikan bersama dengan Working Group.
Untuk Pilar 2Pilar 2Pilar 2Pilar 2Pilar 2 yang lebih berorientasi pada persiapan internal Bank
Indonesia, maka program kerja yang dilakukan adalah upaya menterjemahkan 4prinsip di Pilar 2, yaitu Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP),
supervisory review evaluation and process (SREP), CAR above minimum, dan earlyintervention ke dalam konstalasi sistem pengawasan bank. Sistem pengawasan
berbasis risiko (risk based supervision) diharapkan dapat menjadi awal yang suportif
bagi aplikasi Pilar 2 secara efektif dan efisien. Pada waktunya, Bank Indonesiaakan menerbitkan secara komprehensif consultative paper yang terkait dengan
implementasi Pilar 2 ini.
Di Pilar 3Pilar 3Pilar 3Pilar 3Pilar 3, program kerja yang dilakukan lebih mengarah pada
penyempurnaan kerangka laporan publikasi bank yang sesuai dengan standarinternasional, antara lain standar akuntansi (international accounting standards √IAS). Untuk tujuan ini, maka Bank Indonesia sudah mengadopsi IAS 32 dan IAS
39 berupa PSAK 50 dan PSAK 55 yang akan diikuti dengan penyusunan PAPI.Selanjutnya, dirasa perlu juga untuk menyempurnakan pola laporan bank yaitu
laporan bulan bank umum (LBU) dengan memfasilitasi tambahan data dan
informasi yang diperlukan untuk Basel II.
Perlu kiranya saya sampaikan disini bahwa dari hasil studi dampak
kuantitatif (quantitative impact study √ QIS) yang dilakukan terhadap bank-bank
besar, atau systemically important banks, Bank Indonesia melihat bahwa secaraumum perbankan kita telah cukup siap untuk mengadopsi Basel II dengan
pendekatan-pendekatan yang paling sederhana. Namun, kami juga melihat bahwa
30 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
pada akhirnya, penerapan Basel II tidak hanya membutuhkan kesiapan kalangan
perbankan untuk penerapan manajemen risiko yang lebih baik termasuk
menyempurnakan kualitas modal dan sistem informasi yang dimilikinya, namunjuga membutuhkan kesiapan Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas
ketentuan, pengawas, sistem informasi, praktek dan tindak lanjut pengawasan
bank.
Di luar pencapaian-pencapaian yang telah kita raih tersebut, saya lihat
bahwa dalam rangka menuju ke arah proses penguatan perbankan melalui
implementasi Basel II, perhatian kita seringkali tersita oleh persepsi-persepsi atauinformasi-informasi yang tidak sepenuhnya akurat mengenai implementasi Basel
II yang pada akhirnya dapat merugikan kita sendiri. Salah satu mis-persepsi yang
cukup banyak beredar adalah bahwa implementasi Basel II bagi bank umum diIndonesia akan sangat memberatkan bank.
Disini perlu saya tegaskan bahwa pencapaian Basel II oleh perbankan
Indonesia pada tahapan sekarang adalah dengan menggunakan pendekatan yang
paling sederhana. Perbedaan yang paling nyata dengan pelaksanaan Basel I yangselama ini kita lakukan yaitu dimasukkannya risiko operasional dalam perhitungan
modal. Selain itu mis-persepsi juga beredar perihal persiapan infrastrukturpendukung implementasi Basel II. Mengingat bahwa pendekatan yang wajib
digunakan adalah pendekatan yang paling sederhana, kebutuhan minimum akan
infrastruktur tersebut juga masih within reach perbankan Indonesia.
Dengan meminimalkan dan memisahkan mis-persepsi yang ada, kita dapatlebih mudah melihat tuntutan Basel II yang sebenarnya. Dapat kita katakan bahwa
semangat Basel II adalah upaya peningkatan kualitas dan efektivitas dari
manajemen risiko yang kontinyuƒbaik dari bank maupun pengawasƒdemipenguatan sistem perbankan secara keseluruhan. Bagaimana mencapai semangat
Basel II inilah yang seharusnya mendapat porsi diskusi yang lebih besar. Peningkatan
kualitas manajemen risiko perbankan secara umum memerlukan kerjasama antaraperbankan dengan Bank Indonesia melalui peningkatan manajemen risiko oleh
perbankan, peningkatan efektivitas risk-based supervision oleh Bank Indonesia,
serta peningkatan kualitas dialog konstruktif di antara keduanya. Dengankerjasama tersebut maka kan tumbuh pola pikir dan kultur yang senantiasa
berupaya meminimalkan potensi kegagalan bank melalui manajemen risiko yang
handal.
Oleh karena itu, ada baiknya pikiran dan tenaga kita difokuskan tidak
hanya untuk pencapaian hal-hal yang bersifat tangible, seperti misalnya
31Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
penggunaan berbagai pendekatan untuk mengukur modal risiko pasar, kredit,
maupun operasional, namun lebih penting lagi adalah pencapaian hal-hal yang
bersifat lebih intangible, seperti adopsi sikap yang mendukung spirit Basel II.Pencapaian kita sampai dengan saat ini sudah cukup menggembirakan, marilah
kita isi pencapaian itu dengan mulai menumbuhkan mindset dan kultur yang
tepat sehingga manfaat Basel II yang kita raih adalah manfaat yang optimum.
C. Memantapkan Koordinasi Terkait Crisis Resolution
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Berkaitan dengan inisiatif crisis resolution, perlu kiranya saya
menyampaikan terlebih dahulu latar belakang munculnya inisiatif ini. Krisis ekonomiyang melanda Indonesia tahun 1997 merupakan krisis yang sangat mahal baik
dipandang dari aspek finansial maupun pelajaran yang dipetik. Terkait dengan
hal ini, ada tiga policy response utama dari Bank Indonesia, yaitu pertama, upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kembali sistem perbankan dan
perekonomian paska krisis melalui restrukturisasi perbankan, kedua, upaya
mencegah terjadinya krisis di masa mendatang melalui penguatan sistemperbankan sebagaimana dilakukan oleh API serta implementasi Basel II, dan ketiga
adalah upaya melakukan persiapan jika krisis kembali berulang.
Dalam rangka menciptakan mekanisme resolusi krisis, Pemerintah telahmembentuk Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) dimana BI merupakan salah
satu unsur yang memainkan peran yang penting. JPSK merupakan mekanisme
yang dibentuk dalam kerangka kerja macro-prudential dan bertujuan untukmenciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan serta melindungi
kepentingan pengguna jasa keuangan. Mengingat sistem keuangan terdiri dari
berbagai industri, maka cakupan JPSK tidak saja meliputi bank, tetapi juga lembagakeuangan bukan bank, pasar modal dan sistem pembayaran. Agar JPSK dapat
berjalan secara efektif, kualitas pengaturan dan pengawasan yang tinggi, fasilitas
lender of last resort yang memadai, program penjaminan simpanan nasabah yangmemadai, dan prosedur manajemen krisis keuangan yang jelas menjadi faktor
yang kritikal.
Koordinasi antar instansi yang terlibat (BI, Depkeu, dan LPS) menjadi halyang sangat penting dalam konteks JPSK. Oleh karena itu, melalui Forum Stabilitas
Sistem Keuangan (FSSK) yang telah dicanangkan tahun lalu, Bank Indonesia telah
dan akan terus memantapkan koordinasi dengan semua pihak terkait.
32 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
2.2.3. Inisiatif di Bidang Sistem Pembayaran
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Di bidang sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia telah menerapkan
berbagai kebijakan strategis untuk membangun infrastruktur sistem pembayaranyang semakin handal, cepat, akurat, aman, dan efektif dalam menopang seluruh
kegiatan transaksi swasta dan pemerintah di seluruh pelosok negeri. Sistem
pembayaran yang demikian memiliki arti penting bagi pemeliharaan stabilitassistem keuangan secara keseluruhan. Terjadinya gagal bayar (failure to settle)
pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, dapat menimbulkan
risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistempembayaran. Kegagalan tersebut dapat pula menimbulkan risiko yang bersifat
menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik
pada sistem keuangan secara keseluruhan, termasuk gangguan serius padastabilitas ekonomi makro.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia telah dan akan terusmengupayakan penurunan berbagai risiko dalam sistem pembayaran nasional
dan meningkatkan efisiensinya.
Dalam kaitannya dengan sistem pembayaran nilai besar, Bank Indonesiatelah terus meningkatkan kualitas sistem BI-Real Time Gross Settlement (RTGS)
yang telah diimplementasikan sejak akhir tahun 2000. Sistem BI-RTGS yang
merupakan sistem pembayaran dan penyelesaian transaksi secara real time, padatahun 2007 memproses rata-rataΩ 33.000 transaksi per hari dengan nilai rata-rata
Rp. 172 trilyun per hari. Menyadari pentingnya sistem BI-RTGS dalam menunjang
kelancaran transaksi pembayaran, sebagai systemically important payment system,sistem BI-RTGS telah terus kami sempurnakan dengan mengacu pada The CorePrinciples for Sytemically Important Payment System (CP-SIPS) yang dikeluarkan
oleh Bank for International Settlement. Keamanan dan kehandalan operasionalsistem BI-RTGS juga terus kami tingkatkan dengan menyempurnakan perangkat
keamanan dan keseluruhan teknologi informasi yang sudah diterapkan, termasuk
peningkatan kualitas back up dan business continuity plan jika terjadi bencanaalam.
Selanjutnya, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia telah
meningkatkan kualitas penyelenggaraan Kliring melalui pengembangan SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). SKNBI Ωyang diimplementasikan sejak
33Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Juli 2005, pada tahun 2007 rata-rata telah memperoses 318.000 transaksi/hari
dengan nilai rata-rata Rp.5,5 trilyun/hari. Dengan implementasi SKNBI, penggunaan
nota kredit untuk transfer dana antar Bank melalui Kliring yang dipandang sudahtidak efisien khususnya terkait dengan biaya pencetakan warkat dan prosedur
pemrosesan warkat,kini dilakukan tanpa pertukaran fisik warkat (paperless).Penyelenggaraan kliring kredit secara paperless telah dapat dan akan dilakukansecara nasional yang memungkinkan peserta mengirimkan transfer kredit untuk
tujuan kantor Bank di seluruh wilayah Indonesia.
Berkenaan dengan upaya menerapkan prinsip-prinsip perlindungankonsumen, Bank Indonesia telah mengatur mengenai kewajiban dan tanggung
jawab bank yang mengirimkan instruksi transfer dan menerima transfer melalui
sistem BI-RTGS atau SKNBI. Peraturan tersebut pada prinsipnya berupaya untukmelindungi kepentingan nasabah yang mengirimkan instruksi transfer atau
menerima transfer, sehingga efisiensi dan keamanan sistem pembayaran dapat
dirasakan oleh masyarakat luas.
Perkembangan sistem pembayaran non tunai, khususnya pembayarandengan menggunakan kartu juga telah mendorong Bank Indonesia untuk
mengeluarkan ΩPBI No. 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentangPenyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)
serta beberapa Surat Edaran Ekstern yang terkait dengan tata cara
penyelenggaraan kegiatan APMK, Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian,dan Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan APMK, serta
Ωpengawasan Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Ω
Untuk mendorong terbentuknya industri kartu kredit yang sehat, saat ini
Bank Indonesia secara aktif mendorong terbentuknya self regulating organization(SRO) yang mampu menyusun sendiri standar yang akan dipakai dalam industri
kartu kredit di Indonesia. Dengan mekanisme SRO, standar yang ditetapkan akan
mampu menjaga keamanan instrumen kartu kredit dan menjaga persaingan dalamlevel yang sehat.
Sementara itu, untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat dan
perkembangan instrumen pembayaran non tunai, Bank Indonesia memfasilitasimunculnya instrumen pembayaran elektronik (e-money) Ωdan menyiapkan
kebijakan dan ketentuan yang mengatur penyelenggaraan e-money agar
instrumen ini dapat berjalan efisien dan aman. Bank Indonesia menilai pentingpengembanganΩinstrumen pembayaran non tunai berskala mikro sebagai
pelengkap instrumen high value dan low/retail value yang sudah ada saat ini.
34 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Instrumen pembayaran mikro ini dirancang untuk melayani pembayaran bernilai
sangat kecil dengan frekuensi pemakaian tinggi serta proses pembayaran sangat
cepat. Instrumen pembayaran mikro yang dapat efektif untuk keperluan ituadalah e-money. E-money adalah instrumen pembayaran mikro yang merupakan
stored value facility instrument.Ω E-money memiliki kemudahan untuk dapat
diisi ulang melalui berbagai sarana yang disediakan oleh penerbit, sehingga e-money dapat menjangkau seluruh segmen masyarakat termasuk yang belum
memiliki akses kepada perbankan untuk menggunakan instrumen pembayaran
non tunai.
Dalam upaya memberikan layanan yang lebih baik kepada Pemerintah,
Bank Indonesia sebagai kasir pemerintah yang menatausahakan berbagai rekening
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, Ωpada bulan Desember tahun 2007telah mengimplementasikan Sistem Bank Indonesia Government √ ElectronicBanking (BIG-eB). Sistem BIG-eB adalah suatu system layanan yang disediakan
Bank Indonesia kepada DepKeu untuk memfasilitasi DepKeu mendapatkaninformasi serta melakukan transaksi secara elektronik dan on-line atas Rekening
Pemerintah yang ditatausahakan di Bank Indonesia. ΩFasilitas ini diharapkan dapat
menjawab kebutuhan Pemerintah akan treasury single account dan memudahkanPemerintah dalam pengelolaan seluruh rekeningnya.
2.2.4. Inisiatif di Bidang Sektor Riil
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Sejak saya pertama berbicara dalam forum ini, dan seperti yang telahdikemukakan pada tahun-tahun sebelumnya, ada beberapa hal fundamental yang
menjadi pokok perhatian Bank Indonesia dalam mengemban tugasnya sebagai
suatu lembaga negara yang melakukan fungsinya sebagai bank sentral. Satu halyang secara institusional melekat pada hampir semua bank sentral di dunia adalah
fungsi vital bank sentral dalam menjaga kestabilan ekonomi makro nasional. Fungsi
ini menyebabkan ruang gerak operasional yang ada di tangan bank sentral dibatasioleh instrumen yang dimilikinya. Bank sentral tidak dapat bergerak secara langsung
diluar itu karena tidak memiliki instrumennya dan juga tidak ada niat sedikitpun
untuk melakukan itu.
Namun, disisi lain perkembangan dalam sektor riil perlu selalu menjadi
perhatian bank sentral, terutama karena perkembangan yang kurang sehat di sektor
riil dapat mengganggu kestabilan ekonomi yang menjadi fokus dari bank sentral.
35Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Oleh karena itu, adalah suatu bagian integral dari tugas bank sentral untuk
senantiasa mengikuti perkembangan dalam semua sektor perekonomian Indonesia
dan dari waktu ke waktu memberikan sinyalemen mengenai hal-hal yang perludiperhatikan, serta menyumbang pada upaya-upaya mikro-struktural untuk
memperbaiki kondisi di sektor riil. Hal ini kami rasa perlu untuk dilakukan terutama
mengingat bahwa setiap kali bank sentral menempuh kebijakan yang perlu diambiluntuk menjaga stabilitas perekonomian nasional, tidak ada satu sektor pun yang
tidak tersentuh oleh kebijakan itu, baik langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, agaknya kurang bijaksana apabila bank sentral tidakmengambil sikap yang lebih peka terhadap perkembangan yang sedang terjadi
secara meluas dalam kehidupan perekonomian dan sosial yang dapat mengandung
dampak yang luas terhadap kestabilan jangka panjang dari perekonomian kita.Disamping itu, mungkin merupakan sesuatu yang kurang bijaksana apabila bank
sentral bersikap mekanik dan birokratik dalam perhatiannya mengenai
perkembangan yang terjadi dalam perekonomian kita. Oleh karena itu, BankIndonesia telah pula mengambil langkah-langkah yang secara langsung terkait
dengan pemberdayaan sektor riil tanpa keluar dari khittahnya sebagai penjaga
gawang stabilitas, baik dalam bentuk peningkatan peran Bank Indonesia dalampolicy advisory maupun dalam fasilitasi pengembangan perekonomian rakyat.
Terkait dengan policy advisory, pada pertengahan tahun lalu Bank
Indonesia telah menggulirkan program kerja multi-year yaitu Reorientasi KantorReorientasi KantorReorientasi KantorReorientasi KantorReorientasi Kantor
Bank IndonesiaBank IndonesiaBank IndonesiaBank IndonesiaBank Indonesia di daerah. Langkah tersebut dilakukan agar Bank Indonesia dapat
menjadi lebih proaktif dalam pemantauan perkembangan ekonomi dan sosial di
seluruh Nusantara dalam bentuk yang sesuai dengan perkembangan di negarakita, dan dalam menjalin kemitraan strategis dengan Pemerintah Daerah.
Sementara itu terkait dengan kebijakan fasilitasi, Bank Indonesia telah
menggulirkan program pilot project klaster UMKM dan Tim Fasilitasi Percepatan
Pemberdayaan Ekonomi Daerah (TFPPED) sebagai upaya untuk mengembangkanperekonomian daerah dan sektor UMKM melalui technical assistance dari Bank
Indonesia. Tim ini dibentuk untuk mempercepat pemberdayaan ekonomi daerah
melalui peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Hal ini dilakukan melaluiimplementasi hasil-hasil kajian dan penelitian, program-program baik di pusat
maupun daerah guna meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan,
serta pengendalian inflasi. Pada saatnya nanti, sebagai bagian dari programrevitalisasi dan reorientasi KBI, Task Force ini akan menyatu dengan tugas-tugas
Kantor Bank Indonesia. Keanggotaan Tim terdiri dari unsur pimpinan Pemda,
36 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Bank Indonesia (pusat maupun daerah), perbankan, asosiasi dan instansi atau
lembaga terkait lainnya. Sebagai pilot project, TFPPED dibentuk di delapan Kantor
Bank Indonesia di daerah yaitu Bandung, Medan, Manado, Cirebon, Pontianak,Jambi, Kupang dan Purwokerto.
Inisiatif lain yang terkait dengan kebijakan fasilitasi adalah pengguliran
Data Informasi Bisnis Indonesia (DIBI). DIBI adalah sebuah upaya untuk mengurangikesenjangan informasi, asymmetric information, antara perbankan dan sektor riil
yang kami tengarai sebagai salah satu dari berbagai penyebab masih belum
optimalnya fungsi intermediasi perbankan saat ini. Rancangan arsitektur informasiyang dibangun dalam DIBI diharapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi
kalangan perbankan dan para pelaku ekonomi UMKM di berbagai daerah di
Indonesia. Bagi pelaku ekonomi UMKM, DIBI kami harapkan dapat menambahwawasan yang dapat melahirkan ide mengenai peluang usaha baru, maupun
untuk kebutuhan ekspansi usaha. Sedangkan bagi perbankan, DIBI kami harapkan
dapat mendorong kreatifitas dalam penyaluran kredit. Sebagai tahap awal,rancangan arsitektur informasi pada DIBI disesuaikan dengan resources informasi
yang tersedia di Bank Indonesia saat ini termasuk kajian-kajian ekonomi regional
yang secara berkala telah kami lakukan. Sifat informasi makro maupun mikroyang disajikan diupayakan kental atau bersentuhan dengan kebutuhan pelaku
ekonomi UMKM baik langsung maupun tidak langsung. Sesuai dengan tujuannya,
pengembangan DIBI ke depan akan diarahkan pada fasilitas penyajian data daninformasi yang lebih bernuansa mikro bisnis.
Disamping menggulirkan berbagai inisiatif yang akan menjadi tugas-
tugas rutin baru kedepan, Bank Indonesia juga telah melakukan langkahstrategis bersama-sama dengan pemerintah didalam mengarahkan kegiatan
anak-anak perusahaan Bank Indonesia yang harus didivestasi sebelum tahun
2009 mendatang. Dalam proses divestasi Askrindo, porsi kepemilikan sahamBank Indonesia telah berkurang dari 55% menjadi hanya tinggal 17,6% setelah
Pemerintah menyetorkan modal sebesar Rp.850 miliar. Setoran modal oleh
Pemerintah kepada Askrindo ini, memiliki arti yang sangat penting didalammengatasi kendala tingginya persepsi risiko usaha dikalangan perbankan.
Dengan tambahan modal tersebut kemampuan Askrindo untuk menjamin kredit
yang disalurkan perbankan semakin meningkat. Terkait dengan hal ini, padatanggal 5 November 2007 lalu, Pemerintah telah meresmikan program Kredit
Usaha Rakyat (KUR), yang dalam proses penyalurannya oleh perbankan, kredit
tersebut dijamin oleh Askrindo.
37Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Terkait dengan keberadaan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI),
perusahaan ini juga terus memberikan kontribusi yang cukup signifikan di dalam
memberikan pembiayaan dan pendampingan usaha kepada UMKM. Melalui anakperusahaan PT Bahana Artha Ventura (BAV), saat ini terdapat lebih dari 90 ribu
pelaku UMKM yang menerima pembiayaan dan berada dalam pembinaan
perusahaan ini. Terlepas dari kendala keterbatasan permodalan yang saat inidihadapi oleh BPUI karena masih belum terlaksananya rencana konversi utang
RDI Pemerintah menjadi penyertaan modal, BAV melalui business plan yang terakhir
merencanakan untuk terus menyalurkan pembiayaan usaha kepada UMKM, yangdiperkirakan akan dapat mencapai jumlah sekitar 275 ribu pelaku hingga tahun
2012 mendatang. Penyaluran pembiayaan kepada UMKM ini diperkirakan memiliki
potensi penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 2,5 juta pekerja.
III. Tantangan dan Prospek Perekonomian Kedepan
1. Tantangan Perekonomian Kedepan
Hadirin sekalian yang berbahagia
Berbagai inisiatif-inisiatif strategis yang telah dilakukan oleh BankIndonesia sejak tahun 2003 sampai akhir 2007 sebagaimana yang telah saya
uraikan tadi, masih jauh dari selesai. Kami masih memiliki banyak pekerjaan rumah
yang tersisa yang perlu segera dituntaskan untuk lebih memperkuat lagiketahanan sistem keuangan kita menghadapi berbagai tantangan kedepan yang
semakin berat. Beberapa dari tantangan-tantangan tersebut yang sudah dan
sedang kita hadapi saat ini akan terus berlanjut dalam 5 tahun kedepan denganintensitas yang semakin besar. Sementara itu, kami juga melihat adanya
tantangan-tantangan baru dalam perekonomian kedepan yang perlu kita
antisipasi dari sekarang. Dalam konteks tantangan-tantangan tersebut, perlukiranya saya sampaikan bahwa kita tidak dapat dan tidak boleh berasumsi bahwa
stabilitas sistem keuangan kita kedepan akan terus berlanjut. Asumsi seperti itu
dapat menyebabkan kita terjebak pada zona kenyamanan yang melunturkankemampuan kita mengikuti perkembangan jaman dan mengantisipasi masalah
secara lebih dini. Oleh karena itu, ijinkanlah saya pada bagian ini menguraikan
pandangan-pandangan tentang tantangan-tantangan terhadap sistem keuangandan perekonomian kita yang menuntut kerja keras semua pihak untuk
mengantisipasinya demi memantapkan lagi stabilitas sistem keuangan dan
menjamin bahwa pencapaian ekonomi yang telah kita peroleh di tahun 2007dapat terus meningkat dan berkelanjutan.
38 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
1.1. Perubahan di Pasar Keuangan Global
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Salah satu tantangan besar yang dihadapan kita yang semakin menguat
intensitasnya kedepan adalah adanya perubahan-perubahan pada sistem keuangandunia. Perubahan-perubahan yang telah berlangsung setidaknya sejak dekade
1980-an ini memberi implikasi pada meningkatnya potensi berulangnya krisis
keuangan jika kita tidak menyikapi perubahan-perubahan tersebut dengan lebihmemperkuat lagi pencapaian terkait stabilitas sistem keuangan. Percepatan
perubahan tersebut terasa semakin meningkat intensitasnya seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat.
Kita menyaksikan perubahan yang berjalan dengan laju yang sangat pesat
antara lain pada inovasi instrumen-instrumen derivatif dan berbagai bentuk
instrumen keuangan terstruktur (structured finance). Inovasi dan perkembanganinstrumen tersebut menambah kompleksitas dan tingkat keterkaitan transaksi
keuangan. Hal tersebut ditopang pula oleh semakin meningkatnya ekses likuiditas
di pasar keuangan global dan semakin bervariasinya permintaan konsumenterhadap instrumen keuangan yang sesuai dengan profil risiko mereka. Perubahan
penting ini kemudian telah diikuti pula oleh semakin kaburnya batas antara peran
intermediasi yang dilakukan oleh perbankan tradisional dan pelaku pasar non-bank, dimana perbankan di pasar keuangan global cenderung kian menjauh dari
relationship lending dan lebih mendekat pada strategi sekuritisasi aset dan
memperjualbelikan instrumen yang didapat di kemas ulang untuk diperdagangkandi pasar sekunder dalam rangka risk transfer.
Sejalan dengan semua itu, kita juga melihat semakin meningkatnya
keterkaitan antar pasar-pasar keuangan didunia sebagaimana yang tercermin padamembesarnya volume transaksi keuangan antar negara (cross-border financialflows). Korelasi antar pasar yang semakin meningkat tersebut ditunjang oleh
bermunculannya pemain-pemain baru, dan pelaku pasar keuangan yang besar,yang beroperasi lintas negara, baik yang dimiliki oleh swasta, seperti hedge funds,maupun yang merupakan anak perusahaan dari badan usaha milik negara, seperti
sovereign wealth funds. Hal lain yang kemudian menambah pada cross-borderfinancial flows tersebut adalah kegiatan pengelolaan portofolio aset yang dilakukan
oleh perusahaan dana pensiun dan asuransi dari negara-negara besar, serta
pemunculan ulang dari kegiatan leveraged buy out yang dilakukan olehperusahaan-perusahaan private equity.
39Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem keuangan global tersebut,
telah turut memperbesar ekses likuiditas global, sejalan dengan semakin
bervariasinya sumber-sumber likuiditas untuk pembiayaan, semakin murahnyabiaya financing akibat penurunan secara permanen laju inflasi global dalam 1
dekade terakhir, dan bermunculannya pusat-pusat pertumbuhan baru yang
menopang wealth creation kelas menengah baru (∆new money∆) dalamperekonomian global, khususnya di negara-negara berkembang.
Bagi perekonomian kita yang menganut rejim devisa bebas, berbagai
perubahan di sistem keuangan global dan meningkatnya ekses likuiditas globaltersebut telah membuat sistem keuangan domestik terasa dangkal, dengan
instrumen-instrumen yang masih didominasi oleh saham, SUN dan SBI. Persoalan
kemudian timbul karena walaupun dangkal, imbal hasil di pasar keuangan kitadalam beberapa tahun terakhir ternyata menarik bagi para investor jangka pendek.
Di pasar saham, imbal hasil yang menarik tersebut didukung oleh prospek laba
korporasi yang membaik, IPOs, dan stabilitas ekonomi makro. Sementara itu,adanya perbedaan produktifitas antara kita dan negara-negara maju, telah
menyebabkan adanya spread tertentu antara suku bunga kita dengan suku bunga
di negara-negara maju sehingga cenderung mengundang investasi portofoliomasuk ke pasar keuangan kita, melalui carry trade, baik itu ke instrumen saham,
maupun ke risk free instruments , seperti SUN dan SBI.
Walaupun aliran modal masuk jangka pendek berguna untuk memenuhikebutuhan financing nasional dalam jangka pendek, namun ia juga sangat volatiledan rentan terhadap sudden reversal karena sensitif terhadap perubahan ekspektasi
dan pada momen-momen tertentu sarat akan perilaku irasional. Sensitifitasterhadap perubahan ekspektasi tersebut saat ini ditunjukkan oleh sensitifitas nilai
tukar rupiah terhadap perubahan risk appetite investor global terhadap debtinstrument berdenominasi US dollar yang dikeluarkan oleh negara-negaraberkembang, termasuk yang dikeluarkan oleh Republik Indonesia melalui pasar
keuangan internasional. Dalam 2 tahun terakhir ini, kami mencermati bahwa
terdapat hubungan positif yang semakin menguat antara nilai tukar rupiah danpergerakan EMBIG spread (Grafik 4). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri
bagi pengelolaan stabilitas nilai rupiah oleh Bank Indonesia. Sementara itu, aliran
modal masuk jangka pendek juga dapat mengirim sinyal yang salah tentang kondisifundamental nilai rupiah kita, sehingga nilai tukar dapat mengalami misalignmentyang cukup serius yang mengundang kegiatan spekulasi jika kita salah dalam
menyikapinya.
40 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
2004 2005 2006 2007-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
0,35
-1,68
2,54
4,50
Grafik 4.Sensitifitas Nilai Rupiah Terhadap EMBIG Spread
Semua hal yang saya sebutkan diatas memberi implikasi padapemeliharaan stabilitas ekonomi makro sebagai salah satu pilar penopang
keseluruhan stabilitas sistem keuangan kita. Tingginya ketidakpastian membuat
tugas kebijakan moneter menjadi lebih kompleks. Sementara itu, walaupundigemari oleh para spekulan, volatilitas nilai tukar dapat menimbulkan dampak
yang negatif pada ekspektasi inflasi melalui ekspektasi dampak passthrougheffects-nya . Volatilitas nilai tukar yang berlebihan juga dapat menimbulkan balancesheet effect pada korporat dan insititusi-institusi keuangan, terutama ketika
kewajiban dalam valasnya tidak di-lindung nilai (hedging). Dalam kaitan ini pula,
volatilitas nilai tukar dapat menyebabkan aktivitas perdagangan internasionalmenjadi terganggu, karena adanya keterbatasan kapasitas eksportir maupun
importir dalam melakukan penyesuaian terhadap perubahan nilai tukar. Selain
itu, ketika Pemerintah memiliki utang dalam valas seperti di Indonesia, volatilitasnilai tukar dapat mengganggu market valuation terhadap SUN dan kesinambungan
fiskal.
Oleh karena itu, dari sisi pengelolaan stabilitas makro ekonomi, kebijakannilai tukar kita dalam keseluruhan framework kebijakan moneter perlu mendapat
perhatian khusus. Dalam kaitan ini, kami melihat bahwa kebijakan-kebijakan
intervensi yang terukur yang kami lakukan selama ini untuk melakukan smoothingterhadap volatilitas nilai tukar, tanpa memaksakan suatu level tertentu, tidak
inkonsisten dengan fokus kami pada stabilitas nilai rupiah dalam jangka
menengah panjang. Perlu pula saya sampaikan disini bahwa kebijakan BankIndonesia terhadap volatilitas nilai tukar, baik melalui kebijakan intervensi yang
41Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
terukur, kebijakan suku bunga BI rate, maupun kebijakan prudential perbankan,
sampai saat ini masih efektif. Namun kedepan, Bank Indonesia melihat perlunya
perbaikan-perbaikan pada mekanisme OPT dan infrastruktur pasar uang jangkapendek untuk memperbaiki yield curve dalam sistem keuangan kita. Saya akan
kembali pada topik ini di bagian akhir pemaparan saya malam ini.
Sementara itu, bagi ketahanan stabilitas sistem perbankan sebagai pilarlain stabilitas sistem keuangan, saya dapat menyampaikan bahwa walaupun
berbagai stress-testing yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa
perbankan kita mampu menghadapi risiko pasar terkait instabilitas makro, kitatetap perlu memperkokoh lagi ketahanan industri perbankan. Demikian halnya
karena keyakinan perbankan akan kekuatan dirinya dapat dengan mudah
menimbulkan aktifitas yang melampaui kemampuan (overstretch). Bank Indonesiatidak ingin hal itu terjadi di masa depan.
1.2. Perubahan di Pasar Barang Dunia
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Tantangan lainnya bagi perekonomian Indonesia ke depan adalahperubahan mendasar di pasar barang global. Ada tiga hal penting yang patut
dicermati secara seksama dalam kaitan ini, yaitu perubahan struktural di pasar
enerji dunia, harga pangan internasional dan dampak pemanasan global (globalwarming). Ketiga faktor tersebut saling terkait dan jika tidak disikapi secara hati-
hati dapat memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan ekonomi
domestik.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan harga komoditas,
terutama minyak dunia, telah terus mengalami kenaikan secara signifikan. Secara
fundamental, kenaikan harga minyak tersebut mencerminkan kenaikan permintaandi tengah semakin ketatnya produksi. Walaupun permintaan enerji berbasis fosil
dari negara-negara OECD, seperti AS, negara-negara Eropa dan Jepang cenderung
melemah karena musim dingin yang lebih hangat di belahan bumi utara terkaitdengan efek pemanasan global, kita mencermati bahwa telah terjadi perubahan
struktural di pasar enerji. Perubahan ini muncul karena terdapat kenaikan
permintaan secara signifikan yang berasal dari Cina, India dan negara-negaraberkembang lainnya, seiring dengan meningkatnya kegiatan perekonomian
mereka. Sementara itu, produksi minyak dunia cenderung stagnan.
42 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Perlombaan global untuk menyediakan sumber-sumber enerji alternatif
telah menimbulkan peningkatan harga pangan internasional. Dalam delapan bulan
pertama 2007 misalnya, rata-rata harga pangan internasional ƒkhususnya jagung,gandum dan kacang kedelaiƒ naik hingga 10,5%. Salah satu penyebab kenaikan
harga makanan tersebut adalah meningkatnya produksi biofuel, yang telah
meningkatkan permintaan terhadap komoditi jagung dan kedelai. Kenaikan hargaminyak dunia telah mendorong insentif untuk kegiatan produksi biofuel. Bagi
negara-negara sedang membangun, kenaikan harga pangan internasional tentu
dapat berdampak buruk karena kita ketahui bersama bahwa kenaikan hargapangan akan meningkatkan biaya hidup baik langsung maupun tidak langsung
melalui kenaikan harga non-makanan. Transmisi kenaikan harga makanan ke harga
non-makanan akan lebih signifikan terjadi di negara sedang membangun daripadadi negara maju karena porsi makanan yang cukup besar dalam pengeluaran rumah
tangga di negara sedang membangun.
Disisi lain terdapat faktor lain yang juga sedang mendorong kenaikanharga pangan internasional, yaitu pengaruh perubahan cuaca yang ekstrim terkait
efek pemanasan global. Sebagai gambaran, kekeringan di Australia pada 2006
telah menurunkan produksi gandum hingga 60%. Para ahli memperkirakanbahwa efek pemanasan global tidak saja memberikan tekanan terhadap produksi
pangan dunia, namun juga memberikan ancaman global, seperti meningkatnya
permukaan air laut akibat pencairan es di kutub dunia, berubahnya arus utamalaut dan meningkatnya kekeringan di sejumlah negara. Bagi kita di negara sedang
membangun ancaman-ancaman ini cukup serius, karena terkait langsung dengan
kemampuan mereka yang miskin untuk berhadapan dengan gejolak dan bencanaalam. Kita menyadari bahwa pemanasan global adalah cermin dari fenomena
global externality dimana pengaruh negatif bukanlah berasal dari current flowakan tetapi dari akumulasi stok yang sudah dan akan terjadi. Akibatnya generasimendatang akan lebih merasakan dampak negatif dari pemanasan global
tersebut.
1.3. Eksklusi Sosial-Ekonomi
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun
lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis
tersebut telah menimbulkan eksklusi sosial-ekonomi bagi kebanyakan manusia
43Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Indonesia. Eksklusi tersebut timbul karena redistribusi pendapatan dan tentunya
juga redistribusi kekuatan ekonomi-politik yang berlangsung secara tiba-tiba dalam
perekonomian kita, ketika krisis itu menghantam. Eksklusi tersebut pada kehidupanmereka yang sudah miskin dan mereka yang menjadi miskin karena krisis, tidaklah
teatrikal, tapi ia sangat nyata. Hasil akhir dari redistribusi tersebut saat ini masih
terasa sangat menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah daripiramida sosial-ekonomi.
Disparitas pendapatan yang melebar, kualitas pembangunan manusia yang
menurun, dan informalitas tanpa proteksi sosial dalam pasar tenaga kerja yangmeningkat, jika dibanding era pra-krisis adalah ekses-ekses krisis Asia yang saat
ini sedang bersama-sama kita perjuangkan perbaikannya. Oleh karena itu, Bank
Indonesia menyambut baik upaya-upaya yang sedang dilakukan saat ini untukmempercepat perbaikan-perbaikan pada aspek-aspek kesejahteraan sosial-
ekonomi masyarakat tersebut. Percepatan tersebut memang kita perlukan. Di era
globalisasi ekonomi saat ini, percepatan penyelesaian persoalan eksklusi sosialmerupakan tuntutan moral kemanusiaan kita. Eksklusi sosial menimbulkan
kemampuan yang asimetris pada kedua kelompok dalam piramida sosial ekonomi
dalam menyikapi shocks dalam perekonomian. Sementara itu, sebagaimana yangtelah saya sampaikan sebelumnya, perekonomian kita kedepan menghadapi pula
tantangan volatilitas yang lebih besar pada nilai tukar sebagai akibat cross-bordercapital flows dan harga-harga bahan makanan sebagai akibat perubahan strukturaldalam perekonomian dunia. Kerentanan terhadap shocks menyebabkan si miskin
yang lemah menjadi semakin lemah, sementara si kaya yang memiliki banyak
cushion dapat dengan mudah melakukan penyesuaian. Kesenjangan seperti initentu mengganggu nilai kemanusiaan kita.
Kesenjangan yang sangat kontras seperti itu diujungnya juga berpotensi
menjadi feed-back yang negatif pada kesinambungan pencapaianperekonomian kita saat ini. Feed back negatif tersebut utamanya dapat muncul
karena jebakan kemiskinan, a poverty trap, dan efek menetes keatas dalam
perekonomian, ƒ a trickle up economy ƒ. Dengan kata lain, terdapat potensimunculnya sebuah lingkaran buruk dalam perekonomian kita. Semua ini tentu
dapat menyulitkan proses kita memantapkan berbagai pencapaian positif
sampai akhir 2007 lalu.
Sementara itu, kesenjangan sosial-ekonomi juga akan mempersulit kitadalam menghadapi tantangan yang sudah sangat nyata di depan kita, yaitu
perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Lemahnya kesejahteraan sosial-
44 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
ekonomi masyarakat dapat memberi dampak lanjutan yang merisaukan bagi
bangsa kita di era integrasi ekonomi itu. Daya saing perekonomian kita dapat
lebih rendah dari peer-group karena produktifitas total faktor produksi yang tidaksebanding, pasar domestik yang menciut, dan minat pengusaha untuk
meningkatkan kapasitas produksi dan membentuk modal tetap di Indonesia
menjadi lebih rendah. Kita kemudian menjadi kurang kompatibel bagi negaralain untuk menjalin kerja sama, sehingga di satu sisi kita menjadi kurang mampu
untuk mengambil manfaat dari globalisasi dan di sisi lain kita hanya menerima
imbas mudaratnya.
Pandangan-pandangan yang saya sampaikan tadi menyiratkan pentingnya
untuk melakukan penyesuaian cara pandang kita terhadap skala prioritas dalam
meningkatkan berbagai pencapaian positif yang telah kita miliki saat ini. Ditengahlingkungan eksternal yang menimbulkan tantangan-tantangan berat dan
lingkungan domestik yang semakin konvergen dengan derap langkah globalisasi,
berbagai permasalahan terkait daya saing perekonomian memang perlu menjadimotivator kita dalam memantapkan lagi pencapaian yang sudah ada. Namun,
dalam upaya meningkatkan daya saing perekonomian, tampaknya kita tidak dapat
melupakan aspek inklusi sosial bagi seluruh anak bangsa. Tanpa empati tersebutdaya saing yang tercipta tidak mungkin dapat berkesinambungan, karena daya
saing itu tidak memberi makna pada kontrak sosial yang melandasi kehidupan
berbangsa dan bernegara kita.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Terkait dengan persoalan eksklusi sosial sebagaimana yang telah saya
sampaikan tadi, kita ditantang untuk memperbaiki kondisi sosial-ekonomi petanikecil dan pekerja lepas di sektor pertanian yang merupakan mayoritas pekerja
dalam perekonomian kita. Sektor pertanian yang tidak mampu memberi
kemaslahatan bagi para petani kecil dan pekerja lepas pertanian, dapat membawakeseluruhan perekonomian kita pada stagnasi yang berkelanjutan. Sementara
itu, bagi ketahanan ekonomi nasional, sektor pertanian yang demikian tidak akan
mampu mendukung ketahanan pangan dan tidak dapat diharapkan sebagaipenyerap tenaga kerja nasional. Beberapa eksternalitas kemudian kita rasakan di
pedesaan dan perkotaan dalam bentuk potensi jebakan kemiskinan dan inflasi
harga bahan makanan yang persisten. Bagi Bank Indonesia, hal ini tentu menjadiconcern.
45Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Selain itu, kita juga berhadapan dengan fenomena paradox of growth.Fenomena ini muncul karena adanya kecenderungan pihak pengusaha untuk lebih
banyak menggunakan modal dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja.Pilihan yang dilakukan oleh pengusaha tersebut tentu saja rasional. Dengan harga
modal yang relatif turun mengingat semakin banyaknya likuiditas baik secara
global maupun nasional, maka pilihan pengusaha tersebut masuk diakal,mengingat masih besarnya tantangan di pasar tenaga kerja kita. Dilihat dari
kacamata global, fenomena ini adalah sebuah fenomena globalisasi kapitalisme
dan pasar persaingan bebas yang menuntut pemilik modal untuk meningkatkandaya saing agar dapat merebut pangsa pasar. Salah satu cara untuk efisiensi adalah
dengan mengganti manusia dengan skill rendah dengan mesin atau kapital yang
padat teknologi. Proses technology switching ini akan semakin mengedepan dimasa yang akan datang seiring dengan semakin canggihnya temuan-temuan baru
di bidang teknologi produksi.
Bagi kita di negara berkembang, fenomena ini tentu perlu kita cermati,terlebih dengan adanya fakta tambahan yang menunjukkan bahwa telah terjadi
pula perlambatan pada pertumbuhan sektor manufaktur di era paska krisis jika
dibandingkan dengan era pra-krisis. Pertumbuhan sektor manufaktur di era pra-krisis secara rata-rata adalah 11,7% (1994-1997) sementara di era paska krisis
menurun ke 5,2% (2003-2007). Perlambatan di industri manufaktur telah
menyebabkan lebih besarnya peran sektor non-tradables. Jika mencermati lebihlanjut, perkembangan sektor non-tradables tersebut lebih banyak ditopang oleh
kegiatan yang bernilai tambah rendah. Walaupun terdapat dampak positif dari
perkembangan ini dalam bentuk menurunnya exchange-rate pass-through keinflasi, terdapat pula dampak negatif berupa menurunnya nilai tambah yang
dihasilkan oleh perekonomian secara keseluruhan. Dampak negatif ini berarti pula
pendapatan permanen masyarakat secara rata-rata bertumbuh lebih rendah diera paska krisis dan berimplikasi pada pertumbuhan konsumsi swasta dan pasar
domestik yang secara rata-rata juga lebih rendah dibanding pra-krisis.
Dalam menyikapi fenomena paradox of growth ini kita perlu memastikanbahwa nilai tambah yang muncul dari perkembangan teknologi tidak
terkonsentrasi pada pendapatan sebagian orang saja. Kita akan dituntut untuk
semakin peka tentang perlunya redistributive income policy yang bersih, efisien,dan tepat sasaran yang menjamin bahwa mereka yang memiliki kelebihan dapat
berbagi dengan mereka yang tertinggal secara sosial-ekonomi. Selain itu insentif
kebijakan untuk mengembangkan dan memperkuat pertumbuhan kegiatan usaha
46 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
mikro, kecil dan menengah yang padat karya terutama di non-farm sectors di
pedesaan perlu pula kita pikirkan bersama agar tersedia jaring pengaman yang
cukup bagi masyarakat untuk bermanuver ketika terjadi shocks yang kurangmenguntungkan bagi perekonomian.
1.4. Persistensi Inflasi
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Tantangan lain yang juga perlu mendapat perhatian khusus kita adalahkekakuan laju inflasi kita untuk dapat bergerak ke laju yang lebih rendah. Banyak
alasan yang dapat memotivasi kita untuk segera menyikapi tantangan ini dengan
komitmen yang tak terpatahkan. Salah satunya adalah bahwa dengan laju inflasiyang secara permanen lebih rendah dan semakin konvergen ke laju inflasi mitra
dagang, maka ketahanan fundamental perekonomian makro dan neraca
pembayaran kita akan lebih meningkat lagi. Namun bagi Bank Indonesia motivasiyang terpenting adalah bahwa pencapaian laju inflasi yang secara permanen lebih
rendah dapat mengurangi tekanan eksklusi sosial sebagaimana yang telah saya
sampaikan di atas. Inflasi yang rendah akan mempertahankan kesinambungandaya beli rakyat miskin yang jumlahnya banyak sekali di negeri ini dan membantu
upaya bersama mencapai kualitas pembangunan ekonomi yang lebih baik bagiseluruh rakyat.
Kita telah memahami bersama bahwa peningkatan jumlah masyarakat
miskin dapat terjadi melalui kenaikan laju inflasi karena meningkatnya laju inflasi
akan mengikis daya beli masyarakat, jika pendapatan nominal yang diterimabertumbuh lebih rendah. Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memperbesar
ketimpangan pendapatan dalam masyarakat karena adanya kemampuan asimetris
antara mereka yang kaya dan miskin dalam menyikapi kenaikan harga-harga.
Namun upaya untuk menurunkan laju inflasi secara permanen bukanlah
hal yang mudah karena adanya fakta-fakta berikut terkait laju inflasi IHK kita.
Laju inflasi IHK kita sangat dipengaruhi oleh inflasi bahan makanan (volatilefood) yang bersifat persisten. Persisten dalam hal ini berarti bahwa setiap terjadi
shock, inflasi pada kelompok ini cenderung lama untuk kembali pada laju semula.
Sebagaimana yang dapat saya tunjukkan pada Grafik 5, dapat dilihat bahwawalaupun laju inflasi IHK sudah kembali «normal» paska gejolak di 2005, akan
tetapi inflasi volatile food masih cenderung persisten pada laju yang tinggi.
47Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
-10
0
10
20
30
40
50
IHKInti (trimmed)Inti (exclusion)Volatile FoodsAdm Prices (RHS)
%, yoy %, yoy
inti volatile adm2005 7,5 11,0 18,82006 8,8 16,9 24,62007 5,9 12,5 2,8
Rata-rata (YoY)Periode
5
7
9
11
13
15
17
19
21
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2005 2006 2007
Grafik 5.Inflasi dan Komponennya
Banyak hipotesa yang telah diajukan mengenai sumber persistensi
tersebut. Namun salah satu yang sering diajukan adalah bahwa persistensi itu
dapat timbul karena adanya inefisiensi akibat ketidaksempurnaan pada pasardistribusi barang bahan makanan. Beberapa faktor hipotetikal dapat menyebabkan
ketidaksempurnaan tersebut seperti kurang berkembangnya pasar-pasar yang
terkait dengan (a) penyediaan jasa logistik, transportasi, dan infrastrukturtransportasi bahan makanan, dan (b) penyediaan jasa pengelolaan nilai waktu
barang perishable bagi produsen, serta (c) penyediaan informasi pasar yang simetris
bagi produsen pemasok, pengumpul, dan retailer. Hipotesa lain yang juga dapatdiajukan sebagai faktor yang menimbulkan inefisiensi pasar distribusi bahan
makanan adalah distorsi yang ditimbulkan oleh kebijakan yang berpihak hanya
pada pelaku pasar tertentu sehingga muncul praktek oligopsoni dan oligopoli dipasar distribusi serta aktifitas rent-seeking. Jika kita berasumsi bahwa hipotesa-
hipotesa ini sahih adanya, maka persistensi inflasi harga bahan makanan adalah
fenomena ekonomi mikro. Ini berimplikasi pada kurang relevannya kebijakanmoneter sebagai instrumen pengendali langsung inflasi bahan makanan, dan
menyiratkan pentingnya untuk melakukan kajian ekonomi mikro yang lebih
mendalam terkait pasar distribusi bahan makanan di seluruh daerah di nusantara,agar kita dapat merumuskan kebijakan yang tepat dan efektif. Untuk yang terakhir
ini, kita juga dapat termotivasi oleh sebuah fakta bahwa dalam 4 tahun terakhir
terdapat disparitas laju inflasi IHK daerah. Sebagaimana yang ditunjukkan di Grafik6, dalam kurun 4 tahun terakhir terdapat 34 kota dari 45 kota yang disurvei oleh
BPS yang menunjukkan laju inflasi IHK diatas laju inflasi nasional.
48 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
yoy %
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
Rata-rata Inflasi Kota (tahun 2004-2007*)Nasional
BAN
DU
NG
DEN
PASA
RBA
TAM
SURA
KART
AA
MBO
NSA
MPI
TPA
LAN
GKA
RAYA
SURA
BAYA
MA
LAN
GJA
KART
AC
IREB
ON
SEM
ARA
NG
PON
TIA
NA
KM
AN
AD
OM
AKA
SSA
RSE
RAN
G/C
ILEG
ON
PAN
GKA
L PI
NA
NG
JEM
BER
MAT
ARA
MPU
RWO
KERT
OKE
DIR
IBA
LIKP
APA
N
SAM
ARI
ND
APA
LUPE
KAN
BARU
GO
RON
TALO
BAN
JARM
ASI
NBA
ND
AR
TERN
ATE
YOG
YAKA
RTA
JAM
BIPE
MAT
AN
GSI
BOLG
AM
EDA
NKU
PAN
GTE
GA
LPA
DA
NG
LHO
KSEU
MAW
ETA
SIKM
ALA
YABE
NG
KULU
JAYA
PURA
PALE
MBA
NG
KEN
DA
RIBA
ND
A A
CEH
PAD
AN
G
Grafik 6.Disparitas Laju Inflasi IHK Daerah
Laju inflasi IHK kita juga tampaknya mempunyai kecenderungan jangkapanjang, atau inflasi inti, yang kaku yang sulit untuk dibawa ke laju yang lebih
rendah (sticky inflation). Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1990, inflasi
terendah yang pernah dicapai adalah sekitar 5% pada periode sesaat sebelumkrisis, yaitu antara Tw III / 1996 dan Tw II / 1997, dan antara Tw IV / 2003 and Tw
I / 2004 . Sementara itu, penelitian kami menunjukkan bahwa di era paska krisisini komponen permanen pembentuk inflasi masih cukup tinggi dan berada sekitar
5% per tahun. Dengan adanya fakta-fakta ini muncul pertanyaan selanjutnya
yaitu tingkat inflasi berapa yang terendah yang dapat kita capai dalam jangkamenengah-panjang? Mampukah kita mencapai inflasi permanen yang berkisar
antara 2% dan 3% pertahun seperti di negara-negara mitra dagang? Apakah
terdapat faktor tertentu yang terkait dengan karakteristik perekonomian kita yangmenyebabkan tingkat inflasi kita secara permanen lebih tinggi dari pada mitra
dagang utama?
Saya berpandangan bahwa masih tingginya perbedaan inflasi kita dengan
mitra dagang terkait erat dengan pembentukan ekspektasi di masyarakat yangcenderung melihat ke masa lalu dimana laju inflasi kita belum pernah secara
permanen berada pada laju rata-rata dibawah 5%. Terdapat beberapa hipotesa
yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama adalah bahwa kebijakan moneter masihmempunyai ruang untuk meningkatkan kredibilitasnya lebih lanjut. Sejak
implementasi ITF sudah terdapat tanda-tanda bahwa rata-rata laju inflasi inti,
yang pergerakannya banyak dipengaruhi oleh kredibilitas kebijakan moneter telahmenunjukkan rata-rata yang menurun sejak 2003, menuju ke laju yang secara
49Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
signifikan berada dibawah laju inflasi inti sebelum krisis. Tren linier rata-rata laju
inflasi inti sejak 2003 tercatat sebesar 7% per tahun, sementara tren yang sama
untuk periode 1992 √ 1997 adalah sebesar 8.50%. Ini berarti sejak diterapkannyaITF telah ada penurunan tren jangka panjang laju inflasi inti sebesar 1.5 poin
persentase. Kedepan kita dapat lebih yakin bahwa dengan konsistensi penerapan
ITF, kredibilitas kebijakan moneter dapat lebih meningkat lagi sehingga tren jangkapanjang laju inflasi inti dapat menurun lagi secara permanen.
Kedua, kemampuan inflasi inti dan komponen permanen inflasi untuk
bergerak ke laju yang lebih rendah tertahan oleh masih banyaknya ruang bagiperbaikan produktifitas dan efisiensi perekonomian secara keseluruhan. Perbaikan-
perbaikan pada aspek ini akan berdampak pada aspek ekonomi mikro
pembentukan laju inflasi inti, khususnya pada perbaikan kapasitas perekonomianuntuk memasok barang dan jasa. Melalui perbaikan kapasitas yang berkelanjutan,
tekanan permintaan akan barang dan jasa dapat terserap sehingga perekonomian
tidak inflatoir. Pelaku pasar yang sehari-hari bergelut dengan pasokan dan distribusibarang dan jasa akan mencermati perbaikan-perbaikan tersebut dan kemudian
memasukkannya dalam rencana perubahan harga jual mereka kedepan. Ekspektasi
positif yang terbentuk selanjutnya akan membantu penurunan laju inflasi inti kelintasan yang secara permanen lebih rendah.
Adanya keterkaitan yang erat antara laju inflasi dengan produktifitas dan
efisiensi perekonomian aspek memberi implikasi bahwa kebijakan disinflasi perluditerapkan dengan senantiasa memperhatikan prinsip pentahapan (gradualism)dan keseimbangan (balance). Kebijakan moneter yang terlalu ketat ditengah
produktifitas dan inefisiensi perekonomian yang masih memiliki ruang untukperbaikan, dapat menimbulkan resesi. Sementara iu, kebijakan moneter yang
terlalu longgar ditengah produktifitas dan inefisiensi yang demikian dapat
membuat perekonomian menjadi inflatoir dan tidak pro-poor. Kenaikan harga-harga yang terjadi akan menggerus daya beli masyarakat miskin kita sehingga
kesenjangan sosial-ekonomi menjadi melebar.
Sementara itu, adanya keterkaitan erat laju inflasi dengan aspek-aspek
struktural memberi implikasi bahwa untuk melakukan proses disinflasi yang kredibeldiperlukan koordinasi yang menyeluruh dan terpadu dari seluruh instansi dalam
pemerintahan termasuk Bank Indonesia. Secara umum koordinasi tersebut dapat
dilakukan dengan membagi arah kebijakan menjadi 3 bagian besar. Pertama adalahsenantiasa menjaga agar stabilitas internal dan eksternal nilai rupiah tetap terjaga
melalui kebijakan moneter yang pre-emptive dan berhati-hati serta kebijakan pasar
50 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
uang, perbankan dan sistem pembayaran yang selalu memperkokoh stabilitas sistem
keuangan. Arah kebijakan yang pertama ini merupakan tanggung jawab Bank
Indonesia dan bertujuan untuk mengurangi risiko instabilitas di sektor keuanganyang dapat mengganggu stabilitas nilai rupiah. Kedua adalah memelihara
ketahanan dan kesinambungan fiskal dalam jangka panjang sehingga menghindari
munculnya dominasi fiskal yang dapat mempengaruhi, secara negatif, ekspektasiinvestor SUN terhadap prospek inflasi kedepan, yang selanjutnya dapat
menggoyahkan dan menurunkan efektifitas kebijakan moneter dalam memelihara
stabilitas ekonomi makro secara keseluruhan. Ketiga adalah memperbaiki stukturdan infrastruktur pasar distribusi bahan makanan dan meningkatkan efisiensi dan
produktifitas perekonomian secara keseluruhan.
1.5. Daya Saing Daerah di Era Global dan Otonomi Daerah
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Tantangan kita kedepan lainnya adalah daya saing daerah di era global
dan otonomi daerah. Laporan World Economic Forum (WEF) dalam ≈GlobalCompetitiveness Report∆ tahun 2006-2007 menunjukkan posisi daya saing Indonesiaberada pada peringkat ke-50 dari 125 negara, dibandingkan dengan peringkat ke-
69 dari 107 negara pada tahun sebelumnya. Walaupun terdapat perbaikan padaperingkat daya saingnya, Indonesia dinilai masih tetap menduduki salah satu posisi
daya saing terendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Daya saing Indonesia
masih berada di bawah negara Singapura (urutan ke-5), Jepang (ke-7), Malaysia(ke-26), Thailand (ke-35), dan India (ke-43). Sementara, berdasarkan laporan IMD
(International Institute for Management Development) dalam World CompetitivenessYearbook 2007, posisi daya saing Indonesia berada pada dua negara denganperingkat daya saing terendah. Indonesia menduduki peringkat ke 54, sementara
Venezuela berada pada peringkat 55 dari 55 negara yang disurvei.
Sebagaimana yang telah kita pahami bersama, meningkatnya globalisasi
ekonomi membuat tingkat persaingan antar negara dari waktu ke waktu akanmakin tinggi. Namun lebih dari itu, semakin tingginya tingkat persaingan global
akan berdampak langsung pada perekonomian daerah terlebih lagi setelah era
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Hal ini berarti terdapat tuntutan bagisetiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing masing-masing daerah,
karena daya saing daerah-daerah di Indonesia merupakan ≈ujung tombak∆ daya
saing nasional.
51Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Hasil pencermatan kami terhadap daya saing setiap daerah di Nusantara
menunjukkan bahwa daya saing keseluruhan dari sekitar 65% jumlah kabupaten/
kota di Indonesia masih berada di bawah rata-rata nasional, sedangkan yang diatas rata-rata hanya 17%. Hal ini mengindikasikan terdapat ketimpangan yang
besar dalam pembangunan ekonomi antar daerah kabupaten/kota di Indonesia.
Atau, secara umum dapat dikatakan bahwa perekonomian daerah masihmemerlukan peningkatan dan perbaikan kualitas infrastruktur utama,
pengembangan kegiatan usaha yang mampu menyerap tenaga kerja serta
peningkatan pembangunan sumber daya manusia. Sementara itu, untuk daerahyang masuk dalam kelompok berdaya saing rendah pada umumnya mempunyai
karakteristik sektor pertanian yang tidak terkait dengan industri sebagai sektor
utama perekonomian daerah, serta kurangnya peran sektor swasta dalampembiayaan pembangunan.
Oleh karena itu, saat ini kita sedang menghadapi tantangan untuk
meningkatkan daya saing ekonomi daerah. Untuk menghadapi tantangan ini kitatidak dapat melupakan fakta obyektif tentang meningkatnya relevansi ekonomi-
politik pemerintahan daerah dan keberagaman lokalitas yang semakin
mengedepan dewasa ini dan di masa depan. Fakta ini memberi sebuah keniscayaanbahwa rekayasa pembangunan sosial dan ekonomi, yang seragam dalam skala
nasional akan cukup sulit untuk dilakukan. Kita kemudian perlu memikirkan cara-
cara penanganan masalah bangsa yang berpijak pada idiosyncracy kearifan lokalyang terpendam dalam keberagaman itu. Ini merupakan tantangan tersendiri
bagi bangsa yang selama ini sudah terbiasa berpikir dalam keseragaman yang
monolitik. Adanya fakta obyektif ini memberi sebuah pesan bagi semua pemangkukebijakan publik, termasuk Bank Indonesia, untuk mampu mendekonstruksi dan
merekonstruksi ulang makna dan perannya dalam keseluruhan proses
pembangunan nasional.
1.6. Mempertahankan Modal Budaya di Era Global
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Terkait dengan upaya kita untuk beradaptasi dengan arus globalisasi, kita
juga dituntut untuk mencari dan mengkonstruksi sebuah semangat kultural yangtepat bagi pembangunan ekonomi negeri dalam kebhinekaan bangsa kita.
Bagaimanapun juga, pembangunan ekonomi adalah semata-mata refleksi dan
hasil dari semangat kultural yang melekat pada sebuah bangsa. Kontinuitas
52 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
semangat kultural seperti apa yang ingin kita bentuk untuk menyikapi keragaman
dalam aspek sosial-budaya dan wilayah ekonomi bangsa, akan menentukan
pencapaian kita semua dalam bidang pembangunan ekonomi dan pemulihandaya saing di tahun-tahun mendatang.
Perlu kiranya kita pahami bahwa pembangunan sebagai sebuah
transformasi ekonomi, sosial dan politik, dalam keseluruhan prosesnya akan sangatdipengaruhi oleh faktor manusia dan kekayaan budayanya. Dalam konteks yang
lebih sempit seperti pembangunan ekonomi misalnya, Soedjatmoko jauh-jauh
hari telah menyampaikan sebuah pesan pada kita bahwa pembangunan ekonomimenuntut tidak hanya keberadaan institusi-insitusi formal dan keahlian teknokratik
semata, tapi juga faktor-faktor kultural seperti norma-norma tertentu dan modal
sosial yang mendukung kemajuan ekonomi.
Namun dalam konteks pembangunan yang lebih luas untuk membangunkemaslahatan jiwa manusia keragaman budaya mempunyai peran yang lebih
mendasar. Didalam setiap budaya tersimpan ingatan kolektif suatu suku bangsa.
Ketika memasuki labirin memori kolektif itu setiap individu akan mengingat,melupakan, merekonstruksi, memaknai ulang pandangan-pandangannya dan
bahkan membangun pandangan baru untuk suatu kontinuitas kemajuan kulturalbersama . Dalam proses tersebut keragaman budaya dapat menjadi instrumen
yang membuka kemungkinan bagi pengayaan pandangan tentang dunia. Proses
pengayaan melalui pertukaran tersebut dapat menghasilkan tidak hanya hal-halyang abstrak seperti pandangan tentang dunia dan spekulasi filosofis, tapi juga
hal-hal yang sangat praktikal seperti ketika kita menemukan jamu-jamu tradisional
yang telah menjadi bagian dari kearifan lokal selama berabad-abad.
Catatan tadi menonjolkan pentingnya implementasi sebuah kerjakebudayaan untuk memastikan bahwa negara-kebangsaan kita tetap memiliki
mosaik budaya yang kaya dan berwarna-warni. Namun, tantangan yang kita
hadapi akan sangat besar, terutama karena arus besar homogenisasi budaya globalyang sedang membentuk pandangan tentang dunia yang cenderung seragam,
yaitu dunia konsumen komersial yang berbasis pada bagian yang paling fana dari
budaya di dunia barat. Tantangan kita menjadi berat karena proses penyeragamantersebut tampil sangat seduktif pada persepsi subliminal kita dan dampaknya
pada budaya lokal berlangsung secara perlahan. Tanpa kita sadari bagian dari
kita telah menjadi pasar besar yang dipenuhi kaum yang sangat konsumtif danmanusia-manusia yang terdominasi oleh industrialisasi.
53Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
2. Prospek Perekonomian Kedepan
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Luasnya cakupan tantangan-tantangan yang kita hadapi kedepan tidak
serta merta berarti bahwa prospek pencapaian perekonomian kita saat ini gairahnyaakan meredup. Saya berpandangan bahwa optimisme yang sudah terbentuk saat
ini, dimana perekonomian telah mulai berjalan dengan kedua mesinnya, dapat
terus kita pertahankan di masa yang akan datang. Bagi saya alasan yang terpentingatas optimisme ini adalah bahwa demokrasi kita sudah semakin terkonsolidasi
sehingga kita mempunyai keyakinan bahwa sistem Pemerintahan dan berbagai
perangkat birokrasi akan semakin efektif dalam menjalankan tugasnya walaupuntahun depan kita akan kembali menyelenggarakan salah satu pesta demokrasi
terbesar di Asia yaitu pemilu langsung 2009. Bahkan saya pun melihat bahwa upaya-
upaya untuk mengatasi berbagai hambatan struktural yang tersisa dalamperekonomian kita akan semakin meningkat. Bagi Pemerintahan incumbent langkah
ini adalah langkah yang rasional karena melalui itu akan hadir manfaat nyata yang
lebih besar lagi dari bagi rakyat yang telah memberi dukungannya selama ini melaluisistem demokrasi yang bebas dan terbuka.
Alasan kedua yang menyebabkan saya sangat optimis adalah tersedianya
modal stabilitas dan daya tahan ekonomi makro yang ada dalam genggaman kitasaat ini. Secara ringkas modal resiliensi tersebut saya rangkum di Tabel 4. Modal
ini akan menjadi pemicu ekspansi ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan
dalam 2 tahun kedepan walaupun tantangan eksternal berupa perubahan di pasarkeuangan, dan pasar barang global terkait kenaikan harga minyak dan harga
pangan dunia dunia masih tinggi.
Secara umum, perkiraaan perekonomian kedepan yang telah disusun olehBank Indonesia adalah sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2009
kami perkirakan akan terus meningkat dan secara bertahap menuju laju 7%
pertahun. Ekspansi ekonomi yang berlanjut tersebut terutama didukung olehmeningkatnya kapasitas perekonomian sejalan dengan rasio investasi terhadap
PDB yang terus meningkat merespons perbaikan-perbaikan pada daya beli
masyarakat, NPI yang masih terus membukukan surplus, nilai tukar yang stabil,dan inflasi yang terus mengarah pada laju yang semakin rendah.
Kinerja NPI yang kuat akan ditopang oleh beberapa faktor. Dari sisi
transaksi berjalan, kinerja ekspor non-migas kita akan tetap kuat karena adanya
diversifikasi negara tujuan ekspor dan permintaan komoditas primer dunia terkait
54 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Tabel 4.Resiliensi Sistem Keuangan dan Ekonomi Makro 2 Tahun Terakhir
Indikator 2006 2007 Proyeksi 2008
Ketahanan ekonomi makro tahun 2007 lebih baik dibandingkan tahun lalu, laju inflasi terjaga, nilai tukar lebihstabil, cadangan Ketahanan ekonomi makrot ahun 2007 lebih baik dibandingkan tahun lalu, laju inflasi terjaga,nilai tukar lebih stabil, cadangan devisa meningkat rasio utang menurun, dan kesinambungan fiskal yang terjaga.
Ketahanan Ekonomi Makro
Laju InflasiNilai Tukar
Cadangan Devisa
Utang/ PDB Utang Jk. Pendek/ Cad. DevisaSurplus Primary Balance/PDB
6,6% yoyMenguat 5,96%dgn volatilitas 3,79%
Des 2006 = USD 42,6 miliar, setara 4,5bulan impor dan pembayaran officialdebt 35,3% 70,1%
Surplus 1.4% dari PDB
6.6% yoymenguat 0,29% dengan volatilitas1,37%
Des 2007 = USD 57 miliar, setara 5,7bulan impor dan pembayaran officialdebt Okt 2007 = 33% 52,4%
Surplus 0,7% dari PDB
5% + 1%Sedikit melemah akibatkenaikan impor seiring denganmeningkatnya aktivitasekonomiUSD 72,9 miliar
Ketahanan Industri PerbankanKetahanan Industri perbankan sebagai sub-sistem utama (dengan pangsa 80%) dari sistem keuangan meningkat: permodalancukup memadai untuk menyerap potensi gejolak, kualitas kredit membaik, laba meningkat dan manajemen risiko membaik
CAR = 20,47%, NPL Gross = 6,98%(NPL Net = 3,63%), ROA = 2,60%
14,1% dengan LDR 64,7%
CAR = 19,82%, NPL Gross = 5,63%(NPL Net = 2,49%), ROA = 2,80%(Okt 2007)23,1% dengan LDR 69,0% (Okt 2007)
NPL Gross : 5,11%
24% dengan LDR 72,0%
Indikator Utama Kinerja
Pertumbuhan Kredit
Ketahanan Pasar ModalKetahanan pasar modal membaik, sejalan dengan meningkatnya kapitalisasi pasar, volume dan frekuensi transaksi
Likuiditas di PasarObligasi dan Saham
Kapitalisasi Pasar = 45% dari PDBRata-rata Vol. Perdagangan Obligasi= Rp 3,3 triliun per hari, frekuensiperdagangan = 146,7 kaliReksadana NAV = Rp 50,87 triliun
Kapitalisasi Pasar = 49% dari PDBRata-rata Vol. Perdagangan Obligasi =Rp 5,8 triliun per hari, frekuensiperdagangan = 253,4 kaliReksadana NAV = Rp 90,4 triliun
enerji alternatif yang tetap tinggi. Dari sisi transaksi modal, aliran investasi
portofolio, terutama untuk equity akan tetap deras sejalan dengan maraknya
IPOs dan masih cukup tingginya ekspektasi laba korporasi di Indonesia. Berbagaifakta yang saya kumpulkan dari komunitas keuangan global juga menunjukkan
bahwa appetite investor global terhadap penanaman modal di negara-negara
emerging market Asia, masih cukup baik terutama karena ekses likuiditas globalsaat ini masih tinggi. Kemudian, dari sisi remitansi net tenaga kerja migran Indonesia
di luar negeri, saya memperkirakan bahwa kedepan, income transfer ini akan
tetap kuat dan menjadi aliran modal yang secara teratur (steady) dan dalam jumlahbesar masuk ke Indonesia.
Seluruh aspek penopang kinerja NPI tadi akan mempermudah Bank
Indonesia dalam mengambil langkah-langkah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Dalam kaitan ini, kebijakan-kebijakan intervensi valas secara terukur akan tetap
55Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
kami lakukan untuk melakukan smoothing terhadap volatilitas nilai tukar, tanpa
memaksakan suatu level tertentu terhadapnya. Dalam konteks ini, kami juga
melihat bahwa kebijakan untuk menjaga kecukupan cadangan devisa masihmerupakan kebijakan yang konsisten dengan pemeliharaan stabilitas ekonomi
makro dalam jangka panjang. Nilai tukar yang terjaga pada suatu kisaran yang
stabil dan kondusif bagi pemeliharaan keseimbangan internal dan eksternalekonomi makro, kami pandang sebagai sebuah pra-kondisi yang diperlukan untuk
menurunkan sensitifitas harga-harga terhadap gejolak nilai tukar. Dengan
menurunnya exchange rate pass through effects, laju inflasi inti yang merupakankecenderungan jangka menengah panjang dari laju inflasi IHK akan dapat kita
jaga pada laju yang konsisten mengarah pada sasaran inflasi IHK.
Kami melihat bahwa pencapaian sasaran inflasi sampai tahun 2010 yangtelah ditetapkan, yaitu 5 + 1% di 2008, 4.5 + 1% di 2009, dan 4 + 1% di 2010
bukan hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Lintasan disinflasi ini akan semakin
mendekatkan laju inflasi kita dengan laju inflasi mitra dagang yang secara rata-rata berada di kisaran 2 - 3% per tahun. Pencapaian sasaran inflasi tersebut akan
ditunjang oleh kombinasi kebijakan berikut ini.
Dari sisi fiskal, otoritas fiskal akan senantiasa memantapkan ketahananfiskal ditengah gejolak harga minyak dan ketidakpastian global kedepan. Dalam
kaitan ini, 9 langkah pengaman APBN yang telah dirumuskan tahun lalu merupakan
langkah awal yang dapat menjadi pedoman pelaku pasar tentang daya tahanfiskal kita tahun ini. Sementara itu, sebagai bagian dari kebijakan anti-inflasi yang
menyeluruh, semua departemen dan instansi pemerintahan yang terkait dengan
pengendalian inflasi bahan makanan akan mengambil langkah-langkah yangmenurunkan persistensi inflasi bahan makanan.
Kebijakan moneter akan memberi kontribusi yang penting melalui
pemeliharaan stabilitas nilai tukar yang akan menjadi salah satu kebijakan kunci
yang akan kami ambil. Namun lebih dari itu, melalui kebijakan BI rate dalamkerangka inflation targeting, Bank Indonesia akan selalu menjaga konsistensi stancekebijakan moneter dengan pencapaian sasaran inflasi yang telah diumumkan ex-ante. Dari waktu ke waktu kami akan melihat sejauh mana stance BI rate yangkami keluarkan selaras dengan ekspektasi forward-looking yang kami bangun
melalui perangkat-perangkat proyeksi inflasi Bank Indonesia maupun survei-survei
ekspektasi inflasi di pasar keuangan dan di masyarakat luas. Selain itu kami jugaakan mengambil langkah-langkah kebijakan untuk memperkokoh stabilitas sistem
keuangan guna mengurangi risiko perambatan gejolak di pasar keuangan global
56 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
ke pasar valas domestik. Untuk mewujudkan sistem keuangan yang lebih kokoh
tersebut Bank Indonesia akan mengambil langkah-langkah strategis dan
memperkuat lagi kinerja dan daya tahan industri perbankan. Langkah-langkahini akan saya uraikan lebih lanjut di bagian akhir pemaparan malam ini.
Laju inflasi yang semakin rendah ke depan akan mempertahan pendapatan
permanen masyarakat sehingga daya beli masyarakat, khususnya mereka yangtergolong kelas menengah ke bawah. Ditopang oleh perbaikan-perbaikan lebih
lanjut pada indikator-indikator MDGs, perbaikan daya beli ini akan menjadi lebih
permanen dan memperluas basis-basis konsumsi dalam perekonomian domestik.Langkah-langkah penyediaan dan perbaikan infrastruktur utama, kredit perbankan,
kecukupan input enerji dan pembukaan akses yang lebih besar pada kegiatan
enterpreneurship akan memperluas kapasitas pasar domestik yang selanjutnyaakan menjadi pemicu ekspansi kapasitas produksi nasional melalui investasi PMA
dan PMDN, baik di tingkat korporasi maupun UMKM. Kebangkitan investasi
yang berlanjut ini akan semakin memantapkan langkah Indonesia menuju statusinvestment grade.
IV. Memperkokoh Stabilitas, Mengawal Pembangunan
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Semua perkiraan diatas sangat bergantung pada sebuah asumsi bahwastabilitas sistem keuangan secara keseluruhan tetap terjaga dalam 2 tahun ke depan.
Asumsi ini dalam banyak halnya akan sangat tergantung pada inisiatif-inisiatif
kebijakan yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia terkait tiga pilar stabilitas. Olehkarena itu, pada bagian berikut ini ijinkanlah saya menyampaikan beberapa
pandangan tentang apa-apa saya yang perlu dilakukan oleh Bank Indonesia untuk
memperkokoh stabilitas demi mengawal pembangunan ekonomi kedepan.....
Perwujudan tiga pilar stabilitas yang kokoh dalam perekonomian nasional
menuntut kearifan dan kesabaran dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian.
Dalam jangka panjang, upaya-upaya tersebut dapat memperbaiki efektifitas dariberbagai inisiatif kebijakan dan program-program yang telah kami canangkan.
Penyesuaian-penyesuaian tersebut terkadang membuat stakeholders kami dalam
jangka pendek bertanya-tanya tentang kredibilitas, dan bahkan kontinuitas dariinsiatif kebijakan yang kami canangkan. Ada hari-hari gelap seperti itu dalam
perjalanan kami meretas jalan menuju stabilitas, tapi banyak pula hari-hari terang
dimana pada akhirnya stakeholders memahami dan mengerti bahwa penyesuaian-
57Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
penyesuaian ex-post bukan berarti hilangnya komitmen Bank Indonesia terhadap
arah yang ditetapkannya ex-ante.
Jika saya boleh mencirikan manajemen inisiatif kebijakan Bank Indonesiadalam 5 tahun terakhir, maka dua kata kunci ini kiranya dapat menjadi pegangan
para stakeholders, yaitu pentahapan (gradualism) dan penyeimbangan (balancing).Di dalam kedua kata kunci itu terdapat sebuah pemahaman bahwa manajemeninisiatif kebijakan dan program tidak dapat semata bergantung pada kaedah-
kaedah baku yang normatif sifatnya (rule-based). Akan tetapi perlu pula untuk
menyediakan ruang yang cukup lapang untuk merespon secara cepat (discretions)ketika terjadi perubahan-perubahan asumsi dan constraints yang dihadapi
perekonomian. Namun, dalam bermanuver tersebut Bank Indonesia tetap
memperhatikan kaedah-kaedah baku yang normatif untuk memastikan bahwakami tidak keluar dari khittah membangun tiga pilar stabilitas. Oleh karena itu,
kebebasan dan kreatifitas kami dalam menerapkan penyesuaian kebijakan akan
selalu terukur (measured discretions). Ini perlu saya sampaikan agar tidak adakeraguan bagi sebagian orang terhadap komitmen Bank Indonesia untuk
senantiasa menyediakan tiga pilar stabilitas yang menjadi prakondisi dan elemen-
elemen penyinambung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Oleh karena itu dalam jangka pendek kami akan terus melanjutkan
berbagai pekerjaan rumah yang masih tersisa yang masih perlu segera diselesaikan.
Di samping itu, mencermati berbagai tantangan kedepan yang kami antisipasi,terdapat pula beberapa inisiatif strategis baru yang saya pandang perlu untuk
diambil. Inisiatif-inisiatif yang akan kami ambil kedepan tersebut merupakan
∆inisiatif-inisiatif pengawal pencapaian pembangunan ekonomi∆ ∆inisiatif-inisiatif pengawal pencapaian pembangunan ekonomi∆ ∆inisiatif-inisiatif pengawal pencapaian pembangunan ekonomi∆ ∆inisiatif-inisiatif pengawal pencapaian pembangunan ekonomi∆ ∆inisiatif-inisiatif pengawal pencapaian pembangunan ekonomi∆ melaluikebijakan-kebijakan di bidang pasar keuangan, moneter, perbankan, sistem
pembayaran dan pemberdayaan sektor riil.
1. Inisiatif-Inisiatif di Bidang Moneter
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Dibidang moneter, Bank Indonesia akan melalukan inisiatif-inisiatif yang
merupakan jawaban kami terhadap tantangan globalisasi sektor keuangan,
sembari mempersiapkanΩ kebijakan moneter dalam menghadapi MEA 2015.ΩInisiatif-inisiatif ini terbagi dalam 3 kelompok yaitu: inisiatif pengembangan pasar
keuangan domestik, inisiatif penguatan efektifitas kebijakan moneter, dan inisiatif
penguatan perangkat analisa kebijakan menuju MEA 2015.
58 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
1.1 Pengembangan Pasar Keuangan Domestik
Pada saat ini, perkembangan pasar keuangan domestik cukup
menggembirakan, khususnya pasar Surat Utang Negara (SUN). Ke depan peranpasar keuangan domestik tersebut akan semakin penting, baik bagi efektifitas
kebijakan moneter maupun dalam pengendalian stabilitas perekonomian secara
lebih luas. Pengembangan pasar dimaksudkan untuk dapat lebih memperkuatkemampuan sistem keuangan kita dalam menghadapi tantangan terkait globalisasi
keuangan yang dapat menimbulkan gangguan eksternal terhadap perekonomian
kita. Krisis pasar keuangan global yang berasal dari ambruknya sektor perumahankualitas rendah, atau sub-prime mortgage di AS beberapa waktu yang lalu adalah
contoh nyata dari pentingnya ketahanan perekonomian dan pasar keuangan
domestik. Dengan kata lain, hal ini kembali menegaskan kepada kita perlunyamemiliki pasar keuangan yang lebih kuat, lebih dalam dan lebih likuid agar potensi
gangguan dari faktor eksternal dapat diminimalisir.
Mempertimbangkan hal tersebut kami bermaksud untuk segera
menambah dan mengaktifkan kembali instrumen dan jenis transaksi yang akandigunakan dalam mengimplementasikan kebijakan moneter melalui kegiatan
manajemen likuditas.
Termasuk dalam kaitan rencana ini adalah mengaktifkan transaksi repodengan underlying SUN, melengkapi jangka waktu penerbitan SBI dengan yang
lebih panjang, yaitu SBI 6, 9, dan 12 bulan, dan transaksi dengan menggunakan
valas (foreign exchange swap). Pengaktifan transaksi repo SUN dalam kegiatanmanajemen likuiditas ini sekaligus dimaksudkan untuk meningkatkan aktifitas
dan likuditas pasar SUN sehingga pasar SUN menjadi lebih efisien dan lebih memiliki
daya tahan (resilience) dalam menghadapi potensi gejolak. Sementara optimalisasitransaksi melalui FX Swap dimaksudkan untuk sinkronisasi dan harmonisasi langkah
mengatur likuiditas dan menjaga stabilitas pasar uang rupiah dengan pasar uang
valas domestik.ΩΩ Langkah-langkah ini kami harapkan dapat mendukung berbagaiupaya yang tengah dan akan dilakukan untuk memperdalam pasar keuangan
secara keseluruhan (financial market deepening).ΩΩ
Masih terkait dengan upaya memperdalam pasar keuangan, kami jugamelihat pentingnya untuk mempercepat pengembangan industri keuangan
syariah. Industri keuangan syariah yang berkembang akan memperluas jenis-
jenis instrumen yang dapat digunakan masyarakat dalam mengelola portofolioaset-aset keuangannya. Hal ini akan banyak membantu pasar keuangan domestik
dalam menyerap gejolak.Ω Selain itu, industri keuangan syariah yang berkembang
59Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
juga akan membuat industri perbankan syariah berkembangΩ lebih pesat
sehingga melalui interaksi saling menguntungkan ini pangsa perbankan syariah
dalam industri perbankan kita dapat meningkat sesuai dengan yang kita cita-citakan.
Untuk mengembangkan industri keuangan syariah tersebut kita akan
terbantu oleh fenomena ekses likuiditas global terutama yang berasal dari danatimur tengah yang meninggalkan pasar AS paska implementasi Patriot Act di
negara itu.Ω Banyak negara lain seperti ΩQatar, Uni Arab Emirat, Malaysia, Jepang,
dan Singapura yang telah melakukan langkah strategis dan berhasil menarik ekseslikuiditas tersebut. Malaysia dan Singapura bahkan sudah mulai melihat Indonesia
sebagai sumber dana dan pasar menarik bagi instrumen-instrumen syariah mereka.
Namun, dari sisi kita, tampaknya masih banyak yang perlu dilakukan dalam waktudekat, terlebih jika melihat fakta bahwa Indonesia dipandang sebagai potensi
yang besar dalam industri keuangan syariah global karena memiliki penduduk
muslim terbesar. Ω
Kedepan, seiring dengan semakin dekatnya implementasi MEA 2015,persaingan di industri keuangan syariah akan semakin meningkat. Sementara itu,
berbagai hambatan bagi perkembangan industri keuangan syariah domestik sepertimasalah perpajakan masih menghambat upaya-upaya bersama yang tengah
dilakukan.Ω Disamping itu, pengembangan serta peningkatan daya saing industri
keuangan syariah nasional masih membutuhkan dukungan infrastruktur pentingterkait kelembagaan, regulasi, kerangka hukum, SDM, dan infrastruktur pasar.Ω
Untuk mengisi kekosongan-kekosongan ini diperlukan koordinasi yang mantap
dari kita semua. Untuk mendukung upaya koordinasi tersebut Bank Indonesiaakan merumuskan sebuah strategi besar pengembangan industri keuangan syariah
nasional, dengan bekerjasama dengan lembaga terkait lainnya. Selain itu, Bank
Indonesia juga akan mulai mengkaji lebih dalam berbagai aspek yang terkaitdengan strategi dan implementasi kebijakan moneter dalam perekonomian yang
menganut sistem keuangan ganda, yaitu konvensional dan syariah.Ω
1.2 ΩMemperkuat Efektifitas Kebijakan Moneter
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Banyak bagian dalam pidato saya ini yang menekankan betapa cepatnya
perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling kita. Untuk dapat bertahan di
tengah-tengah situasi seperti itu, tidak ada jalan lain kecuali kita beradaptasi,
60 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
dengan melakukan berbagai perbaikan guna mengurangi berbagai masalah dan
kelemahan kita.
Dalam bidang moneter, salah satu strategi kebijakan yang kami rasa perluuntuk terus kami review dan sempurnakan efektifitas penerapannya dalam
mengantisipasi perubahan adalah ITF. Dari hasil penilaian terhadap pelaksanaan
ITF selama 3 tahun belakangan ini, peluang untuk lebih mengoptimalkan efektifitasstrategi yang ada masih sangat terbuka. Hal ini terutama karena pola manajemen
likuiditas yang utamanya dilakukan melalui lelang penerbitan SBI 1 bulan masih
menyebabkan fluktuasi ketersediaan likuiditas pasar uang harian, tingginyavolatilitas suku bunga dan adanya struktur suku bunga jangka pendek yang curam
(steep short-term yield curve) di pasar uang.
Hal-hal tersebut kurang mendorong efisiensi manajemen portfolio institusi
keuangan dan menyebabkan institusi keuangan cenderung mencari keuntungandengan memanfaatkan perbedaan suku bunga jangka pendek. Fluktuasi suku
bunga pasar uang yang tinggi juga meningkatkan ketidakpastian aspek likuiditas
dari institusi keuangan yang menanamkan dananya dalam aset yang berjangkalebih panjang dari sumber dananya. Dengan kata lain cost of being temporaryilliquid menjadi mahal karena relatif tidak bisa dikalkulasi dengan baik. Pelakupasar cenderung memiliki orientasi jangka pendek, yang pada gilirannya menjadi
distorsi terhadap transmisi kebijakan moneter dan sekaligus kurang mendorong
peningkatan peran pasar keuangan dalam perekonomian.
Implementasi langkah penyempurnaan ini tidak dimaksudkan untukmengubah arah (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia. Penyempurnaan ini
pada dasarnya adalah sebuah tactical move dalam penerapan ITF, yang kami
pandang perlu diambil untuk mengoptimalkan efektifitas ITF di dalam mengelolaekspektasi masyarakat.
Berpegang pada garis fikir tersebut dalam penerapannya,
penyempurnaan ini nantinya akan lebih terarah pada upaya-upaya menjagastabilitas suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) jangka pendek, khususnya
overnight, sebagai alat transmisi kebijakan moneter, yang sekaligus pula sebagai
mekanisme pembentuk struktur kurva imbal hasil jangka pendek (short termyield curve) yang lebih wajar.
Dalam konteks yang lebih luas, penerapan strategi kebijakan ini bertujuan
pula untuk meningkatkan efisiensi pembentukan harga (pricing) Ωaset-aset di pasar
keuangan dan produk institusi perbankan. Dengan demikian, upaya-upaya untuk
61Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
menunjang inisiatif pengembangan pasar keuangan dometik dan memperkuat
diri dalam menghadapi meningkatnya potensi gejolak di pasar keuangan di era
globalisasi saat ini juga akan terfasilitasi. Oleh karena itu, langkah untukmengefektifkan kembali penerbitan SBI dengan jangka waktu yang lebih panjang
adalah sebuah prasyarat yang harus juga dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk
menyerap kelebihan pasokan likuiditas yang bersifat struktural melalui mekanismelelang. Besarnya SBI dalam berbagai jangka waktu yang akan diterbitkan ditetapkan
berdasarkan proyeksi atas kebutuhan likuiditas perbankan.
Pada saat yang sama, Bank Indonesia akan memonitor perkembanganlikuiditas dan suku bunga PUAB O/N secara harian dan akan merespon setiap
penyimpangan yang ada dalam batas-batas tertentu, melalui mekanisme FineTuning Operations. Pada prinsipnya hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwasetiap hari akan tersedia likuiditas yang cukup untuk keperluan setelmen transaksi
perbankan sehingga sukuΩ bunga PUAB O/N akan stabil. Dalam hal Bank Indonesia
perlu menambah atau mengurangi likuiditas secara temporer maka hal tersebutakan dilakukan melalui transaksi «repo», baik dengan menggunakan SBI maupun
SUN, atau transaksi FX Swap.
Dengan short term yield curve yang wajar maka pelaku pasar tidaklagi berkonsentrasi mencari keuntungan dengan horizon yang pendek di pasar
uang. Ini akan mendorong mereka untuk semakin aktif mencari keuntungan
melalui penanaman dan pengelolaan dana dengan horizon yang lebih panjang.Dengan inisiatif kebijakan ini, kami berniat untuk menjaga suku bunga PUAB
overnightΩΩ pada level yangΩ konsisten dan sejalan dengan level suku bunga
yang mencerminkan arah kebijakan moneter Bank Indonesia yaitu level BIRate.Ω
Kebijakan di atas dan perluasan instrumen kebijakan moneter
sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, pada gilirannya akan
mendorong perbankan dan pelaku pasar keuangan lain untuk mulai melakukanmanajemen asset dan liabilities (ALMA) secara lebih profesional, termasuk dari
sisi manajemen risiko. Terkait dengan hal tersebut, terjaganya stabilitas suku bunga
pasar uang akan mengurangi risiko likuiditas penanaman dana Ωjangka panjangdan sekaligus memperbaiki infrastruktur pasar keuangan sehingga menjadi lebih
efisien untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berkelanjutan.ΩΩΩΩΩ
62 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
1.3 Memperkuat Perangkat Analisa Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN2015
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Inisiatif ketiga di bidang moneter adalah memperkuat kemampuan analisakebijakan untuk menyongsong MEA 2015. Penandatanganan Piagam ASEAN atau
ASEAN Charter di Singapura pada 20 November 2007, memberi implikasi bahwa
program integrasi ekonomi ASEAN merupakan komitmen yang tak dapat ditawarlagi. Hampir tuntasnya agenda perdagangan bebas intra ASEAN akan membawa
perubahan yang signifikan pada pergerakan faktor produksi, baikΩ physical capitalyang bergerak lewat financial investment, misalnya FDI atau Portfolio Investment,maupun modal sumber daya manusia melalui berpindahnya skilled labor. Dampak
dari bebasnya pergerakan faktor produksi tersebut adalah terciptanya konfigurasi
baru distribusi produksi perekonomian intra ASEAN. Determinan dari konfigurasibaru ini haruslah dipahami oleh kita semua. Kita dituntut memiliki kemampuan
memprediksi bagaimana karakteristik serta determinan distribusi produksi
perekonomian yang baru tersebut. Tentunya karena kita bicara sesuatu yang akanterjadi di masa depan, kita belum memiliki data yang dapat diinterpretasikan
melalui suatu kajian empiris. Oleh karena itu diperlukan riset yang bersifatkonseptual teoritis sesuai kaidah-kaidah ekonomi dengan menyertakan sejumlah
asumsi yang plausible.
Selain itu, untuk mengetahui secara lebih rinci dampak dari penurunan
hambatan perdagangan (baik tarif dan non-tarif) terhadap kinerja ekspor sertakesejahteraan masyarakat dari tiap negara ASEAN, diperlukan pula suatu riset
multiyears yang melibatkan pihak-pihak yang antusias, kompeten dan berdedikasi
tinggi. Dalam kaitan ini teknik pemodelan berbasiskan Computable GeneralEquilibrium (CGE) dengan menggunakan basis data Global Trade Analysis Project(GTAP) dan Financial-Social Accounting Matrix (FSAM) akan kami kembangkan.
Sepengetahuan saya, sampai saat ini belum banyak institusi publik di negara kitayang telah melaksanakan agenda riset yang sangat penting ini.
Selanjutnya, jika kita renungkan bersama, keberhasilan Indonesia dalam
kancah MEA 2015Ωnanti jelas tak lepas dari seberapa tinggi daya saing yang dimilikirelatif terhadap daya saing kesembilan negara ASEAN lain. Daya saing tersebut
menurut hemat saya memiliki tiga dimensi, yaitu (1) dimensi kebutuhan dasar
yang mencakup institusi, infrastruktur, stabilitas ekonomi makro serta kesehatandan pendidikan primer, (2) dimensi penentu efisiensi yang mencakup pendidikan
lanjutan dan pelatihan, efisiensi pasar barang dan jasa, kemajuan pasar keuangan,
kesiapan teknologi serta ukuran pasar, dan (3) dimensi inovasi dan kecanggihan,
63Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
yang mencakup faktor-faktor penentu kecanggihan serta tingkat perkembangan
inovasi. Oleh karena itu, riset yang mampu memetakan daya saing negara-negara
ASEAN serta mengungkapkan komponen daya saing Indonesia yang perludiperbaiki merupakan masukan yang vital untuk sesegera mungkin ditindaklanjuti
oleh seluruh komponen bangsa, termasuk Bank Indonesia.
Akhirnya, kita perlu pula memahami bagaimana peran otoritas moneterditengah-tengah implementasi MEA 2015 nanti. Kita perlu melihat lebih jauh
apakah kebijakan moneter kita yang prudent dengan sasaran terciptanya inflasi
yang rendah dan ekonomi makro yang stabil merupakan kebijakan moneter yangakan mendukung kepentingan nasional kita, sebagaimana yang kita temukan
dan yakini selama ini bahwa kebijakan moneter yang prudent Ωdan anti inflasi
merupakan kebijakan moneter yang pro-poor dalam konteks domestik.
2. Inisiatif-Inisiatif di Bidang Perbankan
2.1 Arah kebijakan lanjutan dalam proses penataan kembali strukturindustri perbankan nasional.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Selanjutnya, adalah arah dan perspektif pemikiran ke depan untuk bidang
perbankan. Sejak Arsitektur Perbankan Indonesia diluncurkan di awal tahun 2004
lalu rasanya kita patut bersyukur bahwa kekuatan dan daya tahan industriperbankan di dalam menghadapi berbagai risiko dan gejolak, lambat laun, mulai
menguat. Kinerja industri pun sedikit demi sedikit terus membaik. Perolehan laba
perbankan terus naik, sejalan dengan meningkatnya pelaksanaan fungsiintermediasi dan perbaikan efisiensi, serta efektifitas di dalam mengelola risiko
yang ada.
Meski banyak yang sudah kita selesaikan, kita tahu masih lebih banyak
lagi yang harus kita kerjakan. Dalam era global seperti saat ini, kecepatanperubahan demi perubahan seringkali membuat kita terpana. Pencapaian kita
hari ini ternyata belum tentu memadai untuk hari esok.
Kesadaran inilah yang sebenarnya kami jadikan landasan dalam perumusanAPI sebagai kebijakan industrial perbankan selama ini. Pencapaian ke 6 tujuan
fundamental yang divisualisasikan sebagai pilar-pilar dalam API pada dasarnya
adalah sebuah proses transformasi sebuah bangunan industri, dari yang sempatporak poranda karena dihantam krisis, menjadi industri yang kokoh ditengah
guncangan, kuat bersaing di percaturan persaingan global dan bermanfaat bagi
64 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
seluruh masyarakat. Dalam proses ini, diperlukan adanya strategi implementasi
yang dapat memastikan bahwa setiap inisiatif dan program akan dapat
mengakumulasikan pencapaian yang akan menjadi kekuatan fundamental di masadatang.
Oleh karena itu, setiap langkah perlu kita perhitungkan secara cermat
dan hati-hati. Kita dituntut untuk senantiasa peka dalam menyikapi perubahandan dinamika yang melingkupi proses ini. Kita juga harus mampu
memperhitungkan implikasi dari setiap langkah terhadap berbagai dimensi yang
terkait, memilih prioritas dalam kebijakan, dan kemudian menjaga keseimbanganpenerapannya agar tidak timbul gejolak yang tidak perlu.
Salah satu upaya pencapaian tujuan fundamental dalam API yang memiliki
kompleksitas yang tinggi dan masih membutuhkan waktu panjang adalah upaya
penataan kembali struktur industri perbankan sebagaimana yang telah digariskandalam pilar I - API. Tujuan ini membutuhkan pemenuhan berbagai prakondisi
pada lingkungan strategis yang melingkupi industri perbankan, dan juga adanya
dukungan serta peran serta dari semua pihak. Jelas, dalam pelaksanaan kebijakanini Bank Indonesia tidak dapat bergerak sendiri. Dukungan dari stakeholders,
terutama masyarakat perbankan, Pemerintah, dan DPR adalah kunci keberhasilanpencapaian tujuan.
Dari perjalanan yang telah ditempuh selama ini, ada sebuah catatan
penting yang perlu menjadi perhatian kita, yaitu bahwa industri yang sehat dan
kuat pada dasarnya adalah juga industri yang mampu melaksanakan fungsinyasecara optimal. Menyadari akan hal ini, langkah-langkah penguatan ketahanan
industri perbankan sebagai bagian dari strategi penataan kembali struktur industri
perbankan tidak selamanya harus ditempuh secara sequential dengan langkah-langkah optimalisasi fungsi dari industri itu sendiri. Keduanya dapat dilakukan
secara simultan, dan bersifat saling mengisi serta komplementer satu dengan
yang lain, bergantung pada prioritas untuk merespon perkembangan yang terjadidalam perekonomian. Oleh karena itu, ketika dalam proses implementasi sebuah
kebijakan kita berhadapan dengan berbagai permasalahan dan keterbatasan, maka
bukanlah suatu hal yang tabu apabila kita kemudian perlu melakukan penyesuaiandalam strategi. Kita semua tahu bahwa dalam sistem ekonomi pasar sebagaimana
yang kita anut saat ini, pengaturan hanya dapat dilakukan secara efektif dan
tanpa menimbulkan distorsi pada kestabilan, apabila strategi dan mekanismenyadapat mengikuti kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip yang ada dalam sistem pasar
itu sendiri.
65Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Selama ini berbagai langkah yang mendukung proses tersebut telah kami
tempuh. Untuk memetakan kekuatan dan kelemahan serta kemudian
mengarahkan pola operasional dari setiap bank, kami telah menggariskan programkonsolidasi industri perbankan, kewajiban pemenuhan modal minimum, dan singlepresence policy. Selain itu, kami juga terus melakukan kajian terhadap kondisi
dan potensi ekonomi masyarakat, melalui peningkatan peran kantor-kantor BI,pengguliran berbagai program yang mendukung kemajuan sektor riil, peningkatan
kualitas informasi, data, analisa bisnis dan ekonomi, termasuk penyempurnaan
sistem informasi, agar perbankan dapat memperoleh informasi secara lebih utuhdan lengkap mengenai kondisi ekonomi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Kebijakan-kebijakan tersebut, kami ikuti pula dengan langkah-langkah konsultatif
dan persuasif kepada setiap pemegang saham pengendali bank untuk mulaimemposisikan diri mengisi setiap lapisan dalam struktur industri yang telah
dirancang.
Berpegang pada pokok-pokok pikiran tersebut, dalam kesempatan malamini, terdapat 3 (tiga) besaran pemikiran strategis yang dapat saya usulkan sebagai
acuan di dalam melanjutkan kebijakan perbankan dalam perspektif waktu 5 tahun
ke depan.
Yang pertama adalah arah kebijakan lanjutan dalam proses penataan
kembali struktur industri perbankan nasional. Dalam lingkup arah kebijakan ini,
saya menempatkan 3 inisiatif yang bertujuan untuk lebih memantapkan proseskonsolidasi industri perbankan sesuai dengan prediksi perkembangan kebutuhan
ekonomi terhadap peran perbankan di masa datang, yaitu:
a) Penjajakan kemungkinan pendirian kembali policy bank yang khusus untuk
mendukung pembiayaan proyek-proyek pembangunan jangka panjang;
b) Perluasan kesempatan operasional ke arah universal banking bagi bank-bank
yang dinilai mampu dan layak menjalankannya.
c) Optimalisasi peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan, terutama
kepada bank-bank yang telah dimiliki asing;
Kedua adalah arah pengembangan industri BPR untuk menjadi salah
satu penopang kekuatan ekonomi lokal dengan memperhatikan potensi ekonomi
dan sosial masyarakat setempat.
Dan ketiga adalah langkah-langkah Dalam Upaya MempercepatPertumbuhan Perbankan Syariah.
66 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Berikut ini, perkenankan saya untuk memberikan penjelasan secara lebih
dalam mengenai latar belakang pikiran-pikiran tersebut dan beberapa inisiatif
yang dapat kita tempuh untuk mewujudkannya.
A. Penjajakan Kemungkinan Pendirian Kembali Policy Bank yang khususuntuk mendukung pembiayaan proyek-proyek pembangunan jangkapanjang
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Pada jamuan makan malam di awal tahun 2007 lalu, saya menyampaikan
bahwa salah satu fenomena yang menghambat kelancaran pembangunan
ekonomi kita adalah adanya kekakuan sisi penawaran (supply side rigidity) didalam merespon sisi permintaan. Ketika itu saya mengemukakan bahwa salah
satu penyebab utama terjadinya fenomena tersebut adalah rendahnya
pertumbuhan investasi, baik yang dilakukan oleh pihak swasta asing maupundomestik ke dalam industri maupun kegiatan usaha produktif lain yang bersifat
strategis dan jangka panjang. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sejak terjadinya
krisis, akumulasi dan kualitas kapital cenderung berjalan lambat dan porsinyaterhadap pembentukan PDB belum kembali ke periode sebelum krisis.
Tentu saya tidak perlu lagi mengulangi secara panjang lebar mengenai
kondisi ini. Sekarang ini, mungkin kita semua akan dapat dengan cepat dan fasihmenerangkan berbagai faktor penghambat yang menyebabkan investasi strategis
yang begitu kita rindukan begitu berat untuk datang ke dalam perekonomian
kita. Namun kefasihan itu menjadi tidak penting lagi, kalau kemudian kita berhentisampai disitu. Yang menjadi jauh lebih penting dan mendesak untuk kita pikirkan
dan lakukan saat ini adalah bagaimana kita dapat mengerahkan segala daya upaya,
kekuatan dan kerja keras untuk dapat segera berhasil menerobos kebuntuan dalammasalah investasi ini. Kita semua tahu bahwa Pemerintah dan pihak-pihak lain
yang terkait, selama ini telah berupaya keras di berbagai bidang dan dengan
berbagai cara untuk mencoba mengurangi faktor-faktor penghambat investasiyang ada. Namun kita pun tahu kalau pekerjaan tersebut sangat berat, karena
memang masalah yang kita hadapi, adalah masalah yang struktural dan kompleks,
saling mengait satu sama lain.
Dari sekian banyak faktor penghambat investasi yang telah kita
identifikasikan selama ini, salah satu diantaranya adalah masalah keterbatasan
ataupun ketiadaan infrastruktur fisik, berupa sarana dan prasarana. Kita semua
67Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
tentu sering mendengar, melihat, ataupun merasakan sendiri bahwa kondisi
infrastruktur fisik kita banyak yang rusak, obsolete, ataupun kapasitasnya sudah
tidak lagi memadai. Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana seperti jaringanlistrik, jalan, pelabuhan, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, bendungan,
pengairan, penyediaan kapal nelayan dan lain sebagainya relatif masih terbatas.
Tidak jarang untuk kegiatan rutin ekonomi masyarakat saja keadaan infrastrukturtersebut sudah tidak layak. Apa lagi untuk menarik investasi usaha baru.
Dalam pengamatan saya, keadaan ini terjadi karena disebabkan setidaknya
oleh 3 (tiga) hal. Pertama, pada beberapa tahun pertama di awal krisis, ekonomikita sempat mengalami kontraksi. Dalam kondisi ini, sumber dana pembangunan
menjadi terbatas, dan alokasinya terpaksa harus mendahulukan pembayaran
kewajiban-kewajiban jangka pendek. Kedua, meskipun telah terjadi perbaikankondisi ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ini, mengingat penyaluran dana
APBN sebagian besar adalah untuk daerah, maka pemanfaatan dana
pembangunan sangat tergantung pada kemampuan Pemda. Padahal, dari datayang ada, penyerapan Pemda terhadap alokasi dana APBN hingga saat ini masih
belum optimal. Akibatnya, dana-dana pembangunan tersebut bermutasi menjadi
dana jangka pendek yang kemudian hanya berputar-putar di sektor keuangan.Ketiga, pembangunan proyek-proyek infrastruktur untuk keperluan nasional,
membutuhkan alokasi belanja pembangunan dalam jumlah besar yang tidak dapat
sepenuhnya akan dapat ditutup oleh APBN. Dibutuhkan adanya sumberpembiayaan lain yang bersifat komersial, seperti dari perbankan ataupun pasar
modal. Namun sayangnya, sumber dana perbankan saat ini masih didominasi
oleh sumber dana jangka pendek, sehingga pembiayaan proyek-proyekinfrastruktur yang berjangka waktu panjang, juga relatif terbatas.
Keadaan tersebut tentu tidak dapat kita terus biarkan. Keberadaan
infrastruktur yang memadai sangat kita perlukan, jika kita ingin perekonomiankita tumbuh lebih tinggi, lebih merata dan lebih menyejahterakan masyarakat
dari pada saat ini. Bahkan, terkait dengan tantangan persisten inflasi sebagaimana
yang telah saya sampaikan sebelumnya, perbaikan dan perluasan ketersediaaninfrastruktur diseluruh penjuru negeri menjadi sangat penting. Infrastruktur yang
mencukupi dan berkualitas akan menurunkan hambatan distribusi pasokan barang
dan menurunkan biaya di sisi penawaran, sehingga perekonomian menjadi lebihefisien. Efisiensi yang meningkat tersebut akan membuat sisi penawaran dalam
perekonomian lebih responsif terhadap permintaan, sehingga ekonomi kita
menjadi tidak inflation prone. Dalam jangka yang lebih panjang, ketersediaaninfrastruktur juga akan menunjang perbaikan produktifitas perekonomian.
68 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Perbaikan pada produktifitas ini selanjutnya akan memberi ruang bagi disinflasi
yang lebih permanen.
Oleh karena itu, ketiga kendala pembiayaan pembangunan tersebut haruskita atasi. Malam ini saya mencoba untuk mendukung sebuah gagasan pikiran
yang sebenarnya bukan sama sekali baru untuk kita, namun rasanya memiliki
relevansi dan urgensi yang tinggi untuk dapat kita mulai jajaki kemungkinanpenerapannya. Gagasan tersebut adalah pendirian kembali sebuah policy bankkhusus untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan jangka panjang.
Policy bank ini pada dasarnya adalah kepanjangan tangan Pemerintah
yang diharapkan akan mampu menghimpun dana jangka panjang, melaluiberbagai cara dan mekanisme. Selain menghimpun dana langsung dari masyarakat,
bank ini akan memfokuskan diri mencari dana jangka panjang di pasar keuangan,
dengan cara penerbitan surat-surat berharga, serta mencari pinjaman luar negeridari berbagai lembaga multilateral. Dana yang berhasil dihimpun bank ini,
kemudian disalurkan untuk membiayai berbagai proyek dan program
pembangunan jangka panjang, khususnya infrastruktur, mendampingi danapembangunan yang dialokasikan Pemerintah dalam APBN.
Kegiatan operasional bank ini juga akan dapat difokuskan sebagai
investment bank, yang akan banyak memberikan dukungan dan fasilitas kepadaPemerintah dan bank-bank miliknya, termasuk BPD-BPD, dalam penerbitan surat
berharga di pasar modal, baik dalam bentuk konvensional maupun syariah. Dalam
konteks pengelolaan kebijakan pembangunan yang strategis, bank ini merupakanmotor dan wahana utama bagi Pemerintah untuk dapat membangun kerangka
hubungan kerjasama pembiayaan public and private partnership secara efektif
dan efisien. Untuk memfasilitasi arah kebijakan ini, Bank Indonesia akan membantudengan berbagai kajian dan langkah kebijakan persiapan.
Setelah melakukan kajian secara mendalam dan melalui berbagai
persiapan yang matang, Pemerintah dapat saja menempuh proses pendirian bankini dengan cara, menggabungkan bank atau lembaga keuangan yang telah dimiliki
saat ini menjadi policy bank, atau, mendirikan sebuah bank yang benar-benar
baru. Nantinya, kepemilikan saham dari bank ini pun dapat didiversifikasikankepada berbagai pihak, mulai dari masyarakat umum, bank-bank Pemerintah lain
yang telah lebih dulu ada, BUMN-BUMN, pihak swasta asing dan domestik lembaga
internasional, sepanjang Pemerintah sendiri dapat tetap menjadi pemilik sahammayoritas sekaligus pengendali.
69Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Yang perlu menjadi catatan kita sini, adalah implikasi dari pendirian bank
Pemerintah yang menjalankan tugas khusus seperti ini. Dengan keberadaan bank
ini, maka bank-bank Pemerintah lain pun dituntut untuk dapat menyesuaikanfungsi, peran, dan strategi kegiatan usahanya agar diantara bank-bank milik
Pemerintah tersebut tidak saling berbenturan dalam persaingan yang tidak perlu.
Setiap bank milik Pemerintah nantinya akan memiliki fokus fungsi dan perannyadalam mendukung proses pembangunan dan akan lebih optimal dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai pangsa pasarnya masing-
masing.
Dengan penyesuaian fokus dan strategi bisnis bank-bank milik Pemerintah
ini, diharapkan setiap bank milik Pemerintah mampu bersaing dengan bank-bank
lain sesuai dengan visi dan misi yang menjadi kekuatan daya saingnya. Bagi BankIndonesia, langkah kebijakan ini akan memberikan dampak hasil yang signifikan
di dalam proses pemantapan program konsolidasi perbankan, sekaligus pula
merupakan bagian penting dari keseluruhan strategi penataan kembali strukturindustri perbankan nasional.
B. Perluasan kesempatan operasional ke arah universal banking bagi bank-bank yang dinilai mampu dan layak menjalankannya
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Sejak beberapa waktu yang lalu Bank Indonesia telah melemparkan
wacana kepada masyarakat mengenai kemungkinan kita mengadopsi pola
operasional universal banking untuk menggantikan pola commercial banking yangsekarang kita anut. Bahkan kami telah mengambil ancang-ancang untuk
menyesuaikan Undang-Undang yang menjadi dasar legal perbankan kita. Langkah
untuk mengadopsi pola universal ini pada dasarnya merupakan sebuah bentukrespon dari keberadaan kita ditengah fenomena globalisasi sektor keuangan yang
semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kita sulit untuk mengelak dari
kenyataan bahwa, untuk dapat meningkatkan fungsi dan perannya, saat ini arahperkembangan perbankan global cenderung berinovasi untuk dapat mengemas
sebuah paket produk bank yang terintegrasi dengan berbagai produk industri
keuangan lain.
Bagi industri perbankan, hal ini perlu dilakukan guna mencapai beberapa
tujuan sekaligus antara lain, untuk mempercepat perputaran arus dana yang
dikelola bank, memperluas basis operasional yang dapat meningkatkan margin
70 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
pendapatan dan mengurangi eksposure risiko. Dari sisi pengelolaan kebijakan
publik, adopsi universal banking ke dalam sistem perbankan Indonesia juga akan
menopang financial market deepening yang pada akhirnya akan berkontribusipositif terhadap stabilitas keuangan dan pertumbuhan perekonomian. Variasi
produk perbankan yang lebih luas dapat berdampak positif dalam menjaga
stabilitas keuangan karena menyediakan sarana diversifikasi investasi yang lebihbaik bagi masyarakat. Dengan tidak terkonsentrasinya penempatan ke dalam satu
atau beberapa jenis produk saja, diharapkan bahwa perekonomian akan lebih
tahan menghadapi gejolak yang dapat timbul. Dalam hal ini, pasar keuanganyang lebih dalam seringkali identik dengan pasar keuangan yang memiliki daya
tahan dan stabilitas yang lebih terjaga. Intermediasi keuangan yang dibutuhkan
untuk menggerakkan perekonomian juga akan terbantu dengan semakinbanyaknya produk keuangan yang tersedia.
Terintegrasinya kegiatan dan produk perbankan dengan pasar modal
dalam bentuk sekuritisasi aset, reksadana, dan transaksi derivatif jelas akanmeningkatkan eksposure risiko, baik bagi setiap insititusi yang terlibat, maupun
bagi sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini membawa konsekuensi perlunya
kita untuk terlebih dahulu melakukan persiapan untuk pemenuhan berbagai syaratpendukung yang akan senantiasa mampu mengawal stabilitas. Bagi perbankan
yang akan terlibat dalam kegiatan universal banking, mereka dituntut untuk dapat
memiliki kemampuan sumber daya manusia yang memadai, kekuatan finansialdan operasional yang solid, serta kemampuan pengelolaan risiko secara efektif
sebelum berani memulai beroperasi dalam kegiatan ini.
Kami melihat bahwa sebenarnya perbankan kita saat ini, secara de facto,telah melakukan kegiatan universal banking melalui kerjasama dengan lembaga
keuangan lain ataupun melalui anak-anak perusahaannya. Apabila kita tidak ingin
dikagetkan dengan sebuah fenomena yang dapat menimbulkan guncangan,pihak-pihak otoritas, tidak bisa tidak, harus dapat menyatakan ketegasannya dalam
melihat keseluruhan dimensi operasional yang selama ini telah dilaksanakan oleh
perbankan. Pengaturan industri keuangan perbankan harus bersifat komplementerdan kompatibel satu sama lain dengan pembagian tanggung jawab dan wewenang
masing-masing secara jelas. Hal ini akan diikuti pula dengan langkah kerjasama
dan koordinasi yang intensif antara pihak-pihak otoritas sebagai satu kesatuantindakan dalam melindungi kestabilan sistem secara keseluruhan.
Terkait dengan hal ini, pola pengawasan berdasarkan risiko secara
terkonsolidasi yang selama ini telah mulai diterapkan Bank Indonesia, akan
71Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
ditingkatkan intensitasnya dalam melihat keterkaitan bank dengan perusahaan
keuangan lainnya. Pada saat pengaturan universal banking selesai kami rumuskan,
kami akan memberikan beberapa opsi yang dapat dipilih oleh bank yangdiperkenankan bergerak di bidang ini yaitu:
1. Menggabungkan kegiatan anak perusahaannya, terutama yang bergerak di
bidang sekuritas ke dalam bank induknya.
2. Tetap memiliki anak perusahaan di bidang keuangan, namun mendeklarasikanseluruh kegiatan anak perusahaannya tersebut sebagai satu kesatuan dengan
kegiatan usaha bank induknya. Dalam konteks ini, kami akan bekerja sama
dengan pihak-pihak otoritas lain, untuk menyusun prinsip kehati-hatian danmenetapkan standar pengungkapan data dan informasi kegiatan operasional
yang seragam, dari setiap produk ataupun kegiatan yang tergolong sebagai
produk universal.
3. Memilih untuk menjalankan visi, misi dan strategi kegiatan usaha yang terfokus
pada kegiatan investasi (investment bank).
4. Dan sebagai konsekuensi dari pilihan-pilihan tersebut, Bank Indonesia akan
menentukan porsi kegiatan yang terkait dengan universal banking dalam batas-batas tertentu yang berbeda. Pembedaan tersebut dikaitkan dengan ke tiga
pilihan diatas dan didasarkan pada hasil penelitian Bank Indonesia terhadapkemampuan setiap bank dalam menjalankan kegiatan ini.
Dalam pandangan Bank Indonesia, pola operasional universal banking
adalah sebuah keniscayaan, apabila kita memiliki visi akan ada bank-bank kita
yang mampu memposisikan diri sebagai bank internasional dalam struktur industriperbankan kita. Bank-bank ini harus dilengkapi dengan sofistikasi yang memadai
untuk dapat bersaing di lingkup global. Dan jika kita semua sependapat mengenai
hal ini, kita perlu bergegas untuk menyiapkan diri. Tuntutan pasar keuangan globaltidak lagi memungkinkan kita untuk dapat dengan leluasa dan berlama-lama
menetapkan jadwal kita sendiri. MEA 2015 sudah ada di depan mata dengan
berbagai implikasinya terhadap aspek sosial ekonomi bangsa.
Modal utama untuk melangkah kesana telah kita miliki, yaitu kondisi
stabilitas yang telah kita capai saat ini. Sepanjang kita menyadari bahwa adopsi
pola universal banking akan membutuhkan persiapan yang tidak sedikit, makasetidaknya berbagai aspek yang sedang diupayakan oleh program API adalah
titik awal yang telah kita mulai. Program konsolidasi industri perbankan, penguatan
aspek-aspek finansial dan teknis operasional, seperti permodalan, manajemen
72 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
risiko, dan juga upaya-upaya edukasi nasabah harus kita upayakan selesai sesuai
dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan. Semakin kita melangkah maju ke
depan, penguatan-penguatan yang telah kita lakukan melalui API akan semakinmenampakkan manfaat yang nyata. Adopsi universal banking hanyalah salah satu
contoh dari kemungkinan yang dimungkinkan oleh API. Oleh karena itu, jika kita
sering menganggap bahwa pencapaian bentuk akhir bangunan API adalah tahun2010, padahal senyatanya pencapaian tersebut hanyalah sebuah titik awal baru
bagi proses penguatan industri selanjutnya.
C. Optimalisasi peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan,terutama kepada bank-bank yang telah dimiliki asing
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Dari pengamatan Bank Indonesia, proses penguatan industri perbankan
yang kita tempuh sejak beberapa tahun setelah krisis, ternyata telah mengantarkansebuah perubahan konstelasi yang cukup mendasar dalam industri perbankan
Indonesia. Saat ini, terdapat 49 bank umum yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh pihak asing, dengan pangsa pasar mencapai sekitar 46% dari total asetindustri nasional. Sepanjang stabilitas sistem keuangan dan kepastian arah
kebijakan ke depan dapat kita pelihara, maka Bank Indonesia memperkirakanbahwa proses akuisisi kepemilikan saham bank-bank swasta domestik oleh pihak
asing masih akan terus berlangsung.
Dari sudut pandang otoritas, perubahan konstelasi industri ini memiliki
berbagai dimensi yang perlu terus diikuti dan dicermati, terkait dengan fungsidan peran perbankan dalam perekonomian ke depan. Saya kerap kali berdialog
dengan diri saya sendiri untuk mempertanyakan implikasi apa yang dapat timbul
dengan terjadinya perubahan tatanan ini. Selain itu, tidak jarang saya merasaperlu untuk berdiskusi dengan berbagai pihak, dalam dan luar negeri, yang kiranya
dapat membantu saya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
terus menggantung dalam benak saya.
Bapak-Ibu sekalian tentu mengetahui bahwa banyak negara-negara di
dunia yang industri perbankannya di dominasi oleh pihak asing. Namun, kondisi
Indonesia tentu berbeda dengan negara-negara itu. Perubahan konstelasi tersebuttelah menghadapkan kita kepada pertanyaan-pertanyaan, akankah kita sebagai
bangsa akan tetap mampu memetik manfaat dari keberadaan sebuah industri
perbankan yang banyak memiliki pelaku asing? Respon kebijakan apa yang harus
73Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menyikapi hal ini, terutama agar perbankan
Indonesia akan dapat terus berkontribusi secara optimal kepada proses
pembangunan bangsa?
Dari proses penelusuran yang saya lakukan tersebut, saya sampai pada
sebuah kesimpulan sementara bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
pertanyaan perennial yang rasanya akan terus membayangi kita semua, terutamakami di Bank Indonesia. Dan jawabannya, akan sangat bergantung pada berbagai
faktor yang melingkupi industri perbankan itu sendiri. Namun, kita semua tahu
bahwa salah satu faktor penting yang akan dapat mempengaruhi optimalisasifungsi dan peran bank-bank asing di dalam pembangunan ekonomi Indonesia
adalah tentu terletak pada respon dan arah kebijakan yang digariskan oleh otoritas.
Dengan pemahaman ini, saya tergerak untuk menyodorkan sebuah prinsip
dasar penetapan arah kebijakan perbankan Indonesia yang kiranya akan dapatmenjawab kegundahan kita semua sebagai bangsa dalam menyikapi perubahan
konstelasi kepemilikan bank-bank. Selain dari beberapa kebijakan yang telah
dikeluarkan pada beberapa waktu lalu, malam ini, saya ingin membawa pikirandan pandangan kita semua untuk dapat melihat sebuah peluang untuk menjadikan
perbankan sebagai penggerak dan pengarah berbagai kegiatan ekonomi, atauprinsip ≈banks leading the development.∆ Prinsip dasar ini merupakan kebalikan
dari prinsip umum yang biasa dijadikan landasan kegiatan usaha perbankan dalam
sebuah perekonomian yaitu, ≈banks follow the trade∆.
Mengapa saya sampai pada pikiran itu? Jawaban saya terpulang kembalipada tantangan perekonomian ke depan yang telah saya kemukakan. Tantangan-
tantangan tersebut menyiratkan pentingnya kontribusi sektor perbankan dalam
upaya bersama seluruh kekuatan ekonomi bangsa untuk menjawab tantanganeksklusi sosial dan paradox of growth. Untuk itu kita memerlukan bisnis perbankan
yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat (socially inclusive banking sector)dan yang membuka akses bagi pemupukan aset di tingkat akar rumput untukmemperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi dan menopang pertumbuhan pasar
domestik.
Kita tahu bahwa kegiatan usaha perbankan adalah kegiatan komersial,yang tentunya bertujuan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Tentu, tidak
ada yang salah mengenai hal ini. Namun, perlu kiranya untuk dipahami bahwa
bisnis perbankan yang sinambung dalam jangka panjang menuntut pula adanyapasar domestik yang berkembang. Proses mobilisasi dana yang tidak diikuti oleh
pembangunan aset produktif di tingkat akar rumput yang meningkatkan daya
74 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
beli permanen dari masyarakat menengah-kebawah yang menjadi mayoritas
produsen dan konsumen di negeri ini, lambat laun akan menyebabkan persaingan
usaha perbankan yang berlomba-lomba menuju titik nadir (a race to the bottom).
Untuk itu, bagi bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia saya ingin
mengajak anda untuk bersama-sama kita berdayakan dan sejahterakan customerbase anda, karena disanalah sebenarnya terletak harapan keuntungan anda dimasadepan. Efisiensi yang anda miliki, yang menunjukkan profesionalisme anda sebagai
bankir, adalah sebuah modal untuk membangun customer base yang lebih
menjamin ketahanan kegiatan usaha anda dimasa yang akan datang. Dalam kaitanini, saya sangat memahami bahwa anda dalam banyak hal mengalami kondisi
persaingan yang mirip dengan prisoners» dillema. Secara individual bank, manfaat
yang anda terima sebagai yang pertama bergerak untuk membangun customerbase yang lebih makmur, belum tentu akan diikuti dengan langkah dan strategi
konstruktif yang sama oleh semua pelaku yang ada dalam industri. Absennya
mekanisme koordinasi ini telah menjadi concern kami, karena keadaan itudiujungnya dapat menimbulkan ≈kemacetan∆ yang mengganggu kenyamanan
semua partisipan di industri perbankan. Oleh karenanya, Bank Indonesia akan
menyediakan insentif yang sama bagi semua dan menjadi wasit yang adil untukmemastikan bahwa tidak ada satu pun dari anda keluar dari aturan main yang
kita bangun dan sepakati bersama.
Berpegang pada motivasi tersebut, dapat saya sampaikan 4 programkebijakan yang kiranya dapat menjadi guidelines dalam mengoptimalkan peran
perbankan dalam menjawab berbagai tantangan pembangunan ekonomi yang
tengah kita hadapi sat ini. Kebijakan ini terutama ditujukan kepada bank-bankumum milik asing, yang selama ini masih mengarahkan sebagian besar penyaluran
kreditnya kepada sektor konsumtif. Namun demikian, dalam penerapannya nanti
bukan berarti tidak ada bank-bank domestik yang menjadi obyek dari kebijakanini. ΩBank Indonesia akan tetap menerapkan kebijakan affirmative ini kepada
seluruh bank, dengan pembedaan bobot kewajiban sesuai dengan kondisi portfolio
pembiayaan dari masing-masing bank. Ω
Pertama, adalah kewajiban dari setiap bank untuk melakukan pembinaankepada pelaku usaha produktif di suatu wilayah ataupun sektor tertentu yang
selama ini memiliki potensi, namun belum dikembangkan secara baik. Proses
pembinaan tersebut diberikan seiring dengan penyaluran kredit usaha, baik dalambentuk modal kerja ataupun investasi, yang jumlahnya disesuaikan dengan prospek
dan kemampuan usaha pelaku usaha dimaksud. Rasio atau porsi jumlah kredit
dan debitur dalam pemenuhan kewajiban ini, nantinya akan dapat dihitung dengan
75Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
mengacu pada beberapa indikator. Namun salah satu indikator penting yang
kiranya dapat digunakan adalah perbandingan relatif dengan jumlah kredit
konsumsi yang ada dalam portfolio bank. ΩBiaya yang dikeluarkan bank untukmelakukan pembinaan usaha ini dapat diperhitungkan sebagai dari cost of fundyang dapat diperhitungkan akan mampu ditanggung oleh debitur yang dibina,
ataupun sebagai bagian dari biaya operasional (biaya overhead) bank.
Kedua, kewajiban untuk menyalurkan kredit kepada sektor UMKM
produktif dalam suatu rasio atau porsi tertentu terhadap total kredit yang
disalurkan masing-masing bank. Kebijakan ini bukan sepenuhnya merupakankebijakan baru. Sebelum krisis, Bank Indonesia pernah menerapkan kewajiban
ini kepada perbankan nasional, yang dinilai cukup di dalam mendorong
pertumbuhan UMKM. Dengan memperhatikan berbagai pengalaman di waktulalu, kebijakan ini dipertimbangkan untuk kembali diterapkan dengan berbagai
penyempurnaan.
Ketiga, adalah kewajiban untuk menerapkan program Corporate SocialResponsibility bagi setiap bank dalam suatu rasio yang akan kita sepakati bersama.Terkait dengan hal ini, saya memiliki pandangan bahwa CSR industri perbankan
seyogayanya dapat terarah pada upaya-upaya strategis dalam proses pembentukanmasa depan bangsa. Dan salah satu bidang strategis yang terkait dengan masa
depan bangsa adalah bidang pendidikan. Saya berharap kontribusi perbankan ke
bidang ini melalui berbagai inovasi dan kreatifitas dalam program, akan dapatmemberikan kesempatan dan peluang bagi anak-anak bangsa di seluruh pelosok
Indonesia untuk mewujudkan mimpi mereka meraih kehidupan masa depan yang
lebih baik. ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Dan yang keempat, adalah langkah Bank Indonesia untuk segeramenuntaskan kajian mengenai kemungkinan penurunan perhitungan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dari kajian
kami selama ini, terbuka kemungkinan untuk menurunkan ATMR jenis kredittersebut, mengingat telah adanya penjaminan oleh Askrindo, yang notabene
adalah BUMN. Dalam prakteknya, saat ini porsi penyaluran KUR yang tidak
dilindungi oleh Askrindo dan menjadi tanggungan pihak bank adalah sebesar30%. Dengan mengacu pada hal tersebut dan memperhatikan ketentuan
perhitungan ATMR yang berlaku saat ini, dimana kredit-kredit yang dijamin oleh
BUMN memiliki bobot risiko sebesar 50%, maka kami memperkirakan akan dapatsegera menyesuaikan perhitungan ATMR bagi penyaluran KUR menjadi sekitar
30 hingga 40%. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, ketentuan
yang terkait dengan kredit ini dapat segera kami keluarkan. Terbuka pula
76 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
kemungkinan perhitungan ATMR atas kredit UMKM yang dijamin oleh perusahaan
asuransi diluar Askrindo, sepanjang perusahaan asuransi tersebut dapat memenuhi
beberapa persyaratan yang akan kami tetapkan kemudian.
Dalam proses perumusan aturannya nanti, seperti biasa, kami akan selalu
bekerjasama dengan Bapak-Ibu sekalian, mendiskusikan berbagai langkah terbaik
yang dapat kita wujudkan bersama. Jalinan komunikasi yang telah begitu baikselama ini perlu terus kita pertahankan dan tingkatkan. Masyarakat perbankan
tidak perlu ragu untuk menyampaikan berbagai concern yang kiranya memerlukan
respon dari kami, tanpa harus menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu diruangpublik. Saya meyakini, keempat langkah kebijakan tersebut akan dapat menjadi
pemicu proses pembentukan asset bangsa yang bersifat strategis bagi masa depan
kita bersama, termasuk industri perbankan. Perlu kiranya kita sepakat bahwamasa depan bangsa ini bukan terletak hanya di kota-kota besar yang didominasi
oleh kegiatan sektor non-tradable. Bangsa ini adalah bangsa yang harus bertumpu
pada potensi dan kekuatan sumber dayanya, yang saat ini masih terpinggirkan dipelosok-pelosok daerah. ΩOleh karena itu, jika kita, masyarakat perbankan, ingin
bertahan dan dapat terus meraih keuntungan dalam jangka panjang, maka tidak
bisa tidak potensi itulah yang harus dikembangkan dan dihantarkan meraihkemajuan.
2.2 Arah Pengembangan Industri BPR Sebagai Salah Satu PenopangKekuatan Ekonomi Lokal.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Selanjutnya saya akan masuk pada pemikiran yang kedua, yaitu arah
kebijakan pengembangan industri BPR. Sebagaimana telah saya sampaikan pada
arahan saya tahun lalu, industri BPR perlu diredifinisikan dalam konteksnya untukmelayani dinamika kehidupan masyarakat kecil. Jika saat ini kita melihat bahwa
banyak BPR-BPR yang berada di pinggir-pinggir kota atau bahkan di tengah kota,
maka wajar kalau kemudian kita bertanya, apa yang salah dengan desa-desa kitasehingga BPR enggan kesana? Atau justru kita harus melihat dari sudut pandang
sebaliknya, apakah benar selama ini BPR mampu dan telah bersungguh-sungguh
dalam melayani masyarakat kecil di pelbagai pelosok desa?
Menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan diatas bukan hal yang
sulit. Kita harus mengakui bahwa kondisi perekonomian masyarakat di desa-desa
memang masih banyak yang memprihatinkan. Di sisi lain dengan pendekatansebagai badan usaha komersial yang diterapkan saat ini, BPR menempuh jalan
77Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
pintas dengan beroperasi seperti halnya bank umum untuk memperoleh
keuntungan. Padahal konsep awal yang mendasari masuknya BPR dalam industri
perbankan nasional telah mengarahkan agar industri BPR ini dapat beroperasisecara khusus, melayani segmen masyarakat yang khusus, dan memerlukan
perlakuan yang khusus pula.
Dari kacamata kami sebagai otoritas moneter, BPR adalah bank yang bukanpencipta uang giral, sehingga sejak awal pun BPR tidak kami tempatkan sebagai
bagian dari transmisi kebijakan moneter. ΩKekhususan operasional ini bertujuan
agar BPR lebih fleksibel masuk ke pelosok-pelosok daerah untuk melayanimasyarakat kecil yang memang menjadi tujuan keberadaannya. Dengan jumlahnya
yang lebih dari 10 kali lipat bank umum, seyogyanya BPR mampu menyebar ke
seluruh penjuru tanah air, tanpa harus terkonsentrasi Ωmasuk ke kota-kota besardan memiliki kecenderungan beroperasi seperti bank umum. ΩDari sudut pandang
sebagai otoritas perbankan, BPR bukan lah bank yang memiliki dampak sistemik
apabila terjadi permasalahan. Namun apabila banyak BPR yang gagal bersaingdengan bank umum karena tidak mampu memanfaatkan kekhususan-kekhususan
yang dimilikinya, maka kegagalan tersebut tentu akan dapat membebani sistem
perbankan secara signifikan. Ω
Terkait dengan perkembangan ini, Ωsuatu hal yang wajar kalau kemudian
Bank Indonesia merasa perlu untuk melakukan review terhadap kebijakan yang
ada selama ini dan kemudian memberikan respon, sesuai dengan konsep danprinsip-prinsip dasar yang kita telah sepakati bersama. Perlu kiranya saya tegaskan
kembali bahwa industri BPR dituntut untuk dapat lebih optimal dalam
melaksanakan peran dan fungsinya melayani masyarakat di pelbagai pelosokdaerah. Ia harus dapat kembali ke khittahnya memberikan dukungan kepada
upaya pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal yang menjadi sasaran dan fokus
kegiatan usahanya. Lokalitas-lokalitas keekonomian yang tumbuh dan berakarpada nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat-lah yang seharusnya menjadi
lahan garapan industri BPR. Hal ini mengingat bahwa letak perbedaan yang
mendasar antara BPR dan bank umum, ada pada kemampuan BPR untuk masukmenjadi bagian peri kehidupan dan dinamika ekonomi masyarakat di
sekelilingnya. Oleh karena itu, pendekatan dan pola kegiatan operasional BPR
pun harus dapat mencerminkan kebiasaan, adat istiadat dan budaya darimasyarakat yang dilayaninya agar mereka merasa nyaman dan aman dilayani
oleh BPR. ΩDengan demikian, tidak akan dapat dihindari, kalau kemudian pola
operasional BPR adalah pola operasional yang bersifat customized, menyesuaikandengan target pasarnya.
78 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Menyadari perlunya langkah-langkah redefinition and redirection atas arah
kebijakan pengembangan BPR di masa datang, terdapat beberapa pokok-pokok
inisiatif yang dapat kita tempuh dalam cakupan periode waktu 5 tahun ke depan.
1. Melakukan studi penelitian dan kajian secara mendalam terhadap kekuatan-
kekuatan ekonomi lokal yang lebih relevan untuk dilayani oleh BPR, dibandingkan
oleh Bank Umum. Dari hasil studi tersebut, BPR akan dapat merumuskan danmenyiapkan pola operasionalnya yang sesuai dengan kondisi masyarakat
setempat, Ωuntuk dapat memanfaatkan peluang di dalam meraih keuntungan.
2. Terkait dengan langkah diatas, saat ini secara internal Bank Indonesia tengah
menyiapkan pendirian sebuah pusat studi lembaga keuangan mikro atau MicroFinance Institute. Proses pendirian pusat studi ini akan kami lakukan bersama-
sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan lembaga-lembaga internasional
yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mendalam mengenai pembiayaanmikro seperti GTZ, Swisscontact dan IFC. Keberadaan pusat studi diharapkan
akan dapat mempertajam berbagai upaya yang selama ini telah dilakukan oleh
Pemerintah dan pihak-pihak lain di dalam mendorong pengembangan danpemberdayaan ekonomi masyarakat kecil di berbagai pelosok daerah dan
pedesaan.
3. Menyusun blueprint arah kebijakan BPR ke depan dengan mengikutsertakanberbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah, untuk dapat mensinergikan
fungsi dan peran BPR di dalam mendukung penyediaan pembiayaan
pembangunan daerah/desa, bersama-sama dengan lembaga keuangan mikrolainnya yang telah ada saat ini. Dalam inisiatif ini, akan dikaji berbagai
kemungkinan kebijakan untuk menata kembali industri BPR sesuai potensi
ekonomi, sosial dan budaya masyarakat dimana BPR dinilai akan mampuberkembang dengan baik.
4. Mencari bentuk pendekatan pengawasan dan pengaturan yang paling sesuai
untuk diterapkan bagi industri BPR ke depan. Sejalan dengan perkembanganvariasi pola operasional BPR, maka peran BI sebagai otoritas harus pula
disesuaikan. BI harus tetap dapat berperan secara efektif dalam menjaga
kesehatan dan kekokohan industri BPR, tanpa harus menghambat kegiatanoperasional BPR yang masing-masing dapat berbeda satu sama lain. Dalam
kondisi industri seperti ini, prinsip pengaturan one size fits all tidak lagi dapat
diterapkan. Oleh karena itu, dalam proses pengaturan dan pengawasan BPR,terbuka kemungkinan Bank Indonesia akan mengikutsertakan pihak-pihak lain
yang benar-benar memahami kondisi operasional BPR yang ada di suatu
79Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
wilayah, seperti pihak Pemda, LSM, konsultan dan pihak-pihak lainnya. Fungsi
dan peran Bank Indonesia sendiri ke depan akan lebih difokuskan Ωdalam
pemberian guidelines, rambu-rambu kehati-hatian serta gambaran kondisi dandinamika keseluruhan industri. ΩΩΩΩΩΩΩ
ΩΩΩ Ω
2.3 Langkah-langkah Dalam Upaya Mempercepat Pertumbuhan PerbankanSyariah
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Pemikiran terakhir di bidang perbankan adalah mengenai perbankan
syariah. Dalam upaya mendorong pertumbuhan industri syariah, pada tahun ini
perbankan syariah telah kami targetkan untuk mencapai jumlah aset sebesar 5%dari total aset perbankan secara keseluruhan. Dan sampai dengan tahun 2015,
kami mengharapkan pangsa pasar perbankan syariah akan dapat terus meningkat
hingga 15%. Tentu target ini adalah target yang cukup ambisius. Namunpenetapan target ini sebenarnya bukan lah hal yang mengada-ada. Kita
memerlukan pemicu bagi seluruh insan industri perbankan dan pihak-pihak lain
yang terkait untuk lebih bekerja keras dan berinovasi untuk mencapainya.Berdasarkan pemantauan kami dan dengan memperhatikan perkembangan
perbankan syariah di seluruh dunia, kami berkeyakinan bahwa potensi kekuatandan daya saing perbankan syariah di Indonesia untuk tumbuh dan berkembang
masih sangat besar. Seyogyanya, kita semua mampu melihat bahwa perbankan
syariah adalah sebuah produk dan jasa keuangan yang memiliki karakterΩ nilai-nilai universal yang adil, menguntungkan dan bermanfaat bagi siapapun yang
dilayaninya.
Mengacu pada kondisi saat ini, pencapaian target 5% dari total aset
perbankan boleh dikatakan masih merupakan tantangan yang besar bagi industrisyariah ini. ΩOleh karena itu, selain upaya-upaya dari industri syariah sendiri,
diperlukan kesamaan pandang dan kerjasama antara pelaku industri, Bank
Indonesia, Pemerintah, sertaΩ pihak-pihak terkait lainnya. Lebih dari itu,pengembangan industri perbankan syariah harus ditingkatkan dari domain agenda
Bank Indonesia dan pihak-pihak terkait lainnya menjadi agenda nasional.Ω Setiap
pihak memiliki perannya masing-masing yang harus dilaksanakan secara optimal,megacu pada agenda pencapaian tujuan yang telah disepakati bersama. Sebagai
agenda nasional, pengembangan perbankan syariah dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut:Ω
80 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
i. Memberikan insentif, kemudahan atau fasilitas untuk menarik investor-investor
baruΩ
ii. Melakukan sosialisasi perbankan syariah intensif sehingga bukan hanya mampumemberikan pengetahuan tetapi juga mampu menggerakkan masyarakat pada
semua golongan/segmen/strata untuk menggunakan jasa keuangan/produk
perbankan syariah.Ω
iii. Melakukan pembinaan Pendamping UMK & Account Officer Bank Syariahdalam rangka meningkatkan kemampuan sektor riil yang diharapkan mampu
memperkuat sisi demandΩΩ pembiayaan perbankan syariah
iv. Memperluas ketelibatkan perbankan syariah dalam proyek-proyek pemerintah.Ω
v. Menyelesaikan dikeluarkannya ataupun diamandemennya beberapa ketentuanperundang-undangan yang kondusif dalam rangka mendukungΩ akselerasi
pengembangan perbankan syariah misalnya amandemen UU Perpajakan,
penyelesaian Undang Undang Perbankan Syariah, dan Undang Undang Sukuk.
Sementara itu, hingga beberapa tahun ke depan, Bank Indonesia akan
terus memberi perhatian yang lebih besar pada tiga hal utama untuk mendukung
pertumbuhan perbankan syariah, yaitu pertama, perihal permodalan. Permodalanyang kuat menjadi penting untuk menjaga pertumbuhan bank syariah berada
pada level yang cukup pesat namun sekaligus prudent. Ekspansi perbankan dan
pertumbuhan DPK yang pesat perlu diimbangi oleh sisi permodalannya sehinggabank syariah dapat tumbuh secara lebih sustainable dan prudent.
Kedua, SDM. Sebagai industri yang baru tumbuh dan berkembang,
kualitas sumber daya manusia perbankan syariah menjadi unsur yang kritikal dalamkeberhasilannya. SDM syariah dituntut untuk mempunyai profesionalisme dan
kompetensi yang, paling tidak, sama dengan perbankan konvensial agar dapat
memberikan bukti kepada masyarakat bahwa perbankan syariah adalah sebuahΩindustri yang mempunyai profesionalisme tinggi, menguntungkan, dan berpotensi
besar.Ω
Ketiga, cakupan pelayanan. Perluasan cakupan pelayanan dengan
pemberlakuan sistem «office channeling» telah memudahkan masyarakat untukmenabung di perbankan syariah yang terbukti cukup besar. Animo yang besar
dari masyarakat ini kemudianΩ kita sambut dengan perluasan cakupan officechanneling sehingga tidak hanya melayani kebutuhan masyarakat untukmenempatkan dana, namun juga kebutuhan terkait dengan pembiayaan. Kita
81Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
pun melihat bahwa tingginya tuntutan kualitas pelayanan menuntut perbankan
syariah dapat menarik tenaga-tenaga terbaik yang ada di perbankan.
3. Inisiatif di Bidang Sistem Pembayaran Nasional
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Sementara itu di bidang sistem pembayaran, beberapa langkah kedepan
yang saya pandang penting dalam mendukung stabilitas sistem keuangan adalah
membuat sistem perbayaran nasional semakin bermanfaat bagi masyarakat dansemakin sesuai dengan international best practices. Dalam kaitan ini implementasi
Sistem Bank Indonesia Government √ Electronic Banking (BIG-eB) yang sudah
secara resmi diluncurkan pada akhir tahun lalu akan terus kami tingkatkan kualitasdan jangkauan pelayanan yang disediakannya. Dengan kualitas pelayanan yang
meningkat dan menjangkau seluruh Nusantara, diharapkan monitoring dan
transaksi keuangan Pemerintah Pusat dapat lebih efektif dan efisien sehinggamenunjang keseluruhan upaya kita mempercepat lagi pembangunan ekonomi
nasional.
Selain itu, saya juga melihat pentingnya untuk terus meningkatkan efisiensisistem BI-RTGS. Dalam kaitan ini rencana untuk meluncurkan BI-RTGS Versi 2.0
merupakan agenda penting terkait upaya kita membangun sistem pembayaran
nasional yang semakin handal, efektif dan efisien menyongsong integrasi ekonomiASEAN.
Selanjutnya, dalam 5 tahun kedepan, Bank Indonesia juga akan terus
mengupayakan peningkatan efektifitas dan efisiensi kegiatan pengedaran uangdengan kualitas yang baik ke daerah-daerah perbatasan Indonesia dengan negara-
negara tetangga. Penyediaan uang kartal dengan jumlah yang cukup dan kualitas
yang baik ini merupakan suatu upaya untuk mempertegas kehadiran simbol-simbolNegara Kesatuan Republik Indonesia di daerah-daerah perbatasan sehingga
memperkuat integritas teritorial negara-kebangsaan kita.
4. Inisiatif di Bidang Pemberdayaan Sektor Riil
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Sudah saya kemukakan pada bagian terdahulu bahwa Bangsa Indonesia
pada saat ini masih dihadapkan pada persoalan eksklusi sosial yang cukup
82 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
memprihatinkan. Ketika satu kelompok dalam masyarakat secara sistematik
terpinggirkan secara sosial-ekonomi sehingga kelompok itu merasakan sebuah
dahaga yang sangat mendalam untuk perbaikan hak-haknya atas kesejahteraan,atau yang oleh Amartya Sen disebut sebagai deprivasi sosial (social deprivation),maka pada titik itu kemiskinan sebagai sebuah entitas ontologis menjadi «ada».
Ditengah pasokan tenaga kerja yang berlimpah (unlimited supply of labor)persoalan eksklusi sosial terasa sedang menggugat makna kontrak sosial di negari
kita. Mereka yang berada di papan bawah dari piramida sosial ekonomi tentunya
merasa bahwa dunianya adalah dunia yang tidak terproteksi oleh kontrak sosialyang mereka masuki. Ada semacam ketidakamanan dan kecemasan eksistensial
pada diri mereka. Penjelasan yang paling masuk akal tentang jalan nasib mereka
adalah terbatasnya akses untuk melakukan mobilitas sosial-ekonomi keatas.Keterbatasan itu menimbulkan kehausan akan pintu-pintu yang lebih terbuka.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menegaskan keyakinan
saya tentang perlunya bank sentral untuk senantiasa mengambil jalan yang pro-
stabilitas, karena kebijakan seperti itu adalah kebijakan yang pro-poor. Belum adayang dapat secara meyakinkan mendebat pentingnya peran bank sentral sebagai
penjaga gawang stabilitas. Saya juga melihat bahwa Bank Indonesia masihmempunyai ruang yang cukup luas untuk mengoptimalkan instrumen-instrumen
kebijakan yang kami miliki dalam menjawab tantangan eksklusi sosial, khususnya
kebijakan yang terkait dengan fungsi KBI di daerah.
Dalam konteks itu, program Reorientasi KBI yang telah kami gulirkan dipertengahan 2007 lalu akan kami perkuat implementasinya. Manfaat KBI bagi
pemberdayaan dan percepatan pembangunan ekonomi di daerah, serta upaya
pengendalian inflasi di daerah, akan kami pertajam, yang semuanya berujungpada Indonesia yang lebih sosial-inklusif dan lebih siap memasuki Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 . Termasuk dalam kaitan ini adalah pembukaan KBI di
daerah-daerah yang kami cermati sebagai lokalitas dengan pencapaian progresifdi segala bidang pembangunan √√politik, ekonomi, sosial dan budaya √√, serta
memiliki potensi untuk menjadi sumber-sumber pertumbuhan baru di Indonesia.
Untuk tahap pertama, kami akan segera membuka KBI di Propinsi Banten danGorontalo, dan membuka kembali KBI di Tegal dan Pematang Siantar.
Sementara itu, beberapa program kerja kedepan terkait KBI yang akan
secara bertahap segera kami implementasikan dapat saya sampaikan sebagaiberikut:
83Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Pertama, memperbaiki cakupan dan kualitas data statistik perekonomian
daerah yang dimiliki KBI koordinator dan melakukan integrasi pelaporan statistik
perekonomian daerah dalam rangka policy advisory. Dalam kaitan ini keseluruhaninformasi akan dikompilasi dalam Data Informasi Bisnis Indonesia yang dapat di
akses oleh seluruh elemen bangsa yang memerlukannya.
Kedua, mengembangkan riset-riset strategis ekonomi daerah terkaitpeluang dan potensi di sektor riil, kesiapan menuju MEA 2015, pencapaian MDGs,
dampak perubahan iklim dan penuruan kualitas lingkungan hidup dan ekosistem
pada perekonomian dan kualitas hidup masyarakat, jaringan produksi dandistribusi, struktur-perilaku-kinerja kegiatan produksi dan distribusi, dan
pengembangan modal sosial dan kultural.
Ketiga, meningkatkan peran fasilitasi / mediasi seluruh KBI terkait
intermediasi perbankan ke kelompok usaha mikro-kecil-menengah denganmemanfaatkan DIBI dan informasi yang dimiliki oleh BIK.
Keempat, melakukan analisis yang menyeluruh terhadap sumber inflasi
daerah, mengembangkan sistem deteksi dini inflasi daerah, berkoordinasi denganPemerintah Daerah terkait pengendalian inflasi daerah, dan memfasilitasi
pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah.
Kelima, dalam upaya membantu peningkatan kualitas SDM yang eratkaitannya dengan tingkat pendidikan dan literasi, Bank Indonesia akan
memperbaiki kualitas dan pemanfaatan perpustakaan di seluruh KBI dan
menjadikan perpustakan tersebut sebagai learning & cultural center bagimasyarakat luas di daerah kerjanya. Langkah ini adalah langkah yang relatif murah,
namun efektif di dalam meningkatkan fungsi perpustakaan KBI sebagai learningcenter, yang akan menyediakan berbagai sumber-sumber rujukan tidak saja bagimasyarakat luas tentang berbagai aspek ilmu pengetahuan, tapi juga menyediakan
rujukan bagi para entrepreneurs atau calon entrepreneurs di daerah. Tersedianya
business library yang memadai di era globalisasi ini selain akan dapat memperkuatkemampuan masyarakat di berbagai daerah beradaptasi dengan era ini juga dapat
membuka peluang bagi mereka yang kreatif, inovatif dan mandiri untuk mencari
jalan keluarnya sendiri agar dapat melakukan mobilitas sosial keatas. Sementaraitu terkait dengan fungsinya sebagai cultural center, perpustakaan KBI akan menjadi
tempat dimana sejarah sosial- budaya Negara Kebangsaan Indonesia serta
keragaman dan kearifan-kearifan lokal didalamnya, disimpan, dibaca, dipelajaridan dirayakan.
84 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
V. Penutup
Hadirin sekalian yang berbahagia
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai inisiatif-inisiatif strategis
yang akan diambil oleh Bank Indonesia tahun ini. Pada bagian akhir ini ijinkanlahsaya menyampaikan beberapa catatan penutup berikut ini.
Periode 5 tahun terakhir dalam perjalanan pembangunan ekonomi
Indonesia paska krisis adalah sebuah periode peralihan dari suatu kondisi dimanakita masih ada dalam cengkeraman krisis multidimensional menuju rekonsolidasi
pembangunan ekonomi yang memperkuat fondasi√fondasi kunci dari
perekonomian kita. Hasil dari proses rekonsolidasi tersebut saat ini telah mulaitampak dan karenanya sudah tiba saatnya bagi kita untuk beralih dari fokus-
fokus kebijakan yang semula kita pusatkan pada upaya pemulihan sendi-sendi
kehidupan perekonomian dan sosial dari suatu masyarakat yang sedangmenghadapi keadaan darurat yang cukup berat, kearah pemantapan sendi-sendi
tersebut. Karena itu dimasa-masa yang akan datang, sudah tiba saatnya untuk
sedikit demi sedikit mengurangi perhatian kepada langkah-langkah yang sifatnyarescue operations, dan meningkatkan perhatian pada upaya penataan ulang dari
kehidupan kita yang lebih memperhatikan hal-hal fundamental yang sifatnya
jangka panjang. Kedepan, kita menghendaki terwujudnya suatu kehidupanekonomi yang dapat bersaing dalam pertarungan global, dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat luas, dan mampu mengadaptasi hal-hal yang merupakan
best-practices di dunia. Perwujudan kehidupan ekonomi yang demikian itumenuntut kita untuk konsisten, sabar dan persisten dalam mengambil langkah
perbaikan setiap kali ada peluang untuk melakukannya, sekecil apapun langkah
yang sedang diambil itu.
Dalam proses untuk dapat menjadi lebih antisipatif tersebut, terdapat
pula faktor baru yang akan terjadi dalam waktu dekat yang memerlukan perhatian
kita semua, yakni adanya suatu komitmen diantara pemerintah negara-negaraASEAN untuk menerapkan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN pada tahun
2015. Secara formal, komitmen ini, yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang
mengikat, akan membuat perekonomian negara ASEAN menjadi suatu satuanperekonomian yang terbuka, dalam bentuk free trade area. Bagaimanapun bentuk
akhirnya, kebijakan ekonomi nasional akan perlu disesuaikan dengan
perkembangan baru ini. Pemikiran dan langkah antisipatif perlu disiapkan karenasecara formal proses pembukaan pasar telah disepakati untuk berlaku pada tahun
85Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
2015. Dengan perkembangan yang luas ini maka dunia perbankan juga dituntut
untuk melakukan langkah persiapan disamping juga melakukan serangkaian
perubahan dan perbaikan institusional, prosedural, teknis, aplikasi teknologi,pengembangan sumber daya manusia dan permodalan. Proses ini telah kita
lakukan bersama secara bertahap. Dalam perjalanannya kita juga senantiasa
memulai untuk mengaplikasikan international best-practices yang telah diterapkandi seluruh dunia.
Perkembangan yang telah meluas seperti yang telah saya kemukakan
tadi juga mempunyai implikasi internal terhadap Bank Indonesia sebagai salahsatu dari lembaga negara yang memiliki peranan khusus dalam kelangsungan
hidup Indonesia sebagai suatu negara kesatuan. Banyak penyesuaian interen yang
juga perlu dilakukan mengingat tantangan baru yang dihadapi. Berapa hal yangtelah menjadi perhatian adalah implikasi operasional dan organisasional Kantor-
Kantor Bank Indonesia di seluruh wilayah Nusantara.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Dalam 5 tahun terakhir ini pula kita telah dihadapkan pada berbagaiperubahan-perubahan mendasar dalam dinamika perekonomian yang dalam
banyak aspeknya merupakan efek-efek turunan dari arus dahsyat globalisasi
ekonomi. Sebagai sebuah progresi peradaban, tidak ada satu negara pun di duniaini yang dapat menahan dan menutup diri darinya, alih alih menarik mundur
progresi tersebut. Perekonomian dunia seakan sedang dalam transisi yang semakin
cepat untuk menjadi satu pasar besar, yang seiring dengan itu menimbulkan ekses.
Ekses yang telah bersama-sama kita rasakan saat ini adalah pemanasan
global yang timbul karena limbah kegiatan produksi yang bertumbuh terlalu pesat
ketimbang kapasitas bumi untuk menyerapnya. Dampak dari ekses tersebut bagikita yang berada di negara sedang membangun tidak dapat kita hiraukan.
Pemanasan global telah menimbulkan perubahan iklim yang akhir-akhir ini
mengganggu upaya kita mempercepat pembangunan ekonomi. Kita tentu perlumenyikapi hal ini dengan sangat serius karena bagi mayoritas masyarakat kita
dampak dari perubahan iklim adalah meredupnya harapan tentang kehidupan
yang lebih baik yang selanjutnya menimbulkan kecemasan-kecemasan eksistensial.Kita juga perlu memastikan bahwa sebagai satu bangsa yang menjadi bagian dari
umat manusia secara keseluruhan, tidak ada kealpaan dari diri kita sendiri dalam
menjaga kelestarian lingkungan hidup yang merupakan bagian dari solusi pentingperubahan iklim.
86 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Transisi perekonomian dunia menjadi pasar global juga memberi dampak
yang sangat luas terhadap perilaku manusia sebagai homo economicus. Kita telah
merasakan bermunculannya perubahan preferensi serta visi para pelaku ekonomidi era global ini tentang kehidupan yang mereka jalani. Dalam tataran analitis,
perubahan-perubahan tersebut seakan sedang menggugat validitas hubungan-
hubungan kausalitas antar besaran-besaran ekonomi. Berbagai teori yangsebelumnya kita pandang sebagai sebuah kebenaran, yang menjadi basis
pemangku kebijakan dalam merumuskan sebuah keputusan penting, ternyata
berangsur-angsur berubah menjadi sekumpulan mitos-mitos. Fenomena ini dapatmenimbulkan kegamangan bahkan bagi mereka yang telah makan asam-garam
kebijakan publik, terutama karena dalam menyikapi fenomena ini pemutus
kebijakan perlu senantiasa mendekonstruksi dan merekonstruksi berbagai asumsiyang mendasari perangkat-perangkat analisa mereka. Exercise yang demikian
mengandung banyak risiko, terutama karena keputusan kebijakan publik tidak
memberi kemewahan bagi para pemutusnya untuk melakukan eksperimentasiyang dapat diulang. Oleh karenanya, kesalahan dalam memilah asumsi-asumsi
mana tentang dunia yang kiranya paling tepat untuk dipilih dalam merumuskan
kebijakan dapat berdampak luas bagi kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini,kebijakan publik diujungnya adalah sebuah seni dalam memilah-milah asumsi
dan konsideran kebijakan yang prosesnya menuntut kearifan, kematangan, danyang terpenting: guts serta intuisi.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Globalisasi telah pula menyadarkan kita tentang pentingnya untuk
senantiasa menjadikan Indonesia sebagai suatu kemungkinan yang tidak absurd.Ketika republik ini didirikan, kita tahu bahwa hanya sedikit saja yang tidak bertanya-
tanya tentang kemungkinan yang tersedia baginya. Kita sadar, dan bapak-bapak
bangsa kita pun mengetahui, bahwa tidak banyak negeri yang memilikikemungkinan obyektif untuk tetap utuh sebagai negara modern, demokratis dan
terbuka, ditengah mozaik keragaman dan kontras yang mewarnainya. Tidak
banyaknya elemen-elemen subyektif yang dapat menjadikan negeri ini mungkinbagi keragaman dan kontras yang membentuknya, menorehkan sebuah pesan
yang kuat bahwa Indonesia sebagai sebuah kemungkinan tidak dapat berhenti
untuk diperjuangkan. Oleh karena itu meminjam dari seorang Indonesianis dariUniversias Cornell, Indonesia sebagai ∆an imagined community∆ adalah sebuah
proyek bersama (∆a common project∆), yang perlu terus kita perjuangkan dengan
87Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
capaian-capaian positif di segala bidang kehidupan. Rasa malu terhadap kondisi
dan posisi negara-kebangsaan kita dalam tata pergaulan masyarakat internasional,
dan keprihatinan kita terhadap nasib generasi penerus dimasa datang, adalahprasyarat bagi keberhasilan kita dalam menggapai Indonesia yang kita cita-citakan.
10 tahun setelah krisis, setelah kita melalui berbagai masa peralihan, adalah saat
yang tepat bagi kita untuk mengisi dekade-dekade kedepan dengan kerja kolektifyang lebih keras lagi dalam semangat keadaban yang saling mendukung untuk
menguatkan kemungkinan yang tersedia bagi negeri yang didalamnya sarat akan
fondasi-fondasi yang penting bagi kemajuan peradaban umat manusia ini. NasihatMuhammad Hatta lebih dari 60 tahun lalu kiranya masih sangat relevan bagi kita
di awal Abad 21 ini:
≈Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!≈Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!≈Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!≈Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!≈Dengan perjuangan kita mencapai kemajuan!Saat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita pergunakan denganSaat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita pergunakan denganSaat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita pergunakan denganSaat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita pergunakan denganSaat peralihan yang kita hadapi sekarang ini baiklah kita pergunakan dengansebaik-baiknya, supaya kita dapat menanam bibit yang bagus bagi pohonsebaik-baiknya, supaya kita dapat menanam bibit yang bagus bagi pohonsebaik-baiknya, supaya kita dapat menanam bibit yang bagus bagi pohonsebaik-baiknya, supaya kita dapat menanam bibit yang bagus bagi pohonsebaik-baiknya, supaya kita dapat menanam bibit yang bagus bagi pohonsejarah bangsa kita dimasa datang.sejarah bangsa kita dimasa datang.sejarah bangsa kita dimasa datang.sejarah bangsa kita dimasa datang.sejarah bangsa kita dimasa datang.Saat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kita sebagai bangsaSaat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kita sebagai bangsaSaat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kita sebagai bangsaSaat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kita sebagai bangsaSaat yang penting inilah yang akan menentukan nasib kita sebagai bangsa
untuk berabad-abad lamanya.untuk berabad-abad lamanya.untuk berabad-abad lamanya.untuk berabad-abad lamanya.untuk berabad-abad lamanya.∆∆∆∆∆
Akhirnya, sebelum saya menutup uraian malam ini, ijinkanlah saya untuk
menyampaikan apresiasi kepada senior saya, yang mewakili generasi sebelumsaya, yaitu Bapak Rachmat Saleh,Rachmat Saleh,Rachmat Saleh,Rachmat Saleh,Rachmat Saleh, mantan Gubernur Bank Indonesia, yang karena
kepemimpinannya yang visioner telah membangun Bank Indonesia dan industri
perbankan Indonesia sebagai institusi-institusi ekonomi yang penting. BapakRachmat saleh adalah Gubernur Bank Indonesia yang secara sadar telah
mendorong upaya-upaya penguatan institusi dan membuka kesempatan untuk
perluasan wawasan serta kemampuan keterampilan kepada para pegawai baikdi dalam maupun di luar negeri. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang
menciptakan sebanyak mungkin penggantinya dan itulah yang dilakukan oleh
Pak Rachmat Saleh. Selanjutnya, Pak Rachmat saleh juga yang telah banyakmengingatkan kami untuk selalu menjaga keutuhan Bank Indonesia, sebagai
sebuah lembaga strategis dengan peran publik yang sangat penting di republik
ini, dan untuk selalu membuat lembaga ini lebih baik dalam menjalankan fungsinyasebagai public servant atau pelayan masyarakat. Hormat kami semua dari jajaran
Bank Indonesia termasuk para pimpinannya kepada Pak Rachmat Saleh. Kalau
Bapak masih ingat 15 tahun lalu ketika saya berbincang-bincang dengan Bapak
88 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
di Bethesda-Maryland, ketika itu saya mengatakan kepada Bapak bahwa Bapak
adalah ∆the living legend∆. Malam ini saya ingin menegaskan kembali pernyataan
saya itu bahwa Bapak akan selalu menjadi ∆the living legend∆ dalam perjalanansejarah Bank Indonesia. Semoga Bapak tetap diberi kesehatan sehingga tetap
dapat berkiprah bagi kemajuan Bank Indonesia dan perekonomian kita.
Sekali lagi, selamat Tahun Baru 2008. Marilah kita semua tetap bekerjakeras dan bekerja sama dalam semangat kemandirian yang saling mendukung
untuk memantapkan langkah bangsa ini menuju ke cakrawala jaman baru yang
lebih baik. Kita yakin bahwa Tuhan senantiasa bersama kita untuk meridhoi danmeringankan langkah kita menuju masa depan yang lebih baik.
Sekian dan terima kasih. Wassalamu»alaikum wr. wb.
Jakarta, 18 Januari 2008
GUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIA
Burhanuddin Abdullah
89Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
25 Basel Core principlesfor Effective BankingSupervision
ASEAN EconomicCommunity
Asset Liability Manage-ment (ALMA)
Asymmetric information
Balance sheet effect
Bank for InternationalSettlements (BIS)
Barriers to entry
Base money
BI-Rate
Bilateral Swap Arrange-ment (BSA)
Business Continuity Plan(BCP)
Capital Adequacy Ratio(CAR)
Dua puluh lima prinsip yang harus dipenuhi oleh sistempengawasan perbankan secara efektif menurut Basel Com-mittee on Banking Supervision
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Merupakan sebuah kerjasamayang meliputi kerjasama politik, keamanan, ekonomi, dansocio-kultural yang erat antar negara-negara ASEAN dalamrangka mencapai perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraanregional.
Kegiatan pengelolaan risiko yang timbul akibat adanya mis-match antara aset dan kewajiban bank
Informasi yang diterima oleh berbagai pihak namun dengantingkat kelengkapan ataupun keakuratan yang berbeda-bedabagi masing-masing pihak
Pengaruh satu variabel terhadap perekonomian yg dianalisismelalui perkembangan pos-pos neraca perusahaan
Sebuah organisasi internasional yang memfasilitasi kerjasamamoneter dan keuangan internasional dan berperan sebagaibank bagi bank sentral
Faktor-faktor yang membuat suatu usaha baru sulit bersaingdengan usaha-usaha lain yang telah terlebih dahulu ada
Uang kartal yang beredar di masyarakat plus simpanan padabank sentral
Suku bunga referensi yang ditetapkan oleh Bank Indonesiasetiap bulannya
Perjanjian/pengaturan hubungan antar dua negara untuksaling membantu menutup kebutuhan keuangan dari negarayang membutuhkan di saat negara dimaksud sedangmengalami gejolak dalam perekonomiannya, terutamagejolak nilai tukar.
Perencanaan mengenai bagaimana sebuah organisasi dapatkembali berfungsi dalam hal terjadinya sebuah bencanaataupun gangguan yang berkepanjangan
Ukuran permodalan bank yang dinyatakan sebagaiprosentase dari eksposur rata-rata tertimbang risiko bank
Daftar Istilah
90 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Capital charge
Capital intensive
Carry trade
Co-movement
Chiang Mai Initiative
Compliance-based
Computable GeneralEquilibrium (CGE)
Consultative paper
Core Principles for Sys-temically ImportantPayment System (CP SIPS)
Credibility gain
Credit history
Critical mass
Cross-border capital flows
Cross-border financialflows
Modal yang harus disisihkan oleh bank untuk mengantisipasirisiko yang dihadapi bank
Usaha atau proses produksi yang kelangsungannya secarasignifikan didukung oleh sumber daya berupa modal
Sebuah strategi dimana seorang investor menjual mata uangyang mempunyai suku bunga yang relatif rendah danmenggunakan hasil penjualannya untuk membeli mata uangyang mempunyai suku bunga lebih tinggi
Sebuah gerakan yang menyertai gerakan hal lain
Kerjasama diantara negara-negara ASEAN+3 dalam rangkamenciptakan jejaring bilateral swap arrangements (BSA)guna mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek danmelengkapi kerjasama-kerjama keuangan internasional yangtelah ada sebelumnya
Dalam konteks pengawasan, merupakan konseppengawasan di mana penekanan diberikan pada tingkatkepatuhan bank terhadap peraturan otoritas
Model ekonomi yang menggunakan data ekonomi untukmengestimasi dampak perubahan kebijakan, teknologi,ataupun faktor-faktor lain pada sebuah ekonomi.
Paper yang ditulis oleh Bank Indonesia dan diedarkan keindustri perbankan untuk dimintakan tanggapannya. Papertersebut menyajikan gambaran penerapan Basel II danberbagai dampaknya.
Pedoman yang dibuat oleh Bank for International Settle-ments (BIS) bagi penyelenggara sistem pembayaran yangdianggap sistemik
Kepercayaan yang meningkat
Data historis yang dapat menggambarkan kecenderunganperilaku seseorang dalam membayar utang maupuntagihan-tagihan lainnya
Istilah untuk menggambarkan momentum dalam suatusistem sosial yang cukup besar sehingga momentum tersebutbergerak terus dan bahkan dapat bertambah besar
Perpindahan modal antar negara
Perpindahan dana antar negara
91Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
De jure
E-money
Economies of scale
Economies of scope
Elements of continuity
EMBIG
Ex-ante
Fasilitas PembiayaanDarurat (FPD)
Fasilitas PendanaanJangka Pendek (FPJP)
Financial market deepen-ing
Financial-Social Account-ing Matrix (FSAM)
Berdasarkan hukum atau secara resmi
Alat pembayaran yang nilainya tersimpan dalam sebuahsistem/fasilitas. Contoh e-money yang sudah dikenal luasadalah phone-banking, internet banking, serta pembayaranmelalui kartu kredit, kartu debit maupun kartu ATM.
Gejala menurunnya biaya rata-rata per unit produk/jasa dalamjangka panjang dengan semakin besarnya skala usaha yangdigunakan
Gejala yang mirip dengan economies of scale, namun jikaeconomies of scale terkait dengan penurunan biaya akibatpeningkatan produksi dari satu jenis produk/jasa , makaeconomies of scope terkait dengan penurunan biaya sebagaiakibat dari produksi dari berbagai jenis produk/jasa
Elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menjamin sebuahproses dapat berjalan secara berkesinambungan
Emerging Markets Bond Index Global merupakan indeks yangmencatat kembalian dari obligasi-obligasi dalam denominasidollar yang dikeluarkan oleh negara-negara berkembang.Pada saat ini Indeks dimaksud mencakup 132 instrumenutang dari 32 negara.
Istilah ekonomi untuk menggambarkan bahwa sesuatudidasarkan atas kejadian-kejadian yang akan terjadi di depan.Lawan dari ex-post
Fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada bankbermasalah yang mengalami kesulitan likuiditas namun masihmemenuhi tingkat solvabilias yang ditetapkan oleh Bank In-donesia dan berdampak sistemik. Pemberian FPD didasarkanpada keputusan rapat Menteri Keuangan dan Gubernur BankIndonesia dan pendanaannya menjadi beban pemerintah.
Fasilitas Pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank yanghanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitanpendanaan jangka pendek oleh bank.
Upaya untuk meningkatkan «kedalaman» pasar keuangan.Kedalaman pasar keuangan dapat dicapai melalui upayamenambah jenis instrumen investasi yang tersedia di pasarkeuangan.
Suatu alat analisis untuk melihat interaksi para pelaku di pasarkeuangan dan di sektor riil dg memanfaatkan alat analisamatriks dan tabel input output
92 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
First line of defense
First rate profes-sional
Foreign exchangeswap
Forward looking
Full-fledged
Global externality
Global imbalances
Global TradeAssessment Projec-tion (GTAP)
Gross income
Hedge funds
Hedging
Homo economicus
Idiosyncrasy
Inflasi IHK
Inflasi inti
Lapisan pertahanan yang pertama
Professional yang berkualitas tinggi
Instrumen pasar keuangan derivatif jangka pendek yang dapatdiperjualbelikan secara «over-the-counter» atau secara langsungantara dua pihak yang terlibat
Dengan memperrtimbangkan berbagai kemungkinan, proyeksi,dan keadaan di masa depan
Secara penuh
Dampak dari sebuah kegiatan yang dirasakan oleh masyarakat,perekonomian, maupun negara yang tidak terlibat atau terkaitsecara langsung dengan kegiatan tersebut
Keadaan dimana terdapat defisit transaksi berjalan yang besar diAmerika Serikat, dan sebaliknya, surplus transaksi berjalan dinegara-negara di Asia, Jepang, peng-ekspor minyak, maupunnegara-negara industri.
Data base yang diperlukan untuk melakukan analisa terkait denganperdagangan internasional
Pendapatan sebelum dikurangi pajak
Investment fund yang pada umumnya menggunakan instrumenkeuangan derivatif. Fund manager-nya pada umumnya dibayarsesuai dengan kinerja fund tersebut (disebut dengan performancefee). Hedge funds pada umumnya didirikan oleh berbagai privatepartnerships dan terbuka hanya untuk investor terbatas.
Sebuah strategi yang digunakan dalam kegiatan investasi yangdapat meminimalkan eksposur risiko terkait
Dalam Bahasa Inggris sering disebutkan sebagai Economic Man.Merupakan konsep yang mengatakan bahwa manusia adalahmahluk rasional yang dapat membuat berbagai keputusan untukmemenuhi kebutuhannya sebagai individu.
Karakteristik yang khas pada sesuatu
Inflasi yang perhitungannya dilakukan berdasarkan perubahanharga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas
Pada dasarnya adalah tingkat inflasi IHK setelah diluarkan bahanmakanan yang harganya sangat berfluktuasi (volatile foods), dan
93Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
barang-barang yang harganya banyak ditentukan pemerintah (ad-ministered goods).
Kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dankonsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahunke depan. Sasaran inflasi tersebut secara eksplisit ditetapkan dandiumumkan.
Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kerangka kerjakebijakan moneter yang hanya mengadopsi sebagian unsur-unsurkerangka kerja ITF
Menyebabkan kenaikan harga (inflasi)
Proses asesmen kecukupan modal yang dilakukan oleh bank denganmempertimbangkan semua risiko yang dihadapinya. Proses inidilakukan dalam kerangka Basel II
Standar akuntansi internasional yang digunakan dalam rangka BaselII
Obligasi yang dianggap oleh lembaga pemeringkat bahwa pihakyang mengeluarkan obligasi tersebut dapat membayar kewajibannya.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Keringanan
Surat dari pemerintah suatu negara kepada International MonetaryFund (IMF) yang berisi rencana reformasi ekonomi negara tersebutyang dilakukan terkait dengan bantuan dari IMF.
Strategi akusisi perusahaan menggunakan dana yang diperolehdengan cara berhutang
Risiko terpengaruhinya nilai sebuah investasi akibat perubahan yangterjadi dalam pasar
Tindakan membuka jalan baru
Delapan sasaran yang telah disepakati oleh negara-negara anggotaPBB untuk dicapai pada tahun 2015. MDG terutama terkait denganpeningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bagi negara-negarayang paling membutuhkan.
Keadaan dimana sesuatu hal kurang sejalan atau sebanding denganhal lain ataupun lingkungannya
Inflation Target-ing Framework(ITF)
Inflation Target-ing Lite
Inflatoir
Internal CapitalAdequacyAssessmentProcess (ICAAP)
InternationalAccountingStandards (IAS)
Investment grade
KPPOD
Leniency
Letter of Intent(LOI)
Leveraged buyout
Market risk
Meretas
MilleniumDevelopmentGoals (MDGs)
Misalignment
94 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Suatu catatan sistematis dari seluruhtransaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukanpenduduk Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Kredit yang telah gagal bayar
Barang-barang atau jasa-jasa yang tidak bisa atau sulitdiperdagangkan apabila jauh tempat dimana barang/jasa tersebutdiproduksi (terkait dengan kegiatan perdagangan internasional)
Skim untuk meningkatkan akses masyarakat ke produk perbankansyariah dengan cara memperbolehkan kantor cabang suatu bankkonvensional yang telah mempunyai unit usaha syariah (UUS) untukmelakukan pelayanan jasa dan produk syariah
Pasar atau industri dimana hanya ada beberapa penjual saja
Pasar atau industri dimana jumlah pembelinya hanya beberapa saja
Risiko terjadinya kerugian sebagai akibat dari proses internal maupuneksternal, sumber daya manusia, maupun sistem yang kurangmemadai.
Yang beredar di masyarakat
Kecepatan
Fenomena ekonomi dimana terdapat peningkatan investasi yangtidak diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yangsebanding
Dampak perubahan satu indikator thd indikator lainnya, biasanyaadalah dampak perubahan nilai tukar terhadap harga-harga (dalamkonsep/teori tentang inflasi)
Pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah untuk membeli dan/atau membangun barang-barang modal atau infrastruktur yangbersifat jangka panjang (Capital Expenditure)
Tidak tahan lama
Pemberian masukan terkait dengan kebijakan
Kehidupan bermasyarakat yang terorganisasi dan memiliki bentukpemerintahan yang spesifik (dari bahasa latin: politia)
Kemiskinan yang disebabkan oleh berbagai hal diluar kekuasaanseseorang atau sekelompok masyarakat sehingga membuat orang
NeracaPembayaranIndonesia (NPI)
Non-performingloans
Non-tradable
Office channeling
Oligopoli
Oligopsoni
Operational risk
Outstanding
Pace
Paradox ofgrowth
Passthrougheffects
PembentukanModal TetapBruto (PMTB):
Perishable
Policy advisory
Polity
Poverty trap
95Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
atau kelompok masyarakat tersebut sulit keluar dari kemiskinantersebut
Peraturan Pemerintah yang mengubah peraturan pemerintahsebelumnya perihal Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.Pada dasarnya, PP No. 33 Tahun 2006 menetapkan bahwa piutangBUMN/BUMD bukan piutang negara dan dapat dikelola menurutkaedah-kaedah perusahaan yang sehat.
Skenario dalam game theory dimana terdapat dua pihak dan masing-masing pihak mempunyai pilihan untuk saling bekerja sama atausaling mengkhianati. Skenario tersebut untuk menggambarkanperilaku manusia dalam usaha mendapatkan hasil yang terbaik bagidirinya dan dapat tidaknya manusia dapat mempercayai manusialain yang juga menghadapi situasi dan mempunyai kepentingan yangsama.
Perusahaan yang berspesialisasi dalam mendanai usaha baru maupunmelakukan akusisi terhadap perusahaan yang telah ada
Merupakan kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bankdengan bank lainnya. Dalam hal ini, bank yang kelebihan dana akanmeminjamkan dana kepada bank yang kekurangan dana denganmemberikan kompensasi tingkat suku bunga tertentu
Kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan maupunpendanaan sebuah usaha
Perusahaan milik pemerintah yang mempunyai tugas khusus dancenderung bersifat monopoli
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari penerapanbasel II terhadap permodalan bank
Sistem setelmen pembayaran yang beroperasi secara gross dan real-time (melalui proses elektronis) dimana rekening anggota sistemdapat di debit maupun kredit beberapa kali dalam satu hari sesuaidengan perintah pembayaran maupun pembayaran yangditerimanya.
Kebijakan yang bertujuan untuk lebih menyeimbangkan uang yangditerima si kaya dan si miskin dalam suatu perekonomian
Hubungan antara bank dengan debitur yang sedemikian rupasehingga kedua belah pihak mendapat manfaat dalam pemberiankredit dari bank ke debitur
Kegiatan mencari keuntungan bukan melalui perdagangan dan
PP No. 33 Tahun2006
Prisoner»sDilemma
Private equity
PUAB (PasarUang Antar Bank)
Public PrivatePartnership (PPP)
Public SectorEntities (PSE)
QuantitativeImpact Study(QIS)
Real Time GrossSettlement(RTGS)
Redistributiveincome policy
Relationshiplending
Rent seeking
96 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Return on Assets(ROA)
Risk-based supervi-sion
Risk free instru-ments
Risk transfer
Second roundeffects
Sekuritisasi aset
Self-RegulatingOrganization (SRO)
Single PresencePolicy (SPP)
Sistem KliringNasional BankIndonesia (SKNBI)
Small MediumEntities (SME)
Smoothing
Soveriegn WealthFunds (SWF)
penciptaan nilai tambah, namun melalui manipulasi lingkunganekonomi ataupun hukum
Indikator profitabilitas sebuah bank atau perusahaan relatifterhadap aset total
Kerangka kerja pengawasan yang menilai bank darikemampuannya untuk mengelola risiko dan melakukan pricingyang tepat dari risiko-risiko yang dihadapinya.
Instrumen investasi yang bebas dari risiko tidak bisa membayarpokok maupun bunga
Upaya mitigasi risiko melalui pengalihan risiko melalui cara, antaralain, sekuritisasi aset
Dampak lanjutan
Penerbitan surat berharga oleh penerbit Efek Beragun Aset (EBA)yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditur asalyang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualanefek beragun aset kepada pemodal
Organisasi yangƒsampai batas-batas tertentuƒdapat melakukanpengaturan terhadap industri dimana organisasi tersebut berada
Kebijakan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa setiap pihakhanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) bagi satubank umum di Indonesia. Kebijakan ini diambil dalam rangkamendorong konsolidasi perbankan Indonesia dan meningkatkanefektivitas pengawasan bank.
Sistem kliring nasional yang diselenggarakan Bank Indonesia yangmencakup setelemen kliring debit dan kredit bagi seluruh bankumum
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Pengurangan gejolak yang ada
Fund yang dimiliki oleh sebuah negara yang terdiri dari aset-asetfinansial seperti saham, obligasi, dan instrumen lainnya. Fundsemacam ini didirikan dengan berbagai tujuan, antara lain, untukmengurangi volatilitas pendapatan pemerintah, mengurangidampak buruk dari siklus ekonomi terhadap keuangan pemerintah,maupun pencadangan dana untuk keperluan ke depan.
97Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Spread
Stress-testing
Sub-prime mort-gage
Sudden reversal
Trickle up economy
Tangible
Tim FasilitasiPercepatanPemberdayaanEkonomi Daerah(TFPPED)
Underlying
Universal banking
Volatile foods
Wealth creation
Welfare state
Yield curve
Selisih
Tes yang dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan perbankanterhadap gejolak-gejolak perekonomian tertentu
Kredit kepemilikan rumah yang diberikan kepada debitur yangmempunyai sejarah kredit yang kurang baik ataupun tidak mampumembuktikan bahwa debitur mempunyai penghasilan yang cukupuntuk membayaran cicilan bulanan. Kredit semacam ini padaumumnya akan mempunyai tingkat suku bunga di atas tingkat sukubunga pasar.
Pembalikan yang tiba-tiba
Teori ekonomi yang menerangkan gejala dimana kekayaan mengalirdari masyarakat miskin ke masyarakat kaya
Mempunyai wujud fisik. (Lawannya adalah intangible = tidakmempunyai wujud fisik)
Task force yang dibentuk oleh Bank Indonesia di daerah-daerah yangtterdiri dari unsur Pemda, Bank Indonesia, asosiasi perbankan danasosiasi dan organisasi lain terkait. Task force tersebut bertujuan untukdapat mendukung peran intermediasi perbankan dalam akselerasisektor riel melalui forum-forum koordinasi.
Merupakan suatu instrumen keuangan yang nilainya menjadi dasardari besarnya cash flow yang diterima oleh instrumen atau transaksiturunannya
Sistem perbankan yang cakupan pelayananannya selain mencakupsimpan dan pinjam juga mencakup investment banking
Jenis-jenis makanan yang harganya sangat berfluktuasi, misalnyaberas, cabe, dan produk-produk pertanian lainnya.
Proses penciptaan kekayaan
Istilah untuk mendiskripsikan sebuah sistem kenegaraan yangbertanggung jawab untuk menyediakan kesejahteraan bagi warganya
Kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bungadan jangka waktu sebelum jatuh tempo untuk seorang debitur danmata uang tertentu.
98 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
17 Februari 2003
1 Agustus 2003
15 September 2003
24 Desember 2003
30 Desember 2003
9 Januari 2004
15 Januari 2004
Januari 2004
20 Desember 2004
10 Januari 2005
20 Januari 2005
Kronologis Events Terkait dengan Kebijakan Penting di Bidang Moneter, Perbankandan Sistem Pembayaran selama 2003-2007
Tanggal Kebijakan
Penandatanganan Bilateral Swap Arrangement senilai $ 3 miliar antaraBank Indonesia dan Bank Sentral Jepang.
Pemerintah dan Bank Indonesia menandatangani Kesepakatan BersamaMengenai Penyelesaian BLBI serta hubungan Keuangan Pemerintah danBank Indonesia, sebagai tindak lanjut dari Keputusan DPR RI 3 Juli 2003.
Inpres No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelangdan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama Dengan InternationalMonetary Fund (IMF). Program stabilisasi makro ekonomi disusun secarakomprehensif yang dituangkan dalam white paper sebagai salah satubentuk penerapan unsur transparansi atas komitmen dan akuntabilitasdalam melaksanakan program pembangunan pasca keluar dari IMF
Penandatanganan Bilateral Swap Arrangement senilai $ 1 miliar antaraBank Indonesia dan Bank Sentral Korea Selatan.
Penandatanganan Bilateral Swap Arrangement senilai $ 1 miliar antaraBank Indonesia dan Bank Sentral China.
Peluncuran Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang merupakanlandasan dan arah kebijakan perbankan dalam jangka panjang.
Pengesahan UU No. 3/2004 tentang Perubahan atas UU No. 23/1999tentang Bank Indonesia.
Penerapan kerangka kerja moneter Inflation Targeting Lite (ITL) secaraimplisit.
Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kejaksaan AgungRepublik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BankIndonesia tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana diBidang Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) diterbitkan meliputi ketentuan mengenaiPinjaman Luar Negeri Bank.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) diterbitkan meliputi ketentuan mengenaiPenilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; Batas Maksimum PemberianKredit Bank Umum; Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas SekuritisasiAset Bagi Bank Umum; Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank UmumPasca Bencana Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan KabupatenNias, Propinsi Sumatera Utara; Transparansi Informasi Produk Bank danPenggunaan Data Pribadi Nasabah; serta Penyelesaian PengaduanNasabah.
No.
99Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Tanggal Kebijakan
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
27 April 2005
5 Juli 2005
5 Juli 2005
29 Agustus 2005
30 Agustus 2005
22 September 2005
28 Desember 2005
30 Desember 2005
7 Juli 2006
12 Oktober 2006
8 Desember 2006
Paket Kebijakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah melalui upayameningkatkan intensitas intervensi di pasar valas, menaikkan maksimumsuku bunga penjaminan simpanan valas, dan memperketat ketentuanPosisi Devisa Neto (PDN) bagi perbankan.
Penerapan kerangka kerja moneter Fully Fledged Inflation TargetingFramework, ditandai dengan diumumkannya secara eksplisit suku bungakebijakan, BI Rate, kepada publik.ΩDewan Gubernur memandangpenetapan suku bunga tersebut dapat mengendalikan tingkat inflasike arah sasaran inflasi jangka menengah sekaligus kondusif untukmemelihara momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggidewasa ini.
Paket Kebijakan tentang pemenuhan kebutuhan valas Pertamina olehPemerintah serta manajemen permintaan valas dan kewajiban repatriasiDevisa Hasil Ekspor (DHE) bagi BUMN
Penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Paket Kebijakan tentang penyediaan fasilitas swap hedging untuk utangluar negeri, investasi prasarana dan ekspor, pemberlakuan intervensivalas dengan instrumen swap jangka pendek, pelarangan transaksimargin trading, serta pengawasan intensif terhadap bank atas transaksivalas yang tidak disertai dengan underlying transactions.
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI)mengenai penyediaan Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD)
Keputusan Bersama Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan danKetua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentangPembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan (Forum SSK).
Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia mengeluarkan PaketKebijakan Sektor Keuangan (PKSK) untuk mengembangkan infrastrukturkeuangan, meningkatkan akses pembiayaan, dan memperkuat strukturkeuangan.
Bank Indonesia atas nama Pemerintah Republik Indonesia secara efektiftelah melunasi seluruh pinjaman kepada IMF di bawah skim ExtendedFund Facility (EFF).
Penandatanganan nota kesepahaman mengenai Kerjasama dalamRangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara Bank Indonesiadan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
No.
100 Pertemuan Tahunan Perbankan 2008
Tanggal KebijakanNo.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor9/6/PBI/2007 dan 7/2/PBI/2005 untuk meningkatkan peran perbankandalam pembiayaan sektor riil.
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2006 memperolehpendapat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK-RI. Perolehan pendapatWajar Tanpa Pengecualian tersebut merupakan pencapaian ke-4 kalinyadalam empat tahun terakhir ini.
Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan dan Ketua DewanKomisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatanganiKeputusan Bersama tentang Pembentukan Forum Stabilitas SistemKeuangan (SKB), yang merupakan perubahan dari SKB yang telahditandatangani oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, danKetua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan pada tanggal30 Desember 2005. Pembentukan FSSK ini merupakan tindak lanjutPasal 31 Nota Kesepakatan antara Menteri Keuangan dan GubernurBank Indonesia tanggal 17 Maret 2004 mengenai ketentuan dan tatacara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yangberdampak sistemik, pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat (≈FPD∆),dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan danBelanja Negara.
Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Ketua Dewan Komisioner LembagaPenjamin Simpanan (LPS) menandatangani Nota Kesepakatan sebagaibagian dari upaya untuk memperkuat Jaring Pengaman SektorKeuangan (JPSK) dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan.
Peluncuran Data Informasi Bisnis Indonesia.
Peluncuran Bank Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB).
30 Maret 2007
8 Mei 2007
29 Juni 2007
29 Juni 2007
2 Juli 2007
27 Desember 2007