Contoh Proposal Penelitian (Metode Ilmiah)
-
Upload
abdul-mufti-putra -
Category
Education
-
view
19.015 -
download
8
description
Transcript of Contoh Proposal Penelitian (Metode Ilmiah)
TUGAS MATA KULIAHMETODE ILMIAH
Dosen Pengampu : Ir. Wafit Dinarto, M.Si
“PENGARUH EKSTRAK DAUN Annona muricata L. TERHADAP MORTALITAS LARVA Helicoverpa armigera H.
PADA TANAMAN JAGUNG”
Disusun Oleh :Abdul Mufti Putra 13011037Agus Triawan 13011019Bekti Khairunisa Felawati 12011007Edi Purwanto 12011036
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTAYOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Annona muricata
L. Terhadap Mortalitas Larva Helicoverpa armigera H. Pada Tanaman Jagung”
ini dengan baik dan tepat waktu.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai
pada mata kuliah Metode Ilmiah pada Fakultas Agroindustri Program Studi
Agroteknologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang membangun penyusun butuhkan demi
kesempurnaan karya ilmiah yang akan datang. Penyusun berharap semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Yogyakarta, 25 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
1.4. Kegunaan Penelitian.................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4
2.1. Tongkol Jagung............................................................................ 4
2.2. Daun Sirsak.................................................................................. 4
2.3. Hama Helicoverpa armigera H.................................................... 7
2.4. Hipotesis........................................................................................ 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 9
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 9
3.2. Bahan dan Alat Penelitian........................................................... 9
3.3. Rancangan Penelitian.................................................................. 10
3.4. Pelaksanaan Penelitian................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jagung (Zea mays. L) termasuk bahan pangan kedua setelah beras.
Sebagai sumber karbohidrat jagung mempunyai manfaat yang cukup
banyak, antara lain sebagai bahan pakan dan bahan baku industri.
Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan terus mengalami
peningkatan, sementara ketersediaannya terbatas (Purwono dan Hartono
2005).
Sekitar 89% tanaman jagung di Indonesia dikembangkan pada
dataran rendah dan lahan kering dengan tingkat kesuburan yang rendah
mengakibatkan rendahnya produktivitas jagung. Kendala abiotik banyak
disebabkan oleh ketersediaan hara pada tanah, sementara kendala biotik
meliputi gangguan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman
(OPT) dimana OPT ini terdiri dari gulma, penyakit, dan hama (Purwono dan
Hartono 2005). Salah satu hambatan dalam meningkatkan produksi jagung
di Indonesia adalah adanya serangan hama. Hama utama pada tanaman
jagung adalah penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan penggerek
tongkol (Helicoverpa armigera H.). Hama jagung diketahui menyerang
pada seluruh fase pertumbuhan tanaman jagung, baik vegetatif maupun
generatif (Pabbage, et. al, 2001).
Hama yang biasa ditemukan pada tanaman jagung adalah lalat bibit
(Atherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol
(Helicoverpa armigera H.), penggerek batang merah jambu (Sesamia
inferens W.), pemakan daun (Mythimna sp.), belalang, dan tikus (Kalshoven
1981). Penggerek tongkol (Helicoverpa armigera H.) meletakkan telurnya
pada silk dan larvanya menginvasi janggel serta memakan biji jagung yang
sedang dalam proses pengisian. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini
dapat mencapai 10 persen (Wiseman et. al, 1984).
Sifat polifag yang dimiliki serangga hama Helicoverpa armigera H.
sangat merugikan dan belum tersedianya varietas yang tahan terhadap hama
tersebut, menyebabkan praktek pengendalian yang dilakukan sampai saat ini
masih tergantung pada penggunaan insektisida. Selama ini pengendalian
hama Helicoverpa armigera H. pada umumnya masih menggunakan
furadan 3G melalui pucuk tanaman, sebagai racun kontak dan racun perut.
Namun penggunaan insektisida kimia sintetik telah terbukti menimbulkan
berbagai dampak negatif seperti resistensi hama, resurgensi hama dan
terbunuhnya musuh alami seperti parasit maupun predator. Selain itu
akumulasi residu dari insektisida kimia dapat membahayakan kesehatan
petani dan lingkungan. Untuk mengurangi pemakaian insektisida sintetik,
maka dilakukan pengendalian dengan penggunaan insektisida nabati.
Penggunaan insektisida alami yang berasal dari ekstrak tanaman terbukti
lebih aman karena mempunyai umur residu pendek. Setelah aplikasi,
insektisida alami akan terurai menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi
manusia dan lingkungan (Desi, 2007).
Insektisida alami memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
oleh insektisida sintetik. Di alam, insektisida alami memiliki sifat yang tidak
stabil sehingga memungkin dapat didegradasi secara alami. Selain dampak
negatif yang ditimbulkan pestisida sintetik seperti resistensi, resurgensi dan
terbunuhnya jasad bukan sasaran, dewasa ini harga pestisida sintetik relatif
mahal dan terkadang sulit untuk memperolehnya. Di sisi lain
ketergantungan petani akan penggunaan insektisida cukup tinggi.
Alternatif yang bisa dilakukan diantara memanfaatkan tumbuhan yang
memiliki khasiat insektisida, khususnya tumbuhan yang mudah diperoleh
dan dapat diramu petani sebagai sediaan insektisida. Beberapa spesies
tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai insektisida nabati (Syahputra, 2001).
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh ekstrak daun Annona muricata L. terhadap
mortalitas larva Helicoverpa armigera H. pada tanaman jagung?
2) Berapakah konsentrasi ekstrak daun Annona muricata L. yang paling
berpengaruh terhadap mortalitas larva Helicoverpa armigera H.?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui pengaruh ekstrak daun Annona muricata L. terhadap
mortalitas larva Helicoverpa armigera H. pada tanaman jagung
2) Menentukan konsentrasi ekstrak daun Annona muricata L. yang paling
berpengaruh terhadap mortalitas larva Helicoverpa armigera H.
1.4. Kegunaan Penelitian
1) Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kegunaan ekstrak
daun sirsak sebagai salah satu bahan alternatif pembuatan insektisida
nabati.
2) Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak daun sirsak
dapat mengendalikan hama penggerek tongkol pada tanaman jagung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tongkol Jagung
Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,
adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut sejarahnya berasal
dari Amerika. Orang-orang Eropa yang datang ke Amerika membawa benih
jagung tersebut ke negaranya. Melalui Eropa tanaman jagung terus
menyebar ke Asia dan Afrika. Baru sekitar abad ke-16 tanaman jagung ini
oleh orang Portugis dibawa ke Pakistan, Tiongkok dan daerah-daerah
lainnya di Asia termasuk Indonesia (Wirawan dan Wahab, 2007).
Tongkol jagung tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah
daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol
produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Buah Jagung siap
panen Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol
produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung
cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga
betinanya protandri (Soemadi, 2000).
2.2. Daun Sirsak
Sirsak (Annona muricata. L) dengan nama lain nangka belanda
(Jawa) atau durian belanda (Malaysia) merupakan buah yang berasal dari
daratan Amerika yang beriklim tropis, pertama kali diintroduksi ke negara
lain setelah Kolumbus menemukan benua Amerika, kemudian oleh orang-
orang Spanyol dibawanya ke Pilliphina dan selanjutnya menyebar ke
seluruh negara yang beriklim tropis (Sudjijo, 2008).
Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin,
bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin
memiliki keistimewaan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama
tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya.
Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa
mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya (Kurniadhi, 2001).
Menurut Kardinan (2000), ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk
menanggulangi hama belalang dan hama-hama lainnya Kandungan kimia
yang terdapat pada daun sirsak antara lain :
1) Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian
dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang
menonjol sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan
(Harborne, 1987). Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam
skrining fitokimia untukmendeteksi alkaloida sebagai pereaksi
pengendapan yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, dan pereaksi
Dragendorff (Farnsworth, 1966).
2) Flavonoida
Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan
terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai
angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam
bagian vegetatif maupun dalam bunga. Pigmen bunga flavonoida
berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga.
Beberapa fungsi flavonoida pada tumbuhan ialah pengatur tumbuh,
pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja
terhadap serangga (Robinson, 1995).
3) Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar
luas diantara tanaman tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit,
menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap
selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok.Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun
(Robinson,1995: Gunawan, et al, 2004).
4) Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam
golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang mempunyai
rasa sepat dan memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat
luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu. Umumnya tumbuhan yang mengandung
tanin dihindari oleh pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat.
Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).
5) Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan
bukan gula. Bagian gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan
gula disebut aglikon atau genin (Gunawan, et al, 2002).Klasifikasi
(penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari gulanya, akan
dijumpai gula yang strukturnya belum jelas. Sedangkan bila ditinjau dari
aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen tumbuhan,
misalnya tanin, sterol, terpenoid, dan flavonoid. Hampir semua
glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral.
Hidrolisis dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta
glukosidase, sedangkan untuk ramnosa nama enzimnya adalah ramnase
((Robinson, 1995).
6) Antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon. Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar.
Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae,
Rhamnaceae, Polygonaceae.Antrakuinon biasanya berupa senyawa
kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik biasa, senyawa
ini biasanya berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning
sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet
merah (Robinson, 1995).
7) Steroid/Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
C30 asiklik, yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna,
berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji
yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann – Burchard (asam
asetat anhidrida H2SO4 pekat) yang kebanyakan triterpena dan sterol
memberikan warna hijau biru. Steroida adalah triterpena yang kerangka
dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren (Harborne,
1987).
2.3. Hama Helicoverpa armigera H.
Helicoverpa armigera H. merupakan hama polifag, biasanya
memakan buah, kuncup bunga, bunga atau daun pada berbagai jenis
tanaman. Beberapa tanaman yang diserang adalah tomat, tembakau, kapas
dan kedelai, jagung serta bermacam- macam sayuran dan tanaman hias
(Kalshoven, 1981). Baco dan Tandiabang (1998), mengatakan bahwa di
Indonesia serangan hama penggerek tongkol Helicoverpa armigera H.
dijumpai hingga pada ketinggian 2000 m dari permukaan laut. Helicoverpa
armigera H. ini merupakan hama yang serius pada kapas di Indonesia dan
Filiphina. Serangga Helicoverpa armigera H. mampu menurunkan produksi
pertanian karena menyerang sejak fase berbunga penuh sampai pengisian
biji. Larva yang baru menetas hidup dengan memakan daun, kemudian larva
instar III akan melubangi tongkol jagung untuk memahami bijinya. Imago
meletakkan telur pada malam hari dan sering dijumpai pada jambul tongkol
jagung. Untuk meletakkan telur, ngengat serangga hama ini sangat
menyukai bagian rambut jagung yang berumur 5 hari (Akib, et. al, 2002).
Imago betina Helicoverpa armigera H. meletakkan telur pada pucuk
tanaman dan bilamana tongkol sudah mulai keluar maka telur tersebut
diletakkan pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah
730 butir dengan masa oviposisi 10 sampai 23 hari. Telur menetas dalam
tiga hari setelah diletakkan pada suhu 22,5˚C dan dalam sembilan hari pada
suhu 17˚C (Kalshoven 1981). Larva spesies ini terdiri dari 5-7 instar, tetapi
pada umumnya terdiri dari enam instar dengan pergantian kulit (moulting)
setiap instarnya 2-4 hari. Periode perkembangan larva sangat bergantung
pada suhu dan kualitas makanannya (Baco dan Tandiabang, 1998)
Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24
sampai 27,2˚C adalah 12,8 - 21,3 hari. Spesies ini mengalami masa pra pupa
selama satu sampai empat hari. Selama periode ini, larva menjadi pendek
dan lebih seragam warnanya dan kemudian berganti kulit menjadi pupa.
Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya
bergantung pada kekerasan tanah. Pada umumnya pupa terbentuk pada
kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada
permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang
terdapat pada tanaman. Pada kondisi yang tidak memungkinkan
Helicoverpa armigera H. mengalami diapause atau sering disebut diapause
pupa fakultatif. Diapause pupa dapat berlangsung beberapa bulan bahkan
dapat lebih dari satu tahun. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa
bervariasi dari enam hari pada suhu 35˚C sampai 30 hari pada suhu 15˚C.
Imago betina akan meletakkan telur pada silk jagung dan sesaat setelah
menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan
biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan
menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung (Kalshoven, 1981).
2.4. Hipotesis
Ekstrak daun Annona muricata L. berpengaruh terhadap mortalitas
larva Helicoverpa armigera H. pada tanaman jagung serta pada konsentrasi
tertentu ekstrak daun ini akan memberikan mortalitas terbesar terhadap larva
Helicoverpa armigera H..
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman
Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada bulan Juli 2014 sampai bulan
Agustus 2014.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
A. Bahan
1. Daun sirsak
2. Larva Helicoverpa armigera H.
3. Metanol 96%
4. Aquades
5. Baby Corn
6. Jambul jagung
B. Alat
1. Neraca Ohaus
2. Blender
3. Saringan
4. Beaker glass 200 ml
5. Gelas ukur 100 ml
6. Wadah plastik diameter 6 cm
7. Wadah dengan diameter 25 cm dan tinggi 30cm
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
4 ulangan masing-masing larva uji sebanyak 10 ekor setiap perlakuan.
Jumlah keseluruhan larva uji sebanyak 200 ekor. Pengamatan mortalitas
larva Helicoverpa armigera H. instar III dilakukan selama 24 jam dengan
interval pengamatan setiap 4 jam sekali. Berikut ini adalah perlakuan yang
akan dilakukan :
1. Kontrol = Menempatkan larva Helicoverpa armigera H. pada
wadah berisi Baby Corn yang tidak dicelupkan ke dalam
larutan ekstrak daun Annona muricata. L..
2. A1 = Menempatkan larva Helicoverpa armigera H. pada
wadah berisi Baby Corn yang telah dicelupkan ke dalam
larutan ekstrak daun Annona muricata. L konsentrasi
10%.
3. A2 = Menempatkan larva Helicoverpa armigera H. pada
wadah berisi Baby Corn yang telah dicelupkan ke dalam
larutan ekstrak daun Annona muricata. L konsentrasi
20%.
4. A3 = Menempatkan larva Helicoverpa armigera H. pada
wadah berisi Baby Corn yang telah dicelupkan ke dalam
larutan ekstrak daun Annona muricata. L konsentrasi
30%.
5. A4 = Menempatkan larva Helicoverpa armigera H. pada
wadah berisi Baby Corn yang telah dicelupkan ke dalam
larutan ekstrak daun Annona muricata. L konsentrasi
40%.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
A. Pembuatan ekstrak daun Annona muricata. L
Menimbang daun Annona muricata. L yang sudah tua sebanyak 2
kg kemudian dicuci bersih lalu diangin-anginkan tanpa sinar matahari
langsung selama 5 hari. Setelah kering kemudian ditimbang, berat daun
menjadi 760 gram, lalu dipisahkan dari ibu tulang daun, kemudian
dihaluskan. Setelah halus dan telah menjadi tepung, direndam dengan
menggunakan larutan metanol 96% sebanyak 5 liter selama 24 jam.
Sediaan disaring sampai terpisah dari ampasnya. Dari larutan tersebut di
destilasi. Ekstrak yang diperoleh dari proses destilasi sebanyak 400 ml
kemudian diuapkan selama 6-8 jam, sehingga diperoleh sediaan ekstrak
murni 100%. Untuk memperoleh ekstrak sesuai perlakuan maka
dilakukan pengenceran sebagai berikut.
1. A1 = Konsentrasi 10 % (10 ml ekstrak daun Annona
muricata. L + 90 ml aquades)
2. A2 = Konsentrasi 20% ( 20 ml ekstrak daun Annona
muricata. L + 80 ml aquades)
3. A3 = Konsentrasi 30% ( 30 ml ekstrak daun Annona
muricata. L + 70 ml aquades)
4. A4 = Konsentrasi 40% ( 40 ml ekstrak daun Annona
muricata. L + 60 ml aquades)
B. Pemeliharaan Serangga Uji
Larva Helicoverpa armigera H. stadium larva instar IV–V
sebanyak 20 ekor dari lapangan dipelihara di laboratrium. Larva tersebut
masing-masing di tempatkan dalam wadah plastik berdiameter 6 cm dan
diberi baby corn sebagai makanannya. Setelah 7–10 hari terbentuk pupa.
Pupa tersebut ditempatkan dalam wadah steril yang selanjutnya akan
berubah menjadi ngengat setelah ±14 hari. Ngengat ditempatkan dalam
wadah berdiameter 25cm dengan tinggi 30 cm dan didalam wadah
tersebut diberikan persiapan makanan dari madu yang digantungkan
pada gulungan kapas, dan dilengkapi dengan jambul jagung muda yang
dipersiapkan sebagai tempat bertelur. Ngengat bertelur pada jambul,
jambul jagung kemudian dipindahkan dalam wadah yang steril
berdiameter 15 cm, di dalam wadah tersebut diberikan baby corn
sebagai makanan. Telur berwarna putih kekuningan kemudian akan
berangsur-angsur menjadi hitam menjelang telur menetas. Stadium telur
4- 5 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva instar I berwarna putih
kekuning- kuningan dengan kepala berwarna hitam, berukuran 2-5 mm.
Stadium larva instar I berkisar 5-7 hari. Kemudian terbentuk larva instar
II. Warna larva ini kecoklat- coklatan kepala berwarna coklat, dengan
panjang badan 1-1,5 cm. Stadium instar II yaitu 4-6 hari. Mengalami
pergantian kulit ketiga terbentuk larva instar III. Larva instar III
berwarna coklat, tampak adanya bintik-bintik hitam dan berbulu.
Dengan panjang 1,5-2 cm. Stadium larva instar III ini digunakan sebagai
serangga uji.
C. Pengujian Ekstrak daun Annona muricata. L
Pengujian dilakukan dengan mencelupkan baby corn berukuran 4
cm ke dalam ekstrak daun Annona muricata. L dengan konsentrasi
tertentu, yakni 10%, 20%, 30%, 40% dan kontrol tidak dicelupkan. Baby
corn yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak tersebut masing- masing
ditempatkan dalam wadah lalu diangin-anginkan selama 5-10 menit,
selanjutnya larva Helicoverpa armigera H. instar III masing-masing
dipindahkan ke dalam wadah tersebut, (setiap wadah di masukkan satu
ekor Helicoverpa armigera H.) yang dibagi dalam lima perlakuan, dan
satu kontrol.
D. Pengamatan
Pada penelitian ini pengamatan dilakukan dengan mengamati
mortalitas larva Helicoverpa armigera H.
E. Analisis data
Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan terhadap
variabel yang diamati, data ditransformasi, kemudian dianalisis dengan
sidik ragam (ANOVA). Apabila berpengaruh, analisis dilanjutkan
dengan uji BNT α 0,05. Data dianalisis dengan menentukan nilai LC50
dan LT50 melalui analisis probit. LC50 digunakan untuk mengetahui
berapa ppm (part permillion) konsentrasi insektisida yang dapat
mengakibatkan kematian sebanyak 50% dari populasi serangga.
Sedangkan LT50 digunakan untuk mengetahui berapa jam waktu yang
dibutuhkan insektisida dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi
serangga.
DAFTAR PUSTAKA
Arip N, Yofi Kurniawan, Adi Anggoro. 2007. Pestisida Alami Dari Ricine Pada
Buah Jarak. http//www. Kemahasiswaan its. Ac.id files/ pkmi % 202006%
20ITS%20 Arip. Diakses tanggal 27 Juni 2014.
Baco, D dan Tandiabang, J. 1988. Hama Utama Jagung dan Pengendaliaannya.
Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Dadang. 1999. Sumber Insektisida Alami. Bahan Pelatihan Pengembangan Dan
Pemanfaatan Insektisida Alami. Institut Pertanian Bogor.
Desi, A. 2007. Pemanfaatan Biji Bengkuang sebagai Insektisida Alami.
http//www. Pkm.dikti. net/pkmi award 2006/pdf/pkmi 06 068.pdf. Diakses
tanggal 27 Juni 2014.
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta.
Kalshoven, L.G.F. 1981. The Pest Of Crops In Indonesia. Resived and Translated
by Van Deraan, P.A. PT Ichtiar Baru Von Hoeve. Jakarta.
Kardinan, A. 2005. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Mulyaman, S., Cahyaniati, dan Mustofa, T. 2000. Pengenalan Pestisida Nabati
Tanaman Holtikultura. Direktorat Jenderal Produksi Holtikultura Dan
Aneka Tanaman. Institut Pertanian Bogor.
Pabbage, M, S., N. Nonci, dan D, Baco. 2001. Keefektifan Trichogrammatoidea
baetrae fumata. Dalam Pengendalian Penggerek Tongkol Jagung
Helicoverpa armigera di lapangan. Laporan Hasil Penelitian Hama Dan
Penyakit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian
Tanaman Jagung dan Serealia lainnya. Maros.
Panda, N dan K.S., Gurdev. 1995. Host Plant Resistense to Insects. CABI dan
IRRI. Phillipines.
Purwono dan Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sudjijo, 2008. Budidaya Sirsak. Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Sumatera Barat.
Syahputra, E. 2001. Hutan Kalbar Sumber Pestisida Botani: Dulu Kini Dan
Kelak, http// tumouto. Net/3 semi. 12 edy saputra.html. Diaskes tanggal 27
Juni 2014.
Wiseman, BR. N.W. Wulstrom, and W.W. Mc. Millian. 1984. Increased seasonal
losses in field corn to corn earworm. J. Ca. Entomol Soc, 19, 41-43.