CONTOH METODE ILMIAH

18
Usai beras, pembasmi hama abal- abal ancam kualitas pangan era Jokowi Merdeka.com - Pengusaha makin resah dengan beredarnya berbagai macam produk pestisida abal-abal. Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Hama Indonesia (ASPPHAMI) mengaku masalah ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Ketua DPP ASPPHAMI Boyke Arie Pahlevi menuturkan, produk pestisida abal-abal tersebut banyak dibuat dalam industri rumahan maupun pabrik. Kurang kuatnya pengawasan pemerintah, juga mengakibatkan potensi pencemaran lingkungan. "Banyak sekali peredaran yang tidak memiliki izin, yang mana digunakan akan menimbulkan pencemaran mengganggu kesehatan," kata Boyke di Jakarta , Jumat (22/5). Guna mengurangi risiko penggunaan pestisida palsu, Boyke meminta agar pelaku usaha segera berbenah diri. Terutama melakukan sertifikasi standar mutu. "Jujur saja banyak industri pestisida yang belum memenuhi persyaratan mutu, ISO 9001, ISO 14000, ISO 18000," ujarnya.

description

METODE ILMIAH

Transcript of CONTOH METODE ILMIAH

Usai beras, pembasmi hama abal-abal ancam kualitas pangan era Jokowi

Merdeka.com - Pengusaha makin resah dengan beredarnya berbagai macam produk pestisida abal-abal. Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Hama Indonesia (ASPPHAMI) mengaku masalah ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Ketua DPP ASPPHAMI Boyke Arie Pahlevi menuturkan, produk pestisida abal-abal tersebut banyak dibuat dalam industri rumahan maupun pabrik. Kurang kuatnya pengawasan pemerintah, juga mengakibatkan potensi pencemaran lingkungan.

"Banyak sekali peredaran yang tidak memiliki izin, yang mana digunakan akan menimbulkan pencemaran mengganggu kesehatan," kata Boyke di Jakarta, Jumat (22/5).

Guna mengurangi risiko penggunaan pestisida palsu, Boyke meminta agar pelaku usaha segera berbenah diri. Terutama melakukan sertifikasi standar mutu.

"Jujur saja banyak industri pestisida yang belum memenuhi persyaratan mutu, ISO 9001, ISO 14000, ISO 18000," ujarnya.

Dia menambahkan aturan pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida dianggap usang. DPP ASPPHAMI mendesak pemerintah merevisi aturan yang terkandung dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 7 tahun Tahun 1973 tersebut.

Peraturan pestisida saat ini, lanjutnya, sudah berumur 42 tahun dan dirasa sudah tidak bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi saat ini pestisida sudah terbagi tiga, yakni untuk pertanian, rumah tangga, dan public health.

"PP ini sudah lama 42 tahun. Saya pikir sudah tidak sesuai, dari sisi mutu untuk pestisida beredar harus memiliki standar," kata Boyke.

Lemahnya peraturan soal pestisida begitu terasa pada bagian pengawasan, lantaran hanya dilakukan pemerintah. Pihaknya juga meminta agar dalam revisi nanti, aturan itu juga ditambah tentang pengaturan pengolahan limbah.

"Ini urgent. Sehingga dapat dikelola limbahnya sehingga tidak mencemari lingkungan," ungkapnya.

Atas desakannya itu, Boyke mengklaim mendapat dukungan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia dalam melakukan pertemuan dengan pemerintah untuk melakukan revisi. "Sudah mendesak penting. Kami dalam waktu dekat audensi Kementerian Pertanian (Kementan)," terangnya.

Langkah Jokowi ubah penjara politik Orba jadi lumbung beras

Merdeka.com - Dulu di era 70-an, masyarakat Maluku mengenal Pulau Buru sebagai hutan belantara dan dihuni oleh binatang buas. Sejarah itu berubah seiring dengan dinamika politik di Indonesia, sejumlah tahanan politik diungsikan di pulau ini setelah peristiwa Gerakan 30 September.

Pemindahan ini dilakukan karena tahanan di kota sudah tidak mampu lagi menampung tahanan politik yang jumlahnya ribuan. Meski status tahanan politik sudah dihapuskan di era Presiden Abdurahman Wahid, namun eks tahanan politik ini masih banyak bersisa di Kecamatan Savanajaya, 35 kilometer dari Ibukota Kabupaten Pulau Buru, Namlea.

Mereka mulai hidup normal dengan bertani dan berkebun. Tahun demi tahun dijalani para eks tahanan ini hingga Pulau Buru lebih 'hidup' dan dijadikan pusat pertanian dan perkebunan di Maluku. Potensi dua sektor ini pun menarik perhatian pemerintah pusat. 

Baru-baru ini Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mencanangkan tanam perdana penambahan areal jagung satu juta hektare di Desa Wanarejo kecamatan Waeapo Kabupaten Buru, Maluku.

"Tanam perdana jagung di Pulau Buru bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung pada tahun 2015 dan memperkecil impor jagung," katan Amran.

Untuk upaya khusus jagung tersebut Kementan juga memberikan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) seperti pemipil jagung 2.132 unit. Lalu pengering jagung vertical 209 unit, combine harvester 15 unit, flat bed dryer 35 unit. Bantuan tersebut merupakan tambahan kegiatan yang dananya bersumber dari APBNP 2015 senilai 16,9

triliun.

Bukan hanya Kementan, Presiden Joko Widodo pun ikut turun tangan. Presiden Joko Widodo(Jokowi) didampingi Ibu Negara Iriana mengunjungi Pulau Buru, Maluku. Dalam kesempatan ini, Presiden Jokowi mencanangkan penanaman padi dan peresmian Bendung Way Leman serta penyerahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), di Desa Wanareja, Gelar Way Apo, Kabupaten Buru.

Saat memberikan sambutan pada pencanangan itu, seperti dikutip dari situs resmi Sekretaris Kabinet, Presiden Jokowi menyampaikan tekadnya untuk menjadikan Kabupaten Buru sebagai penghasil beras terbesar di Maluku.

"Saya melihat sawah di sini merupakan sawah yang sangat subur, namun memang memerlukan penanganan yang intensif sehingga produksi beras di Provinsi Maluku ini, berasnya diambil diambil dari Pulau Buru, bukan dari provinsi lain," kata Presiden Jokowi, Jumat (8/5).

Ia menyebutkan, Bendung Way Leman yang diresmikannya merupakan bagian dari usaha untuk mencapai target Pulau Buru sebagai lumbung beras Maluku.

Di Pulau Buru sendiri, sesuai laporan dari Gubernur Maluku, Said Assegaf , ada sekitar lebih dari 10 ribu hektar lahan pertanian. Presiden Jokowi juga berjanji kembali dalam 2 tahun lagi, untuk melihat hasil pertanian Pulau Buru.

"Tolong undang Saya saat panen raya," pinta Presiden Jokowi.

Pertanian Jadi Andalan RI buat Berantas Kemiskinan

Pemerintah terus memerangi kemiskinan dengan berbagai upaya, termasuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian untuk menyerap tenaga kerja. Pasalnya sektor pertanian masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, menuturkan, menumbuhkan sektor pertanian merupakan salah satu jalan dalam mengentaskan kemiskinan di Tanah Air.

"Berilah kesempatan sektor pertanian bertumbuh. Ini bisa mengurangi jumlah orang-orang miskin di Indonesia, jadi harus berkonsentrasi penuh," ujarnya usai Paparan Pertumbuhan Ekonomi 2013 di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Menurutnya, sektor pertanian dipilih sebagai fokus pemerintah karena sebagian besar masyarakat miskin di Indonesia bekerja di sektor ini. "Rata-rata dari mereka adalah lulusan sekolah dasar (SD)," ucap Suhariyanto.

Berdasarkan data BPS, sektor pertanian pada Agustus 2013 menyerap tenaga kerja sebanyak 38,07 juta orang. Angka ini lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya, seperti sektor perdagangan yang menyerap 23,74 juta orang dan sisanya ada di sektor lainnya (pertambangan, konstruksi).

"Jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 38 juta orang, tapi pertumbuhannya relatif di bawah pertumbuhan ekonomi nasional," tukasnya.

"Bisa kita lihat jumlah penyerapan tenaga kerjanya 38 juta. Tapi pertumbuhan (sektor pertanian) relatif  bawah pertumbuhan ekonomi nasional cuma tiga persen.  Penduduk miskin sebagian besar di pertanian," ujarnya.

Pertumbuhan PDB di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan pada pada kuartal IV 2013 (YoY) sebesar 3,83% atau jauh di bawah sektor pengangkutan dan komunikasi yang

mencapai 10,32%, industri pengolahan 5,29% dan sektor lainnya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional secara kumulatif sebesar 5,78%. (Fik/Ndw)

Indonesia Kekurangan Penyuluh Pertanian

Indonesia ternyata banyak menemukan inovasi  dan teknologi terbaru di bidang pertanian. Namun sayang, hal itu tidak bisa diimplementasikan secara optimal karena kurangnya sosialisasi ke petani.

"Bagaimana temuan tersebut disosialisasikan, itu tugas penyuluh. Tapi sekarang ini kan jumlah penyuluh kita berkurang," jelas  Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Senin (30/9/2013). 

Rusman menyebutkan idealnya satu penyuluh bertugas khusus menangani satu desa. Tapi saat ini seorang penyuluh terpaksa menangani 2-3 desa. "Kalau desanya, desa pertanian itu bisa kewalahan dia sehingga ada keluhan dari petani kalau penyuluh tiarap pas ada serangan hama," jelas dia.

Untuk itu, Rusman mengaku pihaknya telah mengajukan permohonan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menambah formasi CPNS untuk penyuluh. Seharusnya setiap tahun jumlah penyuluh baru yang dibutuhkan sebanyak 2.000 orang, namun realisasinya jauh di bawah itu.

"Biasanya hanya ratusan, bahkan formasi yang diberikan jauh lebih rendah dari yang pensiun," ungkap Rusman. (Ndw)

RI Miliki Varietas Kedelai yang Lebih Unggul dari AS

Produksi kedelai Indonesia hingga saat ini masih kalah jauh dibandingkan Amerika Serikat. Padahal, Indonesia memiliki beberapa varietas kedelai yang memiliki produktivitas lebih unggul dibandingkan produk serupa dari Negeri Paman Sam. 

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Gedung Paramadina, Jakarta, Selasa (10/9/2013) mengatakan keunggulan produktivitas kedelai tersebut sayangnya tak dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah. 

"Tinggal persoalannya ada kesungguhan dari pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kedelai kita atau tidak," kata Enny.

Temuan INDEF mengungkapkan eberapa varietas kedelai lokal seperti Wilis, Slamet, Mahameru, Anjasmara yang ditanam di beberapa daerah seperti Malang, Kerawang, Majalengka, Lampung, Jambi, Kapuas, Maros Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara mampu diproduksi tiga hingga empat ton per hektare lahan.

Tingkat produktivitas kedelai lokal itu lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan serupa dari AS yang hanya mampu menghasilkan 2,7 ton per hektare. 

Sayangnya, kata Enny, saat ini petani di tanah air hanya mampu memproduksi kedelai sebanyak 1,3 ton per hektare, atau lebih rendah dibandingkan AS. Rendahnya produktivitas itu membuat produksi kedelai Indonesia hanya mampu menghasilkan 850 ribu ton per tahun. 

INDEF menilai, persoalan kedelai yang dialami perajin tahu dan tempe saat ini sebetulnya bermula dari ketiadaan lahan. Saat ini areal pertanian dengan luas mencapai sengaja dibiarkan menganggur karena tidak ada insentif pemerintah terhadap petani untuk meningkatkan

lahannya.

"Misalnya musim kemarau, irigasi tidak memadai, hasil produksi tidak menentu, dan harga jatuh saat musim panen, ini yang menyebabkan petani tidak mempunyai insentif untuk menanam. Apalagi proporsi kedelai dengan komoditas seperti jagung dan padi tidak kompetitif, sehingga menanam kedelai menjadi pilihan akhir bagi petani," kata dia. (Yas/Shd)

Dilanda Kemarau, Petani Gorontalo Merugi

Liputan6.com, Gorontalo - Akibat musim kemarau yang tak kunjung usai, sejumlah petani di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo mengalami kerugian. Pasalnya untuk mencukupi keperluan air untuk mengairi sawahnya, para petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyewa mesin penyedot air.

Kondisi itupun diperburuk dengan volume air di sejumlah kanal di Bone Bolango mengalami penurunan, akibat musim kemarau ini.

Menurut Utu, salah seorang petani, dirinya harus mengeluarkan biaya tambahan hingga ratusan ribu rupiah untuk menyewa mesin pompa air, untuk mengairi sawahnya.

“Ya jelas rugi mas, kemarin saya sewa alat penyedot air, itu harganya mahal, karena kalau tidak disiram tanaman saya kering” ungkap Utu, kepada Liputan.com, Selasa, (14/10/2014)

Selain itu Utu juga memorediksi juga musim kemarau ini akan terus volume air di sejumlah kanal di Bone Bolango mengalami penurunan, akibat musim kemarau ini.

Selain itu Utu juga memprediksi, juga musim kemarau ini akan terjadi dalam waktu yang lama, maka hasil panennya dipastikan akan menurun, bahkan bias jadi mereka akan gagal panen.(Nrm)

Kepala BPS Minta Jokowi Berani Lakukan Ini

Liputan6.com, Jakarta Presiden terpilih Joko Widodo  (Jokowi)   diminta membuat larangan konversi lahan pertanian yang subur sebagai komplek deretan perumahan saat nanti menjabat. Sebab kondisi ini sudah sangat mengancam ketahanan pangan Indonesia ke depan.

"Bikin aturan yang melarang terjadinya konversi lahan pertanian yang subur. Kalau mau bangun rumah di lahan kering saja, jangan di daerah pertanian yang masih produktif, tanahnya subur," ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin di Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Menurut Suryamin, pihaknya sangat mendukung penuh program Jokowi-Jusuf Kalla yang ingin membuka ribuan hektar lahan pertanian untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

"Program itu sangat bagus. Pak Jokowi   bisa menggunakan data dari kami yang sudah dihasilkan dari Sensus Pertanian dan lainnya. Misalnya untuk membuka lahan pertanian komoditas jagung di daerah mana saja dan sebagainya," jelas dia.

Saat ini, BPS tengah mengejar penyelesaian Sensus Pertanian 2013 yang baru mencapai tahapan ketiga. Sensus Pertanian dilakukan setiap 10 tahun sekali dan sudah masuk Sensus Pertanian keenam. (Fik/Nrm)

Misi Taiwan Bantu Pertanian RI

Liputan6.com, Jakarta - Pada Tanggal 9 Januari 2015, Taiwan Technical Mission (TTM) di Indonesia dengan Badan Besar Pelatihan Pertanian Lembang (BBPP) menandatangani kontrak kerja sama proyek bertajuk "Strengthening Incubator Agribusiness with Human Resources Development and Optimization of Horticultural Production for Farmers in Bandung".

Proyek ini merupakan Misi Teknik Taiwan dari Taiwan International Cooperation and Development Fund (ICDF) yang ditetapkan di Indonesia dalam jangka waktu panjang untuk membantu pembangunan pertanian dan ekonomi lokal.

Acara penandatanganan kontrak kerjasama ini dihadiri oleh Badan Besar Pelatihan Pertanian (BBPP), Taipei Economic and Trade Office (TETO), Biro Kerjasama Luar Negeri Departemen Pertanian, Otoritas pertanian lokal dan para petani.

Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri Mesah Tarigan berharap proyek ini bisa menjadi titik awal yang baik untuk kerjasama bilateral antara Taiwan dan Indonesia, melalui teknik pertanian Taiwan yang lebih unggul dapat membantu pemerintah Indonesia untuk membangun model pengembangan Agribisnis.

"Melalui bantuan Taipei Economic and Trade Office (TETO) mulai Januari 2015, memperluas ruang lingkup kerjasama teknologi pertanian dengan membawa pengalamanan kesuksesan pengembangan dan pembinaan Agribisnis ke Badan Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)," demikian ujar keterangan tertulis Taipei Economic and Trade Office (TETO) yang diterima Liputan6.com, 9 Januari 2014.

Dijelaskan bahwa TTM dan BBPP memperkuat kapasitas kelembagaan dan kemampuan pembinaan, meningkatkan kualitas pembinaan yang ada, membantu melatih tenaga pengajar atau guru, memperbaiki kesehatan bibit, mendirikan greenhouse dan Practic

Packing House.

"Pusat pelatihan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan pada petani untuk mempraktikkan secara langsung serta diikuti evaluasi mekanisme jangka panjang sehingga dapat meningkatkan pemahaman terhadap petani serta meningkatkan efektivitas hasil pelatihan."

Selaih itu, proyek kerjasama ini diharapkan dapat menjadikan BBPP sebagai pusat sarana utama bagi para petani untuk belajar teknologi pertanian maju dari Taiwan, tempat berbagi pengalaman, dan memberi kesempatan pada petani Indonesia lebih mengenal keunggulan pertanian Taiwan.

Pada jangka 4 (empat) tahun ini, Taiwan Technical Mission menjalin kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mendirikan "Agribusiness Development Centre" dengan produk binaan utama jambu kristal Taiwan, sayuran organik, sayuran oriental bernilai tinggi, serta memasarkan produk hasil ke Supermarket besar di Jabodetabek yang berhasil membuat brand 'Taiwan ICDF-IPB'

"Kerjasma Ini mendapat respon luar biasa bagus di berbagai acara dan pameran. Agribusiness Development Centre telah menjadi jendela informasi kerjasama antara Taiwan dan Indonesia, serta mendapatkan banyak pujian dari para pejabat dan masyarakat Indonesia," tandas TETO. (Riz)

Distribusi Pupuk Mandek Jadi Penghambat Swasembada Pangan

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menggelar rapat terbatas (ratas) membahas program swasembada pangan   bersama Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Selasa (24/12/2014) kemarin.

Ternyata selama ini, program swasembada pangan yang ditargetkan tercapai dalam 1-2 tahun terhambat masalah distribusi pupuk.

"Obrolannya masalah produksi pertanian. Jadi masalah bibit dan pupuk. Intinya sekarang inikan ada keterlambatan pupuk dan bibit kan kemarin sudah diselesaikan dengan penunjukan langsung. Nah untuk 2015 ini yang sudah dilaporkan tadi bagaimana bibit dan pupuk. Kesimpulannya adalah yang penting tepat waktu, tepat jumlah baik bibit maupun pupuk," kata Sofyan seperti dikutip Rabu (24/12/2014).

Untuk program swasembada pangan ini, pemerintah telah melakukan penunjukan langsung agar terhindar dari proses panjang dan penyelewengan tender. Bibit akan dikerjakan Pertani Persero dan PT Sang Hyang Seri, sementara pupuk dikerjakan PT Pusri dan PT Pupuk Indonesia.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan dari 14 provinsi di Indonesia, sebanyak 50 kabupaten bermasalah distribusi pupuknya. Pada 2015, pemerintah akan menggenjot untuk distribusi yang lebih baik.

"Masalah utama dalam distribusi pupuk adalah persoalan transportasi dan alokasi yang terlambat. "Katakanlah contohnya Kabupaten A 10 ton tapi butuhnya 7 ton, kan ada sisa 3. Karena egoisme sektoral ini tidak mau dipindahkan ke kabupaten lain. Yang seperti itulah contohnya sehingga membuat lambat," ujar Amran.

Amran menyampaikan keterlambatan distribusi pupuk mempengaruhi proses bercocok tanam. Bila terlambat 2 minggu, maka akan kehilangan 1 ton per hektar.

"Kalau ini dikali 5 juta hektar itu 5 juta ton. Itu sudah swasembada. Itu baru masalah waktu. Jadi saya tegaskan, saya usul tadi ke Pak Wapres, ke Pak Menko pupuk tidak boleh terlambat. Karena biaya sama tapi jumlahnya tetap bisa mengurangi produksi," tuturnya.

Ia juga menambahkan anggaran subsidi pupuk untuk tahun depan sebesar 9,5 juta ton atau senilai Rp 28 triliun, sedangkan subsidi pupuk sebesar Rp 2 triliun. Hal itu sudah disahkan dalam APBN-P 2015.

Selain itu, faktor lain yang bisa menghambat swasembada pangan adalah masalah irigasi di Indonesia yang rusak mencapai 52 persen atau setara dengan 3,3 juta hektar. Kemudian masalah benih pada 2014 serapannya hanya 20 persen. 

"Alhamdullilah setengah jam kami rapat karena kita hilangkan egoisme sektoral itu selesai. Sekarang sudah jalan (distribusi benih yang lebih baik). Saya harap ini tidak terulang kepada stakeholder termasuk Sang Hyang Seri, semoga tidak terulang di 2015," tegas Amran.

Buat Master List

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil memberikan solusi agar distribusi pupuk dan benih bisa tepat jumlah dan tepat waktu. Caranya adalah membuat master list atau daftar acuan.

"Yang penting tahun depan ini bikin master list. Sehingga nanti kabupaten apa,

tanggal berapa bisa datang itu pupuk. Master list ini disepakati oleh Menteri Pertanian dan PT Pupuk Indonesia," terangnya.

Sofyan menuturkan pula Wapres JK meminta salinan dokumen dari daftar acuan tersebut. Hal itu dapat memudahkan JK untuk memantau.

"Maka Pak Wapres katakan kirim satu copy ke sini nanti kita akan cek sekali-sekali. Itu nanti tahun 2015. Jadi dengan ada begitu tidak akan ada lagi keterlambatan," tandas Sofyan.(Silvanus/Nrm)