Contoh Naskah Psikiatri dari dr.Petrin
-
Upload
masitharamadhani -
Category
Documents
-
view
911 -
download
4
Transcript of Contoh Naskah Psikiatri dari dr.Petrin
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. D
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 21 tahun
Alamat : Jalan Kimia No. 9, Jakarta Pusat
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Datang ke RSCM : 8 Februari 2011
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 8 Februari 2011
A. Keluhan Utama
Tidak bisa tidur sejak 7 bulan sebelum berobat ke RSCM.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Sejak 7 bulan yang lalu pasien mengeluhkan tidak bisa tidur. Keluhan
biasanya disertai dengan perasaan cemas dan berdebar-debar. Pasien mengaku
sering mengkonsumsi ctm hamper setiap malam agar bisa tertidur. Keluhan ini
awalnya muncul dikarenakan pasien memiliki banyak tugas kuliah yang
membuat pasien khawatir tidak akan mampu menyelesaikannya.
Sebelumnya keluhan seperti ini juga pernah hilang timbul selama 4 tahun
belakangan ini tetapi tidak menetap seperti 4 bulan ini. Awalnya keluhan ini
timbul sejak pasien harus hidup merantau di Jakarta untuk melanjutkan kuliah
di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Pasien berasal dari
Yogyakarta dan keluarga pasien tinggal di sana. Di Jakarta pasien hidup
dengan seorang pembantu di sebuah rumah milik orangtuanya di dekat
kampus tempat pasien kuliah.
Saat 4 tahun yang lalu ketika keluhan ini muncul pasien berusaha
mendengarkan lagu-lagu pelan untuk membantunya tertidur dan tidak pernah
mengkonsumsi ctm, namun sejak 7 bulan ini mendengarkan lagu-lagu pelan
tidak banyak membantu pasien untuk bisa tertidur.
Ketika ditanya apa yang biasanya membuat pasien tidak bisa tidur, pasien
hanya berkata bahwa dia merasa cemas tetapi tidak begitu tahu apa yang
sebenarnya dicemaskannya. Perasaan itu sering muncul secara tiba-tiba dan
biasanya akan hilang dengan sendirinya. Apabila pasien sudah tertidur namun
tiba-tiba terbangun, pasien akan kesulitan untuk tidur kembali.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami trauma kepala, demam
tinggi, kecelakaan, dan kejang.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien menyangkal penggunaan obat-obat terlarang dan konsumsi
alkohol. Pasien juga menyangkal adanya riwayat merokok.
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Menurut pasien ia dilahirkan secara normal dengan usia kandungan
9 bulan dan tidak ditemukan kelainan pada persalinan.
2. Riwayat Masa Kanak Awal
Pasien diasuh oleh orang tua pasien. Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya
dan diberikan ASI selama 1 tahun. Pertumbuhan dan perkembangannya sama
dengan anak-anak seusianya saat itu.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan
Pasien diasuh oleh orang tua pasien beserta kedua saudaranya. Pasien
bersekolah di sekolah umum dan pergi sekolah diantar oleh supir.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pada masa remaja pasien seperti remaja pada umumnya. Ia mudah
bersosialisasi dengan teman-temannya. Tidak pernah ada masalah berat
yang dihadapinya. Pasien memiliki cukup banyak teman semasa di remaja
dan orang tua tidak mengekang pasien dalam bergaul. Pasien memiliki
beberapa teman dekat laki-laki dan perempuan.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat pendidikan
Pasien bersekolah SD, SMP, dan SMA di dekat rumah dengan
prestasi yang cukup baik. Semasa SD dari kelas 1-3 pasien mendapat
juara kelas, setelah itu pasien masuk ke dalam peringkat 10 besar.
Semasa SMP prestasi pasien menurun, menurut pasien dikarenakan
pasien terlalu banyak bermain. Waktu SMA prestasi pasien kembali
baik dan pasien belajar semaksimal mungkin untuk mencapai jurusan
yang ia mau.
b. Riwayat pekerjaan
Pasien belum bekerja.
c. Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah.
d. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam. Sholat setiap hari namun jarang 5 waktu.
e. Riwayat militer
Pasien menyangkal pernah mengikuti kegiatan militer.
f. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.
g. Riwayat psikoseksual
Orientasi seksual pasien adalah heteroseksual. Pasien mengatakan
tidak pernah mempunyai teman dekat perempuan. Saat ini pasien
mengaku memiliki hubungan dengan teman laki-laki satu kampus nya
sejak leih dari setahun yang lalu.
h. Aktivitas sosial
Pasien tidak memiliki kegiatan sosial baik di kampus ataupun di
lingkungan sekitar rumah.
i. Situasi kehidupan sekarang
Pasien tinggal bersama seorang pembantu di sebuah rumah di
Jakarta untuk menyelesaikan kuliah dimana keluarga pasien berada di
Yogyakarta. Sebelumnya pasien lahir dan dibesarkan di Yogyakarta,
tinggal bersama keluarganya. Kontrakan pasien terdiri atas 3 kamar tidur,
2 kamar mandi, 1 ruang tamu, satu ruang keluarga, satu dapur dan garasi
kapasitas 1 mobil. Pasien tidur di salah satu kamar di depan yang lebih
besar dari kamar yang lainnya. Pasien memiliki kendaraan pribadi berupa
mobil.
Setiap bulan pasien mendapat uang bulanan dari ibu nya berupa
sejumlah uang untuk biaya kehidupan sehari-hari beserta dengan gaji
pembantunya. Sejumlah uang tersebut dirasa pasien cukup untuk
memenuhi kebutuhannya tiap bulan. Ayah dan ibu pasien cukup sering
mengunjungi pasien.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Kakak pasien yang
pertama adalah seorang Manajer Keuangan di perusahaan milik ayahnya.
Adik perempuan pasien yang ketiga saat ini kuliah di salah satu perguruan
tinggi negeri di Yogyakarta, jurusan Kedokteran Gigi. Jarak pasien dengan
kakak pertamanya adalah 4 tahun dan jarak pasien dengan adik ketiga nya
adalah 2 tahun.
Ayah pasien adalah seorang pemimpin perusahaan keluarga
mereka. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien mengatakan bahwa
pasien paling dekat dengan ibu dibandingkan dengan ayah ataupun
saudara-saudaranya yang lain.
Di keluarga pasien, tidak ditemukan riwayat penyakit serupa atau
riwayat gangguan jiwa lainnya.
Keterangan :
= = laki-laki normal
= perempuan normal
= pasien
= perempuan meninggal
= tinggal dalam 1 rumah
7. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa sangat terganggu dengan keadaan nya sekarang dan
pasien merasa butuh bantuan dokter untuk bisa menyembuhkannya.
8. Persepsi keluarga terhadap penyakit pasien
Keluarga pasien tidak tahu mengenai keluhan pasien. Pasien takut
bercerita kepada keluarga karena tidak mau keluarga menjadi khawatir.
9. Impian, fantasi, dan cita-cita pasien
Pasien bercita-cita ingin menjadi seorang arsitektur yang handal
dan terkenal.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 8 Februari 2010.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang perempuan berpenampilan rapi, sesuai usia, rambut hitam dan
lurus sepunggung, kuku bersih dan tergunting rapi, kulit putih bersih,
berperawakan kurus. Secara umum penampilan pasien menunjukkan
bahwa pasien masih dapat merawat diri.
2. Perilaku dan aktivitas motorik
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan adanya gerak-gerik
yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata cukup baik. Pada awal pemeriksaan, pasien
terlihat sedikit ragu untuk bercerita. Tetapi dari pertengahan hingga akhir
pasien mulai becerita dan diselingi oleh tangisan.
B. Mood dan Afek
1. Mood : Hipotim
2. Afek : Luas.
3. Keserasian : Serasi
C. Pembicaraan
Pembicaraan pasien cukup spontan, volume suara cukup, intonasi dan
artikulasi suara baik. Tidak terdapat neologisme dan hendaya bahasa. Kadang-
kadang pasien sedikit lama menjawab pertanyaan pemeriksa (terlihat diam dan
berfikir cukup lama)
Kuantitas pembicaraan pasien baik dan kualitas pembicaraan cukup.
D. Gangguan Persepsi
Tidak ditemukan gangguan persepsi saat pemeriksaan.
E. Pikiran
1. Proses/bentuk pikir : asosiasi longgar.
2. Isi pikir : Tidak ditemukan gangguan isi pikir
F. Sensorium dan Kognisi
1. Taraf kesadaran dan kesigapan
Kesadaran kompos mentis, kesiagaan baik.
2. Orientasi
Waktu : baik, pasien mengetahui hari dan tanggal wawancara.
Tempat : baik, pasien dapat menyebutkan tempat perawatan.
Orang : baik, pasien dapat mengenali dokter yang memeriksa.
3. Daya ingat
Jangka panjang : baik, pasien mengingat alamat rumahnya.
Jangka sedang : baik, pasien dapat mengingat kegiatan yang
dilakukannya 3 hari lalu.
Jangka pendek : pasien dapat mengingat menu sarapan paginya.
Segera : pasien dapat mengingat apa yang dibicarakan
sebelumnya.
4. Konsentrasi dan perhatian
Baik, pasien dapat menghitung 100 dikurangi 7 dan seterusnya
sampai lima kali berturut-turut.
5. Kemampuan membaca dan menulis
Kemampuan pasien membaca dan menulis baik.
6. Kemampuan visuospasial
Baik, pasien dapat menggambar bola, segitiga dan segi empat.
7. Pikiran abstrak
Baik, pasien dapat mengartikan ungkapan berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ketepian.
8. Intelegensi dan kemampuan informasi
Baik. Pasien mengetahui presiden Indonesia dan gubernur DKI
Jakarta saat ini.
9. Bakat kreatif
Pasien memiliki kemampuan dalam menggambar dan mendesain
gedung.
10. Kemampuan menolong diri sendiri
Baik, pasien dapat makan, mandi, dan memasak sendiri.
G. Daya nilai dan Tilikan
1. Daya nilai sosial
Baik, pasien mengatakan bahwa mencekik orang tua itu tidak baik
2. Uji daya nilai
Baik, pasien mengatakan bahwa ia sebenarnya tidak boleh
mencekik leher bapaknya.
3. Penilaian realita
Terganggu, pasien tidak mengetahui bahwa suara yang didengar
dan orang-orang yang pasien lihat tidak nyata.
4. Tilikan diri
Derajat enam. Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan pasien datang
ke RSCM atas kemauannya sendiri untuk mendapat pertolongan dari
dokter.
H. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya karena pasien menjawab pertanyaan penanya
dengan baik dan jelas.
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Status Internus
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : afebris
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Kulit : Putih bersih
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Panjang
THT : Deformitas (-), tanda radang (-)
Gigi dan mulut : Higiene oral kurang
Leher : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Perut : Datar, lemas, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, edema -/-, tremor kedua tangan
(-), rigiditas (+)
Status Neurologikus
GCS : E4M6V5 = 15
Pupil : bulat, isokor, Ө 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Nervus kranialis : Kesan parese (-)
Motorik
Gejala ekstrapiramidal: Gaya berjalan dan postur normal
Akatisia (-)
Tardive dyskinesia (-)
Tremor (-)
Gangguan keseimbangan (-)
Rigiditas ekstremitas (-)
Gangguan koordinasi (-)
Sensorik : tidak ada gangguan sensibilitas
Otonom : inkontinensia uri et alvi (-)
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien mengancam akan membunuh kedua orang tua pasien dan
membakar rumah orang tua serta tetangga 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kemudian pasien diantar oleh bapak, abang, serta beberapa tetangga ke IGD
RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sebelumnya, pasien telah dibawa ke RS di daerah
Duren Sawit serta RSJ Grogol, tetapi ditolak dengan alasan penuh.
Menurut pasien, 15 jam sebelum masuk rumah sakit, bapak pasien
membakar seluruh buku dan kaset kesukaan pasien yang dibeli dengan hasil jerih
payah pasien sendiri. Pasien merasa kesal tapi diam saja. Kemudian pasien pergi
bekerja memasang kolam di rumah tetangga, kemudian bapak pasien datang
memanggil pasien dan menyuruh mandi supaya pergi bersama-sama bapak dan
abangnya berjalan-jalan ke mall. Namun, pasien bingung karena tempat yang
mereka kunjungi bukan mall melainkan rumah sakit.
Menurut keluarga, 9 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat
melempar asbak ke arah kaca jendela depan rumah sampai pecah seluruhnya. Saat
ditanya oleh bapaknya, pasien mengatakan bahwa yang memecahkan kaca adalah
tetangga yang lewat. Karena takut, bapak pasien menelepon salah satu abang
pasien untuk datang serta menyiapkan kendaraan untuk membawa pasien ke
rumah sakit. Sesampainya abang pasien di rumah, pasien diajak ke rumah sakit,
tetapi pasien menolak dan tiba-tiba mengamuk karena pasien merasa tidak sakit.
Pasien kemudian mengancam hendak membunuh orang tua pasien dan membakar
rumahnya dan tetangga. Akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit dengan tangan
diborgol dan kaki diikat dengan tali.
Perubahan perilaku pasien dimulai sejak istri pasien meninggalkan pasien
untuk bekerja sebagai TKW di Arab. Pasien mulai tidak bergairah mengerjakan
segala sesuatu dan keluar rumah kira-kira hanya sekali dalam sebulan kecuali jika
diminta ibu untuk berbelanja ke pasar. Dan pasien mengatakan mulai mendengar
suara-suara laki-laki, perempuan, anak-anak, serta hewan-hewan. Suara-suara itu
memerintahkan pasien hanya hal-hal baik, misalnya sholat, atau mengambilkan
cangkir, dll. Pasien mengatakan saat suara itu terdengar, pasien tidak melihat
orang yang berbicara dan tidak mengenal suara-suara tersebut. Tetapi pernah
sesekali, pasien mengatakan pernah mendengar suara bapaknya padahal pasien
merasa bapaknya berada sejauh 100 langkah dari pasien. Pasien juga mengatakan
bahwa pasien pernah melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh orang lain,
misalnya orang-orang tanpa kepala yang pasien ketahui sebagai korban
kecelakaan pesawat Mandala. Suara-suara dan hal-hal yang dilihat pasien itu
muncul secara kapan saja, saat pasien sedang santai ataupun sedang melakukan
aktivitas. Semua hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh keluarga pasien, yaitu
semenjak ditinggal istri pada tahun 1999, pasien mulai bertingkah aneh. Pasien
sering membongkar lantai kamarnya, melobangi dinding serta langit-langit, serta
memasang ubin yang lebih ditinggikan di kamar tidurnya untuk tempat sholat.
Saat bapak bertanya alasannya kepada pasien, pasien menjawab hal itu dilakukan
supaya suasana terasa lebih dingin. Keluarga juga sering mendengar pasien
berbicara dan tertawa sendiri. Selain itu, pasien juga sering mondar mandir dan
terlihat gelisah.
Pada bulan Oktober 2008, pasien pernah melempar lampu bohlam jalan
sehingga pecah. Saat ditanya alasannya, pasien mengatakan bahwa lampu bohlam
yang sudah mati sebaiknya dihancurkan saja karena tidak ada gunanya lagi. Tidak
ada suara-suara yang menyuruh pasien untuk melakukan hal tersebut.
Pada bulan Desember 2008, bapak pasien mengatakan bahwa pasien
pernah mencoba mencekik leher bapak saat sedang sholat. Tetapi bapak pasien
tetap melanjutkan sholatnya kemudian pasien melepaskan cekikannya. Setelah
pasien melepaskan cekikannya, bapak pasien bertanya mengapa melakukan hal
itu, kemudian pasien meminta maaf dan pergi meninggalkan bapak setelah diberi
rokok. Kemudian bapak pasien melihat pasien menangis.
Selama perawatan di PKL, pasien tampak tenang. Pasien mengatakan
masih mendengar suara orang yanng menyuruh pasien mandi, sholat, dll. Pasien
tidak pernah lagi melihat orang-orang tanpa kepala. Pasien merasa lebih senang
tinggal di PKL karena mempunyai banyak teman yang dapat diajak bercanda.
Dari pemeriksan status mental, didapatkan pasien seorang pria, berpenampilan
rapi, sesuai usia, rambut hitam ikal tersisir rapi, kuku bersih dan tergunting rapi,
kulit putih bersih, berperawakan kurus. Selama pemeriksaan, pasien
menundukkan kepalanya dan jarang melakukan kontak mata. Pasien bersifat
kooperatif terhadap pemeriksa. Mood pasien terlihat euthym dengan afek
menyempit namun tidak sesuai dengan isi pembicaraan. Pasien terkadang tertawa
kecil untuk hal-hal yang seharusnya tidak untuk ditertawakan.
Pembicaraan pasien spontan, volume suara cukup, intonasi dan artikulasi
suara baik. Kualitas dan kuantitas pembicaraan pasien juga baik. Saat
pemeriksaan, pasien sedang mengalami gangguan persepsi berupa halusinasi
auditorik dan halusinasi visual. Pasien spontan dalam menjawab tetapi terkadang
masih tersendat saat menjawab beberapa pertanyaan.
Kesadaran pasien compos mentis dan tidak ada kesulitan untuk
memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian terhadap stimulus
eksternal. Orientasi, daya ingat, serta konsentrasi dan perhatian pasien baik.
Pasien dapat membaca dan menulis. Pasien juga mempunya kemampuan
visuospasial yang baik.
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya kelainan.
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan riwayat gangguan pasien ditemukan adanya riwayat
gangguan persepsi dan pola prilaku yang secara klinis bermakna dan berkaitan
dengan suatu gejala yang menimbulkan suatu penderitaan maupun hendaya pada
berbagai fungsi psikososial. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan pasien menderita
gangguan jiwa. Dalam kasus ini, gangguan jiwa pada pasien sudah terjadi sejak 10
tahun yang lalu.
Diagnosis Aksis I
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pada pasien tidak ditemukan
adanya penyakit yang menimbulkan disfungsi otak sehingga gangguan mental
organik (F0) dapat disingkirkan. Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat
penggunaan zat psikoaktif dan konsumsi alkohol, sehingga gangguan mental dan
perilaku akibat zat psikoaktif (F1) dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan
beberapa hal yang mendukung kriteria diagnostik skizofrenia paranoid (F20),
yaitu adanya halusinasi auditorik dan halusinasi visual yang berlangsung sejak
sepuluh tahun yang lalu. Gangguan proses pikir, afektif, dan dorongan kehendak
kurang menonjol dibandingkan dengan gangguan persepsi berupa halusinasi.
Episode ini merupakan episode pertama yang berlangsung terus menerus tanpa
adanya fase sehat dan pasien belum pernah mendapatkan pengobatan dari dokter
spesialis kejiwaan. Oleh karena itu, diagnosis saat ini adalah skizofrenia paranoid
berkelanjutan (F20.X4).
Diagnosis Aksis II
Tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian yang khas maupun retardasi
mental pada pasien.
Diagnosis Aksis III
Tidak ada diagnosis.
Diagnosis Aksis IV
Pasien sejak 10 tahun yang lalu mengalami permasalahan dalam primary supprt
group, di mana istri pasien meninggalkannya secara tiba-tiba untuk menjadi TKW
di Arab.
Diagnosis Aksis V
Pada aksis V, dinilai kemampuan penyesuaian diri pasien dengan mengguanakan
GAF (Global Assesment of Functioning). GAF saat pemeriksaan 65, yaitu
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi secara umum
masih baik.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia Paranoid berkelanjutan
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Istri meninggalkan pasien secara tiba-tiba
Aksis V : GAF = 65
VIII. DAFTAR MASALAH
a. Organobiologis: Tidak ada
b. Psikologis: Riwayat halusinasi visual, proses dan bentuk pikir asosiasi
longgar
c. Lingkungan dan sosial ekonomi : Pasien tidak memiliki pekerjaan.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Faktor-faktor yang berpengaruh baik terhadap perjalanan penyakit pasien:
Onset penyakit pasien pada usia dewasa
Fungsi kognitif pasien yang masih baik
Kondisi fisik pasien yang baik dan kemampuan merawat diri sendiri
Tidak ada riwayat penyakit jiwa dalam keluarga
Kepatuhan pasien untuk minum obat secara teratur
Faktor-faktor yang berpengaruh buruk terhadap perjalanan penyakit pasien:
Pasien tidak segera mendapat pengobatan
Tilikan pasien masih rendah
Keluarga kurang memberikan dukungan dan belum mengerti sepenuhnya
tentang keadaan pasien
X. FORMULASI PSIKODINAMIK
Psikodinamik adalah suatu pendekatan konseptual yang memandang
proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi energi psikis, yang
berlangsung inter (antar orang) ataupun intraindividual (antara bagian-bagian
proses psikis). Berdasarkan definisi tersebut, psikodinamika berusaha
mempelajari struktur (kepribadian), kekuatan (dorongan), gerakan (aksi),
pertumbuhan dan perkembangan, serta maksud dan tujuan dari fenomena
psikologik yang ada pada seseorang.
Sigmund Freud memandang skizofrenia sebagai suatu respon regresif
terhadap frustasi dan konflik yang melanda seseorang di dalam lingkungannya.
Menurut Freud, konflik perlu dialami dalam batas tertentu agar seorang individu
belajar menunda keinginan dan menyadari realitas sehingga mampu mengatasi
masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya nanti. Namun jikalau konflik yang
dialami berlebihan dan derajatnya berat, maka perkembangan kepribadian
individu tidak akan optimal.
Freud mengajukan teori Conflict-defense model di mana skizofrenia
merupakan hasil dari konflik dan mekanisme defensi, konflik yang terjadi lebih
berat dan seringkali pasien menggunakan mekenasime defensi yang primitif
(berkembang lebih awal) seperti penyangkalan dan proyeksi. Fungsi ego pasien
skizofrenia mengalami regresi ke arah fase perkembangan sebelumnya atau
tingkat pembentukan dimana terjadi trauma psikologis pada masa lalu. Freud
mengatakan bahwa regrasi dan fiksasi ini terjadi pada fase preoedipal. Dalam
teori defensi milik Freud, sekuensi dari konflik, kecemasan dan defensi dianggap
cukup untuk dapat menimbulkan psikopatologi pada pasien skizofrenia.
Teori psikoanalisis lain mengatakan bahwa setiap gejala psikosis memiliki
makna simbolik bagi pasien. Misalnya, halusinasi timbul akibat ketidakmampuan
pasien dalam menghadapi kenyataan objektif dan menggambarkan ketakutan atau
keinginan pasien yang terpendam.
Pada umumnya, individu selalu atau senantiasa melakukan perbuatan dan
berperilaku sedemikian rupa dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, jika ia
mengalami masalah biasanya ia akan mengadakan perubahan terhadap situasi
yang dihadapi atau menghindar dan menjauhkan diri dari situasi yang dihadapi
atau berusaha dan belajar untuk hidup dengan ketidakamanan dan ketidakpuasan.
Dalam hal ini individu menggunakan mekanisme defensif untuk menghadapi dan
mengatasi masalah-masalah kehidupan tersebut. Dan bila ila seseorang kurang
berhasil mencapai pemuasan kebutuhannya dalam realitas dan kurang berhasil
menghindarkan ancaman kegagalan dalam realitas, ia dapat bergeser (atau
menggunakan) ke fantasinya.
XI. RENCANA TERAPI
1. Rawat di bangsal PKL RSCM
2. Psikofarmaka
Risperidone 2 x 2 mg
Triheksifenidil 2 x 2 mg
3. Psikoterapi
Terhadap pasien :
Memberikan informasi dan edukasi tentang penyakit yang diderita, yaitu,
gejala-gejala, dampak-dampak, faktor-faktor penyebab, cara pengobatan,
prognosis, dan kekambuhan untuk memperbaiki tilikan pasien.
Memotivasi pasien untuk meminum obat secara teratur dan pentingnya
meminum obat secara teratur.
Memotivasi pasien untuk mencari aktivitas untuk memenuhi waktu luang
dengan melakukan pekerjaan yang dia sukai.
Terhadap keluarga :
Memberikan informasi dan edukasi tentang penyakit yang diderita pasien,
gejala-gejala, dampak-dampak, faktor-faktor penyebab, cara pengobatan,
prognosis, dan kekambuhan sehingga keluarga dapat menerima kondisi
pasien dan mendukung pasien ke arah kesembuhan.
Mengajak seluruh anggota keluarga dan orang-orang terdekat pasien
untuk ikut berpartisipasi dalam penatalaksanaan pasien terutama dalam
mendukung kepatuhan pasien menjalankan terapi dan dalam
menghindarkan stresor dari pasien.
XII. DISKUSI
Sesuai dengan kriteria diagnosis pada Pedoman dan Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, maka diagnosis pada pasien ini adalah
skizofrenia paranoid berkelanjutan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
halusinasi pada pasien yang merupakan gejala yang lebih menonjol. Pada pasien
tidak ada kekacauan dalam perilaku, giggling, dan isi pikir yang kacau sehingga
tidak dapat digolongkan pada skizofrenia hebefrenik. Dari pemeriksaan fisik
umum dan neurologis juga tidak ditemukan kelainan yang menimbulkan disfungsi
otak sehingga gangguan mental organik (F0) dapat disingkirkan. Dari anamnesa
tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif. Oleh karena itu gangguan
mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F1) dapat disingkirkan. Pada pasien,
gangguan afektif tidak terlalu menonjol sehingga diagnosis skizoafektif dapat
disingkirkan.
Indikasi rawat inap pasien di bangsal psikiatri RSUPN Cipto
Mangunkusumo adalah adanya ancaman dari pasien untuk membunuh orang
tuanya serta membakar rumah sendiri dan tetangga. Selain itu, pasien
membutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka yang didapatkan pasien secara
intensif apabila dirawat inap.
Psikoterapi yang diberikan kepada pasien ini adalah jenis psikoterapi
suportif yang dapat memulihkan krisis yang pasien hadapi, menghilangkan gejala
dan mengembalikan ke situasi premorbid, membangun kestabilan psikis,
membantu pasien agar dapat beradaptasi dengan lingkungan ketika kembali ke
masyarakat, meningkatkan fungsi pasien dalam lingkungannya dan menciptakan
lingkungan yang dapat mendukung pengobatan pasien dengan adekuat.
Terapi psikofarmaka yang diberikan adalah risperidone yang termasuk
golongan antipsikotik atipikal. Pertimbangan pemberian obat antipsikotik antara
lain riwayat penggunaan obat sebelumnya, pilihan pasien, adanya efek samping,
gejala negatif, sensitivitas terhadap timbulnya gejala ekstrapiramidal, dan
kepatuhan pasien dalam meminum obat. Berhubung pasien ini belum pernah
mendapat obat antipsikotik sebelumnya, maka diberikan risperidone, karena untuk
episode pertama psikotik, pilihan obat yang dianjurkan adalah golongan
antipsikotik atipikal. Selain itu risperidone memberi efek samping ekstrapiramidal
yang minimal.
Dosis efektif risperidone adalah 4-8 mg per hari. Pada pasien ini
pemberian risperidone adalah 2 x 2 mg. Pemberian obat ini diteruskan selama 4-6
minggu dan apabila tidak ada perbaikan gejala maka dosis obat dapat
ditingkatkan. Selama pemberian dalam 3 minggu, pada pasien ini, terlihat efek
samping ekstrapiramidal, seperti tremor tangan, tremor lidah, rigiditas, dan
gangguan keseimbangan. Karena itu, ditambahkan antikolinergik, triheksiphenidil
(THP) untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal tersebut. Pasien merasa
lebih nyaman setelah minum obat (risperidone) dan keluhan halusinasi auditorik
dan visual mulai berkurang. Keluhan tremor dan rigiditas juga dirasakan pasien
berkurang setelah diberikan THP.
Pasien juga diberikan informasi dan edukasi tentang penyakit yang
dideritanya, yaitu gejala-gejala, dampak-dampak, faktor-faktor penyebab, cara
pengobatan, prognosis, dan kekambuhan untuk memperbaiki tilikan pasien. Selain
itu diberikan motivasi kepada pasien untuk meminum obat secara teratur dan
pentingnya meminum obat secara teratur, serta mencari aktivitas untuk memenuhi
waktu luang dengan melakukan pekerjaan yang dia sukai.
Keluarga pasien juga diberikan informasi dan edukasi tentang penyakit yang
diderita pasien, gejala-gejala, dampak-dampak, faktor-faktor penyebab, cara
pengobatan, prognosis, dan kekambuhan. Edukasi ini bertujuan supaya keluarga
mengetahui dengan jelas penyakit pasien dan dapat membantu pasien sehingga
dapat mendukung pasien ke arah kesembuhan.
Prognosis pasien ini secara ad vitam adalah bonam karena skizofrenia
paranoid berkelanjutan tidak membahayakan nyawa pasien dan pasien juga tidak
mempunyai riwayat menyakiti diri sendiri. Secara ad functionam, prognosis
menunjukkan dubia ad bonam karena berdasarkan beberapa studi hanya 10-20%
penderita skizofrenia yang dapat sembuh dan menjalankan aktivitas sehari-hari
dengan baik. Secara ad sanactionam, prognosis pasien adalah dubia ad bonam
karena penderita skizofrenia yang dirawat memiliki risiko tinggi kekambuhan.
Hal-hal yang berpengaruh baik terhadap perjalanan penyakit pasien adalah
onset penyakit pasien pada usia dewasa, fungsi kognitif pasien yang masih baik,
kondisi fisik pasien yang baik dan kemampuan merawat diri sendiri, tidak
ditemukan riwayat penyakit jiwa dalam keluarga, dan kepatuhan pasien untuk
minum obat secara teratur. Sedangkan hal-hal yang berpengaruh buruk terhadap
perjalanan penyakit pasien adalah pasien tidak segera mendapat pengobatan,
tilikan pasien masih rendah, keluarga kurang memberikan dukungan dan belum
mengerti sepenuhnya tentang keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik.F20-29 Skizofrenia,
Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham dalam Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
1993.
2. Kaplan HI, Saddock BJ, greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences /
Clinical Psychiatry. 9th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins. 2003.