CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan...

14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta 939 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU-AG HIGH-SULPHIDATION EPITHERMAL DEPOSIT IN BAKAN AREAN, NORTH SULAWESI Irsyad Jamaludin Widodo 1 , Cahya Wimar W 1 , Apit Dwi Cahya 1 1 Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta Jl. Padjajaran No.104 Ngropoh, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 *corresponding author: [email protected] ABSTRAK. Sebagian besar karakteristik endapan hidrotermal yang terbentuk melalui proses hidrotermal dipengaruhi oleh fluida asal . Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik dan lingkungan pembentukan endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi Au-Ag melalui mineralogi dan pendekatan karakteristik fluida asal. Beberapa parameter seperti batuan sumber, karakteristik mineralisasi, kehadiran alterasi dan mineral sulfida, kedalaman, suhu dan salinitas fluida asal. Metode yang dipakai adalah petrografi, mineragrafi, Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Analytical Spectral Devices (ASD) dan analisis inklusi fluida yang menghasilkan informasi tentang karakteristik dan lingkungan formasi. Daerah penelitian terletak di Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pemetaan geologis menghasilkan empat satuan batuan dari yang tertua yaitu lava andesit , tufa, breksi tufa, breksi diatrem dan breksi hidrotermal, yang berevolusi dari fasies vulkanik medial ke pusat. Dua orientasi arah dominan yang ditemukan adalah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya yang ditafsirkan sebagai jalur pra-mineralisasi dan cairan hidrotermal. Terdapat empat zona alterasi hidrotermal yaitu zona silisik (kuarsa, tridimit dan kristobalit), zona alunit-kaolin (halloisite, alunit, kaolinit, pirofilit, kuarsa dan dickit), zona kaolin (kaolinit, illit, monmorillonit, halloisit, klorit, dan dickit), dan zona klorit (klorit), dengan mineralisasi bijih ekonomi Au & Ag. Karakteristik endapan adalah tipe sulfidasi tinggi kontrol litologi dengan mineralisasi Au dalam matriks breksi hidrotermal, disseminasi pada breksi dan tuf diatrem. Proses alterasi dan mineralisasi terdiri dari dua tahap: tahap volatile-rich dan liquid-rich. Analisis inklusi fluida menunjukkan pembentukan mineralisasi pada kondisi salinitas fluida 0,36 - 1,08 Wt. % NaCl, berada pada kedalaman 305,5 - 1430,7 meter di bawah permukaan pada suhu mulai dari 230 0 C - 320 0 C dengan tekanan 27,7 - 111,5 bar. Kata Kunci : karakteristik ,high sulfidation,fluid inclusion. I. PENDAHULUAN Seiring berjalannya kegiatan eksploitasi bahan galian logam, maka berkurang pula cadangan yang sudah ada sehingga menuntut kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan yang baru. Proses magmatisme-hidrothermal terbukti menghasilkan cebakan mineral logam ekonomis, sehingga menjadi target utama kegiatan eksplorasi cebakan mineral logam. Cebakan mineral yang dihasilkan oleh proses hidrothermal memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh fluida hidrothermal pembentuknya (Pirajno, 2009). Karakteristik fluida tersebut dapat dimanifestasikan salah satunya melalui mineral- mineral yang dihasilkan. Sehingga pengamatan terhadap mineral-mineral hasil proses

Transcript of CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan...

Page 1: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

939 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU-AG

HIGH-SULPHIDATION EPITHERMAL DEPOSIT IN BAKAN AREAN,

NORTH SULAWESI

Irsyad Jamaludin Widodo1, Cahya Wimar W1, Apit Dwi Cahya1

1Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

Jl. Padjajaran No.104 Ngropoh, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAK. Sebagian besar karakteristik endapan hidrotermal yang terbentuk melalui proses

hidrotermal dipengaruhi oleh fluida asal . Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui

karakteristik dan lingkungan pembentukan endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi Au-Ag melalui

mineralogi dan pendekatan karakteristik fluida asal. Beberapa parameter seperti batuan sumber,

karakteristik mineralisasi, kehadiran alterasi dan mineral sulfida, kedalaman, suhu dan salinitas

fluida asal. Metode yang dipakai adalah petrografi, mineragrafi, Atomic Absorption Spectroscopy

(AAS), Analytical Spectral Devices (ASD) dan analisis inklusi fluida yang menghasilkan informasi

tentang karakteristik dan lingkungan formasi. Daerah penelitian terletak di Bakan, Kabupaten

Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pemetaan geologis menghasilkan

empat satuan batuan dari yang tertua yaitu lava andesit , tufa, breksi tufa, breksi diatrem dan

breksi hidrotermal, yang berevolusi dari fasies vulkanik medial ke pusat. Dua orientasi arah

dominan yang ditemukan adalah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya yang ditafsirkan

sebagai jalur pra-mineralisasi dan cairan hidrotermal. Terdapat empat zona alterasi hidrotermal

yaitu zona silisik (kuarsa, tridimit dan kristobalit), zona alunit-kaolin (halloisite, alunit, kaolinit,

pirofilit, kuarsa dan dickit), zona kaolin (kaolinit, illit, monmorillonit, halloisit, klorit, dan dickit),

dan zona klorit (klorit), dengan mineralisasi bijih ekonomi Au & Ag. Karakteristik endapan

adalah tipe sulfidasi tinggi kontrol litologi dengan mineralisasi Au dalam matriks breksi

hidrotermal, disseminasi pada breksi dan tuf diatrem. Proses alterasi dan mineralisasi terdiri dari

dua tahap: tahap volatile-rich dan liquid-rich. Analisis inklusi fluida menunjukkan pembentukan

mineralisasi pada kondisi salinitas fluida 0,36 - 1,08 Wt. % NaCl, berada pada kedalaman 305,5 -

1430,7 meter di bawah permukaan pada suhu mulai dari 2300C - 3200C dengan tekanan 27,7 -

111,5 bar.

Kata Kunci : karakteristik ,high sulfidation,fluid inclusion.

I. PENDAHULUAN

Seiring berjalannya kegiatan eksploitasi bahan galian logam, maka berkurang pula

cadangan yang sudah ada sehingga menuntut kegiatan eksplorasi untuk menemukan

cadangan yang baru. Proses magmatisme-hidrothermal terbukti menghasilkan cebakan

mineral logam ekonomis, sehingga menjadi target utama kegiatan eksplorasi cebakan

mineral logam. Cebakan mineral yang dihasilkan oleh proses hidrothermal memiliki

karakteristik yang dipengaruhi oleh fluida hidrothermal pembentuknya (Pirajno, 2009).

Karakteristik fluida tersebut dapat dimanifestasikan salah satunya melalui mineral-

mineral yang dihasilkan. Sehingga pengamatan terhadap mineral-mineral hasil proses

Page 2: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

940 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

hidrothermal dapat digunakan sebagai pendekatan dalam mengetahui karakteristik

fluida pembentuknya. Dalam kaitanya pada proses eksplorasi cebakan hidrothermal,

pemahaman mengenai fluida hidrothermal pembentuknya dapat dijadikan sebagai

informasi tentang genesa, proses dan lingkungan pembentukan cebakan. Genesa suatu

cebakan yang sedang di eksplorasi dijadikan sebagai acuan untuk pembuatan model

geologi dan cebakan yang berdampak pada penentuan model eksplorasinya. Penelitian

bertujuan untuk mengetahui karakteristik, lingkungan pembentukan dan genesa

mineralisasi Au-Ag pada tipe cebakan epithermal sulfidasi tinggi daerah Bakan melalui

pendekatan analisa inklusi fluida.

II. METODOLOGI

Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan geologi dan alterasi-mineralisasi di

lapangan dan disertai pengambilan contoh batuan. Contoh batuan guna analisa

mikroskopis dibagi menjadi contoh batuan segar, batuan alterasi hydrothermal dan

contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh

batuan segar untuk mengetahui ciri litologi penyusun mineraliasi, sedangkan analisa

pada contoh batuan alterasi hidrothermal untuk mengetahui ciri tipe alterasi yang

dihasilkan oleh proses hidrothermal. Sedangkan analisa mineragrafi dilakukan pada

sayatan poles contoh batuan bijih untuk mengetahui mineral opak dan sulfida. Analisa

ASD dilakukan untuk mengetahui jenis alterasi mineral lempung dan analisa AAS untuk

mengetahui kadar logam pada contoh batuan bijih. Analisa inklusi fluida dilakukan

pada 2 contoh batuan yang diambil pada zona pendidihan (boiling zone), untuk

mengetahui karakter fluida hidrothermal meliputi komposisi fluida, temperatur, tekanan

dan kedalaman proses pembentukan cebakan mineral. Selanjutnya hasil analisa

laboratorium pada contoh batuan diintegrasikan dengan peta geologi-alterasi-

mineralisasi permukaan untuk interpretasi karakteristik tipe cebakan dan genesa

pembentukanya.

III. LOKASI PENELITIAN

Daerah penelitian secara administratif terletak pada daerah Bakan, Kecamatan

Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara dan secara geografis

terletak pada UTM zona 51N .

Secara tatanan tektonik, daerah penelitian terletak pada zona megatektonik

lengan utara pulau Sulawesi .Lengan utara terdiri dari batuan busur vulkanik yang

berhubungan dengan subduksi Lempeng Laut Maluku ke arah barat pada Paleogen

Akhir sampai Neogen (Jezek dkk, 1981 dalam Coffield dkk, 1993).

Pola tektonik regional saat ini didominasi oleh sesar geser dan sesar anjak

(Gambar 1). Sesar Palu-Koro merupakan sesar geser mengiri, terbentang sejauh 750 km

(Tjia, 1978). Arah pergerakan dari sesar ini berhubungan dengan Sistem Sesar Sorong di

Irian Jaya melalui Sesar Balantak, Sesar Matano-Buru Selatan. Di selatan Sesar Palu-Koro

bergabung dengan Sesar Lawanopo, Sesar Kolaka, dan Sesar Kabanea (Simandjuntak,

Page 3: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

941 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

1996). Sesar Anjak Batui terjadi akibat tumbukan antara Platform Banggai-Sula dengan

Jalur Ofiolit Sulawesi bagian Timur saat Neogen (Simandjuntak, 1993b). Sesar ini

membatasi jalur ofiolit pada hanging wall dari mikro-kontinen di foot wall. Sesar Anjak

Poso merupakan kontak struktur antara Busur Metamorf Sulawesi tengah dan Busur

Magmatik Sulawesi Barat (Bemmelen, 1949). Sesar ini mengangkat metamorf tekanan

tinggi dari kedalaman zona Benioff ke atas busur magmatik pada saat Neogen.

Daerah lengan utara Sulawesi ini merupakan busur gunung api yang terbentuk

karena adanya penunjaman ganda yang terdiri dari lajur penunjaman Sulawesi utara di

sebelah lengan utara Sulawesi dan lajur penunjaman Sangihe timur di sebelah timur dan

selatan lengan utara. Penunjaman ini mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme

dan aktifitas vulkanisme yang menghasilkan batuan plutonik dan kerucut – kerucut

vulkanik muda (Simanjuntak, 1996).

Penunjaman tersebut mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme dan

aktivitas gunung api yang menghasilkan batuan plutonik dan gunung api yang tersebar

luas. Pada peta geologi lembar Kotamobagu ini, penunjaman Sulawesi Utara diduga

mulai aktif sejak awal Tersier dan menghasilkan busur gunung api Tersier yang

terbentang dari Tolotoli - Gorontalo sampai dekat Manado yang merupakan lajur

vulkanik api tua. Pada lajur di sebelah timur dan selatan hingga Sangihe merupakan

jalur pemunculan gunung api aktif seperti gunung api Tjolo di Pulau Una - Una.

Gunung api Tjolo ini pernah aktif pada tahun 1961 dengan mengeluarkan material

gunung api yang terdiri dari abu dan tufa lapili, dan menyisakan kawah G. Tjolo di

pulau Una - Una, (Katili J.A, 1980).

Struktur geologi yang dapat diamati yaitu berupa sesar (Gambar 1). Sesar normal

arahnya kurang beraturan namun dibagian barat lembar Kotamobagu cenderung

dengan arah Timur – Barat. Sesar mendatar berpasangan dengan arah NW – SE (Sesar

menganan) dan NE – SW (Sesar mengiri). Sesar mendatar terbesar adalah sesar

Gorontalo yang berdasarkan analisa kekar penyertanya menunjukan arah pergeseran

menganan. Beberapa zona sesar naik bersudut sekitar 30º dan dapat diamati dibeberapa

tempat, khususnya pada Batuan Gunungapi Bilungala.

Kerangka tektonik berupa sesar normal berarah Timur – Barat dan sesar

mendatar dengan arah NW – SE dan NE – SW diperkirakan mempengaruhi struktur

yang ada di daerah penelitian berupa sesar dengan ukuran yang lebih kecil dan rekahan

– rekahan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Geologi Daerah Penelitian

Stratigrafi

Daerah penelitian disusun lima satuan batuan dari tua ke muda, Lava Andesit

(Miosen khir), Tuf (Pliosen-Pistosen), Breksi Tuf (Pliosen-Plistosen), Breksi Diatrem, dan

Breksi Hidrotermal. Kemungkinan terbatasnya kandungan fosil dalam batuan yang ada

di lapangan, maka dalam penentuan umur satuan batuan yang ada di lapangan peneliti

Page 4: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

942 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

mengacu pada penelitian terdahulu (Hardjana I., 2012), sedangkan untuk menentukan

posisi stratigrafi batuan peneliti melakukan pengamatan dari data lapangan.

Struktur Geologi

Terdapat struktur kekar dan sesar pada daerah penelitian, kekar gerus

menunjukkan arah umum N0630E/32o dan N191oE/760 dan didapatkan orientasi arah

tegasan NorthEast – SouthWest. Struktur sesar dapat menjadi faktor pengontrol proses

alterasi dan mineralisasi di daerah penelitian sebagai jalan (channel way) fluida

hidrotermal untuk berinteraksi dengan batuan samping. Terdapat lima sesar yang dibagi

menjadi Sesar Durian 1 dengan pergerakan naik (N2860E/850), Sesar Durian 2 dengan

pergerakan kiri (N2300E.650), Sesar Durian 3 dengan pergerakan kiri turun (N2300E/750),

Sesar Durian 4 dengan pergerakan kanan naik (N1250E/600), Sesar CS1 dengan

pergerakan kanan turun (N1900E.800)

2. Alterasi dan Mineralisasi

Alterasi

Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses perubahan mineral - mineral terutama

pada batuan samping akibat proses hidrotermal. Zonasi perubahan mineral alterasi

mempunyai karakteristik dan pola yang unik sehingga dapat dikenali dan diidentifikasi.

Pola ini diawali dari zona yang terdekat dengan endapan bijihnya. Zonasi alterasi pada

daerah penelitian diawali dengan zona altersi Silisik, kemudian zona alterasi Alunite-

Kaolin, zonasi alterasi Kaolin, dan zona alterasi Chlorite. Hasil pengamatan megaskopis

dan analisa ASD (Analytical Spectral Devices) terhadap beberapa contoh batuan terubah di

lapangan menghasilkan 4 zonasi alterasi yaitu :

1. Tipe Silisik (ditandai dengan mineral kuarsa, ±tridimit dan ±kristobalit).

Tipe alterasi silisik ditandai dengan himpunan mineral silika (SiO2), seperti kuarsa,

±tridimit, dan ±kristobalit. Sebaran alterasi ini menempati area kecil dengan luasan 20%

dari luas daerah penelitian dan umum dijumpai pada sistem sulfidasi tinggi. Alterasi

silisik yang ditemukan di daerah penelitian telah mengalami alterasi kuat dan dapat

dijumpai pada litologi tuf, breksi diatrem dan juga breksi hidrotermal. Terbentuk paling

awal pada kondisi kaya volatil dan kemudian setelah fase kaya likuid alterasi ini

mengalami pelindian dan menjadi tekstur vuggy, bahkan bisa sampai terbreksikan,

sehingga membuka ruang pengendapan bagi logam - logam yang dibawa oleh larutan

hidrotermal. Pembentukan alterasi yaitu pada kondisi pH fluida larutan hidrotermal <2

dan suhu yang relatif tinggi 2000 – 3500 C (Corbett dan Leach, 1997). Pola sebaran alterasi

ini dipengaruhi oleh keberadaan struktur dan porositas batuan di daerah penelitian.

2. Tipe Alunite-Kaolin (ditandai dengan mineral halloisit, alunit, kaolinit, pirofilit,

kuarsa dan ±dickit).

Tipe alterasi alunite-kaolin ditandai dengan kehadiran himpunan mineral silika dan

lempung yang berdasarkan analisis ASD (Analytical Spectral Devices) didapatkan

Page 5: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

943 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

himpunan halloisit, alunit, kaolinit, pirofilit, kuarsa dan ±dickit. Pengamatan megaskopis

terhadap alterasi alunite-kaolin dapat dijumpai pada litologi tuf, breksi tuf, dan breksi

diatrem. Alterasi alunite-kaolin merupakan alterasi yang khas pada sistem sulfidasi tinggi.

Terbentuk pada fase kaya volatil setelah alterasi Silisik dan sebelum kaolin pada pH <4

dan pada suhu relatif cukup tinggi 2000 – 3000 C (Corbett dan Leach,, 1997). Alterasi

alunite-kaolin ini di lapangan menempati 35% dari luas daerah penelitian melingkupi

alterasi tipe silisik.

3. Tipe Kaolin (ditandai dengan mineral kaolinit, illit, monmorillonit, ±halloisit, ±klorit,

dan ±dickit).

Alterasi Kaolin dicirikan dengan kehadiran kumpulan mineral lempung yang

berdasarkan analisis ASD (Analytical Spectral Devices) didapatkan himpunan kaolinit, illit,

monmorillonit, ±halloisit, ±klorit, dan ±dickit. Kenampakan lapangan alterasi ini adalah

umumnya berwarna putih keabuan. Alterasi Kaolin terbentuk pada fase akhir saat fluida

hidrotermal kaya volatil keluar melalui rekahan pada saat post-magmatic dengan pH 4 - 5

dan pada suhu relatif rendah 2000 – 2500 C (Corbett dan Leach, 1997). Pola dari sebaran

alterasi kaolin pada daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi yang berkembang

dan porositas batuan pada daerah penelitian. Sebaran alterasi kaolin sekitar 40% dari

cakupan luas daerah penelitian. Kehadirannya sebagai pelingkup dari alterasi yang lain.

4. Tipe Chlorite (ditandai dengan mineral klorit yang menggantikan sebagian piroksen).

Alterasi Chlorite dicirikan dengan kehadiran mineral chlorite yang menggantikan

sebagian mineral piroksen pada batuan andesit. Alterasi chlorite ini tergolong alterasi

lemah. Kenampakan lapangan alterasi ini umumnya masih menunjukkan tekstur batuan

aslinya namun mulai muncul mineral klorit berwarna hijau. Alterasi Chlorite terbentuk

pada fase akhir saat fluida hidrotermal kaya volatil keluar melalui rekahan pada saat

post-magmatic pada temperatur relatif rendah 1200 – 2500 C dan pH 5 - 6 (Corbett dan

Leach, 1997).

Pola dari sebaran alterasi chlorite pada daerah penelitian dikontrol oleh struktur

geologi yang berkembang dan porositas batuan pada daerah penelitian. Sebaran alterasi

chlorite sekitar 5% dari cakupan luas daerah penelitian. Ditemukan hanya pada bagian

barat daerah penelitian dikarenakan jauh dari sumber hidrotermal dan menggantikan

sebagian piroksen pada lava andesit.

Mineralisasi

Dari hasil analisa mineragrafi (Gambar 7) mineral sulfida yang terbentuk pada

daerah penelitian adalah pirit, kalkopirit, sfalerit dan galena. Mineralisasi tersebut

menghasilkan unsur logam yang umumnya terkonsentrasi pada matriks breksi

hidrotermal ( Tabel 1 ).

3. Fluida Pembentuk Cebakan Hdrothermal

Hasil analisa inklusi fluida menunjukan pembentukan mineralisasi pada daerah

penelitian pada kondisi salinitas fluida sebesar 0,36 – 1,08 Wt. % NaCl berada pada

kedalaman 305,5 – 1430,7 meter dibawah permukaan purba (paleo surface) pada

Page 6: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

944 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

temperatur berkisar antara 2300– 3200 C dengan tekanan sebesar 27,7 – 111,5 bar (Tabel

2).

4. Karakteristik Tipe Cebakan

Mineralisasi di daerah penelitian merupakan tipe Au sulfidasi tinggi kontrol

litologi, dimana endapan bijih Au ekonomis terkumpul dalam matriks breksi

hidrotermal, pada tekstur vuggy dan disseminated pada batuan samping seperti breksi

diatrem dan juga tuf. Pada daerah penelitian, mineralisasi breksi hidrotermal jauh lebih

mendominasi dibandingkan mineralisasi pada batuan samping yang bertekstur vuggy.

Hal ini dapat dilihat pada data uji kadar dengan metode AAS.

Pada daerah penelitian, deposisi logam selain Au seperti Ag, Cu, Pb, Zn dan Hg

juga terbentuk tetapi jumlahnya tidak signifikan dan tidak ekonomis untuk ditambang.

Peneliti melakukan uji AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) untuk mendapatkan

data kadar logam Au dan beberapa unsur logam lain.

Dari hasil yang didapat dari pemetaan ataupun analisis laboratorium, Penentuan

karakteristik tipe endapan di daerah penelitian dilakukan penulis dengan cara

pendekatan terhadap parameter kunci yang mengarah pada tipe endapan tertentu

(Tabel 3). Penentuan tipe alterasi dan penentuan tipe endapan mengacu pada Corbett

dan Leach (1997) (Gambar 6).

Penentuan paragenesa mineralisasi di daerah penelitian dilakukan penulis

dengan cara pendekatan melalui identifikasi mineral ubahan yang terdapat pada daerah

penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter fluida serta suhu pembentukan

mineralisasi, kemudian analisa mineragrafi untuk mengetahui keterdapatan mineral

bijih yang bertujuan untuk mengetahui fase pembentukan mineralisasi dengan

didukung data dari analisa inklusi fluida untuk mengetahui lingkungan pembentukan

mineralisasi secara detil.

Setelah dilakukan identifikasi mineral ubahan pada daerah penelitian, diketahui

beberapa mineral ubahan yang terdapat pada daerah penelitian diantaranya adalah

alunit, jarosit, haloisit, kaolin, dikit, piropilit, silika, pirit, ilit dan klorit. Mineral ubahan

tersebut kemudian di plot pada tabel stabilitas mineral (white & Hedenquist, 1995)

menunjukkan bahwa sebaran mineral ubahan di daerah penelitian (garis merah) dengan

karakter fluida yang bersifat Acid sampai Netral (garis kuning) dengan kisaran suhu

antara 2200 – 3200 C (Gambar 7).

5. Genesa

Berdasarkan keterdapatan mineral bijih melalui analisis mineragrafi (Gambar 8),

maka dapat diketahui bahwa pada daerah penelitian terdapat 3 Fase pembentukan

mineralisasi secara hipogen dan satu fase pembentukan mineralisasi secara supergen.

Fase pertama yang ditunjukan dengan pembentukan mineral bijih berupa kalkopirit.

Fase kedua ditunjukan dengan terdapatnya mineral bijih berupa sfalerit yang mulai

mengeksolusi kalkopirit. Fase ketiga ditunjukan dengan terdapatnya mineral bijih

berupa galena yang sebagian telah terinklusi pirit dan terbentuknya mineral bijih berupa

Page 7: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

945 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

pirit. Mineralisasi hipogen tersebut yang terdapat pada daerah penelitian diikuti oleh

proses pengkayaan supergen (supergene enrichment) yang ditunjukan dengan terdapatnya

mineral hematit dan ghoetit.

Mineral bijih yang telah diketahui kemudian dikompilasi dengan hasil

pengukuran inklusi fluida supaya di dapatkan karakter dan kondisi pembentukan

mineralisasi pada daerah penelitian. Dari hasil analisa mineragrafi dengan analisa inklusi

fluida di dapatkan 3 fase pembentukan mineralisasi secara hipogen dan fase

pembentukan mineralisasi secara supergen (supergene enrichment) pada daerah penelitian.

Pembentukan mineralisasi secara hipogen pada fase pertama ditunjukan dengan

pembentukan mineral bijih berupa kalkopirit pada temperatur 3200 C pada kondisi

salinitas fluida sebesar 0,36 – 1,08 Wt. % NaCl berada pada kedalaman 1430.7 m dibawah

permukaan purba (paleo surface) dengan tekanan sebesar 111,5 bar. Fase kedua

ditunjukkan dengan terdapatnya mineral bijih berupa sfalerit yang mulai mengeksolusi

kalkopirit pada temperatur 2800 – 2900 C pada kondisi salinitas fluida sebesar 0,36 – 1,08

Wt. % NaCl berada pada kedalaman 758,7 – 894,3 m dibawah permukaan purba (paleo

surface) dengan tekanan sebesar 63,4 – 73,6 bar. Fase ketiga ditunjukan dengan

terdapatnya mineral bijih berupa galena yang sebagian telah terinklusi oleh mineral pirit

pada temperatur 2400 C pada kondisi salinitas fluida sebesar 0,54 Wt. % NaCl berada

pada kedalaman 371,7 m dibawah permukaan purba (paleo surface) dengan tekanan

sebesar 33,1 bar.

Pembentukan mineralisasi secara supergen (supergene enrichment) terjadi pada

temperatur <1000 C, terjadi karena mineral bijih yang terekspos di permukaan mengalami

erosi, maka mineral bijih tersebut akan mengalami proses pelapukan, kemudian air

permukaan akan mengoksidasi mineral bijih yang terekspos dan menghasilkan larutan,

larutan tersebut akan melarutkan mineral mineral lainnya, larutan hasil oksidasi yang

turun kebagian bawah permukaan ini akan membentuk suatu zona yang disebut zona

pengayaan atau disebut zona supergen (supergene enrichment zone) (Gambar 9).

V. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

- Litologi penyusun daerah penelitian dibagi menjadi lima satuan batuan. Berurutan

dari tua ke muda adalah Lava Andesit (Miosen Akhir), Satuan Tuf (Pliosen –

Plistosen), Satuan Breksi Tuf (Pliosen – Plistosen), Satuan Breksi Diatrem, dan Satuan

Breksi Hidrotermal.

- Arah Tegasan North East- South West yang didapatkan dari analisa kekar, bekerja

membentuk deformasi berupa kekar dan sesar pada daerah penelitian.

- Himpunan Mineral pada daerah penelitian dibagi menjadi empat zonasi alterasi

yaitu Zona Alterasi Silisik (kuarsa, tridimit, dan kristobalit), Zona Alterasi Alunite-

Kaolin (halloisit, alunit, kaolinit, pirofilit, kuarsa dan dickit), Zona Alterasi Kaolin

(kaolinit, illit, monmorillonit, halloisit, klorit, dan dickit), dan Zona Alterasi Chlorite

(klorit).

Page 8: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

946 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

- Pola mineralisasi utama di daerah penelitian terdapat pada tekstur vuggy,

disseminated pada batuan samping dan breksi hidrotermal yang dikontrol oleh litologi

pada daerah penelitian. Mineralisasi logam pada daerah penelitian antara lain Au,

Ag, Cu, Pb, Zn dan Hg

- Terdapat 3 fase pembentukan mineralisasi secara hipogen dan fase pembentukan

mineralisasi secara supergen (supergene enrichment).

DAFTAR PUSTAKA

Arribas A., 1995, Characteristics Of High-Sulfidation Epithermal Deposits, And Their

Relation To Magma Tic Fluid. Magmas, Fluids, and Ore Deposits, Ed.: J.F H.

Thompson - Mineralogical Association of Canada Short Course Vol. 23 (1995)

Apandi, T. dan Bachri, S., 1997, Peta Geologi Lembar Kotamobagu, skala 1:250.000, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Corbett, G.J. dan Leach T.M., 1997, Southwest Paciific Rim Gold-Copper Systems:

Structure, Alteration, and Mineralization. Australasian Institute of Mining and

Metallurgy, 5/97

Corbett G.J., 2018, Epithermal Gold-Silver and Porphyry Copper Gold Exploration, Short Course

Manual, incomplete Draft Februari 2018 www.corbettgeology.com

Guilbert, J M. dan Park, C. F., 1986, The Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman

Howard A. D., 1967, Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summation.

American Association of Petroleum Geologist Bulletin, 51,2246-2259

Pirajno. F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral System, Perth, Springer

Satyana A. H.,2006, Post-Collisional Tectonics Escape in Indonesia: Fashioning the

Cenozoic History, Proceeding PIT IAGI Riau 2006. The 35th IAGI Annual Convention and

Exhibtion , Pekanbaru

Simanjuntak, T.O, 1996, Contrasting Tectonic Style in The Neogene orogenic Belt of

Indonesia, Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Publication No.

106,pp. 185-201

Simanjuntak, T.O, 1993b. Neogene Tectonics anda Orogenesis of Indonesia, Journal of

Geologyand Mineral Resources, 20, 2-32

Tjia H.D., 1978. ActiveFault in Indonesia, Geological Society of Malaysia Bulletin, 10

Desember 1978;00. 73-92

Van Bemmelen, RW., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1A, Government Printing Office,

732 h.

White,N. C. dan Hedenquist,J. W., 1995, Epithermal Gold Deposit: Styles, Characteristic

and Exploration, SEG Newsletter, No 23,pp.1,9-13.

Page 9: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

947 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Tabel 1. Hasil uji AAS logam Au, Ag, Cu, Pb, Zn dan Hg

Tabel 2. Hasil Pengukuran Dan Perhitungan Inklusi Fluida

Tabel 3. Karakteristik Tipe Endapan Daerah Penelitian

Page 10: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

948 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 1. Kerangka Tektonik Sulawesi (Satyana, 2006)

Gambar 2. Singakapan yang menunjukkan alterasi silisik (A) Alterasi Silisik bertekstur vuggy

pada litologi tuf, (B) Alterasi silisik bertekstur vuggy pada litologi tuf, (C) Alterasi silisik bertekstur

vuggy pada litologi breksi diatrem, (D) Alterasi silisik pada litologi breksi diatrem, (E) Alterasi

silisik bertekstur vuggy pada litologi breksi hidrotermal, (F) Alterasi silisik bertekstur vuggy pada

litologi breksi hidrotermal.

Lokasi Penelitian

Page 11: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

949 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 3. Singkapan yang menunjukkan Alterasi Alunite-Kaolin. (A) Foto parameter alterasi

alunite-kaolin pada litologi tuf, (B) Foto parameter alterasi alunite-kaolin pada litologi tuf,(C) Foto

parameter alterasi alunite-kaolin pada litologi breksi tuf, (D) Foto parameter alterasi alunite-kaolin

pada litologi breksi tuf, (E) Foto parameter alterasi alunite-kaolin pada litologi breksi diatrem, (F)

Foto parameter alterasi alunite-kaolin pada litologi breksi diatrem.

Gambar 4. Singkapan yang menunjukkan Alterasi Kaolin. (A) Foto parameter alterasi kaolin, (B)

Foto parameter alterasi kaolin,(C) Foto parameter alterasi kaolin,(D) Foto parameter alterasi kaolin.

Gambar 5. Tipe Alterasi Chlorite di Daerah Penelitian. (A) Foto parameter alterasi chlorite, (B) Foto

sample alterasi chlorite.

Page 12: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

950 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 6. Karakteristik zona Alterasi tipe Sulfidasi Tinggi (Arribas 1995)

Gambar 7. Ploting mineral ubahan pada tabel stabilitas mineral (White & Hedenquist,1995)

Keterangan gambar : -Garis merah menunjukan keterdapatan mineral ubahan pada daerah

penelitian -Garis kuning menunjukan keadaan suhu relatif pembentukan mineral ubahan pada

daerah penelitian.

Page 13: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

951 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 8. Foto Mikrografi Sayatan Mineragrafi Pada Sampel Daerah Penelitian Keterangan

gambar : -A : Sampel pada LP39; B : Sampel pada LP83; C, D : Sampel pada LP224

-py : pirit; cpy : kalkopirit; spl : sfalerit, gal; galena.

Gambar 9. Ploting mineral bijih pada tabel paragenesa dikompilasi dengan suhu hasil analisa

inklusi fluid. Keterangan gambar : -garis hitam tebal menunjukan pembentukan mineral bijih pada

daerah penelitian -garis hijau menunjukan tahapan pembentukan fase mineralisasi pada daerah

penelitian.

Page 14: CHARACTERISTICS AND ENVIRONMENT OF FORMATION OF AU … F... · 2020. 2. 12. · contoh batuan bijih. Analisa petrografi dilakukan pada sayatan tipis 0.03 mm contoh batuan segar untuk

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F012UNP TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

952 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage

Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Gambar 10. Peta Geologi dan Alterasi 3D tanpa skala daerah penelitian