Case Patologi
-
Upload
santri-dwizamzami-nasution -
Category
Documents
-
view
20 -
download
3
description
Transcript of Case Patologi
KASUS PATOLOGIS
PTERIGIUM
Pembimbing:
dr. Azrief Arhamsyah Ariffin, Sp.M
Penyusun:
Rahma Saputra
(030.06.206)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata
RSUD dr. Marzoeki Mahdi Bogor
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti JAKARTA Juli 2012
STATUS PASIEN POLI MATA RSUD MARZOEKI MAHDI
A. ANAMNESIS
I. Identitas
Nama : Ny.I
Umur : 28 tahun
Alamat : Kp. RSMM, Kel.Menteng Bogor Barat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Pernikahan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : S1
Datang ke Poli Mata : 12 Juli 2012
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kepoli Mata RS MM dengan keluhan terdapat seperti selaput pada
mata kiri pasien sejak 1,5tahun yang lalu. Keluhan tersebut juga diikuti dengan rasa
pegal dan seakan akan ada yang mengganjal pada mata kiri pasien. Diakui pasien
terkadang mata kirinya terasa gatal dan merah, dan terkadang menggangu
penglihatan.
1 tahun yang lalu pasien pernah berobat dengan keluhan yang sama. Oleh karena
pasien sibuk dengan kesehariannya sehingga tidak kontrol rutin. Untuk Mata kanan
tidak ada keluhan. Keluhan lain seperti perih, sakit kepala disangkal oleh pasien.
Keluhan seperti nyeri mata saat pergerakan, penglihatan warna, penglihatan ganda
disangkal oleh pasien. riwayat sakit mata berair, mata merah, keluar kotoran dan
gatal disangkal oleh pasien. riwayat trauma disangkal oleh pasien.
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah memiliki riwayat seperti ini sebelumnya. Hanya saja
keluhan tersebut memang sudah dirasakan pasien sejak 1tahun lebih yang lalu.
Riwayat penyakit Kencing Manis dan darah tinggi,serta alergi obat-obatan tertentu
disangkal.
1
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibunya pernah memiliki riwayat serupa. Pasien mengatakan di keluarganya tidak
ada riwayat kencing manis ataupun hipertensi.
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Thyroid ttm,
Thorax : cor : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
pulmo : SN vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : supel, hangat, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+ ,
STATUS GENERALIS dalam batas normal.
II. Status Lokalis
OD OS
Palpebra :
Skuama - -
Edema - -
Luka robek - -
Konjungtiva : Terdapat selaput +
Warna bening Agak merah
Injeksi - -
Pigmen - -
Penebalan - -
Benda asing - -
Sekret - -
Edema - -
Kornea :
Jernih + +
Benda asing - -
2
Infiltrat - -
Sikatriks - -
Arcus senilis + +
Striae - -
COA :
Isi Normal Normal
Volume Normal Normal
Iris :
Warna Coklat Coklat
Kripta + +
Pupil :
Besar ± 3 mm ± 3 mm
Warna Hitam Hitam
RCL / RCTL + / + - / -
Posisi Ortoposisi Ortoposisi
IOL - -
Lensa : Jernih Keruh
Gerak Bola Mata :
Visus : 1,0 0,8
C. DIAGNOSIS
OS Pterigium Stadium II
D. TERAPI
??
3
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pterygium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif 1.Menurut Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva bulbi patologik yang
menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea
dengan puncak segitiga di kornea 2. Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang
artinya “wing” atau sayap. Insidens pterygium di Indonesia yang terletak digaris ekuator, yaitu
13,1%. Diduga bahwa paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
pterygium. 3
Gambar 1. Pterygium4
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa
tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak2. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia
dekade dua dan tiga 5. Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak 31 – 40 tahun
yaitu 27,20%. 6
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV 7
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini
meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan
bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain
juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama
kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali
lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan 5.
4
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium 5.
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap
rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.
PATOFISIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa teori tentang patogenesis pterygium yang
berkembang sekarang teori degenerasi, inflamasi, neoplasma, tropik ataupun teori yang
menghubungkan dengan sinar UV 7
KLASIFIKASI
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan pterygium
dibagi menjadi :
1 Derajat I : hanya terbatas pada limbus
2 Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea
3 Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam
keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4 Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
GEJALA KLINIK
Pterygium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering berair
5
dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan keluhan
gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia. , Biasanya penderita
mengelukan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau
alasan kosmetik, Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal 1,9,3
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding berupa pseudopterygium
TATALAKSANA
Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika
pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang
melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 yang
telah mengalami gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau
suatu tetes mata dekongestan Lindungi mata yang terkena pterygium dari sinar matahri, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila
perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam
bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu control dalam 2 minggu dan bila telah
terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, edisi kedua. Jakarta: Balai Penelitian FKUI,2003. 119-120
2. Hamurwono GD, Nainggolan SH, Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan
Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, 1984. 14-17
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Editor Tahjono. Dalam panduan
manajermen klinik PERDAMI. CV Ondo Jakarta; 2006. 56 – 58
4. ________________. http://www.drojos.com/mmora/enf_parpado.htm . diakses 20 mei 2009
5. Tan D T.H Ocular Surface Diseases Medical and Surgical Management. New York:
Springer, 2002. 65 – 83
6. Raihana. Karakteristik penderita pterygium dipoliklinik mata RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru Periode Januari 2003 – Desember 2005. Pekanbaru ; FK UNRI, 2007
6
7. _______________. http://www.who.int/uv/faq/uvhealtfac/en/index3.html . diakses 20 mei
2009
8. Putra AK. Penatalaksanaan pterygium Atmajaya. 2003 : 2 : 137 – 147
9. Duffek Catherine . Pterygium.http://healthlibrary.epnet.com/GetContent.aspx. diakses 20
mei 2009
7