Case Dr Oki Fitriani SpA MSc
-
Upload
muamar-benjamin -
Category
Documents
-
view
77 -
download
2
Transcript of Case Dr Oki Fitriani SpA MSc
Presentasi kasus
MORBILI
Oleh :
Mu’amar
1102009176
Pembimbing :
dr. Oki Fitriani, Sp.A M.Sc
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SERANG
PERIODE 6 JANUARI 2014 – 15 MARET 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi nikmat
begitu besar kepada kita sampai saat ini serta hidayah dan kesempatannya sehingga
saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Morbili” dalam rangka
memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di Rumah
Sakit Umum Daerah Serang periode 6 januari 2014 – 15 maret 2014.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada dr. Oki Fitriani, Sp.A yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
saya ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dan memotivasi
saya hingga saat ini, serta kepada teman-teman saya yang sedang menjalani
kepaniteraan di RSUD Serang.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf apabila dalam
penulisan presentasi kasus ini banyak mengalami kekurangan. Segala saran dan
kritik rekan-rekan akan saya terima agar dapat menjadi lebih baik lagi untuk
kedepannya. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
sekalian.
Serang, Februari 2014
Mu’amar
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................... ........ 1
Daftar Isi .......................................................................................... 2
Presentasi Kasus .......................................................................................... 3 - 12
Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 13 - 26
Daftar Pustaka .......................................................................................... 27
BAB I
1. IDENTITAS
Nama : An. N
Umur : 4,1 tahun’
Tempat/Tanggal lahir : Serang / 17 Februari 2009
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kavling Citra Pelamunan Indah RT/RW 05/01 Kramat Watu,
Serang
Agama : Islam
No RM : 00.11.10.67
Tanggal masuk : 21 januari 2014
Tanggal keluar : 25 januari 2014
Nama ayah : Tn. B
Pekerjaan : Polisi
Pendidikan terakhir : S1
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Bidan
Pendidikan terakhir : D3
2. A NAMNESA
Alloanamnesa oleh ibu pasien pada tanggal 23 januari 2014
Keluhan utama : Demam
Keluhan tambahan : Batuk , pilek
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD Serang diantar keluarga dengan keluhan adanya demam,
batuk dan pilek sejak 3 hari smrs. Demam dirasakan naik turun sejak 3 hari smrs.
Sebelumnya pasien sudah diberikan obat oleh ibunya yang kebetulan seorang bidan, akan
tetapi demam masih tetap naik turun. Demam dialami oleh pasien tanpa disertai dengan
adanya kejang. Keluhan tanda – tanda perdarahan pada saat demam seperti gusi berdarah,
muntah darah, dan mimisan juga disangkal oleh keluarga pasien.
Batuk berdahak disertai pilek juga dialami pasien sejak 3 hari smrs. Ibu pasien
juga telah memberikan obat, akan tetapi keluhan yang dialami pasien tetap sama.
Saat pasien sudah menjalani rawat inap pada hari pertama, pasien masih
merasakan demam kemudian ibu pasien mengeluhkan mata pasien menjadi merah dan
adanya bintik – bintik yang berbenjol kecil yang mulai bermunculan disekitar punggung
belakang. Yang awalnya bintik bintik mucul mulai dari telinga belakang.
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga pasien
Riwayat Kehamilan Ibu :
Riwayat hamil kontrol teratur ke dokter
Riwayat Kelahiran :
Riwayat pasien lahir di dokter dengan persalinan normal, Pasien lahir langsung menangis
dan tidak ada cacat maupun trauma. Ibu lupa berat badan lahir, panjang badan lahir dan
lingkar kepala pasien saat lahir.
Riwayat Imunisasi :
Pasien sudah diimunisasi secara lengkap
3. P EMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Heart rate : 112x / menit
Respirasi : 22 x/ menit
Suhu : 38,5 0c
Berat badan : 14 kg
Panjang badan : 95 cm
Status Gizi :BB/(TB)2 = 93 %
Status generalis
Kulit : - turgor : baik
- warna : sawo matang, tidak pucat
Kepala : normocephal , rambut tumbuh teratur dan tidak mudah di
cabut
Mata : Sclera ikterik -/- , reflex cahaya +/+, Mata cekung -/-,
Conjungtiva hiperemis +/+
Telinga : Secret -/-
Hidung : pernapasan cuping hidung -/-, secret -/-, deviasi septum -/-
Mulut : bibir tampak kering, sianosis (-), stomatitis (-), lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemis, tonsil T1 – T1 tenang, Koplik’s spot (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula kiri
Perkusi : batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
batas kiri jantung di sela iga 4 garis midclavicula kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus vokal dan fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, Rhonki +/+, Whezing -/-
Abdomen
Inspeksi : tampak perut datar
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : Timpani di ke empat kuadran
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba,turgor kulit baik
Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), nadi teraba kuat, tampak
bintik-bintik merah
Bawah : akral hangat, edema (-), sianosis (-), nadi teraba kuat
Genitalia : tidak dilakukan
Anus : tidak dilakukan
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah Rutin pada tanggal 29 juli 2013
Hb = 12,1 g/dl leukosit = 4.010 /ul GDS : 81
Ht = 36,9 % trombosit = 166.000/ul
5. Diagnose kerja
Morbili + Bronkopneumonia
6. Penatalaksaan
IVFD 2A + ½ Antrain -> 1000 cc/ hr
Inj Ranitidin 15 mg / inj / iv
Isoprinosin 3 X ¾ cth
Cetirizin tab 1 x 1/3 tab
Rhinatiol 3 x ½ cth
Parasetamol syr 3 x 1 ½
Salycil talc
7. Prognosis
Qua ad vitam : bonam
Qua ad functionam : bonam
LEMBAR PERJALANAN PENYAKIT / FOLLOW UP
Nama : Nathania D No. RM : 11.10.67 Ruang : F2
Umur/kelamin : 4th/perempuan Kelas : Utama
Tgl Jam
Perjalanan Penyakit / follow up
Intruksi dokter
Therapy /
tindakan medik
Tanda
tangan /
nama
dr
22/januari/2014
15 kg
S/ demam , batuk + , bab cair 1x
O/ KU: sedang
KS : CM
TD : 110 / 80
HR : 131x/menit
RR : 30x/menit
T : 37,9 0C
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-
IVFD 2A + ½
Antrain ->
1000 cc/ hr
Inj Ranitidin
15 mg / inj /
iv
Isoprinosin 3
X ¾ cth
Hidung : PCH (-)
Mulut : PCO (-)
Leher : pembesaran KGB (-), tiroid
(-)
Torak : simertis saat statis dan
dinamis
Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
+/+, Wheziing -/-
Abdomen : BU (+) hepar dan lian
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, turgor
kulit kembali cepat
Lab 21/01/2014
HB : 12,1 g/dl
Leukosit : 4810
Hematokrit : 36,9
Trombosit : 166.000
GDS : 81
Salycil tab
Cetirizin tab 1
x 1/3 tab
Rhinatiol 3 x
½ cth
Parasetamol
syr 3 x 1 ½
23/januari/2014
15 kg
S/ batuk + , nafsu makan turun , badan
kemerahan , mata merah , demam hari
ke 4
O/ KU: sedang
KS : CM
TD : 90 / 50
HR : 136x/menit
RR : 34x/menit
T : 37,1 0C
Kepala : ubun-ubun besar tertutup,
normocephale
Mata : CA -/-, SI -/- , conjungtiva
hiperemis
Hidung : PCH (-)
Mulut : PCO (-)
Leher : pembesaran KGB (-), tiroid
(-)
Torak : simertis saat statis dan
dinamis
Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen : BU (+) hepar dan lian
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, turgor
kulit baik
Lab 22/01/2014
HB : 11,3 g/dl
Leukosit : 4600
Inj Cefotaxime
3 x 500 mg iv
( skin test )
Inj Ranitidine 2
x 150 mg iv
Syr Isoprinosin
3 x ¾ cth
Rhinatiol 3
Cetirizine 1 x
1/3 tab
Bedak salisil 3
x ue
D5 ½ NS 12
tpm makro
Ketricin ava base
2 x ue ( tipis tipis
di bibir )
Hematokrit : 35,9
Trombosit : 160.000
24/januari/2014
Bb: 15kg
S/ Nafsu makan turun , bibir kering ,
batuk + , demam hari ke 5
O/ KU: sedang
KS : CM
TD : 90/60
HR : 126x/menit
RR : 29x/menit
T : 37,3 0C
Kepala : ubun-ubun besar terbuka
dan tidak cekung
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : PCH (-)
Mulut : PCO (-)
Leher : pembesaran KGB (-), tiroid
(-)
Torak : simertis saat statis dan
dinamis
Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen : BU (+) hepar dan lian
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, turgor
kulit baik
Inj Cefotaxime
3 x 500 mg iv
Ranitidin 2 x
15 mg iv
Isoprinosin 2 x
¾ cth
Rhinatiol
Cetirizin 1 x
1/3 tab
Parasetamol 1
½ / 4 – 8 j
Bedak salisil 3
x ue
Ketricin cr 2 x
ue
D5 ½ NS 10
tpm makro
25/januari/2014 S/ batuk + , nafsu makan menurun
O/ KU: sedang
BLPL
Cefixim 2 x 60
BB 15 kg
KS : CM
TD : 90/60
HR : 118x/menit
RR : 22x/menit
T : 37,1 0C
Kepala : normocephal
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : PCH (-)
Mulut : PCO (-)
Leher : pembesaran KGB (-), tiroid
(-)
Torak : simertis saat statis dan
dinamis
Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen : BU (+) hepar dan lian
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, turgor
kulit baik
mg ( pulv )
Isoprinosin
lanjut
Rhinatiol
lanjut
Cetirizin lanjut
Biostrum 2 x
cth I
BAB II
DISKUSI KASUS
DEFINISI
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan
gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,
gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri
dengan deskuamasi dari kulit.
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),
yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia
dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
ETIOLOGI
Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae
anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga
virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam
lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan
hilang
Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa
prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia.
PATOFISIOLOGI
MANISFESTASI KLINIS
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).
Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita
tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal / Kataral
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu,
sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bucal yang menghadap gigi molar
dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai
seluruh mukosa mulut.
Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis
sebagai influenza. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah
tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di
bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum
timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian.
Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis
dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah
koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum
mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik.
Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya
suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen
dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari
Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai
menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
DIAGNOSIS
Anamnesa
- Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus
dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
- Mata merah, sekret mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
- Dapat disertai diare dan muntah.
- Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,
petekie, ekimosis.
- Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu
sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak
Pemeriksaan Fisik
Stadium Prodromal : Koplik’s spot dan tanda 3 C ( Conjungtivitis , Coryza dan Cough )
disertai demam ringan sampai sedang
Stadium erupsi : ruam mukopapular , biasanya dimulai dari leher atau belakang
telinga kemudian ke daerah muka , badan dan anggota badan
disertai panas tinggi
Stadium akhir : ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang – kadang deskuamasi
, gejala menghilang
Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada mukosa hidung dan pipi
pemeriksaan serologik didapatkan IgM spesifik.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. German Measles.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah
suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema Subitum ( Rubeola Infantum )
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema
subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam
menghilang.
Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam
campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak
infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak
adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali
penyakit serum atau ruam karena obat.
3.Meningokoksemia
dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan
konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam
papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa
relatif mudah dibedakan.
PENYULIT
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit
campak adalah :
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh
invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus,
Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya
ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun,
gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan
bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya
infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak
oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat
yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis
biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya
gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal.
Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala,
kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya
komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak
pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan
fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder
oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita
campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan
trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali
terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut,
hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
TATALAKSANA
Tanpa Komplikasi
Pada umumnya tidak memerlukan rawat inap
Beri vitamin A , tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A pada bulan agustus
dan februari. Jika belum, berikan 50.000 IU ( jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU ( 6-
11 bulan ) atau 200.000 IU ( 12 bulan hingga 5 tahun )
Untuk pasien gizi buruk berikan vitamin A tiga kali
Jika demam berikan antipiretik
Berikan nutrisi dan cairan yang sesuai kebutuhan
Perawatan mata : untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata jernih tidak diperlukan
pengobatan. Jika mata memiliki sekret, bersihkan dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih. Oleskan salep mata tetrasiklin 3 kali sehari selama 7 hari
Perawatan mulut : jaga kebersihan mulut , beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat
berkumur
Dengan Komplikasi Berat
Terapi vitamin A , jika anak menunjukan gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A
atau dalam keadaan gizi buruk , vitamin A diberikan 3 kali : hari 1 , hari 2 , dan 2-4
minggu setelah dosis kedua
Penurunan kesadaran dan kejang
Pneumonia : berikan antibiotik , kotrimoksazol ( 4mg/kgbb/kali ) 2 kali selama 3 hari
atau amoksisilin ( 25 mg/kgbb/kali ) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV
diberikan selama 5 hari
Diare :
Masalah pada mata
Otitis media : amoksisilin 15 mg/kgbb/3 kali sehari atau kotrimoksazol oral ( 24
mg/kgbb) 2 kali sehari selama 7 – 10 hari
Jika ada nanah mengalir , bersihkan telinga dengan wicking ( membuat sumbu dari kain
atau tissue kering yang dipluntir lancip. Jika anak mengalmai nyeri telinga atau demam
tinggi, berikan parasetamol
Luka pada mulut : minta ibu untuk membersihkan mulut dengan air bersih dengan
sedikit garam minimal 4 kali sehari. Berikan gentian violet 0.25 % pada luka di mulut
setelah dibersihkan
Demam , berikan antipiretik
PENCEGAHAN
Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap
prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan
status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena
penyakit campak, yaitu :
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan
imunisasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada
semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai
jangka waktu 4-5 tahun.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-
kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik
atau darah.
b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang
khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan
penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat
setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan
risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi
campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan
miokarditis yang reversibel.
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara
cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.
PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit
maka prognosisnya baik
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Definisi ISPA
ISPA atau IRA (Infeksi Respiratorik Akut) merupakan infeksi yang berlangung hingga
14 hari. Yang dimaksud dengan infeksi respiratorik adalah mulai dari infeksi respiratorik atas
dan adneksanya hingga parenkim paru. Infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer respiratorik
di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratorik bawah.
Infeksi Respiratorik atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis, dan otitis
media. Sedangkan infeksi respiratorik bawah terdiri dari epiglotitis, croup
(laringotrakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia.
Faktor Resiko:
Pemberian ASI
Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara pemberian ASI dengan timbulnya
IRA. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan terkena IRA dibanding bayi yang
diberi ASI hanya 1 bulan. Pemberian ASI dengan durasi yang lama mempunyai pengaruh
proteksi terhadap IRA selama tahun pertama.
Status gizi
Gizi buruk merupakan faktor resiko timbulnya IRA pada anak dikarenakan adanya
gangguan sistem imun.
Pendidikan orangtua
Kurangnya pengetahuan orangtua menyebabkan sebagian kasus IRA tidak diketahui oleh
orangtua dan tidak diobati.
Status sosial ekonomi
Berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain seperti nutrisi, lingkungan dan
penerimaan layanan kesehatan. Anak yang berasal dari lingkungan sosial ekonomi rendah
mempunyai resiko lebih besar mengalami episode IRA.
Polusi udara
Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa
saluran respiratorik. Anak yang tinggal di dalam rumah berventilasi baik memiliki angka
insidens IRA lebih rendah dibanding anak yang berada dalam rumah berventilasi buruk.
Rinitis
Atau yang biasa dikenal dengan common cold, cold atau selesma adalah istilah
konvensional untuk infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan gejala utama hidung buntu,
adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok dan batuk. Rinitis adalah infeksi virus yang sangat
menular yang disebabkan paling sering oleh Rhinovirus, sedangkan virus lain adalah influenza,
adenovirus, virus parainfluenza, dll.
Patofisiologi
Terjadi melalui inhalasi aerosol yang mengandung partikel kecil, deposisi droplet pada
mukosa hidung atau konjungtiva atau melalui kontak tangan dengan sekret yang mengandung
virus yang berasal dari penyandang atau dari lingkungan. Infeksi virus pada mukosa hidung
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul gejala klinis
hidung tersumbat dan sekret hidung yang meningkat. Stimulasi kolinergik juga menimbulkan
peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin. Patogenesis rinitis sama dengan patogenesis
infeksi virus lainnya, yaitu melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon imun pejamu.
Manifestasi klinis
Gejala rinitis timbul setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi antar virus, pada
rhinovirus terjadi 10-12 jam setelah inokulasi intranasal, masa inkubasi virus influenza adalah 1-
7 hari. Secara umum keparahan gejala meningkat secara cepat mencapai puncak dalam 2-3 hari.
Sekret hidung yang semula encer dan jernih akan berubah menjadi lebih kental dan purulen.
Sekret yang purulen tersebut tidak selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, tapi berhubungan
dengan peningkatan jumlah sel PMN, sekret berwarna putih atau kuning berhubungan dengan
adanya sel PMN, sedangkan sekret berwarna kehijauan disebabkan oleh aktivitas enzim sel
PMN.
Gejala lain meliputi nyeri tenggorokan, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan
nafsu makan.
Diagnosis
Diagnosis rinitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang
diperoleh dari anamnesis lengkap. Perlu ditanyakan mengenai karakterisitik rinore, unilateral
atau bilateral dan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Kebiasaan merokok pada orangtua juga
penting ditanyakan karena asap rokok yang terhirup dapat memperberat gejala klinis. Sulit bagi
klinisi untuk menentukan apakah demam ini merupakan bagian dari infeksi virus yang ringan
atau infeksi bakteri yang berat. Pada pemeriksaan fisik, warna sekret hidung tidak dapat
membedakan penyebab dari penyakit. Ditemukannya virus pada penyebab rinitis merupakan
baku emas penegakkan diagnosis. Metode identifikasi virus adalah kultur virus, deteksi antigen
dan PCR.
Tatalaksana
Nonmedikamentosa:
Apabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat dianjurkan untuk tidak menggunakan
obat-obatan.
Melakukan elevasi kepala saat tidur
Pada bayi dan anak direkomendasikan untuk memberikan terapi suportif cairan yang
adekuat karena pemberian minum dapat mengurangi gejala nyeri atau gatal pada
tenggorokan.
Medikamentosa:
Obat-obatan simtomatis merupakan obat yang paling sering diberikan seperti
asetaminofen (atau ibuprofen untuk anak berusia lebih dari 6 bulan) untuk
menghilangkan demam pada hari hari pertama
Pemberian tetes hidung salin yang diikuti dengan hisap lendir dapat mengurangi sekret
pada bayi. Pada anak yang lebih besar dapat diberi semprot hidung salin.
Pencegahan:
Cara terbaik mencegah terjadinya penularan adalah dengan mencuci tangan khususnya
setelah kontak dengan pasien baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian imunisasi
influenza dapat mencegah infeksi influenza dan komplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hery Gama Melinda D. Nataprawira , Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3 . 2005 . Bandung Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran RS. dr. Hasan Sadikin.
2. Fennelly, Glenn J. 2006. Measles. (Online, http://www.emedicine.com/PED/topic1388.htm,
diakses tanggal 26 januari 2014)
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1985. Ilmu
Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
4. Anonimous (1). 2006. Measles. (Online, http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/ meas.pdf,
diakses tanggal 26 januari 2014
5. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 – 2298
6. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
7. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.