Buletin Expedisi Edisi Khusus V Ospek UNY 2015 - Presiden REMA Tak Minta Maaf, FBS Aksi Damai

3
EXPEDISI MEMBANGUN BUDAYA KRITIS EDISI KHUSUS V OSPEK UNY 2015 SENTRA Jumat malam (28/8), Agus Setiawan, ketua BEM FBS, berbicara di hadapan Maba FBS dalam aksi damai di depan Student Center. Khusnul | EXPEDISI J umat malam (28/8), puluhan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) disertai wakil dekan III FBS melakukan aksi damai di depan SC UNY. Aksi tersebut merupakan respons atas peristiwa yang terjadi pada Senin (24/8), di GOR UNY. Sehari sebelum aksi ini, pada Kamis (27/8), sempat diadakan mediasi antarkedua belah pihak namun berujung buntu. Tidak adanya kesepakatan membuat mahasiswa FBS memutuskan untuk melakukan aksi damai pada Jumat malam. Aksi ini diwarnai dengan berbagai yel-yel serta lagu yang digubah sedemikian rupa berisikan keinginan- keinginan mahasiswa FBS. Aksi damai ini ditujukan kepada BEM REMA, terutama Harris Fadhillah, Presiden BEM REMA, yang mereka harap bersedia meminta maaf kepada mahasiswa FBS. Sampai aksi berlangsung, Harapan tersebut tidak terlaksana. Harris tidak datang dalam aksi damai tersebut. Harris hanya menemui WD III FBS, tidak menemui mahasiswa seperti yang diharapkan pihak FBS. Tujuan utama aksi tersebut, “Kami satu komponen Ospek semuanya, baik dari rekan Ormawa atau mahasiswa baru juga dibantu WD III. Kami ingin meluapkan apa yang tidak menjadi hari kami pada Presiden BEM REMA Tak Minta Maaf, FBS Lakukan Aksi Damai Sehari setelah mediasi yang berakhir buntu, FBS beserta mahasiswa barunya melakukan aksi damai untuk menemui Presiden BEM REMA.

description

 

Transcript of Buletin Expedisi Edisi Khusus V Ospek UNY 2015 - Presiden REMA Tak Minta Maaf, FBS Aksi Damai

Page 1: Buletin Expedisi Edisi Khusus V Ospek UNY 2015 - Presiden REMA Tak Minta Maaf, FBS Aksi Damai

EXPEDISIM E M B A N G U N B U D A Y A K R I T I S

EDIS I KHUSUS V OSPEK UNY 2015

sentra

Jumat malam (28/8), Agus Setiawan, ketua BEM FBS, berbicara di hadapan Maba FBS dalam aksi damai di depan Student Center.

Khus

nul |

EXP

EDIS

I

Jumat malam (28/8), puluhan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) disertai wakil dekan III FBS

melakukan aksi damai di depan SC UNY. Aksi tersebut merupakan respons atas peristiwa yang terjadi pada Senin (24/8), di GOR UNY. Sehari sebelum aksi ini, pada Kamis (27/8), sempat diadakan mediasi antarkedua belah pihak namun berujung buntu. Tidak adanya kesepakatan

membuat mahasiswa FBS memutuskan untuk melakukan aksi damai pada Jumat malam. Aksi ini diwarnai dengan berbagai yel-yel serta lagu yang digubah sedemikian rupa berisikan keinginan-keinginan mahasiswa FBS. Aksi damai ini ditujukan kepada BEM REMA, terutama Harris Fadhillah, Presiden BEM REMA, yang mereka harap bersedia meminta maaf kepada mahasiswa FBS. Sampai

aksi berlangsung, Harapan tersebut tidak terlaksana. Harris tidak datang dalam aksi damai tersebut. Harris hanya menemui WD III FBS, tidak menemui mahasiswa seperti yang diharapkan pihak FBS.

Tujuan utama aksi tersebut, “Kami satu komponen Ospek semuanya, baik dari rekan Ormawa atau mahasiswa baru juga dibantu WD III. Kami ingin meluapkan apa yang tidak menjadi hari kami pada

Presiden BEM REMA Tak Minta Maaf, FBS Lakukan Aksi DamaiSehari setelah mediasi yang berakhir buntu, FBS beserta mahasiswa barunya melakukan aksi damai untuk menemui Presiden BEM REMA.

Page 2: Buletin Expedisi Edisi Khusus V Ospek UNY 2015 - Presiden REMA Tak Minta Maaf, FBS Aksi Damai

2 edisi V | ospek 2015 3ospek 2015 | edisi V

sentra

Pimpinan Proyek Arina Makarimal | Sekretaris Triyo Handoko | Bendahara Fara Famular | Redaktur Pelaksana Putra Ramadan | Redaktur Andi Vangeran, Aris Setiawan, Triyo Handoko | Reporter Andhika, Ghoza, Khusnul, Putra, Vathir | Redaktur Foto Ayuningtyas Rachmasari | Artistik Ade Luqman, Andhika Widyawan, Dinda Sekar, Kustian Rudianto| Produksi Devi Ellok | Iklan Ahmad Wijayanto, Desy Nirmala, Fajar Azizi, Ghozali Saputra | Tim Polling Andi Vangeran, Ervina Nur, Khusnul Khitam, Urlik Hufum | Sirkulasi Bayu Hendrawati| Alamat Gedung Student Center Lt. 2 Karangmalang Yogyakarta 55281 | Email [email protected] | Web Ekspresionline.com | Redaksi menerima artikel, opini dan surat pembaca. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah isi.

persepsi

infotorialeditorial

Museum Pendidikan Indonesia (MPI) beralamat di kampus pusat Universitas Negeri

Yogyakarta. MPI menempati area seluas 2500 m2, yang dulunya adalah rektorat pertama IKIP Negeri Yogyakarta. MPI adalah museum pendidikan pertama di Indonesia yang diresmikan pada 8 juli 2008 oleh gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. MPI dibuka untuk umum setiap hari Senin-Kamis pukul 07:30-15:00; Jumat pukul 07:30-14:00. Tiket kunjungan MPI seharga

Rp.2.500 dengan diskon khusus bagi rombongan yang lebih dari 20 orang.

MPI memiliki beberapa jenis koleksi yaitu, arsip, media pembelajaran serta foto-foto sejarah pendidikan. Bangunan MPI terdiri dari lobi, ruang galeri 1, ruang galeri 2, ruang galeri 3, dan ruang sinema MPI dengan dolby surroud sound system dan 116 tempat duduk. Di lobi, pengunjung bisa mengakses informasi MPI melalui komputer anjungan. Di ruang galeri 1, terdapat berbagai peralatan belajar zaman dulu

yaitu, sabak dan grip, daun lontar, kertas merang, serta nib. Di ruang galeri 2, terdapat foto Ki Hadjar Dewantara, R. A. Kartini, Dewi Kartika, dan foto-foto bersejarah yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Di ruang galeri 3 terdapat beragam media pembelajaran seperti mesin ketik kuno, mesin sheet, epyscope, mikroskop, dan media pembelajaran dari berbagai disiplin ilmu.

Andi Vangeran Vathir

Museum Pendidikan Pertama Indonesia

Demokrasi adalah soal keterbukaan, di dalam keterbukaan ada tanggung jawab yang harus

dipikul. Kekuasaan, demokrasi, dan tangungjawab adalah sebuah inheren. Tidak ada pemimpin yang diperbolehkan lolos dari pertangungjawaban moral maupun politik dalam sistem demokrasi.

Pemildek 2015 telah berlangsung, dan kita sudah tahu siapa saja yang diamanahi. Mereka yang terpilih adalah pilihan senat. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 1 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/ Ketua/ Direktur pada Perguruan Tinggi Negeri Pasal 7 poin E berisi bahwa menteri memiliki 35% hak suara dari total pemilih dan senat memiliki 65% hak suara yang masing-masing anggota senat memiliki hak suara yang sama. Dalam peraturan tersebut, mahasiswa tidak dilibatkan dalam pemilihan padahal mereka masyarakat kampus yang menerima peraturan maupun kebijakan baik akademik atau non-akademik, dari rektor dan dekan.

Lebih dari itu, demokrasi adalah soal keterbukaan, di mana mereka yang memimpin harus terbuka dengan kepemimpinannya dan siap bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Melihat dekan dan rektor sebagai representasi

dari pemimpin di kampus dan tak ada pertangungjawaban secara langsung kepada mahasiswa adalah sebuah kemunduran demokrasi kampus. Lebih parahnya lagi jika demokrasi hanya dijadikan simbol belaka tanpa aplikasi yang menyeluruh.

J ika d i l ihat dar i s i s tem penyelenggaraan perguruan tinggi yaitu Badan Hukum Milik Negara dan Badan Layanan Umum, secara garis besar yang membedakan adalah otonomi penyelenggaraan perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang ber-Badan Hukum Milik Negara memiliki Majelis Wali Amanah, keanggotaan MWA terdiri atas tiga unsur, yakni pemerintah, internal, dan eksternal. Pemerintah yang diwakili Menristekdikti (bisa diamanahkan pada pejabat yang ditunjuk) memiliki 35% suara. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 tahun 2012.

Kalangan internal seperti rektor, senat akademik (para guru besar), tenaga kependidikan (dekan) memiliki 35% suara. Adapun pihak eksternal (ketua Badan Eksekutif Mahasiswa dan beberapa tokoh masyarakat) memiliki 30% suara. Namun UNY masih Badan Layanan Umum sehingga mengacunya pada Permenristekdikti No. 1 tahun 2015. Berbeda dengan Universitas Pendidikan

Indonesia (UPI) yang sudah Badan Hukum Milik Negara yang notabene universitas kependidikan seperti UNY.

Namun hal yang sama dari sistem penyelenggaraan yaitu pemerintah memiliki jumlah suara yang sama yaitu 35%, baik BHMN dan BLU. Kebijakan pemerintah yang memiliki 35% suara melalui menteri dalam pemilihan rektor sudah waktunya dihapus. Mengapa pemerintah harus memiliki suara sebesar itu untuk pemilihan rektor? Kalau memang rektor dianggap hanya menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah tak perlulah diadakan pemilihan rektor. Pembatasan kepemilikan hak suara, hanya untuk para senat guru besar dan segelintir pihak eksternal juga perlu digugat. Mestinya, hak suara dalam pemilihan rektor dimiliki oleh seluruh sivitas akademik.

Rektor terpilih akan memimpin perguruan tinggi tersebut. Maka seluruh unsur perguruan tinggi seperti semua dosen tetap, mahasiswa tetap, dan karyawan tetap, haruslah memilliki hak suara. Seluruh elemen sivitas akademik itulah yang menjadi pemangku kepentingan di perguruan tinggi.

Triyo Handoko

Kampus Setengah Demokrasi

JUMAT (28/8) Ospek UNY 2015 berakhir. Di FT, closing ceremonial Ospek diiisi permintaan maaf oleh semua elemen Panitia Ospek (Penegak Kedisiplinan, Advokasi, Mahkamah, Staring Comite, dan Panitia) kepada peserta Ospek. Di FBS, setelah penutupan Ospek, sebagian peserta Ospek dan Ormawa FBS mengadakan aksi damai di depan Student Center (SC).

Tujuan utama aksi tersebut adalah meluapkan apa yang tidak menjadi hari FBS, pada parade Ormawa, dan menunjukkan bahwa FBS cinta damai bukan perusuh. Aksi

yang berjalan damai, lancar, dan tertib ini dibersamai wakil dekan III FBS. Melihat tujuan utama Ospek adalah mengenalkan kehidupan kampus dan kemahasiswaan di bidang akademik dan non-akademik, serta penanaman nilai luhur. Maka peserta Ospek FBS mendapatkan kehidupan kemahasiswaan dan nilai luhur tersebut, bagaimana dinamika organisasi kemahasiswaan dan nilai luhur demokrasi untuk menerima setiap pendapat dengan damai.

Dengan berakhirnya aksi damai tersebut berakhir pula permasalahan tidak bisa masuknya Ormawa FBS pada parade Ormawa. Ormawa FBS

dan peserta ospek FBS ikhlas dengan keputusan BEM REMA atas tidak terpenuhinya tuntutan mereka, yakni Presiden BEM REMA meminta maaf kepada peserta Ospek FBS. Langkah demokratis untuk menyelesaikan masalah ini, dan keikhlasan yang dicontohkan oleh Ormawa FBS pada peserta Ospek FBS adalah tauladan baik bagi kita semua.

Redaksi

Khusnul | EXPEDISI

Karena kebenaran itu tidak tunggal.

Mungkin kebenaran teman-teman FBS

berbeda dengan kebenaran teman-teman

REMA

Mencontoh Ospek Humanis FBS

Senin kemarin,” ujar Agus Setiawan, Ketua BEM FBS. Kemudian, seorang mahasiswa FBS yang tak mau disebut identitasnya menjelaskan persoalan mediasi yang berakhir buntu sehari sebelum aksi. “Sesuai hasil pertemuan kemarin pas mediasi yang tidak mencapai titik temu itu kita sebenarnya meminta Mas Harris untuk meminta maaf kepada teman-teman FBS.”

Sementara itu, Kun Setianing Astuti, wakil dekan III FBS yang ikut mendampingi aksi tersebut, mengungkapkan pendapatnya, “Kami hanya ingin mengungkapkan bahwa kami sebetulnya belum puas dengan apa yang diberikan REMA kepada kami. Karena kebenaran itu tidak tunggal. Mungkin kebenaran teman-teman FBS berbeda dengan kebenaran teman-teman REMA,” ungkap Kun. Kun menilai mahasiswa FBS yang lebih mengedepankan rasa, akan sedikit berbenturan dengan aturan

BEM REMA yang mengedepankan logika.

Kekhawatiran PerpecahanSementara itu, Calits Mumbahij

Bahi, ketua DPM REMA, tidak dapat membenarkan atau menyalahkan sikap dari FBS ataupun BEM REMA. Ia berpendapat, Maba FBS harus diberi penjelasan bahwa konflik ini tidak sepenuhnya kesalahan BEM REMA. Meski demikian, “BEM REMA sendiri juga harus mengakui kesalahan bahwa informasi yang ada kurang merata,” jelasnya.

Sebelumnya, diadakan forum mediasi FBS-BEM REMA namun tidak menemui titik temu. Di mana pihak FBS mengancam bahwa mereka tidak akan mengikuti Ospek Universitas pada tahun depan jika Harris tidak meminta maaf. “Ketakutan kami dari univesitas adalah perpecahan apabila sampai ada yang tidak mengikuti Ospek Universitas,” kata Calits, menanggapi. Selebihnya, Calits mengharapkan bahwa kedua belah pihak bisa ikhlas. Ia berharap Harris meminta maaf kepada FBS sebagai bentuk mengayomi. Kemudian, Calits juga mengimbau FBS untuk memberi penjelasan kepada Mabanya agar dampaknya tidak menjatuhkan harga diri Presiden BEM REMA.

Menampik REMADi sisi lain, Agus, saat berbicara

dalam aksi damai, mengatakan bahwa FBS bukan REMA, sekarang ataupun nanti. “Saya kurang setuju dengan

REMA karena Pemilwa harus dari partai. Kami dari FBS tidak bisa menerima. Kami berorganisasi yang sesuai minat kami. Itu aturan yang terlalu rumit, saya sebagai orang yang tidak tahu malah bisa diplintir sana sini,” pendapatnya. Selain itu, ia beranggapan bahwa peristiwa ini juga suatu pembelajaran yang baik bagi Maba sebagai upaya persiapan regenerasi.

“Saya merasa bangga karena selesai dengan hari terakhir ini ada banyak hal yang saya dapat. Secara pribadi memang lelah, tapi itu semua proses untuk kita untuk jadi lebih baik,” komentar Jekson Lute, Maba FBS jurusan Sastra Inggris. Selain untuk regenerasi, menurut Agus, “peristiwa GOR” juga membuat sikap FBS lebih jelas. “FBS mengakui bahwa REMA ada tapi tidak untuk mengikuti. FBS itu dengan sistemnya sendiri,” pungkasnya.

Aris Setiawan RimbawanaAndhika, Ghoza, Khusnul, Putra, Vathir

Jumat malam (28/8) Tejo Mukti Wibowo, wakil ketua BEM FBS, memimpin doa bersama dalam aksi damai di depan Student Center.

Page 3: Buletin Expedisi Edisi Khusus V Ospek UNY 2015 - Presiden REMA Tak Minta Maaf, FBS Aksi Damai

edisi V | ospek 2015

Galeri

Jumat malam (28/8), puluhan mahasiswa baru FBS melakukan aksi damai di depan gedung Student Center.

Khusnul | EXPEDISI

Jumat malam (28/8), puluhan Maba FBS menyanyikan yel-yel di depan Student Center yang ditujukan kepada BEM REMA.

Jumat (28/8), UKM Safel mementaskan hiburan dalam malam penutupan stanisasi UKM.

Vath

ir | E

XPED

ISI

Khusnul | EXPEDISI

Jumat malam (28/8), dipimpin ketua BEM FBS, Agus Setiawan, Maba FBS melakukan aksi damai di depan Student Center.

Vathir | EXPEDISIBuletin kami dapat dibaca melalui