BUDAYA LITERASI -...
Transcript of BUDAYA LITERASI -...
BUDAYA LITERASI
(Model Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor Sebaya)
ii
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
iii
BUDAYA LITERASI (Model Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis
Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor Sebaya)
iv
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
GUSTINI, Neng Budaya Literasi (Model Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis Kecerdasan
Majemuk Melalui Tutor Sebaya)/oleh Neng Gustini, Dede Rohaniawati, dan Anugrah Imani.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, Juni 2016.
viii, 115 hlm.; Uk:15.5x23 cm ISBN 978-602-401-377-6 1. Bahasa I. Judul
410
Hak Cipta 2016, Pada Penulis
Desain cover : Herlambang Rahmadhani Penata letak : Invalindiant Candrawinata
Jl. Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com e-mail: [email protected]
PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Copyright © 2016 by Deepublish Publisher All Right Reserved
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
v
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan Puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan naskah buku
berbasis penelitian yang berjudul, BUDAYA LITERASI (Model
Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis Kecerdasan Majemuk
Melalui Tutor Sebaya). Buku ini disusun sebagai salah satu wujud
pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu penulisan, pengajaran
dan pengabdian pada masyarakat. Kami mengucapkan terima kasih atas
bantuan dan dukungan dari pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu
per satu, yang telah memotivasi kami untuk menyelesaikan buku ini, baik
secara moril maupun material. Terutama kepada pihak Pendidikan Tinggi
Islam Kementerian Agama (Diktis Kemenag) yang telah membiayai
penelitian ini sehingga menjadi sebuah buku yang layak dibaca oleh
semua.
Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam penyusunan buku ini
masih banyak terdapat kekurangan yang disebabkan keterbatasan kami.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin dengan bekal pengetahuan
yang dimiliki untuk mencapai hasil yang terbaik. Maka, demi perbaikan
dan penyempurnaan laporan ini, kami menerima kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca.
Semoga buku ini dapat menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi
pembaca dan menjadikan rahmat yang tak putus bagi kami. Amin Yaa
Rabbal ‘alamiin
Bandung, Desember 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................ 12
C. Signifikansi Penulisan ........................................................ 13
BAB II PENGEMBANGAN BUDAYA BACA TULIS ................ 15
A. Pengertian Membaca .......................................................... 15
B. Pengertian Menulis ............................................................. 19
C. Hubungan Membaca dan Menulis .................................... 26
D. Budaya Baca Tulis ............................................................... 28
E. Pengembangan Model Budaya Baca ................................. 33
BAB III MULTIPLE INTELLIGENCE (KECERDASAN
MAJEMUK) ........................................................................ 37
A. Teori Kecerdasan Majemuk................................................ 37
B. Macam-macam Kecerdasan Majemuk .............................. 40
C. Kritikan Terhadap Teori Kecerdasan Majemuk ............... 46
BAB IV PEER TUTOR (TUTOR SEBAYA) ................................... 49
A. Pengertian Peer Tutor .......................................................... 49
B. Manfaat Pembelajaran dengan Peer Tutor ......................... 50
C. Implementasi Peer Tutor ..................................................... 51
vii
D. Implementasi Pengembangan program budaya
baca melalui Peer Tutor ....................................................... 56
E. Kelebihan dan Kekuarangan Peer Tutor/Tutor
Sebaya .................................................................................. 56
BAB V METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 59
A. Jenis Penelitian .................................................................... 59
B. Pendekatan Penelitian ........................................................ 59
C. Teknik Penetapan Responden ........................................... 61
D. Instrumen Penelitian .......................................................... 62
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 62
F. Teknik Analisis Data .......................................................... 63
BAB VI MODEL PENGEMBANGAN BUDAYA BACA
TULIS BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK
MELALUI TUTOR SEBAYA ............................................ 65
A. Kondisi Objektif Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ......... 65
B. Model Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis
Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor Sebaya .................... 77
C. Temuan pada Penelitian Model Pengembangan
Budaya Baca Tulis Berbasis Kecerdasan Majemuk
Melalui Tutor Sebaya ......................................................... 83
BAB VII PENUTUP ........................................................................... 89
A. Simpulan ............................................................................. 89
B. Rekomendasi ....................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 93
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 97
CURRICULUM VITAE .................................................................... 113
viii
- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini banyak sekali tantangan kehidupan
remaja, khususnya Mahasiswa. Banyak dampak yang terasa, baik
secara positif maupun negatif. Masa remaja yang dikenal dengan
masa transisi atau pencarian jati diri mengakibatkan mudahnya
remaja saat ini menerima tren ataupun gaya hidup baru yang ada
di sekitarnya. Tidak hanya sekedar tren, dalam penyerapan
informasi pun kalangan remaja dapat dikatakan sebagai kalangan
‚tersensitif‛ dalam menyerap informasi yang ada. Informasi
sangatlah dibutuhkan bagi kalangan mana pun. Adapun media
yang disediakan untuk mendapat informasi yaitu media elektronik
berupa: TV, radio, dan internet. Selain itu media cetak berupa
koran, majalah, dsb. Walaupun memiliki fungsi yang sama yaitu
menyajikan informasi, namun kedua jenis media tersebut memiliki
keunggulan masing-masing yang dapat meningkatkan minat dari
para pengguna informasi untuk memilih mana yang lebih baik
antara media cetak dan media elektronik.
Perkembangan teknologi yang mengiringi perubahan zaman
menyebabkan berbagai kalangan memilih segala sesuatu secara
praktis. Inilah yang terjadi pada saat sekarang terutama remaja.
Dalam pengambilan informasi yang dibutuhkan, para remaja saat
ini saat enggan untuk membaca dalam bentuk kertas seperti koran
- 2 -
dan majalah. Mereka cenderung hanya ingin mengakses apapun
yang mereka inginkan melalui media elektronik. Hal ini
menyebabkan media cetak secara perlahan mulai diabaikan di
kalangan remaja.
Berikut hasil survei antara penggunaan media cetak dan
media elektronik:
Survei ini dilakukan terhadap 13 mahasiswa dan mahasiswi
usia 19 sampai dengan 21 tahun. Dapat dilihat bahwa media
elektronik sangat mendominasi minat para remaja khususnya
mahasiswa dalam pencarian informasi yang mereka butuhkan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menunjukkan para
remaja menggunakan media elektronik karena praktis dan menarik.
Namun, belum ada pemikiran lebih lanjut tentang berapa biaya
yang dipergunakan apabila kita menggunakan media elektronik.
Sedangkan alat untuk mengakses informasi melalui media
elektronik semakin banyak dan beraneka ragam sesuai dengan
perkembangan teknologi dan zaman. BPS tahun 2006
mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum
menjadikan kegiatan sebagai sumber untuk mendapatkan
- 3 -
informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan
mendengarkan radio (40,3%) dari pada membaca (23,5%). Artinya,
membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh 23,5%
dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka
mendapatkan informasi dari televisi dan radio dari pada membaca.
Dengan data ini terbukti bahwa membaca belum menjadi
kebutuhan bagi masyarakat. Membaca belum menjadi prioritas
untuk mendapatkan ilmu dan informasi yang baru. Membaca
masih menjadi kebutuhan pelengkap dan tidak dijadikan sebagai
sebuah tradisi dalam kehidupan.
Budaya membaca berbanding lurus dengan tingkat kemajuan
pendidikan suatu bangsa. Kegiatan membaca merupakan hal yang
sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Parameter kualitas
suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi pendidikannya. Pendidikan
selalu berkaitan dengan kegiatan belajar. Belajar selalu identik
dengan kegiatan membaca karena dengan membaca akan
bertambahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang.
Pendidikan tanpa membaca bagaikan raga tanpa roh. Fenomena
‚pengangguran intelektual‛ tidak akan terjadi apabila masyarakat
memiliki semangat membaca yang membara.
Sayangnya, di Indonesia masih terdapat fenomena
‚pengangguran intelektual‛ karena minat membaca masyarakatnya
masih dikatakan rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000
menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia
menduduki urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia,
Afrika, Eropa dan Amerika. Dengan demikian tidaklah
mengherankan bila Indeks kualitas sumber daya manusia (Human
- 4 -
Development Index/HDI) di Indonesia juga rendah. Hal ini sesuai
dengan survei yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2005 bahwa
HDI Indonesia menempati peringkat 117 dari 175 negara.
Begitu Juga dengan budaya menulis di kalangan mahasiswa
masih sangat rendah. Kondisi ini sesuai dengan survei atau
penelitian.
Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa
sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami
pembaca (Tarigan, 1986:21). Membaca dan menulis adalah
keterampilan yang saling melengkapi. Tidak ada yang perlu
ditulis kalau tidak ada yang membacanya, dan tidak ada yang
dapat dibaca kalau belum ada yang ditulis. Ada pepatah yang
mengatakan untuk mengenal dunia maka membacalah, dan
untuk dikenal dunia maka menulislah. Pepatah ini
mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya arti tulisan bagi
seseorang. Budaya untuk menulis di kalangan civitas
akademika di perguruan tinggi pun masih tergolong rendah.
Walaupun saat ini perguruan tinggi terus mendorong minat
menulis mahasiswa dan dosennya, banyak kalangan civitas
akademika yang mengalami kesulitan untuk menuangkan
pemikirannya menjadi sebuah tulisan yang baik dan menarik
untuk dibaca. Menulis masih belum menjadi budaya
dikalangan civitas akademika.
(http://www.telkomuniversity.ac.id/article/pentingnya-
menciptakan-budaya-menulis-di-perguruan-tinggi#sthash.)
Mayoritas dosen dan mahasiswa tidak terampil menulis,
terbukti dengan jumlah publikasi yang rendah, yakni berada
pada urutan ke-92 di bawah Malaysia, Nigeria dan Thailand
(Alwasilah, 2000). Indonesia setiap tahunnya hanya mampu
menerbitkan 3-4 ribu judul buku baru. Padahal Amerika pada
tahun 1990 menerbitkan judul buku baru sebanyak 77.000
- 5 -
buah, Jerman Barat sebanyak 59.000 buah, Inggris sebanyak
43.000 buah, Jepang sebanyak 42.000 buah dan Prancis
sebanyak 37.000 buah. Data lain menunjukkan bahwa
perbandingan antara jumlah koran dengan jumlah penduduk
di Indonesia 1:41,53, sementara di Inggris satu koran dibaca
oleh 3,16 orang, di Jerman 3,19 orang, dan Amerika Serikat
4,43 orang. (File.upi.edu)
Keadaan ini juga terjadi di perguruan tinggi, berdasarkan
studi pendahuluan melalui survei awal. Bila dianalisis rendahnya
kebiasaan baca di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor. Di
antaranya yaitu: 1) Warisan budaya membaca, Budaya baca
memang belum pernah diwariskan nenek moyang. Kita hanya
terbiasa mendengar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara
verbal atau lisan yang diceritakan oleh orang tua, nenek, dan tokoh
masyarakat. Sehingga tidak ada pembelajaran secara tertulis yang
dapat menimbulkan kebiasaan membaca.
Kebiasaan membaca dipengaruhi oleh faktor determinisme
genetic, yakni warisan orangtua. Seseorang yang gemar membaca
dibesarkan dari lingkungan yang cinta membaca. Lingkungan
terdekatnya inilah yang akan memengaruhi seseorang untuk
mendekatkan diri pada bacaan, jadi seseorang tidak suka membaca
karena memang sejak kecil dibesarkan oleh orangtua yang tidak
pernah mendekatkan dirinya pada bacaan.
Di negara maju, seperti Jepang, budaya membaca adalah
suatu kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan bagi
masyarakatnya. Ibarat sandang, pangan dan papan, membaca
merupakan bagian dari kehidupan mereka tiap harinya. Sajidiman
Surjohadiprojo (1995), ketika menjabat sebagai duta besar Jepang
mengatakan bahwa yang paling membedakan bangsa Indonesia
- 6 -
dengan bangsa Jepang adalah kemampuan adaptifnya, termasuk
kemampuan membaca dan mempelajari budaya bangsa lain. Tidak
akan dijumpai orang Jepang melamun dan mengobrol di kereta api
bawah tanah, kegiatan mereka kalau tidak tidur tentu membaca, 2)
Sistem pembelajaran di Indonesia, Sistem pembelajaran di
Indonesia telah membuat siswa cenderung pasif dan hanya
mendengarkan guru mengajar di kelas daripada mencari informasi
atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan di sekolah dengan
membaca buku sebanyak-banyaknya. Misalnya saja PR yang
diberikan oleh guru, kebanyakan PR tersebut berbentuk
mengerjakan soal-soal di buku paket atau LKS. Berarti hanya
melanjutkan tugas dan soal yang belum selesai dikerjakan di
sekolah. Sebaiknya PR yang diberikan lebih berbentuk sebuah
proyek yang menyenangkan, di mana anak dituntut untuk banyak
membaca dari berbagai literatur. Wawasan mereka lebih
berkembang sehingga perlahan akan terbina iklim membaca.
Membaca bukan dianggap sebagai hal yang membosankan dan
tidak menarik, melainkan sebagai hal menyenangkan bagi siswa.
Di beberapa negara maju, siswa SMA berkewajiban
menamatkan buku bacaan dengan jumlah tertentu sebelum mereka
lulus sekolah. Seperti data yang terdapat di salah satu banner di
rumah puisi milik sastrawan nasional, Taufik Ismail, bahwa
misalnya di Jerman, Perancis dan Belanda mewajibkan siswanya
harus menamatkan hingga 22-32 judul buku (1966-1975), di Jepang
15 judul buku (1969-1972), di Malaysia 6 judul Buku (1976-1980),
Singapura 6 judul buku (1982-1983), di Thailand 5 judul buku
(1986-1991), sedangkan di Indonesia sejak tahun 1950-1997 nol buku
- 7 -
atau tidak ada kewajiban untuk menamatkan satu judul buku pun.
Kondisi ini pun masih berlangsung hingga sekarang.
Kepedulian pemerintah dalam sistem pendidikan sangat
berpengaruh terhadap kemajuan bangsa itu sendiri. Jepang yang
pada tahun 1945 dibom oleh sekutu hingga dua kotanya hancur
luluh, untuk bangkit pertama kali yang dilakukan adalah dengan
mengumpulkan para guru karena Jepang yakin, bahwa mereka
akan dapat bangkit dan kembali menjadi salah satu negara
terkemuka di dunia adalah melalui kepeduliannya dengan
pendidikan. 3) Teknologi dan berbagai tempat hiburan, Munculnya
permainan (game) yang makin canggih dan variatif serta tayangan
televisi yang semakin menarik, telah mengalihkan perhatian anak
dari buku. Tempat hiburan yang makin banyak didirikan juga
membuat anak-anak lebih banyak meluangkan waktu ke tempat
hiburan daripada membaca buku. 4) Minimnya sarana untuk
memperoleh bacaan, masih minimnya sarana untuk memperoleh
bacaan juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya
kebiasaan baca masyarakat Indonesia. Andaipun harus membeli,
harga buku yang ada di pasaran relatif mahal. Hal ini
menyebabkan orang tua tidak membelikan buku bacaan tambahan
selain mengutamakan buku-buku yang diwajibkan oleh sekolah.
Apalagi kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mampu,
jangankan terpikir untuk membeli buku bacaan, untuk memiliki
ongkos pergi ke sekolah pun terkadang menjadi hambatan bagi
mereka.
Kebiasaan baca masyarakat Indonesia masih rendah. Kondisi
saat ini tercatat satu buku dibaca sekitar 80.000 penduduk
Indonesia. Hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif Kompas
- 8 -
Gramedia, Suwandi S Subrata, sebagaimana ditulis dalam laman
www.kompas.com pada Rabu (29/2) yang menyebutkan bahwa
pada tahun 2011 tercatat produksi buku di Indonesia sekitar 20.000
judul buku. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang
sekitar 240 juta, angka ini sangat miris.
Oleh karena itu, perlu adanya model pengembangan budaya
baca dan tulis untuk meningkatkan dan mengembangkan budaya
baca dan tulis. Adapun model yang diajukan adalah melalui peer
tutor yang memfasilitasi peserta didik agar dapat membaca buku
dan menulis. Namun, sayangnya sarana pengembangan untuk
memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan,
komunitas masih merupakan barang aneh dan langka. Jumlah
perpustakaan umum masih tergolong sedikit dan koleksi buku-
buku di perpustakaan sekolah cenderung terbatas.
Jika demikian kondisinya, maka wajarlah jika kebiasaan baca
bangsa ini rendah. Sebab, pemerintah sebagai pembuat kebijakan
yang mengatur hal ini terutama pihak yang terkait seperti
Kementerian Pendidikan, belum memiliki kebijakan yang mampu
membuat bangsa ini merasa perlu membaca. 5) Sifat malas yang
merajalela, Lingkungan saat ini sudah sangat modern. Namun,
tidak dengan sendirinya kita sebagai manusia dapat dikatakan
menjadi modern. Karena kita baru bisa dikatakan modern kalau
dapat mengubah perilaku dan pola pikir kita. Ciri-ciri manusia
modern adalah jika ia mau membuka diri terhadap pengalaman
baru, inovasi dan perubahan, bukan hanya sekedar malas-malasan.
Masyarakat di negara maju telah memiliki motivasi intrinsik
untuk membaca. Mereka memahami arti pentingnya membaca,
yaitu merupakan aktivitas vital yang harus diselami jika ingin
- 9 -
sukses di dunia ini. Pangan, sandang, dan papan adalah kebutuhan
primer manusia secara fisik (badan), sedangkan buku dan bahan
bacaan lainnya adalah kebutuhan primer manusia secara non-fisik,
rohani (kebutuhan otak).
Setiap individu memiliki kecerdasan, Howard Gardner
(http:visiuniversal.blogspot.com/2014/03) dalam studinya perihal
kecerdasan manusia ditemukan bahwa pada hakikatnya setiap
manusia memiliki tujuh (kemudian ditambahkan dua menjadi
sembilan) spektrum kecerdasan yang berbeda-beda dan
menggunakannya dengan cara-cara yang sangat individual. Teori
kecerdasan ini disebut dengan teori kecerdasan jamak atau dikenal
sebagai multiple intelligences.
Multiple intelligence (Kecerdasan Majemuk) adalah sebuah
penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu
menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk
melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik
itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang abstrak. Bagi
Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada anak
yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan.
Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan
anak, orang tua dan guru selayaknya dengan jeli dan cermat
merancang sebuah metode khusus.
Gardner mengemukakan definisi kecerdasan yang berbeda
untuk mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia, baik
anak-anak maupun orang dewasa. Gardner membaginya dalam 8
kecerdasan yang terdiri dari Word Smart (kecerdasan linguistik),
Logic Smart (kecerdasan logika matematika), Body Smart
- 10 -
(kecerdasan fisik), Picture Smart (kecerdasan visual spasial), Self
Smart (kecerdasan intrapersonal), People Smart (kecerdasan
interpersonal), Music Smart (kecerdasan musikal), dan Nature Smart
(kecerdasan naturalis). Kedelapan kecerdasan tersebut dapat saja
dimiliki individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda, selain itu
kecerdasan ini juga tidak berdiri sendiri, terkadang bercampur
dengan kecerdasan yang lain. Implikasi teori multiple intelligences
dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah bahwa pengajar
perlu memperhatikan modalitas kecerdasan dengan cara
menggunakan berbagai strategi dan pendekatan sehingga anak
akan dapat belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih sehingga
sesuai dengan cara dan gaya belajar anak. Hal ini merupakan
kekuatan agar anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan
yang lebih penting adalah rasa senang dan nyaman dalam belajar
dan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhannya yang berbeda-beda tersebut. Dalam hal ini
peningkatan budaya baca dan tulis berbasis kecerdasan majemuk
(multiple intelligence) dimaksudkan bahwa kebiasaan baca individu
disesuaikan dengan modalitas kecerdasannya masing-masing.
Merujuk kondisi-kondisi tersebut perlu adanya model yang
tepat untuk mengembangkan budaya baca dan tulis mahasiswa.
Maka dari itu, penulis mengajukan sebuah teknik, yaitu peer tutor
(tutor teman sebaya). Tutor sebaya merupakan suatu bentuk
pendidikan psikologis yang disengaja dan sistematik. Bimbingan
sebaya ini memungkinkan mahasiswa untuk memiliki
keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan
pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri yang
- 11 -
sangat bermakna bagi remaja secara khusus. bimbingan teman
sebaya tidak memfokuskan pada proses berpikir, proses-proses
perasaan dan proses pengambilan keputusan. Dengan cara yang
demikian, tutor sebaya memberikan kontribusi pada dimilikinya
pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja
yaitu respect. (Carr, 1981: 4).
Tutor teman sebaya dianggap penting karena pada dasarnya
sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah
mereka dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, atau
guru di sekolah atau dosen di kampus, untuk masalah yang
dianggap sangat serius pun mereka bicarakan dengan teman
sebaya mereka. Apabila terdapat remaja yang akhirnya
menceritakan masalah serius yang mereka alami kepada orang tua,
atau guru, biasanya karena sudah terpaksa (pembicaraan dan
upaya pemecahan masalah bersama teman sebaya mengalami jalan
buntu). Hal tersebut terjadi karena remaja memiliki keterkaitan
serta ikatan terhadap teman sebaya yang kuat. Kelekatan yang
terjadi antara remaja, antara lain karena remaja merasa bahwa
orang dewasa tidak dapat memahami mereka dan mereka yakin
bahwa hanya sesama merekalah dapat saling memahami.
Steinberg, mengemukakan bahwa keadaan yang demikian sering
menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang eksklusif.
Fenomena ini muncul sebagai akibat dari berkembangnya
karakteristik personal fable yang didorong oleh perkembangan
kognitif dalam masa formal oprations (Santrock, 2004: 204).
Keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib di antara sesama
remaja dapat menjadi peluang bagi upaya memfasilitasi
perkembangan remaja. Pada sisi lain, beberapa karakteristik
- 12 -
psikologis remaja (emosional dan labil) juga merupakan tantangan
bagi layanan yang memanfaatkan peer helper/peer tutor.
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi
pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya
(Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia
& Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001)
mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan
sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap
yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman
menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara
berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan
sebagainya (Conger, 1991). Remaja yang bermasalah lebih senang
bercerita pada sahabatnya, daripada memilih guru
pembimbingnya. Memanfaatkan momentum inilah perlunya
dibentuk bimbingan teman sebaya.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan mendeskripsikan program budaya baca dan
tulis mahasiswa di perguruan tinggi sebelum menggunakan
peer tutor (tutor sebaya).
2. Mendeskripsikan proses implementasi pengembangan
budaya baca dan tulis mahasiswa berbasis kecerdasan
majemuk (multiple intelligences) melalui peer tutor (tutor
sebaya).
3. Menjelaskan hasil pengembangan budaya baca dan tulis
mahasiswa berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor
(tutor sebaya)
- 13 -
C. Signifikansi Penulisan
Hasil penulisan buku ini diharapkan dapat bermanfaat dan
bersignifikansi, baik secara:
1. Teoretis, sebagai bahan acuan atau referensi dalam bidang
bahasa, dan khususnya bidang yang lainnya seperti:
bimbingan karier dan belajar atau akademik dalam
mengembangkan program budaya baca dan tulis mahasiswa
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Dan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan budaya
baca dan Tulis di kalangan mahasiswa pada khususnya, dan
masyarakat Indonesia pada umumnya dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Dan dapat
dijadikan sebagai acuan dalam upaya pengembangan budaya
baca para peserta didiknya agar dapat berprestasi lebih baik
di masa yang akan datang.
2. Praktis, sebagai bahan informasi dan model bimbingan dan
tutorial bagi dosen mata kuliah Bimbingan konseling dan
bahasa dalam rangka mengembangkan sumber belajar
terutama bahan ajar perkuliahan yang berkaitan dengan
bimbingan karier dalam meningkatkan kebiasaan baca dan
tulis (literasi). Dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri dan
memberdayakan mahasiswa, pada khususnya dan
meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya,
mendeskripsikan program budaya baca dan tulis mahasiswa
dengan memetakan kecerdasannya.
- 14 -
- 15 -
BAB II
PENGEMBANGAN BUDAYA BACA TULIS
A. Pengertian Membaca
Menurut Ma’mur (2010: 138) ‚Membaca merupakan kegiatan
rutin yang tidak dapat dipisahkan dari gaya kehidupan manusia
modern, terlebih lagi dalam dunia pendidikan‛. Membaca adalah
proses interaktif yang berlangsung antara pembaca dan teks,
sehingga pembaca menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
strategi untuk menentukan apa makna yang terkandung di dalam
teks. Menurut Byrne dalam jurnal nya yang berjudul ‚Modules for
the Professional Preparation of Teaching Assistants in Foreign Language‛
tahun 1998 menjelaskan bahwa pengetahuan membaca meliputi:
1. Kompetensi linguistik: kemampuan untuk mengenali unsur-
unsur sistem tulisan; pengetahuan kosakata; pengetahuan
tentang bagaimana kata-kata menjadi kalimat terstruktur.
2. Kompetensi Wacana: pengetahuan tentang membuat wacana
dan bagaimana teks saling berhubungan satu sama lain.
3. Kompetensi Sosiolinguistik: pengetahuan tentang berbagai
jenis teks dan struktur untuk mengetahui perbedaan antara
teks dan struktur tersebut.
4. Kompetensi strategis: kemampuan untuk menggunakan
strategi top-down, serta pengetahuan tentang bahasa (strategi
bottom-up).
Jadi, tujuan membaca adalah untuk menentukan
pengetahuan yang spesifik, keterampilan, dan strategi yang perlu
- 16 -
untuk dipahami oleh pembaca. Hasil bacaan adalah ketika pembaca
tahu keterampilan dan strategi yang tepat untuk jenis teks, dan
memahami bagaimana menerapkannya untuk mencapai tujuan
membaca. Rivers & Temperley (1978: 187) menyatakan bahwa ada
tujuh tujuan utama membaca:
a. Untuk memperoleh informasi dengan maksud karena kita
ingin tahu tentang beberapa topik.
b. Untuk mendapatkan petunjuk tentang cara melakukan
beberapa pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari (misalnya,
mengetahui bagaimana sebuah alat bekerja);
c. Untuk bertindak dalam bermain, bermain game, melakukan
teka-teki;
d. Untuk tetap berhubungan dengan teman-teman melalui
korespondensi atau untuk memahami surat bisnis;
e. Untuk mengetahui kapan atau di mana sesuatu akan terjadi
atau apa yang tersedia;
f. Untuk mengetahui apa yang terjadi atau telah terjadi (seperti
yang dilaporkan dalam surat kabar, majalah, laporan);
g. Untuk hobi atau kesenangan.
Membaca juga dapat diartikan sebagai proses belajar untuk
mengucapkan kata. Spesialis di bidang pendidikan, percaya bahwa
membaca melibatkan lebih dari proses keterampilan lain dan
berpikir (Morrison, 1968: 22). Kegiatan membaca dapat dilakukan
dari sejak kecil, mengenalkan gambar dan teks dalam buku serta
membacakannya pada seorang anak dapat merangsang
kemampuan berkomunikasi mereka. Menurut Nunan (1999: 249)
membaca memiliki pendekatan top-down dan bottom-up. Dalam
pendekatan bottom-up pembaca melihat bacaan sebagai proses
decoding atau simbol yang ditulis setara. Sedangkan dalam
- 17 -
pendekatan top-down bahwa belajar membaca tentunya harus
melibatkan proses yang sama misalnya, pembaca yang fasih dapat
mengenali kata-kata berdasarkan sudut pandangnya. Davies dalam
jurnal nya ‚Introducing Reading‛ tahun 1995 menetapkan ada empat
jenis membaca yaitu:
1) Membaca reseptif, yang merupakan cepat, membaca otomatis
yang kita lakukan ketika kita membaca narasi;
2) Membaca reflektif, di mana kita berhenti sejenak dan
merenungkan apa yang telah kita baca;
3) Skimming, di mana kita membaca cepat untuk membangun
secara umum apa yang terkandung dalam teks;
4) Scanning, atau mencari informasi tertentu.
Membaca dapat membantu seseorang menjadi sadar tentang
perbedaan teks dan strategi yang mereka gunakan untuk membuat
makna ketika mereka membaca, memiliki rasa kontrol atas proses
berpikir mereka sendiri, dan untuk menjadi pembaca kritis. Dalam
hal ini mahasiswa sebagai subjek harus terlebih dahulu mampu
memahami apa yang dikatakan dalam teks sebelum mereka dapat
memproses informasi ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk membuat
mahasiswa memahami dalam membaca, area isi bacaan harus
diajarkan di kedua keterampilan dan proses yang diperlukan untuk
belajar dari teks.
Anderson & Nunan (2008: 5) menyebutkan bahwa ada tiga
jenis utama dari teks sekolah dengan pendekatan yang berbeda dari
bagian pembaca:
1) Informasi-terfokus, umumnya menyajikan informasi yang
diselenggarakan di sub kategori logis dan menggunakan pola
teoretis sebab akibat;
2) Konsep-terfokus, yang biasa digunakan dalam teks ilmu;
- 18 -
3) Proses berfokus teks, umumnya ditemukan dalam teks
matematika. Jadi, isi teks berbeda karena setiap tubuh
pengetahuan memiliki kerangka sendiri.
Hal ini mengasumsikan bahwa peserta didik khususnya
mahasiswa harus mampu belajar dari berbagai teks. Membaca
adalah strategi untuk membantu peserta didik untuk berkembang
menjadi pembaca mandiri yang strategis dapat menulis untuk
memperoleh pengetahuan baru dalam mata kuliah mereka
Anderson & Nunan (2008: 6) Sebenarnya, itu menjadi tantangan
bagi dosen untuk membantu mahasiswa mengembangkan strategi
mereka dalam membaca dan berinteraksi dengan teks, karena
sebagian besar peserta didik tidak memiliki latar belakang
pengetahuan untuk memahami informasi yang disajikan.
Tujuan membaca adalah untuk belajar hal yang relevan
dengan latar belakang pengetahuan. Mahasiswa mempunyai tujuan
berbeda, karena itu dosen perlu memastikan bahwa mereka
memiliki tujuan yang jelas untuk membaca sebelum melibatkannya
dalam kegiatan membaca untuk fokus pada proses membaca.
Tujuan utama ini adalah dapat tercapainya program membaca di
perguruan tinggi khususnya di kalangan mahasiswa supaya
mereka bagus dalam kemampuan akademik sehingga membantu
mereka dalam mengembangkan pribadi melalui budaya baca tulis.
Selain itu, tujuan dari membaca adalah untuk
mengembangkan literasi konten. Anderson & Nunan (2008: 7)
mengatakan bahwa literasi sebagai kemampuan untuk
menggunakan membaca dan menulis untuk akuisisi konten baru
dalam disiplin ilmu tertentu. Hal ini akan terjadi jika peserta didik
dapat memahami isi informasi dari apa yang mereka baca. Untuk
- 19 -
memudahkan literasi, para guru dapat mentransfernya di
kehidupan nyata, sehingga peserta didik dapat melihat nilai apa
yang mereka pelajari di sekolah dan menerapkannya di luar
sekolah. Miller (2000: 3), literasi berkembang dalam berbagai
konteks yang bervariasi. Itulah sebabnya bahwa membaca dan
menulis sangat erat kaitannya.
B. Pengertian Menulis
Menulis erat kaitannya dengan membaca, karena orang yang
terbiasa menulis berarti dia terbiasa membaca sebagaimana yang
dikutip dalam Ma’mur (2010: 112) membatasi menulis sebagai
proses menyusun dan menyunting teks dalam berbagai bagian
yang mengambil tiga bentuk: batasan struktur, batasan isi, dan
batasan tujuan. Struktur dibatasi dengan aturan-aturan susunan
kalimat yang baik, paragraph yang baik, bentuk teks yang baik
pula. Batasan ini berasal dari gagasan yang harus disampaikan atau
diungkapkan dan bagaimana gagasan-gagasan tersebut saling
berkaitan, dan tujuan ditentukan oleh tujuan penulisan serta model
atau bentuk tulisan yang hendak ditawarkan pada khalayak
pembacanya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai menulis di atas,
kiranya dapat dikatakan bahwa menulis adalah kegiatan
merangkaikan kata dan kalimat sedemikian rupa untuk
mengungkapkan serta menyampaikan informasi dan gagasan
tertulis pada khalayak pembaca agar dipahami. Dengan demikian
aktivitas menulis sejatinya menuntut keterampilan lain yang harus
dimiliki penulis sebelum ia benar-benar mampu menuangkan
gagasannya.
- 20 -
Keterampilan yang harus dimiliki penulis ialah kosakata yang
cukup, menguasai struktur kalimat dengan baik agar bisa
menghubungkan kata-kata menjadi bangunan kalimat yang
bermakna dan diterima. Serta logika yang baik agar kalimat-
kalimat tersebut bisa disusun dalam paragraf yang koheren
sehingga membentuk wacana yang utuh, runtun, dan wajar
Ma’mur (2010: 118).
Setiap orang punya gaya menulis yang berbeda, yang jelas
penulis harus menguasai kosa kata dan bidang ilmu yang
ditulisnya. Dengan demikian, seorang penulis harus membekali
dirinya dengan pengetahuan yang memadai. Salah satunya bisa
didapat dari hasil membaca. Sehingga ide-ide akan berkembang
dan mengalir secara runtun dan jelas. Menurut Langan (1987: 11),
ada empat langkah dalam menulis efektif:
1. Membuat sebuah pokok bahasan
Langkah pertama dalam menulis adalah untuk memutuskan
titik apa yang ingin dibuat saat itu dalam satu kalimat. Pokok
bahasan ini umumnya dikenal sebagai kalimat topik. Sebagai
panduan untuk diri sendiri dan untuk pembaca, pokok
bahasan ditempatkan dalam kalimat pertama di paragraf.
Segala sesuatu yang berkaitan dalam kalimat harus
mendukung pokok bahasan tunggal yang ditulis dalam
kalimat pertama.
2. Mendukung pokok bahasan dengan bukti spesifik
Langkah dasar kedua adalah untuk mendukung pokok
bahasan itu dengan bukti spesifik. Hal yang dimaksud adalah
pernyataan umum. Bukti yang mendukung terdiri dari
rincian spesifik (bisa merangsang pembaca untuk membaca)
- 21 -
bisa dengan dukungan dan penjelasan alasan, contoh, dan
fakta-fakta.
3. Mengatur dan menghubungkan bukti spesifik
Pada saat yang sama penulis bisa menghasilkan rincian
khusus yang diperlukan untuk mendukung pokok bahasan,
penulis harus berpikir tentang cara-cara untuk mengatur dan
menghubungkan berbagai rincian. Semua rincian dalam
tulisan harus menyatu atau tetap bersama-sama. Dengan cara
ini, pembaca akan dapat bergerak dengan lancar dan jelas dan
dari satu informasi pendukung ke yang berikutnya.
4. Menulis jelas, kalimat bebas dari kesalahan
Langkah keempat dalam menulis yang efektif adalah
mengikuti aturan yang tertulis. Mempunyai keterampilan,
harus dipastikan kalau kalimat yang tertulis bebas dari
kesalahan. Berikut adalah yang paling umum dari konvensi
ini:
Sebelum memulai menulis, ada baiknya bertanya dulu
kepada diri sendiri beberapa pertanyaan dasar Lesikar and
Flatley (2005: 79).
a. Mengapa harus menulis ini?
Tujuannya:
1) Untuk mengonfirmasi perjanjian atau janji
2) Untuk membujuk seseorang atau menjual sesuatu
3) Untuk memberikan informasi atau menjawab
pertanyaan
4) Untuk meminta informasi atau tindakan
5) Untuk membenarkan sesuatu
6) Untuk melaporkan kemajuan
- 22 -
7) Untuk meminta maaf untuk sesuatu
8) Untuk menawarkan simpati
b. Siapa pembacanya?
1) Ingatlah bahwa setiap pembaca memiliki sikap.
Bagaimana agar bisa mengubah sikap pembaca?
2) Memperhitungkan tingkat pengetahuan pembaca.
Menulis untuk seseorang yang kita kenal selama
bertahun-tahun atau seseorang yang mungkin tidak
pernah bertemu
3) Setiap pembaca memiliki kebutuhan dan harapan.
Cobalah untuk memenuhi ini. Apakah mereka
membutuhkan informasi ini?
4) Apakah pembaca kita datang dari budaya yang
berbeda?
c. Kapan waktu terbaik untuk menulis?
Jika ada tenggat waktu pastikan diri kita mempunyai
banyak waktu
d. Di mana mengumpulkan informasi untuk menulis?
1) Di mana kita dapat menemukan informasi yang
dibutuhkan pembaca?
2) Apa pembaca nama, judul dan alamat yang tepat?
3) Di mana kita bisa menemukan tempat damai dan
tenang untuk berkonsentrasi pada tulisan ini?
e. Apa informasi yang bisa disampaikan dalam tulisan ini?
1) Apakah pembaca memiliki pengetahuan sebelumnya
tentang hal ini?
2) Rincian atau info penting apa yang harus tercakup
dalam tulisan ini??
- 23 -
3) Bagaimana agar pesan bisa disusun untuk
membantu pembaca mengetahui hal ini?
Berikut tujuh tahapan yang dapat membantu kita dalam
memproduksi karya tulis menurut Lesikar & Flatley (2005:
82):
Gambar 2.1. Tujuh Tahapan Memproduksi Karya Tulis
Berikut merupakan penjelasan dari gambar 2.1:
Langkah 1: Tujuan
Ini adalah pertanyaan untuk mempertimbangkan tujuan
dan pesan tentang mengapa harus menulis ini sebelum
meletakkan pena di atas kertas, atau jari keyboard.
- 24 -
Langkah 2: Penulisan
Mengumpulkan informasi dan bahan yang akan
membantu dalam menempatkan seluruh pesan dan
informasi.
Langkah 3: Mengatur
Mengurutkan semua ide secara logis untuk membantu
mengatur struktur penulisan pesan sehingga jelas.
Langkah 4: Draft
Setelah tiga tahap persiapan menyusun dokumen
mungkin bisa dikonsultasikan dengan rekan atau atasan
sehingga mereka mungkin dapat menyarankan
perbaikan untuk kejelasan atau struktur.
Langkah 5: Mengungkap
Mengungkap reaksi pembaca Anda. Bertanya pada diri
sendiri:
a. Apakah informasi yang ditulis sudah jelas, ringkas,
sopan, lengkap dan benar?
b. Apakah semua struktur kalimat sudah benar?
c. Apakah gagasan utama dinyatakan dengan jelas?
d. Apakah fakta dan angka sudah benar?
e. Apakah jelas menyatakan tindakan yang diperlukan?
Langkah 6: Tentukan
Memperjelas pesan dengan memperbaiki struktur dan
mengurangi hal yang tidak diperlukan. Tujuannya
adalah untuk mengatakan apa yang ingin dikatakan
dengan tetap mempertahankan kejelasan dan kesopanan.
- 25 -
Langkah 7: Edit
Mengoreksi dokumen dengan hati-hati sebelum
menandatanganinya. Periksa tanda baca ejaan dan tata
bahasa dengan hati-hati, dan kemudian periksa lagi.
Dari penjelasan di atas setidaknya ada tujuh tahapan dalam
membuat sebuah karya tulis menjadi karya yang layak untuk
dipublikasikan, berikut merupakan skenario langkah-langkah
tersebut:
Gambar 2.2. Langkah-langkah Membuat Karya Tulis
Selanjutnya Harris yang dikutip oleh Ma’mur (2010: 121)
menyatakan bahwa dalam sebuah tulisan setidaknya ada unsur
utama yang perlu diperhatikan. Pertama adalah isi (content), yakni
substansi tulisan. Kedua adalah bentuk (form), yakni adalah
gagasan atau organisasi. Ketiga adalah tata bahasa (grammar), yakni
penggunaan tata bahasa dan pla sintaksisi. Keempat adalah gaya
- 26 -
(style), yakni pilihan struktur kalimat dan kata-kata yang tepat
untuk memberikan sentuhan khusus pada tulisan. Kelima adalah
mekanik (mechanics), yakni pemakaian konsesi grafis bahasa yang
bersangkutan.
C. Hubungan Membaca dan Menulis
Seorang anak di saat masuk TK atau SD mungkin dapat
membaca lebih baik dan mungkin dapat menulis cerita yang
dibangun dengan ejaan yang benar atau hampir benar. Kita
mungkin agak terkejut mengetahui bahwa anak-anak tersebut
cukup luar biasa, meskipun tahu dari mana mereka mendapatkan
pengetahuan tersebut. Semua keterampilan ini disebut
keterampilan literacy (Miller: 2000: 1).
Antara menulis dan membaca terdapat hubungan yang erat.
Pada prinsipnya kita menulis untuk dibaca. Minimal untuk dibaca
oleh diri sendiri. Tugas penulis adalah mengatur/menggerakkan
suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tertentu dalam
bayangan/kesan pembaca. Berikut tabel hubungan antara maksud
penulis dan respons pembaca menurut Tarigan (1994: 5):
Tabel 2.1. : Hubungan antara Maksud Penulis dan Respon
Pembaca
Maksud Penulis Respons Pembaca
Memberitahukan atau mengajar Mengerti/memahami
Meyakinkan atau mendesak Percaya/Menantang
Menghibur atau menyenangkan Kesenangan estetis
Mengutarakan/mengekspresikan
perasaan dan emosi yang berapi-api
Tingkah laku atau pikiran
yang dikendalikan oleh emosi
- 27 -
Maksud tabel di atas adalah bahwasanya perlu dipahami
sekalipun penulis telah menentukan maksud dan tujuan yang baik
sebelum dan sewaktu menulis, namun seringkali penulis
menghadapi kesulitan dalam hal mengikuti tujuan utama yang
telah ditetapkan. Dari keterangan di atas, kalau kita bisa
merumuskan maksud dan tujuan dipandang dari segi respons
pembaca, maka tulisan kita pasti lebih sesuai dengan harapan
pembaca sehingga maksud penulis dapat dihubungkan dengan
responsi yang diinginkan dari pihak pembaca. Suatu cara yang baik
ialah dengan cara merumuskan sebuah kalimat tujuan. Ini
merupakan sebuah kalimat yang secara eksplisit menyatakan
tujuan kita yang ada kaitannya dengan pokok pembicaraan dan
pembaca.
Membaca dan menulis adalah satu kesatuan dan merupakan
keterampilan yang erat berhubungan dengan proses-proses yang
mendasari bahasa. Karena itu bisa mencerminkan perilaku
seseorang, semakin terampil seseorang berbahasa, akan semakin
terampil pula jalan pikirannya, dan hal itu bisa diraih melalui
praktik dan latihan (Tarigan, 1994: 6). Lebih jelas lagi bisa dilihat
dari skema berikut mengenai ciri-ciri khusus dari keterampilan
membaca dan menulis Brown (1994: 334).
Tabel 2.2. : Ciri-ciri Khusus Keterampilan Membaca dan
Menulis
Penglihatan/gerakan
tangan
Membaca Menulis
Grafo-
logi
Struk-
tur
Kosa-
kata
Grafo-
logi
Struk-
tur
Kosa-
kata
- 28 -
Secara singkat para ahli merumuskan ciri-ciri tulisan yang baik
yang mudah dipahami pembaca seperti berikut ini:
a. Jujur: jangan coba memalsukan gagasan atau ide
b. Jelas: jangan membingungkan para pembaca
c. Singkat: jangan memboroskan waktu para pembaca
d. Usahakan keanekaragaman: panjang kalimat yang beraneka
ragam, berkarya dengan penuh kegembiraan
(Mc. Mahan & Day, 1960 dalam Tarigan, 1994)
D. Budaya Baca Tulis
Istilah literasi pada umumnya mengacu pada kemampuan
atau keterampilan membaca dan menulis. Artinya seorang yang
literat adalah orang yang telah menguasai keterampilan membaca
dan menulis dalam bahasa. Namun demikian, pada umumnya
penguasaan keterampilan membaca seseorang itu lebih baik dari
kemampuan menulisnya Ma’mur (2010: 111). Membaca dan
menulis sangat erat kaitannya, hal ini bisa menjadi sarana untuk
menambah wawasan pengetahuan. Chaedar Alwasilah (2007: 26)
dalam bukunya ‚Pokoknya Menulis‛ pernah menyebutkan bahwa
kelemahan kaum intelektual kita adalah rendahnya budaya
menulis, sehingga ilmu yang dimiliki mereka berhenti di situ. Tak
ada reproduksi. Dan itu semua dikarenakan tidak membudaya
membaca kritis. Tanpa kemampuan ini, pembaca dan penjelajah
dunia maya tidak akan kebanjiran ilmu.
Zaman dulu saja pada tahun 2004 The Times Higher Education
Supplement memilih 200 universitas terhebat di dunia. Sepuluh
terhebat adalah di antaranya Harvard University, University of
California Berkeley, Massachusetts Institute of Technology,
- 29 -
California Institute of Technology, Oxford University, Cambridge
University, Stanford University, Yale University, Princeton
University, dan ETH Zurich (Swiss). Yang mengagumkan adalah
masuknya empat universitas tetangga terdekat kita, yaitu National
University of Singapore, Nanyang University, Malaya University,
dan Sains Malaya University. Urutan itu ditentukan oleh skor yang
diperoleh dalam lima hal, yaitu penulisan oleh sejawat, jumlah
dosen asing, jumlah mahasiswa asing, rasio dosen-mahasiswa, dan
yakni jumlah karya tulis dosen yang dikutip di forum dunia.
Aji Septiaji pada artikelnya yang berjudul ‚Budayakan Minat
Baca Tulis‛ di Kompasiana tahun 2004 mengatakan bahwa maju
mundurnya peradaban suatu bangsa salah satu nya bisa dilihat dari
budaya baca tulis bangsa itu sendiri. Semakin tinggi budaya baca-
tulis masyarakat, semakin maju pula peradabannya. Siapa pun
yang ingin maju dan berbuat yang terbaik bagi bangsanya haruslah
membiasakan diri dengan aktivitas membaca dan menulis. Dalam
empat keterampilan berbahasa pun keduanya menempati urutan
tertinggi setelah menyimak dan berbicara. Hubungan keduanya
sangat erat bagaikan fondasi-fondasi yang turut memperkokoh
sebuah bangunan. Membaca dan menulis seharusnya sudah
mendarah daging dalam jiwa dan raga kita.
Orang bijak mengatakan bahwa membaca adalah jendela
dunia, Membaca merupakan solusi bagi siapa saja yang ingin
menulis. Semakin banyak buku yang dibaca semakin banyak
kosakata serta wawasan yang diproduksi. Namun ketika membaca
dijadikan sebagai pandangan sekilas, ‚yang penting menulis‛ tanpa
membaca terlebih dahulu mustahil ide serta wawasan akan
tertuang dalam tulisan. Aktivitas membaca dan menulis masih
- 30 -
sangat minim di negara kita. berbeda dengan negara tetangga yang
mempunyai motto ‚sedikit-sedikit membaca,‛ sedangkan kita
hanya ‚sedikit membaca.‛ Membaca dan menulis harus
dibudayakan, jika tidak maka akan berdampak bagi sumber daya
manusia kelak.
Seseorang dikatakan ahli dalam menulis karena sebelumnya
ia ahli dalam membaca. Sedangkan untuk menciptakan manusia
aktif, cerdas, kreatif, dan terampil ditentukan olah tradisi membaca.
Niat yang ikhlas dan rasa malas sering menjadi penyebab setiap
orang dalam meraih ilmu, apalagi untuk membaca dan menulis.
Menurut Putu Wijaya seorang sastrawan dari Bali, bahwa ‚faktor
bakat berpengaruh tak lebih dari lima persen.‛ Itu berarti dalam hal
menulis setiap orang mampu karena tidak didominasi oleh bakat
atau kemampuan. Niat yang besar merupakan penggerak utama
dalam memulai segalanya. Niat saja mungkin tak cukup, perlu
adanya kekuatan emosi yang menggerakkan niat. Ketika niat hanya
dijadikan sebagai pelengkap, maka ia takkan berarti apa-apa.
Hakikat orang yang gemar membaca dan menulis ialah ingin
meraih sukses. Siapa pun bisa sukses. Jadi siapa pun dan
bagaimana pun bisa meraih sukses tanpa memandang status, baik
itu orang kaya, miskin, negeri bahkan swasta. Menumbuhkan niat
yang ikhlas memang tak mudah, semua harus berawal dari dalam
diri dan dari hal terkecil. Sudah saatnya bagi kita untuk
menenggelamkan diri dalam dunia kreativitas dengan
membudayakan tradisi membaca dan menulis. Siapa banyak
membaca dan menulis mereka menguasai informasi, sedangkan
mereka yang menguasai informasi maka mereka menguasai dunia.
- 31 -
Bayangkan oleh kita semua, wahyu pertama yang diterima
Rasululllah yang jumlahnya lima ayat (surah al-Alaq ayat 1-5)
terdapat enam kata berhubungan secara langsung dengan ilmu
pengetahuan. Yakni, iqra (dua kali), ‘allama (dua), bil qolam (satu),
dan maa lam ya’lam (satu). Ayat-ayat tersebut sekaligus
mengindikasikan betapa Islam menekankan arti penting membaca
dalam kehidupan manusia. Kata baca sendiri mempunyai banyak
arti. Ini menunjukkan betapa ajaran Islam mendorong umatnya
mencintai dan menguasai ilmu pengetahuan. Di mana pun dan
kapan pun umat Islam berada, di situlah ilmu pengetahuan
dikembangkan (K.H. Didin Hafidhuddin dalam Republika: 2014).
Untuk menjadi generasi pengamal ilmu yang berujung pada
lahirnya kembali peradaban, ada dua kegiatan yang harus selalu
dilakukan terutama generasi mudanya, diantaranya mahasiswa
yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa. Diantaranya
membaca dan menulis. Apabila dua kegiatan ini melekat dan
membudaya pada struktur berpikir tidak akan ada lagi
ketertinggalan. Cobalah tengok masyarakat/bangsa yang dikatakan
maju dan sukses saat ini mereka pasti sangat kental dengan budaya
baca dan tulis. Contohnya Negara Jepang dan sebagian Negara
maju di Eropa (Jerman, Perancis, dll), masyarakatnya selalu mengisi
hari dan waktu luang mereka dengan membaca, baik saat antre di
loket, di perjalanan KA, bus atau pesawat, menunggu di lobi,
menunggu datangnya kendaraan umum, di jeda kuliah, dan semua
waktu mereka hampir terisi dengan kegiatan membaca. Lalu
tulisan, sekian banyak karya ilmiah dan non-ilmiah mereka di
media-media tulisan lokal maupun internasional.
- 32 -
Faktanya, Islam pernah gemilang dan bercahaya menaungi
sepertiga bola dunia. Peradaban umat Islam kala itu sangat kental
dengan bacaan, tulisan dan pembelajaran. Ulama sekelas Ibnu Jarir
at-Thabari menulis rata-rata 14 halaman per harinya jika ditinjau
dari seluruh umur beliau. Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
segudang yang sampai ke tangan kita, belum yang hilang. Ulama
terkenal dari keempat madzhab dikenal tidak dikenal dengan buku
dan karya tulis mereka yang monumental. Bahkan Al-Quran
Kalamullah dan Hadits yang mulia sampai kepelukan kita saat ini
melalui media tulisan. Konon sebagian ulama besar Islam sampai
hilang atau berkurang penglihatannya karena saking banyaknya
membaca. Begitulah peran strategis budaya membaca dan menulis.
Tidak akan terpisah dari kemajuan suatu zaman, keunggulan
seorang insan. Membaca dan menulis adalah sunnatullah yang
mengiringi keberhasilan umat.
Sayangnya dalam konteks Negara kita, perhatian masyarakat
secara umum terhadap buku masih sangat minim. Minat baca-tulis
masih demikian amat rendah. Hal ini tentu saja menjadi catatan
yang kurang menggembirakan. Akan tetapi, kenyataan ini dapat
disebabkan dengan beberapa alasan: (1) Tingkat kesejahteraan
masyarakat yang masih memprihatinkan. Kondisi ekonomi yang
tidak menentu menjadi faktor utama terabaikannya perhatian
terhadap buku. (2) Tidak ada contoh konkret untuk dijadikan
teladan dalam hal mencintai buku.
Inilah realita yang terjadi di negeri kita. Budaya mencintai
buku masih langka. Padahal minat baca-tulis harus kita
tumbuhkan, apalagi kita bisa mendapatkan informasi apa saja, bisa
membacanya melalui akses internet kemudian menuliskannya
- 33 -
kembali dengan sudut pandang kita. Kita gali segala macam
pengetahuan untuk kemudian kita sampaikan kepada khalayak
dengan menuliskannya, entah melalui artikel, kolom, esai atau
bahkan sebuah buku. Sebuah aktivitas yang sangat mulia, ketika
kita mau berbagi pengetahuan yang kita miliki kepada orang lain
dengan menuliskannya.
Begitu banyak survei yang mengatakan bahwa budaya
membaca (buku) di Indonesia sangat rendah. Hal ini dapat
digambarkan dari angka penjualan buku di Indonesia yang masih
rendah. Jumlah buku yang terjual adalah sebanyak 33,19 juta
eksemplar. Jika katakanlah penduduk Indonesia berjumlah
sebanyak 200 juta, hanya 1 dari 6 orang yang membeli buku setiap
tahunnya. Maka dari itu melalui strategi yang cocok mahasiswa
diharapkan dapat mengembangkan budaya baca tulis yang bisa
membuka wawasan dan keterampilannya.
E. Pengembangan Model Budaya Baca
Pengembangan budaya baca merupakan serangkaian
kegiatan yang diarahkan untuk mendorong masyarakat
menjadikan kegiatan membaca sebagai bagian dari kebutuhan
hidup sehari-hari, baik yang berorientasi pada penyegaran pikiran
(entertainment) maupun untuk perluasan atau pengayaan wawasan
pengetahuan (knowledge building) sehinga masyarakat secara
mandiri dapat meningkatkan mutu kehidupannya, baik secara
rohani maupun jasmani. Pengembangan budaya baca juga
mencakup upaya untuk mewujudkan lingkungan dan berbagai
sarana yang kondusif untuk menumbuhkembangkan kebiasaan
membaca bagi semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi, baik
- 34 -
dari segi gender maupun status sosial ekonominya. Budaya baca
dinilai penting untuk dikembangkan di Indonesia karena: 1)
melalui budaya baca dan belajar diharapkan wawasan,
pengetahuan, kreativitas, motivasi untuk maju dan mengatasi
rintangan meningkat serta tidak mudah putus asa, 2) dilihat dari
kualitas insan Indonesia, 67% tingkat pendidikan angkatan kerja
baru adalah tamatan dan tidak tamat SD dan SMP, 3) rata-rata lama
pendidikan penduduk Indonesia hanya 7 tahun (sampai kelas 8),
dan 4) produktivitas nasional masih rendah.
Pengembangan budaya baca tidak terbatas hanya menjadi
tugas dan tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional saja
selaku penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan formal dan
nonformal, tetapi juga semua lembaga/instansi pemerintah dan
swasta, individu dan kelompok. Akan tetapi, analisis situasi
budaya baca ini difokuskan pada aspek-aspek yang berkaitan
dengan pendidikan non-formal dan secara lebih khusus lagi yang
berkaitan dengan pengembangan budaya baca melalui
perpustakaan, atau bahkan komunitas baca.. Membaca merupakan
salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang diajarkan di
Sekolah Dasar. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan
satu dengan yang lain dan merupakan satu kesatuan. Kegiatan
membaca merupakan kegiatan reseptif, suatu bentuk penyerapan
yang aktif. Dalam kegiatan membaca, pikiran dan mental
dilibatkan secara aktif, tidak hanya aktivitas fisik saja. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 83), membaca adalah melihat
serta memahami isi dari apa yang tertulis. Membaca merupakan
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis
- 35 -
melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dengan kata lain, membaca
adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung
di dalam bahan tulis. Menurut Akhadiah (1991: 22), membaca
merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang
mencangkup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-
kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta
menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan.
Model baca dan tulis yang dikembangkan dalam penulisan
ini terdiri dari 4 program, yaitu:
a. Dear (Drop Everything and Read),
b. ODOA (one day one article) dan OMOB (one month one book)
c. Jurnal Membaca dan Menulis
d. Bengkel Membaca dan Menulis
e. Komunitas Baca dan Tulis (KOMBIS)
f. Secara detail akan dijelaskan di bab VI.
- 36 -
- 37 -
BAB III
MULTIPLE INTELLIGENCE (KECERDASAN MAJEMUK)
A. Teori Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan Majemuk (KM) adalah validasi tertinggi gagasan
bahwa perbedaan individu adalah penting (Jasmine, 2007:11).
Kecerdasan majemuk merupakan konsep yang menghargai setiap
perbedaan yang ada dalam diri individu baik mengenai bakat dan
minatnya masing-masing. Setiap perbedaan dianggap wajar bahkan
unik dan sangat berharga. Setiap manusia memiliki potensi bawaan
baik secara fisik maupun psikis yang diwariskan oleh kedua orang-
tuanya. Potensi bawaan ini akan semakin nyata jika diasah oleh
lingkungan, sebagaimana yang diungkapkan Watson yang dikutip
oleh Hurlock (1993) dalam Yuliani Sujiono (2013:180) bahwa ia
dapat melatih bayi normal untuk menjadi apa saja yang diinginkan-
dokter, ahli hukum, artis bahkan pengemis dan pencuri tanpa
mempedulikan bakat, kemampuan, kecenderungan, dan ras anak
itu. hal tersebut memberikan isyarat bahwa faktor lingkungan
begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan potensi
seseorang. Berikut merupakan bagan pembentukan potensi bawaan
yang dikutip dari Bambang Sujiono & Yuliani Sujiono (2013:181):
- 38 -
Gambar 2.3. Pembentukan Potensi Bawaan
Dari bagan di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat
terjadinya pembuahan di situlah manusia dibentuk, gen orangtua
akan menurun pada bayi dan hal tersebut tidak dapat diubah
kecuali dengan rekayasa genetik yang tidak mudah seperti halnya
dalam dunia kedokteran, genetik itulah yang memunculkan potensi
baik dari segi fisik maupun psikis. Fisik seseorang tidak akan jauh
dari orang tuanya begitupun dengan psikis seperti intelektual,
emosional dan sosial, termasuk penyimpangan kejiwaan
merupakan turunan dari genetiknya (ayah-ibu dan keturunannya).
Hanya saja potensi yang ada dalam diri manusia tidak melulu
SAAT
PEMBUAHAN
(Conception Phase)
Genetik
(Nature Aspects)
Tidak dapat diubah
kecuali dikontrol
FISIK
- Rambut, mata,
kulit
- Postur tubuh:
tinggi, pendek,
gemuk, kurus
- Berbagai
penyakit
menular
PSIKIS
- Mental
(emosional,
sosial,
intelektual)
- Berbagai
penyimpangan
kejiwaan
POTENSI
- 39 -
dapat diukur dengan hitungan matematis seperti halnya emosi,
jiwa sosial, empati, dan sebagainya. Potensi itu akan semakin
terasah jika faktor lingkungan mendukungnya.
Menurut Gardner dalam Sujiono (2013:182) dalam teori
kecerdasan majemuk ada banyak cara belajar dan anak-anak dapat
menggunakan intelegensinya yang berbeda untuk mempelajari
sebuah keterampilan atau konsep. Sebagai contoh, dalam belajar
matematika mengenai penjumlahan, ada anak yang menjumlahkan
angka dengan cara membayangkan angka-angka tersebut di udara
dan menggerakkan jarinya untuk menghitungnya. Tetapi di sisi
lain, ada anak yang menghitung angka-angka tersebut dengan cara
menuliskan angka-angka dalam kertas untuk kemudian
dihitungnya. Kedua anak tersebut sama-sama menghitung dan
hasilnya sama tapi cara yang mereka lakukan berbeda, hal tersebut
dapat terjadi karena setiap individu memiliki kecerdasan berbeda,
ada anak yang lebih cenderung pada kecerdasan logis-matematis
dan ada yang cenderung pada kecerdasan spasial yakni berkaitan
dengan ruang dan gambar.
Saat ini teori kecerdasan majemuk dijadikan salah satu acuan
dalam dunia pendidikan untuk memahami potensi, minat, bakat
dan keahlian anak. Terutama dalam pembelajaran di sekolah guru
dapat menentukan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang
sesuai dengan potensi anak, tidak terkecuali di perguruan tinggi,
dosen dapat menerapkan konsep ini kepada mahasiswa dalam
rangka menilai sejauh mana minat mereka dalam membaca dan
menulis, sehingga dosen dapat mengarahkan minat tersebut
menjadi energi positif terutama dalam membudayakan membaca
dan menulis di kalangan mahasiswa.
- 40 -
B. Macam-macam Kecerdasan Majemuk
Howard Gardner merupakan tokoh pencetus Kecerdasan
Majemuk, menurutnya ada tujuh kecerdasan yang terdapat dalam
diri manusia (Howard Gardner, 2013:39), kemudian ia
menambahkannya menjadi delapan kecerdasan (Sujiono, 2013:185),
di antaranya:
1. Kecerdasan Linguistik (berkaitan dengan bahasa)
Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengelola
kata, atau kemampuan menggunakan kata secara efektif baik
secara lisan maupun tertulis. Orang yang cerdas dalam
bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang,
menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata
yang diucapkannya. Kecerdasan itu memiliki empat
keterampilan yaitu: menyimak, membaca, menulis dan
berbicara. Kecerdasan linguistik juga telah diuji secara
empiris oleh Gargner (2013:45) ‚daerah spesifik dari otak
disebut dengan ‚Daerah Broca‛, bertanggung jawab untuk
menghasilkan kalimat yang benar secara tata bahasa.
Seseorang yang mengalami kerusakan otak di daerah ini
dapat memahami kata-kata dan kalimat cukup baik tetapi
mengalami kesulitan menyusun kata-kata menjadi kalimat
kecuali dalam bentuk yang paling sederhana.‛ Itulah
mengapa linguistik termasuk pada kategori kecerdasan
majemuk. Tujuan mengembangkan kecerdasan majemuk
yaitu: 1) agar anak mampu berkomunikasi baik lisan maupun
tulisan dengan baik, 2) memiliki kemampuan bahasa untuk
meyakinkan orang lain, 3) mampu mengingat dan menghafal
- 41 -
informasi, 4) mampu memberikan penjelasan, 5) mampu
untuk membahas bahasa itu sendiri. (Sujiono, 2013: 185).
Program yang diujicobakan kepada mahasiswa dalam rangka
membudayakan baca tulis melalui peer tutor berbasis multiple
intelligence merupakan langkah tepat untuk memulai
kebiasaan mereka dalam membaca dan menulis. Dengan
mengenal terlebih dahulu buku-buku apa yang disukai oleh
mahasiswa berdasarkan tes kecerdasan majemuk (smart test),
maka penulis dapat mengarahkan mahasiswa untuk
menggali kemampuan linguistiknya. Terlebih lagi mahasiswa
dibantu oleh teman sebayanya (peer tutor) untuk mengasah
kemampuan mereka dalam membaca dan menulis.
2. Kecerdasan Logis-Matematis (berbakat dengan nalar dan
logika dan matematika)
Kecerdasan logis-matematis adalah kecerdasan dalam hal
angka dan logika. Kecerdasan ini melibatkan keterampilan
mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika
atau akal sehat. Kecerdasan logika matematis pada dasarnya
melibatkan kemampuan-kemampuan menganalisis masalah
secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus
atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara ilmiah
(Sujiono, 2013: 187). Hal ini pernah terjadi pada pemenang
nobel Barbara Mc Clintock tahun 1983 dalam bidang
kedokteran dan fisiologi, karyanya mengenai mikrobiologi. Ia
memiliki kekuatan intelektual dalam melakukan deduksi dan
pengamatan seperti pada kecerdasan logis-matematis
(Gardner, 2013:43). Biasanya untuk merangsang kemampuan
logis-matematis dapat dilakukan dengan cara bilangan,
- 42 -
beberapa pola, hitungan, statistik, logika, game strategi dan
lain-lain.
3. Kecerdasan Spasial (berkaitan dengan ruang dan gambar)
Kecerdasan spasial merupakan salah satu bagian dari
kecerdasan jamak yang berhubungan dengan kemampuan
untuk memvisualisasikan gambar dalam pikiran seseorang,
atau untuk anak di mana ia berpikir dalam bentuk visualisasi
dan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau
menemukan jawaban. Sebagai contoh, seorang navigator
yang mengelilingi lautan, ia hanya berbekal posisi bintang di
langit sebagai petunjuk untuk menemukan pulau yang akan
dilewatinya, karena ia memiliki kecerdasan spasial maka ia
dapat menentukan arah mana yang harus ia tuju untuk
sampai ke sebuah pulau dengan hanya berbekal gugusan-
gugusan bintang dengan memetakannya dalam pikirannya.
Atau contoh lain dalam seni catur, di mana seorang pemain
harus cerdik mengatur setiap langkah dan gerak buah catur
dalam ruang kotak yang tersedia.
4. Kecerdasan Kinestetik (berkaitan dengan badan dan gerak
tubuh)
Kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan di mana saat
menggunakannya kita mampu melakukan gerakan-gerakan
yang bagus, berlari, menari, membangun sesuatu, semua seni
dan hasta karya. Pengendalian gerakan badan tentu saja
terletak di korteks motoris, dengan setiap belahan otak
mendominasi atau mengendalikan gerakan badan yang
berada di sisi berlawanan (Gardner, 2013: 41). Kecerdasan
kinestetik juga dapat rusak jika seseorang terkena apraxia
- 43 -
(kehilangan kemampuan melakukan gerakan yang
terkoordinasi). Atlet seperti David Beckham misalnya,
memiliki kecerdasan kinestetik, ia dapat menendang bola dari
jarak yang sangat jauh ke gol lawan dengan tepat tanpa
meleset sedikitpun, kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh
semua atlet pesepak bola lainnya.
5. Kecerdasan Interpersonal (berhubungan dengan antar
pribadi, sosial)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat
berkomunikasi dengan orang lain. ini mengacu pada
‚keterampilan manusia‛, dapat dengan mudah membaca,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain (Sujiono,
2013: 192). Komunikasi sendiri dapat diartikan sebagai bentuk
interaksi manusia yang saling memengaruhi satu sama lain,
sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk
komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka,
lukisan, seni dan teknologi (Wiryanto, 2004; Solihat,
dkk.,2014). Kecerdasan interpersonal bersifat pribadi
diperlukan bukti dari kecerdasan bahasa, musik, atau
beberapa bentuk ekspresi kecerdasan lain bila pengamat ingin
mendeteksinya. Seperti halnya seseorang yang memiliki
kecerdasan interpersonal, orang akan tahu ia memiliki
kemampuan itu karena ia menuliskan pengalaman hidupnya
dalam bukunya. Kecerdasan interpersonal juga diperkuat
oleh penulisan yang dilakukan Daniel Goleman mengenai
kecerdasan emosional, dimana kecerdasan ini dapat
menentukan keberhasilan seseorang dalam hidup.
- 44 -
6. Kecerdasan Intrapersonal (berkaitan dengan hal-hal yang
sangat mempribadi)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan diri kita untuk
berpikir secara reflektif, yaitu mengacu kepada kesadaran
reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri
sendiri. Adapun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini
ialah berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri,
mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal,
menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri,
dan menulis introspeksi (Sujiono, 2013: 191). Kemampuan
intrapersonal biasanya ada dalam seorang guru, seorang guru
dapat menaklukan anak yang dicap bandel dan nakal, guru
tersebut memahami muridnya, ia terampil membaca
kehendak anak, psikologis anak, bahkan ketika anak itu diam
sekalipun ia tahu apa yang ada dalam benak anak. Itulah
yang dinamakan kemampuan intrapersonal.
7. Kecerdasan Musikal (berkaitan dengan musik, irama dan
bunyi/suara)
Kecerdasan musikal yaitu kemampuan menangani bentuk-
bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (penikmat musik),
membedakan (kritikus musik), mengubah (komposer),
mengekspresikan (penyanyi). Kecerdasan ini meliputi
kepekaan pada irama, pola titi nada pada melodi, dan warna
nada atau warna suara lagu (Sujiono, 2013: 192). Terkadang
kecerdasan musik ini dipandang sebelah mata oleh para
orang tua, musik dianggap sebagai hobi atau kesukaan semua
orang, bukan hal yang perlu dikembangkan dalam diri,
padahal kecerdasan musik juga dapat diindikasikan sebagai
- 45 -
kecerdasan bahasa, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Gardner (2013: 39) ‚bagian tertentu dari otak berperan
penting dalam persepsi dan produksi musik. Daerah ini
mempunyai karakteristik terletak di belahan otak sebelah
kanan, atau terletak di daerah yang dapat dinyatakan dengan
jelas, sebagai bahasa.‛
8. Kecerdasan Natural
Kecerdasan natural yaitu keahlian mengenali dan
mengategorikan spesies (flora, fauna) di lingkungan sekitar,
mengenai eksistensi suatu spesies, memetakan hubungan
antara beberapa spesies. Kecerdasan ini juga meliputi
kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya: formasi
awan dan gunung-gunung). Dan bagi mereka yang
dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan
membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet
dan sampul kaset cd dan lain-lain (Garnerd, 1998; Sujiono,
2013). Selain itu, kecerdasan natural ialah kemampuan
merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan elemen-
elemen yang ada di alam.
Tidak menutup kemungkinan kedelapan kecerdasan
majemuk di atas dapat bertambah sesuai dengan perkembangan
kepribadian manusia yang semakin kompleks. Seperti halnya di
Indonesia, ada juga istilah kecerdasan spiritual di mana seseorang
memiliki kemampuan lebih dalam bidang agama dan
pengaplikasiannya.
- 46 -
C. Kritikan Terhadap Teori Kecerdasan Majemuk
Menurut Bambang Saeful Hadi dalam jurnalnya berjudul
‚Teori Kecerdasan Ganda dan Implikasinya terhadap Strategi
Pembelajaran di Sekolah‛, ada beberapa kritikan yang muncul
terhadap teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk) atau
biasa disingkat dengan MI, baik dari para ahli psikologi dan
ahli/praktisi pendidikan beberapa diantaranya dari Susan W. Mills
(Frostburgh State University), Elliot Eisner, Stenberg, dan lain-lain.
Kritikan tersebut antara lain:
1. Para ahli banyak yang bingung dengan konstruk MI tersebut,
apakah ia termasuk sebuah dominan atau sebuah disiplin.
2. MI sulit dibedakan dengan sesuatu yang ada pada learning
style, cognitive style, atau working style.
3. Ada banyak macam jenis kecerdasan yang belum tercakup
dalam konstruk MI Gardner, seperti kemampuan seseorang
untuk memahami goresan lukisan, membuat/menghadirkan
suatu kondisi benda pada sebuah kanvas, dan lain-lain.
4. Definisi kecerdasan musikal tidak jelas dan tidak cukup
untuk menunjuk kemampuan tersebut, karena untuk
menghasilkan kerja musik diperlukan pula bodily-kinesthetic,
musical intellegency.
5. Teori MI tidak kompatibel dengan g (general intelligence)
6. Teori MI sebenarnya hampir sama dengan teori yang ada
pada psychometric, hanya cakupannya yang ditambah.
7. Sulit melakukan pengetesannya, karena dengan demikian
perlu ada 7 atau set alat tes. Terhadap kritikan, Gardner
menyanggah bahwa sederet tes akan inkonsisten dengan
sejumlah teori yang telah mapan.
- 47 -
Menanggapi kritikan tersebut Gardner membuat sebuah
artikel yang diterbitkan oleh surat kabar Wiconsin Association for
Supervision and Curriculum Development (WASCD) dan
ringkasannya dimuat di majalah Phi Delta Kappan pada bulan
November 1995 (Mills, 2001; Hadi, tt), setelah menulis artikel ia
membuat buku yang diberi judul Intellegence Reframed, dalam
bukunya ia menambahkan satu lagi kecerdasan dalam diri manusia
yaitu naturally intelligence.
- 48 -
- 49 -
BAB IV
PEER TUTOR (TUTOR SEBAYA)
A. Pengertian Peer Tutor
Pembelajaran tutoring merupakan pembelajaran melalui
kelompok yang terdiri atas satu peserta didik dan satu pengajar
(tutor, mentor) atau boleh lebih seorang peserta didik mampu
memegang tugas sebagai mentor, bahkan sampai taraf tertentu
dapat menjadi tutor. Greenwood,Maheady & Delquadri dalam Hall
(1999), menyatakan bahwa ‚Manfaat utama penggunaan metode ini
adalah agar guru dapat mengaktifkan seluruh peserta didik secara
serempak sambil mengawasi kemajuan mereka‛.
Sedangkan menurut Zaini (dalam Suyitno, 2004:36) ‚metode
belajar yang paling baik adalah mengajarkan kepada orang lain.
Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran tutor sebaya
sebagai bagian dari pembelajaran akan sangat membantu peserta
didik dalam mengerjakan materi kepada teman-temannya.
Bantuan tersebut dapat dilakukan teman-teman di luar
pembelajaran di kelas. Mengingat bahwa elemen pokok merupakan
elemen pokok dalam pembelajaran, yang pada akhirnya dapat
mengubah tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu,
maka peserta didik harus dijadikan sumber pertimbangan di dalam
pemilihan sumber pembelajaran.
Tutor sebaya ialah pemanfaatan peserta didik yang
mempunyai keistimewaan, kepandaian dan kecakapan di dalam
- 50 -
kelas untuk membantu memberi penjelasan, bimbingan dan arahan
kepada siswa yang kepandaiannya agak kurang atau lambat dalam
menerima pelajaran yang usianya hampir sama atau sekelas.
Metode pembelajaran tutor sebaya (Peer Teaching/peer tutor)
adalah metode pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan,
bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar siswa belajar efektif
dan efisien (Hamalik, 1990:73). Subjek yang memberikan bimbingan
dalam kegiatan tutorial dikenal sebagai tutor. Arikunto (1986:77)
menyatakan bahwa tutor sebaya (Peer Teaching) adalah seseorang
atau beberapa orang siswa yang ditunjuk oleh guru sebagai
pembantu guru dalam melakukan bimbingan terhadap teman
sekelas. Dalam mengembangkan budaya baca, konsep pengajaran
tutor sebaya (peer teaching) dapat dan memungkinkan digunakan
untuk membantu siswa dalam membiasakan baca dan tulis.
B. Manfaat Pembelajaran dengan Peer Tutor
Manfaat dari pelaksanaan pengajaran dengan tutor sebaya
bagi tutor adalah:
1. Tutor akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar
dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa
yang telah dipelajari dan diperolehnya atas tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya.
2. Siswa yang dijadikan pengajar atau tutor, eksistensinya
diakui oleh teman sebaya.
3. Selain bermanfaat bagi tutor, pembelajaran dengan tutor
sebaya juga mendatangkan manfaat bagi teman yang diajar.
Siswa akan lebih memahami konsep materi yang diajarkan.
- 51 -
4. Peserta didik mengembangkan kemampuan yang lebih baik
untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa
yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan tutor
sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil
dibandingkan guru. Peserta didik melihat masalah dengan
cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka
menggunakan bahasa yang lebih akrab.
C. Implementasi Peer Tutor
Beberapa hal penting dalam konseling teman sebaya menurut
Geral Corey (2005):
a. Hubungan Konseling Sebaya:
1) Hubungan saling percaya
2) Komunikasi yang terbuka
3) Pemberdayaan klien agar mampu mengambil
keputusannya sendiri.
b. Persyaratan Tutor Sebaya:
1) Berpengalaman sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak)
2) Memiliki minat, kemauan, dan perhatian untuk
membantu klien.
3) Terbuka untuk pendapat orang lain.
4) Menghargai dan menghormati klien.
5) Peka terhadap perasaan orang dan mampu berempati.
6) Dapat dipercaya dan mampu memegang rahasia.
c. Keterampilan Tutor Sebaya:
1) Membina suasana yang aman, nyaman, dan
menimbulkan rasa percaya klien terhadap Tutor.
2) Melakukan komunikasiinterpersonal, yaitu hubungan
timbal balik yang bercirikan:
- 52 -
a) komunikasi dua arah
b) Perhatian pada aspek verbal dan non verbal
c) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi,
perasaan dan pikiran
d) Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar yang aktif,
memahami secara positif, dan merespons secara
tepat), seperti :
e) Jaga kontak mata dengan lawan bicara/mahasiswa
lainnya (sesuaikan dengan budaya setempat)
tunjukkan minat mendengar.
f) Jangan memotong pembicaraan klien, atau
melakukan kegiatan lain.
g) Ajukan pertanyaan yang relevan.
h) Tunjukkan empati.
i) Lakukan refleksi dengan cara mengulang kata-kata
klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
d. Persiapan Tutor sebelum pertemuan:
1) Menyiapkan mental dan psikologis, artinya Tutor sedang
tidak terbawa oleh emosi atau masalahnya sendiri.
2) Mengatur dan menata tempat konseling sesuai
persyaratan.
3) Menyiapkan alat, atau hal-hal yang mempermudah
bantuan konseling.
e. Langkah-langkah /tahapan tutorial:
1) Mengucapkan salam.
2) Mempersilakan klien duduk.
3) Menciptakan situasi yang membuat klien merasa
nyaman.
4) Mengajukan pertanyaan tentang maksud dan tujuan
kedatangannya.
- 53 -
5) Berikan informasi yang sangat
dibutuhkan klien, termasuk berbagai alternatif jalan
keluar.
6) Mendorong dan membantu klien untuk menentukan
jalan keluar atas persoalan yang dihadapi.
7) Sampaikan tawaran untuk konseling berikutnya apabila
masih perlu pembicaraan selanjutnya, dan ucapkan
salam penutup dan terima kasih.
Model pembelajaran peer tutor diarahkan pada peserta didik
yang memiliki kemampuan lebih dalam terhadap suatu bidang
studi dapat menjadi tutor bagi para peserta didik yang lain yang
kurang mampu dalam bidang tersebut. Selanjutnya, peserta didik
bisa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diminta untuk
terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi. Sementara
tutor/pengajar menempatkan diri sebagai fasilitator, pendamping,
dan sekaligus teman belajar. Perannya lebih pada memfasilitasi
proses pembelajaran daripada menjadi sumber dominan dari
proses tersebut.
Sebagai fasilitator, pengajar/tutor berperan dalam
menyiapkan materi, serta membantu dalam pembagian kelompok
agar merata dan berimbang, sehingga proses tersebut bisa berjalan
dengan lancar. Selain itu, pengajar/tutor juga berperan sebagai
pengamat proses, dan sekaligus tempat rujukan bagi peserta didik.
pengajar harus hadir setiap kali kelompok membutuhkannya
sebagai teman diskusi, sumber rujukan atau untuk memberikan
peneguhan atas hasil yang dicapai kelompok. Dengan pembagian
peran seperti ini, tutor dengan sendirinya dituntut untuk aktif.
Hal ini penting sekali, karena jika tutor bersikap pasif maka
proses pembelajaran dengan model ini tidak akan berjalan dengan
- 54 -
lancar. Jika bisa berjalan pun, bisa dipastikan proses itu tidak akan
berjalan secara optimal.
Menurut Miller (1989) dalam Aria Djalil ( 1997:334)
berpendapat bahwa ‚Setiap saat peserta didik memerlukan
bantuan dari murid lainnya, dan murid dapat belajar dari peserta
didik lainnya‛. Jan Collingwood (1991:19) dalam Aria Djalil
(1997:3.34) juga berpendapat bahwa ‚Anak memperoleh
pengetahuan dan keterampilan karena dia bergaul dengan teman
lainnya‛.
Menurut Greenwood (1998) dalam Du Paul et al (1998:583),
prosedur pelaksanaan Peer Tutor adalah sebagai berikut:
1. Grouping (Pengelompokan)
a. Seluruh peserta didik di kelas dibagi menjadi dua
kelompok
b. Dipasangkan menjadi tutor dan tutee yang duduk
berdekatan
c. Tutor dilengkapi naskah berisi materi akademik sesuai
konten yang akan diajarkan
2. Explanation (Penjelasan)
a. Tutor mengajarkan satu bagian dari naskah kepada tutee
dalam waktu tertentu
b. Tutee merespons secara lisan bagian yang diajarkan
c. Tutor melakukan perhitungan poin berdasarkan jawaban
yang diberikan tutee
3. Substitution (Pergantian)
a. Kedua sisa bertukar peran saat waktu yang ditentukan
habis
- 55 -
b. Pada sesi tutoring, tutor/pengajar mencatat perolehan
poin setiap peserta didik
4. Achievement (Penghargaan)
a. Guru menjumlahkan seluruh poin yang dihasilkan oleh
masing-masing kelompok
b. Tim dengan perolehan poin terbanyak diumumkan
sebagai pemenang dan diberi penghargaan oleh anggota
dari tim lain
5. Evaluation (Evaluasi)
a. Dosen/pengajar memberikan evaluasi terhadap materi
yang telah dipelajari.
Model pembelajaran Peer Tutoring/ tutor sebaya dapat man
capai tingkat keberhasilan yang diharapkan dengan mengikuti
beberapa prosedur, Miller (dalam Aria Djalil 1997:2.48) menuliskan
saran penggunaan tutor sebagai berikut:
1) Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai.
2) Jelaskan tujuan itu kepada seluruh peserta didik (kelas).
3) Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai.
4) Gunakan cara yang praktis.
5) Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan dosen.
6) Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan yang akan
dilakukan tutor.
7) Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor.
8) Lakukanlah pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi
melalui tutor sebaya.
9) Jagalah agar peserta didik yang menjadi tutor tidak sombong.
- 56 -
D. Implementasi Pengembangan program budaya baca melalui
Peer Tutor
a. Tutor sebaya bukan merupakan Tutor profesional, namun
keberadaannya sangat membantu bagi terciptanya suatu
hubungan yang profesional dan pengembangan budaya baca
dan tulis. Mereka menjadi penghubung yang baik antara
Tutor profesional dan siswa lainnya.
b. Tutor sebaya memahami batas-batas kemampuan dalam
mengembangkan budaya baca dan tulis.
c. Tutor sebaya senantiasa menciptakan hubungan secara
terbuka, saling percaya, dan sebagai pendamping dalam
mengembangkan budaya baca dan tulis melalui
pendampingan intensif dengan membiasakan membaca buku
sebanyak 5 buku dengan menuliskan resumenya.
E. Kelebihan dan Kekurangan Peer Tutor/Tutor Sebaya
1. Kelebihan model Peer Tutor/Tutor Sebaya
Menurut Suryo dan Amin (1982: 51), beberapa kelebihan
model tutor sebaya adalah sebagai berikut:
a. Adanya suasana hubungan yang lebih dekat dan akrab
antara peserta didik yang dibantu dengan peserta didik
sebagai tutor yang membantu.
b. Bagi tutor sendiri, kegiatan ini merupakan kesempatan
untuk belajar berkomunikasi.
c. Bersifat efisien, artinya bisa lebih banyak yang dibantu.
d. Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan
kepercayaan diri.
- 57 -
e. Tidak hanya berlaku bagi para peserta didik yang normal
saja akan tetapi menurut Herring-Harrison (2007) juga
berlaku bagi siswa yang tuli atau yang mengalami
kesulitan pendengaran.
f. Penulisan-penulisan terdahulu menunjukkan bahwa
penerapan Peer Tutor dapat meningkatkan keterlibatan
akademik dan kemahiran peserta didik dalam berbagai
lintas wilayah muatan akademik
2. Kekurangan model peer tutor/Tutor Sebaya
Menurut Suryo dan Amin (1982: 51), beberapa kekurangan
model tutor sebaya adalah sebagai berikut:
a) peserta didik yang dipilih sebagai tutor dan berprestasi
baik, belum tentu mempunyai hubungan baik dengan
peserta didik yang dibantu.
b) peserta didik yang dipilih sebagai tutor belum tentu bisa
menyampaikan materi dengan baik.
- 58 -
- 59 -
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini berdasarkan pendekatannya merupakan jenis
penelitian kuantitatif karena gejala-gejala dari hasil pengamatan
yang berwujud data diukur terlebih dahulu dalam bentuk angka
dan untuk mengolahnya menggunakan statistik. Sedangkan,
menurut tujuannya, penelitian ini berjenis penulisan improftif,
yang ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan, atau
menyempurnakan suatu keadaan atau pelaksanaan suatu program.
Program yang akan dikembangkan dan ditingkatkan dalam
penelitian ini (Nana Syaodih, 2007: 19) adalah program budaya
baca dan tulis mahasiswa berbasis kecerdasan majemuk melalui
peer tutor (teman sebaya).
B. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan atas permasalahan yang diteliti dan tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan
pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan
pada tahap pengembangan program budaya baca berbasis
kecerdasan majemuk (multiple intellegences) melalui peer tutor.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi
eksperimen (eksperimen semu), setiap kelas dalam penelitian ini
mendapatkan perlakuan berbeda, namun setaraf atau satu jenjang.
- 60 -
Kedua kelas dalam penelitian ini mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hal pengembangan budaya baca dan tulis, yang
berbeda adalah satu kelas (kelas eksperimen) berbasis kecerdasan
majemuk dan menggunakan metode peer tutor, sedangkan satu
kelas lagi tidak menggunakan peer tutor dan tidak berbasis
kecerdasan majemuk (kelas kontrol). Desain penelitian yang
digunakan adalah The Non-Equivalent Group Design. Menurut
Suryabrata (2003: 116) pola tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 5.1. : Pola Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen - X O1
Kontrol - C O2
Keterangan:
O1 : tes akhir untuk kelas eksperimen
O2 : tes akhir untuk kelas kontrol
X : penerapan peer tutor berbasis kecerdasan majemuk
C : penerapan metode konvensional.
Strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian dan
pengembangan (R&D). Penelitian ini akan mengujicobakan suatu
pendekatan dalam mengembangkan budaya baca dan tulis
mahasiswa. Borg and Gall (1989) menyatakan bahwa penelitian dan
pengembangan dapat didefinisikan sebagai ‚a process used to develop
and validate educational product‛. Produk dalam konteks ini tidak
hanya terkait dalam bentuk buku pegangan atau visual, melainkan
juga metode atau pengembangan Program yang terkait dengan
kegiatan pendidikan, khususnya budaya baca dan tulis. Oleh
karena itulah, kegiatan dalam penelitian ini dipilih, karena
penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan program
- 61 -
pengembangan budaya baca dan tulis berbasis kecerdasan
majemuk melalui peer tutor. Pada dasarnya pendekatan penelitian
pengembangan dalam pelaksanaannya menuntut sejumlah siklus
kegiatan, yaitu studi pendahuluan, pengembangan dan pengujian
sehingga mendapatkan program akhir. Untuk lebih mudahnya
dapat dilihat bagan berikut:
C. Teknik Penetapan Responden
Lokasi penelitian ini di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, dan yang menjadi sasaran dalam
penulisan ini (populasi) sebagai adalah Mahasiswa semester 1
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, sedangkan sebagai sampel
ditetapkan secara acak klaster berstrata, yaitu mahasiswa semester
1 yang mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia dan Bimbingan
dan Konseling di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang berjumlah
310 mahasiswa. karena populasinya lebih dari 100, maka sesuai
patokan yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1993: 107),
lebih baik diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih bergantung pada
situasi dan kondisi. Berdasarkan hal itu, penulis mengambil
sampel: 10 % dari 310 mahasiswa yang mengikuti mengikuti mata
kuliah Bahasa Indonesia dan Bimbingan dan Konseling di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan adalah 31 mahasiswa.
Teknik pengambilan sampel dari populasi di atas memakai
teknik randomisasi. Randomisasi merupakan suatu teknik
mengambil individu untuk sampel dari populasi dengan cara
random (acak) dengan jenis klaster-berstrata (stratified-cluster);
penulis membatasi pada klaster tertentu, yaitu mahasiswa semester
1 yang mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia dan Bimbingan
- 62 -
dan Konseling di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang berjumlah
310 mahasiswa.. Suatu cara disebut random kalau kita tidak
memilih-milih individu-individu yang kita tugaskan untuk mengisi
sampel kita (Sutrisno Hadi, 1989: 223). Adapun cara randomisasi
yang digunakan dalam penulisan ini adalah cara ordinal.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah:
1. Angket kecerdasan majemuk yang digunakan untuk menge-
tahui kecerdasan majemuk mahasiswa
2. Sosiometri, digunakan untuk menentukan mahasiswa yang
akan menjadi tutor dalam kelompoknya.
3. Observasi, digunakan untuk mengamati proses pengem-
bangan budaya baca dan tulis
4. Angket mahasiswa berupa tanggapan mahasiswa terhadap
program baca dan tulis melalui peer tutor.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data
sekunder, yaitu data yang diambil dari lembaga atau institusi
(Suyanto dan Sutinah: 2007). Pengumpulan data melalui observasi,
cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan
melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang akan diteliti.
Data yang diperoleh akan digunakan oleh penulis untuk
menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian. Pengumpulan data
melalui studi pustaka dengan memanfaatkan penelitian terdahulu,
jurnal dan buku, serta angket tentang baca dan tulis. Data
- 63 -
penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
sebagai berikut: observasi, wawancara dan angket (smart/
kecerdasan). Data yang dikumpulkan melalui instrument observasi,
wawancara dan angket (smart test multiple intellegences). Sumber
data dalam penulisan ini diperoleh secara langsung dari mahasiswa
FTK UIN SGD Bandung sebagai responden.
Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini
menggunakan dua jenis, yaitu angket, yang terdiri dari angket
kecerdasan majemuk dan angket tanggapan mahasiswa terhadap
program baca dan tulis melalui peer tutor dan lembar observasi
yang diisi oleh observer yang mengamati jalannya proses
pengembangan budaya baca dan tulis.
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dari responden melalui:
1. angket kecerdasan majemuk: perhitungan skor yang
diberikan mahasiswa untuk setiap pernyataan diberi skor 1:
ya dan 0: tidak. dianalisis dengan menggunakan statistik
inferensial melalui uji t (t-test).
2. Angket respons terhadap pengembangan budaya baca dan
tulis mahasiswa melalui peer tutor, dianalisis menggunakan:
a. Melakukan tabulasi pengumpulan angket dari seluruh
siswa
b. Menghitung persentase jawaban mahasiswa untuk setiap
kriteria dengan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah Jawaban siswa X 100%
Jumlah seluruh siswa
- 64 -
c. Melakukan interpretasi jawaban angket dengan cara
membuat kategori untuk setiap kriteria. Berdasarkan
tabel di bawah ini.
Tabel 5.2 : Kriteria Jawaban Mahasiswa
Prosentase Kriteria
1-25 Tidak ada
26-49 Sebagian kecil
50 Hampir separuhnya
51-75 Separuhnya
76-99 Sebagian besar
100 Seluruhnya
Koentjaraningrat (1997 dalam Wati 2011)
- 65 -
BAB VI
MODEL PENGEMBANGAN BUDAYA BACA TULIS BERBASIS
KECERDASAN MAJEMUK MELALUI TUTOR SEBAYA
A. Kondisi Objektif Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
1. Sekilas Sejarah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung merupakan salah satu fakultas dari UIN Sunan Gunung
Djati yang dulu bernama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung,
secara resmi berdiri pada tahun 1968 berdasarkan surat Keputusan
Menteri Agama No.57/1968.
Pada awalnya, Fakultas Tarbiyah terdiri dari dua jurusan
yaitu Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan
Bahasa Arab (PBA), Seiring dengan perkembangan dunia
pendidikan, baik dari segi animo peserta didik maupun jumlah
lembaga pendidikan yang membutuhkan tenaga-tenaga pengajar
pada beberapa bidang studi umum, pada tahun 1982 Fakultas
Tarbiyah membuka jurusan Tadris dengan tiga bidang studi; yaitu
bidang IPS, Matematika dan Bahasa Inggris. Pada tahun 1987
bertambah satu bidang lagi, yaitu bidang IPA. Sementara untuk
memenuhi kebutuhan guru agama di SD dan MI, pada tahun 1989
Fakultas Tarbiyah membuka Program Diploma Dua. Pada tahun
1996 disusul dengan membuka D3 penyetaraan. Kemudian pada
tahun 1994 membuka Program Akta Mengajar IV untuk para guru
agama lulusan S1 non-tarbiyah.
- 66 -
Pada tahun akademik 1998/1999, Fakultas Tarbiyah
menyelenggarakan program akademik dengan Jurusan/Program
Studi sebagai berikut: Jurusan Kependidikan Islam (KI), Jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
(PBA), Jurusan Psikologi, Jurusan Pendidikan dan Tadris, dengan
Program Studi Bahasa Inggris, program Studi Matematika,
Program Studi Biologi, Program Studi Fisika, Program Studi Kimia,
Program Studi Teknik Informatika. Selain itu diselenggarakan pula
Program Diploma Dua Bidang D2 GPAI SD/MI, Bidang D2
Pendidikan Guru MI, Bidang D2 Pendidikan Guru RA/TKI dan
Program Akta Mengajar IV.
Seiring dengan perubahan status IAIN menjadi UIN tahun
2005, Program Studi Teknik Informatika (TI) bergabung dengan
Fakultas Sain dan Teknologi, dan pada tahun akademik 2006-2007,
dan jurusan psikologi berkembang menjadi fakultas tersendiri.
Maka sekarang Fakultas Tarbiyah dan Keguruan memiliki 5 (lima)
jurusan dan 6 (enam) Program Studi yakni Jurusan Kependidikan
Islam yang sekarang menjadi Manajemen Pendidikan Islam (MPI),
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris (PBI), Jurusan Pendidikan MIPA dengan Program
Studi Pendidikan matematika, Program Studi Pendidikan Biologi,
Program Studi Pendidikan Fisika, Program Studi Pendidikan
Kimia, dan Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.
Dengan penetapan visi untuk menjadi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati (SGD) yang Unggul,
Kompetitif, Profesional, dan Populis di Indonesia pada tahun 2019
sebagai acuan kebijakan dan program. Mulai tahun 2015 arah
pengembangan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan secara sistematis
- 67 -
dituangkan dalam Rencana Strategis Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan 2015-2019. Pada periode ini Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan melakukan upaya perbaikan mutu dan layanan
akademik secara terus menerus (continues quality improvement),
peningkatan kualitas penulisan dan pengabdian kepada
masyarakat, pengembangan organisasi dan kemahasiswaan,
penataan organisasi dan tata kelola (ortala), modernisasi fasilitas,
peningkatan kapasitas teknologi informasi, penataan manajemen
dan sumber daya manusia, serta peningkatan kesejahteraan
pegawai dan aspek pendukung lainnya. Sementara itu, adaptasi
dan respons aktif terhadap berbagai tantangan eksternal telah
dilakukan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung
melalui upaya pemenuhan tuntutan kualitas lulusan, pemenuhan
standar mutu internasional dalam penyelenggaraan pendidikan
tinggi, termasuk respons terhadap pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan produk
turunannya, seperti peraturan tentang program profesi guru, serta
pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan yang
berasaskan persamaan hak dan kesempatan untuk memperoleh
akses yang lebih mudah dengan biaya yang terjangkau.
Pengembangan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD
Bandung selama lima tahun ke depan yang dipedomani oleh
Renstra Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung 2015-
2019 merupakan proses pendewasaan dan pengokohan jati diri,
sebagai Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang ‚Unggul,
Kompetitif, Profesional, dan Populis‛. Kondisi objektif Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan yang ingin dicapai bahwa Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung ingin berada pada
- 68 -
tatanan kelembagaan dan manajemen yang kokoh, serta memiliki
program dan layanan akademik yang bermutu, yang didukung
oleh fasilitas yang modern. Sejalan dengan visi Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan yang menjangkau jauh ke depan, tuntutan untuk
menjadi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung kelas
dunia (world class) masih merupakan tantangan yang harus
diwujudkan. Upaya untuk mewujudkan diri menjadi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan kelas dunia ini pada dasarnya merupakan
bentuk komitmen dan pengabdian Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan dalam memberikan layanan mutu terbaik bagi
masyarakat Indonesia dan dunia pendidikan. Komitmen ini, selain
merupakan tekad untuk mampu berperan lebih baik dan lebih
banyak bagi kemaslahatan masyarakat Indonesia. Dengan
demikian, Fakultas Tarbiyah dan Keguruandengan sendirinya
tampil lebih baik dan lebih kokoh sebagai Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan yang bermartabat.
Berdasarkan kondisi di atas, dalam lima tahun ke depan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung akan
melakukan upaya pengembangan dengan berfokus kepada (1)
peningkatan mutu kinerja dan layanan akademik, penulisan, dan
pengabdian kepada masyarakat, (2) pemantapan pendidikan
profesional guru dan tenaga profesional lainnya, (3) peningkatan
mutu manajemen dan sumber daya, (4) penataan kelembagaan, (5)
peningkatan citra, kemitraan, dan internasionalisasi, dan (6)
peningkatan mutu pembinaan dan layanan kemahasiswaan.
Keenam fokus pengembangan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini
dijiwai oleh Renstra UIN SGD Bandung 2011-2015 sebagai lembaga
yang menaunginya. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD
- 69 -
Bandung menempatkan ilmu keislaman serta nilai-nilai keislaman
dan keindonesiaan sebagai sentral pelaksanaan Tridarma
Perguruan Tinggi, baik pada pengembangan keilmuan dan
pendidikan, penulisan dan kajian, maupun pada pengabdian
kepada masyarakat. Kiprah sentral ini merupakan jati diri utama
yang tetap dipegang dan terus diperkuat sampai saat ini.
Ketika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) SGD Bandung
berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), pada bulan
Oktober 2005 berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 57
tahun 2005, selain nama fakultas diubah menjadi Fakultas Tabiyah
dan Keguruan (FTK), jurusan dan program studinya pun telah
berkembang menjadi lebih banyak, yang meliputi:
1. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
2. Jurusan Kependidikan Islam/Manajemen Pendidikan
Islam (KI/MPI)
3. Jurusan Pendidikan Guru MI (PGMI)
4. Jurusan Pendidikan Bahasa, terdiri atas:
a. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
b. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI)
5. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (PMIPA)
a. Program Studi Pendidikan Matematika
b. Program Studi Pendidikan Fisika
c. Program Studi Pendidikan Kimia
d. Program Studi Pendidikan Biologi
Dalam kurun waktu 45 tahun, sejak tahun 1968 Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penggantian
- 70 -
kepemimpinan. Berdasarkan catatan sejarah, para pimpinan yang
pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas secara berturut-turut
adalah sebagai berikut:
1) Drs. H. Utuy Turmudz dari tahun 1968 s.d. 1972
2) Drs. H. Fathurrahman dari tahun 1972 s.d. 1976
3) Drs. H. Yoesoef Iskandar dari tahun 1976 s.d. 1980
4) Drs. H. Ishak Soleh dari tahun 1980 s.d. 1984
5) Prof. Drs. H. Ahmad Supardi dari tahun 1984 s.d. 1992
6) Dr. H. Busyrol Karim dari tahun 1992 s.d. 1996
7) Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir dari tahun 1996 s.d. 2004
8) Prof. Dr. H. Afifuddin, MM. dari tahun 2004 s.d. 2011
9) Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si dari tahun 2011 s.d. 2015
10) Dr. Tedi Priatna, M.Ag. dari tahun 2015 s.d. Sekarang
2. Visi, Misi, Tujuan, dan Motto
a. Visi
Terwujudnya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Gunung Djati Bandung yang Unggul, Kompetitif,
Profesional, dan Populis di Indonesia pada tahun 2019.
b. Misi
Untuk mengejawantahkan visi di atas, maka
dikembangkan dalam bentuk misi yang menjadi acuan
operasionalnya:
1) Penguatan budaya akademik civitas akademika
berbasis akhlak karimah.
2) Pengembangan dan pemanfaatan pembelajaran
berbasis riset (classroom research).
3) Penguatan layanan sistem informasi terpadu berbasis
ICT (Information Communication and Technology).
- 71 -
4) Penguatan pengabdian pada masyarakat berbasis
profesi keguruan.
5) Peningkatan peran dan fungsi jurusan/ prodi. untuk
menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing.
6) Peningkatan kerja sama kemitraan untuk penguatan
daya sanding lembaga.
7) Peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran
berbasis kebutuhan lembaga.
c. Tujuan
Adapun tujuannya, yaitu:
1) Terwujudnya budaya akademik civitas akademika
berbasis akhlak karimah.
2) Terwujudnya pembelajaran riset (classroom research).
3) Terwujudnya layanan sistem informasi terpadu
berbasis ICT (Information Communication and
Technology).
4) Terwujudnya pengabdian pada masyarakat berbasis
profesi keguruan.
5) Terwujudnya peran dan fungsi jurusan/ prodi. untuk
menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing.
6) Terwujudnya kerja sama kemitraan untuk penguatan
daya sanding lembaga.
7) Terwujudnya efisiensi dan efektivitas anggaran
berbasis kebutuhan lembaga.
d. Moto
Membudayakan Kepribadian ‚Guru‛ yang Akademis
- 72 -
e. Program Unggulan
1) Peningkatan peran dosen pembimbing akademik
sebagai wali asuh dalam pembudayaan akhlak
karimah dan akademik;
2) Peningkatan peran dan fungsi jurusan/program studi
untuk menghasilkan produk unggulan yang berdaya
saing;
3) Pengembangan sistem informasi akademik berbasis
data base;
4) Pengembangan dan peningkatan zona internet bagi
seluruh warga fakultas;
5) Pengembangan konsorsium keilmuan (guru besar)
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
team teaching dan classroom action research;
6) Pewujudan sekolah model Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan;
7) Peningkatan peran ikatan alumni jurusan/program
studi;
8) Optimalisasi silaturahim warga fakultas (pimpinan
fakultas, dosen, tenaga kependidikan, dan pimpinan
mahasiswa) melalui pola pembinaan bulanan.
f. Kebijakan dan Sasaran
Untuk mencapai tujuan yang dirumuskan di atas,
maka ditetapkan sasaran pengembangan Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung 4 (empat)
tahun ke depan sebagai berikut:
- 73 -
1) Tersedianya sistem dan piranti layanan akademik
dan administrasi yang mendukung kegiatan
akademik yang bermutu tinggi;
2) Meningkatnya mutu layanan akademik,
pembelajaran, dan pembimbingan yang bermuara
pada peningkatan hasil pembelajaran dan karya tulis
ilmiah mahasiswa dan dosen;
3) Tersedianya program pendidikan yang unggul,
berkarakter, dan relevan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat, serta terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat;
4) Tersedianya model-model pendidikan berbasis
keunggulan yang berkarakter dan kearifan lokal
berdaya saing global;
5) Meningkatnya aktivitas dan mutu penulisan sesuai
dengan arah kebijakan penulisan Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN SGD Bandung yang bermuara
pada meningkatnya jumlah publikasi nasional dan
internasional;
6) Meningkatnya kuantitas dan mutu aktivitas
pengabdian kepada masyarakat secara melembaga
yang berbasis inovasi dan hasil-hasil penulisan;
7) Terwujudnya sistem manajemen yang terintegrasi
yang didukung oleh teknologi informasi;
8) Terwujudnya perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Bandung sebagai pusat sumber
belajar yang mendukung peningkatan mutu
akademik dan penulisan;
- 74 -
9) Meningkatnya kesejahteraan dosen dan karyawan
melalui pola peningkatan mutu layanan akademik;
3. Profil Manajemen Pendidikan Islam
a. Sejarah Singkat
Eksistensi Jenjang S.1 Prodi Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung diselenggarakan berdasarkan SK Direktur Jenderal
Pendidikan Islam No. 625 Tahun 2012 tanggal 31 Mei 2012
dan sesuai dengan PMA No. 36 Tahun 2009 tentang Penetapan
Pembidangan Ilmu dan Gelar akademik di lingkungan Perguruan
Tinggi Agama Islam.
Sebagai Program Studi-baru, Prodi S1 Manajemen
Pendidikan Islam sudah menyiapkan segala pranata dan
infrastruktur yang diperlukan bagi penyelenggaraan program
studi tersebut termasuk penyusunan kurikulum. Prodi
Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung sudah
mengadakan perumusan kurikulum Prodi Manajemen
Pendidikan Islam pada hari Kamis, 20 September 2012.
Namun demikian, kurikulum S.1 Manajemen Pendidikan
Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tersebut memerlukan
pengembangan. Oleh karena itu, pada tanggal 14 September
2013 dilakukan workshop pengembangan kurikulum S.1
Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan. Pasca workshop pengembangan kurikulum,
Program Studi S.1 Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 14 Mei 2013
- 75 -
melakukan workshop peninjauan dan penyempurnaan
kurikulum. Workshop peninjauan dan penyempurnaan
kurikulum merupakan langkah strategis untuk meningkatkan
mutu pendidikan pada Program Studi S.1 Manajemen
Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Gunung Djati Bandung melalui penyediaan kurikulum
program studi yang memadai.
b. Visi, Misi, Tujuan, dan Profil Lulusan
1) Visi
‚Menjadi program studi yang unggul, kompetitif,
dan profesional dalam bidang manajemen
pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 2020‛
2) Misi
a. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan
pengembangan manajemen pendidikan Islam
dengan model research based learning dalam
rangka meningkatkan quality assurance dan total
quality controll;
b. Melaksanakan penulisan dalam rangka
pengembangan keilmuan dan pengembangan
karya inovatif manajemen pendidikan Islam;
c. Mengembangkan pengabdian dan kemitraan
dengan berbagai lembaga pemerintah dan
kemasyarakatan baik nasional maupun
internasional.
- 76 -
3) Tujuan
Program Studi S.1 Manajemen Pendidikan Islam
diarahkan untuk menjadi tenaga kependidikan non guru
yaitu:
a) Menghasilkan tenaga administratif (tata usaha)
pada pendidikan formal dan non-formal;
b) Menghasilkan manager pendidikan di berbagai
jalur, jenis, dan jenjang organisasi pendidikan;
c) Menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi profesional, leadership, dan spiritual
serta mampu melaksanakan tugas-tugas
manajemen pada lembaga pendidikan.
4) Profil Lulusan
Profil Utama
a) Manajer pendidikan di berbagai jalur, jenis, dan
jenjang lembaga pendidikan Islam dan
organisasi yang menangani pendidikan Islam
serta lembaga pendidikan nonformal (lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, pondok
pesantren, Majlis taklim, dan diniyah
takmiliyah) yang berlandas-kan nilai-nilai
Islami;
b) Tenaga administrasi pada lembaga pendidikan
formal dan nonformal.
Profil Penunjang
1) Konsultan/fasilitator dalam bidang manajemen
pendidikan Islam;
- 77 -
2) Laboran pada lembaga pendidikan Islam;
3) Penulis bidang manajemen pendidikan Islam;
4) Penulis bidang manajemen pendidikan Islam;
5) Pendidik manajemen dan administrasi.
B. Model Pengembangan Budaya Baca Tulis Berbasis
Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor Sebaya
1. Program budaya baca dan tulis mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebelum
menggunakan peer tutor (tutor sebaya).
Berdasarkan observasi dan studi pendahuluan serta
wawancara kepada siswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
diketahui bahwa belum ada program yang terencana dan
sistematis dalam rangka mengembangkan budaya baca dan
tulis mahasiswa, selain hanya melalui pembelajaran yang
terstruktur, seperti tugas-tugas membuat karya ilmiah:
makalah, laporan buku dan laporan observasi.
2. Implementasi pengembangan budaya baca dan tulis
mahasiswa berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor
(tutor sebaya).
Data yang diperoleh melalui angket kecerdasan majemuk
untuk mengembangkan budaya baca dan tulis mahasiswa
berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor sebaya)
adalah sebagai berikut.
a. Persentase Berdasarkan Jawaban Soal
Hasil perhitungan persentase jawaban mahasiswa untuk
setiap kriteria kecerdasan majemuk diperoleh hasil sebagai
berikut:
- 78 -
Tabel 6.1 : Persentase Jawaban Soal pada Pretest
Prosentase Kriteria Jumlah %
1- 25 Tidak ada 0 0%
26-49 Sebagian kecil 12 15%
50 Hampir separuhnya 0 0%
51-75 Separuhnya 40 50%
76-99 Sebagian besar 27 34%
100 Seluruhnya 1 1%
80
Pada Tabel 4.1 di atas, dari 80 pertanyaan di dapat 50%
atau separuhnya(40 soal) persentase jawaban antara 51% -
75%, sebagian besar atau 35% (27 orang) persentase jawaban
antara 76%-99%, sebagian kecil atau 15% (12 orang)
persentase jawaban antara 26% - 49%.
Tabel 6.2 : Persentase Jawaban Soal pada Postest
Prosentase Kriteria Jumlah %
1- 25 Tidak ada 0 0%
26-49 Sebagian kecil 8 10%
50 Hampir separuhnya 0 0%
51-75 Separuhnya 39 49%
76-99 Sebagian besar 32 40%
100 Seluruhnya 1 1%
Pada Tabel 4.2 di atas, dari 80 pertanyaan di dapat 49%
atau hampir separuhnya (39 soal) persentase jawaban antara
51%-75%, sebagian besar atau 40% (32 orang) persentase
jawaban antara 76% - 99%, sebagian kecil atau 10% (8 orang)
persentase jawaban antara 26% - 49%.
- 79 -
b. Persentase Berdasarkan Mahasiswa
Tabel 6.3 : Persentase Jawaban Mahasiswa pada Pretest
Prosentase Kriteria Jumlah %
1 - 25 Tidak ada 0 0%
26-49 Sebagian kecil 5 16%
50 Hampir separuhnya 0 0%
51-75 Separuhnya 16 52%
76-99 Sebagian besar 10 32%
100 Seluruhnya 0 0%
Jumlah 31 100%
Pada Tabel 4.3 di atas, dari 31 mahasiswa ditunjukkan
sebanyak separuhnya atau 52% (16 mahasiswa) menjawab
soal benar sebesar 51%-75%, sebagian besar atau 32% (10
mahasiswa) menjawab soal benar sebesar 51% - 75%, sebagian
kecil atau 16% (5 mahasiswa) menjawab soal benar sebesar
51%-75%.
Tabel 6.4 : Persentase Jawaban Mahasiswa pada Postest
Prosentase Kriteria Jumlah %
1 - 25 Tidak ada 0 0%
26-49 Sebagian kecil 3 10%
50 Hampir separuhnya 2 6%
51-75 Separuhnya 15 48%
76-99 Sebagian besar 11 35%
100 Seluruhnya 0 0%
Jumlah 31 100%
Pada Tabel 4.4 di atas, dari 31 mahasiswa ditunjukan
sebanyak separuhnya atau 48% (15 mahasiswa) menjawab
- 80 -
soal benar sebesar 51% - 75%, sebagian besar atau 35% (11
mahasiswa) menjawab soal benar sebesar 51% - 75%, sebagian
kecil atau 10% (3 mahasiswa) menjawab soal benar sebesar
51%-75% dan sebanyak 6% (2 orang) menjawab soal benar
sebesar 50%.
Data juga diperoleh melalui observasi dan dokumentasi,
berikut aktivitas mahasiswa dalam melaksanakan program
pengembangan budaya baca dan tulis melalui peer tutor.
Gambar 6. 1 Aktivitas mahasiswa pada saat workshop dan
sosialisasi pengembangan budaya baca dan tulis melalui
peer tutor.
- 81 -
Gambar 6.2 Kegiatan workshop pengembangan budaya baca
dan tulis mahasiswa
3. Hasil pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa
berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor
sebaya).
Adapun untuk mengetahui perbedaan antara pre tes dan
postes, maka hasil analisis beda dengan menggunakan Uji T
didapat output SPSS sebagai berikut:
Tabel 6.5 : Uji T (T-Test)
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pretest 54.19 31 12.048 2.164
Postest 56.13 31 11.798 2.119
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pretest & Postest 31 .954 .000
- 82 -
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pretest -
Postest -1.935 3.633 .652 -3.268 -.603 -2.967 30 .006
Dari output di atas didapat, Hipotesis Uji t (One tailed)
H0 : μ1 ≥ μ2 : Rata-rata nilai pretest lebih besar daripada rata-rata
nilai postest
H1 : μ1 < μ2 : Rata-rata nilai pretest lebih kecil daripada rata-rata
nilai postest
Didapat nilai t = -2,967 dengan derajat kebebasan = 30 dan p-
value (2 sisi/2-tailed ) = 0,006. Karena kita melakukan uji hipotesis
satu sisi (one tailed) H1 : μ1 < μ2, maka nilai p-value(2-tailed) harus
dibagi dua menjadi 0,006/2 = 0,003 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05
maka H0 : μ1 ≥ μ2 ditolak dan H1 : μ1 < μ2 diterima . Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rata-rata nilai pretes lebih kecil dari nilai
posttest. Kondisi ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa
berbasis kecerdasan majemuk sebelum dan sesudah menggunakan
peer tutor (teman sebaya).
- 83 -
C. Temuan pada Penelitian Model Pengembangan Budaya
Baca Tulis Berbasis Kecerdasan Majemuk Melalui Tutor
Sebaya
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara budaya baca dan
tulis berbasis kecerdasan majemuk mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam sebelum dan sesudah
menerapkan peer tutor. Terlihat dari rata-rata nilai pretes lebih kecil
dari nilai posttest.
Program budaya baca dan tulis mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebelum
menggunakan peer tutor (tutor sebaya).
Berdasarkan observasi dan studi pendahuluan, diketahui
bahwa belum ada program yang terencana dan sistematis dalam
rangka mengembangkan budaya baca dan tulis mahasiswa, selain
hanya melalui pembelajaran yang terstruktur, seperti tugas-tugas
membuat karya ilmiah: makalah, laporan buku dan laporan
observasi.
Pengembangan budaya baca merupakan serangkaian
kegiatan yang diarahkan untuk mendorong masyarakat
menjadikan kegiatan membaca sebagai bagian dari kebutuhan
hidup sehari-hari, baik yang berorientasi pada penyegaran pikiran
(entertainment) maupun untuk perluasan atau pengayaan wawasan
pengetahuan (knowledge building) sehingga masyarakat secara
mandiri dapat meningkatkan mutu kehidupannya, baik secara
rohani maupun jasmani. Pengembangan budaya baca juga
mencakup upaya untuk mewujudkan lingkungan dan berbagai
- 84 -
sarana yang kondusif untuk menumbuhkembangkan kebiasaan
membaca bagi semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi, baik
dari segi gender maupun status sosial ekonominya. Budaya baca
dinilai penting untuk dikembangkan di Indonesia, khususnya di
UIN Sunan Gunung Djati Bandung karena: 1) melalui budaya baca
dan belajar diharapkan wawasan, pengetahuan, kreativitas,
motivasi untuk maju dan mengatasi rintangan meningkat serta
tidak mudah putus asa, 2) dilihat dari kualitas insan Indonesia, 67%
tingkat pendidikan angkatan kerja baru adalah tamatan dan tidak
tamat SD dan SMP, 3) rata-rata lama pendidikan penduduk
Indonesia hanya 7 tahun (sampai kelas 8), dan 4) produktivitas
nasional masih rendah. Pengembangan budaya baca tidak terbatas
hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Pendidikan
Nasional saja selaku penanggungjawab penyelenggaraan
pendidikan formal dan nonformal, tetapi juga semua
lembaga/instansi pemerintah dan swasta, individu dan kelompok.
Ridwan Siregar (2004) mengemukakan bahwa
pengembangan budaya baca dalam masyarakat tidak hanya
ditentukan oleh keinginan dan sikap masyarakat terhadap bahan-
bahan bacaan, tetapi juga ditentukan oleh ketersediaan dan
kemudahan akses terhadap bahan-bahan bacaan. Ketersediaan
bahan-bahan bacaan berarti tersedianya bahan-bahan bacaan yang
memenuhi, kebutuhan masyarakat. Sedangkan kemudahan akses
adalah tersedianya sarana dan prasarana dimana masyarakat dapat
dengan mudah memperoleh bahan bacaan dan informasi tentang
bahan bacaan. Ketersediaan dan kemudahan akses tersebut
berkaitan erat dengan pelayanan perpustakaan dan yang lainnya di
antaranya: komunitas baca, kegiatan-kegiatan yang bisa
- 85 -
mewujudkan kebiasaan menjadi budaya baca dan tulis di
lingkungan, khususnya lingkungan Perguruan Tinggi. Di
lingkungan perguruan tinggi, khususnya di UIN Sunan Gunung
Djati Bandung budaya baca juga belum berkembang dengan baik.
Perkuliahan di kelas pada umumnya belum diarahkan pada
kegiatan membaca. Sumber-sumber pengetahuan untuk mahasiswa
adalah kuliah-kuliah di kelas dan buku daras. Di sisi lain,
perpustakaan hanya memiliki koleksi yang sangat terbatas dengan
pelayanan yang sangat sederhana dan bahan bacaan yang terbatas.
Kondisi seperti itu, akan berpengaruh terhadap kehidupan
intelektual di dalam kampus karena bahan bacaan tidak
dibutuhkan secara luas oleh masyarakat akademik, maka kegiatan
menulis pun tidak akan dapat berkembang dengan baik (ingat,
bahwa penulis yang baik juga adalah pembaca yang baik). Dengan
kata lain, komunikasi ilmiah tidak berjalan dengan semestinya.
Berdasarkan kondisi dan fenomena tersebut, maka ada upaya
untuk mengatasi keadaan seperti itu, sama seperti di lingkungan
sekolah, harus dilakukan perbaikan yang mencakup hal berikut ini:
perbaikan fasilitas dan karakteristik pelayanan perpustakaan; dan
mengubah metode pengajaran dari teaching-based kepada learning-
based serta perbanyak kegiatan-kegiatan yang bisa memotivasi dan
memfasilitasi kebiasaan/budaya dan tulis mahasiswa juga adanya
komunitas baca dan tulis mahasiswa. Ridwan Siregar (2004)
menambahkan bahwa peran perpustakaan harus diubah dari
sekedar store house yang pasif menjadi educational force yang aktif.
Reformasi perkuliahan akan mempunyai efek timbal-balik pada
perpustakaan, dan efek timbal balik yang sama akan dihasilkan
- 86 -
pari bahan-bahan bacaan dan pelayanan perpustakaan yang
disempurnakan.
Berikut ini beberapa model atau program yang dapat
diimplementasikan untuk pengembangan budaya baca dan tulis
mahasiswa berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor
sebaya). Program yang tersebut adalah sebagai berikut.
a. Dear (Drop Everything and Read); program ini dilaksanakan
setiap hari sebelum pembelajaran di kelas dimulai, dosen dan
mahasiswa serentak membaca salah satu buku yang diminati.
b. One day one article (ODOA), kegiatan ini dilaksanakan melalui
komunitas baca, dengan kegiatan ini mahasiswa terbiasa
untuk membaca menulis artikel.
c. One month one book (OMOB), kegiatan ini dilaksanakan
melalui komunitas baca dan tulis. Dengan kegiatan ini
mahasiswa termotivasi membaca buku dan membuat resume
dari buku yang dibaca kemudian sharing atau diskusi hasil
bacaan.
d. Jurnal membaca dan menulis. Hasil bacaan dibuat jurnal
harian atau mingguan dan tulisan pun dibuat jurnal
berdasarkan waktu membaca dan menulis, dan memuat
resensi atau resume.
e. Bengkel membaca dan menulis. Pembelajaran membaca dan
menulis dapat diawali dengan menggunakan web semantic
clues atau peta konsep. Dalam membaca kita mengawali
dengan mencari ide pokok setiap paragraph. Sedangkan
dalam menulis dapat diawali dari membuat outline atau
kerangka karangan terlebih dahulu.
- 87 -
f. Komunitas baca dan tulis. Telah terbentuk komunitas baca
dan tulis (kombis) yang beranggotakan 15 orang dengan
memiliki program dan bidang berbasis kecerdasan majemuk.
Sehingga mahasiswa pada akhir pertemuan diberi angket
kecerdasan majemuk.
Pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa berbasis
kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor sebaya) menghasilkan
hal-hal sebagai berikut.
a. Dibentuknya komunitas baca dan tulis di kalangan
mahasiswa dengan nama Kombis memiliki program DEAR,
ODOA, OMOB, jurnal membaca dan menulis, bengkel
membaca dan menulis.
b. Pelaksanaan sosialisasi, seminar dan workshop
pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa berbasis
kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor sebaya) pada
tanggal 12 desember 2015 dengan peserta 50 orang dengan
hasil yang cukup memuaskan dan pelaksanaannya dibantu
oleh komunitas baca dan tulis (Kombis).
c. Mahasiswa menjadi terbiasa dan termotivasi membaca dan
menulis melalui program-program tersebut.
Walaupun begitu, penulisan ini memiliki keterbatasan dan
pada dasarnya belum final, namun harapan penulis ada penulisan
selanjutnya yang mengembangkan dan mengkaji ulang hasil
penulisan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan yang telah
dilaksanakan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak hal
yang menghambat dan menjadi kendala dalam proses penulisan,
baik pada saat sebelum atau sesudahnya. Adapun keterbatasan
- 88 -
yang dialami oleh penulis, antara lain sebagai berikut: Dari segi
teknis, penulis harus dapat menyesuaikan waktu yang dimiliki
dengan responden atau bahkan mahasiswa yang dijadikan
responden, karena responden adalah berstatus mahasiswa yang
harus mengikuti proses pembelajaran di kampus. Dalam hal
pengambilan sampel, penulis hanya mampu mengambil 31
responden dari populasi seluruh siswa kelas semester 1 di Jurusan
MPI sehingga bagi penulis jumlah sampel yang berjumlah 31 siswa
belum tentu menggambarkan karakteristik populasi yang ada.
Selain itu instrumen yang digunakan dalam penulisan ini
bukan satu-satunya yang mampu mengungkapkan keseluruhan
aspek yang diteliti. Karena itu, instrumen kuesioner untuk
mengungkap data budaya baca dan tulis berbasis kecerdasan
majemuk mahasiswa tidak cukup karena untuk mengungkap data
siswa tidak cukup hanya melihat hasil pengisian kuesioner saja,
melainkan perlu adanya wawancara secara mendalam dengan
menggunakan tolok ukur wawancara yang lebih representatif.
- 89 -
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
1. Program budaya baca dan tulis mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebelum
menggunakan peer tutor (tutor sebaya) belum terencana dan
sistematis, selain hanya melalui pembelajaran yang
terstruktur, seperti tugas-tugas membuat karya ilmiah:
makalah, laporan buku dan laporan observasi.
2. Implementasi pengembangan budaya baca tulis berbasis
kecerdasan majemuk melalui peer tutor dengan program
yang terlaksana sebagai berikut:
a. Terlaksananya program Dear (Drop Everything and Read);
program ini dilaksanakan setiap hari sebelum
pembelajaran di kelas dimulai, dosen dan mahasiswa
serentak membaca salah satu buku yang diminati.
b. Terlaksananya program One day one article (ODOA),
kegiatan ini dilaksanakan melalui komunitas baca,
dengan kegiatan ini mahasiswa terbiasa untuk membaca
menulis artikel.
c. Terlaksananya One month one book (OMOB), kegiatan ini
dilaksanakan melalui komunitas baca dan tulis. Dengan
kegiatan ini mahasiswa termotivasi membaca buku dan
- 90 -
membuat resume dari buku yang dibaca kemudian
sharing atau diskusi hasil bacaan.
d. Terlaksananya Jurnal membaca dan menulis. Hasil
bacaan dibuat jurnal harian atau mingguan dan tulisan
pun dibuat jurnal berdasarkan waktu membaca dan
menulis, dan memuat resensi atau resume.
e. Terlaksananya Bengkel membaca dan menulis.
f. Terbentuknya Komunitas baca dan tulis. Telah terbentuk
komunitas baca dan tulis (kombis) yang beranggotakan
15 orang dengan memiliki program dan bidang berbasis
kecerdasan majemuk. Sehingga mahasiswa pada akhir
pertemuan diberi angket kecerdasan majemuk.
3. Hasil pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa
berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor
sebaya), terdapat perbedaan yang signifikan antara budaya
baca dan tulis mahasiswa sebelum dan sesudah
menggunakan peer tutor.
Pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa berbasis
kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor sebaya)
menghasilkan hal-hal sebagai berikut.
a. Telah terbentuk komunitas baca dan tulis di kalangan
mahasiswa dengan nama Kombis dengan program
DEAR, ODOA, OMOB, jurnal membaca dan menulis,
bengkel membaca dan menulis sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
b. Adanya pelaksanaan sosialisasi, seminar dan workshop
pengembangan budaya baca dan tulis mahasiswa
berbasis kecerdasan majemuk melalui peer tutor (tutor
- 91 -
sebaya) pada tanggal 12 desember 2015 dengan peserta
50 orang dengan hasil yang cukup memuaskan.
pelaksanaan dibantu oleh komunitas baca dan tulis
(Kombis) dalam rangka menyosialisasikan dan
memberikan gambaran tentang program-program
pengembangan budaya baca dan tulis di kalangan
mahasiswa sehingga diharapkan dengan kegiatan ini
dapat memotivasi dan memfasilitasi kebiasaan baca
sehingga membaca dan menulis membudaya di kalangan
mahasiswa.
c. Mahasiswa menjadi terbiasa dan termotivasi membaca
dan menulis melalui program-program tersebut.
B. Rekomendasi
Merujuk pada hasil penulisan tersebut, penulis mengajukan
rekomendasi sebagai berikut.
1. Diharapkan komunitas baca dan tulis mahasiswa di Jurusan
MPI menjadi perintis atau pelopor sehingga melahirkan
komunitas-komunitas baca dan tulis mahasiswa di Jurusan
lain dan Fakultas lain, bahkan di tingkat Universitas.
Komunitas Baca dan Tulis Mahasiswa agar lebih dapat
mengefisienkan sumber daya relawan di komunitasnya
dalam mewujudkan visi besarnya yakni untuk membentuk
Insan, khususnya mahasiswa yang berbudaya baca dan tulis.
2. Senantiasa menjalin kerja sama pihak Fakultas dan
Universitas (Jamiah) bahkan dengan Bapusipda Provinsi Jawa
barat secara umum dalam rangka membudayakan program
baca di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan
- 92 -
mahasiswa dan meluaskan misi dan visinya sehingga tercipta
masyarakat dan bangsa yang beradab melalui membaca dan
menulis.
3. Diharapkan setiap Fakultas dan bahkan Universitas (Jamiah)
memfasilitasi pengembangan budaya baca dan tulis di
kalangan mahasiswa, khususnya. Umumnya seluruh civitas
akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung sehingga
tercipta civitas akademika yang berbudaya baca dan tulis.
- 93 -
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar & Alwasilah, Senny Suzanna. (2005). Pokoknya
Menulis. Bandung: Kiblat.
Anderson, Neil, J. & Nunan, David. (2008). Practical English
Language Teaching Reading. New York: McGraw Hill.
Brown, H. Douglas. (1994). Principles of Language Learning and
Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Byrnes, Heidi. (1998). Modules for the Professional Preparation of
Teaching Assistants in Foreign Language. Washington DC:
Center for Applied Linguistics.
Chenoweth, Karin. (2002). Washington Pos, March 7.
D’Angelo, Frank. (1980). Process and Thought in Composition.
Massachussetts: Winthrop Publishers, Inc.
Davies, F. (1995). Introducing Reading. London: Penguin.
De Porter, Bobbi. & Hernachi, Mike. (2003). Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa:
Bandung.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas RI. (2004), Perpustakan
Perguruan Tinggi Buku pedoman. edisi ke-3, Jakarta:
Depdiknas RI Direktorat Pendidikan Tinggi.
Gardner, Howard. (2013). Kecerdasan Majemuk. Tangerang:
Interaksara
Gibbons, Pauline. (2002). Scaffolding Language Scaffolding Learning.
Portsmouth, NH: Heinemann, Inc.
- 94 -
http: siuniversal.blogspot.com/2014/03
http: 2.bp.blogspot.com, dan file.upi.edu
Idris, Kamah. (2003). Pola dan Strategi Pengembangan Perpustakaan
dan Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Perpustakaan Nasional
RI.
Ife, Jim. (1995). Community Development, Creating Community
Alternatives,
Vision, Analysis, And Practice. Australia : Longman Australia.
Kartasamita, Ginandjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat,
Memadukan
Pertumbuhan dan Permasalahan. Jakarta : Cides.
Kartasamita, Ginandjar. (1997). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep
Pembangunan yang Berakar Pada Masyarakat. Surabaya:
Bappenas.
Kompas Harian. Edisi 1 Maret 2012.
Ma’mur, Ilzamudin. (2010). Membangun Budaya Literasi. Banten:
IAIN Suhada Press.
Miller, William. (2000). Strategies for Developing Emergent Literacy.
New York: McGraw Hill.
Morrison, Ida E. (1968). Teaching Reading in the Elementary School.
USA: The Ronald Press Company.
Mortimer J. Adler; Charles Van Doren, 1986, Cara Membaca Buku dan
Memahaminya,Cet. II, Jakarta: PT, Pantja Simpati.
Muktiono, Joko D. (2003). Aku Cinta Buku, Cet. I, Jakarta: PT. Elex
Media Komutindo;
Musthafa, Bachrudin. (1996). Content Area Reading: Principles and
Strategies to Promote Independent Learning.
- 95 -
NS. Sutarno. (2003). Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.
NS. Sutarno. (2006). Perpustakaan dan masyarakat. Jakarta: Sagung
Seto.
Noerhayati S. (1987). Pengelolaan Perpustakaan, Jilid I, Cet. I,
Bandung: Alumni.
Rooijakkers. (2005). Cara Belajar di Perguruan Tinggi, Cet. XX,
Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. (2011). Metode Penulisan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Nunan, David. (1999). Second language Teaching and Learning.
Boston: Heinle & Heinle Publishers.
Rammatullah, Azam Syukur. (2005). Problematika Anak Kampus.
Quranic Media Pustaka: Yogyakarta
Rivers, W., and Temperley, M. (1978). A Practical Guide to the
Teaching of English as a Second or Foreign Language. New York:
Oxford University Press.
Reading Process Analysis. September, (2006). From
http://www.wested.org/stratlit/ ideas/readingprocess/shtml.
Siregar, A. Ridwan. (1992) 'Kurikulum dan perpustakaan
perguruan tinggi' dalam Buletin Perpustakaan BKS-PTN
Barat, Vol.III No.1 dan 2.
Solihat, Manaf. dkk. (2014). Interpersonal Skill Tips Membangun
Komunikasi dan Relasi. Bandung: Mujahid
Sujiono, Yulan Nurani. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: Indeks
Suyanto, Bagong & Sutinah (eds). (2008). Metode Penulisan Sosial:
Berbagai
- 96 -
Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Metode Penulisan Pendidikan.
Bandung: PPS UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. (1994). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur., Saifullah, Aceng Ruhendi., & Harnas,
Kholid A. (1990). Membaca Dalam Kehidupan. Bandung:
Angkasa
- 97 -
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN
FOTO WORKSHOP BUDAYA BACA DAN TULIS
- 98 -
- 99 -
Angket Kecerdasan Majemuk
Beri tanda (√) pada pernyataan yang menggambarkan dirimu.
o A.
• (....) Buku sangat penting bagi saya.
• (....) Seringkali benak saya berbicara baik sebelum
membaca, berbicara & menulis.
• (....) Saya menyukai permainan kata seperti scrable, TTS
atau kata sandi.
• (....) Saya mudah dan percaya diri dalam berekspresi,
baik lisan maupun tulisan.
• (....) Saya mudah menyerap informasi dengan
mendengarkan radio, mp3, cd audio.
• (....) Saya senang menghibur diri atau orang lain dengan
lelucon.
• (....) Saya menyukai pelajaran bahasa, ilmu sosial dan
sejarah.
• (....) Saya suka mencari bacaan yang berkaitan dengan
hal-hal yang saya minati.
• (....) Saya suka bercerita.
• (....) Saya mudah menghafal kata-kata yang lumayan
aneh.
Jumlah (√) = * ]
- 100 -
o B.
• (....) Saya dapat menghitung angka di luar kepala dengan
mudah.
• (....) Matematika dan ilmu pasti adalah favorit pelajaran
saya di sekolah.
• (....) Saya senang game atau teka-teki yang menuntut
penalaran logis.
• (....) Saya senang membuat eksperimen sederhana.
• (....) Saya selalu berusaha mencari pola, keteraturan,
urutan logis berbagai hal.
• (....) Saya tertarik pada perkembangan-perkembangan
baru di bidang sains.
• (....) Saya yakin, hampir semua hal memiliki penjelasan
rasional.
• (....) Saya berpikir dengan konsep yang jelas.
• (....) Saya peka terhadap kesalahan penalaran dalam
perkataan & tindakan orang.
• (....) Saya suka jika sesuatu telah diukur, dikelompokkan
untuk mudah memahami secara tepat.
Jumlah (√) = * ]
- 101 -
o C.
• (....) Saya sering melihat gambaran visual yang jelas saat
memejamkan mata.
• (....) Saya peka terhadap warna.
• (....) Saya suka corat-coret saat mencatat atau memikirkan
sesuatu.
• (....) Saya tidak mudah tersesat di daerah yang belum saya
kenal benar.
• (....) Saya suka pelajaran seni dan lebih suka geometri
daripada aljabar.
• (....) Saya lebih suka membaca bahan yang banyak
gambarnya.
• (....) Saya suka memilah sesuatu menjadi beberapa bagian
dan memasangkan kembali.
• (....) Saya mudah membayangkan bagaimana sesuatu dari
sudut pandang berbeda.
• (....) Saya suka menggunakan kamera foto atau video untuk
merekam hal-hal yang menarik.
• (....) Saya suka mengerjakan teka-teki menyusun potongan
gambar atau game visual lainnya.
Jumlah (√) = * ]
- 102 -
o D.
• (....) Saya menguasai satu atau beberapa olahraga (mis. Bola,
voli, lari, badminton, renang dll.)
• (....) Saya tidak betah duduk diam dalam waktu yang lama.
• (....) Saya suka pekerjaan yang melibatkan keterampilan
tangan yg nyata (memahat, merakit, menjahit, dll)
• (....) Saya suka pertualangan yang mendebarkan.
• (....) Ide-ide terbaik saya biasanya muncul saat saya berjalan-
jalan.
• (....) Saya suka menghabiskan waktu luang dengan
beraktivitas di ruang terbuka.
• (....) Saya sering menggunakan gerak tangan atau bahasa
tubuh lainnya ketika bercakap-cakap.
• (....) Saya harus mempraktekkan suatu keterampilan yang
baru, tidak sekedar membaca atau menonton.
• (....) Saya harus menyentuh sesuatu agar dapat lebih
mengenalnya.
• (....) Pelajaran yang paling menyenangkan adalah olahraga
dan seni ukir atau menjahit.
Jumlah (√) = * ]
- 103 -
o E.
• (....) Saya dapat memainkan satu alat musik.
• (....) Saya biasanya tahu apabila ada nada musik yang
sumbang.
• (....) Saya sering mendengarkan musik dari radio,mp3 di
rumah atau di jalan.
• (....) Musik mudah membangkitkan emosi saya.
• (....) Kadangkala tanpa sadar saya berjalan sambil
melantunkan lagu atau jingle iklan.
• (....) Saya dapat mengikuti irama musik dengan mudah
menggunakan alat perkusi sederhana.
• (....) Saya mengenal nada-nada berbagai macam lagu atau
karya musik.
• (....) Saya mudah menyanyikan kembali lagu walau baru
mendengar satu atau dua kali.
• (....) Saya suka mengetuk-ketukan jari berirama atau
bernyanyi kecil saat belajar atau bekerja.
• (....) Menurut saya suara saya merdu.
Jumlah (√) = * ]
- 104 -
o F.
• (....) Saya suka bekerja sendiri daripada berkelompok.
• (....) Saya punya keinginan kuat untuk mempertahankan apa
yang saya inginkan atau saya yakini.
• (....) Saya tidak memusingkan perkataan orang.
• (....) Saya dapat menghadapi masa-masa kemunduran
dengan tabah.
• (....) Saya punya tujuan-tujuan penting dalam hidup yang
saya pikirkan dengan teratur.
• (....) Saya punya pandangan realistis mengenai kelemahan
dan kekuatan diri saya.
• (....) Saya memiliki buku harian untuk menuliskan
kehidupan pribadi saya dan tujuan hidup saya.
• (....) Saya bercita-cita menjadi pengusaha dan memulai
usaha sendiri.
• (....) Saya memiliki hobi.
• (....) Saya banyak berpikir tentang tujuan hidup dan apa
yang ingin saya capai.
Jumlah (√) = * ]
- 105 -
o G.
• (....) Saya sering dimintai nasihat atau saran oleh teman.
• (....) Saya Mudah berteman.
• (....) Saya percaya diri dan merasa nyaman bertemu dengan
orang lain.
• (....) Saya sering menawarkan bantuan saat orang lain
memerlukannya.
• (....) Saya lebih suka olahraga berkelompok seperti sepak
bola, voli daripada lari.
• (....) Saya senang terlibat dengan kegiatan sosial.
• (....) Saya suka tantangan mengajar teman tentang hal-hal
yang saya kuasai.
• (....) Saya bisa menebak perasaan orang hanya dengan
melihat mereka.
• (....) Saya suka membicarakan masalah dg orang lain
daripada memecahkan sendiri.
• (....) Saya tidak segan menerima posisi sebagai ketua atau
pemimpin.
Jumlah (√) = * ]
- 106 -
o H.
• (....) Saya suka berkelana, hiking atau jalan-jalan di alam
terbuka.
• (....) Saya ikut organisasi peduli lingkungan.
• (....) Saya dibesarkan di keluarga yang menyukai binatang
piaraan dan tanaman.
• (....) Saya sangat suka menonton acara flora dan fauna.
• (....) Saya mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
berbeda.
• (....) Saya melakukan hobi yang berkaitan dengan alam (mis.
Mengamati burung)
• (....) Saya punya ingatan dan daya kenal yang hebat
terhadap detail dari suatu tempat, hewan, tanaman.
• (....) Ketika berlibur, saya memilih pergi ke alam terbuka
(gunung, taman) daripada ke dunia fantasi.
• (....) Saya berminat pada masalah sosial, psikologi dan
motivasi manusia.
• (....) Saya menyukai informasi masuk akal tentang
perkembangan astronomi, jagat raya& benda langit.
Jumlah (√) = * ]
- 107 -
PEDOMAN WAWANCARA
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
A. Latar alamiah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Bandung
1. Latar belakang Berdirinya
a. Tahun berapa berdiri Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
b. Alasan didirikannya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
c. Apa tujuan (visi, misi dan strategi) didirikannya Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan?
d. Siapa Pendiri Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
e. Bagaimana Struktur Organisasi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan
2. Kondisi Geografis Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
a. Bagaimana letak geografis Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan?
b. Bagaimana kondisi sosial masyarakat Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan?
3. Kondisi fisik bangunan
a. Berapa jumlah gedung yang ada di Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan?
b. Berapa jumlah ruang belajar/kelas Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan?
c. Berapa luas tanah yang dimiliki Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan?
d. Bagaimana kondisi fasilitas penunjang Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan?
e. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana pada waktu
awal berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
- 108 -
f. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan?
g. Bagaimana keadaan kepala sekolah, guru, staf dan
mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
4. Kondisi Sosial dan Budaya
a. Bagaimana kondisi sosial budaya setempat (lingkungan
sekitar kampus)?
B. Program Budaya baca di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
1. Bagaimana proses pengembangan budaya baca di Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan?
2. Siapa saja yang terlibat dalam pengembangan program
budaya baca di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
3. Bagaimana metode dan teknik yang digunakan dalam proses
pengembangan program budaya baca di Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan?
4. Bagaimana waktu pelaksanaannya dan pengelolaannya?
5. Adakah peran atau kerja sama dengan komunitas baca
masyarakat dalam mengembangkan program budaya baca di
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
6. Bagaimana peran dan bentuk kerjasamanya
7. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan program budaya baca di Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan?
- 109 -
C. Dampak program budaya baca di Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan
1. Bagaimana dampak program budaya terhadap siswa Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan?
2. Bagaimana dampak program budaya terhadap proses
pembelajaran di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
3. Bagaimana dampak peran komunitas baca masyarakat
terhadap proses pengembangan (Pelaksanaan) program
budaya baca?
4. Bagaimana evaluasi dan tindak lanjut program budaya baca
di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan?
- 110 -
Lampiran Karya Mahasiswa
PENDIDIKAN KARAKTER USWATUN HASANAH
RASULULLAH SAW.
Santi Wahyuni
Dunia pendidikan sedang disibukkan dengan pembuatan
sistem yang efektif, supaya peserta didik mempunyai karakter,
permasalahan ini di latar belakangi oleh perubahan zaman, dan
arus globalisasi dari barat yang telah masuk ke Indonesia, sehingga
membuat karakter – karakter peserta didik yang terbentuk
cenderung ke arah negatif, sedangkan karakter bangsa dan agama
ditinggalkan.
Permasalahan ini, tidak bisa kita limpahkan semuanya
kepada pemerintah, banyak kalangan yang mempunyai kewajiban
memikirkan permasalahan dalam pendidikan, salah satunya adalah
lulusan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, khususnya untuk jurusan Manajemen Pendidikan Islam.
Bekal yang dimiliki tentang pendidikan Islam, memusatkan
perhatian pendidikan karakter kepada pencontohan sikap uswatun
hasanah Rasulullah, selain tercapainya tujuan pendidikan karakter,
yaitu menjadi individu yang lebih baik, yang lebih penting adalah
tercapainya ridha Allah SWT.
Selain pengaplikasian dalam bentuk sistem pendidikan,
pendidikan karakter uswatun hasanah Rasulullahpun merupakan
filter bagi sistem yang datang dari luar, jika tidak bertentangan
- 111 -
dengan bangsa dan agama, kita bisa menggunakan sistem tersebut,
jika sistem bertentangan, maka kita tidak boleh menggunakannya.
Salah satu contoh nyata yang bisa kita aplikasikan untuk
pendidikan karakter uswatun hasanah Rasul di era sekarang untuk
peserta didik ialah; Rasul mengajarkan kepada kita agar yang
penerima ilmu (peserta didik) hormat kepada pemberi ilmu (guru),
tidaklah mungkin suatu ilmu akan bisa didapat jika kita tidak
menghormati orang yang memberikan ilmu, banyak dizaman
sekarang murid yang tidak menghormati guru maupun mahasiswa
tidak menghormati dosennya, sehingga wajar penerima ilmu sulit
untuk memahami pelajaran dan tidak bisa ujian. Kita dapat
tekankan bahwa jika ingin memahami dan barokahnya suatu ilmu,
kuncinya adalah menghormati guru. Selain itu jika kita
melaksanakan amalan – amalan sunah yang dianjurkan rasul, kita
akan mendapat pahala dan ridha Allah SWT.
- 112 -
- 113 -
CURRICULUM VITAE
Penulis pertama
Neng Gustini, M.Pd., M.Ag. adalah Dosen
Bimbingan Konseling pada jurusan MPI UIN
SGD Bandung. Lahir di Bandung, 20 April
1981. Beralamat di Jl. Cibaduyut Gg. TVRI 2
No. 59 Bandung. Pendidikan S2 ditempuh di
UPI jurusan Bimbingan Konseling UPI dan S-
2 Pend. Bahasa Arab UIN SGD. Sekarang
peneliti sedang menempuh pendidikan S3 pada Prodi Bimbingan
Konseling UPI Bandung. Pengalaman Penelitian yang relevan,
diantaranya: Faktor-faktor Penghambat dalam Menerjemah-kan
Bahasa Arab di Indonesia (2003), Bimbingan Konseling dalam
Mengembangkan Akhlak Mulia Siswa MAN 1 Bandung (2008),
Pembelajaran bahasa Arab melalui Teknik Mind Mapping, (2010),
dana bantuan Depag, Penggunaan Peta Konsep untuk
meningkatkan kemampuan Nahwu dan Insya mahasiswa, (2011),
Pembelajaran bahasa Arab Nahwu Kontrastrif di Perguruan Tinggi
Agama Islam (Penelitian di STIT At-Taqwa (2010), penelitian
kolektif,dana bantuan dari Depag, Penggunaan teknik Mind
Mapping dalam pembelajaran bahasa Arab di UPI (2011) dana
Hibah Penelitian UPI.
- 114 -
Penulis kedua
Nama lengkap, Dede Rohaniawati, M.Pd.
lahir di Garut, 25 Januari 1984. Pendidikan
Sekolah Dasar (SD) di Garut tamat tahun
1994, kemudian melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di kota
yang sama dan pada lulus tahun 2001.
Mengambil Sarjana (S1) UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, Fakultas Tarbiyah jurusan PAI tamat tahun 2005
dan melanjutkan pendidikan Master (S2) di Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung Prodi Pendidikan Umum, lulus tahun
2008. Peneliti sempat bertugas di STAIN Kerinci pada tahun 2009-
2011 sebagai dosen pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam dan
Ilmu Pendidikan. Sekarang Penulis merupakan Dosen UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. Selama menimba karier sebagai dosen,
peneliti aktif menulis di berbagai artikel surat kabar, menjadi editor
pada buku-buku pendidikan, melakukan penelitian baik individual
maupun kelompok, serta mengikuti konferensi internasional di
beberapa universitas di Indonesia. Adapun buku yang pernah
diterbitkan yaitu ‚Kekerasan dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan Agama Islam‛ terbit tahun 2011 oleh STAIN Kerinci
Press, buku ke-2 ‚Membangun Karakter Pendidikan dengan
Akhlak Mulia‛ terbit April 2012, buku ke-3 ‚Membangun karakter
Pendidikan di Madrasah‛ terbit Desember 2012. Buku ke-4
‚Landasan Pendidikan‛ terbit Juli 2013. Dan Buku ke-5 ‚Landasan
Pendidikan‛ terbit Januari 2015.
- 115 -
Penulis ketiga
Anugrah Imani, M.Pd. lahir pada 22 April
1983, merupakan dosen bahasa Inggris pada
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD
Bandung. Banyak karya ilmiah yang sudah
diterbitkan terutama hasil penelitian
mengenai kebahasaan, dan penulis aktif
mengikuti forum-forum international dalam kajian bahasa Inggris.
Penulis sekarang menjabat sebagai ketua laboratorium bahasa
Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung
Djati Bandung periode 2015–2020