BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

15
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020 Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 20 BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN Mukhlisin Dosen Universitas Pamulang, Jalan Surya Kencana No. 1 Pamulang Tangerang Selatan Banten Email : [email protected] Abstrak. Dalam membangun budaya akademik yang baik, setidaknya ada tiga rangkaian yang tidak terpisahkan, yaitu ilmu pengetahuan, iman yang kokoh dan hati yang tunduk. Inilah trilogi yang tidak terpisahkan sehingga budaya akademik yang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan manusia cerdas, tetapi juga memiliki kehangatan iman dan kerendahan hati. Budaya akademis yang hanya mengasah kecerdasan otak, hanya akan melahirkan robot-robot yang tidak memiliki empati terhadap sesama. Sebaliknya budaya akademis yang terlalu menitik beratkan pembangunan keimanan dengan mengesampingkan rasionalitas, akan melahirkan manusia yang gagap menghadapi tantangan zaman. Juga sebaliknya orang yang cerdas akalnya, kokoh imannya tetapi tidak rendah hati maka akan menjadi manusia tinggi hati yang tidak peduli terhadap lingkungan. Tulisan ini juga berhasil mengungkap sejumlah kriteria siapakah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai manusia berbudaya akademik. Kata Kunci : Budaya, Akademik, Al-Qur’an Abstract. In developing good academic culture, there are three inseparable compositions; good science, strong faith, and humble hearth. These combinations are so inseparable that academic culture which Islam wants to build does not only make people smart but also have strong faith and humble hearth. If an academic culture only trains human’s intelligence, it will create smart human but not emphatic. On the other hand, if academic culture only focuses on building the faith without rationality, if will create left behind man. A man who has good intelligence and strong faith but doesn’t have humble hearth seems to be arrogant and doesn’t care about everything around him. This article succeeds in revealing some criteria about whom the Qur’an mentioned as human with academic culture. Keywords : Academic, Culture, Al-Qur’an PENDAHULUAN Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur’an. Maka kalau kita ingin melihat bagaimana konsep yang diajarkan Islam tentang apa pun maka yang pertama-tama dilakukan adalah melihat dalam Al-Qur’an. Apresiasi atau perhatian Al- Qur’an terhadap ilmu pengetahuan dapat kita mulai dari melihat betapa seringnya Al-Qur’an menyebut kata ‘ilm (yang berarti pengetahuan) dengan segala derivasinya (pemecahannya) yang mencapai lebih dari 800-an kali. Belum lagi ungkapan lain yang dapat memiliki kesamaan makna menunjuk arti pengetahuan, seperti kata al-fikr, al- anzr, al-basar, al-tadabbur, al-dzikr, dll. Kata ‘ilm menurut para ahi bahasa Al - Qur’an mengandung arti “ pengetahuan akan hakikat sesuatu “. 1 Dari kata kunci 1 al-Asfahani Al-Ragib, Mu’jam Mufrodat al-Fadhil al-Qur’an, Lebanon : Dar AlKotob Al-ilmiyah, 2008. h. 343

Transcript of BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

Page 1: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 20

BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

Mukhlisin Dosen Universitas Pamulang, Jalan Surya Kencana No. 1 Pamulang Tangerang Selatan Banten

Email : [email protected]

Abstrak. Dalam membangun budaya akademik yang baik, setidaknya ada tiga rangkaian yang tidak

terpisahkan, yaitu ilmu pengetahuan, iman yang kokoh dan hati yang tunduk. Inilah trilogi yang tidak

terpisahkan sehingga budaya akademik yang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan

manusia cerdas, tetapi juga memiliki kehangatan iman dan kerendahan hati. Budaya akademis yang hanya

mengasah kecerdasan otak, hanya akan melahirkan robot-robot yang tidak memiliki empati terhadap

sesama. Sebaliknya budaya akademis yang terlalu menitik beratkan pembangunan keimanan dengan

mengesampingkan rasionalitas, akan melahirkan manusia yang gagap menghadapi tantangan zaman. Juga

sebaliknya orang yang cerdas akalnya, kokoh imannya tetapi tidak rendah hati maka akan menjadi

manusia tinggi hati yang tidak peduli terhadap lingkungan. Tulisan ini juga berhasil mengungkap

sejumlah kriteria siapakah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai manusia berbudaya akademik.

Kata Kunci : Budaya, Akademik, Al-Qur’an

Abstract. In developing good academic culture, there are three inseparable compositions; good science,

strong faith, and humble hearth. These combinations are so inseparable that academic culture which

Islam wants to build does not only make people smart but also have strong faith and humble hearth. If an

academic culture only trains human’s intelligence, it will create smart human but not emphatic. On the

other hand, if academic culture only focuses on building the faith without rationality, if will create left

behind man. A man who has good intelligence and strong faith but doesn’t have humble hearth seems to

be arrogant and doesn’t care about everything around him. This article succeeds in revealing some

criteria about whom the Qur’an mentioned as human with academic culture.

Keywords : Academic, Culture, Al-Qur’an

PENDAHULUAN

Sumber utama ajaran Islam

adalah Al-Qur’an. Maka kalau kita

ingin melihat bagaimana konsep yang

diajarkan Islam tentang apa pun maka

yang pertama-tama dilakukan adalah

melihat dalam Al-Qur’an.

Apresiasi atau perhatian Al-

Qur’an terhadap ilmu pengetahuan

dapat kita mulai dari melihat betapa

seringnya Al-Qur’an menyebut kata

‘ilm (yang berarti pengetahuan) dengan

segala derivasinya (pemecahannya)

yang mencapai lebih dari 800-an kali.

Belum lagi ungkapan lain yang dapat

memiliki kesamaan makna menunjuk

arti pengetahuan, seperti kata al-fikr, al-

anzr, al-basar, al-tadabbur, al-dzikr, dll.

Kata ‘ilm menurut para ahi bahasa Al-

Qur’an mengandung arti “ pengetahuan

akan hakikat sesuatu “.1 Dari kata kunci

1 al-Asfahani Al-Ragib, Mu’jam

Mufrodat al-Fadhil al-Qur’an, Lebanon : Dar

AlKotob Al-ilmiyah, 2008. h. 343

Page 2: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 21

inilah kita dapat mulai melacak

bagaimana Al-Qur’an khusunya dan

agama Islam umumnya memberikan

perhatian terhadap ilmu pengetahuan.

Diantaranya adalah :

Pertama, wahyu Al-Qur’an

yang turun pada masa awal mendorong

manusia untuk memperoleh ilmu

pengetahuan. Mayoritas ulama

khususnya ulama Al-Qur’an sepakat

bahwa wahyu Al-Qur’an yang turun

pertama kali adalah lima ayat di surat

Al-‘Alaq, kemudian disusul awal ayat

di surat Al-Qalam ;

ٱلذ يرب كٱسم ب ٱقرأ خلق١خلق

نسن ٱل علق ٢م ن وربكٱقرأ

كرم ٣ٱل ب يٱلذ ٤ٱلقلم علذم

نسنعلذم ٥مالميعلمٱل 1. bacalah dengan (menyebut) nama

Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia

telah menciptakan manusia dari

segumpal darah.3. Bacalah, dan

Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4.

yang mengajar (manusia) dengan

perantaran kalam5. Dia mengajar

kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya

ونٱلقلم ون ر ما ١ومايسط

ب مجن ون رب ك ب ن عمة نت٢أ

ممن ون جراغيلكل ٣وإنذ

يم عظ ل ق خ لعل ٤وإنذك

ونوفست بص ٥ي بص 1. Nun, demi kalam dan apa yang

mereka tulis, 2. berkat nikmat Tuhanmu

kamu (Muhammad) sekali-kali bukan

orang gila. 3. dan Sesungguhnya bagi

kamu benar-benar pahala yang besar

yang tidak putus-putusnya 4. dan

Sesungguhnya benar-benar berbudi

pekerti yang agung. 5. Maka kelak

kamu akan melihat dan mereka (orang-

orang kafir)pun akan melihat,

Dalam ayat-ayat yang pertama

kali turun A-‘Alaq : 1-5 tergambar

dengan jelas betapa kitab suci Al-

Qur’an memberi perhatian yang sangat

serius terhadap ilmu pengetahuan.

Sehingga Allah swt menurunkan

Page 3: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 22

petunjuk pertama kali adalah terkait

dengan cara memperoleh ilmu

pengetahuan yang ada dalam ayat

tersebut menggunakan redaksi “ iqra”.

Makna perintah tersebut bukanlah

hanya sebatas membaca dalam arti

membaca teks, tetapi membaca dengan

melibatkan pemikiran dan pemahaman,

dan itulah kunci perkembangan ilmu

pengetahuan dalam sepanjang sejarah

kemanusiaan. Dalam konteks modern

sekarang ‘iqra’ dekat dengan makna

reading with understanding (membaca

disertai dengan pemahaman).

Dalam ayat pertama tersebut

tidak dijelaskan obyek apa yang harus

di-iqra’. Hal ini mengandung arti bahwa

apa saja yang dapat kita jangkau untuk

diteliti mamka hal tersebut dapat

menjadi obyek ‘iqra’. Di kalangan para

mufassir ada satu kaidah yang

menyatakan bahwa “ apabila dalam

suatu perintah tidak disebutkan

obyeknya maka obyeknya apa saja yang

dapat dijangkau oleh perintah tersebut “.

Dari pemahaman tersebut dapat

juga disimpulkan Islam sejak awal tidak

membedakan antara ilmu umum dan

ilmu agama atau ilmu dunia dan ilmu

akhirat. Apa saja obyek yang dapat

memberikan manfaat bagi kemaslahatan

hidup manusia sudah sewajarnya kalau

dipelajari oleh manusia. Sehingga yang

menentukan baik tidaknya apa yang

dipelajari bukan terletak kepada

obyeknya melainkan kepada motivasi

atau niatnya. Hal inilah yang

diisyaratkan dalam penggalan ayat

selanjutnya bismirabbik..

Yang perlu mendapatkan

perhatian adalah bahwa apa pun

aktifitas iqa’ yang kita kerjakan maka

syarat yang ditekankan oleh Al-Qur’an

adalah harus bismirabbik (dengan nama

Tuhan). Hal ini mengandung arti seperti

yang diungkapkan oleh Syeikh Abdul

halim Mahmud (Mantan pemimpin

tertinggi Al_azhar Mesir) sebagaimana

dikutip Quraish Shihab ; “Dengan

kalimat iqra’ bismirabbik, Al-Qur’an

tidak sekedar memerintahkan untuk

membaca, tetapi membaca adalah

lambang dari segala yang dilakukan

oleh manusia, baik yang sifatnya aktif

maupun pasif. Kalimat tersebut dalam

pengertian dan jiwanya ingin

menyatakan “ bacalah demi Tuhanmu,

bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah

demi Tuhanmu”. Demikian juga apabila

berhenti bergerak atau berhenti

melakukan aktifitas, maka hal tersebut

hendaklah juga didasarkan kepada

Page 4: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 23

bismirabbik. Sehingga pada akhirnya

ayat tersebut berarti “ jadikanlah

seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam

cara dan tujuannya, kesemuanya demi

Allah SWT. 2

Kalau dalam kelompok ayat

yang pertama turun berkaitan dengan

perintah membaca maka kelompok ayat

yang kedua yaitu surat Al-Qalam

menekankan pentingnya alat yang harus

digunakan untuk menunjang aktifitas

membaca yaitu qalam (pena) dan

hasilnya yaitu tulisan. Dalam ayat

tersebut seakan Allah bersumpah

dengan manfaat dan kebaikan yang

dapat diperoleh dari tulisan. Hal ini

secara tidak langsung merupakan

anjuran untuk membaca karena dengan

membaca seseorang dapat memperoleh

manfaat bagi kesuksesan hidupnya.

Atau dengan kata lain ilmu pengetahuan

akan terus dapat berkembang dengan

baik apabila budaya membaca dan

menulis telah menjadi bagian yang tak

terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Budaya baca disimbulkan dalam

perintah iqra’, sementara budaya tulis

2 Quraish shihab, Tafsir al - Quran al

- Karim: Tafsir atas Surat - surat Pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu,

Bandung: Pustaka Hidayah, 1997. h. 79.

disimbulkan dalam wahyu yang kedua

yaitu Al_Qalam (pena).

Kedua, Tugas manusia sebagai

khalifah Allah di bumi akan sukses

kalau memiliki ilmu pengetahuan. Hal

ini ditegaskan dalam surat Al-Baqarah

30-31 :

جاع لوإذ إ ن ل لملئ كة ربك قال

ف رض ف يهاٱل تعل

أ قال و ا خل يفة

ف يهاويسف ك د ٱل ما ءمني فس ونن

إ ن قال لك ون قد س ك مد ب ن سب ح

ون تعلم ل ما علم دمءاوعلذم٣٠أ

سما ءٱل عل م عرضه ث مذ ذها ك

ٱلملئ كة نب أ سما ء فقال

ب س وي

ق ين نت مصد ل ء إ نك ٣١هؤ 30. ingatlah ketika Tuhanmu

berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan

seorang khalifah di muka bumi."

mereka berkata: "Mengapa Engkau

hendak menjadikan (khalifah) di bumi

Page 5: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 24

itu orang yang akan membuat kerusakan

padanya dan menumpahkan darah,

Padahal Kami Senantiasa bertasbih

dengan memuji Engkau dan

mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya aku mengetahui apa

yang tidak kamu ketahui." 31. dan Dia

mengajarkan kepada Adam Nama-nama

(benda-benda) seluruhnya, kemudian

mengemukakannya kepada Para

Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda itu jika

kamu mamang benar orang-orang yang

benar!"

Dari ayat di atas Nampak jelas

bahwa untuk suksesnya tugas

kekhalifan manusia di bumi maka Allah

SWT menganugerahkan kepada

manusia potensi untuk dapat

mengetahui dan memahami segala

sesuatu yang bermanfaat bagi

kehidupannya. Dari rangkaian ayat di

atas juga terlihat bahwa dengan

kemampuan untuk memahami dan

mengetahui itulah sumber dan cara

mendapatkan ilmu pengetahuan,

menjadikan manusia memiliki

kelebihan dibandingkan malaikat.

Pada ayat 31 pengajaran yang

diterima oleh manusia pertama yaitu

Adam dari Allah adalah tentang nama-

nama benda. Hal ini menjadi pelajaran

bahwa pengetahuan dasar yang harus

didapatkan oleh manusia adalah tentang

nama-nama benda bukan kata kerja.

Maka hal pertama yang harus kita

ajarkan kepada anak-anak kita yang

masih kecil (balita) semestinya adalah

nama-nama benda di sekelilingnya.

Penggalan ayat 31 yang

berbunyi “ Dia mengajarkan kepada

Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya “, juga mengandung arti

bahwa salah satu keistimewaan manusia

adalah kemampuannya

mengsekpresikan apa yang terlintas

dalam benaknya serta kemampuannya

menangkap bahasa sehingga ini

mengantarnya “mengetahui”. Di sisi

lain kemampuan manusia merumuskan

ide dan memberikan nama bagi segala

sesuatu merupakan langkah menuju

terciptanya manusia yang

berpengetahuan dan lahirnya ilmu

pengetahuan.

Ketiga, muslim yang baik tidak

pernah berhenti untuk menambah ilmu.

Ajaran ini tertuang dalam surat Thaha

ayat 114 :

ا ع لم ز دن ١١٤وق لرذب

Page 6: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 25

Katakanlah: "Ya Tuhanku,

tambahkanlah kepadaku ilmu

pengetahuan."

Inilah salah satu doa yang harus

dipanjatkan oleh seorang muslim yang

diajarkan oleh al_Qur’an. Bahwa

memohon kepada Allah SWT agar

ditambahkan ilmu pengetahuan adalah

bagian dari kebutuhan hidup. Dari ayat

ini juga dapat dipetik pelajaran bahwa

al-Qur’an mengajarkan menuntut ilmu

adalah salah satu bentuk ibadah yang

bernilai tinggi dan harus dilakukan oleh

setiap muslim sepanjang hidupnya.

Maka kalau pada masa modern dikenal

istilah pendidikan seumur hidup (long

live education), maka Islam sejak awal

menekankan kepada umatnya untuk

terus menambah ilmu pengetahuan.

Etos untuk terus menambah ilmu

pengetahuan dapat diterjemahkan

bahwa yang disebut belajar atau

menuntut ilmu bukan hanya pada usia

tertentu atau dalam formalitas satuan

pendidikan tertentu, melainkan

sepanjang hayat masih dikandung badan

maka kewajiban untuk terus menuntut

ilmu tetap melekat pada diri seorang

muslim. Salah satu hikmanya adalah

bahwa kehidupan terus mengalami

perubahan dan perkembangan menuju

kemajuan, maka kalau seorang muslim

tidak terus menambah pengetahuannya

jelas akan tertinggal oleh perkembangan

zaman yang pada gilirannya tidak dapat

memberikan kontribusi bagi kehidupan.

Al-Qur’an jelas membedakan antara

orang yang berpengetahuan dengan

orang yang tidak berpengetahuan,

sebagaimana dijelaskan dalam surat al-

Zumar ayat 9 :

ونوٱلذ ينق لهليستو ي ٱلذ ينيعلم

ول وا أ ر مايتذكذ إ نذ ون ليعلم

ٱل ل

٩Katakanlah: "Adakah sama

orang-orang yang mengetahui dengan

orang-orang yang tidak mengetahui?"

Sesungguhnya orang yang berakallah

yang dapat menerima pelajaran.

Ayat tersebut jelas menegaskan

bahwa tentu berbeda antara yang

berpengetahuan dengan tidak memiliki

pengetahuan. Yang dimaksud

pengetahuan dalam ayat ini adalah

pengetahuan yang membawa manfaat

bagi kehidupannya di dunia dan akhirat.

Maka bagi yang tidak memiliki

Page 7: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 26

pengetahuan jelas nilainya akan jauh

berbeda dengan orang yang memiliki

pengetahuan.

Keempat, orang yang berilmu

akan dimuliakan oleh Allah SWT. Hal

ini diisyaratkan dalam surat Al-

Mujadalah ayat 11.

يرفع مٱلذ ينٱللذ م نك ءامن وا

ٱلذ ينو وت وا وٱلع لمأ درجت ب ماٱللذ

١١تعمل ونخب يAllah akan meninggikan orang-

orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat. dan

Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan.

Dari ayat tersebut jelas bahwa

kemuliaan dan kesuksesan hidup hanya

milik orang yang berilmu dan beriman.

Orang yang beriman tetapi tidak

memiliki ilmu pengetahuan maka tidask

akan memperoleh kemuliaan di sisi

Allah SWT. Sebaliknya bagi orfang

yang hanya berilmu saja tanpa disertai

iman juga tidak akan membawa manfaat

bagi kehidupannya khususnya di akhirat

kelak.

Dari ayat tersebut juga terlihat

bahwa secara garis besar manusia dapat

dibedakan ke dalam dua kelompok

besar; pertama, orang yang sekedar

beriman dan beramal, kedua orang yang

beriman dan beramal shalih serta

memiliki pengetahuan. Posisi atau

derajat kelompok kedua ini lebih tinggi

bukan saja karena nilai ilmu yang

dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya

untuk mengajarkan ilmu, baik melalui

lisan, tulisan atau tindakan.

Ilmu yang dimaksud tentu saja

bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu

apapun yang membawa maslahat bagi

kehidupan manusia. Hal ini ditegaskan

dalam surat Fathir ayat 27-28.

لمأ نذ

أ تر ٱللذ م ن نزل

ما ء أ ٱلسذ ما ء

ب ه خرجنا ۦفس ن ها لو

أ تل فا م ثمرت

بال وم ن رٱل وح ب يض دد ج

ود س وغراب ي ن ها لوأ تل ف ٢٧م

وم ن وا ب وٱلنذاس نعم وٱلذٱل

Page 8: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 27

تل ن ه م لوأ يشۥف ما إ نذ كذل ك

ٱللذ باد ه ع م ن ا لمؤ ٱلع إ نذ ٱللذ

ور ٢٨عز يزغف 27. tidakkah kamu melihat bahwasanya

Allah menurunkan hujan dari langit lalu

Kami hasilkan dengan hujan itu buah-

buahan yang beraneka macam jenisnya.

dan di antara gunung-gunung itu ada

garis-garis putih dan merah yang

beraneka macam warnanya dan ada

(pula) yang hitam pekat.

28. dan demikian (pula) di antara

manusia, binatang-binatang melata dan

binatang-binatang ternak ada yang

bermacam-macam warnanya (dan

jenisnya). Sesungguhnya yang takut

kepada Allah di antara hamba-hamba-

Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya

Allah Maha Perkasa lagi Maha

Pengampun.

Dari ayat di atas jelas bahwa

setelah Allah SWT menjelaskan tentang

banyak makhluk-Nya juga fenomena

alam, dan di penghujung ayat ditutup

dengan ungkapan “ sesungguhnya yang

takut kepada Allah di antara hamba-

hambah-Nya, hanyalah ulama”. Hal ini

sekali lagi menegaskan bahwa ilmu

dalam pandangan Islam bukan hanya

ilmu agama. Namun di sisi lain juga

terlihat bahwa ilmu yang dimiliki oleh

setiap orang semestinya menghasilkan

rasa khasyah (takut atau kagum) kepada

Allah SWT. Karena kalau ilmu itu tidak

menghasilkan kedekatan kepada Allah

SWT justru hal ini akan membawa

kecelakaan bagi orang tersebut. Maka

ilmu apapun yang dipelajari dan

dimiliki oleh manusia semestinya

menghantarkannya pada sikap semakin

dekat kepada Allah SWT. Maka kalau

ada sementara orang baik berilmu

apalagi tidak berilmu yang kemudian

melalaikan Allah SWT dalam hidupnya

maka akan berakibat kebinasaan bagi

kehidupannya terlebih di akhirat nanti.

Hal ini ditegaskan dalam surat Al-“Araf

ayat 179 :

ولقد م ن ا كث ي هنذم ل نان ذرأ ٱل

و نس ب هاٱل ون يفقه لذ ق ل وب م له

م وله ب ها ون ي بص لذ عين أ م وله

ولئ ك أ ب ها يسمع ون لذ ءاذان

Page 9: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 28

نعم كٱل م ه ولئ ك

أ ضل

أ م ه بل

١٧٩غف ل ونلٱ179. dan Sesungguhnya Kami jadikan

untuk (isi neraka Jahannam)

kebanyakan dari jin dan manusia,

mereka mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannya untuk memahami

(ayat-ayat Allah) dan mereka

mempunyai mata (tetapi) tidak

dipergunakannya untuk melihat (tanda-

tanda kekuasaan Allah), dan mereka

mempunyai telinga (tetapi) tidak

dipergunakannya untuk mendengar

(ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai

binatang ternak, bahkan mereka lebih

sesat lagi. mereka Itulah orang-orang

yang lalai.

Ayat ini menjelaskan tentang

manusia yang lalai dan kemudian

dipersamakan dengan binatang. Bahkan

jauh lebih sesat disbanding binatang.

Mengapa? Karena manusia diberi

potensi lebih banyak dibanding

binatang. Maka tatkala potensi-potensi

yang semestinya dapat menjadikan

hidupnya mulia ternyata justru

menghantargkannya menuju

kebinasaan. Hal ini bukan karena

mereka tidak memiliki kecerdasan dan

pengetahuan tetapi ilmu pengetahuan

yang dimilikinya tidak

menghantarkannya menjadi semakin

dekat kepada Allah SWT.

Binatang tidak dikecam kalau

tidak dapat mencapai derajat yang

tinggi karena potensi yang dimiliki oleh

binatang tidak sebanyak yang dimiliki

oleh manusia. Di sisi lain potensi yang

dimiliki oleh binatang berupa instink

tidak pernah dilanggarnya dan

cenderung menghantarkannya untuk

melakukan sesuatu yang positif.

Sementara manusia maka dikatakan

lebih sesat dari binatang kalau potensi-

potensi yang dimilikinya itu tidak dapat

digunakan untuk meraih kemuliaan

hidup di dunia dan akhirat.

KOKOHNYA IMAN DAN AMAL

TERGANTUNG ILMU

Dalam Islam tidak dikenal

dikotomi ilmu umum maupun ilmu

agama atau ilmu dunia dan ilmu akhirat.

Pada dasarnya masalah agama atau

keimanan hanya dapat kokoh apabila

ditopang oleh pengetahuan atau ilmu.

Demikian halnya dengan amal shalih

hanya akan sempurna apabila dilandasi

dengan ilmu dan pengetahuan yang

benar. Maka begitu banyak ayat yang

Page 10: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 29

mengecam perilaku orang yang beriman

atau beragama tetapi hanya mbebek

atau ikut-ikutan tanpa disertai dengan

penalaran dan pemahaman yang benar

tentang keyakinannya. Hal ini

diungkapkan dalam beberapa ayat ,

diantaranya adalah Al-Baqarah ; 170 : وإذا م ق يلله وا نزلٱتذب ع

أ ما قال واٱللذ

ولوءابا ءنا أ عليه لفينا

أ ما نتذب ع بل

شي يعق ل ون ل م ءابا ؤ ه اكن

ون ١٧٠وليهتد 170. dan apabila dikatakan kepada

mereka: "Ikutilah apa yang telah

diturunkan Allah," mereka menjawab:

"(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti

apa yang telah Kami dapati dari

(perbuatan) nenek moyang kami".

"(Apakah mereka akan mengikuti juga),

walaupun nenek moyang mereka itu

tidak mengetahui suatu apapun, dan

tidak mendapat petunjuk?".

Seorang anak kemudian

mengikuti perilaku orang tuanya atau

nenek moyangnya tentu sangat wajar.

Tetapi kalau kemudian bertanya apa

yang dilakukan oleh orang tua atau

nenek moyang tersebut keliru tentu

orang yang berpengetahuan akan

meninggalkan apa yang dilakukan oleh

nenek moyangnya dan beralih kepada

hal yang lebih benar.

Di sisi lain salah satu kepastian

yang tidak diragukan lagi adalah adanya

hukum perubahan dalam kehidupan

manusia. Artinya manusia dalam

menjalani kehidupannya akan

mengalami perkembangan dalam

pemikiran dan kondisi sosialnya. Ilmu

pengetahuan yang dimilikinya pun terus

akan bertambah sehingga boleh jadi aka

nada pandangan hidup atau pengetahuan

yang harus dikoredksi dan diluruskan.

Keniscayaan dalam hidup adalah

perubahan. Maka kalau ada orang yang

tidak mau berubah dan hanya bertahan

dengan keyakinannya yang using, maka

itu dikecam oleh Al-Qur’an. Hal ini

juga diisyaratkan dalam surat al-Maidah

: 104

وإذا نزلما أ إ ل تعالوا م له ق يل ٱللذ

وإ ول ل وجدناٱلرذس ما حسب نا قال وا

Page 11: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 30

ل م ءابا ؤ ه كن ولوأ ءابا ءنا عليه

ونشي ونيعلم ١٠٤اوليهتد 104. apabila dikatakan kepada mereka:

"Marilah mengikuti apa yang

diturunkan Allah dan mengikuti Rasul".

mereka menjawab: "Cukuplah untuk

Kami apa yang Kami dapati bapak-

bapak Kami mengerjakannya". dan

Apakah mereka itu akan mengikuti

nenek moyang mereka walaupun nenek

moyang mereka itu tidak mengetahui

apa-apa dan tidak (pula) mendapat

petunjuk?.

Firman Allah SWT di atas

dengan jelas menyatakan keburukan

sementara orang yang hanya memiliki

keyakinan tetapi tidak didasarkan

kepada pertimbangan akal sehat

melainkan hanya membebek saja tanpa

disertai usaha penilaian terhadap

kepercayaan yang telah ada. Potongan

firman Allah yang mengatakan bahwa “

mereka itu tidak mengetahui apa-apa

dan tidak pula mendapat petunjuk “

mengandung arti bahwa mereka tidak

mampu memanfaatkannya karena mata

hati dan fikiran mereka telah tertutup.

Ayat ini bukan berarti bahwa apabila

mereka memiliki pengetahuan maka

mereka boleh mengikuti kesesatan

nenek moyang mereka. 3

Ilmu pengetahuan dan kesesatan

adalah dua hal yang berbeda dan tidak

mungkin dapat bertemu, sehingga

apabila mereka mengikuti nenek

moyang mereka yang berkeyakinan

salah tersebut, pastilah karena mereka

tidak memiliki ilmu pengetahuan. Ayat

ini ingin menegaskan keadaan

sementara orang yang diselubungi oleh

kebodohan dan ketiadaan petunjuk,

tetapi mereka berlindung di balik

jubbah adat istiadat atau tradisi nenek

moyang mereka. Yang perlu

digarisbawahi adalah bahwa Al-Qur’an

tidak mengecam tradisi tetapi yang

dikecam Al-Qur’an adalah tradisi yang

tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan,

akal sehat, hati nurani, dan terledbih

tuntunan Allah SWT.

KARAKTERISTIK MUSLIM

BERBUDAYA AKADEMIK

Ayat pokok yang menjelaskan

hal ini adalah surat Ali ‘imran : 190-

191.

3 Quthb Sayyid,2002, Tafsir Fi Zhilal

Al-Qur'an dibawah naungan Al Qur'an jilid

10, terj, As’ad Yasin, Gema Insani,

Jakarta.h.43

Page 12: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 31

إ نذ خلق ت ف مو وٱلسذ رض ٱل

و ل ٱخت لف ٱلنذهار وٱلذ ول ل لأيت

لٱلذ ين١٩٠ٱل ون ر يذك ٱللذ

وعل ا ع ود وق ا ن وب ه مق يم ج

ق خل ف ون ر ت ويتفكذ مو ٱلسذ

و رض ٱل بط ل هذا خلقت ما ربذنا

بحنكفق ناعذاب ١٩١ٱلنذار س 190. Sesungguhnya dalam penciptaan

langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda

bagi orang-orang yang berakal,

191. (yaitu) orang-orang yang

mengingat Allah sambil berdiri atau

duduk atau dalam keadan berbaring dan

mereka memikirkan tentang penciptaan

langit dan bumi (seraya berkata): "Ya

Tuhan Kami, Tiadalah Engkau

menciptakan ini dengan sia-sia, Maha

suci Engkau, Maka peliharalah Kami

dari siksa neraka.

Dalam ayat tersebut seorang

muslim yang memiliki karakter ber-

budaya akademik disebut dengan istilah

ulul albab yang secara kebahasaan

mgengandung arti “ orang-orang yang

memiliki akal yang murni “. Dalam ayat

tersebut jelas dinyatakan bahwa mereka

memiliki paling tidak dua karakter yaitu

:4

1. Orang yang selalu mengingat

Allah SWT dalam keadaan

berdiri, duduk atau dalam

keadaan berbaring.

2. Mereka selalu memikirkan

tentang penciptaan langit dan

bumi.

Dari dua karakter tersebut dapat

ditarik beberapa pelajaran diantaranya,

pertama, karakter orang yang memiliki

budaya akademik dalam pandangan Al-

Qur’an adalah orang yang mampu

mengoptimalkan kemampuan

spiritualnya untuk selalu ingat kepada

Allah SWT dalam setiap keadaan.

Dalam ayat tersebut dijelaskan dengan

ungkapan “selalu mengingat Allah

dalam keadaan berdiri, duduk, dan

berbaring “. Keadaan manusia hanya

4 Tafsir Al - Mishbah: Pesan, Kesan

dan Keserasian al - Quran , Vol ume 1 - 15 ,

Jakarta: Lentera Hati, 2000. h. 227.

Page 13: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 32

terdiri dari tiga, kalau tidak berdiri

mungkin duduk kalau tidak keduanya

pasti berbaring. Dan sebagai bukti dari

aktifitas dzikir tersebut adalah

kemampuannya untuk menggunakan

pikirannya secara maksimal untuk

memikirkan semua ciptaan Allah di

alam semesta.

Kedua, ayat-ayat atau tanda-

tanda kebesaran Allah SWT yang ada di

alam raya ini hanya akan dapat

ditangkap oleh orang-orang yang mau

mencurahkan akal dan pikirannya dan

disertai dengan kebersihan hati untuk

selalu mengingat Allah SWT. Kalau ada

orang yang mampu memikirkan ciptaan

Allah tetapi tanpa disertai usaha

mengingat Allah SWT maka tidak akan

menghasilkan sikap budaya akademik

yang dimaksud oleh Islam. Al-Qur’an

mengajarkan untuk selalu mengaitkan

aktifitas berpikir ilmiah yang kita

lakukan dengan usaha untuk selalu

mengingat Allah SWT.

Dari usaha tersebut maka

lahirlah sebuah kesadaran yang tulus

untuk mengakui betapa agungnya Allah

SWT dan betapa lemahnya manusia di

hadapan ke-mahakuasaan Allah SWT.

Ekspresi seperti ini diungkapkan dalam

lanjutan ayat di surat ali ‘Imran : 192.

نا ربذ ل ت دخ من فقدٱلنذارإ نذك

خنصارۥزيته أ

ل م ينم نأ ١٩٢ومال لظذ

192. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya

Barangsiapa yang Engkau masukkan ke

dalam neraka, Maka sungguh telah

Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi

orang-orang yang zalim seorang

penolongpun.

Hal ini bukan berarti Allah SWT

akan semena-mena memasukkan orang

ke dalam siksa neraka, karena kalau itu

terjadi akan berlawanan dengan sifat

Allah SWT yang Maha Rahman dan

Maha Rahim. Pernyataan dalam doa

tersebut lebih sebagai bentuk ekspresi

sikap seorang hamba yang mengakui

bahwa telah banyak anugrah yang

diberikan oleh Allah SWT namun

ternyata tidak menjadikan manusia

sadar akan jati dirinya yang hanya juga

sebagai ciptaan (hamba), maka doa

tersebut adalah pengakuan kalau pada

akhirnya ada orang yang masuk neraka

itu karena semata-mata sikap orang

tersebut yang tidak mau menggunakan

akalnya secara benar atau tidak mau

mengikuti tradisi akademik yang

diajarkan Allah SWT.

Page 14: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 33

Karakter ketiga, orang yang

berbudaya akademik disebutkan dalam

surat al-Zumar : 18

يستم ع ٱلذ ين فيتذب ع ونٱلقولونحسنه

أ ۥ ولئ ك

ٱلذ ينأ م ه هدى ٱللذ

ول وا مأ ولئ كه

وأ ل

١٨ٱل

18. yang mendengarkan Perkataan lalu

mengikuti apa yang paling baik di

antaranya. mereka Itulah orang-orang

yang telah diberi Allah petunjuk dan

mereka Itulah orang-orang yang

mempunyai akal.

Dari ayat tersebut jelas terbaca

bahwa karakter orang yang memiliki

budaya akademik yang baik adalah

orang yang secara sungguh-sungguh

dan konsisten selalu mau mendengarkan

hal-hal atau informasi yang baik.

Kemudian dari sekian banyak informasi

yang mereka terima kemudian

dipilihlah informasi terbaik dan

kemudian dengan sepenuh hati

melaksanakan informasi tersebut.

Informasi terbaik menurut ayat tersebut

bukan tanpa kriteria. Kriteria yang

dijadikan pegangan adalah petunjuk

Allah SWT dan Rasul-Nya serta

berdasarkan logika yang lurus dan hati

nurani yang bersih. Mereka itulah yang

dalam ayat tersebut kemudian juga

disebut dengan ulul albab.

Namun demikian seorang

muslim meskipun telah memperoleh

kemampuan tersebut hendaknya tetap

bersikap rendah hati dengan mengakui

bahwa perolehan tersebut merupakan

semata-mata karunia dan petunjuk Allah

SWT. Hal ini diisyaratkan dalam ayat di

atas dengan redaksi “ mereka itulah

orang-orang yang telah diberi Allah

perunjuk”. Petunjuk tersebut tentu

hanya akan diperoleh bagi yang

bersungguh-sungguh ingin meraihnya.

Orang yang tidak pernah berikhtiar

untuk meraih petunjuk maka jangan

pernah berharap dapat memperoleh

petunjuk. Di sin bertemu antara anugrah

Allah yang Maha memberi petunjuk

dengan usaha manusia yang ingin

meraih petunjuk. Wallahu a’lam.

KESIMPULAN

Trilogi yang terdiri dari ilmu

pengetahuan, iman yang kokoh dan hati

yang tunduk, merupakan rangkaian

yang tak terpisahkan dalam membangun

budaya akademik. Sehingga budaya

Page 15: BUDAYA AKADEMIK DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN

ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 02 Juli-Desember 2020

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 34

akademik yang ingin dibangun oleh

Islam bukan sekedar menjadikan

manusia cerdas, tetapi juga memiliki

kehangatan iman dan kerendahan hati.

Budaya akademis yang hanya mengasah

kecerdasan otak, hanya akan melahirkan

robot-robot yang tidak memiliki empati

terhadap sesama. Sebaliknya budaya

akademis yang terlalu menitik beratkan

pembangunan keimanan dengan

mengesampingkan rasionalitas, akan

melahirkan manusia yang gagap

menghadapi tantangan zaman. Juga

sebaliknya orang yang cerdas akalnya,

kokoh imannya tetapi tidak rendah hati

maka akan menjadi manusia tinggi hati

yang tidak peduli terhadap lingkungan.

Tulisan ini juga berhasil mengungkap

sejumlah kriteria siapakah yang disebut

dalam Al-Qur’an sebagai manusia

berbudaya akademik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asfahani Al-Ragib. 2008. Mu’jam

Mufrodat al-Fadhil al-Qur’an,

Lebanon : Dar AlKotob Al-

ilmiyah.

Tafsir al - Quran al – Karim. 1997.

Tafsir atas Surat - surat Pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya

Wahyu, Bandung: Pustaka

Hidayah.

Tafsir Al – Mishbah. 2000. Pesan,

Kesan dan Keserasian al - Quran

, Vol ume 1 – 15. Jakarta: Lentera

Hati.

Quthb Sayyid. 2002. Tafsir Fi Zhilal Al-

Qur'an dibawah naungan Al

Qur'an jilid 10, terj, As’ad Yasin.

Jakarta : Gema Insani.