blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/diniangeli/files/2015/04/ISI.docx · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM...
Transcript of blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/diniangeli/files/2015/04/ISI.docx · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM...
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN STUDI LAPANG DI KEBUN PERCOBAANCANGAR
DAN JATIKERTO
Disusun Oleh: Kelompok G2
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI / AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2014
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN
Oleh : KELOMPOK G2
No Nama NIM Nilai 1 WIRDHA AYU D 145040101111133 2 ASMAYANI AHSYAR 145040101111146 3 PUTRI DEBBIE P 145040101111147 4 ANNISA 145040101111148 5 I GUSTI AYU K 145040101111150 6 DOA NASTUTI Y 145040101111151 7 BAROROH NUR J 145040101111152 8 AZHARI RAHMAN 145040101111153 9 DINI ANGELA A 145040101111154 10 ROKHMAD R 145040101111155 11 YUNI FRANSISCA S 145040101111156 12 ELFIRA ROSA P 145040101111157 13 ISNA AMALIA 145040101111158 14 AHMAD SADHALI 145040101111159
Asisten : MUHAMMAD NAUFAL
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI / AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN
Tanggal Pengesahan : 12 Desember 2014
.115040201111049
Muhammad Naufal
Asisten,
:Mengesahkan
KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan akhir yang berjudul
“Laporan Akhir Praktikum Ekologi Pertanian : Studi Lapang di 2 Tempat yang
Berbeda ( Jatikerto dan Cangar )”.
Laporan akhir praktikum ini membahas tentang analisis vegetasi maupun
keragaman arthropoda dan faktor abiotik yang berpengaruh di kedua tempat
pengamatan yang berbeda.
Laporan ini berguna sebagai syarat pemenuhan untuk ujian akhir praktikum
mata kuliah Ekologi Pertanian pada program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang terkait dalam penyusunan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini,
diantaranya kepada Muhammad Naufal selaku Asisten Praktikum Kelas.
Demikian laporan tugas akhir ini dibuat. Penulis mengharapkan laporan tugas
akhir ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi para pembacanya.
Malang, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Data Anggota ...........................................................................................i
Lembar Pengesahan ..............................................................................................ii
Lembar Saran dan Kritik.......................................................................................iii
Kata Pengantar.......................................................................................................iv
Daftar Isi................................................................................................................v
Daftar Tabel...........................................................................................................vi
Daftar Gambar.......................................................................................................vii
Daftar Lampiran....................................................................................................viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................2
1.4 Manfaat dan Hasil Penulisan............................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian.......................................4
2.2 Pengertian Ekosistem Alami dan Ekosistem Buatan.......................5
2.3 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Pertumbuhan Tanaman............6
2.4 Faktor Abitok dan Biotik Tanah......................................................8
2.5 Peran Arthropoda Terhadap Ekosistem............................................12
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1 Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik (Budidaa Pertanian...............15
3.1.1 Analisa Vegetasi.....................................................................15
3.2 Tanah................................................................................................19
3.2.1 Faktor Abiotik Tanah (Suhu Tanah).......................................19
3.2.2 Faktor Biotik Tanah................................................................20
3.2.3 Tinggi Tanaman......................................................................22
3.3 Arthropoda.......................................................................................24
3.3.1 Sweepnet.................................................................................24
3.3.2 Pitfall......................................................................................26
3.3.3 Yellowtrap...............................................................................27
3.4 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman...........................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan.............................................................................32
4.1.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Abiotik.....................................32
4.1.2 Tanah......................................................................................39
4.1.3 Arthropoda + Interpretasi.......................................................41
4.1.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman..................................53
4.2 Pembahasan......................................................................................58
4.2.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Abitok......................................58
4.2.2 Faktor Abiotik dan Biotik Tanah............................................63
4.2.3 Peran Arthropoda Terhadap Ekosistem..................................64
4.2.4 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman..................71
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan Saran......................................................................74
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................76
LAMPIRAN......... ................................................................................................78
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor pertanian telah memainkan peranan penting di dalam pembangunan sosial
dan ekonomi Indonesia. Kurang lebih 18% dari penduduk di Indonesia bekerja di
sektor pertanian, sebagian besar dalam skala sangat kecil. Pertanian yang kita ketahui
sendiri adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta
untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau
bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak.
Di sektor pertanian terdapat lingkungan yang harus kita atur. Proses pengaturan
lingkungan itu diatur dalam salah satu ilmu yang disebut ilmu ekologi pertanian.
Ekologi pertanian sangat di butuhkan karena untuk meningkatkan pemahaman kita
dalam melakukan budidaya pertanian. Dalam ekologi kita dapat mempelajari
interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan juga mempelajari makhluk
hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.Pembahasan ekologi tidak
lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu
faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan
topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-
tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang
saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Secara sederhana ekologi pertanian dapatdiartikan sebagai ilmu yang
mempelajari hubungan antar makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dan
lingkungan. Dalam sistem ekologi tumbuhan, kehidupan tanaman selalu mengalami
interaksi terhadap lingkungannya. Baik pada sesama tumbuhan maupun dengan
lingkungan sekitarnya, termasuk hewan dan serangga. Interaksi inilah yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan lingkungan sekitarnya dan membuat suatu
siklus yang selalu berkesinambungan. Oleh karena itu dalam ekologi pertanian,
dipelajari studi iklim mikro yang mencakup tentang suhu dan kelembaban tanah,
pengukuran biomassa pohon, analisis vegetasi, dan keanekaragaman arthropoda.
Agroekosistem merupakan komunitas tanaman dan hewan yang berhubungan
dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang telah diubah oleh manusia
untuk menghasilkan pangan, pakan, serat, kayu bakar dan produk-produk lainnya
yang dibutuhkan manusia.Di dalam agroekosistem terdapat ekosistem yang menjadi
tempat interaksi antar faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotikadalahfaktortakhidup
yang meliputifaktorfisik dan faktor kimia. Faktor fisik yang mempengaruhi
ekosistemadalahsuhu, sinarmatahari, air, tanah, ketinggian, angin.Faktorbiotik adalah
faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan.
Laporan ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara faktor biotik dengan
faktor abiotik terhadap pertumbuhan tanaman dalam agroekosistem yang berbeda
yakni di Cangar agroekosistem dataran tinggi dan di Jatikerto agroekosistem dataran
rendah. Selain itu laporan ini juga menjelaskan mengenai penjelasan terkait
pengamatan langsung pengaruh faktor abiotik (cahaya dan air) terhadap pertumbuhan
tanaman. Harapannya laporan ini mampu berguna bagipembaca agar dapat
mengetahui tentang kondisi dan analisa vegetasi di Cangar dan Jatikerto.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan di bahas di laporan ini adalah:
1. Bagaimana perbedaan dan analisis vegetasi faktor abiotik antara Cangar dan
Jatikerto?
2. Bagaimana perbedaan factor biotic dan abiotik tanah yang terdapat di daerah
Cangar dan Jatikerto?
3. Bagaimana keragaman spesies arthropoda beserta peranannya terhadap
agroekosistem yang terdapat di Cangar dan Jatikerto?
4. Bagaimana pengaruh faktor abiotik (cahaya dan air) terhadap pertumbuhan
tanaman selada air dan jagung?
5. Bagaimana perbandingan interaksi faktor biotik dan abiotik anatara
agroekosistem Cangar dan Jatikerto?
1.3 Tujuan
Tujuan yang akan dibahas di laporan ini adalah:
1. Untuk mengetahui analisis vegetasi dan faktor abiotik.
2. Untuk mengetahui factorbiotikdanabiotictanah.
3. Untuk mengetahui peranan arthropoda yang berada di CangardanJatikerto.
4. Untuk mengetahui faktorabiotik (cahayadan air) pada tanaman selada air dan
jagung.
5. Untuk mengetahui faktor biotik dan abiotik pada agroekosistem di Cangar dan
Jatikerto.
1.4 Manfaat
Manfaat dari laporan ini adalah:
1. Pembaca atau mahasiswa dapat mengetahui perbedaan vegetasi faktor biotik
dan abiotik agroekosistem yang terdapat di Cangar dan Jatikerto.
2. Harapannya agar mahasiswa dapat memperoleh informasi tentang kondisi
agroekosistem di Cangar dan Jatikerto.
3. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas
wawasan terkait ilmu pengetahuan yang di dapatkan di bangku perkuliahan
pada malasah yang ada sehingga mampu memberikan solusi-solusi yang
leokimian dan bersifatnya solutif.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian
Ekologi
Di dalam kehidupan terdapat suatu interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya yang di pelajari dalam ilmu ekologi. Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang hubungan makhluk hidup dengan lingkungn sekitarnya.
Istilah Ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu : Oikos = Tempat Tinggal (rumah) dan Logos = Ilmu, telaah.
Kemudian Odum menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi yang mempelajari
struktur dan fungsi ekosistem atau alam di mana manusia adalah bagian dari alam.
Dalam bukunya, Dwijoseputro (1990) mengatakan bahwa ekologi adalah
hubungan makhluk hidup khususnya makhluk hidup dengan lingkungan.
Sedangkan dalam bukunya, Irwan (2010) menyatakan bahwa ekologi adalah ilmu
yang mempelajari makhluk hidup dalam rumah tangganya atau ilmu yang
mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup sesamanya
dan dengan komponen di sekitarnya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ekologi
adalah suatu ulmu tentang hubungan antar makhluk hidup dan hubungan antar
makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekologi Pertanian
Pertanian bisa diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam pada lingkungan
tertentu. Menurut Soetriono (2006) pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi
berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan. Sedangkan menurut
AT. Mosher, pertanian adalah segala proses untuk produksi yang berkaitan dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan juga hewan.
Sehingga berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ekologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari sistem pertanian dengan
menggunakan kaidah-kaidah ekologi. Sebagai contoh penerapan ekologi di bidang
pertanian diantaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk mengendalikan
populasi hama, guna meningkatkan produktivitas.
2.2 Pengertian Ekosistem Alami dan Ekosistem Buatan
Ekosistem merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi
yang membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi antara komponen-
komponen biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi. Ekosistem dalam ekologi
tidak hanya melibatkan suatu sistem antara tingkah laku (behavior) dari faktor-
faktor biotik dan non biotik, tetapi melibatkan berbagai sistem dalam aliran energi
dan siklus materi (Begon et al., 2006).
Ekosistem Alami
Ekosistem Alami (Natural Ecosystem) merupakan ekosistem yang terbentuk
secara alami tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara
lain : Ekosistem Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana
(Resosoedarmo,2001).
Ekosistem alami adalah ekosistem yang belum pernah ada campur tangan
manusia, contohnya hutan belantara di Sumatera, Kalimantan, Irian dan Sulawesi.
Komponen-komponennya lebih lengkap, tidak memerlukan pemeliharaan atau
subsidi energi karena dapat memelihara dan memenuhi sendiri, dan selalu dalam
keseimbangan. Ekosistem ini lebih mantap, tidak mudah terganggu, tidak mudah
tercemar, kecuali jika ada bencana alam (Irwan, 2010).
Ekosistem Buatan
Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa
manusia untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup penduduk yang
jumlahnya terus meningkat (Resosoedarmo,2001).
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang sudah banyak dipengaruhi manusia
misalnya danau buatan, sawah atau ekosistem pertanian, waduk, bendungan, hutan
produksi, kebun dan lain-lain. Komponen-komponen biasanya kurang lengkap,
memerlukan subsidi energi, memerlukan pemeliharaan atau perawatan, mudah
terganggu, dan mudah tercemar. Ekosistem buatan lebih rentan terhadap
perubahan atau tidak mantap (Irwan, 2010).
2.3 Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Tanaman
Faktor abiotik merupakan faktor yang bersifat tak hidup (non hayati). Faktor
abiotik yang berpengaruh terhadap tanaman meliputi radiasi matahari (cahaya),
suhu, air, kelembaban, tanah, iklim, dan angin.
Pengaruh radiasi matahari terhadap tanaman
Radiasi matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses
thermonuklir yang terjadi di matahari. Radiasi matahari merupakan faktor utama
diantara faktor iklim yang lain, tidak hanya sebgai sumber energi primer tetapi
karena berpengaruh terhadap keadaan faktor-faktor yang lain seperti suhu,
kelembapan dan angin. Pengaruh radiasi matahari terhadap tanaman diantaranya
laju fotosintesis, laju transpirasi, pertumbuhan memanjang dan pertumbuhan
menuju kearah datangnya sinar matahari, serta perkecambahan benih. (Sugito,
2012).
Pengaruh suhu terhadap tanaman
Suhu adalah besaran yang menunjukkan derajat panas suatu benda. Pengertian
suhu mencakup dua aspek, yaitu derajat dan insolasi. Inslasi menujukkan energi
panas dari mtahari dengan satuan gram kalori/cm2/jam. Satu gra kalori adalah
sejumlah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 (satu) gram air sebesar
1oC. Pengaruh suhu terhadap tanaman diantaranya laju pertumbuhan, pembungan,
pertumbuhan buah dan pendewasaan/pematangan jaringan atau organ tanaman.
(Sugito, 2012)
Pengaruh air terhadap tanaman
Air sangat penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai: (a) bahan baku
(sumber hidrogen dalam poses fotosintesis (b) penyusunan protoplasma yang
sekaligus memelihara turgor sel (c) bahan atau edia dalam proses transpirasi (d)
pelarut unsur hara dalam tanah dan dalam tubh tanamanan serta sebagai media
translokasi unsur hara dari dlam tanah ke akar unuk selanjutnya dikirim ke daun.
(Sugito, 2012).
Pengaruh tanah terhadap tanaman
Tanah sebagai salah satu faktor dalam lingkungan tumbuh tanaman, tidak
hanya berfungsi sebagai tempat berpijak akr tanaman namun yang lebih penting
adalah sebagai meia diana akar tanaman dapat menyerap nutrisi, air, dan oksigen.
(Sugito, 2012)
Kemasaman (pH) tanah menunukkan konsentrasi ion H+ pada larutan tanah. Tanah
pertanian pada umumnya memiliki pH antara 4 sampai 8. Pengaruh kemasaman
tanah terhadap tanaman terkait dengan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Selain itu, pada tanah yang sangat masam, pertumbuhan tanaman terhambat karena
keracunan aluminium(Al). (Sugito, 2012)
Pengaruh iklim terhadap tanaman
Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca di suatu daerah yang luas dalam jangka
waktu yang lama. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka
produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam usaha
pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat.
Pengaruh angin terhadap tanaman
Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga
karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya.Angin merupakan unsur
penting bagi tanaman, karena angin dapat mengatur penguapan atau temperature,
membantu penyerbukan, membawa uap air sehingga udara panas menjadi sejuk,
dan membawa gas – gas yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hal–hal tersebut
ditinjau dari keuntungannya, tetapi dari segi kerugiannya adalah tanaman bisa
terbakar karena angin, penyerbukan karena angin bijinya tidak bisa menjadi murni
sehingga tanaman perlu diisolasi, dapat menyebarluaskan gulma, membawa
serangga tertentu kemana-mana, dan angin yang kencang dapat merobohkan
tanaman.
Pengaruh kelembaban terhadap tanaman
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Kelembapan ada kaitannya
dengan laju transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju
pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat dipertahankan
maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi
ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel lebih cepat mencapai
ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar.
2.4 Faktor Biotik dan Faktor Abiotik Tanah
Faktor Biotik Tanah
Faktor biotik merupakan faktor yang bersifat hidup. Faktor biotik terdiri dari
berbagai jenis mikroorganisme dan flora tanah (fungi, algae, dan bakteri). Setiap
komponen biotik memiliki cara hidup sendiri yang akan menentukan interaksi
dengan komponen biotik lainnya dan komponen abiotik. Misalnya tumbuhan hijau
melakukan fotosintesis untuk memperoleh makan, herbivora memakan tumbuhan,
dan mikroorganisme menguraikan sisa-sisa tumbuhan serta hewan untuk
memperoleh energi. Komponen biotik dapat dibedakan atas:
Produsen adalah makhluk hidup yang menyusun senyawa organik atau membuat
makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Makhluk hidup yang
tergolong produsen, meliputi makhluk hidup yang melakukan fotosintesis
(tumbuhan, bakteri fotosintesis, ganggang hijau, ganggang hijau-biru) (Irwan,
2010).
Konsumen, organisme heterotropik terutama bakteri dan jamur yang merombak
senyawa-senyawa kompleks daripada protoplasma mati. Menghisap beberapa dari
hasil perombakan dan melepaskan bahan makanan inorganik yang dapat
digunakan oleh produsen. Menghasilkan senyawa organik sebagai sumber energi
yang dapat menghambat atau merangsang komponen biotik yang lainnya dalam
tanah (dekomposer atau detritivora atau pengurai) (Irwan, 2010).
Dekomposer memiliki peranan yang sangat penting dalam proses dekomposisi
terutama di tanah. Kotoran atau feases dari hewan dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap padang rumput. Tinja sapi yang dibiarkan dipermukaan
tanah dapat mematikan atau memperlambat pertumbuhan tanaman rumput, serta
menyebabkan tanaman di sekitarnya kurang disukai ternak sapi. Selain itu kotoran
atau tinja tersebut dapat pula sebagai tempat meletakan telur bagi vektor pembawa
penyakit, dan merupakan tempat hidup bagi larva parasit pada saluran pencernaan
ruminansia. Namun dengan keberadaan beberapa spesies dekomposer
pendekomposisi tinja, maka hal tersebut dapat diminimalisir (Shahabuddin, et al.,
2005).
Faktor Abiotik Tanah
Faktor abiotik tanah merupakan faktor yang bersifat tidak hidup (non hayati),
meliputi faktor-faktor iklim atau klimatik (suhu, kelembaban), dan faktor-faktor
tanah atau edafik (jenis tanah, kandungan unsur hara dan air, ). Masing-masing
faktor tersebut dapat diukur dan diketahui pengaruhnya pada makhluk hidup.
Faktor abiotik bersifat saling berkaitan dan tidak satu pun bekerja sendiri-sendiri.
Suhu
Suhu atau temperatur adalah derajat energi panas. Sumber utama energi panas
adalah radiasi matahari. Suhu merupakan komponen abiotik di udara, tanah, dan
air. Suhu sangat diperlukan oleh setiap makhluk hidup, berkaitan dengan reaksi
kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Reaksi kimia dalam tubuh
makhluk hidup memerlukan enzim. Kerja suatu enzim dipengaruhi oleh suhu
tertentu. Suhu juga mempengaruhi perkembangbiakan makhluk hidup. Contohnya,
beberapa jenis burung akan melakukan migrasi menuju ke daerah yang suhunya
sesuai untuk berkembang biak . (Notohadiprawiro, 2003).
Air dan Kelembaban
Air merupakan pelarut mineral-mineral tanah sangat penting bagi tumbuhan
dan keperluan dalam tubuh hewan, serta sebagai medium bagi makhluk hidup
hidup. Air dapat berbentuk padat, cair, dan gas. Di alam, air dapat berbentuk
padat, misalnya es dan kristal es (salju), serta berbentuk gas berupa uap air. Dalam
kehidupan, air sangat diperlukan oleh makhluk hidup karena sebagian besar
tubuhnya mengandung air. Sedangkan kelembaban merupakan salah satu
komponen abiotik di udara dan tanah. Kelembaban di udara berarti kandungan uap
air di udara, sedangkan kelembaban di tanah berarti kandungan air dalam tanah.
Kelembaban diperlukan oleh makhluk hidup agar tubuhnya tidak cepat kering
karena penguapan. Kelembaban yang diperlukan setiap maklhuk hidup berbeda-
beda. Sebagai contoh, cendawan dan cacing memerlukan habitat yang sangat
lembab (Notohadiprawiro, 2003).
Unsur Hara
Garam-garam mineral antara lain ion-ion nitrogen, fosfat, sulfur, kalsium, dan
natrium. Komposisi garam-garam mineral tertentu menentukan sifat tanah dan air.
Contohnya kandungan ion-ion hydrogen menentukan tingkat keasaman, sedangkan
kandungan ion natrium dan klorida di air menentukan tingkat salinitas (kadar
garam). Tumbuhan mengambil garam-garam mineral (unsur hara) dari tanah dan
air untuk proses fotosintesis (Notohadiprawiro, 2003).
Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan yang disebabkan oleh iklim atau
lumut, dan pembusukan bahan organik. Tanah memiliki sifat, tekstur, dan
kandungan garam mineral tertentu. Tanah yang subur sangat diperlukan oleh
makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tumbuhan akan tumbuh
dengan baik pada tanah yang subur. Setiap makhluk hidup dalam ekosistem
menempati suatu tempat yang spesifik. Tempat hidup tersebut antara lain di dasar
perairan, di bawah bebatuan, atau di dalam tubuh makhluk lainnya. Itulah
sebabnya pada tempat-tempat tertentu kita dapat menemukan makhluk hidup yang
khas dan tidak dijumpai di tempat lainnya. Tempat hidup yang spesifik dikenal
dengan istilah habitat (Notohadiprawiro, 2003).
Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur
ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan
oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan
penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali. Tanah menyediakan kebutuhan edafon
berupa bahan organik sebagai sumber energi. Humus merupakan bagian terbesar
bahan organik tanah mineral. Akar berada di urutan kedua dan edafon merupakan
bagian terkecil. Meskipun jumlahnya sedikit namun peranan edafon dalam proses-
proses tanah sangat besar, khususnya dalam pelapukan mineral dan dekomposisi
bahan organik (Notohadiprawiro, 2003).
2.5 Peran Arthropoda dalam Ekosistem
Arthropoda adalah hewan tak bertulang belakang yang memiliki tubuh beruas-
ruas atau bersegmen dan kaki yang bersendi. Arthropoda berasal dari Bahasa Yunani,
yaitu arthros (sendi atau ruas) dan podos (kaki).
Menurut Meglithsch, Arthropoda merupakan phylum terbesar dalam kingdom
Animalia dan kelompok terbesar dalam phylum itu adalah Insekta. Berikut ini adalah
klasifasi Arthropoda. Arthropoda memeiliki beberapa peran. Peran Arthropoda dalam
ekosistem antara lain:
Gambar 1
Hama
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang
karena aktivitas hidupnya merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi bagi manusia (De-mar, 2012). Arthropoda hama adalah Arthropoda atau
sekelompok Arthropoda yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman
budidaya sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun
kuantitas dan secara ekonomis merugikan. Anggota dari filum Arthropoda yang
mempunyai peranan penting sebagai hama tanaman adalah klas Arachnida
(tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda (serangga) (Pandito, 2011).
Predator
Arthropoda predator adalah jenis Arthropoda yang memburu, menangkap,
dan memakan organisme lain. Predator Dalam kehidupan di suatu ekosistem,
serangga juga berperan sebagai agen pengendali hayati, kaitannya dalam predasi.
Serangga berperan sebagai predator bagi mangsanya baik nematoda, protozoa,
bahkan sesama serangga lain. Terdapat sejenis lalat Diatracophaga striatalis (Lalat
Jatiroto), dimana larvanya dapat menyerang dan memangsa hama penggerek Chilo
yang berada dalam lubang tebu dan menghisap cairan haemolimpnya sampai mati
kering. Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa serangga serangga predator
sangat membantu atau berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem
(Santoso, 2007).
Parasitoid
Aarthropoda parasitoid adalah serangga yang memarasit pada organisme lain
(Modul Praktikum Ekologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
2012). Contoh: Diadegma insulare (tawon parasitoid) yang merupakan parasitoid
telur dari Plutella xylostela (ulat kubis). Apabila telur yang terparasit sudah
menetas maka Diadegma insulare akan muncul.
Vektor
Arthropoda vektor adalah Arthropoda yang berperan menularkan agen
penyakit dari suatu arthropoda ke arthropoda ataupun hewan lain. Vektor dapat
merugikan manusia dan merusak lingkungan hidup manusia. Oleh karena itu,
adanya vektor harus ditanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin kita
membasmi vektor tersebut sampai ke akar-akarnya, melainkan kita hanya mampu
berusaha mengurangi atau menurunkan populasi vektor tersebut ke tingkat tertentu
yang tidak mengganggu atau membahayakan kehidupan manusia. Nyamuk
merupakan salah satu jenis vektor yang dapat mengganggu kesehatan manusia
(Depkes RI, 2000).
Polinator
Arthropoda polinator dalah Arthropoda yang memiliki peranan dalam
membantu penyerbukan (polinasi). Keberadaan hewan yang berperan sebagai
polinator sangat menguntungkan, baik dalam ekosistem alami maupun ekosistem
pertanian. Dimana peranan tersebut sangat terkait dengan jumlah populasi dan
keragamannya dalam suatu ekosistem. Contohnya semut yang berperan sebagai
polinator tumbuhan kopi (Agnestika, 2012) .
Dekomposer
Arthropoda dekomposer memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
dekomposisi terutama di tanah. Kotoran atau feases dari hewan dapat
mengakibatkan pencemaran terhadap padang rumput. Tinja sapi yang dibiarkan
dipermukaan tanah dapat mematikan atau memperlambat pertumbuhan tanaman
rumput, serta menyebabkan tanaman di sekitarnya kurang disukai ternak sapi.
Selain itu kotoran atau tinja tersebut dapat pula sebagai tempat meletakan telur
bagi vektor pembawa penyakit, dan merupakan tempat hidup bagi larva parasit
pada saluran pencernaan ruminansia. Namun dengan keberadaan beberapa spesies
kumbang pendekomposisi tinja, maka hal tersebut dapat diminimalisir
(Shahabuddin, et al., 2005).
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Analisa Vegetasi dan Faktor abiotik (Budidaya Pertanian)
3.1.1 Analisa Vegetasi
a. Alat, Bahan dan fungsinya
Alat :
1. Meteran : untuk alat ukur
2. Penggaris : untuk mengukur D1 dan D2
3. gunting : untuk memotong tali rafia,
4. kamera : untuk dokumentasi kegiatan
5. Tongkatkayu (Ajir) : untuk pembatas ujung-ujung plot
6. Form pengamatan : untuk mencatat hasil pengamatan.
7. Spidol Permanent : untuk menulis keterangan sampel vegetasi
atau arthropoda yang belum diketahui pada
label.
Bahan :
1. Vegetasi : sebagai objek pengamatan.
2. Tali Raffia : untuk membuat plot dan subplotnya.
3. Plastik : untuk meletakkan vegetasi yang belum diketahui
identitasnya.
4. Label : untuk pemberian nama pada vegetasi.
b. Metode (Diagram alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat plot sesuai ketentuan pada gambar 1.1
Membagi plot menjadi subplot yang terdapat pada gambar 1.1
Mengidentifikasi vegetasi dengan cara mencatat nama-nama vegetasi
dimasing-masing subplot yang terdapat dalam plot
Mengambil vegetasi tanaman yang belum diidentifikasi
Menghitung jumlah vegetasi yang ada di masing-masing subplot dan
mengukur D1 serta D2
Mencatat hasil pengamatan pada form pengamatan
Mendokumentasikan kegiatan penelitian tersebut
Melakukan analisis kegiatan vegetasi yang didampingi oleh asisten
Menghitung SDR(Summed Dominance Rasio)
c. Analisa perlakuan
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu. Membuat plot dengan ukuran yang telah ditentukan pada
gambar 1.1 . Membagi plot menjadi 5 subplot untuk memudahkan
mengitung vegetasi, setelah itu mengidentifikasi vegetasi dengan mencatat
nama-nama vegetasi yang terdapat diplot yang berukuran 5mx5m.
Mengambil vegetasi yang belum diidentifikasi dan masukan pada plastik
yang disediakan, serta beri label pada plastik tersebut. Menghitung vegetasi
yang ada di masing-masing subplot serta,menghitung d1 dan d2. Mencatat
hasil pengamatan kedalam form pengamatan dan selanjutanya praktikan
mendokumentasikan kegiatan penelitian yang dilakukan tersebut.
Melakukan analisis kegiatan yang didampingi oleh asisten lalu praktikan
menghitung SDR(Summed Dominance Rasio).
Gambar 2
Keterangan ukuran subplot :
1. Sublot 1 berukuran 2.5m x 5m
2. Subplot2 berukuran 2.5m x 2.5m
3. Subplot 3 berukuran 2.5m x 1.25m
4. Subplot 4 berukuran 1.25m x 1.25m
5. Subplot 5 berukuran 1.25m x 1.25m
3.1.1 Faktor Abiotik
a. Alat, Bahan dan fungsinya
Alat :
1. Luxmeter : untuk mengukur intensitas radiasi matahari
2. Thermohigrometer : untuk mengukur suhu udara dan kelembaban udara
3. Kamera : untuk mendokumentasikan setiap kegiatan
4. Alat tulis : untuk menulis hasil penelitian
5. Form pengamatan : untuk mencatat hasil pengamatan
Bahan :
1. Udara : sebagai objek pengamatan
b. Metode ( Diagram Alir)
Luxmeter :
Menyiapkan alat dan bahan
Mengatur rangce pada luxmeter
Membuka tutup luxmeter
Letakan luxmeter ditempat yang akan diukur intensitas cahayanya
Tunggu sebentar, baca hasil pengukuran
Catat hasil pengamatan pada form pengamatan
Dokumentasikan kegiatan penelitian
Analisis penelitian yang di dampingi dengan asisten
Thermo-hygrometer :
Menyiapkan alat dan bahan
Atur rangce pada thermo-hygrometer
Letakan thermo-hygrometer di tempat yang akan diukur kelembabannya
Tunggu sebentar, baca skala yang ditunjukan pada thermo-hygrometer
Dokumentasikan kegiatan penelitian
Analisa kegiatan penelitian dengan didampingi oleh asisten
Mencatat hasil pengamatan pada form pengamatan
c. Analisa perlakuan
Luxmeter :
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu. Atur rangce pada luxmeter. Setelah itu membuka tutup
luxmeter, dan tekan tombol on pada luxmeter untuk menyalakan. Selanjutnya
letakan luxmeter pada tempat yang akan diukur intensitas cahayanya. Tunggu
sebentar, baca hasil pengukuran. Catat hasil pengamatan pada form
pengamatan. Mendokumntasikan setiap kegiatan penelitian. Selanjutnya
analisa kegiatan didampingi dengan asisten
Thermo-hygrometer:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu. Atur rangce yang terdapat pada thermo-hygrometer.
Pengukuran terdapat dua skala yaitu menujukan kelembabab dan menunjukan
themperatur. Kemudian letakan thermo-hygrometer ditempat atau tahan yang
akan diukur kelembapannya. Selanjutnya tunggu sebentar, baca skala yang
ditunjukan pada alat thermo-hygrometer . Dan catat hasil pengamatan pada
form pengamatan. Mendokumentasikan setiap kegiatan penelitian. Lalu
analisis kegiatan penelitian dengan didampingi asisten.
3.2 TANAH
3.2.1 Faktor Abiotik Tanah (Suhu Tanah)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Thermometer Tanah : untuk mengukur suhu tanah.
2. Kamera : untuk dokumentasi pengamatan fieldtrip.
3. Form pengamatan : digunakan untuk mencatat data penting
ketika pengamatan.
4. Alat tulis : untuk menulis data pengamatan.
Bahan :
1. Tanah : Sebagai objek yang mau diamati.
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Mengatur pengukuran thermometer dengan cara membuka
tutupnya, on kan dan kemudian menancapkan ke tanah
Mengukur suhu tanah menggunakan thermometer tanah
ditempat ternaungi dan tidak ternaungi
Dokumentasi setiap kegiatan
Catat data hasil pengamatan kedalam form
Mengindentifikasi dan analisis data dibimbing oleh asisten
c. Analisa Perlakuan
Langkah pertama siapkan alat dan bahan. Kemudian lakukan
pengamatan suhu tanah di tempat ternaungi dan tidak ternaugi. Lakukan
dengan menggunakan alat pengukur suhu tanah yaitu thermometer tanah
dengan cara buka tutupnya setelah itu on kan thermometer tersebut dan
mulai menancapkan alat tersebut kedalam tanah dengan skala Fo / Co.
Langkah terakhir lakukan dokumentasi setiap kegiatan pengamatan, catat
data hasil pengamatan kedalam form dan analisis data yang dibimbing oleh
asisten.
3.2.2 Faktor Biotik Tanah (Biota Tanah dan Seresah)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Penggaris : untuk mengukur ketebalan seresah.
2. Tali rafia : untuk membuat frame pengamatan.
3. Gunting : untuk memotong tali rafia sesuai ukuran.
4. Cetok : untuk menggali tanah.
5. Kamera : sebagai dokumentasi pengamatan fieldtrip.
6. Form pengamatan : untuk mencatat data penting ketika pengamatan.
7. Alat tulis : alat untuk menulis data pengamatan.
Bahan :
1. Seresah : sebagai objek yang diamati.
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Lakukan pembuat frame sesuai sketsa pengamatan seresah
dengan ukuran 50x50 cm seperti gambar 1.1
Mengukur ketebalan seresah 5x di 5 titik dengan
menggunakan frame seresah
Lakukan penggalian biota tanah
Mengamati biota tanah yang terdapat dalam frame di 3 titik
sampai dengan kedalaman 30cm
Dokumentasi setiap kegiatan
Catat data hasil pengamatan kedalam form
Mengindentifikasi dan analisis data dibimbing oleh
asistent
c. Analisa Perlakuan
Gambar 3
Ket :
1. Kotak berwarna hitam : merupakan frame seresah.
2. Titik berwarna merah : merupakan titik pengamatan seresah.
3. Kotak : merupakan plot pengamatan.
Langkah pertama siapkan alat dan bahan. Kemudian pengamat
membuat frame pengamatan sepeti gambar 1.1. Lalu ukur ketebalan
seresah yang terdapat didalam plot tersebut dengan menekan seresah dan
kemudian ukur ketebalan seresah menggunakan alat penggaris. Lalu, gali
plot tersebut dengan menggunakan alat bantu cetok. Amati biota tanah
yang terdapat didalam plot tersebut, dan langkah terakhir dokumentasikan
setiap kegiatan pengamatan, catat data hasil pengamatan kedalam form
dan dan analisis data yang dibimbing oleh asisten.
3.2.3 Tinggi Tanaman (Tahunan)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Busur modifikasi : untuk mengetahui tinggi sebuah tanaman.
2. Meteran : untuk mengukur jarak tanaman terhadap
pengamat.
3. Tali rafia : untuk membuat plot pengamatan.
4. Kamera : sebagai dokumentasi pengamatan fieldtrip.
5. Form pengamatan : untuk mencatat data penting ketika pengamatan.
6. Alat tulis : alat untuk menulis data pengamatan.
Bahan :
1. Pohon : Sebagai objek yang diamati.
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Mengukur DBH (diameter at breast height) pohon
Mengukur tinggi pengamat dari kaki ke mata
Mengatur jarak dari pohon ke pengamat hingga terlihat ujung
pohon dan lakukan pengamatan dengan busur modifikasi
Dokumentasi setiap kegiatan
Catat data hasil pengamatan kedalam form.
Mengindentifikasi dan analisis data dibimbing oleh
asisten
c. AnalisaPerlakuan
Langkah pertama adalah praktikan mengukur diameter pohon dengan
menggunakan DBH (diameter as breast height). Selanjutnya mengukur
tinggi pengamat dari kaki hingga ke mata. Lalu mengatur jarak dari pohon
ke pengamat hingga terlihat ujung pohon tersebut dan lakukan pengamatan
dengan dengan menggunakan alat bantu busur modifikasi. Langkah
terakhir lakukan dokumentasi setiap pengamatan, catat data hasil
pengamatan ke dalam form dan analisis data dibimbing oleh asisten.
3.3 Arthropoda (HPT)
3.3.1 Sweepnet
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Sweepnet : untuk menangkap serangga
2. Spidol permanent : untuk menulis nama pada serangga yang belum
diketahui pada label
3. Kamera : untuk mendokumentasikan serangga
4. Kapas : untuk membantu membius serangga
5. Form pengamatan : untuk mencatat hasil pengamatan.
Bahan :
1. Plastik : untuk menyimpan serangga yang telah ditangkap
2. Alkohol 70 % : untuk membius serangga yang telah didapatkan
3. Label : untuk memberi nama serangga yang telah didapatkan
dan ditempelkan pada plastik.
b. Metode (Diagram Alir)
Mempersiapkan alat dan bahan
Satu orang Masuk kedalam plot dengan membawa sweepnet
Menangkap serangga menggunakan sweepnet tersebut dengan metode
triple atau 3 kali ayunan dalam satu langkah dengan alur membentuk U
bolak-balik
Mengambil serangga yang terperangkap dalam sweepnet dari bagian
bawah
Menyimpan serangga kedalam plastik yang telah berisikan kapas dan
alkohol lalu diidentifikasi dan diberi nama dengan menggunakan label
Mendokumentasikan setiap kegiatan
Mencatat hasil pengamatan kedalam form pengamatan dan menganalisa
dengan didampingi oleh asisten
c. Analisa Perlakukan
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Kemudian satu orang masuk kedalam plot untuk menangkap serangga
menggunakan sweepnet dengan metode triple atau 3 kali ayunan dalam satu
langkah dengan alur membentuk U bolak-balik tepat. Setelah itu mengambil
serangga yang telah tertangkap oleh sweepnet dengan menggunakan tangan
dengan membuka resleting bagian bawah sweepnet hal ini dilakukan agar
serangga tidak keluar dari sweepnet, lalu menyimpan serangga tersebut
kedalam plastik yang telah berisikan kapas dan alkohol lalu diidentifikasikan
serangga yang tertangkap dan diberi nama dengan menggunakan spidol
permanet label tersebut. Dokumentasikan setiap kegiatan dan catatlah hasil
pengamatan kedalam form pengamatan dan lakukan analisis terhadap peran
masing-masing serangga yang telah didapatkan dengan didampingi oleh
asisten
3.3.2 Pitfall
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Gelas Aqua : untuk digunakan sebagai pitfall
2. Spidol permanent : untuk menulis keterangan sampel vegetasi atau
arthropoda pada label
3. Kamera : untuk mendokumentasikan serangga
4. Kapas : untuk membantu membius serangga
5. Form pengamatan : untuk mencatat hasil pengamatan.
Bahan :
1. Air detergent : untuk menghilangkan tegangan air permukaan
2. Plastik : untuk menyimpan serangga dari pitfall
3. Label : untuk memberi nama serangga yang telah didapatkan
dan ditempelkan pada plastik
b. Metode (Diagram Alir)
Mempersiapkan alat dan bahan
Mengambil pitfall yang sudah diletakkan oleh asisten sehari sebelum
pengamatan
Mengambil serangga yang terdapat dalam pitfall lalu disimpan ke
kapas, kemudian dimasukkan kedalam plastik, lalu diberi label dan
tulislah nama serangga tersebut dengan menggunakan spidol
permanent
Mendokumentasikan setiap kegiatan
Mencatat hasil pengamatan pada form pengamatan dan menganalisa
dengan didampingi asisten
c. Analisa Perlakuan
Setelah pengamatan dengan menggunakan sweepnet dilakukan, pengamatan
selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan menggunakan Pitfall. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan, setelah itu
mengambil pitfall yang sudah diletakkan sehari sebelum pengamatan.
Diletakkan sehari sebelum pengamatan agar serang-serangga yang akan diamati
dapat terperangkap kedalam pitfall tersebut. Kemudian Mengambil serangga
yang terdapat dalam pitfall lalu disimpan ke kapas, kemudian dimasukkan
kedalam plastik, lalu diberi label dan tulislah nama serangga yang didapat
dengan menggunakan spidol permanent pada label tersebut. Dokumentasikan
serangga dan setiap kegiatan. catatlah hasil pengamatan kedalam form
pengamatan dan lakukan analisis terhadap peran masing-masing serangga yang
telah didapatkan dengan didampingi oleh asisten.
3.3.3 Yellowtrap
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Yellowtrap : untuk sebagai perangkap serangga
2. Spidol permanent : untuk menulis keterangan sampel vegetasi atau
arthropoda yang belum diketahui pada label.
3. Kamera : untuk mendokumentasikan serangga
4. Kapas : untuk membantu membius serangga
5. Form pengamatan : untuk mencatat hasil pengamatan.
Bahan :
1. Plastik : untuk menyimpan arthropoda yang telah ditangkap
2. Label : untuk memberi nama serangga yang telah didapatkan
dan ditempelkan pada plastik.
3. Alkohol 70 % : untuk membius serangga yang telah
didapatkan
b. Metode (Diagram Alir)
Mempersiapkan alat dan bahan
Masukkan yellowtrap beserta serangga kedalam plastik, diberi label, lalu tulislah
nama serangga tersebut pada label dengan menggunakan spidol permanent
Mendokumentasikan setiap kegiatan
Mencatat hasil pengamatan pada form pengamatan dan
menganilisa dengan didampingi oleh asisten
c. Analisa Perlakuan
Setelah pengamatan dengan menggunakan pitfall dilakukan,
pengamatan selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan menggunakan
yellowtrap. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan
bahan, setelah itu mengambil yellowtrap yang sudah diletakkan sehari
sebelum pengamatan. Diletakkan sehari sebelum pengamatan agar serang-
serangga yang akan diamati dapat terperangkap. Masukkan yellowtrap beserta
serangga tersebut kedalam plastik. Setelah dimasukkan kedalam plastik, diberi
label dan tulislah nama serangga tersebut dengan menggunakan spidol
permanent pada label tersebut. Dokumentasilah setiap kegiatan. Catatlah hasil
pengamatan pada form pengamatan dan lakukan analisis terhadap peran
masing-masing serangga yang telah didapatkan dengan didampingi oleh
asisten.
3.4 Pengaruh faktor lingkungan terhadap tanaman (polybag)
a. Alat, Bahan dan Fungsi
Alat :
1. Cetok : untuk mempermudah dalam pengambilan tanah
2. Botol plastic : sebagai wadah untuk menyiram
3. Polybag : untuk meletakkan benih
4. Glass house : ruangan untuk menerapkan perlakuan ternaungi
Bahan :
1. Tanah : sebagai media tanam
2. Pupuk kompos : sebagai bahan tambahan untuk penyubur tanah
3. Sekam : sebagai bahan tambahan untuk penyubur tanah
4. Benih jagung & selada air : sebagai objek yang ditanam
5. Air : untuk menyiram tanaman
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Mencampur tanah, pupuk kompos, dan sekam. Dengan perbandingan 3 : 1 :1
Masukkan campuran tanah, pupuk kompos, dan sekam ke dalam polybag
sampai dengan ¾ bagian
Membuat lubang pada tanah dengan menggunakan jari sebanyak 3 lubang
pada tiap polybag untuk tanaman jagung dan 5 lubang untuk tanaman selada
air
Tanam benih selada air dan jagung, pada tiap polybag. Pada masing-masing
lubang diisi 2-3 benih. Jumlah polybag pada masing-masing tanaman
berjumlah 8
Melakukan perlakuan sebagai berikut
Cahaya Cahaya Air Air
Jagung Jagung Selada Air Selada Air
Ternaungi Tidak ternaungi Diberi air 300 ml Diberi air 600 ml
Diletakkan di nerseri Diletakkan di glass house Diletakkan di nerseri Diletakkan di glass house
Tunggu selama satu minggu agar tanaman tumbuh terlebih dahulu
Amati indikator pertumbuhan yakni tinggi dan jumlah daun selama 5 minggu
setelahnya
Dokumentasikan, serta catat data yang diperoleh setiap minggu
Lakukan analisis data dengan didampingi oleh asisten
c. Analisa perlakuan
Langkah pertama yaitu mempersiapkan alat dan bahan. Kemudian, campurkan
tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan 3 : 1 : 1. Hal tersebut
karena tanaman telah mendapatkan nutrisi dari tanah sebagai media utama
penanaman sehingga penggunaan pupuk dan sekam tidak melebihi penggunaan
tanah agar tidak terjadi kelebihan nutrisi pada tanaman. Lalu masukkan ke dalam
polybag sebanyak ¾ bagian agar tidak luber saat dilakukan penyiraman. Buatlah
lubang pada tanah sebanyak dua sampai tiga buah untuk tanaman jagung dan
lima buah lubang untuk tanaman selada air dengan satu jari yang sama pada
masing-masing polybag. Untuk tanaman jagung tidak perlu terlalu dalam, hanya
sekitar 2,5 cm. Sedangkan untuk tanaman selada air agak dalam, sekitar 5 cm.
Perbedaan tersebut dikarenakan jagung dan selada air memiliki jenis akar yang
berbeda. Isi lubang tersebut dengan benih, baik benih jagung maupun selada air
pada masing-masing lubang. Pada masing-masing tanaman dilakukan perlakuan
sebagai berikut:
1. Jagung dengan perlakuan cahaya ternaungi diletakkan di nerseri
2. Jagung dengan perlakuan cahaya tidak ternaungi dietakkan di glass house
3. Selada air dengan perlakuan air disiram dengan air sebanyak 300 ml
4. Selada air dengan perlakuan air disiram dengan air sebanyak 600 ml
Amati pertumbuhan tanaman selama 5 minggu, pengamatan dilakukan
paling tidak dua kali dalam satu hari. Jangan lupa untuk mendokumentasikan
serta catat data yang diperoleh setiap minggunya. Dalam satu minggu, data yang
diperoleh dari empat polybag kemudian dirata-rata. Lakukan analisis data
dengan didampingi oleh asisten.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik a. Analisa Vegetasi + Interpretasi Tiap Tabel
Cangar
Dari hasil pengamatan di petak lahan pertanian di daerah Cangar
dengan ukuran 5m x 5m, bahwa petak tersebut terdapat beberapa spesies
tanaman diantaranya wortel, krokot, rumput belulang, temu wiyang,
ajeran, dan bribil. Dimana tanaman utamanya adalah wortel dengan
No Spesies Jumlah
1 Wortel 608
2 Krokot 2
3 Rumput Belulang 57
4 Temu Wiyang 9
5 Ajeran 21
6 Bribil 10
jumlah 608 tanaman. Untuk spesies lainnya seperti krokot berjumlah 2,
rumput belulang berjumlah 57, temu wiyang berjumlah 9, ajeran
berjumlah 21, dan tanaman bribil berjumlah 10.
Jatikerto
No Spesies Jumlah
1 Singkong 22
2 Alang-alang 31
3 Daun sendok 16
Di daerah Jatikerto derngan lahan juga terdapat beberapa spesies
tanaman yaitu singkong, daun sendok dan juga alang-alang. Tanaman
utamanya ialah singkong. Di mana jumlah singkong tersebut berjumlah
22 tanaman. Alang-alang berjumlah 31 tanaman dan daun sendok
berjumlah 16 tanaman
b. Analisa Vegetasi (Semusim) + Interpretasi Tiap Tabel Cangar (Tabel Semusim)
NO SpesiesD1
(cm)
D2
(cm)
Petak Contoh ke-
1 2 3 4 5
1 Wortel 33 23 271 130 97 45 65
2 Rumput Belulang 28 16 35 12 4 5 -
3 Krokot 13 8 - - 1 1 -
4 Temu Wiyang (Emilia sancifolia)
47 36 4 - 3 - 2
5 Ajeran 29 12 11 1 1 5 3
6 Bribil 30 10 3 2 - 2 3
Dari data tabel di atas bisa di lihat bahwa petak lahan dibagi menjadi 5
bagian/plot. Pada Cangar D1 dan D2 yang paling besar adalah temu
wiyang dengan D1 sebesar 47 cm dan D2 seber 36 cm. itu berarti canopy
temu wiyang lebar,sedangkan jumlah tanaman masing-masing plot yaitu
plot 1 sebanyak 4, plot 2 dan plot 4 tidak terdapat tanaman, plot 3
sebanyak 3, dan plot 5 sebanyak 2. Tanaman wortel memiliki D1 dan D2
sebesar 33 dan 23 cm dengan jumlah tanaman masing-masing plot yaitu
plot 1 sebanyak 271, plot 2 sebanyak 130, plot 3 sebanyak 97, plot 4
sebanyak 45, dan plot 5 sebanyak 65. Untuk rumput belulang D1 dan D2
nya adalah 28 cm dan 16 cm dengan jumlah tanaman masing-masing plot
yaitu plot 1 sebanyak 35, plot 2 sebanyak 12, plot 3 sebanyak 4, plot 4
sebanyak 5, dan plot 5 tidak terdapat rumput belulang. Selanjutnya untuk
tanaman Krokot memiliki D1 dan D2 sebesar 13 cm dan 8 cm dengan
rincian jumlah tanaman yaitu plot 1, plot 2, dan plot 5 tidak terdapat
tanaman sama sekali, plot 3 dan plot 4 terdapat masing-masing 1
tanaman. Untuk yang berikutnya adalah tanaman Ajeran yang
mempunyai D1 dan D2 sebesar 21 cm dan 12 cm dengan jumlah tanaman
masing-masing plot yaitu plot 1 sebanyak 11, plot 2 sebanyak 1, plot 3
sebanyak 1, plot 4 sebanyak 5, dan plot 5 sebanyak 3. Sedangkan untuk
tanaman bribilmempunyai D1 dan D2 sebesar 30 cm dan 10 cm dengan
jumlah tanaman masing-masing plot yaitu plot 1 sebanyak 3, plot 2
sebanyak 2, plot 3 sebanyak 1tidak terdapat tanaman, plot 4 sebanyak 2,
dan plot 5 sebanyak 3.
Jumlah spesies tanaman tertinggi pada lahan di Cangar adalah tanaman
wortel. Sedangkan jumlah spesies tanaman terendahnya adalah tanaman
krokot. Perbedaan jumlah pada kedua tanaman disebabkan karena pada
lahan di Cangar dilakukan penyiangan, dimana adanya perawatan pada
tanaman utamanya, yaitu tanaman wortel dan adanya pencabutan tanaman
selain tanaman wortel.
Jatikerto (Tabel Semusim)
No Spesies D1(cm)
D2(cm)
Petak contoh ke-
1 2 3 4 5
1 Singkong 39 10 12 7 1 2 -
2 Daun sendok 19 8 7 6 1 - 2
3 Alang-alang 31 9 14 4 2 6 5
Jatikerto di mana singkong menjadi komoditas utama, sedangkan
daun sendok dan alang-alang menjadi gulma di lahan tersebut. Untuk
singkong memiliki D1 sebesar 39 cm dan D2 sebesar 10 cm. pada plot
pertama ada 12 tanaman singkong, plot ke 2 ada 2 pohon, plot ke 3 ada 1
pohon, plot ke 4 ada 2 pohon, dan untuk plot ke 5 tidak terdapat pohon
singkong.
Untuk daun sendok memiliki D1 sebesar 19 cm dan D2 sebesar 8
cm. pada plot pertama ada 7 daun sendok, plot ke 2 ada 6 daun sendok,
plot ke 3 ada 1 daun sendok, plot ke 4 ada tidak terdapat daun sendok,
dan untuk plot ke 5 ada 2 daun sendok.
Sedangkan untuk alang-alangnya memiliki D1 sebesar 31 cm dan
D2 sebesar 9 cm. pada plot pertama ada 14 alang-alang, plot ke 2 ada 4
alang-alang, plot ke 3 ada 2 alang-alang, plot ke 4 ada 6 alang-alang, dan
untuk plot ke 5 ada 5 alang-alang.
Tabel perhitungan SDR
No. Spesies
Kerapatan Frekuensi
LBA
DominansiIV
(%)
SDR
(%)MutlakNisbi
(%)Mutlak
Nisbi
(%)Mutlak
Nisbi
(%)
1 Wortel 121,6 75 1 21.2 120,85 4,83 20,77 116,97 38,99
2Rumput
Belulang31,4 19,4 0,8 17 71,33 2,85 12,25 48,65 16,21
3 Krokot 0,4 0,24 0.4 10,63 16,56 0,66 2,84 13,31 4,44
4Temu
Wiyang1,8 1,11 0.6 12,7 269,42 10,78 46,37 60,19 20,06
5 Ajeran 4,2 2,6 1 21,2 55,41 2,22 9,55 33,36 11,12
6 Bribil 2 1,2 0.8 17 47,77 1,91 8,22 26,46 8,82
Cangar
Pada daerah Cangar Kerapatan paling tinggi terdapat pada tanaman wortel
dengan kerapatan nisbinya 75%. Untuk kerapatan paling rendah terdapat pada
tanaman krokot dengan kerapatan nisbinya 0,24%. Sedangkan tanaman
lainnya seperti rumput belulang memiliki kerapatan nisbi sebesar 19,4%,
Tempu wiyang 1,11%, ajeran 2,6% dan bribil sebesar 1,2 %. Untuk frekuensi
nisbi sendiri tanaman yang memiliki frekuensi nisbi terbesar adalah tanaman
wortel dan ajeran dengan 21,2%. Tanaman lainnya seperti rumput eki dan
bribil memiliki frekuensi nisbi yang sama yaitu 17% serta tempu wiyang
dengan 12,7% dan yang terkecil adalah krokot dengan 10,63%. Tanaman
wortel memiliki SDR yang tinggi yaitu 38,99% dan yang terendah adalah
krokot dengan 4,44%. dengan jumlah SDR total sebesar 99,67% itu
menunjukkan kalau SDR <99,90% dan belum valid datanya.
Jatikerto
No Spesies
Kerapatan Frekuensi
LBA
DominasiIV (%)
SDR (%)Mutla
kNisbi (%) mutlak Nisbi
(%) mutlak Nisbi (%)
1 Singkong 4,4 31,88 0,8 30,76 62,07 2,48 47,60 110,24 36,74
2 Daun sendok 3,2 23,18 0,8 30,76 24,19 0,96 18,42 72,36 24,12
3 Alang-alang 6,2 44,92 1 38.46 44,40 1,77 33,97 117.35 39.11
Pada daerah Jatikerto kerapatan nisbi paling tinggi adalah alang-alang
dengan 44,92% dan yang terendah adalah daun sendok dengan 23,18 %.
Frekuensi nisbi paling tinggi ada pada alang-alang dengan 38.46 %. Untuk
singkong dan daun sendok memiliki frekuensi nisbi yang sama yaitu 30,76 %.
Untuk persentase SDR yang paling tinggi terdapat pada Alang-alang dengan
persentase 39,11%. Lalu persentase paling rendah ada di daun sendok dengan
persentase 24,12 %. Sedangkan singkong sebagai tanaman utaman hanya
memiliki SDR sebesar 36,74%. Hal itu terjadi karena kurangnya penyiangan
sehingga alang-alang memiliki SDR lebih besar daripada tanaman utamanya.
dan SDR totalnya sebesar 99,97% itut berarti SDR tersebut valid adanya.
c. Klasifikasi Vegetasi
Cangar
Jatikerto
Klasifikasi
Nama tanaman
Temu Wiyang AjeranBlibir
Galinsoga Parviflora
Kingdom Plantae Plantae Plantae
Divisi Magnoliophyta Magnoliophyta Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida Magnoliopsida Magnoliopsida
Ordo Asterales Asterales Asterales
Famili Asteraceae Asteraceae Asteraceae
Genus Emilia Bidens Galinsoga
Spesies Sonchifolia (L.) DC
Bidens Pilosa L.
Galinsoga Parviflora Cav.
Klasifikasi
Nama tanaman
Singkong Daun Sendok Alang-alang
Kingdom Plantae Plantae Plantae
Divisi Magnoliophyta Magnoliophyta Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida Magnoliopsida Liliopsida
Ordo Euphorbiales Plantaginales Poales
Famili Euphorbiaceae Plantaginaceae Poaceae
Genus Manihot Plantago Imperata
Spesies Manihot esculenta Plantago Major L. Imperata Cylindrica
d. Faktor Abiotik
LokasiSuhu Udara
(ͦC)
RH
(%)
IRM
(Lux)
TernaungiTidak
Ternaungi
Cangar 20.05 60 887 -
Jatikerto 32.01 32 - 1048
Pada Cangar suhu udara yang diukur dengan termohighrometer
sekitar 20.05ͦ̊C dengan kelembapannya adalah 60% sedangkan di Jatikerto
suhu udara yang diukur sebesar 32.01̊C dengan kelembapan sebesar 32%
. Untuk Intensitas Radiasi Matahari di Tempat ternanungi pada Cangar
terdapat 887 lux, sedangkan untuk tidak ternanungi tidak ada. Pada
Jatikerto, tidak ada yang dapat di amati pada kondisi ternaungi karena
tidak adanya pohon besar di tempat tersebut. Tetapi untuk tidak ternaungi
terdapat 1048 lux.
4.1.2 Tanah a. Faktor Abiotik + Interpretasi
No LokasiSuhu tanah (̊C)
Ternaungi Tidak Ternaungi
1. Cangar 19,1 20.01
2. Jatikerto 32,5 33,5
Hasil pengukuran suhu tanah di Cangar dan Jatikerto untuk
yang ternaungi suhu tertingginya adalah di Jatikerto dengan suhu 32,5ͦ°C
dan yang terendah adalah cangar dengan 19,1°C. Sedangkan untuk suhu
yang tidak ternaungi suhu yang tertinggi ada pada Jatikerto dengan suhu
33,5ͦ°C sedangkan untuk yang terendah adalah cangar dengan suhu
20,01°C. Hal ini dikarenakan suhu udara di Jatikerto yang cenderung
lebih panas daripada cangar.
b. Faktor Biotik Tanah Biota Tanah + interpretasi
No Lokasi Spesies Jumlah Peran
1. Cangar Kepinding 2 Parasitoid
2. Jatikerto - - -
Dari hasil pengamatan di Cangar terdapat biota tanah seperti
kepinding yang berjumlah 2 ekor yang perannya sebagai hama bagi
tanaman.Sedangkan Jatikerto tidak ada biota tanah yang terlihat
dikarenakan keadaan tanah kering. Hal ini disebabkan oleh suhu yang
tinggi maka tingkat kelembapan ditanah menjadi rendah. dan sebab
lainnya tidak di temukannya biota tanah di Jatikerto adalah kurangnya
kedalaman penggalian tanah. mungkin harus lebih dalam dari 30cm
penggaliannya.
Ketebalan Seresah + Interpretasi
No Lokasi Titik PengamatanKetebalan Seresah
1. Jatikerto
Plot 1 0,4 cm
Plot 2 0,8 cm
Plot 3 0,5 cm
Plot 4 0,2 cm
Plot 5 0,6 cm
2. Cangar
Plot 1 0,1 cm
Plot 2 0,3 cm
Plot 3 0,3 cm
Plot 4 0,2 cm
Plot 5 0,4 cm
Pada hasil pengamatan seresah di daerah Cangar pada 5 sub-plot yang
ada, seresah dengan ketebalan paling tebal berada di plot 5 yaitu 0,4 cm.
sedangkan di plot 1 hanya 0,1 cm, plot 2 0,3 cm, plot 3 0,3 cm dan di plot
4 sebesar 0,2 cm, serta plot 5 sebesar 0,4 cm. Di Jatikerto di mana
dilakukan pengamatan ketebalan seresah di 5 sub plot memiliki ketebalan
seresah yang berbeda. Di mana pada sub plot 1 sebesar 0,4 cm, plot 2 0,8
cm, plot 3 0,5 cm, plot 4 0,2 cm, dan plot 5 0,6 cm. dari kelima sub-plot
tersebut paling tebal sebesar 0,8 cm pada plot 2.
4.1.3 Arthropoda + Interpretasia. Tabel Pengamatan Arthropoda
Cangar
Jenis Perangkap Nama SpesiesJumlah
SpesiesPeranan
Pitfall
Semut hitam kecil
(Monomorium minimum
Buckley)
2 Parasitoid
Kepinding tanah
(Scotinophora coarctata)1 Parasitoid
Yellow trap
Semut hitam kecil
(Monomorium minimum
Buckley)
12 Parasitoid
Sweepnet
Larva 1 Parasitoid
Semut hitam kecil
(Monomorium minimum
Buckley)
3 Parasitoid
Di lahan di Cangar yang memiliki vegetasi semusin, terdapat berbgai
jenis arthropoda yang terperangkap pada tiga perangkap yang berbeda jenis.
Pada perangkap pertama, yakni pitfall, terdapat spesies semut hiyam kecil
sejumlah 2 dan kepinding sejumlah 1. Pada perangkap kedua yakni yellow
trap terdapat spesies semut hitam kecil sejumlah 12. Dan pada perangkap
ketiga yaitu sweepnet, terdapat spesies berupa larva sejumlah 1 dan semut
kecil hitam sejumlah 3. Dan yang terbanyak adalah semut hitam kecil
dengan 12 dan yang terendah adalah kepinding dengan 1 ekor.
Jatikerto
Jatikerto
Jenis Perangkap Nama SpesiesJumlah
SpesiesPeran
PitfallSemut Hitam (Dolichoderus
bituberculatus)5
Penyerbuk,
parasitoid,
dan predator
Yellow Trap
Kupu-kupu
(Borbo cinnara)1
Membantu
penyerbukan
Lalat
(Musca domestica)1 Predator
Semut Hitam
(Dolichoderus
bituberculatus)
1Parasitoid dan
predator
Sweep net
Kumbang Koksi
(Henosepilachna
vigintioctopunctata)
1
Predator dan
hama
pengganggu
tanaman
Semut hitam
(Dolichoderus bituberculatus)1
Parasitoid dan
predator
Belalang Kayu
( Valanga nigricornis)1
Hama Bagi
Tanaman
Di daerah Jatikerto terdapat banyak serangga yang tertangkap melalui 3
cara yaitu, Pitfall,Yellow trap dan juga Sweepnet. Dari serangga yang
tertangkap oleh ketiga cara tersebut, yang terbanyak adalah Dolichoderus
bituberculatus dengan 5 jumlahnya. Untuk belalang kayu atau Valanga
nigricornis terdapat 2 ekor saja. Sedangkan serangga yang lain hanya terdapat
1 ekor saja.
Pengaruh dari keragaman spesies serangga dalam ekosistem yaitu
dimana serangga tersebut di uraikan atau di bagi ke dalam 4 bagian yaitu
Hama, Predator, parasitoid dan polinator. Yang mana dapat dijelaskan bahwa
hama merupakan binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat
populasi tertentu menyerang tanaman budidaya sehingga dapat menurunkan
produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan secara ekonomis
merugikan. Contohnya yaitu serangga tikus pada tanaman padi yang
menyebabkan gagal panen. Pada praktikum lapang telah menemukan hama
yaitu belalang hijau dan juga belalang kayu. Predator merupakan organisme
yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya. Predator
bisa disebut juga dengan musuh alami. Contohnya Jangkrik (Gryllus assimilis)
yang memangsa kutu daun (Aphid sp).Pada praktikum lapang
menemukan Jangrkik, Dolichoderus bituberculatus dan juga kumbang koksi.
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
arthropoda lain. Contohnya Diadegma insulare yang merupakan parasitoid
telur dari Plutella xylostela. Pada praktikum tidak menemukan Parasitoid.
Polinator bias disebut sebagai hewan yang membantu penyerbukan. Pada
praktikum lapang di jatikerto serangga yang berperan sebagai pollinator
adalah Borbo cinnara atau kupu-kupu.
b. Klasifikasi Arthropoda dan Bioekologi Serangga
Cangar
Siklus hidup semut hitam kecil
Gambar 4
Klasifikasi semut hitam kecil
Kingdom :Animalia
-Phylum :Arthropoda
Subphylum :Hexapoda
-Class :Insecta
Subclass :Pterygota
Infraclass Neoptera
-Ordo :Hymenoptera
-Family :Formicidae
-Genus :MonomoriumMayr
-Species :Monomorium minimum Buckle
Klasifikasi Serangga di Pitfall
Klasifikasi Dolichoderus bituberculatus
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Hymenoptera
Family Formicidae
Genus Delichoderus
Spesies Dolichoderus bituberculatus
Daur Bioekologi Serangga di pitfall
a. Dolichoderus bituberculatus (Semut Hitam)
Siklus Hidup
Kehidupan seekor semut dimulai dari sebuah telur. Jika telur telah
dibuahi, semut yang ditetaskan betina (diploid); jika tidak jantan
(haploid). Semut adalah holometabolism, yaitu tumbuh melalui
metamorfosa yang lengkap, melewati tahap larva dan pupa (dengan
pupa yang exarate) sebelum mereka menjadi dewasa
Peran
Merupakan gangguan bagi manusia, tetapi dapat berperan sebagai
detritifor bagi bangkai. Merupakan tentara pemburu di beberapa
spesies.
Habitat
Secara ekologi, sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-
pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2400 m. Sarang semut
paling banyak ditemukan di padang rumput dan jarang ditemukan di
hutan tropis dataran rendah, namun lebih banyak ditemukan di hutan
dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m. Ia
banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di
pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi
jarang pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti
Eucalyptus. Sarang semut juga tumbuh pada dataran tanpa pohon
dengan nutrisi rendah dan di atas ketinggian pohon.
Klasifikasi Serangga di Yellow trap
Klasifikasi Borbo cinnara Dolichoderus bituberculatus
Musca domestica
Kingdom Animalia Animalia Animalia
Filum Arthropoda Arthropoda Arthropoda
Kelas Insecta insecta Hexapoda
Ordo Lepidoptera Hymenoptera Diptera
Family Hesperiidae Formicidae Muscidae
Genus Borbo Dolichoderus Musca
spesies Borbo cinnara Dolichoderus bituberculatus
Musca Domestika
Daur bioekologi pada yellow trap
1) Borbo Cinnara
Siklus Hidup
Telur ulat kepompong kupu-kupu
Peran
Larva lepi bersifat sebagai hama tanaman. Dewasanya pemakan sari
bunga dan polinator.
Habitat dan perilaku
Diberbagai pertanaman. Perilaku kupu-kupu borbo cinnara dapat
terbang di siang hari. Betina mengeluar bau mewangi untuk menarik
jantan jelang perkawinan.
2) Musca Domestika
Siklus Hidup
Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat
betina sudah bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval
dengan ukuran panjang ± 1 mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150
telur. Seekor lalat biasanya diletakkkan dalam retak-retak dari medium
pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada
suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan larva-
larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil
memakannya. Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu
berubah menjadi pupa. Larvalarva akan mati pada suhu yang terlalu
panas. Suhu yang disukai ± 30-3500C, tetapi pada waktu akan menjadi
pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih
kering.
Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah
coklat tua. Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering
atau di dalam tanah. Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3
hari pada suhu 350C atau beberapa minggu pada suhu rendah. Lalat
dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah,
kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering
dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai
15 jam untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa kawin setiap saat
setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari setelah
keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup
lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.
Habitat
Genus musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah
dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (Musca
domestica)
3) Dolichoderus bituberculatus
Siklus Hidup
Kehidupan seekor semut dimulai dari sebuah telur. Jika telur telah
dibuahi, semut yang ditetaskan betina (diploid); jika tidak jantan
(haploid). Semut adalah holometabolism, yaitu tumbuh melalui
metamorfosa yang lengkap, melewati tahap larva dan pupa (dengan
pupa yang exarate) sebelum mereka menjadi dewasa
Peran
Merupakan gangguan bagi manusia, tetapi dapat berperan sebagai
detritifor bagi bangkai. Merupakan tentara pemburu di beberapa
spesies.
Habitat
Secara ekologi, sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-
pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2400 m. Sarang semut
paling banyak ditemukan di padang rumput dan jarang ditemukan di
hutan tropis dataran rendah, namun lebih banyak ditemukan di hutan
dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m. Ia
banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di
pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi
jarang pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti
Eucalyptus. Sarang semut juga tumbuh pada dataran tanpa pohon
dengan nutrisi rendah dan di atas ketinggian pohon
Klasifikasi Serangga di sweep net
Klasifikasi Henosepilachna vigintioctopunctata
Dolichoderus bituberculatus
Valanga nigricornis
Kingdom Animalia Animalia Animalia
Filum Arthropoda Arthropoda Arthropoda
Kelas Insecta Insecta Insecta
Ordo Coleoptera Hymenoptera Orthoptera
Famili Coccinellidae Formicidae Acrididae
Genus Henosepilachna Delichoderus Valanga
spesies Henosepilachna vigintioctopunctata
Delichoderus bituberculatus
Valanga nigricornis
a) Kumbang koksi (Henosepilachna vigintioctopunctata)
Siklus Hidup
Kumbang koksi Henosepilachna vigintioctopunctata merupakan
salah satu jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
dimana siklus hidupnya dimulai dari telur, larva, pupa atau
kepompong dan akhirnya menjadi seranga dewasa (imago).
Setelah melakukan perkawinan, kumbang koksi Henosepilachna
vigintioctopunctata betina akan mulai bertelur (atas). Beberapa hari
kemudian, telur-telurnya yang berwarna kuning dengan panjang
sekitar 1,5 mm tersebut akan mulai menetas (bawah).
Larva kumbang koksi Henosepilachna vigintioctopunctata akan
memakan jaringan lembut dari daun pare (atas, kiri) dan akan
mencapai ukuran maksimal dalam waktu sekitar 1-2 minggu.
Setelah itu larva akan mencari tempat untuk menjadi pupa atau
kepompong (atas, kanan). Setelah sekitar seharian berdiam diri,
akhirnya larva akan berubah menjadi kepompong (bawah, kiri).
Beberapa hari kemudian kumbang koksi Henosepilachna
vigintioctopunctata dewasa akan menetas dari kepompong tersebut
(bawah, kanan). Saat menjadi larva, kumbang koksi
Henosepilachna vigintioctopunctata akan memakan jaringan daun
dari bagian bawah, sementara ketika sudah menjadi dewasa,
kumbang koksi Henosepilachna vigintioctopunctata akan memakan
jaringan daun dari bagian atas.
Saat baru menetas, sayap elitra kumbang koksi Henosepilachna
vigintioctopunctata berwarna kuning dan pola titik-titik hitamnya
belum tampak. Dalam beberapa jam kemudian barulah warna
sayapnya itu perlahan-lahan akan berubah dan pola titik-titik
hitamnya pun akan muncul. Kumbang koksi Henosepilachna
vigintioctopunctata dewasa mempunyai ukuran panjang sekitar 7-8
mm dengan 13 titik hitam pada masing-masing sayap elitranya dan
sisa titik hitam lainnya terdapat pada bagian thoraknya.
Peran
Pembasmi Hama dan juga menjadi hama penganggu tanaman
karena biasa memakan daun tanaman.
Habitat
Habitat dari kumbang ini tersebar di seluruh dunia (selagi wilayah
tersebut menyediakan tanaman yang dapat dikonsumsi oleh
kumbang koksi). Terdapat lebih kurang 5.000 spesies dari kumbang
koksi. Panjang tubuh terpanjangnya bisa mencapai 1 cm.
b) Dolichoderus bituberculatus
Siklus Hidup
Kehidupan seekor semut dimulai dari sebuah telur. Jika telur telah
dibuahi, semut yang ditetaskan betina (diploid); jika tidak jantan
(haploid). Semut adalah holometabolism, yaitu tumbuh melalui
metamorfosa yang lengkap, melewati tahap larva dan pupa (dengan
pupa yang exarate) sebelum mereka menjadi dewasa
Peran
Merupakan gangguan bagi manusia, tetapi dapat berperan sebagai
detritifor bagi bangkai. Merupakan tentara pemburu di beberapa
spesies.
Habitat
Secara ekologi, sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-
pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2400 m. Sarang semut
paling banyak ditemukan di padang rumput dan jarang ditemukan di
hutan tropis dataran rendah, namun lebih banyak ditemukan di
hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600
m. Ia banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya
di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi
jarang pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti
Eucalyptus. Sarang semut juga tumbuh pada dataran tanpa pohon
dengan nutrisi rendah dan di atas ketinggian pohon.
c) Valanga nigricornis
Siklus Hidup
Daur hidup Valanga nigricornis termasuk pada kelompok
metamorfosis tidak sempurna. Pada kondisi laboratorium
(temperatur 28 °C dan kelembapan 80 % RH) daur hidup dapat
mencapai 6,5 bulan sampai 8,5 bulan. Fekunditas rata-ratanya
mencapai 158 butir. Keadaan yang ramai dan padat akan
memperlambat proses kematangan gonad dan akan mengurangi
fekunditas (Kok, 1971).
Metamorfosa sederhana (paurometabola) dengan perkembangan
melalui tiga stadia yaitu telur, nimfa, dan dewasa (imago). Bentuk
nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran
sayap serta ukuran tubuhnya.
Peran
Belalang adalah beberapa jenis -bertanduk belalang singkat dari
keluarga Acrididae yang besar kadang-kadang membentuk
kelompok sangat (kawanan) ini dapat sangat merusak dan
bermigrasi dalam kurang terkoordinasi cara atau lebih. kawanan
Locust dapat menyebabkan kerusakan besar untuk tanaman.
Habitat
Kebanyakan belalang hidup di pepohonan dan semak belukar.
Belalang aktif di siang hari dan jika melompat tiba-tiba terganggu
dengan bantuan hindlegs besar mereka. Mereka juga dapat
merangkak perlahan-lahan dengan menggunakan kaki depan
mereka
4.1.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (polybag)a. Tabel Pengamatan
Tinggi Tanaman
No Perlakuan Tanaman Pengamatan ke-1 2 3 4 5
1. Naungan Jagung 38.32 40,05 43.03 46 48,75
2. Tanpa naungan Jagung 34 37.75 39.62 42 44,92
3. Kapasitas lapang Selada Air 3.25 4.75 7 9,5 11
air 100 %
4. Kapasitas lapang air 50 % Selada Air 4 5.4 8.95 10 12,25
Dari hasil pengamatan kami tentang tinggi tanaman yang di
pengaruhi oleh intensitas cahaya dan kapasitas lapang air pada tanaman
jagung dan selada air. pada jagung yang di taruh di tempat ternaungi dan
tidak ternaungi yang paling rendah adalah yang tanpa naungan dengan
tinggi tanaman 44,92cm. sedangkan yang tertinggi adalah yang ada
naungannya yaiitu 48,75cm. sehingga pertumbuhan lebih cepat terjadi
ketika jagung di tempati di tempat yang ada naungannya.
Pada tanaman selada air dengan perlakuan kapasitas lapang air
100% dan 50% pertumbuhan tinggi paling cepat terjadi ketika kapasitas
lapang air 50% dengan tinggi 12,25cm sedangkan kapasitas lapang air
100% hanya 11cm. Hal ini di karenakan selada air memiliki kadar air
optimum dan kebanyakan pemberian air pada tanaman menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat.
Jumlah Daun
No Perlakuan TanamanPengamatan ke-
1 2 3 4 5
1. Naungan Jagung 9 13 16 18 20
Tanpa naungan Jagung 8 12 15 17 19
Kapasitas lapang air 100 %a
Selada Air 4 10 19 27 31
Kapsitas lapang air 50 % Selada Air 5 11 20 28 32
Dari hasil pengamatan kami tentang banyaknya jumlah daun yang
di pengaruhi oleh intensitas cahaya dan kapasitas lapang air pada tanaman
jagung dan selada air. jumlah daun terbanyak yang muncul di antara
jagung yang ada naungannya dengan jagung yang tidak ternaungi adalah
jagung yang ada naungannya yaitu sebanyak 20 helai. sedangkan yang
terendah adalah 19 helai.
selada air dengan kapasitas lapang air 50% mempunyai jumlah daun
terbanyak yaitu 32 helai, sedangkan kapasitas lapang air 50% sebanyak
31 helai.
b. Grafik Hasil Pengamatan
Tinggitanaman
1 2 3 4 50
10
20
30
40
50
60
Perlakuan Cahaya
Jagung Ternaungi Jagung Tanpa naungan
Gambar 5
Dari grafik diatas dapat di ketahui bahwa besarnya intensitas
cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman yang
ternaungi maupun tidak ternaungi perbedaannya sangat minim, namun
dapat dilihat dari ketinggian tanamannya. karena faktor abiotik cahaya
berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan itu dapat dilihat
dari grafik di atas.
Tinggi Tanaman
Pengamatan Ke-
1 2 3 4 50
2
4
6
8
10
12
14
Perlakuan Air
Selada Air Kapasitas 100 % Selada Air Kapasitas 50 %
Gambar 6
Dari grafik diatas dapat di lihat selada air kapasitas lapang air
100% pertumbuhannya cenderung konstan, sedangkan selada air yang
kapasitas lapang air 50% pertumbuhan rata-ratanya cenderung naik,
meskipun perbedaan yang terlihat sangat tipis namun dapat di lihat dari
tinggi tanamannya. sehingga kapasitas lapang air sedikit berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman.
Tinggi Tanaman
Pengamatan Ke-
Jumlah Daun
1 2 3 4 50
5
10
15
20
25
Perlakuan Cahaya
Jagung Ternaungi Jagung Tanpa naungan
Gambar 7
Dari grafik diatas bisa di lihat bahwa jumlah daun pada tanaman jagung yang ternaungi lebih banyak daripada jumlah daun tanaman yang tidak ternaungi meskipun keduanya rata-rata jumlah daun naik namun tetap ada perbedaan dalam hal jumlah daunnya. sehingga dapat di ketahui bahwa intensitas cahaya sedikit berpengaruh pada banyaknya jumlah daun pada suatu tanaman.
Jumlah Daun
Pengamatan Ke-
1 2 3 4 50
5
10
15
20
25
30
35
Perlakuan air
Selada Air Kapasitas 100 % Selada Air Kapasitas 50 %
Gambar 8
Berdasarkan grafik bisa di lihat bahwa laju pertumbuhan jumlah daun
antara tanaman yang berkapasitas lapang air 100% dengan tanaman
berkapasitas lapang air 50% pertumbuhan daunnya sama yaitu selalu naik
tetapi jumlah daun tanaman berkapasitas lapang air 50% lebih banyak.
Karena kelebihan air akan menghambat laju pertumbuhan jumlah daun.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik
a. Analisis Vegetasi
Data yang didapatkan dari pengamatan vegetasi di Cangar dan
Jatikerto dilihat dari biodiversitasnya berbeda hal ini dapat terlihat dari
pengamatan di Cangar menemukan beberapa spesies yakni sebagai berikut:
Pengamatan Ke-
Jumlah Daun
1. Wortel (Daucus Carrota L),
Tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga atau putih
dengan tekstur serupa kayu.Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah
bagian umbi atau akarnya.
2. Krokot (Potilaca oleracea)
Herba 1 tahun, terlentang atau naik ke atas, bercabang, berair, dan
berdaging. Batang bukat, panjang 0,1-0,5 m, ruas tua tanpa rambut. Daun
sebagian tersebar, sebagian berhadapan, bertangkai pendek, ujung melekuk ke
dalam, membulat atau yumpul, panjang 0,2-4 cm. bunga 2-6 berkelompok, di
ujung di dalam daun pembalut dari ndaun batang.
3. Tempu Wiyang
Herba tegak tinggi ± 40 cm, batang bulat, bercabang. Daun tunggal, tulang
daun menyirip, panjang 3-14 cm, lebar 2-3,5 cm, bertangkai hijau. Bunga
mejemuk, mahkota terdiri dari 5 kelopak bunga berwarna ungu kemerahan.
Akar tunggang, putih.
4. Ajeran
Termasuk rumput liar yang banyak ditemui di pinggir jalan. Batangnya
berwarna hijau dan tingginya dapat mencapai 150 cm. Pinggiran daun bergerigi,
bunganya memilki tangkai yang panjang dan kelopak bunganya berwarna putih.
5. Rumput Belulang
Akarnya merupakan akr serabut, tinggi batangnya bisa mencapai 15-85 cm.
Batangnya dapat membentuk rumpun yang koookoh dan berakar lebat, kadang
tegak kadang merambat. Daunnya berupa helaian panjang berbentuk
garis.Merupakan herba menahun dengan tinggi antara 0,1-0,8 m. Batangnya
tumpul sampai persegi tiga tajam. Daunnya sekitar 4-10 helai, berjejal pada
pangkal batang.
Sedangkan di Jatikerto vegetasi yang dapat di temukan antara lain :
1. Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Perdu yang tidak bercabang atau bercabang sedikit, tinggi 2-7 m. Batang
dengan tanda berkas daun yang bertonjolan.Umbi akar besar, memanjang
dengan kulit berwarna coklat suram.Tangkai daun6-35 cm; helaian daun sampai
dekat pangkal berbagi menjari 3-9 (daun yang tertinggi kerapkali bertepi rata).
2. Daun sendok (Plantago major L.)
Terna menahun, tumbuh tegak, tinggi 15 - 20 cm. Daun tunggal, bertangkai
panjang, tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bundar telur sampai lanset
melebar, tepi rata atau bergerigi kasar tidak teratur, permukaan licin atau sedikit
berambut, pertulangan melengkung, panjang 5 - 10 cm, lebar 4 - 9 cm,
perbanyakan dengan biji, warnanya hijau. Daun muda bisa dimasak sebagai
sayuran
3. Alang-alang (Imperata cylindrical).
Tanaman yang termasuk kedalam rumput-rumputan yang merayap.Alang-
alang mempunyai tinggi sekitar 30-180 cm. Memiliki batang yang rimpang dan
merayap di bawah tanah.Batangnya tegak dan membentuk satu perbungaan.
Biodiversitas di lahan Cangar beragam dengan jumlah tanaman yang lebih
banyak daripada Jatikerto.Hal ini dikarenakan tanah di Cangar lebih subur dan
lebih cocok untuk menanam tanaman.sedangkan di Jatikerto tanah yang ada
tidak bisa untuk menanam tanaman yang beragam karena tanah di sana kering.
Di lihat dari perhitungan SDRnya, lahan Jatikerto dengan tanaman
budidaya utamananya yaitu singkong. Begitu pula di lahan Cangar tanaman
budidaya wortel, tetap menjadi tanaman utamanya.. Berdasarkan perhitungan
SDR yang telah valid, karena hasilnya mendekati 100% atau lebih dari
99,90%,besar SDR lahan di Cangar mencapai 99,64% hal ini dikatakan belum
begitu valid datanya sedangkan di Jatikerto mencapai 99,97%.Padalahan di
Cangar tanaman wortel yang berperan sebagai tanaman utama memiliki
perhitungan SDR sebesa 38,99%, dan tanaman-tanaman gulma yang ada di
dalam lahan tersebut seperti rumput belulang sebesar 16,21%, krokot sebesar
4,44%, tempuh wiyang sebesar 20,06%, ajeran sebesar 11,12%, dan bribil
sebesar 8,82%. Pada lahan di Jatikerto perhitungan SDR untuk tanaman
singkong sebesar 36,74%, tanaman daun sendok sebesar 24,12%, dan tanaman
alang-alang sebesar 39,11%
Berdasarkan perhitungan SDR yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa lahan di Cangar cukup baik, karena tanaman utamanya lebih banyak
dibanding tanaman-tanaman yang lain Dengan kondisi lahan yang demikian,
maka disarankan untuk tetap melakukan penyiangan agar lahan tersebut tetap
terawat dan tanaman wortel tetap menjadi tanaman utama di lahan
tersebut.Sedangkan pada lahan di Jatikerto kondisi lahannya kurang
baik.Karena jumlah gulma lebih banyak dari pada tanaman utamanya. Bisa
dikatakan bahwa lahan di jatikerto kurang mendapatkan perawatan.
Penyiangan harus dilakukan agar lahan tersebut semakin produktif, dengan kata
lain tanaman singkong bisa tetap menjadi tanaman utamanya di lahan tersebut.
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa lahan di Cangar memiliki
keragaman tanaman lebih banyak dibandingkan lahan di Jatikerto. Pada lahan
di Cangar terdapat tanaman wortel, rumput belulang, krokot, ajeran, temu
wiyang dan bribil. Sedangkan pada lahan Jatikerto hanya terdapat tanaman
singkong, daun sendok, dan alang-alang.hal ini juga di sebabkan oleh faktor
abiotik suhu. Di lahan Cangar dengan suhu rendah dan tanah yang subur
menjadikan Cangar lebih beragam. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
kelembapan dan air, karena 2 faktor tersebut menjadi faktor pembatas
pertumbuhan tanaman
b. Faktor Abiotik
Cangar dan Jatikerto merupakan dua tempat yang menjadi tujuan
fieldtrip kami, memiliki perbedaan ketinggian tempat, radiasi matahari, suhu
dan juga tingkat kelembapan serta ketebalan seresah. Di daerah Cangar yang
termasuk dataran tinggi memiliki intensitas radiasi matahari yang ternaungi
sebesar 887 lux dan suhu 20.05̊ C. Rendahnya suhu mengakibatkan tingginya
tingkat kelembapan dilahan. Sedangkan di Jatikerto yang termasuk dataran
rendah memiliki intensitas radiasi matahari yang tidak ternaungi sebesar 1048
dan suhu sekitar 32.01̊.C. tingginya suhu menyebabkan tingkat kelembapan di
lahan Jatikerto rendah.
Dengan perbedaan tempat, faktor abiotik yang ada juga berbeda dan
berbeda pula jenis tanaman yang dapat tumbuh. Perbedaan topografi antara
kedua tempat yang menjadi tujuan tempat fieldtrip kita menyebabkan
berbedanya intensitas radiasi matahari. Pada lahan di Cangar, tanaman yang
dapat tumbuh adalah tanaman sejenis sayur-sayuran, seperti wortel. Hal ini
disebabkan habitat tanaman wortel sesuai dengan suhu dan kelembapan yang
ada di lahan Cangar. Sedangkan pada lahan di Jatikerto, tanaman yang dapat
tumbuh adalah tanaman berkayu seperti tanaman singkong. Perbedaan tanaman
ini menyebabkan adanya perbedaan ketebalan seresah. Maka rata-rata ketebalan
seresah di Cangar pada plot satu hingga plot lima yaitu 0,026 cm dan rata-rata
ketebalan seresah yang ada di lahan Jatikerto sebesar 0,5 cm.
Dari kedua lahan yang ada disana, faktor abiotik suhu dan kelembapan
mempengaruhi keberagaman tanaman yang ada. karena kedua faktor tersebut
berfungsi sebagai faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Fakor pembaas suatu
organisme mencakup kisaran minimum atau maksimum dari faktor abioik suatu
ekosistem. Misal suhu, cahaya, pH dan kelembapan (yudi, 2013)
4.2.2 Faktor Abiotik dan Biotik Tanah
a. Faktor Abiotik
Jatikerto merupakan tempat dengan suhu tinggi sehingga di daerah
tersebut panas dan menyebabkan tekstur tanah menjadi keras dan kering. Suhu
tanah daerah Jatikerto yang diukur dengan termometer tanah sebesar 32,5 ̊ C
pada tempat yang ternaungi atau bias dibilang di bawah vegetasi yang ada.
Sedangkan untuk yang tidak ternaungi suhu yang terukur sebesar 33.5 ̊ C dan
diukur diluar vegetasi yang ada. Sedangkan untuk daerah Cangar, dengan
dataran tinggi dengan suhu 19,1̊.C untuh yang ternaungi sedangkan untuk yang
ternanungi suhu yang terukur sebesar 20.01̊C Sangat cocok dengan tanaman
semusim sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh selayaknya. Hal yang
membedakan tekstur tanah antara kedua lahan tersebut dikarenakan perbedaan
ketinggian tempat, bahan induk yang menjadi penyusun utama, organisme yang
hidup dalam tanah, dan iklim pada lahan tersebut. Untuk perbedaan warna
tanah pada lahan dikarenakan kandungan bahan organik yang berbeda pada
setiap lahan, semakin banyak bahan organik yang dikandung tanah tersebut
maka warnanya semakin gelap.
Ketebalan seresah di Cangar pada plot 1 sebesar 0,1 cm, pada plot 2
sebesar 0,3 cm, pada plot 3 sebesar 0,3 cm, pada plot 4 sebesar 0,2 cm, dan
pada plot 5 sebesar 0,4 cm. Pada lahan di Jatikerto ketebalan seresah di plot 1
sebesar 0,4 cm, pada plot 2 sebesar 0,8 cm, pada plot 3 sebesar 0,5 cm, pada
plot 4 sebesar 0,2 cm, dan pada plot 5 sebessar 0,6 cm.
b. Faktor biotik tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang
berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah
juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama
tumbuhan. (Sainsone, 2008). Pada ekosistem Jatikerto yang terletak di dataran
rendah mempunyai struktur tanah yang kering, kadar air yang sedikit dan
kelembaban yang rendah. Hal itu disebabkan di daerah Jatikerto suhu udaranya
tinggi sehingga tidak cocok untuk aktivitas organisme dalam tanah. Organisme
tanah bermanfaat dalam dekomposisi , siklus hara, menjaga struktur tanah,
maupun menjaga keseimbangan organisme tanah, termasuk hama tanaman
( Moore dan Walter, 1998).
Pada daerah Cangar dengan kondisi tanah berwarna hitam dan
bertekstur lempung berdebu, karena tanah di sini sangat remah dan cukup
mudah hancur, biota tanah yang di temukan pada lahan di cangar adalah
kepinding tanah. Kepinding tanah berperan ssebagai parasitoid pada lahan di
Cangar.Semua stadia tanaman sejak bibi, stadia vegetatif, berbunga, dan
bermalai di serangnya. Serangga ini menghisap cairan tanaman pada bagian
batang padi, sehingga pada populasi tinggi menyebabkan tanaman menjadi
kuning atau merah kecoklatan, akhirnya layu dan mati (saleh, dkk,. 1999)
Dari kedua lahan tersebut dengan biota tanah yang sedikit perlu
diadakan pengolahan tanah yang lebih sehingga lebih banyak di temukan biota
tanah di kedua lahan tersebut.
4.2.3 Peran Arthropoda Terhadap Ekosistem + Literature
Pada kebun percobaan jatikerto ada ditemui banyak jenis arthropoda. Pada
lahan yang diamati yaitu lahan semusim singkong ada arthropoda yang
berperan sebagai hama, predator, vektor dan polinator bagi tanaman. Yang
mana pengambilan dilakukan dengan menggunakan sweepnet, yellow trap,
dan pitfall. Berikut dijelaskan peran dari berbagai arthropoda yang ada
disana.
Cangar
a. Semut Hitam Bersayap (Monomorium minimum)
GAMBAR LITERATUR
(Kelompok Studi Entimologi, 2012)
Gambar 9
Semut hitam bersayap ini terperangkap di yellow trap. Adanya semut ini dilahan bisa mempengaruhi dinamika populasi kutu daun dan dapat meningkatkan atau menurunkan populasi kutu melalui stimulasi, predasi, atau perlindugan. Namun selain itu bagi rumah tangga semut ini bersifat parasitoid
b. ULAT GRAYAK (Spodoptera litura)
GAMBAR LITERATUR
(Tim Plasmanutfah Stroberi, 2014)
Gambar 10
Ulat yang masih berbentuk larva ini terperangkap saat kami
melaksanakan pengamatan menggunakan alat sweepnet. Ulat ini berperan
sebagai hama, karena larva yang masih muda menyerang daun dari tanaman
pangan, sayuran maupun buah-buahan dengan meninggalkan lapisan
epidermis daun sehingga daun nampak transparan. Larva bersembunyi pada
bagian bawah daun pada siang hari dan menyerang pada malam hari atau pada
intensitas cahaya matahari yang rendah
c. Kepinding
GAMBAR LITERATUR
(Harno Malik, 2012)
Gambar 11
Hama yang banyak menyerang pertanaman padi di lahan pasang surut adalah: tikus, Orong-orong, Kepinding tanah (lembing batu), Walang sangit, Wereng coklat. Sedangkah penyakit utama di lahan pasang surut adalah bias.
Jatikerto
a. Dolichoderus bituberculatus ( Semut merah)
Gambar Literatur
(Uhanbio,2013)
Gambar 12
Dalam ekosistem terutama pada tanaman singkong semut merah
berperan sebagai penyerbuk, parasitoid, dan predator. Contohnya seperti
semut mempunyai peran ekologis membantu tumbuhan dalam menyebarkan
biji-bijian (dispersal), menggemburkan tanah, predator atau pemangsa
serangga lain (Schultz and McGlyinn, 2000; Dun, 2005; Sitthicharoenchai,
2006).Selain itu yang paling diharapkan adalah semut juga membantu
mengendalikan hama pertanian (Mele and Cuc, 2004)
b. Dolichoderus bituberculatus (Semut hitam)
Gambar Literatur
(Uhanbio,2013)
Gambar 13
Semut hitam mempunyai peran ekologis yaitu sebagai parasitoid dan
predator juga membantu tumbuhan dalam menyebarkan biji-bijian (dispersal),
menggemburkan tanah, predator atau pemangsa serangga lain (Schultz and
McGlyinn, 2000; Dun, 2005; Sitthicharoenchai, 2006).Selain itu yang paling
diharapkan adalah semut juga membantu mengendalikan hamapertanian
(Mele and Cuc, 2004).
c. Lalat (Musca Domestika)
Gambar Literatur
(Panca rachmad,2012)
Gambar 14
Lalat berperan sebagai predator pada ekosistem. Terutama pada
tumbuhan singkong lalat tidak terlalu berpengaruh, karena jikalau ada pun
lalat yang hinggap misalnya didaun singkong itu hanya sekedar hinggap tidak
berdampak yang cukup besar terhadap tumbuhan singkong.
Ekosistem lalat dapat berperan dalam proses pembusukan, sebagai
predator, parasit pada serangga, sebagai polinator (Byrd, 2001), penyebab
myasis (David, 2004) dan dapat berperan sebagai vektor penyakit saluran
pencernaan seperti kolera, typhus, disentri (Santi, 2001). Lalat juga dapat
membawa bakteri patogen, Protozoa, telur serta larva cacing (Chandra, 2005).
d. Borbo cinnara( kupu-kupu)
Gambar Literatur
(doddy estiara,2012)
Gambar 15
Kupu-kupu berperan penting di dalam ekosistem, yaitu sebagai bagian
darirantai makanan, serangga penyerbuk, dan sebagai sumber makanan bagi
berbagaipredator, seperti Rodentia, serangga predator, berbagai burung,
amfibi, bahkan manusia.Peran kupu-kupu yang tidak kalah penting dalam
ekosistem adalah sebagai indikator perubahan lingkungan (Davies & Butler
2008)
e. Henosepilachna vigintioctopunctata (Kumbang koksi)
Gambar Literatur
(Roni hanafiah,2012)
Gambar 16
Kumbang koksi berperan sebagai Predator dan hama pengganggu
tanaman.Saat menjadi larva, kumbang koksi
Henosepilachnavigintioctopunctata akan memakan jaringan daun dari bagian
bawah, sementara ketika sudah menjadi dewasa, kumbang koksi
Henosepilachna vigintioctopunctata akan memakan jaringan daun dari bagian
atas. Hama ini dapat menyerang dan mengganggu tanaman singkong,
contohnya seperti memakan daun dari tumbuhan singkong itu sendiri.
f. Valanga nigricornis (Belalang coklat/ belalang kayu)
Gambar Literatur
(doddy estiara,2013) Gambar 17
Belalang kayu berperan sebagai Hama Bagi Tanaman, contohnya jika
pada tanaman singkong bewan ini biasanya akan menggigiti daun singkong,
sehingga tidak sedikit singkong akan kehilangan daunnya karena digigit oleh
belalang.
Belalang adalah beberapa jenis -bertanduk belalang singkat dari
keluarga Acrididae yang besar kadang-kadang membentuk kelompok sangat
(kawanan) ini dapat sangat merusak dan bermigrasi dalam kurang
terkoordinasi cara atau lebih. Termasuk belalang cokelat kawanan Locust
dapat menyebabkan kerusakan besar untuk tanaman.
4.2.4 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap tanaman (polybag)
a. Perlakuan Cahaya
jagung pada kondisi perlakuan cahaya ternaungi dan tidak ternaungi, seperti
penjabaran diatas akan lebih optimum pada yang tidak ternaungi. Karena
tanaman jagung tidak ternaungi mendapat cahaya lebih banyak dan langsung
dari matahari sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimum. Dilihat dari data
yang ada pada minggu terakhir tanaman jagung ternanugi memilki tinggi
tanaman 48,75 dan itu lebih tinggi daripada tanaman jagung yang tidak
ternaungi dengan tinggi tanaman 44,92. Untuk jumlah daun tanaman jagung
yang ternaungi lebih banyak yaitu berjumlah 20 sedangkan untuk yang tidak
ternaungi hanya berjumlah 19.
Pertamawati (2010), menyatakan bahwa laju fotosintesis akan berjalan
maksimum bila terdapat banyak cahaya. Dalam percobaan terlihat bahwa
eksplan (bahan tanam) yang ditumbuhkan dalam intensitas cahaya yang tinggi
daunnya berwarna lebih hijau daripada eksplan yang ditumbuhkan dalam
intensias cahaya yang rendah, selain itu daun eksplan yang ditumbuhkan
dalam intensitas cahaya tinggi lebih berat daripada daun eksplan (bahan
tanam) yang ditumbuhkan dalam intensitas cahaya rendah.
Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari dengan intensitas yang
tinggi menyebabkan batang tumbuh lebih cepat, susunan pembuluh kayu lebih
sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun lebih tebal tetapi ukurannya
lebih kecil dibanding dengan tanaman yang terlindung. Beberapa efek dari
cahaya matahari penuh yang melebihi kebutuhan optimum akan dapat
menyebabkan layu, fotosistesi lambat, laju respirasi meningkat tetapi kondisi
tersebut cenderung mempertinggi daya tahan tanaman (Lukitasari, 2005).
A. Perlakuan Air + Literatur
Pada tanaman selada dengan perlakuan air yang berbeda memiliki dampak
berbeda bisa dilihat dari analisis data yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya. Untuk tanaman selada dengan kapasitas air 100% memiliki
tinggi tanaman dan jumlah daun yaitu 11 cm dan 31. Sedangkan untuk
tanaman selada air dengan kapasitas air 50% memiliki tinggi dan jumlah daun
yang lebih banyak yaitu 12,25 cm dan 32. Selada air hanya bisa optimum
pada kapasitas air tertentu dan akan lebih cepat pertumbuhannya. Dan itu
terbukti dimana pada kapasitas 50% perumbuhan tanaman selada air
Tanaman selada air yang di amati dengan kapasitas air 50% dan 100% jelas
memiliki pengaruh yang berbeda ke tanaman selada air tersebut. Kekurangan
atau kelebihan air pada setiap fase tumbuh akan mengakibatkan tidak
normalnya pertumbuhan dan merosotnya hasil tanaman (rifin, 1990). Pada
tanaman selada kapasitas air maksimumnya jelas pada kapasitas 50% dimana
tanaman tersebut bisa memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dan jumlah
daun yang lebih banyak. Kelebihan kapasitas air akan menyebabkan
pertumbuhan menjadi lambat dan tidak optimum. Sedangkan jika terjadi
kekurangan air akan mengakibatkan terganggunya proses fisiologis dan
morfologis tanaman (jumin, 1989). Pada keadaan cukup air perkembangan
akar akan lebih baik dan dapat menyerap unsur hara yang tersedia (utomo dan
islami, 1995
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis diatas adalah vegetasi yang tumbuh di Cangar dan
Jatikerto itu berbeda walaupun tanaman yang tumbuh di kedua tempat itu sama-
sama tanaman musiman. Vegetasi yang tumbuh di Cangar lebih beragam dari
vegetasi yang tumbuh di Jatikerto.Kemudian faktor abiotik dan biotk yang ada di
kedua tempat tersebut juga memilki perbadaan. Suhu udara di Cangar lebih
rendah daripada Jatikerto. Begitu juga dari segi tanah. Suhu tanah di Cangar
lebih rendah daripada suhu tanah yang ada di Jatikerto.Untuk faktor biotiknya
dilihat dari biota tanah Cangar memiliki biota tanah yang lebih banyak
dibandingkan dengan Jatikerto hal ini dibuktikan Cangar memiliki biota tanah
contohnya kepinding tanah yang berperan sebagai parasit, sedangkan di Jatikerto
tidak ada biota tanahnya sama sekali. Ketebalan seresah Cangar lebih kecil
dibandingkan dengan seresah yang ada di Jatikerto. Kemudian untuk keragaman
Arthropoda di Cangar lebih sedikit dibandingkan dengan Jatikerto. Dan
kebanyakan dari mereka memiliki peran sebagai parasitoid.
Cahaya dan air sangat mempengaruhi pertumbuhan selada dan juga jagung.
Hal ini terbukti dari tanaman jagung yang ternaungi tumbuh lebih tinggi daripada
jagung yang tidak ternaungi. Dan untuk selada juga memiliki kapasitas air untuk
pertumbuhan maksimumnya yaitu 50%. Karena Cangar dan Jatikerto memiliki
karakteristik faktor abiotic dan biotik yang berbeda sehingga tanaman yang
tumbuh di kedua tempat ini juga berbeda karena ada interaksi daiantara
keduanya.
5.2 Saran
Setelah mengetahui keadaan yang sesungguhnya di lapang kami
menyarankan agar kedepannya lahan di Jatikerto ini dilakukan penyiangan agar
tanaman selain tanaman utama tidak tumbuh subur dan menggangu pertumbuhan
dari tanaaman utama sehingga produktivitas dar tanaman utama bisa maksimal.
Kemudian untuk lahan di Cangar tetap diolah tanahnya agar produktivitasnya
tidak menurun dan juga kelestarian keberadaan Arthropoda juga harus
diperhatikan. Hama tidak harus dimusnahkan akan tetapi kita cukup menjaga
populasinya di alam agar tidak melebihi yang semestinya. Hal ini karena
keberadaan hama berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Klasifikasi Arthropoda....................................................................................12
Gambar 2. Pembagian Subplot..........................................................................................17
Gambar 3. Pembagian Plot Seresah..................................................................................22
Gambar 4. Siklus Hidup Semut.........................................................................................44
Gambar 5. Perlakuan Cahaya Terhadap Polybag..............................................................55
Gambar 6. Perlakuan Air Terhadap Polybag....................................................................56
Gambar 7. Jumlah Daun Jagung dalam Polybag..............................................................57
Gambar 8. Jumlah Daun Selada Air dalam Polybag.........................................................58
Gambar 9. Semut Hitam Bersayap....................................................................................65
Gambar 10. Ulat Grayak...................................................................................................65
Gambar 11. Kepinding......................................................................................................66
Gambar 12. Semut Merah.................................................................................................67
Gambar 13. Semut Hitam..................................................................................................68
Gambar 14. Lalat...............................................................................................................68
Gambar 15. Kupu-kupu.....................................................................................................69
Gambar 16. Kumbang Koksi............................................................................................70
Gambar 17. Belalang Coklat.............................................................................................71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan SDR..........................................................................................78
Lampiran 2. Dokumentasi.................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA
Andre. 2009. Analisis Vegetasi.
http://analisis-vegetasi.blogspot.com/2009/11/analisis-vegetasi.html
(diakses 18 November 2012).
Anonymousa. 2011. Definisi Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik. http://pengertian-
definisi.blogspot.com/2010/10/analisis-vegetasi.html (diakses 18
November 2012).
Anonymousc. 2011. Klasifikasi Arthropoda. http://id.wikipedia.org/wiki/klasifikasi_
arthropoda. (diakses 18 November 2012).
Anonymousd. 2011. Peran Insekta dalam ekosistem.
http://dewaarka.wordpress.com/2009/ 04/10/peran-insekta-dalam-
ekosistem.html. (diakses 18 November 2012).
Cahyono, D. S. 2011. Alat Perangkap Hama, Model dan Cara Kerja. http://www .
pabriksawitcom.blogspot.com/2012/01/mengenal-belalang-locusta-
migratoria.html (diakses 30 November 2012).
Hairiah, K., dkk.2009. Modul Praktikum Ekologi Pertanian. Malang: Universitas
Brawijaya.
Irwan. 2010. Pengertian Ekologi. Malang : Universitas Brawijaya
Soerjani, 2007. Pengertian Ekologi. Malang : Universitas Brawijaya
Sahabuddin 2005. Dekomposer. --