BGTL 20120305
-
Upload
obed-salu-pasamba -
Category
Documents
-
view
233 -
download
0
Transcript of BGTL 20120305
-
7/25/2019 BGTL 20120305
1/12
185
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
PERANAN ASPEK GEOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA
LONGSORAN PADA RUAS JALAN POROS MALINO SINJAI
( THE ROLE OF GEOLOGICAL ASPECTS AS THE CAUSE OF LANDSLIDES AT
ROAD MALINO - SINJAI)
A. M. Imran , Busthan Azikin, dan Sultan
Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar
Pos-el: [email protected]
(Diterima 24 Oktober 2012; Disetujui 01 Desember 2012)
ABSTRAK
Wilayah studi terletak pada lereng bagian atas di sebelah utara-timurlaut dari puncak Gunung Lompobattang.
Wilayah ini sering mengalami longsoran baik skala kecil maupun skala besar pada setiap musim hujan akibat
wilayah tersebut relatif kurang stabil. Morfologi wilayah ini merupakan daerah berbukit terjal dengan batuanpenyusunnya adalah vulkanik muda. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemetaan geologi
permukaan detail meliputi litologi, morfologi dan struktur geologi. Pengukuran resistivitas batuan dengan alat
geolistrik pada dua titik. Pengukuran dilakukan dengan memotong jalan poros Malino Sinjai atau mengikuti
kemiringan lereng. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa morfologi wilayah studi sangat terjal dengan
kelerengan rata-rata 60O dan ditemukan gawir-gawir. Litologi penyusun adalah breksi vulkanik, tuf dan lava
dengan posisi stratigra berselingan. Kondisi batuan secara umum telah terlapukkan kuat. Struktur geologi
berupa rekahan dan perlapisan dengan dip 25O yang umumnya searah lereng. Berdasarkan analisis tersebut maka
disimpulkan bahwa terdapat bidang-bidang gelincir antara lapukan tufa dengan batuan asalnya, diskontinuitas
oleh rekahan/patahan dan adanya lapisan lava (impermeabel) diantara lapisan tuf dan breksi vulkanik.
Kata kunci : Longsor, batuan vulkanik, bidang gelincir, kontrol geologi
ABSTRACT
The study area lies on the north-east slope of Lompobattang Mountian. Due to unstabil slope, landslide often
occurs both in small and large scale, especially in the rainy season. Morphology consists of steep slope hilly area
with lithology of young volcanics.It was applied detail geological surface mapping that is involving lithology,
morphology and geological structure. Measuring the resistivity of rocks was done by applying geoelectric
resistivity at two locations crossing Manipi Malino road that parallel to the slope.The results revealed that the
morphology of the study area is very steep slope with an average 60O and it is found escarpments. Lithology
consists of an alternating stratigraphic position between volcanic breccias, tuffs and lavas. Generally the rocks
are strongly weathered. Geological structures such as fractures and folds with dip 25O parallel to the slope.
Based on the analysis, it is concluded that the are three types of sliding plane: sliding plane lies between soil and
tuff, discontinuities of crack and/or fault, and bedding plane between lava and overlying rocks.
Keyword : Landslide, volcanic rocks, sliding plane, geological control
-
7/25/2019 BGTL 20120305
2/12
186
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
PENDAHULUAN
Kejadian longsor dinding Kaldera G Bawakaraeng
pada tanggal 26 Maret 2004 di Sulawesi Selatan
telah meningkatkan kewaspadaan masyarakat yang
bertempat tinggal disekitar G Bawakaraeng terhadapbahaya tanah longsor. Longsoran ini menghasilkan
sedimen sekitar 200300 Juta M. Jika dilihat
batuan penyusun lereng G Bawakaraeng yang relatif
masih muda maka wilayah-wilayah yang berada
di sekitar lereng G Lompobattang potensi untuk
terjadi longsoran. Longsor terjadi setiap tahunnya
pada jalur Malino-Sinjai (Gambar 1), sehingga
telah mengganggu sistem transportasi pada jalur
jalan tersebut. Longsoran yang terjadi pada lereng
G Bawakaraeng terakumulasi sekian lama pada
aliran sungai dan menampung sementara air sungaiyang kemudian menyebabkan banjir bandang sangat
dahsyat di Kabupaten Sinjai tahun 2006 lalu. Banjir
bandang tersebut menjadi suatu peristiwa yang
membutuhkan perhatian bagi para ilmuan karena
tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi tetapi juga oleh adanya longsor di daerah
hulu. Pada daerah Sinjai Barat ini banyak ditemukan
titik longsor seperti di jalan poros Malino-Sinjai
dengan 7 titik longsor yang berdimensi agak besar.
Hampir semua wilayah di sekitar G Bawakaraeng
mempunyai kemiringan lereng yang besar (Gambar
2) sehingga menjadi salah satu faktor penyebab
longsor. Dengan kondisi lereng dan litologi yang
rentan terhadap gerakan tanah maka jika dipicu
oleh curah hujan dengan intensitas tinggi, turun
maka potensi untuk terjadinya longsor akan terjadiseperti di daerah Kompang dan sekitarnya (jalan
poros Malino-Sinjai). Material longsoran beserta
bawaannya (prasarana, pepohonan dan lain-lain)
terbawa masuk ke badan sungai (Sungai Mangottong
dan Sungai Kalamisu) yang kemudian terbawa oleh
arus sungai yang mempunyai debit besar.
Potensi longsor di daerah ini memang cukup besar,hal ini disebabkan kondisi geologi sebagai faktor
penyebab sangat berperan, seperti litologi vulkanik
muda, yang berada pada lereng yang terjal. Hasil
penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Prov.
Sulawesi Selatan tahun 2001 juga menyebutkanbahwa wilayah Sinjai Barat merupakan wilayah yang
rentan terhadap gerakan tanah. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan wilayah tersebut rentan
terhadap longsoran yaitu a) topogra yang merupakan
pegunungan dengan kelerengan yang cukup terjal;
b) kondisi litologi berupa batuan vulkanik muda
dan belum terkonsolidasi dengan baik; c) struktur
geologi (kekar dan patahan) yang relatif rapat; serta
d) tata lahan perladangan/persawahan dan curah
hujan yang tinggi yang bertindak sebagai pemicu.
Gambar 1. Lokasi Penelitian (jalan Poros Malino Sinjai) dan Kondisi topogra di sekitar Gunung Bawakaraeng, termasuk Kab. Sinjai.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
3/12
187
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
Gambar 2. Kondisi topogra Gunung Bawakaraeng dan sekitarnya yang memperlihatkan kemiringan
terjal di bagian puncak.
U
TBS
Dari hasil penelitian pendahuluan (2010) disepanjang
jalan poros Malino Sinjai menunjukkan bahwa
telah terjadi longsoran berdimensi kecil dibeberapa
titik (Gambar 3). Dari kejadian longsoran atau yang
dikenal dengan runtuhan kaldera di Malino tahun
2004, diawali dengan adanya longsoran-longsoran
kecil pada lereng, maka wilayah Sinjai bagian
barat perlu waspada pada setiap musim hujan agar
terhindar dari bencana banjir bandang seperti tahun
2006 di Kabupaten Sinjai diawali dengan longsoran
dibeberapa titik di bagian hulu.
Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa metode
yaitu survei geologi (litologi, struktur danmorfologi) pada daerah-daerah yang teridentikasi
mempunyai potensi longsor dan pada daerah-
daerah yang pernah longsor termasuk sebaran, jenis
material yang longsor dan asal material longsoran.
Pengukuran Geolistrik dilakukan pada lokasi yang
diketahui telah pernah mengalami longsoran dan
wilayah yang potensial terjadi longsoran. Hal
ini selain untuk mengetahui kondisi airtanahnya
terutama dimaksudkan untuk mengetahui lapisan
batuan jenuh air dan dapat menjadi bidang gelincir.
Terdapat dua titik yang telah diukur dan dianggap
mewakili dengan bentangan tegak lurus jalan.
Lokasi penelitian berada pada jalan poros Malino
Manipi yang dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan roda dua maupun roda empat dari kota
Makassar kearah Timur dengan jarak tempuh 170
km.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk
mengidentikasi tanah longsor di sepanjang jalan
poros Manipi Sinjai, antara lain oleh Mahdi (2011).
Teridentikasi wilayah di sekitar G Bawakaraeng
memiliki kemiringan lereng yang cukup besar yaitu
mencapai 85O. Litologi yang menyusun adalah
tuf kasar yang mengalami pengkekaran. Yuwono
(1989) mengungkapkan stratigra vulkanik G.
Bawakaraeng (Formasi vulkanik Lompobattang)
terdiri atas perselingan antara aliran lava yangbersifat basaltik (ketebalan mencapai puluhan
meter), endapan piroklastik (tuf dan breksi vulkanik)
dan endapan lahar. Selanjutnya dikemukakan bahwa
ke arah puncak didominasi oleh batuan berupa
endapan piroklastik berselingan dengan aliran lava
asam dan kadang ditemukan intrusi andesit.
Makalah ini berisi hasil penelitian dengan judul
Analisis Sebaran Risiko Bencana Tanah Longsor
Dan Penanggulangannya Berbasis Masyarakat Di
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan yang dilakukan
guna mengevaluasi daerah potensi longsoran
dengan maksud meminimalisasi dampak yang akan
ditimbulkannya.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
4/12
188
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
Gambar 3. Kejadian longsoran berdimensi kecil menutupi jalan poros Malino Sinjai.
Gambar 4 Model bukaan (rekahan) dan scarp yang banyak dijumpai di sekitar Gunung Lompobattang
sebagai tanda awal akan terjadinya longsor.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
5/12
189
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
KONDISI GEOLOGI DAN LONGSORAN
DAERAH PENELITIAN
Besar kecilnya longsoran akan tergantung pada
kondisi geologi dan mekanisme penyebab longsoran
tersebut. Umumnya longsoran besar dipicu
oleh getaran yang ditimbulkan gempabumi danlongsoran pada material-material vulkanik. Kondisi
geologi daerah penelitian merupakan wilayah yang
tidak pernah mengalami gempa yang besare setelah
Pleistosen. Oleh karena itu kondisi geologi lainnya
seperti litologi, struktur geologi dan topogra
memegang peranan penting sebagai penyebab
longsoran.
Geologi regional menunjukkan bahwa daerah
studi disusun oleh batuan vulkanik yaitu Vulkanik
Camba, Vulkanik Baturappe-Cindako dan vulkanik
Lompobattang (Sukamto & Supriatna, 1982).
Daerah penelitian didominasi oleh batuan Vulkanik
Lompobattang yang berumur Kuarter. Batuan
VulkanikLompobattangberasal dari tipe letusan dari
Vulkanik Lompobattang ini adalah strato volcanic
dengan stratigra yang merupakan perselingan
antara tuf, breksi vulkanik, breksi laharik dan
lava (Yuwono, 1989). Hasil uji kestabilan batuan
penyususn wilayah Malino menunjukkan bahwa jika
batuannya belum lapuk sempurna dan nilai RQD
adalah 49,89%, atau kualitas batuannya tergolong
sedang (Mahdi, 2011).
Batuan Vulkanik Lompobattang yang ada diKecamatan Sinjai Barat terdiri atas breksi vulkanik,
tuf, aglomerat dan basal porri.
1. Breksi vulkanik.
Breksi vulkanik merupakan batuan piroklastik
yang terdiri atas fragmen dan matriks. Fragmen
batuannya umumnya dari batuan beku basa yang
berbentuk menyudut dengan ukuran antara 45 150
mm. Sedangkan matriknya terdiri atas tufa kasar
dengan ukuran butir antara 1/16 2mm.
2. Tuf.
Batuan ini umumnya tersingkap pada tebing-
tebing sungai dalam bentuk perlapisan dengan arah
perlapisan ke tenggara. Secara megaskopis ukuran
butir batuan ini berupa pasir halus dan dinamakan
tuf halus karena berasal dari debu vulkanik. Batuan
ini umumnya lapuk, tidak kompak dan mudah lepas.
3. Aglomerat
Aglomerat merupakan batuan vulkanik yang proses
terbentuknya sama dengan breksi vulaknik, hanya
saja bentuk fragmennya membundar. Di daerah
penelitian aglomerat dijumpai kurang kompak
dengan fragmen berukuran antara 45 150 cm yangberasal dari batuan beku asam dan matriks berupa
tuf kasar.
4. Basal Porri
Batuan ini dijumpai di Sungai Tangka dan sekitarnya
serta di Kampung Baru dan sekitarnya di timur laut
wilayah penelitian. Dilapangan batuan ini dijumpai
telah mengalami retakan atau penkekaran sehingga
mudah mengalami pergerakan.
Berdasarkan Peta Geologi regional (Sukamto &
Supriatna, 1982) di wilayah penelitian banyak
ditemukan liniamen yang berarah utara selatan.
Arah liniemen tersebut relatif sejajar dengan
patahan utama di Sulawesi Selatan yaitu patahan
Walanae. Selain patahan minor atau liniemen
tersebut dilapangan banyak ditemukan escarpment
dan rekahan (crack) dengan lebar bukaan hingga 20
cm (Gambar 4).
Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa jalan
poros Malino Sinjai yang menjadi obyek penelitianumumnya disusun oleh tuf (Gambar 3) dan sebagian
kecil adalah breksi vulkanik (Gambar 3 dan 4a).
Secara umum litologi yang mengalami longsoran
tidak terbatas pada tuf dan breksi vulkanik saja,
namun akan tergantung pada kondisi alam dengan
kondisi sebagai berikut:
Lereng-Lereng pada kelokan sungai, akibat
proses erosi atau penggerusan pada tebing
bagian bawah sungai oleh aliran sungai.
Kejadian ini telah terjadi pada bagian hulu
Sungai Jeneberang yang menyebabkan
runtuhnya dinding kaldera Bawakaraeng.
Lereng-lereng yang terpotong oleh jalur jalan
(khususnya jalan poros Malino Sinjai).
Kejadian longsor untuk pemotongan lereng
pada jalan poros Malino Sinjai terjadi, pada
musim hujan setiap tahun.
Daerah yang dilalui struktur patahan yang
menjadi kawasan permukiman. Daerah
ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai
dengan lereng curam (> 40O) dan tersusun
oleh batuan yang terkekarkan (retak-
retak) secara intensif, serta ditandai denganmunculnya beberapa mata air pada sungai/
lembah tersebut. Retakan-retakan batuan
tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah
terganggu kestabilannya, sehingga dapat
terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila
air meresap dalam retakan saat hujan, atau
apabila terjadi getaran.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
6/12
190
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor penyebab terjadinya longsor di wilayah
penelitian adalah kondisi geologi yang terdiri atas:
topogra, litologi, dan struktur geologi. Ketiga
parameter tersebut mempunyai peranan yang cukup
besar dalam kejadian longsor di daerah penelitian.Berdasarkan analisis AHP Solle (2012) bahwa
faktor litologi dan kemiringan lereng merupakan
penyebab utama terjadinya longsoran di wilayah
DAS Jeneberang.
Struktur geologi yang ditemukan di wilayah
penelitian antara lain rekahan dan bidang perlapisan.
Kemiringan perlapisan batuan adalah sekitar 30O,
dan relatif searah dengan kemiringan lereng yang
juga mempermudah terjadinya gelinciran. Bukaan
rekahan umumnya dari cm hingga 20 cm (Gambar
4). Struktur geologi ini juga sangat berperanterhadap terjadinya gerakan tanah. Sumaryono dan
Triyana (2011) menjelaskan bahwa sebaran struktur
berupa patahan di sekitar puncak G Bawakaraeng
yaitu berupa patahan normal berarah relatif utara
selatan sangat intensif dan mudah bergerak terutama
jika ada pemicu seperti hujan atau getaran.
Gambar 5. Singkapan lava (impermeabel) yang menjadi bidang mengalirnya air bawah permukaan.
Petrologi batuan G Api Lompobattang menunjukkan
perselingan antara tuf dan lava dan setempat
ditemukan breksi vulkanik (Yuwono, 1989). Aliran
lava yang ditemukan di lapangan merupakan lapisan
yang kedap air (Gambar 5), sedangkan tuf telah
mengalami pelapukan kuat membentuk soil tebal.
Lava merupakan batuan yang impermeabel sehingga
jika ada air dari atas (lapisan soil, tuf dan breksi
vulkanik), maka air tersebut akan mengalir pada
bidang antara lava bagian atas dengan batuan di
atasnya dan dapat bertindak sebagai bidang gelincir.
Topogra
Wilayah penelitian terletak pada lereng timur G
Bawakaraeng yang tersusun oleh batuan vulkanik.
Merupakan daerah perbukitan dengan bentuk
bentang alam yang sangat menonjol. Delvi (2010)
membagi wilayah bentangalam tersebut kedalam
2 (dua) satuan morfologi berdasarkan kemiringan,
bentuk morfologinya dan morfometrinya yaitu
satuan bentangalam berbukit bergelombang miring
dan satuan perbukitan sangat terjal (Gambar 6a).
-
7/25/2019 BGTL 20120305
7/12
191
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
Satuan bentangalam berbukit bergelombang miring
umumnya di bagian timur wilayah studi dan
sebagian kecil di bagian barat. Satuan bentangalam
ini mempunyai kemiringan lereng antara 14 35O
dengan beda tinggi antara 75 200 meter. Secara
umum bentuk lereng miring landai ke arah timur
dengan titik tertinggi sekitar 1000 mdpl di sebelah
selatan barat daya dan terendah sekitar 400 mdpl disebelah timur laut. Dengan tebal tanah pelapukannya
antara 50 150 cm. Batuan penyusunnya adalah
breksi vulkanik, tuf dan batuan beku.
Satuan bentangalam perbukitan sangat terjal
menempati umumnya bagian selatan ke arah barat.
Satuan ini mempunyai kemiringan lereng antara
35O 85O dengan beda tinggi antara 200 500m.
Bentuk bentangalam merupakan pegunungan
dengan lereng yang terjal dan lembah berbentuk
V (ve). Batuan penyusun satuan ini adalah breksi
vulkanik dari batuan Gunungapi Lompobattang.
Massinai, A. A., dkk. (2010) mengungkapkan bagianbarat G Bawakaraeng (DAS Jeneberang) didominasi
oleh kelerengan berbukit (25 0 40%) dari luas DAS.
Penelitian tentang kontrol lereng terhadap kejadian
longsor di daerah vulkanik dengan memperlihatkan
hal yang sama telah diteliti oleh Kawamura, dkk. 2009.
Mereka menemukan bahwa kegagalan permukaan
(longsoran dan erosi) pada daerah vulkanik sangat
tergantung pada sudut kemiringan lereng. Topogra
daerah penelitian mempunyai kemiringan lereng
yang mencapai 85O dan merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan longsoran. Jika
terdapat pemicu misalnya curah hujan yang tinggi,
maka kondisi akan semakin kritis dan akhirnya akan
terjadi longsoran.
Litologi/ Batuan
Kontrol litologi pada kejadian longsor juga tidak
kalah pentingnya. Selain jenis batuannya, tingkat
pelapukan dan kompaksi juga memegang peranan
penting. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa
batuan penyusun wilayah penelitian adalah vulkanik
muda (Vulkanik Lompobattang) dan berumur
Pleistosen dengan penanggalan umur 2,33 0,12 juta
tahun sampai 0,77 0,06 juta tahun (Yuwono, 1989).
Batuan vulkanik ini belum terkompaksi secara kuat,
sehingga daerah ini termasuk rawan longsor. Di
lapangan baik dipermukaan maupun hasil test pit
menunjukkan pelapukan batuan tersebut tinggi yang
ditandai dengan ketebalan soil mencapai > 1 meter.
Sutikno (1999) menemukan bahwa longsoran
umumnya terjadi pada litologi batuan vulkanik. Hal
ini disebabkan sifatnya yang belum terkonsolidasi
dengan baik, erodibilitas tinggi, serta porositas dan
permeabilitas tinggi. Hasil penelitian Nurjamil,dkk. (2005) mengungkapkan bahwa batuan dengan
tingkat pelapukan tinggi akan mempunyai tingkat
pengembangan mineral yang besar pula. Batuan
dengan tingkat pengembangan (swelling) tinggi
akan mudah mengalami longsoran.
Gambar 6a. Satuan bentangalam bergelombang miring (bagian depan), danbentang alam perbukitan terjal (latar belakang).
Kondisi tersebut mengindikasikan wilayah penelitian rentan dengan longsoran.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
8/12
192
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
g
W cos = R
Massa tanahpotensi bergerak
Massa tanahstabil
BidangGelincir
Jalan Raya
W sin = T
Keterangan:
- R= Gaya Penahan (W cos - T = Gaya penggerak (W sin
- = sudut kemiringan
bidang geincir
Gambar 6b. Simulasi kerentanan longsoran daerah penelitian dengan fokus pada badan jalan yang telah distudi.
lapisan yang terdiri atas top soil di bagian atas
berukuran lempung dan mempunyai ketebalan 25
cm, sedangkan pada bagian tengah merupakan
campuran antara soil dan kerikil yang berukuran
halus dengan ketebalan 40 cm, dan pada bagian
bawahnya merupakan lapisan tuf yang relatif lebih
kompak dan mengandung fragmen batuan (tuflapilli).
Batuan penyusun daerah penelitian terdiri atas
breksi vulkanik, tuf, aglomerat dan basal porri.
Semua batuan penyusun tersebut telah mengalami
pelapukan baik secara sik maupun secara kimia
membentuk soil. Secara umum daerah penelitian
didominasi oleh tuf yang terlapukkan kuat serta
perselingan antara tuf dan lava atau breksi laharik.Pada litologi tuf yang terlapukkan kuat mempunyai
Aglomerat yang dijumpai bersifat kurang kompak
dan fragmennya berasal dari batuan beku asam
sedangkan matriksnya berupa tuf kasar. Basal porridijumpai telah mengalami retakan atau penkekaran
sehingga mudah mengalami pergerakan. Pada
daerah-daerah yang relatif datar ketebalan soil
mencapai 7,5 meter dan sebaliknya lapisan soil
menjadi tipis pada lereng bukit.
Selain kondisi batuannya, stratigra wilayah
penelitian juga mempengaruhi tingkat kelongsoran
di daerah penelitian. Hasil penelitian petrologi
batuan G Api Lompobattang oleh Yuwono (1989)
mengungkapkan adanya perselingan batuan
penyusun antara tuf dan lava. Lava yang ditemukan
di lapangan bertindak sebagai lapisan yang kedapair, sedangkan tufnya mudah mengalami pelapukan
dan membentuk soil yang cukup tebal. Keberadaan
lava pada lapisan tuf dan breksi vulkanik, akan
mempermudah terjadinya longsoran karena lapisan
tersebut adalah lapisan impermeabel yang dapat
bertindak sebagai bidang gelincir.
Struktur geologi yang juga ditemukan di wilayah
penelitian antara lain rekahan dan perlapisan batuan.
Rekahan ditemukan terutama pada wilayah yang
mempunyai kemiringan lereng yang sangat terjal
dan pada lereng-lereng yang mengalami pemotongan
dibagian bawahnya (Gambr 7). Lebar rekahan
(crack) mencapai 20 cm dan sangat potensial terjadi
longsor.
Faktor rekahan sebagai salah satu penyebab
terjadinya longsoran juga telah dijelaskan oleh
Klime dan Vilmek (2011). Struktur perlapisanyang dijumpai pada lapisan batuan umumnya searah
dengan kemiringan lereng. Dengan kondisi demikian
maka dapat menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya longsoran dan bahkan dapat bertindak
sebagai bidang gelincir.
Potensi longsor semakin besar karena dibeberapa
tempat terjadi pemotongan lereng, baik oleh sungai
maupun oleh pembangunan jalan dan infrastruktur
lainnya. Gerakan-gerakan tanah secara kasat mata
juga ditemukan dengan adanya gawair-gawir
(Gambar 8) yang umumnya berada pada bagian
atas dari pemotongan lereng. Sudarno dan Hussein(2010) menemukan bahwa tidak semua gawir
(escarpment) dapat menentukan kejadian gerakan
tanah, tetapi merupakan kombinasi antara rekahan
(crack), litologi dan kemiringan lereng.
Pendugaan Geolistrik
Pendugaan geolistrik yang dilakukan di titik S 5O 12
37,3/ E 120O 0 40) yaitu pada jalan poros Malino
Manipi memperlihatkan litologi penyusunnya
adalah tuf yang terlapukkan kuat dengan ketebalan
soil mencapai 1 m dan kemiringan lereng sekitar
50O. Di bagian bawah dilokasi ini disusun olehbatuan yang relatif keras berupa tuf lapilli.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
9/12
193
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
Gambar 7. Pemotongan lereng oleh pembangunan jalan poros Malino Sinjai pada litologi breksi vulkanik.
Gambar 8 Gawir-gawir runtuhan yang juga banyak dijumpai di daerah penelitian.
-
7/25/2019 BGTL 20120305
10/12
194
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
Hasil yang hampir sama ditemukan pada titik 2 (S
5O 12 52,1 / E 120O 0O 52,4 jalan poros Malino
Manipi. Litologi penyusun pada lokasi ini adalah
tuf dan lava dengan kemiringan lereng sekitar 47o.
Bidang gelincir pada titik ini diinterpretasi pada
kedalaman 10 meter yang merupakan batas antara
batuan hasil lapukan (resistivity 2,6 25 ohm.m)dengan batuan asalnya atau dengan lapisan lava
(resistivity 35 200 ohm.m).
Ketiga jenis bidang gelincir tersebut di atas (batas
antara batuan lapuk dan batuan segarnya, kehadiran
batuan impermeable atau lava dan patahan/rekahan)
merupakan bidang diskontinyu yang dapat menjadi
tempat berkumpulnya air yang masuk kedalam
tanah. Air yang ada pada bidang diskontinyu tersebut
akhirnya akan memutus ikatan ion dalam tanah
sehingga tanah akan menjadi lepas satu sama lain.
Putusnya ikatan tersebut ditambah dengan beban
soil itu sendiri dan kemiringan lereng yang terjal
menyebabkan wilayah penelitian rentan terhadap
longsoran. Peresapan air kedalam tanah akibat curah
hujan yang tinggi, menyebabkan bobot massa tanah
juga bertambah.
Hasil interpretasi pendugaan geolistrik (Gambar 9)
menunjukkan bahwa terdapat setidaknya dua bidang
yang diduga merupakan bidang gelincir dan adanya
tubuh intrusi batuan berbentuk bongkah pada sisi
bagian atas badan jalan. Intrusi ini tidak diketahui
hingga kedalaman berapa, namun hasil penelitian
Yuwono (1989) mengatakan bahwa bentuk tubuhintrusinya berupa dike. Bidang gelincir tersebut
terdapat pada kedalaman 7,5 meter pada sisi bagian
bawah badan jalan dan 25 meter pada sisi bagian
atas badan jalan. Pada sisi bagian bawah badan jalan
merupakan tumpukan hasil longsoran sebelumnya
yang telah ditumbuhi pepohonan.
Bidang gelincir yang pertama terdapat pada batas
antara batuan hasil longsoran dengan batuan
dasarnya (tuf), sedangkann pada bidang ke II
terdapat pada bidang patahan/rekahan. Bidang
gelincir yang ke 2 terdapat antara batuan tufa yang
lapuk (nilai resistivity 15 29,5 ohm.m) dengan
batuan yang lebih massif (batuan beku dengan
resistivity 400 1000 ohm.m) atau pada zona
remukan patahan. Bidang tersebut menerus hingga
ke lapisan bagian bawah pada kedalaman lebih dari
25 meter (Gambar 10).
Gambar 9 (a). hasil pendugaan geolistrik
-
7/25/2019 BGTL 20120305
11/12
195
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 185 - 196
SIMPULAN DAN SARAN
Faktor geologi sangat menentukan kerentanan
wilayah Sinjai Barat terhadap longsoran. Faktor
tersebut adalah topogra yang terjal dengan
kemiringan lereng antara 35 85O, jenis batuan
yang merupakan vulkanik muda dan belum kompak
sempurna, kondisi litologi yang relatif terlapukkankuat, stratigra yang terdiri atas perselingan
antara batuan yang impermeabel (lava) dengan
lapisan lapisan batuan vulcani lainnya, banyaknya
diskontinyu berupa rekahan/patahan dan gawir-
gawir. Gawir yang dijumpai di lapangan merupakan
bidang yang terjal akibat adanya gerakan tanah
sebelumnya dan umumnya dijumpai pada sisi bagian
atas badan jalan.
Keterdapatan bidang sesar dengan kedalaman hingga
25 meter diduga adalah zona hancuran patahan
sangat potensi untuk bergerak jika ada pemicu
seperti curah hujan yang sangat tinggi atau getaranyang relatif besar. Bidang gelincir juga diduga
berada pada batas antara lapisan batuan terlapukkan
(soil) dengan batuan segarnya, serta kehadiran lava
yang sifatnya impermeabel (tidak tembus air). Batas
antara lava dengan tuf di atasnya merupakan bidang
mengalirnya air yang masuk ke dalam tanah/batuan.
Daerah jalan poros Malino - Sinjai merupakan daerah
rawan gerakan tanah/longsor, dan perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut khususnya untuk memitigasi
atau dalam uasaha memperkecil dan mengurangi
dampak dari gerakan tanah/longsor yang mungkinterjadi setiap saat.
(b) interpretasi dimana diinterpretasi terdapat dua bidng gelincir yang potensial untuk terjadinya longsoran.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M
dan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan
dana penelitian melalui grant hibah penelitian
unggulan perguruan Tinggi. Terima kasih juga
disampaikan kepada Hamzah dan Nandy yang
telah membantu secara teknis selama penelitian danpenulisan laporan penelitian.
ACUAN
Delvi, M., 2010. Geologi Daerah Magala Kecamatan
Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi
Sulawesi-Selatan, (laporan Pemetaan Geologi)
Jurusan Teknik Geologi, Universitas
Hasanuddin.(Tidak di Publikasikan)
Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa
Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknik Geologi Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Kawamura, S., Miura, S., Ishikawa, T., & Ino H.
(2009). Failure mechanism of volcanic slope
due to rainfall and freeze-thaw action thaw
action Prediction and Simulation Methods for
Geohazard Mitigation. Taylor & Francis
Group, London, p. 25-31.
Klime, J., and Vilmek, V., 2011. A catastrophic
landslide near Rampac Grande in the Cordillera
Negra, northern Peru Landslides (2011) 8DOI
10.1007/s10346-010-0249-1. Springer-
Verlag, p. 309320
-
7/25/2019 BGTL 20120305
12/12
196
Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai
(A. M. Imran , Busthan Azikin1, Sultan1)
Mahdi, 2011, Studi Gerakan Tanah Pada Poros
Jalan Raya Daerah Manipi Kecamatan Sinjai
Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi-
Selatan. Skripsi S-1 Jurusan Teknik Geologi,
Unhas. Tidak dipublikasikan.
Massinai, A. A., Sudrajat, A., Hirnawan, F., Syafri,I., Hasanuddin, Tahir, I., 2010. Gerakan Tanah
pada Daerah Rawan Longsor di DAS
Jeneberang, Bagian Barat Lembah Gunung
Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. BTGL Vol.
20. No. 2. Badan Geologi ESDM. Hal. 93-102.
Nurjamil, A., Sadisun, I. A., dan Bandono., 2005.
Pengaruh Derajat Pelapukan Terhadap Potensi
Mengembang Batulempung Formasi Subang,
Poster Proceedings Joint Convention HAGI-
IAGI-PERHAPI The 30th HAGI, The 34th
IAGI, and The 14th PERHAPI Annual
Conference and Exhibition, SURABAYA.
Solle, M. S., Mustafa, M., Baja, S., Imran, A. M.,
2012. Landslide Susceptibility Zonation Model
On Jeneberang Watershed Based On
Geographical Information System And
Analytical Hierarchy Process. Jurnal Pasca
Sarjana Unhas, Makassar. (in press).
Sukamto, & Supriatna, 1982. Geologi Lembar
Ujungpandang, Benteng dan Sinjai Sulawesi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum
Departemen Pertambangan dan Energi,Bandung.
Sumaryono, & Triyana, Y. D., 2011. Simulasi
Aliran Bahan Rombakan di Gunung
Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Jurnal
Lingkungan dan Bencana Geologi. Vol 2 no 3.
Bandung h.191202.
Sudarno, I. dan Hussein, S., (2010), Controls of
Geological Structures on Cikangkareng
Rockslide. International Symposium and the
2nd AUN/Seed-Net Regional Conference on
Geo-Disaster Mitigation in ASEAN, Februari,Bali , p 219 224.
Sutikno, 1999. Penanggulangan Tanah Longsor.
Bahan Penyuluhan Bencana Alam Gerakan
Tanah. Jakarta.
Yuwono, Y.S., 1989. Petrologi dan Mineralogi
Gunung Lompobattang, Sulawesi Selatan:
dalam Geologi Indonesia (Sudrajat, A., Tjia,
H.D., Azikin S., & Katili, A.N., Eds.), Jurnal
IAGI vol 12/1/1989. IAGI, Jakarta, h.483509.