BBLR Dan Asfiksia

17
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) 2.1.1 Definisi BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram) (Jumiarni, 1995 : 73). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006 : 376). WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Bayi dengan berat badan lahir rendah dibagi 2 golongan yaitu : 2.1.1.1 Prematur Murni. Prematur Murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (Ester 2003 : 30-31). 2.1.1.2 Dismaturitas. Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Ester 2003 : 30-31). Masalah bayi dismatur (Ester 2003 : 30-31) : a. Sindrom aspirasi mekonium. Hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengalami gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan dan bercampur dengan cairan amnion. Cairan amnion yang mengandung mekonium akan masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan karena melekatnya mekonium dalam saluran

description

v

Transcript of BBLR Dan Asfiksia

Page 1: BBLR Dan Asfiksia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

2.1.1 Definisi

BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram) (Jumiarni, 1995 : 73). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2006 : 376).

WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Bayi dengan berat badan lahir rendah dibagi 2 golongan yaitu :

2.1.1.1 Prematur Murni. Prematur Murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (Ester 2003 : 30-31).

2.1.1.2 Dismaturitas. Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Ester 2003 : 30-31).Masalah bayi dismatur (Ester 2003 : 30-31) :

a. Sindrom aspirasi mekonium. Hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengalami gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan dan bercampur dengan cairan amnion. Cairan amnion yang mengandung mekonium akan masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan karena melekatnya mekonium dalam saluran pernapasan. b. Hipoglikemia simtomatik. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki, penyebabnya belum jelas, mungkin karena cadangan glikogen yang kurang pada bayi dismatur. Diagnosis dibuat setelah pemeriksaan kadar gula darah, dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah kurang dari 20 mg/dL pada bayi berat lahir rendah. c. Penyakit membran hialin. Penyakit ini diderita bayi dismatur yang preterm terutama bila masa gestasi kurang dari 35 minggu, hal ini disebabkan karena pertumbuhan surfaktan paru yang belum cukup. d. Hiperbilirubinemia. Bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibandingkan bayi yang beratnya sesuai dengan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati. e. Asfiksia neonatorum. Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum

Page 2: BBLR Dan Asfiksia

dibandingkan bayi biasa. Membedakan bayi prematur murni atau dismatur penting karena :

1. Morbiditas yang berlainan

2. Prematuritas murni mudah menderita komplikasi membran hialin, perdarahan intraventrikuler, pneumonia aspirasi

3. Bayi dismatur mudah menderita sindrom aspirasi mekonium, hipoglikemia simtomatik dan hiperbilirubinemia

4. Bayi dismatur yang preterm dapat menderita komplikasi bayi dismatur dan bayi prematur5. Bayi dismatur harus mendapat makanan dini yang lebih dini dari bayi prematurBayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) (Prawirohardjo, 2001 : 376). Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, Bayi Berat Lahir Rendah dibedakan dalam :a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 – 2.500 gram.b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1.500 gram.c. Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1.000 gram.

2.1.2 Etiologi

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Jumarni, dkk., 1994 74), yaitu :

2.1.2.1 Faktor ibu, meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya, tosemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, diabetes melitus, dan lain-lain. Usia ibu saat hamil lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat, dan lain-lain. Keadaan sosial ekonomi, golongan sosial ekonomi dan perkawinan yang tidak sah. Sebab lain termasuk karena ibu adalah seorang perokok dan peminum minuman beralkohol atau pengguna narkotika.

2.1.2.2 Faktor janin, meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.

2.1.2.3 Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi dan zat-zat beracun.

Page 3: BBLR Dan Asfiksia

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab BBLR

Menurut Manuaba (1998, : 326), faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya BBLR adalah :

2.1.3.1 Faktor Ibu

a. Gizi saat hamil yang kurang

Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat badan selama hamil (Setyowati, 1996).b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahunIbu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun (Doenges, 2001 : 148).Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR (Setyowati, 1996).Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Departemen Kesehatan, 1996 : 14).c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekatJarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Ilyas, 1995 : 106).d. Paritas ibuJumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah (Departemen Kesehatan, 1998 : 33).2.1.3.2 Faktor Kehamilana. Hamil Dengan HidramnionHidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR (Cuningham, 1995 : 625).b. Perdarahan AntepartumPerdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002 : 160).

Page 4: BBLR Dan Asfiksia

Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterin (Wiknjosastro, 1999 : 365). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi asfiksia (Mansjoer, 1999 : 279).c. Komplikasi Hamil 1. Pre-eklampsia / EklampsiaPre-eklampsia / Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Ilyas, 1995 : 5).2. Ketuban Pecah DiniKetuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer. 1999 : 310). Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi ibu (Mansjoer, 1999 : 313).3. HipertensiPenyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal (Sukadi,2000:3). Ibu dengan hipertensi akan menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur (Sukadi, 2000;6).2.1.3.4 Faktor Janina. Cacat Bawaan (kelainan kongenital)Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur (Wiknjosastro, 1999 : 723). Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro, 1999 : 723).b. Infeksi Dalam RahimInfeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 1998 : 277).Wanita hamil dengan infeksi rubella akan berakibat buruk terhadap janin. Infeksi

Page 5: BBLR Dan Asfiksia

ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah, cacat bawaan dan kematian janin (Mochtar, 1998 : 181).c. Hamil GandaBerat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama (Wiknjosastro, 1999 : 391).Regangan pada uterus yang berlebihan kehamilan ganda salah satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR (Departemen Kesehatan, 1996 : 14). Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil. Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak dengan kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab utama (Wiknjosastro, 1999 : 393).

2.1.4 Prognosis BBLRPrognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi. Makin muda masa gestasi atau makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian. Prognosis ini juga tergantung dari keadaaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal. Bayi Berat Lahir Rendah cenderung memperlihatkan gangguan pertumbuhan setelah lahir (Wiknjosastro, 1999 : 783).2.1.4.1 Masalah Bayi Dengan BBLR Menurut Manuaba (1998 : 327), menghadapi bayi BBLR harus memperlihatkan masalah-masalah berikut :a. Suhu tubuh yang belum stabil1. Pusat mengatur napas badan masih belum sempurna2. Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah3. Otot bayi masih lemah4. Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas5. Pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi dengan baikb. Gangguan pernapasan 1. Pusat pengaturan pernapasan belum sempurna2. Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangan tidak sempurna3. Otot pernapasan dan tulang iga masih lemah4. Penyakit gangguan pernapasan : penyakit hialin membran, mudah terkena infeksi paru-paru dan gagal pernapasanc. Gangguan alat pencernaan makanan dan problema nutrisi1. Alat pencernaan belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan masih lemah dan kurang baik2. Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurangd. Hepar yang belum matang (immatur)Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) dan defisiensi vitamin K.e. Ginjal masih belum matang

Page 6: BBLR Dan Asfiksia

Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema dan asidosis metabolic.f. Perdarahan dalam otak1. Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah2. Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis3. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi4. Sering mengalami gangguan pernapasan sehingga mempermudah terjadi perdarahan otakAlat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya komplikasi dan makin tingginya angka kematiannya. (Prawirohardjo, 2005 : 775). Pada saat persalinan, BBLR mempunyai resiko yaitu asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat atau beberapa menit setelah lahir. Hal itu diakibatkan factor paru yang belum matang. (Kosim, 2008).

2.1.5 Penanganan BBLR2.1.5.1 Mempertahankan suhu dengan ketatBBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.2.1.5.2 Mencegah infeksi dengan ketatBBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.2.1.5.3 Pengawasan nutrisi / ASIRefleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.2.1.5.4 Penimbangan ketatPerubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Prawirohardjo, 2006 : 377)

2.1.6 Upaya Pencegahan BBLRMengingat bahwa perawatan BBLR sebagaimana yang kita ketahui dilaksanakan di negara maju ataupun di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka upaya pencegahan pada masa pra hamil dan masa hamil menjadi sangat penting.Pada masa hamil perawatan antenatal harus mampu mendeteksi dini resiko terjadinya BBLR. Bila resiko ini ada maka penatalaksanaannya yang tepat adalah merujuk kasus ke pusat pelayanan yang memiliki kemampuan diagnostik lebih lengkap guna penelitian laboratorium, sehingga terapi akan ditentukan dengan baik (Arcan, 1995).Adapun upaya-upaya lain yang dapat dilaksanakan untuk mencegah terjadinya BBLR :2.1.6.1 Upaya agar melaksanakan antenatal care yang baik, segera melakukan

Page 7: BBLR Dan Asfiksia

konsultasi dan merujuk bila ibu terdapat kelainan.2.1.6.2 Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR.2.1.6.3 Tingkatkan penerimaaan keluarga berencana.2.1.6.4 Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm, atau istirahat berbaring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal.2.1.6.5 Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayaan masyarakat (Arcan, 1995).

2.2 Asfiksia2.2.1 DefinisiAsfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah melahirkan (Prawirohardjo, 2002 : 709). Asfiksia neonatorum dapat diartikan sebagai kegagalan bernapas pada bayi yang baru lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 1).Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonatus mengalami kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau menurunnya perfusi (iskemia) ke berbagai macam organ (Soetomo, 2004 : 1).Asfiksia adalah keadaan janin dalam rahim yang tertekan, karena terjadinya hipoksia atau kekurangan nutrisi (Manuaba, 1999 : 255).

2.2.2 EtiologiPenyebab terjadinya asfiksia menurut (Manuaba, 1999 : 255 – 256).2.2.2.1 Faktor Intrauterina. Keadaan Ibu1. Hipotensi (syok) dengan berbagai sebab2. Penyakit kardiovaskuler dan paru3. Anemia / malnutrisi4. Keadaan asidosis / dehidrasi5. Sindrom supin-hipotensi (posisi tidur)6. Penyakit diabetes melitusb. Uterus1. Kontraksi uterus yang berlebihan2. Gangguan sistem pembuluh darah uterusc. Placenta1. Gangguan pembuluh darah placenta2. Perdarahan pada placenta pravia3. Solusio placenta4. Gangguan pertumbuhan placentad. Tali Pusat1. Kompresi tali pusat2. Simpul tali pusat3. Tali pusat terpuntir pada tempat jelli whartom yang lemah4. Lilitan tali pusat

Page 8: BBLR Dan Asfiksia

5. Prolapsus / tali pusat terkemukae. Fetus1. Infeksi intrauterin2. Gangguan pertumbuhan intrauterin3. Perdarahan pada janin4. Anemia2.2.2.2 Faktor Umur Kehamilana. Persalinan prematurb. Persalinan presipitatusc. Persalinan lewat waktu2.2.2.3 Faktor Persalinana. Persalinan memanjang / terlantarb. Persalinan dengan tindakan operatifc. Persalinan dengan induksid. Persalinan dengan anestesie. Perdarahan (solusio placenta marginalis)2.2.2.4 Faktor Buatan (Iatrogenik)a. Sindrom hipotensi – supinasi (posisi tidur)b. Asfiksia intrauterin pada induksi persalinanc. Asfiksia intrauterin pada persalinan dengan anestesiGangguan menahun dalam kehamilan pada ibu dapat berupa gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi (Prawirohardjo, 2005 : 709).Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transportasi O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam O2 dan dalam menghilangkan CO2 (Prawirohardjo, 2005 : 709).Penyebab yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu :1. Gangguan oksigenasi pada ibu hamil2. Penurunan aliran darah dari ibu ke placenta atau dari placenta ke fetus3. Gangguan pertukaran gas yang melalui placenta atau fetus4. Peningkatan kebutuhan fetal oksigen (Soetomo, 2004 : 3)

2.2.3 Klasifikasi Klinis AsfiksiaKlasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam :2.2.3.1 Asfiksia Livida, ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognosi lebih baik2.2.3.2 Asfiksia Pallida, ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek

2.2.4 Patofisiologi Asfiksia IntrauterinPada asfiksia (hipoksia) intrauterin, dengan semakin turunnya tekanan O2 atau dengan adanya kekurangan nutrisi, maka akan terjadi perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik dalam pemecahan glukosa / glikogen (melalui tes) dan protein. Glukosa yang pertama akan dipecah adalah cadangan dalam lever (hati) dan lemak diubah menjadi glukosa (Manuaba, 1999 : 259).

Page 9: BBLR Dan Asfiksia

Gangguan pertukaran gas dan transpor O2 dapat terjadi karena kelainan dalam kehamilan atau persalinan yang bersifat menahun atau mendadak. Kelainan menahun seperti gizi ibu yang buruk atau penyakit menahun pada ibu (anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain) dapat ditanggulangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal ibu yang teratur. Kelainan yang bersifat mendadak yang umumnya terjadi pada persalinan hampir selalu mengakibatkan anoksia / hipoksia yang berakhir dengan asfiksia bayi (Kapita Selekta Kedokteran, 1982 : 539).

2.2.5 DiagnosisAsfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoreksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian (Prawirohardjo, 2005 : 710 - 711) :2.2.5.1 Denyut Jantung JaninFrekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.2.2.5.2 Mekonium Dalam Air KetubanPada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.2.2.5.3 Pemeriksaan Darah JaninDengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.

2.2.6 Klasifikasi2.2.6.1 Tanpa asfiksia (nilai APGAR 8-10).2.2.6.2 Asfiksia ringan – sedang (nilai APGAR 4 – 7).2.2.6.3 Asfiksia berat (nilai APGAR 0 – 3).

2.2.7 PenatalaksanaanPrinsip resusitasi (Prawirohardjo, 2005 : 711)2.2.7.1 Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya jalan napas.2.2.7.2 Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha pernapasan buatan.

Page 10: BBLR Dan Asfiksia

2.2.7.3 Memperbaiki asidosis yang terjadi.2.2.7.4 Menjaga agar peredaran darah tetap baik.

Penilaian Apgar

TAnda Apgar 2 1 0

Denyut jantung Normal (diatas 100x/menit

Dibawah 100x/menit Tidak ada

Pernapasan Normal, tanpa usaha bernapas yang berlebih, menangis kuat

Pelan, tidak teratur, menangis lemah

Tidak bernapas

Respon/refleks mimik

Menarik diri, batuk oleh karena ada rangsangan

Perubahan mimik wajah hanya ketika di rangsang

Tidak ada respon terhadap rangsangan

Aktivitas otot Aktif, pergerakan spontan

Lengan dan kaki menekuk dengan sedikit pergerakan

Tidak ada gerakan sama sekali

Tampilan (warna kulit)

Warna kulit normal, merata di seluruh tubuh

Warna kulit normal (tangan dan kaki pucat)

Warna pucat atau kebiruan di seluruh tubuh

Nilai APGAR 7 – 10 (bayi dinyatakan baik)Pada keadaan ini bayi tidak memerlukan tindakan istimewa. penatalaksanaan terdiri dari :1. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi2. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah3. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi(Kapita Selekta Kedokteran, 1982 : 540).

Nilai APGAR 4 – 6 (asfiksia ringan – sedang)Cara penanganannya :1. Menerima bayi dengan kain hangat2. Letakkan bayi pada meja resusitasi3. Bersihkan jalan napas bayi4. Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya5. Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa 60 x / menit6. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan terapi natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dekstrose 40% sebanyak 4 cc, disuntikkan melalui vena umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intra kranial karena perubahan pH darah mendadak (EGC, 1995 : 81).

Nilai APGAR 0 – 3 (asfiksia berat) Prawirohardjo (2005 : 712 – 713) : Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera

Page 11: BBLR Dan Asfiksia

dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventiliasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara yang terbaik ialah melakukan inkubasi endotrakeal dan setelah kateter di masukkan ke dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui kateter. Untuk mencapai tekanan 30 ml, air peniupan yang dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 – ½ dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.Untuk memperoleh tekanan yang positif yang lebih aman dan efektif, dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2 dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding toraks. Bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan, keteter trakea segera dikeluarkan.Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang segera membutuhkan bikarbonas natrikus 7,5 dengan dosis 2 – 4 ml / kg berat badan. Diberikan dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Untuk menghindarkan efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dengan satu semprit melalui pembuluh darah umbilikus.Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 permenit) maka pemberian obat-obat lain serta massege jantung segera dilakukan. Massege jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80 – 100 per menit. Tindakan ini dilakukan berselingan dengan napas buatan, yaitu setiap 5 kali massege jantung diikuti dengan satu kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum apabila tindakan dilakukan secara bersamaan.Di samping massege jantung ini, obat-obatan yang diberikan antara lain adalah larutan 1 / 10.000 adrenalin dengan dosis 0,5 – 1 cc secara intravena / intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi jantung) dan kalsium glukonet 50 – 100 mg / kg berat badan secara perlahan-lahan melalui intravena (sebagai obat inotropik).Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberikan hasil yang diharapkan, hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain.

2.3 Hubungan BBLR dengan Terjadinya Asfiksia

Bayi prematur secara umum bayi lahir dalam keadaan belum matang, dan karena itu belum dilengkapi dengan kemampuan untuk adaptasi fisiologik di luar uterus sehingga terjadi asfiksia (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 15). Hipoksia sering ditemukan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kejadian ini umumnya telah dimulai sejak janin di kandungan, berupa gawat janin atau terjadinya stres janin pada waktu proses kelahiran. Akibatnya, bayi mengalami asfiksia (kegagalan bernapas spontan dan teratur pada menit-menit pertama setelah lahir). Umumnya terjadi akibat belum matangnya paru-paru, kekurangan bahan surfaktan yang berfungsi mempertahankan mengembangnya gelembung paru, bayi akan mengalami sesak napas atau Sindroma Gangguan Napas (SGN) (Kadri, 2008 : 1). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan

Page 12: BBLR Dan Asfiksia

transisi akibat berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, insufisiensi kalsifikasi tulang toraks, lemah, kapiler-kapiler paru mudah rusak dan tidak matur. Fungsi kardiovaskuler mengalami penurunan darah, perlambatan pengisian kapiler dan gawat napas yang berlanjut walaupun telah dilakukan oksigenasi dan ventilasi (Jensen, 2004 : 891). Gangguan pernapasan sering menimbulkan penyakit berat pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung, sehingga sering terjadi apneu, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernapasan (Prawirohardjo, 2005 : 776).