Bahan Rembug Nasional Pba 2007edit2
-
Upload
api-3830148 -
Category
Documents
-
view
707 -
download
11
Transcript of Bahan Rembug Nasional Pba 2007edit2
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PERCEPATAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
Bahan Rembug NasionalDepdiknas Tahun 2007
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN MASYARAKAT8 - 11 April 2007
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keaksaraan saat ini menjadi hal penting bagi dunia, ini terbukti
dengan fokus laporan dari UNESCO pada tahun 2006, yaitu ”EFA
Global Monitoring Report, Literacy for Life”. Laporan tersebut
menekankan adanya keseriusan dari berbagai negara untuk
menjadikan keaksaraan sebagai pusat perhatian kebijakan di hampir
seluruh dunia. Keaksaraan adalah menjadi core programe,
Education for All, bahkan dalam dekade keaksaraan bangsa-bangsa
di seluruh dunia dinyatakan bahwa ”Keaksaraan merupakan jantung
pendidikan untuk semua dan melek aksara memberikan lingkungan
yang kondusif terhadap pencapaian tujuan-tujuan pengentasan
kemiskinan, pengurangan angka kematian bayi, menahan angka
pertumbuhan penduduk, pencapaian kesetaraan gender, menjamin
kelangsungan pembangunan, perdamaian dan demokrasi” (EFA
Global Monitoring Report, Unesco, 2006).
Menurut laporan Unesco tahun 2006 masalah buta aksara adalah
menjadi persoalan yang terjadi hampir di semua negara atau di 203
negara yang dilaporkan oleh Unesco. Kebutaaksaraan juga sangat
terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan
ketidakberdayaan masyarakat. Atas dasar itu, UNESCO, UNICEF,
WHO, World Bank, dan badan-badan internasional lain menjadi
sangat gencar mengkampanyekan dan mensosialisasikan akan
pentingnya pemberantasan buta aksara di seluruh dunia. Negara-
negara yang tergabung dalam forum Dakar-Senegal misalnya, pada
tahun 2000 telah menetapkan satu point penting akan masalah
kebutaaksaraan ini, bahkan sampai pada target kuantitatif, yakni
pengurangan sebesar 50% tingkat buta aksara orang dewasa pada
tahun 2015. Sementara tekad pemerintah sekarang, yakni
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 1
menetapkan kebijakan pengurangan penduduk buta aksara 15 tahun
ke atas hingga tinggal 5% pada tahun 2009 yang saat ini mencapai
12,8 juta orang (8,07%).
Dalam laporan Pengawasan Global PUS 2006 dijelaskan bahwa
keaksaraan mencakup berbagai hal: keaksaraan adalah hak yang
masih terabaikan di hampir 1/5 populasi orang dewasa di seluruh
dunia, keaksaraan sangat penting bagi pengembangan dan
peningkatan aspek ekonomi, politik dan sosial, khususnya dalam
masyarakat terpelajar, keaksaraan merupakan kunci untuk
meningkatkan kemampuan manusia dengan manfaat yang lebih
luas, termasuk berfikir kritis, perbaikan kesehatan,
keluargaberencana, pencegahan HIV/AIDS, pendidikan anak,
pengentasan kemiskinan, dan hak-hak kewarganegaraan
UNDP menjadikan angka melek aksara menjadi satu indikator dari
variabel pendidikan untuk menentukan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) suatu negara, di samping rata-rata lama pendidikan,
dan variabel lain seperti: rata-rata usia harapan hidup (indeks
kesehatan), dan pengeluaran keluarga. Indikator keaksaraan
penduduk ini menjadi penting, baik secara statistik maupun secara
praksis sehingga sangat mempengaruhi IPM suatu negara. Oleh
karena itu, apabila dilihat dari perspektif nasional maka
pemberantasan buta aksara mempunyai nilai yang sangat strategis
disamping indikator-indikator yang telah disebutkan di atas.
Berdasarkan laporan UNDP tahun 2006, peringkat HDI Indonesia
berada pada posisi 108 dari 177 negara. Sementara peringkat HDI
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia
pada tahun-tahun sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan HDI Indonesia dengan Negara lain
NegaraTahun
1995 2000 2002 2003 2004 2006
Thailand 58 76 70 74 76 74
Malaysia 59 61 59 58 59 61
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 2
Philipina 100 77 77 85 83 84
Indonesi
a
104 109 110 112 111 108
China 111 99 96 104 94 81
Vietnam 120 108 109 109 112 109
Sumber: UNDP HDI Rank (1995, 2000, 2002, 2003, 2004, dan 2006)
Dari tabel di atas, dapat terlihat betapa posisi Indonesia tidak jauh
berubah sejak tahun 1995, bahkan antara tahun 2003,2004, dan
2006 tidak mengalami perubahan peringkat, bila di lihat dari jumlah
negara yang di survei. Indonesia berada diperingkat 112 dari 175
negara (2003) dan 111 dari 177 negara (2004) serta 108 dari 177
negara (2006)
B. Hasil Pemberantasan Buta Aksara dan Disparitas Gender
Ditinjau dari sejarah Pemberantasan Buta Aksara (PBA), upaya
pemberantasan buta huruf di Indonesia sudah dimulai sebelum
kemerdekaan atau semasa perang kemerdekaan. Pada waktu itu
para pejuang di samping bergerilya, juga memberikan pelajaran
membaca dan menulis kepada rekan pejuang lainnya yang masih
buta aksara dan kepada masyarakat luas. Setelah kemerdekaan ada
program pemberantasan buta aksara yang diselnggarakan melalui
kursus-kursus PBH, yang lazim disebut “Kursus ABC”.
Kemudian pada tahun 1964 dilakukan Pemberantasan Buta Huruf
(PBH) secara tradisional dan tahun 1965 Indonesia menyatakan bebas
buta huruf, akan tetapi berdasarkan sensus tahun 1970 ternyata jumlah
buta huruf masih mencapai 31 %. Oleh karena itu, mulai permulaan
dekade tahun 70-an, dirintis program pemberantasan buta huruf gaya
baru yang dikenal dengan Kejar Paket A, dan pada tahun 1995 mulai
dikembangkan program Keaksaraan Fungsional (KF) yang sekarang ini
menurut UU Nomor 20 tahun 2003 diistilahkan dengan Pendidikan
Keaksaraan.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 3
Perkembangan dan hasil program pemberantasan buta aksara dan
disparitas gender periode tahun 1971-2006 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Dari data tersebut nampak pula ada perkembangan yang sangat
signifikan dalam menurunkan disparitas gender, yaitu dari 22 %
pada tahun 1971 menjadi tinggal 5,33 % pada tahun 2006. Namun
demikian disparitas gender tersebut perlu terus diperkecil sejalan
dengan menurunnya jumlah buta aksara secara nasional. Oleh
karena itu dalam Pemberantasan Buta Aksara ada 2 prioritas yang
dikerjakan, yaitu: 1) menurunkan jumlah buta aksara hingga tinggal
50% pada tahun 2009 dan menurunkan disparitas gender menjadi
3,65 % pada tahun 2009.
Disparitas gender tersebut terjadi karena selama ini peran antara
perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan banyak
ketimpangan yang cenderung merugikan dan atau membatasi ruang
gerak kaum perempuan. Mengingat sasaran program Pendidikan
Keaksaraan Fungsional sebagian besar (67,8%) adalah perempuan
maka kegiatan pemberantasan, sosialisasi dan aktivitas lainnya
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 4
perlu memperhatikan isu gender ini. Jika digambarkan kaitan antara
kondisi negara berkembang, penyebab struktural buta aksara, dan
perempuan buta aksara adalah sebagai berikut:
Diagram 1.Skema Penyebab Buta Aksara Perempuan
C. Masalah dalam Pemberantasan Buta Aksara.
Dilihat dari penurunan jumlah buta aksara sejak tahun 1971 s/d
saat ini memang sangat menggembirakan. Namun perlu diketahui
bahwa semakin sedikit jumlah buta aksara, maka semakin sulit
pemberantasan yang dilakukan, karena buta aksara yang tinggal
sedikit itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Sebagian besar ( 76 %) dari mereka berusia diatas 44 tahun
(hardrock)
b. Kebanyakan mempunyai masalah dengan penglihatannya,
terutama pada malam hari, tanpa kacamata mereka kesulitan
dalam belajar.
c. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga miskin, sehingga
waktu yang ada diperlukan untuk mencari nafkah dan mereka
keberatan meluangkan waktunya untuk belajar karena harus
mencari nafkah.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 5
NEGARA BERKEMBANG
Biasanya ditandai oleh
income
KELUARGA MISKIN
Ditandai oleh income (dana)
yang tidak cukup untuk membiayai
PROSES PENGAMBILAN
KEPUTUSAN SKALA KECIL (DALAM
KELUARGA)Prioritas pilihan: Tidak semua anak
diberikan kesempatan pendidikan yang sama
Kepada siapa pendidikan akan
DAMPAK Perempuan
Menjadi Buta
HASIL Pendidikan
tidak memadai
Perempuan tidak
d. Mereka tersebar di berbagai pelosok yang menjadikan sulit untuk
mencari 10 orang dalam satu kelompok sangat sulit dilakukan
e. Masyarakat seperti itu tentunya sangat rendah motivasi
belajarnya, oleh karena itu apabila program belajar PBA ini tidak
bermanfaat program ini tidak akan diminatinya.
f. Komitmen Pemda belum memadai, masih banyak Pemda yang
belum memiliki anggara untuk PBA, kalaupun ada jumlah
anggarannya tidak sesuai dengan anggaran yang diperlukan agar
target nasional menurunkan jumlah buta aksara 50% pada tahun
2009 dapat tercapai.
D. Penyebab Terjadinya Buta Aksara
Adalah suatu kenyataan yang terdapat di seluruh dunia, bahwa
masyarakat yang buta aksara pada umumnya hidup dalam kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan, baik dalam bidang kesehatan, gizi,
ekonomi, maupun pembangunan pada umumnya. Keadaan
masyarakat demikian biasanya berada dalam kekurangan
pengetahuan dan pengertian, serta tidak dapat memahami
kebutuhan hidup di suatu tata kehidupan modern. Ada beberapa
penyebab buta aksara diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Putus Sekolah Dasar (SD)
Kondisi ekonomi, sosiAL, geografis dan budaya masyarakat
sangat mempengaruhi usaha pemerintah untuk mensukseskan
Wajar Dikdas 9 tahun. Setiap tahun hampir kurang lebih 334.000
anak kelas 1,2, dan 3 SD/MI putus sekolah, dikarenakan berbagai
sebab. Hal ini menjadi penyumbang terbesar, karena menurut
penelitian UNESCO, jika anak DO SD/MI terutama yang baru
menginjak kelas I-III tersebut, dalam 4-5 tahun tidak
menggunakan baca tulis hitungnya, diperkirakan mereka akan
menjadi buta aksara kembali.
2. Kondisi Geografis dan Kemampuan Wajar Dikdas.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 6
Di lihat dari segi demografi dan geografis bagian terbesar dari
jumlah penduduk tinggal di pedesaan, sekitar 70-80% penduduk
dunia termasuk Indonesia bermukim di pedesaan. Tenaga
terdidik masih sangat kurang karena sebagian penduduk
pedesaan berpendidikan rendah. Seperlima penduduk dunia
masih buta aksara dan sebagian besar mereka tinggal di daerah
pedesaan. Begitupun yang terjadi di Indonesia yang berpenduduk
sekitar 218 juta yang sebagian besar tinggal di pedesaan di
hampir 17.000 pulau yang semua itu perlu ditangani.
Diproyeksikan pada tahun 2000, angka penyerapan murni SD
hanya sekitar 94,13% dari populasi anak SD yang masuk sekolah.
Hal ini berarti masih ada sekitar 5,87% anak-anak yang perlu
dicarikan alternatif pendidikannya agar dapat memperoleh
pendidikan minimal setingkat SD. Sebagaimana kita tahu daya
tampung SD tidak dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia,
untuk itu perlu dicarikan alternatif untuk menangani mereka.
Jika hal ini tidak tertangani tidak menutup kemungkinan mereka
akan menjadi buta aksara dikemudian hari.
3. Buta Huruf Kembali
Bagi anggota masyarakat yang telah melek aksara akan tetapi
tidak memperoleh layanan atau fasilitas baca tulis dan hitung
selama 3-4 tahun, mereka akan buta aksara kembali. Disinilah
perlunya Taman Bacaan Masyarakat untuk memfasilitasi mereka
yang sudah melek aksara. Begitu juga pemberantasan buta
aksara tahap Lanjutan dan mandiri perlu diintensifkan bagi
aksarawan baru.
4. Jumlah buta aksara yang diberantas lebih kecil dari jumlah yang
ada dan Buta aksara baru.
Sering karena Pemda dan masyarakat kurang paham akan
pentingnya memberantas buta aksara, maka buta aksara tidak
menjadi prioritas dan anggaran yang disediakan juga sangat kecil
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 7
bahkan banyak Pemda yang tidak memiliki anggaran. Dampak
dari keterbatasan pemahaman tersebut dan kebijakan yang tidak
mendasar menjadi jumlah buta aksara yang diberantas jauh lebih
kecil dibanding dengan jumlah buta aksara yang ada dan buta
aksara pendatang baru. Akibatnya jumlah buta aksara tidak
pernah berkurang secara signifikan.
5. Aspek Sosiologis
Ditinjau dari segi sosiologis, sebagian besar masyarakat kita
beranggapan bahwa harkat dan martabat seseorang akan meningkat
apabila memiliki “Ijazah” yang diperoleh melalui jalur persekolahan,
dengan orientasi ingin menjadi pegawai negeri atau bekerja di
perusahaan-perusahaan atau bekerja pada sektor-sektor formal.
Pada sisi lain, program pemberantasan buta aksara yang meskipun
diintegrasikan dengan berbagai pendidikan keterampilan tidak
memberikan “Ijazah” sebagai jawaban atas anggapan tersebut di
atas. Sehingga program pemberantasan buta aksara kurang diminati
oleh masyarakat yang tergolong miskin, dalam arti tidak mampu
menyekolahkan anak pada jalur pendidikan persekolahan. Hasil
penelitian juga memberi petunjuk bahwa sebagian besar masyarakat
kita lebih menginginkan pendidikan sekolah bagi anak-anaknya,
karena program pemberantasan buta aksara sendiri tidak
memberikan ijazah yang diperlukan oleh mereka untuk
meningkatkan status sosial ekonominya.
II
KEBIJAKAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA (GNP-PBA)
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan untuk mencapai target
50% atau 7,7 juta pada akhir tahun 2009, pemerintah telah
mengeluarkan beberapa landasan hukum sekaligus sebagai dasar
kebijakan dalam memberantas buta aksara.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 8
1. RPJM yang mengatakan bahwa sampai akhir tahun 2009 akan
diberantas sebanyak 50 % atau 7,7 juta dari jumlah buta aksara
yang ada pada tahun 2004 yaitu 15,4 juta orang.
2. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara.
3. Selaras dengan RPJM dan Inpres tersebut Renstra Pendidikan
Nasional 2005-2009 juga menyatakan akan menurunkan jumlah
buta aksara menjadi 7,7 juta pada akhir tahun 2009. Mengacu
kepada tekad untuk menurunkan jumlah buta aksara tersebut,
maka pemberantasan buta aksara akan berhasil apabila dilakukan
melalui cara inovatif dan terobosan-terobosan yang efektif bukan
melalui cara-cara pendekatan biasa (business as usual).
4. Keputusan bersama Mendiknas, Mendagri, dan Meneg PP
tentang Percepatan Pemberantasan Buta Akasa Perempuan.
5. Kerjasama Mendiknas dengan berbagai organisasi soasial dan
kemasyarakatan diantaranya: PKK Pusat, Muslimat NU, Aisyiyah,
Kowani, dan Wamita Islam.
6. Keputusan MENKOKESRA nomor: 22 Tahun 2006 tentang Tim
Koordinasi Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas
dan Pemberantasan Buta Aksara.
7. Keputusan Mendiknas Nomor 35 Tahun 2006 tentang
Pembentukan Tim Pelaksana Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajar Dikdas dan Pemberantasan Buta Aksara dan
Pembentukan Sekretariatnya.
8. Keputusan Dirjen PLS No.Kep-82/E/MS/2007 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja GNP-PBA.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 9
III. RENCANA DAN PELAKSANAAN PERCEPATAN PBA
A. Strategi: Reaching The unreached.
Untuk mencapai target yang telah ditetapkan dan untuk
memberikan percepatan layanan pendidikan keaksaraan secara
bermutu pemerintah menerapkan kebijakan reaching the
unreached yang artinya bahwa di samping memberantas buta
aksara di daerah yang mudah komunikasinya dan daerah yang
warga belajarnya mudah dikelompokan, juga untuk menjangkau
daerah yang sulit untuk dijangkau. Sedang strategi pelaksanaanya
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Daerah diprioritas
Yang dianggap sebagai daerah prioritas adalah: 1) propinsi yang
terpadat jumlah buta aksaranya. Saat ini ada 10 provinsi yang
terpadat jumlah buta aksaranya, yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Lampung, Bali dan Papua; 2) Daerah-
daerah transmigrasi, perbatasan, terisolasi dan sulit
komunikasinya serta daerah kepulauan.
2. Sistem Blok.
Yang dimaksud dengan sistem blok yaitu membertantas secara
tuntas di suatu kecamatan atau kabupaten yang terpadat buta
aksaranya kemudian secara bertahap berpindah ke kecamatan
atau kabupaten yang kurang padat jumlah buta aksaranya.
Begitu seterusnya sehingga efektivitas pemberantasan menjadi
sangat tinggi.
3. Pendekatan Vertikal (Vertical Approach)
Berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 2006, Presiden sebagai
Kepala Negara menginstruksikan kepada para Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Lurah di desa-desa untuk
menggerakkan seluruh unsur masyarakat yang ada di daerah
masing- masing untuk turut serta memberantas buta aksara.
Berkat pendekatan vertikal ini maka maka semua komponen
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 10
masyarakat seperti: PNS, ABRI, Polisi, Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat dan Guru turut serta secara proaktif memberantas
buta aksara. Di samping itu pemberantasan buta aksara juga
dilakukan melalui UPT PLS khususnya dengan lima BP-PLSP, dan
dengan BPKB dan SKB serta melalui PKBM yang ada yang
jumlahnya sekitar 3000an.
4. Pendekatan Horisontal (Horizontal Approach )
Dalam pedekatan ini pemerntah melakukan kerjasama formal
dengan Perguruan tinggi, organisasi perempuan, organisasi
sosial dan organisasi kemasyarakatan yang ada seperti: KOWANI,
PKK, Aisyiah, Muslimat NU, Wanita Indonesia, Dewan Masjid
Indonesia, Karang Taruna, kelompok remaja masjid, dsb.
Kerjasama dengan organisasi peremuan dan keagamaan menjadi
sangat penting mengingat 68,7% buta aksara adalah perempuan.
5. Distribusi dana melalui Blockgrant
Untuk mempercepat proses pelaksanaan distribusi dana
ditempuh melalui 2 alur, yaitu: 1) melalui dana dekon di provinsi
dan 2) penyaluran langsung dari pemerintah pusat dan
pemerintah provinsi ke organisasi atau lembaga yang akan
menyelenggarakan dan membina Kelompok Belajar di Desa-
desa. Misalnya: organisasi perempuan (Muslimat NU, Aisyiah,
PKK, KOWANI, dsb), PKBM, organisasi Pemuda, Pesantren, dsb.
6. Penjaminan Mutu
Pendidikan Keaksaraan dilakukan dengan standar mutu tertentu,
sehingga hasilnya dapat dijamin kualitasnya. Untuk penjaminan
mutu tersebut, dilakukan dengan SKK (Standar Kompetensi
Keaksaraan) dan SPHB (Standar Penilaian Hasil Belajar).
SKK merupakan acuan materi yang perlu dicapai di setiap
tingkatan keaksaraan. Sedang SPHB merupakan standar proses
penilaian, tingkat kesulitan soal dan penilaian/scoring hasil
belajar.
7. Tingkatan Keaksaraan.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 11
Pendidikan keaksaraan dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat Dasar, Tingkat Lanjutan, dan Tingkat Mandiri. Lama
belajar untuk Tingkat Dasar (Basic) 114 jam atau setara dengan 6
bulan; lama belajar untuk Tingkat Lanjutan (functional) selama
66 jam atau setara dengan 4 bulan dan; lama belajar untuk
Tingkat Mandiri selama 36 jam atau setara dengan 2 bulan.
8. Bahan Belajar.
Penjaminan mutu terhadap bahan belajar yang digunakan
dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Penyusunan bahan
belajar yang bermutu dan terstandar dan 2) memberikan
bimbingan terhadap penulis bahan ajar agar bahan ajar ditulis
berdasarkan pada SKK, SPHB, responsif gender, dan menarik.
9. Prioritas sasaran.
Sasaran prioritasnya adalah penduduk berusia 15 - 44 tahun
setelah mereka melek aksara prioritas kedua mereka yang
berusia 45 - 55 tahun.
10. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
Sampai saat ini kerjasama dengan PT yang telah mencakup 49 PT
negeri dan swasta di seluruh Indonesia, khususnya di 10 provinsi
yang terpadat buta aksaranya. Kerjasama ini awalnya dirintis
dengan Universitas Gajah Mada (UGM) melalui KKN tematik
pemberantasan Buta Aksara dan dengan Universitas Terbuka
(UT) Pemberantasan buta aksara melalui program akademik.
Dari 49 PT yang telah menjalin kerjasama melalui kegiatan KKN
Tematik, diantaranya adalah: LPM IPB Bogor, FKIP Universitas
Pakuan Bogor, LPPM Universitas Ibnu Kaldun Bogor, Fakultas
Kehutanan IPB Bogor, LPM UPI Bandung, LPPM Unisma Bekasi,
LPM Univ. Bengkulu, LPPM Univ. Tirtayasa Serang, Univ.
Jend.Sudirman Purwokerto, LPM Univ. Negeri Semarang, Univ.
Muhammadiyah Purwokerto, LPPM Univ. Negeri Sebelas Maret
Solo, LPM Unesa Surabaya, LPM Univ. Negeri Malang, LPM
Univ. Muh. Malang, LMP Univ.Jember, LPM Univ. Tanjungpura
Pontianak, LPM Univ. Muh. Palangkaraya, FKIP Univ.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 12
Mulawarman Samarinda, Univ. Negeri Makassar, LPM Univ.
Mataram, dan LPM Univ. Nusa Cendana Kupang.
11. Mengingat data yang ada saat ini berbeda-beda, maka
setiap daerah diwajibkan untuk melkukan pendataan dari rumah-
kerumah agar data yang tersedia akurat dan terpercaya.
Pendataan dari rumah-kerumah sudah dilakukan oleh Provinsi
Banten dan Jawa Timur. Di samping itu pendataan kerjasama
Dirjen PLS dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah dilakukan
sejak 2006 melalui Susenas.
12. Mengintegrasikan program pemberantasan buta aksara
dengan program pemberantasan kemiskinan yang dikelola oleh
departemen/lembaga non departemen lain serta orgnisasi sosial
masyarakat yang peduli kemiskinan.
13. Metode Pembelajaran.
Metode pembelajaran yang digunakan bisa bervariasi sekali
sesuai dengan kondisi dan situasi dalam kelompok belajar.
Sedang penggunaan bahasa pengantarnya bisa langsung dengan
bahasa Indonesia maupun bahasa daerah setempat/bahasa ibu.
Bagi warga belajar yang bahasa tutur sehari-harinya
menggunakan bahasa daerah, maka penggunaan bahasa Ibu
sebagai bahasa pengantar sangat disarankan.
14. Komunikasi, Edukasi dan Informasi
Komunikasi, Edukasi dan Informasi atau sosialisasi dimaksudkan
untuk menyebarluaskan dan menginformasikan kepada semua
anggota masyarakat baik perseorangan maupun kelompok serta
kepada berbagai penyelenggara pendidikan. Materi pokok yang
dilakukan dalam melaksanakan KEI antara lain adalah: mengenai
pentingnya kemampuan keaksaraan bagi masyarakat luas,
pentingnya pendidikan keaksaraan dalam meningkatkan HDI,
Pendidikan adalah hak azasi manusia dan dijamin oleh UUD “45
maupun UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Sosialisasi
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 13
ini dlakukan melalui pembentukan Forum Komunikasi Tutor,
Forum Konunikasi Pendidikan Keaksaraan, Road show dan MOU
antara Mendiknas dengan Gubernur, Bupati dan Ketua DPRD
provinsi dan DPRD kabupaten/kota, Siaran TV dan radio, temu
karya, workshop, media cetak, pembuatan plang PBA yang
dipasang di setiap perempatan jalan, dan pertemuan lintas sektor
yang diselenggarakan oleh Departemen atau Mitra Depdiknas
dan melalui deklarasi oleh para Bupati/Walikota di berbagai
daerah.
15. Monitoring dan Evaluasi
Oleh karena monev merupakan upaya pengendalian dan
pembinaan yang terus menerus sejak tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan tindak lanjut, maka dalam prosesnya
monitoring dan evaluasi perlu dilakukan dari waktu-kewaktu
yang menyangkut keadaan warga belajar, sarana belajar, proses,
dan isi belajar. Kegiatan monitoring dan evaluasi perlu
dilaksanakan secara rutin dan teratur, sehingga setiap masalah
dan hambatan yang ditemui dalam pembinaan dan pelaksanaan
program di lapangan dapat segera dicarikan jalan pemecahannya
atau diberikan masukan-masukan dalam rangka perbaikan
program.
B. Rencana Sasaran dan Anggaran PBA 2004-2009
Untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam berbagai
kebijakan tersebut di atas, maka Depdiknas telah menetapkan
rencana sasaran dan anggaran PBA tahun 2004 s/d 2009 baik yang
disiapkann oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi
maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam Tabel 3
dijelaskan rencana sasaran dan realisasi dari tahun 2004 s/d 2009,
sedang Tabel 4 menjelaskan tentang realisasi target warga belajar
yang dapat dicapai dan anggaran APBN dan APBD tahun 2004 s/d
2006, serta target anggaran yang ingin dicapai dari tahun 2007 s/d
2009.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 14
Selanjutnya pada Tabel 5 adalah data tentang sasaran yang telah
dicapai pada tahun 2005-2006 dan target sasaran tahun 2007-2009
menurut provinsi. Tentunya untk mencapai target tersebut perlu
komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dalam memenhi MoU
yang elah dilaksanakan selama ini, tanpa hal tersebut kecil
kemungkinannya target nasional tersebut dapat dicapai.
Tabel 3.Realisasi Pencapaian Target PBA 2004-2006 dan Proyeksi Sasaran PBA
2007-2009
THNJUMLAH
PENDUDUK
BA 15 TH
KE ATAS
ANGKA
KEMATIAN
SASARAN
PBA
PERKIRAAN SASARAN
TAHUN
BERIKUTNYA
%TARGET
PBA
TK
BERHASIL
2004 152,755,111 15,414,878 140,913 15,273,965 133,610 93,527 15,180,438 10.21
2005 157,169,770 15,180,438 136,606 15,043,832 217,667 152,367 14,891,465 9.55
2006 160,290,471 14,891,465 131,662 14,759,803 2,348,404 1,878,723 12,881,080 8.07
2007 161,411,172 12,881,080 121,881 12,759,199 2,047,053 1,637,642 11,121,557 6.89
2008 162,531,874 11,121,557 108,275 11,013,282 1,802,515 1,442,012 9,571,270 5.89
2009 163,652,575 9,571,270 93,839 9,477,431 2,539,798 2,031,838 7,717.624 4.55
Keterangan:1. Tingkat keberhasilan 2007-2009 sekitar 80%2. Warga belajar Pend. Keaksaraan yang gagal diperhitungkan
kembali dalam target tahun berikutnya
Tabel 4.Rincian Target dan Perkiraan Anggaran PBA Berdasarkan Kontribusi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Tahun 2004-2009
TAHUNTAHUN
TARGET SASARAN BA MENURUT SUMBER DANA TARGET SASARAN BA MENURUT SUMBER DANA ANGGARAN DAN RENCANA APBN, APBD I, APBD II ANGGARAN DAN RENCANA APBN, APBD I, APBD II
APBNAPBNAPBDAPBD
Prov.Prov.
APBDAPBD
Kab/KotaKab/KotaLAINNYALAINNYA JUMLAHJUMLAH APBNAPBN
APBDAPBD
Prov.Prov.
APBDAPBD
Kab/KotaKab/KotaLAINNYALAINNYA JUMLAHJUMLAH
20042004 152.000152.000 153.300153.300 250.000250.000 60.00060.000 615.300 --
20052005 153.000153.000 199.290199.290 264.000264.000 90.00090.000 706.290 --
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 15
20062006 440.930440.930 643.887643.887 226.785226.785 100.800100.800 1.412.402 174.679174.679 65.92765.927 42.60542.605 36.08636.086 319.297319.297
20072007 1.210.0001.210.000 708.275708.275 249.463249.463 110.880110.880 2.278.618 456.235456.235 72.52072.520 46.86646.866 40.33040.330 615.951615.951
20082008 1.270.5001.270.500 743.275743.275 261.936261.936 105.336105.336 2.381.047 501.850501.850 79.77279.772 51.55251.552 38.31438.314 671.488671.488
20092009 1.206.9751.206.975 706.111706.111 248.839248.839 94.70394.703 2.350.931 476.758476.758 7578375783 46.39746.397 34.48334.483 633.421633.421
Anggaran dalam jutaan rupiah, biaya satuan warga belajar berkisar antara Rp 325.000 s.d. Rp 362.000 per orang, meliputi biaya: (1) identifikasi warga belajar dan calon tutor, (2) bantuan alat tulis warga belajar, (3) administrasi kelompok belajar, (4) pengadaan alat dan bahan praktek keterampilan, (5) honorarium tutor dan penyelenggara program, (6) pengembangan bahan belajar tematik, dan (7) pendampingan kelompok belajar
Tabel 5.Pencapaian Sasaran PBA 2005-2006 dan Target Sasaran Tahun 2007-
2009 Menurut Provinsi
No PROVINSI 2006*) 2006**) 2007***) 2008***) 2009***) AKHIR 2009 % % %
1 Jawa Timur 3,594,322 12.9 3,504,372 12.58 436,961 443,433 624,811 1,999,167 7.182 Jawa Tengah 2,801,372 11.76 2,334,726 9.8 262,854 266,747 375,854 1,429,271 63 Jawa Barat 1,441,863 5.09 1,313,579 4.64 134,629 136,623 192,506 849,821 34 Sulawesi Selatan 765,954 14.3 735,701 13.74 81,404 82,610 116,400 455,287 8.5
5Nusa Tenggara Barat 615,823 21.22 582,007 20.05 76,284 77,414 109,079 319,230 11
6 Papua 393,306 30.99 376,218 29.64 46,583 47,273 66,609 215,754 17
7Nusa Tenggara Timur 370,627 13.5 352,457 12.84 38,560 39,131 55,136 219,631 8
8 Bali 363,964 14.21 357,284 13.95 44,235 44,891 63,252 204,906 89 Lampung 360,133 7.16 355,477 7.07 30,188 30,635 43,165 251,490 5
10 Banten 322,053 4.99 296,029 4.59 29,730 30,170 42,510 193,619 311 Kalimantan Barat 313,846 11.01 296,118 10.39 36,312 36,850 51,923 171,033 612 Sumatera Utara 291,249 3.39 279,322 3.25 31,205 31,668 44,621 171,828 213 DI Yogyakarta 270,174 13.57 261,422 13.13 35,432 35,957 50,665 139,368 714 Sumatera Selatan 166,470 3.41 161,862 3.32 18,645 18,921 26,660 97,636 2
15Nangroe Aceh Darussalam 159,981 5.73 155,397 5.57 4,586 4,654 6,558 139,599 5
16Kalimantan Selatan 144,414 6.1 135,894 5.74 5,087 5,162 7,273 118,372 5
17 Sulawesi Tenggara 132,460 10.16 129,980 9.97 11,240 11,406 16,072 91,262 718 Sumatera Barat 130,642 4.12 125,063 3.94 17,895 18,160 25,589 63,418 219 DKI Jakarta 121,020 1.77 114,880 1.68 13,501 13,701 19,305 68,373 120 Jambi 100,044 5.29 93,092 4.92 7,809 7,925 11,166 66,192 3.521 Kalimantan Timur 93,344 4.52 86,736 4.2 7,194 7,301 10,287 61,954 322 Sulawesi Barat 90,131 14.1 65,163 10.19 4,071 4,132 5,822 51,138 823 Riau 89,442 2.76 86,642 2.67 11,982 12,159 17,132 45,369 1.424 Sulawesi Tengah 82,153 5.19 75,761 4.79 8,208 8,329 11,736 47,487 325 Bengkulu 68,453 6.31 65,965 6.08 3,403 3,454 4,866 54,242 5
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 16
No PROVINSI 2006*) 2006**) 2007***) 2008***) 2009***) AKHIR 2009 % % %
26 Irian Jaya Barat 50,066 11.45 47,154 10.78 3,534 3,586 5,053 34,981 8
27Kalimantan Tengah 48,545 3.65 44,213 3.32 5,113 5,189 7,311 26,600 2
28 Kepulauan Riau 44,322 4.71 42,176 4.48 4,048 4,108 5,789 28,231 3
29Kep. Bangka Belitung 39,764 5.14 38,212 4.94 3,233 3,280 4,622 27,077 3.5
30 Maluku Utara 33,096 5.59 31,688 5.35 1,465 1,486 2,094 26,643 4.531 Maluku 28,865 3.5 27,385 3.32 3,162 3,208 4,521 16,494 232 Gorontalo 27,039 4.3 25,943 4.13 1,142 1,159 1,633 22,008 3.533 Sulawesi Utara 16,200 1.01 14,000 0.87 1,270 1,289 1,817 9,624 0.6 INDONESIA 13,571,137 8.55 12.881.080 8,07 1,420,965 1,442,012 2,031,838 7,717,105 4.99
Keterangan:*) Keadaan awal tahun 2006 Hasil Susenas BPS tahun 2006**) Perhitungan akhir tahun 2006 setelah memperhitungkan jumlah
program tahun 2006 dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota dengan asumsi tingkat keberhasilan 80 %
***) Dengan asumsi tingkat keberhasilan 80%, maka sasaran PBA untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 masing-masing 1.420.965, 1.442.012, dan 2.031.838 org
IV. KOMITMEN DAERAH TERHADAP MoU PERCEPATAN
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
A. Provinsi Yang Sudah Melaksanakan MoU
Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan pelaksanaan
Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-
PBA), Menteri Pendidikan Nasional telah melakukan kerjasama
(MoU) dengan Pemda provinsi dan kabupaten/kota serta lembaga
legeslatifnya di 26 provinsi (lihat Tabel 6).
Tabel 6.Provinsi yang Telah Melakukan Kerjasama dengan Mendiknas
NO PROVINSI JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
PROPORSI (Pusat:Prov:Kab/Kota)
1 JAWA TIMUR 2006-2008 50:30:202 NUSA TENGGARA BARAT 2006-2008 60:20:203 SUMATERA SELATAN 2006-2008 50:20:304 SULAWESI SELATAN 2007-2009 50:20:305 JAMBI 2006-2008 50:20:306 KALIMANTAN BARAT 2007-2009 80:10:107 KALIMANTAN SELATAN 2006-2008 27:50:238 KALIMANTAN TENGAH 2007-2009 60:20:209 BANGKA BELITUNG 2006-2008 50:25:2510 JAWA BARAT 2006-2008 50:30:2011 SULAWESI TENGGARA 2007-2009 50:15:35
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 17
NO PROVINSI JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
PROPORSI (Pusat:Prov:Kab/Kota)
12 RIAU 2007-2008 50:30:2013 KEPULAUAN RIAU 2007-2009 60:20:2014 BALI 2006-2009 50:25:2515 NUSA TENGGARA TIMUR 2007-2009 60:20:2016 GORONTALO 2007-2009 50:30:2017 BANTEN 2006-2008 50:30:2018 SUMATERA UTARA 2006-2008 50:30:2019 SULAWESI UTARA 2006-2009 60:15:2520 JAWA TENGAH 2007-2008 50:30:2021 SUMATERA BARAT 2006-2009 60:20:2022 KALIMANTAN TIMUR 2006-2009 50:30:2023 MALUKU 2006-2009 60:20:2024 SULAWESI TENGAH 2006-2008 60:20:2025 PAPUA 2006-2009 50:20:3026 LAMPUNG 2006-2008 50:30:20
Berdasarkan MoU tersebut setiap daerah perlu melakukan
penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) pendidikan keaksaraan.
Dengan penyusunan RAD tingkat Kabupaten tersebut, pelaksanaan
GNP-PBA dapat lebih terencana, terarah, berkualitas dan lebih
akuntabel.
B. Komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Dengan demikian, provinsi, kabupaten/kota yang telah melakukan
MoU tersebut perlu memahami arti pentingnya GNP-PBA, dan RAD
yang disusun sebagai dasar bagi terselenggaranya pemberantasan
buta aksara di wilayahnya. Sesuai dengan MoU tersebut pada tahun
2006 Direktorat Pendidikan Masyarakat telah melakukan
pendampingan dalam Penyusunan Analisis Situasi Kondisi serta RAD
bagi 108 Kabupaten/Kota di 9 (sembilan) provinsi yang menjadi
prioritas sasaran gerakan percepatan pemberantasan buta aksara.
Atas dasar itu, guna mempermudah para pelaksana dan
stakeholders terkait dalam menyusun Analisis Situasi Kondisi dan
RAD itu. Selanjutnya, pada Tabel 7 berikut ini disajikan jumlah
anggaran di setiap provinsi yang akan dijadikan anggaran dalam
merealisasikan rencana aksi PBA 2004-2009 di provinsi masing-
masing.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 18
Pada Tabel 7 dipaparkan tentang komitmen pemerintah pusat dan
daerah dalam memenuhi MoU yang telah dlakukan. Dari data ang
diperoleh kontribusi pemerintah daerah dalam PBA pada tahun
2007 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat 26
(78,79%) yang telah mengalokasikan APBD I dan II untuk
pemberantasan buta aksara. Dari 26 Pemda yang telah
mengalokasikan APBDnya, Pemda yang mengalokasikan APBD
tertinggi adalah Jawa tengah dengan jumlah anggaran Rp
47.391.500.000, di samping itu masih ada 7 (21,21%) pemda yang
sampai saat ini belum mengalokasikan anggaran untuk
pemberantasan buta aksara/ atau belum kami terima informasinya.
Bagi daerah yang menyediakan APBD lebih besar dibanding APBN,
hal itu terjadi karena: 1) pada petugas yang mengusulkan sewaktu
rakor PBA tidak mengusulkan sebesar itu, atau: 2) karena jumlah
buta aksara di daerah tersebut kecil sehingga diasumsikan mampu
membiayai sendiri, atau: 3) kebijakannya tidak kami ketahui karena
sewaktu meminta informasi Baik Kepala Dinas maupun staf tidak
ada yang dapat menjelaskan.
Jumlah sasaran dan anggaran yang berasal dari APBN , yaitu
1.210.000 warga belajar dengan anggaran Rp 417.142.550.000,
belum termasuk sasaran dan anggaran dekon dan anggaran yang
dikerjasamakan dengan perguruan tinggi, berbagai organisasi
perempuan dan kemasyarakatan yang berasal dari APBNP 2006
yang jumlahnya mencapai sebesar 73.978 warga belajar dengan
anggaran sebesar Rp 26. 780.036.000,-.
Tabel 7. REKAPITULASI JUMLAH SASARAN DAN ANGGARAN BUTA AKSARA
DARI APBN, APBD I DAN APBD II TAHUN 2007
NO. PROPINSI/KAB/KOTA
APBN DISTRIBUSI APBD I KE KAB/KOTA APBD KAB/KOTA APBN + APBD I + APBD II
SASARAN (ORG) ANGGARAN (Rp) SASARAN
(ORG) ANGGARAN (Rp) SASARAN (ORG) ANGGARAN (Rp) SASARAN
(ORG) ANGGARAN (Rp)
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 19
1Nangroe Aceh Darussalam 4,880 1,766,560,000 - - - - 4,880 1,766,560,000
2 Riau 1,780 644,360,000 6,800 5,406,230,596 4,532 6,795,900,000 13,112 12,846,490,596 3 Kepulauan Riau 500 181,000,000 460 230,000,000 1,122 570,000,000 2,082 981,000,000 4 Sumatera Barat 5,160 1,867,920,000 65,092 4,556,440,000 6,087 3,984,491,000 76,339 10,408,851,000 5 Sumatera Utara 5,880 2,128,560,000 1,000 470,000,000 9,030 4,192,415,000 15,910 6,790,975,000 6 Sumatera Selatan 6,000 2,172,000,000 3,000 1,500,000,000 8,885 2,705,542,000 17,885 6,377,542,000 7 Bangka Belitung 1,500 543,000,000 2,462 984,800,000 770 373,660,000 4,732 1,901,460,000 8 Jambi 10,640 3,851,680,000 10,640 3,851,680,000 9 Bengkulu 3,000 1,530,000,000 - - 100 300,000,000 3,100 1,830,000,000
10 Lampung 17,400 868,800,000 20,108 7,640,690,400 13,405 5,093,793,600 50,913 13,603,284,000 11 DKI Jakarta 7,000 2,324,000,000 1,500 700,000,000 7,400 3,478,000,000 15,900 6,502,000,000 12 Jawa Barat 172,000 57,104,000,000 29,602 4,360,000,000 54,429 11,637,310,000 256,031 73,101,310,000 13 Banten 127,950 42,480,150,000 20,000 7,500,000,000 14,770 5,338,850,000 162,720 55,319,000,000 14 Jawa Tengah 184,400 61,225,300,000 299,000 47,391,500,000 116,500 24,829,313,100 599,900 133,446,113,100 15 Jawa Timur 175,000 58,103,000,000 17,490 5,806,680,000 45,705 15,174,060,000 238,195 79,083,740,000 16 DI Yogyakarta 7,290 2,421,030,000 3,000 600,000,000 1,850 370,000,000 12,140 3,391,030,000 17 Bali 11,390 4,123,930,000 6,552 5,335,649,995 6,552 3,769,508,625 24,494 13,229,088,620 18 Sulawesi Tenggara 4,000 1,448,000,000 17,947 6,281,450,000 650 1,088,288,000 22,597 8,817,738,000 19 Sulawesi Tengah 6,230 2,256,010,000 5,000 1,847,000,000 11,230 4,103,010,000 20 Sulawesi Utara 450 162,150,000 450 162,150,000 21 Gorontalo 4,350 1,575,450,000 1,451 460,692,500 1,110 418,239,800 6,911 2,454,382,300 22 Sulawesi Selatan 55,000 18,795,500,000 12,000 4,344,000,000 21,220 7,858,182,427 88,220 30,997,682,427 23 Sulawesi Barat 1,030 372,110,000 35,877 300,000,000 29,851 1,160,000,000 66,758 1,832,110,000 24 Kalimantan Barat 30,000 10,860,000,000 12,000 4,056,000,000 8,860 2,994,680,000 50,860 17,910,680,000 25 Kalimantan Tengah 3,000 1,086,000,000 1,000 359,480,000 1,000 359,480,000 5,000 1,804,960,000 26 Kalimantan Timur 6,000 2,172,000,000 7,840 4,630,724,000 5,000 3,140,000,000 18,840 9,942,724,000 27 Kalimantan Selatan 26,650 9,640,550,000 4,500 1,842,574,500 3,100 1,427,816,200 34,250 12,910,940,700 28 NTB 100,000 36,200,000,000 30,000 7,500,000,000 31,360 7,840,000,000 161,360 51,540,000,000 29 NTT 90,320 32,695,840,000 13,300 3,055,000,000 17,030 5,439,098,000 120,650 41,189,938,000 30 Maluku 420 152,040,000 420 152,040,000 31 Maluku Utara 310 111,470,000 310 111,470,000 32 Papua 75,000 27,150,000,000 75,000 27,150,000,000 33 Irian Jaya Barat 2,600 941,200,000 2,600 941,200,000 34 Pusat 60,200 28,188,940,000 60,200 28,188,940,000
TOTAL KESELURUHAN 1,207,330 417,142,550,000 616,981 127,158,911,991 410,318 120,338,627,752 2,234,629 664,640,089,743
C. Pendidikan Keaksaraan Tahap Lanjutan dan Mandiri
Seperti yang telah disebutkan bahwa tahapan belajar ada 3 yaitu:
Tahap Pemberantasan, Lanjutan dan Mandiri. Tujuan belajar pada
tahap pemberantasan yaitu agar warga belajar dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana yang minimum terdiri dari 7 s/d 10 kata
dan berhitung dengan operasi bilangan tambah dan kurang sampai
100. Untuk memantapkan kemampuan warga belajar maka PBA
harus dilanjutkan ke tahap/tingkat Lanjutan. Tujuan belajar pada
tahap/tingkat lanjutan adalah warga belajar dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana yang terdiri dari minimum 10 kata dan
berhitung minimum 1000 dengan operasi tambah, kurang, bagi dna
kali.
Tahun 2005-2007 merupakan tahun pemberantasan, akan tetapi
mulai tahun 2008 kedua tahap yaitu pemberantasan dan lanjutan
akan secara serempak dilakukan, walaupun proporsinya masih
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 20
dititikberatkan pada pemberantasan. Agar warga belajar tidak
bosan dan tidak buta aksara kembali, maka di samping belajar baca,
tulis dan hitung, perlu juga belajar ketermpilan. Strategi yang
ditempuh yaitu melalui:
1) Kelompok Belajar Usaha (KBU)
Kelompok Belajar Usaha (KBU) merupakan program
pembelajaran lanjutan atau yang terintegrasi dengan program
keaksaraan fungsional, yang menyediakan dan memberikan
peluang kepada warga belajar dalam pengembangan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka peningkatan
pendapatan melalui bekerja dan berusaha. Tujuan utama
program KBU ini adalah, disamping untuk mempertahankan
keaksaraan yang sudah dimiliki warga belajar juga diharapkan
mereka memiliki bekal mata pencaharian yang tetap dan layak.
Tolak ukur keberhasilan program KBU yaitu bilamana warga
belajar dapat meningkatkan atau memperoleh hasil usaha,
memiliki keterampilan yang dikelolanya, serta dapat
mengembangkan dana belajar usahanya dan menggulirkan
kepada kelompok usaha lain.
2) Memperkuat dan memperluas kelembagaan Taman Bacaan
Masyarakat (TBM).
Warga belajar yang sudah melek aksara perlu difasilitasi dan
diberi akses dengan memperkuat TBM yang sudah ada dan
memperluas kelembagaan TBM di setiap desa yang belum
memiliki TBM tetapi ada warga belajar pendidikan keaksaraan.
Melalui TBM, warga belajar keaksaraan fungsional dapat
memperoleh kemudahan layanan bahan bacaan sehingga mereka
tidak buta huruf kembali sekaligus juga sebagai upaya untuk
memasyarakatkan gerakkan gemar belajar. Bagi daerah lokasi
program keaksaraan fngsional yang pada tahap pemberantasan
belum memiliki TBM secara bertahap akan dibentuk TBM.
Sedangkan bagi daerah yang sudah memiliki TBM perlu
ditambah jumlah koleksi bahan bacaannya melalui program
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 21
pengadaan buku untuk TBM. Dengan adanya bahan bacaan
tersebut, kemampuan keaksaraan warga belajar dan
keterampilan fungsionalnya dapat ditingkatkan.
Pengadaan bahan bacaan ini perlu disusun berdasarkan tema-
tema yang diperlukan oleh warga belajar sesuai dengan tingkat
kemampuan/keterampilan yang ingin dicapai. Pemutakhiran
bahan bacaan termasuk saling tukar bahan bacaan antar TBM
bertujuan untuk melengkapi dan memperbaharui bahan bacaan.
Selain itu pengadaan bahan bacaan baru dapat berasal dari para
donatur/masyarakat. Dengan demikian koleksi bahan bacaan
yang tersedia di TBM selalu baru, sehingga warga belajar
termotivasi untuk selalu datang ke TBM.
KESIMPULAN
1. Kondisi Buta Aksara.
a. Buta aksara yang ada merupakan bagian yang tersulit
untuk diberantas.
b. Jumlah BA pada tahun 2006 menurun cukup tajam yaitu
dari 14.891.465 orang ( 9,55 %) menjadi 12.881.080 orang
(8,07%)
c. Disparitas gender dari 6,59 % menurun menjadi 5,33 %
d. Dari sembilan provinsi terpadat pada tahun 2005/2006
tidak termasuk Bali dan Lampung, akan tetapi pada tahun
2006 akhir kedua provinsi tersebut masuk 9 besar dengan
menggeser Kalbar dan Banten.
2. Sasaran dan Anggaran
a. Sasaran dan Anggaran Tahun 2006 dan 2007 PBA masih
ditekankan pada tahap pemberantasan, dan mulai tahun
2008 akan digarap sasaran tahap lanjutan.
b. Respon Pemda dalam bentuk sasaran warga belajar dan
anggaran sudah cukup menggembirakan yaitu 1.027.299
warga belajar dengan anggaran sebesar (Rp
247.497.539.743,-). Namun jumlah tersebut baru separuh
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 22
lebih dibanding sasaran dan anggaran APBN yang
disediakan APBN yaitu 1.210.000 warga belajar dan (Rp
417.142.550.000,- ). Di samping itu ada dana APBNP 2006
yang pelaksanaannya dilakukan pada tahun 2007 dengan
jumlah sasarannya sebesar 73.978 warga belajar dengan
anggaran sebesar Rp 26. 780.036.000,-. Dengan demikian
maka jumlah sasaran dan anggaran total pada tahun 2007
yang berasal dari APBNP 2006, APBN 2007, APBD I dan
APBD II sebanyak 2.411.277 warga belajar dengan total
anggaran sebesar Rp 691.420.125.743,-
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 23
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang 1
B Hasil Pemberantasan Buta Aksara dan Disparitas
Gender
2
C Masalah dalam Pemberantasan Buta Aksara 4
D Penyebab Terjadinya Buta Aksara 5
II KEBIJAKAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA (GNP-PBA)
7
III RENCANA DAN PELAKSANAAN PERCEPATAN PBA 8
A Strategi: Reaching The Unreached 8
B Rencana Sasaran dan Anggaran PBA 2004-2009 11
IV KOMITMEN DAERAH TERHADAP MoU
PERCEPATAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
14
A Provinsi Yang Sudah Melaksanakn MoU 14
B Komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daearah 15
C Pendidikan Keaksaraan Tahap Lanjutan dan Mandiri 16
KESIMPULAN 18
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 xxiv