BABII A.KajianTeori ... · (linier) dan gaya rotasi. Dari kedua gaya ini, setiap atlet atau siswa...
Transcript of BABII A.KajianTeori ... · (linier) dan gaya rotasi. Dari kedua gaya ini, setiap atlet atau siswa...
6
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Tolak Peluru
a. Pengertian Tolak Peluru
Tolak peluru merupakan salah satu jenis keterampilan menolak benda
berupa peluru sejauh mungkin. Menurut Aip Syaifudin (1992:144) bahwa “ tolak
peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak atau mendorong suatu alat yang
bundar dengan berat tertentu yang terbuat dari logam (peluru) yang dilakukan dari
bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya”. Sesuai dengan
namanya “tolak” maka gerakannya menolak atau mendorong dengan satu tangan,
bermula dari peluru yang diletakkan di pangkal bahu.
Peluru terbuat dari besi keras, kuningan atau logam lain yang lebih tidak
lunak dari kuningan, atau kulit metal yang keras diisi dengan timah atau materi
lain.Peluru putra berat 7,25 kg (16 lb). Untuk Putri 4 kg (8 lb 13 ons). Ini harus
berbentuk bola/ bulat dengan permukaan yang licin dan halus. Garis tengah peluru
putra 110 mm – 130 mm. Sedang peluru putra bergaris tengah 95 mm – 110 m.
Gambar 1. Peluru dan Lapangan Tolak Peluru
(PASI, 1993: 100)
Tolakan adalah suatu gerakan menyalurkan tenaga pada suatu benda yang
menghasilkan kecepatan pada benda tersebut dan memiliki daya dorong ke depan
yang kuat. Perbedaan dengan melempar terletak pada saat melepaskan bendanya,
pada saat menolak pergelangan tidak bergerak dan tenaga yang diperoleh dari
gerakan meluruskan siku lengan.
7
Ada 2 (tiga) jenis gaya dalam tolak peluru, yaitu gaya menyamping
(linier) dan gaya rotasi. Dari kedua gaya ini, setiap atlet atau siswa bebas
menggunakan gaya apapun dan tidak ada aturan khusus dalam perlombaan
menggunakan gaya tertentu.Gaya yang paling mudah diantara kedua gaya
tersebut adalah gaya menyamping (linier).
Penggunaan gaya dalam tolak peluru pada prinsipnya bertujuan agar
peluru dapat ditolakkan sejauh-jauhnya. Tamsir Riyadi (1985: 126) berpendapat,
“Gaya samping masih sering dipakai terutama bagi atlet pemula termasuk bagi
anak-anak sekolah (SMP, SMA) dan yang sederajat. Disebut gaya menyamping
karena sikap permulaan berdiri miring (menyamping), sehingga arah tolakan
disebelah samping “.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan, tolak peluru gaya
menyaping (linier) merupakan cara menolakkan peluru dengan menyamping
dari sektor lemparan. Tolak peluru gaya menyamping (linier) paling mudah
dilakukan dan diajarkan untuk siswa sekolah, karena lebih mudah jika
dibandingkan dengan gaya rotasi (o’brein). Untuk dapat menolakkan peluru
gaya linier harus didukung oleh beberapa faktor. Jonath at.al. (1988: 44-45)
menyatakan, “Faktor-faktor terpenting yang menentukan prestasi pada tolak
peluru antara lain, “(1) Lintasan percepatan pelurunya, (2) tinggi berangkat dan
sudut berangkat pelurunya, (3) putaran antara poros bahu dan poros pinggangnya,
(4) percepatan peluru dan waktu mulai ditolak dan (5) pengakhiran semua
tolakan tenaga bagian serta bersama dan pada saat yang tepat, dan terutama
koordinasi antara gerak lengan dan kaki”.
Pendapat tersebut menunjukkan, memahami biomekanika gerakan
menolakkan peluru sangat penting agar diperoleh prestasi yang maksimal dalam
tolak peluru. Biomekanika dari tolak peluru meliputi: lintasan percepatan
pelurunya, tinggi berangkat dan sudut berangkat pelurunya, putaran antara poros
bahu dan poros pinggangnya, percepatan peluru dan waktu mulai ditolak dan
pengakhiran semua tolakan tenaga bagian serta bersama dan pada saat yang tepat,
dan terutama koordinasi antara gerak lengan dan kaki.
8
b. Teknik Tolak Peluru Gaya Menyamping (Linier)
Menguasai teknik tolak peluru gaya menyamping (linier) dengan baik
dan benar merupakan syarat untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dari gaya
tolak peluru memiliki karakteristik teknik yang berbeda, demikian halnya
dengan teknik tolak peluru gaya menyamping (linier). Menurut Aip Syarifuddin
dan Muhadi (1992: 145) bahwa, “Teknik tolak peluru yang harus dipahami dan
dikuasai antara lain: (1) cara memegang dan meletakkan peluru, (2) sikap badan
pada waktu akan menolak, (3) cara menolakkan peluru dan, (4) sikap akhir
menolak”. Pendapat tersebut menunjukkan, teknik tolak peluru terdiri empat
bagian yaitu cara memegang dan meletakkan peluru, sikap badan pada waktu
akan menolak, cara menolakkan peluru dan, sikap akhir menolak. Prestasi tolak
peluru gaya linier dapat dicapai secara maksimal, jika teknik-teknik tersebut
dikuasai dengan baik dan benar. Dari keempat teknik tersebut harus
dirangkaikan secara baik dan harmonis dalam satu rangkaian yang utuh tidak
boleh diputus-putus pelaksanannya. Untuk lebih jelasnya teknik pelaksanaan
tolak peluru gaya linier dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1) Cara Memegang Peluru
Cara memegang peluru merupakan tahap awal dalam gerakan tolak
peluru. Menurut Jes Jerver (2005: 80) bahwa, “Salah satu tujuan memegang
peluru yaitu mendapatkan pegangan yang paling efisien, sehingga penyaluran
tenaga cukup efektif sewaktu peluru terebut dilontarkan”. Cara memegang
peluru menurut Aip Syarifuddin (1992: 145) sebagai berikut: (1) Peluru
diletakkan pada telapak tangan bagian atas atau pada ujung telapak tangan,
diantara jari dan ibu jari. Jari-jari tangan direnggangkan atau dibuka. Jari
kelingking dan ibu jari digunakan untuk memegang atau menahan bagian
samping agar peluru tidak tergelincir ke dalam atau keluar, sedangkan jari-jari
yang lain bertugas menahan, menekan dan memegang peluru bagian belakang,
ibu jari menahan ke dalam dan jari kelingking menahan keluar. (2) Setelah
peluru dapat dipegang dengan baik, letakkan pada bahu dan menempel (melekat)
di leher. Siku diangkat ke samping sedikit agak serong ke depan. Lengan yang
tidak memegang peluru menjaga keseimbangan.
9
Gambar 2 . Cara Memegang Peluru
(IAAF, 1993: 88)
2) Sikap Badan pada Waktu akan Menolak Peluru
Sikap badan pada waktu akan menolakkan peluru berkaitan dengan gaya
tolak peluru. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa, cara menolakkan peluru ada
dua cara yaitu menyamping dan membelakangi sektor lemparan. Dalam hal ini
akan diuraikan cara atau sikap badan pada waktu akan menolakkan peluru
menyamping. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 146) sikap badan pada waktu
akan menolakkan peluru menyamping sebagai berikut: (1) Berdiri tegak
menyamping ke arah tolakan, kedua kakai dibuka lebar. Kaki kiri lurus ke depan,
sedangkan kaki kanan lututnya dibengkokkan ke depan sedikit agak serong ke
samping kanan, badan agak condong ke samping kanan. (2) Tangan kanan
memegang peluru pada bahu, sedangkan lengan kiri dengan siku dibengkokkan
di depan sedikit agak serong ke atas. (3) Tangan dan lengan kiri berfungsi untuk
membantu dan menjaga keseimbangan. Pandangan ditujukan ke arah tolakan.
Gambar 3 . Sikap Badan pada Waktu akan Menolak Peluru
(IAAF, 1993: 90)
10
3) Cara Menolakkan Peluru
Cara menolakkan peluru merupakan tahap ketiga dari serangkaian
gerakan tolak peluru. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 148) pelaksanaan cara
menolakkan peluru gaya linier sebagai berikut: (1) Bersamaan dengan memutar
ke arah tolakan, siku ditarik serong ke atas ke belakang (ke arah samping kiri),
pinggul dan pinggang serta perut didorong ke depan agak ke atas hingga dada
terbuka menghadap ke depan serong ke atas ke arah tolakan. Dagu diangkat atau
agak ditengadahkan, pandangan ke arah tolakan. (2) Pada saat seluru badan
(dada) menghadap ke arah tolakan, secepatnya peluru itu ditolakan sekuat-
kuatnya ke atas ke depan ke arah tolakan (parabola) bersamaan dengan bantuan
menolakkan kaki kanan dan melonjakkan seluru badan ke atas serong ke depan
(kalau menolak dengan tangan kanan, sedangkan jika dengan tangan kiri
sebaliknya).
Gambar 4 . Cara Menolakkan Peluru
(IAAF, 1993: 93)
4) Sikap Badan setelah Menolakkan Peluru
Sikap akhir setelah menolakkan peluru merupakan salah satu faktor yang
menentukan sah dan tidaknya tolakkan yang dilakukan. Menurut Aip
Syarifuddin (1992: 150) sikap badan setelah menolakkan peluru sebagai berikut:
(1) Setelah peluru lepas dari tangan kanan, secepatnya kaki yang digunakan
untuk menolak itu diturunkan dan diletakkan kembali pada tempat bekas injakan
kaki kiri, dengan lutut agak dibengkokkan. (2) Kaki yang berada di depan (kaki
11
kiri) diangkat ke belakanglurus dan santai, untuk membantu menjaga
keseimbangan. (3) Badan condong ke depan, dagu diangkat dan badan agak
miring ke samping kiri. Padangan ke arah jatuhnya peluru. (4) Tangan kanan
dengan siku agak dibengkokkan berada di depan sedikit agak di bawah badan,
lengan kiri lemas dan lurus ke belakang untuk membantu menjaga
keseimbangan.
Gambar 5 . Cara Gerak Lanjut Setelah Menolakkan Peluru
(IAAF, 1993: 94)
Vektor Tolak Peluru
Istilah vektor secara sederhana diartikan sebagai suatu kuantitas yang
memiliki arah. Dalam mekanika, vektor sering diwakili secara diagram oleh anak
panah. Kepala anak panah menunjukkan dalam arah mana daya tersebut beraksi, dan
panjang dari anak panah tersebut mewakili skala jumlah daya yang sedang
dikerahkan. Bergerak (atau vektor) dalam arah yang disebut resultan vektor. Ketika
seorang atlet menampilkan keterampilan gerak, beberapa daya biasanya beraksi pada
saat yang bersamaan. Marilah kita lihat daya-daya tersebut pada sebuah penampilan
tolak peluru. Bayangkan seorang atlet tolak peluru yang berprestasi sedang
menolakkan pelurunya dengan sudut naik sekitar 42 derajat dari garis horisontal.
Untuk menolakkan peluru ke atas, si atlet harus mengerahkan daya dalam arah
tersebut. Kemudian atlet tersebut mengerahkan beberapa (tapi tidak semuanya)
dayanya dalam arah vertikal. Untuk menolakkan peluru secara horisontal, ia pun
mengerahkan daya ke arah tersebut. Gabungan daya vertikal dan daya horisontal itu
memberikan sudut trajektori sebesar 42 derajat. Tentu saja penolak tersebut tidak
12
akan menolak dengan mengerahkan seluruh dayanya hanya ke arah vertikal saja atau
horisontal saja. Jika atlet berbuat demikian, misalnya ke arah vertikal saja, maka
peluru itu akan tertolak ke atas dan segera kembali lagi ke bawah di tempat yang
sama. Sebaliknya, jika peluru diarahkan benar-benar hanya horisontal, maka peluru
itu akan segera jatuh dalam jarak yang dekat. Jadi sebuah sudut naik akan tergambar,
merupakan bagian dari arah vertikal dan arah horisontal. Untuk atlet yang
melepaskan peluru sekitar 2.3 meter (7 feet) atau lebih di atas garis horisontal, sudut
naiknya berkisar antara 35 hingga 42 derajat.
Selama peluru itu melayang, daya tarik bumi menarik peluru secara langsung
ke bawah. Jadi tarikan bumi melawan vektor daya vertikal yang dikerahkan atlet
pada peluru. Di samping tarikan bumi, tahanan udara juga memberikan
perlawanannya pada peluru walaupun sangat kecil. Hasil dari perlawanan tersebut
menentukan jarak yang ditempuh peluru (lihat gambar 2.9) Terdapat banyak contoh
dalam olahraga di mana atlet menggabungkan daya-dayanya untuk menghasilkan
jarak yang dikehendakinya. Pemain bertahan sepak bola yang berpengalaman
mengetahui benar, seberapa lama sebuah bola akan melayang dalam jarak tertentu.
Para pemain itu akan menaksir kelajuan (velocity) dari para pemain depan ketika
berlari ke posisi yang terbuka. Ketika pemain bertahan membuat passing ke lapangan
depan, mereka mempertimbangkan beberapa hal: (a) kelajuan (kecepatan dan arah)
yang harus diberikan pada bola yang ditendang, dan (b) kelajuan pemain depan
dalam berlari untuk menerima passing tersebut. Jika pemain bertahan menendang
bola dengan jumlah daya yang benar dan memberinya trajektory (sudut naik) yang
benar, bola tersebut akan jatuh tepat di kaki pemain yang berlari lurus. Prinsip yang
sama berlaku pada pengumpan (quarterback) pada American Football yang ingin
mengumpan penerima yang berlari memtong lapangan, atau pemain basket yang
mencoba mengoper seorang temannya yang berhasil mematahkan penjagaan lawan.
Dalam semua kasus tersebut, pengumpan melakukan suatu analisis vektor secara
mental untuk memastikan bahwa bola tiba pada titik tertentu bersamaan dengan
pemain penerimanya.
13
Gambar 15. Vektor Tolak Peluru
(Garry A. Carr, 1997)
Gerak Tubuh Manusia dan Hukum Fisika Terkait Olahraga Tolak Peluru
1. Gerak relatif
Gerak adalah suatu kegiatan atau proses perubahan tempat atau posisi dari
suatu objek ditinjau dari segi pandang tertentu. Apakah objek itu dalam diam atau
gerak bergantung pada titik pandang tertentu ini disebut gerak relatif.
2. Penyebab Gerakan
Suatu gerakan terjadi apabila disebabkan oleh Gaya. Gaya merupakan suatu
dorongan yang menciptakan gerakan, apabila kita melihat sesuatu benda itu bergerak
maka ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Sedangkan inertia adalah kekal
atau abadi. Jadi benda tersebut mempertahankan keadaan semula. Sehingga untuk
menghasilkan gerak diperlukan gaya yang lebih besar dari pada tahanan ( resistance ).
Pada olahraga tolak peluru para atlet perlu menggunakan gaya yang besar untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam lemparanya.
3. Jenis – Jenis Gerakan
Ada 2 jenis klasifikasi pola gerakan yaitu Translasi dan Rotasi
a. Gerak Translasi
Gerak ini disebut gerak translasi karena objek bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain ( Translate ), gerak translasi juga disebut gerak linear. Gerak linear
dikelompokan lagi menjadi rektilinear dan kurvilinear. Pada tolak peluru termasuk
gerak kurvilinear atau gerak lengkung karena termasuk gerak yang lintasanya
berbentuk garis lengkung.
b. Gerak Rotasi
14
Gerak rotasi atau anguler terjadi bila objek bergerak pada lintasan lingkaran
mengelilingi satu titik yang tetap. Jarak yang ditempuh bisa berupa busur yang kecil
atau satu lingkaran penuh, kebanyakan gerakan segmen-segmen tubuh mengayun
pada satu titik yang tetap dan lintasanya berbentuk suatu busur lingkaran.
Gerakan lengan seperti kincir angin yang berputar pada sendi bahu
merupakan gerak rotasi. Pada semua gerakan itu segmen tubuh yang bergerak
merupakan radius suatu lingkaran. Sedangkan Pada tolak peluru gerakan linear
telapak tangan sebagai hasil gerak anguler lengan bawah dan lengan atas merupakan
gerak berulang (Reciprocating motion ).
Hukum Newton Pada Olahraga Tolak Peluru
a. Hukum I Newton
“Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol
maka benda diam akan tetap diam dan benda bergerak lurus beraturan akan tetap
bergerak lurus beraturan “.
( Fneto = ∑F = 0, dan Percepatan (a) = 0 )
Pada olahraga tolak peluru berlaku Hukum Newton I yaitu “Bola tolak peluru
akan diam jika tidak diberikan gaya dari luar”.
Dalam tolak peluru sifat kekekalan sebuah benda terdapat pada peluru. Pada
saat peluru dilempar peluru akan terus bergerak secara beraturan dan akan jatuh dan
berhenti, titik dimana peluru akan berhenti akan terus diam jika tidak digerakkan.
Maka dibuktikan, bahwa setiap benda yang tidak bergerak, akan tetap diam,
terkecuali ada gaya dari luar yang menggerakkan
b. Hukum II Newton
“ Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada suatu benda
berbanding lurus dengan besar gaya ( searah dengan gaya ) dan berbanding terbalik
dengan massa benda tersebut”.
(Fneto = m.a)
Pada olahraga tolak peluru berlaku Hukum II Newton yaitu “Saat melakukan
lemparan tolak peluru bola akan lebih jauh jika diberikan lemparan yang kuat dan
sudut elevasi 45 derajat.
“Seberapa besar gaya yang dibutuhkan tangan dalam melempar untuk mendapatkan
jarak yang jauh yang jelas, semakin cepat dan kuat tangan melempar maka sifat
15
inersia atau kekekalan dari bola akan dapat dipertahankan sejauh mungkin.”
c. Hukum III Newton
“Jika sebuah benda mengadakan pengaruh (gaya) pada sebuah benda lain
maka benda yang lain mengadakan pengaruh juga pada benda pertama”.
Pada olahraga tolak peluru berlaku Hukum III Newton “Saat tungkai ditekuk tanah
akan memberikan reaksi sebaliknya terhadap tungkai”.
“Sebagaimana diketahui sebuah reaksi akan timbul jika ada sebuah reaksi.
Dalam lempar cakram, reaksi yang ada yaitu pada saat tungkai belakang yang
ditekuk, diluruskan sehingga terjadi gaya dorong yang menyababkan tubuh bergeser
ke depan. Ketika tungkai ditekuk tanah memberikan reaksi kepada tungkai untuk
dapat melakukan tolakan dari di tekuk menjadi lurus."
Momentum dan Impuls
a. Momentum
Momentum adalah ukuran kesukaran untuk menggerakan benda ketika
berhenti atau dihentikan benda ketika bergerak atau hasil kali perkalian massa
dengan kecepatan ( p = m v). Momentum termasuk besaran vektor, Momentum
merupakan besaran gerak yang bertambah atau berkurangnya dengan cara menambah
atau mengurangi massa atau kecepatannya.
Pada pelempar peluru yang mampu menolakan peluru dengan kecepatan yang
lebih besar dari pada lawanya akan menyebabkan peluru memiliki momentum yang
lebih besar pada saat lepas, meskipun seorang pemain memiliki massa yang lebih
kecil dari pada lawanya jika kecepatan cukup untuk mengembangkan momentum
yang lebih besar dari lawannya maka atlet akan bisa menampilkan hasil yang optimal.
b. Impuls
Impuls merupakan hasil kali antara gaya dan waktu ( I = F ∆t ). Impuls juga
merupakan perkalian antara massa objek dan perubahan kecepatanya, Impuls
termasuk besaran vektor. Maka gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
perubahan kecepatan tertentu selama waktu tertentu adalah sebanding dengan massa
objek.
Pada atlet tolak peluru melakukan suatu gaya kepada peluru dalam waktu
yang lama sebelum dilepaskan bolanya. Atlet memberikan percepatan yang sebesar-
16
besarnya dengan cara menyesuaikan posisi segmen badan sehingga dapat menambah
lamanya gaya yang dikerahkan.
Komponen-komponen yang mempengaruhi gerak tolak peluru
Lintasan Sebuah Peluru yang lemparkan dengan Kecepatan Awal (vo) dan
Sudut (α) Terhadap Garis Horiontal
Dari gambar diatas dapat dianalisis komponen - komponen yang
mempengaruhi gerak tolak peluru yaitu:
a. Perumusan komponen kecepatan awal pada gerak tolak peluru
b. Perumusan kecepatan dan perpindahan benda arah horizontal pada gerak
tolak peluru
c. Perumusan kecepatan dan perpindahan benda arah vertikal gerak tolak
peluru
d. Perumusan besarnya kecepatan sesaat benda setiap saat pada gerak tolak
peluru
17
e. Perumusan arah kecepatan sesaat gerak benda terhadap sumbu X
positif pada gerak tolak peluru
f. Perumusan tinggi maksimum benda pada gerak tolak peluru
g. Waktu tempuh bola sebelum menyentuh permukaan tanah pada gerak
peluru
h. Jarak jangkauan maksimum benda (R) pada gerak peluru
c. Otot Penggerak dalam Tolak Peluru
a. Tahap Persiapan
1. Cara Memegang
Tangan menggenggam peluru dan di tempelkan pada leher bagian samping
Sendi:
- Articulatio Intercarpea
- Articulatio Carpometacarpea II – V
- Articulatio Carpometacarpea I
- Articulatio Metacarpo Phalangea
Otot:
- M. Bicep Brachii
- M. Coracobrachiali
- M. Supraspinatus
Jenis Pengungkit ke 3
2. Posisi Punggung
Punggung membungkuk
Sendi :
18
• Articulatio lumbalo sacralis
Otot :
- M. Psoas Minor
- M. Psoas Mayor
3. Posisi Tungkai
Posisi lutut fleksi
Sendi :
- Articulatio Genue
- Articulatio Coxae
Otot :
- M. Bicep Femoris
b. Tahap Pelaksanaan
1. Gerakan kaki
Kaki kiri diayunkan ke depan dan ke belakang
Sendi :
- Articulatio Coxae
- Articulatio Genue
Otot :
- M. Gluteus Maximus
- M. Iliacus
Sumbu : Frontal
Bidang : Sagital
Gerakan : Abduksi
Jenis Pengungkit ke 1
2. Gerakan Melangkahkan Kaki
Kedua Kaki di langkahkan atau digeser ke belakang
Sendi :
- Articulatio Talotartalis
- Articulatio talocal Caneonavicularis
Otot :
- M. Extensor digitorum longus
19
- M. Gastroknemeus
Sumbu : Sagital
Bidang : Frontal
Jenis Pengungkit ke 2
3. Menolak Peluru
Posisi pinggang diputar kemudian peluru dilepas
Sendi :
- Articulatio Intervertebralis
- Articulatio Humeri
Otot :
- M. deltoideus
- M. Obliquus Eksternus abdominis
- M Pectoralis mayor
c. Tahap Gerakan Lanjutan
Setelah Peluru dilepas kaki kanan dilangkahkan kedepan
Sendi :
- Articulatio Coxae
- Articulatio Genue
Otot :
- M. Quadricep Femoris
- M. Rectus femoris
Sumbu : Lateral
Bidang : sagital
Gerakan : Abduksi
Pengungkit 1
Ada bebarapa articulatio yang ada pada tubuh kita terutama daerah
pada lengan. Menurut pendapat yang dikemukakan (Richard S. Snell
2006 :420) “extremitas superior dapat dibagi menjadi bahu ( hubungan antara
bahu dan lengan atas), lengan atas, siku, lengan bawah, region carpalis dan
tangan”. Kemudian masing-masing pengelompokan pada jenis articulatio
pada extremitas superior menjadi lebih spesifik lagi. Maka menurut pendapat
20
yang dikemukakan Satimin Hadiwidjaja (2003: 39) articulations dalam
extremitas superior dikelompokkan menjadi 11 articulationes seperti tersebut
dibawah ini:
1. Articulation sternoclavicularis
2. Articulation acromioclavicularis
3. Articulation humeri
4. Articulation cubiti dan articulation radioulnaris proximalis
5. Articulation radioulnaris distalis
6. Articulation radiocarpea
7. Articulation intercarpea
8. Articulation carpometacarpea
9. Articulation intermetacarpea
10. Articulation metacarpophalangea
11. Articulation interphalangea
Untuk melakukan aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga yang
melibatkan lengan seperti gerakan menangkap, melempar, mengangkat, memukul
dan lain-lain, maka dibutuhkan otot-otot lengan yang baik dan terlatih. Adapun
yang dimaksud dengan otot menurut Syaifuddin (1997: 35) yaitu, “Otot merupakan
suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak”. Menurut Evelyn
Pearce (1999 : 15) bahwa, “Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan
khusus yaitu berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana”.
Sedangkan Imam Hidayat (1997: 50) menyatakan, “Otot sebagai sumber gerak
dapat disamakan dengan motor listrik atau mesin gasa. Otot mengubah tenaga
kimia menjadi tenaga mekanis dan tenaga mekanis ini menyebabkan terjadinya
gerakan tubuh”.
Berdasarkan pengertian otot yang dikemukakan tiga ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa, otot merupakan suatu jaringan yang merupakan alat penggerak
tubuh manusia dimana otot mengubah tenaga kimia menjadi tenaga mekanis yang
menyebabkan terjadinya gerakan. Suatu gerakan akan terjadi karena adanya
rangsangan dari luar. Seperti dikemukakan Syaifuddin (1997: 35) bahwa, “Otot
dapat mengadakan kontraksi dengan cepat, apabila mendapat rangsangan dari luar”.
21
Rangsangan ini dapat bermacam-macam bentuknya. Dengan adanya rangsangan,
maka otot-otot berkontraksi sesuai dengan rangsangan yang diterima.
1. Otot lengan atas
Dalam gerakan lompat jangkit terjadi gerakan pada bagian otot lengan atas yaitu
gerakan ekstensi dan fleksi. Otot-otot yang bekerja dapat dilhat dalam tabel dan
gambar dibawah ini.
Tabel 1. Muscle action table: Upper Extremity ; Shoulder
Muscle Flexion Extension
Biceps longhead
Biceps shorthead
Coracobrachialis
Deltoid (anterior)
Deltoid (middle)
Deltoid (posterior)
Pectoralis major
(clavicular)
Pectoralis major (sternal)
Latissimus dorsi
Infraspinatus
Teres major
Teres minor
Triceps long head
Subcapularis
(Clayne R, et al 1983:109)
22
Gambar 6. Otot-Otot Lengan atas dilihat dari depan
(R.Putz dan R. Pabst 2000: 29)
Gambar 7 Otot-Otot Lengan atas dilihat dari belakang
(R.Putz dan R. Pabst 2000: 34)
23
2. Otot Lengan Bawah
Dalam gerakan lompat jangkit terjadi gerakan pada bagian otot lengan bawah
yaitu gerakan ekstensi dan fleksi. Otot-otot yang bekerja dapat dilhat dalam tabel
dan gambar dibawah ini.
Tabel 2. Muscle action table: Upper Extremities ; ELBOW
Muscle Flexion Extension
Flexor digitorum sublimis
Flexor carpi ulnaris
Flexor carpi radialis
Palmaris longus
Extensor carpi radialis
brevis
Extensor carpi radialis
longus
Extensor carpi ulnaris
Extensor digiti quinti
Extensor digitorum
communis
Anconeus
Pronator teres
Brachialis
Brachioradialis
Biceps
Triceps
(Clayne R, et al 1983:107-108)
24
Gambar 8. Otot-Otot Lengan bawah dilihat dari depan
(R.Putz dan R. Pabst 2000: 61)
Gambar 9. Otot-Otot Lengan bawah dilihat dari belakang
(R.Putz dan R. Pabst 2000: 65)
25
3..Otot-otot tungkai atas
Dalam gerakan lompat jangkit terjadi gerakan pada otot-otot bagian tu ngkai atas
yaitu gerakan ekstensi dan fleksi. Otot-otot yang bekerja dapat dilhat dalam tabel
dan gambar dibawah ini.
Tabel 3. Muscle action table: Lower Extremities 1 ; HIP
Muscle Flexion Extension Abducition Adduction MedialRotation
LateralRotation
Rectus femoris Pectineus Psoas major Illacus Sartorius Adductor brevis Adductor longus Adductor magnus Gracilius Biceps femoris( long head )
Semimembranosus Semitendinoosus
Gluteus maximus PosteriorFibers
Gluteus medius AnteriorFibers
PosteriorFibers
Gluteus minimus AnteriorFibers
PosteriorFibers
Tensor fasciae latae
(Joseph Hamill,2015:185)
28
4. Otot-otot tungkai bawah
Dalam gerakan lompat jangkit terjadi gerakan pada bagian tungkai bawah yaitu
gerakan ekstensi dan fleksi. Otot-otot yang bekerja dapat dilhat dalam tabel dan
gambar dibawah ini.
Tabel 4. Muscle action table: Lower Extremities 2 ; KNEE AND LOWER LEG
Muscle Flexion ExtensionBiceps femoris Semimembranosus Semitendinoosus Gantrocnemius Sartorius Graciliis Plantaris Popliteus Rectus femoris Vastus intermedius Vastus medialis Vastus lateralis
Clayne R, et al 1983:151)
30
Gambar 13. Otot-otot Tungkai bagian Bawah dari belakang(R.Putz dan R. Pabst 2000: 330)
5. Otot-otot ankle dan kaki
Dalam gerakan lompat jangkit terjadi gerakan pada bagian ankle dan kaki yaitu
gerakan ekstensi dan fleksi. Otot-otot yang bekerja dapat dilhat dalam tabel dan
gambar dibawah ini.
31
Tabel 5. Muscle action table: Lower Extremities 3 ; ANKLE AND FOOTMuscle Dorsiflexion Plantarflexion Toe extension
Tibalis anterior Extensor digitorum longus Extensor hallucis longus Peroneus tertius Peroneus longus Peroneus brevis Gastrocnemius Soleus Plantaris Tibialis posterior Flexor digitorum longus Flexor hallucis longus
Clayne R, et al 1983:152)
Gambar 14. Otot-Otot Ankle dan Kaki.(R.Putz dan R. Pabst 2000: 338)
32
d. Prestasi Tolak Peluru
Beberapa hal yang melandasi pentingnya sebuah analisis perkembangan
prestasi dalam sebuah cabang olahraga. Prestasi merupakan salah satu faktor penting
yang hendak dicapai dalam sebuah cabang olahraga. Prestasi merupakan hasil
tertinggi dari pelaksanaan suatu tujuan atau target. Untuk mencapai prestasi dalam
olahraga tidaklah mudah, perlu adanya usaha dan kerja keras dari olahragawan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Harsono (1988 : 233) untuk
mencapai prestasi olahraga perlu pernyaratan antara lain :
1. Bakat, minat dan motivasi berolahraga si pelaku ( olahragawan )
2. Dukungan moral dan materiil dari keluarga
3. Proses pembinaan secara berkesinambungan, terprogram, menggunakan
pendekatan dengan metode yang baik, dalam waktu yang relatif lama
4. Dukungan pra sarana dan sarana yang memadai
5. Kondisi lingkungan fisik, geografis, dan cultural yang kondusif.
Ada 7 Faktor yang harus ada untuk meningkatkan atau mencipatakan prestasi
olahraga khususnya pada prestasi lompat jangkit: a. keadaan pra sarana dan sarana
olahraga b. sistem pembinaan ( kompetisi ) c. keadaan postur tubuh atlet. d.
kemampuan fisik atlet e. ketrampilan teknik / skill atlet f. perekaman taktik / strategi
g. keadaan psikologi atlet : 1. rasa nyaman terhadap masa depan 2. percaya diri :
motivasi dan disiplin.
Tolak peluru memerlukan banyak latihan agar dapat mengembangkan gaya
teknik yang sesuai. Perbedaan gaya yang ada menimbulkan banyak perdebatan,
karena tiap atlet merasa bahwa gaya atau teknik yang digunakannya adalah yang
paling baik dan benar memenuhi prinsip-prinsip biomekanis yang diperlukan untuk
menghasilkan prestasi maksimum. Dibawah ini tabel standar prestasi putra tolak
peluru menurut Gerry A. Car (1997:221) ;
33
Tabel 6. Standar Prestasi Putra yang disarankan Tolak Peluru (meter)
Usia Berat
Peluru (kg)
3 4 5 3 4 5 3 4 5
Memuaskan Baik Sangat Baik
11-12
13-14
15-16
17-19
6,5
-
-
-
5,5
6,5
7,5
8,5
-
5,5
6,5
7,5
8,0
-
-
-
7,0
8,0
9,0
10,0
-
7,0
8,0
9,0
9,0
-
-
-
7,5
8,6
9,7
10,8
-
7,6
8,7
9,8
2. Latihan Fisik
a. Pengertian Latihan Fisik
Kondisi fisik yang baik merupakan faktor yang mendasar untuk
mengembangkan faktor lainnya, sehingga akan mendukung kebugaran jasmani atau
pencapaian prestasi olahraga yang optimal. Latihan fisik merupakan latihan yang
menekankan pada komponen kondisi fisik tertentu guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Andi Suhendro (1999: 41) menyatakan, “Kondisi fisik merupakan salah
satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahkan sebagai
keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga”.
Latihan fisik pada prinsipnya memberikan beban fisik pada tubuh secara
teratur, sistematik, berkesinambugan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
kemampuan di dalam melakukan kerja. Latihan fisik yang teratur, sistematik dan
berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program latihan akan meningkatkan
kemampuan fisik secara nyata. Berkaitan dengan latihan fisik Harsono (1988: 153)
menyatakan “Latihan fisik merupakan usaha untuk meningkatkan kesegaran jasmani
dan kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih
baik”. Menurut Andi Suhendro (1999: 35) “Latihan fisik adalah latihan yang
ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini
mencakup semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot, daya tahan
kardiovaskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, kelentukan
dan lain-lain”.
34
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, latihan fisik merupakan
salah satu unsur latihan olahraga secara menyeluruh, yaitu untuk meningkatkan
prestasi olahraga serta untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Dalam pelaksanaan
latihan fisik dapat ditekankan pada salah satu komponen kondisi fisik tertentu
misalnya, power otot tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada peningkatan
unsur-unsur kondisi fisik power otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus bersifat
spesifik sesuai dengan karakteristik komponen kondisi fisik yang dikembangkan.
b. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Fisik
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai melalui latihan secara intensif.
Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar.
Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam
latihan yang terorganisir dengan baik (Nosseck, 1982: 14). Agar tujuan latihan dapat
dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan
tepat.
Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe dan beban
latihan yang diberikan serta tergantung dari kekhususan latihan. Menurut Fox.
Bowers, dan Foss (1999: 25-27) prinsip-prinsip dasar latihan fisik dapat dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara lain:
(1) Prinsip Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih.
Pemanasan biasanya berisi peregangan, kalestenik dan aktivitas formal, dan
setelah latihan diakhiri pendinginan. Pemanasan dapat dikerjakan secara
umum dan khusus, yaitu dengan berbagai macam latihan aktif dan pasif.
Atau dapat juga pemanasan dikerjakan dengan kombinasi latihan aktif dan
pasif. Rusli Lutan (1992: 91) menyatakan bahwa:
Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan
pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan dalam fungsi organ tubuh
kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat. Kecuali untuk
memanaskan tubuh, kegunaan lainnya ialah agar (1) atlet terhindar dari
kemungkinan bahaya cidera, (2) terjadi koordinasi gerak yang mulus, (3)
35
organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang lebih berat dan (4)
kesiapan mental atlet kian meningkat.
Melalui pemanasan yang dilakukan dengan aktif dan pasif akan
meningkatkan suhu tubuh yang kemudian akan membantu meningkatkan
kelancaran peredaran darah, meningkatkan penyaluran oksigen dan
pertukaran zat. Selain itu pemanasan juga akan mempertinggi elasitas otot,
dengan demikian akan memperkecil terjadinya cidera.
(2) Prinsip Kekhususan
Setiap latihan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan pengaruh
secara khusus terhadap tujuan yang diingikan sesuai dengan karakteristik
gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan
selama latihan. Soekarman (1987: 60) menyatakan, “Latihan itu harus
khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan
dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan
Sadoso Sumosardjuno (1994: 10) menyatakan “Latihan harus dikhususkan
pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan
strategi untuk olahraga yang dipilih”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, program
latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan
yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri
tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola
gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus
disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.
(3) Prinsip Interval
Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi
dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah
jasmani melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval
digunakan hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno HP.
(1993: 17) bahwa, “Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang
bersifat harian, mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk
pemulihan fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan”.
36
Ciri khas latihan interval yaitu adanya istirahat yang diselingkan pada
waktu melakukan latihan. Istirahat diantara latihan tersebut dapat berupa
istirahat pasif ataupun aktif, tergantung dari sistem energi mana yang akan
dikembangkan. Istirahat disetiap rangsangan latihan memegang peranan
yang menentukan. Sebab organisme yang mendapat beban latihan
sebelumnya harus dipulihkan lagi. Istirahat yang terlalu panjang dan terlalu
pendek dapat menghambat keefektifan suatu latihan. Setiap rangsangan
gerak menyebabkan penggunaan energi dan pengurangan cadangan energi,
akan tetapi juga mengandung rangsangan untuk pembentukan energi baru.
Menurut Suharno HP. (1993: 17) bahwa kegunaan prinsip interval
diterapkan dalam latihan untuk: “(1) menghindari terjadinya overtraining, (2)
memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban
latihan, (3) pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.
Kesediaan organisme yang lebih tinggi untuk menunjukkan gejala
penyesuaian, terlihat pada pembebanan dalam istirahat berikutnya, sudah
tentu tidak dalam jangka waktu yang tidak terbatas, melainkan dalam saat
yang pendek sewaktu pemulihan kembali organisme secara menyeluruh.
Jangka waktu istirahat yang pendek tetapi penting harus disesuaikan dan
dipergunakan dengan baik, sebab dalam waktu yang pendek itulah tersusun
rangsangan latihan yang baru. Oleh karena itu istirahat tidak boleh terlalu
pendek, karena bila demikian saat yang baik dan menguntungkan belum
tercapai. Juga istirahat tidak boleh terlalu panjang, karena dalam hal
demikian saat yang penting berlalu tanpa dapat dimanfaatkan. Rangsangan
yang baru harus cukup tetapi tersusun dalam tahap superkompensasi
keseimbangan organisme secara keseluruhan.
(4) Prinsip Beban Lebih Secara Progresif
Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif. Yang dimaksud
dengan peningkatan beban secara progresif yaitu peningkatan beban secara
teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987: 60)
menyatakan, "Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit
sampai maksimum, dan jangan berlatih melebihi kemampuan". Dengan
pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian
37
meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektifitas
kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat disesuaikan dengan
tingkat kemampuan atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Pelatih
harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan
diberikan. Harus diperhatikan bahwa perlu dihindari pemberian beban yang
berlebihan. Pemberian beban yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi
olahragawan itu sendiri.
Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif
adalah atot-otot tidak akan terasa sakit dan kemungkinan melemahkan
cedera tubuh. Dengan diberi beban lebih akan menambah latihan otot pada
saat melakukan program latihan berbeban. Akibatnya pada latihan
berikutnya beban lebih yang pertama tidak memberikan pangaruh yang
memadai untuk meningkatkan kekuatan. Dengan kata lain, beban yang
pertama itu akhirnya menjadi underload, karena kekuatannya telah
bertambah.
Peningkatan beban latihan paling tidak dilakukan setelah 1 minggu
latihan, karena organisme tubuh baru akan beradaptasi setelah kurun waktu
1 minggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno HP. (1993: 14) bahwa,
“Peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya
dua atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat
penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan
sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit dua puluh empat jam
agar timbul superkompensasi”. Penambahan beban yang dilakukan dengan
tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh terhadap latihan secara yang
tepat pula. Dengan hal tersebut, maka hasil latihan akan lebih optimal.
(5) Prinsip Latihan Beraturan
Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan terjadi menuntut
kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. Menurut M. Sajoto (1995: 31)
bahwa, “Latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok
otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini
dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan
lebih dulu”.
38
Alasan penyusunan ini bahwa otot-otot yang lebih kecil cenderung
lebih cepat dan lebih lemah daripada kelompok otot yang lebih besar. Oleh
karena itu untuk menentukan beban lebih yang tepat mendahulukan melatih
otot-otot yang lebih besar, kemudian otot-otot yang lebih kecil sebelum
mengalami kelelahan. Lebih lanjut M. Sajoto (1995: 31) mengemukakan
bahwa, "Program latihan hendaknya diatur agar tidak terjadi dua bagian otot
pada tubuh yang sama mendapat dua kali latihan secara berurutan".
Pembebanan diberikan pada kelompok otot-otot yang lebih besar, kemudian
otot-otot yang kecil sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot
kaki dan paha dilatih lebih dahulu dari pada kelompok otot lengan yang
lebih kecil.
(6) Prinsip Perbedaan Individu
Konsep latihan harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki
setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai. Perbedaan antara atlet
yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta
prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus
diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13)
mengemukakan, "Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program
pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan
perkembangannya tidak sama".
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan
harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program
latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan
karakteristik dan kondisi atlet. Kemampuan atlet akan meningkat
bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang pelatih
harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya agar
tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
(7) Prinsip Kembali Asal
Prinsip kembali asal ini penting untuk diperhatikan oleh seorang
atlet. Kualitas yang diperoleh dari latihan akan menurun kembali ke kondisi
semula apabila tidak melakukan latihan secara teratur dan kontinyu.
Penuruan yang bermakna akan terjadi sesudah seseorang menghentikan
39
latihan. Soekarman (1987: 60) menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau
tidak dipelihara akan kembali keadaan semula. Oleh karena itu setiap atlet
harus berlatih terus untuk memelihara kondisinya”.
Berlatih secara baik dan teratur adalah hal penting untuk menjaga
kondisi dan prestasi seorang atlet. Jika latihan dihentikan maka secara
otomatis kondisi dan prestasinya akan menurun.
(8) Prinsip Nutrisi
Untuk menunjang tercapainya tujuan latihan fisik, maka prinsip
nutrisi atau gizi makanan perlu diperhatikan juga. Hal ini penting karena,
banyaknya kalori yang dikeluarkan selama latihan fisik harus seimbang
dengan makanan yang dikonsumsi. Sarwoto & Bambang Soetedjo (1993:
231) menyatakan, “Kualitas makanan yang kita makan dengan didukung
oleh kegiatan fisik yang teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat
kesehatan seseorang”.
Seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat memerlukan
konsumsi makanan, terutama makanan yang mengandung zat energi yang
lebih besar dari pada aktivitasnya ringan. Seperti dikemukakan Patte Rotella
Mc. Clenaghan (1993: 263) bahwa, ”Karbohidrat dan lemak menggantikan
sumber energi makanan yang dapat digunakan selama olahraga”. Makanan
yang tidak seimbang dengan kegiatan fisik yang dilakukan akan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh sehingga akan
mengakibatkan sakit.
c. Latihan Plyometric
Latihan plyometric pertama kali dikemukakan oleh salah satu warga
Amerika yang berpikiran jauh ke depan tentang kepelatihan Atletik bernama Fred
Wilt pada tahun 1975. Kata plyometric berasal dari bahasa latin yaitu “plyo” dan
“metrics” yang berarti “measurable increase” atau peningkatan yang dapat diukur
(Chu,1992:1) Menurut Arnhaim (1985:83) latihan plyometric merupakan suatu tipe
latihan nometrik beban lebih yang menggunakan reflek regangan otot atau reflex
miostatic, yaitu kontraksi eksentrik atau kontraksi memanjang dimana sekumpulan
otot benar-benar teregang secara cepat dan mendadak sebelum terjadi kontraksi
40
kosentrik atau kontraksi memendek. Istilah plyometric pertama kali dari kataYunani
“plyethyein” yang berarti dalam bahasa inggris augment atau to increase
(memperbesar atau meingkatkan). Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:3-7) bahwa
latihan plyometric adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi
otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamik atau
regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat. plyometric disebut juga dengan
reflek regang atau miotatik atau reflek muscle spindle. Pendapat lain dikemukakan
oleh Fox, et al (1988:175) mengemukakan bahwa latihan plyometric merupakan tipe
bentuk program latihan kelima yang mengkombinasikan suatu regangan awal pada
unit tendon yang diikuti oleh suatu kontraksi isotonik. Pendapat lain dikemukakan
oleh Fox, et al (1988:175) mengemukakan bahwa latihan plyometric merupakan tipe
bentuk program latihan kelima yang mengkombinasikan suatu regangan awal pada
unit tendon yang diikuti oleh suatu kontraksi isotonik. Menurut Chu (1992:1-3)
berpendapat bahwa latihan plyometric adalah latihan yang memungkinkan otot untuk
mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Latihan plyometric dibuat berdasarkan elemen struktural tubuh manusia yang
didukung oleh sistem mekanika, elastisitas, kekuatan, pembebanan, tekanan, dan
tegangan otot, juga kartilago tulang, tendon dan ligamen adalah merupakan unsure
penting dalam latihan plyometric. Ciri khas latihan plyometric adalah adanya
peregangan pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat
melakukan kerja. Latihan ini dikerjakan dengan cepat, kuat, eksplosif dan reaktif.
Pyke et al (1991:144) mengemukakan bahwa “latihan plyometric didasarkan pada
prinsip-prinsip pra peregangan otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas
respon untuk penyerapan kejutan dari tegangan yang dilakukan otot sewaktu
pendaratan”.Tipe latihan yang melibatkan unsur-unsur tersebut diatas, merupakan
tipe dari kemampuan daya ledak.
Berdasarkan definisi di atas, terdapat perbedaan akan tetapi pada prinsipnya
adalah sama. Kesimpulan dari pengertian latihan plyometric adalah salah satu bentuk
latihan yang didalamnya terdapat kontraksi dan regangan otot secara cepat yang
memungkinkan otot mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat.
Latihan plyometric merupakan gerakan dari rangsangan peregangan otot secara
41
mendadak supaya terjadi kontraksi yang lebih kuat. Latihan tersebut dapat
menghasilkan peningkatan daya ledak dan kekuatan kontraksi.
Daya ledak dan kekuatan kontaksi otot merupakan cermin peningkatan
adaptasi fungsional neuromuscular. Peningkatan kontraksi otot merupakan perbaikan
fungsi reflek peregangan dari muscle spindle.
1) Tinjauan Fisiologis Latihan Plyometric
a) Reseptor otot
Seluruh otot di dalam tubuh manusia mempunyai reseptor otot
yang disebut propioreseptor yang terdiri dari Muscle Spindle (MS)
dan Golgi Organ Tendon (GOT). Muscle Spindle adalah reseptor
yang mengirimkan sinyal tentang kecepatan regangan otot dan
panjang otot, sedangkan Golgi Organ Tendon adalah reseptor
sensoris yang mengirimkan informasi tentang tegangan otot (tension)
dari otot ke susunan syaraf pusat (Guyton, 1991:595).
b) Muscle Spindle (MS)
Muscle Spindle mempunyai komponen otot yang disebut berkas
intrafusal yang terdiri dari serabut-serabut otot bergaris. Berkas
intrafusal diselubungi oleh kapsul tipis. Muscle Spindle mengandung
2 jenis serabut otot intrafusal, yaitu Nuclear Bag Fiber (NBF) dan
Nuclear Chain Fiber (NCF). Nuclear Bag Fiber lebih panjang dan
lebih tebal dari pada nuclear chain fiber dan mempunyai banyak
nuclei yang terletak disentral. Biasanya satu muscle spindle
mempunyai 2 nuclear bag fiber dan 4 sampai 5 nuclear chain fiber
(Best and Taylors, 1985:76). Serabut otot intrafusal juga menerima
persyarafan motoris dan sekelompok syaraf efferent yang disebut
neuron fusimotor (gamma motor fiber). Neuron fusimotor ini
menyebabkan kontraksi dari bagian ujung-ujung serabut intrafusal
dan menimbulkan regangan bagian tengah (sentral), akibatnya
terminal afferent spindle mengalami deformasi dan depolarisasi (Best
and Taylors, 1985:78).
c) Alur Refleks
42
Suatu alur refleks terdiri dari 5 unit dasar, yaitu: (a) Reseptor
dan ramifikasi perifer dari serabut afferent pada organ manusia. (b)
Neuron affarent primer, yaitu akson sensoris dengan badan sel pada
ganglion ramus dorsalis. (c) Medula spinalis (pusat), di mana
afferent neuron membentuk hubungan sinap dengan neuron yang lain.
Bila neuron eferen membentuk hubungan langsung dengan neuron
skelemotor (eferen) maka refleks disebut monosinaptik. Bila neuron
aferen berhubungan dengan interneuron lainnya sebelum
berhubungan dengan neuron aferen, maka refleksnya disebut
polisinaptik, bila hanya berhubungan dengan satu intraneuron
sebelum berhubungan dengan neuron eferen disebut refleks
disinaptik. (d) neuron eferen (neuron sekeletomotor), dengan badan
selnya terletak pada cornuanterior medulla spinalis dan aksonnya
menuju organ efektor. (e) organ efektor, misalnya otot skelet (Best
and Taylors, 1985:78).
d) Stretch reflex (miostatic reflex)
Pada medulla spinalis hanya serabut syaraf Ia dan muscle
splindle yang berperan dalam refleks monosinaptik. Serabut group Ib
dan golgi organ tendon berperan dalam refleks disipnatik. Serabut-
serabut ramus dorsalis lainya terutama menimbulkan refleks
polisinaptik (Guyton, 1991:596). Secara fisiologi refleks yang
terpenting adalah refleks monosinaptik yang mempunyai masa laten
singkat, sedangkan refleks polisinaptik mempunyai masa laten lama.
Refleks monosinaptik berhubungan dengan jalur refleks polisinaptik
ini terdapat diseluruh otot dan terjadi akibat regangan pada otot yang
secara refleks menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot yang
sama (Guyton, 1991:595). Urutan terjadinya stretch reflex adalah
sebagai berikut: (a) Regangan otot menimbulkan regangan pada
muscle spindle dimana terdapat terminal aferen group Ia, (b)
Deformasi dari terminal ini menimbulkan aksi potensial pada serabut
Ia, (c) Serabut aferen group Ia secara monosinaptik (tanpa melalui
43
interneuron) merangsang neuron sekeletomotor pada medulla
spinalis yang kembali menuju ke otot yang sama.
e) Refleks Fusimotor
Refleks fusimotor termasuk refleks polisinaptik yang salah satu
fungsinya adalah untuk menghilangkan kekenduran muscle spindle
yang ditimbulkan oleh kontraksi otot (serabut ekstrafusal). Karena
muscle spindle susunannya di dalam otot paralel dengan serabut
ekstrafusal, maka bila serabut otot ekstrafusal berkontraksi dan
memendek, muscle spindle akan mengendur.
Akibatnya pembentukan impuls oleh reseptor akan berhenti dan
informasi mengenai kecepatan dan besarnya panjang otot yang
menuju ke pusat juga berhenti. Untuk menghilangkan kekenduran
muscle spindle maka pada refleks fusimotor akan menimbulkan
kontraksi atau tegangan pada bagian ujung-ujung serabut otot
ekstrafusal dan akibatnya menimbulkan regangan pada bagian tengah
muscle spindle, sehingga receptor akan mampu kembali mengadakan
respon terhadap perubahan panjang otot selama kontraksi ekstrafusal,
hal ini disebut mekanisme kompensasi dari fusimotor terhadap
kontraksi serabut otot ekstrafusal.
Fusimotor memiliki fungsi ganda sebagai berikut: (a) Selama
kontraksi otot ekstrafusal, fusimotor mempertahankan pembentukan
impuls pada reseptor muscle spindle sehingga informasi propioseptif
dapat dikirim ke sentral dan susunan syaraf pusat dapat memutuskan
apakah derajat kontraksi otot telah sesuai dengan kebutuhan motoris
(gerak), (b) Fusimotor memungkinkan serabut syaraf aferen grup,
untuk meneruskan pengaruh terhadap pembentukan impuls pada
neuron skeletomotor.
Fungsi fusimotor yang lain adalah menimbulkan kontraksi otot
volunter melalui putaran gamma (gamma loop), yaitu melalui muscle
spindle dan serabut syaraf grup Ia. Di sini sinyal motoris yang
berasal dari otak akan menimbulkan impuls pada neuron fusimotor
dimana medulla spinalis yang menginervasi muscle spindle dari otot
44
yang berkontraksi. Aktivasi dari fusimotor akan menyebabkan
serabut otot intrafusal berkontraksi dan akan menimbulkan atau
meningkatkan impuls pada aferen grup Ia dari otot tersebut.
Meningkatnya pelepasan impuls dari serabut syaraf Ia akan
merangsang neuron sekeletomotor yang menuju ke otot yang sama
dan otot tersebut kemudian berkontraksi. Jadi fusimotor mengatur
panjang otot yang akan berkontraksi. Makin tinggi frekuensi impuls
fusimotor makin kuat kontraksi otot. Sebaliknya makin rendah
frekuensi impuls fusimotor maka otot akan menjadi lebih rilek. Jadi
panjang otot ditentukan oleh panjang dari muscle spindle yang diatur
oleh fusimotor (Guyton, 1991:29).
f) Refleks interaksi
Refleks interaksi ini terlibat di dalam kerja motoris yang
terkoordinir dan digunakan dalam melangkah atau meloncat. Refleks
ekstensi menyokong tubuh dalam gerakan melangkah dan crossed
reflex (refleks menyilang) berperan pada gerakan ritmis yang
berganti-ganti antara fleksi dan ekstensi dari kedua tungkai (Guyton,
1991:29). Pada saat otot berkontraksi, maka struktur komponen
elastis akan meregang sampai sebesar 3-5% dari panjang serabut otot.
Fleksi dan ektensi otot-otot tungkai ini yang mendukung gerakan
gerakan melangkah atau menyilang bahkan pada gerak yang lebih
komplek.
g) Long spinal reflex
Refleks ini melibatkan aferen dari kulit, sendi dan otot. Refleks
ini sangat penting sekali dalam koordinasi lengan dan tungkai pada
waktu bergerak. Misalkan lengan akan mengayun sedemikian rupa
pada waktu kedua tungkai bergerak untuk mencegah agar tubuh tidak
berputar pada waktu melangkah (Guyton, 1991:29).
Dalam pelaksanaan dari banyak keterampilan olahraga yang
dipelajari terutama untuk suatu gerak reaksi eksplosif, otot
mengalami suatu regangan yang sangat cepat sebagai akibat dari
beberapa tipe pembebanan yang diberikan pada otot. Regangan yang
45
cepat dari otot tersebut mengaktifkan muscle spindle refleks untuk
mengirimkan suatu rangsang yang sangat kuat melalui spinal cord ke
otot, hal ini menyebabkan otot tersebut berkontraksi sangat kuat (Chu,
1992:48). Begitu juga dengan gerakan memukul, fleksi yang cepat
pada lutut dan kaki, menyebabkan serabut otot menjadi sedikit
memanjang (teregang). Teregangnya sekelompok serabut otot
menjadikan kelompok otot yang lain bertanggung jawab
mengeluarkan power yang besar.
Regangan yang cepat dari otot menyebabkan muscle spindle
refleks untuk mengirimkan suatu rangsangan yang sangat kuat
melalui spinal cord ke otot dan menyebabkan otot tersebut
berkontraksi sangat kuat. Berbagai bentuk fase stretch reflex untuk
pembebanan yang cepat pada serabut otot terutama untuk segera
berkontraksi disebut sebagai fase eksentrik (eccentric phase). Periode
antar waktu permulaan fase eksentrik dan refleks kontraksi otot
adalah fase melunasi hutang (amontization phase) dan kontraksi itu
sendiri disebut sebagai fase konsentrik (consentric phase).
Latihan plyometric diyakini berdasarkan kontraksi refleks
serabut-serabut otot sebagai akibat pembebanan yang cepat dari
serabut-serabut otot yang sama. Reseptor sensori utama yang
bertanggung jawab atas deteksi pemanjangan serabut-serabut otot
yang cepat ini adalah muscle spindle, yang mampu memberi respon
kepada besaran dan kecepatan perubahan panjang serabut-serabut
otot. Tendon golgi memberi respon terhadap tegangan yang
berlebihan sebagai akibat kontraksi yang kuat dan atau peregangan
otot. Diantara keduanya, muscle spindle barang kali lebih penting
untuk latihan plyometric. Kedua reseptor sensori tersebut berfungsi
pada tingkat refleks, meskipun tidak ada persepsi sensori yang terkait
dengannya, tetapi keduanya menghantar sejumlah besar informasi ke
otak (misalnya cerebellum dan cerebral cortex) melalui sumsum
tulang belakang dan oleh karena itu merupakan unsur-unsur yang
46
sangat penting dalam kontrol motorik keseluruhan oleh sistem syaraf
pusat.
Struktur muscle spindle mengungkap beberapa sifat yang
menarik yang menjelaskan bagaimana mekanoreseptor-
mekanoreseptor (mechanoreceptors) ini mungkin berfungsi selama
gerakan plyometric. Setiap muscle spindle terdiri atas beberapa
serabut otot yang diadaptasi khusus, yang disebut serabut-serabut
intrafusal. Bagian tengah serabut-serabut intrafusal tidak mampu
berkontraksi dan tidak mengandung protein-protein kontraksi aktin
maupun myosin. Namun bagian-bagian ujung serabut-serabut
intrafusal yang menempel pada sarung-sarung penghubung
(connective sheats) otot rangka, memang mengandung aktin dan
myosin oleh karena itu mampu berkontraksi. Dua jenis serabut
intrafusal yang berbeda dapat kita ketahui (sebagian dari serabut-
serabut itu menggembung dibagian tengahnya dan berisi nuklei sel
(cell nuclei) atau disebut serabut kantung nukleus.
Dalam fungsi keseluruhannya, muscle spindle sanggup
mengeluarkan dua macam respon, yakni statis dan dinamis. Respons
statis dapat terjadi pada saat serabut-serabut intrafusal meregang
perlahan-lahan yang disebabkan oleh peregangan sedikit demi sedikit
pada serabut-serabut otot rangka atau mungkin karena adanya
stimulasi langsung pada serabut-serabut intrafusal oleh sistem afferen
gamma. Jika kadar peregangannya ditambah, maka kecepatan
pemancaran impuls-impuls syaraf juga meningkat respons statis ini
dapat berlanjut selama beberapa menit, selama serabut-serabut otot
rangka tetap meregang.
Pada respons dinamis dari muscle spindle, reseptor primernya
diaktifkan oleh adanya perubahan cepat pada panjang serabut
intrafusal yang dikelilingi kumparan itu. Reseptor primer
mengirimkan banyak impuls-impuls ke sumsum tulang belakang.
Variabel penting dalam respons dinamis adalah kecepatan atau
mendadaknya peregangan, dan tidak selalu derajat peregangannya.
47
Respons dinamis mereda secepat munculnya dan sesudah itu muscle
spindle kembali lagi ke tingkat pemberhentian statis.
Respon dinamis muscle spindle ini diyakini merupakan unsur
fungsional yang penting dari gerakan plyometric. Karena reseptor-
reseptor primer itu terkait dengan serabut-serabut intrafusal kantung
nucleus, maka hal ini juga terkait dengan deteksi peregangan otot
yang cepat.
2) Prinsip-Prinsip Latihan Plyometric
Latihan plaiometik untuk mengembangkan kualitas fisik, selain
harus mengikuti prinsip-prinsip dasar latihan secara umum, juga harus
mengikuti prinsip-prinsip khusus yang terdiri dari:
(1) Memberi regangan (stretch) pada otot
Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot-otot yang
terlibat sebelum melakukan kontraksi (gerak), secara fisiologis untuk:
(a) memberi panjang awal yang optimum pada otot, (b) mendapatkan
tenaga elastik, dan (c) menimbulkan reflek regang.
(a) Memberi panjang awal yang optimum pada otot.
Maksud dari pemberian regangan pada otot sebelum
berkontraksi adalah untuk memberikan panjang awal yang
optimum pada otot untuk berkontraksi. Panjang awal yang
optimum pada otot adalah pada saat otot dalam keadaan panjang
istirahat (resting length). Dalam keadaan panjang istirahat,
sarkomer mampu menimbulkan daya kontraksi terbesar (Guyton,
1991:126).
Gambar 16. Hubungan Panjang Otot dengan Gaya Kontraksi
(Guyton, 1991:126)
48
Bila otot jauh lebih besar dari pada panjang normal
sebelum berkontraksi, timbul regangan istirahat dalam jumlah
besar dalam otot, walaupun kontraksi belum berlangsung, yaitu
kedua ujung-ujung otot saling mendekati satu sama lain oleh
daya elastik jaringan ikat, sarkolema, pembuluh darah, syaraf
dan sebagainya. Peningkatan regangan selama kontraksi
dinamakan regangan aktif, dan akan menurun bila otot
diregangkan di luar panjang normalnya. Bila otot yang sedang
istirahat dipendekkan sampai kurang dari panjang regangan
penuh normal, tegangan maksimal kontraksi secara progresif
menurun dan mencapai nol bila otot telah memendek sampai
kira-kira 60% - 70% dari panjang istirahat maksimal.
(b) Untuk mendapatkan tenaga elastis
Tujuan kedua dari pemberian regangan pada otot sebelum
melakukan gerakan adalah untuk mendapatkan tenaga elastis.
Pada gerakan plyometric selama fase eksentrik atau fase negatif
ketika otot diregangkan secara cepat, komponen seri elastis juga
akan teregangkan sehingga menyimpan kekuatan beban dalam
bentuk energi potensial elastis. Sebagian simpanan energi elastis
diperoleh selama terjadi fase konsentrik atau fase positif dari
kontraksi yang digerakkan oleh reflek regang (Chu, 1992:1-3).
(c) Menimbulkan reflek regang.
Dalam menggunakan dan mengembangkan power,
melibatkan proses motorik yang disadari (voluntary) maupun
proses motorik yang tidak disadari (involuntary) atau dalam
plyometric disebut dengan reflek regang (stretch reflex),
miotatik reflex atau muscle spindle reflex. Dalam latihan
plyometric mekanisme kemauan (akal) yang mengendalikan dan
mengkoordinasi otot rangka adalah setingkat lebih penting dari
pada serabut ototnya sendiri. Perbaikan kontrol otot dan
penggabungan reaksi power latihan plyometric rupanya akan
49
berhubungan dengan perbaikan susunan syaraf otot dan jalur
senso-motorik yang kompleks.
(2) Beban lebih yang meningkat
Dalam latihan plyometric harus menerapkan beban lebih
(overload) dalam hal beban atau tahanan (resistive), kecepatan
(temporal), dan jarak (spatial). Tahan atau beban yang overload
biasanya pada latihan plyometric diperoleh bentuk perubahan
pemindahan dari anggota badan atau tubuh yang cepat, seperti
menanggulangi akibat jatuh, meloncat, melambung, memantul, dan
sebagainya.
Temporal (waktu atau kecepatan yang overload dapat diperoleh
dengan mengkonsentrasikan pada pelaksanaan gerak yang secepat-
cepatnya. Spatial (jarak atau ruang gerak) yang overload dapat
diperoleh melalui penambahan tinggi atau jarak yang dilakukan
berangsur-angsur meningkat.
(3) Kekhususan Latihan
Dalam latihan plyometric harus menerapkan prinsip
kekhususan, yakni: (a) khusus terhadap kelompok otot yang dilatih
atau kekhususan neuromuscular, (b) harus khusus terhadap sistem
energi yang digunakan, dan (c) khusus terhadap pola gerakan latihan
(Bompa, 1994:32).
(a) Kekhususan pada kelompok otot yang dilatih.
Dalam plyometric kekhususan kelompok otot yang dilatih
berdasarkan fungsi anatomi dan hubungannya dengan gerakan
olahraga. Jadi latihan dapat dibagi berdasarkan kelompok otot
yang terlibat dan bagaimana hubungannya dengan gerakan-
gerakan olahraga yang dikembangkan.
Berdasarkan kelompok otot yang dilatih dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu: latihan kelompok otot anggota gerak bawah,
latihan kelompok otot anggota gerak tengah, dan latihan
kelompok otot anggota gerak atas.
50
Latihan plyometric untuk cabang olahraga tenis lapangan
dalam penelitian ini adalah latihan kelompok otot anggota gerak
atas. Meskipun kelompok otot anggota gerak tengah dan bawah
juga menentukan, tetapi kelompok otot anggota gerak atas lebih
dominan dalam menentukan kemampuan bermain tenis lapangan.
(b) Kekhususan pada sistem energi utama yang digunakan
plyometric merupakan gerakan yang sangat cepat dan kuat,
yaitu gerakan-gerakan yang eksplosif atau meledak, karenanya
diperlukan energi yang dapat digunakan secara cepat. Hal ini
biasanya dapat dipenuhi melalui sistem energi yang lainnya.
Sistem energi ATP-PC mempunyai peranan penting dalam
pengerahan tenaga secara cepat, karena ATP-PC mempunyai
power terbesar bila dibandingkan dengan sistem energi yang lain.
(c) Kekhususan pada pola gerakan latihan
Gerakan plyometric sebagian besar mengikuti konsep
“power chain” dan sebagian besar latihan khusus melibatkan
kelompok otot anggota gerak atas, karena gerakan pada
kelompok otot ini secara nyata merupakan power dari gerakan
olahraga dan benar-benar mempunyai keterlibatan yang besar
dalam semua gerakan olahraga.
Agar latihan power memberikan hasil seperti yang
diharapkan, maka harus direncanakan secara dinamik dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponennya,
yaitu:
(1) Volume
Untuk meningkatkan power anggota gerak atas,
Radcliffe and Farentinos (1985:21-27) dan Donald A. Chu
(2013:13-16) memberikan pedoman sebagai berikut:
(a) Durasi periode kerja antara 4-15 detik.
(b) Intensitas kerja maksimal.
(c) Durasi pulih asal 1-2 menit.
(d) Rasio antara kerja dan pulih asal yaitu 1:5 – 1:10.
51
(e) Repetisi per rangkaian kerja 8-10
(2) Intensitas yang tinggi
Intensitas merupakan faktor yang penting dalam
latihan plyometric. Pelaksanaan yang cepat dengan usaha
yang maksimal adalah penting untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Kecepatan regangan otot lebih penting dari
pada panjang regangannya. Respon reflek yang terbesar
dicapai jika otot dibebani secara cepat (Radcliffe and
Farentinos, 1985:21). Agar memperoleh hasil yang
maksimal, latihan plyometric harus dikerjakan dengan
intensitas sedang sampai tinggi.
(3) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah ulangan berapa kali latihan
dikerjakan setiap sesi atau minggunya. Olahraga yang
mengutamakan power ternyata pengeluaran energinya
sangat tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kelelahan
lebih cepat timbul dalam latihan power, sehingga disarankan
frekuensi latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali
per minggu.
(4) Pulih asal
Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan power menggunakan rasio
perbandingan antara kerja dan istirahat 1:5 – 1:10 (Chu,
1992:14).
Latihan plyometric akan memberikan manfaat pada
aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya
dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip
latihan yang telah disarankan. Dalam menyusun program
latihan plyometric harus memperhatikan pedoman-pedoman
khusus yang mempengaruhi terhadap keberhasilan latihan.
Menurut Radcliffe & Farentinos dalam M. Furqon
Hidayatullah (1995:17-22) bahwa aspek-aspek khusus untuk
52
melakukan latihan plyometric yang tepat dan efektif antara
lain adalah:
(a) Pemanasan dan pendinginan (warm up and warm down).
(b) Intensitas tinggi
(c) Beban lebih progresif
(d) Memaksimalkan gaya atau meminimalkan waktu
(e) Melakukan sejumlah ulangan
(f) Istirahat yang cukup
(g) Membangun landasan yang kuat terlebih dulu
(h) Program latihan individualisasi
3) Bentuk Latihan plyometric
Berdasarkan pada fungsi anatomi dan hubungannya dengan
olahraga (Radcliffe and Farentinos, 1985:15-109) mengklarifikasikan
latihan plyometric menjadi tiga kelompok latihan, yakni: (1) latihan
untuk pinggul dan tungkai (2) latihan untuk batang tubuh togok (3)
latihan untuk tubuh bagian atas.
(1) Latihan untuk pinggul dan tungkai (hip dan legs).
Bentuk-bentuk latihan ini meliputi:
(a) Bounding (meloncat-melambung), merupakan bentuk latihan
untuk mendapatkan ketinggian dan jarak horisontal. Latihan-
latihan ini mengembangkan power otot-otot pinggul dan tungkai.
Secara umum latihan “bounds” memiliki aplikasi yang sangat
luas dalam aktivitas olahraga. Macam-macam ”bounds” ini
adalah: double leg bound, alternate leg bound, double leg box
bound, alternate leg box bound, incline bound, lateral bound.
(b) Hoping (meloncat-loncat), selain merupakan bentuk latihan
untuk mencapai kecepatan dan ketinggian maksimum dari
gerakan tungkai, juga untuk menambah jarak horizontal tubuh.
Latihan-latihan ini untuk mengembangkan power otot pinggul
dan tungkai. Macam-macam latihan ‘’hops” ini adalah: double
leg speed hop, single leg speed hop, incremental vertical hop,
decline hop, side hop, angle hop.
53
(c) Jumping (melompat), merupakan bentuk latihan untuk
mendapatkan tinggi maksimal ke arah vertikal. Latihan ini
berguna untuk mengembangkan power otot-otot fleksor panggul.
Macam-macam latihan “jumps” ini adalah: squat jump, knee tuck
jump, scissor jump, box jump, dept ump, single leg stride jump,
stride jump crossover, side jum /sprint.
(d) Leaping (meloncat), merupakan bentuk latihan untuk mencapai
ketingian maksimal dan jarak harisontal. Latihan ini berguna
unuk mengembangkan power otot pinggul dan tungkai. Macam-
macam latihaan “leaps” ini adalah: quick leap, depth jump leap.
(e) Skipping (melangkah-meloncat), merupakan bentuk latihan
untuk meningkatkan “hop-step” dengan menekankan pada tinggi
dan jarak horizontal. Latihan ini berguna untuk mengembangkan
power otot pinggul dan tungkai. Macam-macam latihan “skip”
ini adalah: skip jump, skipping, box skip.
(f) Ricochets (memantul-mengambul), merupakan bentuk latihan
untuk meningkatkan kecepatan gerak tungkai dan kaki,
memperkecil jarak horizontal dan sebaliknya memanfaatkan
jarak horizontal untuk membentuk kecepatan yang tinggi.
Latihan ini selain untuk mengembangkan pinggul dan tungkai,
juga untuk melatih refleks. Macam-macam latihan “ricochet”
adalah incline ricochet, decline ricochet.
(2) Latihan untuk batang tubuh atau togok (midsection)
Latihan ini dilakukan dengan menggerakkan batang tubuh
secara horizontal, lateral maupun vertikal dengan melibatkan dada,
bahu, dan lengan. Bentuk-bentuk latihannya meliputi:
(a) Kips (melenting) dengan latihan floor kip.
(b) Swings (mengayun) dengan variasi horisontal swing dan vertical
swing.
(c) Twists (memutar) dengan variasi latihan medicine ball twist dan
bar twist.
54
(d) Flexion (fleksi) dengan variasi latihan medicine ball sit-up throw
dan medicine ball leg toss.
(e) Extensions (ekstensi) dengan latihan medicine ball back throw.
(3) Latihan untuk tubuh bagian atas (upper body)
Latihan ini menitikberatkan pada kerja berbagai kelompok otot
tubuh bagian atas. Latihan ini berguna untuk membangun power otot
tubuh bagian atas seperti dada, bahu dan lengan. Bentuk-bentuk
latihan ini meliputi :
(a) Press (mendorong) dengan variasi gerakan medicine ball back
throw dan heavy bag thrus.
(b) Swings (mengayun) dengan variasi gerakan dumbbell arm swings
dan heavy bag stroke.
(c) Throws (melempar) dengan latihan berupa medicine ball back
throw dan medicine ball throw.
d. Bentuk Latihan Plyometric Untuk Meningkatkan Prestasi Tolak Peluru
Jenis latihan plyometric terdiri dari beberapa macam, yaitu jenis latihan
menggunakan alat seperti bola medicine, cone, box dan juga tanpa alat. Bentuk
latihan plyometric yang ditinjau dari otot-otot penggerak yang dilatih dalam
mendukung gerakan tolak peluru adalah :
1) Incline Push-up Depth Jump :
a. Pengertian Incline Push-up Depth Jump
Latihan incline push-up depth jump merupakan latihan yang
dilakukan dengan kedua tangan pada posisi push-up diantara kedua matras
bersama-sama untuk menolak dan kedua tangan mendarat ke masing-masing
matras. Latihan plyometric ini dilakukan dengan kekuatan dan kecepatan
kerja otot-otot lengan secara maksimal dan eksplosif. Adapun pelaksanaan
latihan incline push-up depth jump sebagai berikut:
(1) Posisi awal:
Siapkan sebuah box dan matras diletakkan di posisi masing-masing(box
di gnakan menyangga kaki dan matras diletakkan di samping kanan dan
55
kiri tangan. Posisi badan tengkurap kaki berada di bosx dan kedua
tangan berada diantara matras.
(2) Pelaksanaan:
Dari posisi awal, tangan menolak keatas dan mendarat di matars
kembali ke posisi semula. Tolakan dilakukan secara berulang-ulang dari
sisi alam (diantara kedua matras) ke sisi luar (dimatras).
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan
latihan incline push-up depth jump sebagai berikut:
Gambar 17 . Latihan Incline Push-up Depth Jump
(Donald A. Chu, 1993: 50)
Otot-otot yang dilatih
b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Incline Push-up Depth Jump
1) Kelebihan:
a. Power yang dihasilkan relatif seimbang antara lengan kanan dan
kiri karena dilakukan secara bersama-sama.
b. Kekuatan dan kecepatan dipadukan dan dikembangkan secara
optimal sehingga menghasilkan power otot lengan yang besar.
c. Dengan adanya balok sebagai penopang kaki dan garis kotak
sebagai rintangn maka akan merangsang atlet untuk melakukan
tolakan lengan setinggi mungkin sehingga dengan otomatis
power otot lengan yang besar akan terbentuk.
2) Kekurangan:
Latihan Incline Push-up Depth Jump rawan kecelakaan/
cidera apabila atlet melakukannya dengan kurang berhati-hati
56
atau kondisi fisik yang kurang baik, karena adanya gerakan
menolak pada kotak-kotak sebagai rintangan.
2) Medicine Ball Chest Pass
a. Pengertian Medicine Ball Chest Pass
Latihan fisik dengan menggunakan bola medicine seberat 9-15 pon.
Latihan ini dilakukan secara berpasangan. Dan mempunyai ketinggian
badan seimbang.
Otot-otot yang akan ditingkatkan dalam latihan ini yaitu triceps,
pectoralis, latissinus, deltoid, pergelangan tangan dan lengan bawah.
Gerakan cukup spesifik untuk operan dada. Latihan ini bermanfaat untuk
olahraga bola basket, gulat dan tolak peluru.
Menurut Donald A. Chu (1993:98) berpendapat “ Untuk latihan
lebih berat, minta mitra anda mejauh sedikit”.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan latihan
medicine ball chest pass sebagai berikut:
Gambar 18 . Latihan Medicine Ball Chest Pass
(James C. Radeliffe dan Robert C. Farentinos, 2002: 63)
57
b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Medicine Ball Chest Pass
1) Kelebihan:
a. Latihan medicine ball chest pass ini dilakukan pada posisi duduk dan
beban pada posisi didepan dada dan didorong sejauh mungkin
sehingga memberikan beban yang cukup berat terhadap kedua lengan
sehingga dibutuhkan kerja otot lengan yang maksimal.
b. Adanya jeda waktu setelah melakukan gerakan tolakan sehingga
meminimalisasi terjadinya cidera.
2) Kekurangan:
a. Latihan medicine ball chest pass ini dilakukan berpasangan sehingga
kurang efisien karena tidak bisa melakukan latihan sendiri.
b. Beban ball medicine tetap sehingga kurang optimal.
3. RASIO PANJANG LENGAN : TINGGI BADAN
a. Pengerian Rasio Panjang Lengan : Tinggi Badan
Perbandingan antara ratio anthropometric dalam tolak peluru terletak di
panjang lengan dibandingkan dengan tinggi badan. Perbandingan panjang lengan
dengan tinggi badan merupakan rasio ukuran anthropometric yang secara
biomekanikal dapat mendukung pencapaian prestasi tolak peluru dimana di dalam
gerakan tubuh yang terjadi sebagai batang pengungkit tulang lengan atas (humerus),
sebagai sumbu adalah sendi bahu, yang menghasilkan gaya adalah kontraksi otot
sendi bahu, dan bagian sebagai tahanan adalah bagian dada bagian atas. Pada sendi
siku sebagai batang pengungkit adalah tulang lengan bawah yang terdiri dari 2 (dua)
bagian yaitu tulang pengumpil (radius) dan tulang hasta (ulna), sebagai sumbu
adalah sendi siku.
Sendi pergelangan tangan sebagai batang pengungkit adalah tulang telpak
tangan yang terdiri dari articulatio radioulnaris distalis, articulatio radiocarpatalis,
articulatio mediocarpalis, articulationes carpometacarpales, articulationes
metacarpophalangeae, articulationes interphalangeae manus proximales,
articulationes interphalangeae manus distales.
58
Menurut Yusuf dan Aip (1996: 75) panjang lengan adalah jarak dari tulang
bagian atas lengan(humerus) sampai tulang hasta (ulna). Sedang Johnson (1979: 180),
mengatakan bahwa panjang lengan adalah jarak yang diukur dari titik acromion pada
humerus samapai titik styloid pada ulna.
Batasan panjang lengan dalam penelitian ini adalah yang diukur dari kepala
tulang lengan (Caput Os. Ocromion) sampai diujung jari tengah. Menurut Tim
Anatomi UNY bila ditinjau secara anatomis panjang lengan terdiri dari tulang Os.
Humerus, Os Radius, Os Ulnae, Os Methapalangea. Tulang-tulang tersebut berorigo
dan insersio pada bagian atas dan bawah tulang. Bertambah usia seseorang maka
akan bertambah panjang tulang dan diikuti oleh pemanjangan dan pembesaran otot.
Pada hakekatnya tinggi badan adalah gaya yang ditimbulkan oleh tubuh
dalam keadaan diam, tinggi badan merupakan salah satu aspek biologis dari manusia
yang merupakan bagian dari struktur tubuh dan postur tubuh yang bervariasi. Secara
teknis tinggi badan sangat bersumbangan sekali terhadap penampilan seseorang di
dalam aktivitas olahraga yang dilakukannya. Disamping itu juga memberikan rasa
percaya diri dalam melaksanakan kegiatan olahraga yang dilakukan supaya mendapat
suatu prestasi semaksimal mungkin. Untuk olahraga perorangan seperti atletik
diperlukan postur tubuh yang tinggi karena besar sekali peranannya untuk mencapai
prestasi yang gemilang dalam olahraga, diperlukan kerjasama saling menunjang
antara beberapa faktor penentu di dalam mencapai prestasi tersebut.
Suharno HP (1982: 2) mengatakan bahwa, ”Faktor-faktor penentu pencapaian
prestasi maksimal adalah faktor atlit dan faktor eksogen”. Bagian dari faktor atlit
diantaranya yaitu: bentuk tubuh, proporsi tubuh yang selaras dengan olahraga yang
diikutinya, pada setiap cabang olahraga menuntut berat badan dan bentuk tubuh yang
berbeda-beda. Menurut Barry L. Johnson (1986: 60) mengukur tinggi badan satu-
satunya peralatan yang diperlukan yaitu letak dari suara pita ukur (stadiometer)
dipasang pada permukaan yang datar. Untuk mengukur subjek tanpa alas kaki berdiri
dengan punggung membelakangi stadiometer, setelah itu bidang atas dimiringkan
dan horizontal diatas ketinggian kepala. Pada umumnya dihubungkan pada suatu
dinding sehingga subjek dapat dibariskan dengan tagak lurus (vertical) dengan cara
yang sesuai. Tinggi badan adalah ukuran seluruh badan yang diukur adalah dari
telapak kaki sampai dengan kepala bagian atas atau vertex I
59
Jenis olahraga dimana atletnya harus mengatasi tekanan yang berat (seperti
pada angkat besi, lontar martil, tolak peluru) maka kekuatan sangat memegang
peranan dalam menentukan prestasi. Kekuatan ini tergantung pada berat badan dan
tinggi badan atlet, atlet yang berat dan tinggi dapat mencapai tenaga lebih besar
daripada atlet yang berat badannya ringan dan tinggi badannya kurang.
b. Peran Rasio Panjang Lengan : Tinggi Badan pada Prestasi Tolak Peluru
Peran –peran penentu lengan adalah lengan yang menghasilkan kecepatan,
kombinasi dan kontraksi dimiliki seseorang, stimulus syaraf pusat untuk
memonitoring gerak lengan melahirkan energy secara cepat dan terkoordinasi sesuai
mekanisme dibutuhkan oleh manusia yang melakukan olahraga. Dibawah ini bisa
dilihat peran rasio panjang : tinggi badan dalam tolak peluru;
Gambar 19. Peran Rasio Panjang Lengan :Tinggi Badan
(Roger Bartlet, 70 : 2002 )
Peran rasio panjang lengan pada tolak peluru memberikan kontribusi sangat
besar terhadap susunan gerak yang saling bekerja bersama, untuk menghasilkan
60
gerak manusia, secara positif mempengaruhi penampilan ketrampilan olahraga, baik
masa memegang peluru, menolak sampai gerak lanjut. Panjang lengan yang panjang
dan pengungkit yang tepat mendukung keberhasilan prestasi olahraga tolak peluru.
Semakin panjang lengan maka akan semakin menguntungkan karena pada saat bola
lepas dari tangan maka lengan yang panjang menghasilkan jarak jauh lebih baik.
Kemudian peran tinggi badan dalam aktifitas olahraga alam aktifitas
olahraga sangat penting dalam pencapaian suatu target yang sudah direncanakan,
khususnya dibidang tolak peluru. M. Sajoto (1995: 19) salah satu aspek untuk
mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan
postur tubuh yaitu; tinggi badan, ukuran berat badan, simatotype (bentuk tubuh)
Berdasarkan dari beberapa uraian diatas maka terdapat kelebihan dan
kelemahan diantara keduanya didalam peran rasio panjang lengan : tinggi badan
terhadap tolak peluru dapat dipastikan akan memberikan pengaruh berbeda diantara
metode latihan fisik plyometric .
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dibutuhkan dalam mendukung kajian teori yang
dikemukakan, sehingga dapat dipergunakan sebagai kajian untuk hipotesis. Hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: penelitian yang dilakukan oleh :
Dwi Gunadi (2011:131) meneliti tentang perbedaan pengaruh metode latihan
plyometric dan latihan beban beban terhadap prestasi tolak peluru gaya linier
ditinjau dari power otot lengan. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan
bahwa ada pengguna latihan pliometrik lebih cocok dengan power otot lengan
kurang. Latihan beban lebih cocok dengan power otot lengan baik. Pengguna dengan
power otot lengan sedang lebih cocok dengan latihan beban.
61
C. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan plyometric incline push-up
depth jump dan medicine ball chest pass terhadap peningkatan prestasi
tolak peluru
Metode latihan fisik merupakan prosedur dan cara pemilihan jenis
latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan kompleksitas dan berat beban
latihan. Dalam peningkatan power otot lengan maka metode latihan fisik incline
push-up depth jump dan medicine ball chest pass sebagai latihannya. Metode
latihan fisik incline push-up depth jump merupakan suatu latihan fisik dengan cara
posisi awal push-up menolakkan pada sisi dalam ke sisi luar ,dengan tenaga ekplosif
menolak tinggi dan mendarat. Dan posisi tangan membuka dan menutup. Gerakan
meledak ke atas dikauan dengan tenaga ekplosif dan kecepatan penuh melalui kontraksi
maksimal otot-otot ektensor dari anggota gerak atas. Tolakan dilakukan secara
berulang-ulang dengan pantulan yang cepat dan kuat. Sedangkan medicine ball chest
pass adalah suatu latihan fisik dengan menggunakan ball medicine dilakukan
dengan berpasangan. Latihan ini untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga
bagian atas. Dengan tenaga ekplosif melempar bola kearah teman. Tangan lurus
diatas kepala ditolakkan sampai kedepan dada, untuk penambahan beban bisa
dilakukan dengan cara mengatur jarak pasangan jauh atau dekat. Dengan kondisi
tersebut maka tentunya power otot lenganakan meningkat.
Metode latihan yang dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan
akan berpengaruh terhadap prestasi tolak peluru. Dengan demikian prestasi tolak
peluru pada siswa putra dapat meningkat. Oleh sebab itu peningkatan dosis
metode latihan fisik sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Dari uraian diatas dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada masing-masing metode latihan, maka dapat diduga bahwa antara
metode latihan incline push-up depth jump dan medicine ball chest pass akan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan prestasi tolak peluru.
62
2. Perbedaan peningkatan prestasi tolak peluru antara siswa putra yang
memiliki rasio panjang lengan : tinggi badan besar, sedang dan kecil.
Dalam berbagai olahraga peran rasio panjang lengan: tinggi badan sangat
dibutuhkan. rasio antara beberapa anggota badan atau dengan kata lain
merupakan rasio gerak oleh sejumlah anggota badan secara simultan.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa perbedaan rasio panjang lengan :
timggi badan besar, sedang dan kecil berpengaruh berbeda terhadap prestasi
tolak peluru. Sehingga diduga ada perbedaan pengaruh prestasi tolak peluru
antara siswa yang memiliki rasio panjang lengan : tinggi badan besar, rasio
panjang lengan : tinggi badan sedang dan rasio panjang lengan : tinggi badan
kecil.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan plyometric incline push-up depth
jump dan medicine ball chest pass dan rasio panjang lengan : tinggi badan
terhadap peningkatan prestasi tolak peluru.
Masing-masing individu memiliki rasio panjang lengan : tinggi badan
yang berbeda, tingkat rasio ini akan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi.
Hal ini akan membawa arah pemikiran suatu metode latihan fisik plyometrik
yang sesuai untuk tingkat rasio yang telah dimiliki oleh masing-masing individu
tersebut.
Dengan demikian dari uraian tersebut, maka dapat diduga terdapat
pengaruh interaksi antara metode latihan fisik plyometric incline push-up depth
jump dan medicine ball chest pass dengan rasio panjang lengan : tinggi badan
terhadap peningkatan prestasi tolak peluru.
63
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan,
dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan plyometric incline push-up
depth jump dan medicine ball chest pass terhadap peningkatan prestasi tolak
peluru.
2. Ada perbedaan peningkatan prestasi tolak peluru antara siswa yang memiliki
rasio panjang lengan : tinggi badan besar, sedang dan kecil.
3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan plyometric incline push-up
depth jump dan medicine ball chest pass dan rasio panjang lengan : tinggi
badan terhadap peningkatan prestasi tolak peluru.