BAB VI.doc

27
BAB VI BERBAGI INFORMASI 6.1. Pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus Pemeriksaan penunjang digunakan untuk penegakan diagnosis pada suatu penyakit, untuk mengetahui diagnosis penyakit Diabetes melitus diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Salah satunya dapat digunakan untuk penegakkan diagnosis DM yaitu dengan kriteria : Pemeriksaan penyaring untuk mengentahui kemungkinan diabetes mellitus perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor resiko untuk DM yaitu :

Transcript of BAB VI.doc

Page 1: BAB VI.doc

BAB VI

BERBAGI INFORMASI

6.1. Pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus

Pemeriksaan penunjang digunakan untuk penegakan diagnosis pada suatu

penyakit, untuk mengetahui diagnosis penyakit Diabetes melitus diperlukan

beberapa pemeriksaan penunjang. Salah satunya dapat digunakan untuk

penegakkan diagnosis DM yaitu dengan kriteria :

Pemeriksaan penyaring untuk mengentahui kemungkinan diabetes mellitus

perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor resiko untuk DM yaitu :

a. Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)

b. Kegemukan (IMT > 24 mg/m2 )

c. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

d. Riwayat keluarga DM

e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir >4000 gram

Page 2: BAB VI.doc

f. Riwayat DM pada kehamilan

g. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)

h. Pernah TGT atau GDPT

(Sudoyo, 2006)

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :

1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS) dan Glukosa Darah Puasa (GDP)

2. Pemeriksaan HbA1c ( hemoglobin terglikasi / glikohemoglobin )

HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara

glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah). Hemoglobin

pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus). Hemoglobin A

(HbA)terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total.

Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari

hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau

hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini

terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM,

glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar

rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa

Page 3: BAB VI.doc

darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka

hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal. Hasil

pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang

sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan

berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini

bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik.

( Soewondo P, 2004)

Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120

hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri

atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c

dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah

hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang

tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama,

sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan

glikohemoglobin ( Kee JL, 2003 ).

Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,

menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh

waktu eritrosit 120 hari. (Kee JL,2003), karena mencerminkan

keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c

dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan. (Darwis Y, 2005, Soegondo S,

2004)

Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang

tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi

jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan

1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo

P, 2004).

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada

pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik

Page 4: BAB VI.doc

pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan

pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003)

Metode Pemeriksaan yang dilakukan yaitu sampel darah vena

dengan antikoagulan (EDTA, heparin, oksalat). Pengambilan sampel

untuk pemeriksaan HbA1c pada penderita DM biasa dilakukan

bersamaan dengan pengambilan sampel pemeriksaan glukosa. Metode

pemeriksaan yang dipakai yaitu :

a. HPLC( High Performance Liquid Chromatography)

b. Imuno Turbidimetri ( Men Kes RI, 2004)

Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA1c akan sangat

terganggu dan tidak akurat, misalnya :

a. Specimen ikterik (kadar bilirubin>5.0mg/dl), Warna

kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin

dalam tubuh yang menandakan terjadinya gangguan fungsi

dari hepar( Widmann, 2004)

b. Specimen hemolisis Pada destruksi Eritrosit , membran sel

pecah sehingga Hb keluar dari sel, hemolisis menunjukkan

destruksi eritrosit yang terlalu cepat , baik kelainan

intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan

serum berwarna merah atau kemerahan( Widmann, 2004)

c. Penurunan sel darah merah (Anemia, talasemia,

kehilangan darah jangka panjang) akan menurunkan kadar

HbA1c palsu Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya

kadar Hb darah, penurunan kadar Hb biasanya disertai

penurunan Eritrosit dan Hematokrit. ( Kee JL, 2003)

Page 5: BAB VI.doc

3. Tes toleransi glukosa darah (TTGO)

Beberapa cara pelaksanaan Tes toleransi glukosa oral menurut WHO

yaitu :

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan

sehari hari ( dengan karbohidrat yag cukup) dan tetap

melakukan kegiatan jasjmani seperti biasa

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

c. Periksa kadar glukosa darah puasa

d. Diberikan glukosa 75 gram/kgBB (dewasa) atau 1,75

gram/kgBB dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam

waktu 5 menit

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

Page 6: BAB VI.doc

g. Selama pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan

tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

diabetes mellitus maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT (Toleransi

Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Drah Puasa Terganggu) dari hasil

yang diperoleh.

TGT Glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antar 140 -

199 mg/dl

GDPT Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl. (Guyton, 2007)

4. Pemeriksaan Urinalisis

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon

terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi

glukosa (glikoneogenesis) untuk energi. Sela proses perubahan ini,

asam lemak bebas diubah menjdi badan keron di hepar. Ketosis terjadI

ditunjukan oleh ketouria. Glokosuria menunjukan bahwa amabang

ginjal terhadap reabsorbsi glukosa dicapai. Ketouria menandakan

ketoasidosis. (Guyton, 2007)

5. Pemeriksaan Essei Hemoglobin Glikolisat

Mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin.

Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup. Rentang

normlanya 5-6%. (Guyton, 2007)

6. Pemeriksaan C peptide

Digunakan untuk membedakan DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Indikator C peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel

beta. Selain itu juga bisa digunakan untuk memonitor respon

individual setelah operasi pancreas. Konsentrasi C peptide akan

meningkat pada transplantasi pancreas atau transplantasi sel sel pulau

pancreas. (Guyton, 2007)

7. Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Page 7: BAB VI.doc

Pemeriksaan ini untuk memantau adanya komplikasi nefropati.

Selain pemeriksaan mikroalbuminuria dapat pula menggunakan

pemeriksaan sulfat urin tapi jarang. Pemeriksaan lain yaitu serum

ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Microalbumin ekskresi albumin : 30-300 mg/jam atau

sebesar 20-200 mg/menit. (Guyton, 2007)

6.2. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

1. Penatalaksanaan pada penderita diabetes Non-Farmakologi

1) Edukasi

Menurut J Piette (2003) tujuan dari edukasi diabetes adalah

mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti

perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali

masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/

saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan

pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan

perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada

penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,

perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti

merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan

kalori dan diet tinggi lemak.

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi nutrisi medis ini berguna untuk melakukan

pengendalian pola makan dari seorang penderita diabetes mellitus

yang didasarkan pada status gizi. Tujuan terapi gizi ini adalah :

a. Untuk mencapai dan mempertahankan

a) Kadar glukosa dalam darah batas normal tanpa

efek hipoglikemia

b) Mencegah penyakit kardivaskuler

c) Menjaga tekanan darah dalam batas normal.

Page 8: BAB VI.doc

b. Untuk mencegah atau memperlambat terjadinya

komplikasi kronis dari penyakit DM dengan

memodifikasi konsumsi makanan dan asupan nutrisi

serta perubahan gaya hidup.

c. Nutrisi diberikan secara individual dengan

memperhitungkan kebutuhan nutrisi dan

memperhatikan kebiasaan makan diabetisi.

Askandar (1995-2010) telah menyusun sepuluh petunjuk pola

hidup sehat yaitu SINDROMA-10 = GULOH-SISAR berupa Sepuluh

Petunjuk Pola Hidup Sehat Senjata untuk memerangi komplikasi

Diabetes Mellitus yang meliputi :

1) G (Gula)

Batasi penggunaan gula dan makanan/minuman

yang terlalu manis. Untuk penderita diabetes (diabetisi),

gula atau glukosa dilarang sama sekali. Motto untuk

para diabetisi adalah Sugar is Disease. Para diabetisi

harus berusaha melakukan regulasi DM yang baik dan

berkesinambungan (target : A1C < 7%, kadar glukosa

darah sebelum makan < 130 mg/dl, glukosa darah 1 jam

sesudah makan < 180 mg/dl).

2) U (Urat = asam urat)

Batasi makanan yang mengandung banyak purin,

karena purin dapat menimbulkan hiperurisemia dengan

efek samping antara lain :

a. Mudah timbul agregasi trombosit

(penggumpalan darah) yang dapat memacu

Page 9: BAB VI.doc

timbulnya aterosklerosis penyampitan pembuluh

darah,

b. Dapat menyebabkan urolithiasis atau batu

saluran kencing,

c. Dapat menyebabkan timbulnya penyakit gout

atau sakit sendi. Batasi lah makan atau konsumsi

JAS-BUKKKET agar kadar asam urat dalam

darah menjadi sekitar 5 sampai 7 mg/dl. 16

3) L (Lemak atau Lipid)

Usahakan mencapai DESIREBLE LIPID TRIAD

(kolesterol-total, trigliserida, kolesterol-HDL) seperti di

atas, atau cegahlah terjadinya dislipidemia (kadar lemak

darah yang tidak normal) dengan cara : (a) hindari

makanan berlemak yang berlebihan, jangan terlalu

sering makan di restoran yang atherogenik, dan batasi

makan TeK-KUK-CS2. (b) budayakan makan sayur

dan buah-buahan setiap hari.

4) O (Obesitas)

Cegah kegemukan atau gizi-lebih atau obesitas.

Usahakan IMT < 23, atau BBR < 110%).

Page 10: BAB VI.doc

Dengan mengetahui BBR dokter dapat mengetahui

kalori yang dibutuhkan psetiap harinya oleh pasien.

Adapun interpretasi dari BBR dan IMT yaitu :

a. Kurus jika BBR < 90 % jika kalori 40-60 x

/kgBB

b. Normal jika BBR 90-100 % jika kalori

30x/kgBB

c. Gemuk jika BBR >110 % atau -<120 % jika

kalori 20 x/kgBB

d. Obesitas BBR 120-130 % jika kalori 10-15 x /

kg BB

5) S (Sigaret)

Page 11: BAB VI.doc

Bagi para perokok, usahakan berhenti merokok.

Sekarang sudah ada obat anti rokok, namanya: tablet

Champix®, yang harus diminum selama 12 minggu.

6) H (Hipertensi)

Cegahlah konsumsi garam yang berlebihan, karena

garam dapat memacu terjadinya hipertensi (tekanan

darah tinggi). Usahakan tensi tidak melebihi 130/80

mmHg.

7) I (Inaktivitas)

Lakukan olahraga teratur setiap hari untuk

menghilangkan kalori sekitar 300 kkal, atau 2000

kkal/minggu, atau jalan kaki setiap hari kurang lebih

sejauh 3 km, atau situp dipinggir bed 50 – 200x/hari.

Hindari inaktivitas (tidak berolahraga).

8) S (Stres) Usahakan tidur nyenyak minimal 6 jam sehari

untuk dapat meredam stress dan merangsang regenerasi

sel-sel tubuh. Atau, usahakan ―tidur semu‖ meskipun

di dalam mobil (tiduran, tidak bergerak, pejamkan mata,

usahakan melepas semua masalah).

9) A (Alkohol)

Berhentilah minum alkohol

10) R (Regular Chek Up)

Lakukan chek up (kontrol) secara teratur juga untuk

orang normal atau Non-DM, terutama untuk umur

diatas 40 tahun. Bagi diabetisi atau penderita yang

Page 12: BAB VI.doc

mengidap penyakit kardiovaskuler lakukan check up

setiap 1, 2, 3 bulan atau lebih sering lagi.

3) Latihan Fisik

a) Pada DM Tipe-1

Untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak

terkontrol dengan baik, olah raga dapat menyebabkan

timbulnya keadaan yang tidak diinginkan seperti

hiperglikemia sampai dengan ketoasidosis diabetikum,

makin beratnya komplikasi diabetik yang sudah dialami,

dan hipoglikemia. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia pada

penderita DM dicetuskan oleh olahraga. Oleh karena itu

penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk berolahraga

teratur, terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat

diharapkan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter

yang merawatnya sebelum memulai program olahraganya.

Mereka diharapkan memeriksakan status kesehatannya

dengan cermat dan menyesuaikan intensitas, serta lama

olahraga dengan keadaan kesehatan saat itu. Bagi penderita

DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

sebelum, selama, dan setelah berolahraga. Ada beberapa

penyesuaian diet, insulin, dan cara monitoring gula darah

agar aman berolahraga, antara lain :

a. Sebelum berolah raga

i. Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas

olahraga. Diskusikan dengan pelatih/guru

olah raga dan konsultasikan dengan

dokter

ii. Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam

sebelum olahraga.

Page 13: BAB VI.doc

iii. Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali

sebelum berolahraga.

iv. Kalau Gula Darah (GD) 250 mg/dL dan

keton urin/darah (+), tunda olah raga

sampai GD normal dengan insulin.

v. Bila olah raga aerobik, perkirakan energi

yang dikeluarkan dan tentukan apakah

penyesuaian insulin atau tambahan

karbohidrat diperlukan.

vi. Bila olah raga anaerobik atau olah raga

saat panas, atau olahraga kompetisi

insulin dapat dinaikkan.

vii. Pertimbangkan pemberian cairan untuk

menjaga hidrasi (250 mL pada 20 menit

sebelum olahraga).

b. Selama berolah raga

i. Monitor GD tiap 30 menit.

ii. Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-

30 menit).

iii. Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit,

bila diperlukan.

c. Setelah berolah raga

i. Monitor GD, termasuk sepanjang malam

(terutama bila tidak biasa dengan

program olahraga yang sedang dijalani).

ii. Pertimbangkan mengubah terapi insulin.

iii. Pertimbangkan tambahan karbohidrat

kerja lambat dalam 1-2 jam setelah

olahraga untuk menghindari

hipoglikemia awitan lambat.

Page 14: BAB VI.doc

Hipoglikemia awitan lambat dapat

terjadi dalam interval 2 x 24 jam setelah

latihan.

b) Pada DM Tipe-2

Adanya pengaruh latihan fisik pada senam aerobik

terhadap penurunan kadar gula darah ini disebabkan karena

senam aerobik merupakan suatu proses yang sistematis

dengan menggunakan rangsangan gerak yang bertujuan

untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas

fungsional tubuh yang meliputi kualitas daya tahan paru

jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelenturan dan

komposisi tubuh (Irianto, 2000), sehingga pada

pelaksanaannya menggunakan seluruh otot-otot besar,

dengan gerakan yang terus menerus, berirama, progresif

dan berkelanjutan yang diiringi dengan musik yang antara

lain berguna untuk meningkatkan motivasi latihan,

pengaturan waktu latihan, dan kecepatan latihan (Abe,

1996).

Mengingat usia responden diatas 35 tahun keatas,

maka program latihan yang digunakan adalah long

duration-low intensity, dengan demikian intensitas latihan

dapat diatur dengan pengaturan tempo musik yang

mengiringinya Pada penelitian ini senam aerobik dilakukan

3 kali per minggu dan responden diharuskan mencapai

THR.

Menurut Irianto (2000), bahwa salah satu penentu

keberhasilan kebugaran fisik adalah dosis latihan yang

cukup yang dikenal dengan konsep FIT (Frekuensi,

Intensitas dan Time).

Page 15: BAB VI.doc

i. Frekuensi menunjukan banyaknya latihan persatuan

waktu dan untuk meningkatkan kebugaran fisik

diperlukan latihan 3 – 5 kali per minggu yang

dilakukan berselangseling. Pada penelitian ini

frekuensi untuk melakukan senam yaitu 3 kali per

minggu pada setiap hari Minggu, Rabu dan Jumat.

ii. Intensity yaitu kualitas yang menunjukan berat

ringannya latihan. Intensitas latihan untuk daya

tahan paru jantung sebesar 60 – 70% detak jantung

maksimal. Kualitas yang digunakan selama

perlakuan yaitu responden harus mencapai THRnya

dengan menggunakan rumus 60% x (220 – umur).

Misalnya responden berusia 45 tahun maka denyut

jantungnya harus bisa mencapai 105 kali per menit

atau dapat dilihat pada lampiran 8 (Asdie A.H.,

1997). Oleh karena itu peneliti mewajibkan

responden untuk bisa mencapai THRnya yang

diukur 10 – 20 detik setelah latihan dengan

melakukan palpasi pada arteri misalnya arteri

radialis atau arteri carotis communis

iii. Time yaitu waktu atau durasi yang diperlukan

setiap kali latihan sedangkan untuk meningkatkan

kebugaran fisik diperlukan waktu berlatih 20 – 60

menit yang didahului 3 – 5 menit pemanasan dan

diakhiri dengan 3- 5 menit pendinginan. Adapun

waktu yang diperlukan selama latihan yaitu 30

menit dengan waktu untuk pemanasan 5 menit dan

pendinginan 5 menit sehingga latihan intinya 20

menit sampai responden mencapai THR. Apabila

THR belum terpenuhi, maka durasi latihan

Page 16: BAB VI.doc

ditambah sampai maksimal 60 menit dimana latihan

ini dilakukan pada sore hari pada jam 16.00 – 17.00

WIB.

Adapun pengaruhnya terhadap penurunan kadar gula darah yaitu pada

otot – otot yang aktif bergerak tidak diperlukan insulin untuk memasukan

glukosa kedalam sel karena pada otot yang aktif sensitifitas reseptor insulin

menjadi meningkat sehingga ambilan glukosa meningkat 7 – 20 kali lipat.

Menurut Asdie A.H ( 1997) mekanisme regulasi ambilan glukosa oleh

otot pada waktu aktif bergerak disebabkan oleh :

a) Insulin memacu pelepasan muscle activating factor (MAF) pada

otot yang sedang bergerak, sehingga menyebabkan ambilan

glukosa oleh otot tersebut menjadi bertambah dan ambilan

glukosa oleh otot yang tidak berkontraksipun ikut meningkat.

Saat ini MAF diduga bradikinin.

b) Adanya aksi lokal hormon pada anggota badan yang sedang

bergerak yang disebut non supresible insulin like activity

(NSILA) yang terdapat pada aliran limfe dan tidak dalam darah

anggota badan tersebut.

c) Adanya peningkatan penyediaan glukosa dan insulin, karena

adanya peningkatan aliran darah kedaerah otot yang aktif

bergerak

d) Adanya hipoksia lokal yang merupakan stimulus kuat untuk

ambilan glukosa

e) Adanya interaksi proses metabolik, dimana bila glikogenolisis

meningkat maka pembakaran glukosa menurun, karena glukosa

6 fosfat menghambat enzim hexokinase, disamping peningkatan

oksidasi asam lemak bebas. Untuk mencegah terjadinya

hipoglikemi maka selama melakukan latihan fisik responden

diberi minum dan snack. Hal ini juga dikemukakan oleh I G

Agung Putra (1995) yaitu untuk mencegah hipoglikemia dalam

Page 17: BAB VI.doc

melakukan latihan terutama latihan yang lama dan berat penting

untuk menyediakan makanan tambahan yang mengandung

karbohidrat selama dan sesudah latihan.

4) Terapi Farmakologi

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa

darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani.  Obat hipoglikemik oral (OHO) . Berdasarkan cara

kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) yaitu

sulfonilurea dan glinid 

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,

tiazolidindion 

c) Penghambat glukoneogenesis (metformin) 

d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase

alfa. 

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:  OHO dimulai dengan dosis

kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar darah,

dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal. Waktu Pemberian

yaitu :

a) Sulfonilurea generasi I & II yaitu 15 –30 menit sebelum

makan 

b) Glimepirid yaitu sebelum atau sesaat sebelum makan 

c) Repaglinid, Nateglinid yaitu sesaat atau sebelum

makan 

d) Metformin yaitu sebelum atau pada saat atau sesudah

makan 

e) Penghambat glukosidase (Acarbose) yaitu bersama

makan suapan pertama 

f) Tiazolidindion yaitu tidak bergantung pada jadwal

makan. 

Page 18: BAB VI.doc

g) Terapi Insulin.

Insulin diperlukan pada keadaan :

a) Penurunan berat badan yang cepat 

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 

c) Ketoasidosis diabetik 

d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik 

e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat 

f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir

maksimal 

g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,

stroke) 

h) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus

gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan 

i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 

j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 

(Dyah,2014)