BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121...
Transcript of BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121...
121
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan bahwa konstruksi
Mbaru Gendang memiliki makna simbolik. Makna simbolik konstruksi Mbaru
Gendang masyarakat Ruteng Pu’u terdiri atas makna individual, makna religius dan
makna sosial.
a. Makna Individual
Pandangan masyarakat mengenai makna individual sebenarnya mau
menegaskan bahwa Mbaru Gendang memiliki makna kerja keras serta fungsi
yang dapat memenuhi kebutuhan, suasana emosional, pengetahuan dan
pengetahuan masyarakat tentang Mbaru Gendang yang ada di kampung Ruteng
Pu’u.
Kerja Keras
Kerja keras merupakan perwujudan dari kemampuan menghadapi
tantangan yang datang dari lingkungan. Karakter dasar dari pekerja keras
masyarakat yakni rajin, kreatif dan semangat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hal ini tercermin lewat simbol tanduk kerbau. Bagi mereka
binatang ini dikenal sangat rajin dan suka bekerja keras selain itu, binatang
ini digunakan untuk membantu manusia dalam hal membajak sawah.
Selain menggambarkan kerja keras dan rajin, sebagian masyarakat Ruteng
Pu’u juga memaknai bahwa tanduk kerbau juga merupakan lambang
kewibawaan atau kehormatan (rang) dari suatu kampung. Oleh karena itu,
tanduk kerbau dipakai sebagai suatu sarana yang digunakan kehormatan
atau kewibawaan suatu kampung.
122
Kebutuhan
Kehadiran Tu’a-tua adat (Tu’a Golo, Tua Teno, Tua Panga, dan
Pa’ang Olo Ngaung Musi) dalam proses penyelesaian masalah, menjadi dasar
bagi masyarakat Ruteng Pu’u, mengapa mereka sangat membutuhkan mbaru
gendang. Karena dengan adanya tua-tua, maka kebutuhan mereka
menyangkut penyelesaian masalah dapat teratasi. Mereka sangat respek
dengan keterlibatan Tua-tua adat. Kehadiran mereka di dalam mbaru gendang
dinilai sangat membantu dan dianggap mampu menyelesaikan serta mencari
solusi dalam memecahkan masalah mereka.
Suasana Emosional
Suasana emosional berasaskan pada rasa, cita rasa, budaya dan
seluruh ekosistem atau ketaatan seorang dalam bayang-bayang dirinya untuk
Mbaru Gendang itu sendiri. Suasana emosional berkaitan dengan hubungan
yang mencerminkan adanya hubungan kedekatan diantara masyarakat.
Oleh karena itu, secara emosional rumah adat atau kampung adat
bagi masyarakat Ruteng Pu’u disebut “Kuni agu Kalo” yang artinya tempat
dimana ia dilahirkan, tempat tumpah darahnya selain itu juga Mbaru
Gendang merupakan suatu simbol pengikat atau perekat bagi seluruh warga
masyarakat yang berada dan secara geneologis lahir dari gendang itu yang
mempunyai keterikatan-keterikatan atas struktur sosial, kelas sosial,
kemudian kewajiban-kewajiban masyarakat dalam memenuhi ritus-ritus adat
masyarakat serta aturan-aturan adat yang di anut warga gendang itu.
Pengetahuan dan Pengalaman
Pada dasarnya pengetahuan dan pengalaman mereka tentang Mbaru
Gendang, umumnya mereka (masyarakat Ruteng Pu’u) peroleh secara lisan
123
dan lewat interaksi yang sering mereka lakukan dalam Mbaru Gendang serta
pengalaman keterlibatan bersama masyarakat di dalam Mbaru Gendang.
Aktivitas serta pengalaman keterlibatan itulah yang menjadi pengetahuan dan
pengalaman mereka dalam mengenal konstruksi pada Mbaru Gendang.
b. Makna Sosial
Pandangan masyarakat mengenai makna sosial sebenarnya mau
menegaskan bahwa Mbaru Gendang juga, selain memiliki fungsi individual dan
religius makna sosial juga. Hal ini didasarkan pada tiga hal pokok, yakni:
persatuan dan kesatuan, permusyawaratan/perwakilan serta kesejahteraan sosial.
Adapun makna-makna sosial yang terkandung dalam kebudayaan Manggarai,
diantaranya adalah :
Persatuan dan Kesatuan
Masyarakat Ruteng Pu’u memaknai makna persatuan dan kesatuan
sebagai suatu kesadaran manusia bahwa dalam hidupnya ia tidak sendiri
dan membutuhkan orang lain.
Bagi mereka Persatuan dan kesatuan menjadi makna dasar dalam
yang kokoh, kuat teguh bagi masyarakat Ruteng Pu’u dalam memupuk rasa
persatuan dan persaudaraan mereka. Dari sini bisa dimaknai bahwa rumah
adat merupakan wadah yang menjalin persatuan dan kesatuan, yang
ditandai dengan adanya simbol wunut olés (tali yang terbuat dari ijuk, yang
diikat pada bubungan rumah adat) dan wiri (kayu yang berbentuk lingkaran
tengah, yang dipakai untuk menghubungkan dan mengembangkan jari-jari
pada kerangka atap rumah adat seperti: lobo, lémpa-raé, sekang kodé dan
‘ruang’ koé).
124
Hal ini juga dapat disimak melalui ungkapan (go’et) berikut ini:
“padir wai rentu sa’i, kope olés todo kongkol: persatuan dan kesatuan;
neka behas neho kena, koas neho kota: supaya tidak terjadi perpecahan;
réjé lélé bantang cama: hendaknya selalu sehati, sependapat dalam
mencapai mufakat; nakeng ca wae neka woléng tae, ipung ca tiwu neka
woléng wintuk, teu ca ambo neka woléng lako, muku ca pu’u neka woléng
curup: selalu seia sekata, sependapat; cawi neho wua, rao neho wasé ajo:
merupakan ikatan kebersamaan yang tidak bisa terceraiberaikan.
Permusyawaratan/Perwakilan
Makna permusyawaratan atau perwakilan dalam Mbaru
Gendang dimaknai sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk lebih
mementingkan kebersamaan. Dasar kebersamaan inilah yang menjadi
makna dasar dalam pengambilan keputusan.
Bagi masyarakat Ruteng Pu’u musyawarah dalam Mbaru
Gendang merupakan sarana bagi mereka dalam menyampaikan
aspirasi. Setiap keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada
perembukan yang melibatkan keseluruhan anggota yang hadir dalam
musyawarah tersebut. Nilai musyawarah ini sangat dijunjung tinggi
dalam kehidupan masyarakt Ruteng Pu’u. Hal ini terbukti pada saat
mereka duduk bersama (Lonto leok) menyelesaikan persoalan, entah
itu persoalan meyangkut perselisihan atau pertengkaran selalu
diselesaikan dalam ruangan bersama (lutur) Mbaru Gendang. Bagi
mereka suatu persoalan tidak mungkin bisa diselesaikan sendiri
melainkan dibicarakan secara bersama-sama serta mencari solusi
terbaik dalam mencapai mufakat. Jadi apapun keputusan yang
125
diambil, tidak terlepas dari tradisi yang berlaku lama sejak nenek
moyang. Tradisi ini disebut pedé disé empo. Untuk itu, apa yang
mereka putuskan itu, tidak terlepas pada dukungan dan penegasan
kembali komitmen mereka terhadap struktur yang ada.
Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial atau dalam istilah Manggarai: “Wua raci wéri,
lébok kala po’ong; dila api kéte; téla galang pé’ang” yang menunjuk pada
kesejahteraan lahir dan batin dan merupakan suatu situasi hidup yang
dicita-citakan oleh manusia dalam mencapai kebahagiaan atau
kesejahteraan. Jadi masyarakat dapat dikatakan sejahtera apabila segala
hasil di peroleh dari hasil seperti hasil sawah (padi) dan hasil ladang
(jagung, kopi dan lain-lain). Selain itu juga hasil beternak seperti ternak
sapi, kebau, kambing, ayam dan lain-lain semuanya berhasil dan melimpah.
Selain itu, istilah “Wua raci wéri, lébok kala po’ong; dila api kéte;
téla galang pé’ang” merupakan ungkapan doa mereka kepada Tuhan, agar
hasil tanaman serta ternak yang dipelihara semuanya berlimpah.
Makna kesejahteraan ini juga ditunjukan oleh masyarakat Ruteng
Pu’u dalam berbagai aktivitas, Misalnya gotong royong. Bagi Mereka
dalam membangun relasi terutama dalam hal kegotong royongan dan
komunikasi antar sesama warga merupakan sarana yang paling efektif
dalam mempermudah pekerjaan mereka. Hal ini tercermin lewat sikap
saling membantu (campe tau) dalam hal mengerjakan pekerjaan orang lain
dalam jangka waktu tertentu, tetapi tidak mengharapkan imbalan atau tidak
membutuhkan balasan (kokor tago) apabila ada kematian (bowo wae).
Segala bentuk partisipasi dan bantuan dari warga itu dilakukan secara suka
126
rela dan tidak memakai standar artinya segala bentuk bantuan itu sifatnya
suka rela dan spontanitas. Jadi pada dasarnya simbol yang digunakan di
sini yakni lutur adat atau ruang bersama.
c. Makna Religius
Rumah adat merupakan tempat dilakukan upacara adat yang bersifat
religius. Makna religius dibuktikan dengan adanya “siri bongkok” (tiang utama)
yang terletak dibagian tengah rumah sebagai pusat orientasi dalam rumah adat
(Mbaru Gendang), terutama pada pelaksanaan upacara adat. Makna simbolik
tercermin lewat sesajian yang mereka buat dalam Mbaru Gendang, dalam hal ini
pemberian sesajian atau “helang”.
Pemberian sesajian (helang) pada Mbaru Gendang merupakan gagasan
setiap masyarakat Ruteng Pu’u mengenai keberadaan wujud tertinggi (Kamping
Mori’n agu Ngara’n) dan percaya bahwa didunia ini, selain kehidupan manusia
mereka percaya adanya dunia para leluhur (ise’d pa’ang ble).
Jadi Mbaru Gendang sungguh-sungguh dapat dijadikan sebagai Gereja
Adat artinya Mbaru Gendang merupakan tempat berlangsungnya upacara-
upacara adat yang menyangkut seluruh penduduk dalam kampung Ruteng Pu’u
dan simbol yang dipakai dalam acara ini banyak sekali dan disesuaikan dengan
dengan kebutuhan adat itu sendiri, misalnya ayam, babi dan kerbau.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat diketahui bahwa masyarakat
Manggarai khususnya masyarakat Ruteng Pu’u memaknai konstruksi rumah adat
dilihat dari tiga aspek makna yakni makna individual, makna sosial dan makna
religius. Proses pemaknaan ini terjadi ketika masyarakat melihat konstruksi Mbaru
Gendang dari sisi individual, sisi sosial dan sisi religius. Makna individual, makna
sosial dan makna religius yang dimaknai oleh masyarakat Ruteng Pu’u didasarkan
127
atas interpretasi masyarakat itu sendiri terhadap simbol-simbol yang terdapat pada
konstruksi rumah adat Mbaru Gendang. Makna Individual mencakup kerja keras,
kebutuhan, pengetahuan dan pengalaman serta kedekatan emosional sedangkan
Makna Sosial mencakup persatuan dan kesatuan, permusyawaratan/perwakilan dan
kesejahteraan sosial dan Makna Religius mencakup keyakinan.
Dengan demikian makna simbolik tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tabel 11
Makna Simbolik Konstruksi Rumah Adat Manggarai
No Variabel/Indikator Konstruksi Makna1 Makna Individual
a. Kerja keras Rangga kaba (Tanduk Kerbau)
Kerja keras dan lambang kehormatan/kewibawaan kampung
b. Kebutuhan Lutur (ruangan bersama) Tempat yang digunakan untuk bermusyawarah dan menyelesaian masalah
c. Suasana Emosional Lutur (ruangan bersama)
Natas (pelataran terbuka)
Sarana yang dapat merekatkan hubungankedekatan diantaramereka
d. Pengetahuan dan Pengalaman
Aktifitas yang sering mereka lakukan dalam mbaru gendang, misalnya: Lutur (ruangan
bersama) Natas (pelataran
terbuka)
Interaksi serta pengalaman keterlibatan bersama, misalnya: acara adat penti
2 Makna Sosiala. Persatuan dan Kesatuan Wunut Olés (tali
ijuk) Siri Lélés (tiang
penyangga rumah) Wiri (kayu penopang
atap) Natas (pelataran
terbuka)
Ikatan kebersamaan Sub Klan/simbol Persatuan dan Kesatuan
128
b. Permusyawaratan/ Perwakilan
Lutur (ruangan bersama)Musyawarah mencapai Mufakat
c. Kesejahteraan Sosial Lutur (Ruangan Bersama)
Kesejahteraan
3 Makna ReligiusKeyakinan Siri Bongkok (tiang
utama) Compang (bangunan
megalitik yang tersusun dalam bentuk lingkaran)
Alam baka tempat bersemayamnya para leluhur (ise’d pa’ang ble)/sakral/pelindung kampung
6.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, maka saran saya sebagai berikut:
Harus ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan institusi adat.
Kerjasama ini diharapkan dapat membantu memberikan pencerahan kepada
masyarakat dalam upaya untuk melestarikan makna-makna budaya.
Era globalisasi cendrung menyeret kaum muda dan remaja mencintai hal-hal
yang bersifat modern. Hal ini berdampak pada semakin pudarnya kesadaran
akan pentingnya makna-makna budaya. Untuk itu diharapkan para pendidik
lebih proaktif dalam memberikan pamahaman kepada anak didik.
Pemahaman ini tidak saja dilakukan dengan pengenalan yang bersifat teoritis
tetapi perlu diimbangi dengan hal-hal praktis, misalnya: melakukan
kunjungan ke tempat-tempat yang memliki makna budaya. Hal ini dapat
memungkinkan terciptanya generasi yang betul-betul mencintai dan
melestarikan budaya.
Mengingat Mbaru Gendang memliki makna budaya yang sarat akan makna,
Hendaknya dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan Mbaru Gendang,
kepada orang tua untuk selalu melibatkan anak-anak dan memberikan
pendidikan sejak dini bagi mereka, sehingga dengan sendirinya anak bisa
mengerti tentang simbol yang ada di dalam Mbaru Gendang.
129
Dalam penelitian ini juga penulis merasa kesulitan dalam mencari informen
yang mengerti tentang makna yang ada dalam Mbaru Gendang. Hendaknya
kepada aparat pemerintah setempat agar senantiasa memberikan sosialisasi
tentang pentingnya melestarikan makna budaya dan kepada masyarakat untuk
turut berpartisipasi sehingga bagi mereka yang ingin melakukan penelitian di
kampung tersebut tidak mengalami kesulitan dalam mengambil data.
Mengingat kampung Ruteng Pu’u merupakan daerah pariwisata, kepada
masyarakat untuk senantiasa menjaga dan melestarikan budaya, khususnya
tentang Mbaru Gendang yang merupakan warisan dari leluhur.
130
DAFTAR PUSTAKA
Bagul Dagur Antony, 1997. Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu
Khasanah Kebudayaan Nasional. Ubhara Press. Yogyakarta.
Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
Lawang, Robert M.Z, 2004. Stratifikasi Sosial di Cancar Manggarai Flores Barat Tahun
1950-an dan 1980-an. FISIP UI Press.
Liliweri, Alo, 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
----------------, 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarabudaya. Pustaka Pelajar.
Yogyakarata.
Mulyana, Deddy, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung
--------------------, 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Mulyana, Deddy, dan Rakhmat, Jalaluddin, 2006. Komukasi Antarbudaya Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Yang Berbeda Budaya. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Nggoro, Adi M, 2006. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Yogyakarta: Sylvia
Narwoko, Dwi dan Suyanto, Bagong, 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Rachmat, Jalalaludin, 1986. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Seran, Alex Dkk, 1997. Sinar Hari Esok. PT Gramedia dan Pemda Tingkat 1
NTT: Jakarta.
Seran, Sixtus Tey Dkk, 2005. Aksitektur Rumah Tradisional Todo. Dinas pendidikan dan
kebudayaan (Unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Arkeologi, Kajian Sejarah dan
nilai Tradisional) NTT.
131
Verheijen, AJ, SVD. 1970 Kamus Manggarai. Koninklijk Instituut Voor Tal-,Land-En
Volkenkunde
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Putaka, Jakarta, 1990.
132
PEDOMAN WAWANCARA
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
DAFTAR PERTANYAAN
a. Makna Religius
Indikator :
Bagian-bagian mana saja dalam Mbaru Gendang yang punya kaitan
dengan dengan nuansa religius? Berkaitan dengan pemberian sesajian
untuk para leluhur (helang), biasanya tempat-tempat yang digunakan
untuk menyimpan sesajian tersebut, kira-kira, dimana? Mungkin Bapak
bisa jelaskan tempat-tempat tersebut!
Menurut anda apa sisi religius dari Mbaru Gendang? Apakah anda
percaya atau yakin dengan makna religius itu? Kalau anda yakin,
mengapa? Kalau tidak yakin, kenapa?
Kalau anda yakin dan percaya bahwa Mbaru Gendang mempunyai sisi
religius, apakah ada manfatnya bagi anda untuk setiap kehidupan sehari-
hari?
133
b. Makna Individual
Indikator :
1. Kebutuhan
Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari sisi
kebutuhan anda sebagai anggota masyarakat Ruteng Pu’u?
Apakah Mbaru Gendang tersebut dapat memenuhi kebutuhan anda
tersebut atau tidak?
Bagaimana hubungan antara Mbaru Gendang dengan makna kebutuhan
bagi anda maupun masyarakat disini? Mohon dijelaskan!
2. Suasana Emosional
Bagaimana anda melihat Mbaru Gendang sebagai tempat untuk
mengekspresikan perasaan anda?
Apakah dengan berada di dekat maupun di dalam Mbaru Gendang,
membuat anda merasa nyaman secara individu? Mohon anda jelaskan!
Jadi menurut anda, apakah makna dibalik simbol tersebut?
3. Pengetahuan dan Pengalaman
Apakah anda sering terlibat dalam kegiatan Mbaru Gendang? Jika ya,
kegiatan seperti apa yang anda ikuti?
Pengalaman-pengalaman seperti apakah yang anda petik dalam usaha
mengembangkan diri anda?
Hal-hal apa saja yang anda ambil sebagai sebuah pengetahuan bagi diri
anda kedepan?
134
c. Makna Sosial
Indikator :
1. Kerja Keras
Bagaimana hubungan antara Mbaru Gendang dengan makna kerja keras
bagi anda maupun masyarakat di kampung ini? Mohon dijelaskan!
Apakah kerbau, dilihat oleh anda maupun masyarakat kampung sebagai
makna kerja keras, pantang menyerah, sehigga pada atap Mbaru Gendang
di pasang tanduk kerbau? Mohon anda jelaskan!
Apakah makna kerja keras ini dipahami oleh seluruh masyarakat ini?
Seperti apa penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
2. Persatuan dan Kesatuan
Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari makna
persatuan dan kesatuan?
Apa saja yang menjadi motifasi dalam bentuk peribahasa (Go‘et) yang
berkaitan dengan makna persatuan dan kesatuan?
Bagaimana bentuk penerapan dari makna persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan anda sehari-hari? Mohon anda jelaskan!
3. Permusyawaratan/Perwakilan
Apakah setiap hal atau urusan baik itu suka maupun duka selalu
dibicarakan atau dimusyawarahkan secara bersama di dalam Mbaru
Gendang? Mohon anda jelaskan!
Mohon anda jelaskan, apa yang anda pahami dari makna-makna
permusyawaratan di kampung ini yang ada hubungannya dengan Mbaru
Gendang sebagai simbol?
135
Bagaimana bentuk penerapanyan dari makna musyawarah? dan apa
makna dibalik simbol itu?
4. Kesejahteraan Sosial
Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari makna
kesejahteraan sosial? Mohon dijelaskan!
Apakah makna kesejahteraan sosial ini sering anda rasakan di kampung
anda, misalnya saling membantu?
Apakah ada kesulitan dalam membangun relasi terutama dalam
berkomunikasi dengan sesama warga kampung ini dalam hal gotong
royong? dan apa makna di balik simbol tersebut?