A11818-11838 · Title: A11818-11838 Created Date: 7/11/2019 2:24:59 PM
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran...
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Partisipan Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah ibu hamil
primigravida maupun multigravida dengan usia kandungan 22 – 32
minggu. Adapun responden dalam penelitian ini tidak memiliki
penyakit penyerta ataupun sedang dalam perawatan tenaga
kesehatan. Penelitian ini diikuti oleh 31 ibu hamil yang telah
bersedia menjadi responden penelitian dan siap melakukan senam
hamil sebanyak 12 kali yang dilaksanakan selama 1 bulan.
4.2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua Rumah Sakit Swasta kota
Salatiga pada 11 April hingga 7 Mei 2016. Adapun pelaksanaan
penelitian meliputi persiapan dan proses pelaksanaan.
4.2.1. Persiapan
Setelah mendapat izin penelitian dari kedua Rumah
Sakit terkait, peneliti kemudian melakukan diskusi dengan
instruktur senam di kedua Rumah Sakit untuk
mengkonfirmasi tujuan, metode dan prosedur penelitian.
Pada saat yang sama juga dilakukan pendataan
terhadap seluruh calon responden dan didapati 38 ibu hamil
57
memenuhi kriteria penelitian dan bersedia menandatangani
lembar persetujuan responden yang telah disediakan oleh
peneliti.
Seiring berjalannya proses penelitian ada beberapa
responden yang dengan alasan pribadi tidak bisa mengikuti
penelitian, sehingga responden yang awalnya berjumlah 38
berkurang menjadi 31 responden. Tiga puluh satu
responden merupakan jumlah akhir hingga penelitian
selesai.
Pemberian perlakuan senam hamil ini dipimpin oleh
peneliti dan dibantu oleh instruktur senam hamil yang
bertugas di kedua Rumah Sakit tersebut. Pelaksanaan
perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, untuk
Rumah sakit pertama dijadwalkan pada hari Senin, Rabu
dan Jumat sedangkan Rumah Sakit kedua pemberian
perlakuan dilakukan pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Perlakuan senam hamil dimulai pada jam 07.00 a.m. dan
berlangsung selama 45 menit.
4.2.2. Proses pelaksanaan
Proses pelaksanaan diawali dengan absensi
responden yang mengikut senam hamil, setelah itu
dilakukan pre-test kualitas tidur seluruh responden dengan
58
menggunakan kuesioner kualitas tidur yang telah disediakan
oleh peneliti.
Tahap pelaksanaan selanjutnya adalah mulai
menyiapkan instrumen yang digunakan untuk senam hamil,
seperti bantalan tipis atau matras untuk alas senam hamil,
kemudian senam hamil dimulai dari gerakan pada jari-jari
kaki dan telapak kaki berguna untuk mengurangi bengkak
pada kaki.
Gerakan senam hamil yang diberikan pada penelitian
ini merupakan gerakan yang pada umumnya digunakan oleh
banyak Rumah Sakit. Adapun gerakan yang diberikan
antara lain:
1. Senam untuk pinggang dalam kondisi terlentang dan
merangkak berguna untuk mengambalikan posisi
panggul agar dapat mencegah atau mengurangi rasa
pegal dipanggul pada umumnya.
2. Teknik pernapasan yang dilakukan dengan badan dalam
posisi merangkak. Sambil menarik nafas, perut dan
punggung diangkat keatas, tundukkan kepala sehingga
tubuh membentuk lingkaran sambil menghembuskan
napas. Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
penerimaan oksigen bagi janin, menghilangkan rasa
59
sakit dan mengurangi nyeri saat kontraksi. Teknik ini
dilakukan terus hingga hitungan kedelapan selesai.
3. Senam pada satu lutut dipergunakan untuk mengurangi
ketegangan otot-otot panggul. Senam ini dilakukan
dengan menekuk lutut kanan kemudian dijatuhkan ke
kanan. Hitung hingga 8 kali kemudian lakukan
sebaliknya dengan menekuk kaki kiri dan jatuhkan kekiri.
4. Senam dengan kedua lutut dipergunakan untuk
menghilangkan rasa capek dari panggul dan pinggang
karena kehamilan dan memberi rasa nyaman pada
panggul. Tekuk kedua lutut kemudian jatuhkan kedua
lutut kesamping kanan - kembalikan ke posisi semula
kemudian jatuhkan ke sisi kiri. Dilakukan terus hingga
hitungan kedelapan selesai.
5. Teknik pernapasan saat persalinan. Cara ini digunakan
untuk mengurangi rasa sakit saat kontraksi. Duduk
bersandar, lutut ditekuk, lebarkan selebar mungkin,
letakkan tangan disamping perut, tarik tangan ke atas
sambil tarik napas, turunkan tangan sambil hembuskan
napas.
6. Cara mengejan. Gerakan ini untuk melatih cara
mengajan yang benar dan efektif. Posisikan badan
antara duduk dan berbaring kemudian regangkan lutut,
60
kepalkan kedua tangan, saat perut mulai terasa sakit,
tarik napas, hembuskan, berulang kali tari napas tahan,
tundukan kepala dan mengejan, kemudian ambil napas
kembali hingga sakit menghilang.
7. Cara pernapasan saat melahirkan. Gerakan ini dilakukan
dengan memposisikan badan antara duduk dan
berbaring kemudian kedua lutut diregangkan, kedua
tangan berada disamping tubuh. Saat perut mulai sakit
tarik napas perlahan, hembuskan, tarik lagi, hembuskan,
tarik napas, tahan, kepala menunduk, dan mengejan.
Jika ibu tidak kuat ambil napas lagi kemudian mengejan,
sampai sakit hilang. Cara ini berfungsi untuk mengurangi
perlukaan pada jalan lahir karena bayi dapat dibantu
keluar dengan perlahan. Buka mulut lebar-lebar,
bernapas (napas pendek) lewat mulut.
Senam hamil yang sama dilakukan hingga minggu
terakhir. Pada hari terakhir pemberian perlakuan, peneliti
melakukan post-test kualitas tidur pada seluruh responden,
sehingga data penelitian telah lengkap didapatkan dengan
jumlah responden 31 ibu hamil.
61
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Analisisa Univariat
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi berdasarkan usia
responden, usia kehamilan dan jumlah kehamilan.
Usia Responden Jumlah Presentase
< 20 1 3.2
20 – 35 30 96.8
> 35 0 0
Jumlah 31 100
Usia Kehamilan Jumlah Presentase
Trimester II 7 22.6
Trimester III 24 77.4
Jumlah 31 100
Jumlah Kehamilan Jumlah Presentase
Primigravida 12 38.8
Multigravida 19 61.2
Jumlah 31 100
Pada tabel 4.1 didapatkan persentase kualitas tidur
pada ibu hamil berdasarkan usia responden sebagian besar
adalah usia 20 – 35 tahun dengan 96,8 %, kualitas tidur
berdasarkan usia kehamilan yaitu 77,4 % adalah ibu hamil
62
trimester III, sedangkan kualitas tidur berdasarkan jumlah
kehamilan berjumlah 61,2 % adalah ibu multigravida.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur
Sebelum dan Sesudah Senam Hamil Berdasarkan Usia
Responden
Usia
Responden
Kualitas
Tidur
Frekuensi Presentase
Pre
Test
Post
Test
Pre
Test
Post
Test
< 20 Baik
Sedang
Buruk
1
0
0
1
0
0
3.2
0
0
3.2
0
0
20 – 35 Baik
Sedang
Buruk
5
2
23
13
13
4
16.2
6.5
74.1
42
42
12.9
> 35 Baik
Sedang
Buruk
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pada tabel 4.2 kualitas tidur buruk pada ibu hamil
berdasarkan usia responden sebagian besar dialami oleh
ibu hamil berusia 20 – 35 tahun berjumlah 23 responden
dengan 74,1 % dan menurun hingga 12,9 % setelah di beri
perlakuan.
63
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur
Sebelum dan Sesudah Senam Hamil Berdasarkan Usia
Kehamilan
Usia
Kehamilan
Kualitas
Tidur
Frekuensi Presentase
Pre
Test
Post
Test
Pre
Test
Post
Test
Trimester II Baik
Sedang
Buruk
2
1
4
3
3
1
6.5
3.2
12.9
9.7
9.7
3.2
Trimester III Baik
Sedang
Buruk
4
1
19
11
10
3
12.9
3.2
61.2
35.4
32.2
9.7
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa kualitas tidur yang buruk
dialami pada sebagian ibu hamil yang memasuki usia
kandungan trimester III yaitu 19 responden dengan 61,2 %
dan menurun hingga 9,7 % setelah diberi perlakuan.
64
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur
Sebelum dan Sesudah Senam Hamil Berdasarkan Jumlah
Kehamilan
Jumlah
Kehamilan
Kualitas
Tidur
Frekuensi Presentase
Pre
Test
Post
Test
Pre
Test
Post
Test
Primigravida Baik
Sedang
Buruk
1
1
10
4
5
3
3.2
3.2
32.2
12.9
16.2
9.7
Multigravida Baik
Sedang
Buruk
5
1
13
10
8
1
16.2
3.2
42
32.2
25.8
3.2
Pada tabel 4.4 didapatkan hasil ibu multigravida yang
mengalami penurunan kualitas tidur adalah sebanyak 13
responden dengan 42 % dan menurun hingga 3,2 % setelah
diberikan intervensi.
65
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur
Sebelum dan Sesudah Senam Hamil
Kualitas Tidur
Frekuensi Persentase
Pre test Post test Pre test Post test
Baik
Sedang
Buruk
6
2
23
14
13
4
19.4
6.5
74.1
45.1
42
12.9
Jumlah 31 31 100 100
Pada tabel 4.5 diperoleh hasil ibu hamil yang
mengalami penurunan kualitas tidur sebanyak 23 responden
dengan 74,1 % dan menurun setelah diberikan perlakuan
berupa senam hamil hingga 12,9 %.
4.3.2. Uji Normalitas
4.6. Tabel Hasil Uji Normalitas Pre-Test dan Post-
Test Saphiro Wilk
Saphiro Wilk
Statistic Df Sign.
Pre Test
Post Test
.742
.793
31
31
.824
.719
66
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4.6 di
atas kedua variabel memiliki signifikansi p > 0,05. Uji
normalitas dengan menggunakan statistik Saphiro Wilk pada
Variabel kualitas tidur sebelum diberikan perlakuan adalah
sebesar 0,742 dengan nilai probabilitas (p) atau nilai
signifikansi sebesar 0,824 (p > 0,05). Oleh karena nilai
signifikansi p > 0,05, maka distribusi data pre-test kualitas
tidur pada ibu hamil berdistribusi normal. Hal yang sama
juga terjadi pada hasil post-test kualitas tidur ibu hamil yang
menunjukan nilai statistik 0,793 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,719 yang berarti p > 0,05, sehingga dapat
disimpulkan data post-test kualitas tidur pada ibu hamil
berdistribusi normal.
67
4.3.3. Analisa Bivariat
Berikut ini tabel uji paired sampel t-test Pengaruh
Tingkat Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Senam.
Tabel 4.7 Distribusi Pengaruh Kualitas Tidur
Sebelum dan Sesudah Senam Hamil
Variabel
Mean
Std.
Deviation
Std. Error Mean
T
df
P
Value
Pre-Test
51.4234 13.899 2.496
5.363
30
.000
Post-Test 28.6507 14.139 2.539
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa tingkat buruknya
kualitas tidur responden sebelum senam hamil adalah nilai mean
sebesar 51.4234 dan jauh mengalami penurunan dengan kata lain
kualitas tidur responden menjadi baik dengan nilai mean 28.6507.
Kriteria pengujian Jika t tabel < t hitung maka Ho diterima, dan Ha di
tolak dan jika t tabel > t hitung maka Ho ditolak, dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis dengan uji paired sample t test menunjukkan
nilai t hitung sebesar 5.363 > t 0,05 dengan nilai t tabel sebesar
2,042 atau nilai signifikan sebesar 0,00 < 0,05. Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh terhadap kualitas
tidur pada ibu hamil sebelum dan sesudah mengikuti senam hamil
dapat diterima. Pada pengujian paired sample t test kriteria
68
pengujian : Jika p value < 0,05 maka H0 ditolak, jika p value > 0,05
maka H0 diterima. Dari hasil pengujian paired sample t test pada
penelitian ini, diketahui p value 0,000, karena p value < 0,05 maka
H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan tingkat kualitas tidur pada ibu hamil sebelum dan
sesudah mengikuti senam hamil dimana tergambar kualitas tidur
ibu hamil cenderung buruk sebelum diberikan perlakuan senam
sebanyak 12 kali dalam waktu 1 bulan dan mengalami peningkatan
setelah diberikan perlakuan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Puspitasari (2013) yang menyatakan bahwa latihan
aerobilk dan edukasi tidur pada ibu hamil yang baik juga akan
menurunkan gangguan tidur berupa insomnia. Gangguan tidur yang
dialami oleh wanita hamil juga berkaitan dengan adanya major
depressive disorder (MDD), seperti energi, napsu makan,
perubahan berat badan, tidur dan keluhan-keluhan somatik. Dari
hasil yang didapatkan dapat terlihat bahwa senam hamil memiliki
banyak manfaat bagi ibu hamil khususnya untuk meningkatkan
kualitas tidur ibu.
69
4.4. Pembahasan
Penelitian dilakukan di dua Rumah sakit Kota Salatiga,
dimana selama proses penelitian berlangsung peneliti mendapati
beberapa responden mengeluh bahwa semakin bertambahnya usia
kandungan mereka mengalami kesulitan tidur yang dikarenakan
beberapa hal yaitu sering Buang Air Kecil (BAK), merasa haus,
cemas yang berlebih, nyeri punggung dan beberapa faktor fisik
lainnya.
Asumsi dalam penelitian ini yaitu, ada pengaruh senam
hamil terhadap kualitas tidur ibu hamil dalam arti kualitas tidur ibu
yang buruk akan menjadi kualitas tidur baik atau sedang. Peneliti
berasumsi bahwa senam hamil merupakan salah satu terapi
relaksasi yang berguna untuk memberikan kenyamanan baik fisik
maupun psikis selama menjalani masa kehamilan.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Indiarti (2008),
bahwa pada latihan senam hamil terdapat teknik relaksasi yang
dapat mengurangi kecemasan. Saat individu mengalami
kecemasan bahkan ketegangan, sistem saraf simpatis akan lebih
aktif bekerja dibandingkan dengan sistem saraf parasimpatis yang
hanya bekerja saat individu merasa relaks. Jika sistem saraf
simpatis meningkatkan rangsangan atau memacu organ tubuh,
memacu meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, serta
menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi (peripheral) dan
70
pembesaran pembuluh darah pusat, maka sebaliknya sistem saraf
parasimpatis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan
oleh sistem saraf simpatis dan menaikkan semua fungsi yang
diturunkan oleh sistem saraf simpatis. Maka relaksasi dapat
menekan rasa tegang dan cemas.
Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan karakteristik
responden yang dibagi dalam tiga hal yaitu usia responden, usia
kehamilan dan banyaknya kehamilan.
1. Usia Responden
Dalam hal ini usia dapat mempengaruhi produktivitas individu,
semakin tua usia seseorang maka tingkat produktivitas individu
akan semakin menurun. Dalam penelitian ini usia juga
mempengaruhi kualtas tidur yang dialami responden. Hasil ukur
usia dalam tahun dikelompokan : 1) Kurang dari 20 tahun; 2) 20 –
35 tahun; 3) Lebih dari 35 tahun (Nursalam, 2001)
2. Usia Kehamilan
Menurut Progestian (2010), usia kehamilan dibagi dalam 3
bulanan (trimester). Trimester I merupakan proses dari
pembentukan organ hingga tahap perkembangan, trimester II
merupakan tahap perkembangan dan pertumbuhan lanjutan,
sedangkan trimester III adalah tahap akselerasi tumbuh kembang
dan persiapan proses kelahiran. Usia kehamilan dapat digitung
dengan rumus Naegele berdasarkan Hari Pertama Haid Terakhir
71
(HPHT) sehingga dapat diketahui taksiran persalinan (Progestian,
2010)
3. Banyaknya Kehamilan
Kehamilan atau gravida adalah seorang ibu yang sedang
hamil. Primigravida adalah seorang ibu yang sedang hamil untuk
pertama kali. Multigravida adalah seorang ibu yang hamil lebih dari
1 sampai 5 kali. Tidak hanya tanda – tanda fisik psikologis seorang
ibu yang hamil pertama kali maupun yang sudah pernah hamil
tampak berbeda, hanya saja, biasanya ibu multigravida tampak
lebih tenang dan lebih siap dalam menjalani kehamilannya terutama
saat – saat persalinan jika dibandingkan ibu primigravida
(Nursalam, 2001).
4.4.1. Kualitas Tidur berdasarkan Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan hasil penelitian
berdasarkan karakteristik yang di ambil. Dilihat dari tabel 4.1 jumlah
responden adalah 31 ibu hamil yang dibedakan dalam usia
responden < 20 berjumlah 1 orang atau 3,2 %, responden dengan
usia 20 – 35 berjumlah 30 ibu hamil dengan persentase 96,8 %.
Karakteristik responden juga dibedakan dalam usia kehamilan dan
jumlah kehamilannya. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester II
berjumlah 7 ibu hamil atau 22,6 % dan terdapat 24 atau 77,4 %
responden dengan usia kehamilan memasuki trimester III.
72
Responden berdasarkan jumlah kehamilan dibedakan dalam
primigravida dan multigravida. Ibu primigravida dalam penelitian ini
berjumlah 12 orang atau 38,8 %, sedangkan terdapat 19 atau 61,2
% ibu multigravida.
Pada tabel 4.2 kualitas tidur berdasarkan usia responden 20
– 35 tahun cenderung buruk dengan 74,1 % dibandingkan dengan
usia responden < 20 yang memiliki kualitas tidur yang baik dengan
angka 3,2 %. Sesudah diberikan perlakuan senam diperoleh
penurunan angka kualitas tidur yang buruk hingga 12,9 %.
Menurut Nursalam (2001), usia individu 20-35 tahun
merupakan usia reproduksi yang sempurna, dimana seorang wanita
berada dalam kondisi aman untuk menjalani masa kehamilan.
Terlepas dari kondisi sistem reproduksi yang sempurna dalam
menjalani kehamilan, wanita hamil akan mengalami perubahan
fisiologis dan psikologis yang dapat menyebabkan
ketidaknyamanan selama masa kehamilan.
Peristiwa hamil pada 20-35 tahun umumnya bukan
merupakan pengalaman pertama bagi seorang wanita tetapi
seringkali hal ini merupakan peristiwa yang tidak direncanakan
sebelumnya. Meskipun pada usia tersebut seorang wanita telah
siap menerima kehadiran seorang anak dan menjalankan tugasnya
sebagai seorang ibu tetap saja kehamilan pada usia tersebut
berpotensi menimbulkan banyak perubahan dalam hidup.
73
Perubahan fisik yang tak bisa dihindari bahkan hingga perubahan
mental ibu dalam penerimaan peran baru dalam keluarga
merupakan beberapa hal yang secara tidak langsung sangat
berdampak buruk pada kualitas tidur ibu bahkan hingga
berpengaruh pada kesiapan sang ibu memasuki tahap persalinan.
Berdasarkan tabel 4.3 kualitas tidur ibu hamil dibedakan
dalam usia kehamilan responden yaitu trimester II dan trimester III.
Terdapat 61,2 % ibu hamil yang memiliki kualitas tidur yang buruk
saat memasuki usia kehamilan trimester III dan didapatkan nilai
lebih kecil yaitu 12,9 % ibu hamil pada trimester II yang memiliki
kualitas tidur yang buruk sebelum diberi perlakuan. Sesudah diberi
perlakuan berupa senam, kualitas tidur yang buruk pada ibu hamil
trimester III mengalami penurunan hingga 9,7 % begitu juga dengan
responden trimester II dengan persentase 3,2 %.
Menurut penelitian yang dilakukan Wulandari (2006) dan
Komalasari (2012) yang meneliti hal yang sama menunjukan bahwa
buruknya kualitas tidur ibu saat memasuki trimester III adalah
sebagai akibat dari meningkatnya kecemasan dan
ketidaknyamanan fisik. Ibu hamil yang memasuki trimester III
menyadari akan kehamilannya yang telah memasuki tahap akhir
sehingga akan timbul kecemasan yang tidak normal.
Ketidaknyamanan fisik berhubungan dengan perubahan fisiologis
74
kehamilan yang akan menyebabkan nyeri punggung bawah, keram
pada kaki, bahkan pegal pada seluruh bagian tubuh.
Wulandari (2006) juga mengatakan bahwa kecemasan dan
ketidaknyamanan fisik merupakan stressor yang dapat merangsang
sistem syaraf simpatis dan modula kelenjar adrenal. Pada keadaan
ini akan terjadi peningkatan sekresi hormon adrenalin atau
epinefrin, sehingga dapat meningkatkan ketegangan pada ibu hamil
yang mengakibatkan ibu hamil menjadi lebih gelisah dan tidak
mampu berkonsentrasi. Kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan
dan ketidaknyamanan fisik lebih lanjut sehingga ibu hamil lebih sulit
untuk tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2006) dan
Komalasari (2012) diperkuat dengan data hasil survei National
Sleep Foundation (2007), bahwa 78% wanita hamil trimester III
di Amerika mengalami gangguan tidur.
Penelitian diatas juga sesuai dengan teori Bobak (2005),
yang menyatakan bahwa tahap tidur pada kehamilan trimester III
merupakan suatu hal yang menjadi tantangan tersendiri pada ibu
hamil. Dengan adanya perubahan fisiologis yang menyebabkan
ketidaknyamanan fisik dan gangguan psikis seperti cemas yang
berlebihan akan membuat ibu hamil mengalami kesulitan tidur.
Kualitas tidur yang buruk terjadi pada sebagian besar ibu hamil
trimester III dikarenakan karena nyeri punggung yang dikarenakan
pembesaran uterus yang menyebabkan pergeseran pusat
75
gravitasi dan postur tubuh ibu hamil sehingga tubuh ibu
cenderung menjadi lordosis dimana keadaan ini akan
meregangkan otot punggung dan menimbulkan rasa sakit atau
nyeri.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan dan dari
beberapa penelitian serupa, peneliti berpendapat bahwa sebagian
besar ibu hamil trimester III mengalami gangguan tidur, hal serupa
dikemukakan oleh Wahyuni (2012) yang menekankan bahwa 80 %
ibu mengalami gangguan tidur selama masa kehamilan yang
disebabkan oleh karena perubahan fisiologis sehingga ibu hamil
kesulitan untuk mendapatkan kenyamanan saat tidur. Dalam proses
penelitian, peneliti menemukan beberapa responden mengatakan
bahwa semakin membesarnya uterus, ibu hamil kadang sukar
untuk menentukan posisi tidur, sering Buang Air Kecil (BAK), dan
minum air dimalam hari yang menyebabkan ibu sering terbangun.
Melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa ibu hamil memiliki kualitas tidur yang buruk mungkin
dapat dipicu oleh adanya peningkatan frekuensi BAK, kesulitan
menentukan posisi tidur, kecemasan menghadapi persalinan dan
nyeri punggung.
Pada tabel 4.4. menunjukan angka kualitas tidur yang
dibedakan dalam jumlah kehamilan yang dialami responden. Dari
12 responden ibu primigravida didapatkan 10 atau 83 %
76
diantaranya memiliki kualitas tidur buruk dan diperoleh 13 dari 19
dengan persentase 68% ibu multigravida mengalami penurunan
kualitas tidur sebelum diberikan perlakuan. Dilihat dari frekuensi
responden, sebagian besar ibu primigravida cenderung memiliki
kualitas tidur yang buruk jika dibandingkan dengan ibu multigravida,
namun setelah diberikan perlakuan senam baik ibu primigravida
maupun multigravida mengalami peningkatan kualitas tidur atau
kualitas tidur ibu yang tadinya buruk menjadi baik.
Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ratnawati (2011) dan Arief Wibowo (2012) menyatakan bahwa
banyak wanita primigravida akan mengalami peningkatan beban
psikologis yang akan berdampak pada kualitas kesehatan ibu dan
janin. Bagi ibu primigravida kehamilan merupakan pengalaman
pertama sebagai seorang calon ibu, sehingga kecemasan
merupakan suatu keluhan pokok yang harus dilalui oleh para ibu
primigravida. Ketakutan mengenai penerimaan peran baru, takut
perdarahan saat melahirkan, takut bayi cacat hingga takut terjadi
komplikasi merupakan pengembangan reaksi kecemasan sehingga
sangat berdampak pada aktivitas keseharian ibu termasuk dalam
memenuhi kebutuhan tidur ibu.
Teori pendukung yang diungkapkan oleh Hamilton (1995)
bahwa dengan adanya pikiran-pikiran negatif atau beban psikologis
selama masa kehamilan pertama yang selalu diikuti dengan nyeri,
77
akan menyebabkan peningkatan kerja sistem saraf simpatik. Otak
akan melepaskan hormon kortisol, epinefrin dan adrenalin ke dalam
sistem tubuh sehingga memicu jantung untuk memompa darah
lebih cepat. Akibatnya sistem saraf otonom mengaktifkan kelenjar
adrenal yang mempengaruhi sistem pada hormon epinefrin. Adanya
peningkatan hormon adrenalin dan noradrenalin atau epinefrin dan
norepinefrin menimbulkan disregulasi biokimia tubuh, sehingga
timbul ketegangan fisik pada diri ibu hamil. Dampak dari proses ini
dapat timbul pada perilaku sehari-hari seperti ibu menjadi mudah
marah, tersinggung, gelisah, ragu-ragu bahkan tidak mampu
memusatkan perhatian.
Beban psikologis pada ibu hamil dapat memberikan dampak
negatif bagi perilaku ibu pada umumnya, ibu primigravida
cenderung akan mengalami peristiwa tentang kecemasan.
Kecemasan yang berlebihan akan mamicu otak dalam pelepasan
hormon kortisol yang tinggi sehingga akan memberikan dampak
negatif bagi ibu seperti ketegangan motorik dan hiperaktivitas
motorik dan otonom misalnya gemetar gugup, gelisah dan cepat
lelah. Ketegangan yang disebabkan oleh tekanan psikologis yang
dialami ibu dapat mempengaruhi perilaku sehari-hari ibu termasuk
ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan tidur (Misri, 2002).
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ummah (2012) yang mendapatkan hasil adanya hubungan antara
78
paritas dengan kejadian nyeri punggung pada kehamilan dan
secara statistik tidak signifikan (p=0,770) Paritas yang tinggi akan
meningkatkan resiko kejadian nyeri punggung. Dengan demikian
semakin sering seorang wanita hamil dan melahirkan maka resiko
terjadinya nyeri punggung selama masa kehamilan semakin
meningkat dimana akan berdampak pada kualitas tidur ibu hamil.
Penelitian ini didukung oleh sebuah teori yang menyatakan
bahwa perubahan secara anatomis dan fisiologis yang terjadi
selama kehamilan tidak sepenuhnya bisa dipulihkan setelah masa
kehamilan dan selesai persalinan. Bahkan beberapa perubahan
yang terjadi akan menetap. Demikian halnya dengan perubahan
muskuloskeletal, tonus otot yang mengalami peregangan pada
kehamilan sebelumnya tidak bisa pulih seperti sebelum kehamilan
terutama jika setelah masa kehamilan tidak melakukan latihan fisik
yang tepat. Akibatnya otot-otot abdomen dan uterus akan
mengendur. Otot-otot abdomen wanita akan lemah dan gagal
menopang uterus yang membesar sehingga menyebabkan ibu
hamil mengalami ketidaknyamanan saat mengandung (Varney,
2007).
Pendapat yang sama disampaikan oleh Moseley (2002),
adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama hamil
berlangsung secara terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini
mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermorbilitas
79
sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6 sampai ke 8 setelah
melahirkan akan tetapi jika tidak diimbangi dengan terapi fisik maka
ibu akan mengalami kelemahan otot uterus ketika mengandung
anak berikutnya.
Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan adanya
dampak negatif dari perubahan psikologis yang dialami para
responden. Beberapa responden primigravida mengatakan bahwa
sering mengalami kesulitan tidur karena selalu mencemaskan
tentang proses persalinan kelak hingga cemas terhadap
penerimaan peran baru dalam keluarga, hal ini menimbulkan
perilaku negatif seperti gelisah dan sensitif di malam hari. Berbeda
dengan ibu multigravida yang merasa tidak begitu cemas karena
kehamilan yang dialami bukanlah kehamilan yang pertama.
Dilihat dari perilaku ibu primigravida yang sulit untuk
mendapatkan tidur yang nyenyak akibat respon terhadap
kecemasan, maka peneliti berpendapat bahwa mekanisme koping
yang dimiliki adalah maladaptif. Sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Keliat (2006), Mekanisme koping maladaptif
dapat menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Dengan adanya penyebab stress / stressor maka individu akan
sadar dan tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi masalah.
80
Beban psikologis berupa stres terhadap suatu masalah dapat
mengakibatkan mekanisme koping negatif. Dari pembahasan ini
peneliti berpendapat bahwa mekanisme koping negatif yang timbul
akibat kecemasan berlebih dapat berpengaruh pada kualitas tidur
ibu hamil, dalam hal ini kualitas tidur ibu primigravida cenderung
menurun.
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh keseluruhan jumlah dan
persentase kualitas tidur pada ibu hamil. Sebelum diberi perlakuan
berupa senam hamil jumlah responden dengan kualitas tidur yang
buruk sebanyak 23 ibu hamil dengan 74,1 %, responden yang
memiliki kualitas tidur sedang berjumlah 2 orang dengan 6,5 %,
sedangkan responden dengan kualitas tidur baik sebanyak 6
responden dengan persentase 19,4 %. Sesudah diberi perlakuan
terdapat perubahan pada kualitas tidur ibu hamil dimana responden
yang memiliki kualitas tidur yang buruk berubah menjadi sebanyak
4 responden atau 12,9 %, kemudian terjadi peningkatan jumlah
responden yang memiliki kualitas tidur sedang sebanyak 13 ibu
hamil dengan persentase 42 % sedangkan meningkat sebanyak 14
responden dengan persentase 45,1 % ibu hamil yang mempunyai
kualitas tidur baik.
81
4.4.2. Pengaruh Senam Hamil terhadap Kualitas Tidur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 31
responden di dua Rumah Sakit Kota Salatiga didapatkan adanya
pengaruh senam hamil dalam meningkatkan kualitas tidur
responden. Dimana diperoleh 74,1 % kualitas tidur ibu hamil buruk,
setelah diberi perlakuan senam sebanyak 12 kali diperoleh data
12,9 % atau kualitas tidur ibu hamil yang buruk mengalami
penurunan. Sehingga peneliti menganggap hasil penelitian ini
sesuai dengan asumsi awal yang menyatakan bahwa senam hamil
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas tidur pada ibu
hamil.
Hal ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Mulyani (2005), menurut Mulyani senam hamil dapat dilakukan
sekali seminggu atau maksimal 3 kali dalam seminggu selama
kurang lebih 45 menit sekali senam. Senam hamil merupakan terapi
gerak untuk mempersiapkan ibu hamil secara fisik maupun psikis
dalam menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan
(Widianti, 2010). Hal ini terjadi karena semakin tinggi frekuensi
senam, maka semakin elastis pula otot-otot panggul. ibu-ibu yang
melakukan senam hamil, otot-otot panggul sudah dipersiapkan
untuk memberikan sensasi nyaman termasuk meningkatkan
kualitas tidur pada ibu hamil dalam menghadapi usia kandungan
yang bertambah (Supriatmaja & Suwardewa, 2005).
82
Begitu banyak manfaat terapi fisik bagi otot dan tulang. Salah
satu sumber yang di sampaikan oleh Sumaryanti (2005)
mengatakan bahwa latihan fisik akan menambah kekuatan otot Hal
ini disebabkan oleh bertambah besarnya serabut otot dan
meningkatnya sistem penyediaan energi di otot. Lebih dari itu
perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak dan
kecepatan reaksi, sehingga dalam banyak hal kecelakaan dapat
dihindari. Sedang bagi tulang latihan fisik akan menambah aktivitas
enzim, tulang akan meningkatkan kepadatan, kekuatan, dan
besarnya tulang, selain mencegah keroposan tulang. Permukaan
tulang akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus-
menerus.
Pendapat dengan makna yang sama di kemukakan oleh
Peter (1997) dan Moseley (2002), pemberian terapi fisik baik aktif
maupun secara pasif dapat mengurangi ketegangan otot atau
berguna untuk membina kekuatan otot dan koordinasi otot dengan
anggota gerak lainnya sehingga semakin tubuh menerima latihan
fisik maka semakin baik pola aktivitas yang hasilkan. Semakin
banyak otot menerima latihan fisik berarti kebutuhan zat asam (O2)
dan zat makanan akan meningkat. Zat asam diperoleh melalui
pernapasan, kemudian diangkut oleh darah ke jaringan otot yang
secara langsung cara kerja jantung akan meningkat dan memompa
83
darah. Hal ini akan memberikan daya tahan pada otot tubuh
manusia.
Penurunan kualitas tidur yang disebabkan oleh
ketidaknyamanan fisik yang dialami oleh wanita hamil merupakan
masalah yang paling menonjol yang sering dihadapi ibu hamil.
Nyeri punggung yang terjadi pada sebagian besar ibu hamil adalah
sebagai akibat dari kelemahan otot pinggang dalam menopang
postur tubuh ibu ataupun karena kekakuan otot yang disebabkan
oleh beban psikologis ibu. Senam hamil merupakan cara yang
sangat efektif untuk meningkatkan kualitas otot rahim dan sendi-
sendi panggul untuk dapat menopang postur tubuh ibu yang
semakin membesar (Nala, 2002).
Menurut Newmen (2009), Sebagian besar wanita yang tidak
terlatih saat hamil, otot dasar panggulnya akan menjadi lemah,
terulur, menipis, dan bahkan robek dan saraf yang mensarafinya
ikut cidera atau terganggu. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat dari
menahan beban janin dalam kandungan. Senam hamil akan
melatih otot dasar panggul secara menyeluruh dan berkelanjutan,
terutama otot levator ani kususnya pada otot pubococcygeus yang
mendapat persarafan dibawah kontrol voluntair serta meningkatkan
tonus dan fungsi otot dasar panggul pada wanita hamil sehingga
dapat memberikan kenyamanan berupa teraturnya pola tidur ibu.
84
Senam hamil yang merupakan salah satu pelayanan
antenatal dan merupakan sebuah alternatif terapi yang diberikan
pada ibu hamil dan menimbulkan efek relaks yang melibatkan
syaraf parasimpatis dalam sistem syaraf pusat. Dimana salah satu
fungsi syaraf parasimpatis ini adalah menurunkan produksi hormon
adrenalin atau epinefrin (hormon stress) dan meningkatkan sekresi
hormon endorfin sehingga terjadi penurunan kecemasan serta
ketegangan pada ibu hamil yang membantu ibu hamil menjadi lebih
relaks dan tenang (Wulandari, 2006).
Pelaksanaan senam hamil yang teratur juga dapat
menurunkan hormon-hormon stress yaitu dengan mengaktifkan
hormon endofrin alami, meningkatkan perasaan relaks,
memperbaiki sistem kimia tubuh, sehingga menormalkan tekanan
darah serta menormalkan pernapasan, detak jantung, denyut nadi
dan aktivitas gelombang otak (Heru, 2008)
Sejalan dengan teori yang di paparkan oleh Siahaan (2013),
terapi fisik berupa senam bagi ibu hamil dapat memberikan sensasi
relaks dimana dapat memberikan banyak manfaat yang
dikhususkan pada laju pernapasan individu yang lebih dalam dan
lebih lambat sehingga sangat baik menimbulkan ketenangan, dapat
mengendalikan emosi, pemikiran yang lebih dalam dan
metabolisme yang lebih baik.
85
Dari pembahasan diatas dan dari pengalaman yang
ditemukan peneliti dalam proses penelitian, peneliti memiliki
pendapat bahwa senam hamil merupakan pelayanan antenatal
yang efektif dan sangat bermanfaat khususnya dalam
meningkatkan kualitas tidur pada ibu hamil yang cenderung
mengalami ketidaknyamanan fisik maupun psikis terkait adanya
perubahan fisiologi dan psikologis. Dalam pembahasan diatas juga
terlihat jelas bahwa adanya pengaruh senam hamil yang signifikan
terhadap kualitas tidur ibu.
Pendapat peneliti juga didukung oleh konsep senam hamil
yang dikemukakan oleh Hilal (2009), dijelaskan bahwa senam hamil
dilakukan untuk mempersiapkan fisik dan psikis ibu hamil dalam
proses kehamilan dan persalinan. Melalui latihan senam hamil akan
menghasilkan kehamilan yang sehat, persalinan dapat berjalan
secara normal, memberikan kenyamanan dalam beraktivitas
dengan mengurangi semua keluhan-keluhan yang terjadi selama
masa kehamilan yang menjadi faktor penyebab menurunnya
kualitas tidur pada ibu hamil.
86
4.5. Keterbatasan Penelitian
Selama proses pelaksanaan terdapat beberapa hal yang
peneliti anggap sebagai hambatan dalam proses pengambilan data.
Berikut adalah beberapa hal yang peneliti maksudkan sebagai
hambatan dalam penelitian.
1. Selama berjalannya proses perlakuan beberapa ibu hampir
tidak sempat hadir dikarenakan terkendala sarana
transportasi.
2. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan senam seringkali
mundur hingga 30 menit dikarenakan keterlambatan
beberapa responden. Sambil menunggu responden yang
sedang dalam perjalanan, peneliti menggunakan waktu
yang ada untuk sharing seputar kehamilan para ibu.
3. Sebagian responden dalam penelitian ini telah mendapatkan
perlakuan senam hamil meskipun tidak rutin.