BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat...
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian
Desa Padasuka adalah salah satu desa di Kecamatan Sumedang Utara yang
mempunyai luas wolayah 172,4 ha. Jumlah penduduk Desa Padasuka sebanyak
33.740 jiwa yang terdiri dari 1.940 laki-laki dan 1.800 perempuan dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 1.115 KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin (gakin)
1.345 jiwa dengan persentase 40% dari jumlah keluarga yang ada di Desa
Padasuka.
Batas-batas administratif pemerintahan Desa Padasuka Kecamatan
Sumedang Utara sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara
- Sebelah Timur : Kel. Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan
- Sebelah Selatan : Kel. Pasanggrahan Kecamatan Sumedang Selatan
- Sebelah Barat : Desa Girimukti Kecamatan Sumedang Utara
Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Padasuka Kecamatan
Sumedang Utara secara umum berupa wilayah pemukiman dan lahan pertanian
yang berada pada ketinggian antara 450-550 M diatas permukaan laut dengan
suhu rata-rata berkisar antara 25-30 0C. Desa padasuka terdiri dari 2 Dusun, 6 RW
dan 18 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota Kecamatan 2 km2 dengan
waktu tempuh 10 menit dan dari ibukota Kabupaten 3 km2 denga waktu tempuh
15 menit.
Mata pencaharian penduduk Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara
terdiri dari :
32
1. Tidak bekerja : 831 orang2. Mengurus Rumah tangga : 1.036 orang3. Pelajar/Mahasiswa : 873 orang4. Pensiunan : 99 orang5. PNS : 110 orang6. TNI/POLRI : 78 orang7. Petani : 63 orang8. Buruh : 354 orang9. Pegawai Swasta : 326 orang10.Wiraswata : 551 orang11.Lain-lain : 89 orang Jumlah : 4.410 orang
Sosial budaya dan ekonomi yang ada di Desa Padasuka Kabupaten
Sumedang Utara adalah sarana pendidikan umum.
- Taman kanak-kanak/PAUD : 3 buah- Sekolah Dasar (SD) : 2 buah- SLTP/MTs : 1 buah- SLTA/SMK : - buah
Potensi ekonomi wilayah Desa Padasuka adalah hasil pertanian yang
didukung oleh sektor lain yaitu sektor perdagangan dan home industri dan sektor
perikanan yaitu budidaya ikan hias. Perekonomian masyarakat, berkembangnya
lembaga keuangan non Bank seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
Koperasi Unit Desa (KUD) yang didukung oleh permodalan cukup baik akan
mendukung terhadap sektor ekonomi yang ada di Desa Padasuka.
4.1.1 Sejarah Kelompok Padasuka Koi
Awal tahun 1997 terdapat kelompok pembudidaya Kutamaya di Desa
Kutamaya Kabupaten Sumedang utara yang beranggotakan 11 orang dengan
budidaya ikan mas dan ikan nila yang dibentuk oleh Bapak Taufik dan Bapak
Rudi. Pada tahun 2001 usaha budidaya ini terserang penyakit harvest koi yang
menyebabkan usaha budidaya hancur sehingga pembudidaya gulung tikar. Tetapi
masih ada pembudidaya yang bertahan salah satunya Bapak Taufik. Pada tahun
2001 Bapak Taufik membentuk suatu kelompok yang bernama Padasuka Koi
dengan jumlah anggota saat itu 8 orang dan fokus pada budidaya ikan koi saja.
Nama Padasuka Koi sendiri berasal dari nama Desa yang awalnya Kutamaya
33
kemudian berganti menjadi Padasuka. Sampai saat ini jumlah anggota kelompok
Padasuka Koi semakin bertambah menjadi 33 orang. Jenis ikan koi yang biasa
dibudidayakan kelompok pembudidaya Padasuka Koi diantaranya ikan koi jenis
showa, kohaku, sanke, siro utsuri, aigoromo, akabdsu. Wilayah pemasaran
kelompok budidaya ikan Padasuka yaitu Batam, Riau, Surabaya, Kediri, Blitar,
Bangka, Padang dan Kalimantan. Biasanyanya konsumen berasal dari kalangan
menengah dan atas. Untuk diwilayah Sumedang sendiri peminat akan ikan koi
kurang dikarenakan harga yang relatif cukup mahal.
4.1.2 Struktur Organisasi Kelompok Budidaya Padasuka Koi
Kelompok Padasuka Koi dipimpin oleh seorang ketua kelompok, dalam
menjalankan tugasnya, ketua kelompok dibantu oleh sekretaris, bendahara, seksi
produksi, seksi pemasaran dan anggota kelompok.
Ketua kelompok dapat memberikan perintah langsung kepada sekretaris
lapangan, bendahara, seksi produksi, seksi pemasaran, dan anggota yang
ditunjukkan oleh garis perintah, sedangkan fungsi koordinasi dilakukan oleh ketua
kelompok, seksi produksi dan seksi pemasaran. Ketua kelompok bekerjasama
dengan seksi produksi dan seksi pemasaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi dan pemasaran di kelompok
pembudidaya Padasuka Koi.
Gambar 7. Struktur Organisasi Kelompok Pembudidaya Padasuka KoiSumber: Kelompok Padasuka Koi (2013)
Keterangan :
: Garis Perintah
Ketua Kelompok
Sekretaris Bendahara
Seksi Produksi Seksi Pemasaran
Anggota
34
4.1.3 Kegiatan Padasuka Koi
Kelompok pembudidaya Padasuka Koi bercita-cita ingin meningkatkan
kemampuan dan dapat mensejahterakan anggotanya melalui peningkatan
produktivitas dan pendapatan usaha. Pengurus dan anggota kelompok senantiasa
berperan aktif untuk mencari informasi, menambah pengetahuan dalam
menciptakan kekuatan yang mandiri dan siap menghadapi resiko usaha sehingga
dapat memperoleh pendapatan yang optimal serta meningkatkan kesejahteraan.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di kelompok pembudidaya Padasuka
Koi diantaranya sebagai berikut:
1. Kelompok sebagai kelas belajar mengajar
Kelompok merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi dan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
2. Kelompok sebagai unit produksi
Untuk kelangsungan sebagai unit produksi, kegiatan yang dilaksanakan
3. Kelompok sebagai wahana kerjasama
Kerjasama yang dilakukan sesama anggota dan antar kelompok dengan
kelompok lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta
menggalang kesatuan untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi.
4. Kelompok sebagai kelompok usaha
a. Mengadakan kegiatan pemupukan modal untuk menambah modal usaha
kelompok.
b. Mengelola usaha pembenihan secara komersial dan berkelanjutan.
c. Usaha memenuhi permintaan pasar bersadarkan komoditi yang sedang
dikembangkan.
5. Kegiatan lain
Selain dari kegiatan budidaya ada juga kegiatan kelompok yang lainnya
yaitu mengikuti lomba/pameran/festival ikan, kelompok sebagai tempat magang
bagi para siswa dan mahasiswa untuk belajar membudidayakan ikan koi, salah
satu tempat studi banding dari beberapa penggemar atau pembudidaya ikan koi.
35
4.1.4 Komoditas Ikan Budidaya Padasuka Koi
Komoditi yang dibudidayakan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi
adalah ikan hias. Untuk ikan hias yaitu ikan koi dengan jenis kohaku, showa, siro
utsuri,aigoromo,akabadsu dan sanke. Namun, sebagian besar ikan koi yang sering
dibudidayakan adalah ikan koi jenis kohaku. Sumber induk berasal dari calon
indukan impor yang didapat dari kelompok budidaya ikan koi sendiri.
4.1.5 Potensi Perikanan di Kabupaten Sumedang
Kabupaten Sumedang terletak antara 6044’-70083’ Lintang Selatan dan
107021’-108021’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 152.220 hektar yang
merupakan daerah berbukit hingga daerah pegunungan dengan ketinggian tempat
bervariasi mulai dari 25 sampai dengan 1.001 meter diatas permukaan laut,
dengan keadaan iklim agak basah dan sedang, dengan curah hujan berkisar dari
984 sampai dengan 7.528 mm.
Sumedang secara administrasi terbagi dari 26 wilayah Kecamatan, 272 Desa
dan Kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian pada sektor
perikanan berjumlah 20.383 orang. Batas wilayah administratif Kabupaten
Sumedang adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang, Sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Majalengka. Luas wilayah Kabupaten Sumedang dengan didukung
oleh keadaan geografis serta jumlah penduduk yang mayoritas petani, Kabupaten
Sumedang berpotensi untuk pengembangan sektor pembangunan budidaya
perikanan. Hal ini juga dapat ditunjukkan dengan jumlah produksi perikanan hias
di Kabupaten Sumedang setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah produksi perikanan dikabupaten sumedang dari tahun
2005-2011 dikarenakan beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan
jumlah produksi ikan tersebut. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah
produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang antara lain :
1. Potensi sumber daya alam yang masih baik
2. Meningkatnya jumlah pembudidaya dari tahun ke tahun
3. Adanya lembaga atau bank yang menyediakan peminjaman modal
36
Secara keseluruhan jumlah produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang dari
tahun 2005-2011 mengalami peningkatan (Tabel 7). Produksi ikan hias di
Kabupaten Sumedang.
Tabel 7. Produksi Ikan Hias di Kabupaten Sumedang Tahun 2005-2011Jenis
KomoditiIkan Hias
Produksi (ekor)
Tahun 2005
Tahun2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun2011
1. KoiPembenihanPembesaran
98.45036.990
126.55015.400
99.50045.800
1135.60063.400
116.00054.300
174.00020.000
152.40034.100
2. KokiPembenihanPembesaran
25.4309.870
30.00010.450
45.00023.800
32.50014.500
145.00018.900
101.00014.300
139.60019.320
3. KometPembenihanPembesaran
45.000 14.000 12.500 67.500 102.900 190.545 165.300
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang (2012)
Lahan-lahan yang berpotensi sebagai tempat budidaya perikanan menurut
Zonneveld (1991) adalah sebagi berikut:
a. Tanah
Jenis tanah liat atau lempung dengan kemiringan tanah berkisar antara 3-
5%, namun karena sulit untuk mencari kemiringan tersebut, maka kemiringan
tanah 1% masih dianggap baik dan cocok untuk dibuat kolam.
b. Air
Sumber air bisa berasal dari sungai, air hujan, atau air tanah, dengan mutu
air yang memenuhi syarat sebagai media hidup ikan yaitu tidak tercemar bahan
kimia beracun, suhu air berkisar antara 250-300C, kisaran pH air antara 6,7-8,6.
Potensi perikanan budidaya wilayah Sumedang dibagi dalam tiga kategori
yaitu wilayah yang sangat berpotensi, wilayah yang berpotensi dan wilayah yang
kurang berpotensi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang 2012) ,
yakni:
1. Sangat Potensial
Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan
budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur.
37
Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan
Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini
karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga
sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air
dibawah 10 liter/detik.
Daerah yang sangat berpotensi selain Cimalaka untuk dijadikan lahan
budidaya perikanan, salah satunya adalah Kecamatan Tomo. Kecamatan Tomo
selain terlewati oleh beberapa aliran sungai dan mempunyai daerah persawahan,
kecamatan ini juga mempunyai lapisan tanah aluvial. Tanah aluvial merupakan
tanah yang cocok untuk dijadikan tempat budidaya perikanan, khususnya untuk
pembuatan kolam ikan, karena tanah aluvial mempunyai karakteristik jenis tanah
liat atau lempung. Kecamatan lainnya yang berpotensi untuk dijadikan lahan
budidaya perikanan adalah Kecamatan Darmaraja, karena pada kecamatan ini
direncanakan akan dibangun waduk. Dengan dibangunnya sebuah waduk maka
potensi untuk budidaya perikanan khususnya jaring terapung sangat besar.
2. Potensial
Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan
budidaya perikanan melintang dari utara ke selatan. Kecamatan yang termasuk
pada kriteria ini mempunyai ketersediaan lahan yang cukup, namun tidak terdapat
sumber air yang memadai, sehingga dikhawatirkan pada saat musim kemarau
kecamatan-kecamatan tersebut mengalami kekeringan, sehingga nantinya akan
menghambat budidaya perikanan, atau sebaliknya yaitu terdapat sumber air
namun ketersediaan lahannya tidak mencukupi. Pada salah satu kecamatan yaitu
Kecamatan Sumedang Selatan, terlihat adanya dua sumber mata air dengan debit
antara 50-100 liter/detik, namun pada kecamatan ini ketersediaan lahan khususnya
persawahan sangat kecil sehingga kecamatan ini dikategorikan kepada daerah
yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan.
3. Kurang Potensial
Sebagian besar daerah yang termasuk kedalam kriteria kurang berpotensi
berada di wilayah Kabupaten Sumedang bagian barat. Pada daerah ini tidak
terdapat aliran sungai besar dan ketersediaan lahannya kecil sekali. Selain dua hal
38
tadi, kecamatan-kecamatan diwilayah ini berdekatan dengan wilayah industri
Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Cicalengka. Pada kawasan ini dilalui oleh
Sungai Citarik, Sungai Cimande, Sungai Cikijing dan Sungai Cikeruh.
Berdasarkan Laporan Hasil Analisa PT.Sucofindo, mengenai sungai-sungai yang
berada dikawasan tersebut menunjukan bahwa sungai-sungai tersebut memiliki
beberapa parameter kimia diatas persyaratan baku mutu sehingga tidak cocok
untuk dilakukannya kegiatan budidaya ikan.
Dalam beberapa tahun kedepan, Kabupaten Sumedang yang sangat
berpotensi untuk dikembangkannya perikanan budidaya terutama air tawarnya
diprediksi akan menjadi salah satu daerah pemasok ikan hias di Provinsi Jawa
Barat. Indikasi tersebut didasarkan atas beberapa aspek pendukung seperti adanya
Waduk Jatigede, yang proses pengerjaannya akan selesai pada tahun 2013
sehingga persoalan air dapat diatasi, sumber mata air yang banyak dan masih
terjaga kualitasnya dan terbentuknya kelompok-kelompok pembudidaya ikan,
serta banyaknya kolam-kolam ikan air tawar yang cukup luas dibeberapa wilayah
kecamatan.
Tersediannya lahan-lahan yang potensial tentu tidak akan berarti bila tidak
ada sumber daya manusia yang tidak memahami budidaya. Pemerintah Kabupaten
Sumedang harus terus berupaya untuk mengasah kemampuan masyarakatnya
dalam melakukan budidaya ikan baik melalui kegiatan pelatihan ataupun melalui
buku-buku petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang telah diterbitkan.
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Usia Responden
Responden terdiri dari pembudidaya, pedagang perantara, dan konsumen
akhir. Pembudidaya yang diwawancara sebanyak 6 orang. Semua responden
pembudidaya yang diwawancara merupakan anggota Kelompok Pembudidaya
Padasuka Koi. Umur responden secara keseluruhan bervariasi mulai dari umur 42-
50 tahun sebanyak 2 orang dan umur responden lebih dari 64 tahun sebanyak 4
orang. Badan Pusat Statistik menetapkan usia produktif berkisar antara 15-50
tahun dan usia nonproduktif berada dibawah dan di atasnya. Masa-masa pada usia
39
produktif adalah kemampuan manusia secara optimal untuk mengeluarkan energi
dalam produksi. Pandangan ini merumuskan bahwa sekelompok masyarakat atau
negara perlu membandingkan jumlah usia produktif dan usia nonproduktif
penduduk. Apabila jumlah usia produktif lebih besar daripada usia nonproduktif
penduduk maka secara ekonomis penduduk wilayah tersebut bersifat positif atau
terjamin kesejahteraannya. Sebaliknya, jika jumlah penduduk berusia produktif
lebih kecil daripada penduduk berusia nonproduktif, maka secara ekonomis
kesejahteraan masyarakat tersebut bersifat negatif. Tingkat usia responden dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Usia Responden
RespondenUsia
(Tahun)Jumlah (Orang)
Persentasi (%)
Pembudidaya42-50 2 8,751-60 4 17,4
Pedagang Besar 25-35 4 17,436-45 4 17,4
Pedagang Pengecer25-35 7 30,436-45 2 8,7
Jumlah 23 100Sumber: Data Olahan (2013)
Responden yang masih berusia antara 21-50 tahun merupakan usia yang
produktif sehingga kinerjanya masih optimal apabila dibandingkan dengan
responden yang sudah berusia 50 tahun ke atas yang tergolong usia non produktif
sehingga kinerjanya kurang optimal dan mulai menurun. Setiap responden yang
berusia 42-50 tahun sebanyak 8,7%, 51-60 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun
sebanyak 17,4%, 36-45 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun sebanyak 30,4%, 36-
45 tahun sebanyak 8,7%. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha
budidaya ikan koi di lokasi penelitian tergolong usia non produktif untuk
mengembangkan usaha budidaya.
4.2.2 Pendidikan Responden
Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok
orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi
40
dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi
(Sudirman 1987). Dari pengertian tersebut menyatakan bahwa seseorang yang
mengalami proses pendidikan akan mengalami perubahan aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang termanifestasikan dalam perubahan perilaku ke arah
yang lebih positif. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan seseorang dalam menyerap
informasi dan inovasi-inovasi baru. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi
akan memiliki kemampuan sehingga produktivitas kerjanya pun akan tinggi pula.
Produktivitas yang tinggi akan berpengaruh pada pendapatan sehingga akan
meningkatkan keuntungan. Pendidikan memiliki kontribusi terhadap peningkatan
keuntungan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan usaha. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin rasional dalam mempertimbangkan
suatu keputusan. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden
Responden Tingkat PendidikanJumlah (orang)
Persentase (%)
PembudidayaSMP 1 3,22SMA 5 16,12
Pedagang Besar SMA 4 12,9Perguruan Tinggi 4 12,9
Pedagang PengecerSMA 4 12,9
Perguruan Tinggi 5 16,12
Konsumen AkhirSMA 5 16,12
Perguruan Tinggi 3 9,7Jumlah 31 100
Sumber: Data Olahan (2013)
Responden dengan tingkat pendidikan SMA masih cukup banyak yaitu
58%. Keadaan ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan para responden
sehingga dapat lebih memudahkan dalam penyerapan informasi dan penerapan
inovasi.
4.2.3 Pengalaman Usaha Responden
Pengalaman responden diukur berdasarkan lamanya responden terlibat
dalam kegiatan usahanya. Semakin lama responden bekerja pada kegiatan tersebut
41
semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Dengan pertambahan usia, akan
diikuti oleh meningkatnya pengalaman seseorang dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk pengalaman pekerjaan yang ditekuni. Semakin lama
seseorang menekuni suatu pekerjaan maka semakin meningkat pula pengetahuan,
keterampilan, dan pengalamannya dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
Sedangkan responden dengan pengalaman yang minim namun lebih dinamis
dapat lebih cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam mengadopsi
teknologi yang berkaitan dengan kegiatannya. Adapun karakteristik responden
berdasarkan pengalaman usaha di bidang ikan koi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengalaman Usaha Responden di Bidang Ikan KoiResponden Pengalaman
Usaha (tahun)Jumlah (orang)
Persentase (%)
Pembudidaya1-10 5 21,711-20 1 4,34
Pedagang Besar1-10 4 17,411-20 4 17,4
Pedagang Pengecer1-10 7 30,411-20 2 8,7
Jumlah 23 100Sumber: Data Olahan (2013)
Hasil pengolahan dari data primer dapat diketahui bahwa responden rata-
rata baru menjalankan usaha budidaya ikan koi kurang dari 10 tahun. Hal ini
disebabkan karena kegiatan usaha pada bidang ikan koi di Kabupaten Sumedang
mulai lebih dikembang pada awal tahun 2008. Jika pengalaman usaha ini
diuraikan lebih jauh, maka sebanyak 16 orang responden mempunyai pengalaman
usaha 1-10 tahun dan 7 orang responden mempunyai pengalaman usaha selama
11-20 tahun. Pengalaman yang masih kurang mengakibatkan tingkat keterampilan
atau kemampuan responden dalam melakukan usaha di bidang ikan koi juga
menjadi kurang, sehingga dapat mengurangi tingkat keberhasilan dalam
melakukan usaha di bidang ikan koi.
42
4.2.4 Mata Pencaharian Responden
Hasil wawancara dengan responden mengenai mata pencaharian,
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden yang menjadikan usaha di
bidang ikan koi ini sebagai mata pencaharian utama. Namun sebagian lagi
responden menjadikan bidang usaha ikan koi ini sebagai usaha sampingan mulai
dari pedagang hingga pensiunan pegawai negri sipil (PNS). Hal ini menunjukan
bahwa sebagian kecil responden menggantungkan hidupnya pada usaha budidaya
ikan koi. Selain itu, dari segi curahan kerja sebagian besar responden lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk pekerjaan utama (Tabel 11).
Tabel 11. Mata Pencaharian RespondenResponden Mata Pencaharian Jumlah
(orang)
PembudidayaPembudidaya 4
Pensiunan Pegawai negeri sipil
2
Pedagang Besar Wiraswasta 8Pedagang Pengecer Wiraswasta 9
Jumlah 23Sumber: Data Olahan (2013)
4.3 Saluran Pemasaran
4.3.1 Pola Saluran Pemasaran
Lembaga pemasaran ikan koi yang terdapat di Kelompok Budidaya
Padasuka Koi Kabupaten Sumedang terdiri dari pembudidaya ikan koi, Kelompok
Budidaya Padasuka Koi sebagai produsen sekaligus pembudidaya pembesaran,
pedagang besar, dan pedagang pengecer.
Saluran pemasaran di Kelompok Budidaya Padasuka Koi Kabupaten
Sumedang terdiri dari 3 pola saluran pemasaran, diantaranya sebagai berikut :
Saluran Pemasaran I
Pembenihan ikan koi(Pak Taufik)
Kelompok Pembudidaya Pembesaran
(Pak Suwaryo)
Konsumen akhir (Pak Acep)
43
Saluran Pemasaran II
Saluran Pemasaran III
Gambar 8. Saluran Pemasaran kelompok pembudidaya Padasuka Koi
Saluran pemasaran yang terdapat di kelompok pembudidaya Padasuka Koi
merupakan saluran distribusi langsung dan tidak langsung. Pembudidaya
Padasuka Koi biasanya menyalurkan hasil panennya dengan cara bertransaksi
langsung dengan konsumen dan anggota kelompoknya yaitu pedagang besar dan
pedagang pengecer karena menganggap lebih praktis juga efisien sehingga tidak
perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya pemasaran.
Saluran pemasaran I merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya
pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran dan konsumen akhir.
Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang memiliki rantai
pemasaran paling pendek. Pembudidaya pembenihan menjual benih-benih ikan
Pembenihan ikan koi(Pak Taufik)
Kelompok Pembudidaya Pembesaran (M.dullah)
Pedagang Besar (Pak Fahmi)
Pedagang Pengecer (Pak Fauzi)
Konsumen Akhir (Pak Ibrahim)
Pembenihan ikan koi (Pak Taufik)
Kelompok Pembudidaya Pembesaran (Pak Asep)
Pedagang Besar(Pak Taufik)
Konsumen Akhir (Isma)
44
koi pada kelompok pembudidaya pembesaran, yang masih termasuk anggota
kelompok pembudidaya Padasuka Koi, untuk selanjutnya dibesarkan sampai
ukuran calon indukan. Kemudidan kelompok pembudidaya pembesaran menjual
hasil pembesaran benih ikan koi tersebut pada konsumen. Selain dari kelompok
pembudidaya pembesaran, konsumen juga dapat memperoleh ikan koi secara
langsung dari kelompok pembudidaya ikan koi.
Saluran pemasaran II merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya
pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar, dan
konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang
memiliki rantai pemasaran yang relatif sedang. Pembudidaya pembenihan yang
juga merangkap sebagai pedagang besar menitipkan benih ikan koi ke kelompok
pembudidaya pembesaran setelah sebelumnya ada kesepakatan antara
pembudidaya pembenihan dan pembesaran. Namun ada juga pembudidaya
pembesaran yang membeli benih dari pembudidaya pembenihan. Setelah ikan
memenuhi ukuran pasar, ikan yang dititipkan kepada pembudidaya pembesaran
dikembalikan atau bagi pembudidaya pembesar yang membeli benihnya, ikan koi
dijual kembali kepada pembudidaya pembenihan (pedagang besar) untuk
disalurkan ke konsumen akhir.
Saluran pemasaran III merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya
pembenih ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar,
pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan
saluran pemasaran yang memiliki rantai pemasaran paling panjang dan
mempunyai jangkauan konsumen yang paling luas. Pembudidaya pembenihan
ikan koi menyalurkan hasil panennya pada kelompok pembudidaya pembesaran.
Setelah memenuhi ukuran pasar, pembudidaya pembesaran menjual ikan koi
kepada pedagang besar untuk selanjutnya dijual kembali pada pedagang pengecer,
selanjutnya pedagang pengecer menjual kembali pada konsumen akhir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam hal pemasaran yaitu keadaan
geografis, efisiensi transportasi dan modal. Ketiga hal ini sangat berkaitan dalam
pemasaran sebagai contoh jika letak produsen (contoh tempat pembenihan) berada
jauh dari pasar maka akan menambah biaya transportasi karena letaknya jauh
45
sehingga transportasi tidak efisien jadi akan menambah biaya pemasaran yang
semakin besar.
Efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi dapat dihitung dengan
menggunakan R/C rasio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan. Nilai R/C rasio pada masing-masing lembaga pemasaran di
kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang
Utara Kabupaten Sumedang sudah efisien yang ditunjukan dengan nilai R/C rasio
lebih dari satu. Nilai R/C rasio pada pedagang besar lebih tinggi dibandingkan
dengan lembaga-lembaga pemasaran yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
yang dilakukan oleh pedagang besar lebih efisien. Semakin tinggi penerimaan
yang diperoleh dan semakin rendah biaya total yang dikelurkan maka efisiensi
dari usaha akan smeakin besar.
Besar efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi pada masing-masing
lembaga pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 12. Lembaga Pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka KoiLembaga Pemasaran R/C
Pembudidaya pembenihan ikan koi 1.14Pembudidaya pembesaran ikan koi 1.03
Pedagang besar 1.59Pedagang pengecer 1.21
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan R/C rasio dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II lebih
efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan
market share tertinggi terdapat pada pedagang besar dan pada saluran II fungsi
utama penjualan ada pada pedagang besar yang secara langsung disalurkan pada
konsumen, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan
saluran pemasaran lainnya.
4.3.2 Efisiensi Pemasaran
Pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dari biaya
46
pemasaran dan margin pemasaran. Margin pemasaran merupakan perbedaan
harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh
lembaga pemasaran sebelumnya yang meliputi biaya dan keuntungan pemasaran.
Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengalirkan produk
dari satu lembaga ke lembaga pemasaran lainnya diluar keuntungan yang
diperoleh lembaga pemasaran tersebut (Hanafiah dan Saefudin 1983).
Rincian penghitungan margin pemasaran terdapat pada Tabel 13 sebagai
berikut:
Tabel 13. Margin Share pada saluran I, II dan IIIUraian Saluran I Saluran II Saluran IIIPembenihan- Harga Jual (Rp) 1.500 1.500 1.500- Harga Beli (Rp) 800 800 800- Margin Pemasaran (Rp) 700 700 700- Margin Share (%) 14.8 4.7 3.2Pembudidaya pembesaran- Harga Jual (Rp) 5.500 5.500 5.500- Harga Beli (Rp) 1.500 1.500 1.500- Margin Pemasaran (Rp) 4.000 4.000 4.000- Margin Share (%) 85 27.2 27.2Pedagang Besar- Harga Jual (Rp) 20.000 20.000- Harga Beli (Rp) 10.000 10.000- Margin Pemasaran (Rp) 10.000 10.000- Margin Share (%) 68 46Pedagang Pengecer- Harga Jual (Rp) 19.000- Harga Beli (Rp) 12.000- Margin Pemasaran (Rp) 7.000- Margin Share (%) 32.2
Sumber: Data Olahan (2013)
Saluran I terdiri atas pembenihan, pembesaran, dan konsumen akhir. Margin
pemasaran dan Margin Share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 14.8 %. Margin
pemasaran pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual
pembesaran sangat tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan. Margin Share
sebesar 85% hal ini menunjukan harga jual pembesaran sangat tinggi
dibandingkan dengan harga produsen.
47
Saluran II terdiri atas pembenihan, pembesaran dan pedagang besar. Pada
saluran II ada dua bentuk kerja sama yaitu sistem penitipan benih dan pembelian
benih. Pada sistem penitipan benih dari pembudidaya pembesaran ke pedagang
besar tidak dicantumkan jumlah harga jual dan harga belinya dikarenakan
pembudidaya pembenihan disini menitipkan benih ikan koi kepada pembudidaya
pembesaran dengan tujuan memanfaatkan kolam yang ada di pembudidaya
pembesaran. Pedagang besar disini adalah Bapak Taufik. Pembudidaya
pembesaran disini tidak menjual tetapi mengembalikan ikan koi yang telah
dibesarkan ke pedagang besar sesuai dengan kesepakatan awal tentang bagi hasil
keuntungan yang diperoleh. Pada sistem pembelian benih margin pemasaran dan
margin share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 4.7%. Margin pemasaran
pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran
lebih tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar
27.2%. Margin pemasaran pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin
Share 68%.
Saluran III terdiri atas pembenihan, pembesaran, pedagang besar, pedagang
pengecer dan konsumen akhir. Margin pemasaran dan Margin Share pada
pembenihan Rp 700,00 dan 3.2%. Margin pemasaran pembesaran adalah Rp
4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran sangat tinggi dibandingkan
dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar 27.2%. Margin pemasaran
pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin Share 46%. Margin
pemasaran pedagang pengecer adalah Rp 7.000,00 dengan Margin Share 32.2%.
Hal ini menunjukkan harga jual pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan
harga pengecer.
Berdasarkan analisis margin share saluran pemasaran yang paling efisien
terdapat pada saluran satu, dapat dilihat dari persentase margin share tertinggi
dibandingkan dengan persentase margin share saluran lainnya yaitu dengan
margin share pembenihan 14.8 % dan margin share pembesaran 85%.
Analisis market share pemasaran yang menekan pada keuntungan dan biaya
pada masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran dengan menggunakan
perhitungan juga, kita dapat mengetahui apakah suatu usaha tersebut dapat
48
dikatakan menguntungkan atau sebaliknya. Berikut perhitungan market share
pada pemasaran ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka
Kecamatan Sumedang Utara dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Market share Ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi
Sumber : Data Olahan (2013)
Market share ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kabupaten
Sumedang meliputi pembudidaya, pedagang besar, beberapa pengecer dan
konsumen. Market share terbesar yaitu di pedagang besar sebesar 43.48%, karena
menjual ikan koi dengan harga Rp 20.000 per ekor.
Market share terendah berasal dari pembudidaya pembenihan yaitu sebesar
3.26%. Kontribusi kelompok Padasuka Koi sangat besar dalam produksi ikan koi
di Sumedang, namun dalam hal pemasaran ikan koi di daerah Sumedang masih
kurang karena minimnya peminat di Sumedang. Minimnya peminat ikan koi
dikarenakan peminat ikan koi di daerah Sumedang kebanyakan hanya sekedar
hobi dan dikarenakan rata-rata harganya yang tinggi. Pemasaran lebih banyak
dilakukan ke luar daerah Sumedang dan luar pulau Jawa.
Pengukuran efisiensi dapat juga dilakukan dengan cara mengetahui BCR
para pelaku pemasaran. Bila BCR > 1 maka usaha tersebut dikatakan efisien, dan
nila BCR < 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak efisien, dapat dilihat pada
(Tabel 15).
UraianTotal Produksi
Harga jual (Rp) Market Share (%)Pembudidaya
- Pembenihan 1.500 3.26- Pembesaran 5.500 11.96
Pedagang- Pedagang Besar 20.000 43.48- Pedagang Pengecer 19.000 41.30
Total 46.000 100.00
49
Tabel 15. Pengukuran Efisiensi Pada Pelaku Pemasaran
Saluran PelakuR/C Rata-Rata
BCRStatus Efisiensi
I Pembenihan 1.141.08 Efisien
Pembesaran 1.03
IIPembenihanPembesaran
Pedagang besar
1.141.031.59
1.25 Efisien
III
Pembenihan Pembesaran
Pedagang besarPedagang pengecer
1.141.031.591.21
1.24 Efisien
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa dari semua saluran
pemasaran nilai BCR diatas 1, artinya seluruh saluran pemasaran memiliki status
pemasaran yang efisien. Namun dilihat dari rata-rata BCR nilai tertinggi dimiliki
oleh saluran II yaitu 1.25 maka dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II
lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan
banyaknya transaksi yang terjadi di saluran II oleh pelaku pemasaran sebagai
contoh pembudidaya pembenihan memegang peranan dibeberapa saluran
pemasaran seperti Pak Taufik sebagai produsen 1 dan produsen 2 yang
menyalurkan hasil panen sekaligus pembeli ikan koi.
4.4 Struktur Pasar
Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar
berdasarkan pada ciri-ciri seperti produk yang dihasilkan, banyaknya lembaga
pemasaran, mudah tidaknya keluar masuk pasar dan informasi pasar. Struktur
pasar ikan koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan
Sumedang Utara Kabupaten Sumedang adalah pasar persaingan sempurna. Hal ini
terlihat dari jumlah pembeli dan penjual (pedagang besar dan pedagang pengecer)
yang banyak dan produk yang dihasilkan homogen. Selain itu harga yang
ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Dimana ketika
permintaan meningkat maka harga jual ikan koi ikut meningkat dan ketika
permintaan menurun harga jual ikan koi ikut menurun.
50
4.4.1 Jumlah Lembaga Pemasaran
Pemasaran produk perikanan dalam penyampaiannya dari produsen primer
(pembudidaya) pada konsumen akhir membutuhkan rangkaian tahap, tingkatan,
dan fungsi. Salah satu alasannya adalah karena komoditi ikan hias merupakan
komoditi hidup yang mudah rusak atau mati maka sangat membutuhkan lembaga
pemasaran. Selain itu lokasi lahan tempat budidaya ikan hias yang tersebar dalam
areal yang luas membuat jasa pedagang perantara sebagai salah satu lembaga
pemasaran yang cukup dibutuhkan dalam proses ini.
Lembaga pemasaran ikan koi yang terlibat di kelompok pembudidaya
Padasuka Koi terdiri dari pedagang besar dan pedagang pengecer. Responden
kelompok pembudidaya ikan koi berjumlah 1 orang yaitu ketua dari kelompok
pembudidaya Padasuka Koi. Responden pembudidaya pembesaran dan
pembenihan berjumlah 1 orang yang merupakan anggota dari kelompok
pembudidaya Padasuka Koi. Responden pembudidaya pembesaran berjumlah 4
orang yang merupakan anggota dari kelompok pembudidaya Padasuka Koi.
Responden pedagang besar berjumlah 8 orang dan pedagang pengecer berjumlah
9 orang. Hasil pengamatan menunjukan jumlah pelaku pemasaran dari
pembudidaya sampai dengan pedagang pengecer semakin banyak.
4.4.2 Keadaan Produk
Ikan koi hasil pembudidaya kelompok pembudidaya Padasuka Koi dari
mulai pembudidaya sampai ke konsumen akhir bersifat homogen dan telah
dilakukan sortasi juga grading. Sortasi adalah memilih dan memisahkan individu
dari suatu populasi ikan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
untuk memilih (menyortir) ikan mencakup ukuran (panjang atau bobot), warna,
kondisi, kesehatan, kelengkapan morfologi tubuh, dan tingkah laku. Penggunaan
kriteria tersebut bergantung pada tujuan sortasi. Tujuan sortasi antara lain adalah
untuk memenuhi permintaan pasar (konsumen), meningkatkan keseragaman
(mutu) produk, serta meningkatkan harga produk dan penerimaan (Effendi dan
Oktariza 2006).
Grading adalah kegiatan menggolong-golongkan ikan ke dalam kriteria
(umumnya adalah ukuran atau size) tertentu. Grading terhadap produk perikanan
51
akan berdampak terhadap harga. Ikan yang memiliki ukuran lebih besar biasanya
akan memiliki harga yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Pada akhirnya, dampak
dari sortasi dan grading adalah adanya peningkatan penerimaan oleh produsen
maupun lembaga pemasaran akibat adanya peningkatan harga (Effendi dan
Oktariza 2006).
Setiap ukuran dan kualitas yang berbeda dijual dengan harga yang berbeda
untuk setiap ekornya, sehingga pedagang besar, pedagang pengecer, dan
konsumen akhir dapat membeli ikan koi sesuai dengan ukuran dan harga yang
diinginkan. Di tingkat pedagang pengecer, konsumen melihat kualitas ikan koi
berdasarkan ukuran, kecerahan warna, bentuk tubuh, dan kesehatan (dilihat dari
lincah atau tidaknya ikan koi).
4.4.3 Kondisi Keluar Masuk Pasar
Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga
pemasaran untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hambatan utama untuk
memasuki pasar ikan koi diantaranya tinggi rendahnya modal atau biaya yang
dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar.
Umumnya pembudidaya ikan Padasuka Koi menjual hasil panennya ke lembaga
pemasaran, hal ini dikarenakan pembudidaya membutuhkan biaya yang lebih
untuk mampu memasarkan sendiri hasil panennya. Dimana jangkauan pemasaran
ikan koi dari Sumedang sebagian besar di luar pulau Jawa. Hambatan yang
dirasakan pembudidaya pembesaran adalah kebutuhan modal yang cukup besar.
Hambatan untuk masuk ke pasar pedagang besar relatif besar. Selain
masalah dana yang diperlukan untuk biaya pemasaran, juga diperlukan
pengalaman berdagang dan kemampuan manajerial. Salah satu kemudahan
memasuki pasar ikan koi salah satunya adalah pedagang besar tidak memerlukan
izin khusus yang dapat menghambat seseorang untuk masuk berbisnis ikan hias
dan menjadi pedagang besar.
Dari uraian mengenai jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan
produk dan kondisi keluar masuk pasar dapat diketahui bentuk struktur pasar ikan
koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kecamatan Sumedang Utara
Kabupaten Sumedang. Struktur pasar ikan koi ditingkat pasar pembudidaya
52
mengarah pada pasar persaingan murni dimana jumlah penjual (pembudidaya)
sedikit, produk bersifat homogen, bargaining position pembeli banyak dan
informasi yang dimiliki pembeli lebih banyak. Struktur pasar ikan koi ditingkat
pedagang besar mengarah pada persaingan murni dimana jumlah pembeli sedikit
sedangkan jumlah penjual banyak, produk bersifat homogen, bargaining position
penjual lebih kuat. Struktur pasar ikan koi ditingkat pedagang pengecer mengarah
pada persaingan murni (Tabel 16).
Tabel 16. Struktur pasar pada Rantai PemasaranPelaku pasar Penjual Pembeli Struktur
pasarJumlah Jumlah Usaha
pembudidayaPembudidaya 6 Pedagang
besar8 Persaingan
MurniPedagang
besarPedagang
besar8 Pedagang
pengecer9 Persaingan
MurniPedagang pengecer
Pedagang pengecer
9 Konsumen akhir
banyak Persaingan murni
Sumber: Data olahan (2013)
Struktur pasar pada pelaku pemasaran mengarah pada pasar persaingan
sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli dan
setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.
Interaksi seluruh penjual dan pembeli di pasar yang akan menentukan harga pasar
dan seorang penjual hanya menerima harga yang sudah ditentukan. Berapa banyak
produk yang dijual oleh penjual tidak dapat mengubah harga yang ditentukan
pasar karena jumlah yang diproduksikan hanya sebagian kecil dari jumlah yang
diperjual belikan.
4.4.4 Informasi Pasar
Pengumpulan informasi pasar dilakukan terutama untuk mengetahui ukuran,
jumlah, harga, waktu, mekanisme distribusi, dan pelayanan yang dikehendaki oleh
konsumen terhadap produk (Effendi dan Oktariza 2006). Lembaga-lembaga
pemasaran sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya
efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang
53
kemungkinan jumlah permintaan dan harga produk sebagai dasar untuk membuat
keputusan tentang harga jual yang ditetapkan.
Usaha pembesaran memperoleh informasi harga secara langsung dari
pedagang yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang
dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para
pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku sesuai harga pasar. pada saat
permintaan akan ikan koi naik, maka harga ikan koi pun meningkat dan
sebaliknya, pada saat permintaan akan ikan koi turun maka harga ikan koi pun
turun. Pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang
perantara.
4.5 Keragaan Biaya Manfaat
Usaha budidaya ikan hias baik untuk produksi maupun dalam proses
pemasarannya, bahwa kedua tahap tersebut membutuhkan biaya yang terdiri atas
biaya produksi dan biaya pemasaran (Hanafiah dan Saefudin 1983).
Biaya produksi terdiri atas dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya tidak
tetap (biaya variabel). Biaya tetap yaitu sejumlah biaya yang tetap harus
dikeluarkan saat kolam berproduksi atau tidak, misalnya biaya penyusutan kolam
dan biaya penyusutan peralatan. Biaya tenaga kerja dapat dimasukan dalam biaya
tetap, terutama untuk tenaga kerja tetap. Sementara tenaga kerja yang bersifat
harian biasanya tidak dikelompokkan dalam biaya tetap.
Biaya tidak tetap (biaya variabel) yaitu sejumlah biaya yang digunakan
untuk memproduksi ikan mas koi dan jumlahnya sangat tergantung pada jumlah
kapasitas dan masa produksi yang bersangkutan. Beberapa variabel yang termasuk
ke dalam biaya tidak tetap yaitu pakan, obat-obatan, vitamin, sewa kios, dan lain-
lain. Jumlah biaya tidak tetap yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh besar
kecilnya jumlah unit yang diusahakan.
Tahap selanjutnya setelah produksi adalah pemasaran yang merupakan
proses penyaluran produk dari produsen (pembudidaya) ke konsumen atau pasar.
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran
berlangsung, mulai dari pembudidaya hingga diterima oleh konsumen akhir.
54
Besarnya biaya pemasaran sangat bergantung dari panjang pendeknya saluran
pemasaran. Selain semakin mahal harga, saluran pemasaran yang jauh juga
memiliki tingkat resiko yang tinggi. Tingkat kematian ikan koi dan menurunnya
kualitas ikan koi adalah resiko yang sering terjadi. Biaya yang dimasukan dalam
biaya pemasaran yaitu biaya transportasi dan kematian ikan koi selama
penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan.
Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui
keuntungan yang telah dicapai selama usaha ikan koi tersebut berlangsung.
Pengusaha dapat menganalisis perhitungan serta menentukan tindakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya.
4.5.1 Pembenihan
Pembenih memiliki 4 ekor induk ikan koi dan menghasilkan ± 24.000 ekor
benih ikan koi, dalam jangka waktu 1 tahun dapat dilakukan 2 kali pemijahan.
Pada pembenihan ikan koi digunakan bak fiber sebagai media pemijahan dan bak
fiber terpisah untuk pendederan. Alat-alat produksi lain yang digunakan
diantaranya ember grading, jaring, dan lain-lain.
Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih memiliki
cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan ini masih
cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu diberi
makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan makanan berupa kutu air
yang disaring, artemia atau makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia
7 hari hingga 8 minggu benih ikan koi diberi makan pakan buatan.
Panen ikan koi bisa dilakukan mulai umur satu atau dua bulan. Pada usia
sekitar satu sampai dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3 – 4,5 cm
dan telah dapat dijual kepada pembudidaya pembesaran dengan harga mencapai
Rp. 1.500.
Pada usaha budidaya ikan koi tidak lepas dari biaya, karena biaya
merupakan salah satu unit yang akan dikeluarkan dalam menghasilkan suatu
produk. Biaya tidak hanya berbentuk uang, namun dapat pula berupa tenaga kerja.
Pada proses perhitungan biaya yang akan dikeluarkan merupakan acuan dalam
menentukan harga dan perhitungan indikator kelayakan usaha. Biaya tetap terdiri
55
dari biaya penyusutan kolam, penyusutan induk ikan koi dan biaya penyusutan
peralatan produksi (Tabel 17).
Tabel 17. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembenih Ikan KoiNo Uraian Nilai (Rp)1.
2.
3.
Biaya Investasi (5 tahun)- Pembuatan kolam- Induk ikan koi (4 pasang)- Biaya peralatan produksi
Total Biaya InvestasiBiaya Tetap (1 tahun)
- Penyusutan kolam- Penyusutan induk ikan koi- Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air)- Modal sendiri
Biaya Variabel- Pakan- Tenaga kerja- Listrik - Vitamin dan obat-obatan
Total Biaya
5.000.000 20.000.000 21.240.000 46.240.000
1.000.000 4.000.000 4.248.000
0
10.000.000 10.000.000 500.000 1.580.00031.328.000
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 36.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 4.672.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,14
Sumber: Data Olahan (2013)
Tabel 17 merupakan biaya usaha dalam kurun waktu 1 tahun, biaya yang
dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan koi selama 5 tahun
kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, biaya induk ikan koi (4 pasang) dan
biaya peralatan produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 5.000.000,
untuk pembelian 4 pasang indukan ikan koi sebesar Rp 20.000.000 dengan
masing-masing harga induk ikan koi Rp 5.000.000 per ekor dan terdapat biaya
untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 21.240.000. total biaya
yang digunakan untuk pembenihan ikan koi sebesar Rp 46.240.000.
Pembudidaya ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap tahunnya perlu
melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 1.000.000, dan untuk perbaikan
peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 4.248.000, selain biaya
perawatan kolam dan perbaikan peralatan produksi pembudidaya juga harus
mengeluarkan biaya untuk indukan koi baru sebesar Rp 4.000.000 per ekor.
56
Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan
naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi
atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya
variabel yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan
obat-obatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Biaya
pakan sebesar Rp 10.000.000 untuk pembelian pakan sebanyak 625 kg, biaya
untuk upah pekerja sebanyak 6 orang sebesar Rp 10.000.000, beban biaya untuk
listrik sebesar Rp 500.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air,
sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari
biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 31.328.000.
Pembudidaya akan mendapatkan penerimaan dari benih yang dihasilkan dan
dijual. Benih yang dihasilkan dari pemijahan 4 pasang induk : ± 12.000 ekor
dalam 2 kali pemijahan dengan total produksi sebanyak 24.000 ekor. Harga benih
per ekor Rp 1.500, sehingga pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar
Rp 36.000.000.
Keuntungan yang akan diperoleh dari budidaya ikan koi selama setahun
sebesar Rp 4.672.000. Keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi
dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari
perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan
menghasilkan nilai R/C dari usaha tersebut sebesar 1,14 yang artinya usaha
pembenihan ikan koi menguntungkan karena keuntungan yang diperoleh lebih
dari biaya total yang dikeluarkan. Semakin tinggi nilai R/C tingkat keuntungan
suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu berarti belum
memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan (Mursid,
1997).
4.5.2 Pembesaran
Pembesaran ikan koi masih termasuk anggota dari Kelompok Padasuka Koi
yang terdiri dari 6 anggota. Benih ikan koi berasal dari pemijahan yang dilakukan
oleh kelompok Padasuka Koi selanjutnya dibesarkan sampai ukuran yang
diinginkan.
57
Usaha pembesaran umumnya dilakukan disamping rumah dengan
pembuatan kolam baru, kolam tersebut dibuat untuk pembentukan warna, pola,
dan corak ikan koi. Pembesaran ikan koi memerlukan biaya sebagai modal awal
dalam melakukan usaha tersebut. Modal tersebut berupa pembuatan kolam dan
pembelian peralatan produksi yang dapat digunakan sampai kegiatan panen.
Rincian biaya pembesaran ikan koi dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembesaran Ikan KoiNo Uraian Nilai (Rp)1.
2.
3.
Biaya Investasi (5 tahun)- Biaya pembuatan kolam- Biaya peralatan produksi
Total Biaya Investasi
Biaya Tetap (1 tahun)- Penyusutan kolam- Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air)- Modal sendiri
Biaya Variabel- Pembelian Benih Ikan Koi
1 orang pembudidaya pembesaran @ 3.000 ekor 3.000 ekor x Rp. 1.500
- Pakan- Tenaga kerja- Listrik - Vitamin dan obat-obatan
Total Biaya
3.500.0001.500.0005.000.000
700.000300.000
0
4.500.000
5.790.000
1.200.000 300.000 1.580.000 14.370.000
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 14.850.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 480.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,03
Sumber: Data Olahan (2013)
Biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembesaran ikan koi
selama 5 tahun kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, dan biaya peralatan
produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 3.500.000 dan terdapat biaya
untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 1.500.000. Total biaya
yang digunakan untuk pembesaran ikan koi sebesar Rp 5.000.000.
Pembudidaya pembesaran ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap
tahunnya perlu melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 700.000, dan untuk
perbaikan peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 300.000.
58
Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik
turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau
volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel
yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan obat-
obatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Pembelian
Benih Ikan koi 1 orang pembudidaya pembesaran masing-masing 3.000 ekor
dikalikan Rp. 1.500 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya
4.500.000. Biaya pakan sebesar Rp 5.790.000 untuk pembelian pakan, biaya
untuk upah pekerja sebanyak 1 orang sebesar Rp 1.200.000, beban biaya untuk
listrik sebesar Rp 300.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air,
sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari
biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 14.370.000.
Pembudidaya pembesaran akan mendapatkan penerimaan dari penjualan
ikan koi. Benih yang dihasilkan dari pembesaran ± 2.700 ekor dimana tingkat
mortalitasnya sebesar 10%. Harga benih per ekor Rp 5.500, sehingga
pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 14.850.000.
Keuntungan yang diperoleh pembudidaya pembesaran yaitu sebesar Rp.
480.000/tahun, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga
jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan untuk satu kali
panen yaitu Rp. 240.000. Nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha
tersebut menguntungkan.
4.5.3 Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli ikan koi dalam jumlah yang
banyak dalam sebulan bisa membeli 4.500 ekor ikan koi dalam satu kali
memasarkan. Pedagang besar ini biasanya langsung membeli dari pembudidaya,
alasan pedagang besar membeli ikan koi langsung ke pembudidaya dikarenakan
harga yang murah dan bisa langsung memilih warna, corak serta ukuran ikan.
Pedagang besar dalam melakukan usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya
biaya tabung, sewa kios, dan pembelian ikan koi. Pedagang besar juga
59
menanggung biaya transportasi untuk pengangkutan ikan dari pembudidaya ke
kios.
Pedagang besar menyerap ikan koi dari pembudidaya Padasuka Koi.
Pedagang besar memiliki biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan
usaha pemasaran, diantaranya tertera pada (Tabel 19).
Tabel 19. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang BesarNo Uraian Nilai (Rp)1.
2.
3.
Biaya Investasi (5 tahun)- Biaya bak penampungan fiber- Alat tabung oksigen (10 tahun)
Total Biaya InvestasiBiaya Tetap (1 tahun)
- Penyusutan bak penampungan- Penyusutan alat tabung oksigen- Retribusi
Biaya Variabel- Sewa kios- Pembelian ikan koi- Peralatan pemasaran ( sair, ember, tabung oksigen,
plastik, karet gelang)- Listrik - Transportasi - Tenaga Kerja
Total Biaya
4.000.0002.500.000
6.500.000
800.000250.000
200.000
4.500.00045.000.000 1.000.000
300.000
1.500.000 3.000.00056.550.000
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 90.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 33.450.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,59
Sumber: Data Olahan (2013)
Pedagang besar dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan biaya.
Biaya untuk bak penampungan sebesar Rp 4.000.000 dan biaya alat tabung
oksigen sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha
tersebut sebesar Rp 6.500.000.
Pedagang besar setiap tahunnya perlu melakukan perawatan bak
penampungan sebesar Rp 800.000, dan untuk perbaikan tabung oksigen sebesar
Rp 250.000 dan biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000. Pedagang
besar harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik
60
turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau
volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel
yaitu sewa kios, pembelian benih ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas
oksigen, plastik, karet gelang), biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga
kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios
sebesar Rp 4.500.000, pembelian Benih Ikan koi 1 orang pedagang besar masing-
masing 4.500 ekor dikalikan Rp. 10.000 per ekornya sehingga akan menghasilkan
total biaya 45.000.000. biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan
pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik dan karet gelang sebesar
Rp 1.000.000, beban biaya untuk listrik sebesar Rp 300.000, biaya transportasi
dalam pengangkutan ikan koi dari tempat pembudidaya ke kios sebesar Rp
1.500.000, dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000,
dengan masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya
tetap dan biaya variabel sebesar Rp 56.550.000.
Pedagang besar akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Ikan
koi yang dibeli sebesar 4.500 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke konsumen
per ekor Rp 20.000, sehingga pedagang besar akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 90.000.000.
Keuntungan yang diperoleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 33.450.000,
keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual
dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan
dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai R/C dari usaha
tersebut sebesar 1,59 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan
bahwa usaha tersebut menguntungkan.
4.5.4 Pedagang Pengecer
Pengecer merupakan pedagang yang membeli ikan koi sesuai dengan
jumlah permintaan pasar di daerah sekitar. Pedagang pengecer biasanya membeli
ikan koi dari pedagang besar. Pedagang pengecer merupakan salah satu lembaga
pemasaran yang membantu proses pemasaran ikan koi sampai ke tangan
konsumen akhir disamping pedagang besar. Pedagang pengecer dalam melakukan
usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya biaya peralatan, sewa kios, dan
61
pembelian ikan koi. Pedagang pengecer juga menanggung biaya transportasi
untuk pengangkutan ikan dari tempat pedagang besar ke kios.
Pedagang pengecer I dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan
biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.500.000, biaya
blower sebesar Rp 1.175.000, biaya filter sebesar Rp 2.267.000, biaya bak
penampungan fiber sebesar Rp 3.573.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10
tahun sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha
tersebut sebesar Rp 14.280.000.
Pedagang pengecer I setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai
dari akuarium sebesar Rp 500.000, perbaikan blower Rp 235.000, perbaikan filter
sebesar Rp 453.400, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 714.000, biaya
iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen
sebesar Rp 250.000. Pedagang pengecer I harus menyiapkan biaya variabel. Biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang
jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan
output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992).
Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios,
pembelian ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet
gelang), biaya pakan, biaya transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja.
Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar
Rp 5.000.000, pembelian ikan koi untuk pedagang pengecer I masing-masing
6.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 12.000 per ekornya sehingga akan
menghasilkan total biaya 72.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik bening, plastik
hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000, biaya pakan yang dikeluarkan
sebesar Rp 2.500.000, biaya transportasi dalam pengangkutan ikan koi dari tempat
pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya untuk listrik sebesar Rp 1.800.000
dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000, dengan
masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya tetap dan
biaya variabel sebesar Rp 87.853.000. Rincian biaya-manfaat usaha pemasaran
ikan koi terdapat pada Tabel 20.
62
Tabel 20. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang Pengecer
Sumber: Data Olahan (2013)
Pedagang pengecer I akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi.
Benih yang dibeli sebesar 6.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke
konsumen per ekor Rp 17.000, sehingga pedagang pengecer I akan mendapatkan
penerimaan sebesar Rp 102.000.000.
Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer I yaitu sebesar Rp
14.147.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga
jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan
penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai
No UraianNilai (Rp)
PP ISaluran I
PP IISaluran II
1.
2.
3.
Biaya Investasi (5 tahun)Biaya peralatan
- Akuarium - Blower (Atman 1200)- Filter (Atman 105)- Bak fiber- Tabung oksigen
Total Biaya Investasi
Biaya Tetap (1 tahun)- Penyusutan (akuarium)- Penyusutan Blower - Penyusutan Filter - Penyusutan Bak fiber - Penyusutan Tabung oksigen- Retribusi
Biaya Variabel- Sewa kios- Pembelian ikan koi- Peralatan pemasaran (sair, gas oksigen,
plastik bening, plastik hitam, karet gelang)
- Pakan- Transportasi, listrik- Tenaga Kerja
Total Biaya
2.500.000 1.175.000 2.267.000
3.573.000 2.500.000 14.280.000
500.000 235.000 453.400 714.000 250.000 200.000
5.000.000 72.000.000 1.200.000
2.500.000
1.800.000 3.000.000 87.853.000
2.000.000 1.250.000
2.100.000 3.350.000 2.450.000 11.150.000
400.000 250.000 420.000 670.000 245.000 200.000
4.500.000 91.000.000 1.200.000
2.000.000 1.750.000 1.500.000 104.135.000
Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 102.000.000 133.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 14.147.000 28.865.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,16 1,27Rata-rata R/C 1,215
63
R/C dari usaha tersebut sebesar 1,16 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1
menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan.
Pedagang pengecer II dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan
biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.000.000, biaya
blower sebesar Rp 1.250.000, biaya filter sebesar Rp 2.100.000, biaya bak
penampungan fiber sebesar Rp 3.350.000, serta biaya iuran kebersihan dan
keamanan Rp 200.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10 tahun sebesar Rp
2.450.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha tersebut sebesar Rp
11.150.000.
Pedagang pengecer II setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai
dari akuarium sebesar Rp 400.000, perbaikan blower Rp 250.000, perbaikan filter
sebesar Rp 420.000, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 670.000, biaya
iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen
sebesar Rp 245.000. Pedagang pengecer II harus menyiapkan biaya variabel.
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi
yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan
output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang
termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios, pembelian ikan koi, peralatan
pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet gelang), biaya pakan, biaya
transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung
dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar Rp 4.500.000, pembelian Ikan koi untuk
pedagang pengecer II masing-masing 7.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 13.000
per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 91.000.000. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas
oksigen, plastik bening, plastik hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000,
biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.000.000, biaya transportasi dalam
pengangkutan ikan koi dari tempat pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya
untuk listrik sebesar Rp 1.750.000 dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 1 orang
sebesar Rp 1.500.000 per bulan. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar
Rp 104.135.000.
64
Pedagang pengecer II akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan
koi. Ikan koi yang dibeli sebesar 7.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke
konsumen per ekor Rp 19.000, sehingga pedagang pengecer II akan mendapatkan
penerimaan sebesar Rp 133.000.000.
Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer II yaitu sebesar Rp
28.865.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga
jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan
penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai
R/C dari usaha tersebut sebesar 1,27 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1
menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. Semakin tinggi nilai R/C
tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu
berarti belum memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan
(Mursid, 1997).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa keuntungan yang paling besar
diperoleh oleh pedagang pengecer kedua (PP II) sebesar Rp 28.865.000,00
dengan R/C 1,27 sedangkan pedagang pengecer kesatu (PP I) keuntungannya Rp
14.147.000,00 dengan R/C 1,16. Hal ini disebabkan volume pembelian pedagang
pengecer pada saluran II yang lebih besar daripada pedagang pengecer pada
saluran pemasaran I, sehingga keuntungan yang diperolehnya pun lebih banyak.
Proporsi biaya terbesar dalam usaha ini yaitu biaya pembelian ikan koi dan
biaya tenaga kerja. Semakin banyak ikan mas koi yang dibeli maka akan semakin
besar pula biaya yang dikeluarkan. Biaya terbesar kedua dalam usaha ini adalah
biaya tenaga kerja. Secara ekonomi, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
merupakan bagian dari biaya didalam suatu usaha (Mubyarto 1989). Faktor
produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas tenaga kerja. Jumlah
tenaga kerja yang diperlukan perlu sesuai dengan kebutuhan sampai tingkat
tertentu sehingga jumlahnya optimal. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan
oleh berbagai hal, antara lain dipengaruhi oleh mekanisme pasar, jenis kelamin,
kualitas tenaga kerja dan umur tenaga kerja.
65
4.5.5 Konsumen Akhir
Konsumen akhir merupakan pemakai akhir dari produk, digunakan untuk
keperluan sendiri atau orang lain dan tidak diperjual belikan. Konsumen akhir
secara langsung mendatangi pelaku pemasaran (pedagang perantara) terdekat,
namun ada juga yang secara langsung mendatangi pembudidaya ikan mas koi.
Setiap pedagang perantara kisaran harga jual ikan koi yang diperoleh oleh
konsumen berbeda-beda. Harga ikan koi di pembudidaya berkisar Rp. 3.000 - Rp
5.000/ekor, harga di pedagang besar berkisar Rp. 10.000 - Rp. 20.000/ekor, dan
harga pada pedagang pengecer berkisar Rp. 17.000 - Rp.19.000/ekor.
4.6 Keragaan Usaha
1. Pembenihan
Pembudidaya pembenih ikan koi menggunakan bak fiber sebagai media
pemijahan dan bak fiber terpisah untuk pendederan. Selain itu, alat-alat produksi
lain yang digunakan untuk membantu masa produksi dan pemanenan meliputi
ember grading, jaring, dan lain-lain.
Pemijahan induk ikan koi dilakukan pada bak fiber berukuran 2m x 1m x
1,5 m3, Kemudian dipasang kakaban yang terbuat dari nilon plastik yang dijepit
oleh dua bilah pipa paralon pada sore hari. Ukuran kakaban yang digunakan 30 x
50 cm. Setelah indukan diseleksi, dilakukan pencampuran induk jantan dan betina
dengan perbandingan jantan 2 ekor sedangkan betina 1 ekor dengan bobot
mencapai 1 kg sampai 2 kg. Induk ikan koi akan mulai memijah pada tengah
malam, benih yang dihasilkan adalah ± 10.000 ekor per 1x memijah.
Proses pemijahan berlangsung selama kurang lebih 3 jam, telur-telur yang
menempel pada kakaban harus dipindahkan pada keesokan harinya begitu juga
dengan induk. Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih
memiliki cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan
ini masih cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu
diberi makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan pakan alami atau
makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia 7 hari hingga 2 bulan,
benih ikan koi diberi makan pakan buatan.
66
Panen ikan koi bisa dilakukan umur dua bulan. Pada usia sekitar satu sampai
dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3–4,5cm dan dijual kepada
pembudidaya pembesaran dengan harga untuk ukuran benih besar Rp 1.500. Ikan
koi ini terdiri dari 4 Grade, yaitu :
a) Grade kontes
Tipe grade kontes yaitu ikan koi yang telah memiliki warna sisik yang cerah
dan pola warna yang sempurna serta dari segi postur tubuh yang memadai untuk
tumbuh lebih besar. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Ikan Koi Grade Kontes jenis Shiro Utsuri
b) Grade A
Tipe grade A untuk ikan koi tidak jauh berbeda dengan tipe grade kontes
hanya saja hal yang membedakanya tipe kelas ini belum belum memiliki warna
yang begitu sempurna dan postur tubuh yang bagus agar bisa tumbuh besar.
Contohnya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Ikan koi Grade A jenis Shiro Utsuri
c) Grade B
Tipe grade B pada ikan koi adalah ikan koi yang memiliki warna sisik yang
belum keluar dengan sempurna atau memiliki warna sisik yang kurang
cerah.Contohnya dapat dilihat pada Gambar 11.
67
Warna yang belum muncul
Gambar 11. Ikan Koi Grade B jenis Shiro Utsuri
d) Grade C
Tipe grade C pada ikan koi yaitu ikan koi memiliki kecerahan warna yang
kurang, atau pola warna yang tidak tepat sebagaimestinya. Ikan koi tipe ini biasa
diambil dari ikan koi hasil sisa dari penyortiran, akan tetapi koi ini cukup pesat
juga peminatnya, dikarenakan harga yang relatif murah dan terjangkau.Contohnya
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ikan Koi Grade C jenis Shiro Utsuri
2. Pembudidaya Pembesaran
Proses budidaya ikan koi di pembudidaya pembesaran masih menggunakan
cara tradisonal, dengan cara menggunakan kolam tanah yang berukuran 18 x 10 x
1,5m, pakan yang digunakan berupa pakan buatan.
Pembesaran mendapatkan benih ikan koi dari pembudidaya pembenihan
berumur 2 bulan yang berukuran 3–4,5cm dengan sistem meminjam terlebih
dahulu, dan kemudian pada saat pemanenan hasil penjualan ikan koi dipotong
sesuai harga pembelian benih yang sudah disepakati diawal dengan pembudidaya
pembenihan. Setelah ikan koi berumur enam bulan dengan bobot mencapai ±400
gram dilakukan proses penyeleksian atau penyortiran untuk mendapatkan ikan koi
68
yang baik dari warna dan bentuknya sehingga dapat meningkatkan harga dari ikan
koi tersebut, hasil penyortiran tersebut selanjutnya akan dijual pada pengumpul.
3. Pedagang Besar
Pedagang besar melakukan penyortiran pada saat membeli ikan koi dari
pembudidaya dengan melihat kualitas sesuai grade, kemudian ikan koi disimpan
pada bak fiber dan diberi pakan buatan sebelum dijual pada pedagang pengecer
dan konsumen. Harga jual ikan koi untuk grade B dengan harga Rp 20.000 dan
untuk grade C dengan harga Rp 10.000.
4. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer pertama mendapatkan ikan koi dari pedagang besar,
sedangkan pedagang pengecer kedua mendapatkan ikan koi langsung dari
pembudidaya. Kemudian pedagang pengecer akan menjual ikan koi di toko ikan
milik masing-masing.
Pedagang pengecer menyimpan ikan koi pada bak fiber sehingga konsumen
yang datang ke toko dapat melihat dan memilih sebelum membeli, pakan yang
digunakan adalah pakan buatan. Pedagang pengecer pertama menjual ikan koi
untuk grade B dengan harga Rp 17.000 dan grade C dengan harga Rp 12.000,
sedangkan pedagang pengecer kedua menjual ikan koi untuk grade B dengan
harga Rp 19.000 dan grade C dengan harga Rp 13.000 kepada konsumen akhir.
4.7 Analisis Pengembangan Usaha Pembudidaya Koi
4.7.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor
Analysis Summary (EFAS)
Usaha budidaya ikan koi dikelompok Padasuka Koi ini masih dalam tahap
pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana
pengembangan usaha yang terjadi di budidaya ikan koi, maka diperlukan alat
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal
maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji
faktor-faktor tersebut (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009).
Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi
secara langsung kegiatan pemasaran. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan
69
kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut
mempengaruhi berkembangnya usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten
Sumedang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.
Faktor InternalFaktor internal berupa kekuatan, antara lain:
1) Kualitas koi sangat baik (S1)Kualitas Ikan yang baik atau setara dengan kualitas koi yang dihasilkan
Pembudidaya Padasuka Koi sudah sangat diakui pelanggannya baik ditingkat
kabupaten sumedang maupun nasional. Diharapkan kekuatan ini dapat
dimanfaatkan dan lebih ditingkatkan agar konsumen dapat merasa puas dengan
kualitas yang diberikan.
2) Modal usaha pribadi (S2)Dengan modal yang kuat akan berpengaruh dengan keseimbangan keuangan
dan pemenuhan kebutuhan faktor-faktor penunjang yang dibutuhkan
pembudidaya ikan koi. Baik dalam sektor produksi, pemasaran dan sumberdaya
manusia.
3) Lokasi startegis (S3)Lokasi budidaya ikan koi di Desa Padasuka sangat strategis karena
berdekatan dengan jalan raya hal ini memegang peranan penting dalam
kesuksesan suatu usaha, sehingga dapat mempengaruhi perilaku konsumen secara
langsung maupun tidak langsung, keputusan membeli dipengaruhi oleh
kemudahan memperolehnya.
4) Hubungan baik dengan konsumen (S4)Pelayanan dan harga jual akan ikan koi yang relatif terjangkau menjadi
faktor pembeda dari tempat budidaya lain hal ini yang menyebabkan konsumen
tertarik membeli ikan koi dikelompok Padasuka Koi.
Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain:
1) Promosi belum efektif (W1)
Kegiatan usaha tidak dapat bergantung hanya pada proses produksi dan
pengembangan kualitas, karena kegiatan promosi merupakan salah satu kegiatan
penting guna meningkatkan dan kesinambungan perusahaan. Dalam hal ini bagian
pemasaran merupakan elemen penting untuk merealisasikannya.
70
2) Prosedur penganggaran belum baik (W2)
Penganggaran perlu dibuat, agar semua kegiatan yang ada pada budidaya
ikan koi dapat diprediksi dan direncanakan dengan baik agar dapat mengetahui
berapa dan apa yang harus diprioritaskan.
3) Kurangnya mengetahui informasi pasar (W3)Belum adanya spesialisasi pekerjaan membuat informasi pasar kurang dapat
diketahui, seperti permintaan Koi yang tinggi saat tertentu sehingga kelompok
budidaya Padasuka Koi dapat memenuhi. Dengan demikian membuat adanya
keuntungan yang hilang pada kelompok budidaya Padasuka Koi.
4) Penggunaan lahan belum optimal (W4)Saat ini permintaan Koi sedang tinggi, untuk itu diperlukan pengoptimalan
produksi dan pemanfaatan lahan yang baik guna mencukupi permintaan.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang- peluang
yang mempengaruhi pengembangan usaha pembudidaya Padasuka Koi di
Kabupaten Sumedang antara lain :
1) Kebijakan pemerintah yang mendukung (O1)
Kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan agribisnis ikan hias.
Karena dengan kebijakan yang mendukung itu maka usaha akan menciptakan
kelancaran dan keamanan bisnis di suatu Negara atau antar Negara secara
internasional.
2) Kemajuan teknologi (O2)
Kemajuan teknologi yang pesat seperti teknologi informasi dan produksi,
dapat membuat kegiatan-kegiatan di dalam perusahaan menjadi lebih efektif.
Dengan teknologi modern maka perusahaan dapat dengan mudah memperoleh
berbagai macam informasi, berkomunikasi dan dapat mengefektifkan kegiatan
manajemen dan produksi.
3) Potensi sumber daya air baik (O3)
Wilayah di kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan
budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur.
Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan
71
Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini
karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga
sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air
dibawah 10 liter/detik.
4) Persaingan pasar lokal masih belum ketat (O4)
Usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten Sumedang masih sedikit
sangat dimungkinkan untuk pengembangan skala usaha, dimana jumlah
pembudidaya akan ikan koi ini sangat sedikit sangat mempengaruhi prospek suatu
usaha walaupun memang untuk Koi sentra budidayanya masih menyebar dan
belum banyak.
Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha budidaya
ikan koi anatara lain :
1) Kenaikan BBM (T1)
Kenaikan BBM akan mengakibatkan peningkatan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh pembudidaya, mulai dari biaya produksi, pemasaran dan
pengadaan bahan-bahan sarana pelengkap dibidang pembenihan dan pembesaran
ikan koi.
2) Penyakit koi harvest virus (T2)
Merupakan suatu ancaman yang terkadang masih belum dapat diatasi oleh
pembudidaya ikan hias. Selama ini perusahaan mengantisipasi dengan
menurunkan jumlah produksi atau terkadang dengan berhenti berproduksi.
3) Adanya produk subtitusi (T3)
Adanya produk subtitusi, munculnya produk-produk inovatif seperti ikan
hias air laut yang mempunyai keunggulan tersendiri misalnya Neon Tetra, arwana
dan Luo- Han.
4) Masuknya ikan koi dari luar negeri (T4)
Adanya jenis ikan koi dari luar yang masuk ke negara kita ini
mengakibatkan hasil produk budidaya ikan koi dari indonesia sangat rendah
dikarenakan kalah bersaing. Padahal hasil dari produk budidaya ikan koi di
indonesia tidak kalah dengan hasil dari luar.
72
4.7.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation
(EFE)
Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor
Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk
diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi pembudidaya koi di Kabupaten
Sumedang. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat
menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan pembudidaya
Padasuka Koi di Kabupaten Sumedang.
Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 3,02. Nilai tersebut
berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam
Renofati 2009) . Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di
pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat
mengatasi berbagai permasalahan yang ada di kelompok pembudidaya Padasuka
Koi daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada
Tabel 21 dan Tabel 22.
Tabel 21. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE)Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Bobot x
Rating
Kekuatan ( Strength)A. Kualitas ikan koi baik 0,2 4 0,81B. Modal usaha pribadi 0.2 4 0,81C. lokasi strategis 0,15 3 0,45D. Hubungan baik dengan konsumen 0,15 3 0,45
Total Kekuatan 2,52Kelemahan (Weakness)
A. Promosi belum efektif 0,05 1 0,05B. Prosedur penganggaran belum baik 0,1 2 0,2C. Kurangnya mengetahui informasi pasar 0,05 1 0,05D. Penggunaan lahan belum optimal 0,1 2 0,2
Total Kelemahan 0,5Total Faktor internal 1 3,02
Sumber: Data Olahan (2013)
Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,46. Nilai yang
diperoleh berada dibawah 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan
di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang
73
Utara masih minim dalam pengembangan budidaya ikan hias khususnya ikan koi.
Peluang yang ada bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada.
Menurut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009) nilai 2,46 berada pada kuadran I
dimana strategi yang digunakan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif (Growth oriented strategy).
Tabel 22. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE)Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Bobot
x Rating
Peluang (Opportunities)A. Kebijakan pemerintah yang mendukung 0,16 3 0,48B. Kemajuan teknologi 0,16 3 0,48C. Potensi sumber daya air baik 0,16 3 0,48D. Persaingan pasar lokal masih belum ketat 0,16 3 0,48
Total Peluang 1.92Ancaman (Threats)
A. Naiknya harga BBM 0,05 1 0,05B. Penyakit koi harvest virus 0,05 1 0,05C. Adanya produk subtitusi 0,11 2 0,22D. Masuknya ikan koi dari luar negeri 0,11 2 0,22
Total Ancaman 0,64Total Faktor Eksternal 0,86 2,46
Sumber: Data Olahan (2013)
Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks
IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk
memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan
usaha pengembangan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka
Kecamatan Sumedang Utara. Matriks SWOT pengembangan usaha di kelompok
pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat
dilihat pada Tabel 23.
74
Tabel 23. Matriks SWOT pengembangan usaha kelompok pembudidaya Padasuka Koi
Internal
Eksternal
Kekuatan (S)1. Kualitas ikan baik2. Modal usaha pribadi3. Lokasi strategis4. Hubungan baik dengan konsumen
Kelemahan (W)1. Promosi belum
efektif2. Prosedur
penganggaran belum baik
3. Kurang mengetahui informasi pasar
4. Penggunaan lahan belum optimal
Peluang (O)1. Kebijakan pemerintah
yang mendukung2. Kemajuan teknologi3. Potensi sumber daya
air baik4. Persaingan pasar lokal
masih belum ketat
Strategi SO:1. Mempertahankan danmeningkatkan mutuproduk dengan carapengawasan produksi (S2 , O2, O1)2. Meningkatkan jumlahproduksi (S3, O1)
Strategi WO:1. Mengoptimalkankegiatan promosi(W1, W3, W4, O2,O3, O4)2. Meningkatkan teknologiproduksi dan informasi(W3, W4, O2)
Ancaman (T)1. Naiknya harga BBM2. Penyakit koi harvest
virus3. Adanya produk
subtitusi4. Masuknya ikan koi dari
luar negeri
Strategi ST:1. Menghasilkan produksi ikan koi yang variatif(S1,S2,T2,T3,T4)
Strategi WT:1. Membuat perencanaan produksi(W1,W2,W3,T1,T2,T3,T4)
Sumber: Data Olahan (2013)
Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 4 alternatif strategi yang dapat
dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha di kelompok pembudidaya Padasuka
Koi, antara lain:
1) Meningkatkan promosi terhadap pemasaran ikan koi
2) Meningkatkan prosedur dalam pengganggaran keuangan
3) Menambah pengetahuan pembudidaya melalui peyuluhan dinas terkait
4) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas ikan koi lokal
75
Strategi pengembangan disusun melalui analisis SWOT dengan
membandingkan antara faktor eksternal peluang (ooportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Posisi kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan
Sumedang Utara berada pada kuadran I yang artinya usaha budidaya ikan koi
memilki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada,
sehingga strategi pengembangan yang harus dilakukan kelompok pembudidaya
Padasuka Koi adalah market penetration yang artinya strategi dimana perusahaan
memfokuskan pada service atau produk yang sudah ada dipasar-pasar yang sudah
ada sebelumnya.
X
Kuadran IIIStrategi Turn-around
Kuadran IStrategi Agresif
Kuadran IVStrategi Defensif
Kuadran IIStrategi Diversifikasi
Y
1,01 ; 0,64
Gambar 13. Titik strategi kelompok pembudidaya Padasuka Koi
Selisih total kekuatan (S) – total kelemahan (W) = 2,52 – 0,5 = 2,02/2 = 1,01
(X)
Selisih total peluang (O) – total ancaman (T) = 1,92 – 0,64 = 1,28/2 = 0,64
(Y)