BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat...

45
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian Desa Padasuka adalah salah satu desa di Kecamatan Sumedang Utara yang mempunyai luas wolayah 172,4 ha. Jumlah penduduk Desa Padasuka sebanyak 33.740 jiwa yang terdiri dari 1.940 laki-laki dan 1.800 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.115 KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin (gakin) 1.345 jiwa dengan persentase 40% dari jumlah keluarga yang ada di Desa Padasuka. Batas-batas administratif pemerintahan Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara sebagai berikut: - Sebelah Utara : Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara - Sebelah Timur : Kel. Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan - Sebelah Selatan : Kel. Pasanggrahan Kecamatan Sumedang Selatan - Sebelah Barat : Desa Girimukti Kecamatan Sumedang Utara Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara secara umum berupa wilayah pemukiman dan lahan pertanian yang berada pada ketinggian antara 450-550 M diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25-30 0 C. Desa padasuka terdiri dari 2 Dusun, 6 RW dan 18 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota Kecamatan 2 km 2 dengan waktu tempuh 10 menit dan dari ibukota Kabupaten 3 km 2 denga waktu tempuh 15 menit. Mata pencaharian penduduk Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara terdiri dari :

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat...

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian

Desa Padasuka adalah salah satu desa di Kecamatan Sumedang Utara yang

mempunyai luas wolayah 172,4 ha. Jumlah penduduk Desa Padasuka sebanyak

33.740 jiwa yang terdiri dari 1.940 laki-laki dan 1.800 perempuan dengan jumlah

kepala keluarga sebanyak 1.115 KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin (gakin)

1.345 jiwa dengan persentase 40% dari jumlah keluarga yang ada di Desa

Padasuka.

Batas-batas administratif pemerintahan Desa Padasuka Kecamatan

Sumedang Utara sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Desa Margamukti Kecamatan Sumedang Utara

- Sebelah Timur : Kel. Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan

- Sebelah Selatan : Kel. Pasanggrahan Kecamatan Sumedang Selatan

- Sebelah Barat : Desa Girimukti Kecamatan Sumedang Utara

Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Padasuka Kecamatan

Sumedang Utara secara umum berupa wilayah pemukiman dan lahan pertanian

yang berada pada ketinggian antara 450-550 M diatas permukaan laut dengan

suhu rata-rata berkisar antara 25-30 0C. Desa padasuka terdiri dari 2 Dusun, 6 RW

dan 18 RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota Kecamatan 2 km2 dengan

waktu tempuh 10 menit dan dari ibukota Kabupaten 3 km2 denga waktu tempuh

15 menit.

Mata pencaharian penduduk Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara

terdiri dari :

32

1. Tidak bekerja : 831 orang2. Mengurus Rumah tangga : 1.036 orang3. Pelajar/Mahasiswa : 873 orang4. Pensiunan : 99 orang5. PNS : 110 orang6. TNI/POLRI : 78 orang7. Petani : 63 orang8. Buruh : 354 orang9. Pegawai Swasta : 326 orang10.Wiraswata : 551 orang11.Lain-lain : 89 orang Jumlah : 4.410 orang

Sosial budaya dan ekonomi yang ada di Desa Padasuka Kabupaten

Sumedang Utara adalah sarana pendidikan umum.

- Taman kanak-kanak/PAUD : 3 buah- Sekolah Dasar (SD) : 2 buah- SLTP/MTs : 1 buah- SLTA/SMK : - buah

Potensi ekonomi wilayah Desa Padasuka adalah hasil pertanian yang

didukung oleh sektor lain yaitu sektor perdagangan dan home industri dan sektor

perikanan yaitu budidaya ikan hias. Perekonomian masyarakat, berkembangnya

lembaga keuangan non Bank seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

Koperasi Unit Desa (KUD) yang didukung oleh permodalan cukup baik akan

mendukung terhadap sektor ekonomi yang ada di Desa Padasuka.

4.1.1 Sejarah Kelompok Padasuka Koi

Awal tahun 1997 terdapat kelompok pembudidaya Kutamaya di Desa

Kutamaya Kabupaten Sumedang utara yang beranggotakan 11 orang dengan

budidaya ikan mas dan ikan nila yang dibentuk oleh Bapak Taufik dan Bapak

Rudi. Pada tahun 2001 usaha budidaya ini terserang penyakit harvest koi yang

menyebabkan usaha budidaya hancur sehingga pembudidaya gulung tikar. Tetapi

masih ada pembudidaya yang bertahan salah satunya Bapak Taufik. Pada tahun

2001 Bapak Taufik membentuk suatu kelompok yang bernama Padasuka Koi

dengan jumlah anggota saat itu 8 orang dan fokus pada budidaya ikan koi saja.

Nama Padasuka Koi sendiri berasal dari nama Desa yang awalnya Kutamaya

33

kemudian berganti menjadi Padasuka. Sampai saat ini jumlah anggota kelompok

Padasuka Koi semakin bertambah menjadi 33 orang. Jenis ikan koi yang biasa

dibudidayakan kelompok pembudidaya Padasuka Koi diantaranya ikan koi jenis

showa, kohaku, sanke, siro utsuri, aigoromo, akabdsu. Wilayah pemasaran

kelompok budidaya ikan Padasuka yaitu Batam, Riau, Surabaya, Kediri, Blitar,

Bangka, Padang dan Kalimantan. Biasanyanya konsumen berasal dari kalangan

menengah dan atas. Untuk diwilayah Sumedang sendiri peminat akan ikan koi

kurang dikarenakan harga yang relatif cukup mahal.

4.1.2 Struktur Organisasi Kelompok Budidaya Padasuka Koi

Kelompok Padasuka Koi dipimpin oleh seorang ketua kelompok, dalam

menjalankan tugasnya, ketua kelompok dibantu oleh sekretaris, bendahara, seksi

produksi, seksi pemasaran dan anggota kelompok.

Ketua kelompok dapat memberikan perintah langsung kepada sekretaris

lapangan, bendahara, seksi produksi, seksi pemasaran, dan anggota yang

ditunjukkan oleh garis perintah, sedangkan fungsi koordinasi dilakukan oleh ketua

kelompok, seksi produksi dan seksi pemasaran. Ketua kelompok bekerjasama

dengan seksi produksi dan seksi pemasaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi dan pemasaran di kelompok

pembudidaya Padasuka Koi.

Gambar 7. Struktur Organisasi Kelompok Pembudidaya Padasuka KoiSumber: Kelompok Padasuka Koi (2013)

Keterangan :

: Garis Perintah

Ketua Kelompok

Sekretaris Bendahara

Seksi Produksi Seksi Pemasaran

Anggota

34

4.1.3 Kegiatan Padasuka Koi

Kelompok pembudidaya Padasuka Koi bercita-cita ingin meningkatkan

kemampuan dan dapat mensejahterakan anggotanya melalui peningkatan

produktivitas dan pendapatan usaha. Pengurus dan anggota kelompok senantiasa

berperan aktif untuk mencari informasi, menambah pengetahuan dalam

menciptakan kekuatan yang mandiri dan siap menghadapi resiko usaha sehingga

dapat memperoleh pendapatan yang optimal serta meningkatkan kesejahteraan.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di kelompok pembudidaya Padasuka

Koi diantaranya sebagai berikut:

1. Kelompok sebagai kelas belajar mengajar

Kelompok merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi dan

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

2. Kelompok sebagai unit produksi

Untuk kelangsungan sebagai unit produksi, kegiatan yang dilaksanakan

3. Kelompok sebagai wahana kerjasama

Kerjasama yang dilakukan sesama anggota dan antar kelompok dengan

kelompok lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta

menggalang kesatuan untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi.

4. Kelompok sebagai kelompok usaha

a. Mengadakan kegiatan pemupukan modal untuk menambah modal usaha

kelompok.

b. Mengelola usaha pembenihan secara komersial dan berkelanjutan.

c. Usaha memenuhi permintaan pasar bersadarkan komoditi yang sedang

dikembangkan.

5. Kegiatan lain

Selain dari kegiatan budidaya ada juga kegiatan kelompok yang lainnya

yaitu mengikuti lomba/pameran/festival ikan, kelompok sebagai tempat magang

bagi para siswa dan mahasiswa untuk belajar membudidayakan ikan koi, salah

satu tempat studi banding dari beberapa penggemar atau pembudidaya ikan koi.

35

4.1.4 Komoditas Ikan Budidaya Padasuka Koi

Komoditi yang dibudidayakan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi

adalah ikan hias. Untuk ikan hias yaitu ikan koi dengan jenis kohaku, showa, siro

utsuri,aigoromo,akabadsu dan sanke. Namun, sebagian besar ikan koi yang sering

dibudidayakan adalah ikan koi jenis kohaku. Sumber induk berasal dari calon

indukan impor yang didapat dari kelompok budidaya ikan koi sendiri.

4.1.5 Potensi Perikanan di Kabupaten Sumedang

Kabupaten Sumedang terletak antara 6044’-70083’ Lintang Selatan dan

107021’-108021’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 152.220 hektar yang

merupakan daerah berbukit hingga daerah pegunungan dengan ketinggian tempat

bervariasi mulai dari 25 sampai dengan 1.001 meter diatas permukaan laut,

dengan keadaan iklim agak basah dan sedang, dengan curah hujan berkisar dari

984 sampai dengan 7.528 mm.

Sumedang secara administrasi terbagi dari 26 wilayah Kecamatan, 272 Desa

dan Kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian pada sektor

perikanan berjumlah 20.383 orang. Batas wilayah administratif Kabupaten

Sumedang adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang, Sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Majalengka. Luas wilayah Kabupaten Sumedang dengan didukung

oleh keadaan geografis serta jumlah penduduk yang mayoritas petani, Kabupaten

Sumedang berpotensi untuk pengembangan sektor pembangunan budidaya

perikanan. Hal ini juga dapat ditunjukkan dengan jumlah produksi perikanan hias

di Kabupaten Sumedang setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Peningkatan jumlah produksi perikanan dikabupaten sumedang dari tahun

2005-2011 dikarenakan beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan

jumlah produksi ikan tersebut. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah

produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang antara lain :

1. Potensi sumber daya alam yang masih baik

2. Meningkatnya jumlah pembudidaya dari tahun ke tahun

3. Adanya lembaga atau bank yang menyediakan peminjaman modal

36

Secara keseluruhan jumlah produksi ikan hias di Kabupaten Sumedang dari

tahun 2005-2011 mengalami peningkatan (Tabel 7). Produksi ikan hias di

Kabupaten Sumedang.

Tabel 7. Produksi Ikan Hias di Kabupaten Sumedang Tahun 2005-2011Jenis

KomoditiIkan Hias

Produksi (ekor)

Tahun 2005

Tahun2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun2011

1. KoiPembenihanPembesaran

98.45036.990

126.55015.400

99.50045.800

1135.60063.400

116.00054.300

174.00020.000

152.40034.100

2. KokiPembenihanPembesaran

25.4309.870

30.00010.450

45.00023.800

32.50014.500

145.00018.900

101.00014.300

139.60019.320

3. KometPembenihanPembesaran

45.000 14.000 12.500 67.500 102.900 190.545 165.300

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang (2012)

Lahan-lahan yang berpotensi sebagai tempat budidaya perikanan menurut

Zonneveld (1991) adalah sebagi berikut:

a. Tanah

Jenis tanah liat atau lempung dengan kemiringan tanah berkisar antara 3-

5%, namun karena sulit untuk mencari kemiringan tersebut, maka kemiringan

tanah 1% masih dianggap baik dan cocok untuk dibuat kolam.

b. Air

Sumber air bisa berasal dari sungai, air hujan, atau air tanah, dengan mutu

air yang memenuhi syarat sebagai media hidup ikan yaitu tidak tercemar bahan

kimia beracun, suhu air berkisar antara 250-300C, kisaran pH air antara 6,7-8,6.

Potensi perikanan budidaya wilayah Sumedang dibagi dalam tiga kategori

yaitu wilayah yang sangat berpotensi, wilayah yang berpotensi dan wilayah yang

kurang berpotensi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumedang 2012) ,

yakni:

1. Sangat Potensial

Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan

budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur.

37

Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan

Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini

karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga

sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air

dibawah 10 liter/detik.

Daerah yang sangat berpotensi selain Cimalaka untuk dijadikan lahan

budidaya perikanan, salah satunya adalah Kecamatan Tomo. Kecamatan Tomo

selain terlewati oleh beberapa aliran sungai dan mempunyai daerah persawahan,

kecamatan ini juga mempunyai lapisan tanah aluvial. Tanah aluvial merupakan

tanah yang cocok untuk dijadikan tempat budidaya perikanan, khususnya untuk

pembuatan kolam ikan, karena tanah aluvial mempunyai karakteristik jenis tanah

liat atau lempung. Kecamatan lainnya yang berpotensi untuk dijadikan lahan

budidaya perikanan adalah Kecamatan Darmaraja, karena pada kecamatan ini

direncanakan akan dibangun waduk. Dengan dibangunnya sebuah waduk maka

potensi untuk budidaya perikanan khususnya jaring terapung sangat besar.

2. Potensial

Wilayah di Kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan

budidaya perikanan melintang dari utara ke selatan. Kecamatan yang termasuk

pada kriteria ini mempunyai ketersediaan lahan yang cukup, namun tidak terdapat

sumber air yang memadai, sehingga dikhawatirkan pada saat musim kemarau

kecamatan-kecamatan tersebut mengalami kekeringan, sehingga nantinya akan

menghambat budidaya perikanan, atau sebaliknya yaitu terdapat sumber air

namun ketersediaan lahannya tidak mencukupi. Pada salah satu kecamatan yaitu

Kecamatan Sumedang Selatan, terlihat adanya dua sumber mata air dengan debit

antara 50-100 liter/detik, namun pada kecamatan ini ketersediaan lahan khususnya

persawahan sangat kecil sehingga kecamatan ini dikategorikan kepada daerah

yang berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya perikanan.

3. Kurang Potensial

Sebagian besar daerah yang termasuk kedalam kriteria kurang berpotensi

berada di wilayah Kabupaten Sumedang bagian barat. Pada daerah ini tidak

terdapat aliran sungai besar dan ketersediaan lahannya kecil sekali. Selain dua hal

38

tadi, kecamatan-kecamatan diwilayah ini berdekatan dengan wilayah industri

Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Cicalengka. Pada kawasan ini dilalui oleh

Sungai Citarik, Sungai Cimande, Sungai Cikijing dan Sungai Cikeruh.

Berdasarkan Laporan Hasil Analisa PT.Sucofindo, mengenai sungai-sungai yang

berada dikawasan tersebut menunjukan bahwa sungai-sungai tersebut memiliki

beberapa parameter kimia diatas persyaratan baku mutu sehingga tidak cocok

untuk dilakukannya kegiatan budidaya ikan.

Dalam beberapa tahun kedepan, Kabupaten Sumedang yang sangat

berpotensi untuk dikembangkannya perikanan budidaya terutama air tawarnya

diprediksi akan menjadi salah satu daerah pemasok ikan hias di Provinsi Jawa

Barat. Indikasi tersebut didasarkan atas beberapa aspek pendukung seperti adanya

Waduk Jatigede, yang proses pengerjaannya akan selesai pada tahun 2013

sehingga persoalan air dapat diatasi, sumber mata air yang banyak dan masih

terjaga kualitasnya dan terbentuknya kelompok-kelompok pembudidaya ikan,

serta banyaknya kolam-kolam ikan air tawar yang cukup luas dibeberapa wilayah

kecamatan.

Tersediannya lahan-lahan yang potensial tentu tidak akan berarti bila tidak

ada sumber daya manusia yang tidak memahami budidaya. Pemerintah Kabupaten

Sumedang harus terus berupaya untuk mengasah kemampuan masyarakatnya

dalam melakukan budidaya ikan baik melalui kegiatan pelatihan ataupun melalui

buku-buku petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang telah diterbitkan.

4.2 Karakteristik Responden

4.2.1 Usia Responden

Responden terdiri dari pembudidaya, pedagang perantara, dan konsumen

akhir. Pembudidaya yang diwawancara sebanyak 6 orang. Semua responden

pembudidaya yang diwawancara merupakan anggota Kelompok Pembudidaya

Padasuka Koi. Umur responden secara keseluruhan bervariasi mulai dari umur 42-

50 tahun sebanyak 2 orang dan umur responden lebih dari 64 tahun sebanyak 4

orang. Badan Pusat Statistik menetapkan usia produktif berkisar antara 15-50

tahun dan usia nonproduktif berada dibawah dan di atasnya. Masa-masa pada usia

39

produktif adalah kemampuan manusia secara optimal untuk mengeluarkan energi

dalam produksi. Pandangan ini merumuskan bahwa sekelompok masyarakat atau

negara perlu membandingkan jumlah usia produktif dan usia nonproduktif

penduduk. Apabila jumlah usia produktif lebih besar daripada usia nonproduktif

penduduk maka secara ekonomis penduduk wilayah tersebut bersifat positif atau

terjamin kesejahteraannya. Sebaliknya, jika jumlah penduduk berusia produktif

lebih kecil daripada penduduk berusia nonproduktif, maka secara ekonomis

kesejahteraan masyarakat tersebut bersifat negatif. Tingkat usia responden dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat Usia Responden

RespondenUsia

(Tahun)Jumlah (Orang)

Persentasi (%)

Pembudidaya42-50 2 8,751-60 4 17,4

Pedagang Besar 25-35 4 17,436-45 4 17,4

Pedagang Pengecer25-35 7 30,436-45 2 8,7

Jumlah 23 100Sumber: Data Olahan (2013)

Responden yang masih berusia antara 21-50 tahun merupakan usia yang

produktif sehingga kinerjanya masih optimal apabila dibandingkan dengan

responden yang sudah berusia 50 tahun ke atas yang tergolong usia non produktif

sehingga kinerjanya kurang optimal dan mulai menurun. Setiap responden yang

berusia 42-50 tahun sebanyak 8,7%, 51-60 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun

sebanyak 17,4%, 36-45 tahun sebanyak 17,4%, 25-35 tahun sebanyak 30,4%, 36-

45 tahun sebanyak 8,7%. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha

budidaya ikan koi di lokasi penelitian tergolong usia non produktif untuk

mengembangkan usaha budidaya.

4.2.2 Pendidikan Responden

Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok

orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi

40

dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi

(Sudirman 1987). Dari pengertian tersebut menyatakan bahwa seseorang yang

mengalami proses pendidikan akan mengalami perubahan aspek pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang termanifestasikan dalam perubahan perilaku ke arah

yang lebih positif. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan seseorang dalam menyerap

informasi dan inovasi-inovasi baru. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi

akan memiliki kemampuan sehingga produktivitas kerjanya pun akan tinggi pula.

Produktivitas yang tinggi akan berpengaruh pada pendapatan sehingga akan

meningkatkan keuntungan. Pendidikan memiliki kontribusi terhadap peningkatan

keuntungan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan usaha. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka semakin rasional dalam mempertimbangkan

suatu keputusan. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden

Responden Tingkat PendidikanJumlah (orang)

Persentase (%)

PembudidayaSMP 1 3,22SMA 5 16,12

Pedagang Besar SMA 4 12,9Perguruan Tinggi 4 12,9

Pedagang PengecerSMA 4 12,9

Perguruan Tinggi 5 16,12

Konsumen AkhirSMA 5 16,12

Perguruan Tinggi 3 9,7Jumlah 31 100

Sumber: Data Olahan (2013)

Responden dengan tingkat pendidikan SMA masih cukup banyak yaitu

58%. Keadaan ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan para responden

sehingga dapat lebih memudahkan dalam penyerapan informasi dan penerapan

inovasi.

4.2.3 Pengalaman Usaha Responden

Pengalaman responden diukur berdasarkan lamanya responden terlibat

dalam kegiatan usahanya. Semakin lama responden bekerja pada kegiatan tersebut

41

semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Dengan pertambahan usia, akan

diikuti oleh meningkatnya pengalaman seseorang dalam berbagai aspek

kehidupan termasuk pengalaman pekerjaan yang ditekuni. Semakin lama

seseorang menekuni suatu pekerjaan maka semakin meningkat pula pengetahuan,

keterampilan, dan pengalamannya dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

Sedangkan responden dengan pengalaman yang minim namun lebih dinamis

dapat lebih cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam mengadopsi

teknologi yang berkaitan dengan kegiatannya. Adapun karakteristik responden

berdasarkan pengalaman usaha di bidang ikan koi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengalaman Usaha Responden di Bidang Ikan KoiResponden Pengalaman

Usaha (tahun)Jumlah (orang)

Persentase (%)

Pembudidaya1-10 5 21,711-20 1 4,34

Pedagang Besar1-10 4 17,411-20 4 17,4

Pedagang Pengecer1-10 7 30,411-20 2 8,7

Jumlah 23 100Sumber: Data Olahan (2013)

Hasil pengolahan dari data primer dapat diketahui bahwa responden rata-

rata baru menjalankan usaha budidaya ikan koi kurang dari 10 tahun. Hal ini

disebabkan karena kegiatan usaha pada bidang ikan koi di Kabupaten Sumedang

mulai lebih dikembang pada awal tahun 2008. Jika pengalaman usaha ini

diuraikan lebih jauh, maka sebanyak 16 orang responden mempunyai pengalaman

usaha 1-10 tahun dan 7 orang responden mempunyai pengalaman usaha selama

11-20 tahun. Pengalaman yang masih kurang mengakibatkan tingkat keterampilan

atau kemampuan responden dalam melakukan usaha di bidang ikan koi juga

menjadi kurang, sehingga dapat mengurangi tingkat keberhasilan dalam

melakukan usaha di bidang ikan koi.

42

4.2.4 Mata Pencaharian Responden

Hasil wawancara dengan responden mengenai mata pencaharian,

menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden yang menjadikan usaha di

bidang ikan koi ini sebagai mata pencaharian utama. Namun sebagian lagi

responden menjadikan bidang usaha ikan koi ini sebagai usaha sampingan mulai

dari pedagang hingga pensiunan pegawai negri sipil (PNS). Hal ini menunjukan

bahwa sebagian kecil responden menggantungkan hidupnya pada usaha budidaya

ikan koi. Selain itu, dari segi curahan kerja sebagian besar responden lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk pekerjaan utama (Tabel 11).

Tabel 11. Mata Pencaharian RespondenResponden Mata Pencaharian Jumlah

(orang)

PembudidayaPembudidaya 4

Pensiunan Pegawai negeri sipil

2

Pedagang Besar Wiraswasta 8Pedagang Pengecer Wiraswasta 9

Jumlah 23Sumber: Data Olahan (2013)

4.3 Saluran Pemasaran

4.3.1 Pola Saluran Pemasaran

Lembaga pemasaran ikan koi yang terdapat di Kelompok Budidaya

Padasuka Koi Kabupaten Sumedang terdiri dari pembudidaya ikan koi, Kelompok

Budidaya Padasuka Koi sebagai produsen sekaligus pembudidaya pembesaran,

pedagang besar, dan pedagang pengecer.

Saluran pemasaran di Kelompok Budidaya Padasuka Koi Kabupaten

Sumedang terdiri dari 3 pola saluran pemasaran, diantaranya sebagai berikut :

Saluran Pemasaran I

Pembenihan ikan koi(Pak Taufik)

Kelompok Pembudidaya Pembesaran

(Pak Suwaryo)

Konsumen akhir (Pak Acep)

43

Saluran Pemasaran II

Saluran Pemasaran III

Gambar 8. Saluran Pemasaran kelompok pembudidaya Padasuka Koi

Saluran pemasaran yang terdapat di kelompok pembudidaya Padasuka Koi

merupakan saluran distribusi langsung dan tidak langsung. Pembudidaya

Padasuka Koi biasanya menyalurkan hasil panennya dengan cara bertransaksi

langsung dengan konsumen dan anggota kelompoknya yaitu pedagang besar dan

pedagang pengecer karena menganggap lebih praktis juga efisien sehingga tidak

perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya pemasaran.

Saluran pemasaran I merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya

pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran dan konsumen akhir.

Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang memiliki rantai

pemasaran paling pendek. Pembudidaya pembenihan menjual benih-benih ikan

Pembenihan ikan koi(Pak Taufik)

Kelompok Pembudidaya Pembesaran (M.dullah)

Pedagang Besar (Pak Fahmi)

Pedagang Pengecer (Pak Fauzi)

Konsumen Akhir (Pak Ibrahim)

Pembenihan ikan koi (Pak Taufik)

Kelompok Pembudidaya Pembesaran (Pak Asep)

Pedagang Besar(Pak Taufik)

Konsumen Akhir (Isma)

44

koi pada kelompok pembudidaya pembesaran, yang masih termasuk anggota

kelompok pembudidaya Padasuka Koi, untuk selanjutnya dibesarkan sampai

ukuran calon indukan. Kemudidan kelompok pembudidaya pembesaran menjual

hasil pembesaran benih ikan koi tersebut pada konsumen. Selain dari kelompok

pembudidaya pembesaran, konsumen juga dapat memperoleh ikan koi secara

langsung dari kelompok pembudidaya ikan koi.

Saluran pemasaran II merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya

pembenihan ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar, dan

konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran yang

memiliki rantai pemasaran yang relatif sedang. Pembudidaya pembenihan yang

juga merangkap sebagai pedagang besar menitipkan benih ikan koi ke kelompok

pembudidaya pembesaran setelah sebelumnya ada kesepakatan antara

pembudidaya pembenihan dan pembesaran. Namun ada juga pembudidaya

pembesaran yang membeli benih dari pembudidaya pembenihan. Setelah ikan

memenuhi ukuran pasar, ikan yang dititipkan kepada pembudidaya pembesaran

dikembalikan atau bagi pembudidaya pembesar yang membeli benihnya, ikan koi

dijual kembali kepada pembudidaya pembenihan (pedagang besar) untuk

disalurkan ke konsumen akhir.

Saluran pemasaran III merupakan saluran yang melibatkan pembudidaya

pembenih ikan koi, kelompok pembudidaya pembesaran, pedagang besar,

pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran pemasaran ini merupakan

saluran pemasaran yang memiliki rantai pemasaran paling panjang dan

mempunyai jangkauan konsumen yang paling luas. Pembudidaya pembenihan

ikan koi menyalurkan hasil panennya pada kelompok pembudidaya pembesaran.

Setelah memenuhi ukuran pasar, pembudidaya pembesaran menjual ikan koi

kepada pedagang besar untuk selanjutnya dijual kembali pada pedagang pengecer,

selanjutnya pedagang pengecer menjual kembali pada konsumen akhir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam hal pemasaran yaitu keadaan

geografis, efisiensi transportasi dan modal. Ketiga hal ini sangat berkaitan dalam

pemasaran sebagai contoh jika letak produsen (contoh tempat pembenihan) berada

jauh dari pasar maka akan menambah biaya transportasi karena letaknya jauh

45

sehingga transportasi tidak efisien jadi akan menambah biaya pemasaran yang

semakin besar.

Efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi dapat dihitung dengan

menggunakan R/C rasio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya yang

dikeluarkan. Nilai R/C rasio pada masing-masing lembaga pemasaran di

kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang

Utara Kabupaten Sumedang sudah efisien yang ditunjukan dengan nilai R/C rasio

lebih dari satu. Nilai R/C rasio pada pedagang besar lebih tinggi dibandingkan

dengan lembaga-lembaga pemasaran yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa usaha

yang dilakukan oleh pedagang besar lebih efisien. Semakin tinggi penerimaan

yang diperoleh dan semakin rendah biaya total yang dikelurkan maka efisiensi

dari usaha akan smeakin besar.

Besar efisiensi usaha budidaya dan pemasaran ikan koi pada masing-masing

lembaga pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka Koi dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 12. Lembaga Pemasaran di kelompok pembudidaya Padasuka KoiLembaga Pemasaran R/C

Pembudidaya pembenihan ikan koi 1.14Pembudidaya pembesaran ikan koi 1.03

Pedagang besar 1.59Pedagang pengecer 1.21

Sumber: Data Olahan (2013)

Berdasarkan R/C rasio dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II lebih

efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan

market share tertinggi terdapat pada pedagang besar dan pada saluran II fungsi

utama penjualan ada pada pedagang besar yang secara langsung disalurkan pada

konsumen, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan

saluran pemasaran lainnya.

4.3.2 Efisiensi Pemasaran

Pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dari biaya

46

pemasaran dan margin pemasaran. Margin pemasaran merupakan perbedaan

harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh

lembaga pemasaran sebelumnya yang meliputi biaya dan keuntungan pemasaran.

Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengalirkan produk

dari satu lembaga ke lembaga pemasaran lainnya diluar keuntungan yang

diperoleh lembaga pemasaran tersebut (Hanafiah dan Saefudin 1983).

Rincian penghitungan margin pemasaran terdapat pada Tabel 13 sebagai

berikut:

Tabel 13. Margin Share pada saluran I, II dan IIIUraian Saluran I Saluran II Saluran IIIPembenihan- Harga Jual (Rp) 1.500 1.500 1.500- Harga Beli (Rp) 800 800 800- Margin Pemasaran (Rp) 700 700 700- Margin Share (%) 14.8 4.7 3.2Pembudidaya pembesaran- Harga Jual (Rp) 5.500 5.500 5.500- Harga Beli (Rp) 1.500 1.500 1.500- Margin Pemasaran (Rp) 4.000 4.000 4.000- Margin Share (%) 85 27.2 27.2Pedagang Besar- Harga Jual (Rp) 20.000 20.000- Harga Beli (Rp) 10.000 10.000- Margin Pemasaran (Rp) 10.000 10.000- Margin Share (%) 68 46Pedagang Pengecer- Harga Jual (Rp) 19.000- Harga Beli (Rp) 12.000- Margin Pemasaran (Rp) 7.000- Margin Share (%) 32.2

Sumber: Data Olahan (2013)

Saluran I terdiri atas pembenihan, pembesaran, dan konsumen akhir. Margin

pemasaran dan Margin Share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 14.8 %. Margin

pemasaran pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual

pembesaran sangat tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan. Margin Share

sebesar 85% hal ini menunjukan harga jual pembesaran sangat tinggi

dibandingkan dengan harga produsen.

47

Saluran II terdiri atas pembenihan, pembesaran dan pedagang besar. Pada

saluran II ada dua bentuk kerja sama yaitu sistem penitipan benih dan pembelian

benih. Pada sistem penitipan benih dari pembudidaya pembesaran ke pedagang

besar tidak dicantumkan jumlah harga jual dan harga belinya dikarenakan

pembudidaya pembenihan disini menitipkan benih ikan koi kepada pembudidaya

pembesaran dengan tujuan memanfaatkan kolam yang ada di pembudidaya

pembesaran. Pedagang besar disini adalah Bapak Taufik. Pembudidaya

pembesaran disini tidak menjual tetapi mengembalikan ikan koi yang telah

dibesarkan ke pedagang besar sesuai dengan kesepakatan awal tentang bagi hasil

keuntungan yang diperoleh. Pada sistem pembelian benih margin pemasaran dan

margin share pembenihan adalah Rp 700,00 dan 4.7%. Margin pemasaran

pembesaran adalah Rp 4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran

lebih tinggi dibandingkan dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar

27.2%. Margin pemasaran pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin

Share 68%.

Saluran III terdiri atas pembenihan, pembesaran, pedagang besar, pedagang

pengecer dan konsumen akhir. Margin pemasaran dan Margin Share pada

pembenihan Rp 700,00 dan 3.2%. Margin pemasaran pembesaran adalah Rp

4.000,00. Hal ini menunjukkan harga jual pembesaran sangat tinggi dibandingkan

dengan harga pembenihan dan Margin Share sebesar 27.2%. Margin pemasaran

pedagang besar adalah Rp 10.000,00 dengan Margin Share 46%. Margin

pemasaran pedagang pengecer adalah Rp 7.000,00 dengan Margin Share 32.2%.

Hal ini menunjukkan harga jual pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan

harga pengecer.

Berdasarkan analisis margin share saluran pemasaran yang paling efisien

terdapat pada saluran satu, dapat dilihat dari persentase margin share tertinggi

dibandingkan dengan persentase margin share saluran lainnya yaitu dengan

margin share pembenihan 14.8 % dan margin share pembesaran 85%.

Analisis market share pemasaran yang menekan pada keuntungan dan biaya

pada masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran dengan menggunakan

perhitungan juga, kita dapat mengetahui apakah suatu usaha tersebut dapat

48

dikatakan menguntungkan atau sebaliknya. Berikut perhitungan market share

pada pemasaran ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka

Kecamatan Sumedang Utara dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Market share Ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi

Sumber : Data Olahan (2013)

Market share ikan koi di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kabupaten

Sumedang meliputi pembudidaya, pedagang besar, beberapa pengecer dan

konsumen. Market share terbesar yaitu di pedagang besar sebesar 43.48%, karena

menjual ikan koi dengan harga Rp 20.000 per ekor.

Market share terendah berasal dari pembudidaya pembenihan yaitu sebesar

3.26%. Kontribusi kelompok Padasuka Koi sangat besar dalam produksi ikan koi

di Sumedang, namun dalam hal pemasaran ikan koi di daerah Sumedang masih

kurang karena minimnya peminat di Sumedang. Minimnya peminat ikan koi

dikarenakan peminat ikan koi di daerah Sumedang kebanyakan hanya sekedar

hobi dan dikarenakan rata-rata harganya yang tinggi. Pemasaran lebih banyak

dilakukan ke luar daerah Sumedang dan luar pulau Jawa.

Pengukuran efisiensi dapat juga dilakukan dengan cara mengetahui BCR

para pelaku pemasaran. Bila BCR > 1 maka usaha tersebut dikatakan efisien, dan

nila BCR < 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak efisien, dapat dilihat pada

(Tabel 15).

UraianTotal Produksi

Harga jual (Rp) Market Share (%)Pembudidaya

- Pembenihan 1.500 3.26- Pembesaran 5.500 11.96

Pedagang- Pedagang Besar 20.000 43.48- Pedagang Pengecer 19.000 41.30

Total 46.000 100.00

49

Tabel 15. Pengukuran Efisiensi Pada Pelaku Pemasaran

Saluran PelakuR/C Rata-Rata

BCRStatus Efisiensi

I Pembenihan 1.141.08 Efisien

Pembesaran 1.03

IIPembenihanPembesaran

Pedagang besar

1.141.031.59

1.25 Efisien

III

Pembenihan Pembesaran

Pedagang besarPedagang pengecer

1.141.031.591.21

1.24 Efisien

Sumber: Data Olahan (2013)

Berdasarkan Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa dari semua saluran

pemasaran nilai BCR diatas 1, artinya seluruh saluran pemasaran memiliki status

pemasaran yang efisien. Namun dilihat dari rata-rata BCR nilai tertinggi dimiliki

oleh saluran II yaitu 1.25 maka dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran II

lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dikarenakan

banyaknya transaksi yang terjadi di saluran II oleh pelaku pemasaran sebagai

contoh pembudidaya pembenihan memegang peranan dibeberapa saluran

pemasaran seperti Pak Taufik sebagai produsen 1 dan produsen 2 yang

menyalurkan hasil panen sekaligus pembeli ikan koi.

4.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar

berdasarkan pada ciri-ciri seperti produk yang dihasilkan, banyaknya lembaga

pemasaran, mudah tidaknya keluar masuk pasar dan informasi pasar. Struktur

pasar ikan koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan

Sumedang Utara Kabupaten Sumedang adalah pasar persaingan sempurna. Hal ini

terlihat dari jumlah pembeli dan penjual (pedagang besar dan pedagang pengecer)

yang banyak dan produk yang dihasilkan homogen. Selain itu harga yang

ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Dimana ketika

permintaan meningkat maka harga jual ikan koi ikut meningkat dan ketika

permintaan menurun harga jual ikan koi ikut menurun.

50

4.4.1 Jumlah Lembaga Pemasaran

Pemasaran produk perikanan dalam penyampaiannya dari produsen primer

(pembudidaya) pada konsumen akhir membutuhkan rangkaian tahap, tingkatan,

dan fungsi. Salah satu alasannya adalah karena komoditi ikan hias merupakan

komoditi hidup yang mudah rusak atau mati maka sangat membutuhkan lembaga

pemasaran. Selain itu lokasi lahan tempat budidaya ikan hias yang tersebar dalam

areal yang luas membuat jasa pedagang perantara sebagai salah satu lembaga

pemasaran yang cukup dibutuhkan dalam proses ini.

Lembaga pemasaran ikan koi yang terlibat di kelompok pembudidaya

Padasuka Koi terdiri dari pedagang besar dan pedagang pengecer. Responden

kelompok pembudidaya ikan koi berjumlah 1 orang yaitu ketua dari kelompok

pembudidaya Padasuka Koi. Responden pembudidaya pembesaran dan

pembenihan berjumlah 1 orang yang merupakan anggota dari kelompok

pembudidaya Padasuka Koi. Responden pembudidaya pembesaran berjumlah 4

orang yang merupakan anggota dari kelompok pembudidaya Padasuka Koi.

Responden pedagang besar berjumlah 8 orang dan pedagang pengecer berjumlah

9 orang. Hasil pengamatan menunjukan jumlah pelaku pemasaran dari

pembudidaya sampai dengan pedagang pengecer semakin banyak.

4.4.2 Keadaan Produk

Ikan koi hasil pembudidaya kelompok pembudidaya Padasuka Koi dari

mulai pembudidaya sampai ke konsumen akhir bersifat homogen dan telah

dilakukan sortasi juga grading. Sortasi adalah memilih dan memisahkan individu

dari suatu populasi ikan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan

untuk memilih (menyortir) ikan mencakup ukuran (panjang atau bobot), warna,

kondisi, kesehatan, kelengkapan morfologi tubuh, dan tingkah laku. Penggunaan

kriteria tersebut bergantung pada tujuan sortasi. Tujuan sortasi antara lain adalah

untuk memenuhi permintaan pasar (konsumen), meningkatkan keseragaman

(mutu) produk, serta meningkatkan harga produk dan penerimaan (Effendi dan

Oktariza 2006).

Grading adalah kegiatan menggolong-golongkan ikan ke dalam kriteria

(umumnya adalah ukuran atau size) tertentu. Grading terhadap produk perikanan

51

akan berdampak terhadap harga. Ikan yang memiliki ukuran lebih besar biasanya

akan memiliki harga yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Pada akhirnya, dampak

dari sortasi dan grading adalah adanya peningkatan penerimaan oleh produsen

maupun lembaga pemasaran akibat adanya peningkatan harga (Effendi dan

Oktariza 2006).

Setiap ukuran dan kualitas yang berbeda dijual dengan harga yang berbeda

untuk setiap ekornya, sehingga pedagang besar, pedagang pengecer, dan

konsumen akhir dapat membeli ikan koi sesuai dengan ukuran dan harga yang

diinginkan. Di tingkat pedagang pengecer, konsumen melihat kualitas ikan koi

berdasarkan ukuran, kecerahan warna, bentuk tubuh, dan kesehatan (dilihat dari

lincah atau tidaknya ikan koi).

4.4.3 Kondisi Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga

pemasaran untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hambatan utama untuk

memasuki pasar ikan koi diantaranya tinggi rendahnya modal atau biaya yang

dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar.

Umumnya pembudidaya ikan Padasuka Koi menjual hasil panennya ke lembaga

pemasaran, hal ini dikarenakan pembudidaya membutuhkan biaya yang lebih

untuk mampu memasarkan sendiri hasil panennya. Dimana jangkauan pemasaran

ikan koi dari Sumedang sebagian besar di luar pulau Jawa. Hambatan yang

dirasakan pembudidaya pembesaran adalah kebutuhan modal yang cukup besar.

Hambatan untuk masuk ke pasar pedagang besar relatif besar. Selain

masalah dana yang diperlukan untuk biaya pemasaran, juga diperlukan

pengalaman berdagang dan kemampuan manajerial. Salah satu kemudahan

memasuki pasar ikan koi salah satunya adalah pedagang besar tidak memerlukan

izin khusus yang dapat menghambat seseorang untuk masuk berbisnis ikan hias

dan menjadi pedagang besar.

Dari uraian mengenai jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan

produk dan kondisi keluar masuk pasar dapat diketahui bentuk struktur pasar ikan

koi kelompok pembudidaya Padasuka Koi Kecamatan Sumedang Utara

Kabupaten Sumedang. Struktur pasar ikan koi ditingkat pasar pembudidaya

52

mengarah pada pasar persaingan murni dimana jumlah penjual (pembudidaya)

sedikit, produk bersifat homogen, bargaining position pembeli banyak dan

informasi yang dimiliki pembeli lebih banyak. Struktur pasar ikan koi ditingkat

pedagang besar mengarah pada persaingan murni dimana jumlah pembeli sedikit

sedangkan jumlah penjual banyak, produk bersifat homogen, bargaining position

penjual lebih kuat. Struktur pasar ikan koi ditingkat pedagang pengecer mengarah

pada persaingan murni (Tabel 16).

Tabel 16. Struktur pasar pada Rantai PemasaranPelaku pasar Penjual Pembeli Struktur

pasarJumlah Jumlah Usaha

pembudidayaPembudidaya 6 Pedagang

besar8 Persaingan

MurniPedagang

besarPedagang

besar8 Pedagang

pengecer9 Persaingan

MurniPedagang pengecer

Pedagang pengecer

9 Konsumen akhir

banyak Persaingan murni

Sumber: Data olahan (2013)

Struktur pasar pada pelaku pemasaran mengarah pada pasar persaingan

sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli dan

setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.

Interaksi seluruh penjual dan pembeli di pasar yang akan menentukan harga pasar

dan seorang penjual hanya menerima harga yang sudah ditentukan. Berapa banyak

produk yang dijual oleh penjual tidak dapat mengubah harga yang ditentukan

pasar karena jumlah yang diproduksikan hanya sebagian kecil dari jumlah yang

diperjual belikan.

4.4.4 Informasi Pasar

Pengumpulan informasi pasar dilakukan terutama untuk mengetahui ukuran,

jumlah, harga, waktu, mekanisme distribusi, dan pelayanan yang dikehendaki oleh

konsumen terhadap produk (Effendi dan Oktariza 2006). Lembaga-lembaga

pemasaran sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya

efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang

53

kemungkinan jumlah permintaan dan harga produk sebagai dasar untuk membuat

keputusan tentang harga jual yang ditetapkan.

Usaha pembesaran memperoleh informasi harga secara langsung dari

pedagang yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang

dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para

pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku sesuai harga pasar. pada saat

permintaan akan ikan koi naik, maka harga ikan koi pun meningkat dan

sebaliknya, pada saat permintaan akan ikan koi turun maka harga ikan koi pun

turun. Pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang

perantara.

4.5 Keragaan Biaya Manfaat

Usaha budidaya ikan hias baik untuk produksi maupun dalam proses

pemasarannya, bahwa kedua tahap tersebut membutuhkan biaya yang terdiri atas

biaya produksi dan biaya pemasaran (Hanafiah dan Saefudin 1983).

Biaya produksi terdiri atas dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya tidak

tetap (biaya variabel). Biaya tetap yaitu sejumlah biaya yang tetap harus

dikeluarkan saat kolam berproduksi atau tidak, misalnya biaya penyusutan kolam

dan biaya penyusutan peralatan. Biaya tenaga kerja dapat dimasukan dalam biaya

tetap, terutama untuk tenaga kerja tetap. Sementara tenaga kerja yang bersifat

harian biasanya tidak dikelompokkan dalam biaya tetap.

Biaya tidak tetap (biaya variabel) yaitu sejumlah biaya yang digunakan

untuk memproduksi ikan mas koi dan jumlahnya sangat tergantung pada jumlah

kapasitas dan masa produksi yang bersangkutan. Beberapa variabel yang termasuk

ke dalam biaya tidak tetap yaitu pakan, obat-obatan, vitamin, sewa kios, dan lain-

lain. Jumlah biaya tidak tetap yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh besar

kecilnya jumlah unit yang diusahakan.

Tahap selanjutnya setelah produksi adalah pemasaran yang merupakan

proses penyaluran produk dari produsen (pembudidaya) ke konsumen atau pasar.

Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran

berlangsung, mulai dari pembudidaya hingga diterima oleh konsumen akhir.

54

Besarnya biaya pemasaran sangat bergantung dari panjang pendeknya saluran

pemasaran. Selain semakin mahal harga, saluran pemasaran yang jauh juga

memiliki tingkat resiko yang tinggi. Tingkat kematian ikan koi dan menurunnya

kualitas ikan koi adalah resiko yang sering terjadi. Biaya yang dimasukan dalam

biaya pemasaran yaitu biaya transportasi dan kematian ikan koi selama

penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan.

Keragaan biaya manfaat merupakan kajian keuangan untuk mengetahui

keuntungan yang telah dicapai selama usaha ikan koi tersebut berlangsung.

Pengusaha dapat menganalisis perhitungan serta menentukan tindakan untuk

memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam usahanya.

4.5.1 Pembenihan

Pembenih memiliki 4 ekor induk ikan koi dan menghasilkan ± 24.000 ekor

benih ikan koi, dalam jangka waktu 1 tahun dapat dilakukan 2 kali pemijahan.

Pada pembenihan ikan koi digunakan bak fiber sebagai media pemijahan dan bak

fiber terpisah untuk pendederan. Alat-alat produksi lain yang digunakan

diantaranya ember grading, jaring, dan lain-lain.

Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih memiliki

cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan ini masih

cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu diberi

makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan makanan berupa kutu air

yang disaring, artemia atau makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia

7 hari hingga 8 minggu benih ikan koi diberi makan pakan buatan.

Panen ikan koi bisa dilakukan mulai umur satu atau dua bulan. Pada usia

sekitar satu sampai dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3 – 4,5 cm

dan telah dapat dijual kepada pembudidaya pembesaran dengan harga mencapai

Rp. 1.500.

Pada usaha budidaya ikan koi tidak lepas dari biaya, karena biaya

merupakan salah satu unit yang akan dikeluarkan dalam menghasilkan suatu

produk. Biaya tidak hanya berbentuk uang, namun dapat pula berupa tenaga kerja.

Pada proses perhitungan biaya yang akan dikeluarkan merupakan acuan dalam

menentukan harga dan perhitungan indikator kelayakan usaha. Biaya tetap terdiri

55

dari biaya penyusutan kolam, penyusutan induk ikan koi dan biaya penyusutan

peralatan produksi (Tabel 17).

Tabel 17. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembenih Ikan KoiNo Uraian Nilai (Rp)1.

2.

3.

Biaya Investasi (5 tahun)- Pembuatan kolam- Induk ikan koi (4 pasang)- Biaya peralatan produksi

Total Biaya InvestasiBiaya Tetap (1 tahun)

- Penyusutan kolam- Penyusutan induk ikan koi- Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air)- Modal sendiri

Biaya Variabel- Pakan- Tenaga kerja- Listrik - Vitamin dan obat-obatan

Total Biaya

5.000.000 20.000.000 21.240.000 46.240.000

1.000.000 4.000.000 4.248.000

0

10.000.000 10.000.000 500.000 1.580.00031.328.000

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 36.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 4.672.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,14

Sumber: Data Olahan (2013)

Tabel 17 merupakan biaya usaha dalam kurun waktu 1 tahun, biaya yang

dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan koi selama 5 tahun

kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, biaya induk ikan koi (4 pasang) dan

biaya peralatan produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 5.000.000,

untuk pembelian 4 pasang indukan ikan koi sebesar Rp 20.000.000 dengan

masing-masing harga induk ikan koi Rp 5.000.000 per ekor dan terdapat biaya

untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 21.240.000. total biaya

yang digunakan untuk pembenihan ikan koi sebesar Rp 46.240.000.

Pembudidaya ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap tahunnya perlu

melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 1.000.000, dan untuk perbaikan

peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 4.248.000, selain biaya

perawatan kolam dan perbaikan peralatan produksi pembudidaya juga harus

mengeluarkan biaya untuk indukan koi baru sebesar Rp 4.000.000 per ekor.

56

Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya

yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan

naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi

atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya

variabel yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan

obat-obatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Biaya

pakan sebesar Rp 10.000.000 untuk pembelian pakan sebanyak 625 kg, biaya

untuk upah pekerja sebanyak 6 orang sebesar Rp 10.000.000, beban biaya untuk

listrik sebesar Rp 500.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air,

sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari

biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 31.328.000.

Pembudidaya akan mendapatkan penerimaan dari benih yang dihasilkan dan

dijual. Benih yang dihasilkan dari pemijahan 4 pasang induk : ± 12.000 ekor

dalam 2 kali pemijahan dengan total produksi sebanyak 24.000 ekor. Harga benih

per ekor Rp 1.500, sehingga pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar

Rp 36.000.000.

Keuntungan yang akan diperoleh dari budidaya ikan koi selama setahun

sebesar Rp 4.672.000. Keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi

dikali harga jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari

perhitungan penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan

menghasilkan nilai R/C dari usaha tersebut sebesar 1,14 yang artinya usaha

pembenihan ikan koi menguntungkan karena keuntungan yang diperoleh lebih

dari biaya total yang dikeluarkan. Semakin tinggi nilai R/C tingkat keuntungan

suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu berarti belum

memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan (Mursid,

1997).

4.5.2 Pembesaran

Pembesaran ikan koi masih termasuk anggota dari Kelompok Padasuka Koi

yang terdiri dari 6 anggota. Benih ikan koi berasal dari pemijahan yang dilakukan

oleh kelompok Padasuka Koi selanjutnya dibesarkan sampai ukuran yang

diinginkan.

57

Usaha pembesaran umumnya dilakukan disamping rumah dengan

pembuatan kolam baru, kolam tersebut dibuat untuk pembentukan warna, pola,

dan corak ikan koi. Pembesaran ikan koi memerlukan biaya sebagai modal awal

dalam melakukan usaha tersebut. Modal tersebut berupa pembuatan kolam dan

pembelian peralatan produksi yang dapat digunakan sampai kegiatan panen.

Rincian biaya pembesaran ikan koi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Keragaan Biaya-Penerimaan Pembesaran Ikan KoiNo Uraian Nilai (Rp)1.

2.

3.

Biaya Investasi (5 tahun)- Biaya pembuatan kolam- Biaya peralatan produksi

Total Biaya Investasi

Biaya Tetap (1 tahun)- Penyusutan kolam- Penyusutan peralatan produksi (blower, pompa air)- Modal sendiri

Biaya Variabel- Pembelian Benih Ikan Koi

1 orang pembudidaya pembesaran @ 3.000 ekor 3.000 ekor x Rp. 1.500

- Pakan- Tenaga kerja- Listrik - Vitamin dan obat-obatan

Total Biaya

3.500.0001.500.0005.000.000

700.000300.000

0

4.500.000

5.790.000

1.200.000 300.000 1.580.000 14.370.000

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 14.850.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 480.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,03

Sumber: Data Olahan (2013)

Biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pembesaran ikan koi

selama 5 tahun kedepan terdiri dari biaya pembuatan kolam, dan biaya peralatan

produksi. Biaya pembuatan kolam yang besarnya Rp 3.500.000 dan terdapat biaya

untuk peralatan produksi (blower, pompa air) sebesar Rp 1.500.000. Total biaya

yang digunakan untuk pembesaran ikan koi sebesar Rp 5.000.000.

Pembudidaya pembesaran ikan koi memiliki modal sendiri dan setiap

tahunnya perlu melakukan perawatan kolam yang sebesar Rp 700.000, dan untuk

perbaikan peralatan produksi (blower dan pompa air) sebesar Rp 300.000.

58

Pembudidaya harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik

turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau

volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel

yaitu biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya vitamin dan obat-

obatan. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Pembelian

Benih Ikan koi 1 orang pembudidaya pembesaran masing-masing 3.000 ekor

dikalikan Rp. 1.500 per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya

4.500.000. Biaya pakan sebesar Rp 5.790.000 untuk pembelian pakan, biaya

untuk upah pekerja sebanyak 1 orang sebesar Rp 1.200.000, beban biaya untuk

listrik sebesar Rp 300.000, biaya listrik untuk penggunaaan blower dan pompa air,

sedangkan biaya untuk vitamin dan obat-obatan sebesar Rp 1.580.000. Total dari

biaya tetap dan biaya variabel sebesar Rp 14.370.000.

Pembudidaya pembesaran akan mendapatkan penerimaan dari penjualan

ikan koi. Benih yang dihasilkan dari pembesaran ± 2.700 ekor dimana tingkat

mortalitasnya sebesar 10%. Harga benih per ekor Rp 5.500, sehingga

pembudidaya akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 14.850.000.

Keuntungan yang diperoleh pembudidaya pembesaran yaitu sebesar Rp.

480.000/tahun, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga

jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan untuk satu kali

panen yaitu Rp. 240.000. Nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usaha

tersebut menguntungkan.

4.5.3 Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang membeli ikan koi dalam jumlah yang

banyak dalam sebulan bisa membeli 4.500 ekor ikan koi dalam satu kali

memasarkan. Pedagang besar ini biasanya langsung membeli dari pembudidaya,

alasan pedagang besar membeli ikan koi langsung ke pembudidaya dikarenakan

harga yang murah dan bisa langsung memilih warna, corak serta ukuran ikan.

Pedagang besar dalam melakukan usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya

biaya tabung, sewa kios, dan pembelian ikan koi. Pedagang besar juga

59

menanggung biaya transportasi untuk pengangkutan ikan dari pembudidaya ke

kios.

Pedagang besar menyerap ikan koi dari pembudidaya Padasuka Koi.

Pedagang besar memiliki biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan

usaha pemasaran, diantaranya tertera pada (Tabel 19).

Tabel 19. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang BesarNo Uraian Nilai (Rp)1.

2.

3.

Biaya Investasi (5 tahun)- Biaya bak penampungan fiber- Alat tabung oksigen (10 tahun)

Total Biaya InvestasiBiaya Tetap (1 tahun)

- Penyusutan bak penampungan- Penyusutan alat tabung oksigen- Retribusi

Biaya Variabel- Sewa kios- Pembelian ikan koi- Peralatan pemasaran ( sair, ember, tabung oksigen,

plastik, karet gelang)- Listrik - Transportasi - Tenaga Kerja

Total Biaya

4.000.0002.500.000

6.500.000

800.000250.000

200.000

4.500.00045.000.000 1.000.000

300.000

1.500.000 3.000.00056.550.000

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 90.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 33.450.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,59

Sumber: Data Olahan (2013)

Pedagang besar dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan biaya.

Biaya untuk bak penampungan sebesar Rp 4.000.000 dan biaya alat tabung

oksigen sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha

tersebut sebesar Rp 6.500.000.

Pedagang besar setiap tahunnya perlu melakukan perawatan bak

penampungan sebesar Rp 800.000, dan untuk perbaikan tabung oksigen sebesar

Rp 250.000 dan biaya iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000. Pedagang

besar harus menyiapkan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang jumlah totalnya akan naik

60

turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan output yang diproduksi atau

volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel

yaitu sewa kios, pembelian benih ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas

oksigen, plastik, karet gelang), biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga

kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios

sebesar Rp 4.500.000, pembelian Benih Ikan koi 1 orang pedagang besar masing-

masing 4.500 ekor dikalikan Rp. 10.000 per ekornya sehingga akan menghasilkan

total biaya 45.000.000. biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan

pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik dan karet gelang sebesar

Rp 1.000.000, beban biaya untuk listrik sebesar Rp 300.000, biaya transportasi

dalam pengangkutan ikan koi dari tempat pembudidaya ke kios sebesar Rp

1.500.000, dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000,

dengan masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya

tetap dan biaya variabel sebesar Rp 56.550.000.

Pedagang besar akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi. Ikan

koi yang dibeli sebesar 4.500 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke konsumen

per ekor Rp 20.000, sehingga pedagang besar akan mendapatkan penerimaan

sebesar Rp 90.000.000.

Keuntungan yang diperoleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 33.450.000,

keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga jual

dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan penerimaan

dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai R/C dari usaha

tersebut sebesar 1,59 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan

bahwa usaha tersebut menguntungkan.

4.5.4 Pedagang Pengecer

Pengecer merupakan pedagang yang membeli ikan koi sesuai dengan

jumlah permintaan pasar di daerah sekitar. Pedagang pengecer biasanya membeli

ikan koi dari pedagang besar. Pedagang pengecer merupakan salah satu lembaga

pemasaran yang membantu proses pemasaran ikan koi sampai ke tangan

konsumen akhir disamping pedagang besar. Pedagang pengecer dalam melakukan

usahanya juga mengeluarkan biaya, diantaranya biaya peralatan, sewa kios, dan

61

pembelian ikan koi. Pedagang pengecer juga menanggung biaya transportasi

untuk pengangkutan ikan dari tempat pedagang besar ke kios.

Pedagang pengecer I dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan

biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.500.000, biaya

blower sebesar Rp 1.175.000, biaya filter sebesar Rp 2.267.000, biaya bak

penampungan fiber sebesar Rp 3.573.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10

tahun sebesar Rp 2.500.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha

tersebut sebesar Rp 14.280.000.

Pedagang pengecer I setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai

dari akuarium sebesar Rp 500.000, perbaikan blower Rp 235.000, perbaikan filter

sebesar Rp 453.400, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 714.000, biaya

iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen

sebesar Rp 250.000. Pedagang pengecer I harus menyiapkan biaya variabel. Biaya

variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang

jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan

output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992).

Adapun yang termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios,

pembelian ikan koi, peralatan pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet

gelang), biaya pakan, biaya transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja.

Keseluruhan biaya variabel ini dihitung dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar

Rp 5.000.000, pembelian ikan koi untuk pedagang pengecer I masing-masing

6.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 12.000 per ekornya sehingga akan

menghasilkan total biaya 72.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian

peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas oksigen, plastik bening, plastik

hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000, biaya pakan yang dikeluarkan

sebesar Rp 2.500.000, biaya transportasi dalam pengangkutan ikan koi dari tempat

pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya untuk listrik sebesar Rp 1.800.000

dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 2 orang sebesar Rp 3.000.000, dengan

masing-masing orang menerima Rp 1.500.000 perbulan. Total dari biaya tetap dan

biaya variabel sebesar Rp 87.853.000. Rincian biaya-manfaat usaha pemasaran

ikan koi terdapat pada Tabel 20.

62

Tabel 20. Keragaan Biaya-Penerimaan Pedagang Pengecer

Sumber: Data Olahan (2013)

Pedagang pengecer I akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan koi.

Benih yang dibeli sebesar 6.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke

konsumen per ekor Rp 17.000, sehingga pedagang pengecer I akan mendapatkan

penerimaan sebesar Rp 102.000.000.

Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer I yaitu sebesar Rp

14.147.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga

jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan

penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai

No UraianNilai (Rp)

PP ISaluran I

PP IISaluran II

1.

2.

3.

Biaya Investasi (5 tahun)Biaya peralatan

- Akuarium - Blower (Atman 1200)- Filter (Atman 105)- Bak fiber- Tabung oksigen

Total Biaya Investasi

Biaya Tetap (1 tahun)- Penyusutan (akuarium)- Penyusutan Blower - Penyusutan Filter - Penyusutan Bak fiber - Penyusutan Tabung oksigen- Retribusi

Biaya Variabel- Sewa kios- Pembelian ikan koi- Peralatan pemasaran (sair, gas oksigen,

plastik bening, plastik hitam, karet gelang)

- Pakan- Transportasi, listrik- Tenaga Kerja

Total Biaya

2.500.000 1.175.000 2.267.000

3.573.000 2.500.000 14.280.000

500.000 235.000 453.400 714.000 250.000 200.000

5.000.000 72.000.000 1.200.000

2.500.000

1.800.000 3.000.000 87.853.000

2.000.000 1.250.000

2.100.000 3.350.000 2.450.000 11.150.000

400.000 250.000 420.000 670.000 245.000 200.000

4.500.000 91.000.000 1.200.000

2.000.000 1.750.000 1.500.000 104.135.000

Penerimaan (Produksi x Harga Jual) 102.000.000 133.000.000Keuntungan (Penerimaan – Total Biaya) 14.147.000 28.865.000R/C (Penerimaan : Total Biaya) 1,16 1,27Rata-rata R/C 1,215

63

R/C dari usaha tersebut sebesar 1,16 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1

menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan.

Pedagang pengecer II dalam menjalankan usahanya juga mengeluarkan

biaya. Biaya untuk peralatan mulai dari akuarium sebesar Rp 2.000.000, biaya

blower sebesar Rp 1.250.000, biaya filter sebesar Rp 2.100.000, biaya bak

penampungan fiber sebesar Rp 3.350.000, serta biaya iuran kebersihan dan

keamanan Rp 200.000 dan biaya alat tabung oksigen selama 10 tahun sebesar Rp

2.450.000. Total biaya yang digunakan untuk persiapan usaha tersebut sebesar Rp

11.150.000.

Pedagang pengecer II setiap tahunnya perlu melakukan perawatan mulai

dari akuarium sebesar Rp 400.000, perbaikan blower Rp 250.000, perbaikan filter

sebesar Rp 420.000, perbaikan bak penampungan fiber sebesar Rp 670.000, biaya

iuran kebersihan dan keamanan Rp 200.000 dan untuk perbaikan tabung oksigen

sebesar Rp 245.000. Pedagang pengecer II harus menyiapkan biaya variabel.

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi

yang jumlah totalnya akan naik turun sebanding dengan tinggi rendahnya dengan

output yang diproduksi atau volume usaha (Mulyadi 1992). Adapun yang

termasuk kedalam biaya variabel yaitu sewa kios, pembelian ikan koi, peralatan

pemasaran (sair, ember, gas oksigen, plastik, karet gelang), biaya pakan, biaya

transportasi, listrik dan biaya tenaga kerja. Keseluruhan biaya variabel ini dihitung

dalam waktu 1 tahun. Sewa kios sebesar Rp 4.500.000, pembelian Ikan koi untuk

pedagang pengecer II masing-masing 7.000 ekor dikalikan harga beli Rp. 13.000

per ekornya sehingga akan menghasilkan total biaya 91.000.000. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembelian peralatan pemasaran mulai dari sair, ember, gas

oksigen, plastik bening, plastik hitam dan karet gelang sebesar Rp 1.200.000,

biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.000.000, biaya transportasi dalam

pengangkutan ikan koi dari tempat pedagang besar ke kios sekaligus beban biaya

untuk listrik sebesar Rp 1.750.000 dan biaya untuk upah pekerja sebanyak 1 orang

sebesar Rp 1.500.000 per bulan. Total dari biaya tetap dan biaya variabel sebesar

Rp 104.135.000.

64

Pedagang pengecer II akan mendapatkan penerimaan dari penjualan ikan

koi. Ikan koi yang dibeli sebesar 7.000 ekor per tahunnya. Harga jual ikan koi ke

konsumen per ekor Rp 19.000, sehingga pedagang pengecer II akan mendapatkan

penerimaan sebesar Rp 133.000.000.

Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer II yaitu sebesar Rp

28.865.000, keuntungan tersebut didapat dari penerimaan produksi dikali harga

jual dikurangin total biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan

penerimaan dibagi total biaya yang harus dikeluarkan, akan menghasilkan nilai

R/C dari usaha tersebut sebesar 1,27 hal ini menunjukkan nilai R/C lebih dari 1

menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. Semakin tinggi nilai R/C

tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi dan jika lebih kecil dari satu

berarti belum memperoleh keuntungan sehingga masih memerlukan pembenahan

(Mursid, 1997).

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa keuntungan yang paling besar

diperoleh oleh pedagang pengecer kedua (PP II) sebesar Rp 28.865.000,00

dengan R/C 1,27 sedangkan pedagang pengecer kesatu (PP I) keuntungannya Rp

14.147.000,00 dengan R/C 1,16. Hal ini disebabkan volume pembelian pedagang

pengecer pada saluran II yang lebih besar daripada pedagang pengecer pada

saluran pemasaran I, sehingga keuntungan yang diperolehnya pun lebih banyak.

Proporsi biaya terbesar dalam usaha ini yaitu biaya pembelian ikan koi dan

biaya tenaga kerja. Semakin banyak ikan mas koi yang dibeli maka akan semakin

besar pula biaya yang dikeluarkan. Biaya terbesar kedua dalam usaha ini adalah

biaya tenaga kerja. Secara ekonomi, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang

merupakan bagian dari biaya didalam suatu usaha (Mubyarto 1989). Faktor

produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja

dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas tenaga kerja. Jumlah

tenaga kerja yang diperlukan perlu sesuai dengan kebutuhan sampai tingkat

tertentu sehingga jumlahnya optimal. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan

oleh berbagai hal, antara lain dipengaruhi oleh mekanisme pasar, jenis kelamin,

kualitas tenaga kerja dan umur tenaga kerja.

65

4.5.5 Konsumen Akhir

Konsumen akhir merupakan pemakai akhir dari produk, digunakan untuk

keperluan sendiri atau orang lain dan tidak diperjual belikan. Konsumen akhir

secara langsung mendatangi pelaku pemasaran (pedagang perantara) terdekat,

namun ada juga yang secara langsung mendatangi pembudidaya ikan mas koi.

Setiap pedagang perantara kisaran harga jual ikan koi yang diperoleh oleh

konsumen berbeda-beda. Harga ikan koi di pembudidaya berkisar Rp. 3.000 - Rp

5.000/ekor, harga di pedagang besar berkisar Rp. 10.000 - Rp. 20.000/ekor, dan

harga pada pedagang pengecer berkisar Rp. 17.000 - Rp.19.000/ekor.

4.6 Keragaan Usaha

1. Pembenihan

Pembudidaya pembenih ikan koi menggunakan bak fiber sebagai media

pemijahan dan bak fiber terpisah untuk pendederan. Selain itu, alat-alat produksi

lain yang digunakan untuk membantu masa produksi dan pemanenan meliputi

ember grading, jaring, dan lain-lain.

Pemijahan induk ikan koi dilakukan pada bak fiber berukuran 2m x 1m x

1,5 m3, Kemudian dipasang kakaban yang terbuat dari nilon plastik yang dijepit

oleh dua bilah pipa paralon pada sore hari. Ukuran kakaban yang digunakan 30 x

50 cm. Setelah indukan diseleksi, dilakukan pencampuran induk jantan dan betina

dengan perbandingan jantan 2 ekor sedangkan betina 1 ekor dengan bobot

mencapai 1 kg sampai 2 kg. Induk ikan koi akan mulai memijah pada tengah

malam, benih yang dihasilkan adalah ± 10.000 ekor per 1x memijah.

Proses pemijahan berlangsung selama kurang lebih 3 jam, telur-telur yang

menempel pada kakaban harus dipindahkan pada keesokan harinya begitu juga

dengan induk. Pada saat awal larva ikan koi menetas, larva ikan koi masih

memiliki cadangan makanan dari telur ikan. Sampai 2-3 hari cadangan makanan

ini masih cukup untuk mensuplai kebutuhan larva ikan koi, sehingga tidak perlu

diberi makan. Pada hari ketiga atau keempat mulai diberikan pakan alami atau

makanan berupa kuning telur rebus. Kurang lebih usia 7 hari hingga 2 bulan,

benih ikan koi diberi makan pakan buatan.

66

Panen ikan koi bisa dilakukan umur dua bulan. Pada usia sekitar satu sampai

dua bulan ukuran benih ikan koi dapat mencapai 3–4,5cm dan dijual kepada

pembudidaya pembesaran dengan harga untuk ukuran benih besar Rp 1.500. Ikan

koi ini terdiri dari 4 Grade, yaitu :

a) Grade kontes

Tipe grade kontes yaitu ikan koi yang telah memiliki warna sisik yang cerah

dan pola warna yang sempurna serta dari segi postur tubuh yang memadai untuk

tumbuh lebih besar. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Ikan Koi Grade Kontes jenis Shiro Utsuri

b) Grade A

Tipe grade A untuk ikan koi tidak jauh berbeda dengan tipe grade kontes

hanya saja hal yang membedakanya tipe kelas ini belum belum memiliki warna

yang begitu sempurna dan postur tubuh yang bagus agar bisa tumbuh besar.

Contohnya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Ikan koi Grade A jenis Shiro Utsuri

c) Grade B

Tipe grade B pada ikan koi adalah ikan koi yang memiliki warna sisik yang

belum keluar dengan sempurna atau memiliki warna sisik yang kurang

cerah.Contohnya dapat dilihat pada Gambar 11.

67

Warna yang belum muncul

Gambar 11. Ikan Koi Grade B jenis Shiro Utsuri

d) Grade C

Tipe grade C pada ikan koi yaitu ikan koi memiliki kecerahan warna yang

kurang, atau pola warna yang tidak tepat sebagaimestinya. Ikan koi tipe ini biasa

diambil dari ikan koi hasil sisa dari penyortiran, akan tetapi koi ini cukup pesat

juga peminatnya, dikarenakan harga yang relatif murah dan terjangkau.Contohnya

dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Ikan Koi Grade C jenis Shiro Utsuri

2. Pembudidaya Pembesaran

Proses budidaya ikan koi di pembudidaya pembesaran masih menggunakan

cara tradisonal, dengan cara menggunakan kolam tanah yang berukuran 18 x 10 x

1,5m, pakan yang digunakan berupa pakan buatan.

Pembesaran mendapatkan benih ikan koi dari pembudidaya pembenihan

berumur 2 bulan yang berukuran 3–4,5cm dengan sistem meminjam terlebih

dahulu, dan kemudian pada saat pemanenan hasil penjualan ikan koi dipotong

sesuai harga pembelian benih yang sudah disepakati diawal dengan pembudidaya

pembenihan. Setelah ikan koi berumur enam bulan dengan bobot mencapai ±400

gram dilakukan proses penyeleksian atau penyortiran untuk mendapatkan ikan koi

68

yang baik dari warna dan bentuknya sehingga dapat meningkatkan harga dari ikan

koi tersebut, hasil penyortiran tersebut selanjutnya akan dijual pada pengumpul.

3. Pedagang Besar

Pedagang besar melakukan penyortiran pada saat membeli ikan koi dari

pembudidaya dengan melihat kualitas sesuai grade, kemudian ikan koi disimpan

pada bak fiber dan diberi pakan buatan sebelum dijual pada pedagang pengecer

dan konsumen. Harga jual ikan koi untuk grade B dengan harga Rp 20.000 dan

untuk grade C dengan harga Rp 10.000.

4. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer pertama mendapatkan ikan koi dari pedagang besar,

sedangkan pedagang pengecer kedua mendapatkan ikan koi langsung dari

pembudidaya. Kemudian pedagang pengecer akan menjual ikan koi di toko ikan

milik masing-masing.

Pedagang pengecer menyimpan ikan koi pada bak fiber sehingga konsumen

yang datang ke toko dapat melihat dan memilih sebelum membeli, pakan yang

digunakan adalah pakan buatan. Pedagang pengecer pertama menjual ikan koi

untuk grade B dengan harga Rp 17.000 dan grade C dengan harga Rp 12.000,

sedangkan pedagang pengecer kedua menjual ikan koi untuk grade B dengan

harga Rp 19.000 dan grade C dengan harga Rp 13.000 kepada konsumen akhir.

4.7 Analisis Pengembangan Usaha Pembudidaya Koi

4.7.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor

Analysis Summary (EFAS)

Usaha budidaya ikan koi dikelompok Padasuka Koi ini masih dalam tahap

pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana

pengembangan usaha yang terjadi di budidaya ikan koi, maka diperlukan alat

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal

maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji

faktor-faktor tersebut (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009).

Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi

secara langsung kegiatan pemasaran. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan

69

kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut

mempengaruhi berkembangnya usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten

Sumedang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.

Faktor InternalFaktor internal berupa kekuatan, antara lain:

1) Kualitas koi sangat baik (S1)Kualitas Ikan yang baik atau setara dengan kualitas koi yang dihasilkan

Pembudidaya Padasuka Koi sudah sangat diakui pelanggannya baik ditingkat

kabupaten sumedang maupun nasional. Diharapkan kekuatan ini dapat

dimanfaatkan dan lebih ditingkatkan agar konsumen dapat merasa puas dengan

kualitas yang diberikan.

2) Modal usaha pribadi (S2)Dengan modal yang kuat akan berpengaruh dengan keseimbangan keuangan

dan pemenuhan kebutuhan faktor-faktor penunjang yang dibutuhkan

pembudidaya ikan koi. Baik dalam sektor produksi, pemasaran dan sumberdaya

manusia.

3) Lokasi startegis (S3)Lokasi budidaya ikan koi di Desa Padasuka sangat strategis karena

berdekatan dengan jalan raya hal ini memegang peranan penting dalam

kesuksesan suatu usaha, sehingga dapat mempengaruhi perilaku konsumen secara

langsung maupun tidak langsung, keputusan membeli dipengaruhi oleh

kemudahan memperolehnya.

4) Hubungan baik dengan konsumen (S4)Pelayanan dan harga jual akan ikan koi yang relatif terjangkau menjadi

faktor pembeda dari tempat budidaya lain hal ini yang menyebabkan konsumen

tertarik membeli ikan koi dikelompok Padasuka Koi.

Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain:

1) Promosi belum efektif (W1)

Kegiatan usaha tidak dapat bergantung hanya pada proses produksi dan

pengembangan kualitas, karena kegiatan promosi merupakan salah satu kegiatan

penting guna meningkatkan dan kesinambungan perusahaan. Dalam hal ini bagian

pemasaran merupakan elemen penting untuk merealisasikannya.

70

2) Prosedur penganggaran belum baik (W2)

Penganggaran perlu dibuat, agar semua kegiatan yang ada pada budidaya

ikan koi dapat diprediksi dan direncanakan dengan baik agar dapat mengetahui

berapa dan apa yang harus diprioritaskan.

3) Kurangnya mengetahui informasi pasar (W3)Belum adanya spesialisasi pekerjaan membuat informasi pasar kurang dapat

diketahui, seperti permintaan Koi yang tinggi saat tertentu sehingga kelompok

budidaya Padasuka Koi dapat memenuhi. Dengan demikian membuat adanya

keuntungan yang hilang pada kelompok budidaya Padasuka Koi.

4) Penggunaan lahan belum optimal (W4)Saat ini permintaan Koi sedang tinggi, untuk itu diperlukan pengoptimalan

produksi dan pemanfaatan lahan yang baik guna mencukupi permintaan.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang- peluang

yang mempengaruhi pengembangan usaha pembudidaya Padasuka Koi di

Kabupaten Sumedang antara lain :

1) Kebijakan pemerintah yang mendukung (O1)

Kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan agribisnis ikan hias.

Karena dengan kebijakan yang mendukung itu maka usaha akan menciptakan

kelancaran dan keamanan bisnis di suatu Negara atau antar Negara secara

internasional.

2) Kemajuan teknologi (O2)

Kemajuan teknologi yang pesat seperti teknologi informasi dan produksi,

dapat membuat kegiatan-kegiatan di dalam perusahaan menjadi lebih efektif.

Dengan teknologi modern maka perusahaan dapat dengan mudah memperoleh

berbagai macam informasi, berkomunikasi dan dapat mengefektifkan kegiatan

manajemen dan produksi.

3) Potensi sumber daya air baik (O3)

Wilayah di kabupaten Sumedang yang berpotensi untuk dijadikan lahan

budidaya perikanan meliputi daerah Sumedang bagian utara, tengah dan timur.

Berdasarkan laporan Evaluasi Pembangunan Perikanan Sub Dinas Perikanan

71

Kecamatan yang menghasilkan ikan terbesar adalah Kecamatan Cimalaka, ini

karena Kecamatan Cimalaka mempunyai empat sumber mata air, dengan tiga

sumber mata air mempunyai debit diatas 100 liter/detik dan satu sumber mata air

dibawah 10 liter/detik.

4) Persaingan pasar lokal masih belum ketat (O4)

Usaha pembudidaya padasuka koi di Kabupaten Sumedang masih sedikit

sangat dimungkinkan untuk pengembangan skala usaha, dimana jumlah

pembudidaya akan ikan koi ini sangat sedikit sangat mempengaruhi prospek suatu

usaha walaupun memang untuk Koi sentra budidayanya masih menyebar dan

belum banyak.

Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha budidaya

ikan koi anatara lain :

1) Kenaikan BBM (T1)

Kenaikan BBM akan mengakibatkan peningkatan biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh pembudidaya, mulai dari biaya produksi, pemasaran dan

pengadaan bahan-bahan sarana pelengkap dibidang pembenihan dan pembesaran

ikan koi.

2) Penyakit koi harvest virus (T2)

Merupakan suatu ancaman yang terkadang masih belum dapat diatasi oleh

pembudidaya ikan hias. Selama ini perusahaan mengantisipasi dengan

menurunkan jumlah produksi atau terkadang dengan berhenti berproduksi.

3) Adanya produk subtitusi (T3)

Adanya produk subtitusi, munculnya produk-produk inovatif seperti ikan

hias air laut yang mempunyai keunggulan tersendiri misalnya Neon Tetra, arwana

dan Luo- Han.

4) Masuknya ikan koi dari luar negeri (T4)

Adanya jenis ikan koi dari luar yang masuk ke negara kita ini

mengakibatkan hasil produk budidaya ikan koi dari indonesia sangat rendah

dikarenakan kalah bersaing. Padahal hasil dari produk budidaya ikan koi di

indonesia tidak kalah dengan hasil dari luar.

72

4.7.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation

(EFE)

Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor

Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk

diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi pembudidaya koi di Kabupaten

Sumedang. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat

menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan pembudidaya

Padasuka Koi di Kabupaten Sumedang.

Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 3,02. Nilai tersebut

berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam

Renofati 2009) . Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di

pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat

mengatasi berbagai permasalahan yang ada di kelompok pembudidaya Padasuka

Koi daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada

Tabel 21 dan Tabel 22.

Tabel 21. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE)Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Bobot x

Rating

Kekuatan ( Strength)A. Kualitas ikan koi baik 0,2 4 0,81B. Modal usaha pribadi 0.2 4 0,81C. lokasi strategis 0,15 3 0,45D. Hubungan baik dengan konsumen 0,15 3 0,45

Total Kekuatan 2,52Kelemahan (Weakness)

A. Promosi belum efektif 0,05 1 0,05B. Prosedur penganggaran belum baik 0,1 2 0,2C. Kurangnya mengetahui informasi pasar 0,05 1 0,05D. Penggunaan lahan belum optimal 0,1 2 0,2

Total Kelemahan 0,5Total Faktor internal 1 3,02

Sumber: Data Olahan (2013)

Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,46. Nilai yang

diperoleh berada dibawah 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan

di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka Kecamatan Sumedang

73

Utara masih minim dalam pengembangan budidaya ikan hias khususnya ikan koi.

Peluang yang ada bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada.

Menurut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009) nilai 2,46 berada pada kuadran I

dimana strategi yang digunakan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang

agresif (Growth oriented strategy).

Tabel 22. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE)Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Bobot

x Rating

Peluang (Opportunities)A. Kebijakan pemerintah yang mendukung 0,16 3 0,48B. Kemajuan teknologi 0,16 3 0,48C. Potensi sumber daya air baik 0,16 3 0,48D. Persaingan pasar lokal masih belum ketat 0,16 3 0,48

Total Peluang 1.92Ancaman (Threats)

A. Naiknya harga BBM 0,05 1 0,05B. Penyakit koi harvest virus 0,05 1 0,05C. Adanya produk subtitusi 0,11 2 0,22D. Masuknya ikan koi dari luar negeri 0,11 2 0,22

Total Ancaman 0,64Total Faktor Eksternal 0,86 2,46

Sumber: Data Olahan (2013)

Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks

IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk

memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan

usaha pengembangan di kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka

Kecamatan Sumedang Utara. Matriks SWOT pengembangan usaha di kelompok

pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara dapat

dilihat pada Tabel 23.

74

Tabel 23. Matriks SWOT pengembangan usaha kelompok pembudidaya Padasuka Koi

Internal

Eksternal

Kekuatan (S)1. Kualitas ikan baik2. Modal usaha pribadi3. Lokasi strategis4. Hubungan baik dengan konsumen

Kelemahan (W)1. Promosi belum

efektif2. Prosedur

penganggaran belum baik

3. Kurang mengetahui informasi pasar

4. Penggunaan lahan belum optimal

Peluang (O)1. Kebijakan pemerintah

yang mendukung2. Kemajuan teknologi3. Potensi sumber daya

air baik4. Persaingan pasar lokal

masih belum ketat

Strategi SO:1. Mempertahankan danmeningkatkan mutuproduk dengan carapengawasan produksi (S2 , O2, O1)2. Meningkatkan jumlahproduksi (S3, O1)

Strategi WO:1. Mengoptimalkankegiatan promosi(W1, W3, W4, O2,O3, O4)2. Meningkatkan teknologiproduksi dan informasi(W3, W4, O2)

Ancaman (T)1. Naiknya harga BBM2. Penyakit koi harvest

virus3. Adanya produk

subtitusi4. Masuknya ikan koi dari

luar negeri

Strategi ST:1. Menghasilkan produksi ikan koi yang variatif(S1,S2,T2,T3,T4)

Strategi WT:1. Membuat perencanaan produksi(W1,W2,W3,T1,T2,T3,T4)

Sumber: Data Olahan (2013)

Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 4 alternatif strategi yang dapat

dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha di kelompok pembudidaya Padasuka

Koi, antara lain:

1) Meningkatkan promosi terhadap pemasaran ikan koi

2) Meningkatkan prosedur dalam pengganggaran keuangan

3) Menambah pengetahuan pembudidaya melalui peyuluhan dinas terkait

4) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas ikan koi lokal

75

Strategi pengembangan disusun melalui analisis SWOT dengan

membandingkan antara faktor eksternal peluang (ooportunities) dan ancaman

(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

Posisi kelompok pembudidaya Padasuka Koi di Desa Padasuka Kecamatan

Sumedang Utara berada pada kuadran I yang artinya usaha budidaya ikan koi

memilki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada,

sehingga strategi pengembangan yang harus dilakukan kelompok pembudidaya

Padasuka Koi adalah market penetration yang artinya strategi dimana perusahaan

memfokuskan pada service atau produk yang sudah ada dipasar-pasar yang sudah

ada sebelumnya.

X

Kuadran IIIStrategi Turn-around

Kuadran IStrategi Agresif

Kuadran IVStrategi Defensif

Kuadran IIStrategi Diversifikasi

Y

1,01 ; 0,64

Gambar 13. Titik strategi kelompok pembudidaya Padasuka Koi

Selisih total kekuatan (S) – total kelemahan (W) = 2,52 – 0,5 = 2,02/2 = 1,01

(X)

Selisih total peluang (O) – total ancaman (T) = 1,92 – 0,64 = 1,28/2 = 0,64

(Y)