BAB III FUNGSI DAN PRAKTEK...
Transcript of BAB III FUNGSI DAN PRAKTEK...
-
30
BAB III
FUNGSI DAN PRAKTEK MEDITASI
A. Fungsi Meditasi
Telah dikatakan bahwa melakukan meditasi akan membuka dan
menjernihkan pikiran dan akhirnya akan mengantarkan meditator kepada
pencerahan (enlightenment). Semua keadaan itu diperoleh melalui suatu proses,
yaitu proses untuk masuk ke dalam diri sendiri. Itu sebabnya meditasi dapat pula
dikatakan sebagai suatu perjalanan dan penjelajahan ke dalam diri sendiri. Suatu
perjalanan yang tampaknya sangat dekat dan mudah, tetapi ternyata merupakan
perjalanan yang jauh dan sulit yang menuntut kerja keras dan disiplin. Semuanya
itu harus dilakukan dan dialami sendiri, tanpa pertolongan dari pihak manapun
juga. Tidak ada seorang pun yang dapat membantu kita selain diri kita sendiri.
Dalam meditasi peran seorang guru, kalau ada, hanya sebatas memberikan
petunjuk atau mengarahkan saja, selebihnya usaha murid itu sendiri.
Dalam meditasi ternyata hukum sebab akibat juga berlaku. Kerja keras
yang diterapkan untuk mengatasi berbagai hambatan dan kesulitan akan
memberikan hasil yang tidak dapat dinilai dengan apa pun juga. Kebahagiaan
kebijaksanaan, kewaspadaan, kejernihan berfikir, kelemahlembutan, cinta kasih
dan kedamaian baru merupakan sebagian kecil dari hasil yang dapat dinikmati
oleh meditator yang setia dan tekun bermeditasi.
Walaupun demikian bukan berarti setiap orang yang melakukan praktek
meditasi akan langsung menikmati hal indah tersebut. Segala sesuatu pasti
melalui tahap-tahap perkembangan. Meditator dituntut pula untuk bersabar, tidak
perlu tergesa-gesa. Bagi mereka yang baru mulai dan baru menyentuh kulitnya
saja, hasilnya tentu masih terbatas. Yang pasti bahwa di dalam dirinya telah
terjadi perubahan ke arah yang lebih positif, mungkin sikap mental, tingkah laku,
tutur kata, pandangan, dan sebagainya. Keadaan ini akan terus bersemi dan
-
31
berkembang sejalan dengan kemajuan meditasinya. Satu hal yang perlu
diperhatikan apabila bermeditasi : jangan sekali-kali mengharapkan hasil, tetapi
lakukanlah saja praktek meditasi sampai mencapai keadaan meditatif dan meditasi
menjadi jalan hidup.1
Telah banyak para ahli melakukan penelitian mengenai fungsi dan
manfaat meditasi. Dr. Herbert Benson dan Dr. R. Keith Wallace. Mereka
mendapati bahwa meditasi transendental (transcendental meditation), yang
melibatkan perhatian pada mantra, bunyi atau suara dapat menurunkan kecepatan
denyut jantung, memperlambat kecepatan nafas, menurunkan konsumsi oksigen.
Perubahan-perubahan ini disertai pula dengan perubahan kadar hormon dan
peningkatan gelombang alfa dalam cerebal cortex dan restoratif ini sebagai
wakeful hypometabolic state (keadaan terjaga hipometabolik), yang oleh Benson
diistilahkan dengan relaxation response (respon relaksasi).2
Dalam keadaan meditasi, pikiran relaks dan kegiatan listrik di cerebal
cortex otak pindah dari irama kesadaran harian (irama beta). Ia mengasumsikan
irama baru yang dekat dengan keadaan tidur (irama delta) atau keadaan antara
tidur dan bangun, yang dikenal sebagai irama alpha.3 Ternyata, pola gelombang
otak sewaktu meditasi menunjukkan dua kondisi pikiran secara bersamaan, yaitu
kondisi kewaspadaan yang tinggi dan keadaan rileks.4 Proses tubuh yang berada
dalam kendali sistem syaraf otonom, seperti pernapasan dan detak jantung,
menurun dengan cepat. Ini memungkinkan kesadaran berpindah dari tingkat fisik
ke tingkat yang lebih halus dan terhubung dengan kesadaran jiwa. Ini dialami
sebagai keadaan bahagia oleh kebanyakan meditator.
1 R. Soegoro SE, MA., Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2002 ), hlm. 35-36 2 Joan Borysenko dan Miroslau Borysenko, Kekuatan pikiran untuk Menyembuhkan, terj.
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2002), hlm. 173-174 3 Jack Angelo,, Tuntunan Langkah demi langkah untuk Mengalirkan Energi Penyembuhan,
terj. Clara Herlina, Kardjo, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003), hlm. 156 4 Paul Wilson, Teknik Hening Meditasi tanpa Mistik, terj. G. Yeni Widjajanti S. Pd., (Jakarta:
Erlangga, 2003), hlm. 18
-
32
Selain manfaat fisiknya, meditasi dikenal efektif dalam melepaskan stress
dan sekarang merupakan unsur dalam program menejemen stress dan relaksasi.
Efek positif ini bekerja pada tingkat pikiran dan emosi untuk melepaskan energi
negatif dan energi tak diinginkan lainnya yang tersimpan.5
Fenomena hayati yang luar biasa tersebut hanya terjadi pada saat kita
sedang bermeditasi. Fenomena ini juga turut menciptakan rasa damai yang agung,
harmoni, dan rasa bahagia selama menjalani meditasi. Lebih jauh lagi, keadaan
yang unik ini adalah lawan dari keadaan yang kita alami pada kondisi cemas dan
marah. Meditasi menghasilkan keadaan yang berlawanan dari kondisi yang kita
sebut sebagai sindrom ‘bertarung atau kabur’. Oleh karena itu pula, meditasi
tersebut merupakan serangan balik yang paling efektif untuk melawan stress dan
ketegangan.6
Prof. Dr. Luh Ketut Suryani dalam bukunya meditasi mencapai hidup
bahagia menyatakan bahwa manfaat meditasi antara lain :
Organ tubuh, sel-sel tubuh dan semua zat yang ada di dalam tubuh
mengalami homeostatis, bergerak dalam keadaan seimbang, berfungsi dalam
keadaan seimbang dan bekerja dalam keadaan teratur. Semua alat tubuh
bekerja dengan maksimal dengan mengeluarkan energi atau tenaga minimal.
Menyembuhkan penyakit gangguan tidur—baik kebanyakan tidur maupun
kesulitan tidur.
Meningkatkan daya tahan tubuh.
Apakah yang terjadi pada saat bermeditasi ? pada saat bermeditasi yang
terjadi adalah :
Dalam meditasi yang khusuk, pikiran dan emosi berhenti. Karena pikiran dan
emosi berhenti maka badan mengendorkan kegiatannya sampai titik terendah
yang hanya cukup untuk melangsungkan kehidupan. Tubuh eterik dan tubuh
astral tempat bekerjanya emosi dan pikiran adalah tuan dari tubuh fisik.
5 Jack Angelo, loc. cit 6 Paul Wilson, op. cit., hlm. 18-19
-
33
Begitu tubuh eterik dan astral menghentikan kegiatan maka tubuh fisik
mengikuti tuannya, mengendorkan kegiatannya sampai titik terendah. Tubuh
fisik bekerja dengan maksimal dengan energi minimal.
Fungsi tidur adalah mengembalikan energi yang hilang yang dipergunakan
dalam kegiatan sehari-hari. Dengan meditasi kebutuhan energi banyak
berkurang, maka kebutuhan tidur pun berkurang. Sehingga orang yang
biasanya membutuhkan banyak tidur maka waktu tidurnya akan berkurang.
Orang yang sulit tidur umumnya disebabkan tubuh astral bekerja berlebihan
sehingga dengan diturunkan aktivitas tubuh astral maka tidurnya akan normal
kembali.
Dalam meditasi, tubuh bekerja pada titik terendah tetapi kesadaran pada titik
tertinggi. Kesadaran menyelimuti tubuh kita bagaikan perisai yang
melindungi kita dari segala penyakit. Apabila kita terus menerus dalam
keadaan meditatif sudah tentu kita terlindungi terus menerus dari segala
penyakit, dalam istilah kedokteran disebut daya tahan tubuh tinggi.
Hubungan kesadaran dan daya tahan tubuh terlihat pada orang pensiun.
Pada saat masih bekerja kesadarannya masih mengikuti sebagian waktunya.
Kesadaran mengikutinya pada saat di kantor, pada saat disapa temannya, pada
saat dibutuhkan anaknya. Setelah pensiun tidak ada lagi kegiatan dikantor, tidak
ada sapa teman sekantor, anaknya telah berdiri sendiri, kesadarannya tidak lagi
sering mengikuti karena hidupnya hanya makan, minum, tidur yang tidak
memerlukan kesadaran tinggi. Begitu sering kesadaran meninggalkannya maka
penyakit mulai mudah masuk karena kesadarannya berfungsi sebagai perisai
pelindung. Begitu kesadaran tidak diperlukan lagi maka kesadaran akan kematian
yang menggantinya. Kesadaran kematian mengundang penyakit dan tubuh
menjadi rentan terhadap penyakit.7
7 Djoko Putranto, Meditasi Seks Jalan Menuju Kesempurnaan Spiritual dan Kesehatan,
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2001), hlm. 85-87
-
34
Sekarang ini meditasi telah banyak dipraktekkan di dunia Barat. Banyak
individu mulai melakukan meditasi untuk menjadikan semakin sadar dan
berhubungan dengan Diri Yang Lebih Tinggi (Higher Self) atau Tuhan dan diri
mereka sendiri. Berbagai studi terkendali telah menunjukkan adanya sejumlah
manfaat lain dari meditasi. Sebagai contoh, individu-individu yang melakukan
meditasi nafasnya menjadi berkurang kecepatannya dan berkurang perasaan
cemasnya.8
Namun, secara umum dapat dipastikan bahwa meditasi akan memberikan
manfaat nyata bagi fisik, antara lain :
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menghilangkan sakit kepala
Menghilangkan sakit perut
Mengurangi atau menyembuhkan sesak nafas
Menstabilkan tekanan darah
Mengatasi insomnia (susah tidur)
Menetralisir kolesterol
Mengurangi / menyembuhkan sakit punggung
Mengurangi rasa sakit
Mengurangi berat badan
Geja-gejala sakit menurun
Mempercepat proses kehamilan
Kesembuhan total
Selain manfaat fisik, meditasi juga memberikan manfaat secara spiritual.
Namun, manfaat yang dapat diperoleh mental atau spiritual sangatlah berfariasi,
secara umum dapat dipastikan, meditasi akan memberikan manfaat :
Ketenangan batin
Percaya diri / mengatasi rasa malu
8 John P. Miller, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian Rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, (Yogyakarta: Kreasi wacana, 2002), hlm. 221
-
35
Pengendalian emosi
Menghilangkan kecemasan
Menghilangkan ketakutan / phobia
Menjadi lebih santun
Menjadi lebih mudah memaafkan
Bertambahnya harapan untuk kesembuhan / penyembuhan
Menyembuhkan ganguan kejiwaan (Psikosomatis)
Lebih dekat kepada Tuhan sesuai iman masing-masing
Melahirkan kharisma secara alami
Meningkatkan kemampuan berbagai indrawi
Proteksi diri terhadap energi negatif
Kemampuan mawas diri (self awareness)9
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa meditasi amatlah besar
manfaatnya bagi kesejahteraan umat manusia. Manfaat itu antara lain
mempercepat proses kesembuhan lewat peningkatan sistem imun tubuh. Stress
dan depresi pun dapat dikendalikan dengan bermeditasi.10 Tim riset dari Madison-
sebuah Universitas Wisconsin telah menemukan, untuk pertama kalinya, bahwa
sebuah program dalam meditasi pendek dalam “Meditasi Sadar” menghasilkan
perubahan positif jangka panjang pada otak maupun fungsi kekebalan tubuh.
Penemuan tersebut menemukan bahwa meditasi, yang telah lama dipromosikan
sebagai sebuah teknik untuk mengurangi kelelahan dan stress, menghasilkan efek
biologi penting yang dapat meningkatkan kegembiraan seseorang.11
Dr. Michael M. Delmonte dari St. James Hospital Dublin, dalam
laporannya berjudul The Relevance of Meditation to Clinical Practice
menyebutkan bahwa meditasi berguna untuk bidang pengembangan pengobatan.
Dalam penelitiannya ditemukan bahwa pasien yang melakukan meditasi
9 Tjiptadinata Effendi, Meditasi Jalan Menuju Kesembuhan Lahir dan Batin, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005), hlm. 24-25
10 A. Handoyo, Aplikasi Olah Napas 2, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005), hlm. 17 11 http: //www.falundafa.or.id/p surveykesehatan9.htm
-
36
menunjukkan proses penyembuhan yang lebih cepat dibanding pasien yang tidak
melakukan meditasi untuk kasus-kasus tertentu.
Pasien mendapat banyak keuntungan dari latihan meditasi. Mereka jadi
jarang sakit, dapat mengendalikan stress, dan respon kekebalan tubuhnya
(immune surveillance) meningkat. Di samping itu, meditasi juga dapat
menghilangkan rasa nyeri (analgesik), pasien menjadi lebih tabah, sabar, dan
gembira (euphoria) dalam menghadapi penyakit. Dengan demikian, pasien jadi
lebih punya motivasi dan sugesti untuk sembuh. Ini tentu menguntungkan karena
pasien tidak hanya akan bergantung pada obat-obatan. Keyakinan akan kekuatan
dalam tubuhnya merupakan faktor utama yang membantu proses penyembuhan
penyakit lewat lantunan doa.12
Apabila seseorang telah melakukam meditasi, maka organ tubuh, sel-sel
tubuh dan semua zat yang ada dalam tubuh akan mengalami homeostatis,
bergerak dalam keadaan seimbang, berfungsi dalam keadaan seimbang, dan
bekerja dalam keadaan teratur. Semua alat-alat tubuh akan berfungsi semaksimal
mungkin dan pengeluaran tenaga seminimal mungkin. Meditasi menimbulkan
perubahan fisiologis yang disebut sebagai respons relaksasi, yaitu integrasi
respons mind body : menurunnya pemakaian oksigen, denyut jantung, nafas,
tekanan darah, dan kadar asam laktat dalam serum; resistensi kulit meningkat dan
perubahan aliran darah. Perubahan ini sesuai dengan menurunnya aktifitas sistem
saraf simpatis sebagai akibat dari menurunnya respons organ akhir terhadap
norepinefrin. Perubahan fisiologis yang terjadi pada pengobatan hipertensi dan
aritmia jantung hasilnya sama baik dengan pengobatan keadaan cemas dan nyeri
(Kutz dkk., 1985). Kesterson dan Clinch (1989) yang membandingakan mereka
yang melakukan meditasi tidak akan menimbulkan penurunan metabolisme
seperti pendapat sarjana sebelumnya, tetapi terjadi hipoventilasi.13
12 A. Handoyo, loc. cit 13 Luh Ketut Suryani, Menemukan Jati Diri dengan Meditasi, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2000), hlm. 79
-
37
B. Substansi Meditasi
Salah satu diskursus keagamaan yang kian hari kian semarak dan meluas
ini, adalah maraknya perbincangan seputar upaya melintasi batas agama. Gejala
ini ditandai, maraknya dialog antar agama, bahkan antariman, seperti yang
diselenggarakan oleh Paramadina, LSAF, MADIA, Interfidei, Dian (Diaolog
antariman), dan lain-lain. Seiring dengan tingginya mobilitas passing over ini,
muncul pelbagai tawaran teologi agama guna meneguhkan gagasan transformasi
dengan agama sebagai aktor utamanya, semisal teologi pembebasan, teologi
dialektis, teologi hermeneutis, teologi transformatif, teologi inklusif, dan yang
paling hit dan hot teologi pluralis. Dengan mengecualikan mereka yang secara
apriori menolak perbincangan semacam itu, banyak kalangan menduga bahwa
intensitas perbincangan mengenai relasi agama-agama bakal terus meningkat di
masa mendatang.
Eskalasi kecenderungan ini bukan saja beranjak dari keniscayaan sabda
pluralisme yang secara de facto menjadi sunnatullah yang inheren dengan
manusia, tapi juga sebagai countertrend postmodernisme dengan menapaktilasi
spiritualitas. Bila wacana postmodernisme memuja permukaan, maka spiritualitas
justru menjunjung tinggi kedalaman. Pada kedalaman, orang lebih bergumul
dengan pencarian titik temu serta rekonsisliasi dari pada mengusung perbedaan
dan hegemoni. Ikonisasi simbol-simbol mencair dengan lindapnya “kepanikan”
(hysteria) pada jenjang eksoterisme menuju “perenungan” di level esoterisme.
Penguatan sisi spiritualitas meratakan jalan untuk mendudukkan fondasi,
dan merengkuh etos kerja sama komunitas agama yang berbeda. Spiritualitas
menjadi muara di mana semua sekat sosiologis dan formalisme keagamaan
menjadi tawar, tanpa harus kehilangan otensitas keberagamaan masing-masing. Ia
mengkristal sebagai tasawuf dalam Islam, meditasi dalam Kristen, yoga dalam
Hindu atau zen dalam Budhisme. Karena itu, kehadiran spiritualitas mencirikan
watak universal, tidak dikebat oleh ruang dan waktu.14
14 http://www. Media-indonesia.com/cetak/berita.asp?id=2004040123453213
-
38
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal
dari bahasa Latin, spiritus yang berarti napas. Spiritual berarti pula segala sesuatu
di luar tubuh fisik kita termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita. Kecerdasan
spiritual berarti kemampuan kita untuk dapat mengenal dan memahami diri kita
sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.
Danah Zohar dan Ian Marshall masing-masing dari Harvard University dan
Oxford University melalui riset yang sangat komprehensif mengadakan
pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual yang dipaparkan dalam Spiritual
Quotient (SQ), The Ultimate Intellegence (London, 2000), dua di antaranya
adalah: pertama, riset ahli psikologi/syaraf, Michael Persinger pada awal tahun
1990-an, dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh ahli syaraf V.S. Ramachandran
dan timnya dari California University, yang menemukan eksistensi God-Spot
dalam otak manusia.15 Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yng lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.16 Dengan memiliki
kecerdasan spiritual berarti kita memahami sepenuhnya makna dan hakekat
kehidupan yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi.
Setiap agama di dunia ini mengajarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik
untuk mencapai kecerdasan spiritual atau aktualisasi diri. Sering kali justru
menganggap ritual atau ibadah sebagai tujuan bukan sebagai cara. Kita
melakukan ibadah sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan, karena jika
tidak kita takut akan menerima hukuman dari Tuhan (azab dan neraka), dan jika
kita lakukan kita akan menerima pahala dan surga. Menjalankan ibadah agama
dengan motivasi karena takut (fear motivation) menunjukkan kecerdasan spiritual
15 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga Wijaya, 2001), hlm. xxxix
16 Ibid., hlm. 57
-
39
yang paling bawah, dilanjutkan dengan motivasi karena hadiah (reward
motivation) sebagai kecerdasan spiritual yang lebih baik. Tingkat ketiga adalah
motivasi karena memahami bahwa kitalah yang membutuhkan untuk menjalankan
ibadah agama karena kita mengetahui keberadaan diri kita sebagai makhluk
spiritual dan kebutuhan kita untuk menyatu dengan Sang Pencipta berdasarkan
kasih (Love motivation).
Paling tidak ada lima hal yang diajarkan oleh agama untuk membantu kita
meningkatkan kecerdasan spiritual kita, yaitu: Pertama, iman atau keyakinan.
Dalam Islam hal ini adalah Syahadat sedang dalam Kristen Protestan adalah
Pengakuan Iman Rasuli (dalam bahasa jawa disebut sebagai Sahadat Kalih
Welas-dua belas keyakinan). Kedua, ketenangan atau keheningan, yaitu suatu
ritual untuk menurunkan frekuensi gelombang otak kita sehingga mencapai alpha
(relaks) sampai tahap meditatif pada keheningan yang dalam. Semua agama
mengajarkan cara untuk bersembahyang dan meditasi.17 Meditasi membantu
setiap individu untuk mengharmoniskan diri dengan seluruh eksistensi dan
menemukan kearifan puncak. Meditasi bukan hanya pikiran yang terkonsentrasi,
tetapi suatu sprektum segenap potensi manusia.18
Esensi meditasi adalah berakhirnya pikiran sadar (conscious mind),
kemudian memasuki dimensi lain yang berada di alam bawah sadar (subconsious
mind), dan supra kesadaran (supraconcious mind).19 Ornstein (1986)
mengungkapkan bahwa esensi meditasi adalah usaha membatasi kesadaran pada
satu objek stimulasi yang tidak berubah pada waktu tertentu. Lebih jauh Maupin
(dalam Tart, 1969) mengemukakan bahwa meditasi merupakan suatu teknik
latihan untuk mengembangkan dunia internal atau dunia batin seseorang,
sehingga menambah kekayaan makna hidup baginya. Adapun tujuan orang
17 http: //www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2003/0715/man 01.html 18 Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi dalam Diri Melesatkan Kecerdasan Batin Lewat Zikir
dan Meditasi, terj. Cecep Ramli Bihar Anwar, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), hlm. 257 19 Aribowo Prijosaksono dan Irianti Erningpraja, There is More To Life Than What You Have
Now Enrich Your Life Everyday, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003), hlm. 109
-
40
melaksanakan meditasi cukup beragam. Dalam tradisi keagamaan tertentu,
meditasi dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupan rohani,
mendekatkan diri pada Tuhan atau mencapai kesadaran mistik atau penyatuan
mistik-transendental dengan Tuhan. Tetapi secara psikologis menurut Walsh
(1983) ada dua tujuan akhir dari praktek meditasi, yaitu pertama agar seseorang
dapat memiliki perkembangan insight yang paling dalam tentang proses mental di
dalam dirinya, insight tentang kesadaran, identitas dan realitas; kedua agar
seseorang memperoleh perkembangan kesejahteraan psikologis dan kesadaran
yang optimal. Selain tujuan akhir itu, Walsh juga mengatakan bahwa banyak
orang yang melakukan meditasi untuk mencapai tujuan-tujuan sementara,
misalnya untuk tujuan psikoterapi dan keuntungan psikofisiologis yang lain.20
Ketiga, pembersihan diri berupa detoksifikasi yaitu pembuangan racun-
racun. Semua agama mengenal puasa. Karena puasa merupakan sebuah proses
bagi kita untuk membersihkan tubuh dari segala racun-racun dan pembuangan
sisa metabolisme tubuh, serta memberi waktu bagi tubuh kita untuk beristirahat.
Jadi terlihat jelas bahwa berpuasa adalah kebutuhan mutlak seseorang untuk
memelihara kesehatannya, selain bahwa puasa membantu kita untuk mencapai
ketenangan (frekuensi gelombang otak yang rendah) sehingga kita dapat
mencapai kesadaran tertinggi (superconciousness). Keempat, beramal dan
mengucap syukur (harity and gratitude). Berdasarkan penelitian bahwa rasa iba
dan kasih sayang menstimulasi hormon yang meningkatkan daya tahan tubuh dan
kesehatan kita. Beramal dan bersyukur adalah sebuah pernafasan rohani, yang
jika tidak kita lakukan maka kita akan mati secara spiritual dalam arti kita
semakin tidak dapat mencapai tahapan aktualisasi diri atau pemenuhan diri yang
sempurna. Kelima, penyerahan diri secara total. Ini adalah tahapan tertinggi dalam
spiritualitas seseorang, yaitu ketika ia sudah tidak punya rasa kuatir akan apa yang
akan terjadi. Dia memiliki rasa pasrah secara total pada Tuhan, karena sebagai
20 Johana E. Prawitasari, dkk., Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 182
-
41
makhluk spiritual, dia telah mencapai penyatuan dengan Sang Pencipta.
Penyerahan diri secara langsung kepada Tuhan merupakan tema sentral
amalan batiniahnya. Apa yang disinggung oleh para penulis Sufi adalah suatu
keadaan yang direpresentasi oleh “sakr atau ekstase”, “pembebasan”,
“penyerapan diri ke dalam Sang Kuasa” (imanensi) dan sebagainya, yang timbul
sebagai hasil dari kepasrahan sepenuhnya, dan tidak didukung oleh upaya yang
bersangkutan. Gagasan adalah bila kita menyerahkan semua hasrat, harapan,
ketakutan dan angan-angan tanpa terkecuali, maka yang tersisa adalah rasa diri
yang hakiki.
Spiritualitas adalah bidang penghayatan batiniah kepada Tuhan melalui
laku-laku tertentu yang sebenarnya terdapat pada setiap agama. Namun, tidak
semua setiap penganut agama menekuninya. Bahkan beberapa agama
memperlakukan aktifitas pemberdayaan spiritual sebagai praktik yang tertutup,
khawatir dicap klenik. Lokus spiritual adalah diri sendiri. Bila wilayah psikologi
mengkaji jiwa sebagai psyche (dalam terminologi spiritual lebih dikenal sebagai
ego), spiritualitas menyentuh jiwa sebagai spirit. Budaya Barat menyebutnya
inner self (diri pribadi), sesuatu yang “diisikan” Tuhan pada saat manusia
diciptakan.21
Dengan memahami makna spiritual di atas, akhirnya kita juga mengerti
“mengapa seorang nabi tidak ada yang melecehkan nabi lainnya, atau seorang
nabi yang menganggap ajaran nabi lainnya salah”. Konsep teologis juga lahir dari
jiwa spiritual. Jadi, meskipun bahasa, istilah dan konsepnya berbeda, tetapi dasar
atau substansinya sama. Itulah sebabnya substansi semua agama sama.
C. Meditasi Dan Potensi Manusia
Dalam perjalanan melakoni kehidupan ini sering kita menghadapi
hambatan yang datangnya dari diri kita sendiri. Hambatan itu bisa terjadi karena
kepribadian kita yang terbentuk sejak dari dalam kandungan. Bisa juga Karena
21 http: //www.ham.go.id/index HAM.asp?menu=artikel&id=543
-
42
adanya ingatan (memori) masalalu, apakah waktu kanak-kanak, remaja, dewasa,
atau keadaan sekarang yang menghambat mulusnya penampilan kita yang
sebenarnya. Fase perkembangan mental di dalam kandungan sangat besar
perannya dalam memberi dasar kepribadian seseorang sehingga sulit diubah.
Banyak orang tidak pernah membayangkan bahwa keadaan yang sebenarnya
benar-benar terjadi tersimpan dengan rapi di otak yang merupakan memori dalam
alam bawah sadarnya.22
Kemampuan seseorang menyimpan suatu kenangan tergantung betapa
mendalamnya arti kejadian itu dan apakah perasaan itu terus terbawa sampai
tidur. Menurut Luh Ketut Suryani bahwa kerja otak manusia adalah sama dengan
komputer, semua kenangan bisa tersimpan rapi kalau kita menyimpannya dan
artinya pun tidak bisa begitu saja dihapus dengan pertimbangan logika. Karena
data dasarnya tetap dengar arti sebenarnya pada saat itu sehingga penerimaan
logika terhadap kejadian itu tidak dapat mengubah keadaan data dasar yang ada di
alam bawah sadar, dan tetap akan mempengaruhi pola berfikir, pencetusan emosi,
dan perilaku terhadap suatu keadaan baru. Data dasar ini terus berperan dalam
kehidupan sehari-hari.23
Dalam kehidupan ini, Tuhan memberi manusia otak untuk berfikir, untuk
mengatasi masalah yang sedang dan akan dihadapi, memperbaiki karma yang
diperoleh dalam menjalani kehidupan ini. Apabila mungkin otak bisa digunakan
untuk mengubah karma dalam bentuk karma yang baru yang terbaik sehingga
memuluskan perjalanan hidupnya untuk kehidupan di masa yang akan datang.
Manusia mengenal hukum karma atau hukum perbuatan. Hukum ini
mengatakan bahwa setiap kejadian pasti ada penyebabnya, setiap peristiwa pasti
ada pemicunya atau sebab yang menjadi latar belakangnya. Penyebab ini
merupakan suatu potensi atau kekuatan yang tersimpan sebelum sesuatu terjadi.
Seseorang tidak mungkin dapat menyanyi apabila di dalam dirinya tidak
22 Luh Ketut Suryani, op. cit., hlm. 21 23 Ibid., hlm. 22
-
43
tersimpan kekuatan atau kemampuan untuk menyanyi. James Watt tidak akan
menemukan listrik kalau tenaga itu tidak tersimpan sebagai potensi. Demikian
juga halnya, Isaac Newton tidak akan dapat menemukan teori jasad-jasad kecil
(corpusculaire theory), Albert Einstein tidak akan menemukan teori relativitas
(relativity theory) dengan formula yang hebat (E=m.c2) kalau semua itu tidak
tersimpan sebagai potensi yang tersembunyi.24
Pada hakikatnya di dunia ini tidak ada sesuatu hal yang benar-benar baru.
Semuanya sudah ada, semuanya sudah tercipta sejak awal, semua telah tersedia
dalam bentuk potensi yang perlu digali dan diungkapkan ke permukaan. Jadi pada
hakikanya manusia tidak pernah mencipta sesuatu, tetapi hanya menemukan
sesuatu yang selama ini masih tersembunyi. Dan hal ini masih akan berlanjut
tanpa pernah berhenti. Inilah hakikat dari evolusi alam raya (makrokosmos), suatu
perubahan yang tidak akan pernah berhenti.
Sebagai mikrokosmos, manusia memiliki sifat-sifat yang identik dengan
makrokosmos, namun dalam ukuran yang serba mini. Potensi yang seolah-olah
tidak terbatas yang tersimpan di dalam makrokosmos juga ada di dalam setiap
pribadi manusia. Munculnya kehidupan manusia di alam semesta pasti di dahului
oleh kenyataan bahwa kehidupan itu sudah ada sebelumnya. Donald Walters
dalam bukunya menyatakan bahwa: fakta tentang munculnya kehidupan
mengandung arti bahwa kehidupan selalu berpotensi untuk muncul, dengan kata
lain, dalam berbagai bentuk, kehidupan selalu ada.25
Teori atom membuktikan bahwa butir-butir atom terdiri dari unsur-unsur
elektron, proton, dan neutron di mana elektron-elektron mengandung daya
(energi) hidup. Menurut Albert Enstein, terdapat tiga energi dalam alam semesta,
yaitu energi gravitasi, energi elektromagnetik dan energi atom. Apabila kita
perhatikan alam mikrokosmos, di mana elektron berputar-putar mengelilingi inti
24 R. Soegoro SE, MA., Meditasi Triloka Hidup Dalam Suprakesadaran, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2002), hlm.103 25 Ibid., hlm. 104
-
44
atom atau pada alam makrokosmos di mana planet-planet berputar mengelilingi
matahari, maka ketiga energi tadi terdapat di dalamnya, seperti energi gravitasi
inti atom yang menarik elektron. Energi elektromagnetik yang menciptakan
medan magnet, akibat gerakan berputar elektron tersebut. Dan energi atom yang
memelihara keseimbangan dari keseluruhan sistem yang ada pada alam semesta.26
Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kehidupan yang dapat dilihat dan
dirasakan secar fisik bukanlah satu-satunya bentuk kehidupan, Karena adanya
suatu bentuk kehidupan pasti berasal dari kehidupan. Sesuatu yang hidup tidak
mungkin datang dari sesuatu yang mati. Timbulnya kehidupan tidak dapat
dipisahkan dengan kesadaran. Para ahli fisika dan metafisika menyakini bahwa
kesadaran bukan merupkan hasil dari sesuatu tetapi merupakan penyebab
terjadinya sesuatu. Pendapat ini bertentangan dengan filsafat materialisme yang
mengatakan bahwa materi (benda) adalah sebab utama dari segala sesuatu.
Menurut ilmu pengetahuan mutakhir materi adalah timbunan energi yang
memadat.27 Einstein telah mengajarkan kepada kita bahwa materi adalah energi
dan energi bisa saling dipertukarkan: E= m.c2, atau materi adalah energi yang
sangat mampat.28 Kenyataan ini membuat para pengikut paham materialisme
memperbaiki teorinya. Oleh karena pada hakikatnya materi adalah energi, maka
energi merupakan penyebab utama dari segala sesuatu. Kemajuan ilmu
pengetahuan telah membuktikan bahwa setiap benda yang paling kecil yang
masih dapat dilihat dengan mata terdiri dari unsur-unsur yang lebih kecil lagi,
yaitu molekul-molekul, molekul dari butir-butir atom, butir atom dari butir-butir
elektron, proton dan neutron, butir elektron, proton, neutron dari butir-butir ether
(dipostulatkan sebagai substansi tidak tampak yang menempati seluruh ruang dan
menjadi media untuk transmisi gelombang-gelombang cahaya dan bentuk-bentuk
26 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey
Melalui Al-Ihsan, (Jakarta: Arga, 2004), hlm. 39 27 R. Soegoro SE, MA, op. cit., hlm. 105 28 Michel Talbot, Mistisisme dan Fisika Baru, terj. Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hlm. 194
-
45
pancaran energi lain),29 dan akhirnya butir ether terdiri dari butir-butir Zat Mutlak
(Absolute Substantie). Zat Mutlak adalah butir-butir yang tidak dapat dibagi lagi
dan disebut serba tunggal atau serba esa (Monistis).30
Dalam pengertian yang demikian, maka kesadaran muncul dalam setiap
benda, baik pada benda mati mapun benda hidup. Dengan kata lain, kesadaran
merupakan suatu potensi yang ada sejak penciptaan yang kemudian melekat erat
dalam setiap wujud ciptaan. Pada manusia kesadaran inilah yang bekerja sehingga
membentuk tubuh manusia lengkap dengan organ-organ yang dibutuhkan untuk
bertahan hidup.
Pada manusia kesadaran bekerja melalui otak, dan kita mengenalnya
sebagai pikiran sadar. Di samping kesadaran normal ini, manusia masih mengenal
dua bentuk kesadaran lain, yakni bawah sadar dan suprasadar. Ketiga jenis
kesadaran ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manusia. Inilah tritunggal
kesadaran yang kesemuanya berada di bawah komando dan bersumber pada
suprakesadaran.
Keadaan (alam) bawah sadar masih sangat dekat dengan kesadaran fisik
(pikiran sadar) dan pengalaman yang diterima melalui pancaindra. 31 Pikiran
bawah sadar menerima impuls-pikiran atau sugesti dan bereaksi. Pikiran ini
bernalar secara deduktif dan menerima apa yang diberikan dari pikiran atau
perasaan sebagai seluruh kebenaran, fakta lengkap, dan tidak pernah
mempertanyakan, membandingkan atau mengevaluasi. Ia beroperasi di sini dan
sekarang ini pada kesadaran saat ini. Ia tidak dibatasi oleh pengalaman masa lalu.
Bawah sadar menerima tanpa bertanya informasi (sugesti) yang diberikan
kepadanya oleh bagian sadar dari pikiran. Apakah sugesti/saran ini positif atau
negatif, bawah sadar menerimanya dan bereaksi terhadap sugesti itu benar, valid
atau tidak. 32
29 Ibid., hlm. 258 30 R. Soegoro, loc. cit 31 Ibid., 106 32 DR. Stuart Grayson, Penyembuhan Spiritual, (Semarang: Dahara Prize, 2001), hlm. 44
-
46
Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan alam bawah sadar ini,
karena apabila kurang beruntung kita akan dibawa ke arah yang salah, yang
merugikan kehidupan secara keseluruhan. Manakhlukan dan mengendalikan yang
satu ini adalah tindakan bijaksana. Caranya juga tidak terlampau sulit. Cukup
dengan memastikan bahwa kita hanya memberinya perintah yang baik,
mematahkan dan menyingkirkan setiap niat jahat, kebiasaan buruk, dan hal-hal
negatif lainnya yang merusak.
Meditasi mengarahkan kita mencapai suprakesadaran, karena hanya dalam
meditasi kita dapat membersihkan sistem syaraf, mengendurkan dan
mengembalikan ke posisi seharusnya, tertata rapi, teratur dan murni. Meditasi
juga berarti menghadirkan kemampuan diri yang luar biasa yang selama ini masih
berupa potensi. Perlu diketahui bahwa potensial kita sulit diduga besarnya, sama
seperti kekuatan tersembunyi yang terkandung di alam raya yang juga tidak dapat
dijajagi kedalamannya. Dan untuk menemukan potensi diri itu kita dapat
menggali dan menemukan kemampuan itu hanya di dalam diri sendiri. Jangan
harap kita menemukannya di luar diri kita. Oleh karena itu meditasi adalah masuk
ke dalam pusat diri untuk menemukan inti diri, yaitu diri sejati. Jadi di dalam inti
diri (yang tak terbatas) atau diri sejati tersimpan segenap potensi yang sewaktu-
waktu siap dimunculkan. Masalahnya kita tidak pernah menyadari apalagi
mengetahuinya. Namun setelah mengetahuinya, belum tentu kita memahami cara
memunculkanya.
D. Praktek Meditasi
Sesungguhnya praktek meditasi telah digunakan secara luas oleh
penduduk dunia karena telah dikenal oleh semua kebudayaan. Semua agama besar
bahkan memiliki tradisi meditasi yang sampai kini masih dilestarikan. Perihal ini
sedikit orang saja yang mengerti, sedangkan sebagian besar lainnya sama sekali
tak mengetahuinya. Kendatipun mereka melakukan praktek meditasi tetapi karena
dalam beberapa hal istilah meditasi tidak digunakan maka mereka tidak
-
47
menyadarinya.33 Nanti akan kita lihat bahwa ternyata meditasi adalah suatu
kegiatan yang mengakar di dalam agama-agama besar.
Segala macam apapun ada ritualnya (itu sudah manusiawi, fitrah manusia
yang memiliki pikiran-pikiran mitos tersendiri dalam kepalanya semenjak lahir).
Apalagi dalam sebuah isme dan agama. Toh Berbangsa dan Bernegarapun ada
aturannya, itu contohnya, malah ada lagu kebangsaannya pula. Manusia secara
alami pun mengalami hal ritual tersendiri dalam hidupnya. Seperti sebelum
makan harus begini atau begitu, apalagi sebuah isme atau agama.34
Kalau nanti penulis menyebut beberapa istilah yang berhubungan dengan
golongan agama tertentu penulis sama sekali tidak bermaksud untuk memberi
nafas tertentu pada meditasi yang akan dipraktekkan. Semua itu hanyalah
konsekuensi dari konteks pembahasan singkat kita tentang beberapa metode
meditasi yang diterapkan sehingga membuka wawasan kita tentang meditasi
secara universal. Hal ini juga merupakan suatu jendela atau pintu bagi kita untuk
keluar dari kungkungan fanatisme yang keliru. Tidak ada salahnya kita
mempelajari metode-metode meditasi yang dilakukan oleh orang yang berbeda
keyakinan dengan kita. Tujuanya jelas, bukan untuk mengaburkan, apalagi
mengajak kita menyimpang dari iman kita, melainkan justru untuk memperkaya
perbendaharaan batin kita. Guna mengetahui sampai sejauh mana peranan
meditasi dalam kehidupan beragama dan meditasi secara universal, kita akan
melihat melalui beberapa agama besar, baik dari agama-agama Timur maupun
agama-agama Samawi (Abrahamic Religions).
1. Meditasi dalam Agama Hindu
Kebudayaan Hindu merupakan kebudayaan yang sudah sangat tua
yang sampai saat ini masih mengakar kuat dibelahan bumi yang disebut India.
Hinduisme mengajarkan satu Tuhan sebagai sumber kreatif utama, namun
33 R. Soegoro SE, MA., Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, op. cit., hlm.125 34 http://ajangkita.com/forum/viewtopic.php?p=151285&sid=30bcaf123fbefa6c4d429
fac2b04dd86
-
48
Hinduisme juga mengajarkan banyak dewa-dewi sebagai personifikasi daya-
daya kosmik. Kekuatan kreatif utama disebut Brahman. Ia yang menciptakan,
memelihara dan melebur alam semesta beserta segenap isinya. Citra Brahman
di dalam diri manusia disebut Atman, percikan Ilahi.35
Hinduisme percaya bahwa semua manusia berada ditepi samudra
kekuatan kreatif dari kehidupan yang tak terhingga ini. Semua memiliki
kekuatan tertinggi, penuh dengan kebijaksanaan dan kegembiraan yang tak
pernah padam. Kekuatan kreatif ini tidak pernah dapat ditekan dan tidak
dapatdimusnahkan. Namun demikian letaknya tersembunyi jauh di dalam
sehingga membuat hidup ini seakan merupakan suatu masalah.36
Berangkat dari pengertian yang demikian maka umat Hindu berusaha
mencari kebenaran religius untuk membimbing mereka supaya memperoleh
taraf kehidupan yang lebih baik sehingga pada akhirnya dapat mencapai
kesempurnaan atau nirwana. Petunjuk khusus yang dipakai untuk mencapai
persatuan dengan Tuhan.37 Pengertian yoga sebagaimana disebutkan tadi
sebenarnya mengandung tiga makna yang saling berkaitan satu sama lain.
Pertama yoga adalah jalan. Namun yang dimaksud jalan disini bukanlah jalan
sembarangan melainkan jalan menuju Tuhan. Jalan menuju Tuhan tentu
bukan merupakan jalan yang bersifat fisik, melainkan bersifat nonfisik atau
lebih tegasnya bersifat rohani.
Kedua, yoga sebagai kesatuan atau lengkapnya kesatuan Ilahi.
Pengertian ini memungkin lebih sulit dipahami dan memerlukan perenungan
yang lebih dalam karena sifatnya lebih spiritual. Untuk mencernakan maksud
dari kesatuan dengan ilahi atau istilah populernya manunggaling kawulo Gusti
(bahasa jawa) diperlukan dan wacana yang lebih luas tentang ketuhanan.
35 Ibid., hlm. 126 36 Huston Smith, Agama-agama Manusia, terj. Safroedin Bahar, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2001), hlm. 37 37 R. Soegoro, Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, op. cit., hlm. 126-127
-
49
Ketiga, yoga adalah ilmu pengetahuan. Sebagai ilmu pengetahuan,
yoga memberi tuntunan atau petunjuk agar supaya kita dapat mengikuti jalan
menuju kesempurnaan. Dengan pengertian demikian tidaklah heran apabila di
dalam perjalanan sejarah terdapat berbagi macam tradisi yoga sebagai hasil
pengamatan dan pengembangan yang diselaraskan dengan pengalaman para
yogi (ahli yoga) itu sendiri. Namun demikian terdapat satu hal yang tidak
pernah mengalami perubahan. Hal ini tiada lain adalah tujuan akhir atau
tujuan utamanya (The Ultimate Goal). Jadi setiap tradisi yoga mempunyai
tujuan akhir yang sama yaitu manunggaling kawulo Gusti, kesatuan antara
manusia dengan Tuhan. Kesatuan yang baru dapat diraih apabila telah dapat
mencapai tujuan di antaranya yaitu: suprakesadaran. Oleh karena itu tidaklah
keliru apabila dikatakan bahwa tujuan yoga adalah untuk mencapai
suprakesadaran.38
Dari uraian di atas maka jelas sekali bahwa Hinduisme tidak dapat
dipisahkan dengan meditasi. Memang benar bahwa di dalam sistem ini
terdapat begitu banyak teknik meditasi, namun pada hakikatnya semua sistem
tersebut mempunyai satu tujuan yang sama yaitu penyatuan diri (the self) dan
pencerahan atau pembebasan. Dalam pencarian itu Hinduisme sampai pada
suatu pemahaman bahwa berbagai agama itu merupakan berbagai jalan
alternatif dan relatif sama menuju Tuhan yang sama. Menurut mereka bahwa
keselamatan dan kebenaran hanya dapat diperoleh melalui agama saya atau
hanya agama saya yang paling benar perlu dihindarkan karena hal itu sama
saja dengan mengatakan bahwa Tuhan hanya ditemukan dalam rumah saya,
dan tidak ada dalam rumah orang lain.39
Demikian hendaknya kita memandang metode meditasi, dari mana
pun asalnya dan mungkin sikap tubuh yang berorientasi kepada sikap,
38 R. Soegoro, Meditasi Triloka Hidup Dalam Suprakesadaran, op.cit., hlm. 37-38 39 Huston Smith, op. cit., hlm. 101
-
50
kebudayaan di tempat asalnya, tidak akan membawa pengaruh negatif bagi
kita, asal kita tidak mengikuti aliran agamanya.
2. Meditasi dalam Agama Buddha
Agama Buddha disebarkan oleh Pangeran Sidharta Gautama yang
lahir disebuah kerajaan di India utara (sekarang Nepal) sekitar 632 tahun
sebelum masehi. Agama ini berkembang setelah beliau menjalankan meditasi
panjang di bawah pohon godhi sehingga mencapai pencerahan sempurna dan
menjadi Buddha. Kata Buddha adalah istilah dalam bahasa sansekerta yang
timbul dari akar kata buah yang berarti bangun atau mengerti. “Buddha”
berarti “Yang Telah Bangun” (the awakened one). Dikisahkan bahwa setelah
melalui proses meditasi yang panjang ketika Pangeran Sidharta Gautama
melakukan pencarian tentang hakikat kehidupan dan kematian, beliau
mendapat pencerahan dan kesadaran tentang segala sesuatu.40
Ajaran agama Buddha berangkat dari kehidupan dunia yang dipenuhi
oleh penderitaan dan kesedihan yang timbul dari tindakan dan sikap manusia
yang terlalu melekat kepada kepentingan diri yang berlebihan. Penderitaan
juga timbul dari emosi, sensasi, persepsi bahkan kesadaran dan kepercayaan
terhadap adanya kekuatan adikodrati. Fenomena yang demikian benar-benar
tidak dapat dipahami sehingga menggerakkan hati yang penuh welas asih dari
Sang Pangeran untuk menemukan jawaban sekaligus penawarnya demi
kebenaran dan kedamaian. Oleh karena itu dasar ajaran agama Buddha
terangkum dalam Empat Kebenaran Mulia yang meliputi dukha (penderitaan),
samudaya (sebab dari penderitaan), rirodha (akhir dari penderitaan) dan
magga (jalan yang membawa kepada akhir penderitaan). Sedangkan penawar
yang dapat mengakhiri semua penderitaan adalah: Jalan Mulia Beruas
Delapan. Prinsip tersebut meliputi; Pengertian Benar (Samma-Ditthi), Pikiran
Benar (Samma-Sankappa), Ucapan Benar (Samma-Vaca), Perbuatan Benar
40 Aribowo Prijosaksono dan Irianti Erningpraja, op. cit., hlm. 104
-
51
(Samma-Kammanta), Penghidupan Benar (Samma-Sati) dan Konsentrasi
Benar (Samma-Samadhi). Kedelapan prinsip tersebut merupakan hukum
moral dan etika, suatu filsafat hidup yang apabila dipraktekkan dengan benar
akan membebaskan manusia dari ikatan duniawi dan dengan membebaskan
mereka dari putaran kelahiran kembali (tumimbal lahir).41
Tekat yang kuat untuk mencapai cita-cita hidup berupa kesucian dan
kebebasan telah diperlihatkan secara sempurna oleh Sang Buddha sendiri
yaitu dengan bermeditasi. Oleh karena itu tidaklah keliru apabila kita
mengatakan bahwa agama Buddha lahir dari praktik meditasi dan
menggunakan meditasi sebagai salah satu jalan mencapai tujuanya. Hal ini
dapat dilihat secara jelas apabila kita memperhatikan rumusan-rumusan
terakhir dari “Jalan Mulia Beruas Delapan” yaitu Konsentrasi Benar.
Buddhisme memiliki berbagai bentuk meditasi. Teknik meditasi
Buddhisme secara garis besar tidak jauh beda dengan teknik yang ditemukan
dalam raja yoga pada Hinduisme. Konsentrasi di dalam Buddhisme adalah
suatu metode untuk melatih mental dan fikiran supaya dapat mencapai tingkat
yang lebih dalam yaitu semadhi. Kontemplasi adalah metode perenungan
yang mendalam terhadap aspek-aspek aktual dari ajaran Buddha supaya lebih
memahami pikiran Sang Buddha.42
Meditasi versi Buddha dilakukan dengan duduk bersila, mengikuti
sikap tubuh yang dilakukan oleh Sidharta Gautama, yang melakukan semadi
di bawah pohon godhi. Selanjutnya berdiam diri, dan berkonsultasi pada
kesadaran bersandarkan sikap welas asih. Kesadaran yang dimaksud adalah
kesadaran pada tubuh, kesadaran pada napas, kesadaran pada pikiran, dan
kesadaran pada jiwa. Pernapasan lebih lambat dari pernapasan normal, rileks,
dan santai. Pikiran terkonsentrasi pada salah satu kesadaran, namun tidak
terfokus pada harapan-harapan individual.
41 R. Soegoro, Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, op. cit., hlm. 133-134 42 Ibid., hlm. 135-136
-
52
Sikap meditasi dengan gaya duduk bersila dan diam ini dikenalkan
dengan nama za-zen. Sikap duduk bersila dapat dilakukan gaya lotus atau
setengah lotus. Kedua tangan dilonjorkan di atas paha dan bermuara di ujung
lutut, kiri dan kanan. Salah satu ujung jari beradu dengan ujung jempol, kiri
dan kanan. Dalam metode ini, setiap langkah dari gerak kehidupan dapat
dijadikan subjek meditasi, seperti bernapas, berjalan di taman, menulis
melukis, maupun sedang beristirahat.43
3. Meditasi dalam Agama Kristen
Meditasi sebagai tradisi yang telah berlangsung selama 2000 tahun
tersebut ternyata tetap hidup dan dilestarikan sebagai sarana tingkat spiritual
yang lebih tinggi. Merenungkan ajaran cinta kasih seperti misalnya “kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” sangatlah penting supaya dapat
menghayati arti sebenarnya dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu meditasi sebagai sarana penghayatan iman dan pengendapan
diri sangat penting supaya kita tidak mudah terhanyut oleh kepentingan
pribadi dan rasa cinta diri yang berlebihan. Disanalah hakikat ajaran Yesus
Kristus di mana kita dituntut untuk melaksanakan ajaran-Nya secara nyata
bukan hanya menghafalkan ayat-ayat Injil.44 Menjadi Kristen memang mudah
tetapi menjadi murid Yesus sangat sulit.
Meditasi dengan gaya Kristen atau Katolik lebih terpaku pada
pendalaman meneladani kehidupan Kristus serta pengorbanannya untuk
menyelamatkan umat manusia. Meditasi ini seringkali digabungkan dengan
retreat yang berarti introspekti diri. Ukuran yang dijadikan basis adalah kasih
dan barometernya adalah, “Bila kamu mengampuni, kamu akan diampuni”.
Meditasi ini juga sering digabungkan dengan pengucapan doa-doa yang
diulang-ulang, mula-mula diucapkan oleh mulut dan kemudian diam
43 Tjiptadinata Effendi, Meditasi Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 94
44 R. Soegoro, Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, op. cit., hlm. 146
-
53
diucapkan dalam hati.45
Pada awal misinya, Yesus menyendiri selama 40 hari lamanya di
padang gurun, sendiri di tengah binatang-binatang liar, melakukan meditasi,
puasa dan mempersiapkan diri secara mental dan spiritual sebelum memulai
misinya. Selama hidup dan pekerjaannya, Yesus selalu menyingkir dari
keramaian menuju ke atas bukit yang sunyi dan berdoa dalam keheningan,
mendengarkan suara Tuhan. Demikian halnya ketika menjelang disalib, dia
naik kepuncak gunung pada malam menjelang dini hari bersama murid-
muridnya yang tertidur, Yesus melakukan meditasi untuk mendengar tuntunan
dan kehendak Tuhan.46
Dikalangan umat Kristen Protestan, meditasi ataupun doa kontemplasi
pada umumnya tidak dihargai bahkan dipandang rendah. Namun dikalangan
Gereja Katolik masih terdapat kelompok umat yang bersedia mengasingkan
diri di biara-biara atau pertapaan-pertapaan di mana hidup sehari-hari mereka
dihayati menurut suatu irama kerja bergantian dengan periode-periode hening,
bernyanyi, doa pribadi dan meditasi. Sedangkan dikalangan awam kebiasan
tersebut sudah hampir ditinggalkan sama sekali, bahkan pelakunya sering
merasa risih karena dianggap berbuat aneh-aneh. Biarpun demikian di
beberapa tempat masih terdapat beberapa kelompok meditasi atau semadi
yang mencoba merenungkan Firman Tuhan dengan cara hening, masuk
kedalam diri sendiri untuk menemukan pesan aktual Sabda itu bagi dirinya
sendiri.47
Dengan demikian meditasi dan kontemplasi merupakan bagian yang
paling berarti dalam hidup pada Imam dan biarawan-biarawati. Bahkan
pengalaman doa kontemplatif dianjurkan sebagai suatu persiapan yang
sungguh diperlukan bagi para calon Imam.
45 Tjiptadinata Effendi, op. cit., hlm. 96 46 Aribowo Prijosaksono dan Irianti Erningpraja, op. cit., hlm. 105 47 R. Soegoro, Meditasi Triloka Jalan Mencapai Tuhan, op. cit., hlm. 147
-
54
4. Meditasi dalam Taoisme
Menurut tradisi, Taoisme berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu
(“Putra Tua,” “Sahabat Tua,” ataupun “Sang Guru Tua”) yang dikabarkan
lahir kira-kira tahun 640 SM. Ajarannya tertuang dalam sebuah buku yang
disebut Tao Te Ching yang artinya “Jalan dan kekuatannya”. Buku ini
merupakan suatu kesaksian dari keserasian manusia dengan alam semesta ini,
dapat dibaca sampai selesai dalam waktu setengah jam ataupun sepanjang
hidup, dan sampai hari ini merupakan teks dasar bagi keselarasan pemikiran
Tao.48
Tao adalah sesuatu yang sukar diartikan dan dicerna, kaum kuno telah
mengetahui kekuatan utama yang memancar darinya. Tao Te Ching
menyatakan:
“Tao menghasilkan yang Satu; Yang Satu menghasilkan yang Dua; Yang Dua menghasilkan yang Tiga; Yang tiga menghasilkan semua jalinan keberadaan.”
Yang Satu adalah kesatuan tertinggi, energi asal dalam kosmos.
Lambang Tai Chi yang luas dikenal menggambarkan kekuatan ini dalam
bentuk Yin dan Yang yang seimbang secara sempurna dan tetap menyatu. Yin
dan Yang berpisah dan menjadi yang Dua. Yin dan Yang menghasilkan tiga
kekuatan dasar bernama Tritunggal Murni. Tritunggal murni menciptakan
Lima Dasar Tahapan Energi Alam Semesta. Kelima kekuatan ini (sering
dinamakan Lima Unsur) cukup kuat untuk membangkitkan “semua jalinan
keberadaan,” yaitu, semua bentuk yang dikenal dari Alam dan Alam Semesta,
termasuk manusia.49
Secara harfiah Tao berarti “jalan setapak” ataupun “jalan”. Namun ada
tiga makna untuk memahami “jalan ini”. Pertama, Tao adalah jalan dari
48 Huston Smith, op. cit., hlm. 232 49 Mantak and Maneewa Chia, Chi Nei Tsang Buku Panduan untuk kebugaran, terj. T. Zaini
Dahlan, (Jakarta: PT. Pustaka Delapratasa, 1999), hlm. 17
-
55
kenyataan terakhir. Tao ini tidak dapat ditangkap karena ia melampaui
jangkauan panca indera. Sekiranya ia akan mengungkapkan dirinya dengan
penuh ketajaman, kepenuhan, dan kegemilangan, manusia yang fana ini tidak
akan mampu menghadapi penglihatan itu. Bukan saja karena ia akan melebihi
semua pemikiran dan khayalan. Oleh karena itu kata-kata tidak dapat
menggambarkan ataupun merumuskannya. Tao Te Ching memulai hal ini
dengan menyatakan secara tegas: “Tao yang dapat dibayangkan bukanlah Tao
yang sesungguhnya.” Dengan sifatnya yang Mahabesar dan transeden, Tao
yang paling agung ini adalah dasar bagi semua yang ada. Tao itu ada di
belakang semuanya dan di bawah semuanya, sebagai rahim dari mana berasal
semua yang ada dan ke mana semua yang ada itu akan kembali. Tao itu hanya
dapat ditangkap dan diketahui melalui kesadaran mistik yang tidak dapat
diterjemahkan dengan kata-kata. Dari situlah asalnya semboyan yang
berbunyi: “mereka yang mengetahui tidak akan bicara, sedangkan mereka yng
bicara tidak mengetahui.”
Kedua, Tao adalah jalan alam semesta. Tao merupakan kaidah irama
dan kekuatan pendorong dari seluruh alam dan asas penata yang berada di
belakang semua yang ada. Oleh karena itu, ia pun ada di dalam semua yang
ada. Tao bersifat transenden dan sekaligus imanen.
Dalam arti yang ketiga, Tao merujuk pada jalan bagaimana seharusnya
manusia menata hidupnya, agar selaras dengan cara bekerja semesta ini.50
Esensi ajaran Tao adalah memperoleh keselarasan dengan alam semesta. Sifat
dasar kehidupan yang selaras dengan alam semesta adalah Wu Wei. Konsep
ini sering diterjemahkan sebagai tidak berbuat apa-apa atau tidak bergerak,
tetapi jika diterjemahkan itu berarti suatu sikap yang kosong atau menahan
diri secara pasif, maka pengertian tersebut tidak mengena. Suatu pengertian
lebih baik adalah “Keheningan yang kretif”.51
50 Huston Smith, op. cit., hlm. 233-234 51 Ibid., hlm. 239
-
56
Wu wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Namun jauh dari
sikap yang tidak giat, wu wei merupakan perwujudan yang murni dari
kelemah lembutan, kesederhanaan, dan kebebasan, suatu kemampuan efektif
yang murni di mana tidak ada gerak yang dihamburkan sekedar untuk
dipamerkan.
Gejala alam sendiri yang paling mirip dengan Tao sendiri dalam
pandangan penganut Tao adalah air. Sebagaimana dalam filsafat Lao Tzu
yang berbunyi bahwa: “di dunia ini tidak ada benda yang lemasnya melebihi
air, akan tetapi mempunyai daya penggempur yang sedemikian dahsyat.”52
Mereka kagum dengan cara air ini mengapungkan benda-benda dan tanpa
kekuatan membawanya di saat pasang. Orang yang mengetahui hakikat
kekuatan hidup yang mendasar tahu bahwa kekuatan itu akan mendukung jika
ia berhenti memukul dan menebas dan mempercayakannya untuk
mengapungkan dan membawanya maju.
“Mereka yang mengalir seperti mengalirnya hidup tahu mereka tidak memerlukan kekuatan lain mereka tidak merasa lelah, mereka tidak merasa takut mereka tidak memerlukan pemeliharaan, juga tidak memerlukan perbaikan.”
Karena itu, airlah yang merupakan contoh yang paling dekat dengan
Tao dalam dunia alamiah. Tetapi ia juga merupakan bentuk pertama wu wei.53
Sikap tersebut diungkapkan dalam sikap hidup yang mengutamakan sifat
tanpa pamrih, kesederhanaan, keterbukaan, kebersihan, dan ketenangan
emosional. Semua itu akan dapat dicapai melalui pengembangan tubuh,
pikiran, dan roh yang harus ditingkatkan melalui meditasi yang mendalam.
Jadi kehidupan dititik beratkan untuk memperoleh pengetahuan tentang diri
sendiri secara penuh dengan maksud untuk mencapai keselarasan dengan alam
semesta dan memeperoleh kebebasan spiritual sehingga dapat kembali
52 Sugiarto, dkk., Wushu Variasi dan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2000), hlm. 5 53 Huston Smith, op. cit., hlm. 241
-
57
ketempat asalnya yaitu Wu Chi (Tuhan). Oleh karena itu, mudah dimengerti
apabila di dalam Taoisme terdapat berbagai banyak disiplin praktis yang dapat
dipakai sebagai sarana membangkitkan potensi spiritual yang terdalam.
5. Meditasi dalam Agama Islam
Islam berarti “Kedamaian” Islam mengajarkan bahwa untuk mencapai
kedamaian, maka manusia harus senantiasa berada dalam alam meditatif. Oleh
karena meditasi adalah hal yang sangat penting, maka islam mengajarkan
shalat lima waktu sebagai salah satu pilar dalam Rukun Islam. Islam juga
mengajarkan dzikir dan shalat tahajud sebagai cara untuk memasuki alam
bawah sadar dan suprasadar sehingga tercapai komunikasi sempurna dengan
Sang Pencipta.54 Shalat memiliki efek seperti meditasi atau yoga bahkan
merupakan meditasi atau yoga tingkat tinggi bila dijalankan dengan benar dan
khusyuk. Dalam kondisi khusyuk seseorang hanya akan mengingat Allah
SWT (dzikrullah) bukan mengingat yang lain, hal ini seperti firman-Nya:
...لَوةَ ِلِذكِْريالص ماَِقي14: طه. (و( “……dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaha /20:14).
Kondisi inilah yang menurut Djamaludin Ancok (1989) mirip dengan
meditasi atau yoga. Menurut Arif Wibisono Adi (1985) shalat akan
mempengaruhi pada seluruh sistem yang ada dalam tubuh kita, seperti syaraf,
peredaran darah, pernafasan, pencernaan, otot-otot, kelenjar, reproduksi dan
lain-lain.55
Shalat adalah sebuah meditasi energi. Kenapa dikatakan demikian ?
karena shalat harus dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan konsentrasi
agar kita bisa berkomunikasi dengan Allah. Selain itu, doa-doa yang kita baca
dalam shalat ternyata menghasilkan energi positif, yang kekuatannya
54 Aribowo Prijosaksono dan Irianti Erningpraja, loc. cit 55 Drs. Sentot Haryanto, M. Si., Psikologi Shalat Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah
Shalat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm. 81-82
-
58
bergantung pada kekhusyukan kita.
Harus kita ingat bahwa tujuan utama shalat adalah berdzikir kepada
Allah. Agar dzikir tersebut bermakna, maka kita harus bisa ‘menghadirkan’
Allah dalam setiap kalimat atau gerakan-gerakan shalat yang sedang kita
jalani. Kalau yang terjadi justru kita ingat segala macam, maka tujuan utama
shalat kita menjadi tidak tercapai.56 Objek di dalam shalat adalah membaca
ayat-ayat, kalimat suci, dan mengingat Allah. Objek di dalam dzikir adalah
membaca kalimat thayyibah “La ilaha illa Allah” baik secara lisan maupun
dalam hati. Termasuk objek dalam dzikir (juga meditasi) adalah
memperhatikan keluar-masuknya napas. Sedangkan objek dalam meditasi
adalah benda, warna, simbol, atau bentuk-bentuk geometris (yantra).
Objek adalah sesuatu yang menjadi pusat perhatian dalam shalat,
dzikir, atau meditasi. Jika tak ada objek sama sekali maka pikiran manusia
akan mengembara kemana-mana. Perintah agama untuk dzikir, kontemplasi,
perenungan, meditasi, semedi, atau apapun namanya adalah untuk
menghilangkan kotoran memori yang ada di dalam diri manusia. Lalu jiwa
diisi dengan energi positif yang berupa doa, mantra, kalimat suci, dan lain-
lainnya. Sehingga hidup terasa tenang.57 Dalam Suluk Supanalaya disebutkan
bahwa dzikir sebagai amuntu hakikat, yakni mengheningkan cipta dan
merenungkan hakikat Tuhan disertai dengan hati yang penuh kerinduan atau
hidayat Tuhan. Barang siapa menerima rahmat dan hidayat Tuhan akan bisa
manunggal dengan Tuhan (Simuh, 1988).58
Yang harus kita pahami agar meditasi energi kita berhasil kuncinya
adalah hati. Hati lebih berfungsi untuk merasakan dan memahami. Sedangkan
pikiran (otak) lebih berfungsi untuk berfikir, mengingat, menganalisa. Pikiran
56 Ir. Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka’bah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2004), hlm. 166 57 Achmad Chodjim, Syekh Siti Jenar Makna ”Kematian”, (PT. Serambi Ilmu Semesta,
2002), hlm. 225 58 Dr. Purwadi, M. Hum., Jalan Cinta Syekh Siti Jenar Gerakan Mistik Kultural Menantang
Hegemoni Para Wali, (Jogjakarta: Diva Press, 2004), hlm. 216
-
59
(otak) ada didalam kepala, sedangkan hati ada di dalam dada.
Dengan pemahaman ini, berarti kita harus mempasifkan pikiran kita
yang ada di kepala, dan kemudian mengaktifkan hati yang ada di dalam dada.
Rasakanlah bahwa ketegangan yang terjadi tidak di kepala melainkan di dada.
Atau dengan kata lain, janganlah berfikir tentang apa pun termasuk Allah,
tetapi pahami rasakanlah atau ‘fahami’ kehadiran Allah. Yang bisa kita
lakukan adalah ‘merasakan’ atau ‘memahami’ kehadiran Allah dengan hati
atau dengan indra keenam. Firman Allah dalam QS. Al-A’raaf (7): 179
berbunyi:
ِ جلَهنم كَِثيرا ِمن اِْجلنِّ واِْالنِس ولَهم صلى لَهم قُلُوب الَّيفْقَهونَ ِبهاصلىولَقَد ذَرأْناقلى اُلِئك كَاْالَنعاِم بلْ هم اَضلُّقلى ولَهم ذَانٌ الَّيسمعونَ ِبهاصلى اَعين الَّيبِصرونَ ِبها
)179: االعرف. (لغِفلُونَاُلِئك هم اْ“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (Ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (Ayat-ayat Allah ). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
Lihatlah, dalam ayat ini Allah mengajarkan penggunaan hati dengan
mata dan telinga. Artinya, Allah ingin memberikan kesan kepada kita bahwa
fungsi hati adalah seperti panca indra, tetapi dengan mekanisme yang berbeda.
Hati digunakan untuk memahami. Artinya, meskipun seseorang tidak bisa
melihat dia tetap bisa memahami sesuatu dengan hatinya. Demikian pula,
meskipun seseorang tidak bisa mendengar, dia tetap bisa memahami suatu
persoalan, dengan cara yang lain.
Pemahaman yang ditangkap oleh hati lebih substansial dibandingkan
dengan panca indra. Tetapi kita tahu bahwa orang yang melihat belum tentu
memahami apa yang dia lihat. Orang yang mendengar juga belum tentu
memahami apa yang dia dengar. Demikian pula orang yang meraba, belum
-
60
tentu memahami apa yang dia raba. Tetapi kejadiannya bisa sebaliknya,
bahwa seseorang bisa memahami persoalan tertentu tanpa dia harus melihat,
atau mendengar atau merabanya. Karena itu, secara logika praktis, kita bisa
melakukan meditasi tertentu, dan kemudian memahami ‘suatu persoalan’
secara langsung tanpa menggunakan panca indra kita. Cara inilah yang kita
gunakan untuk mengkhusyukkan shalat kita. Panca indera kita pasifkan, dan
yang kita aktifkan hati kita.59
Yang dimaksud dengan dzikir adalah terus-menerus mengucapkan
nama-nama Allah dengan lisan dan mengingat-Nya dengan hati.
Mengucapkan dan mengingat nama Allah yang Agung dan mensucikan-Nya
dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya.
يا اَيها اَّلِذين امنوا اذْكُروا اَهللا ِذكْرا كَِثيرا“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah sebanyak-
banyaknya”. (QS. Al-Ahzab 33 : 41).
Selama melatih dzikir, kaum sufi mengulang-ulang menyebutkan
nama-nama Allah. Tidak hanya sekedar menyebutkan. Tetapi juga
memfokuskan perhatian kepada maknanya. Karena manusia baru dapat
mencapai pengertian melalui kata-kata, maka tujuan dari penyebutan sebuah
kata terus menerus adalah untuk memahami artinya. Kaum sufi percaya
bahwa dengan hanya mengingat dan memperhatikan ucapan, sama dengan
menyembah berhala sebab kata sendiri itu tidak mempunyai kekuatan, tentu
saja tidak perlu dikatakan bahwa pada awalnya seseorang tidak bisa
menghindarkan diri dari perhatian kepada ucapan. Hanya setelah berlangsung
beberapa waktu lamanya ia menjadi terbiasa dengan spiritualitas dan kata-kata
nonformal, serta melepaskan diri dari tindakan pengucapan verbal. Berkaitan
dengan ini Jalaluddin Al-Rumi berkata, “Aku ingin melemparkan semua kata,
suara dan ucapan, karena tanpa ketiganya akau bisa bertemu dengan-Mu”.
59 Ir. Agus Mustofa, op. cit., hlm.167-168
-
61
Abu Yazid pernah berucap, “manusia taubat dari dosa-dosa mereka, tetapi aku
taubat dari ucapanku ‘Tiada Tuhan selain Allah’, Karena dalam hal ini aku
memakai alat dan huruf, sedangkan Tuhan tidak dapat dijangkau dengan huruf
dan alat”.
Pada kenyataanya, dzikir adalah sebuah cara untuk mempercepat
proses menghilangkan kualitas-kualitas rendah manusia dan menggantikannya
dengan kualitas-kualitas ketuhanan, berakhlaq dengan akhlaq Tuhan, dan
akhirnya menghapuskan ego individual sedemikian rupa sehingga tidak tersisa
lagi jejah “aku”. Inilah akhir jalan thariqah dan mulainya samudra ketiadaan
atau fana’.60
Selain shalat amalan yang paling baik untuk mencapai martabat
kedekatan dan ‘taqarrub’ dengan Allah itu ialah dengan tafakur atau meditasi
secara ahli sufi. Amalan ini jarang-jarang diamalkan oleh orang-orang biasa
karena mereka umumnya belum mengenali hakikat Zat Allah, padahal
mengenali Zat Allah itu adalah wajib bagi semua orang yang mengaku
beriman kepada Allah.
Nabi pernah bersabda yang maksudnya: “Tafakur itu lebih baik dari
setahun ibadah”. Baginda juga berkata: “Tafakur sesaat itu lebih baik dari 70
tahun ibadah”. Baginda juga berkata: “Tafakur sesaat itu lebih baik dari seribu
tahun ibadah”. Ada tiga perkara tentang tafakur atau meditasi ini:
Pertama: Barang siapa bertafakur tentang sesuatu hal dan menyelidiki
sebabnya, ia akan mendapatkan setiap bagian dari hal itu mempunyai banyak
bagiannya yang lain pula, dan setiap bagian itu menerbitkan banyak lagi hal-
hal yang lain. Inilah tafakur yang nilainya setahun ibadah.
Kedua: Barang siapa bertafakur tentang ibadahnya dan mencari
sebabnya dan mengenal sebab itu, maka tafakurnya itu bernilai 70 tahun
ibadah.
60 Prof. Dr. Nurcholish Madjid, dkk., Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta: IIMaN dan Hikmah, 2002), hlm. 17
-
62
Ketiga: Barang siapa yang tafakur tentang mengenal Allah dengan
azam yang kuat untuk mengenal-Nya, maka tafakurnya itu bernilai 1000
tahun ibadah. Inilah ilmu yang hakiki yakni suatu keadaan kesadaran atau
perasaan tentang keesaan (tauhid) di mana terasa diri ini ‘berpadu’ dan
‘taqarrub’ dengan Allah SWT dari alam kebendaan terbang dengan sayap
keruhanian ke alam tinggi, yaitu alam kesadaran rasa ‘berpadu’ dengan Yang
Maha Esa.61
Dengan demikian pengalaman empirik spiritual tidak terbatas pada
taraf lahiriah saja, tetapi menangkap makna yang terkandung di dalamnya.
Oleh sebab itu kehidupan sufi adalah kehidupan sarat makna. Kehidupan yang
terkadang dapat dinikmati melalui sebuah aransemen musik atau kisah cinta
sejati atau dalam keindahan sebuah lukisan dan fenomena alam atau pun
dalam sikap kepahlawanan. Dengan kata lain, pengetahuan indrawi dengan
pola pengenalan ta’rief bukan semata-mata capaian data indrawi melainkan
pencerahan intelektual yang menangkap hakekat transendental yang terdapat
pada setiap fakta empirik. Hal ini dimungkinkan oleh karena kesadaran
monorealitas memfokuskan realitas sejati pada wahyu yang menimbulkan
getaran-getaran psikologis pada setiap struktur jiwa sehingga seseorang dapat
menemukan jati dirinya dalam rangka membentuk integritas pribadi yang
utuh.62
61 Syekh ‘Abdul Qadir al-Jilani, Rahasia Sufi, terj. Abdul Majid Hj. Khatib, (Yogyakarta:
Pustaka Sufi, 2002), hlm. 21-22 62 Prof. Dr. Nurcholish Madjid, dkk., op. cit., hlm. 146