Bab III Dasar Teorii

download Bab III Dasar Teorii

of 21

description

GEOMETRI PELEDAKAN

Transcript of Bab III Dasar Teorii

BAB III

30

BAB III

DASAR TEORIKegiatan pembongkaran batugamping di PT. United Tractor Semen Gresik dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemboran dan peledakan. Adapun tujuan dari pada kegiatan pembongkaran yaitu untuk membebaskan batuan dari batuan induknya dengan ukuran fragmentasi tertentu sehingga sesuai untuk proses selanjutnya.

Dalam kegiatan pembongkaran batugamping di PT. United Tractor Semen Gresik, ternyata masih banyak dijumpai permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pembongkaran batugamping, yang diantaranya belum didapatkannya ukuran fragmentasi batuan yang seragam sesuai dengan yang diharapkan dan masih dijumpai adanya boulder. Sehingga dengan adanya hal tersebut akan berpengaruh pada kegiatan pemuatan, pengangkutan, produksi dari peremuk batuan, serta biaya peledakan.

Untuk mengetahui penyebab dari permasalahan-permasalahan yang ada, maka perlu diadakan kajian pada variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh manusia, yang antara lain adalah :

3.1.GEOMETRI PEMBORAN 5)

Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak, kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

3.1.1.Diameter lubang tembak.

Di dalam menentukan diameter lubang tembak tergantung dari volume massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran..

Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi. Ketika kekar membagi burden dalam blok-blok yang besar, maka fragmentasi yang akan terjadi bila masing-masing terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter lubang tembak yang kecil.

Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, di mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang, sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.

3.1.2.Kedalaman lubang tembak

Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

3.1.3.Kemiringan lubang tembak (Arah pemboran)

Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 3.1)

Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah :

Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :

Keuntungannya :

Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika dibandingkan dengan lubang ledak miring.

Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.

Lebih mudah dalam pengerjaannya.

Kerugiannya :

Penghancuran sepanjang lubang tidak merata

Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah stemming.

Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang ( toe ).

Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang ( backbreak ) dan getaran tanah.

Untuk lubang tembak miring adalah :

Keuntungannya :

Bidang bebas yang terbentuk semakin besar

Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus

Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan jenjang yang dihasilkan lebih rata.

Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.

Kerugiannya :

Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar lubang.

Biaya operasi semakin meningkat.

Gambar 3.1.

Pengaruh Arah Lubang Tembak 10)

3.1.4. Pola pemboran

Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :

Pola pemboran segi empat (square pattern) Pola pemboran selang-seling (staggered)Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat ( Gambar 3.2). Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern (Gambar3.3). Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 3.4), dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered rectangular pattern (Gambar 3.5).

Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih efektif.

Bidang Bebas

B

S Baris 1

Baris 2

Baris 3

Baris 4

S = B

Gambar 3.2.

Pola Pemboran Segiempat (Square Pattern)

Bidang Bebas

Baris 1

Baris 2

Baris 3

Baris 4

S B

Gambar 3.3.

Pola Pemboran Segi Empat (Square Rectanguler Pattern)

Bidang Bebas

B

Baris 1

S

Baris 2

Baris 3

Baris 4

S = B

Gambar 3.4.

Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Square Pattern)

Bidang Bebas

Baris 1

Baris 2

Baris 3

Baris 4

S B

Gambar 3.5.

Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Rectanguler Pattern)

3.2. GEOMETRI PELEDAKAN 3)Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan dapat dinyatakan seperti pada (gambar 3.6). Sedangkan geometri peledakan terdiri dari :

3.2.1. Burden (B)

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran.

Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan hancur. Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 40 dengan harga Ks standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut :

Densitas batuan

=160 lb/cuft

Specific gravity bahan peledak=1,20

Kecepatan detonasi bahan peledak=12.000 fps

Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda

a. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :

Af1=

Di mana :

SG= berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve= kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd= berat jenis bahan peledak standard, 1,20.

Vestd= kecepatan detonasi bahan peledak standard, 12.000 fps.

b. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

Af2=

Di mana

Dstd= kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft

D= kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :

Kb=Kbstandard x Af1 x Af2

Di mana :

Kb= burden ratio yang telah dikoreksi

Kbstd= burden ratio standard

Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :

Kb x De

B=

meter

39,3

Di mana :

B= burden

Kb= burden ratio

De= diameter lubang tembak, inchi

39,3= faktor perubah kedalam satuan meter

3.2.2. Spasi (S)

Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

S= B x Ks

Di mana :

S= spasi, meter.

B= burden, meter.

Ks= spacing ratio

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.

Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :

long interval delay

Ks = 1

short interval delay

Ks = 1 2

normal

Ks = 1,2 1,8

Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai berikut 6) :

Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai 1,8B3.2.3. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran material stemming. Panjang stemming

Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

T= B x Kt

dimana :

T= stemming, meter

Kt= stemming ratio (0,75 1,00)

Ukuran material stemming

Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan, apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran, kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material stemming tersebut, sehingga energi yang seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang hilang keluar melalui lubang stemming.

Untuk mencegahnya maka digunakan bahan yang berbutir kasar dan keras. Bahan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Mempunyai bentuk susunan butir yang saling berkait dengan kuat.

Membentuk sambungan pasak dengan dinding lubang tembak, sehingga mencegah keluarnya gas secara prematur.

Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming optimum7) adalah sebagai berikut :

Sz=0,05 Dh

dimana :

Sz=ukuran material stemming optimum

Dh=diameter lubang tembak

3.2.4. Sub drilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

J= B x Kj

di mana :

J= subdrilling, meter

Kj= subdrilling ratio (0,2 0,3)

3.2.5. Tinggi jenjang (L)

Tinggi jenjang sudah direncanakan oleh perusahaan yaitu 6 meter.

3.2.6. Kedalaman lubang tembak (H)

Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut :

H= Kh x B

dimana :

H= kedalaman lubang tembak, meter

Kh= Hole depth ratio (1,5 4,0)

3.2.7. Kolom isian (PC)

Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PC= H T

dimana :

PC= panjang kolom isian, meter

H= kedalaman lubang tembak, meter

T= stemming, meter

Keterangan :

B = Burden

S

S = Spasi

T = Stemming

B

T

PC = Kolom isian

J = Sub Drilling

L

PC

H = Kedalaman

H

lubang tembak

L = Tinggi jenjang

J

P = Primer

P

Gambar 3.6.

Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash 3)

3.2.8.Pola peledakan

Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar 3.7)

Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak, pecah, mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam pola peledakan adalah sebagai berikut :

a. Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan waktu penundaan atau beruntun dalam satu baris.

b. Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris satu dengan baris yang lain.

Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan dapat dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang tembak.

Bidang bebas

(1(1(1(1(1(1

(2 (2 (2 (2 (2

(3(3(3(3

Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris

Bidang bebas

(3 (2 (1 (0 (1 (2 (3

(4 (3 (2 (1 (2 (3 (4

(5 (4 (3 (2 (3 (4 (5

Pola peledakan tunda dalam satu baris

Gambar 3.7.

Pola Peledakan

3.2.9. Waktu tunda

Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :

- Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik

- Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah

- Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.

Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock. Hal ini disebabkan karena tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di belakangnya.

Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris.

tr = Tr x B

Di mana :

tr= interval waktu antar baris, ms

Tr= konstanta waktu antar baris (Tabel 3.1)

B= burden, m

Tabel 3.1.

Interval Waktu Antar Baris 7)

Tr Constant (ms / m )Result

7Violent excessive airblast, backbreak, etc.

7 10High pile close to face, moderate airblast, backbreak

10 20Average pile height, average airblast and backbreak.

20 23Scattered pile with minimum backbreak.

23 42Blast casting

3.2.10. Pengisian bahan peledak

Fragmentasi batuan sangat tergantung pada jumlah bahan peledak yang digunakan. Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan berat bahan peledak yang digunakan untuk menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola peledakan, dan struktur geologi.

Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin kecil sehingga akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila pengisian ANFO kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan menyebabkan boulder dan backbreak di sekitar dinding jenjang.

Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah bahan peledak yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.

a. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

de = 0,508 De2 (SG)

dimana :

de = loading density, kg/m

De = diameter lubang tembak, inchi.

SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan.

b. Jumlah bahan peledak yang digunakan dihitung menggunakan rumus :

E = de ( Pc ( N

Di mana :

de = loading density, kg / m.

Pc = panjang muatan/ panjang kolom isian lubang tembak, m.

N = jumlah lubang tembak.

E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

3.2.11.Powder Factor dan Volume Setara

Powder factor (Pf) adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah tertentu, dapat dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton. Untuk menghitung powder factor harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang muatan dari seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas batuan (dr).

Rumus untuk menentukan powder factor adalah :

Pf = W / E

dimana :

Pf= powder factor, ton / kg.

W= jumlah batuan yang diledakkan, ton.

E= jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

Sedangkan jumlah batuan yang diledakkan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

W = A ( L ( dr

Di mana :

A= luas batuan yang akan diledakkan, m3.

L= tinggi jenjang, meter.

dr= densitas batuan, ton / m3.

Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan, yang dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara sangat berguna untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk membuat lubang tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Veq=

dimana :

Veq= volume setara, m3/m

A= luas daerah yang akan diledakkan, m2

L= tinggi jenjang, m

n= jumlah lubang tembak dalam pola peledakan

H= kedalaman lubang tembak, m

W= batuan yang akan diledakkan

Tabel 3.2.

Harga Powder Factor untuk beberapa jenis batuan 4)

Type of RockPowder Factor (kg/m3)

Massive high strength rocks0,6 1,5

Medium strength rock0,3 0,6

Highly fissured rocks, weathered or soft0,1 0,3

3.2.12. Arah peledakan

Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Struktur batuan yang banyak dijumpai di lapangan biasanya adalah kekar.

Perambatan gelombang energi pada struktur batuan yang mengandung kekar sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Dengan demikian energi yang digunakan untuk memecah batuan akan berkurang sehingga fragmentasi batuan akan menjadi tidak seragam.

Menurut R.L. Ash arah peledakan yang baik untuk menghasilkan fragmentasi yang seragam yaitu arah peledakan menuju sudut tumpul yang merupakan perpotongan antara arah umum, dengan demikian penggunaan energi bahan peledak akan lebih baik karena tidak terjadi penerobosan energi. (Gambar 3.8)

Apabila arah penerobosan menuju kearah sudut runcing maka akan terjadi penerobosan energi peledakan dari bahan peledak yang melalui rekahan-rekahan yang ada. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan energi peledakan untuk menghancurkan batuan, sebagai akibatnya akan terbentuk fragmentasi yang berbentuk blok-blok

Arah Peledakan

Free face

=Arah peledakan menuju sudut tumpul

Gambar 3.8

Arah peledakan menuju sudut tumpul

3.3. FRAGMENTASI BATUAN 13)Fragmentasi hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk untuk dapat mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor. Karena apabila dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi tidak menghasilkan ukuran fragmentasi yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil.

Berdasarkan KUZNETZOV, 1973, ukuran fragmentasi, TNT, dan struktur geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor. Dalam percobaannya pada batuan di Kimberlite dengan berbagai ukuran diameter lubang tembak, pola peledakan dan kecermatan pemboran. Persamaannya sebagai berikut :

X = A .

Di mana :

X = ukuran rata-rata fragmentasi batuan, cm

A = faktor batuan (lampiran P)

V = volume batuan yang terbongkar, m3Q = berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg

E = relatif weight strenght (ANFO = 100)

Didalam persamaan yang dikemukakan oleh KUZNETZOV (1973), yang dimodifikasi oleh CUNNINGHAM (1983), ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Adapun batasan-batasan tersebut sebagai berikut :

1. Penerapan nisbah S/B untuk pemboran, tanpa ada waktu tunda tidak boleh lebih dari dua.

2. Penyalaan dan pengaturan waktu tunda peledakan harus disusun sedemikian rupa, sehingga upaya untuk mendapatkan hasil peledakan (fragmentasi) yang baik, dan tidak terjadi misfire.3. Bahan peledak harus menghasilkan energi yang cukup serta dalam perhitungan menggunakan relative weight strength.4. Perlu dilakukannya penyelidikan terhadap bidang ketidakmenerusan secara teliti. Hal ini disebabkan karena tingkat fragmentasi sangat tergantung pada bidang ketidakmenerusan, khususnya pada bidang ketidakmenerusan yang lebih rapat dibandingkan dengan pola pemborannya.

Dalam berbagai penerapan yang lebih luas, persamaan KUZNETZOV (1973), membuktikan sebagai metode yang mudah dan cukup realistis untuk dipakai di industri pertambangan dengan berbagai perubahan ukuran lubang tembak dan jenis bahan peledak. Ukuran rata-rata fragmentasi itu sendiri tidak cukup, sehingga perlu kemampuan untuk memperoleh secara perkiraan kasar suatu kisaran untuk fragmentasi yang dibutuhkan tanpa menjalankan program analisis pecah. Kurva ROSIN RAMMLER secara umum telah diakui sebagai rujukan penggambaran tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan. Suatu titik pada kurva tersebut, yaitu ukuran mesh dengan 50% kelolosan diberikan oleh persamaan KUZNETZOV (1973). Faktor-faktor yang diperlukan untuk menentukan kurva ROSIN RAMMLER adalah eksponen n dalam persamaan :

Xc=

R= e- (x / Xc)nDi mana :

R= perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan.

x= ukuran ayakan, mesh

Xc= x / (0,693)1/ nn= indeks keseragaman

Untuk mendapatkan nilai tersebut, hasil perhitungan dengan persamaan LOWNDS yang dianalisis dan digambarkan berdasarkan persamaan regresinya dan nilai n sangat tergantung pada ketepatan pemboran, nisbah burden dan ukuran lubang tembak, pola pemboran, nisbah spasi dan burden serta nisbah panjang isian dan tinggi jenjang.

n= ( 2,2 14 B / d ) ( 1 W / B ) ( 1 + ((S / b ) 1 ) / 2 ) L / H

dimana :

d= diameter isian (mm)

B= burden (mm)

W= standar deviasi pemboran (m)

S = spacing (m)

H = tinggi jenjang

Peledakan dikatakan berhasil apabila banyaknya batuan hasil peledakan (fragmentasi) lebih besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkahan (boulder), dimana jumlah bongkah batuan yang dihasilkan harus dibawah 15 %. (Mc. Gregor, 1967).

Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi dilapangan, dapat dilakukan dengan beberapa metode perhitungan, yang antara lain adalah, sebagai berikut ( Jimeno C.L 1987) :

1. Metode photography

2. Metode photogrametry

3. Metode photography berkecepatan tinggi

4. Analisa produktifitas alat muat alat angkut

5. Analisa volume material pada pemecahan ulang

6. Analisa visual komputer

7. Analisa kenampakan kuantitatif8. Analisa ayakan

9. Analisa produktifitas alat peremuk

Untuk pengukuran fragmentasi hasil peledakan, dilakukan dengan analisa produktivitas alat muat dan alat angkut, dengan cara sebagai berikut :

Wp

Fr=

x 100%

Wi

Di mana :

Fr= tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan < 80 cm

Wp = berat batuan yang berukuran < 80 cm dalam satu kali peledakan (ton)

Wi= berat keseluruhan batuan yang diledakkan (ton)

Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

1.

Mengukur volume batuan hasil peledakan yang berukuran kurang dari 80 cm (Wp). Hal ini dilakukan dengan cara batuan yang lebih kecil dari 80 cm kemudian diangkut ke dump truck menuju ke unit peremuk batuan. Sedangkan untuk batuan yang lebih dari 80 cm atau bongkah batuan dipisahkan untuk dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Berat batuan yang masuk yang masuk ke unit peremuk batuan, dihitung dengan mengalikan jumlah rit pengangkutan, dan berat rata-rata muatan truk.

2. Mengukur volume batuan yang diledakkan (Wi)

3. Tingkat fragmentasi batuan.

Dari pengukuran tersebut di atas maka volume batuan yang tidak dapat diangkut oleh alat muat dan alat angkut, maka dianggap sebagai bongkah batuan (boulder). Boulder tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Kemudian batuan tersebut setelah di breaker dan mempunyai ukuran kurang dari 80 cm, maka bisa diangkut oleh dump truck menuju ke unit peremuk, kemudian dilakukan pencatatan berapa kali dump truck tersebut melakukan pengangkutan terhadap batuan hasil pemecahan ulang.

3.4.ARAH PEMBORAN TERHADAP STRUKTUR BATUAN

Struktur geologi yang banyak dijumpai baik pada batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang lemah. Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan formasi batuan.

Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang tembak ada dua macam, yaitu :

a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :

Timbulnya backbreak yang lebih banyak

Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan perlapisan searah dengan bidang runtuhan.

Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih rendah.

Lantai jenjang lebih rata.

Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan.

b. Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :

Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.

Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.

Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan tumpukan material yang lebih tinggi.

Lantai jenjang lebih kasar.

Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan dari perlapisan

Gambar 3.9.

Arah Lubang Tembak Searah dengan Dip 2)

Gambar 3.10.

Arah Lubang Tembak Berlawanan dengan Dip 2)

PAGE

_1092165612.unknown

_1103824670.unknown

_1103872658.unknown

_1103823252.unknown

_1091771496.unknown