BAB III - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13735/12/12. Bab 3.pdf · nya oleh maskapai...
Transcript of BAB III - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13735/12/12. Bab 3.pdf · nya oleh maskapai...
66
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ATAS HILANG, MUSNAH,
DAN RUSAKNYA BARANG DI BAGASI
PESAWAT UDARA
3.1. Upaya Hukum Konsumen Pengguna Bagasi Pesawat udara Udara atas
Kerugian Hilang, Musnah, dan Rusaknya Barang di Bagasi Pesawat
udara
Kelalaian pelaku usaha dalam menjalankan kewajibannya yang merupakan
hak konsumen seringkali menimbulkan sengketa. Begitu pula halnya dengan tidak
dipenuhinya kewajiban maskapai penerbangan selaku pelaku usaha yang
menyebabkan timbulnya kerugian berupa hilang, musnah, dan rusaknya barang
penumpang selaku konsumen di bagasi pesawat udara, akan menimbulkan
sengketa diantara kedua pihak tersebut.
Sengketa konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu:42
1. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana
diatur dalam undang-undang. Artinya pelaku usaha mengabaikan
ketentuan undang-undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha
dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan
usahanya. Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber
dari hukum.
42 Janus Sidabulok, Op.Cit. h. 143
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
67
2. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian, yang berarti
baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajibannya
sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat diantara mereka.
Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari
kontrak.
Selain itu, besar ganti kerugian yang diberikan oleh maskapai penerbangan
kepada penumpang pesawat udara atas kerugian hilang, musnah, dan rusaknya
barang penumpang di bagasi pesawat udara sering kali tidak sebanding dengan
kerugian yang diderita oleh penumpang pesawat udara. Bahkan dalam suatu
kasus, maskapai penerbangan tidak mau bertanggunggugat terhadap kerugian
yang dialami penumpang pesawat udara tersebut. Hal itu juga dapat
mengakibatkan timbulnya sengketa antara maskapai penerbangan dengan
penumpang pesawat udara.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen memberikan sarana bagi konsumen yang ingin mengadukan bahwa
hak-haknya sebagai konsumen telah terlanggar atas perbuatan pelaku usaha.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengatur lembaga-lembaga pengaduan konsumen yang dapat digunakan oleh
konsumen untuk melaporkan pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajibannya.
Lembaga perlindungan konsumen yang dapat dijadikan sarana oleh
penumpang pesawat udara selaku konsumen untuk mengadukan pelanggaran hak
nya oleh maskapai udara yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) yang diatur dalam pasal 44 Undang-Undang Nomor 8
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
68
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal tersebut mengatakan
bahwa pemerintah mengakui LPKSM dengan tujuan untuk LPKSM tersebut
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
Tugas dari LPKSM ini salah satunya adalah membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen,
serta melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen. Namun keberadaan LPKSM ini hanya
untuk menerima pengaduan konsumen saja, untuk selanjutnya dapat mengajukan
gugatan atas nama konsumen. Sedangkan untuk putusan penyelesaian sengketa
konsumen, LPKSM tidak berhak atas hal tersebut. Yang berhak memberikan
putusan atas sengketa yang diadukan ke LPKSM adalah pengadilan negeri di
tempat perkara tersebut diajukan.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang pertama di
Indonesia adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI berdiri
pada tanggal 11 Mei 1973. YLKI ini dapat dikatakan sebagai tolok ukur
bangkitnya kesadaran perlindungan konsumen di Indonesia. Sebagai suatu
lembaga perlindungan konsumen, YLKI juga memiliki fungsi yang salah satunya
adalah menerima pengaduan dari konsumen yang merasa hak-haknya telah
dilanggar.
Dalam pasal 23 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menyatakan bahwa
“besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup
kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
69
untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau melalu arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam ketentuan tersebut memperbolehkan penumpang yang merasa tidak
puas atas ganti kerugian yang tidak sebanding dengan kerugian yang dialaminya
untuk menggugat maskapai penerbangan, dan penyelesaian sengketanya dapat
melalui jalur litigasi maupun dapat melalui non-litigasi. Namun demikian, dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara ini tidak mengatur secara jelas dan rinci mengenai
mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dalam hal ini adalah kerugian
atas hilang, musnah, dan/atau rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat
udara.
Penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu terdapat dalam Pasal 45 :
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Dari ketentuan tersebut maka dapat diketahui bahwa berdasarkan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan dapat juga ditempuh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
70
diluar pengadilan. Untuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dibagi lagi
menjadi dua yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha seperti yang
termuat dalam pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen atau Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dalam
bentuk yang lainnya.
Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha yang dimaksud disini adalah Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). BPSK diatur dalam pasal 49 sampai pasal 58 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang
sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara
berjalan dengan cepat, sederhana, dan murah.43
Tugas dan wewenang BPSK seperti yang termuat dalam pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c. Melakukan pengawasan terhadap pencatuman klausula baku; d. Melaporkan pada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam undang-undang ini; e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap udang-undang ini;
43 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit h.126
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
71
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Berdasarkan tugas dan wewenang BPSK tersebut, tugas utama dari BPSK
adalah menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara mediasi,
arbitrase, atau konsiliasi. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ini hanya dikenal tiga cara penyelesaian sengketa
alternatif tersebut.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa yang fleksibel dan tidak
mengikat serta melibatkan pihak netral, yaitu mediator, yang memudahkan
negosiasi antara para pihak atau membantu mereka dalam mencapai kompromi
atau kesepakatan.44 Penyelesaian sengketa melalui mediasi ini harus dengan
kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dilakukan sebelum terjadinya
sengketa yaitu dengan dituangkan dalam klausula perjanjian, atau dapat juga
dilakukan setelah timbulnya sengketa kemudian membuat kesepakatan untuk
menyelesaikan dengan jalan medisi.
Berikutnya adalah arbitrase, yaitu alternatif penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga dimana pihak ketiga mempunyai peranan untuk memutus
suatu sengketa tersebut. Pihak ketiga ini disebut arbiter, dan arbiter dapat
44 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h.255
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
72
berbentuk lembaga atau dapat juga orang yang ditunjuk oleh para pihak. Sama
halnya dengan mediasi, maka arbitrase ini berdasarkan pada suatu perjanjian
arbitrase yang dibuat oleh para pihak, artinya para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketa menggunakan cara arbitrase. Perjanjian arbitrase dapat
dibentuk sebelum timbulnya sengketa yaitu dicantumkan dalam klausul di
perjanjian pokok, dan dapat pula dibentuk setelah timbulnya sengketa untuk
sepakat menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase.
Sedangkan konsiliasi adalah salah satu bentuk alternatif penyelesaian
sengketa yang memiliki banyak kesamaan dengan arbitrase, dan juga
menyerahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang
sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Walaupun demikian, pendapat dari
konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana mengikatnya putusan arbitrase.45
Selain tugas utama BPSK menyelesaikan sengketa dengan ketiga bentuk
alternatif penyelesaian sengketa tersebut, wewenang BPSK yang tak kalah
pentingnya adalah dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha
yang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan. Dengan adanya
wewenang ini, maka diharapkan penyelesaian sengketa melalui BPSK dapat
memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen.
Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak menentukan adanya pemisahan tugas anggota BPSK yang bertindak sebagai arbitrator, kosiliator, maupun mediator, maka setiap anggota dapat bertindak sebagai arbitrator, konsiliator, maupun mediator.46
45 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h.254 46 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h.257
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
73
Dalam menyelesaikan sengketa melalui BPSK ini dibagi dalam tiga tahap.
Tahap yang pertama yaitu tahap pengajuan gugatan. Gugatan ini diajukan oleh
konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha kepada BPSK. Jadi apabila
penumpang yang dirugikan atas hilang, musnah dan/atau rusaknya barang di
bagasi pesawat udara ingin menyelesaikan sengketa melalui BPSK, maka
penumpang harus terlebih dahulu membuat surat gugatan terhadap maskapai
penerbangan ke BPSK.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak mengatur mengenai persyaratan gugatan, maka berlaku ketentuan sebagimana terjadi dalam pengadilan, yaitu bahwa gugatan dapat diajukan, baik secara tertulis maupun lisan.47 Tahap yang kedua yaitu tahap pemeriksaan dan pemberian putusan oleh
BPSK. Tahapan ini diatur dalam pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yaitu. Dalam menyelesaikan sengketa, BPSK
berbentuk majelis yang harus ganjil sekurang-kurang terdiri dari 3 (tiga) orang
anggota BPSK, dan dibantu oleh seorang panitera. Majelis berbentuk ganjil untuk
menghadapi kemungkinan terjadinya deadlock selama proses penyelesaian
sengketa. Setelah majelis memporeleh hasil dari musyawarah untuk
menyelesaikan sengketa, maka dituangkan dalam suatu putusan, dimana putusan
majelis BPSK tersebut bersifat final dan mengikat.
Dalam penjelasan pasal 54 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
putusan majelis bersifat final dan mengikat adalah bahwa dalam Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
47 Janus Sidabulok, Op.Cit h. 199
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
74
Selanjutnya dalam pasal 55 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa tahap pemeriksaan dan pemberian
putusan ini berlangsung paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan
diterima. Artinya penyelesaian sengketa melalui BPSK ini relatif memakan waktu
yang singkat jika dibandingkan dengan melalui pengadilan.
Namun, kelemahan penyelesaian sengketa melalui BPSK adalah putusan
yang dikeluarkan oleh BPSK tidak mempunyai kekuatan eksekutorial yang
artinya tidak dapat melakukan eksekusi terhadap putusannya. Maka, setelah
putusan dikeluarkan oleh BPSK lalu segera dimintakan penetapan eksekusi
kepada Pengadilan Negeri sebagaimana tercantum dalam pasal 57 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tahapan yang terakhir yaitu pelaksanaan putusan dan pengajuan upaya
hukum. Walaupun putusan majelis BPSK bersifat final dan mengikat sebagaimana
diatur dalam pasal 54 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, namun putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan
eksekusi sehingga pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan oleh Pengadilan
Negeri.
Pelaksanaan putusan BPSK tersebut tidak lagi memiliki kekuatan yang
final dan mengikat, karena dalam pasal 56 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dimungkinkan bahwa pihak yang keberatan atas
putusan BPSK tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri
dengan jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima
pemberitahuan putusan tersebut.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
75
Selanjutnya diatur dalam pasal 58 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bahwa jika salah satu atau para pihak masih
menolak putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (2)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Jadi dalam hal ini, putusan majelis BPSK tersebut memang bersifat final
dan mengikat. Tetapi untuk pelaksanaan eksekusi putusan tersebut, dilaksanakan
oleh Pengadilan Negeri yang terhadap putusannya masih dapat diajukan banding
dan kasasi.
Menurut penjelasan pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat bentuk lain dari penyelesaian
sengketa diluar pengadilan selain melalui BPSK. Yang dimaksud dengan upaya
penyelesaian diluar pengadilan selain melalui BPSK ini adalah melalui upaya
damai antara pihak konsumen dan pelaku usaha.
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Berdasarkan pada penjelasan pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut, dapat diketahui bahwa
sebenarnya penyelesaian di luar pengadilan secara damai sangat disarankan, yaitu
tanpa melalui BPSK atau bahkan pengadilan.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
76
Akan tetapi, upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan selain BPSK masih tetap berlaku atau dapat dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha jika bertolak pada pasal 45 ayat (2) dan penjelasannya. Dalam pasal ini hanya disebut penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan, tanpa menyebut bentuk dari cara penyelesaian diluar pengadilan. Demikian pula dalam penjelasan pasal 45 ayat (2) dimungkinkan mengadakan perdamaian sepanjang tidak bertentangan dengan UUPK.48 Penyelesaian sengketa berikutnya yaitu melalu jalur litigasi atau dengan
kata lain melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
hanya dimungkinkan apabila:49
a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan, atau
b. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa.
Jika melihat pada syarat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan upaya hukum terakhir yang
dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa, setelah menempuh upaya
pemyelesaian sengketa di luar pengadilan sebelumnya.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan lebih disarankan untuk dilakukan sebelum upaya hukum penyelesaian di pengadilan karena :50
1. Penyelesaian sengketa di pengadilan sangat lambat; 2. Biaya berperkara yang mahal; 3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif; 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah; 5. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis.
48 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h. 226 49 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h. 234 50 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit h 237
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
77
Dalam menempuh penyelesaian sengketa melalui pengadilan, harus
diperhatikan mengenai dua kompetensi yaitu kompetensi absolut dan kompetensi
relatif.
1. Kompetensi absolut yaitu kewenangan badan peradilan untuk
memeriksa suatu kasus. Dalam hal sengketa konsumen ini, yang
berwenang menyelesaikan sengketa adalah Pengadilan Negeri.
2. Kompetensi relatif yaitu kewenanngan mengadili / memeriksa perkara
dari suatu pengadilan negeri berdasarkan pada pembagian daerah
hukum. Dalam penyelesaian sengketa konsumen, Pengadilan Negeri
yang berwenang menyelesaikan sengketa adalah Pengadilan Negeri
dimana tempat penggugat tinggal. Tetapi jika domisili tergugat terlalu
jauh untuk mencapai Pengadilan Negeri tempat penggugat tinggal,
maka dapat disepakati oleh kedua belah pihak untuk memilih tempat
dimana pengadilan yang berhak untuk memutus sengketa tersebut.
Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tidak banyak ketentuan yang memuat tentang penyelesaian sengketa di
pengadilan. Hal ini dikarenakan cara sengketa melalui pengadilan ini
menggunakan hukum acara yang umum yang berlaku selama ini yaitu sesuai
dengan HIR/RBg.
Semua upaya penyelesaian sengketa konsumen ini dapat ditempuh oleh
penumpang yang dirugikan atas hilang, musnah, dan rusaknya barang penumpang
di bagasi pesawat udara. Namun penyelesaian sengketa di luar pengadilan lebih di
sarankan untuk dilakukan. Setelah penyelesaian di luar pengadilan tersebut tidak
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
78
berhasil, maka penumpang selaku konsumen dapat menggugat maskapai
penerbangan melalui Pengadilan Negeri.
3.2. Dasar Gugatan Konsumen atas Kerugian Hilang, Musnah dan Rusaknya
Barang di Bagasi Pesawat udara
Dalam sub-bab sebelumnya telah dibahas mengenai lembaga yang
berwenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen apabila terjadi sengketa
antara maskapai penerbangan dengan penumpang pesawat udara mengenai ganti
kerugian atas hilang, rusak, dan musnahnya barang penumpang di bagasi pesawat
udara, maka selanjutnya akan diuraikan mengenai dasar gugatan yang dapat
diajukan oleh penumpang pesawat udara.
Setelah mengetahui lembaga mana yang akan dituju untuk mengajukan
gugatan, selanjutnya penumpang pesawat udara selaku konsumen dapat
mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi atau atas dasar perbuatan melanggar
hukum.
Gugatan atas dasar wanprestasi dapat diajukan apabila antara konsumen
yang dalam hal ini penumpang pesawat udara dan maskapai penerbangan selaku
pelaku usaha telah terikat dalam suatu perjanjian. Gugatan wanprestasi ini timbul
karena suatu perjanjian, bukan timbul karena undang-undang. Dalam hal ini
maskapai penerbangan dan penumpang pesawat udara telah terikat dalam suatu
perjanjian yaitu perjanjian pengangkutan penumpang dan barang yang mana
perjanjian tersebut telah tertulis dan dapat dibuktikan oleh suatu tiket pesawat
udara.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
79
Adanya suatu gugatan atas dasar wanpresatsi dari penumpang pesawat
udara terhadap maskapai penerbangan ini dapat disebabkan kerena maskapai
penerbangan tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian pengangkutan
penumpang dan barang antara kedua belah pihak. Contohnya adalah pihak
maskapai tidak menjaga barang-barang milik penumpang di bagasi sehingga
barang milik penumpang pesawat udara di bagasi hilang atau rusak.
Gugatan wanprestasi juga dapat diajukan karena keterlambatan maskapai
penerbangan dalam memenuhi kewajibannya, misalnya memberi ganti kerugian
atas hilang, musnah, dan/atau rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat
udara selama lebih dari waktu yang diperjanjikan. Dan dapat juga didasarkan pada
pemenuhan kewajiban maskapai penerbangan, tetapi tidak seperti apa yang
diperjanjikan. Misalnya saja maskapai penerbangan bersedia mengganti barang
milik penumpang yang hilang, musnah, atau rusak di dalam bagasi pesawat udara,
namun jumlah ganti kerugian itu sangat kecil dan tidak sesuai dengan kerugian
yang nyata di derita penumpang pesawat udara.
Gugatan dapat diajukan oleh penumpang pesawat udara terhadap maskapai
penerbangan jika maskapai penerbangan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban
yang seharusnya dilaksanakan oleh maskapai penerbangan selaku pelaku usaha.
Tidak dipenuhinya kewajiban maskapai penerbangan tersebut selanjutnya disebut
dengan wanprestasi. Bentuk-bentuk wanprestasi adalah :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi
3. Memenuhi prestasi tapi tidak sebagaimana diperjanjikan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
80
4. Melakukan sesuatu yang dilarang / tidak seharusnya dilakukan
Dalam kontrak antara maskapai penerbangan dengan penumpang pesawat
udara, maka ada klausula-klausula perjanjian yang didalamnya memuat tentang
hak dan kewajiban para pihak, dimana salah satu kewajiban maskapai
penerbangan adalah menjaga keselamatan dan keamanan penumpang dan barang
selama perjalanan. Maka jika terjadi suatu kerugian atas hilang, musnah, dan
rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat udara, dapat dikatakan bahwa
maskapai penerbangan telah melakukan wanprestasi, sehingga penumpang
pesawat udara yang dirugikan atas tidak terpenuhinya kewajiban maskapai
penerbangan tersebut dapat melakukan gugatan wanprestasi.
Macam-macam gugatan wanprestasi yang dapat diajukan adalah :
1. Pemenuhan perikatan
2. Pembatalan perikatan
3. Ganti rugi
4. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi
5. Pembatalan perikatan dan ganti rugi
Dengan melihat macam-macam gugatan yang dapat diajukan oleh
penumpang pesawat udara tersebut, maka atas hilang, musnah, dan/atau rusaknya
barang penumpang di bagasi pesawat udara, penumpang dapat mengajukan
gugatan berupa ganti rugi kepada pihak maskapai. Sedangkan untuk ganti rugi
yang dapat dimintakan melalui gugatan yaitu sebagaimana yang telah diatur
dalam pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara yaitu dapat berupa pembayaran
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
81
sejumlah uang atau penggantian barang yang sejenis dengan barang yang milik
penumpang yang rusak di bagasi pesawat udara.
Bila penumpang pesawat udara selaku konsumen akan mengajukan
gugatan atas dasar wanprestasi, maka perlu membuktikan:51
1. Adanya hubungan perikatan (kontrak, perjanjian);
2. Adanya bagian-bagian dari kewajiban yang tidak dipenuhi oleh
produsen; dan
3. Timbulnya kerugian bagian konsumen (penggungat);
Selain gugatan atas dasar wanprestasi, dasar gugatan konsumen yang
dalam hal ini penumpang pesawat udara selanjutnya adalah gugatan perbuatan
melanggar hukum. Berbeda dengan gugatan wanprestasi yang berdasarkan pada
perjanjian, maka gugatan perbuatan melanggar hukum ini dilakukan apabila ada
hak dari konsumen yang terlanggar, atau pihak maskapai berbuat atau tidak
berbuat yang bertentangan dengan undang-undang.
Dari pasal 1365 BW ternyata bahwa seseorang hanya bertanggung gugat atas kerugian orang lain, jika :52 a. Perbuatan yang menimbulkan kerugian itu bersifat melanggar hukum
(perbuatan melanggar hukum); b. Kerugian itu timbul sebagai akibat perbuatan tersebut (hubungan
kausal); c. Pelaku tersebut bersalah (kesalahan); dan d. Norma yang dilanggar mempunyai “strekking” untuk mengelakkan
timbulnya kerugian (relativitas)
Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa unsur-unsur dalam
perbuatan melanggar hukum adalah :
1. Ada perbuatan melanggar hukum
51 Janus Sidabulok, Op.Cit. h. 152 52 Nieuwenhuis, Op.Cit h. 118
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
82
2. Ada kerugian
3. Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum
dengan kerugiannya
4. Ada kesalahan
Perbuatan melanggar hukum yang dimaksud disini bukan hanya perbuatan
hukum yang melanggar undang-undang. Sejak kasus Lindebaum-Cohen tahun
1919, maka perbuatan melanggar hukum dapat berupa :
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;
c. Berlawanan dengan kesusilaan baik;
d. Berlawanan dengan kecermatan yang seharusnya diindahkan dalam
pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.
Selanjutnya adalah adanya unsur kerugian yang dialami oleh penumpang
yang harus dapat dibuktikan bahwa penumpang pesawat udara tersebut
mengalami kerugian atas hilang, musnah, dan rusaknya barang milik penumpang
di bagasi pesawat udara. Dan selanjutnya harus ada hubungan kausalitas yang
berarti bahwa kerugian yang dialami oleh penumpang pesawat udara tersebut
merupakan akibat dari kesalahan pihak maskapai penerbangan. Dan yang terakhir,
unsur yang harus ada yaitu unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak maskapai
penerbangan.
Dalam hukum acara perdata yang kini masih berlaku di Indonesia, dikenal asas hakim bersifat menunggu, pasif. Artinya, bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, seseorang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
83
menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (Pasal 1865 BW). Pasal ini mengandung makna : 1. Seseorang dapat mengajukan peristiwa, dalam hal ini wanprestasi atau
perbuatan melanggar hukum, untuk menunjukkan haknya. 2. Peristiwa yang diajukan itu harus dibuktikan.53
Namun dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, berlaku asas pembuktian terbalik, yaitu beban
pembuktian berada pada pihak pelaku usaha, bukan pada konsumen. Pasal 28
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berbunyi
“Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur ‘kesalahan’ dalam gugatan ganti
rugi sebagimana dimaksud pasal 19, pasal 22, dan pasal 23 merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha”
Yang dimaksud dengan beban pembuktian terbalik adalah dalam hal ini
maskapai penerbangan selaku pelaku usaha harus bertanggung gugat atas
kerugian yang dialami penumpang pesawat udara, sampai ia dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan pihak maskapai. Penumpang
pesawat udara yang mengalami kerugian atas hilang, musnah, dan rusaknya
barang milik penumpang di bagasi pesawat udara cukup mengajukan gugatan saja
dengan menyatakan apa kerugian yang dialaminya, dan selanjutnya mengenai
pembuktian kesalahan maskapai penerbangan terhadap kerugian tersebut menjadi
tugas maskapai untuk membuktikan ada atau tidaknya kesalahan pihak maskapai
penerbangan.
Pemberlakuan prinsip tanggung gugat berdasarkan kesalahan dan pembalikan beban pembuktian ini ditentukan oleh 2 faktor utama. Faktor yang pertama yaitu berdasarkan pertimbangan praktis, kebijaksanaan hakim berdasar keadilan dan kepatutan dapat menyetarakan kedudukan
53 Janus Sidabulok, Op.Cit h. 150
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
84
para pihak dalam sengketa dengan menentukan beban pembuktian. Kedua, prinsip tanggung gugat ini jelas sekali menentukan apa yang harus dibuktikan.54 Prinsip pembalikan beban pembuktian tersebut sangat menguntungkan
konsumen karena tidak perlu bersusah payah untuk membuktikan kesalahan
pelaku usaha. Konsumen cukup mengajukan gugatan dan sejak saat itu pelaku
usaha dinyatakan bersalah, sampai pelaku usaha dapat membuktikan bahwa ia
tidak bersalah.
Namun demikian, penggugat atau konsumen yang dalam hal ini adalah
penumpang pesawat udara dalam hal adanya gugatan berdasarkan perbuatan
melanggar hukum tetap diwajibkan untuk membuktikan adanya :
1. Sifat melanggar hukum
2. Kerugian yang di deritanya
3. Kausalitas antara kerugian yang dialaminya dengan kesalahan pihak
maskapai penerbangan
3.3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen atas Hilang, Musnah,
dan Rusaknya Barang di Bagasi Pesawat udara
Masalah yang dialami oleh penumpang terkait bagasi yang dititipkan di
pesawat udara sangat sering membuat penumpang merasa kesal. Masalah-masalah
yang dapat dialami oleh penumpang terkait bagasi pesawat udara tersebut antara
lain adalah bagasi terlambat, bagasi tertukar dengan orang lain, bagasi terbawa ke
tempat tujuan lain, bagasi rusak, sampai dengan bagasi hilang atau musnah.
54 Adrian Sutedi, Op.Cit h. 137
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
85
Masalah-masalah dalam bagasi pesawat udara tersebut sangat bergantung
pada bagaimana cara maskapai mengelola barang penumpang yang dititipkan
dalam bagasi selama penumpang check-in di bandara keberangkatan, sampai
diterima di bandara kedatangan. Semakin bagus sistem yang di pakai suatu
maskapai dalam mengelola bagasi penumpang, maka akan semakin sedikit
kerugian bagasi yang mungkin dialami penumpang.
Dalam hal penanganan bagasi penumpang dan penyelesaian mengenai
kerugian penumpang atas hilang, musnah, dan rusaknya barang penumpang di
bagasi pesawat udara dapat diambil contoh dari sistem penanganan bagasi serta
penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh salah satu maskapai penerbangan di
Indonesia, yaitu Garuda Indonesia. Garuda Indonesia merupakan perusahaan
besar favorit penumpang, namun tidak jarang pula penumpang merasa kecewa
atas kerugian berupa hilang, musnah, dan rusaknya barang penumpang di bagasi
pesawat udara Garuda Indonesia. Selanjutnya akan diuraikan sistem penanganan
bagasi penumpang di Garuda Indonesia, beserta penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh maskapai Garuda Indonesia terhadap penumpangnya atas kerugian
barang penumpang di bagasi pesawat udara berdasarkan cerita dari nara sumber.
Garuda Indonesia salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang
melayani rute penerbangan domestik dan internasional, sering kali dijumpai kasus
bagasi bermasalah. Berikut ini adalah cara-cara maskapai Garuda Indonesia dalam
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
86
mengelola barang penumpang yang dititipkan di bagasi tercatat pesawat udara
Garuda Indonesia :55
Penanganan bagasi keberangkatan dimulai pada saat penumpang tersebut
melakukan check in di Airport. Setelah bagasi ditimbang dan dicatat lalu
dimasukkan kedalam sistem. Pihak Garuda Indonesia harus menempelkan label
tujuan dan nomor claim tag bagasi tersebut. Bila bagasi itu ada label lama maka
pihak Garuda Indonesia harus mencabut label tersebut dan mengganti dengan
label tujuan yang baru. Bagasi-bagasi tersebut setelah ditimbang dan diberi claim
tag serta diberi label sesuai tujuannya, kemudian diserahkan kepada porter untuk
diangkut ke atas baggage cart untuk menunggu saat loading.
Penanganan bagasi pada saat kedatangan dimulai ketika pesawat udara
sudah mendarat dalam posisi blok on, yaitu pesawat udara dalam keadaan tidak
bergerak dan ganjalan roda (whellchocks) telah terpasang. Selain itu pintu
kopartemen dapat segera dibuka dan semua barang-barang angkutan baik bagasi,
kargo, atau mail segera dikeluarkan (unload) kemudian diangkut ke atas baggage
cart.
Bagasi-bagasi yang diturunkan ini setelah diangkut keatas baggage cart
langsung dibawa ke bagian claim area, yaitu suatu ruangan dimana para
penumpang dapat mengambil bagasinya. Penumpang yang hendak mengambil
bagasi dapat menunjukkan claim tag yang dimilikinya untuk diberikan kepada
petugas agar bagasinya segera diberikan.
55 Beny Gunawan, http://benygunawan.blogspot.com/2012/05/tanggung-jawab-sengketa-
antara-ptgaruda.html. diakses terakhir tanggal 21 November 2014
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
87
Setiap penyerahan bagasi oleh penumpang kepada petugas perusahaan
penerbangan, penumpang tersebut mendapat sebuah label disebut baggage tag
(label bagasi) yang menyebutkan kota tujuan dari penumpang tersebut. Baggage
tag ini merupakan bukti bagi penumpang atas barang yang sudah diserahkan
kepada perusahaan penerbangan sehingga tanggung jawab ada pada perusahaan
sampai dengan kota tujuan terakhir.
Jika kemudian ada barang milik penumpang di bagasi yang hilang, yang
pertama dilakukan adalah dengan memeriksa kompartemen pesawat udara atau
area sekitarnya, karena mungkin bagasi tersebut belum diturunkan. Bila ternyata
bagasi tidak ditemukan, maka penumpang yang kehilangan bagasi itu harus
memenuhi beberapa prosedur sebelum petugas melekukan pencarian atas bagasi
yang hilang terebut (tracing).
Petugas Lost and Found dalam menangani masalah ini dilihat dahulu
apakah penumpang yang kehilangan bagasi itu masih berada dilokasi kedatangan
atau belum keluar dari area tersebut dan petugas memeriksa dahulu arrival
hall dan baggage sorting.
Perusahaan penerbangan Garuda Indonesia menggunakan system
BAHAMAS (Baggage Handling Management System) dan WTC (Wolrd Tracer)
dalam proses pencarian barang yang hilang.berpusat di Atlanta (ATL).
Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan bagian Lost and Found dalam menangani bagasi yang hilang : a. Penumpang melapor kebagian Lost and Found b. Mencatat nomor label bagasi c. Bila tidak ditemukan dibuatkan laporan hilang dengan mengisi
formulir “Property Irregularity Report” (PIR) dengan mencatat : 1) Nama, alamat penumpang, bagasi dan rute perjalannya 2) Ciri-ciri bagasi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
88
3) Mencatat isi bagasi sesuai dengan daftar nama-nama barang yang dibawa oleh penumpang
4) Nomor bagasi yang hilang d. Mengirim berita kehilangan bagasi ke seluruh stasiun yang
berhubungan dengan penerbangan penumpang. e. Menghimpun bukti-bukti berita pelacakan sampai bagasi ditemukan
atau tidak ditemukan.
Setelah data mengenai bagasi yang hilang sudah lengkap, petugas lost and found dapat memulai tracing dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat AHL (Adyise Handling Lunggage), yaitu sebuah entry untuk
dikirim ke beberapa bandara dimana bagasi tersebut diperkirakan berada. Entry ini berisi data-data lengkap mengenai bagasi tersebut, seperti tag number, nama pemilik, serta deskripsi fisik dari bagasi tersebut.
2. Menunggu info dari bandara-bandara yang dikirimkan AHL. 3. Bila ternyata ada bandara yang memberitahukan ada kelebihan bagasi
ditempatnya yang sesuai dengan deskripsi AHL tadi, maka petugas dibandara yang membuat AHL segera mengirimkan pesan untuk ke bandara yang kelebihan tersebut dengan enrty ROH (Request On Hand Baggage).
4. Menunggu kiriman bagasi tersebut sesuai dengan yang dijadwalkan oleh bandara yang menemukan bagasi
5. Setelah bagasi tersebut sampai di bandara yang kehilangan bagasi dan pemilik bagasi telah menerimanya, maka petugas harus membuat sebuah entry penutup (pada sistem komputer yang dimaksud), yang disebut CAH (Close AHL File), yang menyatakan kasus tersebut telah selesai.
Namun bila bagasi penumpang tersebut tetap tidak ditemukan atau
dinyatakan hilang, maka penumpang dapat menuntut ganti rugi kepada pihak
maskapai. Persyaratan yang harus dibawa untuk mengklaim/menuntut ganti rugi
ke pihak Garuda Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Menyerahkan Property irregularity Report (PIR) b. Fotokopi cover tiket, boarding pass dan copy tracing c. Claim tag d. Missing baggage questionnaire (berlangsung tanya jawab kepada
penumpang danpetugas yang mengisinya) e. Claim Correspondence f. Final release (surat pernyataan) g. Voucher pembayaran
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
89
h. Claim settlement form (klaim yang harus ditanda tangani oleh Distric Manager atau Station Manager)
Setelah penumpang memenuhi persyaratan diatas maka petugas mengisi formulir penyelesaian klaim (clain settlement form). Berikut ini adalah hal-hal yang tercantum dalam formulir penyelesaian klaim : a. Tanggal pembuatannya b. Nomor klaim c. Nama penuntut d. Alamat penuntut e. Bentuk klaim (kehilangan, keterlambatan, kerusakan, kecurian, dan
keluhan) f. Merujuk nomor arsip g. Nomor penerbangan yang gunakan penuntut h. Tanggal penerbangan i. Asal keberangkatan j. Tempat tujuan k. Berat bagasi pada waktu ditimbang di tempay check-in l. Total uang klaim m. Total uang dibayar n. Konversi ke US $ o. Penjelasan tentang alasan penyelesaian klaim p. Disiapkan oleh (tanda tangan staff) q. Disetujui oleh (tanda tangan orang yang berwenang)
Setelah penumpang melengkapi persyaratan yang telah ditentukan, maka
penumpang membawa persyaratan tersebut ke PT Garuda Indonesia Gunung
Sahari di bagian administrasi, disana penumpang akan memndapatkan uang ganti
rugi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
Setelah mengetahui sistem penanganan bagasi tercatat di maskapai Garuda
Indonesia yang sangat terorganisir tersebut, patutlah di duga bahwa pemberian
ganti rugi atas hilang, musnah, atau rusaknya bagasi milik penumpang pasti sesuai
dengan kerugian yang nyata-nyata diderita penumpang. Namun demikian,
penyelesaian sengketa yang timbul antara maskapai penerbangan dengan
penumpang pesawat udara seringkali berjalan tidak sesuai dengan harapan
konsumen. Pada prakteknya, penyelesaian sengketa tersebut tidak berjalan seperti
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
90
apa yang telah di uraikan. Seperti sebuah contoh kasus penyelesaian sengketa
pemberian ganti kerugian atas rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat
udara maskapai Garuda Indonesia beberapa waktu lalu yang menimbulkan
kekecewaan penumpangnya. Berikut hasil wawancara dengan penumpang
pesawat udara yang mengalami kerusakan barang di bagasi pesawat udara
tersebut.
Pada 12 September 2014, penumpang memiliki penerbangan dengan rute
Surabaya-Makassar menggunakan Maskapai Garuda Indonesia. Penumpang
menggunakan jasa bagasi pesawat udara dengan menitipkan 1 (satu) buah koper
ke dalam bagasi tercatat pesawat udara. Sesampainya di Makassar, saat bagasi
telah diambil, penumpang menemukan bagasinya dalam keadaan sudah rusak.
Koper milik penumpang sudah dalam keadaan penyok, gagang untuk menarik
koper sudah tidak berfungsi lagi, dan pada bagian bawah koper sudah robek.
Penumpang mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi atas kopernya sangat
parah. Barang-barang yang ada di dalam koper seperti kosmetik dan perlengkapan
mandi sudah dalam keadaan pecah dan isinya berantakan. Menurut penumpang,
tidak mungkin kerusakan tersebut karena dibanting, dan sangat masuk akal
kerusakan tersebut karena koper penumpang telah di acak-acak.56
Penumpang lalu mengadukan masalah tersebut ke Counter Garuda
Indonesia Airlines yang ada di terminal Kedatangan Bandara Sultan Hasanudin di
Makassar. Tanggapan dari pihak maskapai yaitu dengan langsung memfoto koper
penumpang yang rusak tersebut, lalu mengatakan bahwa akan memberikan ganti
56 Hasil wawancara dengan Cintya, Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Penumpang Pesawat
udara Garuda Airlines. Wawancara dilakukan tanggal 21 November 2014
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
91
rugi namun baru bisa diambil 2 hari lagi saat penumpang akan kembali ke
Surabaya.57
Dua hari berikutnya penumpang ke bandara lagi untuk melakukan
perjalanan pulang ke Surabaya, sekaligus meminta ganti rugi kepada pihak
maskapai seperti apa yang telah dijanjikan sebelumnya. Namun penumpang
sangat kaget dan kesal karena ternyata atas kerusakan parah tersebut penumpang
hanya di beri ganti rugi sebesar Rp 150.000,-. Penumpang merasa tidak terima
atas ganti rugi tersebut, lalu penumpang melakukan protes lagi ke pihak maskapai.
Kali ini petugas yang berbeda dari petugas yang menangani claim sebelumnya,
mengatakan bahwa foto koper yang diambil beberapa hari yang lalu tidak jelas
dan tidak terlihat rusak parah. Atas dasar itu maka pihak maskapai memberikan
ganti rugi sebesar Rp 150.000,- saja.58
Penumpang ingin menuntut lebih banyak lagi, namun pihak maskapai
tetap bersikeras bahwa itu karena kesalahan bukti foto yang tidak jelas. Akhirnya
karena penumpang juga diburu waktu dengan penerbangan ke Surabaya, akhirnya
penumpang menerima ganti rugi sebesar Rp 150.000,- tersebut dan memilih untuk
tidak berdebat dengan petugas lagi. Atas kejadian tersebut, penumpang
menyatakan tidak puas dengan ganti kerugian yang diterimanya yang dirasa tidak
sebanding dengan kerusakan kopernya dan penumpang juga kecewa atas
tanggapan pihak maskapai yang terkesan mengulu-ngulur waktu serta tidak mau
disalahkan. Penumpang membutuhkan waktu 1 jam untuk menunggu complain
tersebut ditanggapi, dan menunggu 2 hari untuk pemberian ganti rugi, yang pada
57 Ibid 58 ibid
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
92
akhirnya tidak sesuai. Namun penumpang tidak terbesit pikiran untuk
mengadukan peristiwa tersebut ke Lembaga Perlindiungan Konsumen Swadaya
Masyarakat yang ada, ataupun ke Pengadilan, karena penumpang tidak punya
banyak waktu luang dan merasa malas untuk memperpanjang urusan, mengingat
sikap pihak maskapai yang sangat tidak menghargai. Jadi penumpang memilih
menerima ganti rugi tersebut walau sebenarnya penumpang tidak puas.59
Dari hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa pihak maskapai
penerbangan mengulur-ulur waktu dalam melaksanakan ganti kerugiannya, dan
seolah-olah tidak mau disalahkan atas kerugian yang telah dialami penumpang
dalam hal kerusakan barangnya di bagasi pesawat udara. Dan penumpang pesawat
udara yang dirugikan memilih untuk tidak menyelesaikan sengketa tersebut
melalui lembaga-lembaga yang telah disediakan oleh Negara ataupun melalui
Pengadilan karena penumpang tidak mau berurusan dengan lembaga-lembaga
teresebut yang menurut penumpang hanya akan memperumit masalah, sedangkan
penumpang tidak memiliki cukup banyak waktu untuk mengurus masalah
tersebut.
Penyelesaian sengketa secara damai pasti yang dipilih oleh pihak
maskapai panerbangan sebagai upaya penyelesaian sengketa yang pertama kali
dilakukan, seperti halnya yang termuat dalam wawancara pada penumpang
pesawat udara Garuda Indonesia tersebut. Namun tak jarang bahwa jalan damai
tersebut membuat penumpang selaku konsumen berada pada posisi yang di
rugikan.
59 Ibid
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
93
Di Indonesia sendiri, budaya penyelesaian sengketa damai memang
menjadi pilihan. Bahkan pihak konsumen pun lebih memilih untuk menyelesaikan
sengketa secara damai tanpa harus menindaklajuti kasus yang merugikannya
tersebut. Budaya ‘menghindari konflik’ yang dianut oleh konsumen ini
menyebabkan sedikitnya kasus mengenai kerugian atas hilang, musnah, dan
rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat udara yang di adukan ke Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat ataupun ke Pengadilan, padahal di
Indonesia banyak sekali terjadi kerugian atas hilang, musnah, dan rusaknya
barang penumpang di bagasi pesawat udara.
Minimnya masalah-masalah konsumen di pengadilan (tidak termasuk di
luar pengadilan) mungkin di sebabkan sikap konsumen Indonesia yang enggan
berperkara di pengadilan. Penyebab keengganan mereka meminta keadilan dari
pengadilan disebabkan oleh yang bersifat yuridis-politis-sosiologis:60
Pertama, karena tidak konsistennya badan peradilan kita atas putusan-
putusannya. Sering terjadi perbedaan putusan-putusan pengadilan dalam kasus –
kasus yang serupa.
Kedua, konsumen enggan berperkara di pengadilan padahal telah (sangat)
dirugikan pengusaha. Keengganan mereka sebelum diundangkannya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada 20 April
1999, lebih didasarkan pada:
a. Belum jelasnya norma-norma perlindungan konsumen;
b. Peradilan kita yang belum sederhana, cepat, dan biaya ringan;
60 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit h. 181
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
94
c. Sikap menghindari konflik meskipun hak-haknya sebagai konsumen
dilanggar.
Ketiga, tarik menarik berbagai kepentingan di antara para pelaku ekonomi
yang bukan konsumen, yang memiliki akses kuat di berbagai bidang, termasuk
akses kepada pengambilan keputusan. Alasan terakhir ini secara sosiologis berada
di luar jangkauan hukum. Kalaupun hukum mampu menjangkaunya itupun hanya
sebatas pada mereka yang menjadi tumbal (spacegoat) tarik-menarik kepentingan
tersebut.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI
BAB IV
PENUTUP
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN KONSUMEN PENGGUNA BAGASI PESAWAT UDARA
RIZKA ALIFIA FARDANI