BAB II TINJAUAN TEORI A. ASI Ekslusif -...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. ASI Ekslusif -...
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ASI Ekslusif
1. Pengertian
ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim (Roesli, 2008). ASI Eksklusif adalah pemberian
hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman, kecuali apabila si bayi
menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan pemberian obat yang
sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup. ASI eksklusif dianjurkan
sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi (Depkes, 2001).
2. Manfaat ASI
Manfaat ASI pada bayi yaitu zat-zat gizi yang ada pada ASI sesuai
dengan kebutuhan bayi dan mudah dicerna oleh pencernaan bayi. ASI
mengandung zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh dari
penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI mempunyai efek
psikologis, ASI menjadikan pertumbuhan bayi dengan sempurna, ASI dapat
mengurangi kariesdentis dan ASI dapat mengurangi kejadian moluklusi
(Roesli, 2008). Manfaat ASI ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
a. Aspek gizi
Dari segi gizi, ASI memiliki komponen nutrisi yang diperlukan
bayi antara lain karbohidrat (6,5 –7,7%), protein (1-1,5%), lemak (3,5%),
vitamin, mineral dan air. Kadar zat besi dalam ASI besarnya antara 0,3-
0,7 mg/L dengan bioavailibilitas yang tinggi. Penelitian menunjukkan
bahwa kadar ini dapat mempertahankan status zat besi yang adekuat pada
bayi sampai usia 6 bulan. Kandungan nutrisi dalam ASI lebih adaptif
untuk pencernaan bayi sehingga seluruh komponen tersebut dapat
digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
11
b. Aspek kesehatan anak
Dari segi kesehatan bayi, ASI mengandung sejumlah komponen
imunoaktif yaitu IgA, lisosim, laktoferin, faktor bifidus dan makrofag
yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal, infeksi
saluran pernafasan, dan lain-lain. Pemberian ASI eksklusif selama 4
bulan atau lebih ternyata dapat melindungi bayi dari serangan otitis
media tunggal ataupun berulang. Sifat protektif ini berasal dari IgA yang
memblokir perlekatan Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza
ke sel-sel retrofaringeal dan tingginya kadar prostaglandin yang
berfungsi profilaksis terhadap otitis media. Selain itu IgA juga berperan
terhadap antigen Shigela dan sel memori yang terbentuk dapat bertahan
lama bahkan sampai 3 tahun sehingga dapat melindungi bayi dari
shigelosis.
c. Manfaat pemberian ASI bagi ibu
Manfaat pemberian ASI bagi ibu dengan memberikan ASI pada
bayi dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, dan bagi
ibu menyusui secara ekslusif dapat menunda kehamilan, dengan
memberikan ASI mempengaruhi aspek psikologis pada ibu (Ambarwati
dan Wulandari, 2009).
Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu yaitu dari segi aspek :
1) Aspek psikologis
Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi,
tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa
yang dibutuhkan oleh semua manusia. (Ambarwati danWulandari
2009).
2) Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya
oksitosin oleh kelenjar hipofisis.oksitosin membantu involusi uterus
dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan
haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi
prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma mammae pada
12
ibu yang menyusui lebih rendah disbanding yang tidak menyusui.
Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya
secara eksklusif. Penelitian membuktikan ibu yang memberikan ASI
secara eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker
ovarium 25 % lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara
eksklusif.
Dari segi kesehatan ibu, dengan menyusui akan mengurangi
frekuensi terjadinya kanker payudara dan dapat menjarangkan
kehamilan. Pemberian ASI juga menjalin hubungan psikologis yang
erat antara ibu dan anak.
3) Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih
cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat
hamil, badan bertambah berat, selain karena ada janin, juga karena
penimbunan lemak pada tubuh, cadangan lemak ini sebetulnya
memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI.
Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi
sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga
akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat badan
ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.
4) Aspek kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung syaraf
sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin.
Prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen
akibatnya tidak ada ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI
memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan
pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif)
dan belum terjadi menstruasi kembali.
d. Manfaat ASI bagi keluarga
Menurut Ambarwati & Wulandari (2009), Manfaat pemberian
ASI pada keluarga antara lain yaitu :
13
1) Aspek ekonomi
Secara ekonomis ASI lebih murah dan lebih praktis
dibandingkan dengan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI).
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan
untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain.
Kecuali itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang
mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.
2) Aspek psikologi
Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih
jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan
hubungan bayi dengan keluarga.
3) Aspek kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana
saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air
masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta
pertolongan orang lain.
e. Manfaat ASI bagi Negara
Manfaat ASI bagi Negara, menurunkan angka kesulitan dan
kematian dan mengurangi subsidi rumah sakit, mengurangi devisa untuk
membeli susu formula dan meningkatkan sumber daya manusia
(Ambarwati dan Wulandari, 2009).
Masalah dalam menyusui pada masa antenatal yaitu a) kurang
atau salah informasi; b) puting susu datar atau terbenam. Masalah
menyusui pada masa nifas dini yaitu: a) Puting susu nyeri; b) Puting susu
lecet; c) Payudara bengkak; d) Mastitis atau abses payudara. Masalah
menyusui pada masa nifas lanjut yaitu: a) Sindrom ASI kurang; b) Ibu
yang bekerja. Masalah menyusui pada keadaan khusus yaiyu; a) Ibu
melahirkan dengan bedah sesar; b) Ibu sakit; c) Ibu yang memerlukan
pengobatan; d) Ibu hamil. Masalah menyusui pada bayi yaitu: a) Bayi
sering menangis; b) Bayi bingung puting; c) Bayi prematur dan bayi kecil
(BBLR); d) Bayi kuning (ikterik); e) Bayi kembar; f) Bayi sakit; g) Bayi
14
sumbing; h) Bayi dengan lidah pendek; i) Bayi yang memerlukan
perawatan (Ambarwati & Wulandari, 2009).
3. Komposisi ASI
Menurut Proverawati (2010), susu menjadi salah satu sumber nutrisi
bagi manusia, komponen ASI sangat rumit dan berisi lebih dari 100.000
biologi komponen unik, yang memainkan peran utama dalam perlawanan
penyakit pada bayi. Meskipun tidak semua keuntungan dari semua
komponen yang telah diteliti atau belum ditemukan, berikut daftar elemen
penting dari ASI:
a. Kolostrum
Cairan susu kental yang berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan
pada sel alveoli payudara ibu, sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan
kemampuan ginjal pada bayi baru lahir yang belum mampu menerima
makanan dalam volume besar. Jumlahnya tidak terlalu banyak tetapi
kaya akan gizi dan sangat baik bagi bayi. Kolostrum mengandung
karoten dan vitamin A yang sangat tinggi. Tetapi sayang, karena
kekurangtahuan atau karena kepercayaan yang salah, banyak ibu yang
baru melahirkan tidak memberikan kolostrumnya kepada bayinya.
Kolostrum mengandung sel darah putih dan protein immunoglobulin
pembunuh kuman dalam jumlah paling tinggi. Kolostrum dihasilkan pada
saat sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Jadi dapat dianggap
bahwa kolostrum adalah imunisasi pertama yang diterima oleh bayi
(Roesli, 2008).
Disamping banyaknya zat antibodi yang terkandung, kolostrum juga
mengandung banyak faktor imunosupresif yang mencegah terjadinya
stimulasi berlebih akibat masuknya antigen dalam jumlah yang besar
(Sumadiono, 2008).
b. Protein
Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan
whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey
daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna.
15
c. Lemak
Lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan merupakan
komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna karena
sudah dalam bentuk emulsi. ASI memasok sekitar 70-78% energi sebagai
lemak yang dibutuhkan bukan saja untuk mencukupi kebutuhan energi,
tetapi juga untuk memudahkan penyerapan asam lemak esensial, vitamin
yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain, dan juga untuk
menyeimbangkan diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber
energi. Setidaknya 10% asam lemak sebaiknya dalam bentuk tak jenuh
ganda, yang biasanya dalam bentuk asam linoleat. Asam linoleat juga
merupakan asam lemak esensial. Asam ini terkandung di dalam sebagian
besar minyak tetumbuhan. Sayang sekali jumlah kebutuhan yang tepat
belum diketahui dengan pasti. Dari air susu ibu, bayi menyerap sekitar
85-90% lemak. Enzim lipase di dalam mulut (lingual lipase) mencerna
zat lemak sebesar 50-70% 24.
d. Laktosa
Merupakan karbohidrat utama pada ASI. Fungsinya sebagai sumber
energi, meningkatkan absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan
lactobacillus bifidus.
e. Vitamin A
Konsentrasi vitamin A berkisar pada 200 IU/dl.
f. Zat Besi
Meskipun Asi mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi yang
menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini karena zat besi
pada ASI yang lebih mudah diserap.
g. Taurin
Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan
penting dalam maturasi otak bayi. Docosahexaenoic acid (DHA) dan
asam arachidonat (ARA) merupakan bagian dari kelompok molekul
yang dikenal sebagai omega fatty acids. Taurin berfungsi sebagai neuro
transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
16
Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa efek defisiensi akan
berakibat gangguan pada retina mata. Saat ini taurin banyak ditambahkan
pada susu formula karena penelitian menunjukkan bahwa kadar taurin
plasma yang rendah (50%) pada bayi dengan formula dibandingkan
dengan bayi menyusui.
h. Lactobacillus
Berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri
E.Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi.
i. Lactoferin
Sebuah besi-batas yang mengikat protein ketersediaan besi untuk bakteri
dalam intestines, sertamemungkinkan bakteri sehat tertentu untuk
berkembang. Memiliki efek langsung pada antibiotik berpotensi
berbahaya seperti bakteri staphylococcus dan E.Coli.
j. Lisozim
Dapat memecahkan dinding usus sekaligus mengurangi insiden caries
dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat
menyusu dengan botol dan dot).lisozim menghancurkan bakteri
berbahaya dan akhirnya mempengaruhi keseimbangan kehidupan bakteri
yang menghuni usus yang sempurna.
4. Pengelompokan ASI
Ada 3 stadium dalam pengelompokan ASI :
a. ASI stadium I :
ASI stadium I adalah kolostrum merupakan cairan yang pertama
disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai ke-3 setelah
persalinan. Komposisi kolostrum berwarna kuning keemasan, yang
disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum
merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan
mekonium sehingga mukosa usus segera bersih dan siap menerima ASI.
b. ASI stadium II :
ASI stadium II adalah ASI peralihan yang diproduksi pada hari ke-4
sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak
17
dan hidrat arang makin tinggi, dan volume ASI semakin meningkat. Pada
masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu,
keluhan nyeri sudah berkurang. Oleh karena itu, kandungan protein dan
kalsium dalam makanan ibu perlu ditingkatkan.
c. ASI stadium III :
ASI stadium III adalah ASI matur yang disekresi dari hari ke-10
sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah
disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.
5. Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Pemberian ASI secara eksklusif sangat penting bagi pertumbuhan
danperkembangan bayi, hal ini dikarenakan ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif menurut Suraatmaja (1989),
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perubahan sosisal budaya,
kondisi fisik ibu, faktor psikologis ibu, dan faktor kurangnya petugas
kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapatkan penjelasan dan
dorongan tentang manfaat pemberian ASI.
Menurut Kemalasari (2009) dan Azwar (2002), faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi antara lain adalah faktor
sosiokultural, psikososial, dan faktor karakteristik yang memberikan
konstribusi dalam keberhasilan menyusui. Beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain yaitu:
a. Motivasi ibu untuk menyusui bayi
Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya menyusui
anaknya, terutama sebelum melahirkan. Apabila nilai menyusui hendak
ditingkatkan pada masyarakat, maka pengertian tentang menyusui harus
ditanamkan pada anak-anak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui
anak merupakan bagian dari tugas biologi seorang ibu (Abdullah, 2004).
b. Perubahan sosial budaya
1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya. Kenaikan tingkat
partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam
18
segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan
turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.
2) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol. Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah membawa
dampak menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan
bagi kalangan terentu bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan
terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu mau meniru
orang lain, atau tanya untuk prestise.
3) Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya Budaya modern dan
perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para ibu
untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai
jalan keluarnya.
c. Faktor psikologis
1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya
anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan.
Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara,
walaupun menyusui atau tidak menyusui
2) Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di
saat menyusui bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi
frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi menyusui.
d. Faktor fisik ibu
Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk menyusui adalah karena
ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Tetapi, sebenarnya jarang sekali
ada penyakit yang mengharuskan berhenti menyusui, jauh lebih
berbahaya untuk mulai memberi bayi makanan buatan daripada
membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.
e. Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga
mempengaruhi pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi
pendidikan semakin besar peluang untuk memberikan ASI (menyusui).
Sebaliknya akses terhadap media berpengaruh negatif terhadap
19
pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin
tinggi peluang untuk tidak memberikan ASI nya (Abdullah, 2004).
f. Tingkat pendidikan keluarga
Pendidikan pada setiap anggota keluarga berkaitan dengan
pengetahuan setiap anggota keluarga, pengetahuan anggota keluarga
yang baik berdampak terhadap perilaku anggota keluarga dalam
mengasuh bayi jika ditinggalkan oleh ibu. Perkembangan zaman meuntut
ibu untuk bekerja membantu perekonomian keluarga, sehingga banyak
ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Adanaya pendidikan
keluarga yang baik akan dapat memotivasi ibu untuk memberikan ASI
secara eksklusif.
g. Status pekerjaan ibu
Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak
menyusui adalah kerena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja,
terutama pada usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk
mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang
dibayar dan dilakukan di kantor, tapi bisa juga berarti bekerja di ladang,
bagi masyarakat di pedesaan (Kristiyanasari, 2009).
h. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap
positif ibu terhadap praktik menyusui tidak diikuti dengan pemberian
ASI pada bayinya. Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Terwujudnya sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan faktor
dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orang-
orang terdekat ibu.
i. Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang
penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaib et al dalam Abdullah
et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status
20
kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif pada
frekuensi dan pola pemberian ASI.
j. Status sosial, ekonomi, paritas
Status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan
keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan. Ibu-ibu dari
keluarga berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih
rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas
dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga
pemahaman mereka untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayi
menjadi rendah (Prasetyono, 2009).
k. Dukungan keluarga/suami
Keluarga merupakan unit terkecil dalam proses pelayanan
kesehatan di masyarakat, dimana jika kesehatan keluarga baik akan
mempengaruhi status kesehatan dalam masyarakat. Untuk mewujudkan
hal tersebut maka diperlukan dukungan dari anggota keluarga. Dukungan
keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif yang paling baik
dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang
belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk
meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga
yang paling berperan dalam keberhasilan ibu menyusui adalah peran
dukungan suami. Hal ini karena suami merupakan orang terdekat bai ibu
dan memberikan motivasi kepada ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif (Friedman, 1998).
B. Perilaku
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor
dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau
21
mertua sangat penting untuk mendukung (Notoatmodjo, 2007). Tingkatan –
tingkatan praktik antara lain sebagai berikut:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanisme)
Apabila seorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Menurut Green (1980) dalam Sarwono (2007), menyatakan bahwa ada
tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu :
1. faktor yang mempermudah (Predisposing Factor)
a. Pengetahuan ibu tentang ASI
Semakin luas pengetahuan seseorang semakin mudah orang
melakukan perubahan dalam tindakannya sebagian besar manusia
memperoleh pengetahuan melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003).
Pengetahuan ibu tentang ASI akan berpengaruh terhadap kemauan ibu
memberikan ASI kepada anaknya. Ibu dengan pengetahuan tentang ASI
kurang, bisa jadi menganggap bahwa itu tidak penting, sehingga tidak
ada kemauan untuk memberikan ASI kepada anaknya. Sebaliknya ibu
yang pengetahuan tentang ASI luas, baik mengenai manfaat, tujuan,
kapan dan sebagainya dengan sendirinya ia akan memberikan ASI
kepada anaknya.
22
b. Sikap
Sikap merupakan resppon evaluative, dimana respon akan timbul
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya reaksi individual. Menurut Azwar (2000) respon evaluatif berarti
bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya
didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi
kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-
negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian akan
mengkristal.
c. Tingkat pendidikan
Asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
akan semakin mudah pula orang itu menerima rangsangan perubahan
keadaan di sekitarnya. Tingkat pendidikan ibu sangat menentukan
kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi
pendidikan ibu maka akan makin cepat tanggap dengan perubahan
kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan
selanjutnya akan mengikuti perubahan itu. Di samping itu semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin luas pengetahuan sehingga akan
termotivasi menerima (Depkes RI, 2001).
Perubahan baru, adanya perbedaan tingkat pendidikan
mempengaruhi pengetahuan, yang menyebabkan perbedaan dalam
tanggapan terhadap suatu masalah. Selain itu akan berbeda pula tingkat
penangkapan terhadap penerimaan pesan yang disampaikan dalam hal
ASI demikian pula halnya. Makin tinggi pendidikan ibu akan makin
mudah pula menerima inovasi-inovasi baru yang dihadapinya termasuk
ASI (Azwar, 2000).
d. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu norma yang diyakini oleh
masyarakat sekitar tentang suatu hal ataupun peilaku yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dalam suatu wilayah. Berdasarkan hal tersebut
23
maka kepercayaan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan
oleh anggota masyarakat tentang pemberian ASI secara eksklusif.
e. Pekerjaan
Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan
dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI ekslusif. Pengetahuan
responden yang bekerja lebih baik jika dibandingkan dengan
pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena
ibu yang bekerja diluar rumah (sector formal) memiliki akses yang lebih
baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi
tentang pemberian ASI ekslusif (Depkes RI, 2001)
2. faktor-faktor yang memungkinkan (Enabling Factor)
a. Tersedianya fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan di suatu wilayah memberikan kontribusi dalam
memberikan pelayanan maupun konseling tentang masalah kesehatan.
Tersedianya fasilitas kesehatan membuat orang dapat mengakses
informasi tentang kesehatan, sehingga seseorang dapat meningkatkan
pengetahuan dan derajat kesehatan.
b. Jarak dan keterjangkauan tempat pelayanan
Tempat pelayanan yang jaraknya jauh bisa jadi membuat orang
enggan untuk mendatanginya. Jauhnya tempat pelayanan bisa
menyebabkan membengkaknya akomodasi pelayanan, karena selain
biaya pelayanan kesehatan ada biaya tambahan yaitu biaya transportasi.
Bagi orang-orang yang hanya berfikir sederhana mungkin akan
memutuskan untuk tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan. Hal ini
yang mungkin terjadi adalah ketidak terjangkauan sarana pelayanan
kesehatan oleh masyarakat.
c. Kebijakan atau peraturan instansi
Peraturan suatu instansi merupakan hal yang mengatur kegiatan,
hak dan kewajiaban bagi karyawanya. Adanya fasilitas tempat dan
peraturan yang memperbolehkan bagi karyawan yang memiliki bayi
24
untuk memberikan ASI pada jam tertentu akan meningkatkan pemberian
ASI secara eksklusif pada bayi.
3. faktor yang memperkuat (Reinforcing Factor)
a. Dukungan petugas kesehatan
Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi ialah motivasi.
Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi disegala program.
Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar
hanya merangsang saja. Untuk itu motivasi petugas kesehatan kepada
masyarakat dalam bentuk pendidikan kesehatan sangat diperlukan
Masyarakat awam biasanya akan percaya pada orang yang dianggapnya
mempunyai pengetahuan luas. Petugas kesehatan yang ada di desa oleh
masyarakat biasanya dianggap sebagai orang yang tahu segalanya
tentang masalah kesehatan. Sehingga masyarakat akan percaya terhadap
apa yang dikatakan petugas.
b. Dukungan Suami
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri
maupun luar individu tersebut, sedangkan dorongan merupakan usaha
untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia atau dengan
kata lain bahwa perilaku dipengaruhi oleh dorongan baik yang berasal
dari luar maupun dari dalam individu (suami).
Perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja pada zaman sekarang
sudah banyak berkurang, dimana makin banyak ibu berperan ganda dan semua
itu guna menciptakan keluarga yang lebih mapan, akan tetapi juga
menimbulkan pengaruh terhadap hubungan dengan anggota keluarga terutama
pada balitanya.
1. Ibu tidak bekerja
Seorang ibu yang tidak bekerja dapat memberikan ASI secara
eksklusif tanpa MPASI dengan baik dibandingkan ibu yang bekerja karena
alasan cuti terlalu sibuk, tidak ada waktu serta masa cuti yang telah habis
dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Banyak ibu-ibu bekerja
mencarinafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keluarga.Pada ibu
25
yang tidak bekerja akan tercipta suatu pola pengasuhan yangbaik, dimana
pada ibu yang tidak bekerja akan mempunyai banyak waktu untuk
mengasuh balitanya meliputi perhatian, kasih sayang dan waktu untuk
menyediakan makanan yang baik (Pudjiadi, 2000).
Pemberian ASI tanpa MPASI dimungkinkan dapat terpenuhi karena
ibu tidak mempunyai kesibukan atau mempunyai banyak waktu dalam
memberikan ASI kepada bayinya yang berpengaruh pada kondisi kesehatan
bayinya (Supariasa, 2002).
Faktor bekerja saja nampak belum berperan sebagai timbulnya suatu
masalah pada pemberian ASI eksklusif, akan tetapi kondisi kerja yang
menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan
perawatan anak. Nampaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah sudah
membuat persiapan untuk merawat anaknya, meskipun kadang-kadang
belum sesuai dengan kenyataan (Depkes, 2001).
2. Ibu bekerja
Pada ibu yang bekerja akan terjadi penyediaan waktu yang terbatas
atau sedikit, hal ini menjadi kendala bagi seorang balita untuk mendapatkan
waktu, perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Kesibukan
orang tua dapat berdampak pada status gizi balita dibandingkan dengan ibu
yang tidak bekerja. Jika hal ini tidakditanggulangi secara serius dapat
berlanjut menurunnya status gizi balita. Akibat dari kesibukan orang tua
dapat berpengaruh pada pola pemberian makanan pada bayi selain ASI yaitu
MPASI, yang tentunya tidak sesuai dengan usia bayi atau terlambat
diberikan misalnya seorang balita dengan usia kurang dari 6 bulan yang
hanya diberi ASI saja akan tetapi pada kenyataannya telah diberikan
makanan lain selain ASI yaitu MPASI, hal ini dapat menganggu status
kesehatan bayinya (Pudjiadi, 2000).
a. Cara pemberian asi eksklusif pada ibu bekerja
Pemerintah mengeluarkan peraturan yang bisa mendukung agar ibu
terus memberikan ASI kepada bayinya. Bahkan hak menyusui pada
wanita bekerja telah dijamin pada pasal 83 Undang-undang No 13 Tahun
26
2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa pekerja atau
buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal ini dilakukan
selama waktu kerja (Tasya, 2008).
Terdapat tujuh langkah yang sangat penting untuk keberhasilan
pemberian ASI secara esklsuif terumata bagi ibu bekerja, yaitu (1)
mempersiapkan payudara, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana
menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, (4) memilih tempat
melahirkan yang sayang bayi, (5) memilih tenaga kesehatan yang
mendukung pemberian ASI secara Eksklusif (6) mencari ahli persolan
menyusui seperti klinik laksatasi untuk persiapan apabila mereka
mengalami kesukaran, dan (7) menciptakan suatu sikap positif tentang
ASI dan menyusui (Roesli, 2008)
Menurut Depkes RI (2007), setiap tempat kerja harus
mengupayakan fasilitas pendukung pemberian ASI bagi ibu yang
menyusui seperti sarana ruang memerah ASI, perlengkapan untuk
memerah dan menyimpan ASI, menyediakan materi penyuluhan ASI.
Secara ideal setiap tempat kerja yang mempekerjakan perempuan
hendaknya memiliki tempat penitipan bayi atau anak, sehingga ibu dapat
membawa bayinya ke tempat kerja dan menyusui setiap beberapa jam.
Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh dari rumah,
tidak memiliki kenderaan pribadi atau jemputan kantor, maka cara lain
yang mudah adalah memberikan ASI perah (Roesli, 2008)
Berikut langkah-langkah yang perlu disiapkan sebelum ibu bekerja
yaitu (1) mempersiapkan ASI perah sekurang-kurangnya dua hari
sebelum mulai bekerja, (2) perahlah ASI setiap 3 jam. Ingat, makin
sering ASI dikeluarkan, produksi ASI akan makin melimpah, (3) jangan
berikan dot atau empeng pada bayi, (4) siapkan pengasuh bayi yang
terampil untuk memberikan ASI perah dengan sendok/cangkir, (5)
susuilah bayi Ibu selama bayi bersama Ibu termasuk malam hari, (6)
27
banyak minum, atau minumlah bila haus, dan sebelum serta sesudah
menyusui atau memerah ASI (Roesli, 2008).
Alat yang digunakan harus dibersihkan untuk memeras ASI yaitu
cangkir/gelas yang bermulut lebar, cucilah dengan sabun dan air bersih
dan bilas dengan air hangat. Cara memerah ASI yaitu : (1) cuci tangan
dengan sabun dan air bersih, (2) duduk dengan nyaman, (3) perah sedikit
ASI dan oleskan ke puting, (4) taruh telunjuk, jari tengah dan ibu jari di
aerola, dengan posisi jam 06.00 dan 12.00. Bisa juga memposisikan jari
pada jam 09.00 dan jam 03.00, (5) tekan ketiga jari kearah dada tanpa
bergeser (bukan diurut), kemudian lepaskan, (6) jangan menggosok-
gosok atau menekan payudara dengan jari, (7) lakukan untuk kedua
payudara selama lebih kurang 20-30 menit (Roesli, 2008).
ASI dapat disimpan di beberapa tempat dengan kriteria sebagai
berikut: (1) dalam suhu ruang : tahan 4-6 jam, (2) dalam termos yang
diisi es batu : tahan 24 jam, (3) dalam lemari es bagian bawah : tahan 2 x
24 jam, (4) dalam freezer pada lemari es 1 pintu : tahan 2 minggu, (5)
dalam freezer pada lemari es 2 pintu : tahan 3 bulan. Meskipun dapat
disimpan lama, disarankan agar tidak terlalu lama menyimpan ASI perah
karena ASI diproduksi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan anak
Untuk memberikan susu kepada bayi, keluarkan ASI perah dari
lemari es, secara berurutan dari jam perah paling awal, diamkan dalam
suhu ruang selama 10-15 menit, untuk ASI yang disimpan di freezer,
disarankan untuk memindahkan ke lemari es bagian bawah selama 1 jam
sebelum didiamkan dalam suhu ruang, hangatkan ASI dengan cara
merendam botol berisi ASI perah dalam wadah yang diberi air hangat,
jangan menghangatkan ASI dengan air mendidih atau merebus ASI
karena akan merusak kandungan gizi, hangatkan dalam jumlah tertentu
sesuai jumlah yang biasa diminum bayi (dalam sekali minum), siapkan
cangkir dan sendok untuk meminumkan ASI perah kepada bayi.
28
ASI perah yang didiamkan cukup lama akan terpisah menjadi 2
lapisan, lapisan yang di atas biasanya lebih kental karena kaya akan
lemak. Ini bukan berarti ASI telah basi. Kocoklah dengan perlahan
hingga ASI menjadi larutan homogen kembali, ASI perah segar akan
berbau/beraroma manis. Bila ASI beku yang setelah dicairkan beraroma
seperti sabun, hal ini disebabkan perubahan struktur lemak dalam ASI
akibat perubahan suhu yang mendadak sehingga proses kerja enzim
lipase terganggu. Karena itu tidak disarankan menghangatkan ASI
dengan air mendidih atau merebus ASI, atau membekukan kembali ASI
yang telah dihangatkan, jika ASI perah berbau asam, maka bisa jadi ASI
telah basi dan harus dibuang.
Memberikan ASI perah dengan posisi duduk dengan nyaman,
peganglah bayi tegak lurus/setengah tegak dipangkuan Ibu / pengasuh,
peganglah sendok dan sentuhkan ke ujung bibir bayi. Untuk bayi yang
telah bisa minum ASI dengan menggunakan sendok, dapat diganti
dengan menggunakan gelas berukuran kecil, bayi akan
mengisap/menjilat ASI, tumpahkan sedikit demi sedikit ke mulut bayi,
jangan menuang ASI ke mulut bayi, setelah bayi mendapat cukup ASI,
pegang bayi dalam posisi tegak untuk disendawakan (Roesli, 2008).
C. Dukungan Suami
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Bagian keluarga
yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan dan
kegagalan menyusui yaitu suami. Masih banyak suami yang berpendapat salah,
yang menganggap menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka
menganggap cukup jadi pengamat yang pasif saja. Untuk itu, keluarga atau
suami perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan
keluarga agar ibu berhasil menyusui secara eksklusif (Paramitha, 2007).
Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan menyusui dengan jalan
memberi dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya,
29
seperti menggantikan popok. Pengertian suami tentang peranannya sangat
penting, ini merupakan langkah pertama dalam mendukung ibu agar berhasil
menyusui secara eksklusif dan hal ini merupakan investasi yang sangat
berharga. Hubungan yang baik antara seorang ayah dengan bayinya merupakan
faktor yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak
dikemudian hari (Roesli, 2008).
Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital dalam
keberhasilan praktik menyusui. Masih banyak pendapat yang salah bahwa ayah
cukup menjadi pengamat yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai
peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan
turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang
sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan
aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan
secara emosional, pengahrgaan terhadap ibu menyusui, dukungan instrumental,
serta dukungan informasi terhadap ibu menyusui (Purwanto, 2009).
Proses menyusui dibutuhkan kesiapan mental ibu. Saat inilah, dukungan
dari keluarga terutama suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan menyusui
setelah melahirkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain
memberikan perhatian kepada istri, misalnya menyiapkan keperluan ibu untuk
menyusui, dan memberikan pujian kepada istri atas kemauanya memberikan
ASI kepada bayinya (Kristiyanasari, 2009).
Menurut Paramitha (2007), dukungan suami sangat diperlukan agar
pemberian ASI eksklusif bisa tercapai. Oleh karena itu, ayah sebaiknya jadi
salah satu kelompok sasaran dalam kampanye pemberian ASI. Menurut
Februhartanty (2008), mengungkapkan bahwa ada 6 pengelompokan tipe peran
suami dalam praktek menyusui secara eksklusif dan peran-peran ini dianggap
sebagai dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Tipe peran
tersebut, yaitu:
1. Mencari informasi mengenai pemberian ASI dan pola pemberian makan
bayi, yang terdiri dari: pernah mencari informasi mengenai pemberian ASI
30
dan pola pemberian makan bayi dan tetap meneruskan pencarian informasi
mengenai kedua hal tersebut hingga saat ini.
2. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemberian
makan saat ini.
3. Memilih tempat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan
pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi, yang terdiri dari: pemilihan tempat
untuk pemeriksaan kehamilan, pemilihan tempat untuk bersalin, dan
pemilihan tempat untuk pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi.
4. Tingkat keterlibatan ayah selama kunjungan pemeriksaan kehamilan.
5. Memiliki sikap positif terhadap kehidupan pernikahan mereka.
6. Terlibat dalam berbagai kegiatan perawatan anak.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Meiliasari (2002), bahwa
suksesnya pemberian ASI eksklusif adalah hasil kerja tim, yang beranggotakan
paling sedikit dua orang, yaitu ayah dan ibu. Menurut Meiliasari (2002), ada 7
bentuk dukungan yang harus diberikan oleh suami pada ibu yang menyusui
secara eksklusif, yaitu:
1. Sebagai motivator bagi istri
Suami harus memberikan dukungan kepada ibu melalui kalimat-
kalimat pujian, maupun kata-kata penyemangat. Dengan hal ini ibu akan
merasa sangat bangga dan senang dapat memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Hal ini berkaitan dengan refleks oksitosin. Pernyataan yang
mendukung juga disampaikan oleh Papu (2009), bahwa salah satu dukungan
suami terhadap ibu menyusui adalah dengan tidak melontarkan kritik
terhadap bentuk tubuh istri yang umumnya memang melar setelah
melahirkan.
2. Membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI
Tidak setiap ibu dapat memberikan ASI dengan lancar. Banyak ibu
mengalami masalah, mulai dari ASI yang tak keluar, puting payudara lecet,
pembengkakan, mastitis, stres, dll. Modal utama memecahkan keluhan
secara benar adalah jika ayah/ibu menguasai teori manajemen menyusui.
Ayah bisa ikut menginformasikan hal-hal yang diketahuinya, atau
31
menunjukkan referensi, atau turun tangan langsung mengatasinya. Misal,
jika payudara istri harus dipijat, dikompres, jika harus berobat, bagaimana
cara menyimpan ASI perah, dll. Untuk menguasai hal ini, sebaiknya ayah
ikut pergi ke klinik laktasi sebelum program menyusui dimulai.
3. Ikut merawat bayi
Suami dapat ikut serta dalam merawat bayi dengan membantu
mengganti popok bayi, menyendawakan bayi setelah menyusui,
menggendong bayi, membantu memandikan bayi, dan bermain dengan bayi.
Papu (2009), juga menyatakan bahwa ayah juga dapat membantu merawat
anak-anak termasuk kakak si bayi.
4. Mendampingi ibu menyusui walaupun tengah malam
Mendampingi, menemani, yang sedang menyusui pun merupakan
bentuk dukungan yang besar artinya. Sebisanya, ikut bangun saat istri
terbangun tengah malam. Atau jika tak bisa bangun malam, paling tidak
jangan tunjukkan ekspresi kesal akibat tidur yang terganggu saat bayi
menangis lapar di malam hari. Tapi ada sebuah rahasia kecil. Pemandangan
suami yang terkantuk-kantuk saat menunggui istri menyusui, akan sangat
menyentuh perasaan istri dan membuat cinta istri semakin dalam.
5. Melayani ibu menyusui
Ayah tak bisa memberi makan bayi dengan air susu, tetapi ayah
dapat 'memberi makan' bayi dengan jalan memberi makan ibu. Jadi jika
ingin ambil bagian dalam aktivitas 'memberi makan' ini, layani istri saat dia
kelaparan dan kehausan selagi menyusui. Karena menyusui sangat
menguras energi, biasanya ibu butuh ekstra asupan kalori dan cairan
sesudah menyusui. Ayah bisa membantu membuatkan susu hangat, telur
dadar, dan camilan lain, atau potongan buah, tanpa perlu diminta, yang
disajikan untuk istri.
6. Menyediakan anggaran ekstra
Hal ini bisa diupayakan bersama istri sejak terjadi kehamilan.
Menyusui membutuhkan ekstra dana paling tidak untuk makanan tambahan
ibu, suplemen, dan peralatan menyusui lainnya (bra menyusui, alat-alat
32
menyimpan ASI perah, dll). Tetapi angkanya pasti jauh lebih kecil daripada
bayi diberi susu formula.
7. Menjaga romantisme
Diakui atau tidak, kehadiran anak akan sedikit mengusik keintiman
suami-istri. Suami sesekali bisa merasa tersisihkan atau kehilangan
romantisme karena istri sibuk menjalankan peran orang tua. Sebaliknya,
kadang istri juga merasa dirinya kurang seksi dan kurang bergairah selagi
menyusui, akibat kelelahan dan terlebih, bergesernya fungsi payudara dari
organ seksual menjadi sumber makanan bayi. Jadi penting bagi suami untuk
tidak berpaling dari istrinya yang sedang menyusui. Suami harus membantu
istri menciptakan suasana romantis atau hal-hal lain yang bisa
menghangatkan hubungan. Dengan demikian kegiatan menyusui bayi secara
eksklusif dapat dilaksanakan dengan baik.
D. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif
Di hari pertama setelah melahirkan, ibu pastilah mengalami kelelahan
fisik dan mental. Akibatnya, ibu merasa cemas, tidak tenang, hilang semangat,
dan sebagainya. Ini merupakan hal normal yang perlu diantisipasi suami
maupun pihak keluarga. Namun dalam beberapa kasus, terutama pada anak
pertama, banyak suami yang lebih sibuk dengan bayinya dari pada
memperhatikan kebutuhan sang istri.
Kondisi ini jika terus-menerus berlanjut maka ibu akan merasa bahwa
perhatian suami padanya telah menipis sehingga muncul asumsi-asumsi
negatif. Terutama yang terkait erat dengan penampilan fisiknya setelah
bersalin. Tubuh yang dianggap tak lagi seindah dulu membuat suami lebih
mencintai anak dari pada dirinya sebagai istri. Perasaan negatif ini akan
membuat refleks oksitosin menurun dan produksi ASI pun terhambat, karena
pikiran negatif ibu memengaruhi produksi ASI, maka dukungan suami sangat
dibutuhkan. Pentingnya suami dalam mendukung ibu selama memberikan ASI-
nya memunculkan istilah breastfeeding father atau suami menyusui. Jika ibu
merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan, maka akan muncul emosi positif
33
yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI
menjadi lancar (Roesli, 2008).
Dikatakan bahwa keberhasilan memberikan ASI eksklusif selain
bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada suami maka tidak terlepas
kemungkinan keterkaitan antara karakteristik suami pada ibu menyusui dengan
dukungan dalam pemberian ASI eksklusif dimana dukungan tersebut
dipengaruhi oleh tingkat usia suami, tingkat pendidikan suami, jenis pekerjaan
suami, tingkat penghasilan suami, tingkat pengetahuan suami tentang
pemberian ASI Eksklusif dan sikap suami terhadap pemberian ASI eksklusif
(Soetjiningsih, 2007).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2006),
tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada ibu
pekerja buruh diwilayah perusahaan rokok sukun Kabupaten Kudus, dengan
hasil bahwa praktik pemberian ASI pada ibu pekerja buruh sebanyak 42,7%,
yang melakukan cara pembrian ASI dengan benar, 67,8% memberikan
makanan dini pada balita, dan banyak yang menyapih balita <24 bulan yaitu
sebanyak 59,3%. Ibu pekerja buruh yang mempunyai balita dimungkinkan
kesulitan dalam mengatur pemberian ASI.
Faktor yang berhubungan dengan cara pemberian asi adalah dukungan
suami, pendidikan, pengetahuan, sikap, pendapatan perkapita. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Fitrianti (2008), tentang hubungan pengetahuan, sikap ibu
dan dukungan suami terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 6 - 12
bulan di Desa Manguntoro Kecamatan Bakung, dengan hasil bahwa pemberian
ASI eksklusif sebesar 45,7%, pengetahuan ibu sebesar 21,4% termasuk
kategori tinggi, sebesar 52,9% kategori sedang dan sebesar 25,7 kategori
rendah. Sikap ibu sebesar 65,7% masuk kategori baik, 32,9% kategori cukup
baik dan sebesar 1,4% kategori kurang. Ibu yang dibantu oleh keluarga dalam
merawat bayi sebesar 52,9%, dan yang mendukung untuk memberikan ASI
eksklusif sebesar 40,3% dan dukungan yang paling banyak didapatkan dari
suami yaitu sebesar 50 %.
34
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : (modifikasi Green, 1980 dalam Sarwono, 2007)
F. Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Gambar 2.2 Kerangka konsep.
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik objek penelitian yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada dua yaitu:
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel independent merupakan suatu variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya suatu variabel dependent dan bebas dalam
Dukungan suami Pemberian ASI eksklusif pada
karyawati
Predisposisi
1. Kepercayaan
2. Pengetahuan
4. Sikap
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
Enabling
1. Tersedianya fasilitas
kesehatan
2. Jarak sarana pelayanan
kesehatan
3. Kebijakan/peraturan
instansi
Reinforcing
1. Dukungan petugas
kesehatan
2. Dukungan Suami
a. Dukungan emosional
b. Dukungan penghargaan
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan informatif
Pemberian ASI eksklusif pada
karyawati
Faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI
1. Kondisi fisik ibu
2. Faktor psikologis
4. Perubahan sosial budaya
5. Motivasi ibu
6. Status sosial ekonomi
7. tingkat pendidikan keluarga
35
mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel independent dalam
penelitian ini adalah dukungan suami.
2. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel dependent merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel independent. Variabel ini dapat tergantung
dari variabel independent terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Variabel
dependent dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif pada
karyawati.
H. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif pada karyawati
Rumah Sakit Bakti Wira Tamtama Semarang”.