BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6589/3/BAB II_LASTRI...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6589/3/BAB II_LASTRI...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Umbi Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz)
1. Klasifikasi
Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu yang berasal
dari benua Amerika, memiliki nama lain ubi kayu, singkong, kasepe, dan
dalam bahasa inggris cassava. Umbi ubi dimanfatkan sebagai sumber
karbohidrat dan daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Di Indonesia ubi
kayu menjadi bahan pangan setelah beras dan jagung (Gagola dkk., 2014).
Gambar 1. Umbi ubi kayu (Johannesburg, 2006).
Klasifikasi tanaman umbi ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz atau Manihot utilisima
(Hidayat, 2009).
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
5
2. Morfologi Tanaman
Umbi ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman
pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau
kasape. Umbi ubi kayu merupakan tanaman yang berkayu arah
tumbuhnya tegak, daun tunggal atau majemuk, duduk tersebar atau
berhadapan dengan daun-daun penumpu yang sering kali menyerupai
kelenjar. Bunga hampir selalu berkelamin tunggal, berumah satu atau
dua, dengan bentuk dan susunan yang beraneka rupa. Biasanya buah
yang sudah masak pecah menjadi tiga bagian buah (Caniago dkk.,
2014). Umbi ubi kayu merupakan sumber karbohidrat yang paling
penting setelah beras. Tanaman singkong memiliki beberapa kelebihan
diantaranya dapat tumbuh di segala tanah, tidak memerlukan tanah
yang subur asal cukup gembur, tetapi sebaliknya tidak tumbuh dengan
baik pada tanah yang terlalu banyak airnya. Singkong merupakan
tanaman berumur panjang yang tumbuh di daerah tropika dengan
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, tahan terhadap
musim kemarau dan mempunyai kelembaban yang tinggi, tetapi
sensitif terhadap suhu rendah. Tanaman singkong mempunyai adaptasi
yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah
sampai tinggi, yaitu dari 0 sampai 2500 m di atas permukaan laut,
maupun di daerah kering dengan curah hujan sekitar 500 mm/tahun,
asalkan air tidak sampai tergenang di perakarannya (Hidayat, 2009).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan
gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.
Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring dengan
eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di
dunia dan terus mengalami peningkatan produksi dalam setiap
tahunnya. Dari setiap berat singkong akan dihasilkan limbah kulit
singkong sebesar 16% dari berat tersebut (Hidayat, 2009).
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
6
3. Kandungan Kimia Kulit Umbi Ubi Kayu
Kandungan kulit umbi ubi kayu mengandung fenolik dan
flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan (Gagola dkk., 2014).
Pada batang umbi kayu terdapat 10 komponen fenolik seperti
coniferaldehyde, isovanillin, 6-deoxyjacareubin, scopoletin,
syringaldehyde, pinoresinol, asam p-coumaric, ficusol , balanophonin
dan ethamivan yang memiliki aktivitas menangkal radikal bebas (Yi
dkk., 2010). Pada penelitian Buschmann dkk, (2000) menunjukan
adanya kandungan flavan-3-ol seperti, catechin, gallate catechin, dan
gallocatechin pada umbi kayu yang berpotensi sebagai antioksidan
efek dari radiasi. Pada penelitian Karundeng dkk, (2014) menunjukan
bahwa pada ekstrak kulit umbi ubi kayu yang mengandung flavonoid
pada konsentrasi 0,5% dapat berpotensi sebagai tabir surya dengan
nilai SPF 11,3 yang menunjukan proteksi maksimal.
B. Ekstraksi
Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi
menjadi 3 yaitu, simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
pelikan atau mineral (Depkes RI, 1989).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia hewani atau nabati
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 1986).
Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan
zat aktif yang tidak larut seperti serat, karbohidrat dan protein. Faktor
yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat
yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara penyari dengan bahan
yang mengandung zat tertentu (Depkes RI, 1986).
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
7
Macam–macam ekstraksi:
1. Maserasi
Maserasi adalah penyarian dengan merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari. Digunakan untuk menyari zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengembang dalam penyari. Contoh
cairan penyari yaitu air, etanol, air-etanol (Depkes RI, 2000).
2. Infudasi
Infundasi adalah proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat
aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infundasi
dilakukan dengan cara menambahkan serbuk dengan air secukupnya
dalam penangas air selama 15 menit yang dihitung mulai suhu di
dalam panci mencapai 90 °C sambil sesekali diaduk, infus disaring
sewaktu masih panas dengan menggunakan kain flanel. Penyarian
dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh bakteri dan jamur (Depkes RI, 1986).
3. Sokletasi
Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Depkes RI, 1986).
4. Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa Latin per yang artinya melalui
dan colare yang artinya merembes, secara umum dapat dinyatakan
sebagai proses dimana obat yang sudah halus diekstraksi dalam
pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui
obat dalam suatu kolom. Obat yang dimampatkan dalam alat ekstraksi
khusus yang disebut perkolator, dan ekstrak yang telah dikumpulkan
disebut perkolat (Ansel, 1989).
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
8
C. Uraian Bahan
1. Asam stearat (Depkes RI, 1979)
Asam stearat ( merupakan asam lemak yang terdiri dari
rantai hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat
dimakan, dan berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah
larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini
berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika. Asam stearat
dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk losion.
2. Malam putih atau cera alba (Depkes RI, 1979)
Malam putih dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh
dari sarang lebah apis melli fera l atau spesies lain. Pemerian zat
padat, lapis tipis bening, putih kekuningan, bau khas. Kelarutan
praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%),
larut dalam kloroform, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Suhu
lebur 62 °C sampai 64 °C. Khasiat dari malam putih zat tambahan
atau basis.
3. Lanolin (Depkes RI, 1979)
Lanolin merupakan basis serap, dibentuk dengan penambahan zat-
zat yang dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat yang memiliki
gugus polar seperti sulfat, hidroksi, karboksil. Lanolin zat serupa
lemak lengket kuning muda, agak tembus cahaya, bau lemah dan
khas. Suhu lebur dari suhu 36 °C sampai 42 °C, kelarutannya tidak
larut dalam air agak sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P.
4. Propilenglikol (Rowe dkk., 2009).
Merupakan alkohol bivalen dengan dua gugus OH. Bentuknya
berupa cairan higroskopis jernih tidak berwarna dan tidak berbau atau
hampir tidak berbau dengan rasa agak manis. Sifat kelarutannya yaitu
dapat bercampur dengan air, aseton, alkohol dan kloroform. Larut
dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P
dan dengan minyak lemak.
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
9
Propilenglikol memiliki banyak fungsi yaitu pengawet
antimikroba, desinfektan, humektan, pelarut, stabilizer vitamin,
kosolven. Formula losion menggunakan propilenglikol agar sediaan
terasa nyaman dikulit karena propilenglikol bersifat humektan.
5. Propilparaben (Depkes RI, 1979)
Propilparaben atau Nipasol berupa kristal tidak berwarna atau
serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa. Bahan ini sangat sukar larut
dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Propilparaben
digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik dan sediaan
farmasetika. Propilparaben untuk pembuatan losion sebesar 0,02-
0,3%.
6. Metilparaben (Rowe dkk., 2009)
Metilparaben ( merupakan zat berwarna putih atau tidak
berwarna, berbentuk serbuk halus, dan tidak berbau. Zat ini mudah
larut dalam etanol 95%, eter, dan air tetapi sedikit larut benzen, dan
karbontetraklorida. Metil paraben sering digunakan dalam losion
karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta dapat
mempertahankan losion dari mikroorganisme yang dapat merusak.
Metil paraben termasuk salah satu jenis pengawet yang biasa
digunakan dalam pembuatan losion. Bahan pengawet yang biasa
ditambahkan pada pembuatan losion sebesar 0,1-0,2%. Pengawet yang
digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba
tidak dapat tumbuh karena pengawet bersifat antimikroba. Pengawet
harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan
losion, yaitu antara suhu 35-45 °C agar tidak merusak bahan aktif
yang terdapat dalam pengawet tersebut.
7. Disodium Edetat (Rowe dkk., 2009)
Merupakan serbuk kristal putih, sodium edetat dapat digunakan
untuk komposisi pada sediaan topikal sebesar 0,01-0,1% b/v. Sodium
edetat ditambahkan dalam sediaan karena memiliki kemampuan
dalam mencegah bau tengik yang disebabkan oleh logam dengan
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
10
pembentukan khelat logam yang tidak larut. Selain itu, adanya logam
pada ekstrak dapat menjadi katalisator reaksi oksidasi sehingga
diperlukan penambahan disodium edetat untuk mengikat logam
tersebut. Disodium edetat juga digunakan sebagai penstabil.
8. Trietanolamin (Rowe dkk., 2009)
Triethanolamin (( atau TEA merupakan cairan
tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut air dan
etanol tetapi sukar larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur
pH dan pengemulsi pada fase air dalam sediaan losion. TEA
merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amine dan alkohol
dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi losion. TEA
tergolong dalam basa lemah.
9. Oleum Rosae (Depkes RI, 1979)
Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan
penyulingan uap bunga segar. Minyak mawar merupakan cairan tidak
berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada
suhu 25 °C kental, jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi
massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur. Larut
dalam 1 bagian kloroform. Biasanya digunakan untuk bahan pewangi.
10. Akuades (Depkes RI, 1979s)
Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam
Pembuatan losion. Air yang digunakan dalam pembuatan losion
merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara
penyulingan, proses penukaran ion dan osmosis sehingga tidak lagi
mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya
mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5,0-7,0, dan
berfungsi sebagai pelarut.
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
11
D. Losion
Sediaan losion merupakan emulsi dengan kandungan minyak yang
lebih rendah dibandingkan krim, sehingga menyebabkan sediaan losion
lebih encer. Losion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai
pelindungan untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya
memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit
yang luas. Losion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah
pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada
permukaan kulit. Karena fase terdispersi dari losion cenderung untuk
memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan, losion harus dikocok
kuat-kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah memisah
terdispersi kembali (Ansel, 1989).
Losion termasuk golongan kosmetika pelembab kulit yang terdiri dari
berbagai minyak nabati, hewani maupun sintetis. Losion juga berfungsi
untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi
penguapan air dari sel kulit. Losion didefinisikan sebagai campuran dua
fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan
berbentuk cairan yang dapat dituang jika ditempatkan pada suhu ruang.
Losion tabir surya sebagai kosmetik perlu diperhatikan hal-hal
yang diperlukan dalam tabir surya yaitu efektif dalam menyerap sinar
eritmogenik pada rentang panjang gelombang 290-320 nm tanpa
menimbulkan gangguan yang akan mengurangi efisiensinya yang
menimbulkan toksik atau iritasi. Memberikan transmisi penuh pada
rentang panjang gelombang 300-400 nm untuk memberikan efek terhadap
tanning maksimum.Tidak mudah menguap, resisten terhadap air dan
keringat. Memiliki sifat-sifat mudah larut yang sesuai untuk memberikan
formulasi kosmetik yang sesuai. Tidak berbau dan memiliki sifat-sifat fisik
yang memuaskan, misalnya daya lengketnya, dan lain-lain. Tidak
menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitifitas.
Dapat mempertahankan daya proteksinya selama beberapa jam. Stabil
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
12
dalam penggunaan. Tidak menimbulkan noda saat dipakai (Pratama dan
Zukarnain, 2015).
E. Tabir Surya
Tabir surya adalah produk yang diformulasikan khusus untuk
menyerap atau membelokkan sinar ultraviolet (Lavi, 2011). Tabir surya di
maksudkan untuk digunakan melindungi kulit manusia dari efek buruk
sinar matahari (Bleasel, 1999). Sediaan tabir surya adalah sediaan
kosmetik yang digunakan untuk maksud membaurkan atau mengabsorpsi
secara efektif cahaya matahari, terutama daerah emisi gelombang UV dan
infra merah sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena
cahaya matahari (Bambal dkk., 2011).
Berdasarkan mekanisme kerjanya tabir surya dibagi menjadi 2 yaitu,
melindungi fisik (pengeblok fisik) dengan memantulkan energi sinar
ultraviolet dan secara kimia (penyerapan kimia) dengan menyerap energi
sinar ultraviolet. Tabir surya fisik adalah tabir surya yang mekanisme
kerjanya memantulkan dan memantulkan radiasi sinar ultraviolet,
kemampuannya berdasarkan ukuran partikel dan ketebalan lapisan, bisa
menembus lapisan dermis hingga subkutan atau hipodermis dan efektif
pada spekrum radiasi UV A, UV B dan sinar tampak (Lavi, 2011). Zat
aktif yang di gunakan dalam tabir surya fisik yaitu titanium dioksida,
magnesium silikat, zinc oksida, kaolin (biasa digunakan pada bedak/alas
bedak). Tabir surya kimia, yang mekanisme kerjanya mengabsorbsi radiasi
sinar ultraviolet dan mengubahnya menjadi bentuk energi panas. Dapat
mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UV B yang dapat menyebabkan
sunburn (eritema & kerut). Zat aktif yang di gunakan dalam tabir surya
kimia yaitu, PABA, benzofenon, salisilat andoktil avobenzon (Lavi, 2011).
Menurut Bleasel (1999) efek berbahaya dari radiasi matahari
disebabkan terutama oleh daerah UV dari spektrum elektromagnetik (200-
400 nm), yang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
13
1. Radiasi UV A antara 320- 400 nm.
UV A biasanya hanya menyebabkan kulit menjadi coklat, walaupun
dapat juga menimbulkan terbakar surya tapi lebih lemah dibanding
dengan UV B. Karena intensitas UV A yang sampai ke bumi kira-kira
10 kali UV B, maka efek kumulatif jangka panjang sinar UV A ini
sama pentingnya dengan efek UV B.
2. Radiasi UV B 290-320 nm.
sering disebut sebagai spektrum terbakar surya atau kulit terbakar
akut, karena sinar ini penyebab utama terjadinya terbakar surya
(sunburn). UV B ini paling efektif menyebabkan pigmentasi dan
karsinogenik.
3. Radiasi UV C dari 200 -290 nm.
Sinar UV C merupakan sinar yang tidak sampai ke bumi karena
mengalami penyerapan. Akan tetapi seseorang dapat terkena paparan
sinar UV C ini dari lampu-lampu buatan. Kelainan yang timbul yang
disebabkan oleh UV C adalah kulit kemerahan, peradangan mata dan
merangsang pigmentasi.
F. SPF (Sun Protection Factor)
SPF adalah pengukuran kuantitatif dari efektivitas formulasi tabir
surya agar efektif dalam mencegah kulit terbakar dan kerusakan kulit
lainnya (Bleasel, 1999). Produk tabir surya harus memiliki berbagai
absorbansi 290-400 nm (Bambal dkk., 2011).
Penentuan aktifitas tabir surya berdasarkan nilai SPF dapat dilakukan
secara in vivo dan in vitro. Pengujian SPF secara in vivo yaitu
membandingkan energi ultraviolet untuk menghasilkan dosis eritema
minimal (DEM) pada kulit yang terlindungi terhadap energi untuk
menghasilkan eritema minimal pada kulit tidak terlindungi, sedangkan
pengujian in vitro nilai SPF dapat ditentukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri (Bambal dkk., 2011).
Pengukuran nilai SPF, Sampel diukur serapannya dengan
spektrofotometri UV- Vis tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang dari
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
14
290 nm sampai panjang gelombang 320 nm dan dilakukan tiga kali
penentuan tiap poinnya. Diikuti dengan aplikasi persamaan yang telah
dilakukan (Sayre dkk., 1978). Untuk menghitung nilai SPF digunakan
rumus sebagai berikut:
SPFspectrophotometric ∑ ( ( (
Keterangan :
CF = Faktor koreksi (= 10 )
EE = Spektrum efek eritema
I = Intensitas spektrum sinar
Abs = Absorbansi
Tabel 1. Normalized yang di gunakan untuk data SPF (EE X I)
Panjang gelombang EE X I
290 nm 0,015
295 nm 0,0817
300 nm 0,2874
305 nm 0,3278
310 nm 0,1864
315 nm 0,0837
320 nm 0,018
Nilai SPF yang didapat dapat di klasifikasikan berdasarkan tipe
proteksi dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tipe proteksi (Zulkarnain dkk., 2013)
Tipe proteksi Nilai SPF
Proteksi minimal 1-4
Proteksi sedang 4-6
Proteksi ekstra 6-8
Proteksi maksimal 8-15
Proteksi ultra >15
G. Spetrofotometri Ultraviolet Visibel
Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi
elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati
monokromatik yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada
daerah ultraviolet (panjang gelombang 190-380 nm) atau pada daerah
sinar tampak (panjang gelombang 380-780 nm). Meskipun spektrum pada
daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat yang tidak
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
15
khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa
zat berguna untuk membantu identifikasi (Depkes RI, 1979).
Instrumen yang digunakan menurut Gandjar dan Abdul (2007) untuk
mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi
dari panjang gelombang disebut “spektrometer” atau spektrofotometer.
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
1. Sumber-sumber lampu
Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm,sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten di gunakan untuk daerah visibel (pada panjang
gelombang antara 350-900 nm).
2. Monokromator
Digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-
komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh
celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran
panjang gelombang dilewatkan pada sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
intrumen melewati spektrum.
3. Optik-optik
Dapat di desain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar
melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer
berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan
dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk
melarutkan sampel atau pereaksi.
Formulasi Losion Tabir…, Lastri Aminah, Fakultas Farmasi UMP, 2016