BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan 1....

23
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan 1. Pengertian Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. Kotler, 1994 dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan konsumen/ pelanggan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya apabila membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan 1....

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan

1. Pengertian

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa

senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan

sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang

dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa

untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa.

Kotler, 1994 dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan kepuasan

sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil)

yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa

harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan

konsumen/ pelanggan.

Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,

komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media.

Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap

harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.

Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang

akan diterimanya apabila membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa.

Sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap

apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli.

24

Dalam menggunakan suatu jasa (pelayanan), konsumen seringkali

mempunyai sekenario tentang apa yang akan diterimanya, berupa : a.) Jasa

Ideal; b.) Harapan; c.) Jasa apa yang seharusnya diterima; d.) Jasa

minimum yang dapat ditoleransi. Apabila jasa minimal yang diharapkan

adalah “jasa yang dapat ditoleransi”, lalu yang terjadi melampaui harapan

tersebut, maka konsumen akan sangat puas. Bila jasa yang diharapkan

”jasa yang seharusnya diterima”, dan yang terjadi sesuai harapan maka

konsumen akan mengalami kepuasan. Sedangkan apabila jasa yang

diharapkan “jasa ideal”, tetapi yang terjadi kurang dari harapan tersebut,

maka konsumen akan merasakan ketidakpuasan (Tjiptono, 2000). Dari

penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan

senang, kepuasan individu/ seseorang karena antara harapan dan kenyataan

dalam memakai pelayanan/ jasa yang diberikan terpenuhi, sehingga

kepuasan pasien dapat terwujud dan harapan konsumen memiliki peran

besar sebagai standar perbandingan evaluasi kualitas maupun kepuasan.

Kepuasan/ ketidakpuasan klien tersebut dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal berupa sumberdaya, pendidikan,

pengetahuan, sikap, dan demografi. Faktor eksternal berupa budaya,

keadan sosial ekonomi, serta situasi saat itu (Engel, 1995 dalam Susilo,

2001).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

Salah satu indikator bahwa pelayanan sudah baik adalah

terbentuknya kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna

25

jasa pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan

(kepuasan) pelanggan menurut Garpes, 1999 (dalam Nasution, 2005)

adalah:

a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan pelanggan ketika

melakukan transaksi.

b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk.

c. Pengalaman dari teman-teman.

d. Komunikasi iklan.

Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pelanggan dapat

dibedakan menjadi dua macam :

a. Kepuasan pasien yang hanya mengacu pada penerapan kode etik

serta standar pelayanan oleh provider yang mencangkup :

hubungan dokter dengan pasien, kenyamanan pelayanan,

kebebasan melakukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi tehnis,

efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan.

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

kesehatan, yang meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan,

kewajaran pelayanan kesehatan, kesinambungan pelayanan

kesehatan, penerimaan pelayanan kesehatan, ketercapaian

pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan,

efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan.

Menurut jacobalis (1989), kepuasan total yang diperoleh seseorang

dari pelayanan kesehatan dikaitkan dengan tiga unsur, yaitu : a.) Mutu

26

pelayanan; b.) Mutu dalam perawatan; c.) Cara pasien diperlakukan

sebagai individu. Jika pihak pemberi pelayanan melaksanakan dengan

baik dan sesuai dengan persepsi dan harapan, maka pasien akan merasakan

kepuasan. Sedangkan ketidakpuasan pasien yang paling sering

dikemukakan adalah ketidakpuasan terhadap :

a. Sikap dan perilaku petugas rumah sakit dan karyawan.

b. Keterlambatan oleh dokter atau perawat.

c. Dokter/ perawat yang merawat sulit ditemukan.

d. Petugas kurang komunikatif dan informatif.

e. Lamanya proses masuk rawat inap.

f. Aspek pelayanan “hotel” di rumah sakit, dan

g. Kebersihan dan ketertiban lingkungan.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pasien tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh rumah sakit

saja, tetapi dipengaruhi pula terhadap pemberi pelayanan seperti: sikap,

pelayanan, pengetahuan, ketrampilan, treatmen, serta fasilitas dan prosedur

pelayanan yang diberikan oleh pihak pemberi pelayanan terhadap pasien.

3. Pengukuran tingkat kepuasan

Kepuasan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si

pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan persepsi pelanggan. Faktor

ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan

persepsi pelanggan dan si pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam

27

kualitas jasa yang dikemukakan Parasuraman, 1998 (dalam Tjiptono,

2000) yaitu:

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan

konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.

c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa.dan jasa yang

disajikan.

d. Kesenjangan antara penyampain jasa aktual dan komunikasi

eksternal kepada konsumen.

e. Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima

konsumen.

Parasuraman, 1998 (dalam Tjiptono, 2000) menggambarkan

kualitas pelayanan sebagai perbedaan persepsi dan harapan klien atas

pelayanan berdasarkan dimensi, yaitu :

a. Wujud nyata (tangible)

Adalah fasilitas fisik, perlengkapan, dan penilaian karyawan.

b. Daya tangkap (responsiveness)

Keinginan karyawan untuk memberikan bantuan dan support

service kepada pelanggan.

c. Kehandalan (reliability)

Fasilitas kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan

secara akurat.

28

d. Jaminan (assurance)

Adalah pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan karyawan serta

sifat dapat dipercaya dan bebas dari keragu-raguan.

e. Kepedulian (emphaty)

Adalah kemudahan dalam menjalin hubungan, komunikasi,

perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Penilaian ini menggunakan tingkat kepuasan klien sebagai

indikator kualitas pelayanan.

Menurut Kotler, (2005) ada berbagai metode dalam mengukur

kepuasan pelanggan, yaitu :

a. Sistem keluhan dan saran

Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan

dengan cara menerima saran, keluhan masukan mengenai produk

atau jasa layanan. Jika penanganan keluhan, masukan dan saran ini

baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas, begitu juga

sebaliknya jika tidak pelanggan akan kecewa. Contoh dengan

menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar.

b. Riset kepuasan pelanggan

Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan

survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka

gunakan. Jika dilakukan dengan baik, survei akan mencerminkan

kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan

terhadap produk atau jasa yang digunakan.

29

c. Ghost Shopping

Model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu

pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura

sebagai pembeli/ pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang

berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk

jasa atau cara pesaing dalam menangani keluhan.

d. Analisa pelanggan yang hilang

Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan

produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan

mereka.

4. Kepuasan terhadap pelayanan keperawatan

Menurut Azwar (1996), secara umum kepuasan terhadap mutu

pelayanan keperawatan dapat dibedakan menjadi dua tingkat, yaitu:

a. Kepuasan yang mengacu pada kode etik serta standar pelayanan:

1.) Hubungan dokter atau perawat dengan pasien,

2.) Kenyamanan dan pelayanan yang menyangkut pada sarana dan

prasarana dari rumah sakit,

3.) Kebebasan dalam melakukan pilihan,

4.) Pengetahuan dan kompetensi tehnis yang merupakan prinsip

pokok standar pelayanan,

5.) Efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan.

30

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan, yang meliputi :

1) ketersediaan pelayanan kesehatan,

2) kewajaran pelayanan kesehatan,

3) kesinambungan pelayanan kesehatan,

4) penerimaan pelayanan kesehatan,

5) ketercapaian pelayanan kesehatan,

6) keterjangkauan pelayanan kesehatan,

7) efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan.

Apabila dibandingkan antara kedua kelompok dimensi kepuasan,

dapat dilihat bahwa dimensi kepuasan yang kedua bersifat ideal, karena

untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi

persyaratan tidaklah semudah yang diperkirakan. Untuk mengatasi hal

tersebut diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi selektif, dalam arti

penerapan dimensi kepuasan kelompok pertama dilakukan secara optimal,

sedangkan penerapan dimensi kepuasan kelompok kedua dilakukan secara

selektif yaitu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

B. Pelayanan Keperawatan

1. Pengertian

Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu

baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk

peningkatsn pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga individu

31

tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara

mandiri (Handerson dalam Zaidin Ali, 2001). Menurut Azwar (1996)

pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni

melayani (merawat), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan,

filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan sosial.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan dengan menggunakan pelayanan keperawatan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi pasien. Pelayanan keperawatan di

Rumah sakit mempunyai tujuan utama yaitu membantu klien dalam upaya

mengatasi masalah keperawatan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan

memprioritaskan masalah yang ada.

Fungsi perawat profesional didalam memberikan pelayanan

keperawatan mempunyai tiga dimensi dari fungsinya, yaitu fungsi

dependen dimana perawat melaksanakan tindakan atas pasien atau

instruksi yang lain, fungsi independen dimana perawat melakukan

tindakan secara mandiri, dan fungsi interdependen berupa koordinasi

dalam perencanaan tindakan keperawatan dengan dengan anggota tim

kesehatan lain termasuk dokter (Purwanto, 1998).

Dalam praktek ada beberapa kemungkinan untuk membagi dan

membedakan pelayanan keperawatan. Adapun jenis-jenis pelayanan dapat

dilihat dari sifatnya (Tengker, 1991), meliputi :

32

a. Pelayanan Dasar

Pelayanan ini mencakup lapangan pelayanan kesehatan preventif

dan kuratif, yang diselenggarakan khusus untuk diri sendiri (pelayanan

pribadi) dan untuk lingkungan sekitarnya demi peningkatan kesehatan

dan ancaman gangguan kesehatan.

b. Pelayanan ambulator atau ekstramural

Pelayanan ini mencakup penyelenggaraan pelayanan spesialistis

dan nonspesialistis dimana pasien memperoleh pelayanan kesehatan

disebuah lembaga atau di rumahnya tanpa adanya opname.

c. Pelayanan intramural

Pelayanan ini mencakup penyelenggaraan pelayanan medis umum

dan spesialistis di dalam lembaga-lembaga dimana pasien memperoleh

rawat inap (opname). Pelayanan ini diberikan di berbagai rumah sakit

umum.

Tujuan pelayanan keperawatan antara lain meningkatkan dan

mempertahankan kualitas pelayanan rumah sakit, meningkatkan

penerimaan masyarakat terhadap profesi keperawatan, meningkatkan

pelaksanaan kegiatan umum untuk kenyamanan pasien, meningkatkan

komunikasi antar staf, meningkatkan produktfitas dan kualitas kerja staf

(Depkes, 1999).

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan.

Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional,

sehingga para perawat harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar

33

praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi

agar masyarakat dapat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang

bermutu. Sikap profesional yang diharapkan dari seorang perawat adalah

memberikan dasar pelayanan keperawatan yang baik. Sikap baik memiliki

elemen-elemen, diantaranya keterlibatan dengan pasien, rasa respek

terhadap segi pribadi pasien, pengertian dan ikut merasakan apa yang

dialami pasien, dan kesanggupan dalam sikap dan perilaku perawat (BEM

PSIK FK UNSRI, 2009).

Mutu pelayanan keperawatan merupakan aplikasi pengetahuan

ilmu keperawatan yang tepat bagi perawatan pasien sambil

menyeimbangkan resiko-resiko yang melekat pada setiap intervensi

keperawatan dan keuntungan yang diharapkan darinya (Gillies, 1998).

Quality assurance adalah proses pembentukan tingkat sasaran keunggulan

bagi intervensi keperawatan dan pengambilan tindakan untuk menjamin

bahwa setiap pasien menerima tingkat keperawatan yang ditetapkan.

Berdasarkan kebijakan Depkes RI 1999, peningkatan mutu

pelayanan keperawatan terdiri dari akreditasi rumah sakit, standarisasi

rumah sakit dan pelayanan prima. Pelayanan kepada pasien yang

berdasarkan standar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kepada

pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan, serta dapat

menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu,

efisien, inovatif, dan menghasilkan customer responsiveness.

34

Untuk kegiatan peningkatan mutu diperlukan standar, pelaksanaan

standar, program evaluasi atau penilaian antara lain akreditasi rumah sakit

yang berbasis pada outcome yang dapat menjawab EQS (Equity Efficiently

Quality and Subtainability) dan program tindak lanjut perbaikan (Depkes,

1999). Suatu standar merupakan gambaran tingkat pelaksanaan kerja

terhadap kualitas bentuk, proses, atau hasil standar keperawatan

merupakan gambaran kualitas yang diinginkan terhadap penilaian

keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Strategi peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain

pendidikan berlanjut, sumberdaya dimanfaatkan secara efisien dan efektif,

aman bagi pasien, memuaskan bagi pasien, serta menghormati aspek

sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat. Prasyarat

peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pimpinan yang

peduli dan mendukung, sadar mutu bagi seluruh staf, program diklat untuk

peningkatan sumberdaya manusia, sarana dan lingkungan yang

mendukung.

2. Manajemen Pelayanan Keperawatan

Manajemen Pelayanan Keperawatan adalah proses bekerja melalui

anggota karyawan untuk menyediakan asuhan, pengobatan dan

kenyamanan pada pasien ( Gillies, 1998 ). Pada hakekatnya manajemen

pelayanan keperawatan adalah melaksanakan tugas dan fungsinya secara

optimal guna mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya dan dana

35

yang tersedia secara efektif dan efisien. Oleh karena itu tugas pengelola

keperawatan adalah merencanakan, mengorganisasikan,

mengkoordinasikan, mengarahkan, dan mengendalikan sumberdaya

keuangan, material dan manusia sedemikian rupa sehingga menyediakan

asuhan yang sangat efektif untuk kelompok, pasien dan keluarga

(Wardhono, 1998). Adapun lingkup tanggung jawab pengelolaan

pelayanan keperawatan menurut Wardhono (1998) meliputi :

a. Pengelolaan asuhan keperawatan

b. Pengelolaan operasional bangsal

c. Pengelolaan sumberdaya manusia yang ada

Pengelolaan asuhan keperawatan sangat diperlukan dalam

memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Karena ruang lingkup

pengelolaan asuhan keperawatan telah luas hingga sampai pada pelayanan

rawat di rumah sakit menjadi pelayanan rawat inap, jangka panjang, dan

keperawatan di rumah juga dalam hal pelayanan diagnostik dan terapeutik

yang berkaitan (Brunner & Suddarth, 1996).

Sedangkan yang perlu diperhatikan sebagai pengelola ruang,

adalah (Wardhono, 1998) :

a. Prioritas utama kegiatan adalah kebutuhan pasien yang

penyelenggaraannya dapat didelegasikan kepada tenaga perawat lain.

b. Sentralisasi informasi terletak pada pengelola ruang sebagai penerima

dan pemberi.

c. Prosedur yang telah ditetapkan supaya dilakukan dengan tepat

36

d. Melakukan koordinasi dan menetapkan efisiensi serta menangani hal-

hal khusus yang terjadi

e. Membuat perencanaan dengan jelas dan tegas sehinggan dapat

dimengerti oleh tenaga yang akan menjalankannya.

f. Penggunaan peralatan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Pengelolaan sumberdaya manusia yang ada sangat diperlukan sebagai

peningkatan profesionalisme terhadap kemampuan seseorang. Kesuksesan

sebuah proses manajemen tergantung pada jenis dan kualitas tanggapan yang

berkembang pada para pekerja dimana upaya-upaya manajemen diterapkan

(Gillies, 1998).

3. Standar Praktek keperawatan

Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989), adalah : a.)

Meningkatkan asuhan keperawatan; b.) Mengurangi biaya asuhan

keperawatan; c.) Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas

dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak teraupetik. Standar pelayanan

keperawatan menurut Depkes RI (1999), meliputi :

a. Standar 1 : falsafah keperawatan

b. Standar 2 : tujuan asuhan keperawatan

c. Standar 3 : pengkajian keperawatan

d. Standar 4 : diagnosa keperawatan

e. Standar 5 : perencanaan keperawatan

f. Standar 6 : intervensi keperawatan

37

g. Standar 7 : evaluasi keperawatan

h. Standar 8 : catatan asuhan keperawatan

4. Indikator Mutu Pelayanan ( Depkes RI, 2001)

a. Indikator mutu pelayanan rumah sakit.

1) Angka pasien yang dekubitus

2) Angka kejadian infeksi karena jarum infus

3) Angka kejadian infeksi karena transfusi darah

4) Angka ketidak lengkapan catatan medik

5) Angka keterlambatan pertama gawat darurat

b. Indikator untuk mutu standar asuhan keperawatan

1) Standar dokumentasi

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui catatan

keperawatan yang dibuat oleh perawat dilakukan dalam rekam

medis sesuai dengan aturan dokumentasi atau tidak.

2) Observasi

Dilakukan selama pemberian asuhan keperawatan

berlangsung yang dilakukan oleh observer.

3) Angket

Indikator masukan untuk memahami persepsi pasien

terhadap proses asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat

selama proses asuhan keperawatan berlangsung.

38

C. Biaya Kesehatan

1. Asuransi Kesehatan (Askes)

Asuransi kesehatan adalah suatu sistem dalam pembiayaan

kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran

teratur peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

peserta (Azwar, A 1994).

Menurut (wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2009)

Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara

khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi

tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis

besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan

asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-

patient treatment).

Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan

asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun juga perusahaan

asuransi umum. Beberapa perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa

telah memasarkan pula program-program asuransi kesehatan dengan

berbagai macam varian yang berbeda. Pada umumnya perusahaan asuransi

yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan bekerja sama dengan

provider rumah sakit baik secara langsung maupun melalui institusi

perantara sebagai asisten manajemen jaringan rumah sakit.

Di Indonesia, PT. Askes Indonesia merupakan salah satu

perusahaan asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan

39

kepada para anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri

baik sipil maupun non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai

dengan usia 21 tahun. Para pensiunan beserta istri ataupun suami juga

dijamin seumur hidup. Bentuk pelayanannya adalah dengan tujuan

meringankan beban biaya kesehatan tanpa mengurangi mutu pelayanan

kesehatan itu sendiri. Jenis pelayanan yang dijamin PT. Askes meliputi :

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, berupa rawat jalan tingkat

pertama dan rawat inap tingkat pertama.

2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, berupa rawat jalan tingkat

lanjutan dan gawat darurat.

3. Rawat inap.

4. Persalinan.

5. Pelayanan obat sesuai daftar dan plafon harga obat (DPHO) PT. Askes.

6. Alat kesehatan, meliputi : kacamata, gigi tiruan, alat bantu dengar, kaki/

tangan tiruan, serta implant.

7. Operasi, termasuk operasi jantung, paru.

8. Haemodialisis (cuci darah).

9. Cangkok ginjal.

10. Penunjang diagnostik termasuk USG, Ct Scan, MRI (PT. Askes, 2002).

Pelayanan diperoleh dengan menggunakan rujukan dari puskesmas

yang kemudian diteruskan ke rumah sakit yang ditunjuk, kecuali pada

keadaan gawat darurat dapat langsung ke rumah sakit.

40

rujukan

Gambar 2.1 Prosedur pelayanan kesehatan PT. Askes

(PT. (persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, 2002)

Pada rawat inap tingkat lanjut, fasilitas yang disediakan meliputi :

1. Fasilitas Rawat inap sesuai dengan kelas perawatan yang dipilih

2. Pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan oleh dokter spesialis atau

subspesialis

3. Pemeriksaan penunjang diagnostik

4. Tindakan medis operatif dan non-operatif

5. Perawatan intensif (ICU/ ICCU) apabila diperlukan

6. Pelayanan transfuse darah

7. Pelayanan rehabilitasi medis

8. Pemberian obat-obatan (PT.Askes Cab. Pati, 2008)

Biaya pelayanan kesehatan dengan fasilitas Askes menggunakan

system cost sharing, dimana peserta mendapat sebagian pembebanan

biaya yang dibayarkan kepada rumah sakit. Dan apabila perawatan yang

dipilih lebih tinggi dari haknya, maka selisih biaya pelayanan yang timbul

apotik Gawat darurat

Ambil obat

peserta puskesmas rumah sakit

41

menjadi beban peserta. Sesuai standar biaya rumah sakit yang ditunjuk

(PT. (persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, 2002).

2. Non- Askes

Pasien non-Askes adalah pasien yang bukan merupakan peserta

wajib Askes/ keluarganya, yang membedakan antara pasien Askes dan

non-Askes adalah penanggung biaya perawatannya, antara lain : dari

pemerintah ( Kartu sehat, JPKM, dll ) dan biaya sendiri (Azwar A, 1994).

Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan

negara lainnya. Secara umum sumber biaya kesehatan ini dapat dibedakan

atas dua macam, yakni :

a. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah

Tergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut, ditemukan

negara yang sumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung oleh

pemerintah. Pada negara yang seperti ini, tidak ditemukan pelayanan

kesehatan swasta. Seluruh pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh

pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan secara

cuma-cuma.

Semakin bekembangnya privatisasi pelayanan kesehatan di

Indonesia juga akan memberikan peluang investasi untuk sektor swasta

menanamkan modalnya di bidang pelayanan kesehatan. Ada 2 jenis

pengembangan pelayanan kesehatan yang dapat dimasuki oleh sektor

swasta yaitu pembangunan infrastruktur kesehatan ( pembangunan RS

42

dengan jaringan kerjanya ) dan asuransi kesehatan. Untuk

pengembangan asuransi sudah tersedia tiga perangkat undang-undang

yaitu UU no 3/92 untuk pengembangan Jamsostek ( Jaminan Sosial

Tenaga Kerja ); UU no 2/ 92 untuk asuransi kesehatan baik yang

bersifat sosial maupun komersial; UU no 23/92 untuk program JPKM

( Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mesyarakat ).

Sejak krisis melanda Indonesia, pemerintah telah mengalokasikan

sejumlah dana untuk membantu penyelenggaraan pelayanan kesehatan

dasar khusus bagi penduduk yang jatuh miskin. Krisis ekonomi telah

menambah jumlah penduduk miskin dari 22,4 juta jiwa tahun 1996

menjadi 37,5 juta jiwa tahun 2002 (Muninjaya A.A Gde, 2004). Sejak

pertengahan tahun 1997, pemerintah juga menggelar program Jaring

Pengaman Sosial Bidang Kesehatan ( JPS-BK ) untuk membantu

meringankan beban penduduk miskin. Mereka mendapat pelayanan

kesehatan dasar secara cuma-cuma di sarana pelayanan kesehatan

pemerintah terdekat. Untuk itu semua penduduk miskin telah memiliki

kartu sehat.

Salah satu strategi yang dicanangkan pemerintah sejak awal

Oktober 1998 adalah mengembangkan Jaring Perlindungan Sosial

( JPS ). Sasaran JPS diarahkan untuk membantu keluarga-keluarga

miskin di pedesaan agar mereka dapat memanfaatkan sarana pelayanan

kesehatan di Puskesmas bahkan sampai ke Rumah Sakit. Beberapa

departemen terkait ( Depkes, BKKBN, Depdagri ) ikut merancang

43

program JPS ini. Untuk mengelolanya di lapangan, pemerintah

membentuk Badan Pengelola khusus yang ditempatkan di tingkat

Kabupaten. Efisiensi dan efektifitas manajemen Badan Pengelola JPS

dan pemasaran sosialnya akan sangat dipengaruhi oleh sistem

manajemen keuangan dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan di

tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Karya besar dalam bentuk JPS ini

akan lebih terjamin keberhasilannya kalau lembaga konsumen dan

LSM lainnya di masing-masing daerah diikutsertakan dalam sistem

perencanaannya.

b. Sebagian ditanggung oleh masyarakat

Pada beberapa negara lain, sumber biaya kesehatannya juga berasal

dari masyasrakat. Pada negara yang seperti ini masyarakat diajak

berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan

ataupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan.

Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan

kesehatan, maka ditemukanlah pelayanan kesehatan swasta serta

pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan

membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya.

Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang

mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun

tidak ditemukan satu negarapun yang pemerintah sepenuhnya tidak

ikut serta.

44

Pada negara yang peranan swastanya sangat dominanpun peranan

pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya

kesehatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, seperti

pelayanan kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan

kedokteran yang menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang

mampu.

D. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Garpes (dalam Nasution), Tjiptono, DEPKES RI, Parasuraman (dalam Tjiptono)

Faktor yang mempengaruhi:

1. Akreditasi RS 2. Standarisasi RS 3. Pelayanan prima

Tingkat Kepuasan: 1. Harapan terlampaui

(sangat puas) 2. Harapan terpenuhi

( puas ) 3. Harapan tidak terpenuhi

( tidak puas )

Pasien Askes dan non-Askes

Mutu Pelayanan : 1. wujud nyata 2. kehandalan 3. ketanggapan 4. jaminan 5. empati

Kepuasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Kebutuhan personal 2. Pengalaman masa lalu 3. Pengalaman dari

teman 4. Komunikasi iklan

Lingkup pengelolaan pelayanan keperawatan:

1. Pengelolaan Askep 2. Pengelolaan

Operasional Bangsal 3. Pengelolaan SDM

yang ada

45

E. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

F. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini hanya terdapat satu variable/ variable tunggal yaitu

tingkat kepuasan pasien, karena tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan dengan variabel lain.

G. Hipotesis

Ada perbedaan tingkat kepuasan antara pasien pengguna Askes dan

nonAskes terhadap pelayanan keperawatan di bangsal rawat inap BRSD Dr.

R. Soetijono Kota Blora

Tingkat kepuasan

Pasien non-Askes

Pasien Askes